SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan HukumUntuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh:
IDA ROFIDAH
NIM: 1111048000007
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan memenuhi salah
2. Sumber-sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
Ida Rofidah
iii
ABSTRAK
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim...
Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT, karena berkat rahmat,
nikmat, serta anugerah- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
sampaikan kepada tauladan umat islam Nabi Muhammad SAW, yang telah
memimpin ummat Islam keluar dari zaman kebodohan ke zaman yang penuh
dipenuhi dengan orang-orang yang cerdas. Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis
mendalam dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
1. Dr. Asep Saepudin Jahar., MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Ilmu Hukum dan Arip Purkon, MA selaku sekretaris Program Studi Ilmu
yang telah bersedia membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini dengan
v
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis hingga
Jakarta khususnya Dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan
diajarkan dapat bermanfaat dan menjadi keberkahan bagi penulis dan semoga
di bangku perkuliahan.
7. Kedua orang tua tercinta yaitu ayahanda H. Muhfid Syadeli dan Ibunda Hj.
pengetahuan, arti kedisiplinan, serta segala hal yang selalu diberikan dengan
jenjang Perguruan Tinggi Negeri. Begitu pula untuk adik-adik tercinta, Gina
vi
segala kasih sayang, perhatian, dukungan dan inspirasi yang telah kalian
berikan.
kebersamaan kita.
Fatwati Putri. Yang selalu memberikan semangat dan inspirasi selama dalam
Anita Rostianti dan Innes. Yang selalu menemani, memberi pelajaran hidup
vii
Hidayatullah Jakarta yang telah memberi inspirasi dalam kebersamaan dan
kekompakan.
belajar, berbagai dan menggali ilmu dalam mengkaji Hukum secara holistic,
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususya bagi penulis dan
Ida Rofidah
viii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................................... i
ABSTRAK ........................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
F. Metode Penelitian............................................................................... 13
G. Sistematika Penulisan......................................................................... 17
ix
BAB III PERJANJIAN DAN PERJANJIAN LISENSI MEREK DALAM HAK
merek .................................................................................................. 63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 79
B. Saran ............................................................................................... 80
x
BAB I
PENDAHULUAN
lingkup dari pada Hukum Bisnis, hukum bisnis merupakan suatu prangkat kaidah
urusan atau kegiatan dagang, industri atau keuangan yang dihubungkan dengan
produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan menempatkan uang dari para
enterpreneur dalam resiko tertentu dengan usaha tertentu dengan motif dari
Merek merupakan ruang lingkup dari pada Hak atas Kekayaan Intelektual
yang merupakan suatu hak kebendaan yang sah dan diakui oleh hukum atas benda
hak merek, seperti hak kebendaan lainnya HaKI dapat beralih atau dialihkan dan
aturan serta ketentuan Undang-undang yang ada. Suatu merek yang menjadi merek
merek penyalahgunaan bagi pihak-pihak yang beritikad tidak baik. Sebagai bagian
1
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung :
PT Citra Aditya Bakti, 2008), h. 2
2
Ibid, h. 203
1
2
dari HaKI, hak merek merupakan hak yang bersifat khusus. Hak khusus tersebut
pada dasarnya bersifat exclusive dan monopoli yang hanya dapat dilaksanakan oleh
pemilik hak, sedangkan orang lain tidak boleh untuk menggunakannyatanpa seizin
pemiliknya.
Berbeda dengan hak cipta, merek harus didaftarkan terlebih dahulu di dalam
Daftar Umum Merek. Merek sangat penting dalam dunia periklanan dan pemasaran
karena publik sering mengaitkan suatu imej, kualitas atau reputasi barang dan jasa
terhadap barang tertentu. Sebuah merek dapat menjadi kekayaan yang sangat
dibandingkan dengan aset riil suatu perusahaan tersebut. Merek juga berguna untuk
para konsumen, mereka membeli produk tertentu (yang terlihat dari mereknya)
karena menurut mereka, merek tersebut berkualitas tinggi atau aman untuk
dikonsumsi dikarenakan karena reputasi dari merek tersebut. Jika sebuah perusahaan
menggunakan merek perusahaan lain, para konsumen mungkin meresa tertipu karena
Karena hak merek merupakan hak ekslusif maka, tidak setiap orang bisa
menggunakan hak tersenbut. Orang lain baru dapat menggunakan, jika telah
perikatan yang dapat bersifat ekslusif maupun non-ekslusif. Sebagai suatu perikatan
3
Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung : PT. Alumni, 2013), h. 131-132
3
pemberian lisensi ini memberikan hak kepada pemberi lisensi atas kontra prestasi
dari penerima lisensi. Secara umum dapat dikatakan bahwa kontra prestasi yang
diharapkan oleh pemberi lisensi tersebut adalah suatu bentuk pembayaran (yang
disebut dengan license fee atau Royalty). Namun demikian kebutuhan praktis
menunjukan bahwa ternyata tidak hanya sampai di situ saja kewajiban yang harus
kepada penerima lisensi dapat dijaga keutuhannya, (dalam hal Hak atas Kekayaan
melakukan hal-hal yang tidak akan mengakibatkan kerugian moril maupun materiil
Merek di Indonesia selama ini sebelum adanya peraturan pelaksana yang secara
khusus mengatur mengenai lisensi, sudah banyak terjadi namun hanya berdasar asas
Kebebasan Berkontrak yang diatur Kitab Undang- Undang Perdata, meski begitu
perjanjian yang telah dibuat tetap berlaku karena syarat sahnya suatu perjanjian
sudah terpenuhi tanpa adanya kewajiban suatu pencatatan tertentu. Hal ini sesuai
dengan pasal 1320 KUHPer Pemerintah yang dalam hal ini adalah Direktorat
4
Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Lisensi dan waralaba, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2002), h. 4-5
4
kejelasan hukum dan apabila terjadi sengketa diantara para pihak dalam perjanjian
lisensi maka akan dapat diselesaikan dengan baik. Selin itu juga agar Direktorat
Merek memiliki arsip salinan dari bentuk dan isi perjanjian lisensi merek sebagai
perjanjian lisensi. Hal ini dimaksudkan karena perjanjian lisensi bukanlah suatu
perjanjian pengalihan hak namun merupakan pemberian hak yang diberikan dari
pemilik merek kepada pihak lain dengan jangka waktu tertentu dan dengan syarat
tertentu. Berdasarkan contoh kontrak lisensi yang ada, ada beberapa hal yang
mungkin saja bisa terjadi dan dapat merugikan si pemberi lisensi merek ini sehingga
penerima lisensi tidak membayar royalty sesuai dengan yang diperjanjikan, penerima
lisensi tidak menjaga kualitas produk yang dihasilkan. Selain itu dalam Pengawasan
dan kewenangan Perjanjian Lisensi sendiri ada beberapa Pertanyaan kritis yang layak
diajukan adalah siapa yang memiliki kelayakan dan kemampuan untuk melaksanakan
digunakan? Bagaimana bila para pihak merasa tidak membuat ketentuan yang
merek, tetapi dinyatakan sebaliknya oleh direktorat jendral? Harus diakui, ketentuan
Merek merupakan sesuatu (gambar atau nama) yang dapat digunakan untuk
menggunakan merek, para pedagang memperoleh reputasi baik dan kepercayaan dari
para konsumen serta dapat membangun hubungann antara reputasi tersebut dengan
mereka yang telah digunakan perusahaan secara regular. Semua hal di atas tentunya
bagaimana jika dalam pengalihan merek dengan cara Perjanjian Lisensi penerima
lisensi menggunakan merek baru. Merek baru tersebut merupakan merek penerima
lisensi sendiri dengan tujuan untuk ekspansi usaha. Selain itu yang muungkin terjadi
adalah bagaimana jika sengketa yang disebabkan karena mantan penerima lisensi
memproduksi barang atau jasa dengan menggunakan merek lain, namun kualitasnya
sama persis dengan kualitas merek yang pernah dilisensikannya. Kondisi itu akan
5
Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual, h. 131
6
Lisensi Merek ini, penulis sangat tertarik untuk membahas mengenai Perjanjian
Lisensi Merek ini yang terlalu banyak polemik di dalamnya, sehingga banyak sekali
seseorang. Dengan demikian penulis tertarik mengangkat tema ini yang akan lebih
1. Pembatasan Masalah
atas Kekayaan Intelektual begitu luas, perlu sekiranya penulis untuk membatasi
perjanjian lisensi merek dalam peraktek bisnis hak atas kekayaan intelektual.
2. Rumusan Masalah
perjanjian lisensi merek dalam Praktek Bisnis Hak atas Kekayaan Intelektul?
lisensi Merek?
7
1. Tujuan Penulisan
Kekayaan Intelektual.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoretis
b. Manfaat Praktis
penulis yaitu skripsi dengan judul “Lisensi Merek dalam Dunia Usaha”yang disusun
mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Hukum Universitas Indonesia pada tahun 1990.
Penelitian ini fokus membahas mengenai bentuk Lisensi Merek dalam Dunia usaha.
Selanjutnya buku yang disusun oleh Gunawan Widjaja dengan judul “Seri
Hukum Bisnis: Lisensi,” diterbitkan oleh PT Raja Grafindo Persada, Jakarta tahun
2001. Penelitian ini fokus terhadap konsep definisi lisensi, subjek dan objek
Sebagai pembeda dan pembanding, penelitian yang akan penulis angkat akan
perjanjian Lisensi Merek dalam Praktik Bisnis Hak atas Kekayaan Intelktual serta
1. Kerangka Teoritis
Sama halnya dengan hak cipta dan hak paten serta hak atas kekayaan
intelektual lainnya, maka hak merek juga merupakan bagian dari hak atas intelektual.
Selain dari alasan yang telah disebutkan pada bagian awal tulisan ini, maka khusus
mengenai hak merek secara eksplisit disebut sebagai benda immateril dalam
9
2001) bagian yang menimbang butir a, yang berbunyi, “ bahwa di era perdagangan
Indonesia, peranan merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga peranan
Dengan merek, produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal
Kadangkala yang membuat suatu produk menjadi mahal bukan produknya, tetapi
mereknya. Merek merupakan suatu yang ditempelkan dan dilekatkan pada suatu
produk, tetapi ia bukan produk itu sendiri. Seringkali setelah barang itu dibeli,
mereknya tak dapat dinikmati oleh si pembeli. Merek mungkin hanya menimbulkan
kepuasan saja bagi pembeli, namun benda materilnya yang dapat dinikmati. Merek
itu sendiri hanya benda immateril yang tak dapat memberikan apapun secara fisik.
