Anda di halaman 1dari 154

AKHLAK

DAN
ETIKA
H. Muhammad Arifin, M.Pd.I., dkk

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI


BUKU AJAR
AKHLAK DAN ETIKA

Penulis:
H.M.Arifin, M.Pd,I
Dr. Enny Nurcahyawati, M.A., M.M
Usman Sutisna, M.Pd,I
Fery Rahmawan, Lc., M.A
Ismail, M.A
H. Sanudin Ranam, M.A
M. Soleh Ritonga, M.Ag
Abu Maskur, M.Pd,I
Mal Alfahnum, M.Pd
Rina Kurnia S. Th, I., M.Pd

Desain Cover:
Bayu Setiawan

Desain Layout:
Tim UNINDRA PRESS

Copyright © 2020, Tim Penulis

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang


All Right Reserved

Cetakan I: Januari 2020

ISBN: 978-602-....-...-...

UNINDRA PRESS
Jl. Nangka No. 58C Tanjung Barat (TB Simatupang),
Jagakarsa, Jakarta Selatan 12530
Telp./Fax.: (021) 7818718 - 78835283
Homepage: www.unindra.ac.id/
Email: university@unindra.ac.id
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh
Alhamdulillah segala puji hanya bagi Allah SWT. Shalawat dan salam semoga selalu
tercurahkan kepada Baginda Rasulullah SAW. Berkat limpahan ni’mat, karunia dan
rahmat Allah SWT. tim penulis mampu menyelesaikan Buku Ajar Akhlak dan Etika.
Guna memberikan panduan pengajaran kepada para dosen dalam menyampaikan
materi mata kuliah Akhlak dan Etika dan memberikan pemahaman yang mendasar
bagi para mahasiswa khususnya di lingkungan Universitas Indraprasta PGRI - Jakarta.
Dalam penyusunan buku ajar Akhlak dan Etika ini, tidak sedikit hambatan yang
tim penulis hadapi. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari
Allah SWT akhirnya buku ajar ini dapat terselesaikan. Tim penulis menyadari bahwa
kelancaran dan penyusunan materi ini berkat bantuan, dorongan dan kerjasama yang
baik dari tim penulis. Tim penulis juga mengucapkan terima kasih atas dukungan
dari Bapak Prof. Dr. Sumaryoto, Rektor Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, dalam
penulisan dan penyusunan buku ajar ini.
Buku ajar ini dibuat agar para mahasiswa Unindra memahami Akhlakul
karimah menjadi titik tekan risalah kenabian Nabi Muhammad SAW. Beliau bersabda:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”. (HR. Ahmad
no. 8952) Yang senantiasa meneruskan risalah nabi dalam menyempurnakan akhlak
ummat. Tentunya harus dimulai dari dirinya sendiri terlebih dahulu.
Sudah seyogyanya mahasiswa Unindra mempertahankan dan mengamalkan nilai-
nilai religious dan mahasiswa Unindra juga harus memperhatikan tingkah lakunya
dalam kehidupan sehari-hari.
Kami menyadari bahwa buku ajar ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Perbaikan dan revisi serta masukan dari para pembaca tentunya dengan
segala keterbukaan hati yang tulus sangat kami harapkan guna perbaikan dan
penyempurnaannya pada terbitan selanjutnya. Dan tak lupa kami juga menyampaikan
penghargaan setinggi-tingginya kepada para tim penulis yang telah mengerahkan

iii
segenap kemampuan dan keilmuannya demi terbitnya buku ajar ini. Semoga apa yang
telah dilakukan dicatat sebagai amal soleh kita semua. Aamiin YRA.
Wasalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh

Jakarta, Oktober 2019

Tim Penulis

iv
KATA SAMBUTAN

Assalamu’alaikum Wa rohmatullah Wa barokaatuh.


Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan hidayah-Nya juga atas kerjasama dari berbagai pihak Tim Dosen Agama Islam
telah berhasil menerbitkan buku ajar Akhlak dan Etika.
Seiring dengan permasalahan akhlak dan etika yang timbul akibat pergaulan
dikalangan mahasiswa, maka perlu dilakukan suatu upaya untuk membenahi perilaku-
perilaku yang dianggap menyimpang dan kurang baik, menurut ajaran agama yang
berlaku di Indonesia khususnya dilingkungan Perguruan Tinggi Universitas Indraprasta
PGRI.
Permasalahan akhlak dan etika sangat kompleks menyangkut banyak masalah
yang berhubungan dengan perbuatan baik dan buruk, benar atau salah dalam tindakan
seseorang, Citra positif harus terus dapat dipertahankan oleh semua mahasiswa dengan
terus menjaga akhlak dan etika sebagai mahasiswa milenial
Untuk membentengi perkembangan akhlak dan etika, dengan ilmu pengetahuan
yang berkembang saat ini adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Timbulnya kesadaran
berakhlak yang baik dan pendirian manusia terhadap-Nya adalah pusat penentuan
corak hidup manusia. Akhlak, atau moral, atau susila adalah pola tindakan yang
didasarkan pada nilai mutlak kebaikan.
Buku ajar ini dimaksudkan untuk memberikan banyak pemahaman tentang upaya
memobilisasi peran serta para dosen agama dalam penerapan akhlak dan etika yang
baik.
Kepada segenap tim penyusun dan panitia serta semua pihak yang telah membantu,
saya sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih. Semoga Allah SWT. senantiasa
memberikan petunjuk kepada kita semua agar dapat menjalankan amanah untuk

v
menciptakan mahasiswa yang ber-Akhlakul kharimah dan ber-etika yang baik, bagi
dirinya maupun keluarga dan masyarakatnya serta bangsa dan negara.
Wassalamu’alaikum Wa rohmatullah Wa barakaatuh.

Jakarta, Oktober 2019


Rektor Universitas Indraprasta PGRI

Prof. Dr. H. Sumaryoto

vi
Daftar isi
KATA PENGANTAR................................................................................................ iii
KATA SAMBUTAN.................................................................................................. v
BAB 1 KEUTAMAAN AKHLAK DAN ILMU................................................ 1
A. Pengertian dan ruang lingkup Akhlak......................................................1
1. Pengertian akhlak......................................................................................1
2. Ruang lingkup Akhlak..............................................................................4
B. Sumber-sumber ajaran akhlak....................................................................5
C. Keutamaan Ilmu...........................................................................................6
D. Sumber Ilmu .................................................................................................8
E. Cara mendapatkan Ilmu .............................................................................9
F. Ilmu Yang Berguna .......................................................................................9
BAB 2 PROBLEMATIKA AKHLAK DALAM KEHIDUPAN....................... 10
A. Pendahuluan .................................................................................................10
B. Akhlak Dan Problematika Kontemporer Masyarakat Muslim .............12
C. Faktor-faktor penyebab lahirnya problematika Akhlak ........................14
1. Revolusi sektor komunikasi dan informasi ..........................................14
2. Program-program acara media masa yang destruktif ........................15
D. Ikhtiar Mencari Solusi .................................................................................19
BAB 3 METODE MAUIZHAH DALAM PEMBINAAN AKHLAK.............. 21
A. Pendahuluan..................................................................................................21
B. Pengertian.......................................................................................................21
C. Nabi Muhammad Saw Dan Keteladannya................................................22
D. Sifat-Sifat Wajib Bagi Rosulullah................................................................26
1. SHIDIQ.......................................................................................................26
2. AMANAH..................................................................................................27
E. Sifat-Sifat Utama Rosulullah.......................................................................29
BAB 4 ETIKA BELAJAR DALAM ISLAM...................................................... 33
A. Pengertian Etika............................................................................................34
B. Pengertian Belajar.........................................................................................35
C. Etika Belajar Dalam Islam...........................................................................36

vii
BAB 5 KARAKTER ISLAM DITINJAU DARI PERILAKU.......................... 40
A. Pengertian karakter Islam ...........................................................................40
B. Perwujudan karakter Islam ditinjau dari perilaku...................................42
BAB 6 ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA DALAM ISLAM............ 59
A. Pendahuluan..................................................................................................59
B. Pengertian Etika Berbangsa dan Bernegara..............................................59
C. Dasar-dasar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Dalam Islam.........61
D. Etika Seorang Muslim Dalam Berbangsa dan Bernegara......................65
BAB 7 NARKOBA DALAM PERSPEFTIK ISLAM........................................ 67
A. Pendahuluan..................................................................................................67
B. Mengkonsumsi Narkoba dalam Keadaan Darurat..................................72
C. Hukum Bisnis Narkoba Dan Obat-Obatan Terlarang............................72
D. Hukum Usaha Pertanian Ganja Dan Opium...........................................74
E. Hasil Keuntungan Dari Bisnis Narkoba....................................................75
F. Sangsi Hukum Bagi Pengonsumsi Narkoba..............................................75
G. Konsep Islam dalam Memerangi Penyalahgunaan NAZA....................75
BAB 8 KORUPSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM.......................................... 79
A. Pendahuluan..................................................................................................79
B. Pengertian Korupsi ......................................................................................81
1. Definisi Korupsi........................................................................................81
2. Korupsi menurut Al Quran.....................................................................83
3. Sifat Korupsi menurut Al Quran............................................................84
4. Gratifikasi menurut Islam........................................................................86
B. Sejarah Korupsi ............................................................................................89
1. Praktik Korupsi zaman Ke Nabian.........................................................89
2. Pra Kemerdekaan dan Pasca Kemerdekaan..........................................91
C. Faktor Terjadinya Korupsi...........................................................................96
1. Motif terjadinya korupsi..........................................................................96
2. Faktor Internal dan eksternal penyebab korupsi .................................97
3. Pandangan Islam penyebab terjadinya korupsi....................................100
D. Dampak Korupsi...........................................................................................101
E. Pencegahan Kejahatan Korupsi..................................................................107
F. Peran Mahasiswa dalam penanggulangan Tindak Pidana Korupsi.......109
1. Gerakan antikorupsi.................................................................................109
2. Peran Mahasiswa.......................................................................................110
3. Peran Mahasiswa di lingkungan kampus. ............................................111
BAB 9 ETIKA ISLAM DALAM DEMOKRASI DAN
PENEGAKAN HUKUM....................................................................... 113
A. Pengertian Demokrasi.................................................................................113
B. Peminpin dalam Islam..................................................................................115

