Anda di halaman 1dari 79

FATWA TENTANG BOM BUNUH DIRI DALAM TINJAUAN

MAQASHID SYARIAH

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana
Hukum Jurusan Perbandingan Mazhab Dan Hukum pada Fakultas Syariah
Dan Hukum UIN Alauddin Makassar

Oleh:
REZA DAMAISAR
NIM: 10300118005

PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2022
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Reza Damaisar

Nim : 10300118005

Tempat/Tgl. Lahir : Anabanua, 26 April 1999

Jurusan : Perbandingan Mazhab dan Hukum

Fakultas : Syariah dan Hukum

Alamat : Perumahan BTP, Jln.Kebersamaan VI Blok AC

No. 86, Paccerakkang, Biring Kanaya.

Judul : Fatwa Tentang Bom Bunuh Diri Dalam Tinjauan

Maqashid Syariah

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini

benar adalah hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini

merupakan duplikat, tiruan, plagiat atau dibuat oleh orang lain sebagian atau

seluruhnya maka skripsi ini dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi

hukum.

Makassar, November 2022


Penyusun,

Reza Damaisar
NIM. 10300118005

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbi aalamin, Puji syukur kita haturkan kepada Allah swt

atas segala nikmatnya, baik nukmat kesehatan, nilmat iman, maupun nikmat

kesehatan, nikmat iman, maupun nikmat kesempatan, sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas skripsi ini dengan judul “Fatwa Tentang Bom Bunuh Diri

Dalam Tinjauan Maqashid Syariah” yang merupakan salah satu persyaratan

untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Alauddin Makassar.

Shalawat serta salam senantiasa kita haturkan kepada baginda Nabi

Muhammad saw. Nabi yang telah membawa kita bersama para sahabatnya dari

alam kegelapan menuju ke alam terang benderang yang mengenal Allah swt.

Sehimgga kita bisa merasakan bagaimana keindahan Islam dan manisnya iman.

Terselesainya skripsi ini tidak hanya hasil jeriih payah dari penulis semata

namun juga berangkat dari bantuan dorongan dan motivasi dari berbagai pihak.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada orang tua yang tercinta yakni ayah saya

Latatta dan ibunda saya Rosmini serta saudara dan saudari saya yang selalu

memberikan saya motivasi mendoakan saya dari rumah sehingga saya dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan tepat penulis juga menyampaikan terima kasih

kepada:
1. Bapak Prof. Hamdan Juhainis, M.A, Ph.D. selaku Rektor Universitas Islam

Negeri Alauddin Makassar, para Wakil Rektor dan seluruh staf UIN Alauddin

Makassar.

2. Bapak Dr. H. Muammar Muhammad Bakry, Lc., M.A. selaku Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Kepada

ibunda Dr. Hj. Rahmatiah HL, M.Pd. selaku wakil dekan I akademik dan

pengembangan lembaga, kepada bpak Prof. Dr. Marilang, S.H., M.Hum.

iii
selaku wakil dekan II bidang administrasi umum dan keuangan, kepada bapak

Dr. H. Muh. Saleh Ridwan, M.Ag. selaku wakil dekan III bidang

kemahasiswaan dan segenap dan segenap pegawai Fakultas Syariah dan

Hukum yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi.

3. Teruntuk bapak Dr. Achmad Musyahid, M.Ag. selaku ketua jurusan

Perbandingan Mazhab dan Hukum, kepada bapak Dr. Abdi Wijaya, S.Ag.,

M.Ag. selaku sekretaris jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum yang telah

memberikan bimbingan dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Teruntuk keapada bapak Dr. H. Abdul Wahid Hadade, Lc., M.H.I. selaku

pembimbing 1 dan bapak Dr. Zulhas’ari Mustafa., M.Ag. selaku pembimbing

2 yang tidak bosan-bosannya memberikan arahan dan nasehat dalam

menyelesaikan skripsi ini.

5. Teruntuk kepada bapak Prof. Dr. H. Kasjim, S.H., M.TH.I. selaku penguji 1

dan bapak Dr. H. Abdul Syatar, Lc., M.H.I. selaku penguji 2 yang tidak bosan-

bosannya memberikan arahan dan nasehat dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Dan juga teruntuk kepada kakak-kakak senior kami yang selalu memberikan

bantuan, masukan, dorongan, dukungan serta motivasi dalam menyelesaikan

skripsi ini.

7. Dan teruntuk kepada seluruh teman-teman kelas dan juga mahasiswa Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar terkhusus

kepada mahasiswa perbandingan Mazahab dan Hukum kelas A angkatan

2018 yang dengan kebersamaannya selama ini.

8. Dan juga kepada seluruh pihak yang mmembantu saya dalam menyelesaikan

skeipsi ini yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu semoga Allah swt.

melimpahkan rahmat dan karunianya kepada kita semua.

iv
Penulis menyadari bahwa tidak ada kesempurnaan dalam dunia ini begitu

pula dalam penyusunan skripsi ini yang tidak luput dari kekurangan serta

kesalahan, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan

kritik yang membangun atau saran yang konstruktif dalam menyempurnakan

skripsi ini, penulis berharap semoga rahmat dan izin Allah swt. mudah-mudahan

skripsi ini bermanfaat bagi penulis bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi

pihak yang membacanya di kemudian hari, dan kepada pihak yang membutuhkan

apa yang berkaitan dengan fatwa bom bunuh diri.

Makassar, November 2022


Penyusun,

Reza Damaisar
NIM. 10300118005

v
DAFTAR ISI

FATWA TENTANG BOM BUNUH DIRI DALAM TINJAUAN MAQASHID


SYARIAH................................................................................................................1
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI...............................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
ABSTRAK..............................................................................................................vi
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................7
C. Kajian Puataka..............................................................................................8
D. Metodologi penelitian...................................................................................9
E. Teknik Pengolahan Data.............................................................................11
F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian................................................................12
BAB II....................................................................................................................13
TINJAUAN TEORETIS........................................................................................13
A. Fatwa...........................................................................................................13
B. Bom Bunuh Diri..........................................................................................17
C. Maqashid Syariah........................................................................................24
BAB III..................................................................................................................37
METODOLOGI HUKUM MUNCULNYA PENGHALALAN BOM BUNUH
DIRI.......................................................................................................................37
A. Bom Bunuh Diri..........................................................................................37
B. Dalil Tentang Bom Bunuh Diri...................................................................38
C. Pandangan Ulama Tentang Bom Bunuh Diri.............................................40
BAB IV..................................................................................................................43
ANALISIS MAQASHID SYARIAH TENTANG BOM BUNUH DIRI..............43
A. Konsep Maqashid Syariah..........................................................................43
B. Bom Bunuh Diri Yang Terjadi Di Palestina...............................................47
BAB V....................................................................................................................50
PENUTUP..............................................................................................................50
A. Kesimpulan.................................................................................................50

vi
B. Implikasi Penelitian.....................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................53

vii
PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Transliterasi Arab-Latin

Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat

dilihat pada tabel berikut :

1. Konsonan

Huruf
Nama Huruf Latin Nama
Arab

‫ا‬ Alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan

‫ب‬ Ba b Be

‫ت‬ Ta t Te

‫ث‬ Sa ṡ es (dengan titik di atas)

‫ج‬ Jim j Je

‫ح‬ ha (dengan titik di


Ha ḥ
bawah)

‫خ‬ Kha kh ka dan ha

‫د‬ Dal d De

‫ذ‬ Zal ż zet (dengan titik di atas)

‫ر‬ Ra r Er

‫ز‬ Zai z Zet

‫س‬ Sin s Es

‫ش‬ Syin sy es dan ye

‫ص‬ es (dengan titik di


Sad ṣ
bawah)

‫ض‬ Dad ḍ de (dengan titik di bawah)

‫ط‬ te (dengan titik di


Ta ṭ
bawah)

viii
‫ظ‬ zet (dengan titik di
Za ẓ
bawah)

‫ع‬ ‘ain ‘
apostrof terbalik

‫غ‬ Gain G Ge

‫ف‬ Fa F Ef

‫ق‬ Qaf Q Qi

‫ك‬ Kaf K Ka

‫ل‬ Lam L El

‫م‬ Mim M Em

‫ن‬ Nun N En

‫و‬ Wau W We

‫ه‬ Ha H Ha

‫ء‬ Hamzah ,
Apostrof

‫ي‬ Ya Y Ye

Hamzah (‫ )ء‬yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi

tanda apapun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda

(‘).

2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vocal bahasa Indonesia, terdiri atas vocal

tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong.

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,

transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin Nama


‫َا‬ fatḥah A A

‫ِا‬ Kasrah I I

ix
‫ُا‬ ḍammah U U

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya gabungan antara harakat

dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:

Huruf dan
Harkat dan Huruf Nama Nama
Tanda

‫َى‬ fatḥah dan yā’ ai a dan i

‫َىْو‬ fatḥah dan wau Au a dan u

Contoh:

‫َك ْيَف‬ : kaifa

‫َهْو َل‬ : haula

3. Maddah

Maddah atau vocal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf

transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harakat dan Huruf dan


Nama Nama
Huruf Tanda

fatḥah dan alif a dan garis di


‫…َى … |َا‬ ā
atau yā’ atas

i dan garis di
‫ى‬ kasrah dan yā’ i
atas

u dan garis di
‫ىو‬ ḍammah dan wau ū
atas

Contoh:
‫َم اَت‬: mata
‫َر َم ى‬: rama
‫ِقْيْل‬: qila
‫َيُم ْو ُت‬: yamutu

x
4. Tā’ Marbūṭah

Transliterasi untuk tā’ marbūṭah ada dua, yaitu: tā’ marbūṭah yang hidup

atau mendapat harkat fatḥah, kasrah, dan ḍammah, yang transliterasinya adalah

[t]. Sedangkan tā’ marbūṭah yang mati atau mendapat harkat sukun

transliterasinya adalah [h].

Kalau pada kata yang berakhir dengan tā’ marbūṭah diikuti oleh kata yang

menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka tā’

marbūṭah itu transliterasinya dengan (h).

Contoh:

‫َر َو َض ُة ْاَألْطَف ِل‬: raudal al-at fal


‫َاْلَم ِد ْيَنُة ْالَفا ِض َلُة‬: al-madinah al-fadilah
‫َاْلِح ْك َم ة‬ : al-hikmah

5. Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda tasydid (ّ ), dalam transliterasinya ini dilambangkan dengan


perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.

Contoh:

‫َر َّبَنا‬: rabbana


‫َنَّجْيَنا‬: najjainah
6. Kata Sandang

Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah ditransliterasikan

sesuai dengan bunyi huruf yang ada setelah kata sandang. Huruf "l" (‫)ل‬

diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata

sandang tersebut.

Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah ditransliterasikan

sesuai dengan bunyinya.

xi
Contoh:
‫َاْلَفْلَس َفُة‬: al-falsafah
‫َاْلِبَالُد‬: al-biladu
7. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrop hanya berlaku bagi

hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di

awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

Contoh:

a. Hamzah di Awal
‫ ُاِم ْر ُت‬: umirtu
b. Hamzah Tengah

‫ َتْأُم ُرْو َن‬: ta’muruna


c. Hamzah Akhir

‫ َش ْي ٌء‬: :Syai’un
8. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia

Pada dasarnya setiap kata, baik fi‘il, isim maupun huruf, ditulis

terpisah.Bagi kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab yang

sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat

yang dihilangkan, maka dalam transliterasinya penulisan kata tersebut bisa

dilakukan dengan dua cara; bisa terpisah per kata dan bisa pula dirangkaikan.

Contoh:

Fil Zilal al-Qur’an

Al-Sunnah qabl al-tadwin

9. Lafẓ al-Jalālah (‫)هللا‬

xii
Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya

atau berkedudukan sebagai muḍāf ilaih (frase nominal), ditransliterasi tanpa huruf

hamzah.

Contoh:
‫ ِد ْيُن هلَّلا‬Dinullah ‫ هلَّلا ِبا‬billah
Adapun tā’ marbūṭah di akhir kata yang disandarkan kepada lafẓ al-

Jalālah ditransliterasi dengan huruf [t].

Contoh:

‫ُهْم‬ ‫ ِفْي َر ْح َم ِة هلَّلا‬Hum fi rahmatillah


10. Huruf Kapital

Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All caps), dalam

transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf

kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf

kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama dari (orang,

tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri

didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap

huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya.

Contoh:

Syahru ramadan al-lazi unzila fih al-Qur’an

Wa ma Muhammadun illa rasul

B. Daftar Singkatan

Beberapa singkatan yang dibakukan adalah:

swt. = subhānahū wa ta‘ālā

saw. = sallallāhu ‘alaihi wa sallam

a.s. = ‘alaihi al-salām

H = Hijrah

xiii
M = Masehi

SM = Sebelum Masehi

l. = Lahir tahun (untuk orang yang masih hidup saja)

w. = Wafat tahun

QS .../...:4 = QS al-Baqarah/2:4 atau QS Ali ‘Imrān/3:4

HR = Hadis Riwayat

xiv
ABSTRAK
Nama : Reza Damaisar
Nim : 10300118005
Judul : Fatwa Bom Bunuh Diri dalam Tinjauan Maqashid Al-
Syariah.

Penelitian ini berjudul Fatwa Bom Bunuh Diri dalam Tinjauan Maqashid
Al-Syariah. Adapun pokok masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana
metodologi hukum penghalalan bom bunuh diri atau Harokah istisyhadiyah?
Bagaimana penerapan gerakan istisyhadiyah yang benar dalam hukum Islam?
Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode
library research yang mengambil dari buku jurnal dan buku-buku lainnya atau kita
kenal dengan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian deskriptif adalah
suatu penelitian yang mengambil sumber data dari buku-buku perpustakaan,
sedangkan deskriptif adalah menggambarkan apa adanya suatu tema yang akan di
paparkan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Islam menganjurkan dan
memberikan justifikasi kepada Muslim untuk berjuang, berperanag (harb) dan
menggunakan kekerasan (qital) terhadap para penindas, musuh-musuh Islam dan
pihak luar yang menunjukkan sikap bermusuhan dan tidak mau hidup berdamai
dengan Islam dan kaum Muslimin. Beberapa perbedaan pendapat ulama terhadap
metodologi hukum penghalalan bom bunuh diri atau Harokah istisyhadiyah.
Yusuf Qardawi menyebutkan keabsahan praktek bom bunuh diri (istishadiyyah)
tidak termasuk dalam hal yang dilarang dengan alasan apa pun, walaupun yang
menjadi korban adalah penduduk sipil. Pandangan Abdul Malik dari kalangan
ulama Malikiyah berpendapat bahwa tidak apa-apa jika seseorang dengan
sendirian melawan tentara musuh yang besar apabila ia memiliki kekuatan dan
niat ikhlas kepada Allah. Pandangan Muhammad Mutawalli al-Sya”rawi” orang
yang membunuh dirinya sendiri divonis akan dikekalkan dalam neraka. Allah-lah
yang menciptakannya, dan ruh serta hidup manusia adalah milik Allah swt, jika
manusia bunuh diri, berarti dia menghancurkan atau merusak sesuatu yang bukan
miliknya.
Implikasi dari penelitian ini adalah pelaksanaan kegiatan bom bunuh diri
menggugurkan salah satu bagain dari maqashid al-syariah yaitu dharuriyat karena
menyebabkan gugurnya dalam menjaga agama, jiwa, keturunan, harta dan
menjaga akal. Diharapkan setiap umat muslim mengingat bahwa Islam adalah
agama yang mengharamkan bagi siapapun untuk tidak melakukan bunuh diri atau
menghilangkan nyawanya sendiri terlebih dengan cara bom bunuh diri.
Kata kunci: Fatwa, Bom Bunuh Diri dan Maqashid Syariah

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam sangat menjunjung tinggi harga diri seorang manusia terlebih lagi

jiwa seorang muslim, sebagai seorang muslim hendaknya menjaga dan merawat

jiwanya baik secara jasmani, rohani, akal, harta serta keturunan dan tidak juga

merusak jiwa saudaranya atau orang lain dan hendaknya saling mengingatkan

untuk saling menjaga dan merawat jiwa1.

Islam menganggap perbuatan membunuh diri sebagai satu kesalahan

jenayah terhadap nyawa yang terangkum ke dalam kesalahan Jenayah Qisas.

Islam, serupa dengan agama-agama Nabi Ibrahim yang lain yang memperlihatkan

bunuh diri sebagai suatu dosa yang amat menjejaskan perjalanan rohaniah

seseorang. Dalam konteks membunuh diri, walau bagaimana sekalipun keadaan

atau masalah yang dihadapi seseorang. Ini karena umat Islam harus sedar bahwa

nyawa yang kita punyai ii adalah milik Allah, dan manusia tidak layak untuk

mengambil nyawanya sendiri.2


Maqashid Al-Syariah dalam hal ini menjaga harkat dan martabat seorang

manusia sangat rinci dalam memberikan hal-hal yang perlu di capai dalam

perlindungan syariah, seperti misalnya menjaga akal karena Islam mengharamkan

segala yang memabukkan apa pun nama dan bahannya. Nabi bersabda;

1
Zainil Ghulam, Implementasi Maqashid Syariah Dalam Koperasi Syariah, Iqtishoduna
Vol. 7, No. 1, April 2016, h. 96-98.
2
Ummul Maisarah Mohd Ariffin, Najihad Abd Wahid, Anas Mohd Yunus, Zurita Mohd
Yusoff & Mohd Rahim Ariffin, Perspektif Islam Terhadap Rehabilitasi Bunuh Diri (Islamic
Perspectives on Suicide Rehabilitiation), International Jurnal of Advanced Research in Islamic
Studies and Education. h. 3

1
2

‫ِد الَّل ِه‬


‫َح َّد َثَنا َحُمَّم ُد ْبُن اْلُمَثىَّن َو َحُمَّم ُد ْبُن َح اٍمِت َق ااَل َح َّد َثَنا ْحَيىَي َو ُه َو اْلَق َّط اُن َعْن ُعَبْي‬
‫َأْخ َبَر َن ا َن اِفٌع َعْن اْبِن ُعَم َر َق اَل َو اَل َأْع َلُم ُه ِإاَّل َعْن الَّنِّيِب َص َّلى الَّل ُه َعَلْي ِه َو َس َّلَم َق اَل ُك ُّل‬
‫ِك‬
‫ُمْس ٍر ْمَخٌر َو ُك ُّل ْمَخٍر َح َر اٌم‬
3

: Artinya
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Mutsanna dan
Muhammad bin Hatim keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami
Yahya -yaitu Al Qatthan- dari Ubaidullah telah mengabarkan kepada kami
Nafi' dari Ibnu Umar dia berkata -dan saya tidak mengetahuinya kecuali dari
Nabi beliau bersabda, "Setiap yang memabukkan adalah khamer dan setiap
khamer adalah haram.
Menjaga harta yaitu dilarangnya mencuri dan sangsi atasnya, dilarang

curang dan berkhianat di dalam berbisnis, dilarang riba, dilarang memakan harta

orang lain dengan cara bathil, kewajiban mengganti barang yang dirusaknya.

