Anda di halaman 1dari 140

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN KEMENTERIAN AGAMA RI

TERHADAP PENYELENGGARA PERJALANAN IBADAH UMRAH


(PPIU) DAN PERLINDUNGAN JEMAAH

Skripsi
 
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

YEYET ROHILAH

NIM: 1113053000086

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH

KONSENTRASI MANAJEMEN HAJI DAN UMROH

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M / 1439 H
 
 
 
ABSTRAK
Yeyet Rohilah (1113053000086)
Efektivitas Kebijakan Kementerian Agama RI Terhadap Penyelenggara
Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan Perlindungan Jemaah
Beberapa
  tahun belakangan pemberitaan tentang penyelenggaraan
ibadah umrah tidak lagi dihiasi dengan kisah indahnya menjalankan syariat,
kekhusyukan beribadah di tanah suci atau keramahan travel penyelenggara,
akan tetapi justru memunculkan fenomena betapa semrawutnya tata niaga
umrah, maraknya penipuan, jemaah yang ditelantarkan oleh penyelenggara
baik di Tanah Air, negara transit maupun di Arab Saudi, fasilitas penginapan
dan konsumsi alakadarnya dan perang tarif antara travel yang sudah sangat
tidak sehat. Dalam situasi seperti ini jemaah adalah pihak yang paling di
rugikan, sehingga harus diketahui sejauh mana efektivitas kebijakan
Kementerian Agama terhadap PPIU dan apa saja bentuk perlindungan yang
diberikan kepada Jemaah ketika melaksanakan ibadah umrah.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme
perizinan, pengawasan dan pengendalian Kementerian Agama terhadap PPIU,
mengetahui kewajiban PPIU berdasarkan kebijakan/peraturan yang berlaku,
serta mengetahui bentuk perlindungan dan penyelesaian kasus bagi jemaah
umrah.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan melakukan
penelitian yang menghasilkan data melalui analisis dari berbagai informasi,
hasil observasi, wawancara, dan melalui regulasi-regulasi seperti UU No 13
Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, PMA No 18 Tahun 2015
tentang Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah, dan PP No 79 Tahun 2012
tentang Pelaksanaan UU No 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah
haji.
Dari hasil penelitian ini, efektivitas mengenai pengaturan tentang
perizinan, pengawasan dan pengendalian PPIU berjalan secara efektif,
sehingga ada beberapa kasus-kasus tentang pelanggaran kebijakan pemerintah
dapat ditangani dengan baik diantaranya 22 kasus diantara sekian kasus yang
sudah ditangani oleh Kementerian Agama. Adapun bentuk perlindungan yang
diberikan kepada jemaah umrah meliputi jaminan kepastian berangkat dan
pulang jemaah umrah, jaminan kesehatan dan keamanan serta jaminan
terselenggaranya ibadah umrah sesuai paket program PPIU.
Kata Kunci: Efektivitas, Kebijakan, PPIU, Perlindungan dan
Jemaah.

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
 
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan bermacam-macam kenikmatan yang tak terhitung jumlahnya.
Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada baginda kita Nabi besar
Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan
sampai zaman terang benderang seperti saat ini, beserta keluarganya, para
sahabatnya dan kita semua selaku umatnya hingga hari kebangkitan aamiin
ya rabbal ‘aalamiin.
Alhamdulillah atas izin Allah SWT akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Efektivitas Kebijakan
Kementerian Agama RI Terhadap Penyelenggara Perjalanan Ibadah
Umrah (PPIU) dan Perlindungan Jemaah” Skripsi ini diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar S1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan
Manajemen Dakwah Konsentrasi Manajemen Haji dan Umroh.
Dalam penulisan Skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada kedua orangtua penulis,
ayahanda Bapak H. Rohani dan Ibunda Ibu Hj. Suma’ah yang selalu
menasehati dan selalu mendoakan penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis
haturkan kepada:
1. Dr. H. Arief Subhan, MA. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Dr. Suparto, M. Ed, Ph.d selaku Wadek I, Dr. Hj. Roudhonah, MA

ii
selaku Wadek II dan Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wadek III Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta;
3. Drs. Cecep Castrawijaya, MA selaku Ketua Jurusan Manajemen
 
Dakwah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta;
4. Drs. Sugiharto, MA selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Dakwah
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta;
5. Drs. H. Kartono, Msi Selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu
memberikan masukan-masukan, kritikan dan arahan kepada penulis
sehingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik.
6. Tim Penguji Ujian Skripsi yang telah membantu penulis dalam
mengarahkan penulisan skripsi menjadi lebih baik lagi.
7. Mustolih Siradj SHI. MH. CLA, selaku Wakil Ketua Umum Dewan
Pimpinan Nasional Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (DPN
APSI), Ketua Komnas Haji dan Umrah sekaligus Dosen Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8. Ibu Susianah Affandy M.Si dan Bapak Nahroni Affandy yang selalu
memotivasi penulis agar segera menyelesaikan skripsi
9. Seluruh Keluarga tercinta yang memberikan semangat agar penulis
segera menyelesaikan skripsi ini
10. Seluruh teman-teman Tim Kader Kreatif Hebat yang selalu
menemani penulis dalam mengerjakan skripsi.
11. Seluruh sahabat-sahabat KOMFAKDA dan KOPRI PC PMII
Ciputat 2015-2016 yang selalu memotivasi penulis agar segera
menyusun skripsi.

iii
Penulis senantiasa berdo’a semoga amal baik yang telah di berikan
kepada penulis mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari sempurna
namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
 
bagi yang membacanya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, 6 Juni 2018

Penulis

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR  PENGESAHAN PEMBIMBING


LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK ................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................ …v
DAFTAR TABEL ................................................................................... .viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................. ..8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... ..8
D. Metodologi Penelitian .......................................................................9
E. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 14
F. Sistematika Penulisan .....................................................................15

BAB II LANDASAN TEORI


A. Efektifitas Kebijakan Kementrian Agama RI ................................. .17
1. Efektifitas ....................................................................................17
2. Kebijakan .................................................................................. .21
3. Kementrian Agama RI .............................................................. .26
B. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) ........................... .27
1. Profil PPIU ................................................................................ 27
2. Tugas Pokok PPIU .................................................................... .27
3. Kewajiban PPIU......................................................................... 28
C. Perlindungan Jemaah ..................................................................... .29
1. Perlindungan ............................................................................. .29
2. Jemaah........................................................................................ 30

v
BAB III GAMBARAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL
PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH (DITJEN PHU)
KEMENTRIAN AGAMA RI
A. Sejarah Penyelenggaraan Haji ........................................................ .31
B. Visi
 
dan Misi Ditjen PHU ............................................................... .35
C. Tugas dan Fungsi ............................................................................ .37
D. Susunan dan Struktur Organisasi .....................................................39
E. Subdirektorat Perizinan, Akreditasi, dan Bina
Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah ....................................... 45
F. Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah Dari Masa ke Masa ...47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Pengaturan tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian
PPIU .............................................................................................. .49
1. Mekanisme perizinan Penyelenggara Perjalanan Ibadah

Umrah (PPIU) ........................................................................ .49

2. Pengawasan PPIU .................................................................. .53

3. Pengendalian PPIU ................................................................ .56

4. Dampak Positif Peraturan, Pengawasan dan Pengendalian

PPIU ...................................................................................... .57

B. Kewajiban Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah

(PPIU) Terhadap Jemaah Umrah .................................................. .61

1. Pelayanan Administrasi dan Pendaftaran Jemaah Umrah .... .61

2. Pelayanan Bimbingan Ibadah/Manasik Jemaah Umrah ........ .62

3. Pelayanan Keberangkatan dan Pemulangan Jemaah Umrah . .62

4. Beberapa Aspek Pelayanan PPIU yang Belum Sesuai

vi
Standar Pelayanan ................................................................. .64

C. Bentuk Perlindungan dan Penyelesaian Kasus Jemaah .................. .67

1. Jaminan Kepastian Berangkat dan Pulang Jemaah Umrah .. .67


 
2. Jaminan Kesehatan dan Keamanan Selama Dalam

Ibadah Umrah....................................................................... .68

3. Jaminan Terselenggaranya Ibadah Umrah Sesuai

Paket Program PPIU ............................................................ .69

4. Penyelesaian Kasus Jemaah Umrah

D. Jenis Kasus dan Solusi dalam Penyelenggaraan Ibadah Umrah .... .71

1. Kasus Yang Menimpa Jemaah Umrah ..................................... .71

2. Jenis Kasus (Pelanggaran) Penyelenggaraan Umrah ............... .72

3. Penyelesaian Kasus Jemaah Umrah ......................................... .74

4. Bentuk Sanksi Administrasi dan Hukum ................................. .81

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... .90
B. Saran ............................................................................................... .92
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ .94
LAMPIRAN-LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Struktur Organisasi Ditjen PHU …….................................. 44


Tabel 3.2  Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah Dari Masa ke
Masa ………………………………………………………. 47
Tabel 4.1 PPIU Yang Diberikan Sanksi oleh Kemenag RI …………. 84

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Bimbingan Skripsi


Lampiran   2 : Surat Penelitian Skripsi
Lampiran 3 : Surat Keterangan Hasil Penelitian
Lampiran 4 : PMA No. 18 Tahun 2015 tentang Penyelenggara Perjalanan
Ibadah Umrah
Lampiran 5 : Hasil wawancara
Lampiran 6 : Nota Kesepahaman Kemenag RI dan Polri
Lampiran 7 : Surat Himbauan kepada Kepala Kanwil Kementerian Agama
Seluruh Indonesia tentang Pembinaan dan Pengawasan PPIU
Lampiran 8 : Dokumentasi

ix
ABSTRAK
Yeyet Rohilah (1113053000086)
Efektivitas Kebijakan Kementerian Agama RI Terhadap Penyelenggara Perjalanan
Ibadah Umrah (PPIU) dan Perlindungan Jemaah
 
Beberapa tahun belakangan pemberitaan tentang penyelenggaraan ibadah umrah tidak
lagi dihiasi dengan kisah indahnya menjalankan syariat, kekhusyukan beribadah di tanah suci
atau keramahan travel penyelenggara, akan tetapi justru memunculkan fenomena betapa
semrawutnya tata niaga umrah, maraknya penyalahgunaan, penipuan, Jemaah yang
ditelantarkan oleh penyelenggara baik di Tanah Air, negara transit maupun di Arab Saudi,
fasilitas penginapan dan konsumsi alakadarnya dan perang tarif antara travel yang sudah
sangat tidak sehat. Dalam situasi seperti ini Jemaah adalah pihak yang paling di rugikan,
sehingga harus diketahui sejauh mana efektivitas kebijakan Kementerian Agama terhadap
PPIU dan apa saja bentuk perlindungan yang diberikan kepada Jemaah ketika melaksanakan
ibadah umrah.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme perizinan, pengawasan
dan pengendalian Kementerian Agama terhadap PPIU, mengetahui kewajiban PPIU
berdasarkan kebijakan/peraturan yang berlaku, serta mengetahui bentuk perlindungan dan
penyelesaian kasus bagi Jemaah umrah.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan melakukan penelitian yang
menghasilkan data melalui analisis dari berbagai informasi, hasil observasi, wawancara, dan
melalui regulasi-regulasi seperti UU No 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah
Haji, PMA No 18 Tahun 2015 tentang Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah, dan PP No
79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU No 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah
haji.
Dari hasil penelitian ini, efektivitas mengenai pengaturan tentang perizinan,
pengawasan dan pengendalian PPIU berjalan secara efektif, sehingga ada beberapa kasus-
kasus tentang pelanggaran kebijakan pemerintah dapat ditangani dengan baik diantaranya 22
kasus diantara sekian kasus yang sudah ditangani oleh Kementerian Agama. Adapun bentuk
perlindungan yang diberikan kepada Jemaah umrah meliputi jaminan kepastian berangkat dan
pulang Jemaah umrah, jaminan kesehatan dan keamanan serta jaminan terselenggaranya
ibadah umrah sesuai paket program PPIU.
Kata Kunci: Efektivitas, Kebijakan, PPIU, Perlindungan dan Jemaah.

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji dan
  syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan

bermacam-macam kenikmatan yang tak terhitung jumlahnya. Shalawat dan salam senantiasa

tercurahkan kepada baginda kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa umatnya

dari zaman kegelapan sampai zaman terang benderang seperti saat ini, beserta keluarganya,

para sahabatnya dan kita semua selaku umatnya hingga hari kebangkitan aamiin ya rabbal

‘aalamiin.

Alhamdulillah atas izin Allah SWT akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi ini yang berjudul “Efektivitas Kebijakan Kementerian Agama RI Terhadap

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan Perlindungan Jemaah” Skripsi ini

diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar S1 di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Manajemen Dakwah

Konsentrasi Manajemen Haji dan Umroh.

Dalam penulisan Skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada kedua

orangtua penulis, ayahanda Bapak H. Rohani dan Ibunda Ibu Hj. Suma’ah yang selalu

menasehati dan selalu mendoakan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada:

1. Dr. H. Arief Subhan, MA. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta;

2. Dr. Suparto, M. Ed, Ph.d selaku Wadek I, Dr. Hj. Roudhonah, MA selaku Wadek II

dan Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wadek III Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta;

ii
3. Drs. Cecep Castrawijaya, MA selaku Ketua Jurusan Manajemen Dakwah Fakultas

Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

4. Drs. Sugiharto, MA selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah

dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;


 
5. Drs. H. Kartono, Msi Selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu memberikan

masukan-masukan, kritikan dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini bisa

diselesaikan dengan baik.

6. Mustolih Siradj SHI. MH. CLA, selaku Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan

Nasional Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (DPN APSI), Ketua Komnas Haji dan

Umrah sekaligus Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

7. Ibu Susianah Affandy M.Si dan Bapak Nahroni Affandy yang selalu memotivasi

penulis agar segera menyelesaikan skripsi

8. Kepada keluarga tercinta A Ali, Teh Eni, Teh Imas, A Leli dan adik tersayang Asep

Tabrizi, serta keponakan yang selalu memberikan keceriaan di dalam keluarga.

9. Kepada teman-temanku Tim Kader Kreatif Hebat yang selalu menemani penulis

dalam mengerjakan skripsi.

Penulis senantiasa berdo’a semoga amal baik yang telah di berikan kepada penulis

mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa

penulisan skripsi ini jauh dari sempurna namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat

memberikan manfaat bagi yang membacanya.

Wassalamu’alaikum Wr. W

Jakarta, 6 Juni 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING


LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 8
D. Metodologi Penelitian 9
E. Tinjauan Pustaka 13
F. Sistematika Penulisan 14

BAB II LANDASAN TEORI


A. Efektifitas Kebijakan Kementrian Agama RI 16
1. Efektifitas 16
2. Kebijakan 19
3. Kementrian Agama RI 24
B. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) 24
1. Profil PPIU 24
2. Tugas Pokok PPIU 24
3. Kewajiban PPIU 25
C. Perlindungan Jemaah 26
1. Perlindungan 26
2. Jemaah 27

v
BAB III GAMBARAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL

PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH (DITJEN PHU) KEMENTRIAN

AGAMA RI

A. Sejarah Penyelenggaraan Haji 28


 

B. Visi dan Misi Ditjen PHU 32


C. Tugas dan Fungsi 34
D. Susunan dan Struktur Organisasi 35
E. Subdirektorat Perizinan, Akreditasi, dan Bina Penyelenggara Perjalanan Ibadah

Umrah 41

F. Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah Dari Masa ke Masa 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Efektivitas Pengaturan Tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian PPIU 44
1. Mekanisme perizinan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) 44
2. Pengawasan PPIU 47

3. Pengendalian PPIU 50

4. Dampak Positif Peraturan, Pengawasan dan Pengendalian PPIU 51

B. Kewajiban Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) Terhadap Jemaah

Umrah 54

1. Pelayanan Administrasi dan Pendaftaran Jemaah Umrah 54

2. Pelayanan Bimbingan Ibadah/Manasik Jemaah Umrah 55

3. Pelayanan Keberangkatan dan Pemulangan Jemaah Umrah 56

4. Beberapa Aspek Pelayanan PPIU yang Belum Sesuai Standar Pelayanan 58

C. Perlindungan Jemaah Umrah 60

1. Jaminan Kepastian Berangkat dan Pulang Jemaah Umrah 60

2. Jaminan Kesehatan dan Keamanan Selama Dalam Ibadah Umrah 61

3. Jaminan Terselenggaranya Ibadah Umrah Sesuai Paket Program PPIU 62

D. Jenis Kasus dan Solusi dalam Penyelenggaraan Ibadah Umrah 63

vi
1. Kasus Yang Menimpa Jemaah Umrah 63

2. Jenis Kasus (pelanggaran) Penyelenggara Umrah 64

3. Penyelesaian Kasus Jemaah Umrah 66

4. Bentuk Sanksi Administrasi dan Hukum 72


 

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 80
B. Saran 82
DAFTAR PUSTAKA 84
LAMPIRAN-LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Struktur Organisasi Ditjen PHU ……………………………………….. 40


Tabel 3.2   Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah Dari Masa ke Masa …….. 42
Tabel 4.1 PPIU Yang Diberikan Sanksi oleh Kemenag RI ………………………. 75

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Bimbingan Skripsi


Lampiran 2 : Surat Penelitian Skripsi
Lampiran 3 : Surat Keterangan Hasil Penelitian
 

Lampiran 4 : PMA No. 18 Tahun 2015 tentang Penyelenggara Perjalanan Ibadah


Umrah
Lampiran 5 : Hasil wawancara
Lampiran 6 : Nota Kesepahaman Kemenag RI dan Polri
Lampiran 7 : Surat Himbauan kepada Kepala Kanwil Kementerian Agama Seluruh
Indonesia tentang Pembinaan dan Pengawasan PPIU
Lampiran 8 : Dokumentasi Wawancara

ix
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
 
Indonesia merupakan negara muslim terbesar di dunia dan
menjadi pengirim jemaah umrah terbesar setelah Mesir dan Pakistan.
Beberapa dekade yang lalu peminat ibadah umrah1 belum seramai
seperti saat ini, jumlah jemaah yang berangkat ke tanah suci setiap
tahunnya hanya berkisar antara 150 ribu - 200 ribu orang per musim.
Di luar perkiraan, dari tahun ke tahun ternyata jumlahnya meningkat
secara signifikan, tahun 2015 mencapai 600 ribuan orang.
Diperkirakan angka tersebut akan terus mengalami peningkatan,
salah satu penyebabnya karena umrah dianggap sebagai alternatif lain
untuk mensiasati penumpukan daftar tunggu antrian haji (waiting list)
yang saat ini telah mencapai puluhan tahun. Umrah yang juga
dianggap sebagai haji kecil (hajj al-ashghar) yang dapat mengobati
kerinduan kaum muslim untuk mengunjungi baitullah (rumah Allah).
Soal antrian ibadah haji, saat ini untuk wilayah Jakarta dan
sekitarnya antrian haji rata-rata sudah mencapai 15 tahun, artinya jika
calon jemaah haji mendaftar hari ini berarti kesempatan untuk
berangkat ke baitullah pada musim haji adalah lima belas tahun
mendatang. Di Kabupaten Banteang Sulawesi Selatan antriannya
sudah mencapai 25 tahun. Di satu sisi pada saat yang sama
Kementerian Agama kini tidak begitu saja mengizinkan kaum
muslimin melaksanakan haji berkali-kali seperti sebelumnya, orang
yang sudah berhaji dapat melaksanakan haji kemudian apabila sudah

1
. Pengertian umrah dalam tulisan ini merujuk pada Pasal 1 angka 16 Undang-Undang No.
13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Haji (UU Haji) yang menyatakan : “Ibadah Umrah adalah
umrah yang dilaksanakan di luar musim haji,”
2

jeda selama sepuluh tahun sejak menjalankan haji terakhir. Kebijakan


ini dapat dilihat pada Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menteri Agama
(PMA) Nomor 29 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Agama Nomor 14 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan
 
Ibadah Haji Reguler : “Jemaah Haji yang pernah menunaikan ibadah
haji dapat melakukan ibadah haji setelah 10 (sepuluh) tahun sejak
menunaikan ibadah haji yang terakhir”. Secara tekstual pada
dasarnya norma pada pasal tersebut tidak menunjukkan adanya
larangan haji berkali-kali, disisi lain jika pasal tersebut dimaknai
sebagai pelarangan maka aturan tersebut beraroma diskriminatif
mengingat pembatasan sepuluh tahun hanya berlaku pada jemaah haji
reguler, sedangkan bagi jemaah haji khusus (dulu disebut haji plus)
tidak ada aturan pembatasan semacam itu. 2
Kebijakan ini guna memberikan kesempatan kepada kaum
muslimin yang sama sekali belum sempat menunaikan ibadah haji,
khususnya yang telah mencapai usia lanjut (lansia). Antrian jemaah
haji tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di semua negara
terutama negara-negara yang mayorias berpenduduk muslim. Hal ini
karena jumlah jemaah haji di dunia ditetapkan berdasarkan kuota
oleh negara tuan rumah yakni Arab Saudi.3
Dari aspek ibadah, umrah berdimensi asketis sebagai ritual
keagamaan yang terikat dengan tata cara fiqh (syari‟at) yang ketat
karena harus tunduk pada tata cara tertentu (manasik) yang diyakini
memiliki keutamaan dan bertujuan untuk menyucikan jiwa serta

2
Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 29 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Agama Nomor 14 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler

3
. Ktuipan penelitian ombudsman
3

mendekatkan diri kepada Yang Maha Pencipta.4 Dalam Al-Quran


Allah SWT mengundang ummat muslim untuk mengunjungi rumah-
NYA (baitullah), hukumnya wajib sekali seumur hidup bagi yang
mampu.5 Oleh karena itu ibadah umrah harus dilaksanakan secara
 
sempurna, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat
196:

‫ْس َر م َِن ْال َه ْديِ ۖ َو ََل َتحْ لِ ُقوا‬ َ ٌ‫ّلِل ۚ َفإِنْ أُحْ صِ رْ ُت ْم َف َما اسْ َت‬ ِ َّ ِ ‫َوأَ ِتمُّوا ْال َح َّج َو ْال ُعم َْر َة‬
‫ضا أَ ْو ِب ِه أَ ًذى مِنْ َر ْأسِ ِه‬ ً ٌ‫ان ِم ْن ُك ْم َم ِر‬ َ ‫ي َم ِحلَّ ُه ۚ َف َمنْ َك‬ ُ ‫ُرءُو َس ُك ْم َح َّت ٰى ٌَ ْبل ُ َغ ْال َه ْد‬
‫ص َد َق ٍة أَ ْو ُنسُكٍ ۚ َفإِ َذا أَ ِم ْن ُت ْم َف َمنْ َت َم َّت َع ِب ْال ُعم َْر ِة إِلَى ْال َح ِّج‬ َ ‫َفف ِْد ٌَ ٌة مِنْ صِ ٌَ ٍام أَ ْو‬
‫َّام فًِ ْال َح ِّج َو َس ْب َع ٍة إِ َذا‬ َ
ٍ ٌ‫َف َما اسْ َت ٌْ َس َر م َِن ْال َه ْديِ ۚ َف َمنْ لَ ْم ٌَ ِج ْد َفصِ ٌَا ُم َث ََل َث ِة أ‬
ۚ ‫ك لِ َمنْ لَ ْم ٌَ ُكنْ أَهْ ل ُ ُه َحاضِ ِري ْال َمسْ ِج ِد ْال َح َر ِام‬ ٰ
َ ِ‫ك َع َش َرةٌ َكا ِملَ ٌة ۗ َذل‬
َ ‫َر َجعْ ُت ْم ۗ ت ِْل‬
‫ب‬ َ َّ َّ‫َّللا َواعْ لَمُوا أَن‬
ِ ‫َّللا َشدٌِ ُد ْال ِع َقا‬ َ َّ ‫َوا َّتقُوا‬
Artinya :

Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah.


Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka
(sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu
mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat
penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada
gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya
berfid-yah, yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila
kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan
'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih)
korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan

4
. M. Quraish Shihab, Haji dan Umrah, (Tangerang : Lentera Hati, 2012), h. 2017.
5
. Ibid., h. 217-218.
4

(binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari
dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang
kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu
(kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya
 
tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan
penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya. (Qs. Al-Baqarah :
196)

Di era modern seperti saat ini umrah telah menjadi bagian dari
life style (gaya hidup) sehingga penyelenggaraan umrah dapat
disejajarkan dengan perjalanan wisata komersial pada umumnya,
terlebih pelaksaan umrah yang berada di Arab Saudi maka umrah
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari industri wisata global
lintas negara. Hal ini diperkuat dengan menjamurnya paket-paket
perjalanan umrah yang dikemas dengan perjalanan mengunjungi
tujuan wisata ke negara-negara di luar Arab Saudi yang tidak ada
kaitannya sama sekali dengan ritual ibadah umrah itu sendiri, seperti
ke negara Turki, Mesir dan lain sebagainya. Praktik ini lazim disebut
paket umrah plus. Tentu saja umrah plus memiliki bandrol harga
berbeda dengan paket umrah biasa. Namun demikian ciri khas umrah
tidak dapat dilepaskan begitu saja dari karakternya yang memiliki
warna, makna dan urgensi tersendiri. Tingkat urgensi umrah lebih
tinggi dari wisata pada umumnya membuat bisnis ini lebih kebal
terhadap berbagai gejolak yang menimbulkan sentimen negatif.6
Sehingga bisnis umrah akan selalu tumbuh terlebih di negara
Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

6
. Haadiy Fatahillah, Umrah Beckpaker, Cara Umrah Seribu Dollar, (Tangerang Selatan :
Ihsan Media, 2015), h. 233.
5

Dalam beberapa tahun belakangan pemberitaan tentang


penyelenggaraan umrah tidak lagi dihiasi dengan kisah indahnya
menjalankan syariat, kekhusyukan beribadah di tanah suci atau
fasilitas dan keramahaan travel penyelenggara, akan tetapi justru
 
memunculkan fenomena betapa semrawutnya tata niaga umrah,
maraknya penipuan, jemaah yang ditelantarkan oleh penyelenggara
baik di tanah air, negara transit maupun di Arab Saudi, fasilitas
penginapan dan konsumsi alakadarnya, dan perang tarif antara travel
yang sudah sangat tidak sehat. Dalam situasi seperti ini jemaah
adalah pihak yang paling dirugikan. Pengetahuan hak-hak jemaah
umrah saat ini masih sangat minim sehingga mudah sekali menjadi
objek eksploitasi penyelenggara yang hanya mengedepankan
keuntungan semata (profit oriented).
Kementerian Agama (Kemenag) sebagai pengawas dan
regulator sebenarnya sudah melakukan upaya melindungi jemaah
umrah misalnya dengan melakukan moratorium pemberian izin baru
kepada PPIU, menjalin kerjasama penanganan kasus-kasus umrah
dengan Mabes Polri, membentuk satgas penegakan hukum kasus-
kasus umrah, kampanye Gerakan Lima Pasti Umrah. Gerakan ini
dicanangkan Kementerian Agama pada tahun 2015, dimana setiap
jemaah yang ingin berumrah harus memastikan lima hal: pertama,
pastikan siapa biro perjalanan/travel apakah memiliki izin resmi atau
tidak dengan mengecek www.haji.kemenag.go.id. Kedua, pastikan
jadwal penerbangan/maskapainya. Ketiga, pastikan harga dan paket
yang ditawarkan dari harga yang ditentukan. Keempat, pastikan
hotelnya, dan kelima, pastikan visanya.7

7
https://haji.kemenag.go.id/v2/content/menteri-agama-luncurkan-gerakan-nasional-
lima-pasti-umrah, diakses 29 September 2017
6

Selanjutnya Kementerian Agama dapat menggunakan cara-


cara administratif dengan pembekuan maupun mencabut izin
beberapa PPIU. Sanksi tersebut diberikan karena mereka terbukti
merugikan jemaah mulai dari gagal berangkat ke tanah suci, terlantar
 
di negara transit, masalah pemondokan, tidak ada tiket berangkat,
terlantar di negara transit dan bahkan ada yang sampai tidak dapat
atau tertunda pulang dari Arab Saudi ke tanah air. Intinya pelayanan
PPIU mengecewakan dan tidak sesuai dengan janji dan promosi. Bagi
travel/biro perjalanan wisata yang belum punya izin operasional dari
Kemenag maka bagi jemaah umrah yang dirugikan seharusnya
langsung malaporkan ke Bareskrim Mabes Polri, namun upaya-upaya
tersebut masih belum mendapatkan hasil yang diinginkan.
Penyebabnya bukan hanya dari pihak travel, sebab ternyata masih
banyak masyarakat yang mudah tergiur dengan iming-iming harga
umrah murah tanpa memperhatikan trade record travel/biro
perjalanan wisata dan aspek keselamatan. Apalagi pada umumnya
travel menggaet jemaah dengan memanfaatkan tokoh masyarakat
setempat sebagai endorsment bahkan dijadikan sebagai koordinator.
Oleh karena itu dibutuhkan sosialisasi dan edukasi yang lebih masif
dan berkelanjutan kepada masyarakat yang akan berangkat umrah
lebih cerdas dan kritis dalam memilih penyedia jasa penyelenggara
perjalanan umrah sehingga tidak mudah tertipu.
Di sisi lain, persoalan umrah muncul tidak bisa dilepaskan
dari banyaknya celah dari perundang-undangan yang belum secara
ketat mengatur tentang penyelenggaraan dan tata niaga umrah.
Selama ini aturan penyelenggaraan umrah merujuk pada Undang-
undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
(UU Haji). Dalam undang-undang tersebut tidak banyak mengatur
7

tentang penyelenggaraan umrah, karena diatur dengan 4 (empat)


pasal yakni pada pasal 43-46, jauh lebih sedikit porsinya dibanding
aturan tentang penyelenggaraan haji khusus atau Dana Abadi Umat
(DAU). Hal ini mengakibatkan sektor umrah mudah dimanfaatkan
 
dan disusupi penyelenggara yang beriktikad tidak baik.
Minimnya pengaturan tentang umrah dari satu sisi „dapat
dimaklumi‟ mengingat pada saat UU Haji dibentuk animo dan
persoalan umrah tidak seramai dan serumit seperti sekarang,
pembentuk UU (baik pemerintah maupun DPR) lebih fokus pada
masalah-masalah haji sehingga tidak menyiapkan antisipasi akan
adanya persoalan-persoalan umrah setelah UU tersebut diundangkan
sehingga hak dan perlindungan jemaah umrah kurang terakomodasi
dan kurang diperhatikan. Hal ini terjadi juga pada peraturan-
peraturan turunan dari UU tersebut yakni Peraturan Pemerintah
Nomor 79 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Peraturan
Menteri Agama (PMA) Nomor 18 tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah porsinya lebih banyak
mengatur tentang aturan dan izin bagi PPIU.8
Dengan uraian pada latar belakang masalah diatas, maka
penulis amat tertarik meneliti mengenai kebijakan Kementrian
Agama RI terhadap perlindungan jemaah umrah sehingga penulis
menuangkannya dalam skripsi dengan judul “ Efektivitas Kebijakan
Kementerian Agama RI Terhadap Penyelenggara Perjalanan
Ibadah Umrah (PPIU) dan Perlindungan Jemaah”.

8
Mustolih Siradj, Makalah Penelitian Perlindungan Hukum Terhadap Jemaah
Umrah
8

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah


1. Batasan Masalah
Pada penelitian ini penulis membatasi masalah yang akan
dibahas agar materi pembahasan skripsi lebih terarah. Adapun
 
masalah yang akan dibahas adalah kebijakan dan perlindungan
jemaah umrah.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan di teliti dalam skripsi ini
dirumuskan dalam rangka menjawab permasalahan tersebut diatas
meliputi tiga hal:
a. Bagaimana efektivitas dan mekanisme perizinan, pengawasan
dan pengendalian Kementrian Agama terhadap PPIU ?
b. Apa kewajiban Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah
(PPIU) berdasarkan kebijakan/peraturan ?
c. Apa bentuk perlindungan dan penyelesaian kasus bagi jemaah
umrah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dengan mengacu pada latar belakang dan perumusan masalah
yang sudah disebutkan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini
adalah:
a. Untuk mengetahui mekanisme perizinan, pengawasan dan
pengendalian Kementrian Agama terhadap PPIU.
b. Untuk mengetahui kewajiban Penyelenggara Perjalanan
Ibadah Umrah berdasarkan kebijakan/peraturan yang berlaku.
c. Untuk mengetahui bentuk perlindungan dan penyelesaian
kasus bagi jemaah umrah.
9

2. Manfaat Penelitian
a. Akademis
Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kajian yang menarik dan menambah khazanah
 
keilmuan bagi para pembaca khususnya Mahasiswa Jurusan
Manajemen Dakwah, Konsentrasi Manajemen Haji dan
Umrah mengenai perlindungan hukum terhadap jama‟ah
umraSh yang nantinya dapat menjadi tambahan referensi atau
perbandingan pengetahuan ke depannya.
b. Praktisi
Diharapkan dapat menambah pengetahuan baru bagi
para praktisi yang berkecimpung dalam bidang hukum dan
penyelenggara perjalanan ibadah umrah.
c. Masyarakat
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat
menambah wawasan bagi masyarakat terkait perlindungan
terhadap jemaah umrah, dan apabila masyarakat (Jemaah)
menemukan penyimpangan pada penyelenggara perjalanan
ibadah umrah dalam hal ini adalah PPIU, maka masyarakat
dapat mengetahui bahwa ada payung hukum yang
menangani hal tersebut dan masyarakat dapat mengerti apa
saja yang harus dilakukan ketika mendapati permasalahan-
permasalahan terhadap jemaah umrah.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan penulis dalam hal ini adalah metode
kualitatif, dimana menurut Prof. Dr. Sugiyono, penelitian
kualitatif adalah pengumpulan data yang di padu oleh fakta-fakta
10

yang ditemukan pada saat penelitian di lapangan,9 sedangkan


menurut Bogdan dan Taylor yang di kutip oleh Loxy Moleong
yang mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
 
tertulis dan lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat di
amati.10
Penulis menggunakan pendekatan kualitatif karena penelitian
ini di harapkan dapat menghasilkan data yang akurat dan lengkap.
Ditinjau dari sifat penyajian datanya, penulis menggunakan
metode deskripsi yang mana metode deskripsi merupakan
penelitian yang tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak
menguji hipotesis, atau produksi.11
2. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek penelitian
Subjek penelitian ini adalah Kemeterian Agama RI
(Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah).
b. Objek penelitian
Objek Penelitian ini adalah Penyelenggara Perjalanan Ibadah
Umrah (PPIU) dan Jemaah Umrah
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi waktu penelitian pada
bulan Januari-Maret 2018. Dalam penelitian ini penulis
melakukan penelitian di Ditjen PHU Kementrian Agama RI.

9
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung, Alfabet, 2010), h.3
10
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009), h.4.
11
Jalaludin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi Contoh Analisis
Statistik (Bandung: PT. Rosdakarya, 2002), h. 24
11

4. Sumber Data
Sumber data merupakan sesuatu hal yang sangat penting
untuk digunakan dalam penelitian guna menjelaskan valid atau
tidaknya suatu penelitian tersebut. Dalam hal ini penulis
 
menggunakan:
a. Data Primer
Data Primer merupakan data yang didapat dari sumber
pertama, dari individu seperti hasil wawancara atau hasil
pengisian kuisioner yang dilakukan peneliti, yakni peneliti
melakukan sendiri observasi dilapangan maupun di
laboratorium.12 pelaksanaannya dapat berupa survei dengan
mewawancarai ketua Komnas haji.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tersusun dalam bentuk
dokumen-dokumen maupun informasi, dalam penelitian ini
adalah undang-undang, buku-buku, jurnal, makalah, website
dan sumber informasi lainnya yang memiliki relevansi
dengan masalah penelitian sebagai penunjang penelitian.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penlis lakukan adalah
menggunakan teknik pengumpulan data kualitatif, yaitu berupa
pengumpulan data dalam bentuk kata-kata dan pernyataan. Dalam
pelaksanaannya melalui:

12
Dergibson Siagian dan Sugiarto, Metode Statistik untuk Bisnis dan Ekonomi,
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 16
12

a. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang
sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.13 Teknik
observasi pada awalnya dipergunakan dalam penelitian
 
etnografi, yakni merupakan studi tentang kebudayaan suatu
bangsa dan tujuannnya adalah untuk memahami suatu cara
hidup dari pandangan orang-orang yang terlibat
didalamnya.14
b. Wawancara
Wawancara atau interview adalah percakapan atau
tanya jawab antara dua orang atau lebih untuk
mendapatkan sebuah informasi. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan wawancara tidak terstruktur, yakni
wawancara yang tidak tertuju pada satu pedoman
wawancara atau wawancara yang dilakukan bebas dimana
penulis hanya menggunakan garis-garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan.15
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh
melalui dokumen-dokumen seperti berupa data-data,
arsip-arsip dan gambar-gambar ataupun bentuk lainnya.
Dimana dalam kaidah metodologi penelitian, sumber data

13
Husaini Usman dan Purnomo Akbar Setiady, Metodologi Penelitian Sosial,
(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), h. 53.
14
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 33.
15
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung:
ALFABETA, 2008), h. 140
13

dibagi menjadi dua menurut cara perolehannya yakni data


primer (primary data) yang merupakan data yang
diperoleh secara langsung dari objek penelitian
perorangan, kelompok atau organisasi dan data sekunder
 
(secondary data) yakni data yang diperoleh dalam bentuk
yang sudah jadi atau tesedia melalui publikasi dan
informasi yang dikeluarkan di berbagai organisasi atau
perusahaan, termasuk majalah jurnal. Website dan
sebagainya.16
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah suatu proses mengorganisasikan
dan mengurutkan ke dalam pola, kategori dan suatu uraian dasar
kemudian di analisa agar mendapatkan hasil berdasarkan yang
ada. Hal ini disesuaikan dengan metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis deskriptif.17
Secara garis besar langkah-langkah menganalisis data adalah
sebagai berikut:
a. Redaksi data, merupakan bentuk analisis yang relevan,
membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data
dengan cara sedemikian rupa hngga kesimpulan-
kesimpulannya dapat ditarik dan diverifikasi.

16
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, (Jakarta :
PT. Gramedia Pusaka Utama), 2003, h.29-30.
17
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:
Bulan Bintang, 2003), Cet ke-9, h. 11.
14

b. Penyajian data, setelah data mengenai manajemen


diperoleh maka data tersebut disajikan dalam bentuk
narasi, gambar, visual, bagan, matriks, tabel bahkan
dengan uraian pun sehingga tujuan dari penelitian dapat
 
terjawab.
c. Penyimpulan data yang tersaji pada analisa antar kasus
khususnya yang berisi jawaban atas tujuan penelitian
diuraikan secara singkat, sehingga dapat mengambil
kesimpulan mengenai Perlindungan Hukum terhadap
Jama‟ah Umrah.
7. Pedoman Penulisan Skripsi
Dalam penulisan ini, penulis berpedoman dan mengacu
kepada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis
dan Disertasi)” yang diterbitkan oleh Center for Quality
Development and Assurance (CeQDA) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Januari 2007.
E. Tinjauan Pustaka
Pada penelitian ini, peneliti melakukan tinjauan pustaka
dengan tujuan untuk meyakinkan bahwa penulisan skripsi ini bukan
merupakan hasil plagiat dari skripsi sebelumnya.
Berikut ini judul skripsi yang dijadikan tinjauan pustaka:
1. Roudotul Jannah, “Sistem Pengawasan Pelayanan
Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) Pada
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Kementerian Agama Republik Indonesia” Mahasiswi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi Jurusan Manajemen Dakwah
15

Konsentrasi Manajemen Haji dan Umrah dengan NIM


1112053100013 pada tahun 2016.
2. Kicky Mayantie, “Manajemen Pengawasan Asosiasi
Penyelenggara Haji Umrah dan In Bound Indonesia
 
(ASPHURINDO) terhadap Travel-travel Penyelenggara
Haji dan Umrah” Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Jurusan Manajemen Dakwah Konsentrasi Manajemen
Haji dan Umrah dengan NIM 1111053100010 pada
tahun 2016.

Dari tinjauan pustaka yang tertulis diatas, telah jelas bahwa


penulis tidak melakukan penelitian yang sama terhadap apa yang
sudah diteliti karena Saudari Roudotul Jannah objek penelitiannya
dilakukan pada masalah Sistem Pengawasan Pelayanan
Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) Pada Ditjen PHU
Kemenag RI sedangkan saudari Kicky Mayantie pada masalah
Manajemen Pengawasan Asosiasi Penyelenggara Haji Umrah dan In
Bound Indonesia (ASPHURINDO) terhadap Travel-travel
Penyelenggara Haji dan Umrah.

F. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori, berisi tentang tinjauan teori yang
membahas efektifitas kebijakan, Kementrian Agama RI dan
perlindungan jemaah umrah.
16

BAB III Gambaran Umum Ditjen PHU Kementrian


Agama RI, berisi tentang Profil Ditjen PHU, Visi dan Misi, Struktur
Organisasi dan Program Kerja.
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, membahas
 
mengenai mekanisme perizinan PPIU, pengawasan dan pengendalian
PPIU, kewajiban PPIU terhadap jemaah umrah, serta bentuk
perlindungan dan penyelesaian kasus jemaah umrah.
BAB V Penutup, Pada bab ini menguraikan kesimpulan dan
saran perbaikan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis.
17

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Efektivitas Kebijakan Kementrian Agama RI


 
1. Efektivitas
a. Pengertian Efektivitas
Efektivitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
berasal dari kata efektif yang diartikan dengan ada efeknya
(ada akibatnya, pengaruh, ada kesannya), manjur atau
mujarab, dapat membawa hasil, berhasil guna (usaha,
tindakan).18 Jika dirunut dari segi bahasa, kata „efektivitas‟
berasal dari Bahasa Inggris ‘effective’ yang berarti berhasil,
mujarab, berlaku atau mengesankan.19
Sedangkan jika ditinjau dari segi istilah, banyak pendapat
dari para ahli yang mencoba mengemukakan mengenai
pengertian dari efektifitas sendiri. Beberapa diantaranya:
1) Sarmon dalam Tony Bush dan Marianne Coleman
menyatakan bahwa “efektifitas dilakukan untuk
menemukan bukti yang kuat agar dapat menyelesaikan
masalah dan memberikan gambaran yang akurat tentang
banyak faktor dalam sekolah yang berkaitan dengan
murid”.20

18
Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Kamus besar bahasa indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 1996) cet. Ke-1, h. 284
19
Jhon M. Echols & Hasan Shadily, An-English-IndonesiaDictionary, (Jakarta: PT.
Gramedia Utama, 1996), cet. Ke-23, h. 207
20
Tony Bush & Marianne Coleman, Manajemen Strategi Kepemimpinan
Pendidikan, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2008), h. 162
18

2) Petter Drucker dalam James A.F. Stoner & Alfonsius


Sirait menyatakan bahwa “efektifitas berarti melakukan
pekerjaan yang benar”.21
3) James A. F Stoner menyatakan bahwa “Efektifitas
 
adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat.”22
Efektivitas berasal dari kata efektif dan efek. Berhubungan
dengan efek, Jalaludin Rahmat menuliskan dalam bukunya
Psikologi Komunikasi bahwa efek dari sebuah pesan
meliputi beberapa aspek, yaitu:
1) Efek Kognitif, terjadi apabila ada perubahan pada yang
dipahami atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan
dengan transmisi pengetahuan, keterampilan,
kepercayaan, atau informasi.
2) Efek Efektif, timbul apabila ada perubahan pada apa
yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak. Efek
ini berhubungan dengan emosi, sikap, atau nilai.
3) Efek Behavioral, merujuk pada perilaku nyata yang
dapat diamati; yang meliputi pola-pola tindakan,
kegiatan, atau kebiasaan berperilaku.23

Selain itu Efektifitas juga berkaitan dengan bagaimana


suatu organisasi atau lembaga berhasil mendapatkan dan

21
James A.F. Stoner & Alfonsius Sirait, Manajemen, (Jakarta, Penerbit Erlangga,
1994) cet. Ke-5, h.14
22
Ibid
23
Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2004), h. 219
19

memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan


tujuan operasional.24

Jadi, apabila dilihat dari beberapa pengertian yang


  dikemukakan oleh para ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa efektifitas adalah melakukan pekerjaan
yang benar untuk menemukan bukti yang kuat agar dapat
menyelesaikan masalah dan memberikan gambaran yang
akurat.

b. Pengukuran Efektivitas
FX. Suwarto berpendapat untuk mengukur sejauh
mana tingkat keefektifan, terdapat tiga pendekatan dalam hal
pengukuran keefektifan, yaitu:
1) Pendekatan Tujuan, adalah yang menekankan pada
pentingnya pencapaian tujuan sebagai kriteria
penilaian keefektifan.
2) Pendekatan Teori Sistem, yaitu pendekatan yang
menekankan pentingnya adaptasi tuntutan ekstern
saling tergantung.
3) Pendekatan Teori Multipel Konstituensi Organisasi,
dapat dikatakan efektif bila dapat terpenuhi tuntutan
dari konstitusi yang terdapat dalam lingkungan
organisasi, yaitu konstituensi yang terdapat dalam

24
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Bandung PT. Remaja
Rosda Karya 2014), Cet ke 18, h. 82
20

lingkungan organisasi, yaitu konstituensi yang


menjadi pendukung kelanjutan organisasi tersebut.25

Di sisi lain, Yodhia Antariksa berpendapat bahwa


  efektifitas dapat diukur berdasarkan empat aspek, yaitu :

1) Reaction, evaluasi reaksi peserta pelatihan


terhadap program yang di berikan. Apakah mereka
menyukai program ini?, apakah mereka merasa
program ini bermanfaat?.
2) Learning, menguji peserta pelatihan untuk
menentukan apakah mereka telah mempelajari
prinsip, keterampilan, dan pengetahuan yang telah
mereka pelajari.
3) Behaviour Application, menanyakan apakah
perilaku peserta pelatihan berubah karena program
pelatihan.
4) Bussines Impact, apakah dampak pelatihan
terhadap kinerja bisnis ini?, apakah terjadi
penurunan jumlah keluhan?.26

Pengukuran efektivitas dalam Skripsi ini penulis


menggunakan pendekatan teori yang dikemukakan oleh FX.
Suwarto melalui pendekatan tujuan, pendekatan teori sistem, dan
pendekatan teori multipel konstituensi organisasi.

25
FX. Suwarto, Perilaku Organisasi, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, 1999) , h. 5-8
26
Yodhia Antariksa, Mengukur Efektifitas Trainning, artikel diakses tanggal 12
Desember 2017, dari www.slideshare.net.
21

2. Kebijakan
a. Pengertian Kebijakan
Kebijakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar
 
dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan dalam
mencapai tujuan atau sasaran. Secara etimologis, menurut
Dunn menjelaskan bahwa istilah kebijakan (Policy) berasal
dari bahasa Yunani, Sansakerta dan Latin. Dalam bahasa
Yunani dan kebijakan disebut dengan polis yang berarti
“negara-kota” dan sansakerta disebut dengan pur yang
berarti “kota” serta dalam bahasa Latin disebut dengan
politia yang berarti negara.27
Beberapa ilmuan menjelaskan berbagai macam mengenai
kebijakan diantaranya, Carl Friedrich dalam Indiahono
menyatakan bahwa kebijakan merupakan suatu arah tindakan
yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah
dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan
hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadapa
kebijakan ang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi
dalam rangka mencapai suatu tujuan, atau merealisasikan
suatu sasaran atau suatu maksud tertentu.28 Sementara itu
Jones mendefinisikan kebijakan yaitu perilaku yang tetap
dan berulang dalam hubungan dan usaha yang ada didalam
dan melalui pemerintah untuk memecahkan masalah uum.

