SKRIPSI
Oleh :
v
5. Segenap pengelola Perpustakaan Utama serta Perpustakaan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakartaatas pelayananan dalam menyediakan referensi buku-bukunya
6. Orang tua Penulis, Ayahanda Khaliri (Alm), meskipun tidak bisa menjadi
teman penulis sampai sedewasa ini, namun selama usianya telah mewarisi
segala keteladananya dan berhasil memberikan pendidikan bagaimana
hidup dan berteman dengan baik, dan Ibunda Khayatun, yang telah ikhlas
mendoakan dan memperjuangkan pendidikan penulis sampai di fase
sekarang ini, penuis haturkan terima kasih setulus-tulusnya.
7. Kepada Adik penulis Iqbal Maulana, Putri Natasya Rahmawati, dan Fidyan
Amali yang selalu mendoakan kesuksesan penulis. Semoga kita semua
menjadi anak yang selalu berbakti kepada orang tua dan senantiasa
membahagiakannya.
8. Kepada Sahabat– Sahabat Perjuangan Riza Priyadi, S.H., Mardani, Fahmi
Azis, S.H., Achmad Mansyur, S.H., Hariz Rizwan, S.H., Burhanudin, yang
memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
9. Kepada teman-teman jurusan Hukum Pidana Islam angkatan 2015
terimakasih atas bantuan, doa serta dukungan untuk penulis, terimakasih
atas kebersamaan dan waktu yang telah kita alami bersama di masa
perkuliahan, semoga di masa yang akan datang kita dapat meraih apa yang
kita harapkan.
10. Kepada Kanda-kanda LKB HMI, Dir. Onggi Sigma Utara, Syukrian, Fachru
Hamami, Hariri Lubis, dkk yang telah memberikan banyak pengetahuan.
11. Kepada kanda dan yunda seluruh anggota organisasi penulis yaitu
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) komisariat Fakultas Syari’ah dan
Hukum terutama Ketua Umum Khairan Abdul Mahmud, Onggi Sigma
Utara, Bachtiar Arkan, Sofia Azmi, Ayu widyawati, Syifa Ulkhair yang
telah bersama berproses untuk menjadi insan akademis, pengabdi, pencipta
yang diridhoi Allah SWT.
12. Kepada Keluarga Besar Paguyuban Beasiswa Karya Salemba Empat yang
sudah memberikan kesadaran akan sharing, networking, Developting.
vi
13. Kepada rekan FLAT UIN Jakarta terkhusus angkatan Shinjou dan ketum
Ilsyar Ridwan dan pasangan Heryanti Dewi S. MAT yang telah memimpin
dan belajar bersama tentang kepedulian, tanggung jawab, dan kedisiplinan
sehingga menjadi bekal berharga penulis dalam berproses.
14. Kepada Rekan KKN Internasional Pendekar, Ahsansanti Bazlina, Rafif
Litsa Hanfah S. Si, Fahmi Fauzi Abdillah, Deni Rahmad Akbar, Rifqi Ibnu
Masy, Hafiz Pragitya, Hilwa Nadya Supendi, Nurin Amanilah, Robiatul
Adawiah S. Hum, Nuraini S.Kom, L Ristu Satria Gunawan S. Hum, yang
menjadi keluarga saat berada di tanah orang.
15. Kepada pengurus Ikatan Mahasiswa Tegal Ciputat terkhusus Badan
pengurus Harian, Syifa Ardiansyah, Alif Nova Anugrah Pratama, Nur
Anisa, Rizqi Nur Falah, Sisti Damayanti, beserta Jajaran Pengurus yang
sedang berjuang mengabdikan diri dan berkarya di IMT Ciputat.
16. Kepada Stake Holder IMT Ciputat 2017/2018, Roza Arsita, Puji Wahyu
Astuti, Hamdan Khakiki S.H, Fadhilatur Rosyida, Dede Hidayatullah, yang
setia bermain bersama, momong dan membimbing adek-adek di IMT
Ciputat.
17. Kepada rekan IMT 2015, Riza Priyadi S.H, Wildan Ahdian, Fiqi Syafaati,
Khumaedi, Zaeza Affanien, Trini Diyani, dan lainya yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu
18. Kepada Kawan beskem IMT Ciputat, Robi Chul Baiz, Zain Al Maarif, Tomi
Fadzilah, Abduloh Mubarok, M. Umar Idrus Dede Hidayatullah, yang selalu
bersedia berbagi sandang dan pangan.
19. Kepada rekan Civitas politika, Moh. Zidni Hilma Hazmy, M. Tofik Umar,
M. Fikri Abdilah, M. Lutfi, Zidna Aenul, Ustufia Risqi, Sisti Damayanti,
Tuhfatul Mila, Naelatul Manziah, Selitusyifa, Nur Faiqoh, Izzul, dkk. yang
selalu berbagi kopi dan pengetahuan.
20. Kepada rekan Rekan Gemblong, Eka Nur Afiati, Elok Maulidah, Rizqi Nur
Falah, Isnaeni Nur Falah, M. Ali Mustofa, Alif Nova, Agam Alfiansyah,
Nurlaela Dkk.vyang selalu ngangeni.
vii
21. Kepada rekan baru IMT, Anam, Apip, Ilham, Malik, faris, Zila, Lutfi,
sukma, Iis, citra, Ica, Muafik dan teman lainya yang selalu semangat
mengikuti kegiatan di IMT.
22. Kepada rekan FORSADA, M. Nur Tamamuniam, Ulli Fahmi, Ade Lutfi
Anugrah Aji, Handito, Zamzami, Mukhlisin, Muji, Firman Sidqi yang selalu
menguatkan penulis untuk selalu taaluk pada pesantren.
23. Kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam kelancaran penyusunan
skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
viii
DAFTAR ISI
ix
BAB III Pengaturan Skor (Match Fixing) Sepak Bola Indonesia
A. Pengertian Pengaturan Skor (Match Fixing) .......................... 30
B. Modus Operandi Pengaturan Skor (match Fixing) ................ 35
C. Ketentuan Pidana Pengaturan Skor (Match Fixing)............... 38
BAB IV Penegakan Hukum Pengaturan Skor (Match Fixing) Sepak
Bola Indonesia Perspektif Hukum Pidana Positif dan
Hukum Pidana Islam
A. Pengaturan Skor Sepak Bola Indonesia .................................. 43
B. Penegakan Hukum Pengaturan Skor Sepak Bola Indoneisa
dalam Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam
1. Penegakan Hukum Pengaturan Skor ............................ 48
2. Kebijakan (Criminal Policy) Pemerintah ..................... 51
3. Mazhab sport law ......................................................... 53
4. Penyelesaian Perkara Pengaturan Skor (Match fixing)
Sepak Bola Indonesia Via ketentuan Hukum Pidana ... 56
5. Pengaturan Skor (Match fixing) perspektif Hukum
Pidana islam ................................................................. 59
C. Penerapan Sanksi terhadap pelaku Pelanggaran Pengaturan Skor
(Fixer) Dalam hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam
.................................................................................................. 61
BAB V Penutup
A. Kesimpulan .............................................................................. 65
B. Rekomendasi............................. ............................................... 65
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Andi Hamzah, pemberantasan Korupsi melalui Hukum Pidana Nasional dan
International, (jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. Ke , 2008) h. VII
2
Syed Husen Alatas, Korupsi, Sifat, Sebab dan Fungsi, (Jakarta: LP3S, 1987), h. 1
3
Ermansyah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK (Komisi Pemberanta Korupsi),
(Balikpapan: Sinar Grafika, Edisi ke-2, 2008) h. 12
4
Kompas, Rusuah para “Adi Pati Brang Wetan”, Senin, 18 Februaru 2019
Korupsi dewasa ini sedang menjadi perhatian khusus pemerintah
Indonesia. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang giat-giatnya dalam
mengungkap pelaku yang diduga melakukan tindak pidana korupsi, baik
kalangan eksekutif, yudikatif, legislatif maupun politisi. Korupsi merupakan
penyakit yang membebani negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Bahkan, banyak ahli menyatakan bahwa penyakit korupsi telah melebar ke
segala lapisan dalam struktur pemerintah.
5
Syed Husen Alatas, Korpsi, sifat, sebab dan fungsi, Hal viii
6
M. Nurul Irfan, Gratifikasi dan Kriminalitas Seksual, dalam Hukum Pidana Islam
(Jakarta: Amzah, 2014) h. 10
7
Tim Lakpesdam, Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi, (Jakarta: Lakpesdam
PBNU, Cet. 3, 2017) h. 12
2
a. Merugikan Keuangan Negara
b. Suap menyuap
c. Penggelapan dalam jabatan
d. Pemerasan
e. Perbuatan curang
f. Penggelapan dalam jabatan
g. Gratifikasi
Tidak hanya pada sektor pemerintahan, kini korupsi juga menular pada
sektor olahraga sepakbola. Sepakbola yang mulanya hanya untuk kompetisi dan
rekreasi kini dijadikan mafia korupsi melancarkan tindakanya. Dalam sepakbola
terdapat beberapa modus kecurangan seperti, pemakaian doping, pemalsuan umur
pemain, dan pengaturan skor (match fixing). Indonesia juga salah satu negara yang
terkena dampak dari kasus pengaturan skor. Salah satu contoh, akhir tahun 2018
masyarakat diramaikan oleh acara “Mata Najwa” yang membedah tema “PSSI
Bisa apa?’. Di salah satu segmen terdapat pengakuan secara terang-terangan
menyebutkan Vigit Waluyo, pemilik Delta Sidoarjo sebagai mafia sepakbola
Indonesia (aktor pengaturan Skor).
Motivasi dari pelaku pengaturan skor ini dapat dikategorikan dalam 2 tipe
yaitu mencari keuntungan ekonomi secara langsung dan tidak langsung. Mencari
keuntungan secara langsung biasanya dilakukan oleh pelaku yang terlibat aktivitas
perjudian. Di beberapa negara, para pelaku pengaturan memperoleh keuntungan
secara langsung karena hasil akhir yang sudah ditebak. Sedangkan mencari
keuntungan secara langsung dilakukan oleh pelaku olahraga itu sendiri.
Tujuannya adalah agar suatu tim dapat memenangkan pertandingan atau
kompetisi, tidak terdegradasi dari kompetisi atau mendapat kesempatan promosi
ke kasta kompetisi yang lebih tinggi. Jika suatu tim dapat bertahan tidak
terdegradasi dari suatu kompetisi atau dapat menjuarai kompetisi maka akan
berdampak pada keuangan tim tersebut.8
8
http://ec.europa.eu/assets/eac/sport/library/studies/study-sports-fraud-final-
version_en.pdf dikunjungi pada 21 Mei 2019
3
Sedangkan menurut Eko Kristiyanto Motif utama pengaturan skor adalah
uang, sindikat judi bermodal besar berani membuat skenario terkait suatu hasil
pertandingan karena mereka memiliki banyak uang untuk bermain dibanyak titik.
Namun yang perlu dipahami adalah bahwa selama tak memenuhi unsur-unsur
tertentu yang diatur secara pidana maka suatu pengaturan skor yang motifnya
bukan uang tetapi murni strategi untuk menghindari/memilih lawan dan
sebagainya. Kejelasan motif menjadi sangat penting dalam pengusutan
pengaturan skor, karena sepanjang tak memenuhi unsur delik pidana maka urusan
sanksi hanya sebatas ada ditangan Komisi Disiplin (Komdis), Komisi anding
(Komding) dan komisi etik PSSI. Begitupun sebaliknya, ketika proses
penyelidikan dan penyidikan menemukan fakta lain yang melibatkan pihak diluar
sepakbola maka federasi tak dapat menjangkaunya dan harus menggandeng aparat
hukum (Baca:Negara) untuk memberantasnya. 9
Seperti keterangan diatas, bahwa sindikat judi adalah peran utama dalam
tindak pidana ini, yang jelas pelaku menitikberatkan pada keuntungan finansial.
Namun, fakta lain ditemukan berbeda, bahwa pengaturan skor juga dilakukan
untuk meloloskan tim semata. Beberapa kasus dugaan pegaturan skor terjadi pada
pertandingan Madura FC melawan PSS Sleman di Pentas Liga 2 2018. Manajer
Madura FC, januar Herwanto, mendapat telepon dari salah satu oknum yang
mengaku anggota Komite Eksekutif PSSI bernama Hidayat. Skenarionya Madura
diminta mengalah dari PSS Sleman, namun hal itu ditolak Januar, meski pada
akhirnya Madura FC tetap kalah 0-1 dari PSS Sleman.10
9
Eko Noer Kristianto, pengaturan skor Sepak Bola dan Ketidakmampuan Penegak
Hukum, Rechvinding online, Jurnal Hukum nasional
10
https://www.bola.com/indonesia/read/3854906/3-skandal-match-fixing-yang-
menghebohkan-sepak-bola-indonesia, dibuka terakhir tanggal 21 Mei 2019
4
memenangkan Persebaya dalam laga QNB League 2015, Rabu (8/4) ini di stadion
Gelora Bung Tomo. Selasa (7/4) Johan Ibo juga mendatangi langsung tiga pemain
itu di hotel Inna Simpang. Dua dari tiga pemain yang coba disuap akhirnya
melapor ke manajemen. Lalu di rancanglah sebuah perangkap untuk memancing
pemain binaan pellita jaya tersebut. Pada malam itu Johan langsung dibawa ke
Mapolsek Gubeng. Saat diperjalanan menuju Mapolsek, Johan Mengakui
perbuatanya. 11
11
https://www.bola.net/indonesia/terlibat-skandal-suap-ini-kronologis-penangkapan-
johan-ibo-29cb41.html dikunjungi tanggal 19 Juli 2019
12
https://www.merdeka.com/sepakbola/johan-ibo-dibebaskan-pusamania-borneo-fc-
kecewa.html diakses pada Tanggal 19 Juli 2019
13
Eko Noer Kristianto, peranan Hukum Nasional dalam Penyelenggaraan Kompetisi
Sepak Bola di Indonesia, Rechtvinding online, jurnal Hukum nasional
14
Eko Noer Kristianto, pengaturan skor Sepak Bola dan Ketidakmampuan Penegak
Hukum, Rechvinding online, Jurnal Hukum nasional
5
Pengaturan skor (Match Fixing) merupakan tindakan yang berbahaya bagi
kegiatan olahraga termasuk sepakbola, bahkan menurut Jacques Rogge, Presiden
International Olimpic Comitte (IOC) ”Doping affects one Individual athlete, but
the impact of match fixing the whole competion. It is much bigger”. Menurut
Rogge, pengaturan skor merupakan “penyakit kanker” dan berdampak lebih buruk
daripada penggunaan dopping.
