Anda di halaman 1dari 90

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM

TRANSAKSI E-COMMERCE (STUDI KASUS E-COMMERCE


SOCIAL MEDIA INSTAGRAM)

SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Strata Satu (S.I) Dalam Program Studi
Hukum Ekonomi Syariah

Oleh :
SHERLY NURWACHIDAH
NIM. 104170334

Pembimbing :
Dr. H. Husin Bafadhal, L.C., M.A
Pidayan Sasnifa, S.H., M.Sy

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
2022
ii
iii
iv
MOTTO

‫َُ ُك ْى‬ْٛ َّ‫َ ْكتُبْ ب‬ٛ‫ ٍٍ اِ ٰنٰٓٗ اَ َج ٍم ُّي َس ًًّّٗ فَا ْكتُب ُْٕ ُُِۗ َٔ ْن‬ْٚ ‫َ ُْتُ ْى بِ َد‬ٚ‫ ٍَْ ٰا َيُُ ْٰٕٓا اِ َذا تَ َدا‬ٚ‫َُّٓا انَّ ِر‬َٚ‫ٰٓا‬ٰٚ

‫َكاتِ ٌۢب بِ ْان َع ْد ِل‬

Artinya : “ Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang


piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan
benar”. QS. Al-Baqarah (2) : 282).

v
PERSEMBAHAN

Ucapan syukur tak henti-hentinya saya ucapkan atas karunia Allah Swt.

yang telah melimpahkan kasih sayang, kesehatan dan rezeki. Karena atas ridho-

Nya lah segala rintangan serta ujian dan cobaan dapat dilalui.

Saya persembahkan skripsi ini kepada orang yang sangat saya hormati dan

saya sayangi dan penyemangat saya yang paling nomor satu, ialah orang tua saya

Bapak Idris Sardi dan Ibu Choirul Amanah tercinta yang telah melahirkan saya,

serta membesarkan, dan mendidik saya. Atas semua doa-doa dan semangat

merekalah semuanya dapat saya lalui. Terimakasih pula kepada kedua adik saya

Syahrul Nizar dan Kharidwan Arizki telah menjadi penyemangat, dan teman

berantem yang selalu membuat ramai hari-hari saya.

Dan terimakasih sebesar-besarnya kepada diri sendiri sudah mampu

melewati banyak hal.

vi
ABSTRAK

Sherly Nurwachidah : 104170334, Perlindungan Terhadap Konsumen Dalam


Transaksi E-Commerce (Studi Kasus E-Commerce Social Media Instagram).
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, Universitas Islam
Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2021.
Skripsi ini bertujuan untuk mengungkapkan dua hal utama, yaitu : (1) untuk
mengetahui apakah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen dapat melindungi konsumen dalam transaksi e-commerce. (2) untuk
mengetahui transaksi e-commerce dalam perspektif Islam. Untuk mencapai tujuan
itu, maka skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan instrument
pengumpulan data berupa : (1) penelitian kepustakaan (library research) (2)
penelitian lapangan meliputi : wawancara dan dokumentasi. Dengan pendekatan
tersebut maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut : (1) Peraturan yang
digunakan untuk melindungi hak-hak konsumen selama ini adalah Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen (UUPK), namun
undang-undang ini tidak secara khusus mengatur mengenai hak-hak konsumen
dalam transaksi jual beli online akan tetapi lebih condong kepada jual beli
konvensional. Di samping itu pula yang menjadi ruang lingkup pelaku usaha
dalam UUPK hanyalah yang bergerak di dalam wilayah hukum Indonesia di mana
sangat bertentangan dengan karakteristik e-commerce yang dapat bersifat lintas
negara (bordeless). Maka dari itu undang-undang yang berlaku di Indonesia saat
ini belum cukup mampu mengakomodir hak hak konsumen khususnya dalam
bertransaksi secara online. (2) Dalam Islam bentuk interaksi sesama manusia
(muamalah) dalam bidang ekonomi diperbolehkan sejauh tidak ada dalil yang
menentukan keharamannya. Dimana jika telah sesuai rukun dan syarat sah jual
beli dalam Islam maka hal itu tidak haram untuk di lakukan. Pandangan hukum
Islam terhadap e-commerce itu sendiri ialah diperbolehkan karena memiliki
karakteristik yang sama dengan as-salam karena keabsahannya telah ditentukan
berdasarkan al-Qur’an, Hadis, dan kaidah hukum Islam.
Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Transaksi E-Commerce.

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya serta anugerah yang tiada terkira, shalawat dan salam

selalu tercurahkan kepada junjungan kita Rasullah SAW. yang telah mengajarkan

suri tauladan, dan yang telah membawa kita dari jaman jahiliyah ke jaman modern

seperti yang kita rasakan sekarang dengan kemudahannya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap

Konsumen Dalam Transaksi E-Commerce (Studi Kasus E-Commerce Social

Media Instagram)”.

Skripsi ini disusun guna melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan

kelulusan Sarjana Strata Satu (S1) pada Program Studi Hukum Ekonomi Syariah

Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Oleh

karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah kata terima kasih kepada

semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini, terutama sekali

kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof Dr. H. Su’aidi Asy’ari, MA, Ph.D, sebagai Rektor Universitas

Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

2. Bapak Dr. Sayuti, S.Ag, M.H, Sebagai Dekan Fakultas Syariah Universitas

Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

3. Bapak Dr. Agus Salim, S. Th.I., M.A., M. IR., PhD, Sebagai Wakil Dekan

Bidang Akademik Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha

Saifuddin Jambi.

viii
4. Bapak Dr. Ruslan Abdul Gani, S.H, M. Hum, Sebagai Wakil Dekan Bidang

Akademik Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha

Saifuddin Jambi. Bapak Dr. H. Ishaq, M.Hum, Sebagai Wakil Dekan Bidang

Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

5. Dr. Rasito, S.H., Hum, dan Pidayan Sasnifa, S.H., M.Sy Sebagai Kajur dan

Sekjur Fakultas Syariah Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha

Saifuddin Jambi.

6. Dr. H. Busin Bafadhal, L.C., M.A, dan Pidayan Sasnifa, S.H., M.Sy, sebagai

Pembimbing 1 dan Pembimbing II skripsi ini.

7. Bapak/Ibu Dosen dan seluruh staff Fakultas Syariah Universitas Islam

Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

8. Semua pihak yang terlibat dalam penyususnan skripsi ini baik secara

langsung dan tidak langsung.

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................


PERNYATAAN ORISINALITAS TUGAS AKHIR ..................................... ii
PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................................ iii
NOTA DINAS .................................................................................................... iv
MOTTO ............................................................................................................. v
PERSEMBAHAN .............................................................................................. vi
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 6
C. Batasan Masalah................................................................................ 6
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...................................................... 6
E. Kerangka Teori.................................................................................. 7
F. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 30

BAB II METODE PENELITIAN


A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 35
B. Pendekatan Penelitian ....................................................................... 35
C. Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 35
D. Instrumen Pengumpulan Data ........................................................... 36
E. Teknik Analisis Data ......................................................................... 37
F. Sistematia Penulisan ......................................................................... 38

x
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Instagram ................................................................ 39
B. Instagram Sebagai Social Media Commerce..................................... 42
C. Proses Transaksi dalam E-Commerce Instagram .............................. 43
D. Kelebihan dan Kekurangan Instagram Sebagai E-Commerce .......... 46

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN


A. Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia Dalam
Melindungi Konsumen pada Transaksi E-Commerce....................... 49
B. Transaksi E-Commerce Dalam Perspektif Hukum Islam ................. 60

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 69
B. Saran ................................................................................................. 70

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 71


LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 74
CURRICULUM VITAE ................................................................................... 76

xi
DAFTAR SINGKATAN

UUPK : Undang-Undang Perlindungan Konsumen

UUITE : Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

E-Commerce : Electronic Commerce

B2B : Business to Business

B2C : Business to Customer

C2C : Customer to Customer

C2B : Customer to Business

C2B : Customer to Grovement

CEO : Chief Executive Officer

ATM : Anjungan Tunai Mandiri

COD : Cash On Delivery

DM : Direct Massege

KUHPerdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jenis-Jenis Hubungan Hukum Dalam E-Commerce

Table 1.2 Jenis Variasi Transaksi E-Commerce

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Mekanisme E-Commerce

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hadirnya masyarakat informasi (information society) diyakini sebagai salah

satu agenda penting masyarakat dunia pada millennium ketiga, antara lain ditandai

dengan pemanfaatan internet yang semakin meluas dalam berbagai aktivitas

kehidupan manusia, bukan saja di negara-negara maju tapi juga di negara-negara

berkembang termasuk Indonesia. Fenomena ini pada gilirannya telah

menempatkan informasi sebagai komoditas ekonomi yang sangat penting dan

menguntungkan.1

Electronic commerce (e-commerce) merupakan penemuan baru dalam

bentuk perdagangan yang dinilai lebih dari perdagangan pada umumnya. Prinsip

perdagangan dengan sistem pembayaran tradisional yang dikenal adalah

perdagangan di mana penjual dan pembeli bertemu secara fisik atau secara

langsung kini berubah menjadi konsep telemarketing yakni perdagangan jarak

jauh dengan menggunakan media internet di mana suatu perdagangan tidak lagi

membutuhkan pertemuan antar para pelaku bisnis. Sistem perdagangan yang

dipakai dalam e-commerce ini dirancang untuk menandatangani secara elektronik.

Penandatanganan elektronik ini dirancang mulai dari saat pembelian, pemeriksaan

dan pengiriman.2

1
Abdul Halim Barakatullah, Teguh Prasetyo, Bisnis E-Commerce Studi System Keamanan
dan Hukum di Indonesia (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 1.
2
Ibid, hlm. 4.

1
2

Salah satu fenomena muamalah dalam bidang ekonomi adalah transaksi jual

beli yang menggunakan media elektronik yaitu e-commerce. E-commerce pada

dasarnya merupakan transaksi jual beli yang dikategorikan sebagai jual beli

modern karena mengimplikasikan inovasi teknologi yang terbentuk seiring

dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan bersifat global.

Adapun e-commerce, penawaran dilakukan oleh penjual atau pelaku usaha

melalui website pada internet. Penjual atau pelaku usaha menyediakan storefront

yang berisi katalog produk dan pelayanan yang akan diberikan. Masyarakat yang

memasuki website pelaku usaha tersebut dapat melihat-lihat barang yang

ditawarkan oleh penjual.

Sebagaimana di atas, penawaran dalam sebuah website biasanya

menampilkan barang-barang yang ditawarkan, harga, nilai rating atau poll

otomatis tentang barang yang diisi oleh pembeli sebelumnya, spesifikasi barang

termaksud dan menu produk lain yang berhubungan. Dalam e-commerce

terjadinya penawaran apabila seseorang menggunakan media internet untuk

berkomunikasi baik via email atau chating untuk memesan barang yang

diinginkan.3

Dalam konsep perdagangan, situs jual beli online menimbulkan perikatan

antara para pihak untuk memberikan suatu prestasi. Implikasi dari perikatan itu

adalah timbulnya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak yang

terlibat. Lalu bagaimana dalam perspektif hukum Islam tentang hal ini. Karena

jual beli merupakan salah satu jenis muamalah yang diatur dalam Islam.

3
Ibid, hlm. 464.
3

Hal ini telah dijabarkan di dalam Al-Qur’an dan Hadis. Seperti yang

diterangkan dalam Surah An-Nisa’ (4) ayat 29 :

ِ َ‫َُ ُك ْى بِ ْانب‬ْٛ َ‫ ٍَْ ٰا َيُُ ْٕا ََل تَأْ ُكهُ ْٰٕٓا اَ ْي َٕانَ ُك ْى ب‬ٚ‫َُّٓا انَّ ِر‬َٚ‫ٰٓا‬ٰٚ
ٰٓ َّ ِ‫اط ِم ا‬
ٍْ ‫َل اَ ٌْ تَ ُك ْٕ ٌَ تِ َجا َزةًّ َع‬

‫ ًًّا‬ْٛ ‫اٌ بِ ُك ًْ َس ِح‬ ّ ٰ ٌَّ ِ‫اض ِّي ُْ ُك ْى ُۗ َٔ ََل تَ ْقتُهُ ْٰٕٓا اَ َْفُ َس ُك ْى ُۗ ا‬
َ ‫ّللاَ َك‬ ٍ ‫تَ َس‬
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan harta-
harta kalian di antara kalian dengan cara yang batil, kecuali dengan
perdagangan yang kalian saling ridha. Dan janganlah kalian
membunuh diri-diri kalian, sesungguhnya Allah itu Maha Kasih Sayang
kepada kalian”. (Q.S An-Nisa [4] : 29)4

Untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat tehadap setiap

transaksi jual beli maka diperlukanlah Undang-Undang Perlindungan Konsumen,

akan tetapi Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang berlaku sekarang di

Indonesia masih berbasis pada sesuatu yang sifatnya fisik dan belum kepada

virtual/maya. Dampak negarif dari e-commerce itu sendiri cenderung merugikan

konsumen. Diantaranya ialah barang yang telah dikirimkan oleh pelaku usaha

tidak sesuai dengan pesanan konsumen, barang yang dibeli oleh konsumen tidak

dikirim, barang dikirim tetapi terlambat, barang dikirim rusak/cacat, dan lain-lain.

Bertansaksi atau berbelanja di pasar tradisional/konvensional, ketika seorang

konsumen merasa dirugikan atas perbuatan pelaku usaha/penjual, maka konsumen

dapat segera melakukan complain, namun ketika seorang konsumen bertansaksi

melalui internet, ketika terjadi perbuatan curang oleh pelaku usaha atau penjual,

misalnya barang yang dikirimkan oleh pelaku usaha tidak sesuai dengan pesanan

konsumen, barang yang dibeli oleh konsumen tidak dikirim, barang dikirim tetapi

4
An-Nisa (4) : 29.
4

terlambat, barang dikirim rusak/cacat, produk tidak sesuai dengan yang

dideskripsikan oleh pelaku usaha yang berakibat pada kesehatan konsumen, dan

lain-lain, maka biasanya sulit bagi konsumen untuk melakukan complain kepada

pelaku usaha atau penjual yang dapat dikarenakan oleh beberapa sebab, misalkan

konsumen tidak mengetahui keberadaan pelaku usaha, atau pelaku usaha tidak

menerima complain setelah barang dikirimkan atau bahkan ada itikad tidak baik

dari pelaku usaha yang mengatakan bahwa barang sudah dikirim tetapi pada

kenyataannya belum dikirim dan ketika batas waktu sampainya barang konsumen

belum menerima barang, dan ketika di complain kontak pelaku usaha tidak dapat

dihubungi kembali. Atau yang paling fatal ialah barang yang dipesan konsumen

ternyata mengandung bahan yang berbahaya yang tidak diketahui oleh konsumen

dan dapat mempengaruhi kesehatan konsumen.

