Anda di halaman 1dari 104

ANALISA PERBANDINGAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

KONVENSIONAL DENGAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH


(STUDI PADA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR
29 TAHUN 2014 DAN NOMOR 31 TAHUN 2014 )

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :
Wahyu Fahmi Rizaldy
NIM : 11140460000006

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
ABSTRAK

Wahyu Fahmi Rizaldy, NIM 11140460000006, Hoax dalam Perspektif


Undang-Undangan No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
dan Hukum Islam, Strata Satu (S-1), Program Studi Hukum Ekonomi Syariah,
Fakultas syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta 1439/2018. v + 74 halaman + 4 lampiran.
Lembaga Pembiayaan merupakan badan usaha yang melakukan kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak
menarik dana langsung dari masyarakat. Lembaga Pembiayaan melalui Otoritas
Jasa Keuangan mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 29 tahun
2014 yang dapat memperluas Multifinance dapat memperluas portofolionya ke
pembiayaan investasi, modal kerja/ modal usaha dan pembiayaan multiguna.
Lembaga Pembiayaan syariah juga muncul dalam rangka meningkatkan
perkembangan usaha perusahaan pembiayaan yang menyelenggarakan usaha
dengan syariah, dan diterbitkan ketentuan penyelenggaraan usaha oleh perusahaan
pembiayaan yang menyelenggarakan usaha dengan prinsip syariah melalui
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 31 tahun 2014 tentang
penyelenggaraaan usaha pembiayaan syariah.
Skripsi ini bertujuan untuk membandingkan regulasi Otoritas Jasa
Keuangan dalam mengatur penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan baik
konvensional maupun syariah yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 29
tahun 2014 tentang penyelenggaraaan usaha pembiayaan dan Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan (POJK) 31 tahun 2014 tentang penyelenggaraaan usaha
pembiayaan syariah.
Penelitian ini menggunakan metode normatif yaitu pendekatan dengan
melihat ketentuan-ketentuan yang ada dengan maksud memberikan penjelasan
tentang Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 29 tahun 2014 tentang
penyelenggaraaan usaha pembiayaan dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
(POJK) 31 tahun 2014 tentang penyelenggaraaan usaha pembiayaan syariah.
Selain itu, sumber data yang digunakan adalah sumber data primer yang diperoleh
dari peraturan otoritas jasa keuangan, dan data sekunder yang diperoleh dari
literatur buku-buku, jurnal, artikel, dan kepustakaan lain yang menjadi referensi
maupun sumber pelengkap penelitian.
Kesimpulan skripsi ini adalah: Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
29 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan memiliki jenis
kegiatan usaha yang secara umum yaitu Pembiayaan Investasi, Pembiayaan
Modal Kerja, Pembiayaan Multiguna, dan Kegiatan usaha pembiayaan lain
berdasarkan persetujuan OJK, sedangkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 31 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah,
memiliki jenis kegiatan usaha yang secara umum yaitu Pembiayaan jual beli,
pembiayaan investasi, pembiayaan jasa.

Kata Kunci : Lembaga Pembiayaan, Lembaga Pembiayaan Syariah, POJK

Pembimbing: A.M Hasan Ali,M.A

iv
‫بسم هللا ال ّرحمن ال ّرحيم‬
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah SWT, tuhan semesta alam yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua khususnya penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisa
Perbandingan Perusahaan Pembiayaan Konvensional Dengan Perusahaan
Pembiayaan Syariah (Studi Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomer 29
Tahun 2014 dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomer 31 Tahun 2014 )”.
Sholawat serta salam senantiasa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman ilmiyah seperti sekarang
ini.
Selama penulis skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil,
oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr, Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. AM Hasan Ali, MA, dan Dr. Abdurrauf, M.A Ketua dan Sekretaris
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Isnawati Rais, M.A Dosen Pembimbing Akademik Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. AM Hasan Ali, M.A, Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk memberikan arahan-arahan dan bimbingan
dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
ini dengan baik.
6. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah ikhlas mendidik dan berbagi
ilmunya kepada penulis selama perkuliahan.

v
7. Pembina Gugus Depan Pramuka UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
07.075/07.076 Ka Nanang Syaiku, MA dan Ka Dr. Fahma Wijayanti,
M.Si. Pembina Satuan Putra Ka Arif Aryanto Aryadi dan Ka Saidah
sebagai kakak dan orang tua di keluarga besar Pramuka UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Serta senioren dan purna pandega yang telah banyak
membantu.
8. Kepada kedua orang tua penulis yang sangat penulis sayangi dan cintai,
penulis persembahkan skripsi ini kepada Ayahanda Imam Wahyudi dan
Nenik Supaheni, yang telah membimbing dan mendidik dengan penuh
kesabaran dan kasih sayang baik moril, materill yang tidak pernah terbalas
oleh apapun.
9. Adek Adekku Wahyu Fajar Romadhon, Wahyu Farda Ar-Rahmi, Wahyu
Frida Puspita, dan seluruh keluarga besar Bani Hamid dan Bani Harun
yang tidak dapat di sebutkan satu-persatu, terima kasih atas segala
dukungan, perhatiaan, dan kasih sayangnya.
10. Untuk kawan kawan di keluarga besar UKM UIN Jakarta yang selalu
senantiasa mendampingi dalam proses berorganisasi di internal kampus.
11. Racana Fatahillah- Nyi Mas Gandasari, Angkatan Garing (2014) dan best
partner buat Husnul Hotimah, SH dan teman-teman yang lain yang tidak
dapat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala perhatian,
dukungan, dan semangatnya dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Sahabat Sahabat seperjuangan PMII Komisariat Fakultas Syariah dan
Hukum, Dede Ihsanuddin dkk yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
13. Teman teman kota kelahiran Formala yang selalu menjadi inspirasi.
Demikian ucapan terima kasih dari penulis kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga
memperoleh pahala dari Allah SWT dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat dan mendapatkan keberkahan bagi penulis maupun bagi para
pembaca.
Jakarta, 18 September 2018
Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAAN .......................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iii
ABSTRAK ....................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B Pembatasan dan Perumusan Penelitian .................................... 3
C Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 4
D Review Studi Terdahulu ............................................................. 8
E Metode Penelitian ...................................................................... 9
F Sitematika Penulisan .................................................................. 11

BAB II KARAKTERISTIK PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH


DAN KONVENSIONAL
A Tinjauan Umum .................................................................... 12
B Landasan Hukum Mengenai Perusahaan Pembiayaan ............. 35
C Karakteristik Pembiayaan ..................................................... 38
BAB III MATERI MUATAN POJK PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
SYARIAH DAN KONVENSIONAL
A POJK 29 Tahun 2014 ............................................................... 42
B POJK 31 Tahun 2014 ............................................................... 51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP………………… ............................................................ 88
A Kesimpulan……. ..................................................................... 88
B Rekomendasi ........................................................................ 90
DAFTAR PUSTAKA ………………………. ................................... 91
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………. ................ 94
A CV/ Riwayat Hidup

vii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia adalah negara yang memiliki potensi ekonomi yang tinggi, potensi yang
diperhatikan dunia internasional. Indonesia memiliki sejumlah karakteristik yang
menempatkan negara ini dalam posisi yang bagus untuk mengalami perkembangan
ekonomi yang pesat. Prosepek ekonomi yang meningkat dengan bangkitnya beberapa
sektor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal tersebut tidak lepas dari
terobosan terobosan peraturan untuk memudahkan regulasi maupun aturan di beberapa
sektor. Pertumbuhan Indonesia tahun 2017 tumbuh 5,07 persen lebih tinggi dibanding
capaian tahun 2016 sebesar 5,03 persen1. Lingkungan global yang mendukung, ditambah
kondisi fundamental dalam negeri yang kuat, telah membuat perekonomian Indonesia
memasuki tahun 2017 dengan pijakan yang kuat. Pengelolaan dan kredibilitas fiskal telah
membaik, sebagaimana dibuktikan dengan peningkatan peringkat kredit dari Standard and
Poor (S&P)2.
Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan
dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana langsung dari
masyarakat. Bidang usaha lembaga pembiayaan mencakup beberapa alternatif kegiatan
pembiayaan seperti sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring), kartu kredit
(credit card), dan pembiayaan konsumen (consumer finance). Lembaga pembiayaan yang
kegiatan usahanya lebih menekankan pada fungsi pembiayaan, yaitu dalam bentuk
penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana langsung dari masyarakat.3
Pranata hukum pembiayaan konsumen di Indonesia dimulai pada tahun1988, yaitu dengan
dikeluarkanya Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, dan Keputusan
Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan
1
Lihat : https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/02/05/1519/ekonomi-indonesia-triwulan-iv-2017--
tumbuh-5-19-persen.html Pukul 10:51 9 Februari 2018
2
Laporan "INDONESIA ECONOMIC QUARTERLY Upgraded ", Word Bank Group.
3
Sunaryo, 2008, Hukum Lembaga Pembiayaan, Jakarta: Sinar Grafika, Hal.1- 2.

1
2

Lembaga Pembiayaan. Kedua keputusan tersebut merupakan titik awal sejarah


perkembangan pengaturan pembiayaan konsumen sebagai lembaga bisnis pembiayaan di
Indonesia.4 Inisiatif Ojk dalam perluasannya untuk mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan (POJK) 29 tahun 2014 yang dapat memperluas Multifinance dapat memperluas
portofolionya ke pembiayaan investasi, modal kerja/ modal usaha dan pembiayaan
multiguna.
Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia cukup pesat. Hal itu ditandai dengan
meningkatnya jumlah bank syariah dan lembaga keuangan non bank. Ada beberapa yang
memang asli syariah, akan tetapi ada yang berupa unit usaha syariah. Dalam kehidupan
perekonomian, kita tidak hanya mengenal perbankan syariah yang memang menjadi
perhatian banyak orang. Ekonomi Islam bukan hanya sekedar membahas tentang perbankan
Islam, tetapi semua hal yang berkaitan dengan kehidupan ekonomi manusia. Dengan
perkembangan perbankan Islam, juga berkembang praktek ekonomi Islam yang lain, seperti
leasing, asuransi, pasar modal, dana pensiun, pegadaian, lembaga zakat, koperasi dan lain
sebagainya. Kemajuan ini menjadi sinyal positif untuk menunjang segala kebutuhan
masyarakat yang diselenggarakan secara Islami, mengingat sebelumnya belum tersedia
pelayanan dan proses pemenuhan kebutuhan masyarakat yang sesuai dengan syariat Islam.5
Dalam rangka meningkatkan perkembangan usaha perusahaan pembiayaan yang
menyelenggarakan usaha dengan syariah, perlu diterbitkan ketentuan penyelenggaraan
usaha oleh perusahaan pembiayaan yang menyelenggarakan usaha dengan prinsip syariah
melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 31 tahun 2014 tentang penyelenggaraaan
usaha pembiayaan syariah. Penerbitan paket regulasi tersebut adalah untuk memberikan
landasan hukum yang memadai berkaitan dengan kegiatan Perusahaan Pembiayaan yang
melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah serta guna memenuhi kebutuhan
masyarakat pada industri pembiayaan yang memerlukan keragaman sumber pembiayaan
dan pendanaan berdasarkan pada syariat Islam.
Perbedaan pembiayaan syariah dengan konvensional ternyata belum banyak
diketahui oleh masyarakat, meskipun sebenarnya penduduk Indonesia mayoritas beragam
4
Sunaryo, 2008, Hukum Lembaga Pembiayaan. Hal. 98.
5
Muhaimin, “Perusahaan Pembiayaan Syariah Di Indonesia ( sebuah tinjauan analisis terhadap perusahaan pembiayaan
PT. FIF syariah )” AT - TARADHI Jurnal Studi Ekonomi, Volume 3, Nomor 2, Desember 2012, hlm.107-122
3

Islam namun promosi pembiayaan syariah tidak sebesar pembiayaan konvensional. Bahkan
bisa dikatakan belum banyak yang mengetahui mengenai adanya pembiayaan syariah,
apalagi mengambilnya sebagai pilihan untuk digunakan pada saat membutuhkan dana atau
hendak membeli berbagai barang konsumtif lainnya. Terkadang, Pelaku pembiayaan
syariah melalui kantor cabang yang tersedia juga masih awam membedakan terkait kredit
dan pembiayaan. Namun yang paling terpenting adalah bagaimana pelaku pada perusahaan
pembiayaan dapat membedakan terkait implementasi yang ada sesuai dengan regulasi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui peraturan yang dikeluarkannya.

Dalam kaitan pembahasan tentang perusahaan pembiayaan syariah dan perusahaan


pembiayaan konvensional, penulis tertarik mengangkat perbandingan perusahaan
pembiayaan konvensional dengan perusahaan pembiayaan syariah melalui sudut pandang
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 29 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Usaha Perusahaan Pembiayaan dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 31 tahun
2014 Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan Syariah . Penulis akan memberikan
tinjauan analisis terhadap seluk beluk dan mekanisme regulasi konvensional dengan
syariah, termasuk perbedaannya.

B. Identifikasi, Batasan, dan Rumusan Masalah


1. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan suatu permasalahan terkait dengan judul yang
sedang dibahas. Masalah-masalah yang sudah tertuang pada sub bab latar belakang
diatas, maka dari itu penulis memaparkan beberapa permasalahan yang ditemukan
sesuai dengan bagian latar belakang penelitian ini, antara lain :
a. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan Konvensional dan Perusahaan
Pembiayaan Syariah
b. Regulasi Perusahaan pembiayaan konvensional pada Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomer 29 Tahun 2014
c. Regulasi Perusahaan pembiayaan syariah pada Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomer 31 Tahun 2014 bagi perusahaan pembiayaan syariah
4

2. Batasan Masalah
Pembahasan mengenai Perbandingan Perusahaan Pembiayaan Konvensional
dengan Perusahaan Pembiayaan syariah, namun penelitian ini dibatasi pada
pembahasan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomer 29 tahun 2014 dan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan 31 tahun 2014.

3. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Analisis perbandingan antara Perusahaan Pembiayaan Konvensional
dengan Perusahaan Pembiayaan Syariah pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomer 29 Tahun 2014 dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomer 31 Tahun
2014 ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Berkaitan dengan uraian rumusan permasalahan di atas, maka tujuan penulisan
skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 29 tahun 2014


tentang Penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan dan Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan (POJK) 31 tahun 2014 Penyelenggaraan usaha perusahaan
pembiayaan Syariah.
2. Untuk mengetahui perbandingan perusahaan pembiayaan konvensional dengan
perusahaan pembiayaan syariah.
3. Untuk mengetahui perbandingan Peraturan antara Otoritas Jasa Keuangan
(POJK) 29 tahun 2014 dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 31 tahun
2014 Penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan Syariah.
4. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari POJK 29 Tahun 2014 dan
POJK 31 Tahun 2014

Manfaat yang dapat diambil dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut
5

Adapun kegunaan dari penelitian ini baik bagi peneliti dan masyarakat umum
adalah:

1. Kegunaan Teoritis
a. Untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya kalangan
akademisi mengenai pembiayaan syari’ah
b. Sebagai bahan pustaka yang nantinya diharapkan dapat menambah
pemahaman secara mendalam mengenai pembiayaan syari’ah.

2. Kegunaan Praktis
a. Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan menambah sumbangan
pemikiran bagi wacana ekonomi Islam tentang pembiayaan multifinance
syari’ah pada perusahaan pembiayaan.
b. Memberikan pemahaman kepada praktisi ekonomi Islam sebagai acuan
dalam melaksanakan prinsip-prinsip perekonomian syari’ah yang sesuai
dengan aturan serta landasan syari’at islam.

D. Kerangka Teori dan Konseptual


1. Kerangka Teoritis
Peranan yang menonjol dari industri jasa pembiayaan adalah menyediakan dana
bagi masyarakat yang memerlukan sumber dana pembiayaan baik untuk keperluan
investasi, modal kerja, atau semata-mata untuk barang yang akan dipakai sendiri
(konsumsi). Dana yang disalurkan oleh industri jasa pembiayaan kepada masyarakat
diharapkan akan dapat bermanfaat untuk mendorong perkembangan perekonomian
nasional.
Lembaga pembiayaan atau dikenal dengan multifinance merupakan salah satu
lembaga keuangan bukan bank di Indonesia yang mempunyai aktivitas membiayai
kebutuhan masyarakat baik bersifat produktif maupun konsumtif. Lembaga pembiayaan
di Indonesia saat ini telah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal ini
terjadi karena semakin meningkatnya kemajuan dunia usaha serta pendapatan
6

masyarakat, karena secara umum Indonesia telah menunjukkan peningkatan pendapatan


per kapita masyarakatnya setelah melewati masa krisis (tahun 1997/1998).
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang
perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan
bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang
usaha lembaga pembiayaan6.

Secara umum pengertian multifinance antara konvensional dengan syariah adalah


sama, yaitu perusahaan pembiayaan yang menyediakan produk berkualitas dan
mempunyai aktivitas membiayai kebutuhan masyarakat baik bersifat produktif maupun
konsumtif.7 Mengenai perbedaan antara keduanya adalah operasional serta mekanisme
dalam pembiayaan produk, multifinance syariah dalam dalam melakukan pembiayaan
harus berdasarkan prinsip syariah, yaitu pembiayaan yang harus berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara perusahaan pembiayaan dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan pembiayaan tersebut dalam
jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil atau dengan akad-akad syariah
yang lainnya seperti mudharabah, musyarakah, ijarah, salam, istisna dan murabahah,
sedangkan lembaga pembiayaan konvensional tidak melakukan persetujuan dengan
pihak yang dibiayai mengenai penetapan imbalan yang berupa bunga. 8

Tujuan paling utama dari lembaga pembiayaan, pertama adalah pemenuhan


kebutuhan pembiayaan terhadap permintaan masyarakat yang semakin meningkat, baik
kebutuhan yang bersifat konsumtif maupun produktif, kedua untuk lebih memperluas
penyediaan pembiayaan alterantif bagi dunia usaha dan memperkuat sistem keuangan
nasional sehingga dapat memberikan alternatif yang lebih banyak lagi bagi
pengembangan sektor keuangan.9

6
Peraturan Menteri Keuangan No 84 /PMK.012/ 2006, Tentang Perusahaan Pembiayaan
7
Ade Arthesa & Edia Handiman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: PT. Indeks, 2006)., h. 247.
8
Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: PER- 03/BL/2007 tentang
Kegiatan Perusahaan Berdasarkan Prinsip Syariah. Disetujui oleh DSN-MUI melalui surat Nomor B-
323/DSNMUI/XI/2007
9
Andri Soemitra, Bank &Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Kencana Prenada Media, 2009)., h.331.
7

2. Kerangka Konseptual
Ilmu tentang perbankan dan lembaga keuangan sangat dinamis karena perubahan
perekonomian dan keuangan suatu negara sangat berpengaruh terhadap kondisi
lembaga keuangan di negara tersebut. Kondisi ini terjadi pada negara kita, dimana
perubahan besar perekonomian di Indonesia, ternyata berdampak langsung pada
perbankan dan lembaga keuangan serta sektor-sektor lain yang terkait. Dengan
demikian, ilmu mengenai lembaga keuangan baik perbankan maupun bukan bank
haruslah dinamis, sehingga informasi yang tepat dapat diterima oleh masyarakat dengan
baik.10

Dalam perusahaan pembiayaan, baik Pembiayaan Konvensional maupun


Pembiayaan Syariah, pembiayaan mempunyai peranan penting terutama untuk
menyalurkan dana kepada masyarakat untuk menghadapi masalah dan atau modal kerja,
atau dalam hal multifinance. Satu hal yang membedakan antara manajemen Perusahaan
Pembiayaan syariah dengan Perusahaan Pembiayaan umum (konvensional) adalah
terletak pada pembiayaan dan pemberian pada balas jasa, baik yang diterima oleh bank
maupun investor. Jika dilihat pada Perusahaan Pembiyaan umum, pembiayaan disebut
kredit, sementara di Perusahaan Pembiyaan syariah disebut pembiayaan. Terkait
mengenai aturan dan regulasi juga berbeda, jika Perusahaan Pembiyaan umum
menggunakan POJK 29 tahun 2014 maka Perusahaan Pembiyaan Syariah memiliki
POJK 31 tahun 2014. Namun secara aturan izin keduanya mengacu pada POJK 28
Tahun 2014.
Perusahaan Pembiyaan Perusahaan Pembiyaan

Umum Syariah

POJK 29 Tahun 2014 POJK 31 Tahun 2014

10
Ade Arthesa & Edia Handiman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: PT. Indeks,
2006)., h.248
8

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu


Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, penulis akan menyertakan
beberapa penelitian terdahulu yang diperoleh baik melalui perpustkaan maupun dunia
maya yang membahas mengenai penerapan Hukum pada Perusahaan Pembiayaan,
tulisan tersebut antara lain :
Pertama, skripsi yang ditulis oleh Rachmat, “Studi Perbandingan Lembaga
Pembiayaan antara Pembiayaan Multifinance Syari’ah dan Pembiayaan Konvensonal
pada PT. Federal International Finance ( FIF). Dalam skripsi ini mengkaji perbandingan
lembaga pembiayaan. memberikan informasi dan pengetahuan tentang ekonomi Islam
dalam praktik kelembagaan keuangan syari’ah kepada masyarakat umum dan para
akdemisi khususnya untuk lebih mengenal pembiayaan multifinance syari’ah dan
konvensional. Penelitian ini berupaya mendeskripsikan secara empiris beberapa
permasalahan yang diangkat seperti Perbedaan multifinance syari’ah dengan
multifinance konvensional.
Kedua, Skripsi yang berjudul “Leasing Menurut Ekonomi Islam (pada PT. Adira
Dinamika Multi Finance,Tbk) oleh Rohayati (2006), mahasiswi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Judul skripsi diatas hanyalah tinjauan atau pandangan ekonomi
Islam terhadap praktek leasing baik dari segi hukum syari’at Islam maupun analisis
dampak positif dan negatifnya terhadap kegiatan ekonomi baik secara mikro ataupun
makro. Berbeda dengan judul yang akan dibahas, objek penelitiannya lebih luas yaitu
multi finance dengan membahas pembiayaan dalam beberapa macam transaksi dan
akan dibandingkan antara sistem syari’ah dengan konvensional. Sehingga pembaca
akan memahami lebih dalam tentang multi finance, baik yang dengan sistem syari’ah
maupun konvensional, baik konsep, mekanisme maupun operasionalnya.
Ketiga, Skripsi berjudul “Mekanisme Leasing pada PT. Swadharma Surya Finance
menurut Hukum Positif & Hukum Islam, oleh Rica Anggraeni (2006), mahasiswi UIN
Syarif Hidayatullah, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Program Studi Mu’amalat,
Konsentrasi Perbankan Syari’ah. Dalam penelitian ini pembatasan masalahnya adalah
bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum positif terhadap praktek leasing.
Perbedaan skripsi diatas dengan penelitian yang akan dibahas oleh penulis yaitu skripsi
9

diatas hanya membahas suatu tinjauan atau pandangan hukum Islam dan hukum positif
terhadap leasing, dengan berfokus hanya pada analisis hukum. Sedangkan skripsi yang
akan dibahas oleh penulis adalah membahas bukan hanya leasing tetapi beberapa
macam transaksi pembiayaan yang disebut dengan multifinance dan yang akan diteliti
adalah konsep, mekanisme dan operasional multifinance dengan membandingkan
antara multifinance syari’ah dan konvensional

