Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
Wahyu Fahmi Rizaldy
NIM : 11140460000006
iv
بسم هللا ال ّرحمن ال ّرحيم
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah SWT, tuhan semesta alam yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua khususnya penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisa
Perbandingan Perusahaan Pembiayaan Konvensional Dengan Perusahaan
Pembiayaan Syariah (Studi Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomer 29
Tahun 2014 dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomer 31 Tahun 2014 )”.
Sholawat serta salam senantiasa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman ilmiyah seperti sekarang
ini.
Selama penulis skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil,
oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr, Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. AM Hasan Ali, MA, dan Dr. Abdurrauf, M.A Ketua dan Sekretaris
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Isnawati Rais, M.A Dosen Pembimbing Akademik Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. AM Hasan Ali, M.A, Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk memberikan arahan-arahan dan bimbingan
dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
ini dengan baik.
6. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah ikhlas mendidik dan berbagi
ilmunya kepada penulis selama perkuliahan.
v
7. Pembina Gugus Depan Pramuka UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
07.075/07.076 Ka Nanang Syaiku, MA dan Ka Dr. Fahma Wijayanti,
M.Si. Pembina Satuan Putra Ka Arif Aryanto Aryadi dan Ka Saidah
sebagai kakak dan orang tua di keluarga besar Pramuka UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Serta senioren dan purna pandega yang telah banyak
membantu.
8. Kepada kedua orang tua penulis yang sangat penulis sayangi dan cintai,
penulis persembahkan skripsi ini kepada Ayahanda Imam Wahyudi dan
Nenik Supaheni, yang telah membimbing dan mendidik dengan penuh
kesabaran dan kasih sayang baik moril, materill yang tidak pernah terbalas
oleh apapun.
9. Adek Adekku Wahyu Fajar Romadhon, Wahyu Farda Ar-Rahmi, Wahyu
Frida Puspita, dan seluruh keluarga besar Bani Hamid dan Bani Harun
yang tidak dapat di sebutkan satu-persatu, terima kasih atas segala
dukungan, perhatiaan, dan kasih sayangnya.
10. Untuk kawan kawan di keluarga besar UKM UIN Jakarta yang selalu
senantiasa mendampingi dalam proses berorganisasi di internal kampus.
11. Racana Fatahillah- Nyi Mas Gandasari, Angkatan Garing (2014) dan best
partner buat Husnul Hotimah, SH dan teman-teman yang lain yang tidak
dapat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala perhatian,
dukungan, dan semangatnya dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Sahabat Sahabat seperjuangan PMII Komisariat Fakultas Syariah dan
Hukum, Dede Ihsanuddin dkk yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
13. Teman teman kota kelahiran Formala yang selalu menjadi inspirasi.
Demikian ucapan terima kasih dari penulis kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga
memperoleh pahala dari Allah SWT dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat dan mendapatkan keberkahan bagi penulis maupun bagi para
pembaca.
Jakarta, 18 September 2018
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAAN .......................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iii
ABSTRAK ....................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B Pembatasan dan Perumusan Penelitian .................................... 3
C Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 4
D Review Studi Terdahulu ............................................................. 8
E Metode Penelitian ...................................................................... 9
F Sitematika Penulisan .................................................................. 11
vii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Islam namun promosi pembiayaan syariah tidak sebesar pembiayaan konvensional. Bahkan
bisa dikatakan belum banyak yang mengetahui mengenai adanya pembiayaan syariah,
apalagi mengambilnya sebagai pilihan untuk digunakan pada saat membutuhkan dana atau
hendak membeli berbagai barang konsumtif lainnya. Terkadang, Pelaku pembiayaan
syariah melalui kantor cabang yang tersedia juga masih awam membedakan terkait kredit
dan pembiayaan. Namun yang paling terpenting adalah bagaimana pelaku pada perusahaan
pembiayaan dapat membedakan terkait implementasi yang ada sesuai dengan regulasi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui peraturan yang dikeluarkannya.
2. Batasan Masalah
Pembahasan mengenai Perbandingan Perusahaan Pembiayaan Konvensional
dengan Perusahaan Pembiayaan syariah, namun penelitian ini dibatasi pada
pembahasan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomer 29 tahun 2014 dan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan 31 tahun 2014.
3. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Analisis perbandingan antara Perusahaan Pembiayaan Konvensional
dengan Perusahaan Pembiayaan Syariah pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomer 29 Tahun 2014 dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomer 31 Tahun
2014 ?
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut
5
Adapun kegunaan dari penelitian ini baik bagi peneliti dan masyarakat umum
adalah:
1. Kegunaan Teoritis
a. Untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya kalangan
akademisi mengenai pembiayaan syari’ah
b. Sebagai bahan pustaka yang nantinya diharapkan dapat menambah
pemahaman secara mendalam mengenai pembiayaan syari’ah.
2. Kegunaan Praktis
a. Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan menambah sumbangan
pemikiran bagi wacana ekonomi Islam tentang pembiayaan multifinance
syari’ah pada perusahaan pembiayaan.
b. Memberikan pemahaman kepada praktisi ekonomi Islam sebagai acuan
dalam melaksanakan prinsip-prinsip perekonomian syari’ah yang sesuai
dengan aturan serta landasan syari’at islam.
6
Peraturan Menteri Keuangan No 84 /PMK.012/ 2006, Tentang Perusahaan Pembiayaan
7
Ade Arthesa & Edia Handiman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: PT. Indeks, 2006)., h. 247.
8
Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: PER- 03/BL/2007 tentang
Kegiatan Perusahaan Berdasarkan Prinsip Syariah. Disetujui oleh DSN-MUI melalui surat Nomor B-
323/DSNMUI/XI/2007
9
Andri Soemitra, Bank &Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Kencana Prenada Media, 2009)., h.331.