Lemahnya posisi konsumen seringkali dimanfaatkan oleh pelaku usaha

untuk memperoleh keuntungan yang sebesar–besarnya dari konsumen. Faktor

ketidaktahuan konsumen, tidak jelasnya informasi terhadap barang/jasa yang

diberikan pelaku usaha, tidak pahamnya konsumen pada mekanisme transaksi

menjadi faktor penyebab lemahnya kedudukan konsumen. Oleh karena itu, dalam

rangka menciptakan iklim berusaha yang sehat bagi konsumen dalam melakukan

transaksi e-commerce, maka perlu diupayakan suatu bentuk pengaturan hukum

yang baru sekaligus memadai yang mampu mengatur segala aktivitasnya.5

5
Elisatrisi iGultom, Cyberi iLaw: SuatuoPengantar PerlindunganoKonsumen
DalampTransaksi PerdaganganoMelalui ElectronicoCommerce,oElips,bBandung, hlm. 55.
i
5

Contoh kasus penipuan jual beli melalui e-commerce Instagram, pada Mei

2021, pengguna Instagram @iraalhabsyii memesan barang berupa kaftan dari

akun Instagram @cazaya.id, sebelumnya @Iraalhabsyi mengaku mengetahui akun

tersebut dari iklan yang muncul di beranda Instagram. Transaksi dilakukan

melalui fitur Instagram DM (direct message) berjumlah Rp. 1.200.000,- penjual

memberi promo dengan potongan diskon sebesar 10%, akhirnya @Iraalhabsyi

mentransfer uang sejumlah Rp. 1.080.000,- dan penjual memberi estimasi

pengiriman sekitar dua hari. Setelah @Iraalhabsyi menunggu satu minggu,

penjual tersebut tidak memberi nomer resi pengiriman dan tidak pernah merespon

pesan yang dikimkan oleh @Iraalhabsyi sampai pada akhirnya penjual memblokir

kontak @Iraalhabsyi.

Bentuk penipuan seperti yang telah dijelaskan diatas sangat rentan terjadi

dikarenakan transaki tidak dilakukan secara tatap muka. Dimana pembeli tidak

bias melihat barang yang akan dibelinya yang rentan menimbulkan kerugian yang

besar yang harus ditanggung oleh sang pembeli. Meskipun peraturan mengenai

transaksi elektronik sudah tersedia namun, pelaksanaannya masih jauh dari

harapan masyarakat. Penyelesaian kasus yang tidak maksimal dan juga cenderung

mengabaikan hak-hak konsumen, dan banyak pula kasus yang tidak ada

penyelesaiannya, hal tersebut karena konsumen lebih memilih untuk tidak

mempermasalahkannya. Maka dalam hal ini sebagai konsumen harus mendapakan

perlindungan dalam melakukan transaksi jual beli.


6

Atas contoh kasus diatas penulis mencoba melakukan penelitian mengenai

perlindungan hukum dan untuk mengetahui sejauh mana perlindungan hukum

dalam transaksi e-commerce agar tidak terjadi kerugian di salah satu pihak.

Dari latar belakang yang telah penulis rancang dapat dicari suatu

permasalahan yang dapat diangkat menjadi suatu judul skripsi “Perlindungan

Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi E-Commerce (Studi Kasus E-

Commerce Social Media Instagram)”.

B. Rumusan Masalah

1. Apa undang-undang tentang perlindungan konsumen di Indonesia dapat

melindungi konsumen dalam melakukan transaksi e-commerce ?

2. Bagaimana transaksi e-commerce dalam perspektif hukum Islam ?

C. Batasan Masalah

Berangkat dari rumusan masalah yang telah diuraikan oleh penulis, penulis

membatasi penulisan ini. Penulis hanya membahas seperti apa perlindungan

konsumen terhadap permasalahan yang terjadi pada transaksi e-commerce dengan

berfokus pada kasus transaksi jual beli dalam Instagram.

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian :

a. Ingin megetahui apakah Undang-Undang tentang Perlindungan

Konsumen di Indonesia dapat melindungi konsumen dalam transaksi e-

commerce.

b. Ingin mengetahui transaksi e-commerce dalam perspektif hukum Islam.


7

2. Manfaat Penelitian :

a. Secara teoritis dituju untuk menambah wawasan dalam bidang

perlindungan konsumen khususnya dalam transaksi e-commerce.

b. Secara praktis dituju untuk mengimplementasikan wawasan yang telah

diperoleh dengan fakta yang sesuai dengan kondisi konsumen e-

commerce.

c. Secara akademis sebagai salah satu persyaratan dalam meraih gelar

kesarjanaan Strata Satu (S1) pada program studi Hukum Ekonomi

Syariah Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha

Saifuddin Jambi.

E. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini, penulis mengguakan teori-teori yang dikemas secara

ringkas, padat, dan berurutan sesuai dengan topik yang diteliti yaitu sebagai

berikut :

1. Perlindungan Kosumen

Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah memberikan

pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan

perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-

hak yang diberikan oleh hukum.6 Menurut Philipus M. Hadjon, perlindungan

hukum adalah suatu tindakan untuk melindungi atau memberikan pertolongan

kepada subjek hukum, dengan menggunakan perangkat-perangkat hukum.7

Sedangkan menurut C.S.T Kansil perlindungan hukum adalah berbagai upaya


6
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 54.
7
Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta : Gajah
Mada University Press, 2011), hlm. 10.
8

hukum yang harus diberikan oleh apparat penegak hukum untuk memberikan rasa

aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari

pihak manapun.8

Perlindungan hukum merupakan suatu konsep yang universal dari negara

hukum. Pada dasarnya, perlindungan hukum terdiri atas dua bentuk, yaitu

perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Preventif

diartikan sebagai pencegahan, Perlindungan Hukum Preventif digunakan untuk

mencegah terjadinya suatu pelaggaran serta untuk memberikan batasan-batasan

dalam melakukan kewajiban. Perlindungan Hukum Represif berfungsi untuk

menyelesaikan sengketa yang telah muncul akibat adanya pelanggaran.

Perlindungan ini merupakan perlindungan akhir yang berupa pemberian sanksi

terhadap pelanggar yang telah dilakukan.

Dalam Pasal 1 Angka 1 “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada

konsumen.”

Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1

angka 1 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

(selanjutnya disebut Undang-Undang Perlindungan Konsumen/UUPK) tersebut

cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum”, diharapkan sebagai banteng untuk meniadakan tindakan

8
C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Balai
Pustaka, 1989), hlm. 102.
9

sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan

perlindungan konsumen.9

Dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 perlindungan konsumen

bertujuan :

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri.

b. Mengangkat harakat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari akses negatif pemakai barang dan/atau jasa

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan

informasi.

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan

konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam

berusaha.

f. Meningktakan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan

usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,

dan keselamatan konsumen.

9
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Rajawali
Pers, 2010), hlm. 1.
10

Dalam Pasal 1 angka 2 “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang

dan/ jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan.”

Di dalam kepustakaan ekonomi dikenal konsumen akhir dan konsumen

antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk,

sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk

sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen

dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir.

Yang dapat dikualifikasikan sebagai konsumen sesungguhnya tidak hanya

terbatas pada subjek hukum yang disebut “orang”, akan tetapi masih ada subjek

hukum lain juga sebagai konsumen akhir yaitu “badan hukum” yang

mengkonsumsi barang dan/jasa serta tidak untuk diperdagangkan. Oleh karena itu,

lebih tepat bila dalam pasal ini menentukan “Setiap pihak yang memperoleh

barang dan/jasa” yang dengan sendirinya tercakup orang dan badan hukum, atau

paling tidak ditentukan dalam penjelasan Pasal 1 angka 2 tersebut.

Perancangan pertama Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang

diajukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, yang menentukan bahwa

konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi

kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain yang tidak untuk

diperdagangkan kembali.10

10
Yayasan Lembaga Perlindungan Konsuemn, Perlindungan Konsumen Indonesia, Suatu
Sumbangan Pemikiran tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Yayasan
Lembaga perlindungan Konsumen, Jakarta, 1981, hlm. 2.
11

Sedangkan yang kedua dalam naskah final Rancangan Akademik Undang-

Undang Tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut Rancangan

Akademik) yang disusun oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerja

sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Departemen

Perdagangan RI menentukan bahwa, konsumen adalah setiap orang atau keluarga

yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan.11

Menurut Sri Handayani konsumen (sebagai alih bahasa dari consumen), secara

harfiah berarti “seseorang yang membeli barang brang atau menggunakan jasa”,

atau “seseorang atau sesuatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau

menggunakan jasa tertentu” juga “sesuatu atau seseorang yang menggunakan

suatu persediaan atau sejumlah barang”, ada pula yang memberikan arti lain yaitu

konsumen adalah “setiap orang yang menggunakan barang atau jasa dalam

berbagai perundang-undangan negara”.12

Menurut Celina Tri Sri Siwi Kristiyani juga menjelaskan beberapa batasan

tentang konsumen, yakni13 :

a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa

digunakan untuk tujuan tertentu,

b. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/jasa

untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain atau untuk

diperdagangkan (tujuan komersial),

11
Universitas Indonesia dan Departemen Perdagangan, Rancangan Akademik Undang-
Undang tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta, 1992, Pasal 1 a.
12
Sri handayani, Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, Jurnal Non Eksakta (Volume 4
Nomor 1, 2012), hlm 2.
13
Celina Tri Sri Siwi Kristiyani, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Sinar Grafika,
2009), hlm 17.
12

c. Konsumen akhir adalah setiap orang alami yang mendapat dan

menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan

hidupnya pribadi, keluarga atau runah tangga dan tidak untuk

diperdagangkan kembali (nonkomersial).

Hukum Perlindungan Konsumen (consumer law) bermula dari adanya

gerakan perlindungan konsumen (consumer movement) di Amerika Serikat pada

awal abad ke-19 dengan terbentuknya Liga Konsumen Nasional (The National

Consumer‟s League). Di Indonesia masalah perlindungan kosumen mulai

dianggap penting ditandai dengan lahirnya Yayasan Lembaga Perlindungan

Konsuemen (YLKI) pada tahun 1973, dan berpuncak dengan lahirnya Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Dengan

disahkannya UUPK tersebut pada tangal 20 April 1999, masalah perlindungan

konsumen telah dijadikan sebagai hal yang penting, artinya kehadiran undang-

undang tersebut tidak saja memberikan posisi tawar yang kuat pada konsumen

untuk menegakkan hak-haknya, melaikan juga agar tercipta aturan main yang

lebih fair bagi semua pihak. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 disebutkan bahwa piranti hukum yang melindungi konsumen dimaksudkan

untuk mematikan pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya, perlindungan konsumen

akan dapat mendorong iklim berusaha yang sehat serta lahirnya perusahaan yang

tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa

yang berkualitas.

Posisi konsumen pada umumnya lemah dibandingkan pelaku usaha. Hal ini

berkaitan dengan tingkat penidikan, tingkat kesadaran akan haknya, kemampuan


13

finansial, dan daya tawar (bargaining position) yang rendah, padahal tata hukum

tidak bisa mengandung kesenjangan.14 Tata hukum harus memosisikan pada

tempat yang adil, di mana hubungan konsumen dengan pelaku usaha berada pada

kedudukan yang saling menghendaki dan mempunyai tingkat ketergantungan

yang cukup tinggi satu dengan yang lain.

Terhadap posisi konsumen tersebut, ia harus dilindungi oleh hukum karena

salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah memberikan perlindungan

(pengayoman) kepada masyarakat. Perlindungan kepada masyarakat tersebut

harus diwujudkan dalam bentuk kepastian hukum yang menjadi hak konsumen.

Menurut Pasal 4, hak konsumen adalah:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi

barang dan/atau jasa.

b. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan

nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa.

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakannya.

e. Hak untuk mendapat advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut.

14
Hans Kelsen, General Theory of Law and State (1973), Dalam : Soemardi (alih bahasa),
Teori Hukum Murni, cet. 1 (Jakarta : Rimdi Press, 1995), hlm. 126.
14

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

g. Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif.

h. Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila

barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya.

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Menurut Pasal 5, kewajiban konsumen adalah :

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan.

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen

secara patut.

Menurut Pasal 6, hak pelaku usaha adalah :

a. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang

dan/atau jasa yang :

1) Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan

dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2) Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih, atau netto, dan jumlah dalam

hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang

tersebut.
15

3) Tidak sesuai dengan ukuran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan

menurut ukuran yang sebenarnya.

4) Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau dinyatakan

dalam label, etiket, atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.

5) Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan,

gaya mode, atau penggunaan tertentu sebagaimaan dinyatakan dalam

label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.

6) Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,

keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau jaa tersebut.

7) Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan/

pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.

8) Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana

pernyataan “Halal” yang dicantumkan dalam label.

9) Tidak memasang label atau penjelasan barang yang memuat nama

barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai,

tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha,

serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus

dipasang/dibuat.

10) Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang

dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

yang berlaku.
16

b. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau

bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar

atas barang dimaksud.

c. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang

rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan

infomasi secara lengkap dan benar.

d. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2)

dilarang memperagangkan barang dan/atau jasa tersebut seta wajib

menariknya dari peredaran.

Menurut Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

b. Memberikan informasi yang benar, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, peraikan, dan

pemeliharaan.

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif.

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuam standar mutu barang dan/atau jasa

yang berlaku.

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba

barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas

barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan.


17

f. Kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan.

g. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai

dengan perjanjian.

Dalam Pasal 2 perlindungan konsumen berasaskan :

a. Asas manfaat, dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya

dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan

manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha

secara keseluruhan.

b. Asas keadilan, dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat

diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada

konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanankan

kewajibannya secara adil.

c. Asas keseimbangan, dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara

kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materil dan

spiritual.

d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen, dimaksudkan untuk

memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan dalam penggunaan,

pemakai, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau

digunakan.
18

e. Asas kepastian hukum, dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen

menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggrakan dalam

perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Maka dari itu, transaksi

jual beli yang terjadi melalui internet itu sah dan mengikat para pihak sepanjang

kontrak elektroniknya (perjanjian jual beli yang dibuat/dilakukan dengan cara

komunikasi melalui internet) memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian.

Norbereth Rich pernah mermusakan bahwa masalah yang sering dihadapi

konsumen meliputi sikap pelaku usaha yang bertindak curang pada saat perjanjian

jual beli dilakukan, seperti ketidakjelasan isi dari kontrak standar, produk cacat

(defective products) dan ketidakpuasan atas jasa yang ditawarkan (unsatisfactory

services), iklan yang menyesatkan, serta permasalahan layanan purna jual.15

Secara garis besar, dapat ditemukan beberapa permasalahan yang timbul yang

berkenaan dengan hak-hak konsumen, antara lain :16

a. Konsumen tidak dapat langsung mengidentifikasi, melihat, atau menyentuh

barang yang akan dipesan.

b. Ketidakjelasan informasi tentang produk (barang dan jasa) yang ditawarkan

dan/atau tidak ada kepastian apakah konsumen telah memperoleh berbagai

15
Shidrata, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : PT Grasindo, 2000), hlm.
112.
16
Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika (Suatu Kompilasi Kajian), (Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 344.
19

informasi yang layak diketahui atau yang sepatutnya dibutuhkan untuk

mengambil suatu keputusan dalam bertransaksi.

c. Tidak jelasnya status subjek hukum dari si pelaku usaha.

d. Tidak ada jaminan keamanan bertransaksi dan privasi serta penjelasan

terhadap risiko-risiko yang berkenaan dengan sistem yang digunakan,

khususnya dalam hal pembayaran secara elektronik baik dengan credit card

maupun electronic cash.

e. Pembebanan risiko yang tidak berimbang karena umumnya terhadap jual

beli di internet, pembayaran telah lunas dilakukan di muka oleh si

konsumen, sedangkan barang belum tentu diterima atau akan menyusul

kemudian karena jaminan yang ada adalah jaminan pengiriman barang

bukan penerimaan barang.

f. Transaksi yang bersifat lintas negara (borderless) menimbulkan pertanyaan

mengenai yurisdiksi nengara mana yang sepatutnya diberlakukan.