Inilah yang membuktikan bahwa merek itu merupakan hak kekayaan immateril.7
Sama dengan hak milik lainnya, hak merek sebagai hak kebendaan immateril
juga dapat beralih dan dialihkan sebagaimana telah tertera dalam UUM tahun 2001
Bab ke V tentang Pengalihan Hak atas Merek Terdaftar (pasal 40, 41 dan 42). . Ini
suatu bukti bahwa UU Merek 2001 dapat mengikuti prinsip-prinsip hukum benda
yang dianut oleh seluruh dunia dalam penyusunan undang-undang mereknya. Salah
6
OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2004) h. 329
7
Ibid, h. 329-330
10
satu wujud pengakuan dari hak kebendaan yang sempurna itu adalah,
diperkenankannya oleh undang-undang hak kebendaan itu beralih atau dialihkan oleh
si pemilik. Salah satu sistem pengalihan dalam hak merek adalah sebuah perjanjian
pengalihan yang disebut dengan perjanjian lisensi yang diatur dalam Undang-undang
Lisensi dalam hal ini sebagai suatu cara untuk membagi dan menyebarkan ide
gagasan suatu ciptaan dan invensi dalam lingkup HaKI, agar negara berkembang
dapat mengikuti dan mencontohi apa yang telah dihasilkan oleh negara maju secara
legal. Sebagaimana telah diatur dalam UU No. 15 tahun 2001 pada Bab V mengenai
2. Kerangka Konseptual
salah satu wujud dari karya inteletual. Sebuah karya yang didasarkan kepada olah
pikir manusia yang kemudian terjelma dalam bentuk benda Immateril. Suatu hal
yang perlu dipahami dalam setiap kali menempatkan hak merek dalam krangka hak
atas kekayaan intelektual adalah bahwa, kelahiran hak atas merek itu diawali dari
temuan-temuan dalam bidang hak atas kekayaan intelektual lainnya, misalnya hak
cipta. Pada merek ada unsur ciptaan, misalnya desain logo, atau desain huruf,
terdapat hak cipta dalam bidang seni. Oleh karena itu, dalam hak merek bukan hak
cipta dalam bidang seni itu yang dilindungi tetapi mereknya itu sendiri sebagai tanda
pembeda. Jadi, ada sesuatu “yang tak terlihat” dalam hak merek itu. Itulah hak
kekayaan immateril (tidak berwujud) yang selanjutnya dapat berupa hak atas
11
intelektual. Dalam krangka ini hak merek termasuk pada kategori hak atas kekayaan
merek, “Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf angka-
angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
pembeda yang digunakan dalam kegiatan perdagangan atau jasa.” Sedangkan para
ahli diantaranya adalah Philip S. James MA, berpendapat bahwa “a trade mark is a
mark used in conextion with goods which a tader uses in order to tignity that a
certain type of good are his trade need not be the actual menufacture of goods, in
order to give him the right to use a trade mark, it will suffice if they marely pas
throug his hand is the course of trade” yang artinya merek dagang adalah suatu tanda
yang dipakai oleh seorang pengusaha atau pedagang untuk menandakan bahwa suatu
kepdanya hak untuk memakai suatu merek, cukup memadai jika barang-barang itu
hak Merek terhadap pihak lain di antaranya adalah dengan menggunakan Perjanjian
Lisensi. Diadakannya lisensi untuk mensiasati agar hak monopoli yang dimiliki oleh
8
OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, h. 330
9
Ibid, h. 345
12
klausula perjanjian yang disepakati antara kedua belah pihak. Namun pada
lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung
merugikan salah satu pihak atau lawan pihaknya dalam sebuah perjanjian karena
bila ia dengan surat perintah atau sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau
demi perikatannya sendiri jika ini menetapkan si berutang akan harus dianggap lalai
dengan lewatnya waktu yang ditentukan” hal ini bisa dibilang wanprestasi,
Wanprestasi adalah suatu perbuatan kelalaian atau kealpaan salah satu pihak yang
10
Subekti, Hukum perjanjian, (Jakarta : PT Intermasa, 2001), h. 1
13
melanggar doktrin fairdealing12 yang menjelaskan bahwa hak moral selalu dijunjung
tinggi dalam setiap transaksi kontrak atau perjanjian. Doktrin ini menjelaskan bahwa
proporsionalitas yang menjamin akan keuntungan kedua belah pihak dapat terwujud
dengan baik. Hak monopoli yang dimiliki oleh pemberi lisensi dalam kaitannya
dengan HaKI, wajib memperhatikan dokrin ini agar akibat hukum yang timbul kelak
F. Metode Penelitian
kegiatan know-how dalam ilmu hukum yang bersifat perspektif, bukan sekedar
11
Ibid, h. 45
12
Feardealing adalah doktrin yang berkembang di Amerika yang juga dikenal fair use terkait
dengan kewajaran kegunaan dalam transaksi kontrak bisnis khususnya dalam hak kekayaan
intelektual.
14
tersebut.13
permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini dan untuk memenuhi
ini adalah deskriptif yaitu tipe penelitian untuk memberikan data yang seteliti
mungkin tentang suatu gejala atau fenomena, agar dapat membantu dalam
memperkuat teori-teori yang sudah ada, atau mencoba merumuskan teori baru.
normatif, maka dalam hal teknik pengumpulan data dalam penelitian normatif,
terkait perjanjian lisensi atas merek dalam praktek hukum bisnis ketika ada
13
Peter Mahmud Marzuki, Penilitian Hukum, cet. VIII, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2013), h. 60
14
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia
Publishing, 2008) h. 294.
15
perjanjian lisensi merek dalam praktek bisnis hak atas kekayaan intelktual, dengan
tidak adanya salah satu pihak yang diruggikan. Adapun pendekatan historis
3. Sumber Penelitian
berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier,
a. Bahan hukum primer (yang meliputi UUD 1945, dan peraturan perundang-
undangan yang terkait Hak atas Merek ). Bahan hukum sekunder merupakan
b. Bahan hukum sekunder yang terdiri dari atas buku-buku (text books) yang
ditulis para ahli hukum yang berpengaruh (de herseende leer), jurnal-jurnal
hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian skripsi ini.
c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti
15
Soejono Sokanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1992), h.51.
16
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, h. 296
16
terhadap berbagai sumber bacaan seperti buku-buku yang berkaitan dengan merek
dan perjanjian lisensi, pendapat sarjana, surat kabar, artikel, kamus dan juga berita
Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier
berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, media online, majalah, prasasti,
Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum
sekunder, serta bahan hukum tersier diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa,
secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat
17
Soejono Sokanto, Pengantar Penelitian Hukum, h. 201.
17
G. Sistematika Penulisan.
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012” dengan
sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa
subbab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya sebagai
berikut:
BAB I Pendahuluan,
BAB II Tinjauan umum mengenai Pengertian Umum Hak Merek Dalam Hak
Pada bab ini penulis akan membahas mengenai pengertian Merek dan Ruang
BAB III Tinjauan umum mengenai Perjanjian dan Perjanjian Lisensi Merek
Pada bab ini penulis akan menguraikan Pengertian Umum perjanjian dan
Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai hak dan kewajiban pemberi
Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, untuk itu penulis
Pasal 1 butir 1 Undang-undang Merek tahun 2001 memberikan suatu definisi tentang
Merek, yaitu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan
warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya perbedaan dan
Selanjutnya hak atas merek itu memiliki definisi sendiri sebagai mana telah
dijelaskan pula dalam Pasal 3 Undang-undang Merek tahun 2001 hak eksklusif yang
diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek
untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan
Sama halnya dengan hak cipta dan hak paten serta hak kekayaan intelektual lainnya,
maka hak merek juga merupakan bagian dari Hak atas Kekayaan Intelektual.Undang-undang
Merek 1992 menyebutkan bahwa merek merupakan salah satu wujud dari karya
intelektual.Sebuah karya yang didasarkan oleh pikir manusia, yang kemudian terjelma dalam
benda immateril. 3
1
Dikutip dari, Pasal 1 butir 1Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek.
2
Dikutip dari, Pasal 3 Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek.
3
OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2004), h. 329
19
20
Suatu hal yang harus dipahami dalam setiap kali menetapkan hak merek dalam
krangka hak atas kekayaan intelektual adalah bahwa, kelahiran hak atas merek itu diawali
dari temuan-temuan dalam bidang hak atas kekayaan intelektual lainnya, misalnya hak cipta.
Pada merek ada unsur ciptaan, misalnya desain logo, atau desain huruf.Ada hak cipta dalam
desain seni. Oleh karena itu, dalam hak merek bukan hak cipta dalam bidang seni itu yang
Adapun mengenai jenis Merek, Undang-undang Merek tahun 2001 telah mengatur
tentang jenis-jenis merek, yaitu sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir 2 dan 3 UU
a. Merek dagang, adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan
oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama, atau badan hukum untuk
membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya
b. Merek Jasa, adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh
seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama, atau badan hukum untuk
membedakan dengan jasa-jasa jenis lainnya.
lain yang didasarkan kepada bentuk atau wujudnya. Bentuk dan wujud merek itu dimaksud
untuk membedakan dari jenis barang milik orang lain. Oleh karena adanya pembedaan itu,
4
Ibid, h. 330
5
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Moderen di Era Global, (Bandung :
PTCitra Aditiya Bakti, 2008), h. 203
6
OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektua, h. 346
21
1) Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau
beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain
atau badan hukum lainnya.
2) Alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukum dengan menyebut
hukum lainnya.