Menjaga keturunan dalam Islam adalah melaui pernikahan yang sah dan salah satu

hal yang dapat merusak hifdzun nasab itu sendiri adalah pernikahan yang

dilakukan dengan berbeda agama, hal ini bisa menyebabkan nasab dalam keluarga

seseorang tersebut tidak terjaga. Menjaga jiwa sama pentingnya menjaga agama

karena apabila tidak ada jiwa yang menegakkannya maka eksistensi agama akan

hilang. Larangan membunuh bertujuan untuk menjaga jiwa manusia agar tidak

diambil secara paksa. Dilarangnya melakukan pembunuhan tanpa alasan yang

jelas adalah untuk menjaga nyawa dan kehidupan yang damai antara sesama

manusia. Menjaga agama karena dalam agama terkumpul ajaran-ajaran yang

berkaitan dengan akidah, ibadah, hukum yang disyaratkan Allah swt kepada

manusia. Semuanya terangkum dalam rukun Iman, dan Islam. Ajaran-ajaran

agama tersebut merupakan pedoman hidup manusia.

Outentik meniscayakan ketunduhan kepada teks Al-Qur’an, hadis dan

pengalaman masa lalu dalam bentuk tekstualnya dalam lapangan sosial politik.

Tindakan sosial politik Nabi dan sahabat dianggap sebagai contoh final yang

3
Abdul Husain Muslim ibn al-hajjaj, Shahih Muslim (Riyadh: Ifkar Ad-Daulah, 1998), h.
831
3

harus ditiru umat Islam di manapun dan kapanpun. Islam kaffah yang

diperjuangkan dimaknai sebagai realisasi pengislaman seluruh system hidup,

mulai dari ekonomi, masyarakat, Negara lengkap dengan symbol dan bentuknya.

Inilah yang melahirkan gerakan politik identiras Islam sebagai satu-satunya

mazhab Wahhabi, Maududian yang harus diterapkan umat Islam seluruh dunia.4

Salah satu doktrin utama yang diyakini kelompok radikal adalah jihad

menegakkan agama Allah dengan jiwa dan raga. Dalam doktrin jihad ini, praktek

bunuh diri diperbolehkan, bahkan dianjurkan jika bertujuan menegakkan agama

Allah. Secara terminologis, bunuh diri adalah melakukanhal-hal yang membuat

nyawa melayang, seperti minum racun, memasang bom di badannya, menusuk

dirinyadengan benda-benda tajam, masuk ke dalam sumur, menenggelamkan diri

ke laut, danau, dan sejenisnya, apapun motif perbuatannya, apakah karena prustasi

atau ingin mati syahid (istisyhad).5

Palestina merupakan sebuah negara Islam yang merdeka sejak masa

pemerintahan Umar bin Khattab, kemudian juga di tangan kesutanan salahuddin

al-Ayyubbi, maka pada saat itu negara Palestina merupakan negara merdeka.

Namun beberapa puluhan tahun belakangan ini muncul kaum Yahudi yang

kemudian mengklaim dan mempunyai misi untuk mengambil negara tersebut dan

bahkan tidak segan untuk membunuh kaum muslimin yang bertahan di tempatnya

di Palestina.6

4
M. Imdadun Rahmat, 2003, Islam Pribumi, menolak Arabisme, Mencari Islam
Indonesia, Jakarta: Jurnal Tashwirul Afkar PP Lakpesdam, Edisi No. 14, h. 14.
5
Akh. Fauzi Aseri, 2002, Euthanasia, Suatu Tinjauan dari Segi Kedokteran, Hukum
Pidana, dan Hukum Islam, dalam Problematika Hukum Islam Kontemporer, Editor: Dr. H.
Chuzaimah T. Yanggo dan HA. Hafiz Anshary AZ., MA., Jakarta: Pustaka Firdaus dan LSIK, cet.
3, h. 64.
6
Emilia Palupi Nurjannah, M. Fakhruddin, Deklarasi Balfour: Awal Mula Konflik Israel
Palestina, Jurnal Sejarah dan Pendidikan Sejarah, Vol. 1 No.1 Maret 2019, h.16
4

Para pelaku bom bunuh diri sering kali melakukan aksinya di obyek-obyek

vital yang banyak dikunjungi warga negara Barat yang telah melakukan teror

terhadap sebagian umat Islam di Palestina, Irak, Afganistan dan sebagainya.

Mereka tidak memandang apakah aksi bom bunuh diri akan membawa kerugian

terhadap negara tertentu. Bom bunuh diri dapat membunuh dan melukai warga

sipil yang tidak berdosa dan mengakibatkan kerusakan pada fasilitas-fasilitas

umum seperti hotel, stasiun,bandara dan fasilitas umum lainnya.

Pandangan ulama terkait Maqashid Al syariah tentang penghalalan bom

bunuh diri menurutt Abu Hamid al Ghazali dan Abu Ishak as Syatibi melarang

pemeluknya untuk menganiaya apalagi sampai menghabisinyawa sendiri atau hak

hidup orang lain:

QS Al-An’am/6: 151
‫۞ ُقْل َتَع اَلْو ا َاْتُل َم ا َح َّر َم َر ُّبُك ْم َع َلْيُك ْم َااَّل ُتْش ِر ُك ْو ا ِبٖه َش ْئًـا َّو ِباْلَو اِلَد ْيِن ِاْح َس اًنۚا َو اَل َتْقُتُلْٓو ا َاْو اَل َد ُك ْم ِّم ْن ِاْم اَل ٍۗق‬
‫َنْح ُن َنْر ُزُقُك ْم َو ِاَّياُهْم ۚ َو اَل َتْقَر ُبوا اْلَفَو اِحَش َم ا َظَهَر ِم ْنَها َو َم ا َبَطَۚن َو اَل َتْقُتُلوا الَّنْفَس اَّلِتْي َح َّر َم ُهّٰللا ِااَّل ِباْلَح ِّۗق ٰذ ِلُك ْم‬
١٥١ ‫َو ّٰص ىُك ْم ِبٖه َلَع َّلُك ْم َتْع ِقُلْو َن‬
Terjemahnya:

Artinya, Katakanlah (Muhammad), “Marilah aku bacakan apa yang


diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa
pun, berbuat baik kepada ibu bapak, janganlah membunuh anak-anakmu
karena miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada
mereka; janganlah kamu mendekati perbuatan yang keji, baik yang terlihat
ataupun yang tersembunyi, janganlah kamu membunuh orang yang
diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar. Demikianlah Dia
memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti.7
Dengan tanpa adanya sebab yang membolehkan, seperti peperangan atau

hukuman atas tindakan sebelumnya (Qishah), maka Islam memperbolehkannya.

Q.S Al-Baqarah/2: 179

7
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarrta: Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Qur’an, 2019), h. 148
5

8
١٧٩ ‫َو َلُك ْم ِفى اْلِقَص اِص َح ٰي وٌة ّٰٓيُاوِلى اَاْلْلَباِب َلَع َّلُك ْم َتَّتُقْو َن‬

Terjemahnya:

Dan dalam Qishah itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-

orang yang berakal, supaya kamu bertakwa

Realitas membuktikan bahwa mayoritas penggerak formalisasi syari’at

memilih untuk berdiplomasi lewat jalur politik praktis, terbukti dengan adanya

partai-partai politik berideologi Islam, walaupun sebagian lainnya masih

memandang tabu dan haram mengikuti alam demokrasi. Dan para ulama pun

telah sepakat bahwa amar ma’ruf nahi munkar tidak boleh dilaksanakan dengan

mekanisme yang menimbulkan fitnah, seperti timbulnya ketidak tentraman di

tengah masyarakat, dalam hal ini Rasulullah saw sebenarnya telah mengingatkan

fase-fasenya, yaitu: dengan kekuatan, atau dengan ucapan atau kalau tidak

memungkinkan maka cukup dengan mengingkari di dalam hati.

Yusuf al-Qaradhawi termasuk dari kalangan yang paling gigih membela

bom bunuh diri yang disebut bom syahid tersebut9. Ulama muda Saudi, seperti

Syekh Salman al-Audah dan Syekh Sulaiman Nashir al-Ulwan, juga mendukung

aksi ini. Menurut mereka, pengorbanan pemuda yang melakoni bom bunuh diri

untuk membela rakyat Palestina yang dibantai. Mereka tidak mempunyai model

perlawanan efektif, selain dari bom bunuh diri, Menurut fatwa Syaikh al-Syaikh

“Membunuh diri sendiri merupakan kejahatan berat dan dosa besar. Mereka yang

melakukan bunuh diri dengan cara meledakkan diri menggunakan bahan peledak

(bom) termasuk penjahat yang mempercepat perjalanan mereka ke neraka. Hati

mereka telah menyimpang jauh dari jalan yang benar, pikiran mereka telah

8
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarrta: Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Qur’an, 2019), h. 27
9
Busyro, Amaliyah Al-Istisyhad (Bom Bunuh Diri) Dalam Tinjauan Dakwah Dan Hukum
Islam, Al-Hurriyah, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2010, h. 46.
6

diserang oleh kejahatan,” engenai sebutan syahid bagi seseorang yang tewas,

Syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin memberikan beberapa kriteria. Syahid

yang terikat dengan suatu sifat, seperti setiap orang yang dibunuh fisabillah

merupakan syahid, orang yang dibunuh karena membela hartanya termasuk

syahid, orang yang mati karena penyakit tahun merupakan syahid dan yang

semacamnya. Mereka yang syahid seperti ini terdapat dalam nash hadis Nabi.

Mengklaim seseorang syahid tanpa alasan yang jelas seperti di atas, hal ini

tidak diperbolehkan. Berpedoman pada khotbah Umar bin Khattab, “Dalam

peperangan, kalian mengatakan bahwa si Fulan syahid dan si Fulan telah mati

syahid. Mudah-mudahan perjalanannya tenang. Ketahuilah, janganlah kalian

berkata demikian, akan tetapi katakanlah sebagaimana sabda Rasulullah saw;

‫َح َّد َثَنا َعْب ُد الَّص َم ِد َح َّد َثَنا َّمَحاٌد َعْن ُس َهْيٍل َعْن َأِبيِه َعْن َأيِب ُه َر ْيَر َة َأَّن َر ُس وَل الَّل ِه َص َّلى‬
‫ِه‬ ‫ِت‬ ‫ِه‬
‫الَّل ُه َعَلْي َو َس َّلَم َق اَل اْلَق يُل يِف َس ِبيِل الَّل َش ِه يٌد َو اْلَم ْطُع وُن َش ِه يٌد َو اْلَم ْبُطوُن َش ِه يٌد َو َمْن‬
‫َم اَت يِف َس ِبيِل الَّلِه َفُه َو َش ِه يٌد‬
:Artinya
Telah menceritakan kepada kami Abdush Shamad, dia berkata; telah

Hurairah, dia berkata; Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, "Orang yang terbunuh di


menceritakan kepada kami Hammad dari Suhail dari bapaknya dari Abu

jalan Allah adalah mati syahid, orang yang mati terkena Tha'un adalah mati
syahid, orang yang mati karena sakit perut adalah mati syahid dan
barangsiapa mati di jalan Allah adalah syahid."10
Menjustifikasi seseorang telah mati syahid tidak boleh sembarangan.

Karena syahid adalah tempat yang mulia di sisi Allah swt. dan tidak sembarangan

orang yang mendapatkannya. Orang yang syahid langsung diterima di surga serta

ia bisa memberi syafaat kepada 60 orang yang ia suka pada hari kiamat, Ibnu

Taimiyah menerangkan, mengklaim seseorang mendapatkan mati syahid berarti

juga bersaksi bahwa orang tersebut masuk surga. Konsekuensi ini amatlah berat,

kecuali dengan sifat yang telah disebutkan oleh Rasulullah SAW atau disaksikan

10
7

langsung oleh Beliau, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun berpendapat bom

bunuh diri haram untuk dilakukan. Menurut MUI, bom bunuh diri hukumnya

haram karena merupakan salah satu bentuk tindakan keputusasaan (al-ya’su) dan

mencelakakan diri sendiri (ihlak an-nafs). Baik dilakukan di daerah damai (dar al-

shulh/dar al-salam/dar al dakwah) maupun di daerah perang (dar al-harb),

Sementara itu, Amaliyah al-Istisyhad (tindakan mencari kesyahidan) dibolehkan

karena merupakan bagian dari jihad bin nafsi yang dilakukan di daerah perang

(dar al-harb) atau dalam keadaan perang dengan tujuan untuk menimbulkan rasa

takut (irhab). Musuh pun mendapatkan kerugian lebih besar termasuk melakukan

tindakan yang dapat mengakibatkan terbunuhnya diri sendiri.

Menurut MUI, orang yang bunuh diri membunuh dirinya untuk

kepentingan pribadi sendiri. Sementara, pelaku amaliyah al istisyhad

mempersembahkan dirinya sebagai korban demi agama dan umatnya. Orang yang

bunuh diri adalah orang yang pesimis atas dirinya dan atas ketentuan Allah SWT.

Sedangkan pelaku amaliyah al istisyhad adalah manusia yang bercita-cita untuk

mencari rahmat dan keridhaan Allah SWT.

Untuk itu, MUI menegaskan bahwa terorisme bukan sebuah jihad yang

diajarkan agama. Menurut MUI, terorisme adalah tindakan kejahatan terhadap

kemanusiaan dan peradaban. Aktivitas ini menimbulkan ancaman serius terhadap

kedaulatan negara, membahayakan keamanan, perdamaian dunia serta merugikan

kesejahteraan masyarakat. Tak hanya itu, MUI menilai terorisme sebagai salah

satu bentuk kejahatan yang diorganisasi dengan baik (well organized),

transnasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime)

yang tidak membeda-bedakan sasaran.

Sementara itu, jihad adalah segala upaya dengan sekuat tenaga serta

kesediaan untuk menanggung kesulitan di dalam memerangi dan menahan agresi


8

musuh dalam segala bentuknya. Jihad dalam pengertian ini juga disebut sebagai

al qital atau al harb. Jihad pun mengandung arti segala upaya sungguh-sungguh

dan berkelanjutan untuk menjaga dan meninggikan agama Allah (li i’laai

kalimatillah).

Menurut MUI, perbedaan antara jihad dengan terorisme yakni jihad

bersifat memperbaiki (ishlah) sekalipun caranya dengan peperangan. Kemudian,

tujuannya untuk menegakkan agama Allah dan atau membela hak-hak pihak

terzalimi.

QS Al-Maidah/5: 32
‫ِم ْن َاْج ِل ٰذ ِلَكۛ َك َتْبَن ا َع ٰل ى َبِنْٓي ِاْس َر ۤا ِء ْيَل َاَّن ٗه َم ْن َقَت َل َنْفًس ۢا ِبَغْي ِر َنْفٍس َاْو َفَس اٍد ِفى‬
‫اَاْلْر ِض َفَك َاَّنَم ا َقَتَل الَّناَس َجِم ْيًع ۗا َو َم ْن َاْح َياَها َفَك َاَّنَم ٓا َاْح َيا الَّناَس َجِم ْيًعاۗ َو َلَقْد َج ۤا َء ْتُهْم‬
٣٢ ‫ُرُس ُلَنا ِباْلَبِّيٰن ِت ُثَّم ِاَّن َك ِثْيًرا ِّم ْنُهْم َبْع َد ٰذ ِلَك ِفى اَاْلْر ِض َلُم ْس ِر ُفْو َن‬

Terjemahnya:
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa
barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang
lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia
telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan
seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua
manusia. Sesungguhnya Rasul Kami telah datang kepadamereka dengan
(membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di
antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi.11
Meskipun demikian sampai saat ini ada juga ulama yang menghalalkan

bom bunuh diri atau gerakan mati syahid di antaranya ust Abdul Shomad pada

saat di berikan sebuah pertanyaan mengenai bom bunuh diri atau gerakan mati

syahid di negara Palestina dan ulama-ulama kontenporer lainnya 12. Sehingga

menarik bagi saya mengambil sebuah judul skripsi Fatwa Bom Bunuh Diri

Dalam Tinjauan Maqashid Al-Syariah.

B. Rumusan Masalah

11
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Qur’an, 2019), h. 113
12
https://youtu.be/nALmyhDJegY
9

Dari pemaparan latar belakang di atas dapat dirumuskan 2 sub masalah

yang akan dibahas dalam pembahasan skripsi ini ialah:

1. Bagaimana metodologi hukum penghalalan bom bunuh diri atau harakah

istisyhadiyah.?

2. Bagaimana penerapan gerakan istisyhadiyah yang benar dalam tinjauan

maqashid al-syariah.?

C. Kajian Puataka

Dalam kajian Pustaka ini penulis memilih beberapa berkaitan dengan riset

penelitian dalam karya ilmiah ini, yakni:

1. Jurnal Imam Mustofa yang berjudul “Bom Bunuh Diri: Antara Jihad Dan

Teror (Meluruskan Pemahaman Hukkum Bom Bunuh Diri)”, pada

dasarnya para pelaku aksi bom bunuh diri sebagai reaksi dan bentuk

perlawanan terhadap penjajahan dan teror. Bom tas atau bom mobil dan

sejenisnya yang diledakkan oleh seorang mujahid dengan cara menerobos

barisan musuh atau tempat yang didiami oleh musuh atau di kendaraan

seperti pesawat dan sejenisnya dengan tujuan membunuh atau melukai

musuh tersebut atau menghancurkan musuh, sementara pelaku sudah

pasrah dan siap mati demi tujuan ini.13

2. Jurnal Karya Najihah ABD Wahab yang berjudul “Perspektif Islam

Terhadap Rehabilitasi Bunuh Diri”dalam skripsi membahas pandangan

toko Muslim terkait tindakan bom bunuh diri secara umum, sedangkan

skripsi ini lebih memfokuskan kepada fatwa terkait bom bunuh diri. 14

13
Imam Mustofa, Bom Bunuh Diri: Antara Jihad Dan Teror (Meluruskan Pemahaman
Hukum Bom Bunuh Diri) 15 A Kota Metro Lampung.
14
Yoyo Hambali, Hukum Bom Bunuh Diri Menurut Islam Radikal dan Islam Moderat,
Maslahah, Vol.1, No. 1, Juli 2010,h. 26
10

3. Jurnal karya Yoyo Hambali yang berjudul “Hukum Bom Bunuh Diri

Menurut Islam Radikal dan Islam Moderat” dalam skripsi ini membahasa

kasus bom bunuh diri secara meluasa bukan saja di Indonesia tetapi

membahas diseluruh dunia,15 sedangkan skripsi ini memfokuskan kepada

tindakan bom bunuh diri dalam tinjauan Maqashid Al-Syariah.