1. Identifikasi Masalah
6
fakor penyebab dan penegakan hukum tindakan pengaturan skor dalam konteks
hukum pidana Islam dan Hukum pidana positif.
3. Perumusan Masalah
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui dan menjelaskan secara eksplisit peneyebab dan
faktor tindakan pengaturan skor sepak bola Indonesia
b. Untuk mengetahui dan menjelaskan penegakan hukum terhadap pelaku
tindakan pengaturan skor sepak bola Indonesia dalam hukum pidana
islam dan hukum pidana positif
2. Manfaat penelitian
7
D. Review Studi Terdahulu
E. Metode Penelitian
8
instrumen.15 sehingga dalam skripsi ini penulis juga sebagai instrumen yang
menganalisis, memotret dan mengontruksi objek yang diteliti menjadi lebih
jelas dan bermakna. Maka metode penelitian skripsi ini dapat dijelaskan
sebahai berikut:
1. Pendekatan Penelitian
Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan normatif dengan
gabungan antara pendekatan perundang-undangan (statute aproach)
dan pendekatan kasus (case approach).16 Sehingga penulis melakukan
pendekatan fakta dengan mecari informasi kondisi sepak bola Indonesia
dalam hal ini pengetaruan skor kemudian mengaitkanya dengan UU
No. 11 Tahun 1980 tentang Suap.
2. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu
penelitian hukum dengan menggunakan pendekatan perundang-
undangan dan pendekatan kasus.sehingga penulis mengaitkan antara
kondisi pengaturan skor sepak bola Indonesia dengan sumber hukum
primer berupa UU No. 11 Tahun 1980 Tentang Suap dan norma-norma
yang berlaku terhadap tindakan pengaturan skor sepak Indonesia.17
3. Sifat penelitian
Penelitian ini bersifat induktif artinya pengembangan konsep
atas data yang ada, mengikuti desain penelitian yang fleksibel sesuai
dengan konteksnya.18
15
Soejono Soekamto, pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia,
1986), h. 5
16
Jonaedi efendi, Johny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
(Depok: Prenadamedia Grup, 2016),h. 131
17
Wawancara merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data atau
keterangan lisan dari seseorang yang disebut responden melalui suatu percakapan yang sistematis
danterorganisasi. (Lihat, metode penelitian sosial, Bandung: PT Refika Aditama, Cet. Ketiga.
2012) h. 312
18
Fahmi Muhamad Ahmadi, Jaenal Aripin, Metode penelitian Hukum, (Tangerang Selatan:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010) h. 59
9
4. Sumber dan Data penelitian
Sumber dan data yang digunakan penulis dalam skripsi ini yaitu
sebagai berikut:
a. Data Primer
Data primer penelitian ini diperoleh dari Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap.
b. Data Sekunder
Data Sekunder diperoleh dari wawancara kepada Eko Noer
Kristianto S.H., M.H Peneliti Olahraga Kemenkum HAM RI dan
Prof. Abduh Malik Mantan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan buku, koran, majalah, Jurnal, Maupun melalui media
Internet yang berkaitan dengan penelitian.
5. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini, dalam pengumpulan data penulis menggunakan
teknik penelaahan dokumentasi, dengan bentuk dokumentasi publik
seperti informasi yang tercantum dalam media masa, yaitu dengan
mendapatkan sumber data dari UU. No 11 Tahun 1980 Tentang suap
dan melakukan wawancara kepada Eko Noer Kristiyanto S.H., M.H
Peneliti Olahraga Kemenkum HAM RI dan Prof. Abduh, Malik mantan
Dosen Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Teknik Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan data pada skripsi ini menggunakan tipe analisis
utama/primer seringkali dikenal dengan analisis data primer (primery
analisys) yang merupakan anilisi asli yang dilakukan penulis yang
menghasilkan temuan tentang topik spesifik.19 Bahan-bahan yang sudah
dikumpulkan tersebut dianalisis dengan berpedoman pada metode
kualitatif, yaitu cara penelitian yang menghasilkan informasi deskriptif
analitis, dan terkumpul untuk kemudian menguraikan fakta yang telah
19
Fahmi Muhamad Ahmadi, Jaenal Aripin, Metode...,
10
ada dalam skripsi ini kemudian ditarik kesimpulan dan saran dengan
memanfaatkan cara berpikir deduktif.
Dari hasil penelitian Korupsi dari aspek hukum pidana positif dan
hukum pidana Islam, kemudian penulis menganalisis keterkaitan Pidana
Pengaturan skor dari kedua aspek hukum tersebut dengan mencari faktor
penyebab dan penegakan hukum tindakan pengaturan skor sepak bola
Indonesia yang disandingkan dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 1980
Tentang Tindak Pidana Suap.
F. Sistematika Penulisan
11
BAB III PENGATURAN SKOR SEPAK BOLA DI INDONESIA
Pengertian pengaturan skor, Modus Operandi pengaturan skor dan
ketentuan pidana terkait pengaturan skor.
BAB IV PENEGAKAN HUKUM PENGATURAN SKOR SEPAK
BOLA INDONESIA PERSPEKTIF HUKUM PIDANA
POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM
Pengaturan skor sepak bola di Indonesia, penegakan hukum
perbuatan pengaturan skor sepak bola Indonesia perspektif Hukum
Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam, dan penerapan sanksi
terhadap pelaku pengaturan skor dalam Hukum Pidana Positif dan
Hukum Pidana Islam.
BAB V PENUTUP
Merupakan akhir dari seluruh rangkaiam pembahasan dalam
penulisan Skripsi yang berisi kesimpulan dan rekomendasi.
12
13
BAB II
20
Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana”, (Jakarta, Rineka Cipta, 2008) h. 94
21
Lamintang, Franciscus Laminating, Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2014) h. 79
22
Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana”, (Jakarta, Rineka Cipta, 2008) h. 94
hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada waktu itu diingat
bahwa larangan ditunjukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau
kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman
pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.23 Dalam
penulisan ini penulis menggunakan istilah “Tindak Pidana” karena akan
lebih umum dan mendukung tema penelitian penulis tentang pengaturan
skor.
23
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana”, (Jakarta, Rineka Cipta, 2009) h. 59
24
Lamintang, Franciscus Laminating, Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia, h. 180
25
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi (edisi kedua),(Jakarta, Sinar Grafika, 2008) Cet.
Ke 2, h. 6
14
untuk menunjukan pada pengertian kata Strafbarfeit. Istilah yang digunakan
dalam undang-undang tersebut antara lain:
26
Ismu Gunadi & Junaedi Efendi, Cepat dan mudah Memahai Hukum Pidana, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2014), h. 36
15
2. Pengertian Tindak Pidana perspektif Hukum Pidana Islam
سواء وقع الفعل على نفس أو مال أوغير،فالجنية إسم لفعل محرم شرعا
.ذلك
27
Abdul Qodir Audah, Al-Tasyri’ Al-Jina’I Fil-Islami Muqoronan Bi Al-Qonuni Al-Wad’i
Juz I, (Beirut: Al-Resalah, 1998), h. 66
28
Abdul Qodir Audah, Al-Tasyri’ Al-Jina’I Fil-Islami Muqoronan Bi Al-Qonuni Al-
Wad’i,..), Juz 1, h. 67
16
biasanya diperlukan juga adanya hal ihwal atau keadaan tertentu yang
menyertai perbuatan.
Unsur perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana apabila
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut.29
a. Unsur Subjektif
Unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri pelaku atau yang
berhubungan dengan diri pelaku termasuk yang terkandung dalam hatinya.
Unsur subjektif dari tindak pidana terdiri dari:
Maka dari itu dalam setiap aturan pidana harus memenuhi unsur-unsur
yang telah disebutkan diatas. Apabila kita melihat ke dalam undang-undang,
maka kita akan mengetahui bahwa undang-undang sendiri telah memberikan
suatu penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan perkataan-perkataan
29
P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, (Bandung: CV. Armico, 1984), Cet.
Ke-I, h. 184
30
P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, (Bandung: CV. Armico, 1984), Cet.
Ke-I, h. 184
17
“maksud” (Oogemerk), “menguasai” (Zich Toeeigenen atau melawan hukum
(wederrechdelict).31
4. Unsur-unsur Tindak Pidana Perspektif Hukum Pidana Islam
Jenis-jenis tindak pidana ini, para guru besar membuat suatu pembagian
dari tindakan-tindakan melawan hukum itu kedalam dua macamm Onrecht,
yaitu yang mereka sebut crimineel onrecht dan dalam apa yang mereka sebut
policie onrecht. Crimineel onrech adalah setiap tindakan melawan hukum yang
menurut sifatnya adalah bertentangan dengan rechtcode atau “tertib hukum”
dalam arti yang lebih luas daripada sekadar “kepentingan-kepentingan”, dan
yang dimaksud sebagai politie onrecht itu adalah bertentangan dengan
“kepentingan-kepentingan yang terdapat dalam masyarakat”. 33
31
Lamintang, Franciscus Laminating, Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia) h. 205
32
M. Nurul Irfan dan Masyofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta;Amzah, 2013), h. 2-3
33
Lamintang, Franciscus Laminating, Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia) h. 208
18
Sedangkan perbuatan pidana menurut KUHP kita bagi atas kejahatan
(misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen). Pembagian dalam dua jenis ini, tidak
ditentukan dengan nyata-nyata dalam suatu pasal KUHP tetapi sudah dianggap
demikian adanya, dan ternyata antara lain dari pasal 4, 5, 39, 45, dan 53 buku ke-1.
Buku II melulu tentang kejahatan dan buku III tentang pelanggaran.34
Selain daripada dibedakan dalam kejahatan dan pelanggaran, biasanya
dalam teori dan praktik dibedakan pula antara lain:35
a. Delik dolus dan Delik culpa, bagi delik dolus diperlukan adanya kesengajaan;
misalnya pasal 338 KUHP: “dengan sengaja menyebabkan matinya orang
lain”, sedangkan delik culpa, orang juga sudah dapat dipidana bila kesalahanya
itu berbentuk kealpaan, misalnya menurut pasal 359 KUHP dapat dipidananya
orang yang menyebabkan matinya orang lain karena kealpaannya.
b. Delik Commisionis dan delikta commisionis, yang pertama adalah delik yang
terdiri dari melakukan sesuatu perbuatan yang dilarang oleh aturan-aturan
pidana, misalnya, mencuri pasal (362) menggelapkan (372). Yang kedua
adalah delik yang terdiri dari tidak melakukan sesuatu padahal mestinya
berbuat. Misalnya delik pasal 164: mengetahui suatu pemufakatan jahat
(samensplaning)untuk melakukan kejahatan tidak segera melaporkan kepada
instansi yang berwajib atau orang yang terkena. Adapula yang dinamakan
delikta commissionis peromissionem commissa, yaitu delik-delik yang
umumnya terdiri dari berbuat sesuatu padahal mestinya berbuat, misalnya
seorang ibu merampas nyawa anaknya dengan jalan: tidak memberi makan
pada anak itu.
c. Delik biasa dan delik yang dikualifikasi (dikhususkan) yaitu delik biasa
ditambah dengan unsur yang memberatkan ancaman pidananya. Adakalanya
unsur-unsur lain itu mengenai cara yang khas dalam melakukan delik biasa,
ada kalanya objek yang khas, ada kalanya pula mengenai akibat yang khas dan
perbuatan yang merupakan delik biasa tadi. Contoh; pasal 362 adalah
pencurian biasa, ddan pasal 363 adalah pencurian yang dikualifikasi, yaitu
34
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana”, (Jakarta, Rineka Cipta, 2009) h. 78
35
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana”, (Jakarta, Rineka Cipta, 2009) h. 82-84
19
karena cara melakukanya di waktu ada kebakaran atau dengan beberapa orang,
maupun karena objeknya hewan.
d. Delik menerus dan tidak menerus, dalam delik menerus perbuatan yang
dilarang menimbulkan keadaan yang berlangsung terus. Misalnya, pasal 333
KUHP, yaitu orang yang merampas kemerdekaan orang lain secara tidak sah.
36
M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016) h. 24
20
Jarimah Hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman had. Pengertian
hukuman had , sebagaimana dikatakan oleh abdul Qodir Audah adalah:
Jarimah Qishosh dan diyat adalah jarimah yang diancam dengan hukuman
qishosh atau diyat. Baik qishosh maupun diyat kedua-duanya adalah hukuman yang
sudah ditentukan syara’. Perbedaanya dengan hukuman had adalah bahwa
hukiuman had merupakan hak Allah, sedangkan qishos dan diyat merupakan hakk
manusia. disamping itu, perbedaan lain adalah karena hukuman qishos dan diyat
merupakan hak manusia maka hukuman tersebut bisa dimaafkan atau digugurkan
oleh korban atau keluarganya, sedangkan hukuman had tidak bisa dimaafkan atau
digugurkan.