F. Metode Penelitian
1. Sifat dan jenis penelitian
Dilihat dari sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian ini bersifat
korelasional. Jenis penelitian yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode
Normatif.11 Yaitu penelitian yang dilakukan pada peraturan tertulis dan berbentuk
dokumen yang disebut data sekunder, dimana data-data tersebut diperoleh dari
buku-buku yang berkaitan.
Berdasarkan judul penelitian dan rumusan masalah, penelitian yang
dilakukan termasuk dalam kategori penelitian hukum normatif atau penelitian
hukum kepustakaan. Penelitian Hukum normatif memiliki definisi yang sama
dengan penelitian doktrinal yaitu penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum
yang fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer
dan sekunder.12
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini
adalah penelitian hukum doktrinal atau penelitian hukum studi kepustakaan.
Penelitian yang bersifat normatif yaitu penelitian yang difokuskan pada bahan
pustaka atau data sekunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primer,
sekunder, dan tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji
kemudian dibandingkan kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya
Perusahaan pembiayaan konvensional pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

11
Salim HS, Erlies Septiana Nurbaini, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan
Diseratasi, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, hlm. 12
12
Johnny Ibrahim, Teori dan metodologi penelitian hukum normatif. Malang: Banyu Media, 2006,
hlm 44.
10

Nomer 29 Tahun 2014 dengan Perusahaan pembiayaan syariah pada Peraturan


Otoritas Jasa Keuangan Nomer 29 Tahun 2014 bagi perusahaan pembiayaan
syariah.
2. Metode Pendekatan
Menurut Johnny Ibrahim, dalam penelitian hukum terdapat bebarapa
pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan (statue approach),
pendekatan konseptual (concentual approach), pendekatan analitis (analytical
approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan
historis (historical approach), pendekatan filsafat (philosophical approach) dan
pendekatan kasus (case approach).13 Yang dipergunakan dalam penulisan ini
adalah pendekatan perbandingan (comparative approach) yaitu membandingkan
Perusahaan pembiayaan konvensional pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomer 29 Tahun 2014 dengan Perusahaan pembiayaan syariah pada Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomer 29 Tahun 2014 bagi perusahaan pembiayaan
syariah.
3. Alat Pengumpul Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yang dipergunakan
untuk mendukung isi skripsi ini adalah melalui penelitian kepustakaan (Library
research), dengan bahan-bahan hukum:
a. Bahan Hukum Primer
Yakni bahan hukum yang mengikat, dengan fokus utama berupa POJK Nomor 29
Tahun 2014 dengan POJK Nomor 31 Tahun 2014.
b. Bahan Hukum Sekunder
Yakni bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer, seperti hasil penelitian
dan tulisan para ahli hukum, dan lain sebagainya.
c. Bahan Hukum Tersier
Yakni yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer
dan sekunder yang berupa kamus, majalah dan internet.

13
Johnny Ibrahim, Teori dan metodologi penelitian hukum normative, 2006, hlm 300.
11

G. Rancangan Sistematika Penulisan


Untuk memudahkan dalam memahami pembahasan skripsi ini, maka penulis akan
mendeskripsikan dalam bentuk kerangka skripsi. Adapun sistematikanya adalah sebagai
berikut:
1 Bagian awal
Bagian awal skripsi terdiri dari halaman judul/cover, halaman persetujuan
pembimbing, halaman pengesahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar table.
2 Bagian isi
Pada bagian isi, terdiri dari lima bab, yaitu:
Bab I: Pendahuluan, dalam bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II: Penulis menguraikan tentang Peraturan otoritas jasa keuangan nomer 29
tahun 2014 tentang penyelenggaraan usaha lembaga pembiayaan.
Bab III: Penulis menguraikan tentang Peraturan otoritas jasa keuangan nomer 31
tahun 2014 tentang penyelenggaraan usaha lembaga pembiayaan syariah.
Bab IV: Analisis dan Interpretasi Temuan, dalam bab ini berupa analisis data
penelitian.
Bab V: Penutup, dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari
permasalahan yang di bahas pada bab sebelumnya.
3 Bagian akhir
Bagian akhir dari skripsi ini berisi tentang daftar pustaka dan lampiran. Isi dari
daftar pustaka merupakan keterangan dari sumber literature yang diajukan dalam
skripsi.
12

BAB II
KARAKTERISTIK PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH DAN
KONVENSIONAL
A. Tinjauan Umum Tentang Perusahaan Pembiayaan Syariah dan Konvensional
1. Pengertian Tentang Perusahaan Pembiayaan Syariah dan Konvensional
Di zaman yang semakin modern seperti sekarang ini, berbagai lembaga keuangan
telah hadir untuk memudahkan perencanaan finansial Anda. Salah satu lembaga yang
perlu diketahui adalah penyedia layanan pembiayaan bagi Anda yang ingin membeli
barang secara non-tunai. Pembayaran model seperti ini sering disebut dengan cara
angsuran atau kredit. Keinginan manusia memang tidak pernah ada habisnya, belum
lagi dengan kebutuhan yang mesti dipenuhi.
Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan
untuk pengadaan barang dan/atau jasa.1. Sama seperti bank dan lembaga resmi lainnya,
mekanisme mengenai perusahaan pembiayaan telah diketahui negara dan sudah diatur
pula dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan
PembiayaanMenurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang
perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan
bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang
usaha lembaga pembiayaan. Pada umumnya, lembaga keuangan seperti bank akan
memberikan dana cair kepada para calon debiturnya. Lain halnya dengan perusahaan
pembiayaan. Ketika mengajukan kredit ke lembaga ini, tidak akan mendapatkan dana
cair, melainkan persetujuan perusahaan untuk membiayai kredit barang. Jadi, dana
tunai dibayarkan perusahaan pembiayaan kepada pihak ketiga, tempat nasabah
melakukan transaksi pembelian.
Secara umum pengertian multifinance antara konvensional dengan syariah adalah
sama, yaitu perusahaan pembiayaan yang menyediakan produk berkualitas dan
mempunyai aktivitas membiayai kebutuhan masyarakat baikbersifat produktif maupun

1
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Pembiayaan Tahun 2014

12
13

konsumtif2. Pada tahun 2014 Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan peraturan No.
29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan. Tujuan
dikeluarkannya POJK ini untuk mendukung perkembangan perusahaan pembiayaan
yang dinamis dan mewujudkan industri perusahaan pembiayaan yang tangguh,
kontributif, inklusif serta berkontribusi untuk menjaga sistem keuangan yang stabil dan
berkelanjutan.
Terkait dengan perusahaan pembiayaan syariah, untuk memberikan kerangka
hukum yang memadai dalam menjalankan aktifitasnya, pada tahun 2007 Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dan Lembaga Keuangan mengeluarkan dua
peraturan, yaitu peraturan Nomor: PER-03/BL/2007 Tentang Kegiatan Perusahaan
Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah dan Peraturan Nomor: PER-04/BL/2007
tentang Akad-Akad yang Digunakan Dalam Kegiatan Perusahan Pembiayaan
Berdasarkan Prinsip Syariah. Berdasarkan Pasal 1 butir 3 POJK No. 31, dijelaskan
bahwa Perusahaan Pembiayaan Syariah Perusahaan Pembiayaan yang seluruh
kegiatan usahanya melakukan pembiayaan syariah.3
Ditinjau pada masing masing pengertian tersebut Perusahaan Pembiayaan
Konvensional dengan Perusahaan Pembiayaan Syariah dalam hal pengertian memiliki
definisi yang sama, hanya saja dalam hal konsep dan mekanisme yang membedakan
antara keduanya.. Namun yang penting untuk dipahami adalah, perusahaan
pembiayaan syariah bisa melakukan atau mengembangkan model kegiataan
pembiayaan lain diluar model kegiataan pembiayaan yang telah ditetapkan. Dengan
kata lain, ada peluang bagi perusahaan pembiayaan syariah untuk mengembangkan
produk-produk pembiayaan baru yang lebih variatif yang dianggap profitable sehingga
kegiataan perusahaan menjadi lebih berkembang. Produk-produk baru tersebut baru
bisa dijalankan oleh perusahaan pembiayaan syariah setelah mendapatkan opini dari
Dewan Pengawas Syariah dan disetujui oleh OJK.

2
Ade Arthesa & Edia Handiman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: PT. Indeks,
2006)., h. 247.
3
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Pembiayaan Syariah Tahun 2014
14

2. Tujuan dan Manfaat Perusahaan Pembiayaan


Tujuan dari pembiayaan ini dalam lingkup luas terbagi menjadi dua, yaitu: pertama,
profitability yang merupakan tujuan untuk memperoleh hasil dari pembiayaan berupa
keuntungan yang diraih dari bagi hasil yang diperoleh dari usaha yang dikelola
bersama nasabah. Kedua, safety yaitu keamanan dari prestasi yang diberikan dalam
bentuk modal, barang atau jasa harus benarbenar terjamin pengembaliannya sehingga
keuntungan yang diharapkan dapat benar-benar tercapai.4
Tujuan paling utama dari lembaga pembiayaan, pertama adalah pemenuhan
kebutuhan pembiayaan terhadap permintaan masyarakat yang semakin meningkat, baik
kebutuhan yang bersifat konsumtif maupun produktif, kedua untuk lebih memperluas
penyediaan pembiayaan alterantif bagi dunia usaha dan memperkuat sistem keuangan
nasional sehingga dapat memberikan alternatif yang lebih banyak lagi bagi
pengembangan sektor keuangan5.
Sebagaimana lembaga keuangan yang lain, Perusahaan pembiayaan juga memiliki
beberapa manfaat. Perusahaan pembiayaan mempunyai tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi dan juga kesempatan kerja. Oleh karena itu, pembiayaan yang
tersedia harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para pengusaha diberbagai bidang.
Perusahaan Pembiayaan juga mempunyai manfaat penting dalam perekonomian.
Dalam masyarakat memiliki manfaat untuk membantu masyarakat dengan ekonomi
lemah agar terbebas dari jeratan rentenir yang memberikan pinjaman dengan bunga
tinggi. Dengan adanya Perusahaan pembiayaan, pengusaha kecil dengan modal
terbatas bisa mendapatkan kredit dengan syarat mudah dan bunga yang ringan dan juga
bermanfaat bagi pembangunan infrastruktur.

3. Jenis-Jenis Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan Konvensional dan Syariah


a. Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan Konvensional

4
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking: sebuah teori, konsep dan aplikasi, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2010), h. 711.
5
Andri Soemitra, Bank &Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Kencana Prenada Media, 2009).,
h.331.
15

Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan Konvensional menurut POJK No


29 Tahun 2014 yaitu6 :
1) Pembiayaan Investasi
Pembiayaan Investasi adalah pembiayaan untuk pengadaan barang-barang
modal beserta jasa yang diperlukan untuk aktivitas usaha/investasi, rehabilitasi,
modernisasi, ekspansi atau relokasi tempat usaha/investasi yang diberikan
kepada debitur dalam jangka waktu lebih dari 2 (dua) tahun. Kegiatan
Pembiayaan Investasi ditujukan untuk Debitur berbentuk badan usaha atau
perseorangan yang memiliki usaha produktif dan/atau yang memiliki ide ide
untuk pengembangan usaha produktif. Pembiayaan investasi wajib dilakukan
dengan cara :
a) Sewa Pembiayaan (Finance Lease)
Sewa Pembiayaan (Finance Lease) dilakukan dalam rangka
penyediaan barang oleh Perusahaan Pembiayaan untuk digunakan oleh
Debitur selama jangka waktu tertentu, yang mengalihkan secara substansial
manfaat dan risiko atas barang yang dibiayai7. Sewa Pembiayaan (Finance
Lease) melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang
modal baik secara Finance Lease maupun Operating Lease untuk digunakan
oleh Penyewa Guna Usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara berkala.8
Dalam hal perjanjian Sewa Pembiayaan (Finance Lease) masih
berlaku, kepemilikan atas barang objek transaksi Sewa Pembiayaan (Finance
Lease) berada pada Perusahaan Pembiayaan. Perusahaan Pembiayaan wajib
memastikan dalam perjanjian pembiayaan bahwa Debitur dilarang
menyewa-pembiayaankan kembali barang yang disewapembiayaankan
kepada pihak lain. Selama masa Sewa Pembiayaan (Finance Lease),
Perusahaan Pembiayaan wajib menempelkan plakat atau etiket pada barang

6
POJK No 29 Tahun 2014
7
POJK No 29 Tahun 2014
8
Ade Arthesa & Edia Handiman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: PT. Indeks,
2006)., h. 247.
16

yang disewa-pembiayaankan dengan mencantumkan nama dan alamat


Perusahaan Pembiayaan serta pernyataan bahwa barang dimaksud terikat
dalam perjanjian Sewa Pembiayaan (Finance Lease).
Terdapat empat pihak yang berkepentingan dalam kegiatan sewa
pembiayaan, yaitu sebagai berikut9:
1) Lessor adalah perusahaan leasing atau pihak yang memberikan jasa
pembiayaan atau penyewaaan kepada konsumen dalam bentuk
barang modal.
2) Lessee adalah seseorang atau perusahaan yang mendapatkan jasa
pembiayaan dari perusahaan leasing atau lessor.
3) Lender atau kreditur adalah pihak yang memberikan penyediaan
dana bagi berkembangnya usaha leasing tersebut.
4) Supplier, merupakan perusahaan atau pihak-pihak yang menyediakan
barang-barang modal sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau
penyewa / lessee.
b) Jual dan Sewa Balik (Sale and Leaseback)
Dalam bentuk transaksi ini, lessee membeli terlebih dahulu barang
modal atas namanya sendiri, kemudian barang modal tersebut dijual kepada
lessor dan selanjutnya oleh lessee disewa kembali dari lessor untuk
digunakan kembali bagi keperluan usahanya dalam suatu bentuk kontrak
leasing. Biasanya bentuk sale and lease back ini mengambil bentuk financial
lease.10
Sale and lease back mirip dengan hutang-piutang uang dengan
jaminan barang dan pembayaran barang tersebut dilakukan secara cicilan.
Tujuan lessee menggunakan bentuk ini untuk memperoleh dana tambahan
modal kerja, yang tadinya ditanggulangi sendiri, lalu dialihkan melalui
kontrak leasing. Bentuk ini banyak digunakan di Indonesia akibat masalah
kesulitan impor barang modal terutama mengenai perizinan, bea masuk,

9
Ade dan Edia, Bank & Lembaga.,h.249 - 250.
10
http://e-journal.uajy.ac.id/634/3/2EA15875.pdf, Diakses 6 April 2018, Jakarta.
17

pajak impor, dan lainnya yang memakan banyak biaya. Sale-and-lease back
(biasa juga disebut dengan purchase leaseback), yaitu lessee menjual barang
yang sebelumnya dimiliki kepada perusahaan leasing dengan harga pasar
atau nilai buku (yang mana lebih rendah) dan kemudian menyewakannya
kembali.11
c) Anjak Piutang Dengan Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang (Factoring
With Recourse)
Anjak Piutang Dengan Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang
(Factoring With Recourse) adalah transaksi Anjak Piutang usaha dimana
penjual piutang menanggung risiko tidak tertagihnya sebagian atau seluruh
piutang yang dijual kepada Perusahaan Pembiayaan.12
Anjak piutang dalam bahasa Inggris sering disebut sebagai factoring.
Anjak piutang (Factoring) menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor
84/PMK.012/2006 pada Pasal 1 huruf (e) adalah kegiatan pembiayaan dalam
bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut
pengurusan atas piutang tersebut. Sedangkan perusahaan anjak piutang bisa
didefinisikan dengan perusahaan yang kegiatannya melakukan penagihan
atau pembelian atau pengambilalihan atau pengelolaan hutang piutang suatu
perusahaan dengan imbalan atau pembayaran tertentu dari perusahaan
(klien).13
d) Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran
Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran adalah kegiatan
pembiayaan dalam bentuk pengadaan barang dan/atau jasa yang dibeli oleh
debitur dari penyedia barang atau jasa dengan pembayaran secara angsuran.
Dalam hal Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran untuk

11
Nahrowi, “Permasalahan Hukum Pembiayaan Leasing Di Indonesia”, Jurnal Cita Hukum, Vol. I
No. 1 Juni 2013
12
POJK No 29 Tahun 2014
13
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21417/3/Chapter%20II.pdf, Diakses 6 April 2018,
Jakarta.
18

pengadaan barang, kepemilikan objek pembiayaan dalam perjanjian beralih


dari penyedia barang kepada Debitur.14
e) Pembiayaan Proyek
Pembiayaan Proyek adalah pembiayaan yang diberikan dalam rangka
pelaksanaan sebuah proyek yang memerlukan pengadaan beberapa jenis
barang modal dan/atau jasa yang terkait dengan pelaksanaan pengadaan
proyek tersebut.15
f) Pembiayaan Infrastruktur
Kebutuhan dana pembangunan infrastruktur di Indonesia relatif
sangat besar mengingat kualitas infrastruktur Indonesia masih relatif
tertinggal dibandingkan negara Asia lainnya seperti Singapura, Jepang,
China dan India. Berdasarkan World Economic Forum (2013), peringkat
tertinggi untuk Asia diraih Singapura, urutan kedua dari 144 negara di dunia
dengan skor 6,5 (skala 1: rendah – 7: tinggi). Sementara itu, kualitas
infrastruktur Indonesia secara keseluruhan berada pada peringkat 92 dengan
skor 3,7 baik pada kualitas jalan, pelabuhan, maupun kualitas penyediaan
listrik. Indonesia berada di atas Filipina (98), namun di bawah India (87) dan
Cina (69), Korea Selatan (22) dan Jepang (16). Buruknya kualitas
infrastruktur Indonesia menjadi salah satu penyebab biaya logistik yang
tinggi dan tidak kompetitif, ditunjukkan dari indeks performa logistik
Indonesia pada tahun 2014 hanya berkisar 3,08 (skala 1: rendah – 5: tinggi).
Posisi Indonesia berada di bawah Malaysia (3,59) dan Korea Selatan
(3,67).16
Selanjutnya, Pemerintah mendirikan sejumlah lembaga pembiyaan
infrastruktur dengan ruang lingkup pekerjaan yang berbeda. Keempat
lembaga tersebut adalah Pusat Investasi Pemerintah (PIP), PT. Sarana Multi
Infrastruktur (Persero), PT Indonesia Infrastruktur Finance (IIF), dan PT.