4. Jurnal karya Wildan Kholidul Firdaus yang berjudul “Analisis Perilaku

Bom Bunuh Diri Berdasarkan Teori Agresi Dan Bunuh diri Sebagai

Deteksi Dini Radikalisme” dalam skripsi ini membahas tentang sikap

pelaku bom bunuh diri,16sedangkan skrisi ini memfokuskan kepada

pendapat mengenai bom bunuh diri dalam tinjauan Maqashid Al-Syariah.

5. Jurnal karya Bosyro yang berjudul “Bom Bunuh Diri Dalam Fatwa

Kontenporer Yusuf al-Qardawi Dan Relevansinya Dengan Maqashid Al-

Syari’ah” dalam skripsi ini hanya merujuk pada fatwa kontenporer saja17

D. Metodologi penelitian

Metodologi merupakan cara atau kaidah yang digunakan oleh peneliti

dalam mencari penguatan terhapat argumentasinya yang dituangkan dalam hasil

penelitiannya. Adapun dalam penelitian ini digunakan beberapa metode

penelitian.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan

metode library research yang mengambil dari buku jurnal dan buku-buku lainnya

15
Herlina Nurani, dan Ahmad Ali Nurdin, Pandangan Keagamaan Pelaku Bom Bunuh
Diri Di Indonesia, Univesitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Indonesia, Journal of
Islamic Studies and Humanities Vol. 3, No. 1 (2018) h. 79-102.
16
Wildan Kholidul Firdaus, Analisis Perilaku Bom Bunuh Diri Berdasarkan Teori Agresi
Dan Bunuh diri Sebagai Deteksi Dini Radikalisme, jurnal pendidikan dan pengajaran, vol. 1, No. 2

17
Bosyro, Bom Bunuh Diri Dalam Fatwa Kontenporer Yusuf al-Qardawi Dan
Relevansinya Dengan Maqashid Al-Syari’ah, jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, vol.
16, No. 1 (2016
11

atau kita kenal dengan jenis penelitian kualitatif deskriptif. 18Penelitian deskriptif

adalah suatu penelitian yang mengambil sumber data dari buku-buku

perpustakaan, sedangkan deskriptif adalah menggambarkan apa adanya suatu

tema yang akan di paparkan.

2. Pendekatan Penelitian

a. Pendekatan yuridisnya ialah dengan melihat aspek hukum yang berkaitan

dengan penelitian seperti penetapan hukum positifnya menggunakan buku dari

buku perundang-undangan serta pendapat ahli dalam suatu hukum yang

dibahas atau yang diteliti

b. Pendekatan syar’i dengan menggunakan beberapa sumber yang telah

ditetapkan dalam sumber hukum Islam itu sendiri seperti kitab suci Al-Qur’an,

hadis, kaidah ushul fikih, serta pandangan ulama dalam pembahasan suatu

hukum

c. Pendekatan sosiologisnya yakni dengan menggunakan pendekatan yang

berkaitan dengan hubungan hukum dengan objek yang akan diteliti.

3. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data untuk memenuhi kebutuhan

data dalam penelitian iniialah dengan menggunakan mestode studi kepustakaan.

Studi kepustakaan ialah dengan mengumpulkan data dengan cara membaca,

memahami dan mengutip berbagai literature yang mempunyai hubungan dalam

penelitian ini yang berupa jurnal, buku atau dokumen-dokumen 19 lainnya yang

berkaitan dengan materi penelitian.

4. Sumber Data

Ada dua data yang digunakan dalam meliput penelitian ini:


18
28Muljono Damopoli, Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah (Cet. 1; Makassar: Uin
Alauddin Pers, 2013), h. 15.
19
Muljono Damopolii, Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah (Cet-1, Makassar:
Alauddin Press, 2013), h. 1
12

a. Data Primer

Data primer adalah data utama dalam penelitian ini mengutip ini seperti

mengutip hadis, ayat Al-Qur’an serta metodologi imam mazhab.

b. Data Sekunder

Mengenai sumber data sekunder yang menjadi penunjang atau data pelengkap

dalam penelitian ini ialah buku tentang perjanjian, jurnal karya ilmiah lainnya

yang sejalan dalam penelitian ini, dokumen-dokumen, baik buku-buku yang

berbahasa Indonesia maupun bahasa asing.

E. Teknik Pengolahan Data

1. Menganalisis data-data yang telah ditafsirkan dengan menggunakan dalil-

dalil, kaidah-kaidah sehingga didapatkan kesimpulan yang benar.

2. Menafsirkan data-data yang menjadi objek pengamatan untuk mendapatkan

data yang sesuai dengan fakta.

3. Mengamati data-data yang telah dikumpulkan untuk memenuhi persyaratan

sesuai dengan pembahasan yang terkait.

Pada dasarnya metode penelitian untuk mendapatkan data secara ilmia dengan

tujuan dan kegunaan tertentu.20 Penelitian ini yang digunakan adalah pendekatan

normatif dengan melakukan konsep hukum yang ada dalam hukum tertulis dan

perundang-undangan.21

F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam pembahasan penelitian ini dari hasil

pemaparan beberapa sub di atas ialah:

20
Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Penelitian,
(Jakarta: Kencana, 2010), h. 135.
21
Amiruddin dan Zainal Abidin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Cet. Ix : Jakarta:
PT. Raja Prasinjo Prasaja, 2016), h. 118.
13

a. Untuk mengetahui hakikat fatwa bom bunuh diri

b. Untuk mengetahui pandangan imam mazhab dan hukum posistif terhadap fatwa

bom bunuh diri

2. Kegunaan Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dapat menjadi produk yang akan dijadikan sebagai bahan

bacaan dan informasi tentang fatwa bom bunuh diri dalam tinjaun Maqashid Al-

Syariah.

b. Manfaat Praktis

Manfaat paraktis dapat dijadikan sebuah gambaran serta bahan ajar terhadap

bebebrapa pihak yang telah memerlikan, dan juga sebagai bahan referensi atau

tambahan informasi bagi pembaca yang ingin mempelacari lebih dalam mengenai

tentang fatwa bom bunuh dalam tinjauan Maqashdi Al-Syariah.


BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A. Fatwa

1. Pengertian Fatwa

Fatwa (‫ )الفتوى‬menurut bahasa berarti jawaban mengenai suatu kejadian

(peristiwa), yang merupakan bentukan sebagaimana dikatakan Zamakhsyarin

dalam al-kasysyaf dari kata (‫ )لفتي‬al-fataa/pemuda dalam usianya, dan sebagai

kata kiasan (metafora) atau (isti’arah). Sedangkan pengetian fatwa secara

terminologi adalah menenrangkan hukum syara’ dalam suatu persoalan sebagai

jawaban dari suatu pertanyaan, baik si penanya itu jelas identitasnya atau tidak,

baik perseorangan atau kolektif.22Pengertian fatwa juga terdapat dalam Concise

Encyclopedia if Islam oleh Cyrill Glasse, sebagai berikut: “fatwa a publishes

opinion or decision regarding religious doctrine or law made by a recognized

authority, called a mufty.” Jika diterjemahkann secara sederhana, fatwa adalah

pendapat atau keputusan yang berkenaan dengan doktrin atau hukum agama yang

diterbitkan oleh kekuasaan yang diakui yang disebut mufti.23

Definifi fatwa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu: (1) Jawaban

berupa keputusan atau pendapat yang diberikan oleh mufti/ahli tentang suatu

masalah, dan (2) nasihat orang alim, pelajaran baik, dan patuah baik. Fatwa adalah

jawaban resmi terhadap pertanyaan dan persoalan yang menyangkut masalah

22
Yusuf al-Qardawi, Fatwa Antara Ketelitian dan Kecerobohan, h. 5
23
Wangsawidjaja Z, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2012), h. 20

14
15

hukum. Fatwa berasal dari kata arab alifta’, al-fatwa yang secara sederhana berarti

membuat keputusan.24

Fatwa merupakan salah satu metode dalam Al-Qur’an Al_Karim dan As-

Sunnah Al-Muthahharah dalam menerangkan hukum-hukum syara’, ajaran-

ajarannya dan arahan-arahannya.

Kadang-kadang penjelasan itu diberikan tanpa adanya pertanyaan atau

perintah fatwa, dan cara inilah yang dominan terhadap Al-Qur’an, baik mengenai

persoalan hukum maupun nasihat dan pengajaran.

Bila ditelusuri dalam sejarah Islam, fatwa tidak hanya dikeluarkan oleh

penguasa yang memiliki kompetensi resmi untuk itu, seperti mufti yang diangkat

oleh negara, akan tetapi seorang ulama yang terkenal di suatu kawasan yang juga

dapat mengeluarkan fatwa.

Namun demikian, terkadang penjelasan itu datang setelah adanya

pertanyaan dan permintaan fatwa terlebih dahulu, dengan menggunakan perkataan

yas aluunaka ( mereka bertanya kepadamu), dan bentuk perkataan seperti ini

paling banyak terdapat dalam Al-Qur’an di antara bentuk-bentuk pertanyaan

lainnya, seperti firman Allah swt:

QS Al-Baqarah/2: 189

‫۞ َيْس َٔـُلْو َنَك َع ِن اَاْلِهَّلِةۗ ُقْل ِهَي َم َو اِقْيُت ِللَّناِس َو اْلَح ِّجۗ َو َلْيَس اْلِبُّر ِبَاْن َتْأُتوا‬
‫اْلُبُيْو َت ِم ْن ُظُهْو ِر َها َو ٰل ِكَّن اْلِبَّر َمِن اَّتٰق ۚى َو ْأُتوا اْلُبُيْو َت ِم ْن َاْبَو اِبَهاۖ َو اَّتُقوا َهّٰللا َلَع َّلُك ْم‬
١٨٩ ‫ُتْفِلُحْو َن‬

Terjemahnya:

24
Muhammad Hisbullah dan Haidir, DIN, SYARIAH, FIKIH, FATWA, QANIN/QONUT,
DAN QADHA DALAM HUKUM ISLAM, jurnal ilmiah metadata, ISSN, vol.3 No.1
16

Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah,


“Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.” Dan
bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari atasnya, tetapi kebajikan
adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari
pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.25

QS Al-Baqarah/2: 219
‫۞ َيْس َٔـُلْو َنَك َع ِن اْلَخ ْم ِر َو اْلَم ْيِس ِۗر ُقْل ِفْيِهَم ٓا ِاْثٌم َك ِبْيٌر َّو َم َناِفُع ِللَّناِۖس َو ِاْثُم ُهَم ٓا َاْك َبُر‬
‫ِم ْن َّنْفِع ِهَم ۗا َو َيْس َٔـُلْو َنَك َم اَذ ا ُيْنِفُقْو َن ۗە ُقِل اْلَع ْفَۗو َك ٰذ ِلَك ُيَبِّيُن ُهّٰللا َلُك ُم اٰاْل ٰي ِت َلَع َّلُك ْم‬
١٩ ‫َتَتَفَّك ُرْو َۙن‬
Terjemahnya:
Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi.
Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi
manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” Dan mereka
menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan.
Katakanlah, “Kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan,
26

Ada kalanya juga menggunakan ungkapan yastaftunaka ( mereka meminta


fatwa kepadamu), seperti fiman Allah swt:

QS An-Nisa/4: 176
‫َيْسَتْفُتْو َنَۗك ُقِل ُهّٰللا ُيْفِتْيُك ْم ِفى اْلَك ٰل َلِةۗ ِاِن اْم ُر ٌؤ ا َهَلَك َلْيَس َلٗه َو َلٌد َّو َلٓٗه ُاْخ ٌت َفَلَه ا ِنْص ُف‬
‫َم ا َتَر َۚك َو ُهَو َيِر ُثَهٓا ِاْن َّلْم َيُك ْن َّلَها َو َلٌد ۚ َفِاْن َك اَنَتا اْثَنَتْيِن َفَلُهَم ا الُّثُلٰث ِن ِمَّم ا َت َر َك ۗ َو ِاْن‬
‫َك اُنْٓو ا ِاْخ َو ًة ِّر َج ااًل َّو ِنَس ۤا ًء َفِللَّذ َك ِر ِم ْثُل َح ِّظ اُاْلْنَثَيْيِۗن ُيَبِّيُن ُهّٰللا َلُك ْم َاْن َتِض ُّلْو اۗ َو ُهّٰللا ِبُك ِّل‬
١٧٦ ࣖ ‫َش ْي ٍء َع ِلْيٌم‬

Terjemahnya:
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah
memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan
dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka
bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang
ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta
saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara
perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara
laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama
dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini)
kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.”27

25
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, , (Jakarrta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019) h. 29
26
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 34
17

2. Kedudukan Fatwa

Fatwa menempati kedudukan yang strategis dan sangat penting, karena

mufti ( pemberi fatwa) sebagaimana dikatakan oleh Imam Asy-Syatibi metupakan

pelanjut tugas Nabi saw. Sehingga ia berkedudukan sebagai khalifah dan ahli

waris beliau:
‫َو ِإَّن اْلُع َلَم اَء َو َر َثُة اَأْلْنِبَياِء‬

Artinya:

“Ulama merupakan ahli waris para Nabi”28

Seorang mufti menggantikan kedudukan Nabi saw. Dalam menyampaikan

hukum-hukum syariat, mengajar manusia dan memberi peringatakan kepada

mereka agar sadar dan berhati-hati. Di samping menyampaikan apa yang

diriwayatkan dari shahibusy-syari’ah ( Nabi saw.), mufti juga menggantikan

kedudukan beliau dalam memutuskan hukum-hukum yang digali dari dalil-dalil

hukum-hukum melalui analisis dan ijtihadnya, sehingga jika dilihat dari sisi ini

seorang mufti sebagaimana dikatakan Imam Syatibi juga sebagai pencetus hukum

yang wajib diikuti dan dilaksanakan keputusannya. Inilah Khilafah ( pengganti

tugas) yang sebenarnya.29

B. Bom Bunuh Diri

1. Pengertian Bom Bunuh Diri

27
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, , (Jakarrta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019) h. 106
28
HR Abu Daud dan Tirmidzi dari hadist Abu Darda. Lihat Sunan Abi Daud 3: 317, “Bab
al-Hatsts’ala Thalabil-‘Ilmi”, dan Sunan Tirmidzi 4: 153, “Bab fil Fadhlil-Fiqhi ‘alal Ibadah”
(penj).
29
Yusuf Qardawi, Fatwa Antara Ketelitian & Kecorobohan, h. 5.
18

Bunuh diri (al-intihar) adalah tindakan menghilangkan nyawa sendiri

dengan sengaja tanpa ada alasan yang dibenarkan oleh agama atau dengan cara-

cara yang dilarang oleh agama. Bunuh diri adalah perbuatan menghentikan hidup

sendiri yang dilakukan oleh individu itu sendiri atau atas permintaannya sendiri dengan

sengaja. Pada dasarnya, segala sesuatu itu memiliki hubungan sebab akibat (ini adalah

sistematika). Dalam hubungan sebab akibat ini akan menghasilkan suatu alasan atau

sebab tindakan yang disebut motif30 Tindakan menghilangkan nyawa sendiri dengan

sengaja tidak dibenarkan oleh ajaran Islam karena telah melampaui batas

kekuasaan Allah swt31 tanpa membeda-bedakan bagaimana cara

melaksanakannya, apakah dengan minum racun, menjatuhkan diri dari tempat

yang tinggi, menceburkan diri ke sungai, dan sebagainya. Dalam ajaran Islam,

nyawa adalah sesuatu yang menjadi hak Allah, Dia-lah yang berhak memberikan

dan menghilangkannya dari seseorang. Oleh karena itu apabila ada orang yang

sengaja menghilangkan nyawanya sendiri atau menghilangkan nyawa orang lain

dengan sangaja tanpa alasan yang dibenarkan agama, maka ajaran Islam sangat

mengecam perbuatan tersebut. Hal tersebut tergambar dalam firman Allah.

QS An-Nisa’/4: 29
‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل َتْأُك ُلْٓو ا َاْم َو اَلُك ْم َبْيَنُك ْم ِباْلَباِط ِل ِآاَّل َاْن َتُك ْو َن ِتَج اَر ًة َع ْن َتَر اٍض ِّم ْنُك ْم ۗ َو اَل َتْقُتُلْٓو ا َاْنُفَس ُك ْم ۗ ِاَّن‬
٢٩ ‫َهّٰللا َك اَن ِبُك ْم َر ِح ْيًم ا‬

Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka di antara kamu, dan janganlah kamu
membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang Kepadamu.32

30
Irwan Budi Nugroho, Euthanasia dan Bunuh Diri Ditinjau Dari Hukum Islam Dan
Hukum yang Berlaku di Indonesia, Jurnal Studi Islam dan Sosial, (SoloVolume 13 No. 2 2020)
31
Lihat Yahya ibn Musa al-Zahrani dalam http:/www.saaid.net/Doat/Yahia/50.htm; juga
http://ar.wikipedia.org/wiki/%D8%
19

QS Al-Baqarah/2: 195
١٩٥ ‫َو َاْنِفُقْو ا ِفْي َس ِبْيِل ِهّٰللا َو اَل ُتْلُقْو ا ِبَاْيِد ْيُك ْم ِاَلى الَّتْهُلَك ِةۛ َو َاْح ِس ُنْو اۛ ِاَّن َهّٰللا ُيِح ُّب اْلُم ْح ِسِنْيَن‬
Terjemahnya:
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.33
Dua ayat ini menunjukkan bahwa perbuatan bunuh diri dan sengaja

melakukan sesuatu yang membuat diri celaka adalah sesuatu yang dibenci oleh

Allah swt. Menurut al-Raqhib al-Asfihani, ahli bahasa dari Asy’ariyah (w.402 H/

981 M), kata membunuh dalam ayat di atas dapat diartikan dengan

menghilangkan nyawa dengan cara-cara yang dilarang agama. 34 Oleh karena itu

secara umum termasuk dalam pengertian ini membunuh orang lain, membunuh

diri sendiri dan juga membunuh binatang apabila tidak mengikuti prosedur

penyembelihan sebagaimana disyariatkan. Sedangkan menurut ibn Jarir al-

Thabari, pakar tasir berkebangsaan Persia (w.310 H/923 M), larangan membunuh

itu dimaksudkan juga sebagai larangan membunuh sesama muslim, karena orang

muslim itu dianggap satu, membunuh orang lain saja dianggap sama dengan

membunuh diri sendiri.