27
William N Dunn, Pengantar Analisis Kebijaan Publik, (Yogyakarta, Gadjah
Mada University Press, 2000), h. 51-52
28
Dwiyanto Indiahono, Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analisys,
(Yogyakarta Gava Media, 2009), h. 18
22

Definisi ini memberi makna bahwa kebijakan itu bersifat


dinamis. Ini akan dibicarakan secara khusus dalam bagian
lain, dalam hubungan dengan sifat dari kebijakan.29
Menurut Abidin Kebijakan secara umum di bedakan menjadi
 
3 (tiga) tingkatan:
1) Kebijakan Umum, yaitu kebijakan yang mejadi
pedoman atau petunjuk pelaksanaan baik yang
bersifat positif ataupun yang bersifat negatif yang
meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang
bersangkutan.
2) Kebijakan Pelaksanaan, adalah kebijakan yang
menjabarkan kebijakan umum. Untuk tingkat pusat,
peraturan pemerintah tentang pelaksanaan suatu
undang-undang.
3) Kebijakan teknis, yaitu kebijakan operasional yang
berada dibawah kebijakan pelaksanaan.30

Kebijakan menurut James E. Anderson, yaitu


serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu
yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau
kelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah
tertentu.31 Menurut Suharno kebijakan akan di
sepadankan dengan kata policy. Istilah ini berbeda

29
Said Zainal Abidin, Kebijakan Publik, (Jakarta: Penerbit Pancur Siwah, 2004),
h. 25
30
Ibid 30-31
31
Islamy, Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara, ( Jakarta: Bumi Aksara,
1997), h. 67
23

maknanya dengan kata kebjaksanaan (wisdom) maupun


kebijakan (Virtues). Demikian Budi Winarno dan
Solichin A. Wahab sepakat bahwa istilah kebijakan
penggunaannya sering diperuntukan dengan istilah-istilah
 
lain seperti tujuan (goal) program, keputusan, undang-
undang, ketentuan-ketentuan, standar, proposal dan
grand design. 32

Kebijakan atau policy berkaitan dengan perencanaan,


pengambilan dan perumusan keputusan, implementasi
keputusan, dan evaluasi terhadap dampak dari
implementasi keputusan tersebut terhadap orang-orang
yang menjadi sasaran kebijakan (kelompok target) .
Kebijakan merupakan sebuah alat atau instrumen untuk
mengatur masyarakat dari atas kebawah.

Menurut Heinz Eulau dan Kenneth Prewith, kebijakan


adalah keputusan tetap yang dicirikan konsistensi dan
pengulangan tingkah laku dari mereka yang mematuhi
keputusan-keputusan. Dengan cara memberi reward dan
sanctions. Secara sentralistik, kebijakan adalah instrumen
teknis, rasional, dan action-oriented untuk
menyelesaikan masalah. Kebijakan sengaja di susun dan
di rancang untuk membuat prilaku orang banyak yang
dituju (kelompok target) menjadi terpola sesuai dengan

32
Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik. Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan
Kebijakan Sosial, (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 11.
24

bunyi dan rumusan kebijakan tersebut.33 Dewasa ini


istilah kebijakan lebih sering dan secara luas
dipergunakan dalam kaitannya dengan tindakan-tindakan
pemerintah, serta prilaku negara pada umumnya.34
 

Dari beberapa penjelasan terkait pensgertian


kebijakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
kebijakan merupakan upaya atau tindakan untuk
mempengaruhi sistem pencapaian tujuan yang diinginkan
dan yang telah direncanakan.

b. Konsep Kebijakan
Menurut Aderson dan Winarno konsep kebijakan memiliki
beberapa implikasi, yakni:
1) Titik perhatian dalam kebijakan publik berorientasi
pada maksud atau tujuan dan bukan pada prilaku
yang serampangan. Kebijakan publik secara luas
dalam sistem politik modern bukan suatu yang terjadi
begitu saja melainkan direncanakan oleh aktor yang
terlibat dalam sistem politik.
2) Kebijakan merupakan arah atau pola tindakan yang
dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan
merupakan keputusan-keputusan tersendiri. Suatu
kebijakan mencakup tidak hanya keputusan untuk
menetapkan undang-undang mengenai suatu hal

33
Amri Marzali, Antropologi dan Kebijakan Publik, ( Jakarta: Kencana Prenada
Media Group 2012), hal. 20
34
Charles O. Jones, Pengantar Kebijakan Publik, (Jakarta: Rajawali Press), hal 166
25

tetapi juga keputusan-keputusan beserta


pelaksananya.
3) Kebijakan adalah apa yang sebenernya dilakukan
oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan,
 
mengendalikan inflasi, atau mempromosikan
perumahan rakyat dan bukan apa yang diinginkan
pemerintah.
4) Kebijakan publik mungkin dalam bentuknya bersifat
positif atau negatif. Secara positif, kebijakan
mungkin mencakup bentuk tindakan pemerintah yang
jelas untuk mempengaruhi suatu masalah tertent.
Secara negatif, mungkin kebijakan mencakup suatu
keputusan oleh pejabat-pejabat pemerintah, tetapi
tidak untuk mengambil tindakan dan tidak untuk
melakukan sesuatu mengenai suatu persoalan yang
memerlukan keterlibatan pemerintah.
5) Kebijakan publik memiliki paksaan yang secara
potensial sah dilakukan. Hal ini berarti bahwa
kebijakan publik menuntut ketaatan yang luas dari
masyarakat. Sifat yang terakhir inilah yang
membedakan kebijakan publik dengan kebijakan
lainnya.

Secara umum kebijakan merupakan aturan tertulis yang


merupakan keputusan formal organisasi yang bersifat
mengikat anggota yang terkait dengan organisasi tersebut,
yang dapat mengatur perilaku dengan tujuan menciptakan tata
nilai baru dalam masyarakat. Berbeda dengan hukum dan
peraturan, kebijakan hanya menjadi sebuah pedoman tindakan
26

dan tidak memaksa seperti hukum. Meskipun kebijakan


mengatur apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan
namun kebijakan hanya bersifat adaptif dan interpretatif.
Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving serta
 
diharapkan bersifat umumtetapi tanpa menghilangkan ciri
lokal suatu organisasi atau lemaga, dengan kata lain kebijakan
harus memberi peluang di interpretasikan sesuai dengan
kondisi yang ada.35

Dari penjelasan tersebut diatas dapat dikemukakan bahwa


bahwa efektivitas kebijakan adalah melakukan pekerjaan yang
benar dalam suatu upaya atau tindakan untuk mempengaruhi
sistem pencapaian tujuan yang diinginkan dan yang telah
direncanakan.

3. Kementerian Agama RI
Kementerian Agama Republik Indonesia (disingkat Kemenag
RI, dahulu Departemen Agama Republik Indonesia, disingkat
Depag RI) adalah kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang
membidangi urusan agama. Kementerian Agama dipimpin oleh
seorang Menteri Agama (Menag). Dibawah Menteri Agama
terdapat beberapa pejabat eselon I yang membantu tugas-tugas
Menteri sesuai bidangnya masing-masing diantaranya pejabat
eselon I tersebut adalah Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah
yang bertanggung jawab secara tekhnis tentang perencanaan
kebijakan dan pelaksanaan penyelenggaraan haji dan umrah baik

35
Budi Winarno, Kebijakan Publik:Teori dan Proses, (Yogyakarta: Media
Pressindo, 2007), h. 20-21
27

di Tanah air maupun di Arab Saudi berdasarkan Peraturan


Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Agama (PMA).36
B. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)
1. Profil PPIU
 
Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah yang disingkat PPIU
adalah biro perjalanan wisata yang telah mendapat izin dari
Menteri untuk menyelenggarakan perjalanan ibadah umrah. PPIU
dalam penyelenggaraannya dilaksanakan berdasarkan asas
keadilan, profesionalitas, transparansi, dan akuntabilitas. PPIU
bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan, dan
perlindungan yang sebaik-baiknya kepada jemaah sehingga
jemaah dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan
syariat islam.37
2. Tugas Pokok PPIU
Dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2008, PPIU wajib
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Menyediakan pembimbing dan petugas kesehatan;
Memberangkatkan dan memulangkan jemaah sesuai dengan
masa berlaku visa umrah di Arab Saudi;
b. Memberikan pelayanan sesuai perjanjian tertulis antara
penyelenggara dan jemaah;
c. Melapor kepada Perwakilan Republik Indonesia di Arab Saudi
(Kepala Kantor Misi Haji Indonesia) di Arab Saudi pada saat
datang dan pada saat akan kembali ke Indonesia.

36
PMA No 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama
37
Pasal 1-3 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 18 Tahun 2015
Tentang Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah
28

d. Melaporkan keberangkatan jemaah umrah meliputi, rencana


perjalanan umrah, pemberangkatan dan pemulangan kepada
Dirjen PHU.
3. Kewajiban PPIU
 
Dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 2015 Pasal
10 disebutkan bahwa PPIU wajib memberikan pelayanan :
a. Bimbingan ibadah umrah, sebelum keberangkatan, selama
di perjalanan dan selama di Arab Saudi serta di berikan
materi bimbingan manasik dan perjalanan umrah.
b. Transportasi, dari dan ke Arab Saudi dan selama di Arab
Saudi, palin banyak 1 (satu) kali transit dengan
menggunakan maskapai penerbangan yang sama dan
memiliki izin mendarat di Indonesia dan di Arab Saudi.
Transportasi darat selama di Arab Saudi wajib memililki
tasreh atau izin dengan memperhatikan aspek
kenyamanan, keselamatan, dan keamanan.
c. Akomodasi dan Konsumsi, dengan menempatkan jemaah
umrah di hotel minimal bintang 3 (tiga) atau penginapan
yang layak. Sedangkan konsumsi diberikan oleh PPIU
sebelum berangkat, dalam perjalanan, dan selama di Arab
Saudi dan harus sesuai standar menu, higienitas dan sehat.
d. Pelayanan kesehatan, yang meliputi penyediaan petugas
kesehatan, penyediaan obat-obatan dan pengurusan bagi
jemaah umrah yang sakit selama di perjalanan dan Arab
Saudi. Pada pelayanan kesehatan ini jemaah wajib
melakukan vaksin meningitis yang menjadi tanggung
jawab jemaah secara individu akan tetapi PPIU dapat
29

memfasilitasinya dengan mengacu kepada ketentuan


peraturan perundang-undangan.
e. Perlindungan jemaah dan petugas, menjadi tanggung
jawab PPIU dengan memberikan asuransi jiwa, kesehatan
 
dan kecelakaan.
f. Administrasi dan dokumen, dalam bentuk pengurusan
dokumen perjalanan umrah dan visa bagi jemaah dan
pengurusan dokumen jemaah sakit, meninggal, dan
hilang.
C. Perlindungan Jemaah
1. Perlindungan
Perlindungan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
tempat berlindung, hal (perbuatan dan sebagainya)
memperlindungi.38 Dalam konsep hukum menurut Satijipto
Rahardjo perlindungan adalah memberikan pengayoman kepada
hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan
tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat
menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.39 Dengan
kata lain dapat disimpulkan bahwa perlindungan dalam hal ini
dapat diartikan juga sebagai upaya hukum yang harus diberikan
oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik
secara pikiran maupun fisik untuk masyarakat dari gangguan dan
ancaman dari pihak manapun.

38
https://kbbsi.web.id/perlindungan, diakses 6 Oktober 2017, pukul 19.00 WIB
39
Satijipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, h. 55
30

2. Jemaah
Jemaah adalah kata yang berasal dari bahasa Arab yang
artinya “kompak” atau “bersama-sama”, ungkapan shalat
berjama‟ah berarti shalat yang dikerjakan secara bersama-sama
 
dibawah pimpinan seorang imam. Jemaah juga berarti
sekelompok manusia yang terikat oleh sikap, pendirian,
keyakinan, dan tugas serta tujuan yang sama. Islam menganjurkan
ummat islam menggalang kekompakan dan kebersamaan, yaitu
suatu masyarakat yang terdiri dari pribadi-pribadi muslim, yang
berpegang pada norma-norma islam, menegakan prinsip
“ta‟awun” (tolong-menolong) dan (kerja sama) untuk tegaknya
kekuatan bersama demi tercapainya tujuan yang sama.40
Jemaah yang dimaksud dalam skripsi ini adalah Jemaah Umrah,
adapun Jemaah Umrah adalah setiap orang yang beragama Islam
dan telah mendaftarkan diri untuk menunaikan Ibadah Umrah
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.41
Dari penjelasan yang telah disebutkan di atas penulis dapat
menyimpulkan bahwa perlindungan Jemaah Umrah adalah
perbuatan memberikan pengayoman kepada sekelompok orang
yang dirugikan orang lain baik secara pikiran maupun fisik untuk
memperoleh dan menikmati hak-haknya selama dalam
perjalanan, selama di Arab Saudi dan ketika kembali ke Tanah
Air.

40
Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta, Djembatan, 1992),
hlm.486-487
41
Pasal 1 ayat 4 PMA No 18 tahun 2015, Tentang Penyelenggaraan Perjalanan
Ibadah Umrah
31

BAB III

GAMBARAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL


PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH (DITJEN PHU)
  KEMENTRIAN AGAMA RI

A. Sejarah Penyelenggaraan Haji


1. Penyelenggaraan Haji Pasca-Kemerdekaan
Pada tanggal 21 Januari 1950, Badan Kongres Muslimin
Indonesia (BKMI) mendirikan sebuah yayasan yang secara
khusus menangani kegiatan penyelenggaraan haji, yaitu Panitia
Perbaikan Perjalanan Haji Indonesia (PPPHI) yang kemudian
kedudukannya diperkuat dengan dikeluarkannya Surat
Kementrian Agama Republik Indonesia Serikat (RIS) Nomor
3170 tanggal 6 Pebruari 1950, disusul dengan surat edaran
Menteri Agama RIS Nomor A.III/I/648 tanggal 9 Februari
1950 yang menunjuk PPPHI sebagai satu-satunya wadah yang
sah disamping Pemerintah untuk dan menyelenggarakan haji
Indonesia. Sejak saat itulah penyelenggaraan haji ditangani olh
Pemerintah, dalam hal ini Kementrian Agama, dibantu oleh
instansi lain seperti Pamongpraja.42 Tahun ini merupakan
tahun pertama rombongan haji Indonesia yang diikuti dan
dipimpin oleh Majelis Pimpinan Haji bersama dengan
Rombongan Kesehatan Indonesia (RKI).
Dengan dibentuknya Kementrian Agama sebagai salah satu
unsur kabinet Pemerintah setelah masa kemerdekaan, maka
seluruh beban PIH ditanggung Pemerintah dan segala

42
Zakaria Anshar, Profil Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah,
(jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2008), hal. 5
32

kebijakan tentang pelaksanaan ibadah haji semakin terkendali


dengan semakin membaiknya tatanan kenegaraan Indoesia,
pada tahun 1964 pemerintah mengambil alih kewenangan
dalam PIH dengan msembubarkan PPPHI yang kemudian
 
diserahkan kepada Dirjen Urusan Haji (DUHA) dibawah
koordinasi Menteri Urusan Haji.43
2. Penyelenggaraan Haji Masa Orde Baru
Tugas awal penguasa Orde Baru sebagai pucuk pimpinan
negara pada tahun 1966 adalah membenahi sistem kenegaraan.
Pembenahan sistem pemerintahan tersebut berpengaruh pula
terhadap PIH dengan dibentuknya Departemen Agama yang
merubah struktur dan tata kerja organisasi Menteri Urusan Haji
dan mengalihkan tugas PIH di bawah wewenang Dirjen
Urusan Haji, termasuk penetapan biaya, sistem manajemen dan
bentuk organisasi yang kemudian ditetapkan dalam keputusan
Dirjen Urusan Haji Nomor 105 tahun 1967, penetapan
besarnya biaya haji ditentukan oleh Menteri Agama.44
Pada Tahun 1968, keputusan tentang besarnya biaya haji
kembali ditetapkan oleh Dirjen Urusan Haji dengan keputusan
Nomor 111 tahun 1968. Dalam perjalanan selanjutnya,
pemerintah bertanggung jawab secara penuh dalam PIH mulai
dari penentuan biaya haji, pelaksanaan ibadah haji serta
hubungan antara dua negara yang mulai di laksanakan pada
tahun 1970. Pada tahun tersebut biaya perjalanan haji
ditetapkan oleh presiden melalui keputusan presiden Nomor 11

43
Ibid
44
Ibid
33

tahun 1970. Dalam tahun-tahun berikutnya PIH tidak banyak


mengalami perubahan-perubahan kebijakan dan keputusan
tentang biaya perjalanan haji ditetapkan melalui Keputusan
Presiden.
 
Pada tahun 1976, seluruh pelaksanaan operasional
perjalanan ibadah haji dilaksanakan oleh Dirjen BIUH.
Beberapa panitia penyelenggara di daerah juga menjalin
koordinasi dengan Badan Koordinator Urusan Haji (BAKUH)
ABRI, hal ini dikarenakan BAKUH ABRI memiliki lembaga
tersendiri untuk pelaksanaan operasional PIH.
Setelah tahun 1976, seluruh pelaksanaan operasional
perjalanan ibadah haji dilaksanakan oleh Dirjen BIUH, pada
tahun 1985, pemerintah kembali mengikutsertakan pihak
swasta dalam PIH, dimana pihak-pihak swasta tersebut
mempunyai kewajiban langsung kepada pemerintah. Dalam
perkembangan selanjutnya, lingkungan bisnis modern
mengubah orientasi pihak-pihak swasta tersebut dengan
menyeimbangkan antara orientasi pelayanan dan orientasi
keuntungan yang selanjutnya dikenal dengan istilah PIH Plus.
Pada tahun1987 pemerintah mengeluarkan keputusan tentang
PIH dan Umrah Nomor 22 tahun 1987 yang selanjutnya
disempurnakan degan mengeluarkan peraturan PIH Nomor
245 tahun 1991 yang lebih menekankan pada pemberian sanksi
yang jelas kepada pihak swasta yang tidak melaksanakan tugas
sebagaimana ketentuan yang berlaku.45

45
Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah,
(Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2008) hal. 6
34

Pembatasan jemaah haji yang lebih dikenal dengan


pembagian kuota haji diterapkan pada tahun 1996 dengan
dukungan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT)
untuk menegah terjadinya over quota seperti yang terjadi pada
 
tahun 1995 dan sempat menimbulkan keresahan dan
kegelisahan di masyarakat, khususnya calon jemaah haji yang
telah terdaftar pada tahun tersebut namun tidak dapat
berangkat. Mulai tahun 2005 penetapan porsi provinsi
dilakukan sesuai dengan ketentuan Organisasi Konferensi
Islam (OKI) yaitu 1 orang per mil dari jumlah penduduk yang
beragama Islam dari masing-masing provinsi kecuali untuk
jemaah haji khusus diberikan porsi tersendiri.46
3. Penyelenggaraan Haji Masa Reformasi
Melalui Keputusan Presiden Nomor 119 tahun 1998,
pemerintah menghapus monopoli angkutan haji dengan
mengizinkan kepada perusahaan penerbangan lain selain PT.
Garuda Indonesia untuk melaksanakan angkutan haji.
Dibukanya kesempatan tersebut disambut hangat oleh sebuah
perusahaan asing. Saudi Arabian Airlines untuk ikut serta
dalam angkutan haji dengan mengajukan penawaran kepada
pemerintah dan mendapat respon yang positif. Sejak era
reformasi, setiap bentuk kebijakan harus memenuhi aspek
keterbukaan dan transparansi, jika tidak akan menuai kritik
dari masyarakat. Pemerintah dituntut untuk terus
menyepurnakan sistem penyelenggaraan haji dengan

46
ibid
35

menekankan pada pelayanan, pembinaan dan perlindungan


secara optimal.
Penyelenggaraan haji menjadi tanggung jawab Menteri
Agama yang dalam pelaksanaan sehari-hari, secara struktural
 
dan teknis fungsional dilaksanakan oleh Dirjen Bimbingan
Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji
(BIPH) yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 165 tahun 2000. Dalam perkembangan terakhir
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2005, Ditjen
BPIH direstrukturasi menjadi 2 unit kerja eselon1, yaitu Ditjen
Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) dan Ditjen
Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU). Dengan demikian
mulai operasional haji tahun 2007 pelaksana teknis PIH dan
pembinaan umrah berada dibawah ditjen PHU.47
B. Visi dan Misi Ditjen PHU
Berdasarkan keputusan Dirjen PHU Nomor: D.054 tahun
2010 tentang Visi dan Misi Ditjen PHU, disebutkan sebagai
berikut: 48
1. Visi
Terwujudnya pembinaan, pelayanan, dan perlindungan
kepada jemaah haji dan umrah berdasarkan asas keadilan,
transparan, akuntabel dengan prinsip nirlaba. Penjabaran dari
Visi Ditjen PHU tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

47
Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah,
(Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2008) hal. 6
48
Kementerian Agama Republik Indonesia, Ditjen PenyelenggaraHaji dan Umrah,
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Tahun 2010-2014
36

a. Pembinaan, diwujudkan dalam bentuk bimbingan,


penyuluhan dan penerangan kepada masyarakat dan
jemaah haji dan umrah. Sedangkan pembinaan petugas
diarahkan pada profesionalisme dan dedikasinya.
 
b. Pelayanan, diwujudkan dalam bentuk pemberian layanan
administrasi dan dokumen, transportasi, kesehatan, serta
akomodasi dan konsumsi.
c. Perlindungan, diwujudkan dalam bentuk jaminan
keselamatan dan keamanan jemaah haji selama
menunaikan ibadah haji dan umrah.
d. Asas keadilan, bahwa penyelenggaraan ibadah hai harus
berpegang pada kebenaran, tidak berat sebelah dan tidak
memihak, tidak sewenang-wenang dalam
penyelenggaraannya.
e. Transparan, bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam
proses penyelenggaraan haji dan umrah dapat diketahui
oleh masyarakat dan jemaah haji dan umrah.
f. Akuntabel dengan prinsip nirlaba, bahwa penyelenggaraan
ibadah haji dan umrah dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum dengan
prinsip tidak mencari keuntungan.
2. Misi
a. Meningkatkan kualitas penyuluhan, bimbingan dan
pemahaman manasik haji dan umrah.
b. Meningkatkan profesionalisme dan dedikasi petugas haji
dan umrah.
37

c. Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan


ibadah haji dan umrah melalui pembinaan haji khusus,
umrah dan kelompok bimbingan ibadah.
d. Meningkatkan pelayanan pendaftaran, dokumen,
 
akomodasi, transportasi, dan katering sesuai standar
pelayanan minimal penyelengaraan haji dan umrah.
e. Memberikan perlindungan kepada jemaah sehingga
diperoleh rasa aman, keadilan dan kepastian melaksanakan
ibadah haji dan umrah.
f. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dana haji
serta pengembangan sistem informasi haji.
g. Meningkatkan kualitas dukungan manajemen dan
dukungan teknis lainnya dalam penyelenggaraan ibadah
haji dan umrah.

C. Tugas dan Fungsi


Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
adalah unsur pelaksana yang berada dibawah dan bertanggung
jawab kepada Menteri Agama yang dipimpin oleh seorang
Direktur Jenderal.49
Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun
2010, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:50

49
Pasal 273 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No 42 Tahun 2016
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama
50
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 10 Tahun 2010 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama RI, h. 56s
38

1. Tugas
Ditjen PHU mempunyai tugas merumuskan serta
melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang
penyelenggaraan haji dan umrah.
 