14
POJK No 29 Tahun 2014
15
POJK No 29 Tahun 2014
16
Biro Riset BUMN, Model Pembiayaan Infrastruktur: Indonesia Dan Negara Lain Lembaga
Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LM‐FEB UI)
19

Penjamin Infrastruktur Indonesia (PII). Dan muncul regulasinya pada


Peraturan otoritas jasa keuangan nomor 29 tahun 2014 yang menyatakan
Pembiayaan Infrastruktur adalah pembiayaan dalam bentuk pengadaan
barang dan/atau jasa untuk pembangunan infrastruktur. kegiatan Pembiayaan
Investasi dengan cara Pembiayaan Infrastruktur wajib memenuhi
persyaratan, sebagai berikut:17
(1) memiliki Tingkat Kesehatan Keuangan
dengan kondisi minimum sehat;
(2) memiliki Ekuitaslebih besar dari
Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah); dan
(3) memiliki standar operasi dan prosedur terkait
Pembiayaan Infrastruktur.
g) Pembiayaan lain setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari OJK
2) Pembiayaan Modal Kerja
Pembiayaan Modal Kerja adalah pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan
pengeluaran-pengeluaran yang habis dalam satu siklus aktivitas usaha debitur
dan merupakan pembiayaan dengan jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.18
Modal kerja merupakan dana yang ditanamkan dalam aktiva lancar, oleh karena
itu dapat berupa kas, piutang, surat-surat berharga, persediaan dan lain-lain.
Modal kerja bruto adalah keseluruhan dari aktiva atau harta lancar yang terdapat
dalam sisi debet neraca. Modal kerja netto adalah keseluruhan harta lancar
dikurangi hutang lancar. Dengan perkataan lain modal kerja netto adalah selisih
antara aktiva lancar dikurangi dengan hutang lancar.19
Pembiayaan adalah penyediaan dana guna membiayai kebutuhan nasabah
yang memerlukannya dan layak untuk memperolehnya.20 Pembiayaan
merupakan tugas bank, yaitu pemberian sejumlah dana untuk memenuhi

17
POJK No 29 Tahun 2014
18
POJK No 29 Tahun 2014
19
http://eprints.walisongo.ac.id/7243/3/BAB%20II.pdf, Diakses 6 April 2018, Jakarta.
20
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006, h. 200
20

kebutuhan nasabah. Menurut sifat penggunaannya pembiayaan dapat dibagi


menjadi:
(1) Pembiayaan produktif yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk
peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun
investasi.
(2) Pembiayaan konsumtif yaitu pembiayaan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumen, yang akan habis digunakan untuk
memenuhi kebutuhan21.
a) Jual dan Sewa Balik (Sale and Leaseback)
Dalam bentuk transaksi ini, lessee membeli terlebih dahulu barang
modal atas namanya sendiri, kemudian barang modal tersebut dijual kepada
lessor dan selanjutnya oleh lessee disewa kembali dari lessor untuk
digunakan kembali bagi keperluan usahanya dalam suatu bentuk kontrak
leasing. Biasanya bentuk sale and lease back ini mengambil bentuk financial
lease.22
Sale and lease back mirip dengan hutang-piutang uang dengan
jaminan barang dan pembayaran barang tersebut dilakukan secara cicilan.
Tujuan lessee menggunakan bentuk ini untuk memperoleh dana tambahan
modal kerja, yang tadinya ditanggulangi sendiri, lalu dialihkan melalui
kontrak leasing. Bentuk ini banyak digunakan di Indonesia akibat masalah
kesulitan impor barang modal terutama mengenai perizinan, bea masuk,
pajak impor, dan lainnya yang memakan banyak biaya. Sale-and-lease back
(biasa juga disebut dengan purchase leaseback), yaitu lessee menjual barang
yang sebelumnya dimiliki kepada perusahaan leasing dengan harga pasar

21
Muhammad Safi‟I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001,
h. 160
22
http://e-journal.uajy.ac.id/634/3/2EA15875.pdf, Diakses 6 April 2018, Jakarta.
21

atau nilai buku (yang mana lebih rendah) dan kemudian menyewakannya
kembali.23
b) Anjak Piutang Dengan Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang (Factoring
With Recourse)
Anjak Piutang Dengan Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang
(Factoring With Recourse) adalah transaksi Anjak Piutang usaha dimana
penjual piutang menanggung risiko tidak tertagihnya sebagian atau seluruh
piutang yang dijual kepada Perusahaan Pembiayaan.24
c) Anjak Piutang Tanpa Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang (Factoring
Without Recourse)
Anjak Piutang Tanpa Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang
(Factoring Without Recourse) adalah transaksi Anjak Piutang usaha dimana
Perusahaan Pembiayaan menanggung risiko tidak tertagihnya seluruh
piutang yang dijual kepada Perusahaan Pembiayaan..25
d) Fasilitas Modal Usaha
Fasilitas Modal Usaha adalah Pembiayaan Modal Kerja yang
dibayarkan langsung oleh Perusahaan Pembiayaan kepada penyedia barang
dan/atau jasa. Fasilitas Modal Usaha wajib dilakukan dengan cara
memberikan pembiayaan berdasarkan bukti tagihan pembelian barang atau
penggunaan jasa yang diterima Debitur dari penyedia barang atau jasa.26
e) Pembiayaan lain setelah terlebih dahylu mendapatkan persetujuan dari OJK
3) Pembiayaan Multiguna
Pembiayaan multiguna adalah pembiayaan konsumer dalam valuta rupiah
yang diberi kan oleh bank kepada karyawan tetap perusahaan / instansi yang
pengajuannya dilakukan secara missal (kelompok). Menurut POJK 29 tahun
2014 Pembiayaan Multiguna adalah pembiayaan untuk pengadaan barang

23
Nahrowi, “Permasalahan Hukum Pembiayaan Leasing Di Indonesia”, Jurnal Cita Hukum, Vol. I
No. 1 Juni 2013
24
POJK No 29 Tahun 2014
25
POJK No 29 Tahun 2014
26
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Pembiayaan Syariah Tahun 2014
22

dan/atau jasa yang diperlukan oleh debitur untuk pemakaian/konsumsi dan


bukan untuk keperluan usaha (aktivitas produktif) dalam jangka waktu yang
diperjanjikan..27
a) Sewa Pembiayaan (Finance Lease)
Sewa Pembiayaan (Finance Lease) adalah kegiatan pembiayaan
dalam bentuk penyediaan barang oleh Perusahaan Pembiayaan untuk
digunakan debitur selama jangka waktu tertentu, yang mengalihkan secara
substansial manfaat dan risiko atas barang yang dibiayai.
b) Pembelian Dengan Pembayaran secara Angsuran
Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran adalah kegiatan
pembiayaan dalam bentuk pengadaan barang dan/atau jasa yang dibeli oleh
debitur dari penyedia barang atau jasa dengan pembayaran secara angsuran.
Dalam hal Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran untuk
pengadaan barang, kepemilikan objek pembiayaan dalam perjanjian beralih
dari penyedia barang kepada Debitur.28
c) Pembiayaan lain setelah terlebih dahylu mendapatkan persetujuan dari OJK
4) Kegiatan usaha pembiayaan lain berdasarkan persetujuan OJK

b. Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan Syariah


Penyelenggaraan kegiatan Pembiayaan Syariah wajib memenuhi prinsip
keadilan („adl), keseimbangan (tawazun), kemaslahatan (maslahah), dan
universalisme (alamiyah) serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zhulm,
risywah, dan objek haram. Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan Syariah
menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tentang Penyelenggaraan
usaha Perusahaan Pembiayaan Syariah tahun 2014 yaitu29 :
1) Pembiayaan Jual Beli

27
POJK No 29 Tahun 2014
28
POJK No 29 Tahun 2014
29
POJK No 31 Tahun 2014
23

Pembiayaan Jual Beli adalah pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang


melalui transaksi jual beli sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang
disepakati oleh para pihak.30
a) Murabahah
Murabahah dalam perspektif fiqh merupakan salah satu dari bentuk
jual beli31. yang bersifat amanah (bai‟ al-amanah). Jual beli ini berbeda
dengan jual beli musawwamah / tawar menawar. Murabahah terlaksana
antara penjual dan pembeli berdasarkan harga barang, harga asli pembelian
penjual yang diketahui oleh pembeli dan keuntungan yang diambil oleh
penjual pun diberitahukan kepada pembeli, sedangkan musawwamah adalah
transaksi yang terlaksana antara penjual dan pembeli dengan suatu harga
tanpa melihat harga asli barang32.
Jual beli yang juga termasuk dalam jual beli bersifat amanah adalah jual beli
wadhi‟ah, yaitu menjual kembali dengan harga rendah (lebih kecil dari harga
asli pembelian), dan jual beli tauliyah, yaitu menjual dengan harga yang
sama dengan harga pembelian33.
Dari rumusan para ulama definisi di atas, dapat dipahami bahwa
pada dasarnya Murabahah tersebut adalah jual beli dengan kesepakatan
pemberian keuntungan bagi si penjual dengan memperhatikan dan
memperhitungkannya dari modal awal si penjual. Dalam hal ini yang
menjadi unsur utama jual beli Murabahah itu adalah adanya kesepakatan
terhadap keuntungan. Keuntungan itu ditetapkan dan disepakati dengan
memperhatikan modal si penjual. Keterbukaan dan kejujuran menjadi syarat
utama terjadinya Murabahah yang sesungguhnya. sehingga yang menjadi
karakteristik dari Murabahah adalah penjual harus memberi tahu pembeli
30
POJK No 31 Tahun 2014
31
Berbicara tentang murabahah maka tidak akan dapat dilepaskan dengan sistem jual beli yang
dalam fiqh biasa disebuat al-bai‟. Yang secara etimologis kata al-bai‟ dapat diartikan dengan (‫( المبا دلة‬yang
berarti tukar menukar. Lihat As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Jilid III, Beirut: Dar al-Fikr, t.t, h. 126.
32
Wiroso, Jual Beli Murabahah, Yogyakarta : UII Prees, 2005, h. 14.
33
Wiroso, Jual Beli Murabahah, h. 14.
24

tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang


ditambahkan pada biaya tersebut34.
Murabahah dalam konsep perusahaan pembiayaan syariah
merupakan jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan
yang disepakati. Dalam jual beli Murabahah penjual atau bank harus
memberitahukan bahwa harga produk yang ia beli dan menentukan suatu
tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Aplikasi pembiayaan Murabahah
perusahaan pembiayaan syariah dapat digunakan untuk pembelian barang
konsumsi maupun barang dagangan (pembiayaan tambah modal) yang
pembayarannya dapat dilakukan secara tangguh (jatuh tempo/angsuran).
b) Salam
Salam adalah jual beli suatu barang dengan pemesanan sesuai
dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran harga barang terlebih dahulu
secara penuh. Akad as-Salam merupakan istilah dalam literasi Arab yang
secara etimologi mengandung makna memberikan, dan meninggalkan dan
mendahulukan. Artinya, mempercepat (penyerahan) modal atau
mendahulukannyasecara sederhana. Secara istilah, as-Salam disebut menjual
suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual barang yang ciri-
cirinya jelas dengan pembayaran modal lebih awal, sedangkan barangnya
diserahkan di kemudian hari setelah adanya pemesanan. Dalam kajian fikih
mu‟amalah, transaksi dengan bentuk pesanan dikenal dengan as-Salam.35
Ulama Syafi‟iyah dan Hanabilah mendefenisikan bahwa as-Salam
sebagai akad yang disepakati dengan cara tertentu dan membayar terlebih
dahulu, sedangkan barangnya diserahkan di kemudian hari. Imam Maliki
mendefenisikan as-Salam dengan jual-beli yang modalnya dibayar dahulu,
sedangkan barangnya diserahkan sesuai waktu yang disepakati.36

34
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Mugtashid, Beirut : Lebanon : Dar alKutub Al-
Ilmiyah, tt., h. 293.
35
FathurrahmanDjamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan
Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2013 ), h. 132
36
FathurrahmanDjamil, Penerapan Hukum Perjanjian.. h. 132
25

Dalam jual beli Salam, spesifikasi dan harga barang pesanan


disepakati oleh pembeli dan penjual di awal akad. Ketentuan harga barang
pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad. Dalam hal Bank
bertindak sebagai pembeli, Lembaga keuangan dapat meminta jaminan
kepada nasabah untuk menghindari risiko yang merugikan Lembaga
keuangan. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum
yang meliputi: jenis, spesikasi teknis, kualitas dan kuantitasnya. Barang
pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara
pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat,
maka penjual harus bertanggung jawab atas kelalaiannya.37
c) Istishna’
Istishna’ adalah akad yang berasal dari bahasa Arab artinya buatan.
Menurut para ulama bay‟ Istishna’ (jual beli dengan pesanan) merupakan
suatu jenis khusus dari akad bay‟ as-Salam (jual beli Salam). Jenis jual beli
ini dipergunakan dalam bidang manufaktur. Pengertian bay‟ Istishna’ adalah
akad jual barang pesanan di antara dua belah pihak dengan spesifikasi dan
pembayaran tertentu. Barang yang dipesan belum diproduksi atau tidak
tersedia di pasaran. Pembayarannya dapat secara kontan atau dengan cicilan
tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Jual beli alIstishna’ dapat
dilakukan dengan cara membuat kontrak baru dengan pihak lain. Kontrak
baru tersebut dengan konsep Istishna’ parallel.38
Pada jual beli Salam barang-barang yang akan dibeli sudah ada,
tetapi belum berada di tempat. Pada jual beli Istishna’ barangnya belum ada
dan masih akan dibuat atau diproduksi. Atas dasar ini, maka menurut
mazhab Hanafi pada prinsipnya jual beli Istishna’ itu tidak boleh. Akan
tetapi dibolehkan karena prakteknya dalam masyarakad sudah menjadi
budaya dan di dalamnya tidak terdapat gharar atau tipu daya. Berdasarkan
akad pada jual beli Istishna’, maka pembeli menugaskan penjual untuk
37
Siti mujiatun, Jual Beli Dalam Perspektif Islam : Salam Dan Istisna‟ Jurnal Riset Akuntansi Dan
Bisnis vol 13 no . 2 / september 2013, hal 207.
38
Siti mujiatun, Jual Beli Dalam…2013, hal 212.
26

menyediakan pesanan sesuai spesifikasi yang disyaratkan. Tahap


selanjutnya, tentu diserahkan kepada pembeli dengan cara pembayaran
dimuka atau tangguh. Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakadi oleh
pembeli dan penjual di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak
dapat berubah selama jangka waktu akad.39
2) Pembiayaan Investasi
Pembiayaan Investasi adalah pembiayaan dalam bentuk penyediaan
modal dengan jangka waktu tertentu untuk kegiatan usaha produktif dengan
pembagian keuntungan sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang
disepakati oleh para pihak.40
a) Mudharabah
Mudharabah41 berasal dari kata ‫ ضرب‬yang berarti memukul atau
berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini maksudnya adalah proses
seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.42 Menurut
Abdurrahman al-Jaziri dalam bukunya yang berjudul “Fiqh „ala Madzahib
al-Arba‟ah”, menjelaskan bahwa mudharabah adalah akad antara dua orang
yang berisi kesepakatan bahwa salah seorang dari mereka akan memberikan
modal usaha produktif dan keuntungan usaha itu diberikan sebagian kepada
pemilik modal dalam jumlah tertentu dengan kesepakatan yang sudah
disetujui bersama.43
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
mudharabah adalah bentuk kontrak antara dua pihak yang satu pihak
berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan seluruh modalnya
untuk dikelola oleh pihak kedua, yaitu pengelola usaha dengan tujuan untuk
39
Siti mujiatun, Jual Beli Dalam…2013, hal 214.
40
POJK No 31 Tahun 2014
41
Mudharabah disebut juga “qiradh” atau “muqaradah” karena mudharabah adalah pemberian modal
niaga dari ṣaḥibul maal kepada mudharib, maka para ulama menyamakan mudharabah dengan qiradh. Dalam
Fiqh al- Sunnah juga disebutkan bahwa mudharabah bisa dinamakan dengan qiradh yang artinya memotong,
karena pemilik modal memotong sebagian hartanya agar diperdagangkan dengan memperoleh sebagian
keuntungan. Mudharabah adalah istilah yang digunakan di Irak, sedangkan istilah qiradh digunakan
masyarakat hijaz.
42
Syafi‟i Antonio, op.cit., hlm. 95.
43
Abdurrahman al-Jaziri, Fiqh „ala Madzahib al-Arba‟ah, Juz III, Beirut: Dar al-Qalam,t.th, hlm. 35.
27

mendapatkan keuntungan yang dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan.


Sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu
bukan akibat kelalaian pengelola usaha.44
Pada prinsipnya, mudharabah sifatnya mutlak yaitu shahibul maal
tidak menetapkan restriksi atau syarat-syarat tertentu kepada mudharib.
Namun, dalam praktik perbankan syariah modern, terdapat duakewenangan
yang diberikan oleh pihak pemilik dana dalam mengaplikasikan akad
mudharabah, yaitu mudharabah mutlaqah (Unrestricted Investment Account
atau URIA) dan mudharabah muqayyadah (Restricted Investment Account
atau RIA).45
b) Musyarakah
Musyarakah menurut POJK 31 tahun 2014 yaitu pembiayaan
berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan para pihak.46 Syirkah atau musyarakah berarti akad
kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana
masing-masing pihak memberi kontribusi dana atau mal, dengan
kesepakatan bahwa resiko dan keuntungan akan ditanggung bersama sesuai
kesepakatan.
c) Mudharabah Musyarakah
Mudharabah Musytarakah adalah bentuk Mudharabah di mana
pengelola dana (mudharib) turut menyertakan modal dalam kerjasama
dimana keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan para pihak.47 Dalam mudharabah musytarakah, pengelola dana

44
http://eprints.walisongo.ac.id/3789/3/102311070_Bab2.pdf Diakses 6 April 2018
45
Adiwarman A Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT Raja. Grafindo
Persada, 2011, hal 352.
46
Muhammad Ridwan, Konstruksi Bank Syariah Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka SM,2007), hlm.
39
47
Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 50/Dsn-Mui/Iii/2006 Tentang Akad Mudharabah
Musytarakah
28

(berdasarkan akad mudharabah) menyertakan juga dananya dalam investasi


bersama (berdasarkan akad musyarakah). Pemilik dana musyarakah
(musytarik) memperoleh bagian hasil usaha sesuai porsi dana yang
disetorkan. Pembagian hasil usaha antara pengelola dana dan pemilik dana
dalam mudharabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah dikurangi
porsi pemilik dana sebagai pemilik dana musyarakah.
Pembagian hasil investasi mudharabah musytarakah dapat dilakukan
sebagai berikut:
(1) hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dan
pemilik dana sesuai nisbah yang disepakati, selanjutnya bagian
hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai
mudharib) tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai
musytarik) dengan pemilik dana sesuai porsi modal masing-
masing; atau
(2) hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan
pemiik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing,
selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk
pengelola dana (sebagai musytarik) tersebut dibagi antara pengelola
dana (sebagai mudharib) dengan pemilik dana sesuai nisbah yang
disepakati
(3) ika terjadi kerugian atas investasi, maka kerugian dibagi sesuai
dengan porsi modal para musytarik
d) Musyarakah Mutanaqishoh
Musyarakah mutanaqishoh merupakan produk turunan dari akad
musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih. Kata dasar dari musyarakah adalah syirkah yang berasal dari kata
syaraka-yusyriku-syarkan-syarikan-syirkatan (syirkah), yang berarti
kerjasama, perusahaan atau kelompok/kumpulan. Musyarakah atau syirkah
adalah merupakan kerjasama antara modal dan keuntungan. Sementara
29

mutanaqishah berasal dari kata yatanaqishu-tanaqishtanaqishan-


mutanaqishun yang berarti mengurangi secara bertahap.48
Musyarakah mutanaqishoh (diminishing partnership) adalah bentuk
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau
asset. Dimana kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu
pihak sementara pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya.
Perpindahan kepemilikan ini melalui mekanisme pembayaran atas hak
kepemilikan yang lain. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan
hak salah satu pihak kepada pihak lain.49
Dari definisi pemahaman tersebut, konsep akad Musyarakah
mutanaqishoh dijadikan sebuah konsep dalam pembiayaan perusahaan
pembiayaan syariah, yaitu kerjasama antara perusahaan pembiayaan syariah
dengan nasabah untuk pengadaan atau pembelian suatu barang yang mana
asset barang tersebut jadi milik bersama. Adapun besaran kepemilikan dapat
ditentukan sesuai dengan sejumlah modal atau dana yang disertakan dalam
kontrak kerjasama tersebut. Selanjutnya pihak nasabah akan membayar
(mengangsur) sejumlah modal atau dana yang dimiliki oleh perusahaan
pembiayaan syariah.
3) Pembiayaan Jasa
Pembiayaan Jasa adalah pemberian/penyediaan jasa baik dalam bentuk
pemberian manfaat atas suatu barang, pemberian pinjaman (dana talangan)
dan/atau pemberian pelayanan dengan dan/atau tanpa pembayaran imbal jasa
(ujrah) sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati oleh para
pihak.50
a) Ijarah
Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam muamalah adalah Ijarah
atau sewa-menyewa, kontrak, menjual jasa, upah-mengupah dan lain-lain.

48
Nadratuzzaman Hosen, Musyarakah Mutanaqishah, Al-Iqtishad: Vol. I, No. 2, Juli 2009 hal 47.
49
Nadratuzzaman Hosen , Musyarakah Mutanaqishah , hal 48
50
POJK No 31 Tahun 2014
30

Al Ijarah berasal dari kata Al Ajru yang berarti Al „Iwaḍu (ganti).51 Ijarah
menurut arti bahasa adalah nama upah.52 Menurut pengertian syara‟, Al
Ijarah ialah: Suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan
penggantian.53 Tujuan disyariatkannya Ijarah itu adalah untuk memberikan
keringanan kepada umat dalam pergaulan hidup. Seseorang mempunyai
uang tetapi tidak dapat bekerja; dipihak lain ada yang punya tenaga dan
membutuhkan uang. Dengan adanya Ijarah keduanya saling mendapat
keuntungan dan memperoleh manfaat.
Ijarah meupakan sebuah transaksi atas suatu manfaat. Dalam hal ini,
manfaat menjadi obyek manfaat transaksi. Dari segi ini, Ijarah dapat
dibedakan menjadi dua. Pertama, Ijarah yang mentransaksikan manfaat
harta benda yang lazim disebut persewaan. Misalnya menyewa rumah,
pertokoan, kendaraan, dan lain sebagainya. Kedua, Ijarah yang
mentransaksikan manfaat SDM (Sumber Daya Manusia) yang lazim disebut
perburuhan.54
Mengenai syarat pelaksanaan dan penyelesaian Ijarah telah diatur
dalam pasal 257-260 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, yakni: Pertama,
untuk menyelesaikan suatu proses akad Ijarah, pihak-pihak yang melakukan
akad harus mempunyai kecakapan melakukan perbuatan hukum. Kedua,
akad Ijarah dapat dilakukan dengan tatap muka maupun jarak jauh. Ketiga,
pihak yang menyewakan benda haruslah pemilik, wakilnya atau
pengampunya.55
b) Ijarah Muntahiyah Bittamlik
Muhammad Syafi‟I Antonio dalam bukuny;a mengatakan transaksi
yang disebut dengan al ijarah al muntahiyah bittamlik adalah sejenis
perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa

51
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13 , terj. Kamaluddin A. Marzuki, (Bandung: Al Ma‟arif , 1987), 7.
52
Aliy As‟ad, Tarjamah Fathul Mu‟in 2 (Kudus: Menara Kudus), 286.
53
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, hal 7
54
Ghufron A. Mas‟adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002),
183.
55
http://digilib.uinsby.ac.id/11223/8/bab%202.pdf, Diakses 6 April 2018 Jakarta.
31

yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. Sifat


kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa. 56 Pada
dasarnya pembiayaan akad ijarah muntahiyah bittamlik pihak bank
(shahibul mal) dapat menjual atau menghibahkan barang yang disewakan
kepada anggotanya.57
Dalam fatwa DSN No. 27/DSN-MUI/III/2002 menjelaskan dan
memutuskan bahwa akad pembiayaan ijarah al muntahiyah bittamlik boleh
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :58
(1) Semua rukun dan syarat yang berlaku pada ijarah pada
umumnya ( Fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku
pula dalam akad ijarah al muntahiyah bittamlik.
(2) Perjanjian untuk melakukan akad ijarah al muntahiyah
bittamlik harus di sepakati ketika akad ijarah sudah ditanda
tangani. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan
dalam akad.
c) Hawalah atau Hawalah bil Ujrah
Al-hiwalah secara bahasa artinya al-Intiqal (pindah), diucapkan,
Hāla „anil „ahdi, (berpindah, berpaling, berbalik dari janji), Sedangkan
secara istilah, definisi al-Hiwalah menurut ulama Hanafiyyah adalah
memindah (al-Naqlu) penuntutan atau penagihan dari tanggungan pihak
yang berutang (al-Madin) kepada tanggungan pihak al-Multazim (yang
harus membayar utang, dalam hal ini adalah al-Muhalalaihi). Berbeda
dengan al-Kafalah yang artinya adalah alDham-mu (menggabungkan
tanggungan) di dalam penuntutan atau penagihan, bukan al-Naqlu
(memindah). Maka oleh karena itu, dengan adanya al-hiwalah, menurut