viii
C. Radikalisme...................................................................................................121
D. Penegakan Hukum.......................................................................................123
BAB 10 PEMBINAAN AKHLAK DALAM KEHIDUPAN............................... 128
D. Akhlak ...........................................................................................................128
E. Urgensi Akhlak Dalam Kehidupan............................................................129
F. Pembagian Akhlak.........................................................................................132
G. Faktor Yang Mempengaruhi Terbentuknya Akhlak...............................134
H. Metode pembinaan akhlak.........................................................................136
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 137

ix
x
BAB

KEUTAMAAN
AKHLAK DAN ILMU
Akhlak menyangkut banyak masalah yang berhubungan dengan perbuatan baik,
buruk, benar dan salah dalam tindakan seseorang yang panutannya bersumber pada
Al-Qur’an dan Al-Hadits (Sunnah Rasulullah SAW.). Sedang kita sebagai manusia untuk
menyimbangkan akhlak yang baik di butuhkan juga Ilmu pengetahuan dan teknologi
terutama pada zaman modern ini, yang begitu banyak mengalami perubahan bergerak
sangat cepat, sedang agama bergerak dengan lamban sekali. Dan untuk membentengi
perkembangan akhlak dengan ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini adalah
Al-Qur’an dan Al-Sunnah, mengajak mahasiswa untuk mencari dan mendapatkan
ilmu dan kearifan secara bijaksana.

A. Pengertian dan ruang lingkup Akhlak


1. Pengertian akhlak
Menurut bahasa (Etimonologi) Akhlak ialah bentuk jamak dari khuluq yang
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi'at, akhlak disamakan
dengan kesusilaan, sopan santun. Khuluq merupakan gambaran sifat batin
manusia, gambaran bentuk lahiriah manusia, seperti raut wajah, gerak anggota
badan dan seluruh tubuh, dalam bahasa yunani pengertian khuluq ini disamakan
dengan kata ethcicos kemudian berubah menjadi etika. Dan umumnya yang
berkembang di masyarakat bahwa perkataan akhlak sering juga disamakan
dengan kesusilaan atau sopan santun yang pada saat ini diganti dengan kata
moral dan etika1
Pendapat lain tentang Akhlak 2merupakan bentuk jama’ dari kata khuluq.
Kata khuluq adalah lawan dari kata khalq, yang mana khuluq merupakan bentuk
batin sedangkan khalq merupakan bentuk lahir. Khalq dilihat dengan mata
lahir (bashar) sedangkan khuluq dilihat dengan mata batin (bashirah). Yang
keduanya berasal dari katanya adalah kata khalaqa yang artinya penciptaan.

1
Dalam kamus al-munjadid khuluq berarti budi pekerti, perangai, tingkah
laku, atau tabiat, akhlak diartikan sebagai ilmu tata karma, ilmu yang berusaha
mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberi penilaian perbuatan baik
atau buruk sesuai dengan norma-norma dan tata susila.3
Akhlak merupakan perilaku yang tampak (terlihat) dengan jelas, baik
dalam kata-kata maupun perbuatan yang memotivasi oleh dorongan karena
Allah. Namun demikian, banyak pula aspek yang berkaitan dengan sikap batin
ataupun pikiran, seperti akhlak diniyah yang berkaitan dengan berbagai aspek,
yaitu pola perilaku kepada Allah, sesama manusia, dan pola perilaku kepada
alam.4
Demikian juga Akhlak dalam Agama Islam adalah akhlak yang bersumber
pada ajaran Allah SWT dan Rasulullah. Akhlak Islami ini merupakan amal
perbuatan yang sifatnya terbuka sehingga dapat menjadi indikator seseorang
apakah Muslim yang baik atau buruk.
Akhlak adalah suatu bentuk (karakter) yang kuat di dalam jiwa yang darinya
muncul perbuatan yang bersifat iradiyah ikhtiyariyah (kehendak pilihan)
berupa, baik atau buruk, indah atau jelek, sesuai pembawaannya, menerima
pengaruh Pendidikan yang baik dan buruk.
Di dalam jiwa seseorang akhlak dididik tegas mengutamakan kemuliaan dan
kebenaran, cinta kebajikan, gemar berbuat baik, di latih mencintai keindahan,
membenci keburukan sehingga menjadi wataknya, maka keluarlah darinya
perbuatan-perbuatan yang indah dengan mudah tanpa keterpaksaaan, inilah
yang dimaksud akhlak yang baik. Perbuatan indah yang keluar dari kekuatan
jiwa tanpa keterpaksaan itu disebut akhlak yang baik, seperti kemurahan hati,
lemah lembut, sabar, teguh, mulia, berani, adil, ihsan dan akhlak-akhlak mulia
serta kesempurnaan jiwa lainnya.5
Akhlak ini merupakan buah dari akidah dan syariah yang benar. Secara
mendasar, akhlak ini erat kaitannya dengan kejadian manusia yaitu khaliq
(pencipta) dan makhluk (yang diciptakan). Rasulullah di utus untuk
menyempurnakan akhlak manusia yaitu untuk memperbaiki hubungan
makhluk (manusia) dengan khaliq (Allah Ta’ala) dan hubungan baik antara
makhluk dengan makhluk.
Rasulullah sebelum bertugas menyempurnakan akhlak, beliau sendiri
sudah berakhlak sempurna. Firman Allah SWT dalam Surah Al-Qalam [68]:
4: Artinya: “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi
pekerti yang agung”
Karena akhlak yang sempurna itu, Rasulullah SAW patut dijadikan
Uswahtun al- hasanah (teladan yang baik). Firman Allah SWT dalam surah Al-

2
Ahzab [33]: 21: Artinya: “Sesungguhya pribadi Rasulullah merupakan teladan
yang baik untuk kamu dan untuk orang yang mengharapkan menemui Allah
dan hari akhirat dan mengingat Allah sebanyak-banyaknya”.
Figur Uswatun al-hasanah itu ditampilkan Rasulullah dengan 4 lambang
yaitu:
◆ Pertama, siddiq yaitu jujur. Sikap jujur adalah sikap yang berpihak
kepada kebenaran dimana nabi tidak melakukan kebohongan.
◆ Kedua, amanah. Sikap ini lebih kepada tanggung jawab menunaikan
kewajiban. Melaksanakan janji, menunaikan komitmen dan
bertanggung jawab atas tugas yang dipikul.
◆ Ketiga, sikap tabligh. Sikap ini fokus kepada penyampaian seruan
yang haq, menyampikan dakwah yang benar. Dalam hal informasi,
tidak dibenarkan menutupi informasi yang sahih.
◆ Keempat, fathonah. Ini menyangkut sikap yang cerdas dan
kepahaman terhadap sesuatu. Kondisi dan situasi. Nabi
berpenampilan cerdas dalam bertingkah laku

Secara terminologi para ulama sepakat mengatakan bahwa akhlak adalah


hal yang berhubungan dengan perilaku manusia, namun mereka berbeda-beda
dalam menjelaskan pengertiannya. Abu Hamid al-Ghazali dalam bukunya Ihya’
Ulum alDin mendefinisikan akhlak sebagai:
Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya
timbul perbuatan-perbuatan yang mudah, dengan tidak memerlukan pikiran
dan pertimbangan jika sekiranya sikap itu muncul berupa perbuatan-
perbuatan yang baik dan terpuji menurut akal dan syari’at.6
7
Hasan Langgulung mengartikan akhlak sebagai kebiasaan atau sikap yang
mendalam di dalam jiwa yang kemudian muncul perbuatan-perbuatan dengan
mudah tanpa melalui pertimbangan yang mana dalam pembentukannya
bergantung pada faktor-faktor keturunan dan lingkungan. Ibnu Miskawwaih
mendefinisikan akhlak sebagai: Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya
untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pikiran dan
pertimbangan.
Hakikat akhlak menurut al-Ghazali harus mencakup dua syarat:
a) Perbuatan itu harus konstan, yaitu dilakukan berulang kali atau
kontinu dalam bentuk yang sama, sehingga dapat menjadi kebiasaan
(habit forming). Misalnya seseorang yang memberikan sumbangan
harta hanya sekali-kali karena dorongan keinginan sekonyong-

3
konyong saja, maka orang itu tidak dikatakan dermawan selama
sifat demikian itu belum meresap dalam jiwa.
b) Perbuatan yang konstan itu harus tumbuh dengan mudah sebagai
wujud refleksi dari jiwanya tanpa pertimbangan dan pemikiran,
yakni bukan karena adanya tekanan-tekanan atau paksaan-
paksaan dari orang lain, atau pengaruh-pengaruh atau rayuan dan
sebagainya. Misalnya orang yang memberikan harta benda karena
tekanan moril dan pertimbangan maka belum juga termasuk
kelompok orang bersifat demawan. Dermawan sebagai sifat dan
sikap yang melekat dalam pribadi yang didapat karena didikan atau
memang naluri.
Kemudian al-Ghazali mengemukakan norma-norma kebaikan dan
keburukan akhlak ditinjau dari pandangan akal pikiran dan syari’at agama
Islam. Akhlak yang sesuai dengan akal pikiran dan syari’at dinamakan akhlak
mulia dan baik, sebaliknya akhlak yang tidak sesuai atau bertentangan dengan
akal pikiran dan syari’at dinamakan akhlak sesat dan buruk, hanya menyesatkan
manusia belaka8
Akhlak merupakan salah satu khazanah intelektual Muslim yang
kehadirannya sampai saat ini semakin dirasakan, secara historis dan teologis
akhlak hadir mengawal dan memandu perjalanan hidup manusia agar
supaya selamat di dunia maupun akhirat. Maka dari itu misi utama kerasulan
Muhammad SAW yaitu untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, selain itu
sejarah juga mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau
antara lain dikarenakan dukungan akhlak yang sempurna9
2. Ruang lingkup Akhlak
Secara umum akhlak Islam dibagi menjadi dua, yaitu
1. Akhlak mulia (alakhlaq al-mahmudah/al-karimah) dan
2. Akhlak tercela (al-akhlaq almadzmumah/al-qabihah). 
Akhlak mulia
harus diterapkan dalam kehidupan seharihari, sedang akhlak tercela harus
dijauhi jangan sampai dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kemudian dilihat dari ruang lingkupnya, akhlak Islam dibagi menjadi dua
bagian, yaitu
1. Akhlak terhadap Khaliq (Allah SWT.) dan
2. Akhlak terhadap makhluq (ciptaan Allah).
Akhlak terhadap makhluk masih dirinci lagi menjadi beberapa macam,
seperti