7
2. Kerangka Konseptual
Ilmu tentang perbankan dan lembaga keuangan sangat dinamis karena perubahan
perekonomian dan keuangan suatu negara sangat berpengaruh terhadap kondisi
lembaga keuangan di negara tersebut. Kondisi ini terjadi pada negara kita, dimana
perubahan besar perekonomian di Indonesia, ternyata berdampak langsung pada
perbankan dan lembaga keuangan serta sektor-sektor lain yang terkait. Dengan
demikian, ilmu mengenai lembaga keuangan baik perbankan maupun bukan bank
haruslah dinamis, sehingga informasi yang tepat dapat diterima oleh masyarakat dengan
baik.10
Umum Syariah
10
Ade Arthesa & Edia Handiman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: PT. Indeks,
2006)., h.248
8
diatas hanya membahas suatu tinjauan atau pandangan hukum Islam dan hukum positif
terhadap leasing, dengan berfokus hanya pada analisis hukum. Sedangkan skripsi yang
akan dibahas oleh penulis adalah membahas bukan hanya leasing tetapi beberapa
macam transaksi pembiayaan yang disebut dengan multifinance dan yang akan diteliti
adalah konsep, mekanisme dan operasional multifinance dengan membandingkan
antara multifinance syari’ah dan konvensional
F. Metode Penelitian
1. Sifat dan jenis penelitian
Dilihat dari sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian ini bersifat
korelasional. Jenis penelitian yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode
Normatif.11 Yaitu penelitian yang dilakukan pada peraturan tertulis dan berbentuk
dokumen yang disebut data sekunder, dimana data-data tersebut diperoleh dari
buku-buku yang berkaitan.
Berdasarkan judul penelitian dan rumusan masalah, penelitian yang
dilakukan termasuk dalam kategori penelitian hukum normatif atau penelitian
hukum kepustakaan. Penelitian Hukum normatif memiliki definisi yang sama
dengan penelitian doktrinal yaitu penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum
yang fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer
dan sekunder.12
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini
adalah penelitian hukum doktrinal atau penelitian hukum studi kepustakaan.
Penelitian yang bersifat normatif yaitu penelitian yang difokuskan pada bahan
pustaka atau data sekunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primer,
sekunder, dan tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji
kemudian dibandingkan kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya
Perusahaan pembiayaan konvensional pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
11
Salim HS, Erlies Septiana Nurbaini, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan
Diseratasi, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, hlm. 12
12
Johnny Ibrahim, Teori dan metodologi penelitian hukum normatif. Malang: Banyu Media, 2006,
hlm 44.
10
13
Johnny Ibrahim, Teori dan metodologi penelitian hukum normative, 2006, hlm 300.
11
Bab II: Penulis menguraikan tentang Peraturan otoritas jasa keuangan nomer 29
tahun 2014 tentang penyelenggaraan usaha lembaga pembiayaan.
Bab III: Penulis menguraikan tentang Peraturan otoritas jasa keuangan nomer 31
tahun 2014 tentang penyelenggaraan usaha lembaga pembiayaan syariah.
Bab IV: Analisis dan Interpretasi Temuan, dalam bab ini berupa analisis data
penelitian.
Bab V: Penutup, dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari
permasalahan yang di bahas pada bab sebelumnya.
3 Bagian akhir
Bagian akhir dari skripsi ini berisi tentang daftar pustaka dan lampiran. Isi dari
daftar pustaka merupakan keterangan dari sumber literature yang diajukan dalam
skripsi.
12
BAB II
KARAKTERISTIK PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH DAN
KONVENSIONAL
A. Tinjauan Umum Tentang Perusahaan Pembiayaan Syariah dan Konvensional
1. Pengertian Tentang Perusahaan Pembiayaan Syariah dan Konvensional
Di zaman yang semakin modern seperti sekarang ini, berbagai lembaga keuangan
telah hadir untuk memudahkan perencanaan finansial Anda. Salah satu lembaga yang
perlu diketahui adalah penyedia layanan pembiayaan bagi Anda yang ingin membeli
barang secara non-tunai. Pembayaran model seperti ini sering disebut dengan cara
angsuran atau kredit. Keinginan manusia memang tidak pernah ada habisnya, belum
lagi dengan kebutuhan yang mesti dipenuhi.
Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan
untuk pengadaan barang dan/atau jasa.1. Sama seperti bank dan lembaga resmi lainnya,
mekanisme mengenai perusahaan pembiayaan telah diketahui negara dan sudah diatur
pula dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan
PembiayaanMenurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang
perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan
bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang
usaha lembaga pembiayaan. Pada umumnya, lembaga keuangan seperti bank akan
memberikan dana cair kepada para calon debiturnya. Lain halnya dengan perusahaan
pembiayaan. Ketika mengajukan kredit ke lembaga ini, tidak akan mendapatkan dana
cair, melainkan persetujuan perusahaan untuk membiayai kredit barang. Jadi, dana
tunai dibayarkan perusahaan pembiayaan kepada pihak ketiga, tempat nasabah
melakukan transaksi pembelian.
Secara umum pengertian multifinance antara konvensional dengan syariah adalah
sama, yaitu perusahaan pembiayaan yang menyediakan produk berkualitas dan
mempunyai aktivitas membiayai kebutuhan masyarakat baikbersifat produktif maupun
1
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Pembiayaan Tahun 2014
12
13
konsumtif2. Pada tahun 2014 Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan peraturan No.
29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan. Tujuan
dikeluarkannya POJK ini untuk mendukung perkembangan perusahaan pembiayaan
yang dinamis dan mewujudkan industri perusahaan pembiayaan yang tangguh,
kontributif, inklusif serta berkontribusi untuk menjaga sistem keuangan yang stabil dan
berkelanjutan.
Terkait dengan perusahaan pembiayaan syariah, untuk memberikan kerangka
hukum yang memadai dalam menjalankan aktifitasnya, pada tahun 2007 Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dan Lembaga Keuangan mengeluarkan dua
peraturan, yaitu peraturan Nomor: PER-03/BL/2007 Tentang Kegiatan Perusahaan
Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah dan Peraturan Nomor: PER-04/BL/2007
tentang Akad-Akad yang Digunakan Dalam Kegiatan Perusahan Pembiayaan
Berdasarkan Prinsip Syariah. Berdasarkan Pasal 1 butir 3 POJK No. 31, dijelaskan
bahwa Perusahaan Pembiayaan Syariah Perusahaan Pembiayaan yang seluruh
kegiatan usahanya melakukan pembiayaan syariah.3
Ditinjau pada masing masing pengertian tersebut Perusahaan Pembiayaan
Konvensional dengan Perusahaan Pembiayaan Syariah dalam hal pengertian memiliki
definisi yang sama, hanya saja dalam hal konsep dan mekanisme yang membedakan
antara keduanya.. Namun yang penting untuk dipahami adalah, perusahaan
pembiayaan syariah bisa melakukan atau mengembangkan model kegiataan
pembiayaan lain diluar model kegiataan pembiayaan yang telah ditetapkan. Dengan
kata lain, ada peluang bagi perusahaan pembiayaan syariah untuk mengembangkan
produk-produk pembiayaan baru yang lebih variatif yang dianggap profitable sehingga
kegiataan perusahaan menjadi lebih berkembang. Produk-produk baru tersebut baru
bisa dijalankan oleh perusahaan pembiayaan syariah setelah mendapatkan opini dari
Dewan Pengawas Syariah dan disetujui oleh OJK.
