Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
AHMAD FAUZI
NIM: 1112032100055
SidangMunaqasyah
Penguji I Penguji II
Pembimbing
iv
ABSTRAK
Ahmad Fauzi
Judul Skripsi : “Peran Pemangku Umat Hindu dalam Kehidupan
Bermasyarakat: Studi Kasus Pura Mertasari Rengas Tangerang Selatan.”
Kajian pokok studi ini adalah menggambarkan peran tokoh agama umat
Hindu yang disebut dengan nama Pemangku yang ada di Pura Mertasari yang
mempengaruhi umat Hindu untuk menjalankan kehidupan dengan masayarakt di
sekitar dengan menganalisa interaksi masyarakat umat Hindu dan Islam yang
sudah berjalan Puluhan tahun baik di bidang sosial, budaya dan keagamaan.
Selain itu penulis juga menganalisa faktor apa yang menyebabkan terciptanya
kehidupan masyarakat Hindu dengan Islam yang harmonis walaupun umat Hindu
di Rengas sangatlah minoritas. Untuk menjelaskan masalah diatas penulis
menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan melakukan pendekatan
sosiologis, antropologis dan pendekatan historis.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa Pemangku
sebagai tokoh agama umat Hindu pada pokoknya sebagai pemimpin
persembahyangan karena Pemangku adalah tokoh rohaniawan umat Hindu yang
membimbing umat Hindu dalam aspek spiritualitas, namun penulis menemukan
bahwa selain Pemangku sebagai tokoh rohaniawan bagi umat Hindu, Pemangku
juga berperan dalam kehidupan bermasyarakat bagi umat Hindu, mereka harus
hidup dengan masyarakat yang non-Hindu dan harus tetap bisa menjadi warga
masyarakat yang baik agar terciptanya kerukunan di masyarakat. Menurut
pengakuan para umat Hindu dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat yang
baik terdapat pengaruh dari Pemangku, baik dalam kehidupan sosial, budaya, dan
ekonomi. Pada acara pertemuan banjar, dan pembacaan Dharmawacana oleh
Pemangku salah satunya isinya adalah tuntunan menjalankan kehidupan
bermasyarakat, agar terciptanya kehidupan yang harmonis baik di dalam keluarga,
dengan sesama umat Hindu ataupun dengan para pemeluk agama lainnya,
khususnya di lingkungan Pura Mertasari.
v
KATA PENGANTAR
kepada Gusti Allah maha pengasih yang tak pernah pilih kasih dam Maha
penyayang yang sayangnya tak terbilang atas nikmat, hidayah, dan rahmat yang
Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan kita para pengikutnya, sehingga
Berkat kekuatan yang diberikan oleh Allah SWT skripsi ini bisa saya
selesaikan, usaha yang maksimal telat penulis lakukan untuk menyelesaikan tugas
penulis dapatkan dari berbagai pihak. Baik itu materil, maupun non materil, sebab
itu sepantasnya penulis mengucapkan terimaksih banyak kepada beliau semua atas
kasih dan saying yang tiada pernah berujung, doa yang setiap hari mereka
memberikan semangat ketika penulis putus asa, semoga gusti Allah selalu
vi
kelak. Aamiin. Dan Terimakasih juga untuk adikku tercinta Roisyah yang
ini.
2. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA,
Mahmudy M,Ag.
bapak Gede Sidarta selaku ketua Banjar Mertasari, dan seluruh umat
Hindu yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu, bapak
vii
Mardi selaku staf kelurahan Rengas, bapak Amin selaku MUI kelurahan
Rengas.
2012 yang telah berjuang bersama dan saling dukung dan mendoakan
penulis. Dan Sahabat-sahabat kosan dan seluruh sahabat penulis yang tak
9. Terimakasih juga kepada keluarga besar KKN jemari dan keluarga besar
dari Ranca Gede Kecamatan Kresek yang sudah menjadi keluarga kedua
Semoga semua pihak yang telah tersebut ataupun tidak yang telah
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, mendapat balasan dari Gusti Allah
viii
SWT. Akhirnya semoga apa yang penulis usahakan ini mendapat rahmat dan
Penulis
ix
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Bekalang Masalah .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................................... 6
D. Tinjauan Pustaka .............................................................................................. 8
E. Metode Penelitan............................................................................................... 11
F. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 15
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 70
B. Saran .................................................................................................................. 72
x
BAB I
PENDAHULUAN
konsep Global Responsibility yang diungkapkan oleh Hans Kung bahwa ada
bertahan tanpa adanya etika dunia (No Survival Without a Wordl Ethic); kedua,
tidak ada perdamaian dunia tanpa perdamaian keberagamaan (No Wordl Peace
Indonesia sebagai salah satu Negara dan bangsa yang dihuni oleh masyarakat
dianggap sakral (agama). Indonesia sebagai salah satu negara dari belahan dunia
yang berada di bagian timur bumi, memiliki keaneka ragaman kekayaan, baik
Selain dari pada itu Indonesia juga dikenal sebagai Negara kesatuan,
terdapat berbagai suku bangsa atau etnik relatif banyak yang berbeda di Indonesia.
Sebagai mana para ahli antropologi dan sosiologi mencatat sekitar 300 suku
1
Nurcholish Madjid, Passing Over Melintasi Batas Agama (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 1998), h. 185.
2
Hendro Puspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1983), h. 10-11.
1
2
Dari enam agama yang diakui secara resmi di Indonesia, Hindu adalah
salah satunya. Agama Hindu secara historis adalah agama yang paling tua di
dunia. Diinspirasikan oleh wahyu (“oleh nafas tuhan”), para rsi zaman dahulu
menyanyikan lagu yang suci di hutan dan di tepian sungai India, jauh ribuan tahun
sebelum Moses, Budha atau Kristus, lebih dari ribuan tahun lagu ini dinyanyikan
Hindu. 4
Agama Hindu yang ajaran dan pelaksanaan ibadahnya lebih banyak berupa
suatu upacara dikenal dengan berbagai nama. Dilihat dari tingkat penyuciannya
Dwijati dengan sebutan Pandita. Dan rohaniawan yang tergolong Ekajati dengan
sebutan Pemangku. 5
aktivitas warga di sekitarnya, tetapi mereka tetap hidup rukun dan damai. Di balik
semua kerukunan yang terjadi terdapat peran tokoh agama Hindu yang
3
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi (Jakarta: Universitas Indonesia, 1964), cet.
ke-2, h. 55.
4
Bangsi Pandit, Pemikiran Hindu (Surabaya: Paramita, 2005), h.3.
5
I Gst. MD Ngurah, Buku Penelitian Agama Hindu Untuk Perguruan Tinggi (Surabaya:
Paramita,1999), cet ke-I, h.162.
3
beban” atau “memikul tanggung jawab.” Dalam hal ini memikul beban atau
tanggung jawab sebagai pelayan atau perantara antara orang yang punya kerja
dengan Ida Sanghyang Widi Wasa dan atau Ida Bhatara Kawitan. 6 Pemangku juga
memiliki dua tingkatan ‘yaitu yang pertama Pemangku tapakan widhi, dan yang
susuai dengan salah satu filsafat Hindu Tri Hita Karana yang salah satunya sangat
menjunjung tinggi kehidupan dengan sesama manusia. 8 Karena hal itulah mereka
hidup rukun dan saling mengerti satu sama lain juga terjadi komunikasi yang baik
antara pemeluk agama Hindu dan pemeluk agama lain yang berada di sekitar Pura
Mertasari.
ketika hendak membangun sebuah rumah, maka akan dipilih kayu yang sangat
kuat, pertimbanghan ini bukan didasarkan atas faktor usia semata tetapi kayu yang
berusia tua dianggap memiliki les (inti) yang sangat kuat. Demikian pula bila
ingin membnagun masyarakat yang kokoh di atas tiang kebenaran maka sosok-
sosok yang dituakan dalam masyarakat itu harus memiliki les (inti nurani) yang
teguh. 9
lain selalu berkomunikasi dengan baik dan rukun, sesuai dengan peraturan
6
K. M. Suhardana, Pedoman Pinandita (Surabaya: Paramita, 2015), h. 6.
7
I Made Sujana dan I Nyoman Susila, Manggala Upacara (Denpasar: Widya Dharma,
2012), h. 72.
8
Wawancara pribadi dengan Bapak Wayan Pinda Asmara sebagai Pemangku Pura
Mertasari Rempoa pada tanggal 22 Oktober 2017.
9
Jero Mangku Suweka Oka Sugiarta dan Gede Agus Budi Adnyana, Agem-Agem
Pemangku: Dari Sadhana, Tahapan Pawintenan Hingga Mantra (Bali: Gandapura, 2013), h. 22.
4
umat beragama di Indonesia bisa dibilang sudah cukup banyak, mulai dari UUD
menciderai, dan menyakiti satu sama lain. 10 Hal ini berkaitan dengan adat dan
masyarakat yang rukun dan saling menghormati, adat budaya atau culture,
sejatinya adalah peradaban. Adat budaya yang sebenarnya adalah adat budaya
laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat dan
peran adalah bersifat adaptif. Artinya, peran tidak dilihat sebagai sesuatu yang
Pemangku adalah seorang yang memiliki kedudukan yang tinggi dalam agama
Hindu yang memiliki peran khusus untuk semua umat Hindu, terutama dalam
menjelaskan peran Pemangku dalam agama Hindu secara lebih luas, selain
10
H. Mubarok, Kompendium Regulasi Kerukunan Umat Beragama (Pusat Kerukunan
Umat Beragama Kementrian Agama Republik Indonesia ) h. 10.
11
I. Putu Sastra Wingarta, Bali-Ajeg: Ketahanan Nasional di Bali Konsepsi dan
Implementasinya Perspektif Paradigma Nasional (Jakarta: Grafika Indah, 2006), h. 174.
12
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta :
Balai Pustaka,1998), h, 667.
13
Juneman, Teori-Teori Transosientasional Dalam Psikologi Sosial. Di dalam jurnal
Humaniora Vol.2 No.2 Oktober 2011, h.1360.
5
kehidupan bermasyarakat.
Pemangku adalah seorang yang telah mencapai kesucian diri lahir batin
ritual dan spiritual, Pemangku bertugas untuk menuntun umat dalam menciptakan
ibadah umat Islam yang ada di daerah Rengas, terdata ada 23 mushola dan 6
tengah padatnya pemeluk agama Islam, dengan adanya satu bangunan yang
beridiri tegak sebagai tempat peibadatan umat Hindu. Bangunan itu sering disebut
dengan kata Pura. Pura Mertasari sebagai tempat peribadatan umat Hindu teletak
14
I Gst. MD Ngurah, Buku Penelitian Agama Hindu Untuk Perguruan Tinggi, h.162.