4
◆ Akhlak terhadap sesama manusia,
◆ Akhlak terhadap makhluk hidup selain manusia (seperti
tumbuhan dan binatang), serta
◆ Akhlak terhadap benda mati.10

Ruang lingkup akhlak dalam pandangan Islam sangatlah luas menurut Yatim,
ruang lingkup akhlak adalah :
1) Perasaan akhlak
Perasaan akhlak ialah kekuatan seseorang dapat mengetahui suatu perilaku,
sesuaikah dengan akhlak baik atau tidak. Baik atau tidaknya perasaan
akhlak tersebut tergantung pada motif perbuatan tersebut.
2) Pendorong akhlak
Pendorong atau stimulant yaitu kekuatan yang menjadi sumber kelakuan
akhlak. Tiap tindakan manusia mempunyai pendorong tersendiri, hanya
saja tindakan aspeknya bersifat konkret dalam bentuk tingkah laku
manusia sedangkangkan pendorong aspeknya abstrak, tersembunyi dalam
batin manusia yang tidak dapat di jangkau panca indera manusia.
3) Ukuran akhlak
Ukuran akhlak oleh sebagian ahli diletakkan sebagai alat penimbang
perbuatan baik dan buruk pada faktor yang ada dalam diri manusia. Alat
ukur akhlak tersebut yaitu Al-Qur’an dan Sunnah (kehendak Tuhan atau
agama) serta undang-undang hasil produk pikiran manusia.
4) Tujuan akhlak
Tujuan akhlak yang dimaksud adalah melakukan akhlak mulia atau tidak.
5) Pokok-pokok ilmu akhlak
Pokok pembahasan ilmu akhlak ialah tingkah laku manusia untuk
menetapkan nilainya, baik atau buruk11

B. Sumber-sumber ajaran akhlak


Sumber ajaran akhlak ialah al-Qur’an dan hadits. Tingkah laku Nabi Muhammad
SAW merupakan teladan bagi umat manusia. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan Dia banyak menyebut Allah”. (Q.S. alAhzab/33: 21)12
Dalam tafsir Al-Lubab dijelaskan bahwasanya ayat tersebut menyatakan “Sungguh
telah ada bagi kamu pada diri Rasulullah Muhammad SAW teladan yang baik bagi orang
yang senantiasa mengharap rahmat dan kasih sayang Allah dan kebahagiaan hari kiamat
serta teladan bagi mereka yang berdzikir mengingat Allah dan banyak menyebutnya”.

5
Maksudnya sosok Nabi Muhammad SAW dan kepribadian belaiu merupakan teladan
bagi umat manusia.
Dalam diri Nabi SAW terhimpun secara sempurna segala sifat terpuji dan
kecenderungan manusia yaitu pemikir, pekerja, seniman dan yang berkonsentrasi
pada ibadah. Apapun tipe kepribadian seseorang maka seharusnya dapat menemukan
teladan yang baik dalam diri Rasulullah SAW.
Menurut Syaikh Syaltut sebagaimana yang di kutip oleh Ulil Amri Syafri dalam
bukunya yang berjudul Pendidikan Karakter Berbasis al-Qur’an bahwa al-Qur’an
menempatkan pendidikan akhlak sebagai salah satu fondasi dasar pendidikan.
Menurutnya, ada tiga aspek besar yang dijelaskan dalam al-Qur’an yaitu:
1. Aspek tauhid atau akidah, yaitu berhubungan dengan upaya pembersihan
diri dari bahaya syirik dan keberhalaan, serta pendidikan jiwa terkait rukun
iman.
2. Aspek akhlak, yaitu yang berhubungan dengan upaya pendidikan diriatau
jiwa agar menjadi insan mulia, dan mampu membangun hubungan baik antar
sesama manusia dan makhluk Allah lainnya. Implikasi positifnya adalah
jujur, sabar, amanah, lemah lembut, penyayang dan lainnya.
3. Aspek hukum, yaitu tataran peraturan yang ditentukan berdasarkan diktum
dan pasal tertentu dalam al-Qur’an yang mesti diikuti. Pasal yang dimaksud
adalah ayat tertentu yang mengatur hubungan makhluk dengan sang khalik,
seperti hukum-hukum ibadah mahdhah (sholat, puasa, zakat, haji); pasal-
pasal yang mengatur hubungan antar manusia, seperti hukum-hukum
nikah, keluarga, waris, dan lainnya; pasal-pasal yang mengatur muamalah,
seperti perniagaan, utang piutang, keuangan dan lainnya; pasal-pasal jinayat
(pidana), seperti hukum qishahs, pembunuhan, pencurian, bahkan termasuk
juga hukum peperangan, perdamaian, perjanjian dan lainnya.13

Al-Qur’an dan hadits Rasul adalah pedoman hidup yang menjadi asas setiap
Muslim, keduanya merupakan sumber akhlakul karimah dalam ajaran Islam. Al-
Qur’an dan Sunnah Rasul adalah ajaran yang paling mulia dari segala ajaran manapun
hasil renungan dan ciptaan manusia. Sehingga telah menjadi keyakinan (akidah) Islam
bahwa akal dan naluri manusia harus tunduk mengikuti petunjuk dan pengerahan al-
Qur’an dan as-Sunnah.

C. Keutamaan Ilmu
Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya
terhadap ilmu (sains). Al-Qur’an dan Al-Sunnah mengajak kaum muslimin untuk
mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang

6
berpengatahuan pada derajat yang tinggi. Di dalam Al-Qur’an kata ilmu dan kata-kata
jadiannya digunakan lebih dari 780 kali.
Beberapa ayat Al-Qur’an yang diwahyukan pertama kepada Nabi Muhammad SAW,
menyebutkan pentingnya membaca bagi manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S.
al-Alaq ayat 1-5 yang artinya: 1. Bacalah dengan (menyebut) Nama Tuhanmu yang
Menciptakan, 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.3. Bacalah,
dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4. Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam.5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dalam hadis-hadis Nabi juga terdapat pernyataan-pernyataan yang memuji orang
yang berilmu dan mewajibkan menuntut ilmu antara lain: Mencari ilmu wajib bagi
setiap muslimin. Carilah ilmu walaupun di negeri Cina. Carilah ilmu sejak dari
buaian hingga ke liang lahad. Para ulama itu adalah pewaris Nabi. Pada hari kiamat
di timbanglah tinta ulama dengan darah syuhada, maka tinta ulama di lebihkan dari
darah syuhada14
Islam memandang pengetahuan sebagai cara yang utama bagi penyelamatan jiwa
dan pencapaian kebahagiaan serta kesejateraan manusia dalam kehidupan kini dan
nanti. Orang Islam memandang berbagai sains, ilmu alam, ilmu sosial dan yang lainnya
sebagai beragam bukti yang menunjuk pada kebenaran bagi pernyataan yang paling
fundamental dalam Islam.15
Orang Islam mulai menaruh perhatian dalam ilmu-ilmu alam secara serius pada
abad Ketiga Hijriah (abad kesembilan masehi). Tetapi pada saat itu mereka telah
memiliki sikap ilmiah dan kerangka berpikir ilmiah, yang mereka warisi dari ilmu-
ilmu agama. Semangat untuk mencari kebenaran dan objektivitas, penghormatan
pada bukti empiris yang memiliki dasar yang kuat, dan pikiran yang terampil dalam
pengklarifikasian merupakan sebagian ciri yang amat luar biasa dari para ilmuwan
Muslim awal sebagaimana yang dapat dilihat dengan jelas dalam kajian-kajian mereka
tentang jurisprudensi (Fiqh) dan hadis Nabi.
Masalah ilmu-ilmu apa saja yang di anjurkan Islam, telah merupakan persoalan
mendasar sejak hari-hari pertama Islam. Apakah ada ilmu-ilmu khusus yang harus di
cari. Pertanyaan ini telah di jawab oleh para ulama Islam. Sebagian ulama besar Islam
seperti al-Ghazali, mengatakan bahwa ilmu yang wajib di cari adalah ilmu-ilmu yang
berkaitan dengan kewajiban-kewajiban pelaksanaan syari’at Islam. Sedang yang wajib
kifayah adalah ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ilmu-ilmu kemasyarakatan. Al-Ghazali
juga mengklasifikasikan ilmu kepada ilmu agama dan ilmu non-agama. Ilmu agama
(‘Ulum syar’), adalah kelompok ilmu yang di ajarkan lewat ajaran-ajaran Nabi dan
wahyu. Sedang ilmu non-agama di klasifikasikan kepada ilmu yang terpuji, di bolehkan
dan tercela. Sejarah misalnya masuk dalam ilmu yang di bolehkan. Sihir masuk dalam
ilmu yang tercela. Adapun ilmu yang terpuji yaitu ilmu-ilmu yang diperlukan dalam

7
kehidupan sehari-hari dan termasuk wajib kifayah dalam menuntutnya. Seperti ilmu
tentang obat-obatan, matematika dan keterampilan- keterampilan.16
Murtadha Muthahhari sebagaimana yang di kutip dalam buku filsafat sains menurut
al- Qur’an, menjelaskan bahwa kesempurnaan Islam sebagai suatu agama menuntut
agar setiap lapangan ilmu yang berguna bagi masyarakat Islam dianggap sebagai bagian
dari kelompok ilmu agama. Agama yang memandang dirinya serba lengkap tidak bisa
memisahkan dirinya dari masalah-masalah yang memainkan peranan vital dalam
memberikan kesejahteraan dan kemerdekaan bagi masyarakat Islam.17
Fungsi ilmu yang mencakup sikap dan perilaku orang-orang yang berilmu serta
karakteristik mereka. Iman yang mencakup sikap dan perilaku orang terhadap Allah
SWT dan ajaran-Nya18. Hakikat manusia tidak terpisah dari kemampuannya untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan, maka ilmu yang disertai iman, adalah ukuran
derajat manusia. Manusia yang ideal adalah manusia yang mencapai ketinggian iman
dan ilmu. (QS.58:11).