2
Ade Arthesa & Edia Handiman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: PT. Indeks,
2006)., h. 247.
3
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Pembiayaan Syariah Tahun 2014
14
4
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking: sebuah teori, konsep dan aplikasi, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2010), h. 711.
5
Andri Soemitra, Bank &Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Kencana Prenada Media, 2009).,
h.331.
15
6
POJK No 29 Tahun 2014
7
POJK No 29 Tahun 2014
8
Ade Arthesa & Edia Handiman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: PT. Indeks,
2006)., h. 247.
16
9
Ade dan Edia, Bank & Lembaga.,h.249 - 250.
10
http://e-journal.uajy.ac.id/634/3/2EA15875.pdf, Diakses 6 April 2018, Jakarta.
17
pajak impor, dan lainnya yang memakan banyak biaya. Sale-and-lease back
(biasa juga disebut dengan purchase leaseback), yaitu lessee menjual barang
yang sebelumnya dimiliki kepada perusahaan leasing dengan harga pasar
atau nilai buku (yang mana lebih rendah) dan kemudian menyewakannya
kembali.11
c) Anjak Piutang Dengan Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang (Factoring
With Recourse)
Anjak Piutang Dengan Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang
(Factoring With Recourse) adalah transaksi Anjak Piutang usaha dimana
penjual piutang menanggung risiko tidak tertagihnya sebagian atau seluruh
piutang yang dijual kepada Perusahaan Pembiayaan.12
Anjak piutang dalam bahasa Inggris sering disebut sebagai factoring.
Anjak piutang (Factoring) menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor
84/PMK.012/2006 pada Pasal 1 huruf (e) adalah kegiatan pembiayaan dalam
bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut
pengurusan atas piutang tersebut. Sedangkan perusahaan anjak piutang bisa
didefinisikan dengan perusahaan yang kegiatannya melakukan penagihan
atau pembelian atau pengambilalihan atau pengelolaan hutang piutang suatu
perusahaan dengan imbalan atau pembayaran tertentu dari perusahaan
(klien).13
d) Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran
Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran adalah kegiatan
pembiayaan dalam bentuk pengadaan barang dan/atau jasa yang dibeli oleh
debitur dari penyedia barang atau jasa dengan pembayaran secara angsuran.
Dalam hal Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran untuk
11
Nahrowi, “Permasalahan Hukum Pembiayaan Leasing Di Indonesia”, Jurnal Cita Hukum, Vol. I
No. 1 Juni 2013
12
POJK No 29 Tahun 2014
13
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21417/3/Chapter%20II.pdf, Diakses 6 April 2018,
Jakarta.
18
14
POJK No 29 Tahun 2014
15
POJK No 29 Tahun 2014
16
Biro Riset BUMN, Model Pembiayaan Infrastruktur: Indonesia Dan Negara Lain Lembaga
Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LM‐FEB UI)
19
17
POJK No 29 Tahun 2014
18
POJK No 29 Tahun 2014
19
http://eprints.walisongo.ac.id/7243/3/BAB%20II.pdf, Diakses 6 April 2018, Jakarta.
20
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006, h. 200
20
21
Muhammad Safi‟I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001,
h. 160
22
http://e-journal.uajy.ac.id/634/3/2EA15875.pdf, Diakses 6 April 2018, Jakarta.
21
atau nilai buku (yang mana lebih rendah) dan kemudian menyewakannya
kembali.23
b) Anjak Piutang Dengan Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang (Factoring
With Recourse)
Anjak Piutang Dengan Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang
(Factoring With Recourse) adalah transaksi Anjak Piutang usaha dimana
penjual piutang menanggung risiko tidak tertagihnya sebagian atau seluruh
piutang yang dijual kepada Perusahaan Pembiayaan.24
c) Anjak Piutang Tanpa Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang (Factoring
Without Recourse)
Anjak Piutang Tanpa Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang
(Factoring Without Recourse) adalah transaksi Anjak Piutang usaha dimana
Perusahaan Pembiayaan menanggung risiko tidak tertagihnya seluruh
piutang yang dijual kepada Perusahaan Pembiayaan..25
d) Fasilitas Modal Usaha
Fasilitas Modal Usaha adalah Pembiayaan Modal Kerja yang
dibayarkan langsung oleh Perusahaan Pembiayaan kepada penyedia barang
dan/atau jasa. Fasilitas Modal Usaha wajib dilakukan dengan cara
memberikan pembiayaan berdasarkan bukti tagihan pembelian barang atau
penggunaan jasa yang diterima Debitur dari penyedia barang atau jasa.26
e) Pembiayaan lain setelah terlebih dahylu mendapatkan persetujuan dari OJK
3) Pembiayaan Multiguna
Pembiayaan multiguna adalah pembiayaan konsumer dalam valuta rupiah
yang diberi kan oleh bank kepada karyawan tetap perusahaan / instansi yang
pengajuannya dilakukan secara missal (kelompok). Menurut POJK 29 tahun
2014 Pembiayaan Multiguna adalah pembiayaan untuk pengadaan barang
23
Nahrowi, “Permasalahan Hukum Pembiayaan Leasing Di Indonesia”, Jurnal Cita Hukum, Vol. I
No. 1 Juni 2013
24
POJK No 29 Tahun 2014
25
POJK No 29 Tahun 2014
26
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Pembiayaan Syariah Tahun 2014
22
27
POJK No 29 Tahun 2014
28
POJK No 29 Tahun 2014
29
POJK No 31 Tahun 2014
23
34
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Mugtashid, Beirut : Lebanon : Dar alKutub Al-
Ilmiyah, tt., h. 293.
35
FathurrahmanDjamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan
Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2013 ), h. 132
36
FathurrahmanDjamil, Penerapan Hukum Perjanjian.. h. 132
25
44
http://eprints.walisongo.ac.id/3789/3/102311070_Bab2.pdf Diakses 6 April 2018
45
Adiwarman A Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT Raja. Grafindo
Persada, 2011, hal 352.
46
Muhammad Ridwan, Konstruksi Bank Syariah Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka SM,2007), hlm.