15
Buku data Monografi Kelurahan Rengas Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang
Selatan provinsi Banten tahun 2016, hal.3.
6
menganut agama Islam, lalu ada sebuah bangunan yang cukup besar sebagai
tempat ibadah umat Hindu yang jika tanpa hubungan yang baik antara umat Islam
dan umat Hindu, tidak menutup kemunkinan akan terjadi keributan di daerah
tersebut, namun dalam kenyataannya mereka dapat hidup dengan rukun, hal itu
terjadi lantaran peran yang diberikan oleh tokoh agama masing-masing yang
akhirnya umat saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Maka dari itu
hari mereka di dalam masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Umat Hindu
ternyata hidup nyaman dengan komunitas agama lain (Islam) karena peran dari
tentang peran dari Pemangku berjudul “ Peran Pemangku terhadap Umat Hindu
Mertasari).
B. Rumusan Masalah
Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam pembahasan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
dalam agama Hindu tentang peran Pemangku terhadap umat Hindu dalam
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
bermasyarakat.
c. Manfaat Akademis
untuk meraih gelar sarjana strata satu (S1) atau sarjana agama
D. Tinjauan Pustaka
beberapa penelitian sebelumnya. Adapun review studi terdahulu yang penulis kaji
adalah :
Pemangku Dalam Agama Hindu’, studi kasus pada Pura Raditya Dharma di
dalam skripsi ini membahas peran sentral pemangku dalam kehidupan keagamaan
umat Hindu adalah memimpin dan bertugas melayani umat Hindu dalam segala
Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada jenis Peran Pemangku, yaitu
sedangkan penulis akan membahas peran Pemangku lebih banyak lagi terutama
Ushuluddin Universitas Islam Negeri Jakarta (2014), skripsi ini membahas sebuah
usaha terus menerus untuk menciptakan Negara yang damai dan sejahtera dengan
melibatkan seluruh elemen, baik perorangan, kelompok aktivis, dan lembaga yang
konsisten dalam mewujudkan hal itu. Di antara lembaga yang mewujudkan hal
itu, adalah lembaga DIAN-Interfidei. Lembaga ini adalah forum yang mencakup
dan mendorong semua latar belakang agama serta tidak mewakili agama manapun
kehidupan masyarakat Indonesia, baik secara konseptual dan praktis yang timbul
dari wacana pluralisme. Hal ini juga memberikan ruang dalam bertukar
inisiatif. Dan bekerja untuk umat manusia atas dasar perdamaian, keadilan, dan
dapat memperkaya dalam memberikan alternatif masalah yang akan datang atau
Perempuan Dalam Upacara Catur Muka di Pura Amrta Jati Cinere Jakarta
Selata’, Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Jakarta (2015), skripsi ini
menulis perempuan dalam agama Hindu memiliki kesempatan yang sama dengan
perempuan Hindu pada upacara Catur Muka di Pura Amarta Jati Cinere.
Nur Fariza, dalam skripsi yang berjudul ‘Peran Parisadha Budha Dharma
Ushuluddin Universitas Islam Negeri Jakarta (2017), skripsi ini membahas peran
tidak hanya menyangkut aspek keimanan, dan ritual yang diatur secara khusus,
bakti sosial, dan aspek kemanusiaan seperti membantu dan membahagiakan orang
umat beragama, penulis membahas yang melakukan peran untuk kerukunan umat
tentang pandangan atau tanggapan yang diberikan oleh para pemeluk agama
Budha terhadap peran dan fungsi seorang Bhikkhu dalam hal pendidikan,
Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada objek yang ada, yaitu skripsi
ini membahas tentang tokoh agama Budha, sedangkan penulis membahas tentang
tokoh agama Hindu, persamaan dengan penelitian ini cukup banyak yaitu sama-
sama tokoh agama dan sama-sama membahas tentang fungsi dan peran tokoh
diteliti.
data, sehingga meski terdapat beberapa kesamaan dari apa-apa yang dibahas oleh
penulis lain sebelumnya, tentunya masih ada beberapa hal yang belum dibahas
secara mendalam, sehingga bagi penulis hal ini perlu untuk dilanjutkan dalam
bahwasanya skripsi ini lebih menjelaskan tentang peran seorang Pemangku dalam
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
seperti yang dikemukakan oleh Bog dan Taylor yang berpendapat bahwa metode
12
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari perilaku seseorang yang diamati. 16
2. Jenis Data
a. Data primer yaitu data yang dikumpulkan dan diolah sendiri atau
orang lain yang sudah dioleh menjadi data. Dalam penelitian ini yang
menjadi data sekunder adalah artikel, jurnal, serta situs di internet yang
diantaranya yaitu:
a. Studi Kepustakaan
gunakan meliputi, buku, dokumen, arsip, koran, majalah, jurnal ilmiah dan
16
Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1990 ), h. 3.
17
Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian (Jakarta: STIA Lembaga
Administrasi Negara, 1999), h. 65.
18
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2010), h. 225.
13
b. Teknik Wawancara
dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam
lainnya.
c. Teknik Observasi
4. Pendekatan Penelitian
berikut:
a. Pendekatan Sosiologis
19
Sugiono, Penelian Kualitatif (Jakarta: Prenada Media Group 2009), cet.3, h. 109.
20
Anas Sudijono, Diklat Metodologi Research dan Bimbingan Skrispi (Yogyakarta: U.D
Ramah,1981), h. 18.
21
Adeng Muchtar Ghazali, Ilmu Perbandingan Agama: Pengantar Awal Metodologi
Studi Agama-Agama (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 49-50.
14
tepat, metode yang penulis gunakan adalah metode deskriptif analisis, deskriptif
yaitu bersifat menggambarkan atau menguraikan suatu hal menurut apa adanya. 23
Dan analisis yaitu penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan
sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. 24 Jadi metode ini yaitu
(permasalahan) yang dikaji dan didalami di penelitian ini. Terakhir, hasil kajian
6. Panduan Penulisan
dalam buku, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi),
22
Peter Connol, Aneka Pendektan Studi Agama. Penerjemah Imam Khoiri (Yogyakarta:
LKiS,2002), h. 274.
23
Darwin Winata, Kamus Saku Ilmiah Populer (T.tp.: Gamapress, t.t), h. 115.
24
Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2012), h. 58.
15
yang diterbitkan CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN
F. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan. Dalam bab ini berisikan sub-sub judul sebagai berikut:
Rengas. Mencakup tentang Pengertian Pura, Fungsi Pura, juga Sejarah Singkat
Rengas
Bab V Adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan yang akan menjawab
latar belakang masalah dan saran-saran dari penulis untuk pejabat dan semua
A. Definisi Peran
yang jadi bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama (dalam terjadi
sesuatu hal atau peristiwa). 1 Adapun peranan, jika merujuk kepada Kamus Besar
Bahasa Indonesia memiliki makna sesuatu yang menjadi bagian atau yang
memegang pimpinan yang utama. Definisi peran dalam ilmu sosial lebih
menekankan kapada elemin tertentu yang melekat kapada individu dan memiliki
implikasi untuk dijalankan agar dapat menjadi bagian dari masyarakat secara
keseluruhan. Peran tersebut bisa berupa dokter yang harus bisa menyembuhkan
pasien yang sakit, atau juga guru yang harus bisa memberikan wawasan ilmu
pembahasan selanjutnya akan disebut dengan bersifat lintas istilah, baik itu peran
maupun peranan.
1
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976),
h.735.
2
Sosiolog George Herbert Mead mengidentifikasi dua fase diri yang terkait dengan
pembentukan peran, yang ia namakan “I” dan “Me”. Mead menyatakan bahwa diri pada dasarnya
adalah proses sosial yang berlangsung dalam dua fase yang dapat di bedakan. “I” adalah aspek
kreatif dari seorang individu adapun “Me” lebih bertendensi kepada objektivikasi individu di
dalam kelompok sosial. Dengan kata lain “I” lebih bersifat sebagai subjek, sedangkan “Me” lebih
bersifat sebagai objek; dan dua apek tersebut selalu ada dalam seorang individu. Lebih jelasnya
lihat tulisan tetang Mead dalam Goerge Ritzer dazn Duglas J. Goodman Teori Sosiologi Modern
(Jakarta: Prenada Media, 2004), Cet. Ke-I, h.285, dan Peter Worsley (ed.) Modern Sosiology;
introductory readings, (New York: Penguin Books, 1978), edisi ke-2, h.45-51.
17
18
yang sedang dimainkannya yang dibuat oleh sutradara. Hanya saja perbedaan
seorang individu dengan aktor adalah jika aktor harus taat terhadap perintah
maka dia menjalankan suatu peranan. 4 Disamping status, hal kedua yang penting
dalam struktur sosial adalah peran. Peran diartikan pola perilaku normatif yang
diharapkan pada status tertentu. Dengan kata lain, sebuah status memiliki peran
atau suatu lembaga/organisasi. Peran yang harus diajalankan oleh suatu lembaga
atau organisasi biasanya diatur dalam suatu ketetapan yang merupakan fungsi dari
lembaga tersebut, peranan ada dua macam yaitu peranan yang diharapkan
(expected role) dan peranan yang dilakukan (actual role). Dalam melaksanakan
3
Thomas J. Sullivan dan Kentrick S. Thompson, Sosicology; Consepts, issues and
applications (New York: McMilan Publishing Company, 1986), h.51.
4
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Peranan (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002),
h.243.
5
M. Amin Nurdin dan Ahmad Abrori, Mengerti Sosiologi Pengantar Untuk Memahami
Konsep-Konsep Dasar (Jakarta:UIN Jakarta Press,2006), h.47.
6
Kustini, ed., Peranan Forum Kerukunan Umat Beragama Dalam Pelaksanaan Pasal
8,9, Dan 10 Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomer 9 Dan 8
19
demikian yang dapat disimpulkan dari pengertian di atas adalah peran merupakan
sesuai dengan norma, aturan dan status yang dimiliki. Tiap individu
mempunyai arti “perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang
merupakan reori yang sangat menonjol didalam teori tersebut, teori Peran (role)
yang merupakan aspek dinamis dari kedudukan, yaitu seorang yang melaksanakan
dan Fadly peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
oleh keadaaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil.
Tahun 2006 (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian
Agama RI,2010), h.7.
7
Hasan Alwi, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h.854
8
Soerjono Seokanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2014), h.2017.