Menurut teori Caveat Emptor17, teori ini disebut juga let the buyer beware

atau pembeli berahti-hatilah yang merupakan dasar dari lahirnya sengketa di

bidang transaksi konsumen. Asas ini berasumsi bahwa pelaku usaha dan

konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang sehingga tidak perlu ada

proteksi apapun bagi pihak konsumen.

Ada kenyataannya, asumsi yang mendasari keseimbangan hubungan tersebut

ternyata tidak terbukti. Hal ini karena konsumen tidak mendapat akses informasi

17
Prinsip caveat emptor konsisten dengan prinsip kebebasan berkontrak dan self-reliance
yang mulai ada pada abad ke-19. Pendekatan yang digunakan menjadi pembenaran pada saat
beberapa barang yang mempunyai harga cukup menjamin perlindungan system common law. lIhat
: Atiyah, The Rise end Fall of Freedom of Contract (Oxford : Claredon Press, 1979), hlm. 179.
20

yang memadai terhadap barang atau jasa yang dikonsumsinya, dan bukan semata-

mata konsumen tidak mampu dalam memahami suatu produk atau jasa. Namun,

lebih karena keridakterbukaan dari pelaku usaha dalam menginformasikan produk

yang ditawarkan.

Kesulitan dalam beban pembuktian yang harus diemban konsumen bila ada

sengketa menimbulkan masalah baru bagi konsumen karena terdapat kesulitan

mengakses informasi mengenai barang dan/atau jasa yang telah dikonsumsinya

untuk dapat dijadikan alat bukti. Saat ini melalui UUPK, beban pembuktian

terbalik dimungkinkan untuk diterapkan meskipun belum tampak tegas. Hal ini

karena dari rumusan Pasal 22 UUPK disebutkan bahwa pembuktian terhadap ada

tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal

19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 UUPK merupakan beban bagi tanggung jawab

pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan

pembuktian. Jadi, nanti pelaku usaha membuktikan bahwa mereka tidak bersalah,

kejaksaan baru turun tangan untuk melakukan pembuktian.

Teori tersebut kemudian berkembang searah caveat venditor di mana pelaku

usahalah yang perlu berhati-hati atas produk yang ditawarkan. Teori ini

mengemukakan bahwa pelaku usaha adalah pihak paling mengetahui informasi

secara benar, jelas, dan jujur atas setiap barang dan/atau jasa yang dikonsumsi.

Jadi pihak pelaku usaha harus lebih waspada dan berhati-hati dalam memproduski
21

sesuatu, jangan sampai bertentangan dengan tuntutan, kriteria, dan kepentingan

konsumen.18

Tetapi, informasi elektronik berupa isi percakapan/komunikasi melalui

Instagram antara penjual dan pembeli dapat dijadikan salah satu alat untuk

membuktikan dan menerangkan perjanjian yang terjadi antar para pihak. Dalam

Pasal 5 ayat 1 UUITE menyebutkan bahwa “Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang

sah.”

Jadi, suatu transaksi tidak akan disangkal keabsahannya hanya karena bukti

transaksi jual belinya semata-mata dalam bentuk elektronik.

2. Transaksi E-Commerce

E-commerce merupakan aktivitas pembelian, penjualan, pemasaran, dan

pelayanan atas produk dan jasa yang ditawarkan melalui jaringan komputer.

Dunia industri teknologi informasi melihatnya sebuah aplikasi bisnis secara

electronic yang mengacu pada transaksi-transaksi komersial.19

E-commerce dapat juga diartikan suatu aktivitas perniagaan seperti layaknya

perniagaan pada umunya, hanya saja para pihak yang bertransaksi tidak bertemu

secara elektronik melalui media internet.20

18
Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika (Suatu Kompilasi Kajian), (Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 359.
19
Gemala Dewi, dkk. Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, cet. 2, (Jakarta : Kencana,
2005), hlm. 195.
20
Ibid. 196.
22

E-commerce menurut Laudon dan Traver diartikan sebagai transaksi bisnis

yang dilakukan dengan menggunakan internet dan web dan memenuhi dua syarat

yaitu seluruh transaksi dilakukan dengan teknologi media digital terutama pada

transaksi yang terjadi melalui internet dan web, serta adanya perpindahan mata

uang pada saat transaksi tersebut terjadi.21

Kozinets et al, mendefinisikan e-commerce sebagai proses pembelian,

penjualan, pentransferan atau pertukaran produk baik barang, jasa, maupun

informasi melalui jaringan komputer atau sumber internet. Salah satu keuntungan

penggunaan sumber internet adalah pengiriman data dan informasi yang lebih

cepat antara orang-orang yang terlibat, dalam hal ini yang dimaksud adalah pihak

penjual dan pembeli.22

Dari beberapa pendapat tersebut dapat diperoleh beberapa persamaan

karakteristik e-commerce yaitu: terjadi transaksi antara dua pihak, terjadi

pertukaran produk (barang maupun jasa), serta terdapat media atau perantara

internet pada proses transaksi tersebut. Beberapa karakteristik e-commerce yang

telah disebutkan dapat dibuat suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya e-commerce

merupakan suatu transaksi jual beli produk (barang ataupun jasa) melalui media

internet. Penggunaan media internet mengakibatkan transaksi e-commerce dapat

berlangsung dimana saja dan kapan saja (selama koneksi internet tidak terputus)

tanpa mengenal batas waktu dan ruang, sehingga Blut et al, menyatakan bahwa

21
Laudon, K., Traver, C.E-Commerce: business, technologi, society (Prentice Hall Higher
Education, 2009).
22
Kozinets, Robert V., et al, "Networked narratives: Understanding word-of-mouth
marketing in online communities," Journal of marketing 74.2 (2010), hlm. 71-89.
23

kekuatan e-commerce seakan memungkinkan untuk mampu menghilangkan

hambatan-hambatan geofisika.23

Ketika melakukan transaksi e-commerce, konsumen dapat memilih barang

yang akan dikehendakinya dengan menggunakan fasilitas berupa katalog yang

disediakan oleh produsen. Jika barang yang dikehendaki sesuai, maka konsumen

dapat melakukan pemesanan secara online yang nantinya akan diteruskan ke

produsen untuk dikemas kemudian dikirim. Pada sistem e-commerce ini, biaya

administrasi maupun akomodasi dapat diminimalkan, sehingga tidak jarang

ditemui banyak produk dengan harga online yang lebih murah dibandingkan

dengan harga di store. Dalam kasus ini, jelas konsumen maupun produsen

diuntungkan.

Lebih lanjut, jika dilihat dari segi waktu, proses transaksi jual beli

menggunakan internet juga lebih cepat. Bayangkan saja jika kita membutuhkan

suatu barang yang hanya tersedia di suatu daerah, misalnya daerah X, maka

dengan menggunakan internet kita dapat berbelanja atau mendapatkan barang

tersebut hanya dengan bertransaksi lewat smartphone tanpa harus datang ke

daerah X (yang secara otomatis juga akan menghemat biaya akomodasi).

Secara umum, mekanisme suatu e-commerce ditunjukkan pada skema

berikut ini.24

23
Blut, Markus and Frennea, Carly and Mittal, Vikas and Mothersbaugh, David L,“How
Procedural, Financial and Relational Switching Costs Affect Customer Satisfaction, Repurchase
Intentions, and Repurchase Behavior: A Meta-Analysis,” International Journal ofResearch in
Marketing (2015), hlm.226-229.
24
Tashia, “Sistem E-Commerce dan Perlindungan Konsumen” diakses dari
https://aptika.kominfo.go.id/2017/06/sistem-e-commerce-dan-perlindungan-konsumen/ pada 24
Februari 2021.
24

Gambar 1 Mekanisme E-Commerce

Dalam sistem e-commerce setidaknya terdapat empat komponen yang

diperlukan dalam transaksi online :

1. Store/Marketplace.

2. Penjual dan pembeli.

3. Payment gateway.

4. Jasa pengiriman

Pertama adalah adanya store/marketplace yang mana di sini dijualnya

barang-barang yang dibutuhkan oleh konsumen. Kedua adalah penjual dan

pembeli. Penjual yang menjual barang/jasanya kepada konsumen, sedangkan

pembeli adalah orang yang akan membeli barang yang dijual. Selanjutnya

payment gateway adalah sebuah sistem yang mengotorisasi proses pembayaran

dari pembeli ke penjual. Dan yang terakhir adanya jasa pengiriman. Perusahaan
25

ataupun penyedia jasa belanja online, harus menyediakan jasa kurir/ jasa

pengiriman.

Sandhusen mengemukakan bahwa dalam suatu bisnis online (dalam hal ini

ialah e-commerce), terdapat tiga peran penting yaitu konsumen (C) sebagai

pengguna barang atau jasa, produsen atau perusahaan (B) sebagai pelaku bisnis

dan yang terakhir ialah pemerintah (G) sebagai pemangku kebijakan.25 Mengenai

jenis-jenis interaksi yang dilakukan oleh para pelaku bisnis ditunjukkan pada tabel

berikut ini.

Tabel 1.1 Jenis-Jenis Hubungan Hukum Dalam E-Commerce26

NO NAMA KETERANGAN
1 B2B Business to Business
Transaksi ini adalah transaksi yang antar perusahaan (baik
pembeli maupun penjual adalah perusahaan). Biasanya
diantara mereka telah saling mengetahui satu sama lain
dan sudah terjalin hubungan yang cukup lama. Pertukaran
informasi hanya berlangsung di antara mereka dan
pertukaran informasi itu didasarkan pada kebutuhan dan
kepercayaan. Perkembangan b to b lebih pesat jika
dibandingkan dengan perkembangan jenis e-commerce
yang lainnya.
2 B2C Business to Customer
Transaksi ini adalah transaksi antar perusahaan dengan
konsumen/individu. Contohnya adalah amazon.com
sebuah situs e-commerce yang besar dan terkenal. pada
jenis ini, transaksi disebarkan secara umum, dan

25
Richard Sandhusen. Marketing (Hauppauge, New York: Barron's Educational Series,
2008).
26
Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika (Suatu Kompilasi Kajian), (Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 259.
26

konsumen yang berinisiatif melakukan transaksi. Produsen


harus siap menerima respons dari konsumen tersebut.
Biasanya sistem yang digunakan adalah sistem web karena
sistem ini yang sudah umum dipakai kalangan masyarakat.
3 C2C Customer to Customer
Transaksi di mana individu saling menjual barang pada
satu sama lain. Contohnya adalah e-bay.
4 C2B Customer to Business
Transaksi yang memungkinkan individu menjual barang
pada perusahaan, contohnya adalah priceline.com.
5 C2G Customer to grovement
Transaksi di mana individu dapat melakukan transaksi
dengan pihak pemerintah, seperti membayar pajak.

3. E-commerce dalam Hukum Islam

Islam merupakan agama yang mengatur segala aspek kehidupan, termasuk

juga mengenai transaksi jual beli (muamalah). Dalam Islam terdapat beberapa

kontrak/akad mengenai transaksi jual beli, seperti bai‟ as-salam.27 Bai‟ as-salam

merupakan suatu perjanjian jual beli dengan pembayaran lunas di muka

sedangkan barang dikirimkan kemudian. Haris Faulidi menjelaskan bahwa as-

salam atau disebut juga as-salaf merupakan jual beli dengan pembayaran

disegerakan sedangkan penyerahan barang ditangguhkan, lebih lanjut dijelaskan

bahwa as-salam mengandung makna penyerahan.28

27
Norazlina Zainul, Fauziah Osman, Siti Hartini Mazlan, “E-Commerce from an Islamic
Perspective,” Electronic Commerce Research and Applications, (2004), hlm. 280–293.
28
Haris Faulidi, Transaksi Bisnis Ecommerce (Yogyakarta : MagistraInsani, 2004).
27

Adapun yang menjadi landasan hukum kebolehan perjanjian jual beli

dengan pembayaran didahulukan itu didasarkan pada :29

a. Ketentuan al-Qur’an

“Wahai orang-orang yang beriman, sekiranya kalian mengadakan utang

piutang dalam batas waktu tertentu, hendaknya (dibuat surat pernjanjian) secara

tertulis dan bedanya ditulis oleh penulis yang adil di antara kalian. Janganlah

penulis itu menolak menulis seagaimana Allah mengajarkan kepadanya”.30

b. Ketentuan Hadis

“Siapa yang melakukan salaf, hendaknya melaksanakannya dengan

takaranyang jelas dan timbangan yang jelas pula, sampai dengan batas waktu

tertentu”. (HR Bukhari dan Muslim).31

Dari dua ketentuan di atas, jelas terlihat kebolehan pembayaran yang

didahulukan itu. Bahkan, menurut penulis ketentuan hukum ini juga dapat

dijadikan sebagai dasar untuk pembayaran yang dikemudiankan, seperti bon yaitu

meneriman barang terlebih dahulu, baru beberapa waktu kemudian diadakan

pembayaran.

Adapun yang menjadi syarat sahnya pembayaran didahulukan (demikian

juga pembayaran yang dikemudiankan) yaitu :32

a. Syarat pembayaran (modal)

1) Jelas alat pembayaran apa yang digunakan,

2) Jelas jumlahnya, dan

29
Surahwadi K. Lubis, Farid Wajdi, “Hukum Ekonomi islam” (Jakarta : Sinar Grafika,
2014), hlm. 153.
30
Al-Baqarah (2) : 282
31
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 12, (Bandung : Al-Ma’arif, 1988), hlm. 111.
32
Ibid, 113.
28

3) Batas waktu penyerahan diketahui.

b. Syarat barangnya

1) Bahwa barang yang akan diserahkan berada dalam kekuasaan penjual,

2) Kriteria barang dan jumlahnya jelas,

3) Batas waktu penyerahan diketahui.