Jarimah qishsos dan diyat ini secara umum ada dua macam, yaitu pembunuhan
dan penganiayaan. Namun, jika diperluas jumlahnya ada lima macam, yaitu;
a. Pembunuhan sengaja
37
Abdul Qodir Audah, Al-Tasyri’ Al-Jina’I Fil-Islami Muqoronan Bi Al-Qonuni Al-Wad’i,
(Beirut: Al-Resalah, 1998), Juz 1, h. 76
38
Abdul Qodir Audah, Al-Tasyri’ Al-Jina’I Fil-Islami Muqoronan Bi Al-Qonuni Al-Wad’i,
(Beirut: Al-Resalah, 1998), Juz 1, h. 79
21
b. Pembunuhan menyerupai disengaja
c. Pembunuhan karena kesalahan
d. Penganiayaan sengaja
e. Penganiayaan tidak disengaja
c. Jarimah Ta’zir
Jarimah Tazir adalah jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zir. Pengertian
tazir menurut menurut bahasa adalah ta’dib, artinya hukuman yang memberikan
pelajaran. Ta’zir juga diartikan dengan ar-raddu wal Man’u. Yang artinya menolak
dan mencegah. Sedangkan pengertian tazir menurut istilah, sebagaimana
dikemukakan oleh Al-Mawardi adalah:
Gratifikasi yang disebutkan dalam pasal 12B dan 12C Undang-Undang No. 20
tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang
pemberantasan Tindak Pidana korupsi adalah pemberian dalam arti luas, bukan
39
Wojo Wasito, Kamus Umum Belanda Inonesia, (Jakarta: Pusaka Sinar Harapan, 2006),
h. 87
40
B.N Marbun, Kamus Hukum Indonesia, (Jakarta: Ichtar Baru VaN Hoeve, 1997), h. 244
22
hanya berbentuk uang, melainkan pemberian terhadap barang, rabat (diskon),
komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan
wisata, pengobatan cuma-Cuma, dan fasilitas lainya.41
Menurut Febri Diansyah, Staf Direktorat Gratifikasi Komisi Pemberantasa
Korupsi, dalam hasil wawancara yang dituliskan dalam Skripsi Jajat Hidayat
(UIN,21014) bahwa gratifikasi terdiri dari dua jenis, yakni gratifikasi ilegal dan
gratifikasi ilegal (terlarang) dan gratifikasi legal (tidak terlarang).42
Gratifikasi legal adalah pemberian yang dimaksudkan dalam pasal 31 tahun
2001 tentang Tipikor, seperti yang dituliskan diatas yaitu pemberian dalam arti luas
bahwa pemberian bukan sekedar dalam bentuk uang, melainkan meliputi
pemberian barang dan lain sebagainya. Sedanhgkan Gratifikasi ilegal adalah
gratifikasi yang tidak dimaksudkan dalam penjelasan undang-undang tersebut.
Gratifikasi legal dilakukan untuk menjalankan hubungan baik, menghormati
martabat seseorang, memenuhi tuntutan agama, dan mengembangkan berbagai
bentuk perilaku simbolis (diberikan karena alesan yang dibenarkan secara sosial).43
Sebutan pemberian suatu kepada petugas atau pegawai diluar gajinya, seperti
suap, hadiah, bonus, fee dan sebagainya. Dalam syaria’at islam sebagian ulama
empat pemasukan seorang pegawai, yaitu gaji, bonus, hadiah dan uang suap.44
2. Pengertian Gratifikasi perspektif Hukum Islam
Adapun Gratifikasi sama dengan suap yang dakam bahasa Arab disebut
risywah. Secara etimologis, kata risywah berasal dari kata kerja rasya-yarsyu
dengan bentuk masdar, yaitu risywah, rasywah, atau rusywah yang berarti al-ja’lu
(upah, hadiah, komisi, atau suap). Menurut Ibnu Manzhur dalam buku “gratifikasi
seks” karya M. Nurul Irfan, mengemukakan penjelasan Abu Al-Abbas bahwa kata
risywah dibentuk dari kalimat rasya al-farkh yang artinya anak burung merengek-
rengek ketika mengangkat kepala induknya45.
41
M. Nurul Irfan, Gratifikasi dan Kriminalitas Seksual”,...) h. 9
42
Jajat Hidayat, Gratifikasi sekd menurut Hukum pidana Islam dan Hukum pidana Positif”,
(Skripsi, Fakultas Syariah Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014) h. 36
43
Doni Muhardiansyah, dkk, Buku Saku Memahami Gratifiaksi, h. 3
44
Subulussalam, Shan’ani, Vol. IV h. 1/26
45
M. Nurul Irfan, Gratifikasi dan Kriminalitas Seksual”, ...) h. 10
23
Dalam istilah syara’ hadiah atau pemberian disebut sebagai Hibah yang artinya
memberikan sesuatu kepada orang lain selagi hidup sebagai hak miliknya, tanpa
mengaharapkan ganti atau balasan. Apabila mengharapkan balasan semata karena
Allah Swt. Hal itu dinamakan shodaqoh, dan jika pemberian tersebut ditujukan
untuk memuliakanya maka pemberian tersebut dinamakan hadiah.46
Memberi dan menerima hadiah itu diperbolehkan, tetapi hadiah yang sebaiknya
ditolak ialah “hadiah-hadiah yang diberikan sebagai sogokan (risywah) karena ada
kaitanya dengan pekerjaan atau jabatanya. Rasulullah SAW bersabda:
لعنه هللا على الراشي والمرتشي(رواه: قال رسول هللا صلى عليه وسلم:وعن عبدهللا ابنعمر وقال
)الخمسة اإللنسا ئ وصحيه الترمزي
Dari Abdullah bin ‘Amr ia berkata: Rasuluulah saw. Bersabda: “laknat Allah akan
menimpa orang yang menyuap dan menerima suap.” (H.R. Lima Imam, kecuali
Nasai dan disahkan oleh Tirmidzi).
Hadist di atas mengisahkan hakim dan amil zakat, syarih berkata: menurut
Ibnu Ruskan, risywah (suap) ini meliputi hakim dan amil zakat risywah ini haram.
Menurut Ijma’ Ulama’. Sementara Abu Wail mengatakan: apabila seorang hakim
menerima hadiah, maka sampai pada kufur. Syarih (syaukani) mengatakan
zhahirnya bahwa hadiah kepada hakim tersebut adalah suatu bentuk risywah. Sebab
seorang yang memberi hadiah kalau belum merupakan kebiasaan kepada hakim
sebelum dia diangkat sebagai hakim, sudah pasti hadiahnya itu ada tendensi
tertentu, mungkin untuk memperkuat kebatilanya atau sebagai upaya untuk mencari
kemenangan, semuanya adalah haram.47
3. Sanksi Gratifikasi
46
Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Fiqh Mazhab Syafi’i, cet ke-1, buku II(Bnadung:
Pustaka Setia, 2000), h. 159.
47
Anggota IKAPI, Terjemahan Nailul Author jilid 6, ( surabaya: PT Bina Ilmu Offset, cet,.
Keempat, 2001), h. 3189-3190
24
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000, 00 (satu
miliar rupiah). 48
Namun, menurut hasil wawancara Jajat Hidayat kepada Febri Diansyah
yang telah dikutip diatas menyatakan bahwa gratifikasi terbagi menjadi dua yaitu
gratifikasi terlarang dan gratifikasi tidak terlarang atau ilegal tidak dikenakan sanksi
pidana, karena perbuatanya tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan. Tambahnya, contohnya pemberian orang tua pada anaknya yang
menjabat sebagai PNS semata-mata karena kasih sayang, ini merupakan gratifikasi
yang tidak terlarang. Gratifikasi yang terlarang terjadi ketika dia terkait dengan
jabatnya atau tugasnya. Jadi gratifikasi itu jangan disamakan, kalau disama artikan,
berarti semua pemberian secara adat itu terlarang. Gratifikasi yang terlarang itu
terkait dengan jabatan atau kewajibanya.
Sementara dalam hukum Islam Pidana menyariatkan sanksi gratifikasi
(risywah) dikenai hukuman ta’zir49. Takzir ialah hukuman yang dilakukan terhadap
suatu kemaksiatan atau kejahatan yang tidak diancam dengan hukuman had
(hukuman yang ditentukan dalam al-qur’an atau hadist) dan tidak pula kifarat.
Bentuk hukuman ta’zir dalam hal gratifikasi risywah ini tergantung pada putusan
hakim. Untuk menentukan jenis sanksi yang sesuai dengan kaidah-kaidah hukum
islam dan sejalan dengan prinsip untuk memelihara stabilitas hidup bermasyarakat
sehingga berat dan ringanya sanksi hukum harus disesuaikan dengan jenis tindak
pidana yang dilakukan, disesuaikan dengan lingkungan di mana pelanggaran itu
terjadi.50 Bentuk sanksi takzir bagi perbuatan gratifikasi bisa berupa hukuman mati
(tindak pidana yang berulang-ulang), hukuman cambuk, penjara, pengasingan,
perampasan barang, pemecatan dan sanksi moral berupa diumumkan kepada
masyarakat.51
48
UU No. 20 tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi
49
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, fiqh Jinayah..., h. 194
50
M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Islam..., h. 103
51
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, fiqh Jinayah..., h. 147-160
25
C. Suap Dalam Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif
1. Pengertian Suap
Kriminalisasi terhadap tindak pidana suap mempunyai alasan yang sangat kuat
sebab kejahatan tersebut tidak lagi dipandang sebagai kejahatan konvensional,
melainkan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime), karena karakter suap
52
Andi Hamzah, pemberantasan Korupsi ditinjau dari Hukum Pidana, Pusat study hukum
Pidana, Jakarta, 2001) h. 32
53
Evi hartanti, Tindak Pidana Korupsi (Edisi Kedua), (Bandung: sinar Grafika, 2007) h.
23
54
Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Normatif, Teoritis, Praktik dan
masalahnya, (Alumni Bandung, 2007) h. 45
26
yang sangat kriminogin (dapat menjadi sumber kejahatan lain) dan viktimogin
(secara potensial dapat merugikan pelbagai dimensi kepentingan).55
Perbuatan suap dilakukan oleh seorang kepada pihak lain baik pegawai negeri,
pejabat negara maupun kepada pihak lain yang mempunyai kewenangan /pengaruh.
Pemberi suap memperoleh hak-hak, kemudahan atau fasilitas tertentu. Perbuatan
suap pada hakikatnya bertentangan dengan norma sosial, agam dan moral. Selain
itu juga bertentangan dengan kepentingan umum serta menimbulkan kerugian
masyarakat dan membahayakan keselamatan negara.56
55
Pendahuluan dalam kompendium pidana suap, diketuai oleh Antonius P.S. Wibowo S.H.
M.H
56
K. Wantjik, Tindak Pidana (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002) h. 28
57
Fransisca Novita Eleanora, Pembuktian Unsur sifat Melawan Hukum Dalam Tindak
Pidana Penyuapan, (Hukum Dinamika Masyarakat Vol. 9, April 2012) h. 203
27
2. Pengertian Suap Dalam Hukum Islam
Sedangkan dalam hukum pidana islam suap sama halnya dengan gratifikasi
yang disebut riswah. Risywah secara etimologis berasal dari bahasa Arab (rosa-
yursi) yang masdar roswah huruf ra nya kasroh, fathah atau dhomah berarti al jal’u
yaitu upah, hadiah, komisi atau suap.58
58
M. Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2012) h. 95
59
Ahmad Jurin Harahap, Riswah dalam Perspektif Hadis, (Bandung: UIN Sunan Gunung
Jati, 2018) h. 2
60
Ahmad Jurin Harahap, Riswah dalam Perspektif Hadis, (Bandung: UIN Sunan Gunung
Jati, 2018) h. 3
28
d. Nurul Irfan menyebutkan risywah adalah suatu yang diberikan dalam rangka
mewujudkan kemaslahatan atau sesuatu yang diberikan dalam rangka
membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar
Setelah dikemukakan berbagai versi definisi suap maka dapat digaris bawahi
bahwa unsur bahwa unsur-unsur itu adalah sebagai berukut:
a. Penerima suap, yaitu orang yang menerima sesuatu dari orang lain baik
berupa harta atau uang maupun jasa supaya mereka melaksanakan permintaan
penyuap, padahal tidak dibenarkan oleh syara’, baik berupa perbuatan atau
justru tidak berbuat apa-apa.
b. Pemberi suap, yaitu orang yang menyerahkan harta atau uang atau jasa untuk
mencapai tujuanya.
c. Suapan, yaitu harta atau uang atau jasa yang dibeikan sebagai sarana untuk
mendapatkan seuatu yang diidamkan, diharapkan, atau diminta.
29
30
BAB III
PENGATURAN SKOR SEPAKBOLA INDONESIA
A. Pengertian Pengaturan Skor
Tindak korupsi yang paling lazim dalam olahraga sepakbola adalah (1) judi
melalui pengaturan skor akhir, (2) permainan terkait transfer pemain dari satu klub
ke klub lain, dan (3) khusus untuk sepakbola tingkat international, korupsi dalam
menentukan tuan rumah pertandingan akbar Piala Dunia dan ajang pemilihan
presiden FIFA.61 Pengaturan skor (Match Fixing) telah menjadi masalah pada
baberapa cabang olahraga. PertandinganBaik itu pertandingan kompetisi level
amatir maupun profesional, telah menjadi objek pengaturan skor. Beberapa kasus
pengaturan skor memiliki hubungan dengan perjudian. Sehingg pelaku pengaturan
skor mengatur hasil akhir skor guna memenangkan perjudianya.
Di Pola ndia, tiga wasit nasional pada Oktober 2011 ditahan pihak berwajib
karena terlibat dalam pengaturan hasil pertandingan.62 Mereka berasal dari
kompetisi divisi utama (dua wasit) dan Divisi dua (satu). Mereka dituduh
melakukan pengaturan skor pertandingan pada laga divisi tiga musim kompetisi
2004-2005.
Menurut Whannel (1992;in Mason, 1999:405):
Like other forms of entertainment, sport offers utopia, a world where everythink
is simple, drmatic and exiting, and euphoria is always a possibility. Sport
entertaints, but can also frustreate, annoy and depress. But it is this very
uncertainty that gives its unpredictable joys their characteristic intensity.
Jika pertandingan olahraga kehilangan karakter “tidak menentu” dan “tidak
dapat diduga” hasil akhir pertandinganya maka penonton akan berhenti menonton
pertandingan olahraga. Tanpa perhatian yang besar dari penonton olahraga akan
kehilangan perhatian dari media dan kehilangan perusahaan-perusahaan yang
menjadi sponsor tidak dapat menjual produk atau jasa yang ditawarkan kepada
penonton olahraga.