20
masyarakat tersebut. 9
Desember 1968, yang dimaksud dengan Pemangku adalah mereka yang telah
ditapak dan amari aran. Kata Pemangku berasal dari kata “pangku” yang
“memikul tanggung jawab sebagai pelayan atau perantara antara orang yang
dimaknai sebagai tua secara fisik ataupun tua dalam sebutan saja. Tiap detik dari
‘usia tua’ seorang Pemangku adalah pengetahuan, tiap menitnya adalah kebajikan,
jamnya adalah cinta kasih, harinya adalah keseimbangan batin, minggunya adalah
keihlasan, dan tahun nya adalah kesadaran. Apabila dalam semua kualitas
kemuliaan seorang Pemangku telah menginjak usia yang sangat tua, barulah dia
dari umat yang memiliki budhi luhur, moral dan mental yang tinggi, seorang calon
9
Hasan Mustafa, Perspektif Dalam Psikologi Sosial, Di Dalam Jurnal Administrasi
Bisnis, volume 7, nomer 2. 2012.
10
K. M. Suhardana, Dasar-Darsar Kepemangkuan:Suatu Pengantar dan Bahan Kajian
Bagi Generasi Mendatang (Surabaya: Paramita, 2006), h. 6.
11
Jero Mangku Suweka Oka Sugiarta, Gede Agus Budi Adnyana, Agem-Agem Pemangku,
Dari Sadhana, Tahapan Pawintenan Hingga Mantra (Bali: Gandapura,2013), h.18.
21
Pemangku hendaknya memiliki jiwa pengabdi yang tulus dan ihlas serta selalu
pribadinya yang sesungguhnya kurang baik, sehingga dapat menjadi orang yang
terpandang di masyarakat. Kalau ternyata ada yang bertindak seperti itu, maka
yang harus ditanggung dikemudian hari tentu akan menjadi lebih besar lagi.
Disamping itu, menurut Drs. I ketut Wiana (Bali post, 29 Oktober 2013)
mereka yang dipilih atau di tunjuk untuk menjadi Pemangku semestinya tidak
7. Suka mabuk karena minuman keras seperti tuak, arak, bir, narkoba dan
lain-lain (suara)
Mereka yang mabuk dan arogan karena hal-hal termaksud diatas tidak
dapat dihindarkan, barulah orang itu dapat disebut sebagai orang yang telah
memenuhi syarat. Seseorang yang telah mencapai keadaan rokhani yang bebas
22
dari kemabukan itulah yang dapat dipilih dan ditetapkan sebagai Pemangku.
Orang yang rokhaninya telah telah bebas dari kemabukan itu dinamakan orang
yang mahardhika artinya orang yang bebas dari kemabukan, orang yang
pengendalian diri dengan baik. Dengan kata lain, jika seseorang belum dapat
Bahkan orang itu harus tau diri untk tidak mencalonkan diri sebagai Pemangku. 12
Selain dari pada itu terdapat juga syarat lain yang meliputi syarat fisik nya
yaitu tidak cacat, bisu, tuli. Ada juga syarat kesusilaan yang dikukuhkan oleh
1968 yaitu menetapkan adanya syarat berkelakuan baik serta tidak pernah
tersangkut perkara bagi setiap calon Pemangku. Ada juga syarat Mental Spiritual
“Mempunyai itikad kebajikan, sikap bersahabat dan ramah tamah, bebas dar rasa
egoisme dan keangkuhan, sama dalam suka dan duka, rela memaafkan, selalu
Indonesia, ilmu pengethuan agama, dan penunjang seperti bahasa jawa dan
psikologi agama. 13
12
K. M. Suhardana, Dasar-Darsar Kepemangkuan:Suatu Pengantar dan Bahan Kajian
Bagi Generasi Mendatang (Surabaya: Paramita, 2006), h. 10.
13
Tim Pokja Pinandita Sanggraha Nusantara, Pedoman Tentang Manggala Upacara
Yajna, h.13-15.
23
D. Definisi Kepemimpinan
Pemimpin adalah tokoh atau elit anggota sistem sosial yang dikenal oleh
langsung.
informal. Pemimpin formal adalah seseorang yang diberi amanat dan kepercayaan
oleh suatu organisasi formal untuk menjadi pemimpin dalah suatu organisasi yang
seseorang yang menjadi pemimpin tanpa diangkat secara formal dan tanpa di
diangkat atau dipilih oleh mereka yang berhak mengankat atau memilihnya.
organisasi formal dalam sisitem sosial, akan tetapi mempunyai pengaruh terhadap
para anggota sistem sosial. Para alim ulama, kiai, para pakar ilmu pengetahuan
14
Toman Soni Tambunan, Pemimpin Dan Kepemimpinan (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2015), h.32.
24
adalah Pemangku dalam agama Hindu adalah tergolong kedalam pemimpin non
pengetahuan dan keterampilan yang diakui oleh para anggota organisasi. 16 Seperti
hal nya seorang Pemangku umat Hindu sebagai pemimpin informal yang dipilih
dengan cara nya sendiri, karena tidak sembarangan orang dapat menjadi
E. Definisi Masyarakat
Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup, oleh karena manusia itu hidup
1. Mac Iver dan Page yang mengatakan bahwa masyarakat ialah suatu sistem
dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerjasama antara berbagai
15
Dr.Wirawan, Kepemimpinan:Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi, Aplikasi, Dan
Penelitian (Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada, 2014), h.9.
16
Dr.Wirawan, Kepemimpinan:Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi, Aplikasi, Dan
Penelitian (Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada, 2014), h.100.
25
manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama sehingga mereka
dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu
dasarnya isinya sama, yaitu masyarakat yang mencakup beberapa unsur sebagai
berikut:
1. Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak ada ukuran mutlak
ataupun angka pasti untuk menentukan berapa jumlah yang harus ada.
Akan tetapi, secara teoritis angka minimalnya adalah dua orang yang
hidup bersama.
Sebagai akibat dari hidup bersama itu. Timbullah sistem komunikasi dan
17
Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia (Bandung: Alfabeta, 2013), cet. ke-
2, h.18.
26
Syani, 1987), di jelaskan bahwa perkataan masyarakat berasal dari kata musyarak
artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling
(Indonesia).
(1951) adalah :
bersama (antar manusia) dan lingkungan alam. Jadi cirri dari community
ditekankan pada kehidupan bersama dengan bersandar pada lokalitas dan derajat
hubungan sosial atau sentiment. Community ini oleh Hassan Shadily (1893)
18
Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia (Bandung: Alfabeta, 2013), cet. ke-
2, h.19.
27
berdasarkan adat kebiasaan dan sentiment (factor primer), kemudian diikuti atau
diperkuat oleh lokalitas (factor sekunder). 19 Inilah yang sudah terjadi di Kelurahan
19
Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori, Dan Terapan (Jakarta: Sinar Grafika Offset), h.
30.
BAB III
A. Pengertian Pura
Dalam Kamus Bahasa Kawi istilah Pura diartikan sebagai Kubu, Benteng,
Istana, Kerajaan, Kota, atau Puri. 1 Pura berarti Candi kecil yang banyak terdapat
di daerah Bali. Ada banyak jenis Pura. Seperti Pura Desa, Pura Dalam, Pura
Subak, Pura Dewa-Dewa Hutan, Pura Gua, dan Pura Beji; memiliki pekarangan
yang kelilingi sebuah tembok dengan sebuah pintu gerbang dan terbagi atas dua
Pura adalah bangunan suci tempat peribadatan bagi umat Hindu, di tinjau
dari sejarah, perkembangannya serta status dan fungsinya secara garis besar Pura
Pura adalah tempat suci untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa dalam
segala Prabhawa-Nya dan atma Sidha Devata (roh suci leluhur) setelah istilah
pura sebagai tempat suci untuk pemujaan bagi umat Hindu, pura juga dapat
memiliki fungsi lain yaitu pura juga bisa dijadikan sebagai pasraman.
1
Wojowasito, kamus Kawi-Indonesia, h.213.
2
M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Lembaga Pengkajian kebudayaan
Nusantara,2002), cet ke-II, h.915.
3
Ketut sudandi, Sejarah Pembangunan Pura-Pura di Bali (Denpasar: CV Kayumas
1983), h.1.
28
29
Pura untuk tempat suci atau tempat pemujaan di pergunakan juga istilah
Dipandang dari sudut filosofinya, sebuah Pura tiada lain adalah replika
atau duplikat dari Sorgaloka atau Kahyangan, stana sesungguhnya ida sanghyang
Widhi Wasa. Maka dari itu Pura dinamakan juga Kahyangan. Sorgaloka atau
Kahyangan sebagai stana yang sebenarnya dari Ida Sanghyang Widhi tentulah
merupakan tempat yang sangat suci dan indah. Ini juga yang menyebabkan Pura
dinamakan sebagai tempat suci. Berdasarkan mithologi, sorgaloka yang suci dan
Widhi. Itulah sebabnya, maka sebuah Pura sebagai replika Sorgaloka dibangun di
Secara etimologi, kata ‘Pura’ berasal dari akhiran Bahasa Sansekerta (-pur,
-puri, -pura, -puram, -pore) yang artinya kota, kota berbenteng, kota dengan
menara atau istana. Dalam perkembangannya di Pulau Bali, istilah ‘Pura’ menjadi
khusus untuk tempat ibadah, sedangkan kata ‘puri’ menjadi tempat tinggal bagi
para raja dan bangsawan.‘Pura’ yang berarti keraton atau istana raja, kata ini
banyak dijumpai di Bali pada saat pemerintahan Dalem Kresna Kepakisan, seperti
4
Departemen agama, I Gst. MD Ngurah et al, buku pendidikan agama hindu untuk
perguruan tinggi (Surabaya: Paramita, 1999), cet ke-I, h.177.
5
K. M. Suhardana, Dasar-Darsar Kepemangkuan:Suatu Pengantar dan Bahan Kajian
Bagi Generasi Mendatang (Surabaya: Paramita, 2006), h.112.
30
Kuturan mempopulerkan Pura dengan Pura Kahyangan Tiga (Pura Desa, Puseh
dan Dalem) dan tempat memuja Sang Hyang Widhi yang disebut Meru. Pada
jaman Dang Hyang Dwi jendra, tempat memuja Sang Hyang Widhi disebut
Padmasana.
tempat yang sekelilingnya asri seperti laut, gunung, goa, hutan dan sebagainya.
Penyebutan nama tempat suci dalam Ajaran Hindu tidak secara gamblang. Tempat
suci atau pemujaan ini disebut devalaya, devasthana, deval atau deul yang berarti
Bentar yang berdiri tegak di Jaba Pura diibaratkan sebagai pangkal dari sebuah
gunung yang suci itu, sedangkan Pamedal Agung diibaratkan sebagai lereng
gunung yang penuh dengan binatang buas yang dilukiskan dengan “Boma”.
terletak di halaman dalam atau jeroan Pura. Bhatara Bhatari atau Dewa-Dewi
sesuai dengan tingkat manifestasi Nya. Demikian itulah gambaran filosofis Pura. 7
6
Ketut Subandi, Sejarah Pembangunan Pura-pura di Bali (Denpasar : CV Kayumas)
1983), h.10.