39
47
Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 50/Dsn-Mui/Iii/2006 Tentang Akad Mudharabah
Musytarakah
28
48
Nadratuzzaman Hosen, Musyarakah Mutanaqishah, Al-Iqtishad: Vol. I, No. 2, Juli 2009 hal 47.
49
Nadratuzzaman Hosen , Musyarakah Mutanaqishah , hal 48
50
POJK No 31 Tahun 2014
30
Al Ijarah berasal dari kata Al Ajru yang berarti Al „Iwaḍu (ganti).51 Ijarah
menurut arti bahasa adalah nama upah.52 Menurut pengertian syara‟, Al
Ijarah ialah: Suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan
penggantian.53 Tujuan disyariatkannya Ijarah itu adalah untuk memberikan
keringanan kepada umat dalam pergaulan hidup. Seseorang mempunyai
uang tetapi tidak dapat bekerja; dipihak lain ada yang punya tenaga dan
membutuhkan uang. Dengan adanya Ijarah keduanya saling mendapat
keuntungan dan memperoleh manfaat.
Ijarah meupakan sebuah transaksi atas suatu manfaat. Dalam hal ini,
manfaat menjadi obyek manfaat transaksi. Dari segi ini, Ijarah dapat
dibedakan menjadi dua. Pertama, Ijarah yang mentransaksikan manfaat
harta benda yang lazim disebut persewaan. Misalnya menyewa rumah,
pertokoan, kendaraan, dan lain sebagainya. Kedua, Ijarah yang
mentransaksikan manfaat SDM (Sumber Daya Manusia) yang lazim disebut
perburuhan.54
Mengenai syarat pelaksanaan dan penyelesaian Ijarah telah diatur
dalam pasal 257-260 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, yakni: Pertama,
untuk menyelesaikan suatu proses akad Ijarah, pihak-pihak yang melakukan
akad harus mempunyai kecakapan melakukan perbuatan hukum. Kedua,
akad Ijarah dapat dilakukan dengan tatap muka maupun jarak jauh. Ketiga,
pihak yang menyewakan benda haruslah pemilik, wakilnya atau
pengampunya.55
b) Ijarah Muntahiyah Bittamlik
Muhammad Syafi‟I Antonio dalam bukuny;a mengatakan transaksi
yang disebut dengan al ijarah al muntahiyah bittamlik adalah sejenis
perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa
51
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13 , terj. Kamaluddin A. Marzuki, (Bandung: Al Ma‟arif , 1987), 7.
52
Aliy As‟ad, Tarjamah Fathul Mu‟in 2 (Kudus: Menara Kudus), 286.
53
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, hal 7
54
Ghufron A. Mas‟adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002),
183.
55
http://digilib.uinsby.ac.id/11223/8/bab%202.pdf, Diakses 6 April 2018 Jakarta.
31
56
Muhammad Syafi‟I Antonio, Islamic Banking dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani,2001,
h. 118.
57
Muhammad, Manajemen Bank Syari‟ah, Yogyakarta : ( UPP ) AMPYKPN, 2002, h. 93.
58
Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No. 27/DSN-MUI/III/2002
32
kesepakatan ulama, pihak yang berutang (dalam hal ini maksudnya adalah
al-Muhil) tidak di tagih lagi.59
Dalam konsep hukum perdata, hiwalah adalah serupa dengan
lembaga pengambilalihan utang (schuldoverneming), lembaga pelepasan
utang atau penjualan utang (debt sale), atau lembaga penggantian kreditor
atau penggantian debitor. Dalam hukum perdata, dikenal lembaga yang
disebut subrogasi dan novasi, yaitu lembaga hukum yang memungkinkan
terjadinya penggantian kreditor atau debitor.60 Sedangkan Hawalah bil
Ujrah adalah Hawalah dengan pengenaan imbal jasa (ujrah). 61
d) Wakalah atau Wakalah bil Ujrah;
Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti
menyerahkan atau mewakilkan urusan sedangkan wakalah adalah pekerjaan
wakil.62 Al-Wakalah juga berarti penyerahan (al Tafwidh) dan pemeliharaan
(al-Hifdh).63 Menurut kalangan Syafi‟iyah arti wakalah adalah ungkapan
atau penyerahan kuasa (al-muwakkil) kepada orang lain (al-wakil) supaya
melaksanakan sesuatu dari jenis pekerjaan yang bisa digantikan (an-naqbalu
anniyabah) dan dapat dilakukan oleh pemberi kuasa, dengan ketentuan
pekerjaan tersebut dilaksanakan pada saat pemberi kuasa masih hidup.64
Wakalah dalam arti harfiah adalah menjaga, menahan atau penerapan
keahlian atau perbaikan atas nama orang lain, dari sini kata tawkeel
diturunkan yang berarti menunjuk seseorang untuk mengambil alih atas
suatu hal juga untuk mendelegasikan tugas apapun ke orang lain.65
59
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu 6, Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani, dkk,
Jakarta: Gema Insani, 2011, h. 84-85
60
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan
Indonesia, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2007, h. 93-94
61
POJK 31 tahun 2014
62
Tim Kashiko, Kamus Arab-Indonesia, Kashiko, 2000, hlm. 693.
63
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2008, hlm.
120-121
64
Helmi Karim, Fiqh Muamalah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 20
65
Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2009, hlm.
529.
33
66
POJK Nomor 31 tahun 2014
67
Dimyaudin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2008, hlm.247
68
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah 5, Jakarta: Cakrawala Publising, 2009, hlm. 386
34
69
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer,(Bogor: Galia Indonesia, 2012), h. 188-
189.
70
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2010), h. 141.
71
Atang Abd. Hakim, Fiqh Perbankan Syariah Transformasi Fiqh Muamalah ke dalam Peraturan
Perundang-undangan, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2011), hlm.267
72
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, Prenada Media, Jakarta, 2003, hlm. 222
35
73
Farid Budiman, "Karakteristik Akad Pembiayaan Al-Qardh Sebagai Akad Tabarru‟" Yuridika:
Volume 28 No 3, September – Desember 2013, hal.412
74
Bess Finance, 2013, Pengertian, Peran dan Fungsi Perusahaan Pembiayaan,
www.bessfinance.co.id/newsdetail.php?id=15, Diakses 9 April 2018
36
keuangan), namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Secara ringkas
perbedaan kedua sistem tersebut dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :77
Tabel 1
Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil Penentuan bunga dilakukan pada waktu
dibuat pada waktu akad dengan berpedoman akad dengan asumsi harus bagi hasil
pada kemungkinan untung-rugi. dibuat pada waktu akad selalu untung
Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada Besarnya persentase berdasarkan pada
jumlah keuntungan yang diperoleh. jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
Bagi hasil bergantung pada keuntungan Pembayaran bunga tetap seperti yang
proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, dijanjikan tanpa pertimbangan apakah
kerugian akan ditanggung bersama kedua proyek/usaha yang dijalankan oleh pihak
belah pihak. nasabah untung atau rugi.
Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak
hasil. dikecam) oleh semua agama. 78
77
Muhaimin, Perusahaan Pembiayaan Syariah Di Indonesia, AT - TARADHI Jurnal Studi Ekonomi,
Volume 3, Nomor 2, Desember 2012, hlm.107-122.
78
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani,
2001),hlm. 61
40
79
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah Dari.,hlm. 60
80
Endy Muhammad Astiwara, Investasi Islami di Pasar Modal, (Jakarta: Program Pascasarjana
Universitas Muhammad, 1999), Tesis S2, hlm. 128
81
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 336
41
penyaluran dana kepada Masyarakat yang dilakukan lebih dikenal dengan istilah
Kredit atau Pinjaman.
Perusahaan pembiayaan merupakan badan usaha yang dilakukan kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau modal dengan tidak menarik
dana secara langsung dari masyarakat.82 Dari pengertian tersebut di atas terdapat
beberapa unsur-unsur:
a. Badan usaha, yaitu perusahaan pembiayaan yang khusus didirikan untuk
melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga
pembiayaan.
b. Kegiatan pembiayaan, yaitu melakukan kegiatan atau aktivitas dengan
cara membiayai pada pihak-pihak atau sektor usaha yang membutuhkan.
c. Penyediaan dana, yaitu perbuatan menyediakan dana untuk suatu keperluan.
d. Barang modal, yaitu barang yang dipakai untuk menghasilkan sesuatu.
e. Tidak menarik dana secara langsung.
f. Masyarakat, yaitu sejumlah orang yang hidup bersama di suatu tempat.83
Lembaga pembiayaan mempunyai peranan yang penting, yaitu sebagi salah
satu lembaga sumber pembiayaan alternatif yang potensial untuk menunjang
pertumbuhan perekonomian nasional disamping peran tersebut di atas, lembaga
pembiayaan juga mempunyai peran penting dalam hal pembangunan yaitu
menampung dan menyalurkan aspirasi dan minat masyarakat, berperan aktif
dalam pembangunan dimana lembaga pembiayaan ini diharapkan masyarakat atau
pelaku usaha dapat mengatasi salah satu faktor yang umum dialami yaitu
faktor permodalan.84
82
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan,Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. 2001.hlm. 281
83
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, hlm. 281
84
Siti Ismijati Jenie. Beberapa Perjanjian Yang Berkenaan Dengan Kegiatan Pembiayaan.
Yogyakarta: Bahan Penataran Dosen Hukum Perdata, Fakultas Hukum UGM. 1996.hlm.1.
42
BAB III
MUATAN MATERI PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
PERUSAHAAN PEMBIAYAAN KONVENSIONAL DAN SYARIAH
42
43
3. Ketentuan Uang Muka Pembiayaan Jual Beli Kendaraan Pada Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 29 tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan
Pembiayaan Konvensional
a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 20% (dua puluh
persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;
b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk
Pembiayaan Investasi (tujuan produktif), paling rendah 20% (dua puluh persen)
dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau
c. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk
Pembiayaan Multiguna (tujuan non-produktif), paling rendah 25% (dua puluh
lima persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan.
4. Mitigasi Resiko Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tahun 2014
Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Konvensional
a. mengalihkan risiko pembiayaan melalui mekanisme asuransi kredit atau
penjaminan kredit;
b. mengalihkan risiko atas barang yang dibiayai atau barang yang menjadi agunan
dari kegiatan Pembiayaan melalui mekanisme asuransi; dan/atau
c. melakukan pembebanan jaminan fidusia atas barang yang dibiayai atau barang
yang menjadi agunan dari kegiatan pembiayaan.
5. Kesehatan Keuangan Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tahun 2014
Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Konvensional
a. Rasio Permodalan
1) Perusahaan Pembiayaan wajib memenuhi rasio permodalan paling
sedikit sebesar 10% (sepuluh persen).
2) Rasio permodalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
perbandingan antara modal yang disesuaikan dengan aset yang
disesuaikan.
3) Ketentuan mengenai besaran rasio permodalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dapat ditinjau kembali dan perubahannya diatur dalam
Surat Edaran OJK.
45
b. Piutang pembiayaan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diperoleh
dari pengurangan piutang pembiayaan bruto dengan pendapatan yang belum
diakui dan cadangan penyisihan penghapusan piutangpembiayaan.
c. Perusahaan Pembiayaan wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) tahun sejak
memperoleh izin usaha.
d. Dalam hal Perusahaan Pembiayaan yang melakukan peningkatan Modal Disetor
dalam rangka pemenuhan rasio permodalan, gearing ratio, dan perbandingan
Ekuitas dengan Modal Disetor, Perusahaan Pembiayaan dikecualikan dari
pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka
waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal peningkatan Modal Disetor
dicatat oleh instansi yang berwenang.
7. Ekuitas Terhadap Total Aset Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29
tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Konvensional
a. Perusahaan Pembiayaan yang berbentuk badan hukum:
1) perseroan terbatas wajib memiliki Ekuitas paling sedikit
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau
2) koperasi wajib memiliki Ekuitas paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima
puluh miliar rupiah).
b. Perusahaan Pembiayaan berbadan hukum perseroan terbatas yang telah
mendapatkan izin usaha sebelum Peraturan OJK ini ditetapkan dan memiliki
Ekuitas di bawah ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
wajib memiliki Ekuitas dengan tahapan sebagai berikut:
1) paling sedikit sebesar Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar) paling
lambat 31 Desember 2016; dan
2) paling sedikit sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar) paling
lambat tanggal 31 Desember 2019.
c. Perusahaan Pembiayaan berbadan hukum koperasi yang telah mendapatkan
izin usaha sebelum Peraturan OJK ini ditetapkan dan memiliki Ekuitas di
47
e. tujuan pembiayaan;
f. nilai objek Perjanjian Pembiayaan Syariah (modal, barang dan/atau jasa);
g. mekanisme dan cara pembayaran dan besarannya;
h. kurs mata uang yang digunakan, apabila diperlukan;
i. jangka waktu Pembiayaan Syariah;
j. nisbah, margin, dan/atau imbal jasa (ujrah) Pembiayaan Syariah;
k. objek jaminan (jika ada);
l. rincian biaya-biaya terkait dengan Pembiayaan Syariah yang diberikan antara
lain memuat:
1) biaya survey;
2) biaya asuransi/penjaminan/fidusia;
3) biaya provisi; dan
4) biaya notaris.
m. klausul pembebanan fidusia secara jelas, apabila terdapat pembebanan jaminan
fidusia dalam Pembiayaan Syariah;
n. mekanisme apabila terjadi perselisihan dan pemilihan tempat penyelesaian
perselisihan;
o. ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak; dan
p. ketentuan mengenai denda (ta’jir) dan/atau ganti rugi(ta`widh)..