3) Jaminan atas mutu barangnya
4) Penunjuk asal barang / jasa dihasilkan7
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan hak yang timbul dari adanya
pada kehidupan manusia. Istilah lain dari HKI adalah Hak Milik Intelektual, dimana
kata “milik” lebih tepat dari pada istilah “kekayaan”. Apabila diperhatikan dalam
sistem Hukum Perdata Indonesia pada hukum harta kekayaan terdiri dari dua bagian
yaitu hukum perikatan (Pasal 1233 KUH Perdata) dan hukum benda (Pasal 499 KUH
Perdata). Pada konsep harta kekayaan, setiap benda selalu ada pemiliknya. Setiap
pemilik suatu benda mempunyai hak atas benda miliknya, yang biasa disebut dengan
”Hak Milik”. Dengan demikian pemilik berhak untuk menikmati dan menguasai
benda tersebut. Kedua istilah tersebut diatas saling melengkapi sehingga tidak perlu
7
Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, “Merek”, yang diakses tanggal 02 Maret
2015, http://www.dgip.go.id/tentang-kami/visi-misi-dan-nilai-djhki.html
22
Selain itu, Hak Kekayaan Intelektual adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu
benda yang baersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio, hasil dari pekerjaan
rasio manusia yang menalar. Hasil kerjanya itu berupa benda im-materil yaitu benda
tidak berwujud.9
benda yaitu benda tidak berwujud (benda Immateril). Maksud benda tidak berwujud
8
Nuzulia Kumalasari, “ Pentingnya Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dalam Era
Globalisasi”, Qistie 3, no.3, (2009, h.25
9
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, h. 9
10
Hukum Anlo Saxon adalah hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan-
keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim yang selanjutnya.
11
Perbedaan seru tentang istilah ini telah berlangsung selama bertahun-tahun ada yang setuju
dengan istilah hak milik intelektual, ada yang bertahan untuk menggunakan Hak Kekayaan
Intelektual, tapi memang akhirnya oleh Bambang Kesowo Ketua Tim yang membidangi masalah
hukum HAKI, memveto lalu agar menggunakan istilah Hak Kekayaan Intelektual. Singkatnyapun
bermacam-macam pula ada HAKI,HaKI dan HKI. Rumusan baku tentang Hak Milik itu misalnya
dapat kita lihat dalam pasal 570 KUHPerdata dalam pasal 20 UUPA tahun 1960, tentang Hak Milik
Atas Tanah. Menurut penulis yang lebih cocok dalam menggunakan istilah ini adalah menggunakan
istilah HaKI
12
OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, h.11
23
di sini adalah benda yang bersasal dari kreatifitas seseorang dalam menghasilkan
karyanya. Benda dalam kerangka hukum perdata diklasfikasikan dalam dua katagori
yaitu benda berwujud dan tidak berwujud. Dalam konteks ini dilihat pengertian
benda dalam Hak atas Kekyaan Intelektual yang dimaksud. Untuk memahami lebih
lanjut mengenai benda yang dimaksud dapat dilihat dalam Pasal 499 KUHPerdata
berbunyi : “ Menurut paham undang-undang yang dimaksud dengan benda ialah tiap-
tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik”.Dapat kita
simpulkan bahwasanya benda terdiri dari sebuah barang dan hak milik.
Barang yang dimaksud pada Pasal 499 KUHPerdata di atas adalah benda
dalam kelompok benda berwujud (bertubuh) dan benda tidak berwujud (tidak
bertubuh).13Dari sini dapat dipahami bahwa Hak atas Kekayaan Intelektual, adalah
sebuah benda yang tidak berwujud karena Hak atas Kekayaan Intelektrual
merupakan sebuah benda yang berasal dari rasio dan kreatifitas seseorang dan
membuat hasil sebuah karya sehingga bisa djadikan sebagai hak milik.
Hak atas Kekayaan Inteltual (HaKI) berhubungan dengan benda tidak berwujud serta
melindungi karya intelektual yang lahir dari cipta, rasa dan karsa manusia. Definisi yang
bersifat lebih umum dikemukakan oleh Jill Mc Keogh dan Abdrew Steward, HaKI adalah
sekumpulan hak yang diberikan oleh hukum untuk melindungi investasi ekonomi dari usaha-
13
Ibid, h,12
24
usaha yang kreatif. Sedangkan, UNCTAD14 dan ISCD (dua lembaga Internasional)
mendefinisikan HaKI sebagai hasil-hasil usaha manusia kreatif yang dilindungi oleh
hukum.15 Disamping itu Direktorat Jendral (Ditjen) HaKI Depertemen Hukum dan HAM-RI
Intelektual Property Right)16 mendefinisikan HaKI sebagai hak yang timbul bagi hasil oleh
pikir otak yang menghasilkan suatu produk yang berguna bagi manusia. 17
kemampuan intelektual
HaKI, sudah lama terlibat secara aktif dalam krangka kerja baik yang bersifat regional
14
UNCTAD (United Nation Conference on Trade and Development) adalah organisasi
internasional yang didirikan pada tahun 1969.UNCTAD merupakan organ utama Majlis Umum PBB
dalam menangani isu perdagangan, investasi dan pembangunan.
15
Arus Akbar Silondae, dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis,
(Jakarta : Mitra Wacana Media, 2010), h. 155-156
16
ECAP (European Commision ASEAN Project on the Protection of Intelektual Property
Right) merupakan program yang di-inisiasi oleh Europian Union untuk emningkatkan informasi
mengenai Intellectual Property Right (IPR)atau HaKI di regional ASEAN termasuk Indonesia
17
Arus Akbar Silondae, dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis, h. 155-
156
18
ibid, h. 155-156
25
Indonesia telah menunjukan pada dunia Internasional, bahwa HaKI telah menjadi prioritas
utama di dalam pembangunannya saat ini untuk mengetahui lebih jauh peran aktif tersebut
serta krangka kerja di bidang HaKI yang telah diselenggarakan dibidang WTO19.20
ciptaan manusia. Perlindungan hukum terhadap HaKI pada prinsipnya adalah perlindungan
terhadap pencipta. Dalam perkembangan kemudian menjadi pranata hukum yang dikenal
mengenai masalah HaKI secara formal telah ada sejak akhir abad ke-19.Perjanjian-perjanjian
ini secara kuantitatif sebagian besar mengatur mengenai perlindungan Hak Milik
Perindustrian (Industrial Property Right) dan yang lainnya mengatur mengenai hak cipta.
Organization).22
TRIPs hanyalah sebagian dari keseluruhan sistem perdagangan yang diatur WTO,
dan keanggotaan Indonesia pada WTO menyiratkan bahwa Indonesia secara otomatis terkait
pada TRIPs. Adalah tidak mungkin untuk hanya menjadai peserta dari TRIPs tanpa menjadi
anggota dari WTO- hak-hak dan kewajiban dari TRIPs hanya timbul bila suatu negara
menjadi anggota WTO.Sebaliknya, tidak mungkin menjadi anggota WTO tanpa menjadi
peserta TRIPs. Sifat yang demikian itu, tampak dengan jelas dari kasus yang dialami
19
World Trade Organization (WTO) merupakan organisasi perdagangan dunia dan
merupakan satu-satunya badan Internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan
antar negara
20
Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung : PT. Alumni h. 2013), 23-24
21
World Intellectual Property (WIPO) merupakan Organisasi dibawah Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB) yang khusus menangani dan mengembangkan usaha-usaha perlindungan terhadap Hak
Kekayaan atas Intelektual (HaKI)
22
Taryana Soenandar, Perlindungan Hak Milik Intelektual Di Negara-negara Asean,
(Jakarta : Sinar Grafika h, 1996), h. 7
26
Indonesia pada waktu timbul permasalahan Proyek Mobil Nasional Timor yang harus
keberatan yang diajukan terhadap proyek ini adalah karena terjadinya pelanggaran terhadap
Ruang lingkup perjanjian internasional yang dinaungi WIPO, WIPO sendiri bertugas
konvensi WIPO yang termasuk kedalam ruang lingkup IPR terdiri dari dua unsur yaitu: 24
1. Hak Milik Perindustrian (Industry Property Right) yang meliputi paten, merek
dagang, dan desain industri.
2. Hak Cipta, yang meliputi hasil-hasil karya kesusastraan, musik ,fotografi dan
sinematografi.
23
Ibid. h. 25
24
Taryana Soenandar, Perlindungan Hak Milik Intelektual Di Negara-negara Asean, h. 8
25
Sri Redjeki Hartono,” Perlindungan Hukum Terhadap Lisensi Paten”,(Tesis S2 Fakultas
Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2008), h. 50
27
Hak Cipta
Hak Cipta
Hak-hak Lain yang terkait
dengan Hak Cipta
HaKI
1.Paten
Hak Milik 2. Paten Sederhana
Perindustrian
3. Varietas tanaman
4. Merek
5. Desain Produk Industri
6. Rahasia dagang
7 Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu
8. Indikasi Geografis
9. Persaingan Curang
Hak Kekayaan atas Intelektual yang dianut di Indonesia mengenal tujuh cabang yaitu
diantaranya :26
Pengaturan Hak Cipta sebagai cabang dari HaKI di Indonesia diatur dalam
Undang-undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta (Undang-undang HC). Hak Cipta
adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan dan
26
Arus Akbar Silondae, dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis, h. 157-
158
28
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
2. PATEN (PATENT)
Dasar hukum hak Paten di Indonesia terletak pada Undang-undang No. 14 tahun
2001 tentang Paten. Paten adalah Hak Ekslusif yang diberikan oleh Negara kepada
Inventor atas hasil Invensinya dibidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu
3. MEREK (TRADEMARK)
Undang-undang No.15 tahun 2001 tentang Merek merupakan dasar hukum yang
terbaru tentang perlindungan Merek di Indonesia. Sampai dengan saat ini, tercatat
pemerintah telah tiga kali merevisi Undang-undang Merek, yaitu terhadap Undang-
undang No. 19 tahun 1992 sebagai revisi terhadap Undang-undang No. 14 tahun 1997
dan yang terbaru adalah Undang-undang No. 15 tahun 2001 yang masih berlaku saat ini.
sebagai anggota the World Trade Organization (WTO) melalui kebijakan menyusaikan
tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau
27
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis menata Bisnis Moderen di Era Global, h. 208
28
Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual, h. 183
29
Arus Akbar Silondae, dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis, h. 157
29
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam
Dasar hukum hak Desain Industri di Indonesia terletak pada Unang-undang No.