56
Muhammad Syafi‟I Antonio, Islamic Banking dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani,2001,
h. 118.
57
Muhammad, Manajemen Bank Syari‟ah, Yogyakarta : ( UPP ) AMPYKPN, 2002, h. 93.
58
Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No. 27/DSN-MUI/III/2002
32

kesepakatan ulama, pihak yang berutang (dalam hal ini maksudnya adalah
al-Muhil) tidak di tagih lagi.59
Dalam konsep hukum perdata, hiwalah adalah serupa dengan
lembaga pengambilalihan utang (schuldoverneming), lembaga pelepasan
utang atau penjualan utang (debt sale), atau lembaga penggantian kreditor
atau penggantian debitor. Dalam hukum perdata, dikenal lembaga yang
disebut subrogasi dan novasi, yaitu lembaga hukum yang memungkinkan
terjadinya penggantian kreditor atau debitor.60 Sedangkan Hawalah bil
Ujrah adalah Hawalah dengan pengenaan imbal jasa (ujrah). 61
d) Wakalah atau Wakalah bil Ujrah;
Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti
menyerahkan atau mewakilkan urusan sedangkan wakalah adalah pekerjaan
wakil.62 Al-Wakalah juga berarti penyerahan (al Tafwidh) dan pemeliharaan
(al-Hifdh).63 Menurut kalangan Syafi‟iyah arti wakalah adalah ungkapan
atau penyerahan kuasa (al-muwakkil) kepada orang lain (al-wakil) supaya
melaksanakan sesuatu dari jenis pekerjaan yang bisa digantikan (an-naqbalu
anniyabah) dan dapat dilakukan oleh pemberi kuasa, dengan ketentuan
pekerjaan tersebut dilaksanakan pada saat pemberi kuasa masih hidup.64
Wakalah dalam arti harfiah adalah menjaga, menahan atau penerapan
keahlian atau perbaikan atas nama orang lain, dari sini kata tawkeel
diturunkan yang berarti menunjuk seseorang untuk mengambil alih atas
suatu hal juga untuk mendelegasikan tugas apapun ke orang lain.65

59
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu 6, Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani, dkk,
Jakarta: Gema Insani, 2011, h. 84-85
60
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan
Indonesia, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2007, h. 93-94
61
POJK 31 tahun 2014
62
Tim Kashiko, Kamus Arab-Indonesia, Kashiko, 2000, hlm. 693.
63
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2008, hlm.
120-121
64
Helmi Karim, Fiqh Muamalah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 20
65
Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2009, hlm.
529.
33

Sedangkan Wakalah Bil Ujrah adalah Wakalah dengan pengenaan imbal


jasa (ujrah).66

e) Kafalah atau Kafalah bil Ujrah;


Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung
(kafil) kepada pihak ketiga yang memenuhi kewajiban pihak kedua atau
yang ditanggung. Dalam pengertian lain kafalah juga berarti mengalihkan
tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung
jawab orang lain sebagai penjamin.67
Menurut syariah, kafalah adalah suatu tindak penggabungan
tanggungan orang yang menanggung dengan tanggungan penanggung utama
terkait tuntutan yang berhubungan dengan jiwa, hutang, barang, atau
pekerjaan. Kafalah terlaksana dengan adanya penanggung, penanggung
utama, pihak yang ditanggung haknya, dan tanggungan. Penanggung atau
disebut kafil adalah orang yang berkomitmen untuk melaksanakan
tanggungan.68 Syarat untuk menjadi kafil adalah harus baligh, berakal sehat,
memiliki kewenangan secara leluasa dalam menggunakan hartanya dan
ridha terhadap tindak penanggungnya.
f) Ju‟alah; dan/atau
Pengupahan (ju‟âlah) menurut bahasa ialah apa yang diberikan
kepada seseorang karena sesuatu yang dikerjakannya, sedangkan
pengupahan (ju‟âlah) menurut syariah, al-Jâzairi, dalam Ismail Nawawi,
menyebutkan hadiah atau pemberian seseorang dalam jumlah tertentu
kepada orang yang mengerjakan perbuatan khusus, diketahui atau tidak
diketahui. Misalnya, seseorang bisa berkata, “Barangsiapa membangun
tembok ini untukku, ia berhak mendapatkan uang sekian”. Maka orang yang
membangun tembok untuknya berhak atas hadiah (upah) yang ia sediakan,

66
POJK Nomor 31 tahun 2014
67
Dimyaudin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2008, hlm.247
68
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah 5, Jakarta: Cakrawala Publising, 2009, hlm. 386
34

banyak atau sedikit. Istilah lain dalam pengupahan adalah ijârah.


Penggunaan kedua istilah ini sesuai dengan teks dan konteksnya.69
Istilah ji‟âlah dalam kehidupan sehari hari diartikan oleh fukaha
yaitu memberi upah kepada orang lain yang dapat menemukan barangnya
yang hilang atau mengobati orang yang sakit atau menggali sumur sampai
memancarkan air atau seseorang menang dalam sebuah kompetisi. Jadi,
ji‟âlah bukan hanya terbatas pada barang yang hilang namun dapat setiap
pekerjaan yang dapat menguntungkan seseorang.70
g) Qardh.
Menurut fatwa, al-qardh ialah, “Akad pinjaman kepada nasabah
dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang
diterimanya kepada LKS pada waktu yang telah disepakati oleh LKS dan
nasabah.”.71 Definisi utang-piutang tersebut yang lebih mendekat kepada
pengertian yang mudah dipahami ialah: “penyerahan harta berbentuk uang
untuk dikembalikan pada waktunya dengan nilai yang sama”. Kata
“penyerahan harta” disini mengandung arti pelepasan pemilikan dari yang
punya. Kata “untuk dikembalikan pada waktunya” mengandung arti bahwa
pelepasan pemilikan hanya berlaku untuk sementara, dalam arti yang
diserahkan itu hanyalah manfaatnya. “Berbentuk uang” disini mengandung
arti uang dan yang dinilai dengan uang. Dari pengertian ini dia dibedakan
dari pinjam-meminjam karena yang diserahkan disini adalah harta berbentuk
barang. Kata “nilai yang sama” mengandung arti bahwa pengembalian
dengan nilai yang bertambah tidak disebut utang-piutang, tetapi adalah
usaha riba. Yang dikembalikan itu adalah “nilai” maksudnya adalah bila
yang dikembalikan wujudnya semula, ia termasuk pada pinjam-meminjam,
dan bukan utang-piutang.72

69
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer,(Bogor: Galia Indonesia, 2012), h. 188-
189.
70
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2010), h. 141.
71
Atang Abd. Hakim, Fiqh Perbankan Syariah Transformasi Fiqh Muamalah ke dalam Peraturan
Perundang-undangan, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2011), hlm.267
72
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, Prenada Media, Jakarta, 2003, hlm. 222
35

Karakteristik pembiayaan Al-qardh diantaranya adalah antara lain


adalah: 1) Tidaklah diperkenankan mengambil keuntungan apapun bagi
Muqridh dalam pembiayaan Al Qardh, hal tersebut sama dengan riba; 2)
Pembiayaan Al-qardh menggunakan akad pinjam-meminjam, ketika barang
atau uang telah diterima oleh mustaqridh maka telah barang atau uang
berada dalam tanggung jawabnya dengan kewajiban untuk mengembalikan
sama dengan pada saat meminjam; 3) Al-qardh biasanya dalam batas waktu
tertentu, namun jika tempo pembayarannya diberikan maka akan lebih baik,
karena lebih memudahkannya lagi; 4) Jika dalam bentuk barang asli yang
dipinjamkan masih ada seperti semula maka harus dikembalikan dan jika
telah berubah maka dikembalikan semisalnya atau seharganya; 5) Jika dalam
bentuk uang maka nominal pengembalian sama dengan nominal pinjaman.73

B. Landasan Hukum Mengenai Perusahaan Pembiayaan


1. Landasan Hukum Perusahaan Pembiayaan Konvensional
a. Dasar Hukum Substantif
Perjanjian diantara para pihak berdasarkan asas kebebasan berkontrak.
Antara perusahaan financial sebagai kreditur dengan konsumen sebagai debitur.
Menurut Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata “suatu perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai UU bagi yang membuatnya.
b. Dasar Hukum Administratif
Lembaga pembiayaan atau perusahaan pembiayaan adalah badan usaha dalam
kelompok Lembaga Jasa Keuangan Non Bank yang didirikan untuk melakukan
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai lembaga pembiayaan.74
Seperti yang telah disebutkan di Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan pada Pasal 1 Bab 1 Ketentuan Umum,

73
Farid Budiman, "Karakteristik Akad Pembiayaan Al-Qardh Sebagai Akad Tabarru‟" Yuridika:
Volume 28 No 3, September – Desember 2013, hal.412
74
Bess Finance, 2013, Pengertian, Peran dan Fungsi Perusahaan Pembiayaan,
www.bessfinance.co.id/newsdetail.php?id=15, Diakses 9 April 2018
36

Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan


dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dan Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 84/PMK/012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan pada
Pasal 1 huruf (b), Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan
Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan
yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan.
Menurut peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelumnya, pengembangan
kegiatan lembaga Pembiayaan dahulu sudah diatur pertama kali berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan selanjutnya
disebut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang
Lembaga Pembiayaan kemudian selanjutnya ditindaklajuti dengan Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 468/KMK.017/1995 dan
terakhir diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.
Selain dari peraturan-peraturan tersebut, adapun beberapa peraturan yang masih
berlaku dalam rangka meningkatkan pengembangan lembaga pembiayaan antara
lain ;
a. Surat keputusan Menteri Keuangan No. 448/KMK.017/2000 tanggal 27
Oktober tentang Perusahaan Pembiayaan. Peraturan ini merupakan dasar
bagi pengembangan Perusahaan Pembiayaan.
b. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan No. 607/KMK.017/1995 dan
Gubernur Bank Indonesia No. 28/9/KEP/GBI tanggal 19 Desember 1995
tentang Pelaksanaan Pengawasan Perusahaan Pembiayaan.
c. Surat Edaran Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Nomor
SE.1087/LK/1996 tanggal 27 Februari 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan
dan Sanksi Bagi Perusahaan Pembiayaan.
37

Selanjutnya Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa


Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Pembiayaan dirilis dalam rangka mendukung perkembangan perusahaan pembiayaan
yang dinamis dan mewujudkan industri perusahaan pembiayaan yang tangguh,
kontributif, inklusif, serta berkontribusi untuk menjaga sistem keuangan yang stabil
dan berkelanjutan.

2. Landasan Hukum Perusahaan Pembiayaan Syariah


Pada tahun 2006 Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Nomor
84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan. Terkait dengan perusahaan
pembiayaan syariah, untuk memberikan kerangka hukum yang memadai dalam
menjalankan aktifitasnya, pada tahun 2007 Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
(BAPEPAM) dan Lembaga Keuangan mengeluarkan dua peraturan, yaitu peraturan
Nomor: PER-03/BL/2007 Tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan
Prinsip Syariah dan Peraturan Nomor: PER-04/BL/2007 tentang Akad-Akad yang
Digunakan Dalam Kegiatan Perusahan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah. 75
Peraturan dari BAPEPAM tersebut telah menerbitkan satu paket regulasi yang
terkait dengan Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip
syariah, yaitu Peraturan tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan
Prinsip Syariah dan Peraturan tentang Akad-Akad Yang Digunakan Dalam Kegiatan
Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah. Penerbitan paket regulasi
tersebut juga untuk memberikan landasan hukum yang memadai berkaitan dengan
kegiatan Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip
syariah serta guna memenuhi kebutuhan masyarakat pada industri pembiayaan yang
memerlukan keragaman sumber pembiayaan dan pendanaan berdasarkan pada syariat
Islam.
Pembahasan kedua peraturan dimaksud telah melibatkan Asosiasi Perusahaan
Pembiayaan dan Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Terhadap kedua peraturan tersebut, DSN-MUI, melalui surat Nomor B-323/DSN-
75
http://business-law.binus.ac.id/2016/01/27/lembaga-pembiayaan-syariah-di-indonesia/ Diakses
pada: 12 April 2018 Jakarta.
38

MUI/XI/2007 tanggal 29 Nopember 2007 telah menyatakan bahwa secara umum


kedua peraturan dimaksud tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan fatwa-fatwa
yang telah dikeluarkan oleh DSN-MUI.76 Sedangkan peraturan tentang akad-akad
yang digunakan bertujuan untuk memberikan pedoman tentang hak dan kewajiban
para pihak, obyek atas transaksi, persyaratan-persyaratan pada setiap jenis akad serta
dokumentasi yang digunakan oleh perusahaan pembiayaan dalam melakukan kegiatan
usaha pembiayaan dengan menggunakan akad-akad sebagaimana telah diatur dalam
peraturan dimaksud.
Seiring dengan berubahnya Badan Pengawas Pasar Modal dan
LembagaKeuangan (Bapepam-LK) menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
Peraturan di atasdigantikan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
31/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah, yang
menjelaskan bahwa penyelenggaraan kegiatan pembiayaan syariah wajib memenuhi
prinsip keadilan („adl), keseimbangan(tawazun), kemaslahatan (maslahah), dan
universalisme (alamiyah) serta tidak mengandung gharar, masyir, riba, zhulm, riswah,
dan obyek haram.
C. Karakteristik Pembiayaan Pada Perusahaan Pembiayaan Syariah dan
Konvensional
1. Karakteristik Pembiayaan Pada Perusahaan Pembiayaan Syariah
Secara teori, ada tiga hal yang menjadi penciri dari pembiayaan berbasis syariah,
yaitu (1) bebas bunga, (2) berprinsip bagi hasil dan risiko, dan (3) perhitungan bagi
hasil tidak dilakukan di muka. Berbeda dengan kredit konvensional yang
memperhitungkan suku bunga di depan, ekonomi syariah menghitung hasil setelah
periode transaksi berakhir. Hal ini berarti dalam pembiayaan syariah pembagian hasil
dilakukan setelah ada keuntungan riil, bukan berdasar hasil perhitungan spekulatif.
Sistem bagi hasil ini dipandang lebih sesuai dengan iklim bisnis yang memang
mempunyai potensi untung dan rugi. Baik sistem bunga maupun bagi hasil sebenarnya
sama-sama dapat memberikan keuntungan bagi pemilik dana (bank/lembaga
76
https://muhaiminkhair.wordpress.com/2010/04/29/perusahaan-pembiayaan-syariah-di-indonesia-
sebuah-tinjauan-analisis-terhadap-perusahaan-pembiayaan-pt-fif-syariah/ Diakses pada: 12 April 2018
Jakarta.
39

keuangan), namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Secara ringkas
perbedaan kedua sistem tersebut dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :77

Tabel 1

Perbedaan antara pembiayaan dengan sistem bunga dan bagi hasil.

Bagi hasil Bunga

Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil Penentuan bunga dilakukan pada waktu
dibuat pada waktu akad dengan berpedoman akad dengan asumsi harus bagi hasil
pada kemungkinan untung-rugi. dibuat pada waktu akad selalu untung

Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada Besarnya persentase berdasarkan pada
jumlah keuntungan yang diperoleh. jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.

Bagi hasil bergantung pada keuntungan Pembayaran bunga tetap seperti yang
proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, dijanjikan tanpa pertimbangan apakah
kerugian akan ditanggung bersama kedua proyek/usaha yang dijalankan oleh pihak
belah pihak. nasabah untung atau rugi.

Jumlah pembagian laba meningkat sesuai Jumlah pembayaran bunga tidak


dengan peningkatan jumlah pendapatan meningkat sekalipun jumlah keuntungan
berlipat atau keadaan ekonomi sedang
booming.

Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak
hasil. dikecam) oleh semua agama. 78

77
Muhaimin, Perusahaan Pembiayaan Syariah Di Indonesia, AT - TARADHI Jurnal Studi Ekonomi,
Volume 3, Nomor 2, Desember 2012, hlm.107-122.
78
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani,
2001),hlm. 61
40

Mekanisme pembiayaan utang pada perusahaan pembiayaan konvensional berbeda


dengan pembiayaan syariah. Ada dua jenis utang yang berbeda sama sekali, yaitu
utang yang terjadi karena pinjam meminjam uang dan utang yang terjadi karena
pengadaan barang. Utang yang terjadi karena pinjam meminjam uang tidak boleh ada
tambahan, kecuali dengan alasan yang pasti dan jelas, seperti biaya materai, biaya
notaris, dan studi kelayakan. Tambahan lain yang sifatnya tidak pasti dan tidak jelas,
seperti inflasi dan deplasi tidak diperbolehkan, dan mekanisme inilah yang berlaku
pada perusahaan pembiayaan konvensional. Kemudian ada utang yang terjadi karena
pembiayaan pengadaan barang, utang seperti ini harus jelas dalam satu kesatuan yang
utuh yang disebut harga jual. Harga jual itu terdiri atas harga pokok barang plus
keuntungan yang disepakati. Sekali harga jual disepakati, selamanya tidak boleh
berubah naik karena akan masuk dalam kategori riba fadl. Mekanisme pembiayaan
seperti ini berlaku pada perusahaan pembiayaan syariah.79
Pembiayaan syariah upaya menghidarkan diri dari riba. Secara etimologis riba
berarti perluasan, pertambahan dan pertumbuhan. Baik berupa tambahan material
maupun immaterial. Pada masa pra-Islam, kata riba menunjukkan satu transaksi bisnis
tertentu, dimana transaksi-transaksi tersebut mengindikasikan jumlah tertentu di muka
( a fixed amount) terhadap modal yang digunakan. Secara garis besar, riba terjadi pada
utang pitutang dan jual beli.80

2. Karakteristik Perusahaan Pembiayaan Konvensional


Secara umum perusahaan pembiayaan berfungsi menyediakan produk yang
berkualitas dan pelayanan yang profesional untuk menjamin kesetiaan pelanggan.
Memanfaatkan sumber daya yang ada secara maksimal untuk memperoleh
revenue yang dapat memberikan kontribusi bagi pemegang saham dan
kesejahteraan karyawan.81 Perusahaan Pembiayaan Konvensional memiliki kegiatan

79
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah Dari.,hlm. 60
80
Endy Muhammad Astiwara, Investasi Islami di Pasar Modal, (Jakarta: Program Pascasarjana
Universitas Muhammad, 1999), Tesis S2, hlm. 128
81
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 336
41

penyaluran dana kepada Masyarakat yang dilakukan lebih dikenal dengan istilah
Kredit atau Pinjaman.
Perusahaan pembiayaan merupakan badan usaha yang dilakukan kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau modal dengan tidak menarik
dana secara langsung dari masyarakat.82 Dari pengertian tersebut di atas terdapat
beberapa unsur-unsur:
a. Badan usaha, yaitu perusahaan pembiayaan yang khusus didirikan untuk
melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga
pembiayaan.
b. Kegiatan pembiayaan, yaitu melakukan kegiatan atau aktivitas dengan
cara membiayai pada pihak-pihak atau sektor usaha yang membutuhkan.
c. Penyediaan dana, yaitu perbuatan menyediakan dana untuk suatu keperluan.
d. Barang modal, yaitu barang yang dipakai untuk menghasilkan sesuatu.
e. Tidak menarik dana secara langsung.
f. Masyarakat, yaitu sejumlah orang yang hidup bersama di suatu tempat.83
Lembaga pembiayaan mempunyai peranan yang penting, yaitu sebagi salah
satu lembaga sumber pembiayaan alternatif yang potensial untuk menunjang
pertumbuhan perekonomian nasional disamping peran tersebut di atas, lembaga
pembiayaan juga mempunyai peran penting dalam hal pembangunan yaitu
menampung dan menyalurkan aspirasi dan minat masyarakat, berperan aktif
dalam pembangunan dimana lembaga pembiayaan ini diharapkan masyarakat atau
pelaku usaha dapat mengatasi salah satu faktor yang umum dialami yaitu
faktor permodalan.84

82
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan,Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. 2001.hlm. 281
83
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, hlm. 281
84
Siti Ismijati Jenie. Beberapa Perjanjian Yang Berkenaan Dengan Kegiatan Pembiayaan.
Yogyakarta: Bahan Penataran Dosen Hukum Perdata, Fakultas Hukum UGM. 1996.hlm.1.
42

BAB III
MUATAN MATERI PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
PERUSAHAAN PEMBIAYAAN KONVENSIONAL DAN SYARIAH

A. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 Tahun 2014 tentang usaha


penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Konvensional
1. Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan konvensional meliputi:
a. Pembiayaan Investasi
Pembiayaan Investasi Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29
tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Konvensional
1) Sewa Pembiayaan (Finance Lease);
2) Jual dan Sewa-Balik (Sale and Leaseback);
3) Anjak Piutang Dengan Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang
(Factoring With Recourse);
4) Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran;
5) Pembiayaan Proyek;
6) Pembiayaan Infrastruktur; dan/atau
7) pembiayaan lain setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari
OJK.
b. Pembiayaan Modal Kerja
Pembiayaan Modal Kerja Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29
tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Konvensional

1) Jual dan Sewa-Balik (Sale and Leaseback);


2) Anjak Piutang Dengan Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang
(Factoring With Recourse);
3) Anjak Piutang Tanpa Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang
(Factoring Without Recourse);
4) Fasilitas Modal Usaha; dan/atau
5) Pembiayaan Multiguna