Dari uraian tersebut, e-commerce cenderung memiliki kesamaan dengan bai‟

as-salam jika ditinjau dari pembayaran yang sifatnya disegerakan dan penyerahan

atau pengiriman barang yang sifatnya ditangguhkan. Pada transaksi e-commerce,

setelah terjadi kesepakatan antara penjual dan pembeli, maka pembeli akan

membayar nominal barang yang telah disepakati. Jika pembayaran telah terbukti

lunas, maka penjual kemudian mengirimkan barang yang diinginkan oleh

pembeli. Sebenarnya Islam merupakan agama yang memudahkan umatnya dalam

melakukan transaksi jual beli, hanya saja terdapat beberapa ketentuan yang

berlaku di dalam Islam mengenai transaksi jual beli. Islam melarang transaksi jual

beli yang mengandung unsur riba‟, gharar, penipuan, paksaan dan maisir, dan

haram.33

4. Instagram

Instagram adalah sebuah aplikasi berbagi foto dan video yang

memungkinkan pengguna mengambil foto, mengambil video, menerapkan filter

digital, dan membagikannya ke berbagai layanan jejaring sosial, termasuk milik

Instagram sendiri. Instagram berasal dari pengertian dari keseluruhan fungsi

aplikasi ini. Kata "insta" berasal dari kata "instan", seperti kamera polaroid yang

33
Haris Faulidi, Transaksi Bisnis Ecommerce (Yogyakarta : MagistraInsani, 2004).
29

pada masanya lebih dikenal dengan sebutan "foto instan". Instagram juga dapat

menampilkan foto-foto secara instan, seperti polaroid di dalam tampilannya.

Sedangkan untuk kata "gram" berasal dari kata "Telegram" yang cara kerjanya

untuk mengirimkan informasi kepada orang lain dengan cepat. Sama halnya

dengan Instagram yang dapat mengunggah foto dengan menggunakan jaringan

Internet, sehingga informasi yang ingin disampaikan dapat diterima dengan cepat.

Oleh karena itulah Instagram merupakan lakuran dari kata Instan dan Telegram.

Instagram dapat digunakan di iPhone, iPad atau iPod Touch versi apapun

dengan sistem operasi iOS 7.0 atau yang terbaru, telepon genggam Android

apapun dengan sistem operasi versi 2.2 (Froyo) ke atas, dan Windows Phone 8.

Aplikasi ini dapat diunduh melalui Apple App Store dan Google Play. 34

Instagram sebagai salah satu media sosial memiliki fitur-fitur yang selalu

mengalami perkembangan seiring dengan kebutuhan penggunanya. Fitur-fitur

tersebut adalah sebagai berikut :

a. Pengikut dan mengikuti (followers and following).

b. Kamera.

c. Mengunggah postingan foto, video, Instagram sroty, IG TV, dan reels.

d. Siaran langsung.

e. Efek foto (filter).

f. Judul foto (caption).

g. Menandai postingan.

h. Lokasi atau geotagging.

34
Wikipedia, Instagram, diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/instagram pada tanggal
25 Februari 2020.
30

i. Tanda Suka (like) dan kolom komentar.

j. Popular (explore).

k. Instagram shopping.

l. Melaporkan spam.

m. Direct masege (DM).

n. Telephone dan video call.

Instagram menjadi salah satu platform yang banyak digunakan pelaku bisnis

untuk memperluas jangkauan mereka dan meningkatkan penjualan. Sebabnya,

Instagram tidak lagi hanya digunakan untuk berinteraksi dan bersosialisasi, tetapi

juga digunakan untuk mencari produk dan berbelanja. Apalagi dengan maraknya

fenomena influencer, Instagram pun berubah menjadi platform social commerce.

F. Tinjauan Pustaka

Untuk mendukung penyusunan penelitian yang lebih komprehensif,

penyusun melakukan penelaahan awal terhadap pustaka atau karya-karya

terdahulu yang relevan dengan topik yang akan diteliti. Masalah perlindungan

konsumen literasinya sudah banyak yang menyoroti serta mengkaji, terutamaa

kajian yang disajikan didalam bentuk buku. Selain itu penulis juga menemukan

beberapa judul dalam skripsi dan jurnal sebagai referensi dalam studi penulisan

ini.

1. Dalam Skripsi Siti Hodijah (2018) yang berjudul “Analisis Perlindungan

Konsumen Tentang Jaminan/ Garansi Dalam Perspektif Undang-Undnag

Nomor 8 Tahun 1999 dan Hukum Ekonomi Syariah”. Universitas Islam

Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Kesimpulan dari skripsi ini adalah
31

garansi/jaminan dalam jual beli dapat diartikan bahwa garansi adalah

jaminan atau tanggungan. Garansi merupakan salah satu bentuk pelayanan

yang diberikan penjual kepada pembeli sebagai pemenuhan terhadap hak-

hak pembeli, yang dimana pelayanan garansi merupakan bentuk

penanggungan yang menjadi kewajiban penjual kepada pembeli terhadap

cacat/kerusakan barang dan garansi merupakan salah satu upaya untuk

melindungi kepuasan konsumen dalam melakukan transaksi. Jaminan

garansi dalam fiqh Islam diperbolehkan karena tujuan utaman darinya ialah

menciptakan suatu kemaslahatan bagi masyarakat. Dan berdasarkan pada

kaidah-kaidah fiqh yang menjelaskan bahwa setiap muamalah itu

diperbolehkan hiangga ada dalil yang mengharamkannya, disebabkan suatu

yang dilarang terdapat di dalamnya. Konsumen menuntut ganti rugi apabila

suatu kerusakan barang tersebut bukan merupakan kesalahan fatal ataupun

kelalaian dari konsumen, sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal

19 ayat (1) dan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen mengenai tanggung jawab pelaku usaha dan seiring

dengan kewajiban pelaku usaha dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.35 Perbedaannya dengan

penelitian yang dilakukan oleh penulis, skripsi tersebut membahas tentang

jaminan/garansi dalam perpektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dan

Hukum Ekonomi Syariah. Sedangkan penulis sendiri hanya memfokuskan

perlindungan hukum terhadap konsumen dalam transaksi e-commerce


35
Siti Hodijah,“Analisis Perlindungan Konsumen Tentang Jaminan/ Garansi Dalam
Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dan Hukum Ekonomi Syariah”.(Jambi :
Universitas Islam Negeri Sultha Thaha Saifuddin Jambi, 2018).
32

khususnya e-commerce Instagram dan transaksi e-commerce dalam

perspektif Islam.

2. Dalam Skripsi Silistari (2020) yang berjudul “Tindak Pidana Penipuan

Jual Beli Online Menurut Undang-Undang ITE dan Hukum Pidana Islam”.

Universita Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Kesimpulannya

ialah Bentuk pertanggung jawaban pidana pelaku tindak pidana penipuan

online dijatuhi menggunakan Pasal 378 KUHP dan pasal 28 ayat (1)

juncto pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang

Informasi Dan Transaksi Elektronik. Pada pasal 28 ayat (1) juncto pasal 45

ayat (2) undang-undang nomor tahun 2011 tentang Informasi Dan

Transaksi Elektronik meskipun tidak secara khusus mengatur ketentuan

mengenai tindak pidana penipuan meskipun dalam konteks berbeda tetapi

tetap dapat di gunakan untuk membebani pelaku untuk

mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam hal tindak pidana

penipuan online, pada aktivitas transaksi elektronik atau dapat dikatakan

jual-beli online mengingat konteks sebenarnya dari adanya undang-undang

ITE adalah sebagai perlindungan konsumen.36 Perbedaannya dengan

penelitian yang dilakukan oleh penulis, skripsi tersebut membahas tindak

pidana penipuan jual beli online menurut undang-undang ITE dan hukum

pidana Islam. Sedangkan penulis sendiri memfokuskan perlindungan

hukum terhadap konsumen dalam transaksi e-commerce khususnya e-

commerce Instagram dan transaksi e-commerce dalam perspektif Islam.

36
Silistari,“ Tindak Pidana Penipuan Jual Beli Online Menurut Undang-Undang ITE dan
Hukum Pidana Islam”, (Jambi: Universitas Islam Negeri Sultha Thaha Saifuddin Jambi, 2020).
33

3. Dalam Jurnal Dimas Febrian, Rivan Kurniawan, dan Yusuf Bintang

Syaifinuha (07 Januari – Juni 2015) mahasiswa S1 Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret dengan judul “Perlindungan Hukum Transaksi E-

Commerce”. Kesimpulannya ialah pelaksanaan jual beli melalui media

internet terdiri dari empat proses yaitu penawaran, penerimaan, pembayaran,

dan pengiriman. Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan bahwa syarat

sahnya suatu perjanjian yaitu kesepakatan para pihak, kecakapan untuk

membuat perjanjian, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal dapat

diterapkan untuk menentukan keabsahan perjanjian jual beli elektronik.

Perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian jual beli melalui

media internet meliputi perlindungan hukum dalam perjanjian. Tentang alat

bukti elektronik, telah disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) UUITE yang

menyatakan bahwa informasi dan atau dokumen elektronik dan atau hasil

cetaknya merupakan alat bukti yang sah dan memiliki akibat hukum yang

sah. Dalam jual beli melalui Internet, para pihak mempunyai hak dan

kewajiban masing-masing dan harus dipenuhi semuanya. Bagi para pihak

yang tidak melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan perjanjian yang

telah disepakati bersama, dapat digugat perdata oleh pihak yang dirugikan

untuk memperoleh pembayaran ganti rugi sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 12 UUITE. Pemerintah seyogyanya memberikan pengawasan yang

lebih ketat lagi bagi para pihak yang melakukan transaksi elektronik, yaitu

dengan jalan melakukan/ mewajibkan diadakannya suatu pendaftaran

terhadap segala kegiatan yang menyangkut kepentingan umum, termasuk


34

pendaftaran atas usaha-usaha elektronik.37 Perbedaannya dengan penelitian

yang dilakukan oleh penulis, jurnal tersebut hanya membahas perlindungan

hukum terhadap e-commerce. Sedangkan penulis sendiri memfokuskan

perlindungan hukum terhadap konsumen dalam transaksi e-commerce

khususnya e-commerce Instagram dan transaksi e-commerce dalam

perspektif Islam.

37
Dimas Febrian, Rivan Kurniawan, dan Yusuf Bintang Syaifinuha, “Perlindungan Hukum
Transaksi E-Commerce”, Privat Law, Edisi 07 Januari – Juni 2015, hlm 77.
BAB II
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian berlokasi di Kota Jambi pada November 2021.

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang akan digunakan kualitatif. Jenis penelitian yang akan

digunakan peneliti adalah studi kasus. Menurut Sumarni dan Wahyuni penelitian

studi kasus adalah penelitian mendalam mengenai unit sosial tertentu, yang

hasilnya merupakan sebuah gambaran yang lengkap dan terorganisasi baik

mengenai unit.38

Data dan informasi diperoleh dari berbagai sumber, seperti buku-buku

ilmiah, laporan penyusunan, dan sumber-sumber tertulis lainnya serta jawaban-

jawaban dari responden maupun narasumber. Penelitian ini juga berlandaskan

norma-norma hukum yang berlaku yang terdapat dalam peraturan perundang-

undangan.

C. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua jenis data yaitu :

1. Data primer

Data primer merupakan data atau informasi yang diperoleh secara langsung

baik ketika wawancara, kuisioner, maupun observasi.39 Dalam penelitian ini

sumber data diperoleh secara langsung dari hasil wawancara. Wawancara yang

38
Murti Sumarni, Salamah Wahyuni, “Metodologi Penelitian Bisnis”, (Yogyakarta : Cv
Andi Offset, 2006), hlm 27.
39
Uma Sekaran, Metodologi Penelitian”, Buku 1, Edisi 4 (Jakarta : Salemba Empat, 2006),
hlm 15.

35
36

diperoleh dari penelitian ini adalah wawancara bersama narasumber yang pernah

menggunakan Instagram sebagai media transaksi jual beli khususnya yang pernah

mengalami penipuan saat transaksi online melalui Instagram.

2. Data Sekunder

Adapun data sekunder adalah data atau sejumlah keterangan yang diperoleh

secara tidak langsung atau melalui sumber perantara. Data ini diperoleh dengan

cara mengutip dari sumber lain, sehungga tidak bersifat authentic, karena sudah

diperoleh dari tangan kedua, ketiga, dan seterusnya.40 Data sekunder dari

penelitian ini terdiri dari jurnal, artikel, internet, dan buku yang mendukung data

sekunder.

D. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data adalah alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data dan fakta dalam penelitian.41 Oleh karena itu dalam

penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik dalam mengumpulkan data

sesuai dengan pokok permasalahan yang diangkat, yaitu sebagai berikut :

1. Penelitian kepustakaan (Library research)

Penelitian kepustakaan yang dimaksud ialah dengan mengumpulkan data

yang di ambil dari buku-buku, jurnal, dan internet yang mendukung penelitian ini.

40
Sayuti Una, Pedoman Penulisan Skripsi (Edisi Revisi), (Jambi : Syariah Press dan
Fakultas Syariah IAIN STS Jambi, 2014), hlm 34
41
Ibid. hlm 37.
37

2. Penelitian lapangan (Field research)

Penelitian lapangan yang penulis gunakan ialah :

a. Wawancara

Sumber data yang diperoleh penulis ialah berupa informan, yaitu orang

yang memberi informasi langsung atas kasus yang pernah terjadi kepada

narasumber khususnya dalam kasus penipuan dalam Instagram.

b. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan cara mencari data mengenai hal-hal varian

berupa sumber informasi tertulis atau gambar. Seperti dokumen resmi, buku,

majalah, arsip, dokumen pribadi, dan foto yang berkaitan dengan

permasalahan penelitian.42

E. Teknik Analisis Data

Analisis adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih

mudah dibaca dan diinterprestasikan. Analisis data merupakan rangkaian kegiatan

penelaahan, pengelompokan, sistematisasi, penafsiran dan verifikasi data agar

sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akademis, dan ilmiah.43

Analisis data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan tiga teknik. Pertama

reduksi data, di mana data yang diperoleh akan diringkas dan dibuat catatan-

catatan secara objektif, dan kemuadia membuat ringkasan sementara hasil dari

data yang telah diperoleh. Kedua, penyajian data dalam bentuk pemetaan antara

42
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2002), hlm. 71.
43
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 89.
38

data-data, sehingga dapat diketahui data yang sesuai dalam penelitian ini. Ketiga,

membuat kesimpulan dari data-data yang sudah disajikan tersebut.44

F. Sistematika Penulisan

Untuk=mendapatkan pemahaman=secara iruntut, pembahasani idalam

penulisani iskripsi imempunyai isistematika sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, batasan

masalah, kerangka teori, serta tinjauan pustaka.

BAB II Metode iPenelitian

Terdiri tempat dan waktu penelitian, pendekatan penelitian, jenis dan

sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan sistematika

penulisan.

BAB III Gambaran Umum Objek Penelitian

Terdiri dari sejarah Instagram, Instagram sebagai social media e-commerce,

proses transaksi dalam e-commerce Instagram, kelebihan dan kekurangan

Instagram sebagai e-commerce.

BABi IViPembahasan dan Hasil Penelitian

Terdiri dari undang-undang tentang perlindungan konsumen di Indonesia

dalam melindungi konsumen pada transaksi e-commerce, transaksi e-commerce

dalam perspektif Islam.

BAB V Penutupi

Terdiri dari kesimpulan dan saran.