31 tahun 2000 tentang Desain Industri. Desain Industri adalah suatu kreasi tentanng
bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atua
gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan
kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta
dapat dipakai untuk menghasilka produk, barang komoditas industri, atau kerajinan
tangan.31
DESIGN)
Indonesia terhadap perlindungan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Dalam pasal 1
anka 5 Undang-undang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah hak ekslusif yang
diberikan oleh negara Repblik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya, untuk
30
Dikutip dari, Pasal 1 butir 1 Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek.
31
Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual, h. 220
32
Arus Akbar Silondae, dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis, h. 157-
158
30
2000 tentang Rahasia Dagang. Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui
oleh umum di bidang tekhnologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena
berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiannya oleh pemilik Rahasia
Dagang.33
Varitas Tanaman adalah Perlindungan khusus yang diberikan negara, yang dalam hal ini
diwakili oleh pemerintah dan pelaksaannya dilakukan oleh kantor perlindungan varietas
tanaman, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui
Perkembangan pengaturan Merek di Indonesia antara Tahun 1961, 1992, 1997, dan
2001 terdapat beberapa hal pokok perubahan dan penambahan dalam setiap perubahan yang
dilakukan. Dalam sejarah perundang-undangan merek di Indonesia dapat dicatat bahwa pada
masa kolonial Belanda berlaku Reglement Industriele Eigindom (RIE) yang dimuat dalam
Stb. 1912 No. 545 Jo.Stb. 1913 No. 214. Setelah Indonesia merdeka peraturan ini dinyatakan
terus berlaku, berdasarkan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Ketentuan itu masih terus
berlaku, hingga akhirnya sampai pada akhir tahun 1961 ketentuan tersebut diganti dengan
UU No. 12 tahun 1961 tentang merek perusahaan dan merek perniagaan yang diundangkan
pada tanggal 11 oktober 1961 dan dimuat dalam lembaran negara RI No. 290 dan
33
OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, h. 452
34
Arus Akbar Silondae, dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis, h. .216
31
penjelasannya dimuatdalam Tambahan Lembaran Negara RI No. 2341 mulai berlaku pada
terletak pada antara lain masa berlakunya merek, yaitu sepuluh tahun menurut UU Merek
1961 dan jauh lebih pendek dari RIE 1912, yaitu 20 tahun. Undang-undang merek tahun
1961 ini ternyata mampu bertahan selama kurang lebih 31 tahun, untuk kemudian Undang-
undang ini dengan berbagai pertimbangan harus dicabut dan digantikan oleh Undang-undang
No. 19 tahun 1992 tentang “Merek” yang diundangkan dalam Lembaran Negara RI tahun
1992 No. 81 dan penjelasannya dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara No. 3490, pada
tanggal 28 Agustus 1992. UU yang disebut terakhir ini berlaku sejak 1 April 1993.Alasan
dicabutnya UU Merek Tahun 1961 itu, adalah karena UU Merek NO.21 Tahun 1961 dinilai
tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Undang-undang Merek
tahun 1992 ini banyak sekali mengalami perubahan-perubahan yang sangat berati,
Seiring waktu berlalu pada tahun 1997 dengan beberapa pertimbangan UU Merek
Tahun 1992 pun diperbaharui lagi dengan UU No 14 Tahun 1997. Pada tahun 2001 UU No.
19 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU No. 14 tahun 1997 tersebut dinyatakan tidak
berlaku. Sebagai gantinya adalah Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001.Adapun alasan
diterbitkannya UU NO. 15 Tahun 2001 diantaranya adalah salah satu perkembangan yang
kuat dan memperoleh perhatian seksama dalam masa sepuluh tahun ini dan
kecenderungannya yang masih akan berlangsung di masa yang akan datang adalah semakin
meluasnya arus globalisasi baik bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang
35
OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, h. 331
36
Ibid, h. 331-332
32
kegiatan di sektor perdagangan meningkat secara pekat dan bahkan telah menempatkan
disebutkan dengan “Hak Prioritas. Yaitu hak pemohon untuk mengajukan permohonan yang
berasal dari negara yang bergabung dalam Paris Convention for the Protection of Industrial
Property, atau agreement Establishing the, World Trade Organization untuk memperoleh
pengakuan bahwa tanggal penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara
tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu, selama pengajuan itu
dilakukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan Paris Convention for the
Syarat mutlak suatu merek yang harus dipenuhi oleh setiap orang ataupun badan
hukum yang ingin menggunakan suatu merek, supaya merek itu dapat diterima dan dipakai
sebagai merek atau cap dagang, adalah bahwa merek itu harus mempunyai daya pembedaan
yang cukup , sehingga mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan barang hasil
produksi sesuatu perusahaan atau barang perniagaan (perdagangan) atau jasa dari produksi
seseorang dengan barang-barang yang diproduksi oleh orang lain. Karena adanya merek itu
Selain itu, perlu kiranya penulis menguraikan lebih lanjut mengenai merek yang
37
OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, h. 336
38
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, h. 204
39
OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual h. 348
33
Pendaftaran Merek menganut dua sistem, yaitu sistem deklaratif dan konstitusif
sistem konstitutif, sama dengan UU sebelumnya yakni UU No. 19 Tahun 1992 dan UU No.
14 Tahun 1997. Ini adalah perubahan yang mendasar dalam UU Merek Indonesia, yang
sebagai pemakai pertama sampai ada orang lain yang membuktikan sebaliknya. Berbeda
dengan sistem deklaratif dalam sistem konstitutif baru akan menimbulkan hak apabila telah
didaftarkan oleh si pemegang. Oleh karenanya dalam sistem ini pendaftaran adalah suatu
40
C.S.T. Kansil, Hak Milik Intelektual (Hak Milik Perindustrian dan Hak Cipta), Jakarta :
Sinar Grafika, 1990), h. 152
41
OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, h. 362
42
Ibid, h. 362-363
34
keharusan.Dalam sistem deklaratif titik berat diletakkan atas pemakaian pertama, siapa yang
memakai pertama suatu merek dialah dianggap berhak menurut hukum atas merek yang
pendaftaran.
Adapun prosedur pendaftaran Merek, menurut UU Merek Tahun 2001 diatur dalam
c. Tambahan Berita Negara yang memuat akta pendirian badan hukum atau salinan
yang sahakta pendirian badan hukum, apabila p-emilik mereka adalah badan
hukum
d. Surat kuasa apabila permintaan pendaftaran merek diajukan melalui kuasa, dan
e. Pembayaran seluruh baiaya dalam rangka permintaan pendaftaran merek yang jenis
dan besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Pasal 10 ayat (1). 44
prioritas, yaitu wajib dilengkapi pula dengan bukti permintaan penerimaan pendaftaran yang
Permohonan pendaftaran merek dalam hak prioritas diatur dalam Pasal 11 dan
Pasal 12 Undang-umdang Merek No. 15 Tahun 2001.Bukti hak prioritas berupa surat
disampaikan berupa salinan atau fotokopi atau tanda penerimaan, pengesahan atas salinan
atau fotokopi surat atau tanda penerimaan tersebut diberikan oleh Direktorat Jendral apabila
permohnan diajukan untuk pertama kali. Subjek hukum atau badan hukum yang telah
mendapatkan hak secara prioritas akan dilindungi haknya di negara luar (negara dimana
negri sendiri. Dan untuk membatalkan pendaftar merek yang sama di negara lain pemegang
Mengenai jangka waktu perlindungan sebuah merek terdaftar adalah selama jangka
waktu sepuluh tahun dari tanggal penerimaan (pasal 28). Jangka waktu ini dapat
diperpanjang untuk masa yang tidak dapat ditentukan selama 10 tahun (pasal 35(1)) dengan
44
OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, h. 370
45
Ibid, h. 372
36
pembayaran biaya. Namun, pemilik harus melakukan perpanjangan 12 bulan sebelum merek
tersebut berakhir (pasal 35(2)). Merek akan diperpanjang masa berlakunya hanya jika
pemilik masih memakai merek tersebut dalm perdagangan barang dan atau jasa (pasal
tahun 2001:
46
Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual, h. 144
37
Permohonan
ya
Dipenuhi Tidak
1.
Pemeriksaan Dianggap ditarik
Substantif
Ya
Penolakan Disetujui
Ya
Ya 4
Tidak
Pemeriksaan
Tidak
- Sertifikat Merek Kembali
- Daftar Umum Merek Oposisi Diterima
Diterima 5 Banding
Putusan
6 Pengadilan Niaga
kasasi
38
Keterangan :
3. Berlangsung selama 3 bulan terhitung paling lama 10 hari sejak tanggal disetujuinya
5. Jika oposisi diterima pemohon dapat mengajukan banding ke komisi banding, jika
tidak Ditjen HaKI menerbitkan sertifikat Merek paling lama 30 hari sejak tanggal
banding47
47
OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, h. 378
BAB III
TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PERJANJIAN
LISENSI MEREK DALAM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL
1. Pengertian Perjanjian
orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian
merupakan kesepakatan antara dua orang atau dua pihak, mengenai hal-hal pokok
yang menjadi objek dari perjanjian. Kesepakatan itu timbul karena adanya
dapat disebut sebagai persetujuan, karena dua pihak tersebut setuju untuk melakukan
sesuatu.1
sepakat berarti suatu persesuaian paham dan kehendak antara dua pihak. Pengertian
kata sepakat tersebut berarti apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga
dikehendaki oleh pihak yang lain, meskipun tidak sejurusan tetapi secara timbal balik
Selain itu, Perjanjian dapat diartikan sebagai suatu pristiwa dimana seorang
berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
1
R. Soebekti, Aneka Perjanjian, Cet X, (Bandung :Citra Aditya Bakti, 1995), h. 26.
2
Ibid, h. 26.