D. Sumber Ilmu
Al-Qur’an menunjukkan empat sumber untuk memperoleh ilmu pengetahuan:
1. Al-Qur’an dan
2. As-Sunnah Alam Semesta
3. Diri manusia sendiri
4. Sejarah Umat Manusia

Adapun arah dan tujuan ilmu pengetahuan bahwa ayat al-Qur’an begitu banyak
yang berbicara tujuan ilmu seperti untuk mengenal; tanda-tanda kekuasaan-Nya,
menyaksikan kehadirna-Nya di berbagai fenomena yang kita amati mengagungkan
Allah serta bersyukur kepada-Nya di samping itu, al-Qur’an menyebutkan pula tiga hal
lainnya dalam mengembangkan ilmu antara lain; Ilmu pengetahuan harus menemukan
keteraturan (sistem), hubungan sebab akibat dan tujuan di alam semesta (QS.67:3)
Ilmu harus dikembangkan untuk mengambil manfaat dalam rangka mengabdi
kepada Allah, sebab Allah swt, telah menundukkan segala apa yang ada di langit dan di
bumi untuk kepentingan manusia. (QS.22:65)
Ilmu harus dikembangkan dengan tidak menimbulkan kerusakan di bumi.
(QS.7:56)19

8
E. Cara mendapatkan Ilmu
Ada beberapa cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang diterangkan dalam
al- Qur’an:
1) Lewat eksperimen dan pengamatan indrawi (QS. 29:20)
2) Lewat akal yaitu dengan jalan ta’aqqul, tafaqquh dan tazakkur (merenungkan,
memikirkan, memahami dan mengambil pelajaran), (QS. 2:164).
3) Lewat wahyu atau ilham. Allah dapat memberikan kepada manusia yang
dikehendaki tanpa proses berfikir ataupun pengamatan empiris, tetapi
diberikan secara langsung. (QS. 2:251)20

Noeng Muhajir mengatakan bahwa secara ilmiah sedikit telah memberikan jawaban
kepada kita mengenai hal ini bahwa; ilmu adalah kekuasaan, apakah kekuasaan itu
akan merupakan berkat atau malapetaka bagi ummat manusia, semua itu terletak pada
orang yang menggunakan kekuasaan itu. Ilmu baginya adalah bersifat netral, ilmu tidak
mengenal sifat baik atau buruk dari si pemilik ilmu itulah yang harus punya sikap, jalan
yang akan di tempuh dalam menggunakan ilmu itu terletak ada sistem nilai si pemilik
ilmu itu. Dengan kata lain netralitas ilmu hanya pada dasar epistemologisnya saja,
sedangkan secara ontologis dan axiologi, seorang ilmuan harus mampu menilai antara
yang baik dan yang buruk pada akhirnya mengharuskan dia untuk menentukan sikap21.
Dengan ilmu yang begitu besar inilah mengharuskan seorang ilmuan mempunyai
landasan moral yang kuat.

F. Ilmu Yang Berguna


Memperhatikan ayat al-Qur’an mengenai perintah menuntut ilmu kita akan temukan
bahwa perintah itu bersifat umum, tidak terkecuali pada ilmu-ilmu yang disebut ilmu
agama, yang ditekankan dalam al-Qur’an adalah apakah ilmu itu bermanfaat atau tidak.
Adapun kriteria ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang ditujukan untuk
mendekatkan diri kepada sang khalik sebagai bentuk pengabdian kepada-Nya. Dalam
QS Adz.zariyat/51: 56 Allah SWT “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Selanjutnya juga ditegaskan dalam firman Allah swt (QS. Yasin/36:61 “Dan
hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus”.
Pada hakekatnya untuk menghasilkan ilmu yang tidak hanya berkualitas dan
kompeten secara professional tetapi juga seorang manusia yang dapat dipercaya secara
spiritual, intelektual dan moral serta etis dengan berdasarkan pada hubungan integral
dan hamonis dengan Penciptanya, dengan sesama manusia dengan lingkungan alam.22
*

9
BAB

PROBLEMATIKA AKHLAK
DALAM KEHIDUPAN
Ilmu pengetahuan dan dunia mengalami perkembangan dan perubahan sedemikian
pesat pada beberapa dekade terakhir ini, sehingga dunia tampak sebagai dunia yang
kita saksikan seperti saat ini. Tetapi sangat disayangkan bahwa kemajuan yang diraih,
berada di luar bingkai akhlak di sekian banyak aspek. Tidak disangsikan bahwa
kemajuan itu memberi nilai plus pada kehidupan umat manusia sehingga mengalami
loncatan besar dalam banyak aspek kehidupan. Tidak ada yang meragukan bahwa
kemajuan yang dicapai turut mengangkat kualitas hidup pada sisi materi, namun di sisi
lain mendatangkan dampak pada terkikisnya nilai-nilai akhlak sehingga mendatangkan
ancaman serius terhadap keseimbangan sosial dan lingkungan, bahkan kehidupan
secara keseluruhan. Dari sini, tema problematika akhlak hari ini menjadi persoalan
hidup mati bagi umat manusia seluruhnya.

A. Pendahuluan
Selama ini kita menduga bahwa diri kita berada di tempat yang aman dari ancaman
yang lahir akibat degradasi akhlak dan implikasi buruk yang dirasakan di pelabagai lini
kehidupan. Kita pun patut bertanya; Bukankah kita adalah umat terbaik yang dihadirkan
di tengah umat manusia? Bukankah kita pengikut Muhammad SAW., kerabat dan
umatnya?” Bukankah Islam – agama yang kita anut, adalah sebaik-baik agama? Akan
tetapi kita sekarang, di zaman ini, setelah semua tersingkap, tampaklah keburukan kita
di mata siapa saja yang melihat dengan pandangan kritis dan obyektif, bahwa sejatinya
kita ini justru mengekor dan menjadi pengikut setia kaum yang tidak terhubung dengan
Islam dan akhlak Islam, dari jauh maupun dekat. Setiap kali aib dan keburukan melekat
di diri kita akibat perbuatan kita sendiri, akibat penyimpangan akhlak, pelanggaran
moral, kita selalu punya dalih, “Jika ada aib kesalahan, sembunyikan, rahasiakan, supaya
orang lain tidak tahu!” Sang ibu dengan sengaja membela anak dan tidak berterus
terang memberitahukannya kepada suami atau ayah si anak, bahkan cenderung

10
membela dengan menutup-nutupi prilaku buruk atau penyimpangan anaknya. Ibu
guru di sekolah merahasiakan penyimpangan prilaku anak didiknya tanpa berusaha
membicarakannya dengan pimpinan sekolah atau yang berwenangan di sekolah.
Pemerintah, ulama, pendidik dan cendekiawan selalu dan setiap saat menyatakan
bahwa negara dalam keadaan baik, tanpa ada tindakan yang sungguh-sungguh untuk
menyelesaikan akar permasalahan secara mendasar, radikal dan sungguh-sungguh.
Saat ini, paska revolusi informasi, dan terhubungnya jaringan internasional sehingga
mendekatkan jarak antar bangsa, maka saat ini tidak ada lagi yang mungkin kita
rahasiakan dan tidak ada lagi kesempatan–jika kita merasa malu untuk menyembunyikan
kepada kita di bawah tumpukan pasir seperti burung unta.
Kita semua sekapat menggaris bawahi bahwa umat manusia–siapa, kapan dan
di manapun – tidak akan pernah sekali waktu untuk berubah menjadi masyarakat
“malaikat” bersih dari aib, maksiat dan keburukan prilaku. Semenjak umat manusia
dihadirkan di bumi, bersamaan dengan itu telah mengemuka persoalan akhlak yang
beraneka ragam. Akan tetapi pada zaman ini, kita berhadapan dengan penyimpangan
dan problematika akhlak yang sangat mengkhawatirkan di segenap sisi kehidupan
sehingga melahirkan implikasi yang sangat menakutkan dan sekaligus mencemaskan
setiap pihak yang memikul tanggung jawab, amanah dan kewajiban membina,
mengarahkan dan memperbaiki kehidupan masyarakat.
Di maklumi dengan baik bahwa masyarakat kita, muslim-indonesia adalah
masyarakat yang sugguh bersahaja dengan watak santun, saling menolong, saling
mendukung, gemar bergotong royong, berdiri saling merapatkan diri pada masa-
masa krisis. Masing-masing saling bisa menerima kritik, nasihat, wejangan dari para
sesepuh, ulama dan para guru. Seringkali kita selalu bisa mengatasi persoalan hidup
sebelum keadaan menjadi lebih buruk. Tetapi di zaman ini, kita menghadapi segudang
permasalahan akhlak yang seolah-olah kita tidak berdaya mengatasinya. Tidak sedikit
pula menghadirkan rasa putus asa dalam diri para pelaku islah, seolah-olah kehabisan
cara sehingga merasa cukup hanya dengan mengungkapkan keprihatinan yang sangat
dalam terhadap perkembangan yang terjadi.
Rekam tindak kriminal yang terjadi di negeri ini termasuk yang ditutup-tutupi,
belum didapati angka pasti. Sungguh mengherankan padahal setiap menit, setiap detik
yang kita dengar, yang kita lihat secara langsung maupun tidak langsung memberikan
fakta yang berlawanan dengan laporan yang menyatakan turunnya angka kriminalitas.
Setiap saat kita di suguhi laporan tindak kejahatan luar biasa, bukan tidak kejahatan
biasa. Seolah di negeri ini tidak ada rambu yang ditaati, ibarat dunia rimba, setiap
persoalan mesti diakhiri dengan adanya pihak yang menjadi korban; tewas atau terluka.
Data yang di rilis Indonesia Police Watch (IPW) kejahatan jalanan (street crime)
masih mendominasi jenis kejahatan selama tahun 2018, seperti tindak pembunuhan