44
Sayuti Una, Pedoman Penulisan Skripsi (Edisi Revisi), (Jambi : Syariah Press dan Fakultas
Syariah IAIN STS Jambi, 2014), hlm 53.
BAB III
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Instagram

Bermula dari sebuah perusahaan bernama Burbn, Inc. berdiri pada tahun

2010, perusahaan teknologi startup yang hanya berfokus kepada pengembangan

aplikasi untuk telepon genggam. Pada awalnya Burbn, Inc. sendiri memiliki fokus

yang terlalu banyak di dalam HTML5 peranti bergerak, tetapi kedua CEO, Kevin

Systrom dan Mike Krieger memutuskan untuk lebih fokus pada satu hal saja.

Setelah satu minggu mereka mencoba untuk membuat sebuah ide yang bagus,

pada akhirnya mereka membuat sebuah versi pertama dari Burbn, namun di

dalamnya masih ada beberapa hal yang belum sempurna. Versi Burbn yang sudah

final, aplikasi yang sudah dapat digunakan iPhone yang isinya terlalu banyak

dengan fitur-fitur. Sulit bagi Kevin Systrom dan Mike Krieger untuk mengurangi

fitur-fitur yang ada, dan memulai lagi dari awal, tetapi akhirnya mereka hanya

memfokuskan pada bagian foto, komentar, dan juga kemampuan untuk menyukai

sebuah foto. Itulah yang akhirnya menjadi Instagram. 45

Pada tanggal 9 April 2012, diumumkan bahwa Instagram akan diambil alih

oleh Facebook senilai hampir $1 miliar dalam bentuk tunai dan saham. Pada

tanggal 11 Mei 2016, Instagram memperkenalkan tampilan baru sekaligus ikon

baru dan desain aplikasi baru. Terinspirasi oleh ikon aplikasi sebelumnya, ikon

baru merupakan kamera sederhana dan pelangi hidup dalam bentuk gradien. 46

45
Wikipedia, Instagram, diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Instagram pada tanggal 10
Oktober 2021
46
Ibid.

39
40

Sistem sosial di dalam Instagram adalah dengan cara mengikuti akun

pengguna lainnya, atau memiliki pengikut Instagram. Dengan demikian

komunikasi antara sesama pengguna Instagram sendiri dapat terjalin dengan

memberikan tanda suka dan juga mengomentari foto-foto yang telah diunggah

oleh pengguna lainnya. Pengikut juga menjadi salah satu unsur yang penting,

dimana jumlah tanda suka dari para pengikut sangat mempengaruhi apakah foto

tersebut dapat menjadi sebuah foto yang populer atau tidak. Untuk menemukan

teman-teman yang ada di dalam Instagram. Juga dapat menggunakan teman-

teman mereka yang juga menggunakan Instagram melalui jejaring sosial seperti

Twitter dan juga Facebook.

Kegunaan Utama Instagram adalah sebagai tempat untuk mengunggah dan

berbagi foto-foto kepada pengguna lainnya. Foto yang hendak ingin diunggah

dapat diperoleh melalui kamera iDevice ataupun foto-foto yang ada di album foto

di iDevice tersebut.

Pada versi awalnya, Instagram memiliki 15 efek-efek yang dapat digunakan

oleh para pengguna pada saat mereka hendak menyunting sebuah foto. Efek

tersebut terdiri dari: X-Pro II, Lomo-fi, Earlybird, Sutro, Toaster, Brannan,

Inkwell, Walden, Hefe, Apollo, Poprockeet, Nashville, Gotham, 1977, dan Lord

Kelvin. Namun tepat pada tanggal 20 September yang lalu Instagam telah

menambahkan 4 buah efek terbaru yaitu: Valencia, Amaro, Rise, Hudson dan

telah menghapus tiga efek, Apollo, Poprockeet, dan Gotham dari dalam fitur

tersebut. Di dalam pengaplikasian efek sekalipun para pengguna juga dapat

menghilangkan bingkai-bingkai foto yang sudah termasuk di dalam efek tersebut.


41

Fitur lainnya yang ada pada bagian penyuntingan adalah Tilt-Shift. Tilt-shift ini,

sama fungsinya dengan efek kamera melalui instagram, yaitu untuk memfokuskan

satu titik pada sebuah foto, dan sekelilingnya menjadi buram. Dalam

penggunaannya aplikasi Tilt-Shift memiliki dua bentuk, yaitu persegi panjang dan

juga bulat. Kedua bentuk tersebut dapat diatur besar dan kecilnya, juga titik fokus

yang diinginkan. Tilt-shift juga mengatur rupa foto disekeliling titik fokus

tersebut, sehingga para pengguna dapat mengatur tingkat buram pada sekeliling

titik fokus di dalam foto tersebut.

Setelah foto tersebut disunting, maka foto akan dibawa ke halaman

selanjutnya, dimana foto tersebut akan diunggah ke dalam Instagram sendiri

ataupun ke jejaringan sosial lainnya. Dimana di dalamnya tidak hanya ada pilihan

untuk mengunggah pada jejaringan sosial atau tidak, tetapi juga untuk

memasukkan judul foto, dan menambahkan lokasi foto tersebut. Sebelum

mengunggah sebuah foto, para pengguna dapat memasukkan judul untuk

menamai foto tersebut sesuai dengan apa yang ada dipikiran para pengguna.

Judul-judul tersebut, para pengguna dapat menyinggung pengguna Instagram

lainnya dengan mencantumkan akun dari orang tersebut. Para pengguna juga

dapat memberikan label pada judul foto tersebut, sebagai tanda untuk

mengelompokkan foto tersebut di dalam sebuah kategori.47

Di tahun 2016, Instagram melakukan perubahan baru dengan menghadirkan

fitur Stories dan kumpulan filter yang beragam. Aplikasi Instagram pun kini

dimanfaatkan sebagai wadah bagi influencer atau ruang untuk berbisnis dan
47
Satu Pedang, Sejarah Asal Mula Media Sosial Instagram, diakses dari
http://satupedang.blogspot.com/2015/02/sejarah-asal-mula-media-sosial-instagram.html pada
tanggal 10 Oktober 2021.
42

berbagai konten kreatif lainnya. Apalagi dengan hadirnya IGTV dan Reels. Saat

ini, Instagram juga bahkan memiliki fitur-fitur untuk berbelanja. Seperti Instagram

Shopping yang baru saja resmi masuk ke Indonesia.48

Di Indonesia, jumlah pengguna Instagram hingga Juli 2021 sebesar 91,77

juta pengguna. Pengguna terbesar terdapat di kelompok usia 18 – 24 tahun yaitu

36,4%. Instagram berada di urutan ketiga sebagai platform media sosial yang

paling sering digunakan, setelah YouTube dan WhatsApp. Instagram menjadi

media sosial yang sangat populer di berbagai belahan dunia karena

memungkinkan penggunanya untuk berbagi konten fotografi serta mengikuti

kehidupan para pesohor favorit.49

B. Instagram Sebagai Social Media Commerce

Media sosial Instagram menjadi salah satu media komunikasi pemasaran

yang dapat sangat berpengaruh terhadap penjualan suatu produk. Seperti yang

kita ketahui bahwasannya dalam berbagi foto dan video Instagram jauh lebih

terfokus dibandingkan media sosial lainnya. Tidak seperti Facebook dan platform

digital marketing lainnya, Instagram memang dirancang khusus untuk berbagi

foto dan video saja. Sementara media sosial lain, walaupun juga telah

menyediakan fitur tersebut namun terdapat fitur lain yang menjadi unggulan

keduanya seperti text (update status).

48
Kompas.com, Hari Ini dalam Sejarah : Aplikasi Instagram Pertama Kali Dirilis, diakses
dari https://tekno.kompas.com/read/2020/10/06/14000057/hari-ini-dalam-sejarah--aplikasi-
instagram-pertama-kali-dirilis-?page=all pada tanggal 10 Oktober 2021.
49
Monavia Ayu Rizaty, Pengguna Instagram Terbanyak, diakses dari
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/08/03/inilah-negara-pengguna-instagram-
terbanyak-indonesia-urutan-berapa pada tanggal 10 Oktober 2021.
43

Inilah yang menjadikan Instagram sebagai pemasaran media online yang

paling tepat karena terfokus pada gambar yang akan dipromosikan. Selain itu,

Instagram bisa mengsingkronkan akun Facebook dan Twitter. Jadi, penjual tidak

perlu lagi untuk mengupload berulang-ulang pada media lain. Sementara

sebaliknya kedua media tersebut tidak memiliki fitur yang sama ke Instagram.

Komunikasi pemasaran di Instagram juga memiliki kelebihan dari tingkat

penyebaran pemasaran yang luas. Apalagi aplikasi Instagram versi terbaru telah

menyediakan fitur Instagram Shopping. Fitur tersebut dapat digunakan untuk

menampilkan harga produk dan menghubungkan ke situs bisnis. Instagram juga

menyediakan fitur promosi untuk mempromosikan suatu produk dengan jangka

waktu dan harga yang telah ditentukan oleh Instagram.sebelum melakukan

promosi bisnis di Instagram, penjual harus mengubah akun Instagram menjadi

akun bisnis. Karena akun Instagram versi biasa tidak bisa digunkan untuk pomosi.

Dengan memanfaatkan fitur-fitur tersebut tentunya dapat menjangkau lebih

banyak konsmen untuk mudah mendapatkan produk yang diinginkan.

C. Proses Transaksi dalam E-Commerce Instagram

Transaksi jual beli e-commerce juga merupakan suatu perjanjian jual beli

sama dengan jual beli konvensional yang biasa dilakukan masyarakat. Hanya saja

terletak perbedaan pada media yang digunakan. Pada transaksi e-commerce, yang

dipergunakan adalah media elektronik yaitu internet sehingga kesepakatan

ataupun perjanjian yang tercipta adalah melalui online.

Hampir sama dengan perjanjian jual beli pada umumnya, perjanjian jual beli

online tersebut juga terdiri dari penawaran dan penerimaan sebab suatu
44

kesepakatan selalu diawali dengan adanya penawaran oleh salah satu pihak dan

penerimaan oleh pihak yang lain.

1. Penawaran

Dalam transaksi e-commerce, khususnya jenis B2C, yang melakukan

penawaran adalah merchant atau produsen/penjual. Para merchant/penjual

tersebut memanfaatkan website untuk menjajakan produk dan jasa pelayanan.

Para penjual menyediakan semacam storefront yang berisikan katalog produk dan

pelayanan yang diberikan. Dan para pembeli seperti berjalan-jalan di depan toko-

toko dan melihat barang-barang di dalam etalase. Keuntungannya jika melakukan

belanja di toko online adalah kita dapat melihat dan berbelanja kapan saja dan

dimana saja tanpa dibatasi oleh jam buka toko yang mengawasi kegiatan kita.

Dalam website tersebut biasanya ditampilkan barang-barang yang

ditawarkan, harganya, nilai rating atau poll otomatis tentang barang itu yang diisi

oleh pembeli sebelumnya, spesifikasi tentang barang tersebut, dan menu produk

lain yang berhubungan.

Penawaran ini terbuka bagi semua orang. Semua orang yang tertarik dapat

melakukan window shoppoing di toko-toko online ini. Dan jika ada barang yang

menarik perhatian, maka transaksi dapat dilakukan.

2. Penerimaan

Penerimaan dapat dinyatakan melalui website, electronic mail (surat

elektronik), atau juga melalui electronic data interchange.

Penjual biasanya bebas untuk menentukan cara penerimaan. Misalnya dalam

hal penjualan melalui Instagram, penawaran dapat ditujukan pada halaman akun
45

merchant, karena penawaran ini dipajang di etalase Instagram merchant, sehingga

siapapun dapat meilhat katalog tersebut. Dengan demikian, setiap orang yang

berminat dapat membuat kesepakatan dengan penjual yang menawarkan. Dan

setelah yakin dengan pilihannya calon pembeli akan masuki tahap pembayaran.

Dengan menyelesaikan tahapan transaksi ini, pengunjung toko online telah

melakukan penerimaan/acceptance sehingga telah terciptalah kontrak online.

Berikut merupakan bentuk pembayaran umum yang digunakan dalam

transaksi e-commerce Instagram, yaitu:

1. Pembayaran dengan perantara pihak ketiga, yaitu penjual mencantumkan

link dan mengarahkan pembeli untuk melakukan pembayaran menggunakan

website pihak ketiga sepeti Shopee, Tokopedia, Lazada, Bukalapak, dll.

2. Transaksi model ATM, transfer mobile banking, dan kartu kredit/debit.

Transaksi ini hanya melibatkan institusi finansial dan pemegang accout yang

akan melakukan pengambilan atau mendeposit uangnya dari account

masing-masing. Jenis transaksi seperti inilah yang berpontensi lebih besar

terjadinya penipuan atau kecurangan dari pihak penjual.

Setelah melakukan proses pembayaran, penjual akan melakukan pengiriman.

Pengiriman dapat dilakukan dengan cara dikirim sendiri atau menggunakan jasa

pengirim lainnya. Biaya pengiriman biasanya dihitung dalam pembayaran, atau

bahka seringkali dikatakan pelayanan gratis terhadap pengiriman karena sudah

termasuk dalam biaya penyelenggaraan dalam sistem tersebut.50

50
Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2005), hlm. 263.
46

D. Kelebihan dan Kekurangan Instagram Sebagai E-Commerce

Adapun kelebihan Instagram sebagai media promosi bisnis ialah sebagai

berikut :

1. Gratis

Untuk menggunakan instagram Anda tidak perlu mengeluarkan uang karena

Anda hanya cukup mendownload aplikasinya atau membuka situsnya. Tidak

seperti saat anda menggunakan website untuk promosi, yang tentu saja harus

menyewa domain dengan porto bervariasi. Oleh sebab itu, untuk online shop

pemula ada baiknya memilih sosial media seperti Instagram dari pada

menggunakan website.51

2. Jumlah pengguna sangat banyak

Di Indonesia, jumlah pengguna Instagram hingga Juli 2021 sebesar 91,77 juta

pengguna. Dan akan terus bertambah seiring berjalannya waktu, hal ini tentu saja

menguntungkan bagi pelaku bisnis online untuk memasarkan produknya melalui

sosial media Instagram. Selain itu menjadi keuntungan pula bagi konsumen

karena hanya dengan dirumah saja sudah bisa mendapatkan produk/jasa yang

diinginkan.

3. Mudah dioperasikan

Karena kemudahan yang disuguhkan, menjadikan instagram media yang

sangat cepat menarik minat masyarakat untuk menggunakannya. Seperti

memposting foto atau video, memberi like dan komentar pada postingan, mem-

51
Citrahost, Kelebihan dan Kekurangan Instagram Sebagai Sarana Promosi, diakses dari
https://citrahost.com/blog/instagram-sebagai-sarana-promosi/ pad atanggal 20 Oktober 2021.
47

follow hingga searching yang relevan dengan hastag pun dapat dilakukan dengan

sangat mudah.52

4. Pangsa pasar yang melek perkembangan teknologi

Para pengguna Instagram sudah pasti melek teknologi, dengan kata lain

mereka sebagai pengguna aktif Instagram pada umumnya juga menggunakan

Twitter dan Facebook, sehingga mudah dalam berpromosi.

5. Media utama berupa foto dan video

Ini adalah salah satu keunggulan Instagram dari sosial media lainnya.