61
Tjipta Lesmana, Bola Politik dan Politik Bola, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2013) h. 188
62
www.mediaindonesia.com (7/10/2011) dilihat pada tanggal 25 september 2019
Selain pada sepakbola pengaturan skor juga terjadi di sektor olahraga lain,
sperti;
a. Pengaturan Skor Dalam Olahraga Bola Basket
pada bulan april 2011, sepuluh orang, termasuk dua mantan pemain dan mantan
asisten pelatih di Universitas San Diego, didakwa karena berencana mengatur
pertandingan bola basket pada kompetisi San Diego Toreros dengan cara menyuap
pemain dan bertaruh pada pertandingan tersebut di Las Vegas. Las Vegas
merupakan salah satu tempat di Amerika Serikat yang memperbolehkan perjudian
di bidang olahraga.
b. Pengaturan Skor Dalam Olahraga Tenis
63
Lutvihi Avian Ananda, Match Fixing dalam sepakbola Indonesia ditinjau dari perspektif
Hukum Pidana, https://www.kompasiana.com/luthfyavian/5693d48e119773750970f220/match-
fixing-dalam-sepakbola-indonesia-ditinjau-dari-perspektif-hukum-pidana, Dilihat pada tanggal 21
September 2019
31
Memanipulasi hasil pertandingan meliputi perubahan yang tidak biasa adri
jalanya atau hasil dari kompetisi olahraga atau peristiwa tertentu (contohnya
pertandingan, perlombaan) untuk mendapatkan keuntungan finansial untuk dirinya
sendiri atau orang lain dan menghapus seluruh atau sebagian ketidakpastian hasil
akhir sebuah kompetisi.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengaturan skor (match Fixing)
merupakan perbuatan curang yang dilakukan dalam pertandingan atau perlombaan
yang dalam hal ini untuk mengatur siapa yang akan menang dan mendapatkan juara
pada sebauah kompetisi. Sehingga pihak-pihak yang terlibat dapat meraup
keuntungan dari hasil mengatur skor pertandingan tersebut.
Maka dari itu sepakbola sebagai Olahraga paling populer di Dunia juga terkena
dampak dari tindakan pengaturan skor. Hal ini dapat dibuktikan dengan kasus-kasus
pengaturan skor yang ada dalam pertandingan sepakbola. Beberapa contoh kasus
tersebut antara lain;
a. Pengaturan Skor di Bochum
64
Match Fixing in Football TNA, (www.egba.eu/pdf/Report-Final.PDF, h. 10 dikunjungii
pada tanggal 7 Oktober 2019
32
Sarajevo. Ia menyuap wasit tersebut dengan uang sebesar 40.000 euro untuk
mengatur hasil pertandingan kualifikasi piala dunia tersebut dengan memastikan
agar terjadi dua gol yang dicetak di babak kedua. Pertandingan antara Leichtein
melawan Finlandia berakhir imbang dengan skor 1-1 dan semua gol dicetak pada
babak kedua, salah satu gol dicetak babak kedua melalui tendangan penalti yang
dapat dipertanyakan. Sapina adalah anggota dari kelompok kejahatan antar negara
yang mempunyai jaringan yang berpengalaman menjalankan banyak operasi
pengaturan skor. Modus operandi dalam kasus ini sangat metodis dan bervariasi,
yang melibatkan pemain secara individu atau seluruh klub, pendanaan yang berasal
dari sindikat perjudiann kriminal di Asia dan Organisasi yang menyelenggarakan
pertandingan persahabatan yang “berhantu”.65 Maksud dari persahabatan berhantu
adalah pertandingan yang dibuat dengan jadwal, statistik dan hasil pertandingan
yang palsu.
b. Pengaturan Skor Oleh Wilson Raj Perumal
65
Match Fixing in Football TNA..., h. 13
66
Match Fixing In Football TNA..., h. 13
33
Bahrain untuk melakukan pertandingan persahabatan. Pemain yang di gunakan
Togo dalam pertandingan tersebut adalah pemain gadungan. Hal itu dibenarkan
oleh mantan pelatih timnas Togo. Ia mengakui bahwa ia terlibat dalam pengaturan
pertandingan tersebut dan ada satu pertandingan lagi yang serupa dilakukan di
Mesir.
Terkait dengan pengaturan skor di Indonesia, tentunya hal ini bukan barang
baru dalam olahraga kita, kehadiranya nyata dan dapat dirasakan namun
pembuktianya begitu sulit. Dalam hubungan ini motif utama terkait pengaturan skor
adalah uang. Sindikat judi bermodal besar berani membuat skenario karena mereka
memiliki banyak uang untuk bermain dibanyak titik. Namun harus dipahami bahwa
selama tak memenuhi unsur-unsur tertentu yang diatur secara pidana suatu
pengaturan skor tidak dapat dimasukan dalam kategori kejahatan/kriminal namun
tetap saja menciderai fairplay, karena ada juga pengaturan skor yang motifnya
bukan uang tetapi murni strategi untuk menghindari atau lebih memilih lawan dan
sebagainya.67
Dalam praktinya skor diatur demi kepentingan bandar judi, masyarakat resah,
kehormatan dan sportfitas pun tergadai. Langkah maju negera dengan menerbitkan
undang-undang Nomor 11 tahun 1980 tentang tindak pidana Suap sebenarnya
sudah bisa menjadi terobosan untuk menjerat semua tindak pidana suap disektor
swasta (non-goverment) namun karena kondisi politk rezim orba melindung swasta
kolega penguasa dan euforia reformasi yang menempatkan suap menjadi populer
dalam konteks tipikor maka UU yang sebenarnya masih eksis dan berlaku ini
menjadi terlupakan. Meskipun bisa saja karena strategi seperti memilih lawan di
babak berikut misalnya, namun fakta menyatakan bahwa motif utama terkait
pengaturan skor adalah uang.68
Dari hal diatas diperkuat dengan argumentasi peneliti Olahraga Kemenkum
HAM RI, Eko Kristiyanto yang menyebutkan bahwa pengaturan skor merupakan
suap di bidang swasta. Kondisinya, bahwa penegak hukum sekarang saat melihat
67
Alexzander Rinaldy, Kriminalisasi match Fixing dalam pertandingan sepakbola di
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Suap, Universitas
Tarumanegara, h. 3
68
Alexzander Rinaldy, Kriminalisasi match Fixing dalam pertandingan..., h. 4
34
kasus pengaturan skor pasti langsung memandang UU 11 Tahun 2001 tentang UU
tipikor, sedangkan dalam undang-undang tersebut tidak diatur pidana suap di
Bidang swasta. Menurutnya, UU No. 11 tahun 1980 seharusnya bisa di gunakan
untuk menjerat pelaku pengaturan skor. Namun karena undang-undang ini tidak
populer dan jarang digunakan, sering kali dalam penegakan pengaturan skor
undang-undang ini terlupakan dan pelaku pengaturan skor lolos dari jeratan
pidana.69
B. Modus Operandi Pengaturan Skor Sepakbola
69
Hasil wawancara Eko Noer Kristiyanto, Deputi Penelitian Balitbang Kementrian Hukum
dan HAM Republik Indonesia, pada tanggal 14 Oktober 2019
35
atau hadiah tidak perlu melakukan apa-apa. Namun dimasa yang akan datang
“pihak ketiga” akan meminta bantuan untuk membalas pemberian hadiah/uang
yang telah mereka lakukan.
c. Memberikan kenikmatan secara seksual, obat-obatan terlarang, membeli
beberapa barang. Pemberian tersebut ditukar dengan tindakan mengatur
pertandingan.
d. Mengidentifikasi dan menciptakan peluang untuk mengancam pemain atau
perangkat pertandingan karena melakukan penyalahgunaan obat-obatan
terlarang atau alkhohol, hutang akibat perjudian, perselingkuhan, dan lain-lain.
e. Menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap pemain atau
keluarga pemain
Selain itu, Bandar-bandar judi kelas kakap tidak jarang mempunyai kemampuan
mengatur skor akhir dengan cara “menjinakan” wasit. Jika wasit bisa diatur, skor
pertandingan pun bisa diatur, bisa diprediksi sejak awal. 71 Terkadang dalam contoh
kasus pengaturan skor lain, pelaku pengaturan skor tidak menggunakan pihak
ketiga sebagai perantara untuk menyuap pemain. Pelaku kejahatan dapat membeli
sebuah klub sepakbola yang mengalami masalah keuangan sehingga pemain,
pelatih dan manager club harus melakukan pengaturan skor.
Seperti diketahui bersama, wasit adalah penguasa yang memiliki
kewenangan omniponent di pertandingan sepakbola. Semua pihak harus tunduk
pada setiap keputusan wasit. Pelatih dan manajer klub yang yang duduk ditepi
lapangan pun bisa diusir wasit. Beberap contoh modus operandi yang dijalankan
“wasit kotor” adalah sebagai berikut; 72
a. Memberikan hukuman keras –kartu merah- kepada pemain kesebelasan yang
hendak dikalahkan, padahal pelanggaran yang dilakukanya tidak berat. Kalau
pemain kesebelasan yang mau diunggulkan melakukan pelanggaran serupa
hukumanya jauh lebih ringan.
71
Tjipta Lesmana, Bola Politik dan Politik Bola, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2013) h. 189
72
Tjipta Lesmana, Bola Politik dan Politik Bola..., h. 189
36
b. Meniup peluit offsides kepada pemain kesebelasan yang nyaris saja
menghujamkan goal ke gawang lawan. Atau sebaliknya,membiatkan lawan
menyarangkan gol ke gawang lawan, padahal posisinya ketika itu jelas-jelas
offside
c. Mengahadiahkan tendangan penalti kepada pemain yang terjatuh diganjal
lawan, padahal; posisinya belum di dalam kotak pinalti
d. Membiarkan pemain leluasa melancarkan serangan ke gawang lawan ketika
ia sebenarnya melakukan handball atau pelanggaran lain; wasit pura-pura
tidak melihat
e. Memberikan perpanjangan waktu tidak sesuai ketika kesebelasan yang
diunggulkan mencetak gol yang membawanya menang.
Sebenarnya dalam buku Bola politik dan Politik Bola dituliskan bagaimana
hasil wawancara dengan berbagai pihak terkait –pengurus pusat PSSI, bandar,
anggota komite di lingkungan omite pusat, pengurus provinsi (pengprov) dan
seorang pemain nasional yang kini menjadi pelatih, namun penulis akan
mencantumkan beberapa yang kira-kira relevan dengan penelitian ini, diantaranya
yaitu:73
1) Pelaku/subjek Hukumnya
a. Pengurus pusat PSSI, apakah oknum yang berada di executive comittee (Exco),
pengurus Harian, Badan Liga Indonesia (BLI), maupun liga amatir
b. Oknum-oknum yang memang hidup dan profesinya adalah makelar sepakbola.
c. Untuk proyek penanganan sebuah klub, oknum tersebut sudah mempunyai
kolega dari unsur perangkat pertandingan yang terdiri dari wasit utama, wasit
I, wasit II, wasit cadangan, dan pengawas pertandingan.
2) Modus Operandi Mafia
a. Menjelang pelaksanaan kompetisi para pengurus klub/manajer mulai
berkeliaran mencari siapa oknum yang akan diminta bantuan mengawal
perjalanan ketika berkompetisi ; ada yang langsung deal DP atau sekadar
73
Tjipta Lesmana, Bola Politik dan Politik Bola..., h. 171
37
pemberian awal dalam jumlah tertentu. Umumnya nilai kesepakatan cukup
besar, ratusan juta hingga miliaran rupiah
b. Setelah dilakukan pembagian grup, di antara peserta kompetisi biasanya ada
pembicaraan tentang siapa wasit yang akan dipakai oleh klub yang
bersangkutan
c. Oknum yang akan mengawal klub biasanya secara intensif berkunjung ke
daerah yang menggunakan jasanya selaku mafia, atau kumjungan baru
dilakukan pada saat pertandingan agak krusial, karena lawan tergoliong berat
atau wasit belum bisa dipastikan memihak.
d. Permainan curang yang paling sering terjadi pada saat klub tersbut bertindak
sebagi tuan ruma. Bila klub sedang tandang (away) dan tuan rumah agak
lemah koneksinya, biasanya ada istilah “dicuri poinya”.
e. Bila wasitnya nekat, ia siap menanggung berbagai risiko seperti dipukuli
massa, pemain, maupupn dikeroyok pengurus yang merasa dikerjain.
f. Salah satu bentuk pemberian hadiah wasit kepada tuan rumah adalah pemain
lawan diberi hukuman pinalti karena handball atau pelanggaran di kotak
pinalti.
g. Bentuk servis lainya dari klub tuan rumah kepada perangkat pertandingan
(wasit, pengurus PP) adalah hiburan malam seperti cafe, diskotik, messege,
atau hiburan wanita (PSK). Artinya, sebelum pertandingan digelar, wasit dan
PP dibawa ke kafe dan tempat hiburan malam dan servis “habis”, termasuk
dengan perempuan-perempuan cantik
h. Umumnya pe;aksanaan pemberiaan dana dari klub/manajer kepada pelaku
mafia melalu transaksi cash; tetapi tidak sedikit pula melalui transfer bank.
C. Ketentuan Pidana Terkait Pengaturan Skor
74
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana Edisi Revisi, (Bandung: PT. Rineka Cipta) h. 25
38
“Nullum Delictum Nulla Poena sine praevige lage” (tidak ada delik, tidak ada
pidana tanpa peraturan terlebih dahulu.75
Kasus pengaturan skor (Pengaturan Skor), salah satu cara untuk melakukan
tindakan tersebut adalah dengan melakukan tindakan penyuapan kepada pihak-
pihak terkait dalam pertandingan sepakbola seperti pemain, pelatih, wasit, manajer
dan pihak lainya. Tertangkapnya Johan Ibo di Surabaya ketika akan menyuap
pemain Borneo FC, seharusnya menjadi pintu masuk untuk memberantas tindakan
pengaturan skor (Match Fixing) di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-
undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi Jo. Undang-Undang
Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi tidak mengatur
mengenai penyuapan di sektor swasta. Sejatinya jika klub sepakbola di Indonesia
masih mendapat dana dari APBD pemain sepakbola dapat dikategorikan pada
pegawai negeri. Dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang tentan pemberantasan
Tindak pidana korupsi yang dimaksud dengan pegawai Negeri adalah:
a. Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang
kepegawaian
b. Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam kitab undang-undang Hukum
Pidana
c. Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah
d. Orang yang pernah menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang
menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau
e. Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan
modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
Awalnya, tahun 2012 setiap klub sepakbola di Indonesia dapat dipastikan akan
mendapat dana anggaran pendapatan belanja Daerah (APBD) kabupaten dan kota
dimana klub itu berasal. Contohnya dana hibah dari PBD Kota Surabaya untuk klub
persebaya Surabaya pada tahun 2010 sebesar Rp. 10,7 Milyar.76 Namun dengan
75
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana..., h. 25
76
Anang Zakaria, http://bola.tempo.co/read/news/2009/08/06/099191099/bonek-demo-
dukung-bantuan -apbd-untuk-persebaya dikunjungi 26 September 2019
39
adanya permendagri Nomor 1 tahun 20011, maka dana hibah yang berasal dari
APBD Kabupaten/kota dilarang diberikan kepada klub sepakbola profesional dan
dana hibah tersebut hanya boleh diberikan untuk pembinaan sepakbola amatir.77
Maka dari itu saat ini klub-klub profesional di Indonesia dan Organisasi PSSI
tidak mendapat dana dari APBD atau dana bantuan dari pemerintah, maka jika
terjadi penyuapan yang melibatkan pemain atau wasit, mereka tidak dapat dijerat
dengan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang tentang pemberantasan
Korupsi.