39
40
melaksanakan sesuatu hal.3 Dari pristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua
perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakuan
sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu
adalah sama artinya. Begitupun dengan kontrak, lebih sempit karena ditunjukan
menggunakan istilah overeenkomst dan Contract untuk pengertian yang sama. Hal
ini secara jelas dapat disimak dari judul Buku III titel kedua Tentang “Perikatan-
perikatan yang lahir dari kontrak dan perjanjian” yang dalam bahasa aslinya (bahasa
worden”.5 Pengertian ini juga didukung pendapat banyak sarjana, akan tetapi Subekti
3
Subekti, Hukum Perjanjian, Cet 21, (Jakarta : Intermasa, 2001), h.1
4
Ibid, h. 1
5
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial,
(Jakarta : Kencana, 2010), h. 13
41
Sedangkan sarjana lain, seperti Potheir tidak memberikan pembedaan antara kontrak
Disebut convention (pacte) yaitu perjanjian dimana dua orang atau lebih
perikatan.6
Perjanjian yang sah menurut hukum artinya perjanjian yang memenuhi syarat
yang telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga ia diakui oleh hukum (legally
a. Sepakat
b. Cakap
6
Ibid, h. 13
7
Subekti, Hukum Perjanjian, h.1
8
Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta : Kencana, 2004), h.1
42
maka perjanjian tersebut menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak
yang mengikatnya.
Sepakat atau juga dinamakan perizinan, dimaksud bahwa kedua subyek yang
mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seiya-sekata mengenai hal-
hal pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Kesepakatan para pihak merupakan
unsur mutlak terjadinya suatu kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai
cara, namun yang paling penting adalah adanya penawaran dan penerimaan atas
penawaran tersebut.9
asasnya. Setiap orang yang sudah dewasa atau aqilbaliq dan sehat pikirannya, adalah
cakap menurut hukum. Dalam Pasal 1330 kitab undang-undang Hukum Perdata
disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian
adalah :
pejanjian tertentu.10
9
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2007), h. 14
10
Subekti, Hukum Perjanjian. Cet 21. h.17
43
suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah
pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksud dalam perjanjian paling
sedikit harus ditentukan jenisnya. Akhirnya oleh Pasal 1320 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata, ditetapkan sebagai syarat keempat untuk suatu perjanjian yang sah
adanya asuatu sebab yang halal. Dengan sebab bahasa belanda oozaak, bahasa
dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah:12
dalam hukum kontrak, meskipun asas ini tidak dituangkan aturan hukum namun
pihak.13Dalam hal ini yang dimaksudkan dengan asas kebebasan berkontrak adalah
suatu asas yang mengajarkan bahwa para pihak dalam suatu kontrak pada prinsipnya
bebas untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga kebebasannya
untuk mengatur sendiri isi kontrak tersebut.Asas kebebasan berkontrak ini dibatasi
11
Ibid. h. 19
12
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial, h. 108
13
Ibid, h. 108
44
2. Asas Konsensualisme
Asas ini menjelaskan, bahwa jika suatu kontrak telah dibuat, maka dia telah
sah dan mengikat secara penuh.15Apabila menyimak rumusan pasal 1338 (1) BW
yang menyatakan bahwa : “semua perjanjian yanng dibuat secara sah berlaku sebagai
bahwa dalam pembuatan perjanjian yang sah menurut hukum adalah mengikat,
karena dalam asas ini terkandung “kehendak para pihak” untuk saling mengikat diri
ini terkandung kehendak para pihak untuk saling mengikatkan diri dan menimbulkan
14
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis,Menata Bisnis Moderen di Era Globalisasi
(Bandung : PT.Citra Aditiya Bhakti, 2008), h. 12
15
Ibid, h. 13
16
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial,
h. 121
45
Istilah “pacta sunt servanda” berarti “janji itu mengikat” yang dimaksudkan
adalah bahwa suatu kontrak yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat para
pihak tersebut secara penuh, sesuai isi kontrak tersebut.Mengikatnya secara penuh
atas kontrak yang dibuat oleh para pihak tersebut oleh hukum kekuatannya dianggap
sama saja dengan kekuatan mengikat dari suatu Undang-undang. Karena itu apabila
suatu pihak dalam kontrak tidak menuruti kontrak yang telah dibuatnyaa, oleh
dilaksanakan dengan I’tikad baik .” apayang dimaksud dengan I’tikad baik (te
goeder trouw, good faith). Pengaturan pasal 1338 (3) BW, yang menetapkan bahwa
dan keadilan.18
17
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis,Menata Bisnis Moderen di Era Globalisasi, h 12
18
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial, h. 135
46
1. Pengertian Lisensi
Sebagai alternatif upaya untuk lebih mendekatkan diri dari pada konsumen di
negara tujuan, serta untuk mengurangi dampak biaya transportasi ekspor yang tinggi,
serta resiko hilangnya produk dari pasaran sebagai dari akibat resiko transfortasi dan
embargo yang mungkin dilakukan secara politis, maka mulailah diupayakan untuk
mengembangkan suatu bentuk usaha baru yang dikenal dengan nama Lisensi. 20
Lisensi berasal dari kata latin “Licentia”. Yang berarti jika kita memberikan
kepada seseorang Lisensin terhadap suatu oktroi atau merek, maka kita memberikan
kebebasan atau izin kepada orang itu untuk menggunakan sesuatu yang sebelumnya
menggunakan oktroi pihak lain dalam hukum tata milik industri, dapat diberikan oleh
umum dalam Black’s Law Dictionary, Lisensi ini diartikan sebagai :22“A personal
19
Ibid, h. 135
20
Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Lisensi, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2001),
h. 3
21
Depertemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet IV, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 835
22
Gunawan widjaja, Seri Hukum Bisnis: Lisensi, h. 3
47
Menurut para ahli, Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik merek
terdaftar kepada pihak lain melalui surat perjanjian yang berdasarkan pada
pemberian hak ( bukan pengalihan hak ) untuk menggunakan merek tersebut, jenis
barang dan atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.24
Lisensi Merek adalah izin yang diberikan pemilik merek terdaftar kepada pihak lain
melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak dan bukan pengalihan hak
untuk menggunakan merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang
Jadi Lisensi adalah suatu bentuk hak untuk melakukan satu atau serangkaian
tindakan atau perbuatan, yang diberikan oleh mereka yang berwenang dalam bentuk
izin pengalihan hak. Tanpa adanya izin tersebut, maka tindakan atau perbuatan
tersebut merupakan suatu tindakan yang terlarang, yang tidak sah, dan merupakan
tindakan melawan hukum.26 Ini berarti Lisensi selalu dikaitkan dengan kewenangan
23
Ibid, h. 3
24
Nyoman Bob Nugraha, dkk, “Pilihan Hukum dalam Perjanjian Lisensi di BidangMerek
Dagang antara Para Pelaku Usaha yang Berbeda Kewarganegaraan Berdasarkan Undag-undang No.
15 Tahun 2001 Tentang Merek”. Kertha Semaya, 2.06 (2014). H.1-2
25
Dikutip dari Pasal 1 angka 1 Undang-undang No 15 tahun 2001 tentang Merek
26
Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Lisensi
48
dalam bentuk privilege untuk melakukan sesuatu oleh seseorang atau suatu pihak
tertentu.
ada dua macam Lisensi yang dikenal dalam praktek pemberian Lisensi yaitu :
a) Lisensi Umum adalah lisensi yang dikenal secara luas dalam praktek yang
other use without the autborization of the right holder) adalah merupakan
tidak.28
Menurut Tim Lindsey dkk, lisensi umum dapat dibagi atas 2 (dua) macam
waktu yang ditentukan dan biasanya lisensi diberlakukan untuk daerah yang
ditentukan.
27
Ibid, h.17
28
Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual ( Bandung : PT. Alumni, 2013), h. 333
49
memberi lisensi HaKI-nya pada pemakai lisensi lainnya dan juga menambah
Direktorat Jendral dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi
Merek.30
2. Perjanjian Lisensi
Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit, dan Hak Cipta, seperti diketahui
bermanfaat ekonomi maka suatu kekayaan intelektual dapat menjadi aset perusahaan.
nilai-nilai ekonomi ini secara optimal, seorang pemegang hak salah satu kekayaan
ekonominya. Oleh karena itu, oleh Undang-undang yang berlaku, kepada seseorang
29
Ibid, h. 334
30
Ahmad Miru, Hukum Merek Cara mudah Mempelajari Undang-undang Merek, h. 64
31
Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual, h. 331
50
atau perusahaan yang memiliki aset HaKI diperbolehkan untuk memberikan aset
Perjanjian Lisensi adalah perjanjian antar dua pihak atau lebih, yang mana
satu pihak yang memegang hak bertindak sebagai pihak yang memberikan Lisensi.
Sedangkan pihak yang lain bertindak sebagai pihak yang menerima lisensi.
Pengertian Lisensi sendiri adalah izin untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu
obyek yang dilindungi oleh hak atas kekayaan intelektual untuk jangka waktu
membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.33
Lisensi Merek adalah izin yangdiberikan pemilik merek terdaftar kepada pihak lain
melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak dan bukan pengalihan hak
untuk menggunakan merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang
dan jasa yang didaftarkan pada waktu dan syarat tertentu.34 Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa Perjanjian Lisensi Merek adalah perjanjian antara pihak pemilik
merek (pemberi lisensi merek) dengan pihak penerima lisensi merek dan bukan
merupakan pengalihan hak berupa izin yang diberikan pemilik merek terdaftar
32
Ibid, h. 331
33
Gunawan Widjaja, Lisensi dan waralaba Suatu Panduan Praktis (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2004), h. 9
34
Dikutip dari Pasal 1 angka 13 Undang-undang No 15 tahun 2001 tentang Merek
51
kepada seseorang atau beberapa atau badan hukum untuk menggunakan merek, baik
untuk seluruh atau sebagian jenis barang atau jasa yang didaftarkan.
dikenai biaya .Akibat hukum dari adanya pencatatan perjanjian lisensi tersebut
adalah bahwa perjanjian lisensi tersebut selain berlaku bagi para pihak, juga
Perjanjian lisensi bersifat “partai dan konsensual”, oleh karena itu harus
memenuhi ketetentuan pasal 1320 KUH Perdata. Dan berdasarkan asas-asas yang
ditentukan pasal 1338 KUH Perdata. Bentuk perjanjian lisensi ditegaskan dalam
Alasan ekonomi memang alasan yang lebih kuat mengapa para pemilik
hak atas keayaan intelektual atau pengusaha melisensikan haknya kepada orang lain,
karena adanya royalti yang menjanjikan maka banyak sekali pemilik hak atas
35
Ahmad M. Ramli, Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (Tangerang : Direktorat
Jendral Hak Kekayaan Intelektua, 2013), h. 29
36
Oktamalia, “Pengaturan Perjanjian Lisensi Merek Ditinjau dari Undang-undang No. 15
tahun 2001 di PT. Astra Honda Motor,” (Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas Katolik
Soegijapranata Semarang, 2004), h.37
52
Property : The Promise and The Peril, ada sembilan alasan seorang pengusaha
tahun 1961 tentang merek yang sekarang telah diubah menjadi Undang-undang No
15 tahun 2001 tentang merek. Praktek lisensi diadakan atas dasar asas kebebasan
baik, objek yang ditawarkan dengan lisensi itu diteliti dulu dengan baik. Terutama di
37
Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, h.16
53
kemungkinan tekhnis dan finansialnya, sementara kerap kai pula diadakan penelitian
industrinya hal ini banyak sekali dilupakan. Hal yang biasa dalam menerima lisensi
masih saja mungkin mengandung di dalamnya resiko-resiko yang tidak selalu dapat
diketahui sebelumnya. 38
dua pihak. Kedua belah pihak tersebut memiliki kepentingan yang berdiri sendiri dan
bahwa kedua belah pihak tersebut, yaitu pemberi lisensi dan penerima lisensi pasti
kepentingan dan perselisihan yang dapat terjadi diantara kedua belah pihak tersebut.