2. Fungsi
Sedangkan dalam melaksanakan tugas, Ditjen PHU memiliki
fungsi sebagai berikut:
a. Perumusan kebijakan di bidang penyelenggaraan haji dan
umrah.
b. Pelaksanaan kebijakan dibidang penyelenggaraan haji dan
umrah.
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria di bidang
penyelenggaraan haji dan umrah.
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi
penyelenggaraan haji dan umrah.
e. Pelaksanaan administrasi Ditjen PHU.

Menurut pasal 274 Peraturan Menteri Agama No 42 Tahun


2016, Ditjen PHU mempunyai tugas menyelenggarakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan
haji dan umrah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.51

Adapun dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud


dalam pasal 274, Ditjen PHU memiliki fungsi sebagai berikut:52

51
Pasal 274 PMA No 42 Tahun 2016
52
Pasal 275 PMA No 42 Tahun 2016
39

a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan haji dan


umrah, pelayanan haji, dan pengelolaan dana haji, serta
akreditasi penyelenggara ibadah haji khusus dan umrah
b. Koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan
 
haji dan umrah dan pelayanan haji, serta akreditasi
penyelenggara ibadah haji khusus dan umrah
c. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang
penyelenggaraan haji dan umrah
d. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di
bidang penyelenggaraan haji dan umrah
e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah
f. Pelaksanaan Fungsi lain yang diberikan oleh menteri.

D. Susunan dan Struktur Organisasi


1. Susunan Organisasi
Susunan Organisasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan
Haji dan Umrah terdiri atas53:
a. Sekretariat Ditjen PHU
Sekretariat Ditjen PHU terdiri dari :
1) Bagian Perencanaan dan Hubungan Masyarakat
a) Subbagian Perencanaan dan Anggaran
b) Subbagian Informasi dan Hubungan
Masyarakat
c) Subbagian Evaluasi Program dan Pelaporan

53
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No 42 Tahun 2016 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama
40

2) Bagian Keuangan dan Penerimaan Negara Bukan


Pajak
a) Subbagian Pelaksanaan Anggaran dan
Perbendaharaan
 
b) Subbagian Verifikasi
c) Subbagian Penerimaan Negara Bukan
Pajak, Akuntansi, Pelaporan Keuangan dan
Barang Milik Negara.
3) Bagian Organisasi, Kepegawaian, dan Hukum
a) Subbagian Organisasi dan Tata Laksana
b) Subbagian Kepegawaian
c) Subbagian Hukum
4) Bagian Umum dan Barang Milik Negara
a) Subbagian Tata Usaha
b) Subbagian Rumah Tangga
c) Subbagian Perlengkapan dan Barang Milik
Negara
b. Direktorat Pembinaan Haji
Direktorat Pembinaan Haji dan Umrah terdiri dari:
1) Subdirektorat Bimbingan Jemaah Haji
a) Seksi Pengembangan Materi Bimbingan
b) Seksi Pelaksanaan Bimbingan
c) Seksi Bina Kelompok Bimbingan Jemaah
Haji
2) Subdirektorat Pembinaan Petugas Haji
a) Seksi Rekrutmen Petugas
b) Seksi Pelatihan Petugas
c) Seksi Penilaian Kinerja Petugas
41

3) Subdirektorat Advokasi Haji


a) Seksi Identifikasi dan Pemetaan Masalah
Haji
b) Seksi Penanganan Masalah Haji
 
4) Subbagian Tata Usaha
c. Direktorat Pelayanan Haji Dalam Negeri
1) Subdirektorat Pendaftaran dan Pembatalan Haji
Reguler
a) Seksi Pendaftaran dan Pelunasan Haji
b) Seksi Pembatalan Haji
2) Subdirektorat Dokumen dan Perlengkapan Haji
Reguler
a) Seksi Dokumen Haji
b) Seksi Pemvisaan Haji
c) Seksi Penilaian Perlengkapan Haji
3) Subdirektorat Asrama Haji
a) Seksi Penyiapan Asrama Haji
b) Seksi Pelayanan Asrama Haji
c) Seksi Monitoring dan Evaluasi Asrama Haji
4) Subdirektorat Transportasi dan Perlindungan
Jemaah Haji Reguler
a) Seksi Penyiapan Transportasi Udara
b) Seksi Pelayanan Transportasi Udara
c) Seksi Kerjasama Kesehatan dan
Perlindungan Jemaah Haji
5) Subbagian Tata Usaha
d. Direktorat Pelayanan Haji Luar Negeri
1) Subdirektorat Akomodasi Haji
42

a) Seksi Penyiapan Akomodasi


b) Seksi Pelayanan Akomodasi
c) Seksi Monitoring dan Evaluasi Akomodasi
2) Subdirektorat Katering Haji
 
a) Seksi Penyiapan Katering
b) Seksi Pelayanan Katering
c) Seksi Monitoring dan Evaluasi Katering
3) Subdirekrorat Transportasi Haji
a) Seksi Penyiapan Transportasi Haji
b) Seksi Pelayanan Transportasi Haji
c) Seksi Monitoring dan Evaluasi Transportasi
Haji
4) Subdirektorat Fasilitasi Komisi Pengawas Haji
Indonesia
a) Seksi Fasilitasi Administrasi
b) Seksi Pengaduan Masyarakat, Informasi dan
Komunikasi
c) Seksi Analisis dan Pelaporan
5) Subbagian Tata Usaha
e. Direktorat Pembinaan Umrah dan Haji Khusus
1) Subdirektorat Perizinan, Akreditasi, dan Bina
Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah
a) Seksi Perizinan Penyelenggara Perjalanan
Ibadah Umrah
b) Seksi Akreditasi Penyelenggara Perjalanan
Ibadah Umrah
c) Seksi Bina Penyelenggara Perjalanan
Ibadah Umrah
43

2) Subdirektorat Perizinan, Akreditasi, dan Bina


Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus
a) Seksi Perizinan dan Akreditasi
Penyelenggara Ibadah Haji Khusus
 
b) Seksi Pendaftaran dan Pembatalan Ibadah
Haji Khusus
c) Seksi Dokumen dan Perlengkapan Ibadah
Haji Khusus
3) Subdirektorat Pemantauan dan Pengawasan Ibadah
Umrah dan Ibadah Haji Khusus
a) Seksi Pemantauan dan Pengawasan Ibadah
Umrah
b) Seksi Pemantauan dan Pengawasan Ibadah
Haji Khusus
c) Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah
Ibadah Haji Khusus
4) Subbagian Tata Usaha
f. Direktorat Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi
Haji Terpadu
1) Subdirektorat Perencanaan Anggaran Operasional
dan Pengelolaan Aset Haji
a) Seksi Perencanaan Anggaran Operasional
Haji
b) Seksi Pengelolaan Aset Haji
c) Seksi Monitoring dan Evaluasi
2) Subdirekotorat Pengelolaan Keuangan Operasional
Haji
44

a) Seksi Pelaksanaan Anggaran dan


Perbendaharaan Haji
b) Seksi Verifikasi Anggaran
c) Seksi Akuntansi dan Pelaporan
 
3) Subdirektorat Data dan Sistem Informasi Haji
Terpadu
a) Seksi Pengelolaan Infrastruktur
b) Seksi Pengembangan Database Haji
c) Seksi Pengembangan Sistem Informasi Haji
4) Subbagian Tata Usaha
2. Struktur Organisasi Ditjen PHU

Tabel 3.1
Struktur Organisasi Ditjen PHU

Direktorat
Jenderal
Penyelenggaraan
Haji dan Umrah

Sekretariat Direktorat
Jenderal
Penyelenggaraan Haji
dan Umrah

Dit Dit Dit Dit Dit


Pelayanan Pelayanan Pembinaan
Pembinaan Pengelolaan
Haji Haji Luar Umrah dan
Dana Haji
Haji Dalam Negeri Haji
dan Sistem
Negeri Khusus
Informasi
Haji
Terpadu
45

E. Subdirektorat Perizinan, Akreditasi, dan Bina Penyelenggara


Perjalanan Ibadah Umrah
Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No.
42 Tahun 2016 tentang organisasi dan Tata Kerja Kementerian
 
Agama, Subdirektorat Perizinan, Akreditasi, dan Bina Penyelenggara
Perjalanan Ibadah Umrah memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut :
1. Tugas
Subdirektorat Perizinan, Akreditasi, dan Bina Penyelenggara
Perjalanan Ibadah Umrah mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, kriteria, bimbingan teknis, supervisi,
dan evaluasi di bidang perizinan, akreditasi, bina penyelenggara
perjalanan ibadah umrah dan penyuluhan penyelenggaraan ibadah
umrah.54
2. Fungsi
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana di maksud di atas,
Subdirektorat Perizinan, Akreditasi, dan Bina Penyelenggara
Perjalanan Ibadah Umrah mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di
bidang penyelenggaraan ibadah umrah
b. Penyiapan bahan rumusan perizinan dan akreditasi di
bidang penyelenggaraan ibadah umrah
c. Peyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria di bidang penyelenggaraan ibadah umrah
d. Penyiapan bahan bimbingan teknis, supervisi, dan
penyuluhan di bidang penyelenggaraan ibadah
54
Pasal 355 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 42 Tahun 2016,
tentang organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama
46

umrahPenyiapan bahan pelaksanaan pengawasan dan


pengendalian di bidang penyelenggaraan ibadah umrah
e. Penyiapan bahan pelaksanaan pengawasan dan
55
pengendalian di bidang penyelenggaraan ibadah umrah
 

Subdirektorat Perizinan, Akreditasi, dan Bina


Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya memiliki tiga seksi yaitu:

a. Seksi Perizinan Penyelenggara Perjalanan Ibadah


Umrah
b. Seksi Akreditasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah
Umrah
c. Seksi Bina Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah.56

F. Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah Dari Masa ke


Masa
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah sejak
berdirinya di tahun1964 sudah mengalami 11 kali pergantian
direktur, yaitu sebagai berikut:

55
Pasal 356 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 42 Tahun 2016,
tentang organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama
56
Pasal 357 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 42 Tahun 2016,
tentang organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama
47

Tabel 3.2

Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah dari Masa ke Masa

No Nama Jabatan Masa Bakti


 

Menteri Urusan Haji 1964 – 1965

1 Prof. KH. Farid Dirjen Urusan Haji 1965 – 1973

Ma‟ruf

2 H. Burhani Dirjen Urusan Haji 1973 – 1979

Tjokrohandoko Dirjen Bimas Islam dan 1979 – 1984

Urusan Haji

3 H. A. Qadir Dirjen Bimas Islam dan 1984 – 1989

Basalamah Urusan Haji

4 H. Andi Lolo Dirjen Bimas Islam dan 1989 – 1991

Tonang, SH Urusan Haji

5 Drs. H. Amidhan Dirjen Bimas Islam dan 1991 – 1995

Urusan Haji

6 Drs. H. A. Ghazali Dirjen Bimas Islam dan 1995 – 1996

Urusan Haji

7 Drs. H. Mubarok, Dirjen Bimas Islam dan 1996 – 2000

M.Si Penyelenggaraan Haji

8 Drs. H. Taufiq Kamil Dirjen Bimas Islam dan 2000 – 2005


48

Penyelenggaraan Haji

Dirjen Bimas Islam dan 2005 – 2006

9 Drs. H. Slamet Penyelenggaraan Haji


 
Riyanto, M.Si Dirjen Penyelenggaraan 2006 -2012

Haji dan Umrah

10 Dr. H. Anggito Dirjen Penyelenggaraan 2012 – 2014

Abimanyu, M.Sc Haji dan Umrah

11 Prof. Dr. Abdul Dirjen Penyelenggaraan 2014 – 2017

Jamil, M.A Haji dan Umrah

12 Prof. Dr. H. Nizar Dirjen Penyelenggaraan 2017 - Sekarang

Ali, M.Ag Haji dan Umrah

Sumber: Buku Haji dari Masa ke Masa


49

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


 

A. Efektivitas Pengaturan Tentang Perizinan, Pengawasan dan


Pengendalian PPIU
1. Mekanisme Perizinan Penyelenggara Perjalanan Ibadah
Umrah (PPIU)
Travel/biro perjalanan dapat beroperasi menjalankan bisnis
umrah hanya yang memiliki izin dari Menteri Agama yang dapat
menjalankan bisnis umrah yang ditetapkan sebagai Penyelenggara
Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Proses pengajuan permohonan
perizinan PPIU diajukan ke PTSP (Pelayanan Terpadu Satu
Pintu) Kementerian Agama yang ditangani oleh petugas PTSP
yang nantinya akan di proses sekitar satu sampai dua bulan
sampai keluar izin sebagai PPIU.57 Persyaratan pengajuan PPIU
diatur pada Pasal 5 ayat (3) dan (4) PMA Nomor 18 Tahun 2015
tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah yaitu :
a. Pemilik dalam akta perusahaan adalah Warga Negara
Republik Indonesia (WNI) beragama Islam dan tidak sebagai
pemilik PPIU lain, dibuktikan dengan foto copy KTP dan
curriculum vitae (CV) singkat pemilik;
b. Memiliki susunan kepengurusan perusahaan;

57
Dewi Gustikarini, Kepala Seksi Perizinan Penyelenggara Perjalanan Ibadah
Umrah, Wawancara Pribadi , pada 20 Maret 2018 Pukul 12.30-12.45 WIB. Ditjen PHU
Kemenag RI
50

c. Memiliki izin usaha sebagai biro perjalanan wisata dari


Dinas Pariwisata setempat yang sudah beroperasi paling
singkat 2 (dua) tahun;
d. Memiliki akta notaris pendirian Perseroan Terbatas (PT)
 
dan/atau perubahannya sebagai biro perjalanan wisata yang
memiliki bidang keagamaan/perjalanan ibadah yang telah
mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM;
e. Memiliki surat Keterangan Domisili Usaha (SKDU) dari
pemerintah daerah setempat yang masih berlaku;
f. Memiliki surat Keterangan Terdaftar Pajak (SKTP) dari
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan setempat
dan foto copy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama
perusahaan dan pimpinan perusahaan;
g. Memiliki surat rekomendasi asli dari instansi pemerintah
daerah dan/atau kebupaten kota setempat yang membidangi
pariwisata yang asih berlaku;
h. Memiliki laporan keuangan perusahaan yang sehat 1 (satu)
tahun terakhir dan telah diaudit oleh akuntan publik yang
terdaftar dengan opini minimal Wajar Dengan Pengecualian
(WDP);
i. Memiliki surat rekomendasi asli dari Kantor Wilayah
(Kanwil) Kementerian Agama setempat dengan dilampiri
berita acara peninjauan lapangan (visitasi) yang sedikitnya
memenuhi ketentuan:
1) Memiliki sumber daya di bidang tiketing, keuangan,
akuntansi, pemasaran dan pembimbing ibadah;
2) Memiliki bukti operasional sebagai Biro Perjalanan
Wisata (BPW) minimal 2 (dua) tahun;
51

3) Memiliki sarana dan prasarana yang memadai;


4) Memiliki laporan keuangan perusahaan 1 tahun terakhir
dan telah diaudit oleh akuntan publik yang terdaftar
dengan opini minimal WDP;
 
j. Menyerahkan jaminan dalam bentuk bank garansi atas nama
biro perjalanan wisata yang diterbitkan oleh bank syariah
dan/atau bank umum nasional disertai surat kuasa pencairan
yang ditujukan dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Setelah mendapatkan izin, PPIU dimonitoring melalui sistem


akreditasi58 yang merupakan penilaian terhadap kinerja meliputi
komponen kualitas pelayanan, sumber daya manusia, finansial,
sarana dan prasarana serta administrasi dan manajemen dengan
cara memberikan pemeringkatan melalui sistem abjad A, B, C
dan D. Hasil dari proses akreditasi nantinya akan dijadikan
sebagai salah satu pertimbangan apakah PPIU patut untuk
diperpanjang atau tidak izin operasionalnya. Masa berlaku izin
PPIU 3 (tiga tahun), paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum
berakhir, PPIU sudah harus mengajukan permohonan
perpanjangan.
Dalam proses pengajuan perizinan PPIU masih banyak
kendala yang dihadapi oleh Kementerian Agama seperti banyak
ketidaksesuaian dokumen yang masuk ke Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP). Dokumen yang masuk ke PTSP Kementerian
Agama akan di verifikaasi ulang di Subdirektorat Perizinan,
Akreditasi, dan Bina Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah.

58
. Akreditasi PPIU diatur dalam Pasal 24 PMA Nomor 18 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah.
52

Apabila ditemukan ketidaksesuaian dokumen yang sudah di


verifikasi ulang Kementerian Agama melakukan peninjauan
lapangan walaupun tidak untuk keseluruhan karena sebelumnya
peninjauan lapangan sendiri sudah dilakukan oleh Kanwil
 
Kementerian Agama setempat.
Secara garis besar mekanisme perizinan PPIU berjalan
dengan efektif apabila pada proses pengajuannya berjalan sesuai,
karena perizinan PPIU tidak hanya dimulai dari Kementerian
Agama akan tetapi PPIU sendiri sudah mempunyai izin
sebelumnya sebagai Biro Perjalanan Wisata (BPW) dari Dinas
Pariwisata, selain itu PPIU juga harus mempunyai TDUP (Tanda
Daftar Usaha Pariwisata), SIUP (Surat Izin Usaha Pariwisata),
dan sudah memiliki pajak sehingga sudah terseleksi di awal
sebelum mengajukan perizinan sebagai PPIU ke Kementerian
Agama.
Dalam operasionalnya, PPIU membentuk susunan organisasi
terdiri atas Komisaris, Direktur Utama, Para Direktur serta
Pembimbing. Komisaris bertugas mengawasi para Direktur oleh
karena itu seseorang yang menjabat sebagai Komisaris tidak ikut
menjadi pegawai didalam PPIU. Direktur Utama bertugas
sebagai penanggung jawab penyelenggaraan operasional PPIU,
apabila operasional tidak dapat dijalankan seluruhnya oleh
Direktur Utama maka akan dilimpahkan kepada Direktur sebagai
kepanjangan tangan dari Direktur Utama. Adapun Pembimbing
bertugas membimbing manasik untuk jemaah umrah.59

59
Dewi Gustikarini, Kepala Seksi Perizinan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah,
Wawancara Pribadi , pada 20 Maret 2018 Pukul 12.30-12.45 WIB.
53

2. Pengawasan PPIU
PPIU harus diawasi agar menjalankan aturan yang ditetapkan
oleh Kementerian Agama. Pengawasan dilakukan untuk
membangun kesadaran dan budaya professional, membangun
 
sistem dan prosedur serta penanganan pelanggaran.60
Pengawasan PPIU di atur dalam pasal 20 PMA No 18 tahun
2015 yang berbunyi sebagai berikut:
a. Pengawasan dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama
Menteri.
b. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi
pengawasan terhadap rencana perjalanan, kegiatan
operasional pelayanan jemaah, ketaatan dan/atau penertiban
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Dalam hal diperlukan, pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dapat bekerjasama dengan Inspektorat
Jenderal, instansi pemerintah/lembaga terkait.
d. Kantor Urusan Haji pada Konsulat Jenderal Republik
Indonesia Jeddah dapat memfasilitasi pelaksanaan
pengawasan terhadap pelayanan jemaah di Arab Saudi.61
Mekanisme Pengawasan PPIU dilakukan terhadap jemaah
yang akan berangkat dan pulang melalui sistem online
Kementerian Agama yaitu SIMPU (Sistem Informasi Manajemen
Pelaporan Umrah), sehingga jemaah yang akan berangkat dapat
dimonitor waktu keberangkatan, pesawat, hotel, dan lain-lain

60
Denny Fathurahman, Kepala Seksi Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah,
Wawancara Pribadi, pada 20 Maret 2018, (Pukul 13.00-13.30)
61
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 Tentang
Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah
54

sampai kepulangan ke Indonesia dan PPIU melaporkannya


kepada Kementerian Agama secara online.62
Mekanisme pengawasan PPIU khususnya ketika operasional
penyelenggaraan ibadah umrah meliputi rencana perjalanan dari
 
mulai pemberangkatan dari Tanah Air ke Arab Saudi sampai
kembali ke Tanah Air, pelayanan ketika di Arab Saudi yang
meliputi transportasi, akomodasi, konsumsi serta pelayananan
kesehatan. Pengawasan PPIU juga melibatkan pihak Inspektorat
Jenderal Kemenag RI dan juga pihak Kepolisian ketika
pengawasan dilakukan di Indonesia, namun apabila pengawasan
dilakuan di Arab Saudi maka melibatkan Kantor Urusan Haji
(KUH).63
Ruang lingkup tindakan preventif dalam pengawasan
Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah meliputi:
1) Kegiatan pengawasan terhadap perizinan dan akreditasi
PPIU
Memastikan pengawasan dan pengendalian terhadap bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, kriteria, bimbingan teknis, evaluasi, serta
laporan perizinan dan verifikasi PPIU.
2) Kegiatan pengawasan terhadap laporan PPIU
Memastikan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan
ibadah umrah yang sudah dilaksanakan, memperoleh
informasi yang benar, akurat dan termutakhir perihal PPIU

62
Denny Fathurahman, Kepala Seksi Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah,
Wawancara Pribadi, pada 20 Maret 2018, (Pukul 13.00-13.30)
63
Tree Agung Nugroho, Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah Ibadah
Umrah, Wawancara Pribadi, Pada Kamis, 25 Januari 2018 (13.30-14.00)
55

dan perihal ketaatan PPIU dalam pelaporan rencana


perjaanan secara online (LRPU).
3) Kegiatan pengawasan di Bandara
Memastikan proses pelayanan dan perlindungan jemaah di
 
Bandara dilakukan sesuai standar pelayanan minimal dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4) Kegiatan pengawasan di Arab Saudi
Memastikan proses pelayanan di Arab Saudi sesuai standar
pelayanan minimal dan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
5) Kegiatan pengawasan provider visa
Memastikan pengurusan visa Jemaah hanya kepada PPIU
yang memiliki izin operasional yang masih berlaku dan
ketaatan PPIU terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh
pemerintah Indonesia dan pemerintah Arab Saudi.
Sejauh ini Kementerian Agama memiliki kewenangan
melakukan pengawasan hanya kepada Biro Perjalanan yang
mendapatkan izin dari Kementerian Agama sebagai PPIU, untuk
PPIU yang tidak berizin Kementerian Agama tidak mempunyai
wewenang untuk mengawasi karena hal tersebut tugas Kepolisian
berdasarkan MOU Kemenag dengan Polri.
Secara garis besar pengawasan yang dilakukan terhadap PPIU
sudah berjalan dengan efektif, walaupun terkendala anggaran
yang sangat minim karena setiap hari Kementerian Agama harus
mengawasai 1000 PPIU dengan keterbatasan sumber daya. Untuk
menjangkau ke pelosok dibutuhkan dana sekitar Rp.
56

5.000.000.000 sehingga pengawasan yang dilakukan oleh


Kanwilpun berperan hingga ke pelosok.64
3. Pengendalian PPIU
Pengendalian adalah usaha sistematik untuk menetapkan
 
standar prestasi tertentu dengan perencanaan, mendesain sistem
umpan balik informasi, membandingkan prestasi yang
sesungguhnya dengan standar prestasi, menentukan apakah
terjadi penyimpangan dan mengukur apakah penyimpangan
tersebut berarti, dan melakukan perbaikan yang diperlukan untuk
memastikan bahwa sumber daya perusahaan digunakan dengan
cara yang paling efektif dan efisien untuk mencapai tujuan
organisasi.65
Pengendalian PPIU dilakukan oleh Direktur Jenderal atas
nama Menteri terhadap operasional Penyelenggara Perjalanan
Ibadah Umrah di Tanah Air dan Arab Saudi. Pengendalian
Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah meliputi kepemilikan,
domisili, masa berlaku izin operasional, finansial, sarana dan
prasarana, serta kinerja pelayanan kepada jemaah.66
Secara garis besar pengendalian terhadap PPIU berjalan
dengan efektif walaupun masih ada yang belum maksimal
disebabkan regulasi yang harus di revisi menjadi lebih baik.67