42
43

6) Kegiatan usaha pembiayaan lain berdasarkan persetujuan OJK


c. Pembiayaan Multiguna
Pembiayaan Multiguna Perusahaan Pembiayaan Konvensional
1) Sewa Pembiayaan (Finance Lease);
2) Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran; dan/atau
3) Pembiayaan lain setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari
OJK.
2. Perjanjian Pembiayaan Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tahun
2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Konvensional
a. jenis kegiatan usaha dan cara pembiayaan;
b. nomor dan tanggal perjanjian;
c. identitas para pihak;
d. barang atau jasa pembiayaan;
e. nilai barang atau jasa pembiayaan;
f. jumlah piutang dan nilai angsuran pembiayaan;
g. jangka waktu dan tingkat suku bunga pembiayaan;
h. objek jaminan (jika ada);
i. rincian biaya-biaya terkait dengan pembiayaan yang diberikan yang paling
sedikit memuat:
1. biaya survey;
2. biaya asuransi/penjaminan/fidusia;
3. biaya provisi; dan
4. biaya notaris;
j. klausul pembebanan fidusia secara jelas,apabila terdapat pembebanan jaminan
fidusia dalam kegiatan pembiayaan;
k. mekanisme apabila terjadi perselisihan dan pemilihan tempat penyelesaian
perselisihan;
l. ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak; dan
m. ketentuan mengenai denda.
44

3. Ketentuan Uang Muka Pembiayaan Jual Beli Kendaraan Pada Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 29 tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan
Pembiayaan Konvensional
a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 20% (dua puluh
persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;
b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk
Pembiayaan Investasi (tujuan produktif), paling rendah 20% (dua puluh persen)
dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau
c. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk
Pembiayaan Multiguna (tujuan non-produktif), paling rendah 25% (dua puluh
lima persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan.
4. Mitigasi Resiko Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tahun 2014
Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Konvensional
a. mengalihkan risiko pembiayaan melalui mekanisme asuransi kredit atau
penjaminan kredit;
b. mengalihkan risiko atas barang yang dibiayai atau barang yang menjadi agunan
dari kegiatan Pembiayaan melalui mekanisme asuransi; dan/atau
c. melakukan pembebanan jaminan fidusia atas barang yang dibiayai atau barang
yang menjadi agunan dari kegiatan pembiayaan.
5. Kesehatan Keuangan Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tahun 2014
Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Konvensional
a. Rasio Permodalan
1) Perusahaan Pembiayaan wajib memenuhi rasio permodalan paling
sedikit sebesar 10% (sepuluh persen).
2) Rasio permodalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
perbandingan antara modal yang disesuaikan dengan aset yang
disesuaikan.
3) Ketentuan mengenai besaran rasio permodalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dapat ditinjau kembali dan perubahannya diatur dalam
Surat Edaran OJK.
45

4) Ketentuan mengenai tata cara perhitungan perbandingan antara modal


yang disesuaikan dengan aset yang disesuaikan diatur dalam Surat
Edaran OJK.
b. Kualitas Piutang Pembayaran
1) Penilaian kualitas piutang pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ditetapkan menjadi:
a) lancar,
b) dalam perhatian khusus;
c) kurang lancar;
d) diragukan; atau macet
2) Penilaian kualitas piutang pembiayaan ditetapkan berdasarkan faktor
ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga.
c. Rentabilitas
1) Rentabilitas merupakan kemampuan Perusahaan Pembiayaan dalam
menghasilkan laba.
2) Penilaian terhadap faktor rentabilitas meliputi penilaian terhadap kinerja
aset dan efisiensi operasional.
3) Ketentuan mengenai tata cara penilaian terhadap faktor rentabilitas diatur
dalam Surat Edaran OJK.
d. Likuiditas
1) Penilaian terhadap faktor likuiditas merupakan penilaian terhadap tingkat
ketersesuaian antara aset lancar dan liabilitas lancar.
2) Ketentuan mengenai tata cara penilaian likuiditas diatur dalam Surat
Edaran OJK.
6. Rasio Aset Produktif Terhadap Total Aset Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 29 tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan
Konvensional
a. Perusahaan Pembiayaan wajib memiliki rasio piutang pembiayaan neto terhadap
total aset (financing to asset ratio) paling rendah 40% (empat puluh persen).
46

b. Piutang pembiayaan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diperoleh
dari pengurangan piutang pembiayaan bruto dengan pendapatan yang belum
diakui dan cadangan penyisihan penghapusan piutangpembiayaan.
c. Perusahaan Pembiayaan wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) tahun sejak
memperoleh izin usaha.
d. Dalam hal Perusahaan Pembiayaan yang melakukan peningkatan Modal Disetor
dalam rangka pemenuhan rasio permodalan, gearing ratio, dan perbandingan
Ekuitas dengan Modal Disetor, Perusahaan Pembiayaan dikecualikan dari
pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka
waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal peningkatan Modal Disetor
dicatat oleh instansi yang berwenang.
7. Ekuitas Terhadap Total Aset Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29
tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Konvensional
a. Perusahaan Pembiayaan yang berbentuk badan hukum:
1) perseroan terbatas wajib memiliki Ekuitas paling sedikit
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau
2) koperasi wajib memiliki Ekuitas paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima
puluh miliar rupiah).
b. Perusahaan Pembiayaan berbadan hukum perseroan terbatas yang telah
mendapatkan izin usaha sebelum Peraturan OJK ini ditetapkan dan memiliki
Ekuitas di bawah ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
wajib memiliki Ekuitas dengan tahapan sebagai berikut:
1) paling sedikit sebesar Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar) paling
lambat 31 Desember 2016; dan
2) paling sedikit sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar) paling
lambat tanggal 31 Desember 2019.
c. Perusahaan Pembiayaan berbadan hukum koperasi yang telah mendapatkan
izin usaha sebelum Peraturan OJK ini ditetapkan dan memiliki Ekuitas di
47

bawah ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, wajib


memiliki Ekuitas dengan tahapan sebagai berikut:
1) paling sedikit sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar) paling
lambat tanggal 31 Desember 2016; dan
2) paling sedikit sebesar Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar) paling
lambat tanggal 31 Desember 2019.
8. Batas Maksimum Pemberian Pembiayaan (BMPP) Pada Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 29 tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan
Konvensional
Pihak terkait meliputi:
a. orang perseorangan atau badan usaha yang merupakan Pengendali Perusahaan
Pembiayaan h;
b. badan usaha dimana Perusahaan Pembiayaan bertindak sebagai Pengendali;
c. orang perseorangan atau badan usaha yang bertindak sebagai pengendali dari
badan usaha
d. badan usaha yang pengendaliannya dilakukan oleh:
1) orang perseorangan dan/atau badan usaha
2) orang perseorangan dan/atau badan usaha
e. dewan komisaris atau direksi pada Perusahaan Pembiayaan;
f. pihak yang mempunyai hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua, baik
horisontal maupun vertikal:
1) dari orang perseorangan yang merupakan pengendali Perusahaan Pembiayaan
2) dari dewan komisaris atau direksi pada Perusahaan Pembiayaan
g. dewan komisaris atau direksi pada badan usaha
h. badan usaha yang dewan komisaris dan/atau direksi merupakan:
1) dewan komisaris atau direksi pada
i. badan usaha dimana:
1) dewan komisaris atau direksi pada Perusahaan Pembiayaan bertindak sebagai
Pengendali;
j. dewan komisaris atau direksi dari pihak-pihak bertindak sebagai Pengendali; dan
48

badan usaha yang memiliki ketergantungan keuangan (financial interdependence)


dengan Perusahaan Pembiayaan
9. Keja Sama Pembiayaan Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tahun
2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Konvensional
a. Dalam pembiayaan penerusan (channeling), risiko yang timbul dari kegiatan ini
berada pada pihak yang memiliki dana.
b. Dalam pembiayaan penerusan (channeling), pihak yang menerima dana hanya
bertindak sebagai pengelola dan memperoleh imbalan atau fee dari pengelolaan
dana tersebut.
c. Dalam pembiayaan bersama (joint financing), sumber dana untuk pembiayaan
ini harus berasal dari Perusahaan Pembiayaan dan pihak lain.
d. Risiko yang timbul dari pembiayaan bersama (joint financing), menjadi beban
masing-masing pihak secara proporsional sesuai dengan besaran dana yang
dikeluarkan.
10. Pendanaan Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Konvensional
Sumber pendanaan Perusahaan Pembiayaan dapat berasal dari:
a. pinjaman dari bank, industri keuangan non bank, dan/atau badan usaha lain;
b. penerbitan obligasi
c. penerbitan medium term notes;
d. d. pinjaman subordinasi;
e. penambahan Modal Disetor termasuk melalui penawaran umum saham;
dan/atau
f. sekuritisasi aset.
11. Penyertaan Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Konvensional
a. Perusahaan Pembiayaan hanya dapat melakukan penyertaan modal
secara langsung pada:
1) perusahaan di sektor jasa keuangan di Indonesia; dan
2) perusahaan yang terkait dengan kegiatan Perusahaan Pembiayaan.
49

b. Jumlah seluruh penyertaan langsung Perusahaan Pembiayaan paling tinggi 20%


(dua puluh persen) dari jumlah Ekuitas Perusahaan Pembiayaan.
c. Jumlah seluruh penyertaan langsung Perusahaan Pembiayaan kepada entitas
dalam 1 (satu) grup paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah Ekuitas
Perusahaan Pembiayaan.
d. Perusahaan Pembiayaan wajib memenuhi ketentuan jumlah penyertaan langsung
pada saat melakukan penyertaan.
e. Ketentuan dikecualikan bagi Perusahaan Pembiayaan yang melakukan
pemisahan dalam rangka pendirian Perusahaan Pembiayaan yang seluruh
kegiatan usahanya dilakukan berdasarkan prinsip syariah.
12. Sertifikasi Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Konvensional
a. Pegawai Perusahaan Pembiayaan yang menduduki posisi manajerial mulai dari
tingkat kepala kantor cabang sampai dengan satu tingkat dibawah Direksi, wajib
memiliki sertifikat tingkat dasar di bidang pembiayaan dari lembaga yang
ditunjuk oleh asosiasi dengan menyampaikan pemberitahuan kepada OJK dan
disertai dengan alasan penunjukan.
b. Direksi Perusahaan Pembiayaan wajib memiliki sertifikat keahlian di bidang
pembiayaan dari lembaga yang ditunjuk oleh asosiasi dengan menyampaikan
pemberitahuan kepada OJK dan disertai dengan alasan penunjukan.
c. Dewan Komisaris Perusahaan Pembiayaan wajib memiliki sertifikat tingkat
dasar di bidang pembiayaan dari lembaga yang ditunjuk oleh asosiasi dengan
menyampaikan pemberitahuan kepada OJK dan disertai dengan alasan
penunjukan.
d. Direksi dan pejabat 1 (satu) tingkat di bawah Direksi yang membawahkan
fungsi manajemen risiko wajib memiliki sertifikat keahlian di bidang
manajemen risiko dari lembaga yang ditunjuk oleh asosiasi dengan
menyampaikan pemberitahuan kepada OJK dan disertai dengan alasan
penunjukan.
50

e. Pegawai dan/atau tenaga alih daya Perusahaan Pembiayaan yang menangani


bidang penagihan wajib memiliki sertifikat profesi di bidang penagihan dari
lembaga yang ditunjuk asosiasi dengan menyampaikan pemberitahuan kepada
OJK dan disertai dengan alasan penunjukan.
13. Larangan Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Konvensional
Perusahaan Pembiayaan dilarang:
a. menghimpun dana secara langsung dari masyarakat berbentuk giro, tabungan
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
b. memberikan jaminan dalam segala bentuknya atas pemenuhan kewajiban pihak
lain;
c. menerbitkan surat sanggup bayar (promisorry note), kecuali sebagai jaminan
atas utang kepada bank yang menjadi krediturnya;
d. melakukan tindakan yang menyebabkan atau memaksa lembaga keuangan
lainnya yang berada di bawah pengawasan OJK melanggar peraturan
perundang- undangan yang berlaku; dan/atau
e. melakukan tindakan yang menyebabkan atau memaksa lembaga keuangan
lainnya yang berada di bawah pengawasan OJK menghindari peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
14. Larangan Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Konvensional
Perusahaan Pembiayaan dikenakan sanksi administratif secara bertahap berupa:
a. peringatan;
b. pembekuan kegiatan usaha; dan
c. pencabutan izin usaha.
51

B. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 Tahun 2014 tentang usaha


penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah
1. Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan Syariah meliputi:
a. Pembiayaan Investasi
Pembiayaan Investasi Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31
tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah
8) Sewa Pembiayaan (Finance Lease);
9) Mudharabah;
10) Musyarakah;
11) Mudharabah Musytarakah; dan/atau
12) Musyarakah Mutanaqishoh Pembiayaan
b. Pembiayaan Jual Beli
1) Murabahah;
2) Salam; dan/atau
3) Istishna’.
c. Pembiayaan Jasa
1) Ijarah;
2) Ijarah Muntahiyah Bittamlik;
3) Hawalah atau Hawalah bil Ujrah;
4) Wakalah atau Wakalah bil Ujrah;
5) Kafalah atau Kafalah bil Ujrah;
6) Ju’alah; dan/atau
7) Qardh..
2. Perjanjian Pembiayaan Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun
2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah
a. judul Perjanjian Pembiayaan Syariah yang menggambarkan jenis akad
Pembiayaan Syariah yang digunakan;
b. nomor dan tanggal Perjanjian Pembiayaan Syariah;
c. dentitas para pihak;
d. objek Perjanjian Pembiayaan Syariah (modal, barang dan/atau jasa);
52

e. tujuan pembiayaan;
f. nilai objek Perjanjian Pembiayaan Syariah (modal, barang dan/atau jasa);
g. mekanisme dan cara pembayaran dan besarannya;
h. kurs mata uang yang digunakan, apabila diperlukan;
i. jangka waktu Pembiayaan Syariah;
j. nisbah, margin, dan/atau imbal jasa (ujrah) Pembiayaan Syariah;
k. objek jaminan (jika ada);
l. rincian biaya-biaya terkait dengan Pembiayaan Syariah yang diberikan antara
lain memuat:
1) biaya survey;
2) biaya asuransi/penjaminan/fidusia;
3) biaya provisi; dan
4) biaya notaris.
m. klausul pembebanan fidusia secara jelas, apabila terdapat pembebanan jaminan
fidusia dalam Pembiayaan Syariah;
n. mekanisme apabila terjadi perselisihan dan pemilihan tempat penyelesaian
perselisihan;
o. ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak; dan
p. ketentuan mengenai denda (ta’jir) dan/atau ganti rugi(ta`widh)..

3. Ketentuan Uang Muka Pembiayaan Jual Beli Kendaraan Pada Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 31 tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan
Pembiayaan Syariah
a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 20% (dua puluh
persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;
b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan
produktif, paling rendah 20% (dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang
bersangkutan; atau
53

c. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan
non-produktif, paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari harga jual
kendaraan yang bersangkutan.
4. Mitigasi Resiko Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun 2014
Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah
a. mengalihkan risiko Pembiayaan Syariah melalui mekanisme penjaminan
syariah;
b. mengalihkan risiko atas barang yang dibiayai atau barang yang menjadi agunan
dari kegiatan Pembiayaan Syariah melalui mekanisme asuransi syariah; dan/atau
c. melakukan pembebanan jaminan fidusia atas barang yang dibiayai atau barang
yang menjadi agunan dari kegiatan Pembiayaan Syariah..
5. Kesehatan Keuangan Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun 2014
Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah
a. Rasio Permodalan
1) Perusahaan Pembiayaan wajib memenuhi rasio permodalan paling
sedikit sebesar 10% (sepuluh persen).
2) Rasio permodalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
perbandingan antara modal yang disesuaikan dengan aset yang
disesuaikan.
3) Ketentuan mengenai besaran rasio permodalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dapat ditinjau kembali dan perubahannya diatur dalam
Surat Edaran OJK.
4) Ketentuan mengenai tata cara perhitungan perbandingan antara modal
yang disesuaikan dengan aset yang disesuaikan diatur dalam Surat
Edaran OJK.
b. Kualitas Piutang Pembayaran
3) Penilaian kualitas piutang pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ditetapkan menjadi:
e) lancar,
f) dalam perhatian khusus;
54

g) kurang lancar;
h) diragukan; atau macet
4) Penilaian kualitas piutang pembiayaan ditetapkan berdasarkan faktor
ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga.
c. Rentabilitas
4) Rentabilitas merupakan kemampuan Perusahaan Pembiayaan dalam
menghasilkan laba.
5) Penilaian terhadap faktor rentabilitas meliputi penilaian terhadap kinerja
aset dan efisiensi operasional.
6) Ketentuan mengenai tata cara penilaian terhadap faktor rentabilitas diatur
dalam Surat Edaran OJK.
d. Likuiditas
3) Penilaian terhadap faktor likuiditas merupakan penilaian terhadap tingkat
ketersesuaian antara aset lancar dan liabilitas lancar.
4) Ketentuan mengenai tata cara penilaian likuiditas diatur dalam Surat
Edaran OJK.
6. Rasio Aset Produktif Terhadap Total Aset Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 31 tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah
e. Perusahaan Syariah wajib memiliki Aset Produktif neto paling rendah 40%
(empat puluh persen) dari total aset.
f. Aset Produktif neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diperoleh dari
pengurangan Aset Produktif bruto dengan pendapatan yang belum diakui dan
cadangan penyisihan penghapusan Aset Produktif.
g. Pemenuhan ketentuan Aset Produktif neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib dipenuhi Perusahaan Syariah paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak
tanggal izin ditetapkan.
h. Dalam hal Perusahaan Pembiayaan Syariah melakukan peningkatan Modal
Disetor dalam rangka pemenuhan rasio permodalan, gearing ratio, dan
perbandingan Ekuitas dengan Modal Disetor, Perusahaan Pembiayaan Syariah
dikecualikan dari pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
55

dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal peningkatan Modal
Disetor dicatat oleh instansi yang berwenang.
7. Ekuitas Terhadap Total Aset Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31
tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah
a. Perusahaan Pembiayaan yang berbentuk badan hukum:
1) perseroan terbatas wajib memiliki Ekuitas paling sedikit
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau
2) koperasi wajib memiliki Ekuitas paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima
puluh miliar rupiah).
b. UUS wajib memiliki Ekuitas paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh
lima miliar rupiah).
c. Perusahaan Pembiayaan yang telah melakukan sebagian kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah sebelum berlakunya Peraturan OJK ini wajib
memenuhi ketentuan Ekuitas bagi UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dengan tahapan sebagai berikut:
a. paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) paling lambat
tanggal 31 Desember 2015;
b. paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) paling
lambat tanggal 31 Desember 2016; dan
c. paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) paling
lambat tanggal 31 Desember 2017..
8. Batas Maksimum Pemberian Pembiayaan (BMPP) Pada Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 31 tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan
Syariah
Pihak terkait meliputi:
a. orang perseorangan atau badan usaha yang merupakan Pengendali Perusahaan
Pembiayaan syariahh;
b. badan usaha dimana Perusahaan Pembiayaan bertindak sebagai Pengendali;
c. orang perseorangan atau badan usaha yang bertindak sebagai pengendali dari
badan usaha
56

d. badan usaha yang pengendaliannya dilakukan oleh:


1) orang perseorangan dan/atau badan usaha
2) orang perseorangan dan/atau badan usaha
e. dewan komisaris atau direksi pada Perusahaan Pembiayaan;
f. pihak yang mempunyai hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua, baik
horisontal maupun vertikal:
1) dari orang perseorangan yang merupakan pengendali Perusahaan Pembiayaan
2) dari dewan komisaris atau direksi pada Perusahaan Pembiayaan
g. dewan komisaris atau direksi pada badan usaha
h. badan usaha yang dewan komisaris dan/atau direksi merupakan:
1) dewan komisaris atau direksi pada
i. badan usaha dimana:
1) dewan komisaris atau direksi pada Perusahaan Pembiayaan bertindak sebagai
Pengendali;
j. dewan komisaris atau direksi dari pihak-pihak bertindak sebagai Pengendali; dan
badan usaha yang memiliki ketergantungan keuangan (financial interdependence)
dengan Perusahaan Pembiayaan
9. Keja Sama Pembiayaan Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun
2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah
a. Pembiayaan penerusan (channeling) wajib dilakukan dengan akad Wakalah bil
Ujrah.
b. Dalam melakukan pembiayaan penerusan (channeling), Perusahaan Syariah
dapat bertindak sebagai:
1) pihak yang menyalurkan (pengelola/wakil) melalui kegiatan Pembiayaan
Syariah; dan/atau
2) selaku penyedia dana/modal/barang yaitu pihak yang mewakilkan kepada
pihak lain.
c. Dalam hal Perusahaan Syariah bertindak sebagai pihak yang menyalurkan
(pengelola/wakil), Perusahaan Syariah hanya bertindak sebagai pengelola dan
memperoleh imbalan (ujrah) dari pengelolaan dana tersebut.
57

d. Risiko yang timbul dari pembiayaan penerusan (channeling), berada pada pihak
penyedia dana/modal/barang.Dalam pembiayaan penerusan (channeling), pihak
yang menerima dana hanya bertindak sebagai pengelola dan memperoleh
imbalan atau fee dari pengelolaan dana tersebut.
e. Dalam pembiayaan bersama (joint financing), sumber dana untuk pembiayaan
ini harus berasal dari Perusahaan Pembiayaan dan pihak lain.
f. Risiko yang timbul dari pembiayaan bersama (joint financing), menjadi beban
masing-masing pihak secara proporsional sesuai dengan besaran dana yang
dikeluarkan.
10. Pendanaan Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah
Dalam rangka memperoleh pendanaan, Perusahaan Syariah dapat:
a. menerima pendanaan dari lembaga pemerintah, bank, industri keuangan non
bank, lembaga, dan/atau badan usaha lain;
b. menerima pinjaman (Qardh) subordinasi;
c. menerbitkan obligasi syariah (sukuk) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan/atau
d. melakukan sekuritisasi sesuai dengan Prinsip Syariah dan ketentuan peraturan
perundang- undangan.
11. Penyertaan Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah
a. Perusahaan Pembiayaan Syariah hanya dapat melakukan penyertaan
langsung pada:
1) perusahaan di sektor jasa keuangan di Indonesia; dan/atau
2) perusahaan yang terkait dengan kegiatan Perusahaan Pembiayaan
Syariah.
b. Jumlah seluruh penyertaan langsung Perusahaan Pembiayaan Syariah pada
perusahaan di sektor jasa keuangan di Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling tinggi 40% (empat puluh persen) dari jumlah Ekuitas Perusahaan
Pembiayaan Syariah.
58

c. Jumlah penyertaan langsung Perusahaan Pembiayaan Syariah kepada entitas


dalam 1 (satu) grup paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah Ekuitas
Perusahaan Pembiayaan Syariah.
d. Perusahaan Pembiayaan Syariah wajib memenuhi ketentuan jumlah penyertaan
modal pada saat melakukan penyertaan.
12. Sertifikasi Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah
a. Pegawai Perusahaan Syariah yang menduduki posisi manajerial mulai dari
tingkat kepala kantor cabang sampai dengan satu tingkat dibawah Direksi dan
pimpinan UUS wajib memiliki sertifikat tingkat dasar di bidang pembiayaan
dan/atau pembiayaan syariah dari lembaga yang ditunjuk oleh asosiasi dengan
menyampaikan pemberitahuan kepada OJK dan disertai dengan alasan
penunjukan.
b. Direksi Perusahaan Pembiayaan Syariah wajib memiliki sertifikat keahlian di
bidang pembiayaan dan/atau pembiayaan syariah dari lembaga yang ditunjuk
oleh asosiasi dengan menyampaikan pemberitahuan kepada OJK dan disertai
dengan alasan penunjukan.
c. Dewan Komisaris Perusahaan Pembiayaan Syariah wajib memiliki sertifikat
tingkat dasar di bidang pembiayaan dan/atau pembiayaan syariah dari lembaga
yang ditunjuk oleh asosiasi dengan menyampaikan pemberitahuan kepada OJK.
d. Direksi dan pejabat 1 (satu) tingkat di bawah Direksi Perusahaan Pembiayaan
Syariah yang membawahkan fungsi manajemen risiko wajib memiliki sertifikat
keahlian di bidang manajemen risiko dari lembaga yang ditunjuk oleh asosiasi
dengan menyampaikan pemberitahuan kepada OJK dan disertai dengan alasan
penunjukan.
e. Pegawai dan/atau tenaga alih daya Perusahaan Syariah yang menangani bidang
penagihan wajib memiliki sertifikat profesi di bidang penagihan dari lembaga
yang ditunjuk asosiasi dengan menyampaikan pemberitahuan kepada OJK
dan disertai dengan alasan penunjukan..
59