Untuk menjerat pelaku penyuapan sektor swasta, ada aturan Pidana yang dapat
dikenakan. Undang-Undang Nomor 11 tahun 1980 tentang tindak pidana Suap
dapat digunakan untuk menjerat pelaku penyuapan di luar Undang-Undang
pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 11
Tahun 1980 berbunyi:
Yang dimaksud dengan tindak pidana suap dalam undang-undang ini adalah
tindak pidana suap diluar ketentuan peraturan perundang-undangan yang sudah
ada.
Aturan dalam pasal 1 dapat digunakan untuk pelaku penyuapan yang tidak diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang sudah ada maksud dari “di luar
ketentuan peraturan perundang-undangan yang sudah ada” adalah peraturan
diluar78:
1. Kitab Undang-undang hukum pidana Jo Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971
tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Tahun 1971
Nomor 10, Tambahan Lembaga Negara Nomor 2958; dan
2. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1969 jo Undang-undang Nomor 4 Tahun
1975 jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1980 tentang pemilihan Umum
Anggota Badan Permusyawaratan/perwakilan rakyat.
77
http://www.net/indonesia/penggunaan-apbd-untuk-sepakbola-resmi-dilarang-
d5f294.html dikunjungii 26 September 2019
78
UU Nomor 11 Tahun 1980 tentang tindak pidana Suap (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 1980 Nomor 58, tambahan Lembaran Negara Nomor 3178) Penjelasan pasal 1
40
Pada saat ini undang-undang nomor 3 tahun 1971 telah dicabut dan digantikan
dengan undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-
undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sedangkan undang-undang nomor 15 tahun 1969 jo Undang-undang Nomor 4
tahun 1975 jo Undang-undang Nomor 2 tahun 1980 tentang anggota badan
permusyawaratan/perwakilan rakyat dicabut diganti dengan undang-undang
pemilihan umum anggota badan permusyawaratan/perwakilan rakyat, undang-
undang yang terbaru adalah undang-undang Nomor 8 tahun 2012 tentang pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat daerah.
Perbuatan yang termasuk dalam memeberi suap diatur dalam pasal 2 Undang-
Undang Tindak Pidana Suap. Bunyi pasal tersebut adalah:
Barang siapa memeberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan
maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat
sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau
kewajibanya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi
suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima)tahun dan denda sebanyak-
banyaknya Rp. 15.000.000,- (lima juta rupiah).
79
UU Nomor 11 Tahun 1980 tentang tindak pidana Suap (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 1980 Nomor 58, tambahan Lembaran Negara Nomor 3178) Penjelasan pasal 2
41
Ofisial yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah setiap orang kecuali
pemain, yang melakukan kegiatan yang berkaitan dengan sepakbola baik di
lingkungan PSS maupun di luar lingkungan PSSI, tabpa memandang jabatanya,
jenis kegiatan (administrasi, olahraga atau lainya) dan lamanya kegiatan tersebut;
manajer, pelatih, dan staf medis adalah ofisial.80 Namun bukan berarti pemain yang
menerima suap tidak melanggar kode etik dan fair play yang telah dibuat oleh PSSI.
Pemain tetap harus tunduk pada aturan tentang kode etik dan fair play karena
mereka terlibat dalam pelaksanaan sepakbola di Indonesia.81 aturan mengenai
bermain secara fair play dijelaskan dalam peraturan organisasi PSSI tahun 2009
nomor 06/PO-PSSI/X/2009 pasal 2. Terdapat
80
Peraturan Organsasi PSSI tahun 2009 Nomor 06/PO-PSSI/X/2009 tentang kode etik fair
play pasal 1 huruf g
81
Peraturan Organsasi PSSI tahun 2009 Nomor 06/PO-PSSI/X/2009 tentang kode etik fair
play pasal 5 ayat (2)
42
43
BAB IV
PENEGAKAN HUKUM PENGATURAN SKOR SEPAK BOLA
INDONESIA PERSPEKTIF HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM
PIDANA ISLAM
A. Pengaturan Skor Sepak Bola Indonesia
Kompetisi sepak bola saat ini telah berubah karena mulai disusupi oleh
pelaku kriminial secara terorganisir, terutama dalam manipulasi pertandingan dan
pengaturan skor. Pengaturan skor dan manipulasi pertandingan sebagai ancaman
global , ibarat seperti virus kanker yang terus menyebardan tidak melihat ada tempat
yang aman dari match fixing dan match manipulating di dunia ini. Semua wilayah
di dunia ada ancaman yang sama. Setiap kegiatan sepakbola di bawah federation of
International Football Assosiation (FIFA), selalu ada upaya infiltrasi dari kejahatan
yang terorganisir.82
Salah satu penyebab terjadinya pengaturan skor adalah penyuapan yang
dilakukan oleh mafia bola kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pertandingan
sepakbola. Untuk diperlukan upaya penegakan hukum agar tindak pidana
pengaturan skor dapat dihilangkan dari dunia olahraga Indonesia. Hingga saat ini
memang belum ada kasus pengaturan skor yang diputuskan di pengadilan. Hal
tersebut terjadi karena proses pembuktian dalam mengungkap tindak pidana
pengaturan skor sulit, sehingga aparatur penegakan hukum di Indonesia hingga saat
ini belum dapat menjerat pelaku pengaturan skor dengan sanksi pidana.
Ruang korupsi di dunia sepak bola untuk para pemain, praktis, sangat
sempit. Tindakan yang lazim dilakukan dalam sepakbola adalah salah satunya judi
bola melalui pengaturan skor.83 Namun dalam pelaksanaan aksinya mafia judi
mengajak secara melawan hukum para pemain, pelatih, wasit atau perangkat
pertandingan lain untuk melancarkan pengaturan skor.
82
Ali, FIFA: sepakbola telah disusupi kejahatan terorgansir”,
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5270ce5840661/fifa--sepakbola-telah-disusupi-
kejahatan-terorganisir di kunjungi pada tanggal 7 Oktober 2019
83
Tjipta Lesmana, Bola Politk dan Politik Bola (Kemana arah tendanganya?), (jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama, 2013)
Faktor-faktor Suburnya mafia Sepakbola, diantaranya yaitu:84
a. Kebutuhan suatu klub/pengurus/manajer untun naik peringkat/level dengan
cara apa pun. Khususnya karena desakan suporter.
b. Manajer kebetulan seorang pejabat daerah yang menggunakan sarana
sepakbola sabagai kampanye, atau calon incumbent. Dia menghalalkan segala
cara. Yang penting klubnya naik peringkat; pejabat mendapat pujian dari para
calon pemilih dalam suatu pilkada, misalnya, nama calon menjadi harum
karena klub dibawah asuhanya menjadi terkenal, atau menjadi juara atau naik
level. Contoh ketika sukawi Sutarip menjabat walikota semarang, padahal dana
untuk PSIS (Semarang) berasal dari APBD.
c. Ketidaktahuan/tidak profesionalnya para pengurus daerah dalam mengelola
klub, sehingga mereka dijadikan sapi perahan oleh pengurus pusat.
d. Dari sisi perangkat pertandingan, bila wasit atau PP (Pengawas pertandingan)
tidak mau mengikuti atau tidak mau diatur dalam penentuan skor maupun
penentuan pemenang oleh tokoh-tokoh diatas, maka mereka akan mengalami
kesulitan untuk mendapat tugas selanjutnya. Bisa juga, wasit sulit naik tingkat.
e. Ada juga pelatih yang sengaja menjual poin/klub asuhanya (dikalahkan)
semata-mata karena permintaan klub lawan karena kepentingan atau imbalan
tertentu.
84
Tjipta Lesmana, Bola Politk dan Politik Bola..., h. 192
85
Tjipta Lesmana, Bola Politk dan Politik Bola..., h. 193
44
Terry Steans mencoba menguraikan tentang bagaimana pertandingan bisa diatuir,
yang ia bagi ke dalam beberapa tahapan, yakni naiknya tingakat kejahatan,
“ekploitasi” bagian rentan, mendapatkan akses ke sport people, dan “mengontrol”
organisasi olahraga. Lebih jelasnya seperti berikut;86
a. Naiknya Tingkat kejahatan
Dalam hal ini, para fixer menggunakan hubungan yang sudah ada, seperti
mantan pemain yang tahu “siapa-siapa” dalam suatu tim, sehingga dapat diajak
berbuat koruptif. Biasanya agen pemain selalu bisa diandalkan, selain itu para
pengurus organisasi seperti anggota-anggota panel untuk seleksi wasit, juga
menjadi pintu masuk. Poin penting di sini adalah, ketika pengurus organisasi
olahraga bisa dikontrol maka tentu dapat dengan mudah menentukan siapa yang
86
Alfero Setiawan, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola..., (Yogyakarta: deepulisher,
2016) h. 47
45
akan bermain, kapan dan di mana mereka bermain dan yang paling penting “hasil
akhirnya”.
d. Mengontrol Organisasi Olahraga
Faktor lain bahwa para penjahat merasa “nyaman” dengan infiltrasi di sepak
bola dan olahraga pada umumnya adalah keuntungan yang didpatkan jumlahnya
sampai berlipat-lipat, yakni.87
a. Pertama, organisasi olahraga umumnya tidak memiliki aturan yang memadai
dan defenses (pertahanan) yang praktis terhadap kriminalitas, dan bahkan
sering menghindari tanggung jawab untuk masalah seperti ini.
b. Kedua, penyidikan dan penuntutan global terhadap penjahat transnasional yang
terlibat jalanya judi ilegal diluar dari framework aturan-aturan yang tidak
terkordinasi dengan baik.
c. Ketiga, taruhan di tingkat global secara umum cara pengaturanya tidak diatur
yang kemudian bergantung pada peraturan nasional yang ada dan mimim.
87
Alfero Setiawan, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola..., h.47
88
Tjipta Lesmana, Bola Politk dan Politik Bola (Kemana arah tendanganya?), h. 192
46
Forest menyimpulkan bahwa pengaturan skor dapat terjadi pada saat kondisi
seperti berikut:89
a. Bursa taruhan dengan kuantitas dan kualitas yang tinggi.
b. Atlet dibayar dengan bayaran rendah.
c. Pengaturan skor merupakan tindakan individu dari pada hubungan yang
kompleks dari sebuah event atau kegiatan.
d. Pengawasan terhadap kompetisi yang kurang intensif, misalkan pertandingan
dimainkan pada divisi yang rendah atau kasta rendah dari suatu kompetisi.
e. Pengaturan pertandingan tidak berpengaruh pada posisi/klasemen akhir dari
sebuah kompetisi.
f. Pengatur pertandingan tidak menyebabkan kekalahan dari suatu tim.
g. Tingkat gaji yang dianggap tidak adil.
h. Ada tingkat korupsi yang umumnya cukup tinggi di masyarakat
Selain faktor internal atau sering disebut Family football, pengaturan skor juga
dipengaruhi faktor eksternal atau diluar family football. Menurut Eko Noer
Kristiyanto, Motif pelaku pengaturan skor selain faktor kepentingan, juga ada motif
Judi.90 Menurutnya motif utama dalam tindakan pengaturan skor adalah uang.
Sindikat judi bermodal besar berani membuat skenario terkait suatu hasil
pertandingan karena mereka memiliki banyak uang untuk bermain dibanyak titik.
Namun harus dipahami bahwa selama tak memenuhi unsur-unsur tertentu yang
diatur secara pidana maka suatu pengaturan skor tak dapat dimasukan kategori
kejahatan/kriminal namun tetap saja menciderai fairplay, karena ada juga
pengaturan skor yang motifnya bukan uang tetapi murni strategi untuk
menghindari/memilih lawan dan sebagainya. Kejelasan motif menjadi kejelasan
motif menjadi sangat penting dalam pengusutan pengaturan skor, karena sepanjang
tak memenuhi unsur pidana maka urusan sanksi hanya ada di tangan komisi disiplin
(komdis), komisi banding (komding) dan komisi betik PSSI. Begitupun sebalinya,
ketika proses penyelidikan dan penyidikan menemukan fakta lain yang melibatkan
89
Alfero Setiawan, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola..., h.43
90
Hasil Wawancara Eko Noer Kritiyanto, Peneliti Olahraga Kemenkum HAM, Di Kantor
KemenKum HAM, Tanggal 14 Oktober 2019
47
pihak-pihak luar football family seperti bandar judi, mafia dan lain-lain maka
federasi tak dapat menjangkaunya dan harus menggandeng aparat penegak hukum
(baca;negara) untuk memberantasnya.91
Michael Pride juga meneliti ”How Bets are laid to exploid fixing”, dan
dilanjutkan meneliti karakteristik gambling market dari yang white Market, Gray
market, dan black Market dan cara yang digunakan oleh kelompok-kelompok
kejahatan untuk memanfaatkan kegiatan taruhan untuk melakukan kecurangan.92
Berikut penelitian yang dilakukan oleh Michael Pride, mengenai hubungan
atau kaitan betting dengan pengaturan skor, seperti bisnis taruhan, jalanya taruhan,
aksi (taruhan), taruhan ilegal dalam pengaturan skor, pada penjelasan terkait
taruhan ilegal pada pengaturan pertandinghan, Michael Pride menerangkan
bagaimana taruhan ilegal mempengaruhi hasil akhir pertandingan. Sehubungan
dengan manipulasi pertandingan, taruhan di tenpatkan sedemikian rupa terhadap
individu atau kelompok. Untuk membuat suatu pendeteksian nyaris mustahil.