64
Denny Fathurahman, Kepala Seksi Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah,
Wawancara Pribadi, pada 20 Maret 2018, (Pukul 13.00-13.30)
65
Mahmud M. Hanafi, Manajemen, (Yogyakarta: UPP AMP YPKN,1997). Hal. 202
66
Pasal 21 Ayat 1-2 PMA No 18 Tahun 2015 Tentang Penyelenggara Perjalanan Ibadah
Umrah
67
Denny Fathurahman, Kepala Seksi Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah,
Wawancara Pribadi, pada 20 Maret 2018, (Pukul 13.00-13.30)
57

4. Dampak Positif Peraturan, Pengawasan dan Pengendalian


PPIU
a. Dampak Positif Peraturan dan Kebijakan PPIU
Penyelenggara perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) diatur
 
dalam Peraturan Menteri Agama No 18 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah yang mana
mengatur terkait perizinan, kewajiban memberikan pelayanan
(bimbingan ibadah umrah, transportasi, akomodasi dan
konsumsi, kesehatan, perlindungan Jemaah dan petugas
umrah, administrasi dan dokumentasi), mengatur terkait
pelaporan, pengawasan dan pengendalian, pembinaan,
akreditasi, serta tata cara pengenaan sanksi.
Peraturan dan Kebijakan PPIU memiliki dampak yang
baik pada Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah, karena
dengan adanya peraturan dan kebijakan yang sudah diatur
sedemikian rinci akan memudahkan Kementerian Agama
untuk melakukan penertiban, pengawasan dan pengendalian
terhadap PPIU.68
Adapun dampak positif dari peraturan dan kebijakan
PPIU diantaranya adalah:
1) Kebijakan harga referensi Biaya Penyelenggara
Ibadah Umrah (BPIU) ditetapkan berkala oleh
Menteri Agama yaitu sebesar 20 juta rupiah, aturan
ini dapat mengantisipasi harga promosi di bawah

68
Dewi Gustikarini, Kepala Seksi Perizinan Penyelenggara Perjalanan Ibadah
Umrah, Wawancara Pribadi , pada 20 Maret 2018 Pukul 12.30-12.45 WIB.
58

standar yang kerap ditawarkan oleh biro perjalanan,


sehingga mengurangi persaingan yang tidak sehat.
2) Kebijakan terkait calon jemaah yang hanya
menunggu enam bulan untuk berangkat sejak
 
mendaftar umrah, peraturan ini berdampak positif
dalam menanggulangi jemaah yang gagal berangkat,
karena selama ini proses keberangkatan tidak terukur,
bahkan PPIU kerap menundanya hingga bertahun-
tahun.69
b. Dampak Positif Pengawasan PPIU
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, PPIU harus
diawasi agar menjalankan aturan yang ditetapkan oleh
Kementerian Agama, pengawasan tersebut dilakukan untuk
membangun kesadaran dan budaya professional, membangun
sistem dan prosedur serta penanganan pelanggaran. Adapun
kegiatan pengawasan tersebut meliputi:
1) Kegiatan pengawasan terhadap perizinan dan akreditasi
PPIU;
2) Kegiatan pengawasan terhadap laporan PPIU;
3) Kegiatan pengawasan di Bandara;
4) Kegiatan pengawasan di Arab Saudi;
5) Kegiatan pengawasan provider visa.
Pengawasan dilakukan bertujuan agar hasil pelaksanaan
pekerjaan diperoleh secara berdaya guna (efisien) dan berhasil
guna (efektif) sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
sebelumnya. Pengawasan juga memiliki fungsi meliputi:

69
Ibid
59

1) Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap pejabat


yang diserahi tugas dan wewenang dalam
melaksanakan pekerjaan;
2) Mendidik para pejabat agar mereka melaksanakan
 
pekerjaan sesuai prosedur yang telah ditentukan;
3) Untuk mencegah terjadinya penyimpangan,
penyelewengan, kelalaian dan kelemahan agar tidak
terjadi kerugian yang tidak diinginkan;
4) Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan
agar pelaksanaan pekerjaan tidak mengalami hambatan
dan pemborosan.70
Dari penjelasan yang telah disebutkan di atas penulis
dapat menyimpulkan bahwa pengawasan memiliki dampak
yang baik untuk sebuah perusahaan diantaranya agar
pelaksanaan pekerjaan berjalan dengan efektif dan efisien.
Pengawasan terhadap PPIU sendiri memiliki dampak
positif antara lain tertib administrasi dan perbaikan
manajemen, penurunan segala bentuk penyalahgunaan
wewenang, penyimpangan, dan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan.71
c. Dampak Positif Pengendalian PPIU

70
Maringin Masry Simbolon, dasar-dasar Administrasi dan Manajemen, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2004), h.62
71
Denny Fathurahman, Kepala Seksi Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah,
Wawancara Pribadi, pada 20 Maret 2018, (Pukul 13.00-13.30)
14
Mahmud M. Hanafi, Manajemen, (Yogyakarta: UPP AMP YPKN,1997). Hal.
202
60

Pengendalian sebagaimana yang telah dibahas


sebelumnya merupakan usaha sistematik untuk menetapkan
standar prestasi tertentu dengan perencanaan, mendesain
sistem umpan balik informasi, membandingkan prestasi yang
 
sesungguhnya dengan standar prestasi, menentukan apakah
terjadi penyimpangan dan mengukur apakah penyimpangan
tersebut berarti, dan melakukan perbaikan yang diperlukan
untuk memastikan bahwa sumber daya perusahaan digunakan
dengan cara yang paling efektif dan efisien untuk mencapai
tujuan organisasi.72
Pengendalian Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah
meliputi kepemilikan, domisili, masa berlaku izin operasional,
finansial, sarana dan prasarana, serta kinerja pelayanan
kepada Jemaah.73
Pengendalian yang dilakukan oleh Kementerian
Agama terhadap PPIU memiliki dampak positif antara lain
meningkatkan keefektifan manajemen resiko, pengendalian
proses, proses pengaturan, kehematan, efesiensi, dan
efektivitas dalam pengelolaan dan pendayagunaan sumber-
sumber daya mencakup anggaran, personel, sarana dan
prasarana agar penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah
dapat mencapai kinerja yang optimal.74

73
Pasal 21 Ayat 1-2 PMA No 18 Tahun 2015 Tentang Penyelenggara Perjalanan
Ibadah Umrah
74
Denny Fathurahman, Kepala Seksi Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah,
Wawancara Pribadi, pada 20 Maret 2018, (Pukul 13.00-13.30)
61

B. Kewajiban Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)


Terhadap Jemaah Umrah
1. Pelayanan Administrasi dan Pendaftaran Jemaah Umrah
 
Pelayanan administrasi dan pendaftaran jemaah umrah diatur
pada pasal 9 PMA no 18 tahun 2015 yaitu:
a. Jemaah yang akan melakukan perjalanan Ibadah Umrah wajib
mendaftarkan diri kepada PPIU;
b. PPIU menerima pendaftaran jemaah sesuai dengan paket
layanan dan PPIU wajib melaporkan kepada Direktur
Jenderal;
c. Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan
dengan ketentuan:
1) Jemaah mengisi blanko pendaftaran yang di tetapkan oleh
PPIU;
2) Jemaah membayar BPIU sesuai paket yang dipilih;
3) Jemaah dan PPIU menandatangani perjanjian yang berisi
hak dan kewajiban masing-masing pihak;
4) BPIU yang telah dibayar jemaah sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b digunakan untuk penyelenggaraan
ibadah umrah;
5) Dalam hal jemaah yang telah terdafar membatalkan, PPIU
wajib membatalkan BPIU setelah dikurangi biaya yang
telah dikeluarkan sesuai perjanjian yang telah disepakati;
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran Jemaah
Umrah ditetapkan oleh Direktur Jenderal.75

75
Pasal 9 PMA Nomor 18 tahun 2015 tentang tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah
Umrah.
62

2. Pelayanan Bimbingan Ibadah/Manasik Jemaah Umrah


Pelayanan bimbingan ibadah/manasik diatur pada pasal 10
huruf a PMA No 18 tahun 2015 bahwa salah satu kewajiban
PPIU adalah memberikan pelayanan terkait bimbingan ibadah
 
umrah.76 Pelayanan jemaah sebagaimana dimaksud dalam pasal
10 huruf a tersebut meliputi:
a. Pelayanan bimbingan umrah yang diberikan oleh
pembimbing ibadah sebelum keberangkatan, dalam
perjalanan, dan selama di Arab Saudi
b. Pelayanan bimbingan jemaah umrah meliputi materi
bimbingan manasik dan perjalanan umrah
c. Pembimbing ibadah diangkat oleh PPIU, dan wajib memiliki
standar kompetensi meliputi pengetahuan di bidang manasik
haji/umrah dan telah melaksanakan haji/umrah
d. Materi bimbingan manasik dan perjalanan umrah
berpedoman pada bimbingan manasik dan pejalanan haji dan
umrah yang diterbitkan oleh Kemeterian Agama.77
3. Pelayanan Keberangkatan dan Pemulangan Jemaah Umrah
Pelayanan keberangkatan dan pemulangan jemaah umrah
diatur dalam Bab 13 pasal 45 ayat 1 huruf (b) UU No 13 Tahun
2008 yang berbunyi “Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah
Wajib memenuhi ketentuan memberangkatkan dan memulangkan
jemaah sesuai dengan masa visa umrah di Arab Saudi dan
ketentuan peraturan perundang-undangan”.78 Selain itu

76
Pasal 10 huruf a Peraturan Menteri Agama no 18 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Perjalanan Ibadah Umrah
77
Pasal 11 PMA no 18 tahun 2015 tentang penyelenggaraan Perjalanan Ibadah umrah.
78
Pasal 45 ayat 1 huruf b UU No 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
63

Pelayanan Keberangkatan dan Pemulangan Jema‟ah Umrah juga


diatur pada Bab 13 Pasal 36 ayat 2 huruf (e) Keputusan Menteri
Agama Republik Indonesia Nomor 371 Tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang menyatakan
 
bahwa Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah berkewajiban
memberangkatkan, memulangkan dan memberikan pelayanan
kepada jemaahnya sesuai dengan ketentuan ibadah umrah dan
perjanjian yang disepakati kedua belah pihak meliputi hak dan
kewajiban masing-masing.79
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa PPIU
memiliki sejumlah kewajiban kepada jemaah umrah80 yaitu :
a. Bimbingan ibadah umrah (manasik), dilakukan sebelum
berangkat dan selama di Arab Saudi yang diberikan oleh
petugas yang memiliki standard kompetensi dan pernah
memiliki pengalaman umrah ;
b. Transportasi jemaah umrah ke dan dari Arab Saudi (maksimal
satu kali tansit dengan maskapai yang sama) serta selama di
Arab Saudi dengan memperhatikan keselamatan, kenyamanan
dan keamanan jemaah;
c. Akomodasi dan konsumsi selama di Arab Saudi. Konsumsi
diberikan kepada jemaah sebelum dan selama di perjalanan
dengan mempertimbangkan standard menu, higienitas dan
kesehatan. Sedangkan akomodasi yang diberikan minimal
hotel bintang tiga.

79
Kementrian Agama RI, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Ibadah Haji, Himpunan
Peraturan Perundang-undangan Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, 2011, hal 93
80
. Lihat Pasal 58 PP Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU Nomor 13 tahun
2008 tentang penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah dan pasal 10 -17 PMA Nomor 18
tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah.
64

d. Menjaga kesehatan jemaah umrah yaitu dengan penyediaan


petugas kesehatan, obat-obatan dan pengurusan jemaah umrah
selama di perjalanan dan di Arab Saudi;81
e. Perlindungan jemaah umrah dan petugas umrah melalui
 
penyediaan asuransi jiwa, kesehatan dan kecelakaan
(besarnya pertanggungan disesuaikan dengan disesuaikan
dengan aturan asuransi perjalanan), pengurusan kehilangan
dokumen selama proses perjalanan dan pengurusan jemaah
yang meninggal sebelum tiba kembali di tempat domisili;
f. Administrasi dan dokumen umrah berupa visa jemaah dan
dokumen bagi jemaah yang sakit, meninggal atau
ghaib/hilang;
g. Melaporkan penyelenggaraan perjalanan umrah meliputi
rencana perjalanan, pemberangkatan dan pemulangan dan
laporan akhir tahun kepada Dirjen Penyelenggara Haji dan
Umrah sebelum musim umrah berikutnya;82
4. Beberapa Aspek Pelayanan PPIU Yang Belum Sesuai
Standar Pelayanan
Beberapa permasalahan dalam Penyelenggaraan Perjalanan
Ibadah Umrah, yaitu adanya jemaah umrah yang terlantar, gagal
berangkat, terkena penipuan, kurang tertib dalam pelaporan
pemberangkatan, serta adanya rombongan umrah oleh kelompok
bimbingan atau biro perjalanan wisata yang tidak memiliki izin
sebagai PPIU, hal tersebut disebabkan beberapa hal antara lan:

81
. Vaksinasi meningitis menjadi tanggungjawab pribadi dari jemaah. PPIU dapat
memfasilitasi penyelenggaraan vaksinasi kepada para jemaah. Lihat pasal 15 angka (2) dan
(3) PMA Nomor 18 tahun 2015 tentang tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah.
82
. Pasal 19 PMA Nomor 18 tahun 2015 tentang tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah
Umrah.
65

a. Adanya PPIU yang menawarkan biaya umrah murah tidak


memperhitungkan biaya pelayanan yaitu tiket penerbangan
yang nyaman, kesehatan jemaah, akomodasi, transportasi
yang layak, asuransi dan sarana prasarana.
 
b. Hasil pemantauan di Bandara ditemukan adanya
perusahaan, yayasan atau kelompok bimbingan yang tidak
berhak sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah,
tetapi memberangkatkan jemaah umrah dengan
menonjolkan identitasnya.
c. Adanya PPIU yang melakukan kerjasama dan/atau
memfasilitasi pengurusan visa jemaah umrah yang berasal
dari biro perjalanan wisata, yayasan, kelompok bimbingan,
atau keikutsertaan para pihak yang tidak memiliki izin
sebagai PPIU melakukan kegiatan penyelenggaraan
perjalanan ibadah umrah.
d. Hasil pemantauan di bandara bahwa masih di temukan
PPIU yang memberangkatkan belum menyelesaikan
dokumen administrasi yaitu tidak membuat laporan
keberangkatan melalui aplikasi online.
e. Sesuai hasil monitoring KUH Jeddah yang dilaporkan
kepada Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah ditemukan
adanya jemaah umrah yang tidak memiliki tiket kembali,
jadwal tiket dengan paket perjalanan yang tidak sama,
jemaah diberikan akomodasi tidak sesuai perjanjian.
f. Sesuai laporan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia
yang menjadi transit jemaah umrah, adanya jemaah umah
yang tertunda keberangkatannya tidak mendapat pelayanan
66

yang layak, jemaah sakit tidak didampingi oleh petugas dari


penyelenggara.
g. Hasil pemantauan dan klarifikasi hasil pengawasan
diperoleh informasi adanya Provider visa dan PPIU yang
 
mengurus/menjual visa kepada perusahaan atau yayasan
yang tidak berhak sebagai PPIU.83
Dari uraian pemasalahan diatas penulis menyimpulkan bahwa
permasalahan umrah yang terjadi selama ini tidak terlepas dari aspek
pelayanan PPIU yang belum sesuai dengan standar dan mutu
pelayanan, karena menurut Zeithmal dan Philip Kotler terdapat lima
kriteria penentu mutu pelayanan, yaitu:
1) Reliability (keandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan
pelayanan yang tepat dan terpercaya.
2) Responsiveness (ketanggapan), yaitu kesediaan atau kemauan
untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang
cepat.
3) Assurance (jaminan), yaitu pengetahuan dan kesopanan
karyawan dan kemampuannya untuk memberikan rasa
percaya dan keyakinan atas pelayanan yang diberikan kepada
pelanggan. Dan komponen dari dimensi ini yaitu keramahan,
kompetensi, dan keamanan.
4) Empathy (kepedulian), yaitu membina hubungan dan
memberikan pelayanan serta perhatian secara individual pada
pelanggannya.

83
Surat Edaran Ditjen PHU Kemenag RI kepada Kepala Kanwil Kemenag Provinsi
seluruh Indonesia tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah
Umrah, Nomor DJ.VII/HJ.09/731/2015, 11 Februari 2015
67

5) Tangibles (keberwujudan), yaitu meliputi fasilitas fisik,


peralatan, personil, dan media komunikasi yang dapat
dirasakan langsung oleh pelanggan.84
C. Perlindungan Jemaah Umrah
 
1. Jaminan Kepastian Berangkat dan Pulang Jema’ah Umrah
Keberangkatan dan pemulangan jemaah umrah diatur dalam
Bab 13 pasal 45 ayat 1 huruf (b) UU No 13 Tahun 2008 yang
berbunyi “Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah Wajib
memenuhi ketentuan memberangkatkan dan memulangkan
jemaah sesuai dengan masa visa umrah di Arab Saudi dan
ketentuan peraturan perundang-undangan”.85 Terkait jaminan
kepastian berangkat dan pulang jemaah umrah berbeda dengan
jaminan pada perjalanan ibadah haji karena dari segi keuangan
dan manajemennya diatur oleh Kementerian Agama sehingga
kegagalan terkait keberangkatan dan kepulangan lebih kecil.
Sedangkan umrah sendiri dari segi keusangan dan manajemen
diatur oleh Travel atau Biro Perjalanan Wisata yang mana ada
semacam kemungkinan jemaah yang gagal berangkat untuk
menjalankan ibadah umrah. Terkait hal tersebut, Kementerian
Agama memberikan sanksi kepada PPIU yang gagal
memberangkatkan jemaahnya, sanksi tersebut merupakan sanksi
administrasi dari mulai peringatan, pembekuan sampai
pencabutan. Dalam meminimalisir permasalahan umrah yang
terjadi Kementerian agama sendiri mencanangkan gerakan Lima

84
Husein Umar, Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen, Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2005, h.38-39.
85
Pasal 45 ayat 1 huruf b UU No 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
68

Pasti Umrah, hal ini dilakukan untuk mengedukasi masyarakat


agar lebih berhati-hati ketika memilih travel umrah.86
2. Jaminan Kesehatan dan Keamanan Selama Dalam Ibadah
Umrah
 
a. Jaminan Kesehatan
Jaminan Kesehatan selama dalam ibadah umrah diatur pada
Pasal 10 huruf d PMA No 18 Tahun 2015 disebutkan bahwa
salah satu kewajiban PPIU adalah memberikan pelayanan
kesehatan bagi Jemaah Umrah.87
Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada pasal 10
huruf d meliputi :
1) Penyediaan Petugas Kesehatan
2) Penyediaan Obat-obatan
3) Pengurusan bagi Jemaah Umrah yang sakit selama di
perjalanan dan di Arab Saudi.88
Selain itu pada pasal 15 PMA No 18 Tahun 2015
menyebutkan bahwa:
1) Setiap jemaah wajib melakukan vaksinasi meningitis
2) Vaksinasi meningitis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), menjadi tanggung jawab jemaah secara individu
3) PPIU dapat memfasilitasi vaksinasi meningitis Jemaah

86
Tree Agung Nugroho, Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah Ibadah
Umrah, Wawancara Pribadi, Pada Kamis, 25 Januari 2018 (13.30-14.00)
87
pasal 10 huruf d Peraturan Menteri Agama no 18 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Perjalanan Ibadah Umrah
88
Pasal 13 Peraturan Menteri Agama No 18 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan
Perjalanan Ibadah Umrah
69

4) Dalam hal PPIU memfasilitasi pemberian vaksinasi


meningitis pada para jemaah, wajib mengacu pada
peraturan perundang-undangan.89
b. Jaminan Keamanan
 
Jaminan Keamanan selama dalam ibadah umrah diatur
dalam Pasal 10 huruf e PMA No 18 Tahun 2015 disebutkan
bahwa salah satu kewajiban PPIU adalah memberikan
perlindungan jemaah umrah dan petugas umrah.90
Pelayanan jemaah umrah dan petugas umrah sebagaimana
dimaksud dalam pasal huruf e wajib dilakukan oleh PPIU
meliputi
1) Asuransi jiwa, kesehatan, dan kecelakaan
2) Pengurusan dokumen jemaah yang hilang selama
perjalanan ibadah
3) Pengurusan jemaah yang meninggal sebelum tiba
kembali di tempat domisili
Adapun besaran pertanggung jawaban asuransi atau
nilai manfaat sebagaimana dimaksud diatas disesuaikan
dengan ketentuan dalam asuransi perjalanan.91
3. Jaminan Terselenggaranya Ibadah Umrah Sesuai Paket
Program PPIU
Pada pasal 45 ayat 1 huruf (c) UU No 13 Tahun 2008
disebutkan bahwa PPIU wajib memberikan pelayanan kepada

89
Pasal 15 PMA No 18 Tahun 2015 Tentang Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah
90
Pasal 10 huruf e Peraturan Menteri Agama No 18 Tahun 2015 Tentang
Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah
91
Pasal 16 Peraturan Menteri Agama No 18 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan
Perjalanan Ibadah Umrah
70

jemaah umrah sesuai dengan perjanjian tertulis yang disepakati


antara penyelenggara dengan jemaah.92 Ditjen PHU pada
dasarnya juga mengatur bahwa setiap PPIU diwajibkan untuk
membuat kesepakatan dengan Jemaahnya terkait program paket
 
ibadah umrah. Ketika PPIU telah mendapatkan Jemaah umrah
maka harus ada kontrak kesepakatan yang di tanda tangani oleh
kedua belah pihak baik hotel, pesawat, konsumsi dan lain
sebagainya.
Pada saat di bandara Ditjen PHU mengadakan pengawasan
kepada PPIU yang berangkat dan melihat sejauh mana PPIU
mentaati aturan-aturan yang telah di tetapkan oleh Kementerian
Agama, dan disana pihak Ditjen PHU menanyakan kepada PPIU
terkait penanggung jawab keberangkatan dan menanyakan apakah
keberangkatan tersebut sudah melapor atau belum ke
Kementerian Agama, berapa paketnya, berapa lama disana, nama
pesawatnya apa, dan lain sebagainya. Dari pengawasan tersebut
terkadang Ditjen PHU dapat mendeteksi dini terjadinya
pelanggaran-pelanggaran atau minimal dapat mendeteksi jemaah
yang berangkat yang hanya mengetahui tiket keberangkatannya
saja namun tidak mengetahui terkait tiket kepulangannya,
disitulah Ditjen PHU mencari tahu dan memastikan bahwa tiket
kepulangan jemaah sudah ada.93

92
Pasal 45 ayat 1 huruf (c) UU No 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
93
Tree Agung Nugroho, Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah Ibadah
Umrah, wawancara Pribadi, Tanggal 25 Januari 2018, Pukul 13.30 – 14.00 WIB.
71