13. Larangan Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah
Perusahaan Pembiayaan dilarang:
Perusahaan Syariah dilarang:
a. menghimpun dana secara langsung dari masyarakat berbentuk giro, tabungan
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
b. memberikan jaminan atas pemenuhan kewajiban pihak lain;
c. menerbitkan surat sanggup bayar (promisorry note), kecuali sebagai jaminan
atas pendanaan kepada pihak yang memberikan pendanaan;
d. melakukan tindakan yang menyebabkan atau memaksa lembaga keuangan
lainnya yang berada di bawah pengawasan OJK melanggar peraturan
perundang- undangan yang berlaku; dan/atau
e. melakukan tindakan yang menyebabkan atau memaksa lembaga keuangan
lainnya yang berada di bawah pengawasan OJK menghindari peraturan
perundang- undangan yang berlaku..
14. Larangan Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah

Perusahaan Pembiayaan Syariah dan Perusahaan Pembiayaan yang


mempunyai UUS dikenakan sanksi administratif berupa:

a. peringatan;
b. pembekuan kegiatan usaha;
c. pembekuan kegiatan usaha UUS;
d. pencabutan izin usaha; dan/atau
e. pencabutan izin UUS.
60

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perbandingan Jenis Kegiatan Usaha dan Cara Pembiayaan Perusahaan


Pembiayaan Konvensional menurut POJK 29 tahun 2014 dan Perusahaan
Pembiayaan Syariah menurut POJK 31 tahun 2014

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan


Perusahaan Pembiayaan dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 Tahun 2014
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah, memiliki jenis kegiatan usaha yang
secara umum yaitu :
Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan konvensional meliputi:
a. Pembiayaan Investasi
b. Pembiayaan Modal Kerja
c. Pembiayaan Multiguna
d. Kegiatan usaha pembiayaan lain berdasarkan persetujuan OJK
Sedangkan kegiatan Pembiayaan Syariah meliputi:
a. Pembiayaan Jual Beli
b. Pembiayaan Investasi
c. Pembiayaan Jasa
Ruang lingkup pada jenis kegiatan usaha pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 29 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan (POJK 29
tahun 2014) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 Tahun 2014
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah (POJK 31 tahun 2014) terdapat
perbedaan dalam tafsiran serta definisi menurut peraturan tersebut. Dalam POJK 29
tahun 2014 memiliki kegiatan usaha pembiayaan yaitu investasi, modal kerja dan
multiguna yang memiliki instrumen atau cara yang berbeda dengan Perusahaan
Pembiayaan Syariah.

1. Perbandingan Pembiayaan Investasi Perusahaan Pembiayaan konvensional dengan


Pembiayaan syariah

60
61

Pembiayaan Investasi menurut POJK 29 tahun 2014 tentang penyelenggaraan


Perusahaan Pembiayaan konvensional memiliki definisi, pembiayaan untuk pengadaan
barang-barang modal beserta jasa yang diperlukan untuk aktivitas usaha/investasi,
rehabilitasi, modernisasi, ekspansi atau relokasi tempat usaha/investasi yang diberikan
kepada debitur dalam jangka waktu lebih dari 2 (dua) tahun. Kegiatan Pembiayaan
Investasi ditujukan untuk Debitur berbentuk badan usaha atau perseorangan yang
memiliki usaha produktif dan/atau yang memiliki ide ide untuk pengembangan usaha
produktif.1 Sedangkan Pembiayaan Investasi menurut POJK 31 tahun 2014 tentang
penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah memiliki definisi Pembiayaan
Investasi adalah pembiayaan dalam bentuk penyediaan modal dengan jangka waktu
tertentu untuk kegiatan usaha produktif dengan pembagian keuntungan sesuai dengan
perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati oleh para pihak.2 Berikut adalah macam
macam Pembiayaan Investasi pada POJK 29 tahun 2014 dengan POJK 31 tahun 2014.

Pembiayaan Investasi Pada Peraturan Pembiayaan Investasi Pada Peraturan


Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tahun Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun
2014 Tentang Penyelenggaraan 2014 Tentang Penyelenggaraan
Perusahaan Pembiayaan Konvensional Perusahaan Pembiayaan Syariah

1. Sewa Pembiayaan (Finance Lease); 1. Mudharabah;


2. Jual dan Sewa-Balik (Sale and 2. Musyarakah;
Leaseback); 3. Mudharabah Musytarakah;
3. Anjak Piutang Dengan Pemberian dan/atau
Jaminan Dari Penjual Piutang 4. Musyarakah Mutanaqishoh
(Factoring With Recourse);
4. Pembelian Dengan Pembayaran
Secara Angsuran;
5. Pembiayaan Proyek;

1
POJK No 29 Tahun 2014
2
POJK No 31 Tahun 2014
62

6. Pembiayaan Infrastruktur; dan/atau


7. pembiayaan lain setelah terlebih
dahulu mendapatkan persetujuan
dari OJK.

Tabel 1. Perb Perbandingan Pembiayaan Investasi Perusahaan Pembiayaan


konvensional dengan Pembiayaan syariah
2. Perbandingan Pembiayaan Modal Kerja Perusahaan Pembiayaan Konvensional
dengan Pembiayaan Jual Beli Perusahaan Pembiayaan Syariah
Pembiayaan Modal Kerja adalah pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan
pengeluaran-pengeluaran yang habis dalam satu siklus aktivitas usaha debitur dan
merupakan pembiayaan dengan jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun. 3 Modal kerja
merupakan dana yang ditanamkan dalam aktiva lancar, oleh karena itu dapat berupa
kas, piutang, surat-surat berharga, persediaan dan lain-lain. Modal kerja bruto adalah
keseluruhan dari aktiva atau harta lancar yang terdapat dalam sisi debet neraca. Modal
kerja netto adalah keseluruhan harta lancar dikurangi hutang lancar. Dengan perkataan
lain modal kerja netto adalah selisih antara aktiva lancar dikurangi dengan hutang
lancar.4 Sedangkan Pembiayaan Jual Beli adalah Pembiayaan Jual Beli adalah
pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang melalui transaksi jual beli sesuai dengan
perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati oleh para pihak.5 Berikut adalah macam
macam Pembiayaan Modal Kerja pada POJK 29 tahun 2014 dengan Pembiayaan Jual
Beli pada POJK 31 tahun 2014.
Pembiayaan Modal Kerja Pada Peraturan Pembiayaan Jual Beli Pada Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tahun Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun
2014 Tentang Penyelenggaraan 2014 Tentang Penyelenggaraan
Perusahaan Pembiayaan Konvensional Perusahaan Pembiayaan Syariah
1. Jual dan Sewa-Balik (Sale and 1. Murabahah;

3
POJK No 29 Tahun 2014
4
http://eprints.walisongo.ac.id/7243/3/BAB%20II.pdf, Diakses 6 April 2018, Jakarta.
5
POJK No 31 Tahun 2014
63

Leaseback); 2. Salam; dan/atau


2. Anjak Piutang Dengan Pemberian 3. Istishna’.
Jaminan Dari Penjual Piutang
(Factoring With Recourse);
3. Anjak Piutang Tanpa Pemberian
Jaminan Dari Penjual Piutang
(Factoring Without Recourse);
4. Fasilitas Modal Usaha; dan/atau
Tabel 2. Perbandingan Pembiayaan modal kerja pada Perusahaan Pembiayaan konvensional
dengan pembiayaan jual beli pada Pembiayaan syariah
3. Perbandingan Pembiayaan Multiguna Perusahaan Pembiayaan Konvensional dengan
Pembiayaan Jasa Perusahaan Pembiayaan Syariah
Pembiayaan multiguna adalah pembiayaan konsumer dalam valuta rupiah yang
diberi kan oleh bank kepada karyawan tetap perusahaan / instansi yang pengajuannya
dilakukan secara missal (kelompok). Menurut POJK 29 tahun 2014 Pembiayaan
Multiguna adalah pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa yang diperlukan
oleh debitur untuk pemakaian/konsumsi dan bukan untuk keperluan usaha (aktivitas
produktif) dalam jangka waktu yang diperjanjikan.6 Sedangkan Pembiayaan Jasa
adalah pemberian/penyediaan jasa baik dalam bentuk pemberian manfaat atas suatu
barang, pemberian pinjaman (dana talangan) dan/atau pemberian pelayanan dengan
dan/atau tanpa pembayaran imbal jasa (ujrah) sesuai dengan perjanjian pembiayaan
syariah yang disepakati oleh para pihak.7 Berikut adalah macam macam Pembiayaan
Multiguna pada POJK 29 tahun 2014 dengan Pembiayaan Jasa pada POJK 31 tahun
2014..
Pembiayaan Multiguna Pada Peraturan Pembiayaan Jasa Pada Peraturan Otoritas
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tahun Jasa Keuangan Nomor 31 tahun 2014
2014 Tentang Penyelenggaraan Tentang Penyelenggaraan Perusahaan
Perusahaan Pembiayaan Konvensional Pembiayaan Syariah

6
POJK No 29 Tahun 2014
7
POJK No 31 Tahun 2014
64

1. Sewa Pembiayaan (Finance Lease); 1. Ijarah;


2. Pembelian Dengan Pembayaran 2. Ijarah Muntahiyah Bittamlik;
Secara Angsuran; dan/atau 3. Hawalah atau Hawalah bil Ujrah;
3. Pembiayaan lain setelah terlebih 4. Wakalah atau Wakalah bil Ujrah;
dahulu mendapatkan persetujuan 5. Kafalah atau Kafalah bil Ujrah;
dari OJK. 6. Ju’alah; dan/atau
7. Qardh.

Tabel 3. Perbandingan Pembiayaan Multiguna pada Perusahaan Pembiayaan


konvensional dengan pembiayaan jasa pada Pembiayaan syariah

B. Perbandingan Perjanjian Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan Konvensional


menurut POJK 29 tahun 2014 dan Perusahaan Pembiayaan Syariah menurut
POJK 31 tahun 2014
Perjanjian Pembiayaan yang diterapkan pada Perusahaan Pembiayaan Konvensional
maupun Perusahaan Pembiayaan Syariah memiliki prinsip yang sama, Perjanjian
dengan Konsumen wajib dibuat secara tertulis. Dan wajib memenuhi ketentuan
penyusunan perjanjian sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK mengenai
perlindungan konsumen sektor jasa keuangan. Perjanjian Pembiayaan Syariah dan
Pembiayaan Konvensional dalam Pembiayaan menurut POJK 29 tahun 2014 dan
POJK 31 tahun 2014 wajib paling sedikit memuat:
Perjanjian Pembiayaan Pada Peraturan Perjanjian Pembiayaan Pada Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tahun Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun
2014 Tentang Penyelenggaraan 2014 Tentang Penyelenggaraan
Perusahaan Pembiayaan Konvensional Perusahaan Pembiayaan Syariah

a. jenis kegiatan usaha dan cara a. judul Perjanjian Pembiayaan


pembiayaan; Syariah yang menggambarkan jenis
b. nomor dan tanggal perjanjian; akad Pembiayaan Syariah yang
c. identitas para pihak; digunakan;
65

d. barang atau jasa pembiayaan; b. nomor dan tanggal Perjanjian


e. nilai barang atau jasa Pembiayaan Syariah;
pembiayaan; c. identitas para pihak;
f. jumlah piutang dan nilai d. objek Perjanjian Pembiayaan
angsuran pembiayaan; Syariah (modal, barang dan/atau
g. jangka waktu dan tingkat suku jasa);
bunga pembiayaan; e. tujuan pembiayaan;
h. objek jaminan (jika ada); f. nilai objek Perjanjian Pembiayaan
i. rincian biaya-biaya terkait Syariah (modal, barang dan/atau
dengan pembiayaan yang jasa);
diberikan yang paling sedikit g. mekanisme dan cara pembayaran
memuat: dan besarannya;
1. biaya survey; h. kurs mata uang yang digunakan,
2. biaya apabila diperlukan;
asuransi/penjaminan/fidusia; i. jangka waktu Pembiayaan Syariah;
3. biaya provisi; dan j. nisbah, margin, dan/atau imbal jasa
4. biaya notaris; (ujrah) Pembiayaan Syariah;
j. klausul pembebanan fidusia k. objek jaminan (jika ada);
secara jelas,apabila terdapat l. rincian biaya-biaya terkait dengan
pembebanan jaminan fidusia Pembiayaan Syariah yang diberikan
dalam kegiatan pembiayaan; antara lain memuat:
k. mekanisme apabila terjadi 1.biaya survey;
perselisihan dan pemilihan 2.biaya
tempat penyelesaian asuransi/penjaminan/fidusia;
perselisihan; 3.biaya provisi; dan
l. ketentuan mengenai hak dan 4.biaya notaris.
kewajiban para pihak; dan m. klausul pembebanan fidusia secara
m. ketentuan mengenai denda. jelas, apabila terdapat pembebanan
jaminan fidusia dalam Pembiayaan
66

Syariah;
n. mekanisme apabila terjadi
perselisihan dan pemilihan tempat
penyelesaian perselisihan;
o. ketentuan mengenai hak dan
kewajiban para pihak; dan
p. ketentuan mengenai denda (ta’jir)
dan/atau ganti rugi(ta`widh).

Tabel 4. Perbandingan Perjanjian Pembiayaan pada Perusahaan Pembiayaan konvensional


dengan Perusahaan Pembiayaan syariah.

C. Perbandingan Uang Muka Pembiayaan Jual Beli Kendaraan Bermotor Pada


Perusahaan Pembiayaan Konvensional menurut POJK 29 tahun 2014 dan
Perusahaan Pembiayaan Syariah menurut POJK 31 tahun 2014
Perusahaan Pembiayaan Konvensional dengan Perusahaan Pembiayaan Syariah
dalam hal melakukan pembiayaan untuk pengadaan kendaraan bermotor dengan cara
Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran, perjanjian pembiayaan wajib
mencantumkan nilai uang muka atau urbun. Berikut merupakan ketentuan uang muka
pembiayaan jual beli kendaraan bermotor pada POJK 29 tahun 2014 dengan POJK 31
tahun 2014 :
Ketentuan Uang Muka Pembiayaan Jual Ketentuan Uang Muka Pembiayaan Jual
Beli Kendaraan Pada Peraturan Otoritas Beli Kendaraan Pada Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 29 tahun 2014 Jasa Keuangan Nomor 31 tahun 2014
Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Tentang Penyelenggaraan Perusahaan
Pembiayaan Konvensional Pembiayaan Syariah
a. bagi kendaraan bermotor roda dua a. bagi kendaraan bermotor roda dua
67

atau tiga, paling rendah 20% (dua atau tiga, paling rendah 20% (dua
puluh persen) dari harga jual puluh persen) dari harga jual
kendaraan yang bersangkutan; kendaraan yang bersangkutan;
b. bagi kendaraan bermotor roda b. bagi kendaraan bermotor roda empat
empat atau lebih yang digunakan atau lebih yang digunakan untuk
untuk Pembiayaan Investasi (tujuan tujuan produktif, paling rendah 20%
produktif), paling rendah 20% (dua (dua puluh persen) dari harga jual
puluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau
kendaraan yang bersangkutan; atau c. bagi kendaraan bermotor roda empat
c. bagi kendaraan bermotor roda atau lebih yang digunakan untuk
empat atau lebih yang digunakan tujuan non-produktif, paling rendah
untuk Pembiayaan Multiguna 25% (dua puluh lima persen) dari
(tujuan non-produktif), paling harga jual kendaraan yang
rendah 25% (dua puluh lima persen) bersangkutan.
dari harga jual kendaraan yang
bersangkutan.
Tabel 5. Perbandingan Ketentuan Uang Muka Kendaraan Bermotor pada Perusahaan
Pembiayaan konvensional dengan Perusahaan Pembiayaan syariah.

D. Perbandingan Mitigasi Resiko Pada Perusahaan Pembiayaan Konvensional


menurut POJK 29 tahun 2014 dan Perusahaan Pembiayaan Syariah menurut
POJK 31 tahun 2014
Mitigasi risiko adalah upaya untuk mengurangi/menghentikan dampak negatif
(kerugian) yang sudah terjadi. Adapun hubungan pengelolaan risiko dengan pengendalian
internal. Titik temu utamanya adalah pada kepentingan untuk melakukan tindakan
pencegahan (preventive action) atau membangun sistem peringatan dini (early warning system
or alert system) yang efektif di perusahaan, dimana berbagai risiko yang mungkin terjadi
beserta dampaknya dapat diidentifikasi, diukur, dan akhirnya dapat diminimalkan sekecil
mungkin (controllable risk).8 Perusahaan Pembiayaan Konvensional dengan Perusahaan
Pembiayaan Syariah wajib melakukan mitigasi resiko pembiayaan. Berikut perbandingan

8
https://pustakauinib.ac.id/repository/files/original/04523f5c514c1a7aaa7eee2d51764cf4.pdf,
Diakses pada 4 Juni 2018
68

mitigasi resiko Perusahaan Pembiayaan Konvensional dengan Perusahaan Pembiayaan Syariah


pada POJK 29 tahun 2014 dan POJK 31 tahun 2014 :

Mitigasi Resiko Pada Peraturan Otoritas Mitigasi Resiko Pada Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 29 tahun 2014 Jasa Keuangan Nomor 31 tahun 2014
Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Tentang Penyelenggaraan Perusahaan
Pembiayaan Konvensional Pembiayaan Syariah
a. mengalihkan risiko pembiayaan a. mengalihkan risiko Pembiayaan
melalui mekanisme asuransi kredit Syariah melalui mekanisme
atau penjaminan kredit; penjaminan syariah;
b. mengalihkan risiko atas barang b. mengalihkan risiko atas barang yang
yang dibiayai atau barang yang dibiayai atau barang yang menjadi
menjadi agunan dari kegiatan agunan dari kegiatan Pembiayaan
Pembiayaan melalui mekanisme Syariah melalui mekanisme asuransi
asuransi; dan/atau syariah; dan/atau
c. melakukan pembebanan jaminan c. melakukan pembebanan jaminan
fidusia atas barang yang dibiayai fidusia atas barang yang dibiayai
atau barang yang menjadi agunan atau barang yang menjadi agunan
dari kegiatan pembiayaan. dari kegiatan Pembiayaan Syariah.

. Perusahaan Pembiayaan yang Perusahaan Syariah yang melakukan


melakukan pengalihan risiko pengalihan risiko sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf
ayat (2) huruf a wajib menggunakan a wajib menggunakan lembaga
perusahaan asuransi atau lembaga penjaminan yang memenuhi ketentuan
penjaminan yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
sebagai berikut: a. telah mendapatkan izin usaha dari
a.telah mendapatkan izin usaha dari OJK; dan
OJK; dan b. tidak dalam pengenaan sanksi
b.tidak dalam pengenaan sanksi pembekuan kegiatan usaha dari OJK
69

pembatasan kegiatan usaha atau


pembekuan kegiatan usaha dari OJK.