Kompleksitas operasi sindikat taruhan ilegallah ynag memungkinkan hal ini terjadi.
Sindikat biasanya memanfaatkan gejolak (maksudnya even yang banyak momen)
untuk mengatur taruhan, sehingga taruhan tidak menarik perhatian. 93
B. Penegakan Hukum Pengaturan Skor sepak bola Indonesia dalam Hukum
Pidana dan Hukum Pidana Islam
1. Penegakan Hukum Pengaturan Skor Dalam Sepak Bola Indonesia Dalam
Hukum Positif
91
Eko Noer Kristiyanto, pengaturan skor sepak bola dan ketidakmampuan penegak
hukum”, Jurnal Rechvinding, 2015
92
Alfero Setiawan, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola..., h.52
93
Alfero Setiawan, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola..., h.53
48
mencampuri hal-hal ini dengan cara memeliharanya, mengaturnya, bahkan
membagi-bagi diantara mereka.94
Tidak seorang pun meragukan bahwa pemerintah mempunyai fungsi
mengatur yang paling penting, dan bahwa ia melindungi kesehatan dan lingkungan
hidup, bahwa dia harus menjaga agar terjadi pembagian yang baik atas barang-
barang. Tetapi adalah penting pula untuk diketahui bagaimanakah dia melakukan
segala sesuatunya ini, dan kenapa dia menetapkan prioritas-prioritas atas hal-hal
tertentu. Apakah peranan pemerintah yang telah berubah itu memang dapat
menimbulkan perubahan-perubahan yang mendalam memngenai hubungan
kekuasaan yang bersifat sosial ekonomi, adalah suatu pertanyaan yang tidak dapat
secara positif dijawab degan sama. Politik pemerintah dalam bidang sosial ekonomi
pasti bukan hanya hasil dari suatu usaha yang bersifat kolektif, yang motif satu-
satunya adalah keadilan. Campur tangan pemerintah adalah untuk membantu sistem
sosial ekonomi yang keseimbanganya tidak dapat lagi dijamin oleh pasar bebas dari
barang-barang dan jasa-jasa. Ekspoloitasi modal hanya dapat dipertahankan jika
pemerintah menjalankan politik sosial dan ekonomi dan yang dapat menstabilkan
jalan ekonomi itu.95
Upaya hukum adalah mekanisme yang diberikan undang-undang kepada
setiap subjek hukum, baik orang ataupun badan hukum, untuk melawan sesuatu
keputusan hukum yang dinilai merugikan subjek hukum. Dalam ilmu hukum,
dibedakan antara upaya hukum yang biasa dan upaya huykum yang bersifat luar
biasa. Upaya hukum biasa dapat menangguhkan eksekusi keputusan yang
sebelumnya, sedangkan upaya hukum luar biasa tidak menangguhkan keputusan
yang sebelumnya .96
Dalam ilmu hukum, biasa dikenal adanya istilah court of law versus court
of justice untuk menggambarkan adanya dua aliran pemikiran dalam upaya
penegakan hukum dan keadilan. Court of justice adalah pengadilan keadilan yang
94
Roeslan Saleh, Beberapa Asas Hukum Pidana Dalam persprktif, (Jakarta; penerbit
Aksara Baru, 1983) h. 63
95
Roeslan Saleh, Beberapa Asas Hukum Pidana..., h. 64
96
Jimly Asshidiqie, Peradilan Etik dan Etika Konstitusi (perspektif Baru tentnang Rule Of
ethics & Consyitusional Law and Constitutional Ethicsj , (Jakarta: Sinar Grafika, 2015) h. 13
49
berusaha menegakan keadilan dalam arti yang substantif, bukan sekadar pengadilan
hukum dalam arti substantif, bukan sekadar pengadilan hukum dalam arti formal
yang hanya berusaha menegakan hukum dari perspektifnya bersifat formalistik dan
prosedural semata.97
Dalam sumber lain, Jimly Asshiddiqie, menyebutkan bahwa penegakan
hukum adalah proses dilakukanya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-
norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau
hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.98
Penegakan hukum dapat dilakukan oleh subyek yang luas dan dapat
dilakukan oleh subjek hukum yang terbatas atau sempit. 99 jika ditinjau dari subjek
yang luas, penegakan hukum adalah proses penegakan hukum yang melibatkan
seluruh subjek hukum setiap hubungan hukum. Siapa saja yang melakukan atau
tidak melakukan penegakan hukum. Sedangkann ditinjau dari subjek hukum ysng
sempit, penegakan hukum hanya dilakukan oleh aparatur penegakan hukum
tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan atau hukum berjalan
bagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila
diperlukan, aparatur hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.
Tujuan dari penegakan hukum sejalan dengan tujuan hukum itu sendiri adalah
untuk mencapai hasil-hasil tertentu yang diinginkan dan tujuan hukum merupakan
upaya mewujudkan tercapainya ketertiban dan keadilan.100
Dalam perspektif sistem peradilan pidana, proses penegakan hukum di
bidang hukum pidana adalah mencakup seluruh kekuasaan
kehakiman/kewenangandalam menegakan hukum pidana yang dilakukan melalui
kekuasaan penyidikan oleh kepolisian, kekuasaan penuntutan oleh kejaksaan,
kekuasaan mengadili oleh pengadilan, kekuasaan permasyarakatan oleh lembaga
pemasyarakatan. Dengan kata lain, kekuasaan kehakiman dalam bidang hukum
97
Jimly Asshidiqie, Peradilan Etik dan Etika Konstitusi..., h. 1
98
Jimly Asshiddiqie, penegakan Hukum,
www.jimly.com/makalah/.../penegakan_hukum.pdf h. 1 dikunjungi 7 Oktober 2019
99
Jimly Asshiddiqie, Penegakan Hukum..., h.2
100
Chaerudin Dkk, strategi pencegahan & penegakan hukum Tindak Pidana Korupsi,
(Jakarta: PT. Refika Aditama, 2011) h. 88
50
pidana tidak hanya diwujudkan dalam kekuasaan mengadili teteapi juga
diwujudkan dalam tahap-tahap kekuasaan tersaebut diatas.101
Sedangkan, menurut Hikmawanto, di Indonesia secara tradisional institusi
hukum yang melakukan penegakan hukum adalah kepolisian, kejaksaan, badan
peradilan dan advokat.102 Kepolisian dikatakan sebagai aparat penegak hukum
karena memiliki fungsi memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.103
2. Kebijakan Kriminal (Criminal Policy) Pemerintah
Suatu teori berguna untuk mencari dan menerangkan tentang suatu hal.
Alvero setiawan menggunakan untuk menerangkan bagaimana suatu tindak pidana
dapat di tanggulangi dengan cara pelaksanaan pertauran perundang-undangan
pidana oleh sistem peradilan pidana (criminal justice System) yang dibentuk oleh
negara.104
Kebijakan kriminal (criminal policy) juga dapat diartikan sebagai kebijakan
pemerintah dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan,105 di sini
dimaksudkan untuk menanggulangi kejahatan pengaturan skor. Selain itu,
kebijakan hukum pidana merupakan hal yang penting, karena dapat membentuk
pola pemikiran para pembentuk undang-undang untuk menyesuaikan aturan-aturan
hukum agar sesuai dengan perkembangan dan dinamika masyarakat yang semakin
kompleks.106 Dengan dinamisnya perkembangan sosial budaya, sosial, budaya,
pendidikan dan lainya dalam Masyarakat, ternyata juga telah memunculkan
beragam jenis kejahatan. Penmgaturan skor dapat dipahami merupakan ancaman
101
Tolib Efendi, sistem peradilan pidana: perbandingan komponen dan proses sistem
peradilan Pidana di beberapa Negara, (Yogyakarta: Tim Pustaka Yustisia, 2013) h. 147
102
Sanyoto, penegakan Hukum Di Indonesia, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 8 No.3
September 2008, http://dinamikahukum.fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH/article/view/74/226, h. 199
103
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian negara Republik
Indonesia(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2002 No. 2, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4168) pasal 2
104
Alfero Setiawan, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola..., h. 96
105
Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana, (jakarta: Sinar Grafika, 2008) h. 90
106
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam
Penanggulangan Kejahtan, (jakarta:Kencana, 2008) h. 19
51
terbesar dalam dunia olahraga, karena ia menyebabkan olahraga tidak hanya
sandiwara semata. Selain itu, ia juga menghancurkan integritas dan prinsip yang
seharusnya dijunjung tinggi dalam olahraga, seperti fair play. oleh karena itu,
Indonsia melalui R-KUHP mencoba mengkriminalisasi pengaturan skor dalam
olahraga sebagai bagian dari tindak pidana, tepatnya sebagai tindak pidana
korupsi.107
Sebelumnya, dikenal pula beberapa pengertian yang saling berkaitan, yaitu
dan penalisasi. Selain itu, hal tersebut juga dapat dimaknai sebagai usaha untuk
mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan
dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.108
Muladi berpendapat bahwa kebijakan penanggulangan kejahatan dengan
menggunakan hukum pidana (saran penal) pada hakikatnya dilakukan melalui
beberapa tahapan sebagai berikut:109
a. Tahapan Formulasi
Tahap penerapan hukum pidana oleh parat-aparat penegak hukum mulai dari
kepolisian sampai pengadilan, tahap ini disebut juga sebagai tahap kebijakan
yudikatif.
c. Tahap Eksekusi
107
Alfero Setiawan, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola..., h. 97
108
Barda Nawai Arief, kebijakan Hukum Pidana (penal Policy), (Semarang: FH-UNDIP)
H. 9
109
Muladi, Kapita SelektaSistem Peradilan Pidana, (Semarang: Badan penerbit
Universitas Diponegoro, 1995) h. 9
52
mengherankan, justru mengapa ia ditetapkan sebagai bagian dari tindak pidana
korupsi. Menurut mantan jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khsus Muhamad
Amari, kriminalisasi dalam pengaturan skor ini diharapkan bisa memperbaiki
kondisi persepakbolaan di tanah air. Selain itu, ia menambahkan dimasukanya
pengaturan skor berdasarkan konvenan PBB (UNCAC).110
Menurut Muladi dimasukanya ke dalam R-KUHP dikarenakan berbagai
negara di dunia melakukan hal yang sama. Memang benar, tidak hanya di Indonesia
saja yang mengkriminalisasi pengaturan skor sebagai tindak pidana korupsi, Belgia
Ceko, Finlandia, Prancis, Luxemburg, Rumania, Slokavia dan Swedia juga
melakukan hal yang sama., dengan mengkriminalisasi pengaturan skor sebagai
tindak pidana korupsi. Akan tetapi, sutrasi Fitriasih kepada Alfero Setiawan
mengatakan “bukankah masih banyak perbuatan yang lain yang mungkin lebih
tepat untuk dimasukan sebagai bagian dari tindak pidana korupsi?”. Sehingga
menurutnya lebih baik pengaturan skor tidak dimasukan dalam tindak pidana
korupsi.111
3. Madzhab Sport law
110
Alfero Setiawan, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola..., h. 99
111
Alfero Setiawan, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola..., h. 99
112
Hinca IP Pandjaitan, Kedaulatan negaravs kedaulatan FIFA, bagaimana menundukan
masalah PSSI dan Negara (pemerintah Indonesia), (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011) h. 128
113
Alfero Setiawan, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola..., h. 105
53
dan bagauimana hukum menyediakan berbagai aspek bagi olahraga untuk mengatir
hal-hal yang terkait dengan bidangnya secara efektif dan menyelesaikan berbagai
sengketa yang muncul dalam bidang bersangkutan.114 Olahraga tidak akan pernah
akan ada tanpa regulasi yang mengaturnya. Misalnya, dalam rangka membuat
aturan fair dengan cara menbandingkan dari sudut fisik setiap individu atau tim
yang harus membutuhkan ukuran umum dan sama. Inilah yang disebut aturan dan
norma (law). oleh karena itu, tidak ada aktivitas manusia yang diatur lebih ketat dan
lebih lengkap daripada olahraga dan tidak ada gerakan tubuh maupun ritual yang
diukur secara lebih teliti daripada gerkan tubuh dalam olahraga.115
Berikut beberpa pandangan terkait sport law: 116
a. Pandangan Konvensional: Sport Law Does Not Exist
114
Alfero Setiawan, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola..., h. 105
115
Alfero Setiawan, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola..., h. 106
116
Alfero Setiawan, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola..., h. 107-110
54
salah satunya, ia mengakui bahwa perkembangan seperti undang-undang negara
bagian dan federal berdampak pada olahraga (misalnya, undang-undang negara
yang mengatur agen olahraga), hal ini menunjukan adanya perkembangan batang
tubuh dalam olahraga. Ia menyimpulkan, bahwa organisasi olahraga hanya belum
mencapai titik tersebut. Oleh karenanya, sport dan law lebih tepat daripada sport
law.
c. Sport Law; A Separate Field Of Law
117
Alfero Setiawan, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola..., h. 171
55
yang dapat diterapkan dalam dunia olahraga internasional., karena ia bersumber
secara langsung dari konstitusi yang dibentuk oleh federasi olahraga untuk
menjalankan olahraga yang bersangkutan. Mudahnya, kalau ingin di tafsirkan
secara sederhana, lex Sportiva adalah peraturan yang dibuat oleh induk organisasi
olahraga.118
4. Penyelesaian Perkara Pengaturan Skor (Match Fixing) Sepakbola
Indonesia Via Ketentuan Hukum Pidana
Seperti yang disebut dalam mazhab sport law diatas, bahwa ada dua pandangan
yang berbeda tentang bagaimana cara hukum memandang sengketa yang terjadi
dalam olahraga. Maka, apabila yang sebelumnya sengketa olahraga bisa
diselesaikan melalui badan organisasi sepak bola (yang dalam hal ini FIFA(di
Indonesia PSSI)) itu sendiri. Berdasarkan alasan lex spotiva maka penyelesaian via
ketentuan hukum dari suatu negara bersumber dari pendapat national sport law. 119
dalam hal Indonesia bereti Komdis, Komding milik PSSI.
Menurut Indriyanto Seno Adji hal itu tidak menghalangi suatu negara untuk
menjalankan law enforcementa-nya. Oleh karena itu, tetap dapat dituntut melalui
pidana, begitu juga dengan sanksi disiplin, yang belum tentu menjadi dasar untuk
menjakankan hukum pidana.120 Satu hal yang pasti, FIFA maupun PSSI tidak dapat
menjangkau orang yang berkecimpung diluar sepak bola (family footbal). Maka
peran negara melalui hukum pidana diperlukan.