D. Jenis Kasus dan Solusi dalam Penyelenggaraan Ibadah Umrah


1. Kasus Yang Menimpa Jemaah Umrah
Beragam upaya dilakukan Kementerian Agama dalam rangka
memberikan perlindungan dan pelayanan kepada Jemaah umrah,
 
namun demikian sejumlah masalah masih mewarnai dalam
penyelenggaraannya.
Selama ini Kementerian Agama menangani kasus yang
menimpa Jemaah umrah mulai dari gagal berangkat, tidak
keluarnya visa, sampai tidak ada tiket kepulangan, namun apabila
ranahnya pidana seperti penipuan dan penggelapan maka hal
tersebut ditangani oleh pihak kepolisian. Dengan demikian
apabila laporan kasus Jemaah umrah terkait dengan ranahnya
Kementerian Agama maka akan ditangani oleh Pihak Kemenag,
akan tetapi apabila kasus tersebut ranahnya pidana maka
ditangani oleh pihak Kepolisian dengan meminta saksi ahli dari
Kementerian Agama dan Jemaah langsung dapat melapor kepada
pihak Kepolisian.94
Penulis mewawancarai korban kasus gagal berangkat dari
travel Solusi Balad Lumampah (SBL) yaitu saudara Apipudin
salah satu Alumni Jurusan Manejemen Dakwah. Beliau mendaftar
bersama keluarga dan tetangganya ke travel tersebut lewat agen
travel SBL yang menawarkan di kampung sebelah rumahnya di
kawasan Kabupaten Tangerang. Apip pertama membayar uang
daftar sebesar satu juta rupiah (Rp.1000.000), selanjutnya
membayar lima juta rupiah (Rp.5.000.000) untuk memesan seat
dan diberitahu jadwal keberangkatan. Apip mengambil paket

94
Ibid
72

umrah dari travel SBL senilai dua puluh satu juta lima ratus ribu
rupiah (Rp.21.500.000) dan djanjikan ganti rugi senilai tujuh
belas juta rupiah (Rp. 17.000.000) namun sampai hari ini baru
mendapat ganti kerugian senilai delapan juta rupiah
 
(Rp.8000.000).95
2. Jenis Kasus (Pelanggaran) Penyelenggara Umrah
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa
Kementerian Agama sudah menangani kasus dalam ibadah umrah
mulai dari gagal berangkat, tidak keluarnya visa, sampai tidak ada
tiket kepulangan. Adapun jenis kasus (pelanggaran) yang
dilakukan oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)
antara lain:
1. PT Mediterania Travel, kasus penelantaran jemaah pada
tahun 2015;
2. PT Mustaqbal Lima, kasus penelantaran jemaah pada
tahun 2015;
3. PT Kopindo Wisata, kasus penelantaran Jemaah pada
tahun 2015;
4. PT Diva Sakinah, kasus penipuan dan penggelapan uang
jemaah pada tahun 2016 ;
5. PT Hikmah Sakti Perdana, kasus penipuan dan
penggelapan uang Jemaah pada tahun 2016;
6. PT Timur Sarana Tour & Travel (Tisa Tour), kasus gagal
memberangkatkan Jemaah pada tahun 2016;
7. PT First Anugrah Karya Wisata (First Travel), kasus
penipuan umrah pada tahun 2017;
95
Apipudin, Korban Gagal Berangkat Travel SBL, Wawancara Pribadi, 28 April 2018,
pukul 16.00-16.30 WIB
73

8. PT Biro Perjalanan Wisata Al-Utsmaniyah Tours (Hanin


Tours), kasus penipuan umrah pada tahun 2017.96
Pada tahun 2018 setidaknya ada empat travel yang
memiliki kasus dan dikenai sanksi oleh Kementerian Agama
 
antara lain:
1. PT Amanah Bersama Ummat (Abu Tours), kasus gagal
memberangkatkan jemaah
2. Solusi Balad Lumampah (SBL), kasus gagal
memberangkatkan jemaah
3. Mustaqbal Prima Wisata, kasus gagal memberangkatkan
Jemaah
4. Interculture Tourindo, kasus gagal memberangkatkan
Jemaah
Keempat PPIU yang disebutkan di atas telah di berikan sanksi
oleh Kementerian Agama berupa pencabutan izin sebagai PPIU
karena terbukti gagal memberamgkatkan Jemaah. Khusus untuk
Interculture dianggap tidak lagi memiliki kemampuan finansial
sebagai PPIU, disebabkan bank garansinya di sita oleh pihak
kepolisian terkait kasus First Travel, Intelculture sendiri
merupakan PPIU yang berafiliasi dengan First Travel.97 Lebih
lengkapnya terkait kasus PPIU beserta sanksinya bias dilihat di
halaman 75.

96
https://kemenag.go.id/berita/read/507435/sejak-2015--kemenag-beri-sanksi-26-travel-
umrah, diakses pada Kamis, 3 Mei 2018, Pukul 15.00 WIB
97
http://www.harnas.co/2018/03/28/paket-umrah-murah-diantisipasi, diakses pada
Selasa, 01 Mei 2018, Pukul 15:14 WIB
74

3. Penyelesaian Kasus Jemaah Umrah


Sebagaimana diatur Pasal 58 PP Nomor 79 Tahun 2012
tentang Pelaksana Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Pasal 10 PMA Nomor
 
18 tahun 2015 tentang tentang Penyelenggaraan Perjalanan
Ibadah Umrah PPIU memiliki sejumlah kewajiban yang harus
diberikan kepada kepada jemaah umrah 98 yaitu :
a. Bimbingan ibadah umrah (manasik);
b. Transportasi jemaah umrah;
c. Akomodasi dan konsumsi.
d. Kesehatan jemaah umrah
e. Perlindungan jemaah umrah dan petugas umrah;
f. Administrasi dan dokumen umrah
Maka apabila layanan tersebut ternyata tidak didapatkan atau
layanan ternyata tidak sesuai dengan perjanjian maupun berbeda
dengan promo yang dilakukan oleh PPIU, maka jemaah umrah
dapat menempuh beberapa cara dan instrumen hukum kepada
PPIU :
1) Pendekatan hukum administrasi
Jemaah dapat melaporkan pelanggaran atau layanan
PPIU kepada pemerintah sebagai pengawas yakni
Kementerian Agama. Kemenag akan merespon dan
biasanya mengklarifikasi kepada PPIU selaku terlapor
tentang duduk masalah yang sebenarnya. Apabila

98
. Lihat Pasal 58 PP Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU Nomor 13 Tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Haji dan pasal 10 -17 PMA Nomor 18 tahun 2015 tentang
tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah.
75

ditemukan pelanggaran maka secara administrasi PPIU


akan dikenakan sanksi99 berupa peringatan terulis.
Peringatan tertulis oleh Menteri Agama apabila PPIU
tidak melaksanakan beberapa ketentuan yaitu layanan
 
transportasi dari dan ke Arab Saudi (dengan
mempertimbangkan kenyamanan, keselamatan, dan
keamanan), pelayanan akomodasi berupa penginapan yang
layak, pengurusan dokumen perjalanan umrah dan visa
bagi jemaah umrah, pelaporan keberangkatan jemaah
umrah kepada Menteri, laporkan kedatangan dan
kepulangan jemaah umrah dari dan ke Arab Saudi kepada
Kepala Kantor Misi Haji Indonesia di Arab Saudi, laporan
pelaksanaan Penyelenggaraan Ibadah Umrah kepada
Menteri.100 pembekuan izin penyelenggaraan maksimal
selama 2 (dua) tahun,101 dan pencabutan izin
102
penyelenggaraan sesuai tingkat kesalahannya. Sejauh ini
pihak Kementerian Agama telah mencabut izin 3 (tiga) izin
PPIU yaitu PT Mediterania Travel, PT Mustaqbal Lima
Wisata, PT Kopindo Wisata, beberapa lainnya PT Mulia
Wisata Abadi, PT Sanabil Madinah Barokah, PT Al-Aqsha
Jisru Dakwah, PT Pandi Kencana Murni, dan PT Muaz
Barakat Safari dikenakan peringatan tertulis. Peranan

99
. Pasal 6 ayat 1 UU Haji
100
Lihat Pasal 68 ayat 1 UU Haji.
101
.Pembekuan dilakukan apabila terjadi pengulangan atas pelanggaran yang telah
diberikan peringatan tertulis. Lihat pasal 68 ayat 2 UU Haji.
102
. Pencabutan izin dilakukan apabila PPIU melakukan kesalahan berupa gagal
berangkat ke Arab Saudi, melanggar masa berlaku visa, terancam keamanan dan
keselamatannya.
76

Kementerian Agama sangat penting selain sebagai


pengawas juga memberikan izin penerbitan izin dan
kontrol standar layanan PPIU kepada jemaah umrah.
2) Pendekatan hukum perdata (litigasi)
 
Saluran hukum yang dapat ditempuh oleh jemaah
umrah adalah mensengketakan PPIU melalui institusi
pengadilan (litigasi). Jika seorang konsumen haknya
terganggu dan menyebabkan kerugian, maka jemaah umrah
dapat mengajukan gugatan ke pengadilan dengan
mengajukan gugatan perdata (wanprestasi/perbuatan
melawan hukum) untuk mempertahankan dan
mendapatkan kembali haknya. Tentu saja bersengketa di
pengadilan harus tunduk dan patuh pada mekanisme dan
ketentuan-ketentuan sebagai mana diatur dalam
penyelesaian sengketa keperdataan pada umumnya.103
Kelemahannya di pengadilan prosesnya berlangsung lama
dan memakan biaya yang tidak sedikit.
3) Pendekatan hukum perlindungan konsumen
Sama dengan jalur perdata, mekanisme penyelesaian
sengketa dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) juga dapat
menggunakan jalur pengadilan (litigasi) sebagai
penyelesaian sengketa. Tetapi UUPK juga menawarkan
alternatif lain, apabila konsumen (jemaah umrah) merasa
keberatan dengan proses litigasi maka bisa melalui jalur
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang
dapat dikategorikan sebagai instrumen penyelesaian

103
. Janus Sidabalok, Op. Cit., h. 58.
77

sengketa di luar pengadilan (alternative dispute


resulution)104 melalui konsiliasi, mediasi dan arbitrase
sebagaimana diatur Pasal 49 ayat 1dan Pasal 54 ayat 2
UUPK. Panel mejelis nantinya terdiri dari unsur pelaku
 
usaha, konsumen dan pemerintah.
4) Pendekatan hukum pidana
Penyelesaian sengketa melalui jalur pidana haruslah
dipahami sebagai langkah terakhir (ultimum remedium)
dalam penyelesaian sengketa umrah, sebab persoalan
umrah tidak bisa dilepaskan begitu saja dari aspek ibadah.
Akan tetapi pada umumnya jemaah umrah bersedia
menempuh jalur musyawarah dan mediasi, namun apabila
jalur ini sudah tidak memberikan solusi pemidanaan bisa
menjadi langkah terakhir dengan melapor ke pihak
penegak hukum (kepolisian). Dalam UU Haji sendiri
ancaman pidana ditujukan kepada travel/biro perjalanan
yang tidak memiliki izin menyelenggarakan umrah
diancam dengan pidana paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 500 juta.105
Ancaman pidana juga berlaku bagi PPIU tetapi tidak
memberikan fasilitas dan pelayanan kepada jemaah umrah
sebagaimana telah yang telah disepakati berupa pidana
penjara selama 6 (enam) tahun dan/atau denda Rp 1
milyar.106 Ketentuan pidana dalam penyelenggaraan umrah
juga bisa dikaitkan dengan UUPK sebagaimana diatur

104
. Yusuf Shofie, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003) h. 27.
105
. Pasal 63 ayat (2) UU Haji.
106
. Pasal 64 ayat (2) UU Haji
78

dalam pasal 62 UUPK bilamana PPIU merugikan jemaah.


PPIU juga dapat dijerat dengan Pasal 378 KUHP atas dasar
tindak pidana penipuan, yakni secara melawan hukum
dengan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, dan
 
menggerakkan calon jemaah haji/umrah untuk
menyerahkan sesuatu kepadanya (misalnya mentransfer
sejumlah uang) dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain dengan melawan hak.
Kementerian Agama dalam menyelesaikan kasus Jemaah
umrah yaitu dengan cara memeriksa laporan yang diterima
dari Jemaah yang tertimpa kasus dengan mempelajari bukti-
bukti dari laporan yang diterima oleh pihak Kemenag.
Apabila telah ditemukan bukti maka pihak Kemenag
memanggil pihak-pihak terkait dalam hal ini PPIU yang
berizin, namun apabila PPIU tersebut tidak berizin maka
Kementerian Agama menyarankan agar Jemaah melapor
kepada pihak Kepolisian.
Dalam proses penyelesaian kasus Jemaah umrah
Kementerian Agama melakukan koordinasi dengan
melibatkan pihak-pihak terkait, apabila di internal Kemenag
maka pihak tersebut adalah Inspektorat Jenderal (Itjen)
Kemenag RI, dan apabila diluar Kementerian Agama maka
berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan,
Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Imigrasi. Artinya
apabila terjadi permasalahan maka Kementerian Agama
melibatkan Inspektorat Jenderal dan bekerjasama dengan
Kementerian Luar Negeri apabila Tempat Kejadian Perkara
(TKP) terjadi di Luar Negeri, selain itu dapat melibatkan
79

Kementerian Perhubungan dalam hal ini Ditjen Perhubungan


Udara dengan cara pihak Kemenag melakukan komunikasi
dengan pihak Kementerian perhubungan apabila
permasalahannya terjadi dalam hal perhubungan karena
 
penyelenggaraan umrah menggunakan maskapai udara.
Apabila permasalahannya terkait Jemaah yang over stay
seperti Jemaah yang tidak dapat pulang maka dalam hal ini
pihak Kemenag berkoordinasi dengan Kementerian
Imigrasi.107
Dalam perkembangannya, banyaknya jumlah korban
jemaah umrah yang mencapai ribuan yang menjadi korban
penipuan serta besarnya kerugian apabila cuma menghukum
pelaku dengan kurungan badan dalam waktu tertentu
dianggap suudah tidak mencerminkan rasa keadilan bagi para
korban. Disisi lain minimnya hukuman tidak membuat efek
jera, maka pemidanaan dengan instrumen UU Haji, UUPK
dan KUHP masih kurang optimal.
Oleh karena itu semakin mendesak untuk menambah
pemidanaan penipuan umrah dengan Undang-Undang Nomor
8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),
sehingga aset hasil penipuan dapat dirampas sebagaimana
disuarakan oleh Komnas Haji Indonesia.108 Hal ini mengingat
jemaah umrah adalah calon tamu-tamu Allah yang mestinya
lebih dihargai. Langkah semacam ini telah diterapkan oleh

107
Tree Agung Nugroho, Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah Ibadah
Umrah, wawancara Pribadi, Tanggal 25 Januari 2018, Pukul 13.30 – 14.00 WIB.
108
. Komnas Haji: Harta Pelaku Penipuan Umrah Harus Dirampas, tersedia di
http://hajiumrahnews.com/2016/05/20/komnas-haji-harta-pelaku-penipu-umrah-harus-dirampas-
agar-jera/, diakses 20 Mei 2016.
80

Polda Metro Jaya dalam kasus dugaan penipuan umrah oleh


PT Lasantu Sentosa terhadap 437 jemaah umrah dengan
kerugian mencapai Rp 5,8 miliar. Selain menangkap direksi
dan komisarisnya, penyidik menerapkan UU TPPU dengan
 
menyita 30 unit taksi yang diduga berasal dari uang
jemaah.109 Langkah Polda Metro Jaya semestinya diikuti oleh
aparat kepolisian di wilayah lainnya.110
Secara konseptual dan normatif sesungguhnya regulasi
penyelenggaraan ibadah umrah cukup memadai untuk
memberikan jaminan perlindungan kepada jemaah umrah.
Hanya saja belum detail dan rinci sebagaimana aturan yang
diberlakukan dalam penyelenggaraan haji khusus yang sama-
sama dijalankan oleh pihak swasta. Disisi lain aturan tersebut
bobot dan daya ikatnya masih sektoral karena diatur pada
level Peraturan Menteri Agama (PMA) yang berdasarkan tata
urut pembentukan peraturan perundang-undangan kurang kuat
dan memliki daya ikat yang kurang luas. Sudah saatnya
peraturan perlindungan terhadap jemaah umrah dinaikkan
levelnya di tingkat undang-undang.
Selain itu yang perlu diperbaiki dalam tata kelola niaga
umrah Kemenag sebabagi leading sector agar meningkatkan
kerjasama lebih erat dan instens dengan pihak terkait seperti
Kementerian Pariwisata, Kementerian Perdagangan, pihak

109
.Pengusaha Taksi Ini Tipu 437 Jemaah Umrah Senilai Rp 5,8 M, tersedia di
http://news.detik.com/berita/3214360/pengusaha-taksi-ini-tipu-437-jemaah-umrah-senilai-rp-58-m,
diakses 23 November 2017.
110
Mustolih Siradj, Makalah Peneleitian Perlindungan Hukum Terhadap Jema’ah
Umroh
81

imigrasi dan Kementerian Luar Negeri serta kepolisian. Sebab


penananganan pesoalan umrah tidak bisa berjalan sendiri
tetapi melibatkan lintas kementerian dan instansi. Termasuk
dengan negara penyelenggara umrah yakni Arab Saudi.
 
Karena umrah sekarang ini melibatkan persoalan yang sangat
kompleks.
4. Bentuk Sanksi Administrasi dan Hukum
Banyaknya masalah pada penyelenggaraan ibadah umrah
tidak terlepas dari lemahnya kebijakan mengenai
Penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah sebagai contoh pada
Pasal 3 PMA no 18 Tahun 2015 disebutkan bahwa “Perjalanan
Ibadah Umrah bertujuan untuk memberikan pembinaan,
pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya kepada
jemaah, sehingga jemaah dapat menunaikan ibadahnya sesuai
ketentuan syariat islam,”111 namun pada kenyataannya dalam
beberapa temuan masih ada permasalahan adanya jemaah umrah
yang terlantar, gagal berangkat, terkena penipuan, dan lain
sebagainya, hal ini membuktikan bahwa kebijakan tersebut masih
memiliki kelemahan karena masih banyak PPIU yang melanggar
kebijakan yang telah ditetapkan yang akhirnya jemaah terganggu
ketika melaksanakan ibadah umrah dan Kementerian agama
menerapkan sanksi administrasi kepada PPIU yang melakukan
pelanggaran berupa peringatan, pembekuan, dan yang terberat
adalah pencabutan.112

111
Pasal 3 PMA no 18 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah
112
Tree Agung Nugroho, Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah Ibadah
Umrah, wawancara Pribadi, Tanggal 25 Januari 2018, Pukul 13.30 – 14.00 WIB.
82

PPIU wajib memberikan pelayanan kepada Jemaah umrah


meliputi:
a. Bimbingan ibadah umrah;
b. Transportasi Jemaah umrah;
 
c. Akomodasi dan konsumsi di Arab Saudi;
d. Kesehatan Jemaah umrah;
e. Perlindungan Jemaah umrah dan Petugas umrah;
f. Administrasi dan dokumen umrah.113
Bimbingan kepada Jemaah umrah dilakukan sebelum
keberangkatan, selama di perjalanan, dan selama di Arab Saudi.
Bimbingan yang diberikan kepada Jemaah umrah dilakukan oleh
petugas yang diangkat oleh PPIU sesuai standar yang di tetapkan oleh
114
Menteri. Selain itu PPIU juga diwajibkan memberikan pelayanan
transportasi dari dan ke Arab Saudi dan selama di Arab Saudi dengan
wajib memperhatikan aspek kenyamanan, keselamatan, dan
115
keamanan. Pelayanan akomodasi wajib dilakukan oleh PPIU
dengan menempatkan Jemaah umrah di penginapan yang layak,
adapun pelayanan konsumsi diberikan kepada Jemaah dengan
memperhatikan standar menu, higienitas, dan kesehatan.116 Pelayanan
kesehatan diberikan kepada Jemaah umrah dilakukan sesuai dengan

113
Pasal 58 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2012 Tentang
Pelaksanaan Undang-undang No 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
114
Pasal 59 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2012 Tentang
Pelaksanaan Undang-undang No 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
115
Pasal 60 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2012 Tentang
Pelaksanaan Undang-undang No 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
116
Pasal 61 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2012 Tentang
Pelaksanaan Undang-undang No 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
83

117
ketentuan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, adapun perlindungan
Jemaah dan Petugas umrah menjadi tanggung jawab PPIU dengan
memberikan asuransi jiwa, kesehatan, dan kecelakaan yang mana
besaran pertanggungannya diatur dalam Peraturan Menteri.118
 
Pelayanan administrasi dan dokumen umrah wajib dilakukan PPIU
dalam bentuk:
a. Melakukan pengurusan dokumen perjalanan umrah dan visa
bagi Jemaah umrah
b. Melaporkan keberangkatan Jemaah umrah kepada Menteri
c. Melaporkan kedatangan dan kepulangan Jemaah umrah dari
dan ke Arab Saudi kepada Kepala Kantor Misi Haji Indonesia
di Arab Saudi
d. Melaporkan pelaksanaan Penyelenggaraan Ibadah Umrah
kepada Menteri.119
PPIU apabila tidak memberikan pelayanan sesuai dengan apa
yang uraikan di atas, maka Kementerian Agama memberikan sanksi
administratif berupa peringatan tertulis, adapun apabila PPIU
melakukan pengulangan terhadap pelanggaran maka Kementeraian
Agama akan memberikan sanksi aministratif berupa pembekuan izin
penyelenggaraan paling lama 2 (dua) tahun.