QS Al-Hujarat/49: 1

١ ‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل ُتَقِّد ُم ْو ا َبْيَن َيَد ِي ِهّٰللا َو َر ُسْو ِلٖه َو اَّتُقوا َهّٰللاۗ ِاَّن َهّٰللا َسِم ْيٌع َع ِلْيٌم‬
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendahului Allah dan Rasul-
Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar
lagi Maha Mengetahui.35

32
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, , (Jakarrta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019) h. 83
33
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 30
34
Al-Raghib al-Ishfahani, Mu’jam Mufradat al-Alfazh al-Qur`an, (Beirut: Dar al-Fikr,
[t.th]), h. 408
35
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, , (Jakarrta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019) h. 151
20

Walaupun ayat ini dapat diartikan sebagai larangan menetapkan suatu

hukum sebelum ada petunjuk dari Allah dan Rasul, akan tetapi secara luas juga

dapat menjangkau laarangan membunuh diri sendiri dan juga orang lain, karena

telah melampaui dan mendahului kekuasaan dan kehendak yang seharusnya

menjadi hak Allah swt.

3. Dasar Hukum Bom Bunuh Diri

a. QS Al-Baqarah/2: 194
‫َالَّش ْهُر اْلَحَر اُم ِبالَّش ْهِر اْلَحَر اِم َو اْلُحُرٰم ُت ِقَص اٌۗص َفَمِن اْع َتٰد ى َع َلْيُك ْم َفاْعَتُد ْو ا َع َلْيِه ِبِم ْثِل َم ا اْع َتٰد ى‬
١٩٤ ‫َع َلْيُك ْم ۖ َو اَّتُقوا َهّٰللا َو اْعَلُم ْٓو ا َاَّن َهّٰللا َم َع اْلُم َّتِقْيَن‬
Terjemahnya:
Bulan haram dengan Bulan haram, dan (terhadap) sesuatu yang dihormati
berlaku (hukum) qisas. Oleh sebab itu barangsiapa menyerang kamu, maka
seranglah dia setimpal dengan seragannya terhadap kamu. Bertakwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang
bertakwa.36

b. QS An-Nahl/16: 125
‫ُاْدُع ِاٰل ى َس ِبْيِل َر ِّبَك ِباْلِح ْك َم ِة َو اْلَم ْو ِع َظِة اْلَحَس َنِة َو َج اِد ْلُهْم ِباَّلِتْي ِهَي َاْح َس ُۗن ِاَّن َر َّبَك ُهَو َاْعَلُم ِبَم ْن َض َّل َع ْن‬
١٢٥ ‫َس ِبْيِلٖه َو ُهَو َاْعَلُم ِباْلُم ْهَتِد ْيَن‬
Terjemahnya:
Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama
siksaannya yang ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar,
sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang yang bersabar37

4. Faktor Penyebab Melakukan Bom Bunuh Diri

Terjadinya seseorang melakukan bom bunuh diri dilatarbelakangi dengan

beberapa faktor, yakni:

a. Faktor Sosiologis

36
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarrta: Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Qur’an, 2019 h. 30
37
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 281
21

Hidup di tengah-tengah masyarakat tidak akan bisa dilepaskan dari aturan

dan norma yang berlaku. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk

melakukan hal-hal tebaik bagi masyarakat. Masyarakat memiliki batas-batas

hukum sosial untuk ditaati oleh warga sekalipun aturan itu tidak tertulis.

Manusia tidak dapat dilepaskan dari perbuatan salah dan dosa. Kesalahan

yang dibuat baik yang disengaja maupun tidak sebenarnya memiliki konsekuensi

sosial. Namun, kadang manusia tidak menyadarinya.

Lebih khusus lagi, dalam kehidupan rumah tangga tidak jarang muncul

masalah yang amat pelik. Keluarga merupakan kelompok masyarakat yang

banyak dinamikanya. Ada keluarga harmonis, biasa-biasa saja, ada juga keluarga

yang tidak pernah berhenti dari masalah.

Keluarga merupakan salah satu tempat munculnya masalah, tetapi juga

tempat untuk mencari solusi kehidupan. Dalam keluarga, anggota keluarga

bermusyawarah dengan kepala dingin dan dari hati ke hati. Sebab, pada dasarnya

semua anggota keluarga sudah saling kenal dan memahami.

Namun, terkadang keluarga sebagai sumber bencana dan malapetaka.

Karena kesalahan satu anggota keluarga, bisa menjadikan keluarga lain tertekan

dan tersingkir. Karena begitu tertekan dan tidak dihargai orang akan melakukan

bunuh diri.

b. Faktor Politik

Politik merupakan bagian dari kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kehidupan masyarakat Tidak dapat dilepaskan dari masalah politik. Masyarakat

akan terikat dengan pemerintah yang mengatur kehidupan berbangsa dan

bernegara.

Politik dapat menjadikan manusia menjadi terhormat dan berwibawah.

Menjadi pemimpin negara atau memiliki jabatan penting di pemerintahan banyak


22

diperebutkan oleh orang. Kedudukan penting dalam politik menjadi idaman

sebagian orang karena mengangkat derajat hidupnya.

Untuk meraih posisi penting dalam politik pun orang melakukan banyak

cara. Metode dan taktik dilakukan demi memperebtkan jabatan. Bahkan, cara-cara

yang ditempuh melanggar peraturan negara agama. Yang bersangkutan tahu

akibat dan resiko yang akan muncul. Tetapi, karena motivasi yang sangat kuat dan

pengorbanan sudah banyak dilakukan, langkah yang tercela pun akan dilakukan.

Namun, apa yang terjadi apabila sudah menjadi pemimpin

pemerintahan/negara kemudian pada suatu saat jatuh dengan tidak terhormat. Ia

mejadi tepukul dan malu, nama baik keluarga dan koneksinya menjadi tercemar.

Karena kesalahan yang dibuat ketika menjabat sebagai pemimpin pemerintahan,

batinya menjadi gelap. Ia mencari langkah untuk untuk menutupi rasa malu. Dan

tragis, bunuh diri menjadi jalan yang ditempuh untuk menghindarkan diri dari

tuntutan politik.

c. Faktor Ekonomi

Setiap orang mendambakan kehidupan yang baik. Salah satu kehidupan

yang baik adalah ekonomi yang cukup dan terkadang lebih. Memang, orang hidup

tidak akan bisa dilepaskan dari faktor ekonomi. Mulai dari bangun tidur hingga

tidur lagi, orang tidak akan lepas dari masalah ekonomi.

Ekonomi yang cukup atau lebih dapat membuat hidupnya menjadi senang

dan bahagia, meskipun bahagia itu sendiri tidak ada tolak ukurnya. Sebagian

orang mengukur keberhasilan hidup seseorang dari sisi ekonominya. Orang

mempunyai kekayaan lebih, kebutuhan hidup tercukupi dipandang sebagai orang

sukses.

Namun, justur terkadang karena harta yang berlimpah tetapi pengelolaan

dan pengaturannya tidak berdasarkan agama, dapat mendorong seseorang untuk


23

mengakhiri hidupnya. Salah satu contoh, karena malu dalam memperebutkan

harta warisan yang telah mengelurkan uang tetapi kalah, ia melakukan bunuh diri.

Sebaliknya, ekonomi keluarga yang hancur juga dapat menjadi penyebab

seseorang melakukan bunuh diri. Kondisi kehidupan keluarga yang serba

kekurangan, apabila yang bersangkutan imannya goyah, membuat orang ingin

mengakhiri hipunya.

d. Faktor Keyakinan/Agama

Jika kita melanggar dan menyia-nyiakan dan melanggar hak-hak manusia,

maka kita harus sadar bahwa akibat buruk bukan hanya kita rasakan tetapi juga

akan menimpa keturunan kita.

Al-Qur’an al-Karim menerangkan bahwa orang-orang yang tidak

menginginkan akibat buruk anak-anak mereka, dan tidak menghendaki

penderitaan bagi mereka, maka hendaklah mereka jangan sampai melanggar hak

manusia, apapun bentuknya. Hendakalah mereka bersaksi dengan benar, tidak

mensholimi seorangpun, dan tekut kepada Allah dalam urusan hak-hak manusia.

Secara umum, dosa dibagi atas dua hal, yang pertama berkenaan dengan

hak Allah swt. Kedua berhubungan dengan hak-hak manusia. Bagian kedua lebih

besar, dimana Allah swt bersumpah dengan Zat-NyaYang Suci bahwa meskipun

Dia mengampuni manusia pelanggaran tehadap hak hamba-hamba-Nya. Sungguh

sulit sekali keadaan manusia yang membawa badan kelaliman dan pelanggaran

hak-hak sesama mereka. Meskipun hanya sebesar ujung jarum, pelanggaran hak

asasi manusia akan tetap dituntut.

Para fukaha juga mengeluarkan fatwa tentang tidak sahnya shalat yang

dilakukan dengan pakaian yang bahwa al-Mirshad ialah jalan yang disitu manusia

akan ditanyakan tentang hak-hak semasa mereka. Jika kalian ingin melewati jalan
24

itu, maka kalian harus benar-benar berhati-hati terhadap orang lain, dan

bertawakal kepada Allah dalam hal itu.

Dalam beberapa aliran keagamaan ada yang megajarkan pemeluknya

untuk mencapai surga dengan bunuh diri. Ajaran suatu keyakinan yang

disampaikan oleh pemimpinnya dianggap sebagai bahasa Tuhan, sehingga ajaran

bunuh diri juga dianggap sebagai ajaran Tuhan.

e. Faktor Pendidikan

Pendidikan merupakan bidang yang tidak bisa terlepaskan dari kehidupan

manusia. Seiring dengan kemajuan jaman, pendidikan menjadi tolak ukur

kemajuan dan keberhasilan suatu bangsa. Pada masa saat ini, negara menuntut

warganya untuk memiliki pendidikan pada tingkat tertentu.

Pendidikan juga dapat menjadikan kehidupan manusia lebih terhormat dan

bermartabat. Sebab dengan ilmu dan pendidikan, manusia dapat menjalani

kehidupan dengan lebih baik dan teratur.

Tidak semua orang dapat mengenyam pendidikan. Hanya orang-orang

yang memiliki prasayat tertentu yang dapat menikmati pendidikan. Sebagai tolak

ukur keberhasilan pendidikan siswa, maka lembaga pendidikan membuat ujian.

Namun, terkadang ujian oleh sebagian siswa dianggap sebagai masalah. Sebab,

bila yang bersangkutan tidak lulus ujian, ia akan merasa bodoh, lemah, tersingkir,

juga gagal. Lebih fatal lagi ia akan mendapatkan ‘sanksi’ sosial. Sanksi di sini

maksudnya ia dianggap teman dan lingkungannya sebagai orang yang bodoh.

Lebih-lebih keluarga akan menganggap dirinya telah membuat nama baik

keluarga hancur. Muncul cercaan dan tekanan dari orang tua juga anggota

keluarga yang lain.


25

Dalam posisi demikian, anak yang tidak lulus ujian akan pintas. Ia merasa

terkucilkan dan tersingkir. Untuk menutupi rasa malu tidak segan-segan ia akan

mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.

C. Maqashid Syariah

1. Pengertian Maqashid al-Syariah

Menurut Lughowi (Bahasa), Maqashid al-Syariah terdiri atas dua kata;

yaitu Maqashid dan Syariah. Maqashid yaitu merupakan bentuk plural dari

Maqashid, Qushud, Maqashid atau Qashd yang merupakan bentuk kata dari

Qashada Yaqshudu dengan beragam makna, seperti penuju satu arah, tengah-

tengah, tujuan, adil dan melampaui batas, jalan lurus, tengah-tengah antara

kekurangan dan berlebih-lebihan.38 Sedangkan Syariah menurut etimologi berarti

jalan menuju sumber air. Jalan menuju sumber air ini dapat pula dikaitkan sebagai

jalan sumber pokok kehidupan. Dalam terminologi fikih berati hukum-hukum

yang disyariatkan oleh Allah untuk hamba-Nya, baik yang ditetapkan melalui Al-

Qur’an maupun Sunnah Nabi saw yang berupa perkataan, perbuatan dan ketetapn

Nabi saw.39 Ar-Raisyumi memberikan definisi yang lenih umum, beliau

menjelaskan syariah bermakna jumlah hukum amaliyyah yang dibawa oleh agama

Islam, baik yang berkaitan dengan konsepsi aqidah maupun legislasi hukumnya.40

Persamaan syari’at dengan arti bahasa syariah yaitu suatu jalan yang

menuju sumber air ini adalah dari segi bahwa siapa saja yang telah mengikuti

syari’ah tersebut, maka ia akan mengalir serta bersih jiwanya. Allah swt. telah
38
Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Minoritas Al-Aqlliyat dan Evolusi Maqashid al-Syariah
dari konsep pendekatan, ( Yogyakarta:Lkis,2010), h. 178-179.
39
Abdullah Karim Zaian, al-Madkhal li Dirasah as-Syari’ah al-Islamiyyah (Beirut:
Muassasah ar-Risalah: 1976), h. 39
40
Ar-Raisuni, al-Fikr al-Maqashid gawaiduhu wa Fawaiduhu (Ribath: Mathbaah an
Najah al-Jadidah ad-Dar al-Baidha, 1999), h. 10
26

Menjadikan air sebagai penyebab kehidupan hewan dan tumbuh-tumbuhan

sebagaimana dia menjadi syari’ah sebagai kehidupan jiwa manusia. 41Adapun inti

dari maqashid al-syariah adalah untuk mewujudkan kabaikan sekaligus

menghindarkan keburukan, atau menarik manfaat dan menolak mudarat,42 atau

dengan kata lain adalah untuk mencapai kemashlahatan, karena tujuan penetapan

hukum Islam adalah untuk menciptakan kemashlahatan dalam rangka memelihara

tujuan-tujuan shara.43Abdullah Daraz dalam komentarnya terhadap pandangna al-

Syatibi menyatakan bahwa tujuan utama Allah menetapkan hukum-Nya adalah

untuk terwujudnya kemashlahatan hidupa manuasia di dunia dan di akhirat. Oleh

karena itu, taklif (pembebanan hukum) harus mengacu kepada terwujudnya tujuan

hukum itu.

Menurut Yusuf Qardhowi dalam bukunya “Membuktikan Syariat Islam”

dengan mengutip dari “Mu’jam Al-Fadz al-Qur’an al-Karim” menjelaskan bahwa

kata Syari’at berasal dari kata Syara’a al Syari’a yang berarti menerangkan atau

menjelaskan sesuatu, atau juga berasal dari kata syir’ah dan Syari’ah yang berarti

menerangkan atau menjelaskan sesuatu, atau juga berasal dari kata syirah atau

syari’ah yang berarti suatu tempat yang dijadikan sarana untuk mengambil air

secara langsung sehingga orang yang mengambilnya tidak memerlukan bantuan

alat lain.

QS A-Jasiyah/45: 18

‫ُثَّم َجَع ْلٰن َك َع ٰل ى َش ِرْيَعٍة ِّم َن اَاْلْم ِر َفاَّتِبْع َها َو اَل َتَّتِبْع َاْهَو ۤا َء اَّلِذ ْيَن اَل َيْع َلُم ْو َن‬

Terjemahnya:

41
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh (Jakarta:Kencana, 2003), h. 2-3
42
Amir Muallin dan Yusdin, Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam, (Yokyakarta, UIIPres,
1999), hal. 92.
43
Abu Hamid al Gazali, al-Mustafa Min Tlm al-Usul, Juz 1 (Beirut: Dar al-Kutuub al-
Ilmiyyah, 1983) hal. 286.
27

Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari
urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa
nafsu orag-orang yang tidak mengetahui.44