Terdapat tiga tahapan yang ditetapkan oleh pasal 88 Undang-undang Nomor
3 Tahun 2005 Tentang Keolahragaan Nasional dalam menyelesaikan sengketa
olahraga, yaitu;121
a. Mekanisme Musyawarah mufakat
b. Mekanisme Arbitrasi atau alternatif penyelesaikan sengketa, dan
c. Mekanisme sistem peradilan umum yang berlaku
118
Alexzander Rinaldy, Kriminalisasi Match Fixing dalam pertandingansepakbola Di
Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 Tentang tindak Pidana Suap,
(Universitas Tarumanegara, 2014)
119
Alfero Setiawan, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola..., h.155
120
Alfero Setiawan, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola..., h. 156
121
Alfero Setiawan, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola..., h. 156
56
Maka dari tiu, dalam hukum pidana dikenal dengan asa lex spesialis derpgate
legi generalis, oleh karena itu sebelum masuk kepada ketentuan pidana di
Indonesia, menurut pandangan Indriyanto Seno Adji sebagai ahli hukum pidana,
tentang apakah statuta FIFA melalui kode disiplinya itu bisa disebut sebagai lex
spesialis dari hukum pidana untuk family footbal? Jawabanya adalah “tidak”,
karena norma disiplin bukanlah merupakan norma hukum di Indonesia, selama
belum menjadi norma hukum. Karena alasan itulah, maka hukum pidana tidak perlu
menyerahkan kewenanganya, dipandang dari kacamata asas ini. Setelah melihat
bagian diatas maka, berikut ketentuan-ketentuan hukum pidana yang dapat
diterapkan di Indonesia.122
Dalam pengaturan skor ini, setidaknya ada dua ketentuan hukum pidana yang
dapat diterapkan di Indonesia, ketentuinini yaitu KUHP pasal 303 tentang judi dan
UU tipikor(dalam Hal ini UU Suap). Namun dalam tulisan kali ini penulis akan
membahas bagaimana ketentuan hukum pidana berdasarkan UU Tipikor atau suap.
Mengenai suap, yang dilakukan baik orang di luar sepak bola atau family
football hal ini yang menjadi pembahasan apakah pengaturan skor masuk dalam
UU tipikor atau tidak? Sedangkan menurut Eko Noer Kristianto, bahwa pengaturan
skor ini termasuk dalam Suap sektor swasta, sehingga tidak masuk dalam UU
Tipikor, menurutnya ketentua pidana yang bisa di pakai untuk menjerat pelaku
pengaturan skor (fixer) adalah UU Nomor 11 tahun 1980 tentang suap.123
Sebelumnya, yang dinamakan penyuapan sebagai istilah sehari-hari yang
dituangkan dalam undang-undang sebagai sebuah hadiah atau janji (Giften atau
beloften) yang diterima atau diberikan meliputi penyuapan aktif dan penyuapan
pasif. Dimuatlah kesemuanya itu dalam pasal-pasal 209 KUHP Pidana dan Pasal
(5) UU No. 31 tahun 1999 jo dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan
Korupsi. Yang menyatakan pemidanaan terhadap mereka yang “memberi” atau
menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat dengan maksud menggerakanya untuk
122
Alfero Setiawan, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola..., h. 157
123
Hasil Wawancara dengan Eko Noer Kristiyanto..., tanggal 14 Oktober 2019
57
berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatnya yang bertentangan dengan
kewajibanya.124
Lebih lanjut, megenai subjek hukum berupa penyelenggara negara, maka jelas
pemain sepak bola ataupun family football bukanlah penyelanggara negara. Maka,
jikalau menggunakan undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
sebagai dasar langkah hukum terhadap para olahragawan, mereka tidak dapat
dikategorikan sebagai pegawai negeri, selama mereka tidak menerima gaji atau
upah dari badan/badan hukum yang mempergunakan modal dari negara. Karena
family football bukanlah pegawai negeri maupun pejabat ataupun penyelenggra
negara yang dilihat dari berbagai ketentuan (statuta FIFA dan PSSI maupun UU
SKN: tidak ada satu katapun yang menyebut pegawai negeri atau penyelenggara
maka family football dalam sepak bola tidak bisa dijerat dengan ketentuan Tindak
Pidana Korupsi mengenai penyuapan. Kecuali klub atau official klub mendapat
dana dari APBD maupun PSSI/Official PSSI mendapatkan dana dari APBN maka
ketentuan Tipikor bisa dipakai.125
Maka, untuk menyikapi penyuapan terkait pengaturan skor dalam sepak bola
Indonesia, kalau diperhatikan lebih lanjut, ada ketentuan dalam Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1980 Tentang Tindak Pidana Suap. Namun
yang menjadi catatan disini adalah pasal 2 dan 3:126
Pasal 2 “Barangsiapa memeberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang
dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau
kewajiban yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap
dengan pidana pemjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-
banyaknya Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah).”
Pasal 3 “barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui
atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan
supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang
124
Alfero Setiawan, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola..., h. 167
125
Alfero Setiawan, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola..., h. 168
126
Alfero Setiawan, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola..., h. 156
58
berlawanan dengan kewenangan atau kewajibanya yang menyangkut kepentingan
umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3
(tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 15.000.000,- (lima belas juta
rupiah)”.
Memperhatikan penjelasan dalam pasal 2, tentu dalam sepak bola suap
merupakan hal yang sangat dilarang. Dengan demikian Alfero Septiawan stadion
dan olahraga di dalamnya termasuk sepak bola adalah kepentingan umum, dan oleh
karenanya ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang tindak
Pidana Suap.127
Eko Noer Kristiyanto menjelaskan bahwa dalam pasal 11 Tahun 1980 tertulis
“yang dimaksud dengan tindak pidana suap di dalam undang-undang ini adalah
tindak pidana suap di luar ketentuan peraturan perundang-undangan yang sudah
ada”. Jadi seharusnya pasal ini masih bisa digunakan unuk menjerat suap di sektor
swasta dalam hal ini pengaturan skor sepak bola Indonesia.128
5. Pengaturan Skor (match fixing) perspektif Hukum Pidana Islam
Dalam hukum pidana islam tidak membedakan suap sektor maupun suap
sektor pemerintahan, menurut Prof. Dr. Abduh Malik saat diskusi di rumahnya,
penulis memgilustrasikan bahwa Pengaturan skor merupakan suap di sektor swasta,
sehingga dalam ketentuan hukum nasional pun dibedakan dengan suap yang di atur
dalam UU Tipikor, karena dalam UU Tipikor tidak terdapat aturan terkait suap di
sektor swasta. Bagaimana dalam hukum pidan islam? Jawabanya sama saja, dalam
islam tidak ada perbedaan suap sektor swasta maupun sektor pemerintahan.129
Risywah adalah sesuatu yang diberikan dalam rangka mewujudkan
kemaslahatan atau yang diberikan dalam rangka membenarkan yang batil/salah dan
sebaliknya, menyalahkan yang benar. Di dalamnya mencakup tiga unsur utama,
yaitu pihak pemeberi (al-rasyi), pihak penerima pemberian (al-murtasyi) dan
barang bentuk jenis pemberian yang diserah terimakan. Namun, biasanya lebih dari
127
Alfero Setiawan, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola..., h. 156
128
Hasil Wawancara dengan Eko Noer Kristiyanto..., tanggal 14 Oktober 2019
129
Hasil diskusi dengan Prof. Abduh Malik, di rumahnya, Komp. Kemenag, Kedoya,
Jakarta Barat, Tanggal 21 Oktober 2019
59
tiga unsur itu, dengan penambahan broker, yaitu perantara antara pihak pertama dan
kedua, bahkan bisa ke empat unsur yaitu sebagai pihak mencatat peristiwa.130
Mansyur bin yunus Al-bahturi menjelaskan bahwa tindakan risywah boleh
saja dilakukan jika tindakan tersebut dilakukan oleh pihak pertama dengan
memberikan sesuatu kepada pihak untuk mencegah perbuatan munkar atau
kezaliman dan agar pihak kedua mau melakukan kewajibanya maka pemberian
semacam ini tidak dilarang berdasarkan agama.131 Dalam hal ini imam syaukani
memberikan komentar bahwa risywah itu diharamkan atas hadist rasul yang
berbunyi, “Allah melaknat orang yang menyuap dan yang disuap”. Menurutnya
upaya takhsis terhadap hadist tersebut dengan menyuap hakim agar menuntut
perkara yang benar, ia tidak tahu metode dan jenis apa yang digunakan, yang jelas
hukumnya haram dan masuk dalam risywah yang ada dalam hadist tersebut. Jadi
jika dalil dan alasanya kuat untuk melakukan risywah maka diterima, namun nika
tidak ada dalil yang maqbul, maka takhsisnya ditolak, karena pada dasarnya harta
seorang muslim itu haram untuk diganggu.132
Dalam hukum pidana islam sebelumnya telah dijelaskan bahwa gratifikasi
adalah perbuatan yang dilakukan oleh Allah, hal ini didasarkan atas hadist Nabi
Saw. Sebagai berikut:
قال رسول هللا صلى هللا الراشى والمرتشى والرانشى بينهما
“Nabi Bersabda: Allah melaknat orang yang memberi suap dan orang yang
menerima suap, dan orang yang berada diantara keduanya”
Sangat penting bagi para pejabat dan pegawai yang bekerja mengumpulkan
sedekah, zakat, dan bentuk-bentuk pajak tahunan lainya yang ditentukan oleh
pemerintah. Agar mereka tidak menerima bantuan dalam bentuk apa pun karena hal
demikian ini merupakan bentuk perbuatan mengarah kepada suap atau risywah,
yang bertujuan untuk mendapatkan bantuan, baik karena membayar pajak penuh
atau karena mendapat hasil tambahan di luar yang telah ditentukan. Rasulullah
SAW. Mengutus Abdullah bin Al-Luthbiyyah Azdi untuk mengumpulkan zakat
130
M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana..., h. 81
131
M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana... ,h. 8
132
Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad al Syaukani, nayll al-autar, jilid 9 (Beirut:Dar Ar-
fikr, tt) h. 172
60
dari suku Bani Sulaim. Ketika pembayaran sudah diserahkan, Abdullah berkata:
Jumlah sebanyak ini sudah terkumpul sebagai zakat dan sisanya yang lain diberikan
dalam bentuk sedekah. Mendengar ini, Rasulullah SAW. Bersabda “apabila engkau
duduk di rumah orang tuamu sampai datang seseorang memberimu sedekah, bila
kamu benar-benar jujur”.133
‘Abdullah Muhsin al-Tariqi menjelaskan bahwa sanksi pidana risywah tidak
disebutkan dalam al-qur’an dan hadist secara jelas, mengingat sanksi tindak pidana
suap masuk dalam kategori takzir yang kompensasinya di tangan hakim.134
Maka daari itu pengaturan skor ini sama dengan riswah, penyuap atau fixer
sama hukumnya dengan Al ursy, dan yang menerima suap sama dengan Al-Murtasy.
Sehingga pengaturan skor dalam hal ini sama saja dengan perbuatan risywah.
C. Penerapan Sanksi Terhadap Pelaku Pelanggaran Pengaturan Skor (match
fixing) perspektif Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam
133
A. Rahman I. Doi, penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah, Syariah, (Jakarta:PT. Raja
Grafindo Persada, 2001), h. 505
134
Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad al Syaukani, nayll al-autar, jilid 9 (Beirut:Dar Ar-
fikr, tt) h. 172
135
Adami Chazawai, Hukum Pidana dan Formil Korupsi di Indonesia, (Malang,
Bayumedia, 2003) h. 15
61
publik yang dipercayakan kepadanya, dari perampasan individu dan hukuman itu
bersifat adil seperti yang ada dalam dalil, seperti juga kebebasan yang dipelihara
oleh yang berkuasa bersifat keramat dan berharga.
Sebelumnya, menurut Mardjono Reksodiputro dalam bukunya, pertama-tama
yang harus dipahami bahwa dalam memberikan sanksi-sanksi pidana (yang berarti
bahwa suatu perbuatan adalah suatu tindak pidana atau delik), maka pedoman
sebagai berikut harus dipegang: 136
a. Hanya diberikan apabila cara-cara pengendalian sosial (social Control) lain
(seperti: sanksi ad ministratif dan sanksi perdata) tidak cukup atau tidak
sesuai.Harus jelas pula kesalahan jenis apa yang akan berakibat adanya
pertangungjawaban pidana (criminal liability)
136
Mardjono Reksodiputro, pembaharuan hukum Pidana, Kumpulan Karangan Buku
Keempat, (Jakarta: Pusat pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Universitas Indonesia, 2007),
h. 12
137
Hasil wawancara, Eko Noer Kristiyanto..., Tanggal 14 Oktober 2019
62
ini jarang digunakan sehingga seringkali dilupakan, padahal tepat digunakan untuk
menjerat pengaturan skor.
Maka penulis akan mencoba menganalisis kedua ketentuan ini. Pertama
pada R-KUHP, jika subjek hukum terkait memenuhi unsur “menjanjikan,
menawarkan atau memberikan” maka sanksinya yaitu maksimal 2 (dua) tahun dan
denda maksimal Rp. 30.000.000,00 bentuknya kumulatif alternatif. dan jika pelaku
terbukti memenuhi unsur “meminta atau menerima sebuah tawaran atau janji,...,
mempunyai keepakatan terhadap keuntungan yang ditawarkam, dijanjikan atau
diberikan,..” maka sanksinya yaitu maksimal 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp.
30.000.000,00 dengan bentuk alternatif. 138
Yang kedua, jika menurut UU Nomor 11 Tahun 1980 maka apabila pelaku
terbukti memenuhi unsur “ menerima atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang
dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuat atau tidak berbuat
sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanandengan kewenangan atau kewajiban yang
menyangkut kepentingan umum” maka sanksinya adalah penjara maksimal 5 (lima)
tahun dan denda sebanyak maksimal Rp. 15. 000.000,00. Dan apabila pelaku
terbukti dan memenuhi unsur “mengetahui atau patut dapat menduga bahwa
pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau
kewajibanya yang menyangkut kepentingan umum” sanksinya adalah pidana
penjara maksimal 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.