3. Ketentuan Uang Muka Pembiayaan Jual Beli Kendaraan Pada Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 31 tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan
Pembiayaan Syariah
a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 20% (dua puluh
persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;
b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan
produktif, paling rendah 20% (dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang
bersangkutan; atau
53
c. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan
non-produktif, paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari harga jual
kendaraan yang bersangkutan.
4. Mitigasi Resiko Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun 2014
Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah
a. mengalihkan risiko Pembiayaan Syariah melalui mekanisme penjaminan
syariah;
b. mengalihkan risiko atas barang yang dibiayai atau barang yang menjadi agunan
dari kegiatan Pembiayaan Syariah melalui mekanisme asuransi syariah; dan/atau
c. melakukan pembebanan jaminan fidusia atas barang yang dibiayai atau barang
yang menjadi agunan dari kegiatan Pembiayaan Syariah..
5. Kesehatan Keuangan Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun 2014
Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah
a. Rasio Permodalan
1) Perusahaan Pembiayaan wajib memenuhi rasio permodalan paling
sedikit sebesar 10% (sepuluh persen).
2) Rasio permodalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
perbandingan antara modal yang disesuaikan dengan aset yang
disesuaikan.
3) Ketentuan mengenai besaran rasio permodalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dapat ditinjau kembali dan perubahannya diatur dalam
Surat Edaran OJK.
4) Ketentuan mengenai tata cara perhitungan perbandingan antara modal
yang disesuaikan dengan aset yang disesuaikan diatur dalam Surat
Edaran OJK.
b. Kualitas Piutang Pembayaran
3) Penilaian kualitas piutang pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ditetapkan menjadi:
e) lancar,
f) dalam perhatian khusus;
54
g) kurang lancar;
h) diragukan; atau macet
4) Penilaian kualitas piutang pembiayaan ditetapkan berdasarkan faktor
ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga.
c. Rentabilitas
4) Rentabilitas merupakan kemampuan Perusahaan Pembiayaan dalam
menghasilkan laba.
5) Penilaian terhadap faktor rentabilitas meliputi penilaian terhadap kinerja
aset dan efisiensi operasional.
6) Ketentuan mengenai tata cara penilaian terhadap faktor rentabilitas diatur
dalam Surat Edaran OJK.
d. Likuiditas
3) Penilaian terhadap faktor likuiditas merupakan penilaian terhadap tingkat
ketersesuaian antara aset lancar dan liabilitas lancar.
4) Ketentuan mengenai tata cara penilaian likuiditas diatur dalam Surat
Edaran OJK.
6. Rasio Aset Produktif Terhadap Total Aset Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 31 tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah
e. Perusahaan Syariah wajib memiliki Aset Produktif neto paling rendah 40%
(empat puluh persen) dari total aset.
f. Aset Produktif neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diperoleh dari
pengurangan Aset Produktif bruto dengan pendapatan yang belum diakui dan
cadangan penyisihan penghapusan Aset Produktif.
g. Pemenuhan ketentuan Aset Produktif neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib dipenuhi Perusahaan Syariah paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak
tanggal izin ditetapkan.
h. Dalam hal Perusahaan Pembiayaan Syariah melakukan peningkatan Modal
Disetor dalam rangka pemenuhan rasio permodalan, gearing ratio, dan
perbandingan Ekuitas dengan Modal Disetor, Perusahaan Pembiayaan Syariah
dikecualikan dari pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
55
dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal peningkatan Modal
Disetor dicatat oleh instansi yang berwenang.
7. Ekuitas Terhadap Total Aset Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31
tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah
a. Perusahaan Pembiayaan yang berbentuk badan hukum:
1) perseroan terbatas wajib memiliki Ekuitas paling sedikit
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau
2) koperasi wajib memiliki Ekuitas paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima
puluh miliar rupiah).
b. UUS wajib memiliki Ekuitas paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh
lima miliar rupiah).
c. Perusahaan Pembiayaan yang telah melakukan sebagian kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah sebelum berlakunya Peraturan OJK ini wajib
memenuhi ketentuan Ekuitas bagi UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dengan tahapan sebagai berikut:
a. paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) paling lambat
tanggal 31 Desember 2015;
b. paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) paling
lambat tanggal 31 Desember 2016; dan
c. paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) paling
lambat tanggal 31 Desember 2017..
8. Batas Maksimum Pemberian Pembiayaan (BMPP) Pada Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 31 tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan
Syariah
Pihak terkait meliputi:
a. orang perseorangan atau badan usaha yang merupakan Pengendali Perusahaan
Pembiayaan syariahh;
b. badan usaha dimana Perusahaan Pembiayaan bertindak sebagai Pengendali;
c. orang perseorangan atau badan usaha yang bertindak sebagai pengendali dari
badan usaha
56
d. Risiko yang timbul dari pembiayaan penerusan (channeling), berada pada pihak
penyedia dana/modal/barang.Dalam pembiayaan penerusan (channeling), pihak
yang menerima dana hanya bertindak sebagai pengelola dan memperoleh
imbalan atau fee dari pengelolaan dana tersebut.
e. Dalam pembiayaan bersama (joint financing), sumber dana untuk pembiayaan
ini harus berasal dari Perusahaan Pembiayaan dan pihak lain.
f. Risiko yang timbul dari pembiayaan bersama (joint financing), menjadi beban
masing-masing pihak secara proporsional sesuai dengan besaran dana yang
dikeluarkan.
10. Pendanaan Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah
Dalam rangka memperoleh pendanaan, Perusahaan Syariah dapat:
a. menerima pendanaan dari lembaga pemerintah, bank, industri keuangan non
bank, lembaga, dan/atau badan usaha lain;
b. menerima pinjaman (Qardh) subordinasi;
c. menerbitkan obligasi syariah (sukuk) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan/atau
d. melakukan sekuritisasi sesuai dengan Prinsip Syariah dan ketentuan peraturan
perundang- undangan.