Dengan demikian kita dapat menyimpulkan “syariat” sama dengan

“agama” dimana syariat disini berperan sebagai tiang atau tembok penegak aturan

bagi umat muslim diseluruh dunia ini. Dengan menyimpulkan dua suku kata

tersebut Maqashid al-Syariah merupakan tujuan yang disyariatkannya hukum

Islam. Atau secara garis besar bisa juga dikatakan bahwa Maqashid al-Syariah

adalah konsep untuk mengetahui nilai-nilai dan sasaran yang mengandung syara’

yang tersurat dan yang bersifat dalam al-qur’an dan al- hadist. Yang diterapkan

oleh Allah swt. kepada manusia serta tujuan akhir hukum tersebut adalah satu,

yaitu mashlahah atau kebaikan atau kesejahteraan umat manusia baik di Dunia

maupun di akhirat. Dan untuk mencapai kemaslahatn tersebut manusia harus

memenuhi kebutuhan Dharuriyat (Primer), dan menyempurnaka kebutuhan

Hajiyat (Sekunder) dan Tahsiniat atau Kamaliat (Tersier). 45

Sedangkan makna Maqashid al-Syari’ah secara Terminologi, berkembang

dari makna yang paling sederhana sampai pada makna yang holistik. Dikalangan

ulama klasik sebelum al-Syatibi, sebelum ditemukan defenisi yang kongkrit dan

memperhensip tentang Maqashid al-Syari’ah definisi mereka cenderung

mengikuti makna bahasa dengan menyebutkan padanan-padanan maknanya. Al-

Bannani telah memaknainya dengan tujuan-tujuan hukum, alsamarqani

menyamakannya dengan makna hukum. Sedangkan menurut pendapat imam

Syatibi, Maqashid al-Syari’ah yaitu tujuan-tujuan disyari’atkannya hukum oleh

Allah swt. Yang berintikan kemaslahatan umat manusia didunia dan kebahagiaan
44
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, , (Jakarrta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019) h. 45
45
Rikha Rezky Irjayanti, Skripsi: mplementasi pasal 280 Undang-undang Nomor 22
Tahun 200 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam Budaya hidup Masyarakat kebupaten
Gowa Prespektif Mqashid a-syariah ( Makassar, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar,
2017), h. 21.
28

diakhirat. kelak persyariatan hukum oleh Allah mengandung Maqashid (tujuan-

tujuan) yakni kemaslahatan bagi umat manusia.46

Maqashid syariah pada sisi lain merupakan teori dalam metode filosofis

hukum yariah yang bertujuan untuk mewujudkan kepentingan umat manusia dan

memperhatikan pengaruh hukum syariah terhadap penerapan hukum. Dalam hal

ini Syatibi mengistilahkan dengan al-Nazar fi al-Ma’alat, istilah tersebut

merupakan salah satu bentuk penekanan Islamiasi hubungan antara hukum Tuhan

dan keinginan hukum manuasia.47 Untuk memahami esensial maqashid syariah

dalam ijtihad, harus ada dua kriteria yang mesti dimiliki oleh seseorang, yaitu

pertama kemampuan memahami maqashid syariah secara utuh, dan kedua adalah

kemampuan menggunakan ilmu bahasa Arab dan al-Qur’an serta hadis untuk

memperoleh dan memahami muatan hukum maqashid syariah. Menurut Syatibi,

kedua standar tersebut saling terkait karena standar kedua adalah alat dan standar

pertama adalah tujuan.48

Wahbah Zuhaily menyebutkan Maqashid syariah yaitu, sejumlah makna

ataupun sasaran yang akan dicapai oleh syara’ dalam sebagian besar atau semua

kasus hukumnya.Atau merupakan tujuan dari syari’at atau rahasia dibalik

pencanangan tiap-tiap hukum oleh syar’I (pemegang otoritas syari’at Allah dan

Rasulnya).49

Maqashid al-syariah dapat menjadi kunci keberhasilan mujtahid dalam

ijtihadnya, disebabkan pada landasan tujuan hukum itulah setiap persoalan dalam

kehidupan manusia dikembalikan. Baik itu terhadap persoalan yang belum ada
46
Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Al-Syari’ah Mmenurut Al-syatibi (Jakarta:Pustaka
Firdaus), h. 5 dan 167.
47
Asapri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syari’ah Menurut Syatibi (Ed. 1, Cet. 1; Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1996), h. 156
48
Abu Ishaq al-Statibi, al-Mufaqat fi Ushul al-Syari’ah, Jilid IV, (Beirut: Dar al-
Maarifah, t,th.), h. 105-107
49
Wahbah al-Zuhayli, Ushul al-Fiqh al-Islami (Damaskus: Dar al-Fikr.1998), h. 1045.
29

secara harfiah dalam wahyu ataupun dalam kepentingan untuk mengetahui

apakah suatu kasus perkara masih bisa ditetapkan dengan suatu ketentuan hukum

atau tidak karena terjadinya pergeseran-pergeseran nilai akibat perubahan-

perubahan sosial. Untuk menghadapi pergeseran-pergeseran nilai akibat

perubahan yang terjadi memerlukan hukum untuk mengaturnya, dan aturan

tersebut memerlukan penerapan dari hasil ijtihad, yaitu kembali kepada ra’yu dan

qiyas. Mengingat hal tersebut, maka ijtihad merupakan suatu yang tidak dapat

dihindarkan dari yang diharuskan oleh perkembangan zaman.50

Pada dasarnya Mayoritas ulama fiqh menerima metode Maslahat al-

mursalah. Karena tujuan dari Maslahat adalah menarik manfaat menghidarkan

bahaya dan memelihara tujuan hukum Islam untuk menjaga Agama, jiwa, dan

akal, keturunan, serta harta manusia.51

Dalam kitabnya Maqashid Syariah Al-Islamiyah, Ibnu Ansyur menyatakan

bahwa Maqashid Syariah merupakan makna-makna dan hikmah-hikmah serta

maslahah-maslahah untuk manusia baik di dunia maupun diakhirat. Perubahan

hukum yang berlaku dapat mendatangkan kemaslahatan terhadap manusia.

Inti dari Maqashid Syariah yaitu, guna mencapai kemaslahatan

(kemanfaatan) umat manusia sebesar-besarnya, karena tujuan penetapan hukum

di dalam Islam yaitu menciptakan kemaslahatan dalam rangka memelihara tujuan-

tujuan syara’.

a. Kemaslahatan termasuk di dalam kategori Darruriyat. Maksudnya adalah

bahwa jika telah menetapkan suatu kemaslahatan tingkat keperluannya harus

diperhatikan. Apakah sampai mengancam lima unsur pokok maslahat atau belum

sampai pada batas tersebut.

50
TM. Hasbi Ash Shiddieqiy, Filsafat Hukum Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra,
2001), h. 31.
51
Ahmad Munir Suratmaputra, Filsafat Hukum Islam (Jakarta;Pustaka Firdaus, 2002).
30

b. Kemaslahatan itu juga dapat bersifat Qath’i artinya dengan maslahat benar-

benar telah diyakini sebagai maslahat, tidak didasarkan terhadap dugaan (zhann)

semata-samata.

c. Kemaslahatan yang ketiga juga itu bersifat Kully, artinya, kemaslahatan itu

berlaku secara umum dan kolektif, tidak bersifat individual. Dan apabila maslahat

itu bersifat individual, kata al-Ghazali , syarat lain yang dipenuhi adalah bahwa

maslahat itu sesuai dengan maqashid al-syariah.

Berdasarkan pernyataan tersebut, maslahat yang telah dikemukakan oleh

para ahli ushul fiqh dapat kita pahami bahwa betapa erat kaitanya antara maslahat

al-mursalah dengan Maqashid al-Syari’ah.

Uraian selanjutnya akan dibahas tentang perlindungan al-daruriyat, karena

al-daruriyat adalah merupakan kategori perlindungan al-daruriyat. Pemenuhan

keperluan dan perlindungan dasariah (elementer, fundamental, asasiah) yang

dibutuhkan manusia agar dapat bertahan hidup sebagai manusia secara normal dan

tidak akan jatuh kedalam, ketidakberdayaan, perbudakan atau tersaing dari

masyarakat secara sedemikian rupa, dan dapat melanjutkan eksistensi mereka

diatas permukaan bumi, generasi dari generasi oleh para ulama ushul fiqh diberi

nama keperluan dan perlindungan al-daruriyat. Dengan kata lain, keperluan dan

perlindungan al-daruriyat adalah sesuatu yang harus ada supaya kehidupan

manusia secara manusiawi dapat terus berlangsung diatas bumi ini.

2. Pembagian Maqashid Al-Syariah

Berdasarkan tingkat kepentingannya, Maqashid syariah terbagi menjadi

dharuriat, hajiyat, tahsiniyat dan mukammilat.


31

Berdasarkan tingkat kepentingannya, maqashid syariah terbagi menjadi

beberapap klasifikasi:

a. Berdasarkan Pengaruh Terhadap Urusan Umat

Berdasarkan pengaruh terhadap urusan umat, Maslahat terbagi menjadi tiga

tingkatan hierarkis, yakni dharuriyat, hajiyat dan tahsiniyat.

b. Dharuriyat

Secara bahasa dharuriyat berarti kebutuhan yang mendesak. Dharuriyat ini

dikatakan mendesak karena merupakan sendi dari eksistensi kehidupan manusia

yang harus ada. Mashlahah dharuriyat adalah sesuatu yang mesti ada bagi

manusia demi tegaknya kemashlahatan agama dan dunia. Dharuriyat ialah tujuan

atau tingkat kebutuhan yang harus ada atau tingkat kebutuhan yang harus ada atau

disebut dengan kebutuhan primer. Bila kebutuhan ini tidak terpenuhi, akan

terancam keselamatan umat manusia baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Menurut as-Syatibi ada lima hal yang termasuk dalam kategori ini, yaitu

memelihara agama, memelihara akal, memelihara jiwa, memelihara kehormatan

dan keturunan,serta memelihara harta.52

c. Hajjiyat

Mashlahah hajiyat adalah sesuatu yang sebaiknya ada bagi keteraturan

hidup manusia, agar mereka terhindar dari kesulitan. Kalau sesuatu ini tidak ada,

maka ia tidak akan menimbulkan kerusakan atau kematian, hanya saja akan

mengakibatkan masyaqqah dan kesulitan. Jenjang ini merupakan pelengkap yang

mengokohkan, menguatkan dan melindungi jenjang dharuriyat. Jenis maqashid ini

dimaksudkan untuk mempermudahkan untuk mempermudah kehidupan

52
Al-Muwafaqat (1: 38, II: 10, III: 10, IV: 27) urutannya adalah sebagai berikut: addin
(agama), an-nafs (jiwa), an-nasl (keturunan), almal (harta) dan al-aql (akal). Sementara dalam al-
Muwafaqat (III: 47) urutannya adalah ad-din, annafs, an-nasl dan al-mal. Sedangkan dalam
kitabnya al-I” tisham II: 179 dan al-Muwafaqat II: 299 urutannya adalah ad-din, an-nafs, an-nasl,
dan almal.
32

menghilangkan kesulitan atau menjadikan pemeliharaan yang lebih baik terhadap

lima unsur pokok kehidupan manusia contoh jenis maqashid ini anata lain

mencakup kebolehan untuk melaksanakan akad mudharabah, muzara’ah dan bai

salam, serta berbagai aktivitas ekonomi lainnya yang bertujuan untuk

memudahkan kehidupan atau menghilangkan kesulitan manusia di dunia.53

d. Tahsniyat

Tahsiniyat adalah sesuatu yang sebaiknya ada demi sesuainya dengan

keharusan akhlak yang baik atau dengan adat. Kalau sesuatu ini tidak ada, maka

tidak akan menimbulkan kerusakan atau hilangnya sesuatu, juga tidak akan

menimbulkan masyaqqat dalam melaksanakannya, hanya saja dinilai tidak pantas

dan tidak layak menurut ukuran tatakrama dan kesopanan. Mashlahah seperti ini

disebut mashlahah tersier. Di antara contohnya dalam fiqh ibadat adalah

thaharah,menutup aurat, dan menghilangkan najis. Dalam fiqh adat seperti adab

makan dan minum.

Lima kebutuhan dhaririyat (esensial) yang mencakup din, nafs, aql, nasl,

dan mal merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, manusia hanya dapat

melangsungkan hidupnya dengan baik jika kelima macam kebutuhan ini terpenuhi

dengan baik pula.54

3. Metode Penetapan Maqashid Syariah

Metode penetapan (thuruq al itsbat) maqashid al-syariah, pada hakikatnya

merupakan penjelasan teknis dan opersionalisasi lanjutan dari cara menyigkap

(tuhuruq al ma’rifah) maqashid al-syariah. Ulama berbeda-beda dalam rumusan

metodologi penetapan maqashid. Perbedaan ini ada yang bersifat perbedaan

53
Muhammad Muflih, Perilaku Konsumen dalam Perspektif Ilmu Ekonomi Islam,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006) h. 66
54
Muhammad Muflih, Perilaku Konsumen dalam Perspektif Ilmu ekonomi Islam,) h. 66
33

subtansi kebahasan, dan ada berupa perbedaan terminologi. Berikut beberapa

rumusan para pakar mengenai thuruq al itsbat li al maqashid al-syariah.

Sementara al-Syatibi merumuskan bahwa metode penetapan maqashid

syariah dapat ditempuh melalui empat metode sebagai berikut:

1. Mujarrad al amr wa an nahy al ibtida’i at tasrihi

Secara sederhana, metode ini dapat dipahami sebagai upaya melihat

ungkapan eksplisit perintah dan larangan dalam nash, yang eksistensi

kedua unsur tersebut ada secara mandiri (ibtidai). Sebagaimana

dipahami, suatu perintah menuntut ditunaikannya perbuatan yang

diperintahkan, sementara suatu larangan menuntut dujauhinya perkara

yang dilarang. Maka terwujudnya perbuatan yang dikehendaki perintah

syari’at, atau tercegahnya perkara yang dilarang, dapat disimpulkan

berkesusaian dengan kehendak Allah Swt. (maqshud asy syari’). Bila

yang terjadi adalah hal yang sebaliknya, perkara yang diperintahkan

tidak terlaksana, atau perkara yang dilarang justru tetap dilaksanakan

juga, maka hal itu dianggap menyelisihi maqashud asy-syari’.

Dengan demikian, penetapan dengan cara ini bisa dikategorikan

sebagai penetapan berdasarkan liberal nash, yang dibingkai dengan

pemahaman umum bahwa dalam perintah syari’at pasti terdaoat unsur

maslahat dalam setiap larangan pasti ada unsur mafsadat.

Sekalipun demikian, bila menilik redaksi yang diuangkap oleh Imam

Syatibi, terindikasi dua syarat operasional yang dikemukakan, yaitu:

Pertama, Perintah dan larangan itu diungkap secara eksplisit dan

mandiri (ibtidai) berdasarkan syarat ini, maka perintah yang sifatnya

penguat saja tidak bisa digunakan dalam metode ini. Kedua, perintah

dan larangan itu harus diuangkap secara eksplisit (sarih) dengan


34

adanya syarat ini, maka perintah dan larangan yang bersifat dhimni,

atau yang dipahami dari mafhum an nushush (seperti mafhum

muwafaqah dan mukhlafah, dll), maupun yang dipahami kaidah-kaidah

fiqih ( seperti ma la yatimm al wajib illa bihi fa huwa wajib, atau

alarm bi asy syai’ nahyun an dhiddih, dll), tidak bisa digunakan untuk

menetapkan maqashid al-syariah berdasarakan pendekatan ini.

2. Memperhatikan konteks illat dari setiap perintah dan larangan

Metode ini pada hakikatnya masih memiliki keterkaitan erat dengan

metode pertama, tetapi titik fokusnya lebih pada pelacakan illat di

balik perintah dan larangan. Pada tataran ini, penetapan maqashid

berangkat dari pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang ada apa di

balik perintah dan larangan itu.

Illat dibedakan menjadi dua, yaitu illat yang diketahui (ma’limah) dan

illat yang tidak diketahui (ghairu ma’lumah). Illat ma’lumah, wajib

untuk diikuti oleh seorang mujtahid dalam proses ijtihadnya,

berdasarkan kaidah-kaidah masalik al illat yang banyak dibahas dalam

ilmu ushul fiqh. Adapun illat ghairu ma’lumah, sikap yang wajib

diambil adalah tawaqqut, serta tidak secara gegabah dan spekulatif

memutlakkan klaim bahwa yang dikehendaki Allah Swt. adalah dan

begitu. Sebab dipilihnya sikap tawaqqut terhadap illat ghairu

ma’lumah karena dua hal, yaitu: Pertama, tawaqquf karena ketiadaan

dalil menunjukkan illat dalam nash. Kedua, tawaqqut karena sekalipun

ada illat yang manshush, tetapi bisa jadi bukan merupakan maqshud

asy-syari’

3. Memperhatikan semua maqashid turunan (at tabi’ah)


35

Semua ketetapan syariat, ibadah maupun mu’amalah, memiliki tujuan

yang bersifat pokok (maqshud al ashli) dan yang bersifat turunan

(maqashid at ta’biah). Sementara setelahnya, terdapat beberapa

maqashid turunan (tabi’ah) seperti mendapatkan ketenangan (as

sakinah), tolong-menolong dalam kemashlahatan duniawi dan

ukhrawi, penyaluran hasrat biologis manusiawi (al istimta’) secara

halal, membentengi diri dari terpaan fitnah, dll, semua itu merupakan

akumulasi dari maqashid at tabi’ah.

Dari semua maqashid itu, ada yang diungkapkan secara eksplisit oleh

nash (manshush), ada yang sebatas isyarat yang mengindikasikan

kepada maqashid, dan ada pula yang dipahami dari dalil-dalil lain atau

disimpulkan berdasarkan penulusuran secara induktif (maslak al

istiqra) dari nash-nash yang ada. Maka keberadaan semua maqashid

yang bersifat turunan ini dianggap sebagi kehendak Allah (maqshud

asy syar’i) yang berfungsi menguatkan dan menetapkan eksistensi

maqshud al ashli.

4. Tidak adanya keterangan syar’i (sukut asy sayri’)

Masksud dalam bahasan ini adalah tidak adanya keterangan nash

mengenai sebab hukum atau disyari’atkannya suatu perkara, baik yang

memiliki dimensi ubusiyah maupun mu’amalah, padahal terdapat

indikasi yang memungkinkan terjadinya perkara tersebut pada tataran

empirik.

Al-Syatibi berpendapat bahwa sesuatu yang didiamkan syari’at tidak

secara otomatis melaksanakannya dihukumi bertentangan dengan

syari’at. Maka yang harus dilakukan dalam menjernihkan

permasalahan ini adalah mendeteksi dimensi maslahat dan mudharat


36

di dalamnya. Bila terindikasi adanya maslahat, maka hal itu bisa

diterima. Sebaliknya bila terdeteksi dimensi mudharat di dalamnya,

secara otomatis hal itu tertolak. Dengan demikian, teknik operasional

yang digunakan dalam menyikapi peroalan seperti ini adalah

pendekatan al maslahat al mursalah.55

Al-Qur’an adalah kalam Allah. Dengan demikian, Allahlah yang paling

mengetahui apa maksud dan isi kandungan al-Qur’an. Oleh karena itu, maksud al-

Qur’an harus dicari dalam al-Qur’an harus dicari dalam al-Qur’an sendiri. Untuk

mengetahui tujuan syari’at, al-Syatibi hanya mempunyai satu metode, yaitu

penelitian (al-istiqra) terhadap kandungan al-Qur’an.56

Menurut hasil penelitian, tujuan syari’at dalam al-Qur’an, dapat dibagi

menjadi dua bagian: tujuan yang bersifat primer (al-Maqashid al-Asliyyah) dan

tujuan yang bersifat sekunder (al- Maqashid taba’iyyat). Yang dimaksud denga

tujuan yang bersifat primer adalah tujuan di dalamnya manusia tidak mempunyai

manusia tidak mempunyai peranan apa-apa. Sedangkan tujuan yang bersifat

sekuder adalah tujuan yang di dalamnya peranan manusia sangat diperhatikan.57

4. Berdasarkan Kolektif dan Personal

Berdasarkan hubungannya dengan keumuman umat baik secara kolektif

maupun personal, maslahat terbagi menjadi dua;

a. kulliyah

Kulliyah adalah kemaslahatan yang kembali kepada kepentingan umat

Islam secara umum, atau kepada kelomppok besar. Muhammada ibn ‘Asyur
55
Muhammad Aziz dan Sholikah, Metode Penetapan Maqashid al Syariah:Studi
Pemikiran Abu Ishaq al Syatibi, Ulul Albab, Volume 14, No. 2 Tahun 2013, h. 169-173.
56
Abbdul Wahhab Khallaf, maqashid syariah adalah suatu alat bantu untuk memahami
redaksi Al-Qur’an dan Al-Hadist, meneyelesaikan dalil-dalil yang bertentangan dan menetapkan
hukum terhadap kasus yang tidak tertampung dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist. Lihat, Taufik
Abdullah (ketua editor), Ensiklopedia Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,
2002), juz 3 h. 294
57
Abu Ishaq al-Syatibi, Al-Muwafat, (Bairut: Darul Ma”rifat, 1997), vol 2, h. 120-121
37

memberikan contoh mashlahah ini seperti menjaga dua tanah haram (Makkah dan

Madinah) agar jangan sampai jatuh ke tangan orang-orang kafir. Demikian pula

masalah-masalah lain di mana kemashlahatannya ditujukan untuk umum. Dan bila

kemashlahatan ini tidak tercapai maka mafsadahnya juga kembali kepada umat

secara umum.

b. Juz’iyah

Juz’iyah adalah maslahah yang kembali kepada individu umat atau

golongan yang kecil dari mereka. Menurut Ibn ‘Asyur’, contoh-contoh

kemaslahatan ini sudah tercover dalam semua hukum-hukum syari’at yang

berhubungan dengan muamalat.58

5. Kebutuhan

Adapun berdasarkan adanya kebutuhan manusia untuk meraihnya,

maslahat terbagi menjadi tiga: qath’iyyah,zhanniyah dan wahmiyyah.

a. Qath’iyyah

Qath’iyyah yaitu maslahat yang ditunjukkan yang dipahami dari dalil-dalil

berupa nash yang tidak mempunyai kemungkinan takwil. Selain itu, termasuk

juga ke dalam mashkahah qarh’iyah apa saja yang dikategorikan sebagai

mashlahah dharurriyat, dan hal-hal yang menurut akal terdapat kemaslahatan yang

besar.

b. Zhanniyah

Zhaniiyah adalah apa saja hasil penalaran akal yang bersifat zhanniy,

seperti memelihara anjing di rumah sebagai penjaga pada saat merasa terancam.