7
K. M. Suhardana, Dasar-Darsar Kepemangkuan:Suatu Pengantar dan Bahan Kajian
Bagi Generasi Mendatang (Surabaya: Paramita, 2006), h.113.
31
B. Fungsi Pura
pertolongan dan mohon ampun atas segala dosa lahir maupun batin.
pelipur duka lara dengan menunjukan isi hatinya kepada Ida Sanghyang
Whidi. Pura juga merupakan tempat bagi para pujangga untuk mohon
dengan disaksikan oleh Ida Sanghyang Whidi, untuk berjanji tetap setia
jauh dimana tidaka ada rumah famili. Dalam hal ini, bangunan di jaba
Dalam bahasa Sansekerta kata “Pura” atau “pur” berarti benteng atau kota.
Dikaitkan dengan tempat suci Umat Hindu, maka benteng atau Pura itu
dimaksudkan sebagai tempat untuk melindungi umat sedharma dari gangguan atau
32
pengaruh kelompok agama lain. Dalam Pura inilah keyakinan dan kepercayaan
Umat Hindu “dibentengi” dan dijauhkan dari pengaruh buruk pihak lain.
1. Sebagai tempat suci stana Ida Sanghyang Whidi dan Bhatara Bathari
menifetasi Nya.
manifestasi Nya.
bagi umatnya.
kewajiban lain dari Krama Dadia untuk kepentingan Pura dan lain-lain. 8
dan atau Atma Sidha Dewata (roh suci leluhur) dengan sarana upacara yadnya
8
K. M. Suhardana, Dasar-Darsar Kepemangkuan:Suatu Pengantar dan Bahan Kajian
Bagi Generasi Mendatang (Surabaya: Paramita, 2006), h. 114.
33
dari Tri Marga. Pura sebagai tempat suci Umat Hindu memiliki arti dan fungsi
suatu aktivitas.
kelompok yaitu: 10
1. Fungsi Religius
Hindu. Sebagaimana halnya dengan pura lain yang ada di Rempoa, Pura Mertasari
juga memiliki hari-hari tertentu yang disucikan yang disebut piodalan. Piodalan
di Pura Mertasari jatuh pada Budha Kliwon Wuku Sinta atau bertepatan dengan
9
Departemen Agama, I Gst. MD Ngurah et al, Buku Pendidikan Agama Hindu Untuk
Perguruan Tinggi (Surabaya: Paramita, 1999), cet-I, h. 177.
10
Departemen Agama, I Gst. MD Ngurah et al, Buku Pendidikan Agama Hindu Untuk
Perguruan Tinggi (Surabaya: Paramita, 1999), cet-I, h. 178.
34
2. Fungsi Sosial
Pura sebagai tempat sosial yaitu hubungan antara umat dan lingkungan
yang ada di sekitarnya (fungsi horisontal). Pura juga sebagai tempat melakukan
3. Fungsi Pendidikan
dharma wacana juga sebagai tempat belajar membuat upakara seperti membuat
4. Fungsi Budaya
dipentaskan di Pura Mertasari, yaitu seni suara, seni tari, seni tabuh.
5. Fungsi Politik
Antara satu warga dengan warga lainnya pasti saling memerlukan, terlepas
mereka juga memiliki kewajiban yang sama dalam menjaga dan melestarikan
pura.
6. Fungsi Ekonomi
Pungutan suka rela berupa sesari (punia) dari pemedek yang datang untuk
Pura, dalam tradisi Bali (termuat dalam beberapa lontar) menyatakan tanah yang
layak dipakai adalah tanah yang berbau harum, yang “gingsih” dan tidak berbau
seperti disebutkan pada kutipan dari Bhavisya purana dan Brhat Samhita, yang
Timur, Tangerang Selatan, Banten ini dirintis sejak tahun 1983 atas dasar Surat
Perintah dari kesatuan Batalyon ini bahwa Batalyon menginginkan komplek ini
menjadi komplek pancasila sehingga dalam kawasan ini terdapat Pura, gereja,
Wihara, Masjid. Dan memang jika di lihat, sekarang ini di areal wilayah komplek
Jika sore kita dapat melihat umat Hindu datang ke Pura terlebih pada hari
minggu di Pura Mertasari sangat ramai di penuhi para pemeluk umat Hindu yang
berkumpul untuk melakukan ibadah, untuk belajar agama Hindu dan berkumpul
dalam kegiatan lainya, masjid ramai dengan orang yang ingin menunaikan shalat,
warga sangat rukun, ini menjadi pemandangan yang positif bagi kerukunan
beragama, sangat luar biasa. maka atas dasar itulah Batalyon ini mengeluarkan
surat perintah pada tahun 1984 yang silam agar bisa berdiri Pura . Dan berdirilah
11
I Made Titib, Teologi dan Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu (Surabaya: Paramita,
2009), h. 91.
36
Pura Mertasari ini. Pada Bulan Agustus tepatnya pada tahun 1984 baru bisa
peletakkan batu pertama untuk pembangunan Pura, yang ketika itu umat Hindu
daerah ini yang datang dari daerah lain, maka ada keinginan pengurus untuk
Pura ini sudah mengalami 3 (tiga) kali renovasi. Alasan renovasi ini
muncul karena ketika itu di wilayah ini sudah terdapat lebih dari 40 KK. Dan
akhirnya pada tahun 1986 di lakukanlah renovasi karena umat hindu sudah banyak
yang pindah dari berbagai daerah seperti , Depok, dan daerah sekitar Ciputat.
Maka semakin banyaklah umat Hindu yang pindah ke daerah ini. Bahkan dalam
beberapa tahun yang lalu Pura Mertasari berencana membangun lebih besar lagi
membangun ke atas tetapi ada masalah perijinan yang pada akhirnya menghalangi
pembangunan Pura Mertasari. Pada awal berdiri Pura Mertasari hanya satu lantai,
sekarang kita dapat melihat Pura yang dua lantai, yang lantai atas digunakan
khusus untuk kegiatan pasraman (sekolah agama Hindu), munkin jika telat
mendapat ijin Pura ini sekarang menjadi tiga atau empat lantai ke atas. 12
Pada tahun 1982 mulai banyak penganut agama hindu yang berkumpul di
Jakarta, mereka berasal dari bali dan jawa pada umumnya, dan mereka
memutuskan untuk mendirikan sebuah pura sebagai sarana tempat beribadah umat
hindu, akhirnya membeli tanah dan mendirikan pura di lalu pada tanggal 13
12
Wawancara pribadi dengan bapak Warsad selaku sekretaris RT 06 pada tanggal 10
Maret 2019.
37
Pura) yang dipimpin Pedande Istri Wayan Sidemen, upacara Nganteg Linggih
pada Umumnya dilakukan oleh setiap pura pada tiga puluh tahun sekali, tetapi
upacara Nganteg Linggih dilakukan sebelium tiga puluh tahun dan akhirnya pada
tanggal 15 Juni 2014 dilaksanakan upacara Nganteg Linggih yang ke-2 yang di
pimpin oleh Ide Pedande Made Putra Sidemen sekaligus diresmikan kembali oleh
ibu Hj. Airin Rachmi Diany, SH, MH selaku Walikota Tangerang Selatan. 13
namun dalam prakteknya ditemukan adanya sebuah Pura yang mempunyai hanya
satu atau dua halaman saja. Pura yang mempunyai satu halaman saja, didasarkan
kepada konsep Ekabhuwana dimana alam atas dan alam bawah dianggap
menyatu. Sedang Pura yang memiliki dua halaman didasarkan konsep alam atas
untuk membagi tugas dan kewajiban demi merawat dan mengembangkan sebuah
Pura. Adapun di bawah ini gambar struktur kepengurusan Pura Mertasari. Dalam
pemeliharaan Pura baik secara fisik atau non fisik. Ada juga yang dinamakan
ketua Banjar yang artinya ketua Pura sebagai penanggung jawab semua kegiatan
yang ada di Pura. Ketua Banjar memiliki wakil yang bertugas untuk membantu
13
Wawancara pribadi dengan bapak made seroja selaku kepala pasraman pura mertasari
pada 5 Februari 2018.
14
K. M. Suhardana, Dasar-Darsar Kepemangkuan:Suatu Pengantar dan Bahan Kajian
Bagi Generasi Mendatang (Surabaya: Paramita, 2006), h. 116.
38
ketua Banjar dalam menjalankan tugasnya, lalu ada yayasan yang di dalam nya
memiliki sebuah sekolah khusus untuk umat Hindu yang hanya dibuka pada hari
minggu dan kepala sekolah khusus umat Hindu disebut dengan nama ketua
pasraman. Lalu ada juga koperasi yang dimiliki oleh pura mertasari sebagai
sekretaris yang bertugas mencatat kegiatan dan merapikan arsip kegiatan yang
sebagai berikut:
39
Dari struktur yang sama-sama kita lihat di atas menandakan bahwa betapa
Pura mertasari ini sangat terorganisir seperti hal nya organisasi yang lain, bahkan
dalam struktur tersebut ada bidang adat untuk memperthankan adat istiadat yang
sudah ada. Dari yang kita lihat pada struktur di atas bahwa Pura Mertasari sangat
lengkap, bahkan penulis pernah melihat sendiri ada penilaian pura dari pengawas
Hindu yang dari pusat untuk memastikan bahwa Pura selalu dalam keadaan baik
dan tersusun karena kerja organisasi orang-orang yang berada di Pura mertasari
tersebut.
1. Kelurahan Rengas
berbatasan dengan: Utara: Kecamatan Pondok Aren dan DKI Jakarta. Selatan:
Rempoa dan DKI Jakarta. Di Ciputat Timur hanya kelurahan Rengas yang
memiliki bangunan tempat ibadah umat Hindu, bangunan Pura ini dibangun
berdasarkan kesepakatan umat Hindu yang ternyata sudah cukup banyak tinggal
di daerah Rengas dan sekitarnya, bangunan Pura juga sudah memiliki izin yang
2. Jumlah Penduduk
rengas sebanyak 24.046 jiwa yang tgerdiri dari laki-laki 12.205 jiwa, perempuan
11.841 jiwa, yang tersebar dalam 11 RW dan 75 RT, dari sini dapat disimpulkan
bahwa jumlah penduduk kelurahan rengas laki-laki lebih banyak daripda jumlah
penduduk perempuan.
agama islam dengan rincian, 6 gedung masjid dan 23 gedung mushola. Sedangkan
tersebut. 15
oleh pemeluk agama Islam sebagai maayoritas, dan agama lain hanya sebagai
minoritas walaupun terdapat Pura sebagai bangunan tempat ibadah agama Hindu,
tetapi tetap saja Islam sebagai mayoritas, walaupun demikian mereka hidup damai
dan rukun tanpa pernah terjadi konflik agama. Bahkan sebaliknya setelah penulis
beerbagi tanpa memandang dari agama mana mereka berasal, saling membari dan
menerima kebaikan siapapun tnpa melihat dari golongan mana mereka lahir.