11. Penyertaan Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah
a. Perusahaan Pembiayaan Syariah hanya dapat melakukan penyertaan
langsung pada:
1) perusahaan di sektor jasa keuangan di Indonesia; dan/atau
2) perusahaan yang terkait dengan kegiatan Perusahaan Pembiayaan
Syariah.
b. Jumlah seluruh penyertaan langsung Perusahaan Pembiayaan Syariah pada
perusahaan di sektor jasa keuangan di Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling tinggi 40% (empat puluh persen) dari jumlah Ekuitas Perusahaan
Pembiayaan Syariah.
58
13. Larangan Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah
Perusahaan Pembiayaan dilarang:
Perusahaan Syariah dilarang:
a. menghimpun dana secara langsung dari masyarakat berbentuk giro, tabungan
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
b. memberikan jaminan atas pemenuhan kewajiban pihak lain;
c. menerbitkan surat sanggup bayar (promisorry note), kecuali sebagai jaminan
atas pendanaan kepada pihak yang memberikan pendanaan;
d. melakukan tindakan yang menyebabkan atau memaksa lembaga keuangan
lainnya yang berada di bawah pengawasan OJK melanggar peraturan
perundang- undangan yang berlaku; dan/atau
e. melakukan tindakan yang menyebabkan atau memaksa lembaga keuangan
lainnya yang berada di bawah pengawasan OJK menghindari peraturan
perundang- undangan yang berlaku..
14. Larangan Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah
a. peringatan;
b. pembekuan kegiatan usaha;
c. pembekuan kegiatan usaha UUS;
d. pencabutan izin usaha; dan/atau
e. pencabutan izin UUS.
60
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
60
61
1
POJK No 29 Tahun 2014
2
POJK No 31 Tahun 2014
62
3
POJK No 29 Tahun 2014
4
http://eprints.walisongo.ac.id/7243/3/BAB%20II.pdf, Diakses 6 April 2018, Jakarta.
5
POJK No 31 Tahun 2014
63
6
POJK No 29 Tahun 2014
7
POJK No 31 Tahun 2014
64
Syariah;
n. mekanisme apabila terjadi
perselisihan dan pemilihan tempat
penyelesaian perselisihan;
o. ketentuan mengenai hak dan
kewajiban para pihak; dan
p. ketentuan mengenai denda (ta’jir)
dan/atau ganti rugi(ta`widh).
atau tiga, paling rendah 20% (dua atau tiga, paling rendah 20% (dua
puluh persen) dari harga jual puluh persen) dari harga jual
kendaraan yang bersangkutan; kendaraan yang bersangkutan;
b. bagi kendaraan bermotor roda b. bagi kendaraan bermotor roda empat
empat atau lebih yang digunakan atau lebih yang digunakan untuk
untuk Pembiayaan Investasi (tujuan tujuan produktif, paling rendah 20%
produktif), paling rendah 20% (dua (dua puluh persen) dari harga jual
puluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau
kendaraan yang bersangkutan; atau c. bagi kendaraan bermotor roda empat
c. bagi kendaraan bermotor roda atau lebih yang digunakan untuk
empat atau lebih yang digunakan tujuan non-produktif, paling rendah
untuk Pembiayaan Multiguna 25% (dua puluh lima persen) dari
(tujuan non-produktif), paling harga jual kendaraan yang
rendah 25% (dua puluh lima persen) bersangkutan.
dari harga jual kendaraan yang
bersangkutan.
Tabel 5. Perbandingan Ketentuan Uang Muka Kendaraan Bermotor pada Perusahaan
Pembiayaan konvensional dengan Perusahaan Pembiayaan syariah.
8
https://pustakauinib.ac.id/repository/files/original/04523f5c514c1a7aaa7eee2d51764cf4.pdf,
Diakses pada 4 Juni 2018
68
Mitigasi Resiko Pada Peraturan Otoritas Mitigasi Resiko Pada Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 29 tahun 2014 Jasa Keuangan Nomor 31 tahun 2014
Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Tentang Penyelenggaraan Perusahaan
Pembiayaan Konvensional Pembiayaan Syariah
a. mengalihkan risiko pembiayaan a. mengalihkan risiko Pembiayaan
melalui mekanisme asuransi kredit Syariah melalui mekanisme
atau penjaminan kredit; penjaminan syariah;
b. mengalihkan risiko atas barang b. mengalihkan risiko atas barang yang
yang dibiayai atau barang yang dibiayai atau barang yang menjadi
menjadi agunan dari kegiatan agunan dari kegiatan Pembiayaan
Pembiayaan melalui mekanisme Syariah melalui mekanisme asuransi
asuransi; dan/atau syariah; dan/atau
c. melakukan pembebanan jaminan c. melakukan pembebanan jaminan
fidusia atas barang yang dibiayai fidusia atas barang yang dibiayai
atau barang yang menjadi agunan atau barang yang menjadi agunan
dari kegiatan pembiayaan. dari kegiatan Pembiayaan Syariah.
Eksekusi benda jaminan fidusia oleh Eksekusi atas barang yang menjadi
Perusahaan Pembiayaan wajib obyek jaminan fidusia wajib memenuhi
memenuhi ketentuan dan persyaratan ketentuan dan persyaratan sebagaimana
sebagaimana diatur dalam undang- diatur dalam undang-undang mengenai
undang mengenai jaminan fidusia dan jaminan fidusia dan telah disepakati
telah disepakati oleh para pihak dalam oleh para pihak dalam Perjanjian
perjanjian pembiayaan. Pembiayaan Syariah.
3.Rentabilitas 3.Rentabilitas
a. Rentabilitas merupakan kemampuan a. Rentabilitasmerupakan kemampuan
Perusahaan Pembiayaan dalam Perusahaan Syariah dalam
menghasilkan laba. menghasilkan laba.
b. Penilaian terhadap faktor rentabilitas b. Penilaian terhadap faktor rentabilitas
meliputi penilaian terhadap kinerja meliputi penilaian terhadap kinerja
73
4. Likuiditas 4.Likuiditas
a. Penilaian terhadap faktor likuiditas a. Penilaian likuiditas merupakan
merupakan penilaian terhadap penilaian terhadap tingkat
tingkat ketersesuaian antara aset ketersesuaian antara aset lancar dan
lancar dan liabilitas lancar. liabiltas lancar.
b. Ketentuan mengenai tata cara b. Ketentuan mengenai tata cara
penilaian likuiditas diatur dalam penilaian likuiditas diatur dalam
Surat Edaran OJK. Surat Edaran OJK.