Keuntungan yang besar ini hanya dapat dicapai oleh kedua belah pihak jika antara
Persyaratan Perjanjian Lisensi yang dicatat dalam Daftar Umum Merek dan
diumumkan dalam Berita Resmi Merek oleh Ditjen akan dikenai biaya sebagaimana
38
Roeslan Saleh, Seluk Beluk Praktis Lisensi ( Jakarta : Sinar Grafika, 1991), h. 6
39
Gunawan Widjaja, Lisensi dan waralaba Suatu Panduan, h. 61
54
dalam (pasal 44 ayat (4)) UU No. 15 tahun 2001. Dalam hal ini Ditjen HaKI akan
mempertimbangkan :40
1. Merek tersebut sudah terdaftar dalam kantor merek. Hal ini berkaitan dengan
first to file system (stelsel) konstitutif yang memberikan perlindungan hukum
setelah merek didaftarkan.
2. Lisensi Merek hanya dapat didaftarkan jika merupaka merek pribadi dari
perorangan atau badan hukum dan bukan merek kolektif (yang bukan merek
dari suatu grup tertentu).
3. Hanya merek yang masih berlaku jangka waktu perlindungan hukumnya yang
dapat dijadikan objek perjanjian lisensi. Hal ini mengingat , jika jangka waktu
pendaftaran suatu merek telah habis 10 (sepuluh) tahun serta tidak ada
perpanjangan maka akan hapus pula perlindungan hukumnya.
4. Perjanjian lisensi tidak bertentangan dengan pasal 47 UU No. 15 tahun 2001
tentang Merek.
Lazimnya suatu perjanjian lisensi dibuat dalam bentuk akta otentik, yaitu
suatu akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang. Perjanjian ini dibuat antara
pemilik merek terdaftar dengan pihak (orang atau badan hukum) lain sebagai
Yaitu suatu lisensi yang diberikan kepada pihak ketiga oleh penerima
lisensi
d) Pemberi lisensi wajib melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap
mutu barang dan jasa yang diproduksi dengan merek yang dilisensikan
e) Jangkauan berlakunya lisensi
- Wilayah tertentu
- Seluruh wilayah RI
f) Pada prinsipnya pemilik dapat diperbolehkan untuk memakai sendiri atau
melisensikan lagi mereknya kepada pihak ketiga, kecuali dalam perjanjian
lisensi yang bersangkutan diatur secara tegas larangan itu.
g) Penentuan royalti dan cara bayar
h) Tidak boleh bertentangan dengan kepentingan ekonomi Indonesia.
Pelaksanaan perjanjian lisensi ini dilakukan oleh kedua belah pihak antara
42
Fransiska Br. Surbakti, “Perjanjian Lisensi Sebagai salah Satu Upaya Mengatasi
Pemalsuan Merek Menurut UU No. 15 tahun 2001 Tentang Merek, ”(Skripsi S1 Fakultas Hukum
Sumatera Utara Medan, 2009), h. 32
56
Direktorat Jendral dalam pencatatan perjanjian lisensi tidak begitu saja akan
Jenis hak dan kewajiban para pihak dalam suatu perjanjian lisensi dapat
ditetapkan secara bebas sesuai dengan kehendak para pembuat perjanjian lisensi
tersebut. Hal ini sesuai dengan asas kebebasan berkontrak sebagai salah satu asas
memberikan kebebasan yang sangat luas terhadap individu untuk mengatur hak dan
Secara teoretis, dapat dikemukakan bahwa sesuai dengan asas negara hukum
sebagai salah satu asas hukum yang kedudukannya sangat tinggi dan penting dalam
tatanan asas-asas hukum, semua kekuasaan negara atau kebebasan individu harus ada
penting dalam rangka kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu, prinsip yang
digariskan oleh asas negara hukum tersebut harus dipatuhi oleh asas-asas hukum lain
yang kedudukannya lebih rendah seperti asas kebebasan berkontrak dalam hukum
perdata. Penerapan asas kebebasan berkontrak dalam suatu perjanjian seperti dalam
perjanjian lisensi harus dibatasi, sesuai dengan asas negara hukum. Dengan
kebebasan dalam membuat suatu kontrak tidak dapat atau tidak mungkin bersifat
57
58
mutlak sehingga asas kebebasan berkontrak tersebut pada hakikatnya adalah asas
Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyebutkan bahwa “Setiap perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
berupa dan berisi apa saja dan dengan perjanjian itu akan mengikat mereka yang
KUHPerdata tersebut tidak bisa diartikan sangat luas sehingga para pihak seolah-
olah dapat membuat suatu perjanjian mengenai apapun sesuai dengan kehendak
mereka yang membuat perjanjian tersebut. Dalam hukum positif yang berlaku di
Indonesia terdapat pembatasan terhadap isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak.
Pembatasan itu dengan sendirinya akan berlaku juga terhadap lisensi sebagai suatu
bentuk perjanjian. Maka, Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang dikemukakan di atas
tidak dapat ditafsirkan seolah-olah para pihak yang membuat perjanjian dapat saja
membuat perjanjian mengenai apapun sesuai dengan kehendak mereka. Jadi, dengan
1
Gunawan Suryomurcito, Laporan Akhir Tentang Kompilasi Bidang Hukum Perjanjian
Lisensi, (Jakarta: Badan Pembina Hukum Nasional Depertemen Hukum dan Hak Asasi, 2006), h. 21.
59
a. Ketentuan Undang-undang,
c. Ketertiban Umum.
asas kebebasan berkontrak dan atas kesepakata para pihak. Namun, Di dalam
perjanjian lisensi merek yang tidak bisa dihindari oleh para pihak dan harus
diantisipasi sebelumnya adalah jika terjadi sengketa diantara mereka. Sengketa yang
sering terjadi dalam hal perjanjian lisensi biasanya terkait hak dan kewajiban masing-
masing pihak. Dengan hal ini maka, hak dan kewajiban para pihak dalam sebuah
perjanjian lisensi merupakan hal yang wajib diperhatikan dan menjadi acuan isi
sebuah perjanjian lisensi. Hak dan kewajiban para pihak inipun jika tidak terpenuhi
2
Ibid, 22
60
Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian lisensi yang harus
3
Imam Sjahputra,dkk, Hukum Merek di Indonesia, (Jakarta :Harvarindo,2005) , h. 92
4
Ibid, h.92
5
Galih Pangestu, “Hukum Dagang”, artikel diakses pada 1 Maret 2015 dari
http://galihpangestu14.wordpress.com/2012/06/03/hukum-dagang/html
6
Imam Sjahputra,dkk, Hukum Merek di Indonesia, h. 93
61
kesepakatan yang telah dibuat dalam sebuah perjanjian yang telah ditetapkan antar
pihak dan senantiasa melaksanakannya sebagaimana mestinya. Jika salah satu dari
pihak tidak melaksanakan hak dan kewajibannya maka perjanjian akan menjadi cacat
lisensi merek.
membuat sebuah perjanjian lisensi merek. Dalam pelaksanan perjanjian ini sangat
perlu adanya sebuah itikad baik antar pihak untuk keberlangsungan jalannya
perjanjian lisensi merek ini. Mengingat dalam perjanjian lisensi para pihak dapat
dengan itikad baik para pihak untuk melakukan isi perjanjian secara baik dan
melaksanakan konsekwensinya dengan baik pula. Berjalannya Kedua prinsip ini pun
sangat tergantung dengan para pihak, jika para pihak dapat melaksanakannya dengan
jujur dan baik maka prinsip itupun akan tercapai kegunaannya. Dan manakala ada
sebuah sengketa yang timbul antara para pihak maka penyelesaiannya pun harus
Itikad baik dalam perjanjian merupakan hal yang dasar dan sangat penting
implementasinya, hal serupa dapat pula kita temukan dalam syariat Islam,
(syirkah). Oleh karena itu, itikad baik antar pihak dalam perjanjian harus diindahkan.
mengharuskan salah satu pihak harus memenuhi hak dan kewajiban satu sama lain.