15
Buku Data Monografi Kelurahan Rengas Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang
Selatan Provinsi Banten tahun 2016.
BAB IV
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT
Bermasyarakat
diri. Karena bagi umat seorang pemangku memegang peranan yang sangat penting
dan bersifat penentu di dalam setiap keagamaan. Umat melihat bahwa pemangku
Karena itu perlu diberikan bimbingan dari segi kesucian dan bekal dari
sangat tergantung sekali kepada faktor mental orang tersebut. Dapat disimpulkan
bahwa pengetahuan saja tidaklah cukup namun ada yang lebih penting dari
semuanya itu, yaitu realisasi pengamalan hidup dalam masyarakat sikap kita
terhadap sesama, dan selalu ingat kepada Sang Yang Widhi dirasa merupakan
pegangan hidup kesucian untuk mencapai kebahagiaan baik lahir maupun batin.
42
43
Hindu yang di ajarkan oleh seorang Pemangku terhadap umatnya seperti karma,
terdapat tulisan “Di dalam alam ini tidak ada suatu tempat, tidak ada gunung,
melindungi dirinya dari balasan amalannya, baik yang baik ataupun yang buruk”.
yang memberi kesan pada orang lain baik yang baik ataupun yang jahat, haruslah
menerima balasan pahala atau siksa. Susunan alam ini adalah susunan ketuhanan
alam ini terdapat sejenis peraturan yang tidak membiarkan perbuatan manusia
baik perbuatan itu kecil atau besar, terjadi tanpa perhitungan. Sesudah dihitung
tiap-tiap orang akan menerima balasannya menurut perbuatannya dan balasan itu
Karma artinya amal perbuatan. Bila di dunia ini banyak ber dosa dan
banyak melanggar hukum –hukum karma maka ia akan lahir kembali sebagai
manusia yang rendah derajatnya. Bahkan mungkin sebagai binatang yang hina.
Sebaliknya bila mana hidupnya yang lampau berlaku baik sesuai dengan hukum-
hukum karma maka ia akan lahir kembali sebagai makhluk yang lebih tinggi
yang baik . Sehingga tiap kali ia lahir kembali sebagai manusia yang sempurna
1
Ahmad Shalaby, Agama-agama Besar di India (Jakarta: Bumi aksara: 1998), h. 40.
2
Ahmad Shalaby, Agama-agama Besar di India (Jakarta: Bumi aksara: 1998), h. 41.
44
dan tidak perlu kembali ke dunia lagi ia masuk dalam alam mokhsa sebab hidup di
ciptaan. Karma adalah hukum sebab akibat . “ ada hukum moral , rohani dan
hukum yang bersifat lahiriah. Bila kita menelantarkan aturan tentang kesehatan,
kita kan merusak kesehatan kita, tetapi bila kita menelantarkan aturan moral, kita
menghancurkan hidup kita yang lebih tinggi. Karena itu hukum karma tidaklah
berada diluar diri manusia. Hakimnya berada dari dalam diri kita sendiri.
Kita sendirilah yang menentukan kelahiran kita, hidup kita, dan nasib kita.
Buah karma (Karmapala) bukan merupakan berkah atau kutukan Tuhan, tetapi
semata-mata merupakan hasil dari perbuatan kita sendiri. Jalannya karma adalah
secara menyeluruh tanpa perasaan , adil, tiada kejam, maupun welas asih. 4
menjadi tabah dan tetap optimis menghadapi masa depan. Bagi umat Hindu
masa lalu. Ini di sebut prarabdha karma. Yaitu karma yang sedang di bayar atau
dinikmati akibatnya. Tidak ada cara untuk menghindar. Menyadari hal ini Dia
akan tetap tegar, tetap berusaha berbuat baik ditengah-tengah penderitaan, karena
3
Moh. Rifa’I, Perbandingan Agama (Jakarta: CV Jaya Murni, 1965), cet ke-II, h. 85.
4
Raka Santeri, Tuhan dan Berhala (Denpasar :Yayasan Dharma Narada, 2000), cet ke-I,
h. 65.
45
perbuatan baik yang kita lakukan sekarang adalah tabungan hidup masa depan
yang bahagia.
Pemeluk agama Islam dan Hindu yang beradab di Kelurahan Rengas hidup
berdampingan dan saling menghargai satu sama lain walaupun berbeda agama dan
harmonis antara umat Hindu dan Islam yaitu pada saat hari raya idul adha umat
kepada para umat Hindu juga, dan umat Hindu juga menerima pemberian dari
umat Islam. 5 Hal itu sebagai contoh kehidupan bermasyarakat dalam hal sosial
keagamaan yang tidak lepas dari ajaran Pemangku terhadap umat Hindu yaitu
baik kepada sesama manusia, karena jika menolak pemeberian umat Islam berarti
Para umat Hindu yanga ada di Pura Mertasari sering mengadakan bakti
sosial di Pura untuk membantu masyarakat yang berada di sekitar Pura dan tidak
sedikit para peneriam bantuan tersebut adalah dari kalangan umat Islam. 6 Hal ini
sangat membantu masyarakat yang berada di sekitar Pura karena yang di bagikan
yang Pemangku sampaikan kepada para umat Hindu berguna bagi kebudayan
sekitar masyarakat yaitu latihan menari anak-anak yang sering di adakan di Pura
pesertanya adalah anak-anak dari agama Islam dan Hindu, bahkan sampai ada
5
Wawancara pribadi dengan bapak Warsad sebagai pejabat Sekretaris RT pada tanggal 10
Maret 2019.
6
Wawancara pribadi dengan bapak Warsad sebagai pejabat Sekretaris RT pada tanggal 10
Maret 2019.
46
anak dari agama Islam yang mengikuti lomba ke London yang berawal dari
latihan di Pura. 7
yaitu pada aspek politik. Seorang Pemangku tidak akan memberikan tuntunan
tentang cara berpolitik dan bagaimana berpolitik menurut agama Hindu, bahkan
sehari-hari, seorang Pemangku untuk makan saja sudah sangat hati-hati artinya
untuk makan yang bernyawa saja Pemangku sudah tidak apalagi dalam berpolitik
Dharmawacana yang biasanya dibacakan oleh Pemangku atau umat yang lain
kepada umat Hindu pada saat setelah upacara persembahyangan yang di adakan
secara bersama sama pada hari hari besar agama Hindu. Berikut adalah jadwal
membacakan Dharmawacana :
7
Wawancara pribadi dengan bapak H. Miftahul Jannah sebagai ketua dewan kemakmuran
masjid nurul iman yang berada di dekat Pura pada tanggal 10 Maret 2019.
8
Wawancara pribadi dengan bapak Made Seroja sebagai Ketua Pasraman Pura Mertasari
pada tanggal 2 Desember 2018.
47
48
Dalam jadwal yang ada di atas itulah sebanyak Pemangku atau yang
dalamnya juga tentang bagaimana tata cara berkehidupan yang baik dalam
masyarakat dalam rumah tangga atau di tempat kerja, seperti salah satu contoh
yang baim agar dapat memenuhi kebutuhan hidup istri dan anak-anak tanpa
merugikan orang lain. 9 Selain dari pada itu ceramah tentang kehidupan dan
dengan manusia yang lain yang juga mempunyai kepentingan untuk memenuhi
dimunjulkan suatu nilai, norma, atau aturan bersama yang disebut dengan etika
bersama. Etika bersama inilah yang kemudian secara berkelanjutan dari generasi
budaya. 10 Secara harfiah, istilah culture berasal dari bahaya latin yaitu colere11,
budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sangsekerta yaitu buddhayah, yang
9
Wawancara pribadi dengan bapak Wayan Pinda Asmara sebagai Pemangku Pura
Mertasari pada tanggal 22 oktober 2017.
10
Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h.27.
11
Colere memiliki arti mengolah tahan, yaitu segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal
budi (pikiran) manusia dengan tujuan untuk mengolah tanah atau tempat tinggalnya atau dapat
pula diartikan sebagai usaha manusia untuk dapat melangsungkan dan mempertahankan hidupnya
di dalam lingkungan. Lihat pula Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya (Yogyakarta: Graha
Ilmu,2010), h.23.
49
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal
dan kehendak (karsa), dan karya. 13 Hasil keempat potensi budaya itulah yang
disebut dengan kebudayaan. Dengan kata lain budaya adalah hasil cipta, rasa,
umat Islam, tetapi diantara padatnya umat Islam yang ada di situ terdapat sebuah
bangunan yang menjadi tempat ibadah para mpemeluk agama Hindu, hal ini tidak
menutup kemunkinan adaya suatu konflik agama yang akan ditimbulkan oleh
keduanya, tetapi karena mereka sama sama beragama dengan cara yang baik,
umat Islam di tuntun oleh pemimpinnya para kyai dan ustadz dan Hindu juga di
pimpin oleh tokoh agamanya yaitu salah satunya Pemangku, berkat para tokoh
agama ini memunkinkan untuk mereka saling hidup rukun satu sama lain temasuk
masalah yang tak kunjung tak dapat terselesaikan. Sehingga umat tidak ragu
12
Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, h.24.
13
Cipta ialah kerinduan manusia untuk mengetahui segala hal yanga ada dalam
pengalamannya, yang meliputi pengalaman lahir dan batin. Hasil cipta berupa ilmu pengetahuan.
Karsa ialah kerinduan manusia untuk menginsyafi tentang hal “sankan paran”. Dari mana manusia
sebelum lahir disebut sangkan. Dan kemana manusia sesudah mati disebut paran. Hasilnya berupa
norma-norma keagamaan atau kepercayaan. Timbullah bermacam-macam agama, karena
kesimpulan manusiapun bermacam-macam. Rasa ialah keridnuan manusia akan keindahan,
sehingga menimbulkan dorongan untuk menikamati keindahan dan menolak keburukan atau
kejelekan. Buah perkembangan rasa ini terjelma bentuk berbagai norma keindahan yang kemudian
menghasilkan macam kesenian. Lihat di buku Djoko Widagho, Ilmu Budya Dasar (Jakarta: bumi
aksara, 1994), h.18.
50
mengambil sebuah keputusan yang berlandaskan ajaran agama sesuai dengan apa
yang di ajarkan kitab weda. Hal ini sama seperti Islam yang menjadikan ulama
sebagai tempoat untuk dialog agama atau konsultasi masalah agama dan masalah
Hindu dan umat Islam dengan cara menciptakan kerukunan umat beragama.