Rasio Aset Produktif Terhadap Total Aset Rasio Aset Produktif Terhadap Total Aset
Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 29 tahun 2014 Tentang Nomor 31 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan
Konvensional Syariah
1. Perusahaan Pembiayaan wajib 1. Perusahaan Syariah wajib memiliki
memiliki rasio piutang pembiayaan Aset Produktif neto paling rendah 40%
neto terhadap total aset (financing to (empat puluh persen) dari total aset.
asset ratio) paling rendah 40% (empat 2. Aset Produktif neto sebagaimana
puluh persen). dimaksud pada ayat (1) harus diperoleh
74
Ekuitas Terhadap Total Aset Pada Peraturan Ekuitas Terhadap Total Aset Pada Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tahun Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun
2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan 2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan
Pembiayaan Konvensional Pembiayaan Syariah
BMPP Pada Peraturan Otoritas Jasa BMPP Pada Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 29 tahun 2014 Tentang Keuangan Nomor 31 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan
Konvensional Syariah
a.bank;
b.perusahaan pembiayaan sekunder perumahan;
c.lembaga keuangan mikro; dan/atau
d.Perusahaan Syariah.
Kerja sama pembiayaan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tahun
2014 dengan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun 2014 memiliki perbandingan,
diantaranya :
Keja Sama Pembiayaan Pada Peraturan Keja Sama Pembiayaan Pada Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tahun Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun
2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan 2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan
Pembiayaan Konvensional Pembiayaan Syariah
Sertifikasi Pada Peraturan Otoritas Jasa Sertifikasi Pada Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 29 tahun 2014 Tentang Keuangan Nomor 31 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan
Konvensional Syariah
Larangan Pada Peraturan Otoritas Jasa Larangan Pada Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 29 tahun 2014 Tentang Keuangan Nomor 31 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan
Konvensional Syariah
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan memiliki jenis kegiatan usaha yang
secara umum yaitu Pembiayaan Investasi, Pembiayaan Modal Kerja,
Pembiayaan Multiguna, dan Kegiatan usaha pembiayaan lain berdasarkan
persetujuan OJK, sedangkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 Tahun
2014 tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah, memiliki jenis
kegiatan usaha yang secara umum yaitu Pembiayaan jual beli, pembiayaan
investasi, pembiayaan jasa.
2. Perjanjian Pembiayaan yang diterapkan pada Perusahaan Pembiayaan
Konvensional maupun Perusahaan Pembiayaan Syariah memiliki prinsip yang
sama, Perjanjian dengan Konsumen wajib dibuat secara tertulis, yang
membedakan ialah posisi perjanjian pada pembiayaan syariah menggunakan dan
menggambarkan jenis akad serta perbedaan penggunaan margin pada
pembiayaan syariah dan penggunaan bunga pada pembiayaan konvensional.
3. Secara umum pada mekanisme Uang muka atau urbun pada kendaraan
bermotor, relatif menggunakan paling rendah 20% (dua puluh persen) dari harga
jual kendaraan yang bersangkutan; dan untuk bagi kendaraan bermotor roda
empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan produktif, paling rendah 20%
(dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau bagi
kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan non-
produktif, paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari harga jual kendaraan
yang bersangkutan.
4. Perusahaan Pembiayaan Konvensional dengan Perusahaan Pembiayaan Syariah
wajib melakukan mitigasi resiko pembiayaan. mengalihkan risiko Pembiayaan
Syariah melalui mekanisme penjaminan syariah bagi Perusahaan Pembiayaan
88
89
Web
http://e-journal.uajy.ac.id/634/3/2EA15875.pdf, Diakses 6 April 2018, Jakarta.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21417/3/Chapter%20II.pdf, Diakses 6
April 2018, Jakarta.
http://business-law.binus.ac.id/2016/01/27/lembaga-pembiayaan-syariah-di-indonesia/
Diakses pada: 12 April 2018 Jakarta.
https://muhaiminkhair.wordpress.com/2010/04/29/perusahaan-pembiayaan-syariah-di-
indonesia-sebuah-tinjauan-analisis-terhadap-perusahaan-pembiayaan-pt-fif-syariah/
Diakses pada: 12 April 2018 Jakarta.
https://pustakauinib.ac.id/repository/files/original/04523f5c514c1a7aaa7eee2d51764cf4.p
df, Diakses pada 4 Juni 2018
Ade Arthesa, E. H. (2006). Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank. Jakarta: PT. Indeks.
al-Jazir, A. (2003). Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, Juz III. Beirut: Dar al-Qalam.
Antonio, M. S. (2001). Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press.
Antonio, M. S. (2008). Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
Antonio, M. S. (2001). Islamic Banking dari Teori ke Praktik. Jakarta : Gema Insani.
ekonomi indonesia triwulan iv 2017 tumbuh 5-19 persen. (2018, 02 05). Retrieved 02 09,
2018, from bps.go.id:
https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/02/05/1519/ekonomi-indonesia-triwulan-
iv-2017--tumbuh-5-19-persen.html
Ibrahim, J. (2006). Teori dan metodologi penelitian hukum normatif. Malang: Banyu
Media.
Karim, A. A. (2011). Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT Raja.
Grafindo Persada.
Mas’adi, G. A. (2002). Fiqih Muamalah Kontekstual. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
mujiatun, S. (september 2013). Jual Beli Dalam Perspektif Islam : Salam Dan Istisna’.
Jurnal Riset Akuntansi Dan Bisnis vol 13 no. 2 .
Nawawi, I. (2012). Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor: Galia Indonesia.
Rusyd, I. (2013). Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Mugtashid. Beirut: Dar alKutub Al-
Ilmiyah.
Sabiq, A.-S. (1994). Fiqh as-Sunnah Jilid III. Beirut: Dar al-Fikr.
Sabiq, S. (1987). Fikih Sunnah 13 , terj. Kamaluddin A. Marzuki. Bandung: Al Ma’arif .
Salim HS, E. S. (2013). Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Diseratasi.
Jakarta: Rajawali Pers.
Veithzal Rivai, A. A. (2010). Islamic Banking: sebuah teori, konsep dan aplikasi.
Jakarta: Bumi Aksara.
Pekerjaan : Mahasiswa
Semester :9
Pendidikan Formal
1
Pendidikan Informal
Pengalaman Organisasi