11
dan pengeroyokan. Trend kejahatan tersebut di prediksi akan terus meningkat hingga
tahun 2019. Pakar Kriminolog Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar menilai,
kejahatan jalanan menjadi dominasi dari sekian jenis tindak kriminal karena pelemahan
ekonomi sangat berdampak pada masyarakat kelas bawah. Kejahatan jenis ini (blue
color crime) disebut memang erat kaitannya dengan masyarakat kelas bawah, apalagi
pelemahan ekonomi saat ini juga sangat di rasakan oleh masyaarakat menengah kelas
bawah. Sangat di- mungkinkan bahwa kondisi ini lahir dari ketidak adilan, bisa dari
segi ekonomi atau hukum. Sangat di mungkinkan bahwa kondisi ini lahir dari ketidak
adilan,bisa dari segi ekonomi atau hukum.1
Ini adalah laporan yang disampaikan secara resmi kepada aparat kepolisian/pihak-
pihak berwenang. Tetapi penulis yakin bahwa yang terjadi lebih besar dari angka yang
terpublikasikan. Cukup sebagai bukti, bila kita buka halaman-halaman utama media
masa, media sosial, televis, kita setiap saat di kejutkan oleh berita bertajuk besar tentang
pemerkosaan, prostitusi, pembunuhan, kekerasan fisik, perampokan, perdagangan
obat-obatan terlarang, minuman keras hingga pertikaian antar keluaraga.

B. Akhlak Dan Problematika Kontemporer Masyarakat Muslim


Dalam pandangan Islam, Akhlak di dudukkan sebagai bangunan dasar bagi
kehidupan umat manusia, karena akhlak berfungsi sebagai pengarah utama bagi
prilaku. Tanpa ada unsur akhlak tidak mungkin kita berbicara tentang keselamatan,
keutuhan, perkembangan dan kemajuan masyarakat. 2
Pengutusan Nabi terakhir Muhammad saw. adalah untuk misi pembangunan
kembali dan penyempurnaan ajaran moral sebagaimana sabda beliau:

“Sesungguhnya aku diutus untuk membangun kembali dan menyempurnakan


ajaran moral”. (H.R. Al-Bazzar).

Oleh sebab itu, sebagai muslim yang peduli pada agama dan masa depan masyarakat
dan bangsanya, berkewajiban untuk berupaya menguatkan sisi moral dengan
mengimplementasikan ajaran-ajaran akhlak dalam kehidupan; antara lain ajaran kasih
sayang, cinta kasih sesama, toleransi, menjaga kesucian diri, saling menolong dan selalu
berpihak pada kebajikan.
Banyak orang memandang akhlak sebagai terminologi yang multi dimensi; bisa
ditinjau dari dimensi sosial dan dimensi diri (pribadi). Maka, jika tinjauannya dari aspek

1 Republika.CO.ID, oleh Agung Sasongko, Tuesday, 08 januari 2019, 07,01WIB.


2 Shahifat el-Shabah, Palestina, Dr. Ben Isa Ahsinat, Al-Majal at-Tarbawi wa Akhlaqiyyat al-Mihnah, 1 Jumada
Tsani 1429 H).

12
sosial, akhlak akan menjadi terminologi yang dinamis; dalam pengertian bahwa ajaran
akhlak akan bisa berubah dari waktu ke waktu, dari masa ke masa, dari satu masyarakat
ke masyarakat lain. Sesuatu yang bernilai baik di satu waktu, bisa berubah menjadi
buruk di waktu yang lain. Apa yang disepakati sebagai nilai luhur oleh satu masyarakat
belum tentu sama dalam penilaian masyarakat lain. Opini sedemikian ini tentu sangat
tidak logis; akhlak harus memiliki dimensi nilai yang mutlak. Akhlak adalah prinsip
dasar yang mengendalikan prilaku individu dan masyarakat, yang temanya terhubung
dengan pertanyaan benar atau salah.3
Dan berdasarkan pemahaman itu maka akhlak wajib diikuti dan diteladani tanpa
memandang apakah nilai-nilai di suatu masyarakat bertentangan dengannya atau
tidak.4
Dan hendaknya menjadi catatan penting bahwa bukan dalam batas kemungkinan
untuk mendiskreditkan akhlak dan membatasinya pada ranah aktivitas manusia sebagai
individu, melainkan bahwa akhlak harus ditempatkan pada posisi yang melingkupi
segenap aspek kehidupan, baik sosial, politik, ekonomi, budaya dan aspek-aspek
kehidupan lainnya.5
Problematika akhlak tidak dapat begitu saja dipisahkan dari kondisi sosial
masyarakat dunia yang sedang dilanda ketiakpastian nilai, kecarut-marutan tatanan
hidup di pelbagai lini kehidupan. Namun pada kenyataannya, tidak kurang lebih tujuh
dekade negeri-negeri dunia Islam – tidak terkecuali negeri kita tercinta – berjuang
keras bangkit mengejar ketertinggalan negeri-negeri maju di Eropa dan Amerika, entah
dengan sengaja atau tidak, kita telah menempatkan nilai-nilai moral dan ajaran-ajaran
akhlak pada kedudukan terendah dari sekian banyak prioritas yang ingin kita capai,
dengan dalih mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Alhasil, tidak kemajuan ekonomi
kita raih, tidak pula perbaikan moral bangsa yang kita wujudkan.6
Pada tataran kebebasan politik, negeri-negeri muslim ditengarai berada para urutan
tujuh negara terendah dari aspek pendidikan dan partisipasi politik.
Dari aspek ekonomi, pendapatan perkapita terbesar didominasi negara-negara
dengan konsep kapitalis, yang di dominasi oleh Amerika Serikat, Swiss, Jepang dan
beberapa negara Barat lainnya. Sedangkan negara-negara yang mayoritas berpenduduk
muslim semisal Pakistan, Mesir, Aljazair hingga Indonesia memiliki rata-rata
pendapatan perkapita sangat rendah, bahkan menunjukkan berada di bawah angka $

3 Abdel Lathif, Asar Fachri, Atsaru-l Akhlaqiyyat al-Wadzifiyyah fi Taqlili Furashi-l Fasad al-Idariy fi-l Wadzaif
al-Hukumiyyah, Majalla al-Jandul , tahun ke IV edisi 29 Juli 2009.
4 Al-Esawy, Abdel Rahman Mohammed, Musykilat al-Shabab al-Arabiy al-Moasher, Al-Dar al-Jameiya, Egypt,
th. 1992, hal 220.
5 Fadhlullah, Hosein Mohammed, Al-Akhlaq al-Islamiyyah bain an-Nazhariyyah wa at-Tathbiq, 27.6.2006.
www.arabic.bayynat.org.lb
6 Al-Yusuf, Dr. Khalifa Yusuf, Makalah Seminar, Dawlat ar-Rafahiyah al-Ijtima’iyyah, Markaz Dirasat al-Wihdah
Al-Arabiyya, and Sweden Institute, Alexandria, Egypt, 23/9/2005, h. 2.

13
5000 per tahun, jauh di bawah Amerika Serikat dan Swiss yang berada di atas $ 30.000
pertahun. Mengutip data yang di keluarkan Organisasi Buruh Dunia (ILO) bahwa
tingkat pengangguran di negara-negara OKI naik dari 7,6% menjadi 8,8% antara tahun
2000-2012, sementara tingkat pengangguran dunia pada kisaran 7%.
Kita pun tidak kalah jauh tertinggal pada aspek yang terkait dengan produktifitas
bidang ilmu pengetahuan. Sebagai gambaran bahwa jumlah bacaan (koran, atau
majalah) yang dibaca oleh sepulu ribu orang penduduk di negeri-negeri muslim, tidak
lebih dari 35 eksemplar. Sedangkan di negara-negara maju mencapai lebih dari 285
eksemplar. Di negeri-negeri muslim, dari satu juta penduduk hanya menghasilkan satu
buah buku terjemahan, sedangkan di negara-negara maju mencapai lebih dari 920
judul buku.7

C. Faktor-faktor penyebab lahirnya problematika Akhlak


Dari catatan tersebut di atas, penulis akan menguraikan beberapa latar
belakang yang penulis katagorikan sebagai penyebab kemunduran, ketimpangan dan
penyimpangan akhlak yang terjadi di tengah masyarakat muslim dewasa ini.

1. Revolusi sektor komunikasi dan informasi
Masyarakat manapun di belahan bumi ini tidak mungkin mengasingkan diri
dari arus perubahan global yang terjadi, sebab perubahan adalah sunnatullah
(hukum Allah swt. yang berlaku di alam semesta). Jika perubahan itu berlangsung
dengan melalui langkah-langkah yang terencana maka ia adalah pembangunan.
Jika berlangsung secara periodik, gradual maka yang terjadi adalah proses evolusi,
dan apabila terjadi dalam loncatan-loncaran cepat dan terbatas maka itu adalah
perubahan revolusioner.8
Perubahan revolusioner inilah yang melanda masyarakat dunia ketiga, pada
tahun sembilan puluhan di abad 20. Telah terjadi perubahan masif dan cepat dalam
kehidupan polirik, ekonomi, budaya dan norma. Hal itu di iringi dengan semakin
besarnya peran teknologi dan media komunikasi khususnya pada dua dekade
tarakhir, hingga tidak satu negeri pun yang tidak terdampak oleh perubahan
tersebut.
Arus globalisasi, jika saja bergerak pada jalur interaktif antar berbagai kelompok
sosial, tentu tidak akan menjadi bahan perdebatan antara yang menerima dan
menolak. Akan tetapi yang terjadi adalah bahwa arus globalisasi bergerak satu
arah, dari utara ke selatan atau dari Barat (Amerika dan Eropa) menuju negara-

7 . Ibid, h. 6-7
8 Al-Mirdasy, Shabri, Al-Manahej Hadhiran wa Mustaqbalan, Maktabat al-Manar, Kuwait tanpa tahun, h. 68.