Adapun hal-hal yang dapat dilakukan untuk menciptakan kerukunan antar umat
beragama yaitu :
sebuah sistem (sosial). Di satu sisi, pandangan ini selain menunjuk pada suatu
satuan masyarakat yang besar, misalnya masyarakat desa, masyarakat kota atau
masyarakat Indonesia. Dan si sisi lain, juga bisa menujuk pada satuan masyarakat
yang kecil, misalnya keluarga, sekolah, organisasi, pabrik dan lain-lain. Menurut
Talcott Parsons kehidupan sosial itu harus dipandang sebagai sistem (sosial).
Artinya. Kehidupan tersebut harus dilihat sebagai suatu keseluruhan atau totalitas
dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berhubungan satu sama lain,
saling tergantung, dan berada pada suatu kesatuan. Kehidupan sosial seperti itulah
yang disebut sebagai sistem sosial. 14 Hal ini akan sangat mempengaruhi terhadap
pemeluk agama.
14
J. dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan (Jakarta:
kencana, 2006), h.124-125.
51
semua elit agama memerlukan kekompakan dan kebersamaan semua elemen umat
ada potensi dan benih-benih konflik yang mesti di waspadai oleh semua pihak.
Setelah terjadinya konflik antar umat beragama, disatu sisi memang bisa
antarumat beragama. Hal ini karena, tumbuhnya perasan pernah dilukai oleh
konflik yang lain. oleh karena itu, semua komunitas umat beragama dituntut perlu
mewaspadai berbagai insiden yang terjadi, agar tidak mudah terprovokasi. Dalam
konteks ini, peran elit agama dalam menjaga ketenangan batin komunitas umat
pastisipasi umat beragama pada level kalangan bawah, menjadi bahan renungan
bagi para elit agama, agar lebih banyak melibatkan mereka dalam dialog dan
kerjasama, yang selama ini bersifat elitis karena banyak dilakukan hanya pada
Ditambah lagi karena adanya kelompok atau aliran yang dinilai sesat atau
sempalan, pendirian tempat ibadah yang tidak dilakukan melalui prosedur yang
penyebab lain terjadinya konflik. Oleh karena itu, perlu dicari upaya-upaya untuk
meminimalisasi konflik, dengan cara dialog inter religious dan intra religious,
Oleh karena itu, dialog teologis semakin disadari sangat penting dilakukan
sebagai landasan bagi penciptaan kerukunan umat beragama. Seperti yang pernah
umat beragama yang dihadiri oleh lima tokoh agama yang ada di Indonesia yaitu
Islam, Hindu, Budha, kristen katolik, kristen protestan. Dialog teologis bertujuan
untuk membangun kesadaran bahwa diluar keyakinan dan keimanan yang dimiliki
seseorang atau sekelompok orang, ternyata masih banyak sekali keyakinan dan
orang lain. dalam dialog teologis, yang paling penting dilakukan antarumat
beragama adalah saling berbagi pengalaman keagamaan dan jauh dari ksan
15
Asep Syaefullah, Merukunkan Umat Beragama (Jakarta : Grafindo Khazanah Ilmu,
2007), h. 177.
53
Suatu dialog antar agama adalah sama dengan dialog keselamatan yang
keselamatan orang lain, maka sebetulnya papun cara yang diajarkan suatu agama
untuk mencapai keselamatan, yang berarti tujuan itu, keselamatan itu sendiri akan
lain.
anatar agama, memberikan juga batas-batas yang harus dijaga agara dialog itu
Republik Indonesia (NKRI) yang kokoh. Perbedaan adalah hal yang bersifat fitrah
sehingga harus diikat. Dalam persoalan kaidah, umat beragama harus meyakini
ajarannya yang paling benar, sedangkan dalam persoalan sosial mereka dituntut
Dengan demikian, maka akan dapat terjalin sebuah kerjasama yang teguh
dan kokoh, yang memuat tali-tali yang mengikat atas nama warga Negara
keagamaan yang kuat dan partikularistik hidup saling mengeklaim bahwa agama
semua agama adalah mengajarkan pola-pola hubungan yang positif antar sesama
manusia. 16
16
Umi Sumbulan Pluralisme Agama (Malang ; UIN-Maliki Press 2013), h. 228.
54
masing-masing umat beragama yang berbeda-beda itu, perlu mencari titik temu
dalam ajaran agama-agama yang ada, sehingga hasilnya dapat dijadikan sebagai
Model toleransi ini dipandang cukup penting untuk mewujudkan persatuan dan
dalam aspek-aspek teologis dan doktriner semua agama. Namun, demi persatuan
harmonis dan sehat. Untuk memenuhi tujuan ini, diperlukan rasa saling percaya
mengadakan kegiatan bhakti sosial di acara Ulang tahun Pura pada setiap
Mertasari tanpa memandang dari agama apapun semanya kebagian. Dan kami
selalu bersikap baik kepada siapapun tanpa memandang dari agama atau golongan
manapun. 17
17
Wawancara Pribadi dengan bapak Gede Sidarta selaku ketua Banjar Mertasari pada
tanggal 2 Desember 2018.
55
Konflik atas anama apapun dalam bentuk apapun sangat tidak dibenarkan dalam
Dialog interaktif dengan niat baik dan positif adalah cara yang paling
terjadi diantara umat beragama. Watak asli Indonesia adalah Islam yang toleran,
terbuka, moderat, dan hidup berdampingan secara damai dengan berbagai agama
dan keyakinan yang ada ditengah masyarakat, dalam suasana kebersmaan yang
harmonis.
Pluralitas diterima umat Islam pada umumnya, sebagai bagian dari hukum
alam yang menjadi kehendak Tuhan, sehingga membuat kehidupan ini menjadi
umat dengan isu-isu yang tidak bertanggung jawab, para tokoh agama diharuskan
dan keadilan adalah kebutuhan umat manusia di era sekarang. Oleh karena itu,
pendekatan yang benar, baik melalui jalur hukum maupun non hukum, semisal
kebersamaan, dengan tujuan agar kerukunan dapat tercipta tanpa gangguan dan
hambatan. Seperti yang terjadi di Rengas ini kerukunan antar umat dari dulu
hingga sekarang terjalin dengan baik, bahkan dulu pernah ada kegiatan antara
umat Islam dan umat Hindu jalan sehat bersama, pernah juga diadakan
18
Wawancara pribadi dengan bapak Amin sebagai Majlis Ulama Indonesia Kelurahan
Rengas pada tanggal 10 Maret 2019.
56
pergeseran ideologis sebagian umat Islam dari ideologi yang moderat kearah
dan skriptualis, disatu sisi juga patut dipahami sebagai sebuah potensi yang dapat
pluralisme. Maraknya para elite agama dalam ormas yang “keluar kandang” demi
mengejar aktivitas politik, banyaknya para elite agama yang menyibukkan diri
dengan urusan politik dengan masuk parpol dan ikut berpartisipasi dalam
momentum politik bisa menjadikan umat terabaikan dan tidak terawat. Kondisi
internal yang demikian ini, bisa menjadikan para aktivis Islam lepas dari mencari
masa depan ukhrawi yang menjanjikan. Konsekoensinya para elite agama juga
dituntut untuk mampu mennggalkan baju dan gelanggang politiknya, sehingga bis
Selain itu, agar selalu terciptanya kerukunan umat beragama maka harus
beberapa hal yang harus dilakukan seperti dialog kerja sama dengan agama lain,
masyarakat tersebut, meyakini agama sendiri dan menghargai agama orang lain,
antara umat beragama, tidak boleh menghina dan memusuhi agama lain,
mempererat kebersamaan. 19
menggunakan startegi:
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam suasana rukun, baik
intern maupun antar umat beragama. Dalam hal ini kesadaran umat
19
Umi Sumbulan Pluralisme Agama (Malang ; UIN-Maliki Press 201 3) ,h. 230-231.
58
budaya yang ada di dalam masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari orang tidak
adalah orang atau manusia yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan,
keduanya tak dapat dipisahkan dan selamanya merupakan dwitunggal. Tak ada
teroritis dan untuk kepentingan analitis, kedua persoalan tersebut dapat dibedakan
dan dipelajari secara terpisah. Namun, apakah yang disebut kebudayaan itu?
pengertian atau definisi yang tegas dan terinci yang mencakup segala sesuatu yang
istilah kebudayaan sering diartikan sama dengan kesenian, terutama seni suara dan
59
seni tari, tetapi apabila istilah kebudayaan diartikan senurut ilmu sosial maka
kesenian merupakan salah satu bagian dari kebudayaan. 20 Pada Pura Mertasari
terdapat sebuah praktek kebudayaan yaitu latihan menari untuk para anak-anak
yang di selengarakan setiap hari minggu pada sore hari, dan uniknya para peserta
tari ini tidak hanya dari anak-anak dari agama Hindu, tetapi juga dari anak-anak
yang beragama Islam, hal ini menunjukan kerukunan antar umat beragama yang
dengan pemuasan para pengikut. Prof. Drs. Onong Uchjayana mengatakan dalam
diikat dan terjadi dalam organisasi tertentu. Melainkan kepemimpinan bisa terjadi
20
Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia (Bandung: Alfabeta, 2013), cet. ke-
2, h. 28-29.
21
Onong Uchjayana, Humanrelation Dan Public Relation Dalam Manajemen (Bandung:
CV Mandar Maju 1989), cet ke-7, h.195.
60
membawa dan mempengaruhi orang lain yang menjadi pengikutnya kea rah
dan rasional) kepada setiap pemimpin dari tipe manapun, tetap diberlakukan
tauladan) ing madya mbangun karsa (di tengah memberikan semangat) tut
pikiran atau keinginan untuk bekerja, dalam rangka mencapai suatu tujuan yang
berada di massyarakat.
dengan waktu perencanaan yang biasanya tertulis dalam Anggaran Dasar dan
22
D. Hendro Puspito OC. Sosiologi Sistematik (Yogyakarta: PT Kanisius Anggota
IKAPI), cet ke-1, h.327.
61
membimbing umat untuk meningkatkan kesucian diri. Karena bagi umat seorang
pemangku memegang peranan yang sangat penting dan bersifat penentu di dalam
masalah kesucian itu. Para Pemangku merupakan ujung tombak dalam membina
umat Hindu. Karena itu perlu diberikan bimbingan dari segi kesucian dan bekal
dari segi kemampuan dalam melaksanakan tugas. Untuk mewujudkan hal tersebut
sangat tergantung sekali kepada faktor mental orang tersebut. Dapat disimpulkan
bahwa pengetahuan saja tidaklah cukup namun ada yang lebih penting dari
semuanya itu yaitu realisasi pengamalan hidup dalam masyarakat sikap kita
terhadap sesama, dan selalu ingat kepada Sang Yang Widhi dirasa merupakan
pegangan hidup kesucian untuk mencapai kebahagiaan baik lahir maupun batin.
tak kunjung tak dapat terselesaikan. Sehingga umat tidak ragu mengambil sebuah
keputusan yang berlandaskan ajaran agama sesuai kitab suci pada agama Hindu,
untuk memperoleh ketenangan dalam agama Hindu ada tiga kali sembahyang
dalam satu hari yang bisa dilakukan dimana saja pada waktu pagi, siang, dan
malam.