Termsuk juga mashlahah zhanniyah, masalah-masalah yang bersumber kepada

dalil zhanniy.

c. Wahmiyyah
58
Muhammad Thabir ibn ‘Asyur’, Maqashid al-Syari’ah., h. 90
38

Wahmiyyah adalah hal-hal yang dianggap kemaslahatan melalui khayalan

semata. Ketika penalaran dilakukan secara mendalam, didapatkan bahwa

sebenarnya hal-hal tersebut merupakan kemudharatan. Seperti mengomsumsi

minuman keras dan obat-obat terlarang.

6. Bentuk- Bentuk Maqashid Al-Syariah

Perlindungan dan keperluan al-daruriyat telah tercantum dalam buku

ushul fiqh, termasuk oleh asy-syathibi ada lima yaitu;

a. Hifz Al-Din (Memelihara Agama)

Ahli Hukum Islam tradisional telah memberikan contoh memelihara

agama itu sangat penting, yaitu; memelihara rukun imam yang enam (percaya

kepada qada’ dan qadar) dan memelihara rukun Islam yang ke lima (naik haji

bagi orang yang mampu), berdakwah serta mengajarkan ajaran Islam. Para ahli

Hukum Islam Kontemporer telah memberikan contoh yang sangat kontekstual

dan situasional dalam memelihara agama ini, toleransi serta memberikan

kebebasan beragama atau berkeyakinan terhadap manusia.

b. Hifz Al-Nafs (Memelihara Jiwa)

Ulama dari ahli hukum Tradisional juga telah memberikan contoh yang

sangat baik dan sangat penting tentang bagaimana prinsip memelihara jiwa, yaitu

dan mewujudkan atau memenuhi kebutuhan dasar, menikmati makanan dan

minuman selama itu tidak akan membahayakan kesehatan. Sekarang ini, para para

ahli hukum Islam memberikan contoh memelihara jiwa sesuai dengan situasi

kentekstual, Misalnya menjaga kesehatan, baik untuk individual maupun universal

atau sosial, tidak melakukan KDRT, tidak melakukan aborsi tidak melakukan
39

pembunuhan serta menjaga hak-hak asasi manusia (HAM). Semua manusia

merupakan anak cucu nabi adam oleh karena itu mereka harus dilindungi.

c. Hifz Al-‘Aql (Memelihara Akal)

Manusia yang hidup di dunia ini merupakan makhluk hidup yang paling

tinggi derajatnya diantara makhluk hidup yang lainnya, seperti telah dijelaskan

bahwa manusia mempunyai akal fikiran untuk melakukan sesuatu. Olehnya itu

Islam mengajarkan untuk melindungi akal dari perbuatan yang tidak sejalan

dengan agama Islam. Melalui akalnya manusia mendapatkan petunjuk menuju

ma’rifat kepada Allah Swt dan ciptaannya. Tanpa akal manusia tidak berhak

mendapatkan permuliaan yang bisa mengangkatnya menuju barisan para

malaikat.59 Islam memerintahkan kita menjaga akal dan mencegah bentuk

kekerasan atau penganiyayaan yang ditujukan untuk memperlemah akal fikiran

kita untuk melakukan ajaran yang dilarang oleh Islam. Salah satu dari perbuatan

yang bisa merusak akal adalah memminum minuman keras yang menyebabkan

seseorang mabuk dan kehilangan kesadaran serta fikiran. Seseorang akan mabuk

apabila telah meminu khamr’ atau minuman keras.60

d. Hifz Al-Nasl (Memelihara keturunan)

Prinsip memelihara keturunan juga mengajarkan kepada kita untuk

melaksanakan lembaga pernikahan, agar dapat memperoleh anak yang sah dan

memelihara keturunan juga dapat di implementasikan kepada tidak dibenarkannya

ber-Khalwat antara perempuan dan laki-laki. saat ini telah berkembang konsep

memelihara keturunan ke arah teori keluarga yang harmonis. Mereka telah

mengimplementasikan kepada konsep keahlian, persamaan dan kebebasan di

dalam keluarga serta didalam masyarakat. Atas dasar itulah, maka tidak

dibenarkan adanya KDRT, baik itu perkataan maupun perbuatan,untuk


59
Ahmad Al-Mursi HJ, Maqhasid Syariah (cet. III; Jakarta: AMZAH; 2013), h. 92
60
Ahmad Al-Mursi H.J, Maqashid Syariah, h. 106
40

mempertahankan kedamaian dalam rumah tangga,termasuk seorang suami dan

istri, serta anak dan ibu.

e. Hifz Al-Mal (Memelihara Harta)

Harta merupakan sesuatu kebutuhan inti dalam kehidupan di dunia ini, di

mana manusia tidak akan pernah terlepas dari harta tersebut. Dalam kehidupan ini

manusia termotivasi untuk mencari harta demi menjaga eksistensi kehidupan dan

demi menambah kenikmatan materi dan reigi. Namun, dalam motivasi pencarian

harta ini dibatasi menjadi tiga syarat yaitu, harta dikumpulkan dengan cara yang

halal, dipergunakan untuk hal-hal dan dari harta ini harus dikeluarkan hak Allah

dan masyarakat di tempat di mana dia hidup.61

Beberapa ahli sarjana modern dan kontemporer telah mengembangkan

beberapa prinsip memelihara harta ini dengan megimplementasikan kepada

perkembangan istilah seperti koperasi syariah ,bantuan sosial, kesejahteraan

masyarakat, pertumbuhan uang, dan usaha mememinimalisir antara golongan

orang yang miskin dan kaya. Prinsip ini juga mendorong para kaum muslim untuk

memelihara alat-alat dan Infrastruktur yang memadai guna melaksanakan

berbagai program yang telah direncanakan, terutama di bidang pendidikan di

semua level.

Kemudian, prinsip memelihara harta ini, menurut ahli Jaser Audah,

memungkinkan pemanfaatan Maqashid Al-Syariah untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi, yang sangat dibutuhkan diberbagai Negara yang mayoritas

penduduknya adalah muslim.62

Dari paparan diatas, dapat di simpulkan bahwa tujuan atau hikmah

persyariatan hukum Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan melalui


61
Amad Al-Mursi H.J, Maqashid Syariah (Cet III; Jakarta: AMZAH; 2013), h. 143
62
Sidiq Nur Rohman, Jurnal: Tinjauan Maqashid Al-Syariah Terhadap Perceraian
Karena Perselisihan Yang dipicu Salah Satu Pihak Pengikut Aliran Sesat (Studi Putusan Nomor
037/Pdt,G/2019/PA.Ska), Institute Agama Islam Negeri ( Surakarta. 2020),h. 49-50.
41

pemeliharaan lima unsur pokok, yakni memelihara agama, memelihara jiwa,

memelihara aqal, memelihara harta, dan memelihara keturunan. Mengabaikan hal

tersebut sama halnya juga dengan merusak visi misi hukum Islam. Dengan

demikian akan menuai kemudhratan atau kesengsaraan hidup.


BAB III

METODOLOGI HUKUM MUNCULNYA PENGHALALAN BOM BUNUH


DIRI

A. Bom Bunuh Diri

Kata bom berasal dari bahasa Yunani (Bombos), sebuah istilah yang

meniru suara ledakan ‘bom’ dalam bahasa tersebut. Dalam Kamus Besar

Indonesia diartikan sebagai senjata peledak; peluru besar yang dapat meledak.

Bunuh diri (dalam bahasa Inggris: suicide; dalam budaya Jepang dikenal dengan

istilah harakiri) adalah tindakan mengakhiri hidup tanpa bantuan aktif orang lain.

Bunuh diri adalah mematikan diri, sedangkan bom bunuh diri yaitu seseorang

yang bunuh diri mengunakan alat peledak dalam rangka memenuhi ambisinya.

Biasanya bom bunuh diri dilakukan dalam situasi perang yang sudah tidak

menemukan jalaln lagi, dalam arti jalan buntu dapat mengalahkan musuhnya.

Bom adalah alat yang menghasilkan ledakan yang mengeluargan energi secara

besar dan cepat. Ledakan yang dihasilkan menyebabkan kehancuran dan

kerusakan terhadap benda mati dan hidup di sekitarnya.

Bom bunuh diri atau juga dikenal sebagai bom manusia (human bombing)

menurut Nawaf Hail Takruri adalah akativitas seorang (mujahid) mengisi tas atau

mobilnya dengan bahan peledak, atau melilitkan bahan peledak pada tubuhnya,

kemudian menyerang musuh di tempat mereka berkumpul, hingga orang tersebut

kemungkinan besar ikut terbunuh.63 Adapun menurut Muhammad Tha’mah Al-

Qadah, bom bunuh diri adalah aktivitas seorang mujahid yang melemparkan

dirinya pada kematian untuk melaksanakan tugas berat, dengan kemungkinan

63
Nawaf hail Takruri, Aksi Bunuh Diri atau Mati Syahid (al-Amaliyat allstissyhidiyah fi
al-Mizan al-Fiqh), (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2002), h. 320.

42
43

besar tidak selamat, akn tetapi dapat memberi manfaat besar bagi kaum

muslimin.64 Bom bunuh diri yaitu kegiatan bunuh diri yang dilatar belakangi

keyakinan oleh pelaku bahwa perbuatan tersebut merupakan salah satu bentuk

perjuangan untuk memperjuangkan kebenaran.

Dalam bahasa Arab, bom bunuh diri disebut intihaar, yang berasal dari

kata kerja nahara yang berarti menyembelih (dzabaha) dan membunuh (qatala)

yang artinya seseorang menyembelih dan membunuh dirinya sendiri.65

B. Dalil Tentang Bom Bunuh Diri

Al-Qur’an sebagai dasar pedoman manusia untuk mengajak kepada ajaran

tauhid, mengajarkan nilai-niai dan sistem baru tentang ideologi maupun

kehidupan dan menuntun mereka kepada perilaku positif dan benar menuju

pencapaian kesempurnaan insan yang akan merealisasikan kebahagiaan hidup di

dunia dan di akhirat. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt,

QS An-Nisa/4: 84
‫َفَقاِتْل ِفْي َس ِبْيِل ِهّٰللاۚ اَل ُتَك َّلُف ِااَّل َنْفَس َك َو َح ِّر ِض اْلُم ْؤ ِمِنْيَن ۚ َع َس ى ُهّٰللا َاْن َّيُك َّف َبْأَس اَّلِذ ْيَن َكَفُرْو اۗ َو ُهّٰللا َاَشُّد َبْأًسا‬
٨٤ ‫َّو َاَشُّد َتْنِكْياًل‬

Terjemahnya:
Maka berperanglah engkau (Muhammad) di jalan Allah, engkau tidaklah
dibebani melainkan atas dirimu sendiri. Kobarkanlah (semangat) orang-
orang beriman (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak
(mematahkan) serangan orang-orang yang kafir itu. Allah sangat besar
kekuatan(-Nya) dan sangat keras siksaan(-Nya).66
QS Al-Isra/17: 9
64
Muhammad Tha’mah al-Qadah, Aksi Bom Syahid dalam Pandangan Hukum Islam (al-
Mughamarat bi an-Nafsi fi al-Qital wa Hukmuha fi al-Islam), (Bandung: Pustaka Umat 2002),
h.17
65
Sulaiman al-Husain, Mengapa Harus Bunuh Diri, (Jakarta: Qisthi Press, 2005), h.7.

66
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, , (Jakarrta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019) h. 84
44

‫ِاَّن ٰهَذ ا اْلُقْر ٰا َن َيْهِد ْي ِلَّلِتْي ِه َي َاْقَو ُم َو ُيَبِّش ُر اْلُم ْؤ ِمِنْيَن اَّلِذ ْيَن َيْع َم ُلْو َن الّٰص ِلٰح ِت َاَّن َلُهْم َاْج ًرا َك ِبْيًر ۙا‬

Terjemahnya
Sungguh, Al-Qur'an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan
memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan
kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar,67

QS At-Tahrim/66: 9

٩ ‫ٰٓيَاُّيَها الَّنِبُّي َج اِهِد اْلُك َّفاَر َو اْلُم ٰن ِفِقْيَن َو اْغ ُلْظ َع َلْيِه ْۗم َو َم ْأٰو ىُهْم َجَهَّنُۗم َو ِبْئَس اْلَم ِص ْيُر‬

Terjemahnya
Wahai Nabi! Perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan
bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahanam
dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.68

QS Al-Ankabu/29: 69
٦٩ ࣖ ‫َو اَّلِذ ْيَن َج اَهُد ْو ا ِفْيَنا َلَنْهِدَيَّنُهْم ُس ُبَلَنۗا َو ِاَّن َهّٰللا َلَم َع اْلُم ْح ِسِنْيَن‬

Terjemahnya
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta
orang-orang yang berbuat baik.69

C. Pandangan Ulama Tentang Bom Bunuh Diri

67
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya,) Jakarrta: Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Qur’an, 2019) , h. 283

68
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, , h. 561

69
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, , h. 404
45

Perjuangan tidak pernah mengenal kata akhir, namun cara berjuang tiap

umat seringkali mengalami perubahan serah dengan perubahan sarana-sarana

perang. Pada tahun-tahun terakhir, sering terdengar upaya beberapa kelompok

muslim yang melakukan bom bunuh diri atau dikenal sebagai suicided bombing

dan human bombing atau bom manusia. Istilah yang lebih tepat untuk ini adalah

bom jihad atau jihad bunuh diri dengan menggunakan bom. Secara umum ada dua

reaksi para ulama dalam menyikapinya, sebagian melarang dan sebagian lagi

memuji. Kedua kelompok tersebut sama-sama menyertakan argumen-

argumennya, baik naqly maupun aqly.70

a. Pandangan MUI

Sebagaimana telah ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Tentang tindakan terorisme dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 3

Tahun 2004 pada point kedua tentang Hukum Melakukan Teror dan Jihad

menyatakan bahwa melakukan teror adalah haram, baik dilakukan oleh

perorangan, kelompok, maupun negara. Sedangkan hukum melakukan jihad

adalah wajib. Dan ketiga tentang Bom Bunuh Diri dan ‘Amaliyah al-Istisyhad

bahwa:71

1.Orang yang bunuh diri itu membunuh dirinya untuk kepentingan

pribadinya sendiri sementara pelaku ‘amaliyah al-istisyhad

mempersembahkan dirirnya sebagai korban demi agama dan umatnya.

Orang yang bunuh diri adalah orang yang pesimis atas dirinya dan atas

ketentuan Allah sedangkan pelaku ‘amaliyah al-istisyhad adalah manusia

yang seluruh cita-citanya untuk mencari rahmat dan keridhaan Allah Swt.

70
Adyanata, Jihad Bom Bunuh Diri Menurut Hadist Nabi swt, Jurnal Ushuluddin Vol.
XX No. 2, Juli 2013, h. 199
71
Majelis Ulama Indonesia,. 2004. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 3 Tahun 2004
Tentang TERORISME, h. 81-82.
46

2. Bom bunuh diri hukumnya haram karena mereupakan salah satu bentuk

tindakan keputusasaan (al ya’su) dan mencelakakan diri sendiri (ihlak an-

nafs), baik dilakukan di daerah damai (dar al-shulh/dar al-salam/dar al

da’wah) maupun daerah perang (dar al harb).

3. Amaliyah al-Istisyhad (tindakan mencari kehidupan) dibolehkan karena

merupakan bagian dari jihad binnafsi yang dilakukan di daerah perang (dar

al harb) atau dalam keadaan perang dengan tujuan untuk menimbulkan rasa

takut (irhab) dan kerugian yang lebih besar di pihak musuh Islam, termasuk

melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan terbunuhnya diri sendiri.

‘Amaliyah al-Istisyhad berbeda dengan bunuh diri.72

b. Pandangan Yusuf Qardhawi

Yusuf Qardawi menyebutkan keabsahan praktek bom bunuh diri

(istishadiyyah) yang dilakukan di Palestina. Bahwa praktek istisyahdiyyah yang

dilakukan kelompok-kelompok perlawanan Palestina untuk melawan penduduk

Zionis, tidak termasuk dalam hal yang dilarang dengan alasan apa pun, walaupun

yang menjadi korban adalah penduduk sipil. Kebolehan dari praktik

istisyhadiyyah ini harus memperhatikan dua hal:

1. Memperbolehkan praktek istisyahdiyyah bagi saudara-saudara di

Palestina karena kondisi khusus mereka dalam membela diri, keluarga,

anak-anak dan kemuliaan mereka. Itulah yang memaksa mereka

menggunakan cara tersebut, karena tidak menemukan ganti perlawanannya.