14
negara dunia ketiga. Pada galibnya, pihak yang kuatlah yang akan memaksakan
kehendaknya terhadap pihak yang lemah, dan itulah yang terjadi. Maka terjadilah
penurunan drastis pada level prilaku dan etika di negeri-negeri berpenduduk
muslim secara masif yang belum pernah terjadi di masa sebelumnya.
Secara umum, arus globalisasi secara garis besar terkonsentrasikan pada
lahirnya pada dua persoalan; kekerasan dan seks, dan yang kedua adalah penataan
ulang norma-norma kehidupan dan membuat satu pola hidup dari cara berpakaian,
makan, hubungan antar anggota keluarga dan setiap yang bertalian dengan
kehidupan manusia sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Fakta
menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan besar dunia, ketika memasarkan
produk-produk industrinya, pada saat yang sama juga menawarkan pandangan
dan filosofinya terhadap hidup. Itu seperti apa yang dinyatakan oleh pemilik
perusahaan Coca Cola yang di kenal dimana-mana bahwa perusahaannya tidak
sekedar menjual produk minuman, tetapi juga menawarkan gaya hidup.9
Menyinggung soal jaringan komunikasi internasional (internet), ibarat pisau
bermata dua, telah dipergunakan untuk maksud-maksud buruk, merusak dan
tidak terpuji oleh jutaan generasi muda kita.
Studi-studi yang ada mengemukakan fakta bahwa situs yang paling banyak
dikunjungi adalah situs-situs seks. Halaman-halaman pornografi menjadi halaman
yang paling banyak dicari. Statistik menunjukkan bahwa 63% remaja usia puber
pecandu situs-situs berkonten pornografi, tidak diketahui oleh orangtua mereka.
Dan bahwa mayoritas pengunjung situs-situs pornografi usia mereka
berkisar antara 12 – 17 tahun. Persoalannya tidak membutuhkan tanggapan,
bagaimana halaman-halaman internet yang berisi tema-tema pornografi itu
dalam mencampakkan nilai-nilai luhur dalam hidup dan kesucian, menciptakan
keterpecahan antara dunia maya dengan realita. Tidak ada lagi yang aib, buruk dan
haram, karena dalam dunia maya segala sesuatu hukumnya boleh (mubah).10

2. Program-program acara media masa yang destruktif


Dapat dipahami dengan jelas bahwa tidak ada kebijakan yang tegas terhadap
program-program penyiaran, khususnya televisi di banyak negara muslim—tidak
terkecuali negara kita. Dunia media masa tampak carut-marut sebagai dampak dari
tidak adanya visi dan misi yang jelas. Hal itu dapat dilihat dengan jelas pada saat
media-media masa mengirimkan pesan yang kontradiktif.

9 Al-Atrisiy, Thalal, Dr. Globalisasi Nilai dan Paham, Majallat al-Marefa, Aha, 3.10.2004,www.aljazeera.net/NR/
exerces/C1272B70-FC-A7D- 5E6B7B3D4CCC.htm
10 Abdel Nashr, Gamal, Tsarwat al-Akhlaqiyyat fi Mahabbi Tsawrat al-Ma’lumat, Islam online, 14.3.2006. www.
islamonline.ne/arabic/In_Depth/BackToAllah/Articles/2006/03/06.shtml

15
Acapkali kita membuka satu halaman majalah atau satu sesi acara di televisi
tentang pandangan Islam terkait satu masalah, kemudian di halaman atau sesi
berikutnya ilustrasi, gambar atau tayangan tidak layak yang sangat bertolak belakang
dengan nilai-nilai luhur ajaran akhlak dalam Islam.
Manusia itu berprilaku selaras dengan pola pikir yang tersimpan dalam rasa yang
masuk dalam pikiran. Pola pikir itu mungkin selaras dengan nilai-nilai akhlak
mulia, kaidah tentang baik dan buruk atau justru pola pikir itu telah dirasuki oleh
virus-virus akhlak yang menjangkiti orang sehingga berakibat pada lemahnya
ketahanan akhlaknya.11
Sejumlah saluran pendidikan akhlak Islam memang perlu mendapat apresiasi
dan dukungan, tetapi jumlahnya sangat terbatas, berhadapan dengan ribuan tv
cable yang sebagian menyiapkan program-program siaran untuk meruntuhkan
nilai-nilai Islam dan kemanusiaan. Siaran-siaran hiburan berupa lagu, drama
seri acapkali mencederai harga diri, hingga tayangan-tayangan yang sarat dengan
pornografi.
Tidak dapat di nafikan bahwa saluran-saluran seperti itu pun turut berkontribusi
menghadirkan ketimpangan dalam mainstream akhlak generasi. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa nilai uang yang dibelanjakan kaum remaja dari negeri-negeri
berpenduduk muslim untuk mengunjungi situs-situs berkonten pornografi tidak
kurang dari $ 300 miliar/tahun. Angka yang sangat mencengangkan. Namun yang
lebih menghkhawatirkan adalah bahwa penyimpangan akhlak ini akan menjadi
bom waktu yang akan menimbulkan kerusakan besar di masa mendatang.

3. Memburuknya kondisi perekonomian


Nabi Muhammad SAW. mengajarkan kita untuk memohon perlindungan pada
Allah swt. dari kemiskinan seperti permohonan kita pada-Nya untuk dilindungi
dari kekafiran, melalui doa beliau:
“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kekafiran dan kemiskinan”. (H.R.
Abu Dawud).
Dari sumber lain melalui jalur periwayatan Anas bin Malik ra., Nabi Muhammad
saw. juga bersabda, “Hampir saja kemiskinan itu menjadi kekafiran.” (Silsilah
Ahadits ad-Dha’ifah, Al-Albani, hadits no. 4080)
Dan banyak lagi hadits-hadits lain yang mempertalikan antara iman kekayaan
di satu sisi dan kekafiran dan kelemahan ekonomi di sisi lain.
Namun pertalian itu tidak di maksudkan untuk menghukumi kaum lemah
ekonomi di tengah masyarakat sebagai pihak yang bertanggung jawab atas

11 Sayyed, Askar, Abdullah, Al-Mujtama’ al-Hadits wa Maut al-‘Aib, Holul li al-Istisyarat an-Nafsiyah wa-s
Sulukiyyah, 21.10.1426, www.holol/show_article main.cfm?id=45

16
kemerosotan akhlak dan degradasi moral. Sejumlah studi menunjukkan bahwa
faktor lemahnya ekonomi an-sich tidak cukup di- jadikan alasan untuk menafsirkan
fenomena penyimpangan akhlak.12
Justru sebaliknya, tidak sedikit orang dari kalangan ekonomi kelas atas dan para
pebisnis yang terjerumus dalam kejahatan dan problematika moral. Akan tetapi
bahwa kemiskinan dalam beragam coraknya bisa menciptakan situasi dan peluang
atau paling tiak membuka jalan bagi terjadinya penyimpangan akhlak. Buruknya
kehidupan ekonomi, pengangguran dan tingginya harga kebutuhan pokok akan
menghadirkan kecemasan dan kekhawatiran akan masa depan dan hilangnya rasa
aman, sehingga memincu terjadinya sejumlah tindak kejahatan semisal penipuan,
manipulasi, pencurian atau suap. Suatu masyarakat dengan tingkat pengangguran
tinggi atau dengan pendapatan per-kapita rendah, ditengarai menjadi penyebab
tertundanya usia pernikahan dan banyaknya penyimpangan seksual. Inilah kurang
lebih gambaran yang terjadi di banyak negara mulsim bahwa buruknya keadaan
ekonomi telah ikut memberi kontribusi bagi terjadinya sejumlah problematika
jiwa, sosial dan moral.

4. Melemahnya peran institusi keluarga


Sebuah institusi keluarga masih berperan sebagai wadah utama pendidikan
anak. Keluargalah yang menjadi pihak paling bertanggung jawab atas pengajaran
akhlak dan pembelajaran moral bagi anak untuk menyiapkan generasi yang baik.
Akan tetapi dapat di amati dengan jelas bahwa peran institusi keluarga mengalami
penurunan pada masa-masa terakhir dan memberikan peluang itu kepada institusi
lain atau media masa dan sosial.
Pada kenyataannya bahwa sistim sosial di masyarakat kita telah melepaskan
tanggung jawab untuk memberikan dukungan kepada keluarga sebagai institusi
pendidikan. Di pihak lain, persoalan ekonomi dan tingginya tingkat konsumsi
ikut pula menggoyahkan keutuhan keluarga. Baik ibu maupun ayah, keduanya
di sibukkan oleh aktivitas mencari nafkah demi perbaikan ekonomi keluarga.
Demikian pula bahwa sejumlah besar ibu rumahtangga non karir mengabaikan
perannya sebagai pendidik dalam keluarga dan menyibukkan diri dengan aktivitas-
aktivitas skunder dan mengesampingkan misi sebagai ibu yang sesungguhnya,
yakni menjadi penjaga keselamatan institusi keluarga, anak-anak dan suami.
Dalam catatan pengamat dan pemerhati kehidupan keluarga dan anak diketahui
bahwa prilaku menyimpang dari kedua orangtua, kekerasan dalam keluarga

12 Ar-Rumani, Mohammed Zaid, Dr., al-Amn Al-Ijtima’i, Harian Al-Jazeera, Al-Jazeera Publishing, Kingom of
Saudi Arabia, vol. 10385, Maret 2001.