62
dalam hal penyelesaian Yadnya yaitu memimpin berbagai macam upacara dan
lain yaitu hari raya di Pura, Pitra yadnya (berkaitan dengan penyelesaian upacara
orang yang meninggal) seperti ngaben, atma wedana dan lain sebagainya. Juga
pemujaan yang berkaitan dengan upacara perkawinan. Hal ini begitu sangat
merupakan alat regenerasi spiritual yang penting dalam agama Hindu. Dalam
kalender Hindu, hari hari dalam seminggu di percaya di atur oleh Dewa. Seperti
hari minggu diatur oleh Surya (Ravi) dan di sebut dengan ravivar , senin disebut
somavar dan di atur oleh bulan soma selasa atau (mangavar) diatur oleh mars
(mangal) Rabu di atur oleh Mercuri (budh), sehinga bernama budhfar, kamis
diatur oleh jupiter (Brhraspati) jum’at atau sukravar diatur oleh venus(sukra) dan
Sabtu diatur oleh Saturnus (sani) dan disebut Sanivar. Perayaan dalam agama
Hyang Widhi Wasa dengan sebuah wujud patung karena Patung merupakan
lambang eksternal Tuhan untuk dipuja dan itu merupakan bantuan pencarian
dalam cara ibadah spiritualnya. Tidak mungkin bagi semua orang untuk
23
Bansi Pandit, Pemikiran Hindu (Surabaya: Paramita:2006), h. 326.
63
Tuhan ada di mana-mana dan belajar merasakan kehadiran Nya, sangat sulit bagi
orang-orang modern. Oleh karena itu, meditasi atau konsentrasi tidak mungkin
a. Upacara Kuningan
Upacara hari raya kuningan jatuh pada hari Sabtu Kliwon Wuku
Kuningan, yaitu setiap 6 bulan sekali atau 210 hari sekali, sepuluh hari setelah
hari Raya Galungan, yaitu hari kembalinya sang Hyang Widhi diiringkan para
Dewa dan pitar. Dimana umat menghaturkan bakti memohon kesentosaan dan
panjang umur, serta perlindungan tuntunan lahir batin selalu. Upacara hari raya
Hari raya Kuningan berasal dari kata “kuning”, yang dapat diberikan arti
selain warna adalah “Amertha” (air suci). Pandangan lain mengatakan bahwa
pelaksanaan hari suci kuningan adalah pada hari itu segenap umat Hindu
24
I Ketut Jingga, Upadeca Tentang Ajaraj agama Hindu (Singaraja : Parasida Yayasan
Hindu Dharma Sarathi), h. 61.
25
G, Pudja, Pengantar Agama Hindu II Sraddha (Mayasari : Jakarta ), h. 76-77.
64
asuci laksana, berbusana, nata perangkat upakara atau upacar di Pura dan lain
sebagainya. Kegiatan tersebut telah tertuang dalam kitab Kusuma Dewa dan
: 26
• Mandi besar.
• Gosok gigi.
• Membersihkan mulut.
• Mencuci muka.
• Berpakaian.
• Memakai kampuh.
• Nyaluk kacawa.
• Nyampat.
• Ngalap Lawa.
• Makena ceniga.
26
Sri Svami Silvananda, Hari Raya dan puasa dalam agama Hindu (Denpasar:: Paramita
: 2002), h. 144.
65
Rokhaniawan artinya orang yang rokhani atau jiwanya telah disucikan, karena itu,
hari yang baik dalam melaksanakannya. Oleh karena itu peran Pemangku dalam
hal menentukan hari yang baik dalam kegiatan keagamaan harus diutamakan.
Karena Pemangku mampu membaca perhitungan hari dan bulan dalam hitungan
lagi bagi umat Hindu, tetapi mungkin masih ada yang belum memahami arti dan
berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yang telah berlaku atau ingatan orang tua, tanpa
27
K. M. Suhardana, Dasar-Darsar Kepemangkuan:Suatu Pengantar dan Bahan Kajian
Bagi Generasi Mendatang (Surabaya: Paramita, 2006), h. 1.
66
penambahan sesajen / banten yang tidak menentu baik mengenai jenis dan
yang dipergunakan. Yang lebih menyedihkan lagi ialah sering terjadi tanggapan
di pergunakan. 12
Perlu dipahami betul oleh umat Hindu bahwa upacara telah di atur menjadi
3 tingkatan yang di sebut nista (kecil), Madia (sedang) dan utama (besar) yang
1) Desa.
2) Kala.
3) Patta.
yang di lakukan oleh umat Hindu sebelum umat hendak melaksanakan suatu
Pemangku adalah untuk melihat keadaan umat tersebut dari berbagai aspek,
terutama keadaan ekonominya. Lalu barulah Pemangku dengan bijaksana dan atas
keadaannya saat akan di nilai oleh pemangku untuk menentukan besar kecilnya
upacara yang akan di buat agar upacara yang akan di lakukan nanti benar-benar
upacara yang baik dan sesuai dengan keinginan Pemangku. Upacara yang
dilakukan umat Hindu, baik upacara yang besar (agung) yang dihadiri oleh orang
banyak dan biasanya dilakukan di tempat yang terbuka maupun yang kecil
dilaksanakan oleh umat itu sendiri. Jikalau Pandita berhalangan hadir maka peran
adalah lampu yang memakai minyak kelapa dengan bentuk tertentu yang selalu
lambang Akasa Tattva dan dipa lambang Sakti Tattya Hal ini dimaksudkan bhakti
umat untuk mencapai akasa simbolis Sthana Hyang widhi. Sedangkan Dipa
sebagai sakti tattya sebagai simbol kekuatan suci pemangku umat memantapkan
pemujaan umat agar sampai pada alam Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan
28
Wiana I Ketut, Makna upacara Yajna dalam Agama Hindu (Surabaya: Paramitha
2001), h. 75.
68
penerangan suci dari Hyang Widhi. Penerangan suci dari Hyang Widhi
Dalam kitab Isa Upanisad 18 ada istilah Agni Naya yang artinya Agni
sebagai penuntun. Dalam mantra Isa Upanisad tersebut dinyatakan dalam do’a
semoga Hyang Widhi dengan sinar sucinya (Agni) menuntun umat pada jalan
kebenaran. Semoga semua tingkah laku menuju pada pemujaan Sang Hyang
Widhi yang Maha bijaksana dan terlepas dari perilaku yang tercela.
Sebelum upacara di mulai dhupa dan dipa (lampu) harus di hidupkan dan
dipakai dalam upacara danu ntuk menyelesaikan upacara. Baik Dhupa maupun
Dipa kedua-duanya mempunyai arti simbolis yang berarti dhupa (sarwa alam) dan
dipa (bulan sabit) atau dengan istilah lain terwujudnya cipta pujaan itu akan dapat
Untuk menajamkan makna pemujaan pada Hyang Widhi ini umat awam
upacara setelah mengucapkan mantra atau puja selalu mengambil dhupa dan dipa.
Hal ini mengandung makna bahwa hanya pemangku agama Hindu yang
mempunyai kewajiban untuk mendekatkan umat pada Hyang Widhi terus menerus
dan berulang-ulang. Dalam hal inilah umat dan pemangku harus memiliki niat
29
G. Pudja., Weda Parikrama, Lembaga penyelenggara Penterjemah Kitab Suci Weda
(Jakarta), h. 114.
69
yang sama untuk membangun kesucian diri secara terus-menerus. Upaya ini akan
dapat menghilangkan kabut kegelapan hati yang menutupi sinar suci atman
mencapai sinar suci Brahman. Umat Hindu di India selalu menyalakan dipa yang
berbentuk lilin dan dhupa seperti umat Hindu di Indonesia dalam pemujaannya.
Hal ini juga mempunyai makna yang sama dengan apa yang ada di Indonesia. 30
berpegang teguh pada ajaran kitab suci Weda. Hal itu karena seorang Pemangku
akan selalu memberikan petunjuk dari segi pelaksanaanya baik itu menyangkut
30
Wiana I Ketut, Makna upacara Yajna dalam Agama Hindu (Surabaya: Paramitha
2001), h. 76.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
menjadikan dirinya seorang yang mampu menguasai segala hal yang berkaitan
dengan upacara Yadnya dan kemampuan penguasaan terhadap kitab suci. Selain
itu Pemangku juga harus berwibawa dan menjaga perilaku agar umat memandang
memimpin dan bertugas melayani umat Hindu dalam segala hal yang berkaitan
lain sebagainya yang sifatnya dapat membimbing umat Hindu ke arah yang lebih
Hindu tri hita karana, dalam filsafat itu menurut Pemangku sudah mencakup
semua aspek untuk hidup bermasyarakat, jika sudah menerapkan tri hita karana
70
71
dianggap mereka akan hidup dengan baik wlaupun dengan siapa saja tanpa
filsafat tri hita karana tidak hanya dengan sesama manusia, bahkan dengan
diadakan setiap bulan satu kali dan juga pada pembacaan dharmawacana yang
yang di antaranya ada pemeluk agama Islam sebagai dominan, dan ada beberapa
masyarakat yang menganut agama Hindu dan Kristen. Dalam praktik sosial
ketika Idul Adha umat Islam menyembelih hewan qurban dan membagikan
kepada seluruh masyarakat secara rata tanpa memandang agama apapun, dan
mereka juga menerima pemberian hewan qurban, contoh lainnya adalah ketika
suatu waktu para pemeluk agama Hindu mengadakan bakti sosial, mereka
sosial berupa sembako tanpa memilih dari golongan agama manapun, dan contoh
yang terakhir adalah di Pura tempat ibadah umat Hindu yang sama-sama kita
ketahui Pura selain sebagai temapt ibadah Pura juga di fungsikan sebagai tempat
pendidikan dan buadaya, dalam kebudayaan nya adalah salah satunya belajar
menari untuk anak-anak maka peserta belajar menari tersebut bukan hanya anak-
anak dari golongan agama Hindu saja, tetapi juga ada anak-anak dari yang
72
kemasyarakatan yang terjadi tidak lepas dari peran Pemangku yang memberikan
ajaran kepada para umat Hindu untuk selalu berlaku baik dalam menjalani
kehidupan di masyarakat.