Memenuhi hak dan kewajiban di dalam perjanjian merupakan hal yang harus dan
perjanjian ataupun wanprestasi dalam perjanjian, dan dapat merugikan pihak yang
ُ اًََا ثَا ِل: يَقُ ْْ ُل اهللاُ تَ َعالَى: صلَّي ا هللاُ َعلَ ْي َِ َّ َسلَّ َن قَا َل
ث ال َش ِش ْى ِكي ِْي َها لَ ْن َ ِإ َّى َسس ُْْ َل هللا
ُ ْاحبََُ َخ َشج
ت ِه ْي بَ ْيٌَِِا (سّاٍ ابْداّد ّ الذاسقطٌى ِ صَ َاى اَ َح ُذُُ َوا َ يَ ُخ ْي اَ َح ُذ ُُ َوا
َ فَإ ِ َرا خ،ََُصا ِحب
pihak ketiga dari dua pihak yang berserikat selama salah satu pihak tidak
mengkhianati yang lainnya. Maka, apabila salah satu pihak menghianati yang lain,
Baihaqi)
sebuah perjanjian adalah wajib hukumnya. Oleh karena itu Perjanjian Lisensi merek
ini harus didasari dengan itikad baik agar tidak terdapat adanya saling mengkhianati
dan wanprestasi yang dapat merugikan salah satu pihak yang dikhianati, karena
63
Allah membenci adanya pengkhianatan antar pihak dalam berjanji. Demikian pula
sesuai apa yang telah disepakati sebagaimana. Dengan hal ini telah jelas bahwasanya
perjanjian yang beritikad baik dan sesuai dengan Undang-undang yang ada, itupun
telah diatur dan diperintahkan oleh Allah SWT. Karena menunaikan akad dalam
sebuah perjanjian yang disepakati dan sesuai perintah Allah adalah wajib hukumnya.
ْ َّيَاَيٌَِّا الَّ ِزي َْي َءا َهٌُ ْْآ أَ ّْفُ ْْا ِب ْال ُعقُ ْْ ِد أُ ِحل
َّ ت لَ ُك ْن بَ ِِ ْي َوتُ ْاْلَ ًْ َع ِام َّإَّل َها يُ ْتلَي َعلَ ْي ُك ْن َغ ْي ُش ُه ِحلِّ ْي ال
ص ْي ِذ
Dihalalkan bagimu binatang ternak kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang
Merek
UU Merek 2001. Sementara itu Amerika Serikat mengatur dalam pasal 5 atau g 1055
dan pasal 45 atau g 1127, 15 USC, Lanham Act. Menurut Donal S. Chisum dan
64
Michael A. Jacobs, Pengertian dan tujuan Lisensi Merek ialah “Pemilik merek
dagang atau merek jasa dapat memberikan (melisensikan) mereknya kepada orang
lain, dengan syarat pemilik merek menguasai sifat dasar dan kualitas dari barang-
barang atau jasa yang diproduksi dan dijual penerima lisensi atas nama pemilik
merek atau pemberi lisensi”. Oleh karena itu pemberian lisensi harus menggunakan
sebuah perjanjian yang sah dan terdaftar dan yang dilisensikannya pun harus berupa
Sengketa Lisensi merekpun dapat terjadi apabila ada sebuah kecacatan dan
pengalihan hak dan mengasilkan royalti yang sangat tinggi antar pihak, maka setiap
pihak pun ingin mendapatkan royalti yang besar dibanding lawan pihaknya. Dengan
pastinya untuk keperluan pribadi dan hasil royalti yang sangat menguntungkan
yang sama bisa mengurangi penjualan produk barang atau jasa yang
menggunakan merek yang dilisensikan, sehingga merugikan pemberi
lisensi.
3. Sengketa yang disebabkan karena mantan penerima lisensi memproduksi
barang atau jasa dengan menggunakan merek lain, namun kualitasnya
sama persis dengan kualitas merek yang pernah dilisensikan. Kondisi itu
akan membuat mantan pemberi lisensi selaku pemilik merek akan
menderita kerugian, karena akan mengurangi jumlah penjualan produk
barang atau jasanya.8
lisensi diantaranya :
diperjanjikan.
dilisensikan
4. Pemberi lisensi menaikan royalti secara sepihak dan tidak sesuai dengan
perjanjian.
8
Agung Sujatmiko, “Penguatan Prinsip Berkontrak dan Itikad Baik dalam Perjanjian Lisensi
Merek Terkenal”, artikel diakses pada 25 November 2011 dari
Agungsujatmiko73.blogspot.com/2011/11/pengaturan-prinsip-kebebasan-berkontrak.html?m=1
66
Selain itu, hal-hal diatas yang dapat menjadi bentuk-bentuk dan faktor
menjadi masalah dalam perjanjian lisensi yaitu mengenai kualitas barang dan jasa,
jangka waktu perjanjian dan royalti. Oleh karena itu, untuk meminimalisasi sengketa,
para pihak hendaknya membuat perjanjian secara detail. Peluang timbulnya sengketa
diantara para pihak yang paling sering terjadi adalah jika salah satu pihak
Hal lain yang juga dapat menjadi pemicu lahirnya konflik adalah masalah
kedua belah pihak, bisa pula berakhir sendirinya jika jangka waktu perjanjian telah
habis, atau karena jangka waktu validitas merek yang menjadi basis lisensi itu sudah
berakhir. Karena itu, harus ditentukan secara tegas, termasuk kalau timbul sengketa,
pengadilan ataukah di luar pengadilan. Jika sejak awal telah diatur dengan jelas maka
9
Agung Sujatmiko, “Perjanjian Lisensi Merek Terkenal”, Mimbar Hukum vol.22, No.2,
(Juni 2010), h.261.
67
membuat perjanjian tersebut dibatalkan, artinya perjanjian tetap dianggap masih ada
beserta segala akibat hukum, hak-hak dan kewajiban yang ditimbulkan perjanjian
pelaksana Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia yang mempunyai
Hak Kekayaan Intelektual. Lembaga ini dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal
mempunyai fungsi:11
10
Herbert Petrus Wiro Simbolon, dkk. “Upaya Hukum Terhadap Peyalahgunaan Perjanjian
Lisensi Merek”. Vol 01, No. 03 (Mei 2013), h. 3
11
Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, “Visi, Misi dan Nilai”, yang diakses tanggal
02 Maret 2015, http://www.dgip.go.id/tentang-kami/visi-misi-dan-nilai-djhki.html
68
Fungsi-fungsi di atas diadopsi dari visi, misi dan nilai Direktorat Jendral
HaKI, diantara lain yang meiliki visi, menjadi institusi kekayaan intelektual
memiliki 5 nilai antara lain integritas, kinerja terbaik dan konsistensi, pelayanan
Terkait dengan hak merek, tugas dan wewenang dirjen haki dilimpahkan
kepada direktorat sendiri yaitu direktorat merek. Kewenangan ini meliputi pelayanan
hak atas merek terdaftar antara lain Lisensi, hibah, waris dll, pelayanan terhadap
identifikasi jenis-jenis merek antara lain merek kolektif, merek dagang, merek jasa,
pelayanan pengaduan sengketa merek, dan lain sebagainya yang diatur dalam
undang-undang.
menolak dan menerima pendaftaran lisensi yang telah diatur dalam undang-undang
Merek no. 15 tahun 2001 Pasal 47 butir (1) yaitu “Perjanjian Lisensi dilarang
memuat ketentuan baik langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan akibat
12
ibid, html
69
teknologi pada umumnya”. Sebagai garda terdepan dalam bidang sub perekonomian
pendaftaran lisensi merek sesuai dengan kriteria lisensi yang boleh didaftarkan, agar
pelanggaran dan penyalahgunaan dalam lisensi merek baik sengketa yang timbul
seperti merek yang ganda, perjanjian lisensi yang beritikad tidak baik, serta
13
Komisi banding merek, Lihat pasal 7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7
tahun 2005 tentang Susunan Organisasi, Tugas,, dan Fungsi Komisi Banding Merek, Jo UU no 15
tahun 2001 tentang merek mengatur komisi banding pada pasal 33
70
tugas dan fungsi Komisi Banding, Direktorat Merek serta Direktorat Jendral HaKI.
dengan belum diaturnya alur dan prosedur hukum yang secara khusus diperuntukan
ketika timbulnya sengketa penyalahgunaan lisensi. Dirjen HaKI dan penegak hukum
sengketa yang umum terkait pelanggaran dan tindak pidana merek. Padahal dalam
keadilan. Untuk menghindari kekosongan hukum hakim dan penegak hukum lainnya
masih menggunakan cara penyelesaian sengketa merek dan sengketa perjanjian pada
umumnya.
lisensi merek ini bisa menggunakan dua cara diantaranya pertama, menggunakan
Pengadilan Negri sebagai lembaga peradilan formal, tergantung para pihak yang
sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Sengketa yang tidak dapat diselesaikan
melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa adalah sengketa yang menurut
Oleh sebab itu, upaya hukum yang dapat dilakukan salah satu pihak apabila
15 Tahun 2001 tentang Merek, yang menyebutkan para pihak dapat menyelesaikan
sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Selain itu, dalam
14
Ari Juliano Gema, Membangun Profesi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual Langkah
Menuju Profesionalisme dan kemandirian Profesi, (Jakarta : PT. Justika Siar Publika. 2006), h. 48
72
Penyelesaian Sengketa.