15.000.000,00.139
Dalam hukum Islam, pengaturan skor termasuk dalam kategori risywah,
sehingga masuk dalam kategori Jarmiah Takzir. ‘Abdullah Muhsin al-Tariqi
menjelaskan bahwa sanksi pidana risywah tidak disebutkan dalam al-qur’an dan
hadist secara jelas, mengingat sanksi tindak pidana suap masuk dalam kategori
138
Alfero Setiawan, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola..., h. 207
139
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1980 Tentang Tindak Pidana
Suap
63
takzir yang kompensasinya di tangan hakim. Untuk berat dan ringanya takzir
tersebut ditentukan dengan lingkungan di mana pelanggaran itu terjadi.140
Di sisi lain, hukum nasional tentang Pengaturan skor juga diatur tentang apa
yang kiranya patut dapat dicurigai sebagai suap. Dalam hukum islam juga
dianjurkan untuk hati-hati dalam menerima hadiah. Ibnu At-tin mengatakan
“hadiah yang diterima pejabat adalah suap, bukan hadiah karena bukan karena
jabatanya itu ia tidak diberi hadiah. Hadiah yang diterima hakim adalah haram dan
bukan miliknya.” Riwayat lainya Rabiah mengatakan, “hati-hati dalam menerima
hadiah karena hadiah itu perantara menuju suap!” satu pendapat mengatakan
“Hadiah memadamkan cahaya hikmah.” Hadiah mirp dengan suap.141
Oleh karena itu, penulis sepakat dengan pendapat M. Nurul Irfan yang
menyatakan bahwa hadiah yang disampaikan sebagaimana dalam konteks diatas
adalah suap yang diharamkan. Hukum hadiah juga berbeda-beda, tergantung jenis
wewenang, tugas atau jabatan yang dimiliki penerimanya. Jadi, penulis
menyimpulkan bahwa Pelaku pengaturan skor dikategorikan sebagai jarimah
Takzir, dan sangsinya adalah hakim (negara) yang menentukan.
Jika pelaku suap juga dikategorikan sebagai koruptor, dengan demikian
bentuk hukuman ta’zirnya dapat berupa pidana pemecatan, pidana penjara, pidana
seumur hidup, dan bahkan bisa berupa pidana mati.142
140
Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad al Syaukani, nayll al-autar, jilid 9 (Beirut:Dar Ar-
fikr, tt) h. 172
141
M. Nurl Irfan, Gratifikasi dan Kriminalitas Seksual, dalam hukum Pidana Islam, Cet.1
(jakarta: Amzah, 2014) h. 30
142
Tim Lakpesdam NU, Jihad Nahdlatul Ulama Melawn Korupsi”, (Jakarta: Lakpesdam
NU, 2016) H. 92
64
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Fakor penyebab terjadinya pengaturan skor adalah penyuapan yang
dilakukan oleh mafia bola kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
pertandingan sepakbola. aparatur penegakan hukum di Indonesia hingga
saat ini belum dapat menjerat pelaku pengaturan skor dengan sanksi pidana.
mafia judi mengajak secara melawan hukum para pemain, pelatih, wasit
atau perangkat pertandingan lain untuk melancarkan pengaturan skor. Para
fixer menggunakan hubungan mantan pemain yang dapat diajak berbuat
koruptif.
2. Terdapat perbedaan pandangan untuk melihat hukum bidang olahraga, ada
kelompok yang memeperbolehkan hukum negara mencampuri olahraga dan
di sisi lainya menolaknya. Dalam hal ini, muncul cabang baru dari hukum
yaitu lex sportiva, cabang ini menunjukan keinginan dari organisasi untuk
menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul pada cabang olahraga mereka.
Di Indonesia berlaku UU Nomor 11 tahun 1980 tentang suap. Hukum islam
tidak membedakan suap swasta maupun suap pemerintahan, Pengaturan
skor termasuk kategori riswah, penyuap atau fixer sama hukumnya dengan
Al ursy, dan yang menerima suap sama dengan Al-Murtasy. Sanksinya
adalah penjara dan denda dalam pidana positif dan sanksi ta’zir dalam
hukum Pidana Islam.
B. Rekomendasi
1. Bagi pemerintah dan juga instansi terkait sepakbola dalam hal ini PSSI,
Sudah kiranya untuk segera mempertegas dan memperkuat aturan hukum
terkait pengaturan skor. Mengetahui bahwa industri sepak bola nasional
dijadikan sebagai “lahan basah” para mafia menunjukan bahwa law sport
sudah tidak mampu mengakomodir permasalahan pengaturan skor, kiranya
memang sudah diperlukan hukum pidana sebagai ultimum remidium,artinya
pemerintah selayaknya pemerintah menggunakan instrumen hukum pidana
untuk menangani permasalahan pengaturan skor.
2. Konvensi PBB melalui UNCAC tentang regulasi suap di sektor swasta
kiranya harus segera di ratifikasi pihak legislatif. Tak dipungkiri bahwa
pelaku pengaturan skor seringkali lolos dari jeratan hukum. Beberapa kasus
terjadi dengan alasan tidak adanya aturan yang mengatur tentang suap di
sektor swasta. Bagi penegak hukum, baik itu jaksa, hakim, maupun
kepolisian untuk lebih jeli dalam menentukan undang-undang untuk
perbuatan pengaturan skor. Beberapa informasi, terjadi lolosnya pelaku
pengaturan skor karena aparat penegak hukum tidak menemukan aturan
yang pas untuk menjerat pengaturan skor. Maka dari itu aparat perlu lebih
jeli dalam menemukan pasal. Sehingga saat melihat kasus pengaturan skor,
aparat tidak hanya memakai UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 11 tahun
2001 tentang pemberantasa Tindak Pidana Korupsi, tetapi menggunakan
UU No 11 Tahun 1980 tentang tindak Pidana Suap.
66
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku :
Agustino, Leo, dan Indah Fitriani, Korupsi: Akar, dan locus, Yogyakarta: Pustaka
Belajar, Cet. Pertama, 2017
al Syaukani, Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad, nayll al-autar, jilid 9
(Beirut`:Dar Ar-fikr, tt)
Alatas, Syed Husen, Korupsi, Sifat, Sebab dan Fungsi, Jakarta: LP3S, 1987
Alfitra, Hukum Pembuktian dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi di
Indonesia, Jakarta: Raih Asa Sukses (penebar Swadaya Grup), cet. Ke-IV,
2014
---------, Modus Operandi pidana khusus di luar KUHP; Korupsi, Money
Loundering, dan Trafficking, Jakarta: Raih Asa sukses(penebar Swadaya
Group), 2014
Anggota IKAPI, Terjemahan Nailul Author jilid 6, ( surabaya: PT Bina Ilmu Offset,
cet,. Keempat, 2001)
Arief, Barda Nawawi, kebijakan Hukum Pidana (penal Policy), (Semarang: FH
UNDIP)
---------------, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam
Penanggulangan Kejahtan, (jakarta:Kencana, 2008)
Asshidiqie, Jimly, Peradilan Etik dan Etika Konstitusi (perspektif Baru tentnang
Rule Of ethics & Consyitusional Law and Constitutional Ethicsj , (Jakarta:
Sinar Grafika, 2015)
Audah, Abdul Qodir, Al-Tasyri’ Al-Jina’I Fil-Islami Muqoronan Bi Al-Qonuni Al
Wad’i, (Beirut: Al-Resalah, 1998)
Chaerudin Dkk, strategi pencegahan & penegakan hukum Tindak Pidana Korupsi,
(Jakarta: PT. Refika Aditama, 2011)
Chazawai, Adami,
Djaja, Ermansyah, Korupsi Bersama KPK ,Jakarta: Sinar Grafika , Cet. Kedua,
2009
------------------- Memberantas Korupsi Bersama KPK (Komisi Pemberanta
Korupsi),Balikpapan: Sinar Grafika, Edisi ke-2, 2008
67
Doi, A. Rahman I., penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah, Syariah,
(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2001)
Efendi, Tolib, sistem peradilan pidana: perbandingan komponen dan proses sistem
peradilan Pidana di beberapa Negara, (Yogyakarta: Tim Pustaka Yustisia,
2013)
Eleneora, Fransisca Novita, Pembuktian Unsur sifat Melawan Hukum Dalam
Tindak Pidana Penyuapan, (Hukum Dinamika Masyarakat Vol. 9, April
2012)
Gunadi, Ismu & Junaedi Efendi, Cepat dan mudah Memahai Hukum Pidana,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2014)
Hamzah, Andi, Asas-asas Hukum Pidana”, (Jakarta, Rineka Cipta, 2008)
------------------ pemberantasan Korupsi ditinjau dari Hukum Pidana, Pusat study
hukum Pidana, Jakarta, 2001)
----------------- pemberantasan Korupsi melalui Hukum Pidana Nasional dan
International, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. Ke, 2008
Harahap, Ahmad Jurin, Riswah dalam Perspektif Hadis, (Bandung: UIN Sunan
Gunung Jati, 2018)
Hartanti, Evi, Tindak Pidana Korupsi (edisi kedua),(Jakarta, Sinar Grafika, 2008)
Positif”, (Skripsi, Fakultas Syariah Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014)
Irfan, M. Nurul dan Masyofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta;Amzah, 2013)
Irfan, M. Nurul Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Edisi Kedua, Hal 78
Mas’ud, Ibnu dan Zainal Abidin, Fiqh Mazhab Syafi’i, cet ke-1, buku
II (Bandung: Pustaka Setia, 2000)
--------------------, Gratifikasi dan Kriminalitas Seksual” (Jakarta: Amzah, 2014)
Iskandar, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Gaung persada press, 2009
Lamintang, Franciscus Laminating, Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2014)
Lamintang, P.A.F, Hukum Penitensier Indonesia, (Bandung: CV. Armico, 1984)
Lesmana, Tjipta, Bola Politik dan Politik Bola, (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2013)
Marbun, B.N, Kamus Hukum Indonesia, (Jakarta: Ichtar Baru Van Hoeve, 1997)
68
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana Edisi Revisi, (Bandung: PT. Rineka Cipta)
Muhardiansyah, Doni, dkk, Buku Saku Memahami Gratifiaksi,
Muladi, Kapita SelektaSistem Peradilan Pidana, (Semarang: Badan penerbit
Universitas Diponegoro, 1995)
Mulyadi, Lilik, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Normatif, Teoritis, Praktik
dan masalahnya, (Alumni Bandung, 2007)
Pandjaitan, Hinca IP, Kedaulatan negaravs kedaulatan FIFA, bagaimana
menundukan masalah PSSI dan Negara (pemerintah Indonesia), (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2011)
Reksodiputro, Mardjono, pembaharuan hukum Pidana, Kumpulan Karangan Buku
Keempat, (Jakarta: Pusat pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum
Universitas Indonesia, 2007)
Saleh, Roeslan, Beberapa Asas Hukum Pidana Dalam persprktif, (Jakarta; penerbit
Aksara Baru, 1983)
Seno Adji, Indriyanto, Korupsi dan Penegakan Hukum, Jakarta, Diadit media, Cet.
Pertama, 2009
Setiawan, Alfero, Dasar-Dasar pengaturan skor Sepak Bola “posisi Hukum
Pidana Terhadap Statuta FIFA”,
Soekamto, Soejono, pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia,
1986
Tim Lakpesdam NU, Jihad Nahdlatul Ulama Melawn Korupsi”, (Jakarta:
Lakpesdam NU, 2016)
Wantjik, K, Tindak Pidana (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002)
Wasito, Wojo, Kamus Umum Belanda Inonesia, (Jakarta: Pusaka Sinar
Harapan, 2006)
B. Artikel:
Kompas, Rusuah para “Adi Pati Brang Wetan”, Senin, 18 Februaru 2019
Eko Noer Kristiyanto, pengaturan skor sepak bola dan ketidakmampuan penegak
hukum”, Jurnal Rechvinding, 2015
Match Fixing in Football TNA
69
Jimly Asshiddiqie, Penegakan Hukum,
www.jimly.com/makalah/.../penegakan_hukum.pdf h. 1 dikunjungi 7
Oktober 2019
Rinaldy, Alexzander, Kriminalisasi match Fixing dalam pertandingan sepakbola
di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang
Suap, Universitas Tarumanegara
Sanyoto, penegakan Hukum Di Indonesia, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 8 No.3
September2008
,http://dinamikahukum.fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH/artcle/view/74/226
C. Aturan Perundang-Undangan :
UU Nomor 11 Tahun 1980 tentang tindak pidana Suap (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 1980 Nomor 58, tambahan Lembaran Negara Nomor 3178)
UU No. 20 tahun 2001
Peraturan Organsasi PSSI tahun 2009 Nomor 06/PO-PSSI/X/2009 tentang kode
Etik fair play
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian negara Republik
Indonesia(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2002 No. 2,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168)
D. Wawancara :
Eko Noer Kristiyanto, Deputi Penelitian Balitbang Kementrian Hukum dan
HAM Republik Indonesia, 14 Oktober 2019
Prof. Abduh Malik, di rumahnya, Komp. Kemenag, Kedoya, jakarta barat, 19
Oktober 2019
E. Internet :
Ali, FIFA: sepakbola telah disusupi kejahatan terorgansir”,
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5270ce5840661/fifa--sepakbola-
telah-disusupi-kejahatan-terorganisir di kunjungi pada tanggal 7 Oktober 2019
Anang Zakaria,
http://bola.tempo.co/read/news/2009/08/06/099191099/bonek-demo-dukung-
bantuan -apbd-untuk-persebaya dikunjungi 26 September 2019
70
http://www.net/indonesia/penggunaan-apbd-untuk-sepakbola-resmi-
dilarang-d5f294.html dikunjungii 26 September 2019
Lutvihi Avian Ananda, Match Fixing dalam sepakbola Indonesia ditinjau
dari perspektif Hukum Pidana,
https://www.kompasiana.com/luthfyavian/5693d48e119773750970f220/match-
fixing-dalam-sepakbola-indonesia-ditinjau-dari-perspektif-hukum-pidana, Dilihat
pada tanggal 21 September 2019
www.mediaindonesia.com (7/10/2011) dilihat pada tanggal 25 september
201093
71