Sebagai sosial media yang memang mengutamakan upload foto, menjadikan

Instagram sebagai primadona bagi pebisnis yang lihai dalam melihat peluang

dengan menampilkan kualitas foto terbaik dan penyajian foto untuk menarik

minat pelanggan. Manusia adalah termasuk makhluk visual yang artinya mudah

tertarik dari apa yang ia lihat.53

6. Mudah untuk digunakan siapa saja

Tidak membutuhkan skill khusus untuk menggunakan Instagram, cukup

upload foto, like, komentar dan search kata atau hashtag yang ingin dicari. Ini

terbilang mudah.54

7. Kegiatan promosi terbilang mudah

Salah satu kemudahan yang ditawarkan Instagram untuk berpromosi dalam

bisnis adalah dengan menggunakan hashtag, Paid Promote, dan menggunakan

jasa endorsement.55

52
Ibid.
53
Dovan Kongdom, Kelebihan dan Kekurangan Instagram sebagai Media Promosi Bisnis,
diakses dari https://donvankingdom.blogspot.com/2017/01/Kelebihan-dan-Kekurangan-Instagram-
sebagai-Media-Promosi-Bisnis.html pada tanggal 20 Oktober 2021.
54
Ibid.
48

Kekurangan Instagram sebagai media transaksi e-commerce ialah :56

1. Wajib update secara terus-menerus

Seperti halnya Twitter, Instagram memiliki timeline yang bergerak secara

cepat, akibatnya kamu sebagai si pemilik bisnis harus meng-update

konten/foto/video secara berkala agar pelanggan dapat melihat produk yang

ditawarkan, jika tidak produk akan jarang dilihat oleh pelanggan dikarenakan

tenggelam oleh postingan orang lain.

2. Banyaknya komentar bersifat spam

Banyaknya orang atau online shop lain yang melakukan komentar spam,

membuat Instagram sedikit tidak mengenakkan, karena komentar spam biasanya

berisi komentar yang tidak begitu penting.

3. Kurang praktis dalam hal transaksi langsung

Instagram memang tidak didesain secara khusus untuk melakukan transaksi

langsung, layaknya website-website e-commerce, namun hal ini dapat disiasati

dengan mencantumkan nomor kontak yang bisa dihubungi serta alamat rekening

kamu untuk kebutuhan transaksi pada biografi akun Instagram kamu.

4. Banyak kompetitor

Hal ini bukan hanya terjadi pada Instagram saja, namun pada sosial media

lainnya seperti Facebook dan Twitter juga penuh dengan kompetitor. Oleh sebab

itu pendekatan kepada pelanggan sangat memegang peranan penting untuk

memenangi persaingan.

55
Ibid.
56
Ibid.
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia Dalam

Melindungi Konsumen pada Transaksi E-Commerce

Konsumen dalam transaksi e-commerce memiliki resiko yang lebih besar

daripada penjual atau merchant-nya. Atau dengan kata lain, hak-hak konsumen

dalam e-commerce sangat rentan. Oleh karena itulah, selain jaminan yang

diberikan oleh penjual atau merchant sendiri, diperlukanlah juga jaminan yang

berasal dari pemerintah. Jaminan dari pemerintah ini diharapkan berupa undang-

undang yang dapat memberikan kedudukan yang lebih kuat bagi konsumen.

Pada tanggal 20 April 2000, Indonesia telah mulai memberlakukan Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Undang-

undang ini mengatur mengenai hak-hak konsumen, dan perbuatan-perbuatan yang

dilarang bagi produsen. Pertanyaannya adalah apakah undang-undang

perlindungan konsumen tersebut dapat diterapkan pada transaksi e-commerce.57

Jika dikaitkan antara hak-hak konsumen yang terdapat dalam UUPK dengan

hak-hak konsumen pada transaksi e-commerce, hak-hak konsumen sangat riskan

sekali untuk dilanggar.

Berikut beberapa contoh kasus yang telah dirangkum penulis sesuai hasil

wawancara bersama narasumber :

57
Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika (Suatu Kompilasi Kajian), (Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 275.

49
50

Kasus 1

Sesorang mahasiswi bernama Ira Al Habsyi yang juga bekerja di salah satu

optik di kota Jambi merupakan pengguna Instagram @iraalhabsyii, dimana

bertepatan dengan hari raya yang tinggal dua minggu lagi, Ira hendak membeli

kaftan setelah dia terpikat melihat iklan yang .muncul di beranda Instagram atas

nama akun @cazaya.id. Ira membeli empat jenis kaftan dengan total harga

Rp.1.200.000,00 setelah ia melakukan komusnikasi dengan penjual melalui DM

(direct massege) yang ada dalam fitur Instagram. Lalu, penjual memberikan

potongan diskon sebesar 10% sehingga total belanja menjadi Rp.1.080.000,00.

Setelah satu minggu Ira melakukan pembayaran via transfer, barang yang dipesan

tak kunjung datang padahal penjual memberikan estimasi pengiriman selama dua

hari setelah melakukan pembayaran. Dan juga penjual juga tidak memberikan

nomor resi pengiriman. Dengan dipenuhi rasa kesal dan kecewa karena barang

yang ia pesan tak kunjung datang, Ira berusaha menghubungi kembali penjual

melalui DM dan Whatsapp, akan tetapi penjual tidak pernah merespon pesan yang

Ira kirimkan dan penjual memblokir semua kontak Ira. Tak habis akal sampai

disitu saja, Ira menghubungi penjual meggunakan nomor Whatsapp lain, Ira

seolah-olah menjadi kostumer baru dan menanyakan ketersediaan barang dan

lamanya estimasi pengirima dan ternyata direspon baik oleh penjual. Akan tetapi,

setelah Ira beralih menanyakan mengenai orderan yang telah ia lakukan

sebelumnya, penjual tidak merespon dan kembali memblokir nomor Ira tersebut.

Akhirnya Ira berusaha mengiklaskan kejadian tersebut lantaran Ira tidak tahu cara
51

memproses penipuan tersebut melalui jalur hukum. Akirnya Ira membagikan

pengalamannya melalui Instagram Story supaya pengguna Instagram lain dapat

lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi melalui Instagram. Berikut kutipan

wawancara bersama Ira :

“Awalnya di DM responnya baik banget. Pas udah di transfer udah gak ada
kabar lagi. Udah di DM berkali-kali udah di chat lewat WA gak di read
sama sekali terus coba chat pake HP adek aku pas itu langsung di balasnya.
Terus aku tanyain pesanan aku kok gak sampai-sampai yaaa… eh malah
langsung di blokir. Ternyata itu akun penipuan setiap bulan puasa aja. Mau
prosesnya gak tau gimana Sher. Jadi mau gak mau udah ikhlasin aja ”.58

Kasus 2

Seorang wanita muda yang berprofesi sebagai kasir di salah satu Coffee

Shop ternama di Kota Jambi, pemilik akun Instagram @bella_farera pada pada 15

September 2021 mengalami penipuan berkedok olshop oleh akun Instagram

@falisha.kaosimport. awalnya Bella tertarik dengan produk yang diiklankan oleh

akun tersebut di Instagram. Lalu, Bella melakukan transaksi melalui pesan

Whatsapp dengan nomor yang tertera di Bio Instagram penjual. Bella membeli

tiga pasang baju dengan total belanja Rp.360.000,00. Lalu setelah Bella

mentransfer uang dengan jumlah tersebut, penjual pun memberikan estimasi

pengiriman selama satu minggu. Dua hari kemudian pada 17 September 2021

penjual kembali menghubungi Bella melalui pesan Whatsapp dan meminta Bella

untuk kembali mentransfer sejumlah uang dan meminta Bella untuk memberikan

informasi isi saldo trakhir pada rekening bank Bella, dan meminta Bella untuk

menghubungi penjual jika sudah di ATM. Berikut kutipan pesan Whatsapp yang

penjual kirimkan kepada Bella :

58
Wawacara dengan Ira Al Habsyi, pada 02 November 2021.
52

“Kakak pastikan saldo terkahirnya ya kak setelah trf aktivasinya biar nanti
saat pengembalian dana ngga ada selisih…… Soalnya kami pakai rekening
toko untuk proses pengembalian dana ya kak…. Saldonya bisa di screen di
kirim ke kami yah kak. Atau ngga di tulis aja tapi jangan ada yang salah yah
kak… contohnya : Rp, 123.456.789.. jika sudah di atm hubungi kami yah
kak..”.59

Lalu keesokan harinya, Bella ditemani oleh Akim kakaknya mendatangi

ATM dan mengirimkan foto tentang informasi saldo terakhir Bella yang ada pada

ATM. Penjual pun melakukan panggilan suara kepada Bella lalu menyuruh Bella

untuk mengikuti petunjuk yang di arahkan oleh penjual, sampai pada akhirnya

penjual meminta Bella untuk mentransfer uang dengan jumlah Rp.400.000,00.

Lalu Akim mulai menaruh curiga dan sempat melakukan perdebatan panjang

dengan penjual. Lalu, Akim mengancam penjual akan melaporkan kejadian ini

kepada polisi, admin pun menjawab dengan bercanda dan mengakhiri panggilan.

Dan kontak Bella pun diblokir oleh penjual. Akhirnya Bella pulang dengan rasa

kecewa dan marah tapi tidak mengerti bagaimana memprosesnya ke jalur hukum.

Berikut kutipan wawancara penulis bersama Bella :

“Bella pesan tiga baju kak harganya 360.000 terus besoknya Bella malah
disuruh transfer lagi katanya sih ntar dananya mau dikembaliin, Bella belum
sadar kalo itu penipuan terus Bella besoknya ke Atm sama Akim terus
penjualnya nyuruh Bella transfer 400.000 lagi tapi sama akim telepon Bella
diambil terus penjualnya debat sama Akim dan ngomong kasar, terus Akim
ngancam penjual itu mau laporin ke polisi tapi penjualnya malah ngejek dan
bercandain terus telepon nya dimatiin, terus kontak Bella di blokir… Bella
gak bisa berbuat apa-apa soalnya Bella gak paham prosesnya jadi yaudah di
iklasin ajalah sama Bella, tapi akun itu masih aktif sampai sekarang, kesal
kalo ingat kejadiannya kak…”.60

59
Isi pesan Whatsapp admin @ falisha.kaosimport kepada Bella, pada 17 September 2021.
60
Wawancara denga Bella Farera, pada 02 November 2021.
53

Kasus 3

Irfan seorang karyawan swasta di salah satu perusahaan yang bergerak di

bidang transportasi mengalami kejadian yang tidak mengenakan, berawal dari

keisengannya mencari televisi di Instagram akhirnya dia tergiur pada salah satu

akun Instagram @tv_storee yang menawarkan televisi model terbaru dengan

harga dibawah pasaran. Selain itu akun tersebut juga menampilkan testimoni dan

update Instagram story setiap hari yang membuat Irfan semakin percaya dengan

akun tersebut. Kemudian dengan yakin Irfan mencoba menghubungi akun penjual

melalui DM Instagram. Irfan dilayani dengan baik, semua pertanyaannya juga di

respon dengan cepat, hingga akhirnya Irfan mentransfer uang senilai

Rp.3.202.000,00. Untuk pembelian smart tv 42 inch merek Samsung yang sudah

termasuk biaya kirim dari Jakarta ke Jambi. Penjual juga menyampaikan bahwa

pengiriman akan segera di proses langsung setelah dilakukan pembayaran, dan

lama pengiriman maksimal tiga hari setelah no resi terbit. Dua hari berselang

setelah Irfan melakukan pembayaran penjual tak kunjung memberikan nomor resi.

Kecurigaan Irfan semakin menguat setelah dia mencoba menghubungi penjual

selama tiga hari berturut-turut akan tetapi tidak di respon. Kemudian Irfan

menghubungi penjual melalui nomor Whatsapp yang tertera pada bio Instagram,

namun nomor Irfan malah di blokir oleh penjual. Tidak kehabisan akal Irfan lalu

mengecek nomor Whatsapp penjual menggunakan aplikasi Getcontact yang

ternyata nomor penjual tersebut adalah penipu dan sudah banyak memakan

korban. Menyadari dirinya mengalami kerugian, Irfan pun mendatangi Polres

Jambi untuk melaporkan kejadian yang menimpanya. Namun, ditolak mentah-


54

mentah karena kerugian hanya beberapa juta saja. Berikut kutipan wawancara

penulis bersama Irfan :

“Kemaren aku pengen beli smart tv, terus tergiur harga murah yang
ditawarkan @tv_storee ternyata aku malah ditipu. Jadi setelah kena tipu aku
langsung lapor ke polisi, malah ditolak mentah-mentah karena duit yang
hilang cuma tiga jutaan. Jadi yaudah aku pulang, selang beberapa minggu
aku minta bantuin temen aku untuk konsul ke temennya yang polisi,
eh…responnya malah bilang gausah lapor. Percuma cuman ngabisin waktu
dan keluar uang lagi. Ikhlasin aja uangnya, lain kali jangan biasain belanja
online. Haduhhh…saran macam apa itu, kalo kita bukan siapa-siapa tu
enggak begitu di tanggepin sama polisi”.61

Kasus 4

Seorang juru masak di salah satu kedai di kota Jambi, bernama Wildan

Anjasmara berbelanja melalui online khususnya Instagram untuk keperluan

seragam kitchen crew. Dengan sangat antusias Wildan memilih seragam yang

sesuai dengan bahan dan warna yang telah disepakati bersama. Satu per satu

gambar ia amati dengan teliti, memang semua gambar yang ditampilkan pada

akun Instagram tersebut. Wildan tak menunggu lama menjatuhkan pilihannya

pada seragam yang berwarna putih dengan kombinasi krem dan hitam. Kemudian

Wildan menghubungi penjual melalui DM Instagram untuk menanyakan cara

pemesanan dan pembayaran. Tidak membutuhkan waktu lama Wildan

mentransfer pembayaran sejumlah Rp.1.800.000,00 setelah Wildan mengirimkan

ukuran dan jumlah seragam yang ia pesan. Dua hari kemudian penjual

mengirimkan nomor resi kepada Wildan, dan Wildan pun merasa tenang

menunggu sampainya barang.

61
Wawancara bersama Irfan, pada 05 November 2021.
55

Seminggu kemudian pun barang datang, akan tetapi sangat jauh dari harapan

karena barang yang diterima bahannya tidak sesuai dengan yang harga pelaku

usaha beri dimana bahan tersebut memiliki kualitas yang rendah. Wildan merasa

kecewa dan menghubungi penjual, namun penjual malah slow respon dan hanya

membalas bahwa barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan. Berikut

wawancara bersama Wildan :62

“Ini pertama kalinya aku belanja lewat Instagram untuk kebutuhan kitchen
crew tapi malah dapet bahan yang ga sesuai harga, padahal postingannya
udah menjanjikan banget. Pas aku complain malah responnya lama banget,
sekalinya direspon cuma dibalas barang yang udah dibeli tidak bisa
dikembalikan. Terus aku tetap usaha hubungi tapi gapernah direspon, jadi
yaudah lah ya..”