17
terhadap anak atau sebaliknya, semakin hari semakin menunjukkan peningkatan
secara kualitatif dan kuantitatif.13

5. Ketidak berdayaan institusi pemerintah


Beberapa tahun belakangan dicatat banyak kemunduran yang terjadi terkait
peran edukasi dari institusi-institusi resmi pemerintah baik sekolah maupun
perguruan tinggi. Kedudukan sekolah dan perguruan tinggi yang semula menjadi
institusi kedua sesudah institusi keluarga, mengalami pergeseran. Sekolah dan
perguruan tinggi saat ini hanya menjalankan peran sebagai institusi pengajaran dan
mengabaikan tanggung jawabnya untuk menjalankan misi sebagai pendidik yang
mengajarkan akhlak dan nilai-nilai moral. Tugas guru hanya sebatas merampungkan
kewajiban mengajarkan materi ajar tanpa memberikan perhatian pada prilaku dan
moralitas anak didik, dengan bermacam alasan; tidak adanya waktu yang memadai
atau oleh sebab penolakan anak didik dan orangtua terhadap kritik dan perbaikan
yang dilakukan oleh guru dengan dalih bahwa hal itu dianggap sebagai campur
tangan dalam masalah pribadi dan pelanggaran terhadap kebebasan.
Yang dapat kami amati bahwa kemunduran peran institusi pendidikan dan
guncangnya kedudukan sosial guru di latar belakangi oleh banyak faktor antara
lain tidak adanya kepuasan dari banyak orang yang bekerja di sektor pendidikan
dan pengajaran, terpilihnya orang-orang yang tidak layak untuk berprofesi sebagai
guru mengingat bahwa profesi itu membutuhkan kesabaran, keuletan dan tentu
saja cinta pada profesi yang dimaksud.
Indikasinya adalah terjadinya tindakan-tindakan negatif dari sejumlah guru
dalam banyak kasus berupa kekerasan fisik, kekerasan psikologis dan dominannya
aspek materi atas aspek nilai dan moral, serta adanya sikap acuh dan cenderung
mengabaikan guru yang terjadi pada anak didik.

6. Melemahnya peran institusi-institusi keagamaan


Peran agama, masih berada di tingkat teratas dalam konteks penanganan
problematika akhlak. Seorang pemuka agama – ulama, ustadz – di nilai sebagi
pewaris tugas nabi dan rasul dalam menyampaikan pesan-pesan keagamaan,
nasihat, amar ma’riuf nahi munkar dan memberikan teladan yang baik.
Namun banyaknya praktik-praktik penyimpangan dengan mengatas namakan
agama menghadirkan implikasi buruk yang mengguncang peran institusi-institusi
agama di negeri ini, tidak terkecuali peran dan kedudukan ulama.

13 Sayyed, Askar, Abdullah, Al-Mujtama’ al-Hadits wa Maut al-‘Aib, Holul li al-Istisyarat an-Nafsiyah wa-s
Sulukiyyah, 21.10.1426, www.holol/show_article main.cfm?id=45

18
Sejumlah citra buruk dialamatkan kepada kalangan ulama dan asatidz terkait
tindak kekerasan, fanatisme, pengeluaran fatwa-fatwa yang tidak di dasari kajian
yang matang dan benar sehingga merugikan pihak-pihak tertentu, dakwaan
melakukan provokasi dan makar hingga dakwaan melakukan penyimpangan
seksual.
Alih-alih menjadi bagian dari solusi bagi problematika akhlak yang mendunia,
justru menjadi bagian dari masalah yang menuntut penyelesaian tersendiri. Maka,
peran para ulama, pemuka agama dan para asatidz akan cenderung mengalami
pelemahan selama tidak ada upaya melakukan islah dan evaluasi terhadap wacana
pemikiran dan prilaku.
Hal lain yang turut menjadi faktor yang melemahkan peran institusi keagamaan
dan membesarkan problematika akhlak di tengah masyarakat adalah kesibukan
kalangan yang seharusnya menjadi pelopor reformasi moral, para pemikir,
cendekiawan dan ulama dalam kancah politik. Kalau saja potensi besar mereka
terfokus pada tugas dan misi yang semestinya, tentu akan ada kontribusi sangat
besar bagi upaya mengatasi problematika akhlak dan penyimpangan moral yang
melanda negeri ini.

D. Ikhtiar Mencari Solusi


Bukan persoalan pelik untuk mengamati problematika akhlak yang terjadi
di tengah masyarakat kemudian menganalisa faktor-faktor penyebabnya untuk
kemudian mencari langkah-langkah solutif secara cepat dan seksama. Dalam
konteks ini penulis tidak merumuskan hal baru selain menegaskan ulang apa yang
pernah digagas dalam pelbagai seminar dan kajian.
Sehubungan dengan upaya mengatasi problematika moral yang terjadi di
tengah masyarakat, pemerintah bersama dengan institusi-institusi lain, lembaga-
lembaga sosial keagamaan dan pihak-pihak yang di nilai terkait, dituntut untuk
menghadirkan lembaga-lembaga kajian sosial dengan tugas melakukan riset dan
studi terhadap fenomena-fenomena sosia secara ilmiah dan mendalam. Lembaga-
lembaga tersebut kemudian merumuskan langkah-langkah nyata, dari wacana
teoritis kepada langkah-langkah praktis mengatasi akar permasalahan.14
Hal penting yang acapkali kita abaikan adalah pemilahan antara upaya mencari
penyelesaian problematika akhlak dan penyelesaian agenda hidup selain akhlak.15
Konteks sosial dan lingkungan memiliki peran sentral alam menghadirkan dan
membesarkan problematika akhlak, dan oleh karenanya tidak di mungkinkan

14 Mahfudz, Mohammed, Al-Mojtama’ wa al-Amn al-Ijtima’i, http://www.annabaa.org/nbanews/71/htm]


15 An-Nabulsi, Rateb, Mohammed.Dr., At-Tanmiya al-Akhlaqiyyah, Materi Khutbah Jumat, Damaskus, Syria,
23.4.2014, www.nabulsi.com/text/01friday/fri61-70/friday65.doc

19
melakukan analisa tentang alasan-alasan yang melatarbelakangi kecanduan
minuman keras atau obat-obatan terlarang yang terjadi di kalangan remaja atau
kejahatan pencurian misalnya, dengan mengalamatkan pada lemahnya peran
agama saja, tanpa mengaitkannya dengan penyebab-penyebab lain.
Semua pihak merasakan beratnya tugas dan tanggungjawab melakukan reformasi
akhlak, teristimewa bila mempertimbangkan kondisi yang ada dan tantangan yang
menghadang. Akan tetapi hal itu tidak bermakna berserah diri untuk melakukan
perubahan dan islah.
Memikirkan ulang konsep pendidikan dan pembinaan nurani serta melakukan
perubahan terhadap prilaku yang sudah mewatak membutuhkan langkah-
langkah besar dan berat. Kajian-kajian psikologis mengisyaratkan kepada satu
sinyalemen bahwa adalah dalam batas kemungkinan untuk mengubah prilaku yang
menyimpang.
Tidak ada sesuatu yang mustahil selama masih ada keinginan kuat ari individu-
individu, institusi sosial dan pemerintah untuk melakukan gerakan radikal
reformasi moral.
Allah swt. berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah (nasib) kaum hingga mereka
melakukan upaya untuk mengubah (nasib) mereka sendiri.” (Q.S. Ar-Ra’d
(13): 11).

20
BAB

METODE MAUIZHAH
DALAM PEMBINAAN
AKHLAK
A. PENDAHULUAN
Dalam Islam ajaran tentang nilai etis disebut dengan akhlak. Wilayah akhlak
dalam Islam memiliki cakupan yang sangat luas, sama luasnya dengan prilaku dan
sikap manusia. Bahkan nabi Muhammad saw menempatkan akhlak sebagai pokok
kerosulannya, dalam salah satu hadis nya beliau menegaskan bahwa “sesungguhnya aku
(Muhammad) diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia” (HR. Ahmad). Melalui
akal dan kalbunya, manusia mampu memainkan perannya dalam menetukan baik-
buruknya tindakan dan sikap yang dilakukannya.

B. PENGERTIAN
Pembinaan merupakan proses memahami, mendalami, menghayati dan
mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan membina sebagai usaha tindakan
dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil
yang lebih baik. Pembinaan merupakan suatu kegiatan yang mempertahankan dan
menyempurnakan apa yang telah ada. Melaksanakan suatu rangkaian kegiatan yang
dilaksankan secara rutin serta mengevaluasi kegiatan tersebut menjadi kegitan yang
semakin baik. 16
Akhlak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai budi pekerti atau
kelakuan, yang terambil dalam kata bahasa Arab khulqun )‫ (خلق‬bisa diartikan tabiat,
perangai, kebiasaan. Kata kholqun tercantum dalam Al-Quran surat Al-Qalam ayat
ke 4. Ayat tersebut dinilai sebagai konsiderans pengangkatan Nabi Muhammad Saw.
sebagai Rasul.

‫إنك لعىل خلق عظيم‬


16 Azhari, F. Model Pembinaan Keagamaan Islam pada Pekerja Seks Komersial. Salatiga 2012: Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri,hal. 21

21
Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung
(Q.S. Al-Qalam 68 :4)

Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian utama dalam Islam. Hal ini dapat
dilihat dari salah satu misi kerasulan nabi Muhammad SAW yang utama ialah untuk
menyemurnakan akhlak yang mulia. Dalam salah satu Hadis nya beliau menegasakan

‫إنما بعثت ئلتمم ماكرم األخالق‬


Artinya: “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.”
(HR. Ahmad)

Perhatian Islam yang demikian terhadap pembinaan akhlak ini dapat pula dilihat
dari perhatian Islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan dari pada
pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan
yang baik, pada tahap selanjutnya akan mempermudah menghasilkan kebaikan dan
kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia, lahir dan batin.17

C. NABI MUHAMMAD SAW DAN KETELADANNYA


Sungguh benar dalam diri Rosul suri tauladan yang baik bagi umat manusia,
kesuksesan manusia didalam menjalani kehidupan dunia-akhirat tidak terlepas dari
tuntunan yang dibawa Nabi Muhammad Saw. Dari bangun tidur, menjalankan aktivitas
kehidupan sampai tertidur kembali, manusia tidak akan terlepas dari aturan-aturan
yang ada, dan tentunya sumber dasar dari aturan-aturan tersebut adalah kalamullah
dan sunnah Rasulullah.
Nasihat Nabi Muhammad dari nasihat-nasihat yang di sampaikan, sebuah kunci
kesuksesan agar manusia tidak jatuh kedalam kesalahan, dan baik dalam bersikap.
Dimana nabi menggambarkan kisah manusia terdahulu seperti Nabi Adam As., Qobil
dan Habil, dan makhluk Allah lainnya. Seperti dikisahkan dalam hadist Nabi.