Perusahaan Pembiayaan yang Perusahaan Syariah yang melakukan


melakukan pengalihan risiko asuransi sebagaimana dimaksud dalam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Pasal 13 ayat (2) huruf b wajib
ayat (2) huruf b wajib menggunakan menggunakan perusahaan asuransi
perusahaan asuransi yang memenuhi yang memenuhi ketentuan sebagai
ketentuan sebagai berikut: berikut:
a.telah mendapatkan izin usaha dari a.telah mendapatkan izin usaha dari
OJK; dan OJK; dan
b.tidak dalam pengenaan sanksi b.tidak dalam pengenaan sanksi
pembatasan kegiatan usaha dari OJK. pembatasan kegiatan usaha dari OJK.
Perusahaan Pembiayaan yang Perusahaan Syariah yang melakukan
melakukan pembiayaan dengan Pembiayaan Syariah dengan
pembebanan jaminan fidusia, wajib pembebanan jaminan fidusia wajib
mendaftarkan jaminan fidusia mendaftarkan jaminan fidusia
dimaksud pada kantor pendaftaran dimaksud pada kantor pendaftaran
fidusia, sesuai undang-undang fidusia, sesuai undang-undang yang
yangmengatur mengenai jaminan mengatur mengenai jaminan fidusia.
fidusia. `
Perusahaan Pembiayaan dilarang Perusahaan Syariah dilarang
melakukan eksekusi benda jaminan melakukan eksekusi atas barang yang
apabila kantor pendaftaran fidusia menjadi obyek jaminan fidusia apabila
belum menerbitkan sertifikat jaminan kantor pendaftaran fidusia belum
fidusia dan menyerahkannya kepada menerbitkan sertifikat jaminan fidusia
Perusahaan Pembiayaan. dan menyerahkannya kepada
Perusahaan Syariah.
70

Eksekusi benda jaminan fidusia oleh Eksekusi atas barang yang menjadi
Perusahaan Pembiayaan wajib obyek jaminan fidusia wajib memenuhi
memenuhi ketentuan dan persyaratan ketentuan dan persyaratan sebagaimana
sebagaimana diatur dalam undang- diatur dalam undang-undang mengenai
undang mengenai jaminan fidusia dan jaminan fidusia dan telah disepakati
telah disepakati oleh para pihak dalam oleh para pihak dalam Perjanjian
perjanjian pembiayaan. Pembiayaan Syariah.

Tabel 6. Perbandingan Mitigasi Resiko pada Perusahaan Pembiayaan konvensional dengan


Perusahaan Pembiayaan syariah.
71

E. Perbandingan Tingkat Kesehatan Keuangan Pada Perusahaan Pembiayaan


Konvensional menurut POJK 29 tahun 2014 dan Perusahaan Pembiayaan Syariah
menurut POJK 31 tahun 2014

Perusahaan Pembiayaan konvensional maupun perusahaan Pembiayaan Syariah wajib


setiap waktu memenuhi persyaratan Tingkat Kesehatan Keuangan dengan kondisi
minimum sehat. Pengukuran rasio Tingkat Kesehatan Keuangan meliputi rasio permodalan,
kualitas piutang pembiayaan, rentabilitas; dan likuiditas. Berikut merupakan perbandingan
tingkat kesehatan keuangan Pada Perusahaan Pembiayaan Konvensional menurut POJK 29
tahun 2014 dan Perusahaan Pembiayaan Syariah menurut POJK 31 tahun 2014 :

Kesehatan Keuangan Pada Peraturan Kesehatan Keuangan Pada Peraturan


Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tahun Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun
2014 Tentang Penyelenggaraan 2014 Tentang Penyelenggaraan
Perusahaan Pembiayaan Konvensional Perusahaan Pembiayaan Syariah
1. Rasio Permodalan 1. Rasio Permodalan
a. Perusahaan Pembiayaan wajib a. Perusahaan Syariah wajib
memenuhi rasio permodalan memenuhi rasio permodalan
paling sedikit sebesar 10% paling rendah sebesar 10%
(sepuluh persen). (sepuluh persen).
b. Rasio permodalan b. Rasio permodalan sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada dimaksud pada ayat (1)
ayat (1) merupakan merupakan perbandingan
perbandingan antara modal antara modal yang
yang disesuaikan dengan aset disesuaikan dan aset yang
yang disesuaikan. disesuaikan.
c. Ketentuan mengenai besaran c. Ketentuan mengenai besaran
rasio permodalan sebagaimana rasio permodalan, dapat ditinjau
dimaksud pada ayat (1), dapat kembali dan perubahannya diatur
ditinjau kembali dan dalam Surat Edaran OJK.
72

perubahannya diatur dalam d. Ketentuan mengenai tata cara


Surat Edaran OJK. perhitungan perbandingan antara
d. Ketentuan mengenai tata cara modal yang disesuaikan dengan
perhitungan perbandingan aset yang disesuaikan diatur
antara modal yang disesuaikan dalam Surat Edaran OJK.
dengan aset yang disesuaikan
diatur dalam Surat Edaran
OJK.
. 2. Kualitas Piutang Pembayaran 2. Kualitas Piutang Pembayaran
a. Penilaian kualitas piutang a. Penilaian kualitas Aset Produktif
pembiayaan sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud dalam Pasal
dalam Pasal 27 ditetapkan menjadi: 21 ditetapkan menjadi:
1) lancar, 1) lancar;
2) dalam perhatian khusus; 2) dalam perhatian khusus;
3) kurang lancar; 3) kurag lancar;
4) diragukan; atau macet 4) diragukan; atau
b. Penilaian kualitas piutang 5) macet.
pembiayaan ditetapkan berdasarkan b. Penilaian kualitas Aset Produktif
faktor ketepatan pembayaran pokok ditetapkan berdasarkan faktor
dan/atau bunga. ketepatan pembayaran pokok, margin,
hasil investasi/bagi hasil, dan/atau
imbal jasa (ujrah).

3.Rentabilitas 3.Rentabilitas
a. Rentabilitas merupakan kemampuan a. Rentabilitasmerupakan kemampuan
Perusahaan Pembiayaan dalam Perusahaan Syariah dalam
menghasilkan laba. menghasilkan laba.
b. Penilaian terhadap faktor rentabilitas b. Penilaian terhadap faktor rentabilitas
meliputi penilaian terhadap kinerja meliputi penilaian terhadap kinerja
73

aset dan efisiensi operasional. aset dan efisiensi operasional.


c. Ketentuan mengenai tata cara c. Ketentuan mengenai tata cara
penilaian terhadap faktor rentabilitas penilaian terhadap faktor rentabilitas
diatur dalam Surat Edaran OJK. diatur dalam Surat Edaran OJK.

4. Likuiditas 4.Likuiditas
a. Penilaian terhadap faktor likuiditas a. Penilaian likuiditas merupakan
merupakan penilaian terhadap penilaian terhadap tingkat
tingkat ketersesuaian antara aset ketersesuaian antara aset lancar dan
lancar dan liabilitas lancar. liabiltas lancar.
b. Ketentuan mengenai tata cara b. Ketentuan mengenai tata cara
penilaian likuiditas diatur dalam penilaian likuiditas diatur dalam
Surat Edaran OJK. Surat Edaran OJK.

Tabel 7. Perbandingan Tingkat Kesehatan Keuangan pada Perusahaan


Pembiayaan konvensional dengan Perusahaan Pembiayaan syariah.

F. Perbandingan Rasio Aset Produktif Terhadap Total Aset Pada Perusahaan


Pembiayaan Konvensional menurut POJK 29 tahun 2014 dan Perusahaan
Pembiayaan Syariah menurut POJK 31 tahun 2014

Rasio Aset Produktif Terhadap Total Aset Rasio Aset Produktif Terhadap Total Aset
Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 29 tahun 2014 Tentang Nomor 31 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan
Konvensional Syariah
1. Perusahaan Pembiayaan wajib 1. Perusahaan Syariah wajib memiliki
memiliki rasio piutang pembiayaan Aset Produktif neto paling rendah 40%
neto terhadap total aset (financing to (empat puluh persen) dari total aset.
asset ratio) paling rendah 40% (empat 2. Aset Produktif neto sebagaimana
puluh persen). dimaksud pada ayat (1) harus diperoleh
74

2. Piutang pembiayaan neto sebagaimana dari pengurangan Aset Produktif bruto


dimaksud pada ayat (1) harus dengan pendapatan yang belum diakui
diperoleh dari pengurangan piutang dan cadangan penyisihan penghapusan
pembiayaan bruto dengan pendapatan Aset Produktif.
yang belum diakui dan cadangan 3. Pemenuhan ketentuan Aset Produktif
penyisihan penghapusan neto sebagaimana dimaksud pada ayat
piutangpembiayaan. (1) wajib dipenuhi Perusahaan Syariah
3. Perusahaan Pembiayaan wajib paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung
memenuhi ketentuan sebagaimana sejak tanggal izin ditetapkan.
dimaksud pada ayat (1) dalam jangka 4. Dalam hal Perusahaan Pembiayaan
waktu paling lambat 3 (tiga) tahun Syariah melakukan peningkatan Modal
sejak memperoleh izin usaha. Disetor dalam rangka pemenuhan rasio
4. Dalam hal Perusahaan Pembiayaan permodalan, gearing ratio, dan
yang melakukan peningkatan Modal perbandingan Ekuitas dengan Modal
Disetor dalam rangka pemenuhan rasio Disetor, Perusahaan Pembiayaan
permodalan, gearing ratio, dan Syariah dikecualikan dari pemenuhan
perbandingan Ekuitas dengan Modal ketentuan sebagaimana dimaksud pada
Disetor, Perusahaan Pembiayaan ayat (1) dalam jangka waktu paling
dikecualikan dari pemenuhan lama 1 (satu) tahun sejak tanggal
ketentuan sebagaimana dimaksud peningkatan Modal Disetor dicatat oleh
pada ayat (1) dalam jangka waktu instansi yang berwenang.
paling lama 1 (satu) tahun sejak
tanggal peningkatan Modal Disetor
dicatat oleh instansi yang berwenang.
Tabel 8. Perbandingan Rasio Aset pada Perusahaan Pembiayaan konvensional
dengan Perusahaan Pembiayaan syariah.

G. Perbandingan Ekuitas Pada Perusahaan Pembiayaan Konvensional menurut


POJK 29 tahun 2014 dan Perusahaan Pembiayaan Syariah menurut POJK 31
tahun 2014
75

Ekuitas Terhadap Total Aset Pada Peraturan Ekuitas Terhadap Total Aset Pada Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tahun Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun
2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan 2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan
Pembiayaan Konvensional Pembiayaan Syariah

1. Perusahaan Pembiayaan yang berbentuk 1. Perusahaan Pembiayaan Syariah yang


badan hukum: berbentuk badan hukum:
a. perseroan terbatas wajib memiliki a. perseroan terbatas wajib memiliki
Ekuitas paling sedikit Ekuitas paling sedikit
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah); atau rupiah); atau
b. koperasi wajib memiliki Ekuitas b. koperasi wajib memiliki Ekuitas
paling sedikit Rp50.000.000.000,00 paling sedikit Rp50.000.000.000,00
(lima puluh miliar rupiah). (lima puluh miliar rupiah).
2. Perusahaan Pembiayaan berbadan 2.UUS wajib memiliki Ekuitas paling
hukum perseroan terbatas yang telah sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh
mendapatkan izin usaha sebelum lima miliar rupiah).
Peraturan OJK ini ditetapkan dan
memiliki Ekuitas di bawah ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, wajib memiliki Ekuitas dengan
tahapan sebagai berikut:
a. paling sedikit sebesar
Rp40.000.000.000,00 (empat puluh
miliar) paling lambat 31 Desember
2016; dan
b. paling sedikit sebesar
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar)
paling lambat tanggal 31 Desember
2019.
76

3. Perusahaan Pembiayaan berbadan 3. Perusahaan Pembiayaan yang telah


hukum koperasi yang telah melakukan sebagian kegiatan usaha
mendapatkan izin usaha sebelum berdasarkan Prinsip Syariah sebelum
Peraturan OJK ini ditetapkan dan berlakunya Peraturan OJK ini wajib
memiliki Ekuitas di bawah ketentuan memenuhi ketentuan Ekuitas bagi UUS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b, wajib memiliki Ekuitas dengan dengan tahapan sebagai berikut:
tahapan sebagai berikut: a. paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima
a. paling sedikit sebesar miliar rupiah) paling lambat tanggal 31
Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh Desember 2015;
miliar) paling lambat tanggal 31 b. paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima
Desember 2016; dan belas miliar rupiah) paling lambat tanggal
b. paling sedikit sebesar 31 Desember 2016; dan
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh c. paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua
miliar) paling lambat tanggal 31 puluh lima miliar rupiah) paling lambat
Desember 2019. tanggal 31 Desember 2017.
Perusahaan Pembiayaan wajib memiliki Perusahaan Pembiayaan Syariah wajib
rasio Ekuitas terhadap Modal Disetor memiliki rasio Ekuitas terhadap Modal
paling rendah sebesar 50% (lima puluh Disetor paling rendah sebesar 50%
persen). (lima puluh persen).
Tabel 9. Perbandingan Ekuitas pada Perusahaan Pembiayaan konvensional dengan
Perusahaan Pembiayaan syariah.

H. Perbandingan Batas Maksimum Pemberian Pembiayaan Pada Perusahaan


Pembiayaan Konvensional menurut POJK 29 tahun 2014 dan Perusahaan
Pembiayaan Syariah menurut POJK 31 tahun 2014
Perusahaan Pembiayaan baik konvensional maupun syariah wajib memenuhi
ketentuan Batas Maksimum Pemberian Pembiayaan (BMPP) kepada seluruh pihak
terkait paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari Ekuitas Perusahaan Pembiayaan.
77

BMPP Pada Peraturan Otoritas Jasa BMPP Pada Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 29 tahun 2014 Tentang Keuangan Nomor 31 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan
Konvensional Syariah

Pihak terkait meliputi: Pihak terkait meliputi:


a. orang perseorangan atau badan a. orang perseorangan atau badan usaha
usaha yang merupakan Pengendali yang merupakan Pengendali
Perusahaan Pembiayaan h; Perusahaan Syariah;
b. badan usaha dimana Perusahaan b. badan usaha dimana Perusahaan
Pembiayaan bertindak sebagai Syariah bertindak sebagai Pengendali;
Pengendali; c. orang perseorangan atau badan usaha
c. orang perseorangan atau badan yang bertindak sebagai pengendali
usaha yang bertindak sebagai dari badan usaha
pengendali dari badan usaha d. badan usaha yang pengendaliannya
d. badan usaha yang pengendaliannya dilakukan oleh:
dilakukan oleh: 1) orang perseorangan dan/atau
1) orang perseorangan badan usaha
dan/atau badan usaha 2) orang perseorangan dan/atau
2) orang perseorangan badan usaha
dan/atau badan usaha e. dewan komisaris atau direksi pada
e. dewan komisaris atau direksi pada Perusahaan Syariah;
Perusahaan Pembiayaan; f. pihak yang mempunyai hubungan
f. pihak yang mempunyai hubungan keluarga sampai dengan derajat
keluarga sampai dengan derajat kedua, baik horisontal maupun
kedua, baik horisontal maupun vertikal:
vertikal: 1) dari orang perseorangan yang
1) dari orang perseorangan yang merupakan pengendali Perusahaan
merupakan pengendali Syariah. dari dewan komisaris atau
Perusahaan Pembiayaan direksi pada Perusahaan Syariah
78

2) dari dewan komisaris atau 2) dewan komisaris atau direksi pada


direksi pada Perusahaan badan usaha
Pembiayaan 3) badan usaha yang dewan komisaris
g. dewan komisaris atau direksi pada dan/atau direksi merupakan:
badan usaha g. dewan komisaris atau direksi pada
h. badan usaha yang dewan komisaris Perusahaan Syariah;
dan/atau direksi merupakan: h. dewan komisaris atau direksi pada
1) dewan komisaris atau direksi badan usaha syariah
pada i. badan usaha dimana:
i. badan usaha dimana: 1) dewan komisaris atau direksi pada
1) dewan komisaris atau direksi Perusahaan Syariah bertindak sebagai
pada Perusahaan Pembiayaan Pengendali;
bertindak sebagai Pengendali; 2) dewan komisaris atau direksi dari
2) dewan komisaris atau direksi pihak-pihak bertindak sebagai
dari pihak-pihak bertindak Pengendali; dan
sebagai Pengendali; dan j. badan usaha yang memiliki
j. badan usaha yang memiliki ketergantungan keuangan (financial
ketergantungan keuangan (financial interdependence) dengan Perusahaan
interdependence) dengan Syariah
Perusahaan Pembiayaan
Tabel 10. Perbandingan BMPP pada Perusahaan Pembiayaan konvensional dengan
Perusahaan Pembiayaan syariah.

I. Perbandingan Kerja Sama Pembiayaan Pada Perusahaan Pembiayaan


Konvensional menurut POJK 29 tahun 2014 dan Perusahaan Pembiayaan Syariah
menurut POJK 31 tahun 2014
Dalam menjalankan usahanya, Perusahaan Pembiayaan konvensional dan
Perusahaan Pembiayaan Syariah dapat bekerjasama dengan pihak lain melalui
pembiayaan penerusan (channeling) atau pembiayaan bersama (joint financing) dan
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan prinsip syariah
(Bagi Perusahaan Pembiayaan Syariah). Pihak lain meliputi:
79

a.bank;
b.perusahaan pembiayaan sekunder perumahan;
c.lembaga keuangan mikro; dan/atau
d.Perusahaan Syariah.
Kerja sama pembiayaan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tahun
2014 dengan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun 2014 memiliki perbandingan,
diantaranya :

Keja Sama Pembiayaan Pada Peraturan Keja Sama Pembiayaan Pada Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 tahun Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun
2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan 2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan
Pembiayaan Konvensional Pembiayaan Syariah

Dalam pembiayaan penerusan (channeling), Pembiayaan penerusan (channeling) wajib


risiko yang timbul dari kegiatan ini berada dilakukan dengan akad Wakalah bil Ujrah.
pada pihak yang memiliki dana.
Dalam pembiayaan penerusan (channeling), Dalam melakukan pembiayaan penerusan
pihak yang menerima dana hanya bertindak (channeling), Perusahaan Syariah dapat
sebagai pengelola dan memperoleh imbalan bertindak sebagai:
atau fee dari pengelolaan dana tersebut. a.pihak yang menyalurkan (pengelola/wakil)
melalui kegiatan Pembiayaan Syariah;
dan/atau
b.selaku penyedia dana/modal/barang yaitu
pihak yang mewakilkan kepada pihak lain.

Dalam pembiayaan bersama (joint Dalam hal Perusahaan Syariah bertindak


financing), sumber dana untuk pembiayaan sebagai pihak yang menyalurkan
ini harus berasal dari Perusahaan (pengelola/wakil), Perusahaan Syariah
Pembiayaan dan pihak lain. hanya bertindak sebagai pengelola dan
memperoleh imbalan (ujrah) dari
80

pengelolaan dana tersebut.


Risiko yang timbul dari pembiayaan Risiko yang timbul dari pembiayaan
bersama (joint financing), menjadi beban penerusan (channeling), berada pada pihak
masing-masing pihak secara proporsional penyedia dana/modal/barang.
sesuai dengan besaran dana yang
dikeluarkan.
Tabel 11. Perbandingan Kerja Sama Pembiayaan pada Perusahaan Pembiayaan
konvensional dengan Perusahaan Pembiayaan syariah.

J. Perbandingan Pendanaan Pada Perusahaan Pembiayaan Konvensional menurut


POJK 29 tahun 2014 dan Perusahaan Pembiayaan Syariah menurut POJK 31
tahun 2014
Pendanaan Pada Peraturan Otoritas Jasa Pendanaan Pada Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 29 tahun 2014 Tentang Keuangan Nomor 31 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan
Konvensional Syariah

Sumber pendanaan Perusahaan Pembiayaan Dalam rangka memperoleh pendanaan,


dapat berasal dari: Perusahaan Syariah dapat:
a. pinjaman dari bank, industri keuangan a. menerima pendanaan dari lembaga
non bank, dan/atau badan usaha lain; pemerintah, bank, industri keuangan
b. penerbitan obligasi non bank, lembaga, dan/atau badan
c. penerbitan medium term notes; usaha lain;
d. pinjaman subordinasi; b. menerima pinjaman (Qardh)
e. penambahan Modal Disetor termasuk subordinasi;
melalui penawaran umum saham; c. menerbitkan obligasi syariah (sukuk)
dan/atau sesuai dengan ketentuan
f. sekuritisasi aset. peraturan perundang-undangan;
dan/atau
d. melakukan sekuritisasi sesuai dengan
81

Prinsip Syariah dan ketentuan


peraturan perundang- undangan.
Pendanaan dari lembaga dan/atau badan Pendanaan dari lembaga dan/atau badan
usaha lain dapat berasal dari: usaha lain dapat berasal dari:
a.lembaga dan/atau badan usaha Indonesia; a.lembaga dan/atau badan usaha Indonesia;
dan/atau dan/atau
b.lembaga dan/atau badan usaha asing. b.lembaga dan/atau badan usaha asing.
Pendanaan dilakukan sesuai dengan Pendanaan/pembiayaan wajib dilakukan
instrument pembiayaan yang dibutuhkan. dengan menggunakan akad:
a.Mudharabah;
b.Mudharabah Musytarakah;
c.Musyarakah;
d.Ijarah;
e.Qardh; dan/atau
f.akad pendanaan lainnya sesuai dengan
Prinsip Syariah.
Jumlah pinjaman dari badan usaha lain, Jumlah pendanaan/pembiayaan dari lembaga
wajib memenuhi ketentuan paling sedikit dan/atau badan usaha lain yang berasal dari
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) lembaga dan/atau badan usaha Indonesia
untuk setiap kreditur dengan jangka waktu wajib memenuhi ketentuan paling sedikit
pengembalian paling singkat 1 (satu) tahun. Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
untuk setiap pemberi pendanaan/pembiayaan
dengan jangka
waktu pengembalian paling singkat 1 (satu)
tahun.Jumlah pendanaan/pembiayaan dari
lembaga dan/atau badan usaha lain yang
berasal dari lembaga dan/atau badan usaha
asing, wajib memenuhi ketentuan paling
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
82

rupiah) untuk setiap pemberi


pendanaan/pembiayaan dengan jangka
waktu pengembalian paling singkat 1 (satu)
tahun.
Pinjaman subordinasi yang diterima Pinjaman (Qardh) subordinasi sebagaimana
Perusahaan Pembiayaan harus memenuhi harus memenuhi ketentuan:
ketentuan: a.paling singkat berjangka waktu 5 (lima)
a.paling singkat berjangka waktu 5 (lima) tahun;
tahun; b.dalam hal terjadi likuidasi, hak tagih
b.dalam hal terjadi likuidasi, hak tagih berlaku paling akhir dari segala pinjaman
berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada; dan
yang ada; dan c.dituangkan dalam bentuk perjanjian akta
c.dituangkan dalam bentuk perjanjian akta notariil antara Perusahaan Syariah dengan
notariil antara Perusahaan Pembiayaan pemberi pinjaman.
dengan pemberi pinjaman.
Tabel 12. Perbandingan Pendanaan Pembiayaan pada Perusahaan Pembiayaan
konvensional dengan Perusahaan Pembiayaan syariah.