Terkait dengan keempat kasus yang telah penulis buat diatas, pelaku usaha

jelas melanggar hak-hak konsumen dimana salah satunya tertera pada Pasal 4

UUPK konsumen mempunyai hak untuk memilih barang dan/jasa serta

mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi

serta jaminan yang dijanjikan, serta ketidaksesuaian spesifikasi barang yang

diterima dengan barang tertera dalam iklan/foto penawaran barang yang tidak

sesuai merupakan bentuk pelanggaran/larangan bagi pelaku usaha dalam

memperdagangkan barang begitu pula dengan pelanggaran hak-hak konsumen

yang telah dilakukan oleh pelaku usaha. Sesuai Pasal 4 huruf h UUPK konsumen

berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana

mestinya. Sedangkan, pelaku usaha itu sendiri sesuai Pasal 7 huruf g UUPK

berkewajiban memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila


62
Wawancara bersama Wildan Anjasmara pada tanggal 05 November 2021.
56

barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan

perjanjian. Di samping itu pula dalam Pasal 12 ayat (3) UUITE menjelaskan

bahwa “Setiap orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana yang

dimaksud pada ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi

hukum yang timbul”. Artinya para pihak bertanggung jawab atas segala kerugian

yang timbul akibat pelanggaran yang dilakukan terhadap pemberian pengamanan

dalam perjanjian jual beli online.

Berdasarkan kesimpulan dari diskusi ilmiah “Pengembangan Cyber law di

Indonesia Kesiapan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia Mengantisipasi

Kegiatan e-commerce di kampus Universitas Padjajaran, tanggal 3 Juni 2000

disimpulkan bahwa hak-hak konsumen dalam e-commerce yang tergolong riskan

adalah sebagai berikut:63

1. Tidak ada jaminan keselamatan dan keamanan dalam mengkonsumsi barang

dan jasa. Hal ini dikarenakan para konsumen tidak dapat langsung

mengidentifikasi, melihat atau menyentuh barang yang akan dipesan lewat

internet, sebagaimana yang biasa terjadi dalam transaksi tatap muka di pasar

2. Tidak ada kepastian apakah konsumen telah memperoleh informasi yang

dibutuhkannya dalam bertransaksi sebab informasi yang tersedia dibuat

secara sepihak oleh penjual atau produsen, tanpa ada kemungkinan

konsumen melakukan verifikasi.

63
Didi Irawan Syamsuddin, “Konsumen, E-Commerce dan Perlindungan Humum”, Suara
Pembaruan (10 Juli 2000).
57

3. Tidak terlindunginya hak-hak konsumen untuk menegeluh atau mengadu

atau memperoleh kompensasi. Hal ini karena transaksi lewat internet,

dilakukan tanpa tatap muka, maka ini membuka peluang tidak

teridentifikasinya si produsen atau penjual barang/ jasa tersebut. Bisa saja

produsen hanya mencantumkan alamat yang tidak jelas atau hanya sekadar

alamat di surat elektronik atau electronic mail yang tidak terjangkau dunia

nyata. Akibatnya bila terjadi keluhan, konsumen akan kesulitan

menyampaikan keluhannya. Selain itu, dapat juga keluhan konsumen tidak

di tanggapi sebab sulitnya menuntut produsen di dunia virtual.

4. Dalam trasnsaksi pembayaran e-commerce, biasanya konsumen harus

terlebih dahulu membayar penuh, barulah pesanannya diproses oleh

produsen atau penjual. Hal ini jelas berisiko tinggi bagi konsumen sebab

membuka peluang terlambatnya barang yang dipesan, atau isi dan mutunya

tidak sesuai dengan pesanan atau sama sekali tidak sampai ke tangan

konsumen (kemungkinan terjadinya wanprestasi).

5. Transaksi e-commerce dapat dilakukan antar negara. Bila terjadi sengketa,

akan sulit ditentutkan hukum negara mana yang akan dipakai.

Dalam UUPK Indonesia terdapat kelemahan yang tidak dapat menjangkau

e-commerce. Kelemahan ini adalah mengenai terbatasnya pengertian pelaku

usaha. Dimana Pasal 1 butir 3 UUPK menyatakan pelaku usaha adalah “Setiap

orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun

bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan

dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-
58

sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang

ekonomi”.64

Melihat pengertian di atas sangatlah sempit sekali ruang lingkup pengertian

pelaku usaha yang diatur oleh UUPK. Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dalam Pasal

2 menyebutkan bahwa “ Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang

melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik

yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum

indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.65

UUPK belum sepenuhnya dapat mengakomodir hak-hak konsumen dalam

transaksi e-commerce. Dikarenakan e-commerce memiliki karakteristik tersendiri

dibandingkan dengan transaksi konvensional meliputi tidak bertemunya secara

langsung penjual dan pembeli, transaksi dapat melintasi batas-batas negara,

produk yang diperjual belikan dapat berupa barang/jasa yang ditampilkan dalam

bentuk digital yang dapat diakses oleh calon pembeli dimanapun

Di samping itu perlindungan difokuskan hanya pada sisi konsumen serta sisi

produk yang diperdagangkan sedangkan perlindungan dari sisi pelaku usaha

seperti informasi tentang identitas pelaku usaha serta jaminan kerahasiaan data-

data milik konsumen belum diakomodir oleh UUPK, padahal hak-hak tersebut

sangat penting diatur untuk keamanan konsumen dalam bertransaksi khususnya

dalam transaksi e-commerce.

64
Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika (Suatu Kompilasi Kajian), (Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 276.
65
Arfiana Novera, Sri Turatmiyah, “Analisis Hukum Mengikat Jual Beli Online (E-
Commerce) dalam Perspektif Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak, Semina Nasional, Hasil-
Hasil Penelitian Ilmu Hukum Tahun 2015.
59

Apabila pelaku usaha tidak melaksanakan kewajibannya, pelaku usaha dapat

dipidana berdasarkan Pasal 62 UUPK, yang berbunyi :

1. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a,

huruf b, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak

Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

2. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1)

huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)

tahun atau pidana dengda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah).

3. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat

tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

Dan dalam Pasal 63 UUPK sanski pidana yang dimaksud dalam Pasal 62,

dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa :

a. Perampasan barang tertentu,

b. Pengumuman keputusan hakim,

c. Pembayaran ganti rugi,

d. Perintah penghentian kegiatan tertentuyang menyebabkan timbulnya

kerugian konsumen,

e. Kewajiban penarikan barang dari peredaran, atau

f. Pencabutan izin usaha.


60

Selain itu, anda dapat membuat aduan kepada Yayasan Lembaga Konsumen

Indonesia (YLKI) dimana menurut ketentuan umum dan Privasi Tindak lanjut

Aduan dalam poin ke tujuh berbunyi “Subtansi yang diadukan merupakan

kategori sengketa konsumen yaitu sengketa antara konsumen akhir dengan pelaku

usaha”, dan poin ke 15 yang berbunyi “Konsumen sudah mengadu secara tertulis

ke pelaku usaha dan tidak mendapatkan tanggapan”.66

B. Transaksi E-Commerce Dalam Perspektif Hukum Islam

Dalam konsep Islam, segala sesuatu yang berbentuk interaksi sesama

manusia (muamalah) pada dasarnya diperbolehkan, sejauh tidak ada dalil yang

menentukan keharamannya, sebagaimana tertuang dalam kaidah hukum :67

‫ ًَِٓا‬ْٚ ‫ْم َعهَٗ تَحْ ِس‬ِٛ‫َ ُد َّل َدن‬ٚ ٌْ َ‫احتُ إَِلَّ أ‬ ِ َ‫اَألَصْ ُم فِٗ ْان ًُ َعا َيال‬
َ َ‫ث ْا ِإلب‬
Artinya :“Hukum asal dalam bidang muamalah adalah boleh sampai ada
dalil yang mengharamkannya”.

Akan tetapi, sebagaimana tertuang dalam konsep fikih tentang ekonomi

selama ini, khususnya dalam masalah jual beli, telah digariskan bahwa yang dapat

membatasi fleksibelitas kebolehan jual beli tersebut adalah sejauh mana transaksi

tersebut memenuhi rukun dan syarat. Sebagaimana yang dimaksud dalam rukun

dan syarat jual beli ialah :

1. Rukun jual beli : 68

a. „Aqid (subjek jual beli), yakni penjual dan pembeli.

66
pelayanan.ylki.or.id
67
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 12, (Bandung : Al-Ma’arif, 1988), hlm. 98.
68
Kumparan, Rukun dan Syarat Jual Beli dalam islam ynag Perlu Dipahami, diakses dari
https://kumparan.com/berita-hari-ini/rukun-dan-syarat-jual-beli-dalam-islam-yang-perlu-dipahami-
1vVpB6yIkvY, pada tangal 07 November 2021.
61

b. Ma‟qud alaih (objek jual beli), yakni harga dan barang.

c. Mahal al-„Aqdi (shighat/ pernyataan jaul beli), yani ijab dan qabul.

d. Maudhu „al-„Aqdi (tujuan jaul beli), yakni untuk saling memenuhi

kebutuhan antar manusia.

2. Syarat jual beli dalam Islam:69

a. Penjual dan pembeli melakukan transaksi dengan sadar dan ridha. Artinya,

tak ada paksaan atau ancaman kepada salah satu pihak untuk melakukan

transaksi.

b. Pihak yang bersangkutan, pembeli dan penjual, harus sudah dewasa,

cakap, dan dalam kondisi sadar saat melakukan transaksi. Artinya tak ada

penipuan, pengelabuan terhadap salah satu pihak karena sedang tidak

sadar, atau masih anak-anak.

c. Adanya akad alias kesepakatan jual beli kedua belah pihak. Artinya, jual beli

itu diikrarkan sehingga kedua pihak sama-sama sadar bahwa mereka

melakukan jual beli dan saling mengetahui.

d. Barang yang diperjual belikan adalah dimiliki sepenuhnya oleh penjual.

Artinya, barang itu bukan barang curian, pinjaman, atau barang yang hanya

dikuasai penjual. Secara lain, penjual adalah memang pihak yang berhak

atas barang tersebut.

e. Objek yang diperjual belikan bukanlah barang yang terlarang atau haram.

Maksudnya, objek itu adalah barang bermanfaat, tidak menimbulkan

69
Prospeku, Hukum Juak Beli dalam Islam Beserta Rukun & Syarat, diakses dari
https://prospeku.com/artikel/hukum-jual-beli-dalam-islam-beserta-rukun-syaratnya---2812, pada
tanggal 07 November 2021.
62

musibah, atau dilarang agama/masyarakat. Sehingga jual beli itu

menghasilkan manfaat.

f. Harga jual beli itu harus jelas. Ini adalah asas transparansi. Selain tanpa

paksaan, jual beli dalam Islam harus mengedepankan kejujuran. Sehingga

dua pihak yang bertransaksi sama-sama tahu berapa nilai transaksi mereka.

Dari adanya nuansa fleksibelitas dan keterikatan dengan rukun dan syarat

itulah peluang e-commerce akan dipandang dari sisi fikih ekonomi. Oleh karena

itu, konsep jual beli dalam fikih muamalah yang sangat sepandan dengan konsep

e-commerce ini adalah jual beli as-salam atau disebut juga dengan as-salaf. Jual

beli as-salam itu sendiri merupakan suatu bentuk transaksi jual beli dimana

penyerahan barang yang dipesan tersebut ditangguhkan kecuali setelah

disampaikan sifat atau ciri barang yang diinginkan, dan penyerahan uangnya

dilaksanakan secara tunai.70

Landasan hukum yang disyari’atkannya jual beli as-salam atau as-salaf

terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis yaitu sebagai berikut :

a. Firman Allah Swt. dalam surah an-Nisa’ (4) : 29

ِ َ‫َُ ُك ْى بِ ْانب‬ْٛ َ‫ ٍَْ ٰا َيُُ ْٕا ََل تَأْ ُكهُ ْٰٕٓا اَ ْي َٕانَ ُك ْى ب‬ٚ‫َُّٓا انَّ ِر‬َٚ‫ٰٓا‬ٰٚ
ٰٓ َّ ِ‫اط ِم ا‬
ٍْ ‫َل اَ ٌْ تَ ُك ْٕ ٌَ تِ َجا َزةًّ َع‬

‫ ًًّا‬ْٛ ‫اٌ بِ ُك ْى َز ِح‬ ّ ٰ ٌَّ ِ‫اض ِّي ُْ ُك ْى ُۗ َٔ ََل تَ ْقتُهُ ْٰٕٓا اَ َْفُ َس ُك ْى ُۗ ا‬
َ ‫ّللاَ َك‬ ٍ ‫تَ َس‬
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang
kepadamu”.

70
Syukri Iska, E-Commerce Dalam Perspektif Fikih Ekonomi, Juris Volume 9 No 2
(Desember 2010), hlm. 126.
63

b. Firman Allah Swt. dalam surah al-Baqarah (2) : 282

‫َُ ُك ْى‬ْٛ َّ‫َ ْكتُبْ ب‬ٛ‫ ٍٍ اِ ٰنٰٓٗ اَ َج ٍم ُّي َس ًًّّٗ فَا ْكتُب ُْٕ ُُِۗ َٔ ْن‬ْٚ ‫َ ُْتُ ْى بِ َد‬ٚ‫ ٍَْ ٰا َيُُ ْٰٕٓا اِ َذا تَ َدا‬ٚ‫َُّٓا انَّ ِر‬َٚ‫ٰٓا‬ٰٚ

‫َكاتِ ٌۢب بِ ْان َع ْد ِل‬

Artinya : “ Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang


piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar”.

c. Firman Allah Swt. dalam surah at-Taubah (9) : 111

ّ ٰ ٌَّ ِ‫ا‬
ْٙ ِ‫ُقَاتِهُ ْٕ ٌَ ف‬ٚ َ‫ ٍَْ اَ َْفُ َسُٓ ْى َٔاَ ْي َٕانَُٓ ْى بِا َ ٌَّ نَُٓ ُى ْان َجَُّ ُۗت‬ُِٛ‫ّللاَ ا ْشتَ ٰسٖ ِي ٍَ ْان ًُ ْؤ ِي‬

ّ ٰ ‫ ِم‬ْٛ ِ‫َسب‬
ِ ْ َٔ ‫ ِّ َحقًّّا فِٗ انتَّ ْٕ ٰزى ِت‬ْٛ َ‫ُ ْقتَهُ ْٕ ٌَ َٔ ْعدًّا َعه‬َٚٔ ٌَ ْٕ ُ‫َ ْقتُه‬َٛ‫ّللاِ ف‬
ٌِ ُۗ ‫ ِم َٔ ْانقُسْ ٰا‬ْٛ ‫اَل َْ ِج‬

ّ ٰ ٍَ ‫َٔ َي ٍْ اَ ْٔ ٰفٗ بِ َع ْٓ ِد ِٖ ِي‬


َ ِ‫َ ْعتُ ْى بِ ٖ ُّۗ َٔ ٰذن‬ٚ‫ ِع ُك ُى انَّ ِرْ٘ بَا‬ْٛ َ‫ّللاِ فَا ْستَب ِْشس ُْٔا بِب‬
‫ك ُْ َٕ ْانفَ ْٕ ُش‬

‫ ُى‬ْٛ ‫ْان َع ِظ‬

Artinya : “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri


mau-pun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka
berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh,
(sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an.
Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka
bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian
itulah kemenangan yang agung”.

d. Hadis Nabi Saw. sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari
Ibn Abbas :

ٍ ُ‫ٕو إِنَٗ أَ َج ٍم َي ْعه‬


‫ٕو‬ ٍ ُ‫ٕو َٔ َٔ ْش ٌٍ َي ْعه‬ َ َ‫َي ٍْ أَ ْسه‬
ٍ ُ‫ ٍْم َي ْعه‬ٛ‫ َك‬ْٙ ِ‫ ٍء فَف‬ْٙ ‫ َش‬ِٙ‫ف ف‬
64

Artinya : “Siapa yang melakukan jual beli salaf (jual beli salam), hendaklah
melakukannya dengan takaran dan timbangan yang jelas, sampai
batas waktu tertentu”. (H.R Bukhari)71
e. Ijma’

Kesepakatan ulama akan bolehnya jual beli salam dikutip dari pernyataan Ibnu

Mundzir yang mengatakan bahwa semua ahli ilmu telah sepakat bahwa jual beli

salam diperbolehkan, karena terdapat beberapa kebutuhan dan keperluan untuk

memudahkan urusan manusia. Pemilik lahan pertanian, perkebunan, ataupun

perniagaan terkadang membutuhkan modal untuk mengelola usaha mereka hingga

siap dipasarkan, maka jual beli salam diperbolehkan untuk mengakomodir

kebutuhan mereka. Ketentuan ijma’ ini secara jelas memberikan legalisasi praktik

pembiayaan/ jual beli salam.72

Ketentuan fatwa DSN MUI Nomor 05/DSN MUI/IV/2000 menetapkan enam

hal :

1. Ketentuan Pembayaran

a. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang,

barang, atau manfaat.

b. Dilakukan saat kontrak disepakati (inadvance).

c. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk ibra’ (pembebasan utang).