117
Pasal 62 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2012 Tentang
Pelaksanaan Undang-undang No 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
118
Pasal 63 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2012 Tentang
Pelaksanaan Undang-undang No 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
119
Pasal 64 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2012 Tentang
Pelaksanaan Undang-undang No 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
84

PPIU dilarang menelantarkan Jemaah umrah yang mengakibatkan


Jemaah umrah gagal berangkat ke Arab Saudi, melanggar masa
berlaku visa, terancam keamanan dan keselamatannya,120 apabila
PPIU melanggar ketentuan tersebut maka Kementerian Agama
 
memberikan sanksi administrative berupa pencabutan izin
penyelenggaraan.121
Berikut tabel PPIU yang melanggar dan telah diberikan sanksi oleh
Kemenag RI:
Tabel 4.1
PPIU yang diberikan Sanksi oleh Kemenag RI
No Nama PPIU Kasus/pelanggaran Sanksi Tahun

1 PT. Mediterania Penelantaran Pencabutan Izin 2015

Travel Jemaah

2 PT. Mustaqbal Penelantaran Pencabutan Izin 2015

Lima Jemaah

3 PT. Kopindo Penelantaran Tidak Dapat Di 2015

Wisata Jemaah Proses Izin

Perpanjangan

Dikarenakan Kasus

120
Pasal 65 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2012 Tentang
Pelaksanaan Undang-undang No 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
121
Pasal 65 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2012 Tentang
Pelaksanaan Undang-undang No 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
85

Penelantaran Dan

Izin Sudah Habis

Masa Berlakunya
 
(Pencabutan)

4 PT Diva Sakinah Penipuan dan Pencabutan Izin 2016

Penggelapan uang

Jemaah

5 PT Hikmah Sakti Penipuan dan Pencabutan Izin 2016

Perdana Penggelapan uang

Jemaah

6 PT Timur sarana Gagal Pencabutan Izin 2016

Tour & Travel memberangkatkan

(Tisa tour) Jemaah

7 PT First Anugrah Penipuan Umrah Pencabutan Izin 2017

Karya Wisata

(First Travel)

8 PT Biro Penipuan Umrah Pencabutan Izin 2017

Perjalanan Wisata

Al-Utsmaniyah

Tours (Hanin

Tours)
86

9 PT Interculture Gagal Pencabutan Izin 2018

Tourindo memberangkatkan

Jemaah
 
10 PT. Solusi Balad Gagal Pencabutan Izin 2018

Lumampah (SBL) memberangkatkan

Jemaah

11 PT. Amanah Gagal Pencabutan Izin 2018

Bersama Umat memberangkatkan

(Abu Tours) Jemaah

12 PT Mustaqbal Gagal Pencabutan Izin 2018

Wisata Prima memberangkatkan

Jemaah

13 PT. Catur Daya Dinyatakan tidak Tidak diperpanjang 2015

Utama berlaku lagi izin berdasarkan

Berdasarkan Hasil akreditasi

Akreditasi

14 PT. Huli Saqdah Dinyatakan tidak Tidak diperpanjang 2015

berlaku lagi izin berdasarkan

Berdasarkan Hasil akreditasi

Akreditasi

15 PT. Maccadina Dinyatakan tidak Tidak diperpanjang (2015)


87

berlaku lagi izin berdasarkan

Berdasarkan Hasil akreditasi

Akreditasi
 
16 PT. Gema Arofah Dinyatakan tidak Tidak diperpanjang 2015

berlaku lagi izin berdasarkan

Berdasarkan Hasil akreditasi

Akreditasi

17 PT. Wisata Pesona Dinyatakan tidak Tidak diperpanjang 2016

Nugraha berlaku lagi izin berdasarkan

Berdasarkan Hasil akreditasi

Akreditasi

18 PT. Assuryaniyah Dinyatakan tidak Tidak diperpanjang 2016

Cipta Prima berlaku lagi izin berdasarkan

Berdasarkan Hasil akreditasi

Akreditasi

19 Pt. Maulana Dinyatakan tidak Tidak diperpanjang 2016

berlaku lagi izin berdasarkan

Berdasarkan Hasil akreditasi

Akreditasi Dan

Pengawasan

20 PT Al-Maha Tour Dinyatakan tidak Tidak diperpanjang 2017


88

& Travel berlaku berdasarkan izin berdasarkan hasil

hasil pengawasan pengawasan dan

dan pengendalian pengendalian


 
21 PT Asyifa Mandiri Dinyatakan tidak Tidak diperpanjang 2017

Wisata berlaku berdasarkan izin berdasarkan hasil

hasil pengawasan pengawasan dan

dan pengendalian pengendalian

22 PT Raudhah Dinyatakan tidak Tidak diperpanjang 2017

Karisma Wisata berlaku berdasarkan izin berdasarkan hasil

hasil pengawasan pengawasan dan

dan pengendalian pengendalian

Sumber: www.kemenag.go.id122

Dalam pasal 43 ayat 2 UU no 13 tahun 2008 disebutkan bahwa


Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah dilakukan oleh Pemerintah dan/
atau Biro Perjalanan wisata yang ditetapkan oleh Menteri.123 Hal ini
dipertegas pula pada pasal 4 PMA No 18 tahun 2015 disebutkan bahwa
Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah dapat dilakukan oleh Pemerintah
dan/ atau Biro Perjalanan Wisata yang ditetapkan oleh Menteri, dalam hal ini
dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal yang mana ketentuannya ditetapkan

122
https://kemenag.go.id/berita/read/507435/sejak-2015--kemenag-beri-sanksi-26-travel-
umrah, diakses pada Kamis, 3 Mei 2018, Pukul 15.00 WIB
123
Pasal 43 UU no 13 tahun 2008 Tentang penyelenggaraan Ibadah Haji
89

oleh Direktur Jenderal.124 Perihal penyelenggaraan umrah dalam UU no 13


tahun 2008 dan PMA no 18 tahun 2015 pada dasarnya sudah diatur
sedemikian tegas dan rapi namun pada kenyataannya selama ini
Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah hanya dilaksanakan oleh Biro
 
Perjalanan Wisata namun artinya Pemerintah juga pada dasarnya dapat
merealisasikan hal tersebut dengan menyelenggarakan perjalanan ibadah
umrah seperti halnya biro perjalanan umrah lainnya karena sudah diatur
secara legal. Artinya hal ini membuktikan dengan tidak ikut sertanya
Pemerintah sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah bahwa
kebijakan-kebijakan yang telah diatur dengan sedemikian rapi tidak dapat di
realisasikan dengan baik.

124
Bab 2 Pasal 4 PMA No 18 Tahun 2015 tentang Psenyelenggara Perjalanan Ibadah
Umrah
90

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dari hasil penelitian dan pembahasan dalam
skripsi ini maka penulis menyimpulkan sebagai berikut:
1. Efektivitas dan mekanisme perizinan, pengawasan dan
pengendalian Kementerian Agama terhadap PPIU meliputi:
a. Mekanisme perizinan Penyelenggara Perjalanan Ibadah
Umrah (PPIU) merupakan proses pengajuan PPIU yang
diajukan ke PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu)
Kementerian Agama yang ditangani oleh petugas PTSP yang
nantinya akan di proses sekitar satu sampai dua bulan sampai
keluar izin sebagai PPIU dengan persyaratan yang telah
ditentukan oleh Kementrian Agama. Mekanisme perizinan
PPIU secara garis besar berjalan dengan efektif apabila proses
pengajuannya berjalan dengan sesuai seperti sudah memiliki
izin sebagai Biro Perjalanan Wisata (BPW), memiliki TDUP
(Tanda Daftar Usaha Pariwisata), mempunyai Surat Izin
Usaha Pariwisata (SIUP), dan sudah memiliki pajak sehingga
telah terseleksi di awal sebelum mengajukan perizinan
sebagai PPIU ke Kementerian Agama.
b. Mekanisme Pengawasan PPIU ketika operasional
penyelenggaraan ibadah umrah meliputi rencana perjalanan
dari mulai pemberangkatan dari Tanah Air ke Arab Saudi
sampai kembali ke Tanah Air, pelayanan ketika di Arab Saudi
yang meliputi transportasi, akomodasi, konsumsi serta
91

pelayanan kesehatan. Pengawasan PPIU melibatkan pihak


Inspektorat Jenderal Kemenag RI dan juga pihak kepolisian
ketika pengawasan dilakukan di Indonesia, namun apabila
pengawasan dilakukan di Arab Saudi maka melibatkan
 
Kantor Urusan Haji (KUH). Pengawasan PPIU secara garis
besar sudah berjalan efektif, walaupun terkendala dana yang
sangat minim karena dibutuhkan dana yang cukup untuk
menjangkau ke pelosok.
c. Mekanisme pengendalian PPIU dilakukan oleh Direktur
Jenderal atas nama Menteri terhadap operasional
Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah di Tanah air dan
Arab Saudi. Pengendalian PPIU meliputi kepemilikan,
domisili, masa berlaku izin operasional, finansial, sarana dan
prasarana, serta kinerja pelayanan kepada Jemaah. Secara
garis besar pengendalian terhadap PPIU berjalan dengan
efektif walaupun masih ada yang belum maksimal disebabkan
regulasi yang harus direvisi menjadi lebih baik.
2. Kewajiban Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)
berdasarkan kebijakan dan peraturan meliputi pelayanan
administrasi dan pendaftaran Jemaah umrah, pelayanan
bimbingan ibadah/manasik Jemaah umrah yang dilakukan
sebelum berangkat dan selama di Arab saudi, pelayanan
keberangkatan dan pemulangan Jemaah umrah, pelayanan
akomodasi dan konsumsi selama di Arab Saudi, pelayanan
kesehatan bagi Jemaah umrah, serta perlindungan Jemaah dan
petugas umrah.
3. Bentuk perlindungan dan penyelesaian kasus bagi Jemaah umrah
antara lain:
92

a. Perlindungan bagi Jemaah umrah meliputi jaminan kepastian


berangkat dan pulang Jemaah umrah, jaminan kesehatan dan
keamanan selama dalam ibadah umrah, serta jaminan
terselenggaranya ibadah umrah sesuai paket program PPIU.
 
b. Penyelesaian kasus bagi Jemaah umrah dilakukan dengan cara
memeriksa laporan yang diterima dari Jemaah yang tertimpa
kasus dengan mempelajari bukti-bukti dari laporan yang
diterima oleh pihak Kemenag. Apabila telah ditemukan bukti
maka pihak Kemenag memanggil pihak-pihak terkait dalam
hal ini PPIU yang berizin, namun apabila PPIU tersebut tidak
berizin maka Kementerian Agama menyarankan agar Jemaah
melapor kepada pihak Kepolisian. Dalam proses penyelesaian
kasus Jemaah umrah Kementerian Agama melakukan
koordinasi dengan melibatkan pihak-pihak terkait, apabila di
internal Kemenag maka pihak tersebut adalah Inspektorat
Jenderal (Itjen) Kemenag RI, dan apabila diluar Kementerian
Agama maka berkoordinasi dengan melibatkan Kementerian
Perhubungan, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian
Imigrasi.
B. Saran
Untuk meningkatkan kinerja Kementerian Agama RI dalam
meningkatkan efektivitas kebijakan terhadap PPIU dan perlindungan
Jemaah, maka saran penulis antara lain:
1. a. Proses perizinan PPIU agar menggunakan system online, hal
ini memperhatikan apabila lokasi tempat usaha biro perjalanan
wisata yang berada jauh dari ibu kota agar tidak harus ke
Kementerian Agama untuk mengajukan izin PPIU. Kemenag RI
agar berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian
93

Keuangan dalam Pelaksanaan Konfirmasi Status Wajib (PKSW)


pajak sebelum proses pelayanan perizinan PPIU diproses.
b. Kepada Pemerintah hendaknya memberikan anggaran yang
cukup sebagai operasional dalam melakukan pengawasan,
 
sehingga proses pengawasan dan pemantauan terhadap PPIU
lebih maksimal sampai ke pelosok daerah.
c. Regulasi terkait pengendalian agar di revisi menjadi lebih
baik agar pengendalian terhadap PPIU berjalan secara
maksimal.
2. Ditjen PHU Kemenag RI hendaknya disegerakan membuat
Standar Pelayanan Minimal (SPM) ibadah umrah.
3. a. Kementerian Agama lebih memperketat regulasi terkait
Jaminan pelayanan yang diberikan kepada Jemaah umrah
sehingga pelanggaran-pelanggaran terhadap Jemaah dapat di
minimalisir.
b. Kementerian Agama agar lebih meningkatkan kerjasama yang
erat dan intens dengan pihak terkait seperti Kementerian
Pariwisata, Kementerian Perdagangan, Pihak Imigrasi,
Kementerian Luar Negeri serta Kepolisian, karena
penanganan persoalan umrah tidak bias berjalan sendiri tetapi
melibatkan lintas Kementerian dan Instansi.
94

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Said Zainal, Kebijakan Publik, Penerbit Pancur Siwah, Jakarta 2004
 
Anshar, Zakaria, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umrah, Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah,
2008
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek,
Jakarta: Bulan Bintang, 2003
Bush, Tony & Marianne Coleman, Manajemen Strategi Kepemimpinan
Pendidikan, Yogyakarta: IRCiSoD, 2008
Dunn, William N, Pengantar Analisis Kebijaan Publik, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta 2000
Echols, Jhon M. & Hasan Shadily, An-English-IndonesiaDictionary, Jakarta:
PT. Gramedia Utama, 1996
Fatahillah, Haadiy. Umrah Beckpaker, Cara Umrah Seribu Dollar,
Tangerang Selatan : Ihsan Media, 2015.

Hanafi, Mahmud M, Manajemen, Yogyakarta: UPP AMP YPKN,1997

Indiahono, Dwiyanto, Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analisys,


Gava Media, Yogyakarta 2009
Islamy, Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Jakarta, Bumi
Aksara, 1997

Jones, Charles O, Pengantar Kebijakan Publik, Jakarta: Rajawali Press

Kristiyanti, Celina Tri Siwi. Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika,


Jakarta, 2009
Marzali, Amri, Antropologi dan Kebijakan Publik, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group 2012
Mertokusumo, Sudikno. Bab-bab Tentan Penemuan Hukum, Bandung; Citra
Aditya Bakti, 1993
95

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya, 2009.
Mulyana, Deddy, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Cet ke 18, Bandung
PT. Remaja Rosda Karya 2014
 
Mursid, H. Pengertian Haji dan Umroh, Kementrian Agama Kota Depok,
Jakarta tahun 2009
Nasution, Az. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit
Media, Jakarta, 2001
Nasution, Prof. Dr Harun, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta, Djembatan,
1992
Nugroho, Susanti Adi, Hukum Persaiangan Usaha di Indonesia dalam
Teori dan Praktik serta Penerapan Hukumnya, Jakarta : PT
Prenada media Group, 2014
Rahardjo, Satijipto, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000
Raharjo, Satjipto Penyelenggaraan Keadilan Dalam Masyarakat yang
Sedang Berubah, 1999
Rahmat, Jalaludin, Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2004
Rahmat, Jalaludin. Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi Contoh
Analisis Statistik Bandung: PT. Rosdakarya, 2002.
Ruslan, Rosady. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003
Shihab, M. Quraish. Haji dan Umrah, Tangerang : Lentera Hati, 2012.

Shofie, Yusuf. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang


Perlindungan Konsumen, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003
Siagian Dergibson dan Sugiarto, Metode Statistik untuk Bisnis dan Ekonomi,
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000
Stoner, James A.F. & Alfonsius Sirait, Manajemen, Jakarta, Penerbit
Erlangga, 1994
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung:
ALFABETA, 2008), h. 140
96

Sugiyono, Prof. Dr. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung, Alfabet,


2010
Suharto, Edi, Analisis Kebijakan Publik. Panduan Praktis Mengkaji Masalah
dan Kebijakan Sosial, Alfabeta, Bandung, 2008
 
Suharto, Edi. Analisis Kebijakan Publik., Bandung, Alfabeta, 2008
Suryabrata, Sumardi. Metodologi Penelitian, Jakarta : CV Rajawali, 1993.
Susanto, Happy. Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Jakarta, Visimedia,
2008
Suwarto, FX, Perilaku Organisasi, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, 1999
Syawali, Husni, dan Neni Sri Imaniyati, “Hukum Perlindungan Konsumen”,
Bandung, Mandar Maju, 2000
Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islami, Surabaya : Al-Ikhlas, 1983
Umar, Husein, Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen, Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2005
Usman, Husaini, dan Purnomo Akbar Setiady, Metodologi Penelitian Sosial,
Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003
Winarno, Budi, Kebijakan Publik:Teori dan Proses, Media Pressindo,
Yogyakarta 2007

Sumber Lain
Apipudin S.Sos, Korban Gagal Berangkat Travel SBL, Wawancara Pribadi,
28 April 2018, pukul 16.00-16.30 WIB
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 1988
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Bulan Bintang, 2002
H. Denny Fathurahman, Kepala Seksi Pemantauan dan Pengawasan Ibadah
Umrah, Wawancara Pribadi, pada 20 Maret 2018, (Pukul 13.00-
13.30)
97

Hj. Dewi Gustikarini, SH, Kepala Seksi Perizinan Penyelenggara Perjalanan


Ibadah Umrah, Wawancara Pribadi , pada 20 Maret 2018 Pukul
12.30-12.45 WIB.

Kementerian Agama Republik Indonesia, Ditjen PenyelenggaraHaji dan


 
Umrah, Rencana Strategis Direktorat Jenderal Penyelenggaraan
Haji dan Umrah Tahun 2010-2014
Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 29 Tahun 2015 tentang perubahan
atas Peraturan Menteri Agama Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan Haji Reguler
Peraturan Menteri Agama (PMA) Republik Indonesia No 42 Tahun 2016
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama
Peraturan Menteri Agama (PMA) Republik Indonesia No. 18 Tahun 2015
Tentang Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah
PMA No 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Agama
PP Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU Nomor 13 tahun 2008
tentang penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah
Siradj, Mustolih, Makalah Penelitian Perlindungan Hukum Terhadap Jemaah
Umroh
Surat Edaran Ditjen PHU Kemenag RI kepada Kepala Kanwil Kemenag
Provinsi seluruh Indonesia tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah, Nomor
DJ.VII/HJ.09/731/2015, 11 Februari 2015
Tree Agung Nugroho, Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah
Ibadah Umrah, Wawancara Pribadi, Pada Kamis, 25 Januari 2018
13.30-14.00 WIB
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah
Haji
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(UUPK)
98

Internet
https://haji.kemenag.go.id/v2/content/menteri-agama-luncurkan-gerakan-
nasional-lima-pasti-umrah, diakses 29 September 2017
www.slideshare.net, Yodhia Antariksa, Mengukur Efektifitas Trainning,
  artikel diakses tanggal 12 Desember 2017

https://kbbsi.web.id/perlindungan, diakses 6 Oktober 2017, pukul 19.00 WIB


http://www.harnas.co/2018/03/28/paket-umrah-murah-diantisipasi, diakses
pada Selasa, 01 Mei 2018, Pukul 15:14 WIB
https://kemenag.go.id/berita/read/507435/sejak-2015--kemenag-beri-sanksi-
26-travel-umrah, diakses pada Kamis, 3 Mei 2018, Pukul 15.00
WIB
 

LAMPIRAN – LAMPIRAN
WAWANCARA TAHAP PERTAMA

Narasumber : H. Tree Agung Nugroho, S.Sos, M.I.Kom


 
Jabatan : Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah Ibadah

Umrah

Tanggal : 25 Januari 2018

Lokasi : Ditjen PHU Kemenag RI

Waktu : 13.30 – 14.00 WIB

1. Bagaimana mekanisme perizinan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)?

Kalo mekanismenya secara garis besarnya menurut undang-undang No 13, ia harus

Biro Perjalanan Wisata dulu (BPW) selama dua tahun, setelah ia sudah BPW dua

tahun baru nanti ia bisa mengajukan permohonan sebagai PPIU (Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah). Caranya bagaimana, ditempat domisilinya ia berketetapan

itu ia menghubungi ke Kanwil Kementerian Agama untuk mendapatkan rekomendasi

tentunya dengan syarat-syarat ya, nanti terkait persyaratannya bisa ditanyakan ke

bagian perizinan atau nanti bisa dilihat di PMA No 18 tahun 2015 tentang

Pelaksanaan Penyelenggara Ibadah Umrah seperti itu, nanti bisa dilihat disitu syarat-

syaratnya apa saja, saya ulang ya tadi PMA (Peraturan Menteri Agama) Republik

Indonesia No 18 Tahun 2015 tentang Perjalanan Ibadah Umrah, itu nanti ada

persyaratannya untuk menjadi PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah)

setelah ia melengkapi persyaratan, ia datang ke Kanwil nanti dari Kanwil ia melihat

kesesuaian data dengan semacam kunjungan setelah dinyatakan sesuai nanti Kanwil

membuat rekomendasi. Dari rekomendasi itu nanti pihak BPW mengajukan lagi

permohonan kepada Kementerian Agama dalam hal ini ada pelayanan dari PTSP di
bawah nanti di proses oleh PTSP setelah lengkap dokumennya diterima, nanti dikirim

ke bagian perizinan umrah diproses sampai jadi izinya, secara garis besarnya seperti

itu. Terus terkait persyaratannya nanti bisa dilihat ya di PMA.

2. Apa saja ketentuan dan mekanisme pengawasan PPIU?


 
Baik, ketentuan pengawasan juga disini diatur dalam PMA ya di PMA 18 tadi tahun

2015 ada di pasal 20 itu yang mengatur tentang pengawasan dan pegendalian PPIU,

ya disitu berbunyi bahwa pengawasan dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama

Menteri. Pengawasan disini ya itu terkait dengan rencana perjalanan, kegiatan

operasionalnya, pelayanan jemaahnya, terus ketentuan peraturan per Undang-

undangan. Nah di pengawasan ini kita juga bisa melibatkan pihak lain dalam hal ini

Inspektorat kita atau pihak Kepolisian seperti itu. Nah itu kan untuk yang kalau

terjadinya di Indonesia, kalau terjadinya di Arab Saudi kita punya namanya Kantor

Urusan Haji (KUH) merekalah yang membantu kita kalau itu terjadi di Arab Saudi.

3. Siapa yang mengendalikan Program dan Operasional PPIU?

Program, ya PPIU nya sendiri karena kan umrah ini diselenggarakan oleh swasta,

beda dengan haji regular kita yang mengendalikan.

4. Selanjutnya Pak, bagaimana pelayanan administrasi dan pendaftaran jemaah

umrah?

Baik, sebetulanya kalau pendaftaran itu kan ada di ranah PPIU ya, Cuma yang kita

ketahui bahwa mereka itu mendapatkan jemaah mereka membayar sesuai dengan

paket layanannya nanti disana diproses, proses tiketnya, proses LA nya, LA itu land

arrangement jadi kebutuhan ia di Saudi itu kita sebut LA (land arrangement) dari

mulai mobil penjemputan, hotel, sampai makan sampai pendamping muthawif segala

macam itu disebut LA.


5. Bagaimana pelayananan bimbingan ibadah dan manasik jemaah umrah?

Itu diatur di PMA nya lagi, jadi PPIU itu punya kewajiban sebagai Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah untuk memberikan manasik kepada jemaahnya, disini ada

di pasal 10 PMA 18 lagi “PPIU wajib memberikan pelayanan bimbingan ibadah


 
umrah, transportasi jemaah umrah, akomodasi dan konsumsi, kesehatan jemaah

umrah, perlindungan jemaah umrah dan petugas umrah dan administrasi dan

dokumen umrah” itu tertuang di pasal 10 itu kewajiban.

6. Artinya terkait keberangkatan juga ada di pasal 10 ya pak?

Ya, keberangkatan itu masuk kategorinya mungkin transportasi tadi, pengurusan

administrasi dan dokumen umrah.

7. Mengenai bentuk perlindungan dan penyelesaian kasus jemaah umrah, apa sih pak

jaminan kepastian berangkat dan pulang jemaah umrah?

Kalau ditanya kepastian ini kan berbeda dengan haji ya kalau haji itu kan uangnya ada

di kita manajemennya ada di kita, jadi namanya kegagalan itu lebih sedikit lah ya,

tapi kalau di umrah ini memang ada semacam kemungkinan jemaah itu gagal

berangkat. Nah terkait dengan jemaah gagal berangkat itu kita disini punya sanksi

nya, sanksi itu adalah sanksi administrasi, dari mulai peringatan, pembekuan sampai

pencabutan. Jadi kalau ada PPIU yang melanggar ya kita lihat pelanggarannya

dimana, kalau memang sudah berat ya kita cabut seperti itu, terus sampai hari ini kan

kita punya namanya lima pasti umrah, itu adalah sebetulnya keinginan kita memberi

edukasi kepada masyarakat ketika memilih travel umrah ya harus lebih smart,

maksudnya jemaah ini harus lebih yang berhati-hati untuk memilih, tidak langsung

berfikir ini murah berangkat, terus ini karena pak kiayi saya berangkat saya mau

berangkat, selidiki dulu siapa penyelenggaranya amanah atau tidak, nah terkait
kepastian sih itu saja, kita hanya mengedukasi masyarakat terus kita punya sanksi

yang bisa kita berikan kepada PPIU yang gagal memberangkatkan.

8. Apa jaminan kesehatan dan keamanan selama dalam ibadah umrah?

Kembali lagi alhamdulillah aturannya ini sudah lengkap, jadi kita mewajibkan kepada
 
PPIU untuk memberikan asuransi kepada jemaah. PPIU wajib memberikan asuransi

itu masuk ke perlindungan kesehatan jemaah umrah ada di pasal 14 “pelayanan

kesehatan sebagian yang di maksud dalam huruf d meliputi penyediaan petugas

kesehatan, penyediaan obat-obatan dan pengurus bagi jemaah umrah yang sakit

selama perjalanan dan di Arab Saudi” terkait asuransi ada tercantum di pasal 16

“pelayanan perlindungan jemaah umrah dan petugas umrah sebagaimana dimaksud

dalam pasal 10 huruf e wajib dilakuan oleh PPIU meliputi asuransi jiwa, kesehatan

dan kecelakaaan” itu juga yang kita minta kepada mereka.

9. Kalau untuk jaminan terselenggaranya ibadah umrah sesuai program paket, itu

bagaimana pak?