K. Perbandingan Penyertaan Pada Perusahaan Pembiayaan Konvensional menurut


POJK 29 tahun 2014 dan Perusahaan Pembiayaan Syariah menurut POJK 31
tahun 2014
Penyertaan Pada Peraturan Otoritas Jasa Penyertaan Pada Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 29 tahun 2014 Tentang Keuangan Nomor 31 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan
Konvensional Syariah

1. Perusahaan Pembiayaan hanya 1. Perusahaan Pembiayaan Syariah hanya


dapat melakukan penyertaan modal dapat melakukan penyertaan langsung
secara langsung pada: pada:
a. perusahaan di sektor jasa keuangan a. perusahaan di sektor jasa keuangan
83

di Indonesia; dan di Indonesia; dan/atau


b. perusahaan yang terkait dengan b. perusahaan yang terkait dengan
kegiatan Perusahaan Pembiayaan. kegiatan Perusahaan Pembiayaan
2. Jumlah seluruh penyertaan langsung Syariah.
Perusahaan Pembiayaan paling tinggi 2. Jumlah seluruh penyertaan langsung
20% (dua puluh persen) dari jumlah Perusahaan Pembiayaan Syariah pada
Ekuitas perusahaan di sektor jasa keuangan di
Perusahaan Pembiayaan. Indonesia sebagaimana dimaksud pada
3. Jumlah seluruh penyertaan langsung ayat (1) paling tinggi 40% (empat puluh
Perusahaan Pembiayaan kepada entitas persen) dari jumlah Ekuitas Perusahaan
dalam 1 (satu) grup paling tinggi 10% Pembiayaan Syariah.
(sepuluh persen) dari jumlah Ekuitas 3. Jumlah penyertaan langsung Perusahaan
Perusahaan Pembiayaan. Pembiayaan Syariah kepada entitas
4. Perusahaan Pembiayaan wajib dalam 1 (satu) grup paling tinggi 10%
memenuhi ketentuan jumlah penyertaan (sepuluh persen) dari jumlah Ekuitas
langsung pada saat melakukan Perusahaan Pembiayaan Syariah.
penyertaan. 4. Perusahaan Pembiayaan Syariah wajib
5. Ketentuan dikecualikan bagi memenuhi ketentuan jumlah penyertaan
Perusahaan Pembiayaan yang modal pada saat melakukan penyertaan.
melakukan pemisahan dalam rangka
pendirian Perusahaan Pembiayaan yang
seluruh kegiatan usahanya dilakukan
berdasarkan prinsip syariah.
Tabel 13. Penyertaan pada Perusahaan Pembiayaan konvensional dengan
Perusahaan Pembiayaan syariah.

L. Perbandingan Sertifikasi Pada Perusahaan Pembiayaan Konvensional menurut


POJK 29 tahun 2014 dan Perusahaan Pembiayaan Syariah menurut POJK 31
tahun 2014
84

Sertifikasi Pada Peraturan Otoritas Jasa Sertifikasi Pada Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 29 tahun 2014 Tentang Keuangan Nomor 31 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan
Konvensional Syariah

1. Pegawai Perusahaan Pembiayaan yang 1. Pegawai Perusahaan Syariah yang


menduduki posisi manajerial mulai dari menduduki posisi manajerial mulai dari
tingkat kepala kantor cabang sampai tingkat kepala kantor cabang sampai
dengan satu tingkat dibawah Direksi, dengan satu tingkat dibawah Direksi dan
wajib memiliki sertifikat tingkat dasar pimpinan UUS wajib memiliki sertifikat
di bidang pembiayaan dari lembaga tingkat dasar di bidang pembiayaan
yang ditunjuk oleh asosiasi dengan dan/atau pembiayaan syariah dari
menyampaikan pemberitahuan kepada lembaga yang ditunjuk oleh asosiasi
OJK dan disertai dengan alasan dengan menyampaikan pemberitahuan
penunjukan. kepada OJK dan disertai dengan alasan
2. Direksi Perusahaan Pembiayaan wajib penunjukan.
memiliki sertifikat keahlian di bidang 2. Direksi Perusahaan Pembiayaan Syariah
pembiayaan dari lembaga yang ditunjuk wajib memiliki sertifikat keahlian di
oleh asosiasi dengan menyampaikan bidang pembiayaan dan/atau pembiayaan
pemberitahuan kepada OJK dan disertai syariah dari lembaga yang ditunjuk oleh
dengan alasan penunjukan. asosiasi dengan menyampaikan
3. Dewan Komisaris Perusahaan pemberitahuan kepada OJK dan disertai
Pembiayaan wajib memiliki sertifikat dengan alasan penunjukan.
tingkat dasar di bidang pembiayaan dari 3. Dewan Komisaris Perusahaan
lembaga yang ditunjuk oleh asosiasi Pembiayaan Syariah wajib memiliki
dengan menyampaikan pemberitahuan sertifikat tingkat dasar di bidang
kepada OJK dan disertai dengan alasan pembiayaan dan/atau pembiayaan
penunjukan. syariah dari lembaga yang ditunjuk oleh
4. Direksi dan pejabat 1 (satu) tingkat di asosiasi dengan menyampaikan
bawah Direksi yang membawahkan pemberitahuan kepada OJK.
85

fungsi manajemen risiko wajib 4. Direksi dan pejabat 1 (satu) tingkat di


memiliki sertifikat keahlian di bidang bawah Direksi Perusahaan Pembiayaan
manajemen risiko dari lembaga yang Syariah yang membawahkan fungsi
ditunjuk oleh asosiasi dengan manajemen risiko wajib memiliki
menyampaikan pemberitahuan kepada sertifikat keahlian di bidang manajemen
OJK dan disertai dengan alasan risiko dari lembaga yang ditunjuk oleh
penunjukan. asosiasi dengan menyampaikan
5. Pegawai dan/atau tenaga alih daya pemberitahuan kepada OJK dan disertai
Perusahaan Pembiayaan yang dengan alasan penunjukan.
menangani bidang penagihan wajib 5. Pegawai dan/atau tenaga alih daya
memiliki sertifikat profesi di bidang Perusahaan Syariah yang menangani
penagihan dari lembaga yang ditunjuk bidang penagihan wajib memiliki
asosiasi dengan menyampaikan sertifikat profesi di bidang penagihan
pemberitahuan kepada OJK dan disertai dari lembaga yang ditunjuk
dengan alasan penunjukan. asosiasi dengan menyampaikan
pemberitahuan kepada OJK dan disertai
dengan alasan penunjukan.
Tabel 14. Sertifikasi pada Perusahaan Pembiayaan konvensional dengan
Perusahaan Pembiayaan syariah.

M. Perbandingan Larangan Pada Perusahaan Pembiayaan Konvensional menurut


POJK 29 tahun 2014 dan Perusahaan Pembiayaan Syariah menurut POJK 31
tahun 2014

Larangan Pada Peraturan Otoritas Jasa Larangan Pada Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 29 tahun 2014 Tentang Keuangan Nomor 31 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan
Konvensional Syariah

Perusahaan Pembiayaan dilarang: Perusahaan Syariah dilarang:


86

1. menghimpun dana secara langsung 1. menghimpun dana secara langsung


dari masyarakat berbentuk giro, dari masyarakat berbentuk giro,
tabungan dan/atau bentuk lainnya tabungan dan/atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu; yang dipersamakan dengan itu;
2. memberikan jaminan dalam segala 2. memberikan jaminan atas
bentuknya atas pemenuhan pemenuhan kewajiban pihak lain;
kewajiban pihak lain; 3. menerbitkan surat sanggup bayar
3. menerbitkan surat sanggup bayar (promisorry note), kecuali sebagai
(promisorry note), kecuali sebagai jaminan atas pendanaan kepada
jaminan atas utang kepada bank pihak yang memberikan pendanaan;
yang menjadi krediturnya; 4. melakukan tindakan yang
4. melakukan tindakan yang menyebabkan atau memaksa
menyebabkan atau memaksa lembaga keuangan lainnya yang
lembaga keuangan lainnya yang berada di bawah pengawasan OJK
berada di bawah pengawasan OJK melanggar peraturan perundang-
melanggar peraturan perundang- undangan yang berlaku; dan/atau
undangan yang berlaku; dan/atau 5. melakukan tindakan yang
5. melakukan tindakan yang menyebabkan atau memaksa
menyebabkan atau memaksa lembaga keuangan lainnya yang
lembaga keuangan lainnya yang berada di bawah pengawasan OJK
berada di bawah pengawasan OJK menghindari peraturan perundang-
menghindari peraturan perundang- undangan yang berlaku.
undangan yang berlaku.
Tabel 15. Larangan pada Perusahaan Pembiayaan konvensional dengan
Perusahaan Pembiayaan syariah.
87

N. Perbandingan Sanksi Pada Perusahaan Pembiayaan Konvensional menurut POJK


29 tahun 2014 dan Perusahaan Pembiayaan Syariah menurut POJK 31 tahun 2014
Larangan Pada Peraturan Otoritas Jasa Larangan Pada Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 29 tahun 2014 Tentang Keuangan Nomor 31 tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan
Konvensional Syariah

Perusahaan Pembiayaan dikenakan sanksi Perusahaan Pembiayaan Syariah dan


administratif secara bertahap berupa: Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai
1. peringatan; UUS dikenakan sanksi administratif
2. pembekuan kegiatan usaha; dan berupa:
3. pencabutan izin usaha. 1. peringatan;
2. pembekuan kegiatan usaha;
3. pembekuan kegiatan usaha UUS;
4. pencabutan izin usaha; dan/atau
5. pencabutan izin UUS.
Tabel 16. Sanksi pada Perusahaan Pembiayaan konvensional dengan Perusahaan
Pembiayaan syariah.
88

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan memiliki jenis kegiatan usaha yang
secara umum yaitu Pembiayaan Investasi, Pembiayaan Modal Kerja,
Pembiayaan Multiguna, dan Kegiatan usaha pembiayaan lain berdasarkan
persetujuan OJK, sedangkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 Tahun
2014 tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Syariah, memiliki jenis
kegiatan usaha yang secara umum yaitu Pembiayaan jual beli, pembiayaan
investasi, pembiayaan jasa.
2. Perjanjian Pembiayaan yang diterapkan pada Perusahaan Pembiayaan
Konvensional maupun Perusahaan Pembiayaan Syariah memiliki prinsip yang
sama, Perjanjian dengan Konsumen wajib dibuat secara tertulis, yang
membedakan ialah posisi perjanjian pada pembiayaan syariah menggunakan dan
menggambarkan jenis akad serta perbedaan penggunaan margin pada
pembiayaan syariah dan penggunaan bunga pada pembiayaan konvensional.
3. Secara umum pada mekanisme Uang muka atau urbun pada kendaraan
bermotor, relatif menggunakan paling rendah 20% (dua puluh persen) dari harga
jual kendaraan yang bersangkutan; dan untuk bagi kendaraan bermotor roda
empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan produktif, paling rendah 20%
(dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau bagi
kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan non-
produktif, paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari harga jual kendaraan
yang bersangkutan.
4. Perusahaan Pembiayaan Konvensional dengan Perusahaan Pembiayaan Syariah
wajib melakukan mitigasi resiko pembiayaan. mengalihkan risiko Pembiayaan
Syariah melalui mekanisme penjaminan syariah bagi Perusahaan Pembiayaan

88
89

Syariah dan mengalihkan risiko pembiayaan melalui mekanisme asuransi kredit


atau penjaminan kredit bagi Perusahaan Pembiayaan Konvensional
5. Untuk memenuhi persyaratan Tingkat Kesehatan Keuangan Perusahaan
Pembiayaan konvensional maupun perusahaan Pembiayaan Syariah wajib setiap
waktu memenuhinya dengan kondisi minimum sehat. Pengukuran rasio Tingkat
Kesehatan Keuangan meliputi rasio permodalan, kualitas piutang pembiayaan,
rentabilitas; dan likuiditas.
6. Rasio Aset Produktif Terhadap Total Aset Pada Perusahaan Pembiayaan
konvensional maupun Perusahaan Pembiayaan Syariah wajib memiliki rasio
piutang pembiayaan neto terhadap total aset (financing to asset ratio) paling
rendah 40% (empat puluh persen).
7. Perusahaan Pembiayaan Konvensional dengan Perusahaan Pembiayaan Syariah
wajib wajib memiliki Ekuitas paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus
miliar rupiah).
8. Perusahaan Pembiayaan baik konvensional maupun syariah wajib memenuhi
ketentuan Batas Maksimum Pemberian Pembiayaan (BMPP) kepada seluruh
pihak terkait paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari Ekuitas Perusahaan
Pembiayaan.
9. Dalam menjalankan usahanya, Perusahaan Pembiayaan konvensional dan
Perusahaan Pembiayaan Syariah dapat bekerjasama dengan pihak lain melalui
pembiayaan penerusan (channeling) atau pembiayaan bersama (joint financing)
dan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
prinsip syariah (Bagi Perusahaan Pembiayaan Syariah). Pihak lain meliputi
bank, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, lembaga keuangan mikro,
dan/atau Perusahaan Syariah.
10. Perusahaan Pembiayaan konvensional maupun syariah hanya dapat melakukan
penyertaan modal secara langsung pada perusahaan di sektor jasa keuangan di
Indonesia dan perusahaan yang terkait dengan kegiatan Perusahaan Pembiayaan.
90

11. Perusahaan Pembiayaan baik konvensional maupun syariah dikenakan sanksi


administratif secara bertahap berupa peringatan, pembekuan kegiatan usaha, dan
pencabutan izin usaha.
Daftar Pustaka

Web
http://e-journal.uajy.ac.id/634/3/2EA15875.pdf, Diakses 6 April 2018, Jakarta.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21417/3/Chapter%20II.pdf, Diakses 6
April 2018, Jakarta.

http://eprints.walisongo.ac.id/7243/3/BAB%20II.pdf, Diakses 6 April 2018, Jakarta.

http://eprints.walisongo.ac.id/3789/3/102311070_Bab2.pdf Diakses 6 April 2018

http://digilib.uinsby.ac.id/11223/8/bab%202.pdf, Diakses 6 April 2018 Jakarta.

www.bessfinance.co.id/newsdetail.php?id=15, Diakses 9 April 2018

http://business-law.binus.ac.id/2016/01/27/lembaga-pembiayaan-syariah-di-indonesia/
Diakses pada: 12 April 2018 Jakarta.

https://muhaiminkhair.wordpress.com/2010/04/29/perusahaan-pembiayaan-syariah-di-
indonesia-sebuah-tinjauan-analisis-terhadap-perusahaan-pembiayaan-pt-fif-syariah/
Diakses pada: 12 April 2018 Jakarta.

http://eprints.walisongo.ac.id/7243/3/BAB%20II.pdf, Diakses 6 April 2018, Jakarta.

https://pustakauinib.ac.id/repository/files/original/04523f5c514c1a7aaa7eee2d51764cf4.p
df, Diakses pada 4 Juni 2018

Buku Dan Jurnal

Ade Arthesa, E. H. (2006). Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank. Jakarta: PT. Indeks.

al-Jazir, A. (2003). Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, Juz III. Beirut: Dar al-Qalam.

Antonio, M. S. (2001). Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press.
Antonio, M. S. (2008). Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.

Antonio, M. S. (2001). Islamic Banking dari Teori ke Praktik. Jakarta : Gema Insani.

Arifin, Z. (2006). Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Pustaka Alvabet.

As’ad, A. (1979). Tarjamah Fathul Mu’in 2 . Kudus: Menara Kudus.

Astiwara, E. M. (1999). Investasi Islami di Pasar Modal. Jakarta: Program Pascasarjana


Universitas Muhammadiyah.

Ayub, M. (2009). Understanding Islamic Finance. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

az-Zuhaili, W. ( 2011). Fiqih Islam Wa Adillatuhu 6, Penerjemah: Abdul Hayyie al-


Kattan dkk. Jakarta: Gema Insani.

Budiman, F. (September – Desember 2013). Karakteristik Akad Pembiayaan Al-Qardh


Sebagai Akad Tabarru’. Yuridika Volume 28 No 3 .

BUMN, B. R. (2017). Model Pembiayaan Infrastruktur: Indonesia Dan Negara Lain.


Depok: Lembaga Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia
(LM‐FEB UI).

Djamil, F. (2013). Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan


Syariah. Jakarta: Sinar Grafika.

Djuwaini, D. (2008). Pengantar Fiqh Muamalah,. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

ekonomi indonesia triwulan iv 2017 tumbuh 5-19 persen. (2018, 02 05). Retrieved 02 09,
2018, from bps.go.id:
https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/02/05/1519/ekonomi-indonesia-triwulan-
iv-2017--tumbuh-5-19-persen.html

Finance, B. (2013). Pengertian, Peran dan Fungsi Perusahaan Pembiayaan.

Ghazaly, A. R. (2010). Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.


Hakim, A. A. (2011). Fiqh Perbankan Syariah Transformasi Fiqh Muamalah ke dalam
Peraturan Perundang-undangan. Bandung: PT. Refika Aditama.

Hosen, N. (Juli 2009). Musyarakah Mutanaqisha. Al-Iqtishad: Vol. I, No. 2 .

Ibrahim, J. (2006). Teori dan metodologi penelitian hukum normatif. Malang: Banyu
Media.

Jenie, S. I. (1996). Beberapa Perjanjian Yang Berkenaan Dengan Kegiatan Pembiayaan.


Yogyakarta: Fakultas Hukum UGM (Bahan Penataran Dosen Hukum Perdata).

Karim, A. A. (2011). Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT Raja.
Grafindo Persada.

Karim, H. (2002). Fiqh Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mas’adi, G. A. (2002). Fiqih Muamalah Kontekstual. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Muhaimin. (2012). Perusahaan Pembiayaan Syariah Di Indonesia ( sebuah tinjauan


analisis terhadap perusahaan pembiayaan PT. FIF syariah ). AT - TARADHI Jurnal
Studi Ekonomi, Volume 3, Nomor 2 .

Muhammad. (2002). Manajemen Bank Syari‟ah. Yogyakarta : ( UPP ) AMPYKPN.

mujiatun, S. (september 2013). Jual Beli Dalam Perspektif Islam : Salam Dan Istisna’.
Jurnal Riset Akuntansi Dan Bisnis vol 13 no. 2 .

Nahrowi. (Juni 2013). Permasalahan Hukum Pembiayaan Leasing Di Indonesia. Jurnal


Cita Hukum Vol. I No. 1 .

Nawawi, I. (2012). Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor: Galia Indonesia.

Ridwan, M. (2007). Konstruksi Bank Syariah Indonesia. Yogyakarta : Pustaka SM.

Rusyd, I. (2013). Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Mugtashid. Beirut: Dar alKutub Al-
Ilmiyah.

Sabiq, A.-S. (1994). Fiqh as-Sunnah Jilid III. Beirut: Dar al-Fikr.
Sabiq, S. (1987). Fikih Sunnah 13 , terj. Kamaluddin A. Marzuki. Bandung: Al Ma’arif .

Sabiq, S. (2009). Fiqh Sunah 5. Jakarta: Cakrawala Publising.

Salim HS, E. S. (2013). Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Diseratasi.
Jakarta: Rajawali Pers.

Siamat, D. (2001). , Manajemen Lembaga Keuangan,Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia.

Sjahdeini, S. R. (2007). Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum


Perbankan Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Soemitra, A. (2009). Bank &Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta : Kencana Prenada


Media.

Soemitra, A. (2009). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.

Sunaryo. (2008). Hukum Lembaga Pembiayaan. Jakarta: Sinar Grafika.

Syarifuddin, A. (2003). Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta: Prenada Media.

Tim Kashiko. (2000). Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Kashiko.

Veithzal Rivai, A. A. (2010). Islamic Banking: sebuah teori, konsep dan aplikasi.
Jakarta: Bumi Aksara.

Wiroso. (2005). Jual Beli Murabahah. Yogyakarta : UII Prees.


CURRICULUM VITAE

Nama : Wahyu Fahmi Rizaldy

Tempat, tanggal lahir : Lamongan, 31 Desember 1996

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Mahasiswa

Semester :9

Fakultas/prodi : Fakultas Syariah dan Hukum,

Prodi Hukum Ekonomi Syariah

Universitas : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Alamat : Jl. Raya PUK No.56

RT. 002 RW. 04 Dukuan

Glagah, Lamongan 62292

No. telepon : 082298328042

Email : wahyufahmi3112@gmail.com / wahyu.fahmi14@mhs.uinjkt.ac.id

Pendidikan Formal

2014 - Sekarang : S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Fakultas Syariah dan Hukum, Prodi Hukum Ekonomi Syariah

2011 - 2014 : D1 Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.

Fakultas Teknologi Informatika, Jurusan Teknik Informatika

2011 - 2014 : Madrasah Aliyah Negeri Lamongan. Jurusan IPS

2008 - 2011 : SMP Islam Tanfirul Ghoyyi Lamongan

2002 - 2008 : MI Falakhiyah Glagah

1
Pendidikan Informal

2011 : Diklat Saka Bhakti Husada Kabupaten, Lamongan

2012 : Pelatihan Duta Kesehatan Remaja, Jawa Timur.

2016 : Kursus Mahir Dasar

Pengalaman Organisasi

2011 : Ketua Osis Madrasah Aliyah Negeri Lamongan

2012 : Duta Kesehatan Kabupaten Lamongan

2013 : Duta Kesehatan Jawa Timur

2013 : Duta Lingkungan

2013 : Ketua Saka Bhakti Husada Kabupaten Lamongan

2014 : Forum Mahasiswa Lamongan (Formala) Bidang Pendidikan

2015 : PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia)

Komisariat Fakultas Syariah dan Hukum, Bidang Kajian

2016 : KBM PMII Muamalat, Divisi Pengkaderan

2016 : Pramuka UIN Jakarta, Bidang Diklat

2016 – Sekarang : Sharia Business Intelligent (KajianEkonomi Syariah)

2017 : Pramuka UIN Jakarta, Ketua Dewan Racana

Anda mungkin juga menyukai