B. Saran
Pemangku adalah tokoh agama Hindu yang cukup berpengaruh untuk umat
dalam kehidupan masayarakat umat Hindu yang baik kepada siapapun dan apapun
menghargai satu sama lain dan menciptakan kerukunan antar umat beragama yang
ada di Indonesia pada umumnya dan khususnya pada masayarakat yang ada di
sebagai umat beragama untuk menjaga kerukuanan untuk para penerus di masa
yang akan datang. Untuk itu penulis menyarankan beberapa hal kepada tokoh
tokoh agama hindu salah satunya Pemangku, karena masih sangat terbatas
SUMBER BUKU
Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori, Dan Terapan. Jakarta: sinar grafika
offset.
Ali, Abdullah, Agama Dalam Ilmu Perbandingan. Bandung: Nuansa Aulia, 2007.
Alwi, Hasan, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
Avami, Sri Silvananda, Hari Raya dan puasa dalam agama Hindu. Denpasar::
Paramita : 2002.
Bahri, Media Zainul, Wajah Studi Agama-Agama Dari Era Teosofi Indonesia
(1901-1940) Hingga Masa Reformasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015.
Bangsi, Pandit, Pemikiran Hindu. Surabaya: Paramita, 2005.
Dagun, M, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Lembaga Pengkajian
kebudayaan Nusantara,2002.
Departemen Agama, I Gst. MD Ngurah et al, Buku Pendidikan Agama Hindu
Untuk Perguruan Tinggi. Surabaya: Paramita, 1999.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta : Balai Pustaka,1998.
Irawan, Prasetya, Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta: STIA Lembaga
Administrasi Negara, 1999.
Jingga, I Ketut, Upadeca Tentang Ajaran Agama Hindu. Singaraja : Parasida
Yayasan Hindu Dharma Sarathi.
Juneman, Teori-Teori Transosientasional Dalam Psikologi Sosial. Di dalam
jurnal Humaniora Vol.2 No.2 Oktober 2011.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2012.
Kustini, ed., Peranan Forum Kerukunan Umat Beragama Dalam Pelaksanaan
Pasal 8,9, Dan 10 Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri Nomer 9 Dan 8 Tahun 2006. Jakarta: Puslitbang
Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama
RI,2010.
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi. Jakarta: Universitas Indonesia, 1994
Madjid, Nurcholish, Passing Over Melintasi Batas Agama. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 1998.
Manaf, Mujahid Abdul, Ilmu Perbandingan Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1994.
Mubarok, Kompendium Regulasi Kerukunan Umat Beragama. Pusat Kerukunan
Umat Beragama Kementrian Agama Republik Indonesia .
Muchtar, Ghazali Adeng, Ilmu Perbandingan Agama: Pengantar Awal
Metodologi Studi Agama-Agama. Bandung: Pustaka Setia, 2000.
Mustafa, Hasan, Perspektif Dalam Psikologi Sosial, Di Dalam Jurnal
Administrasi Bisnis, volume 7, nomer 2. 2012.
Narwoko, J. Dwi dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan.
Jakarta: kencana, 2006.
74
75
SUMBER WAWANCARA
Wawancara pribadi dengan bapak Wayan Pinda Asmara selaku Pemangku Pura
Mertasari pada tanggal 22 Oktober 2017.
Wawancara pribadi dengan bapak Made Seroja selaku Kepala Pasraman Pura
Mertasari pada 5 Februari 2018.
Wawancara Pribadi dengan bapak Gede Sidarta selaku ketua Banjar Mertasari
pada tanggal 2 Desember 2018.
Wawancara Pribadi dengan bapak Amin sebagai Majlis Ulama Indonesia
Kelurahan Rengas pada tanggal 8 Maret 2019.
Wawancara pribadi dengan bapak H. Miftahul Jannah sebagai ketua Dewan
Kemakmuran Masjid Nurul Iman yang berada di dekat Pura pada tanggal
10 Maret 2019.
Wawancara pribadi dengan bapak Warsad selaku sekretaris RT 06 pada tanggal
10 Maret 2019.
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
IDENTITAS INFORMAN
Agama : Hindu
upacara persembahyangan.
banjar atau dalam dharmawacana untuk hidup yang baik dengan siapapun
sesuai dengan filsafat Hindu Tri Hita Karana untuk hidup yang baik
dengan lingkungan.
Kembali lagi kepada Tri Hita Karana , yang terpenting adalah kita harus
selalu berbuat baik dimanapun. Semua adalah sodara bagi kita, saling
Budaya itu berasal dari kata budi dan daya, budi artinya fikiran dan daya
artinya akal. Dengan akal dan pikiran kita bisa membuat sesuatu apapun,
mengolah suara yang dan alat music akhirnya ada gamelan di Pura ini dan
apa saja untuk memenuhi kebutuhan hidup asal satu jangan dilanggar yaitu
Sudah pasti saya sangat berperan kalau dalam hal agama, karena tugas
terkadang kotor, pemangku hanya tau politik, tetapi tidak boleh ikut
politik.
IDENTITAS INFORMAN
Agama : Hindu
Dalam ajaran Hindu ada yang namanya Tri Kaya Parisada yang pernah di
sampaikan oleh Pemangku artinya adalah tiga perbuatan yang baik, yaitu
berfikir yang baik, berkata yang baik, dan berbuat yang baik. Inilah
karena jika kita baik, maka orang lain juga akan baik terhadap kita.
tidak?
Pada dasarnya juga, agar kita beribadah dengan tenang kita harus
memenuhi kehidupan ekonomi yang cukup supaya kita bisa fokus dalam
beribadah, dan menurut pemangku kita harus selalu bekerja agar dapat
Hindu kita diperintahkan bersembahyang tiga kali dalam satu hari, tetapi
upacara di hari-hari tertentu saja atau dalam hari-hari besar agama Hindu.
Seorang pemangku bukan yang ngajar kebudayaan atau kesenian yang ada
Jelas tidak, Pemangku adalah orang suci yang tidak ada hubungannya
sama sekali dengan politik, karena dalam politik terkadang ada cara yang
pada peribadatan kita dan sesekali membekali kita cara dalam kehidupan
bermasyarakat.
IDENTITAS INFORMAN
Agama : Hindu
Pemangku adalah sebutan seorang tokoh agama Hindu atau bisa disebut
sebutan yang berbeda beda, dapat diartikan juga Pemangku selain tokoh
bertugas di satu pura saja, ketika di pura lain belum tentu masih menjadi
Pemangku .
bermasyarakat?
Pemangku?
Nama : Wasrad
Agama : Islam
juga ke saya, tetapi sebagai apa dia di Hindu saya tidak mengetahui apakah
dia Pemangku atau bukan tetapi yang saya tau dia yang memimpin umat
Hindu saat sembahyang setau saya seperti itu, tetapi lain dari apada itu
Kita disini saling berhubungan dengan baik anatara umat Islam dan Hindu,
kegiatan yang diadakan umat Hindu umat Islam juga di ikut sertakan dan
sebaliknya juga demikian ada kegiatan sosial umat Islam untuk umat
hewan qurban uamt Hindu nya kita juga kasih dan mereka mau
mengadakan acara dan banyak tamu yang datang kita bantu dalam
penertiban kendaraan nya. Umat Hindu juga sering membantu kerluan kas
4. Apakah ada kegiatan budaya yang di lakukan bersama antara umat Hindu
dan Islam?
Ada, yaitu kegiatan belajar menari di pura yang di ikuti siapa saja buka
hanya untuk umat Hindu nya saja tetapi juga tebuka untuk siapa saja yang
mau belajar menari tanpa memandang dari agama manapun, dan anak-
anak dari agama Islam ada juga yang mengikuti latihan menari yang di
tentang kegiatan yang mereka adakan di sini, belum pernah rsanya mereka
tidak izin sebelum melakukan kegiatan yang besar yang akan sedikit
menggangu lalu lintas karena bnyak tamu yang dating dari berbagai
daerah.
IDENTITAS INFORMAN
Agama : Islam
ada agama Islam ada juga Hindu dan munkin ada agama yang lain yang
tidak bisa saya sebutkan satu persatu keberagaman agama yang ada di
untuk agama Hindu yang adanya hanya perkabupaten dan bangunan itu
berada di kelurahan rengas. Dan selama ini yang saya tau hubungan antara
pemeluk agama yang satu dengan yang lain memiliki hubungan yang
yang kita anut berbeda dan tuhan kita berbeda, tetapi kita saling
Sejujurnya saya tidak mengetahui sedalam itu dengan agama Hindu tetapi
agama mereka.
3. Apakah pernah ada kegiatan bersama dengan seluruh agama yanga ada di
Saya hanya tau sedikit dan ringkas yaitu kami bermasyarakat dengan baik
di kelurahan rengas ini, belum pernah ada masalah kalau antara pemeluk
agama Islam dan Hindu, malah yang saya rasakan sering adanya masalah
anatara sesama pemeluk agama Islam karena sedikit berbeda cara ibadah,
Agama : Islam
Masayarakat disini yang beragama Hindu ada beberapa orang yang saya
mereka yang beragama Hindu baik-baik saja artunya tidak pernah ada
masalah sedikitpun yang saling mengganggu satu sama lain atau saling
keberatan dengan kegiatan agama nya. Kita disini hidup sangat rukun dan
Hindu dan tidak pernah ada masalah sedikitpun dengan kegiatan yang
diadakan di masjid artinya mereka menghargai kita, itu sebagai salah satu
Untuk tokoh umat Hindu saya tidak mengenal persis siapanya tetapi saya
mereka tokoh umat Hindu atau bukan, malah kadang mereka yang
mengenal kita mereka mengetahui siapa ustadz disni, siapa pa haji disini
pernah kita adakan sepengetahuan saya disini tetapi dalam kegiatan sosial
4. Apa kegiatan sosial yang pernah diadakan antara umat Hindu dan Islam?
Contohnya adalah ketika hari Raya Idul Adha kita umat Islam
kepada mereka yang umat Hindu dan mereka juga mau menerimanya,
tetapi daging yang kita bagikan adalah daging kambing saja karena
menari yang di adakan umat Hindu di Pura itu terbuka untuk umum siapa
saja yang ingin belajar menari di persilahkan, jadi ada anak muslim yang
belajar menari di pura dari usia anak-anak sampai sukses dan pernah
dulu dan sampai sekarang masih ada beberapa anak muslis yang belajar
budaya yang sama-sama kita lakukan antar sesama umat beragama, artinya
mereka umat Hindu tidak menutup diri kepada kita selaku umat muslim
walaupun berbeda agama tapi kita hidup berdampingan disini dan saling
Peta umum
Peta Satelit
FOTO-FOTO
Bersama Bapak Made Seroja ( Ketua Pasraman Bersama Bapak Amin (MUI Kelurahan