Kita disini juga mengatur bahwa setiap PPIU mewajibkan untuk membuat semacam

kesepakatan dengan jemaahnya, jadi ketika ia mendapatkan jemaah itu harus ada

kontrak kesepakatan di tanda tangani oleh kedua belah pihak hotelnya apa,

pesawatnya apa, makanya itu harus detail disitu. Itu yang kita wajibkan kepada PPIU.

Jaminanya nanti di pengawasan, utamanya pada saat dibandara kita melakukan

pengawasan, nanti sejauh mana ketaatan PPIU dalam rangka ini yang tercantum di

pasal-pasal ini. Di bandara jadi nanti ada tim yang dari sini berangkat, disana

melakukan semacam pengawasan kepada PPIU yang berangkat, ditanya siapa

penanggung jawabnya, setelah bertemu dengan penanggung jawabnya kita tanya

sudah melaporkan atau belum ke Kementrian Agama keberangkatan ini, paketnya

berapa, berapa lama disana, nama pesawatnya apa, nah itu juga kadang-kadang kita
bisa mendeteksi dini terjadinya pelanggaran-pelanggaran atau minimal ternyata pas

berangkat jemaahnya hanya mengetahui tiket berangkatnya saja pulangnya tidak ada,

itu kita cari tahu memastikan bahwa tiket pulangnya sudah ada.

10. Apa saja tahapan-tahapan untuk penyelesaian kasus jemaah umrah?


 
Tahapan-tahapannya mungkin secara pemberian sanksi itu ada di pasal 25, jadi ketika

ada PPIU yang melanggar kita merujuk ke pasal 25 ini. Izin PPIU yang melanggar

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 68 sampai dengan 70 itu ada sanksinya,

mulai siapa pelapornya nanti kita lakukan identifikasi masalahnya apa, setelah kita

identifikasi masalahnya kita konstruksikan seperti apa, nanti kita panggil kalau itu

berizin, kalau tidak berizin kami tidak punya kewenangan. Ketika berizin kita panggil,

kita mediasi kalau memang dimungkinkan diselesaikan oleh Kementerian Agama kita

selesaikan, tapi kalau ada kemungkinan tidak bisa di selesaikan oleh Kementerian

Agama ya kita arahkan kepada Kepolisian. Ya kan sudah ada aturan-aturannya, kita

berperan dengan kewenangannya masing-masing.

11. Apa saja kasus yang pernah ditangani yang menimpa Jemaah umrah?

Kalau jumlahnya saya harus melihat, tapi yang jelas rata-rata memang dari versi kami

adalah mulai gagal berangkat, penelantaran, seperti itu yang ranahnya kami. Tapi

kalau dari sisi pidana itu pihak kepolisian meminta kepada kita untuk menjadi saksi

ahli lah ya seperti itu, itu dari versi Kementerian Agama itu tindak pidananya adalah

penipuan, penipuan dan penggelapan seperti itu. Jadi laporan umrah ini kan bisa kalau

terkait dengan yang ranahnya Kementerian Agama memang kita selesaikan nah kalau

ranahnya pidana nanti polisi yang menangani, jadi jemaahnya melapor kepada pihak

kepolisian.
12. Bagaimana penyelesaian kasus terhadap Jemaah umrah?

Penyelesaiannya ya sifatnya kita menerima laporan, nanti jemaahnya memberikan

bukti-bukti kita pelajari bukti-buktinya, kita panggil pihak-pihak terkait dalam hal ini

kalau memang berizin itu kita bisa panggil yang penyelenggaranya. Tapi ketika tidak
 
berizin, kami menyarankan ia lapor kepada kepolisian kalau tidak menutup

kemungkinan banyak ternyata masalahnya itu jemaah mendaftar kepada yang tidak

berizin.

13. Bagaimana cara melakukan koordinasi dalam penyelesaian kasus jemaah umrah?

Kita disini kalau ada masalah umrah itu diperaturannya bisa melibatkan pihak-pihak

terkait. Pihak-pihak terkaitnya ini kalau di internal kita ini ada Itjen (Inspektorat

Jenderal) terus nanti kalau diluarnya bisa dengan Kementerian Perhubungan, dengan

Kementerian Luar Negeri, dengan Kementerian Imigrasi itu pihak-pihak yang kita

minta. Maksudnya ketika ada permasalahan kita bisa bekerjasama dengan Inspektorat

Jenderal kita terus melibatkan Kementerian Luar Negeri karena TKP nya di Luar

Negeri, terus bisa melibatkan Kementerian Perhubungan dalam hal ini Ditjen

Perhubungan Udara, kenapa karena di dalam penyelenggaraan umrah menggunakan

maskapai udara, kalau permasalahannya ada disana kita berkomunikasi dengan

mereka, kalau terkait dengan Jemaah over stay tidak pulang sesuai visi yang berlaku

kita koordinasinya dengan dinas itu tadi imigrasi.

14. Apa bentuk sanksi administrasi dan hukum dalam kasus ibadah umrah?

Ya itu diatur dalam PMA 18 tahun 2015 tentang penyelenggaraan ibadah umrah, itu

sanksinya ada di undang-undang ada. Sanksi administrasi ya, kita menerapkan sanksi

berupa administrasi kepada penyelenggara yang melakukan pelanggaran, bentuknya

yaitu peringatan, sanksi pembekuan, dan terberat adalah pencabutan.


15. Apakah mekanisme pengendalian dan penyelesaian kasus Jemaah umrah sudah

efektif?

Kalau ditanya efektif atau tidak ya kita berusaha seperti itu, dan pasti yakin

masyarakat masih menilai belum efektif. Tapi kami disini berusaha lah untuk
 
mewujudkan itu karena bicara efektif parameternya banyak sekali begitu kan. Kalau

dari versi kami dengan kekuatan yang kita punya, SDM, politik anggaran yang sudah

ada saat ini yah menurut kami sudah efektif. Tapi kalau dari versi masyarakat ya

wajar saja menyatakan belum efektif.

16. Apa saja kendala yang dialami dalam penyelesaian kasus Jemaah umrah?

Kendala yang ditangani pastinya pertama peraturannya harus lebih diperketat lagi ya,

karena dilapangannya itu umrah bergerak cepat aturannya belum seimbang dengan

peraturannya.

Narasumber

H. Tree Agung Nugroho, S.Sos, M.I.Kom


 
WAWANCARA TAHAP KEDUA

Narasumber : Hj. Dewi Gustikarini, SH


 
Jabatan : Kepala Seksi Perizinan Penyelenggara Perjalananan

Ibadah Umrah

Tanggal : 20 Maret 2018

Lokasi : Ditjen PHU Kemenag RI

Waktu : 12.30 – 12.45 WIB

1. Bagaimana cara mengajukan surat permohonan terkait perizinan


Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah?
Proses pengajuan permohonan perizinan itu diajukan ke Menteri
Agama dengan persyaratan harus beroperasional sebagai Biro
Perjalanan Wisata, itu selama dua tahun. Ia harus berpengalaman
dulu sebagai Biro Perjalanan Wisata aktif beroperasional, ia harus
punya legalitas terkait dengan operasional tersebut. Pertama akta
pendiriannya, yang kedua kemudian pengesahan Kementerian
Hukum dan HAM, ketiga dibuktikan dengan beroperasional dua
tahun itu dengan TDUP (Tanda Daftar Usaha Pariwisata), terus ia
harus punya domisili (tempat), terus ia harus punya pajak yaitu
dengan surat keterangan terdaftar pajak dan NPWP perusahaan.
Setelah memenuhi syarat itu ia harus punya rekomendasi dari
Pariwisata terkait ia dari Biro Perjalanan Wisata menjadi
Penyelenggara, setelah itu laporan keuangan satu tahun terakhir
dengan opini WDP (Wajar Dengan Pengecualian) sementara ini
sebelum ada perubahan ya, kedepan nanti WTP (Wajar Tanpa
Pengecualian) dalam arti perusahaan itu sehat. Nah ia harus memiliki
susunan dan struktur pengurus perusahaan, SDM nya, setelah itu ia
ke Kanwil dulu setelah memenuhi syarat yang disebutkan tadi ia ke
Kanwil setempat kantor wilayah Kementerian Agama Provinsi
setempat. Setelah memenuhi syarat yang disebutkan tadi, dokumen
tersebut setelah memenuhi syarat akan dilakukan peninjauan
lapangan oleh Kanwil. Setelah memenuhi syarat di Kanwil nanti itu
melihat sarana prasarana, SDM, finansialnya, setelah memenuhi
syarat nanti oleh Kanwil sudah ditinjau lapangan akan diteruskan
memberikan rekomendasi oleh Kakanwil. Setelah dikeluarkan
 
rekomendasi dari Kanwil baru diajukan ke Menteri Agama tadi.
Setelah melakukan pengajuan ke Menteri Agama tadi harus ditambah
dengan Bank Garansi yang dikeluarkan oleh Bank Syariah dan Bank
Umum Nasional dua ratus juta nah tapi jangan lupa juga pemilik
saham seluruhnya maupun seluruh Direksi semua itu harus WNI dan
Muslim dibuktikan dengan melampirkan Copy KTP.

2. Adakah tempat khusus untuk mengajukan surat permohonan


tersebut?
Itu ke PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) Kementerian Agama

3. Adakah petugas khususnya?


Ada yang di PTSP

4. Berapa lama prosesnya sampai keluar surat izin PPIU?


Satu bulan sampai dua bulan, paling lama dua bulan atau kurang
lebih enam puluh hari.

5. Apakah sudah efektif mekanisme perizinan tersebut?


Secara garis besar sih sudah kalau semuanya normal, semua artinya
sesuai. Artinya perizinan ini kan bukan hanya mulainya itu dari
Kementerian Agama, tapi sudah mempunyai izin-izin sebelumnya
yaitu di Biro Perjalanan Wisata, Dinas Pariwisatanya, pajaknya juga
sudah ada artinya sudah terseleksi di awal, ia harus punya TDP dan
SIUP nya.

6. Apa saja kendala yang pernah dihadapi ketika menangani


permohonan terkait perizinan PPIU?
Banyak ketidaksesuaian bahwa dokumen yang masuk juga masih ada
yang tidak sesuai. Karena dokumen yang masuk ke PTSP akan
dilakukan verifikasi di unit kita di subdit ya, direktorat yang
memproses walaupun semua melalui PTSP di subdit tersebut kita
melakukan verifikasi ulang dari dokumen apabila ada
ketidaksesuaian kita lakukan verifikasi lapangan, bahwa sebenarnya
verifikasi lapangan itu sudah tidak lagi karena sudah dilakukan oleh
Kanwil tetapi apabila ada suatu ketidaksesuaian itu akan kita lakukan
 
juga tapi tidak untuk keseluruhan. Beberapa sampel yang memang
tidak sesuai ya kita lakukan cek ulang. Jadi kendalanya bias saja yang
sudah lengkap di terima PTSP pada saat mau kita proses di verifikasi
ulang itu ada juga yang tidak dapat di proses kita kembalikan dengan
dijawab surat. Karena banyak juga yang ditemukan seperti yang saya
bilang tadi, dokumen yang diajukan perizinan itu semuanya belum
tentu benar, sesuai, karena ternyata dibutuhkan beberapa kali
verifikasi itu sebenarnya itu untuk memfilter, juga untuk seleksi,
kemudian mengecek ulang bahwa banyak juga yang tidak sesuai
seperti kantor yang ditemukan fiktif dikondisikan, terus saat kita
mengecek berkali-kali orang berfikir bahwa sudah clear disatu posisi
yang mengecek, dikeluarkan untuk surat rekomendasi di kita belum
tentu pasti ada juga yang kita cek ulang dan itu ditemukan banyak.

7. Apa dampak positif terkait peraturan/kebijakan PPIU?


Mungkin ada beberapa kebijakan yang seperti saya sebutkan,
mengeluarkan izin itu sebenarnya secara legalitas sudah memenuhi
syarat tetapi kebijakan pimpinan bahwa kita harus melakukan
verifikasi ulang atau apa, itu sebenarnya positifnya ya kita
menemukan hal-hal yang tidak sesuai. Menertibkan otomatis,
penertiban lebih-lebih lagi, pengawasannya, pengendalian kebijakan-
kebijakan seperti itu. Adapun contoh lainnya dari dampak positif
kebijakan PPIU misalnya kebijakan harga referensi Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Umrah (BPIU) ditetapkan berkala oleh
Menteri Agama sebesar dua puluh juta, aturan ini dapat
mengantisipasi harga promosi dibawah standar yang kerap
ditawarkan oleh biro perjalanan sehingga mengurangi persaingan
yang tidak sehat. Selain itu kebijakan terkait calon Jemaah yang
hanya menunggu enam bulan untuk berangkat sejak mendaftar
umrah, peraturan ini berdampak positif dalam menanggulangi Jemaah
yang gagal berangkat, karena selama ini proses keberangkatan tidak
terukur, bahkan PPIU kerap menundanya hinga bertahun-tahun.

8. Dalam organisasinya PPIU membentuk susunan organisasi terdiri


atas komisaris, direktur utama, para Direktur, dan pembimbing yang
 
mempunyai tugasnya masing-masing, apa saja tugas-tugas tersebut?
Tugas itu ya sesuai dengan jobs nya masing-masing, tugas dan
fungsinya kayak Komisaris kan sudah jelas kalau di undang-undang
perseroan terbatas bisa dibaca, Komisaris itu mengawasi para
direkturnya, makanya sebenarnya tidak boleh double job apabila dia
sudah sebagai jabatan Komisaris dia gak mungkin ikut menjadi
pegawai didalamnya. Direktur Utama penanggung jawab Direktur,
Direktur itu adalah bertanggung jawab diantara penyelenggaraan
operasional perusahaan tersebut terhadap karyawan seluruhnya.
Direktur itu kan ya dia kepanjangan tangannya apabila semua tidak
bisa dijalankan oleh Direktur Utama bisa ada pelimpahan ke
Direktur. Pembimbing, Pembimbing itu kan jelas karena disitu ada
susunan, struktur, tugas Pembimbing adalah manasik, tidak mungkin
bagi petugas administrasi akan membimbing, jadi job itu sudah
disesuaikan dengan basic pendidikannya juga. Jadi bukan hanya
pembimbing saja sebenarnya di struktur itu ada ticketing, ada
marketing, ada keuangan dan lain sebagainya.

9. Apakah SDM terkait PPIU ada peraturannya?


Di PMA kita ada, di PMA 18 tahun 2015 karena belum perubahan.
Itu ada sarana prasarana, SDM makanya nanti disitu sebenarnya
sudah di lakukan peninjauan kesesuaian oleh Kanwil benar atau tidak
kebenarannya. Tapi nanti ada revisi itu tidak di rinci mungkin nanti
sebenarnya merujuk ke peraturan pariwisata, jadi kan izin sebelum ke
Kementerian Agama ke Pariwisata kan yang saya sampaikan dia
beroperasional dulu, otomatis dia mengikuti aturan. SDM nya ya
harusnya yang sudah sesuai dengan aturannya pariwisata nanti
tinggal di pariwisata aja digali lagi. Apa saja sih tour planner,
dokumen, terus tenaga ticketing itu pasti, baru tambahan di kita
karena dia ini sifatnya khusus penyelenggaraan makanya dia harus
ditambahkan pembimbing. Kalau yang lain itu harus sudah ada sih
merujuk ke BPW tadi artinya tidak langsung tiba-tiba dapat izin dari
Kementerian Agama tapi dia sudah punya standar dulu sebagai Biro
Perjalanan Wisata. Nah nanti di cek Biro Perjalanan Wisata itu apa
saja wajib SDM nya.
 

Narasumber

Hj. Dewi Gustikarini, SH


WAWANCARA TAHAP KETIGA

Narasumber : H. Denny Fathurahman, SE, M.Si


 
Jabatan : Kepala Seksi Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah

Tanggal : 20 Maret 2018

Lokasi : Ditjen PHU Kemenag RI

Waktu : 13.00 – 13.30 WIB

1. Kenapa PPIU perlu diawasi?


Karena tugas kami membina PPIU dan mengawasi PPIU agar menjalankan sesuai aturan
yang ada

2. Bagaimana Mekanisme Pengawasan PPIU?


Pengawasan dilakukan terhadap jemaah yang akan berangkat dan pulang melalui sistem
online kami SIMPU, sehingga jemaah yang berangkat dapat kami monitor kapan
berangkat, dengan pesawat apa, menginapnya di hotel apa, dan lain-lain sampai
kepulangan ke Indonesia PPIU melaporkan ke kami secara online. Setiap tiga tahun
sebelum habis masa izin kami melakukan akreditasi yaitu penilaian secara kinerja PPIU
yang terdiri dari aspek keuangan, SDM, sarana prasarana, hasilnya minimal B dapat
diperpanjang jika hasil C kami memberikan pembinaan lagi agar perusahaan menjadi
lebih baik, hal ini ada di pedoman akreditasi. PPIU diwajibkan melaporkan kegiatannya
setiap akhir tahun musim umrah dan laporan berkala lainnya. Pengawasan terhadap
provider visa kami lakukan juga, dengan mereka memberikan pelaporan kepada kami dan
kami melakukan verifikasi terhadap jumlah visa yang sudah dikeluarkan. Di Arab Saudi
kami juga ada tim yang mengawasi dibantu oleh Teknis Urusan Haji (TUH) di Jeddah.

3. Apa saja unsur-unsur dilakukannya pengawasan?


Membangun kesadaran dan budaya professional, membangun system dan prosedur,
penanganan pelanggaran.

4. Apa saja yang perlu diawasi?


Ruang lingkup tindakan preventif dalam pengawasan dan pengendalian pada titik kritis
penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah meliputi, kegiatan pengawasan terhadap
perizinan dan akreditasi PPIU hal ini untuk memastikan pengawasan dan pengendalian
terhadap bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur, kriteria, bimbingan teknis, dan evaluasi, serta laporan perizinan dan verifikasi
PPIU. Kegiatan pengawasan terhadap laporan PPIU hal ini untuk memastikan
pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan ibadah umrah yang sudah dilaksanakan,
memperoleh informasi yang benar, akurat dan termutakhir perihal PPIU dan perihal
ketaatan
  PPIU dalam pelaporan rencana perjalanan secara online (LRPU). Kegiatan
pengawasan di bandara memastikan proses pelayanan dan perlindungan Jemaah di
Bandara dilakukan sesuai standar pelayanan minimal dan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Kegiatan pengawasan di Arab Saudi memastikan proses
pelayanan di Arab Saudi sesuai standar pelayanan minimal dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Kegiatan pengawasan provider visa dilakukan untuk
memastikan pengurusan visa Jemaah hanya kepada PPIU terhadap peraturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah Arab Saudi.
5. Sejauh mana kewenangan Kementerian Agama dalam melakukan pengawasan terhadap
PPIU?
Melakukan pengawasan kepada Biro Perjalanan yang mendapatkan izin dari Kementerian
Agama sebagai PPIU, untuk yang tidak berizin kita tidak punya kewenangan untuk
mengawasi karena itu tugas kepolisian berdasarkan MOU Kemenag dan Polri.

6. Siapa saja yang melakukan pengawasan?


Pengawasan dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.

7. Apa bentuk dan prinsip pengawasan PPIU?


Bentuk pengawasan dan pengendalian PPIU meliputi, pengawasan langsung, merupakan
pengawasan yang dilakukan di tempat penyelenggaraan ibadah umrah/atau berhadapan
langsung dengan penyelenggara ibadah umrah. Pengawasan tidak langsung merupakan
pengawasan yang dilakukan dengan tidak berhadapan langsung dengan penyelenggara
ibadah umrah, pengawasan tidak langsung dapat dilakukan secara elektronik. Prinsip
pengawasan dan pengendalian PPIU meliputi, pertama mengutamakan pencegahan diatas
penindakan, kedua peran serta, pengawasan dimaksudkan untuk melakukan
pendampingan guna perbaikan, ketiga keadilan, setiap tindakan dan atau pemberian
sanksi dilakukan secara objektif, cermat, teliti, dan benar, keempat membimbing,
mendidik dan memberi petunjuk dalam melaksanakan pengawasan. Pengawasan
dilaksanakan dengan mengembangkan pola pengawasan yang bersifat pencegahan,
dilakukan melalui system peringatan dini yang berupa audit (audit kinerja dan audit
dengan tujuan tertentu), pemantauan, konsultasi, penyusunan pedoman kerja,
pendampingan, dan atau bimbingan teknis.

8. Apakah sudah efektif pengawasan tersebut?


Sudah efektif
9. Siapa yang mengendalikan program dan operasional PPIU?
Pengendalian
  dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri terhadap operasional
PPIU di Tanah Air dan Arab Saudi.

10. Apakah sudah efektif pengendalian tersebut?


Sudah efektif

11. Apa saja kendala yang dihadapi dalam melakukan pengawasan dan pengendalian
terhadap PPIU?
Anggaran yang sangat minim, karena kami harus mengawasi 1000 PPIU setiap hari
dengan keterbatasan sumber daya, dan untuk menjangkau ke pelosok dibutuhkan
anggaran sekitar 5 M, sehingga pengawasan kanwilpun berperan sampai ke pelosok.
Pengendalian belum maksimal, regulasi sedang kita revisi menjadi lebih baik.

12. Ketika melakukan pengawasan, biasanya kasus apa saja yang ditemukan yang menimpa
Jemaah umrah pak?
Gagal berangkat karena visa tidak keluar, tidak punya tiket untuk pulang.

Narasumber

H. Denny Fathurahman, SE, M.Si


WAWANCARA TAHAP KEEMPAT
Narasumber : Apipudin S.Sos

Status : Alumni Jurusan Manajemen Dakwah /Korban Gagal Berangkat Umrah


 
Travel Solusi Balad Lumampah (SBL)

Tanggal : 29 April 2018

Lokasi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Waktu : 16.00-16.15 WIB

1. Bagaimana mekanisme pendaftaran umrah di travel SBL?


Seperti biasa pendataran di travel-travel pada umumnya, jadi mulanya ada agen SBL di kampung
sebelah yang nawarin, dulu Orang tua daftar bareng sama Saudara-saudara dan tetangga.

2. Terus Apip bayar berapa?


Bayar di awal satu juta dan di kasih bill yet, dan ketika itu belum dijanjikan di tanggal berapa
berangkat umrahnya. Terus harus bayar lima juta dulu untuk booking seat dan baru dikasih
tanggal berapa berangkat umrahnya.

3. Apip kemarin mengambil paket yang berapa di SBL?


Dua puluh satu koma lima juta

4. Apa menerima ganti rugi ketika gagal berangkat?


Dijanjikan di ganti rugi, dari dua puluh satu koma lima juta Cuma dapat tujuh belas juta, dan
sekarang baru dapet delapan juta.

5. Sarannya apa untuk Kemenag,, karena Apip kan salah satu korban dari pelanggaran PPIU?
Yang mau di sarankan sudah terealisasikan sebetulnya di sistem SIPATUH Kemenag yang
sekarang. Sarannya jalankan peraturan yang sudah dibuat, jadi sekarang itu Kemenag sedang
gencar-gencarnya, sedang ketat-ketatnya memantau travel-travel yang tak berizin khususnya
supaya tidak ada lagi penipuan seperti sebelumnya. Mulai sekarang kan sedang di berlakukan
moratorium atau pembekuan perizinan penyelenggara umrah hingga akhir tahun 2018 begitu
kabarnya.

Narasumber

Apipudin, S.Sos
 

Bersama H. Tree Agung Nugroho, S. Sos, M.I. Kom


Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah Umrah

Bersama H. Denny Fathurahman, SE, M.Si


Kepala Seksi Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah
KEGIATAN MANASIK UMRAH

PERSIDANGAN PT. FIRST TRAVEL


 

Anda mungkin juga menyukai