2. Jika sudah mendapatkan ganti perlawanan mereka yaitu dengan

persenjataan, maka tidak lagi dibutuhkan praktek istisyahdiyyah.Istinbat

hukum yang digunakan Yusuf Qardhawi dari kebolehannya melakukan

72
Muh. Yunan, Lc. M. HI. Cadar, Jenggot dan Rerorisme Serta Sudut Pandang Ulama
Klasik, Kontenporer dan Ulama Indonesia, Sangaji Jurnal , Institut Agama Islam (IAI)
Muhammadiyah Bima, Volume 2, Nomor 2, h. 231-232.
47

praktek istisyahdiyyah bahwa praktek tersebut harus melihat keadaan dan

kondisi.73

c. Pandangan Abdul Mallik

Pandangan Abdul Malik dari kalangan ulama Malikiyah berpendapat

bahwa: “Tidak apa-apa jika seseorang dengan sendirian melawan tentara musuh

yang besar apabila ia memiliki kekuatan dan niat ikhlas kepada Allah. Apabila ia

tidak memiliki kekuatan maka itulah yang dikategorikan mencampakkan diri

kepada kehancuran.”74 Apabila ia menuntut mati shahid dan niatnya ikhlas, maka

ia boleh melakukannya karena tujunnya adalah mencari ridha Allah. Hal seperti

ini sebagaimana firman Allah swt.:

QS Al-Baqarah/2: 207
٢٠٧ ‫َوِم َن الَّناِس َم ْن َّيْش ِر ْي َنْفَس ُه اْبِتَغ ۤا َء َم ْر َض اِت ِهّٰللاۗ َو ُهّٰللا َر ُءْو ٌۢف ِباْلِع َباِد‬

Terjemahnya:

Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya untuk mencari
keridaan Allah. Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.75
‘Amaliyah al-Ishtishad (tindakan mencari keshahidan) berbeda sifatnya

dengan bom bunuh diri. Pertama, orang yang bunuh diri itu kebanyakan

membunuh dirinya untuk kepentingan pribadinya, sementara pelaku ‘amaliyah al-

Ishtishad mempersembahkan dirinya sebagai korban demi agama dan umatnya.

Kedua, bom bunuh diri hukumnya haram karena merrupakan salah satu bentuk

tindakan putus asa (al-ya’su) dan mencelakakan diri sendiri, baik dilakukan di

daerah damai (dar-salam) maupun di daerah perang (dar al-harb). Ketiga,

‘amaliyah al-istishad diperbolehkan karena merupakan bagian dari jihad bi al-

73
Imam Zarkasyi Mubhar, Bunuh Diri Dalam Al-Qur’an (Kajian Tahlili QS. Al-Nisa/4:
29-30), Jurnal al-Mubarak, Volume 4 No.1 2009, h. 50-51
74
Abu Anas Ali bin Husain Abu Lauz, Salah Kaprah dalam Memperjuangkan Islam,
(Jakarta: Pustaka Al-Sofwa, 2004), h. 112
75
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, , (Jakarrta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019) h. 32
48

nafsh yang dilakukan di daerah perang (dar al-harb) dengan tujuan untuk

menimbulkan rasa takut dan kerugian besar di pihak musuh Islam, termasuk

tindakan yang dapat mengakibatkan terbunuhnya diri sendiri.76

d. Pandangan Muhammad Mutawalli al-Sya”rawi”

Pandangan Muhammad Mutawalli al-Sya”rawi” dalam bukunya al-Hayat

wa al-Mawt sebagaimana dikutip oleh Ahmad al-Mursi Husain Jauhar, orang

yang membunuh dirinya sendiri divonis akan dikekalkan dalam neraka. Allah-lah

yang menciptakannya, dan ruh serta hidup manusia adalah milik Allah swt, jika

manusia bunuh diri, berarti dia menghancurkan atau merusak sesuatu yang bukan

miliknya. Orang yang membunuh satu jiwa dengan tidak sengaja diharuskan

membayar diyat (denda). Adapun orang yang membunuh orang lain dengan

sengaja, maka dia berhak mendapatkan balasan (siksa).

Berdasarkan hal tersebut, maka tindakan bunuh diri termsuk perkara keji

dan perbuatan menghancurkan. Orang yang melakukannya telah menyalahi fitrah

yang diciptakan Allah swt. kepadanya. Balasan berupa neraga bagi pelaku bunuh

diri dan kekekalan mereka di dalamnya serta keharaman mereka terharap surga

merupakan indikasi bahwasanya pelaku bunuh diri dianggap kafir. Karena,

kekekalan di dalam neraka dan keharaman terhadap surga merupakan balasan bagi

orang-orang kafir.77

76
Fatwa MUI tentang Terorisme, baca: Aguk Irawan MN dan Isfah Abidah Aziz, Di
Balik Fatwa Jihad Imam Samudra, 249, dan Yusug Suharto dkk, Muslim Marhamah. 137
77
Imam Zarkasyi Mubhar, Bunuh Diri Dalam Al-Qur’an (Kajian Tahlili QS. Al-Nisa/4:
29-30), Jurnal al-Mubarak, Volume 4 No.1 2009, h. 48
BAB IV

ANALISIS MAQASHID SYARIAH TENTANG BOM BUNUH DIRI

A. Konsep Maqashid Syariah

Ulama yang mematangkan konsep maqashid al-shariyah, al-Shatibi (w.

790 H), tidak mendefinisikan maqashid al-syariah ini secara gamblang. Demikian

yang tergambar dari kitabnya al-Muwafaqat, tetapi ia lebih menitik beratkan

kepada isi dari maqashid al-syariah itu sendiri. Demikian pula ulama-ulama

klasik lainnya. Pendefinisian maqashid al-syariah baru dilakukan oleh sebagian

ulama kontemporer. Namun setidaknya kajian utama dari maqashid al-syariah

atau materi-materi yang menjadi inti dari semuanya sudah tergambar dalam

beberapa ungkapan dan pembahasan para ulama tersebut.

‘Alal al-Fas (w. 1973 M) mendefinisikan maqashid al-syariah sebagai

sebuah al-ghyah (tujuan akhir) dan (al-asrar) rahasia-rahasia yang diinginkan

oleh Syari pada setiap hukum yang ditetapkan-Nya. Adapun Manshur al-Khalifiy

mendefinisikan maqashid al-syariah sebagai al-ma’ani (makna-makna) dan al-


hikmah (hikmah-hikmah) yang dikehendaki oleh Syari’ dalam setiap penetapan

hukum untuk merealisasikan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat.78

Islam adalah agama yang universal yang biasa juga disebut agama

rahamatan lil al-amin (rahmat bagi seluruh alam). Hukum-hukumnya dapat

diterapkan dalam semua masa, untuk semua bangsa karena di dalamnya terdapat

cakupan yang luas dan elestisitas untuk segala zaman dan tempat. 79Selain

membahas tentang persoalan akhirat, agama Islam juga membicarakan persoalan

78
Busyro, Bom Bunuh Diri Dalam Fatwa Kontemporer Yusuf al-Qardawi dan
Relevansinya Dengan Maqasid al-Syaariah, (Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan), Vol. 16,
No. 1 (2016), h. 89
79
Abd. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indosensia
(Cet. I; Jakarta: Kencana Prenada Media Grouf, 2010), h. 57

49
50

dunia dari berbagai aspeknya, seperti aspek kehidupan pendidikan, ekonomi,

politik, hukum dan pertahanan. Masalah-masalah tersebut dibahas berdasarkan al-

Qur’an, hadist dan pedapat para ulama. Salah satu diantaranya yang dibahas

adalah yang terkait bagaimana menjaga dan memelihara kelangsungan hidup

manusia untuk mencapai kemaslahatannya sesuai dengan tuntunan dan tujuna

syariat (maqashid syariah) diturunkan oleh Allah swt.

Dalam hukum Islam, pembahasan tentang Maqashid merupakan hal yang

penting, baik yang berkaitan dengan dasar hukum Islam (al-Qur’an dan hadis),

penerapannya maupun filsafat dan tujuan hukum Islam. Hal tersebut disebabkan

untuk memberikan informasi kepada manusia bahwa hukum-hukum yang

disyariatkan dalam al-Qur’an, tidaklah diciptakan dan dibebankan kepada manusia

dengan berat dan tidak mengandung maslahat,

QS Al-Baqarah/2: 286
‫اَل ُيَك ِّلُف ُهّٰللا َنْفًسا ِااَّل ُو ْس َعَهاۗ َلَها َم ا َك َسَبْت َو َع َلْيَها َم ا اْك َتَسَبْت ۗ َر َّبَنا اَل ُتَؤاِخ ْذ َنٓا ِاْن َّنِس ْيَنٓا َاْو َاْخ َطْأَن اۚ َر َّبَن ا َو اَل‬
‫َتْح ِم ْل َع َلْيَنٓا ِاْص ًرا َك َم ا َح َم ْلَتٗه َع َلى اَّلِذ ْيَن ِم ْن َقْبِلَناۚ َر َّبَنا َو اَل ُتَحِّم ْلَنا َم ا اَل َطاَق َة َلَن ا ِب ٖۚه َو اْع ُف َع َّن ۗا َو اْغ ِف ْر َلَن ۗا‬
٢٨٦ ࣖ ‫َو اْر َحْم َناۗ َاْنَت َم ْو ٰل ىَنا َفاْنُصْر َنا َع َلى اْلَقْو ِم اْلٰك ِفِرْيَن‬

Terjemahnya

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan


kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang
dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya.
(Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika
kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau
bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya.
Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah
pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.”80

Maqashid al-Syariah dimaknai sebagai tujuan atau tujuan Allah swt. dan

Rasul-Nya dalam membuat syariat atau hukum Islam. Artinya hal yang

disyariatkan dalam bentuk perintah dan larangan mempunyai tujuan. Sebahagian

80
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, , (Jakarrta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019) , h. 49
51

ulama berpendapat bahwa tujuan syariat itu dapat dipahami dan diterima oleh akal

pikiran manusia, kecuali yang bersifat ta’abbudi dan sesuatu yang hikmahnya

tidak dima’qul (tidak dapat dipahami oleh akal). Sebahagian ulama yang lain

mengatakan bahwa semua hukum yang tertuang dalam syariat Islam mempunyai

tujuan, sekalipun yang bersifat ta’abbudi dan ma’qul.81

Maqashid al-Syariah adalah hukum-hukum yang ditetapkan Allah swt.

untuk kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat. Semua kewajiban yang

ditetapkan Allah swt. terhadap hamban-Nya adalah untuk merealisasikan

kemaslahatan manusia. Tidak ada satu pun hukum Allah swt. yang tidak

mempunyai tujuan. Hukum yang tidak mempunyai tujuan, sama dengan taklif ma

la yutaq (memebankan suatu yang tidak dapat dilaksanakan), dan hal ini tidak

mungkin terjadi pada hukum-hukum Allah swt.82

Tujuan syariat yang terdapat dalam al-Qur’an merupakan alasan logis

untuk merumuskan suatu hukum yang berorientasi kepada kemaslahatan. 83Sebagai

contoh: Allah swt. (al-Syari’), tetapi untuk kepentingan mukallaf atau manuasia,

yaitu mencegah manusia terjerumus kepada kerugian, sebaliknya membawa

manusia kepada keutamaan yang besar,

QS Al-Ankabut/29: 45
‫ُاْتُل َم ٓا ُاْو ِح َي ِاَلْيَك ِم َن اْلِكٰت ِب َو َاِقِم الَّص ٰل وَۗة ِاَّن الَّص ٰل وَة َتْنٰه ى َع ِن اْلَفْح َش ۤا ِء َو اْلُم ْنَك ِرۗ َو َلِذ ْك ُر ِهّٰللا َاْك َب ُرۗ َو ُهّٰللا َيْع َلُم َم ا‬
٤٥ ‫َتْص َنُعْو َن‬

Terjemahnya

Bacalah Kitab (Al-Qur'an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad)


dan laksanakanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan)
keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (salat) itu lebih besar

81
Yusuf al_qardawi, al-Madkhal fi Dirasah al-Syari’ah al-Islamiyah, Terj. Muhammad
Zaki & Yasir Tajid, Membumikan Syariat Islam (Cet. I; Jakarta: Dunia Ilmu, 1997), h. 55
82
Ali al-Sayis, Nasy’ah al-Fiqh al-Ijtihad wa Atwaruh (Kairoh Mesir: al-Majma’ al-
Buhus al-Islamiyah, 1970), h. 8
83
Satria Effendy M.Zein, Ushil Fiqh (Cet. I; Jakarta: Kencana,2005), h. 233.
52

(keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.84
Dalam maqashid syariah terbagi empat unsur. Berdasarkan keempat unsur

tersebut, melahirkan beberapa konsep yang selalu menjadi acuan dalam

merumuskan hukum Islam. Salah satu konsep tersebut adalah daruriyat yang

dijabarkan secara konkret ke dalam lima tujuan akhir syariat yang paling

mendukung. Tujuan akhir syariat tersebut adalah:

1. Memelihara agama ( hifsu al-din),

2. Memelihara jiwa ( hifsu al-nafs),

3. Memelihara keturunan ( hifs al-nasab),

4. Memelihara harta (hifs al-mal), dan

5. Memelihara akal (hifs al-‘aqlu)85

Lima hal di atas memiliki makna yang sangat dalam dan luas yang

berkaitan dengan kehidupan manusia. Memelihara agama adalah sebauh

keniscayaan yang menjadi kewajiban bagai setiap hamba. Memelihara jiwa

sebagai unsur terpenting dalam diri manusia adalah sangat medasar untuk dijaga.

Memelihara keturunan merupakan amanah Allah swt. untuk dijaga demi

kelangsungan manusia dari generasi ke generasi. Memelihara harta juga sangat

perlu agar manusia tidak boros, tetapi menggunakan hartanya sesuai kemaslahatan

dirinya atau orang lain. Memelihara akal dari sesuatu yang dapat mengganggu

akal. Kesehatan akal, adalah panggal dari kesehatan semua tindakan dan perilaku

manusia. Menjaga dan memelihara semua hal yang terdapat dalam maqasidu

syariah tersebut dibutuhkan ikhtiar lewat berbagai media interaksi antara manusia.

Salah satu media interaksi adalah dalam dunia bermasyarakat.86

84
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, , (Jakarrta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019) , h. 401
85
Abi Ishak al-Syatibi, Almuwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, h. 324-343.
86
Muh. Haras Rasyid, Konsep Pendidikan Islam dalam Maqasshid Al-Syariah (ash-
Shahabah, Dpk. Fakultas Agama Islam Universitas Islam Alauddin Makassar),volume 1, No 2,
53

B. Bom Bunuh Diri Yang Terjadi Di Palestina

Konflik bersenjata antara Israel dan Palestina telah berlangsung sejak

adanya dukungan Deklerasi Balfour dan Resolusi No. 181 tahun 1947 dari

Inggris dan PBB atas pendirian negara Israel terhadap Palestina. Salah satu

serangan bernama operasi Cast Lead oleh Israel terhadap Palestina selama 27

Dessember 2008 hingga 19 Januari 2009 yang menewaskan banyak korban sipil

merupakan pelanggaran Israel atas asas proporsionalitas dalam hukum humaniter

Internasional. Asas tersebut mengatur bahwasannya sebelum keputusan

melakukan penyerangan diambil, sebaiknya diadakan pertimbangan atas dampak

militer yang mungkin dialami oleh masyaarakat sipil.

Islam menganjurkan dan memberikan justifikasi kepada Muslim untuk

berjuang, berperanag (harb) dan menggunakan kekerasan (qital) terhadap para

penindas, musuh-musuh Islam dan pihak luar yang menunjukkan sikap

bermusuhan dan tidak mau hidup berdamai dengan Islam dan kaum Muslimin.

Bunuh diri telah dilegitimasi sebagai tindakan yang benar oleh masyarakat

Palestina sebagai negara Islam. Masyarakat Palestina mengimani bahwa Allah

akan memberi ganjaran surga kepada orang-orang yang mati syahid. Asumsi

mengenai religiositas di sini membuat bom bunuh diri dianggap hal yang mulai

bahkakn menjadi cita-cita.

Palestina menggunakan bom bunuh diri untuk menentang pendudukan

Israel. Hal tersebut didukung oleh sekelompok pejuang Palestina, organisasi

keagamaan seperti Haamas dan Jihad Islam sebagai yang mempopulerkan istilah

martir kepada masyarakat Palestina dengan pengaruh bahwa mati di jalan Allah

merupakan salah satu cara mengantongi tiket ke surga menuju keabadian.87

januari 2015, h. 4-6


87
Nadya Afdholy, Dekonstruksi Makna Jihad Dalam Novel Laskar Mawar Karya
Barbara Victor, juranal bahasa, sastra dan pengajaran, Vol 7, No. 1 Februari 2019, h. 42.
54

Dalam fatwanya Yusuf al-Qardawi menegaskan bahwa sesungguhnya

tindakan (bom bunuh diri) itu dipandang sebagai salah satu cara berjihad di jalan

Allah yang paling agung, yaitu dengan melakukan teror terhadap musuh.

Berdasarkan pernyataan ini dapat dipahami bahwa tindakan bom bunuh diri yang

dilakukan oleh para pemuda Palestina dalam menghadapi tentara Israel

merupakan salah satu bentuk jihad, bahkan jihad semacam itu dipandang oleh

Yusuf al-Qardhawi sebagai cara yang paling mulia dan dikategorikan kepada

tindakan mencari syahid (‘amaliyah al-istisyhad). Bahkan faktor agama ini

merupakan motivasi terkuat bagi Muslim Palestina untuk melakukan bom bunuh

diri. Dengan cara itu akan dapat menggentarkan musuh dan membuat mereka

takut berhadapan dengan umat Islam. Oleh karena itu tindakan ‘amaliyah al-

istisyhad (mencari syahid) ini tidak tepat disebut sebagai al-intihar (bunuh diri).88

Beberapa beranggapan bahwa tindakan bunuh diri di tengah konflik yang

terjadi antara negara Palestina dan Israel adalah tindakan logis. Kelompok pejuang

Palestina melegitimasi tindakan bom bunuh diri sebagai ekspresi untuk melawan

pendudukan Israel. Prinsip di balik tindakan bom bunuh diri ini berkaitan erat

dengan semnagat nasionalis. Bom bunuh diri dijadikan senjata pilihan bagi

kelompok-kelompok pejuang Palestina dalam membela negaranya untuk melawan

pendudukan Israel. Meskipun teknologi sudah berkembang, tersedia bahan

peledak yang bisa diledakkan dari jauh dan dapat menyebabkan kerusakan lebih

cepat tanpa harus mengorbankan nyawa, namun ada saja yang secara sukarela

menjadi pelaku bom bunuh diri.