Perjanjian Lisensi Merek dapat diselesaikan secara non litigasi yaitu penyelesaian
sengketa alternatif diluar sistem dan hukum acara yang berlaku pada badan
Nomor 15 Tahun2001). Sanksi yg diberikan kepada tergugat dapat berupa ganti rugi
menggunakan merek tersebut, serta pidana dan denda yang diterapkan bersamaan,
hal ini tergantung dari tingkat kesalahan dari pelanggar itu sendiri15
Jika pelanggaran hak itu semata-mata terhadap hak yang telah tercantum
dalam UUM 2001, maka gugatan dapat dikategorikan sebagai pristiwa perbuatan
pelanggaran situ menyangkut perjanjian lisensi, dimana para pihak dalam perjanjian
itu tidak memenuhi isi perjanjian itu baik seluruhnya atau sebagian, dan
menimbulkan kerugian pada pihak lawan, maka gugatan dapat dikatagorikan sebagai
15
Herbert Petrus Wiro Simbolon, dkk. “Upaya Hukum Terhadap Peyalahgunaan Perjanjian
Lisensi Merek”. Vol 01, No. 03 (Mei 2013), h. 4
73
UUM 2001 menetapkan bahwa ada dua macam bentuk atau isi dari tuntutan
kebendaan maka hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapa saja. Karena pada
hak merek terdapat hak absolut di dalamnya dan dapat diberinya hak gugat oleh
Undang-undang kepada pemegang hak. Dalam perjanjian lisensi para pihak harus
membuat sebuah perjanjian dengan jelas dan detail, termasuk dalam kesepakatan
memeilih choice of law17 dan choice of forum18. yang akan dipergunakan jika terjadi
Para pelaku usaha yang terikat dalam perjanjian lisensi sering kali memilih
dibandingkan dengan peradilan biasa yaitu seperti kasus yang diajukan secara
arbitrase ini jauh dari publikasi karena kerahasiaan dari masing-masing pihak akan
16
OK saidin , Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektua, Cet. IV, (Jakarta : Praja Grafindo
Persada, 2004) , h. 401
17
Choice of Law adalah Memilih hukum yang akan mengatur ketika terjadi sengketa atau
memilih hukum yang akan mengatur kontrak
18
Choice of Forum adalah Memilih Forum mana yang akan digunakan untuk menyelesaikan
masalah yang timbul dalam pelaksanaan kontrak
19
Nyoman Bob Nugraha, “Pilihan Hukum dakam Perjanjian Lisensi di Bidang merek
Dagang antara Para Pelaku Usaha yang Berbeda Kewarganegaraan Berdasarkan Undang-undang
No. 15 tahun 2001 tentang Merek”. Kerta Semaya 2.06 (2014), h. 4
74
dijaga waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan perkaranya lebih cepat, serta
tidak menggunakan cara yang formal seperti dipengadilan biasa, para arbiternya juga
ditunjuk secara adhoc20. Oleh para pihak sesuai dengan bidangnya masing-masing.21
Sebagaimana dalam kasus lisensi merek yang pernah terjadi mengenai merek
rokok Davidoff. Pihak Reemstma selaku pemegang lisensi resmi dari Davidoff & Cie
S.A selaku pemilik resmi dari merek Davidoof telah beberapa kali mengupayakan
Pengadilan Niaga untuk membatalkan sebuah merek yang menggunakan merek yang
sama oleh pihak STTC yang telah dibeli melalui Davidoof Ltda Brazil, yang mana
sekali tidak ada hubungan kerja sama dengan pihak Davidoof Ltda yang berada di
Brazil.
Kasus yang terjadi antara Davidoff & Cie SA selaku penggugat, yang
Patimura No. 3 Pematang Siantar, Sumatera Utara, yang membeli merek dari
20
Arbitrase Ad-Hoc disebut juga sebagai arbitrase volunter. Ketentuan dalam Reglement
Rechtvordering (Rv) mengenal adanya Arbitrase Ad-Hoc. Pada Pasal 615 ayat (1) Rv. Arbitrase Ad-
Hoc adalah Arbitrase yang dibentuk khusus untuk menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu,
atau dengan kata lain Arbitrase Ad-Hoc bersifat insidentil.
21
Nyoman Bob Nugraha, “Pilihan Hukum dakam Perjanjian Lisensi di Bidang merek
Dagang antara Para Pelaku Usaha yang Berbeda Kewarganegaraan Berdasarkan Undang-undang
No. 15 tahun 2001 tentang Merek”, h. 5
75
Davidoff Commercio E Industria Ltda (Davidoof Ltda) yang dimana keduanya sama-
terhadap penggunaan merek tersebut, pihak Davidoff & Cie SA selaku pemilik
merek bersama Reemstma sebagai pihak yang memegang lisensi resmi dari pemilik
mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga atas Merek yang didaftarkan oleh pihak
STTC.22
Konflik di atas terjadi saat Davidoff & Cie berencana memasarkan merek
rokok yang dikibarkan oleh Dino Davidoof ini di Indonesia. Sebagai merek terkenal
Davidoff di Indonesia. Dan ternyata setelah ditelusuri STTC memperoleh lisensi dari
Davidoff Commercio, Brazil. Padahal perusahaan rokok asal Negri tersebut sudah
ditutup karena kalah digugat oleh Davidoof & Cie dengan tuduhan memalsukan
merek. Bahkan pemalsunya adalah Peter Koenig dan ia sudah dihukum penjara
selama 17 bulan.23
Apabila kita lihat dari sejarah dan latar belakang permohonan pendaftaran
merek Davidoff oleh tergugat maka sudah dapat terlihat adanya unsur itikad tidak
22
Youky Surinda, “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Merek di Indonesia(Studi Kasus
Sengketa Rokok Davidoff dan reemtsma”, artikel diakses pada 02 Maret 2015 dari
http://youkysurinda.wordpress.com/2011/09/05/perlindungan-hukum-bagi-pemegang-merek-di-
indonesia-studi-kasus-sengketa-rokok-davidoff-danreemtsma/html
23
Ahmad Taufik,”Hukum Merek : Babak Baru Sengketa Davidoff”, artikel diakses pada 02
Maret 2015 dari http://www.ahmadtaufik.com/2013/05/hukum-merek-babak-baru-sengketa-
davidoff.html
76
baik oleh tergugat, dimana pada tahun 1978 di Brazil, Peter kuning yang pada saat
itu bekerja untuk Davidoff ltda, mendaftarkan merek Davidoff untuk kelas yang
sama, dimana merek tersebut juga telah didaftarkan pertama kali oleh penggugat
Putusan Mahkamah Agung yang diputuskan baik pada tingkat kasasi maupun
adalah sama pada keseluruhannya dengan merek “DAVIDOFF” yang dimiliki oleh
merupakan merek terkenal sesuai dengan bukti – bukti yang ada merek
“DAVIDOFF” ini merupakan merek terkenal dan telah memenuhi syarat sebagai
merek terkenal yang dimana persyaratan merek terkenal tertuang dalam Pasal 6 Ayat
(1) huruf (b) Undang – Undang Merek memberi penjelasan sebagai berikut:
25Youky Surinda, “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Merek di Indonesia (Studi Kasus
Sengketa Rokok Davidoff dan reemtsma”,
http://youkysurinda.wordpress.com/2011/09/05/perlindungan-hukum-bagi-pemegang-merek-di-
indonesia-studi-kasus-sengketa-rokok-davidoff-danreemtsma/html
77
Tergugat dalam hal ini dinyatakan melanggar Pasal 68 ayat (2) Undang-
undang Merek tahun 2001 yang menjelaskan “Pemilik merek yang tidak terdaftar
“DAVIDOFF” yang diajukan oleh Davidoff Ltda secara hukum tidak dapat diakui
sebagai miliknya, dikarenakan telah didaftarkan dengan I’tikad tidak baik. Dengan
maksud menggunakan ketenaran merek orang lain. Pengalihan hak pada pihak STTC
tadi tidak dapat dibenarkan secara hukum dikarenakan dalam perjanjian lisensi
disebutkan harus adanya I’tikad baik sedangkan Davidoff Ltda memiliki I’tikad yang
tidak baik dengan menggunakan merek “DAVIDOFF” tadi sehingga pengalihan hak
tidak sah dan juga merek DAVIDOFF yang didaftarkan oleh Davidoff Ltda harus
dibatalkan karena banyaknya persamaan yang dimiliki dengan merek yang dimiliki
Davidoff & Cie SA dan juga tidak memenuhi syarat agar diterimanya pendaftara
lainnya seperti kasus cap kaki tiga dan kasus Davidoff ini, ternyata banyak sekali
hukumnya. Seperti diketahui hingga kini Peraturan Pemerintah (P.P) yang harus
mengatur soal lisensi ini lebih lanjut. Ternyata hingga kini belum juga dikeluarkan.
78
Oleh karena itu, maka berbagai permintaan dari luar negri yang ditujukan kepada
yang berkecipungan dalam praktek sebagai Trademark Attorney, ternyata belum bisa
dilayani sepanjang mereka minta supaya lisensi yang diberikan kepada pihak
Indonesia didaftarkan pada kantor merek. Memang sudah jelas dalam peraturan
secara tegas bahwa lisensi merek dibolehkan (Pasal 41). Namun, belum ada
atau pengalihan hak lainnya, melalui peraturan pelaksana atau bahkan Undang-
26
Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, Pembaharuan Hukum Merek Indonesia (Dalam
Rangka WTO, TRIPS) 1997, (Jakarta : PT, Citra Aditiya Bakti, 1997), h.69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
perjanjian lisensi dapat berupa hal-hal yang menjadi penyebab dan faktor
merek baru
lisensi merek ini bisa menggunakan dua cara penyelesaian Pertama, dengan
79
80
B. Saran
pelaksanaannya.
undangan HaKI maupun Undang-undang Merek, dalam hal ini perlu dibuat
Buku:
Akbar Silondae, Arus, dan Andi Fariana. Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis.
Jakarta : Mitra Wacana Media, 2010.
Fuady, Munir. Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global.
Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2008.
Kansil, C.S.T. Hak Milik Intelektual (Hak Milik Perindustrian dan Hak Cipta),
Jakarta : Sinar Grafika, 1990.
Marzuki, Peter Mahmud. Penilitian Hukum, cet. VIII, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2013.
Miru, Ahmadi, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2007.
Saidin, OK. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2004.
81
82
Saleh, Roeslan. Seluk Beluk Praktis Lisensi. Jakarta : Sinar Grafika, 1991.
Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus. Jakarta : Kencana, 2004.
Lindsey, Tim, dkk. Hak Kekayaan Intelektual, Bandung : PT. Alumni, 2013.
………., Seri Hukum Bisnis: Lisensi dan Waralaba, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2002.
Peraturan Perundang-undangan:
Depertemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet IV. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Surbakti , Fransiska Br. “Perjanjian Lisensi Sebagai salah Satu Upaya Mengatasi
Pemalsuan Merek Menurut UU No. 15 tahun 2001 Tentang Merek.” Skripsi
S1 Fakultas Hukum Sumatera Utara Medan, 2009.
Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, “Visi, Misi dan Nilai”, yang diakses
tanggal 02 Maret 2015dari. http://www.dgip.go.id/tentang-kami/visi-misi-
dan-nilai-djhki.html
Jened, Rahmi. “Lisensi dan Pengalihan Hak atas Merek”. Artikel diakses pada 24
Januari 2015 dari http://www.rjparinduri.wordpress.com/2010/08/07/17/
html.
84
Sujatmiko, Agung. “Penguatan Prinsip Berkontrak dan Itikad Baik dalam Perjanjian
Lisensi Merek Terkenal”. Artikel diakses pada 25 November 2011 dari
Agungsujatmiko73.blogspot.com/2011/11/pengaturan-prinsip-kebebasan-
berkontrak.html?m=1