2. Ketentuan Barang

a. Harus jelas ciri-cirinya/spesifikasi dan dapat diakui sebagai utang.

b. Penyerahan dilakukan kemudian.

71
Al-Kahlany, “Subul al-Salam”, Jilid 4 (Bandung : Dahlan, t. th), hlm, 49.
72
Rozalinda, “Fiqih Ekonomi Syariah”, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2016). Hlm 94.
65

c. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan

kesepakatan.

d. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum barang tersebut diterimanya

(qabadh).

e. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai

kesepakatan.

3. Ketentuan tentang salam paralel dibolehkan melakukan salam paralel dengan

syarat akad kedua terpisah dari, dan tidak berkaitan dengan akad pertama.

4. Penyerahan Barang

a. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas

dan kuantitas sesuai kesepakatan.

b. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi, maka

penjual tidak boleh meminta tambahan harga sebagai ganti kualitas yang

lebih baik tersebut.

c. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas lebih rendah, pembeli

mempunyai pilihan untuk menolak atau menerimanya, apabila pembeli

rela menerimanya, maka pembeli tidak boleh meminta pengurangan harga

(diskon). Para ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya muslam

ilaih menyerahkan muslam fiih yang berbeda dari yang telah disepakati.

d. Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari yang telah disepakati,

dengan beberapa syarat:

1) Kualitas dan kuantitas barang sesuai dengan kesepakatan, tidak boleh

lebih tinggi ataupun lebih rendah.


66

2) Tidak boleh menuntut tambahan harga.

e. Jika semua/sebagian barang tidak tersedia tepat pada waktu penyerahan

atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka

pembeli memiliki dua pilihan:

1) Membatalkan kontrak dan meminta kembali uang. Pembatalan kontrak

dengan pengembalian uang pembelian, menurut jumhur ulama,

dimungkinkan dalam kontrak salam. Pembatalan penuh pengiriman

muslam fihi dapat dilakukan sebagai ganti pembayaran kembali

seluruh modal salam yang telah dibayarkan.

2) Menunggu sampai barang tersedia.

5. Pembatalan Kontrak.

Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan, selama tidak merugikan

kedua belah pihak.

6. Perselisihan.

Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, persoalannya

diselesaikan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan

melalui musyawarah.73

Para fuqaha memiliki pendapat mengenai periode minimum pengiriman, yaitu

berikut:

1. Hanafi menetapkan periode penyerahan barang pada satu bulan. Untuk

beberapa penundaan, selambat-lambatnya adalah tiga hari. Tetapi, jika penjual

meninggal dunia sebelum penundaan berlalu, salam mencapai kematangan.

73
Juhaja Pradja. 2012. Ekonomi Syariah. (Bandung : Pustaka Setia) hlm. 209
67

Dalam Ketentuan Umum tentang Akad, pasal 89 menyebutkan "Jika penjual

meninggal dan jatuh pailit setelah menerima pembayaran tetapi belum

menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli, barang tersebut dianggap

barang titipan kepunyaan pembeli yang ada di tangan penjual.

2. Menurut Syafi'i salam dapat segera dan tertunda.

3. Menurut Malik, penundaan tidak boleh kurang dari 15 hari.

Akad salam ini dibolehkan dalam syariah Islam karena punya hikmah dan

manfaat yang besar, dimana kebutuhan manusia dalam bermuamalat seringkali

tidak bisa dipisahkan dari kebutuhan atas akad ini. Kedua belah pihak, yaitu

penjual dan pembeli bisa sama-sama mendapatkan keuntungan dan manfaat

dengan menggunakan akad salam. Pembeli (biasanya) mendapatkan keuntungan

berupa:

1. Jaminan untuk mendapatkan barang sesuai dengan yang ia butuhkan dan pada

waktu yang ia inginkan. Sebagaimana ia juga mendapatkan barang dengan

harga yang lebih murah bila dibandingkan dengan pembelian pada saat ia

membutuhkan kepada barang tersebut. Sedangkan penjual juga mendapatkan

keuntungan yang tidak kalah besar dibanding pembeli.

2. Penjual mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya dengan cara-cara

yang halal, sehingga ia dapat menjalankan dan mengembangkan usahanya

tanpa harus membayar bunga. Dengan demikian selama belum jatuh tempo,

penjual dapat menggunakan uang pembayaran tersebut untuk menjalankan

usahanya dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa ada kewajiban

apapun.
68

3. Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan pembeli, karena

biasanya tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang pesanan

berjarak cukup lama.

Dengan adanya penjelasan tentang jual beli as-salam di atas, dapat diambil

kesimpulan bahwa secara prinsip bentuk transaksi jual beli antara as-salam

dengan e-commerce adalah sama, yakni sama-sama berbentuk pesanan yang

penyerahan barangnya ditangguhkan, sedangkan pembayarannya sama-sama

tunai. Kendati pada as-salam pembayarannya secara konvensional, yakni

langsung berbentuk uang tunai, sesuai dengan kondisi peradaban yang ada pada

waktu itu, sedangkan “tunai” dalam sistem pembayaran pada e-commerce dengan

memakai media e-mail, credit card (kartu kredit) secara online.74

74
Syukri Iska, E-Commerce Dalam Prespektif Fikih Ekonomi, Juris Volume 9 No 2
(Desember 2010), hlm. 128.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Peraturan yang digunakan untuk melindungi hak-hak konsumen selama ini

adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan

Konsumen (UUPK), namun undang-undang ini tidak secara khusus

mengatur mengenai hak-hak konsumen dalam transaksi jual beli online akan

tetapi lebih condong kepada jual beli konvensional. Di samping itu pula

yang menjadi ruang lingkup pelaku usaha dalam UUPK hanyalah yang

bergerak di dalam wilayah hukum Indonesia di mana sangat bertentangan

dengan karakteristik e-commerce yang dapat bersifat lintas negara

(bordeless). Maka dari itu undang-undang yang berlaku di Indonesia saat ini

belum cukup mampu mengakomodir hak hak konsumen khususnya dalam

bertransaksi secara online.

2. Dalam Islam bentuk interaksi sesama manusia (muamalah) dalam bidang

ekonomi diperbolehkan sejauh tidak ada dalil yang menentukan

keharamannya. Dimana jika telah sesuai rukun dan syarat sah jual beli dalam

Islam maka hal itu tidak haram untuk di lakukan. Pandangan hukum Islam

terhadap e-commerce itu sendiri ialah diperbolehkan karena memiliki

karakteristik yang sama dengan as-salam karena keabsahannya telah

ditentukan berdasarkan al-Qur’an, Hadis, dan kaidah hukum Islam.

69
B. Saran

1. Mengingat transaksi dilakukan tidak secara tatap muka, maka konsumen

dalam melakukan transkasi harus lebih cermat dan teliti dalam membaca

serta mencari tahu mengenai penjual/ merchant dan sistem keamanan yang

disediakan sebelum melakukan transaksi. Dengan demikian resiko penipuan

dan kekecewaan dapat di minimalisir. Anda dapat mengadukan penipuan

yang anda alami kepada YLKI jika tidak mendapat respon dari pelaku usaha.

2. Bagi pelaku usaha agar tidak melakukan tindakan penipuan guna

memperoleh keuntungan yang halal sesuai dengan ajaran agama, pelayanan

dengan kualitas yang tinggi serta etika yang baik dalam melakukan usaha

akan menimbulkan keuntungan yang besar karena pembeli akan merasa

nyaman dana aman ketika berbelanja di situs anda dan secara tidak langsung

akan menjadi pelangan bagi usaha anda. Dan diharapkan bagi pemerintah

agar peraturan perundang-undangan di optimalkan sesuai dengan

perkembangan e-commerce yang pesat belakangan ini, agar meminimalisir

kerugian bagi konsumen dan konsumen mendapatkan hak-haknya serta

dapat berbelanja online dengan aman.


DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

Al-Qur’an Terjemahannya (Aplikasi Qur’an World).

Abdul Halim Barakatullah dan Teguh Prasetyo. Bisnis E-Commerce Studi System

Keamanan dan Hukum di Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2006.

Ahmadi Miru. Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta :

Rajawali Pers. 2010.

Arfiana Novera, Sri Turatmiyah. Analisis Hukum Mengikat Jual Beli Online (E-

Commerce) dalam Perspektif Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak,

Semina Nasional, Hasil-Hasil Penelitian Ilmu Hukum. 2015.

Azhar Muttaqin. Transaksi E-Commerce Dalam Tinjauan Hukm Jual Beli Islam.

Ulumuddin, Volume VI, Tahun IV, Januari-Juni. 2010.

Dimas Febrian. Rivan Kurniawan. Yusuf Bintang Syaifinuha. Perlindungan

Hukum Transaksi E-Commerce. Privat Law. Edisi 07 Januari – Juni. 2016.

Edmon Makarim. Kompilasi Hukum Telematikai (Suatui KompilasixKajian).

iJakarta:iPT Rajai Grafindoi iPersada. 2005.

Gemala Dewi, dkk. Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, cet. 2. Jakarta :

Kencana. 2005.

Haris Faulidi. Transaksi Bisnis Ecommerce. Yogyakarta : MagistraInsani. 2004.

Irfan Alfarizi. Trend Jual Beli Online Melalui Situs Resmi Menurut Tinjauan

Etika Bisnis Islam. Skripsi. Bengkulu: IAIN. 2019.

Mahir Pradana. Klasifikasi Jenis-Jenis Bisnis E-Commerce di Indonesia. Jurnal

Neo-Biz. 2015.

71
Philipus M. Hadjon. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta:

Gajah Mada University Press. 2011.

Sayuti Una. Pedoman Penulisan Skripsi (Edisi Revisi). Jambi : Syariah Press dan

Fakultas Syariah IAIN STS Jambi. 2014.

Sayyid Sabiq. Fikih Sunnah Jilid 12. Bandung : Al-Ma’arif. 1988.

Siti Hodijah. Skripsi. Analisis Perlindungan Konsumen Tentang Jaminan/ Garansi

Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dan Hukum Ekonomi

Syariah. Jambi : Universitas Islam Negeri Sultha Thaha Saifuddin Jambi. 2018.

Sudarto. Metodologi Penelitian Filsafat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2002.

Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. 2014.

Surahwadi K. Lubis. Farid Wajdi. Hukum Ekonomi islam. Jakarta : Sinar Grafika. 2014.

Syukri Iska. E-Commerce Dalam Perspektif Fikih Ekonomi, Juris Volume 9 No 2. 2010

Veithzal Rivai. Islamic Business And Economic Ethics. Jakarta : Buki Aksara.

2012.

B. Website :

Citrahost, Kelebihan dan Kekurangan Instagram Sebagai Sarana Promosi,


diakses dari https://citrahost.com/blog/instagram-sebagai-sarana-promosi/
pad atanggal 20 Oktober 2021.

Dovan Kongdom, Kelebihan dan Kekurangan Instagram sebagai Media Promosi


Bisnis, diakses dari https://donvankingdom.blogspot.com/2017/01/
Kelebihan-dan-Kekurangan-Instagram-sebagai-Media-PromosiBisnis.html
pada tanggal 20 Oktober 2021.

Jogloabang. 2020. “UU 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”, diakses


dari https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-8-1999-perlindungan
konsumen, pada 02 Februari 2020.
Kompas.com, Hari Ini dalam Sejarah : Aplikasi Instagram Pertama Kali Dirilis,
diakses dari https://tekno.kompas.com/read/2020/10/06/14000057/hari-ini-
dalam-sejarah--aplikasi-instagram-pertama-kali-dirilis-?page=all pada
tanggal 10 Oktober 2021.

Monavia Ayu Rizaty, Pengguna Instagram Terbanyak, diakses dari


https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/08/03/inilah-negara-
pengguna-instagram-terbanyak-indonesia-urutan-berapa pada tanggal 10
Oktober 2021.

C. Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik

D. Lain-lain :

aptika.kominfo.go.id

pelayanan.ylki.or.id
DOKUMENTASI

Wawancara bersama Ira Al Habsyi (pengguna e-commerce yang pernah transaksi


dan mengalami penipuan di Instagram)

Wawancara bersama Bella Farera (pengguna e-commerce yang pernah transaksi


dan mengalami penipuan di Instagram)

74
Wawancara bersama Wildan Anjasmara (pengguna e-commerce yang pernah
transaksi dan mengalami penipuan di Instagram)

Wawancara bersama Irfan (pengguna e-commerce yang pernah transaksi dan


mengalami penipuan di Instagram)

75
CURRICULUM VITAE

Nama Lengkap : Sherly Nurwachidah

TTL : Bukit Jaya, 25 Juni 1999

Alamat : Jl. Poros Bougenville Lestari RT 46 Lr. Sejahtera


Perumahan Simpang Rimbo Residence No. a06 Kec. Alam
Barajo Kel. Kenali Besar Kota Jambi

No. Hp : 082278961337

Email : nurwachidahsherly@gmail.com

Pendidikan : a. SDN 214 Bukit Jaya Bahar Selatan

b. MTS Pi As’ad Kota Jambi

c. SMK Revany Indra Putra Jambi

d. Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin

Jambi

76

Anda mungkin juga menyukai