Dengan demikian, fenomena pengeboman yang terjadi di tengah konflik

Palestina dan Israel diklaim sebagai tugas mulia bagi seorang hamba Allah, hal
88

Busyro, Bom Bunuh Diri Dalam Fatwa Kontemporer Yusuf al-Qardawi dan
Relevansinya Dengan Maqasid al-Syaariah, (Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan), Vol. 16,
No. 1 (2016), h. 91
55

tersebut merupakan jihad dalam bentuk baru. Dengan mendekonsturksikan makna

jihad, maka dapat diketahui makna jihad yang selama ini tertunda. Jihad dalam

bentuk bom bunuh diri yang belum pernah dilegalkan, dapat dujadikan

pertimbangan sebagai penyelesaian konflik yang terjadi.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Beberapa perbedaan pendapat ulama terhadap metodologi hukum penghalalan

bom bunuh diri atau Harokah istisyhadiyah. Cara berjuang tiap umat

seringkali mengalami perubahan serah dengan perubahan sarana-sarana

perang. Pada tahun-tahun terakhir, sering terdengar upaya beberapa kelompok

muslim yang melakukan bom bunuh diri atau dikenal sebagai suicided

bombing dan human bombing atau bom manusia. Istilah yang lebih tepat

untuk ini adalah bom jihad atau jihad bunuh diri dengan menggunakan bom.

Secara umum ada dua reaksi para ulama dalam menyikapinya, sebagian

melarang dan sebagian lagi memuji. Kedua kelompok tersebut sama-sama

menyertakan argumen-argumennya, baik naqly maupun aqly. Yusuf Qardawi

menyebutkan keabsahan praktek bom bunuh diri (istishadiyyah) yang

dilakukan di Palestina. Bahwa praktek istisyahdiyyah yang dilakukan

kelompok-kelompok perlawanan Palestina untuk melawan penduduk Zionis,


tidak termasuk dalam hal yang dilarang dengan alasan apa pun, walaupun

yang menjadi korban adalah penduduk sipil. Pandangan Abdul Malik dari

kalangan ulama Malikiyah berpendapat bahwa tidak apa-apa jika seseorang

dengan sendirian melawan tentara musuh yang besar apabila ia memiliki

kekuatan dan niat ikhlas kepada Allah. Apabila ia tidak memiliki kekuatan

maka itulah yang dikategorikan mencampakkan diri kepada kehancuran.

Pandangan Muhammad Mutawalli al-Sya”rawi” dalam bukunya al-Hayat wa

al-Mawt sebagaimana dikutip oleh Ahmad al-Mursi Husain Jauhar, orang

yang membunuh dirinya sendiri divonis akan dikekalkan dalam neraka. Allah-

lah yang menciptakannya, dan ruh serta hidup manusia adalah milik Allah swt,

56
57

jika manusia bunuh diri, berarti dia menghancurkan atau merusak sesuatu

yang bukan miliknya.

2. Islam menganjurkan dan memberikan justifikasi kepada Muslim untuk

berjuang, berperang (harb) dan menggunakan kekerasan (qital) terhadap para

penindas, musuh-musuh Islam dan pihak luar yang menunjukkan sikap

bermusuhan dan tidak mau hidup berdamai dengan Islam dan kaum Muslimin.

Bunuh diri telah dilegitimasi sebagai tindakan yang benar oleh masyarakat

Palestina sebagai negara Islam. Masyarakat Palestina mengimani bahwa Allah

akan memberi ganjaran surga kepada orang-orang yang mati syahid. Asumsi

mengenai religiositas di sini membuat bom bunuh diri dianggap hal yang

mulai bahkakn menjadi cita-cita. Bunuh diri telah dilegitimasi sebagai

tindakan yang benar oleh masyarakat Palestina sebagai negara Islam.

Masyarakat Palestina mengimani bahwa Allah akan memberi ganjaran surga

kepada orang-orang yang mati syahid. Asumsi mengenai religiositas di sini

membuat bom bunuh diri dianggap hal yang mulai bahkakn menjadi cita-cita.

Palestina menggunakan bom bunuh diri untuk menentang pendudukan Israel.

Hal tersebut didukung oleh sekelompok pejuang Palestina, organisasi

keagamaan seperti Haamas dan Jihad Islam sebagai yang mempopulerkan

istilah martir kepada masyarakat Palestina dengan pengaruh bahwa mati di

jalan Allah merupakan salah satu cara mengantongi tiket ke surga menuju

keabadian.

B. Implikasi Penelitian

Dari penguraian kesimpulan diatas, maka penulis selanjutnya akan

memberikan implikasi terkait penelitian yang telah diteliti, diantaranya:

1. Pelaksanaan kegiatan bombunuh diri menggugurkan salah satu bagain

dari maqashid al-syariah yaitu dharuriyat karena menyebabkan


58

gugurnya dalam menjaga agama, jiwa, keturunan harta dan menjaga

akal.

2. Diharapkan agar penelitian ini kedepannya dapat dijadikan sebagai

bahan rujukan untuk penelitian sebelumnya yang mungkin akan

meneliti seputar fatwa bom bunuh diri.

Setelah selesainya peneliti mengkaji dan mendeskripsikan hasil penelitian

yang berkaitan dengan fatwa tentang bom bunuh diri dalam tinjauan maqashid

syariah, bagi peneliti semuanya tidaklah sempurna tidak pula luput dari kesalahan

dan kekurangan. Masukan dan saran dari pembaca semua sangat diharapkan demi

kesempurnaan hasil penelitian.


DAFTAR PUSTAKA

Zainil Ghulam, Implementasi Maqashid Syariah Dalam Koperasi Syariah,


Iqtishoduna Vol. 7, No. 1, April 2016, h. 96-98.
Ummul Maisarah Mohd Ariffin, Najihad Abd Wahid, Anas Mohd Yunus, Zurita
Mohd Yusoff & Mohd Rahim Ariffin, Perspektif Islam Terhadap
Rehabilitasi Bunuh Diri (Islamic Perspectives on Suicide Rehabilitiation),
International Jurnal of Advanced Research in Islamic Studies and
Education. hal. 3
Abdul Husain Muslim bin hajjaj, Shahih Muslim, (Riyadh: Ifkar Ad-Daulah,
1998), h. 831
M. Imdadun Rahmat, 2003, Islam Pribumi, menolak Arabisme, Mencari Islam
Indonesia, Jakarta: Jurnal Tashwirul Afkar PP Lakpesdam, Edisi No. 14,
hal. 14.
Akh. Fauzi Aseri, 2002, Euthanasia, Suatu Tinjauan dari Segi Kedokteran,
Hukum Pidana, dan Hukum Islam, dalam Problematika Hukum Islam
Kontemporer, Editor: Dr. H. Chuzaimah T. Yanggo dan HA. Hafiz
Anshary AZ., MA., Jakarta: Pustaka Firdaus dan LSIK, cet. 3, hal. 64.
Emilia Palupi Nurjannah, M. Fakhruddin, Deklarasi Balfour: Awal Mula Konflik
Israel Palestina, Jurnal Sejarah dan Pendidikan Sejarah, Vol. 1 No.1
Maret 2019, h.16
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarrta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019), h. 148
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019), h. 113
https://youtu.be/nALmyhDJegY
Imam Mustofa, Bom Bunuh Diri: Antara Jihad Dan Teror (Meluruskan
Pemahaman Hukum Bom Bunuh Diri) 15 A Kota Metro Lampung.
Yoyo Hambali, Hukum Bom Bunuh Diri Menurut Islam Radikal dan Islam
Moderat, Maslahah, Vol.1, No. 1, Juli 2010,h.26.
Herlina Nurani, dan Ahmad Ali Nurdin, Pandangan Keagamaan Pelaku Bom
Bunuh Diri Di Indonesia, Univesitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Bandung, Indonesia, Journal of Islamic Studies and Humanities Vol. 3,
No. 1 (2018) h. 79-102.
Wildan Kholidul Firdaus, Analisis Perilaku Bom Bunuh Diri Berdasarkan Teori
Agresi Dan Bunuh diri Sebagai Deteksi Dini Radikalisme, jurnal
pendidikan dan pengajaran, vol. 1, No. 2
Bosyro, Bom Bunuh Diri Dalam Fatwa Kontenporer Yusuf al-Qardawi Dan
Relevansinya Dengan Maqashid Al-Syari’ah, jurnal Wacana Hukum Islam
dan Kemanusiaan, vol. 16, No. 1 (2016
28Muljono Damopoli, Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah (Cet. 1; Makassar:
Uin Alauddin Pers, 2013), h. 15.

59
60

Muljono Damopolii, Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah (Cet-1, Makassar:


Alauddin Press, 2013), h. 1
Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif
Penelitian, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 135.
Amiruddin dan Zainal Abidin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Cet. Ix :
Jakarta: PT. Raja Prasinjo Prasaja, 2016), h. 118.
Yusuf al-Qardawi, Fatwa Antara Ketelitian dan Kecerobohan, hal.5
Wangsawidjaja Z, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2012), hal. 20
Muhammad Hisbullah dan Haidir, DIN, SYARIAH, FIKIH, FATWA,
QANIN/QONUT, DAN QADHA DALAM HUKUM ISLAM, jurnal ilmiah
metadata, ISSN, vol.3 No.1
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, , (Jakarrta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019) h. 29
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 34
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, , (Jakarrta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019) h. 106
HR Abu Daud dan Tirmidzi dari hadist Abu Darda. Lihat Sunan Abi Daud 3: 317,
“Bab al-Hatsts’ala Thalabil-‘Ilmi”, dan Sunan Tirmidzi 4: 153, “Bab fil
Fadhlil-Fiqhi ‘alal Ibadah” (penj).
Yusuf Qardawi, Fatwa Antara Ketelitian & Kecorobohan, hal. 5.

Irwan Budi Nugroho, Euthanasia dan Bunuh Diri Ditinjau Dari Hukum Islam
Dan Hukum yang Berlaku di Indonesia, Jurnal Studi Islam dan Sosial,
(SoloVolume 13 No. 2 2020)
Lihat Yahya ibn Musa al-Zahrani dalam http:/www.saaid.net/Doat/Yahia/50.htm;
juga
http://ar.wikipedia.org/wiki/%D8%
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, , (Jakarrta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019) h.83
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h.30
Al-Raghib al-Ishfahani, Mu’jam Mufradat al-Alfazh al-Qur`an, (Beirut: Dar al-
Fikr, [t.th]), h. 408
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, , (Jakarrta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019) h.151
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h.30
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, , (Jakarrta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019) h 281
Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Minoritas Al-Aqlliyat dan Evolusi Maqashid al-
Syariah dari konsep pendekatan, ( Yogyakarta:Lkis,2010), h. 178-179.
61

Abdullah Karim Zaian, al-Madkhal li Dirasah as-Syari’ah al-Islamiyyah (Beirut:


Muassasah ar-Risalah: 1976), h. 39
Ar-Raisuni, al-Fikr al-Maqashid gawaiduhu wa Fawaiduhu (Ribath: Mathbaah an
Najah al-Jadidah ad-Dar al-Baidha, 1999), h. 10
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh (Jakarta:Kencana, 2003), h. 2-3
Amir Muallin dan Yusdin, Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam, (Yokyakarta,
UIIPres, 1999), hal. 92.
Abu Hamid al Gazali, al-Mustafa Min Tlm al-Usul, Juz 1 (Beirut: Dar al-Kutuub
al-Ilmiyyah, 1983) hal. 286.
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, , (Jakarrta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019) h. 45
Rikha Rezky Irjayanti, Skripsi: mplementasi pasal 280 Undang-undang Nomor
22 Tahun 200 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam Budaya
hidup Masyarakat kebupaten Gowa Prespektif Mqashid a-syariah
( Makassar, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2017), h. 21.
Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Al-Syari’ah Mmenurut Al-syatibi
(Jakarta:Pustaka Firdaus), h. 5 dan 167.
Asapri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syari’ah Menurut Syatibi (Ed. 1, Cet. 1;
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 156
Abu Ishaq al-Statibi, al-Mufaqat fi Ushul al-Syari’ah, Jilid IV, (Beirut: Dar al-
Maarifah, t,th.), hal. 105-107
Wahbah al-Zuhayli, Ushul al-Fiqh al-Islami, (Damaskus: Dar al-Fikr.1998), juz II
h.1045.
M. Hasbi Ash Shiddieqiy, Filsafat Hukum Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra,
2001), hal. 31.
Ahmad Munir Suratmaputra, Filsafat Hukum Islam (Jakarta;Pustaka Firdaus,
2002).
Al-Muwafaqat (1: 38, II: 10, III: 10, IV: 27) urutannya adalah sebagai berikut:
addin (agama), an-nafs (jiwa), an-nasl (keturunan), almal (harta) dan al-aql
(akal). Sementara dalam al-Muwafaqat (III: 47) urutannya adalah ad-din,
annafs, an-nasl dan al-mal. Sedangkan dalam kitabnya al-I” tisham II: 179
dan al-Muwafaqat II: 299 urutannya adalah ad-din, an-nafs, an-nasl, dan
almal.
Muhammad Muflih, Perilaku Konsumen dalam Perspektif Ilmu Ekonomi Islam,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006) h.66
Muhammad Muflih, Perilaku Konsumen dalam Perspektif Ilmu ekonomi Islam,)
h. 66
Muhammad Aziz dan Sholikah, Metode Penetapan Maqashid al Syariah:Studi
Pemikiran Abu Ishaq al Syatibi, Ulul Albab, Volume 14, No. 2 Tahun
2013, hal. 169-173.
Abbdul Wahhab Khallaf, maqashid syariah adalah suatu alat bantu untuk
memahami redaksi Al-Qur’an dan Al-Hadist, meneyelesaikan dalil-dalil
yang bertentangan dan menetapkan hukum terhadap kasus yang tidak
tertampung dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist. Lihat, Taufik Abdullah
62

(ketua editor), Ensiklopedia Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT Ichtiar


Baru Van Hoeve, 2002), juz 3 h. 294
Abu Ishaq al-Syatibi, Al-Muwafat, (Bairut: Darul Ma”rifat, 1997), vol 2, h. 120-
121
Muhammad Thabir ibn ‘Asyur’, Maqashid al-Syari’ah., hal. 90
Ahmad Al-Mursi HJ, Maqhasid Syariah (cet. III; Jakarta: AMZAH; 2013), hal.
92
Ahmad Al-Mursi H.J, Maqashid Syariah, hal. 106
Amad Al-Mursi H.J, Maqashid Syariah (Cet III; Jakarta: AMZAH; 2013), hal.
143
Sidiq Nur Rohman, Jurnal: Tinjauan Maqashid Al-Syariah Terhadap Perceraian
Karena Perselisihan Yang dipicu Salah Satu Pihak Pengikut Aliran Sesat
(Studi Putusan Nomor 037/Pdt,G/2019/PA.Ska), Institute Agama Islam
Negeri ( Surakarta. 2020),h. 49-50.
Nawaf hail Takruri, Aksi Bunuh Diri atau Mati Syahid (al-Amaliyat
allstissyhidiyah fi al-Mizan al-Fiqh), (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2002),
h. 320.
Muhammad Tha’mah al-Qadah, Aksi Bom Syahid dalam Pandangan Hukum
Islam (al-Mughamarat bi an-Nafsi fi al-Qital wa Hukmuha fi al-Islam),
(Bandung: Pustaka Umat 2002), h.17
Sulaiman al-Husain, Mengapa Harus Bunuh Diri, (Jakarta: Qisthi Press, 2005),
h.7.

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, , (Jakarrta: Lajnah


Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019) h. 84

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya,) Jakarrta: Lajnah


Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019) , h. 283

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, , h. 561

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, , h. 404

Adyanata, Jihad Bom Bunuh Diri Menurut Hadist Nabi swt, Jurnal Ushuluddin
Vol. XX No. 2, Juli 2013, h. 199
Majelis Ulama Indonesia,. 2004. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 3 Tahun
2004 Tentang TERORISME, hal. 81-82
Muh. Yunan, Lc. M. HI. Cadar, Jenggot dan Rerorisme Serta Sudut Pandang
Ulama Klasik, Kontenporer dan Ulama Indonesia, Sangaji Jurnal , Institut
Agama Islam (IAI) Muhammadiyah Bima, Volume 2, Nomor 2, hal. 231-
232.
Imam Zarkasyi Mubhar, Bunuh Diri Dalam Al-Qur’an (Kajian Tahlili QS. Al-
Nisa/4: 29-30), Jurnal al-Mubarak, Volume 4 No.1 2009, h. 50-51
63

Abu Anas Ali bin Husain Abu Lauz, Salah Kaprah dalam Memperjuangkan Islam,
(Jakarta: Pustaka Al-Sofwa, 2004), h. 112
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, , (Jakarrta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019) h. 32
Fatwa MUI tentang Terorisme, baca: Aguk Irawan MN dan Isfah Abidah Aziz, Di
Balik Fatwa Jihad Imam Samudra, 249, dan Yusug Suharto dkk, Muslim
Marhamah. 137
Imam Zarkasyi Mubhar, Bunuh Diri Dalam Al-Qur’an (Kajian Tahlili QS. Al-
Nisa/4: 29-30), Jurnal al-Mubarak, Volume 4 No.1 2009, h. 48.
Busyro, Bom Bunuh Diri Dalam Fatwa Kontemporer Yusuf al-Qardawi dan
Relevansinya Dengan Maqasid al-Syaariah, (Wacana Hukum Islam dan
Kemanusiaan), Vol. 16, No. 1 (2016), hal. 89
Abd. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum
Indosensia (Cet. I; Jakarta: Kencana Prenada Media Grouf, 2010), h. 57
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, , (Jakarrta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019) , h. 49
Yusuf al_qardawi, al-Madkhal fi Dirasah al-Syari’ah al-Islamiyah, Terj.
Muhammad Zaki & Yasir Tajid, Membumikan Syariat Islam (Cet. I;
Jakarta: Dunia Ilmu, 1997), h. 55
Ali al-Sayis, Nasy’ah al-Fiqh al-Ijtihad wa Atwaruh (Kairoh Mesir: al-Majma’ al-
Buhus al-Islamiyah, 1970), h. 8
Satria Effendy M.Zein, Ushil Fiqh (Cet. I; Jakarta: Kencana,2005), h. 233.
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, , (Jakarrta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019) , h. 401
Abi Ishak al-Syatibi, Almuwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, h. 324-343.
Muh. Haras Rasyid, Konsep Pendidikan Islam dalam Maqasshid Al-Syariah (ash-
Shahabah, Dpk. Fakultas Agama Islam Universitas Islam Alauddin
Makassar),volume 1, No 2, januari 2015, h. 4-6
Nadya Afdholy, Dekonstruksi Makna Jihad Dalam Novel Laskar Mawar Karya
Barbara Victor, juranal bahasa, sastra dan pengajaran, Vol 7, No. 1
Februari 2019, hal. 42.
Busyro, Bom Bunuh Diri Dalam Fatwa Kontemporer Yusuf al-Qardawi dan
Relevansinya Dengan Maqasid al-Syaariah, (Wacana Hukum Islam dan
Kemanusiaan), Vol. 16, No. 1 (2016), hal. 91

Anda mungkin juga menyukai