‫ و إياكم‬. ‫إياكم والكرب فإن ابليس محله الكرب ىلع ان ال يسجد الدم‬
‫ و إياكم و احلسد‬.‫واحلرص فإن ادم محله احلرص ىلع ان الك من الشجرة‬
‫ (رواه‬.‫ فهن أصل لك خطيئة‬.‫فإن ابىن ادم إنما قتل احدهما صـاحبه حسدا‬
)‫ابن عساكر عن ابن مسعود‬

17 Nata, A. Akhlak Tasawuf. Jakarta, 2003, Raja Grafindo Persada, hal. 158

22
Artinya: “Jahuilah olehmu sifat sombong, sebab karena terdorong oleh rasa
sombong inilah maka Iblis tidak mau sujud kepada Adam. Dan jahuilah sifat
rakus, sebab karena rakuslah sehingga Adam mau memakan buah pohon
terlalarang. Dan jahuilah sifat dengki, sebab kedua anak Adam itu seorang
diantara mereka membunuh saudaranya karena terdorong oleh rasa dengki.
Semua sifat yang tersebut adalah biang dari segala perbuata dosa.” (H.R. Ibnu
‘Asakir dari Ibnu Mas’ud).18

Sifat takabur (sombong), tamak atau rakus dan dengki merupakan pokok pangkal
segala perbuatan dosa, semua perbuatan dosa itu bersumberkan dari salah satu di
antara ketiga sifat itu. Seperti digambarkan oleh Allah dalam firmanNya dalam surat
Al-Baqarah ayat 34
َ َ َ َ ْ َ ْ َ ٰ َ َ َ ْ َّ ُ َ َ َ َ َ َ َ َْ َْ ُ ْ
ْ ِ‫كة‬
‫ب َوكن م َِن‬ ‫ج ُدوا ِلدم فسجدوا إِل إِبل ِيس أب واستك‬
ُ ‫اس‬
ِ ‫ِإَوذ قلنا ل ِلملئ‬
َ ‫الْ َكف ِر‬
‫ين‬ ِ
Artinya: “dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat,
“sujudlah kamu Adam” maka merekapun sujud kecuali iblis, ia menolak
dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir.” (Q.S. Al-
Baqarah : 34)

Sifat sombong/takabur yang ada pada iblis menjadi indicator penolakan iblis atas
perintah Allah untuk sujud kepada Adam, hal ini tergambar dalam Qur’an alasan
penolakan iblis untuk sujud adalah firman Allah dalam surat Al-A’raf ayat 12

ٌ ْ ‫ك قَ َال َأنَا َخ‬


ُ‫ي مِنْ ُه َخلَ ْق َتن م ِْن نَار َو َخلَ ْق َته‬ َ ُْ ََ ْ َ ُ َْ َ َ َََ َ َ َ
‫قال ما منعك أال تسجد إِذ أمرت‬
ٍ ِ
‫ِني‬ ْ
ٍ ‫مِن ط‬
Artinya: “Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud
(kepada Adam) di waktu aku menyuruhmu?” Menjawab Iblis “Saya lebih baik
daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang Dia Engkau ciptakan dari
tanah.” (Q.S. Al-A’raf : 12).

Terlihat jelas, dari ayat diatas, Iblis tidak mau bersujud kepada manusia karena
dia merasa lebih baik dari manusia. Api dan tanah hanyalah perumpamaan, intinya,
Iblis merasa lebih baik dari pada manusia. Lalu, berikutnya, Allah menghukum Iblis

18 Al-Hasyimi, as Sayyid Ahmad, Mukhtarul Ahadits Hikamil Muhammadiyyah, (ter.), H. Hadiyah salim,
Bandung, 1996, AlMa’arif, cet. 6, hal. 304

23
atas kesombongannya. Begitulah perumpamaan manusia yang mengedepankan sifat
sombongnya sehingga tertutup baginya nilai-nilai kebenaran
Demikian juga dengan sifat tamak/rakus yang ada pada manusia akan menjadi
salah satu sebab kerusakan, kehancuran bagi diri manusia sendiri. Rakus/tamak akan
tahta dan jabatan, harta dan hiasannya, sehingga ia mau melakukan atau memakan
apa yang bukan miliknya seperti; mencuri, menipu, korupsi, kolusi, nepotisme dll.,
dilakukan hanya untuk memnuhi sifat tamak/rakus dan menyenangkan diri sendiri,
yang pada akhirnya manusia tersebut akan jatuh pada keburukan. Sebagai contoh
seorang koruptor yang melakukan tindakan korupsi dan akhirnya dia masuk ke dalam
jeruji besi. Oleh karenanya perlu diperhatikan kisah yang Allah firmankan dalam al-
Qur’an, seperti kisah Nabi Adam As. yang terperdaya oleh tipu daya iblis, sehingga
Adam melanggar perintah Allah dengan memakan yang bukah haknya yakni pohon
larangan/buah larangan.
َ َ َ ُ ْ ُ ْ َ ً َ َ َ ْ َ ُ َ َ َّ َ ْ َ ُ ْ َ َ َ ْ َ ْ ُ ْ ُ َ َ َ ْ ُ َ
‫وقلنا يا آدم اسكن أنت وزوجك النة وك مِنها رغدا حيث شِئتما ول‬
َّ َ َ ُ َ َ َ َ َ َّ
َ ‫الظالِم‬ َ َْ
‫ني‬ ِ ‫تق َر َبا هٰ ِذه ِ الشجرة فتكونا مِن‬
Artinya: “Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu
surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik
dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang
menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.”(Q.S.Al-Baqarah:35)

Begitu pula sifat dengki/iri pun akan membawa kita kapada keburukan dan
kehancuran. Betapa seorang yang memiliki sifat dengki terhadap kesuksesan,
keberhasilan, prestasi serta harta kekayaan orang lain tidak akan mendapat kesenangan
atau ketenangan dalam hidupnya, bahkan mungkin ia bias melakukan hal-hal yang
diharamkan oleh syariat. Oleh karenanya perlu kita pelajari agar kita bisa terhindar
dari sikaf iri dan dengki. Sebagaimana Allah gambarkan dalam firmanNYa dalam surat
al-Maidah ayat 27

ْ َّ َ َ ُ ْ َ َ َ َ َ ْ َ ّ ُ ُ َ ً َ ْ ُ َ َّ َ ْ ّ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ ْ َ َ ُ ْ َ
‫واتل علي ِهم نبأ ابن آدم بِال ِق إِذ قربا قربانا فتقبِل مِن أح ِدهِما ولم يتقبل‬
ْ َ َّ َ ُ ْ َ َ َ َ َ ْ َ
ُ َّ ‫ك ۖ قَ َال إ َّن َما َي َت َق َّب ُل‬
‫الل م َِن ال ُم َّتقِني‬ ِ ‫مِن الخ ِر قال لقتلن‬
Artinya: “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan
Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban,
maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak
diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!".

24
Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-
orang yang bertakwa". (Q.S. Al-Maidah :27)

Keteladanan sifat-sifat Rasulullah yang penuh dengan keutamaan menjadi kunci


keberhasilan umat manusia dalam menjalani kehidupan dunia-akhirat seprti sifat
sidiq, amanah, tabligh dan fathonah Rasulullah yang harus dijadikan keteladana umat
manusia. Ditambah sifat-sifat utama lainnya yang ada pada diri Rasulullah seperti
sifat ikhlas, sabar, qona’ah dan saja’ah merupakan sifat-sifat yang sangat dibutuhkan
manusia dalam kehidupan, Oleh karenanya dibutuhkan percontohan dari manusia
yang sempurna yakni keteladan Nabi Muhammad Saw.
Di era modern dimana arus informasi dari luar yang sangat besar atau globalisasi.
Kebiasaan-kebiasaan dan paham orang dari luar negeri yang dianggap bisa membuat
senang kemudian diadaptasi oleh masyarakat, menjadi penyebab hedonisme masyarakat
kita. Selain itu, manusia juga memiliki sifat dasar tidak pernah puas dengan hal yang
sudah dimiliki. Sifat dasar manusia inilah yang menjadi penyebab hedonisme dan
juga perilaku konsumerisme. Dengan demikian prilaku hedonisme, tentunya akan
berdampak pada masyarakat diantaranya:
1. Individualisme
Mereka yang punya perilaku hedonisme cenderung individualis, atau
menganggap diri sendiri lebih penting dari orang lain.
2. Konsumtif
Kebiasaan membeli barang-barang yang tak dibutuhkan merupakan dampak
buruk dari hedonisme. Hal ini dilakukan hanya untuk kesenangan semata,
karena senang berbelanja.
3. Egois
Masih berhubungan dengan individualis, mereka yang berperilaku hedonisme
biasanya lebih mementingkan diri sendiri tanpa perduli orang lain.
4. Cenderung Pemalas
Sebagian orang yang terjerumus hedonisme biasanya cenderung menjadi orang
pemalas dan tidak menghargai waktu.
5. Kurang Bertanggungjawab
Selain menjadi pemalas, penganut hedonisme biasanya kurang bertanggungjawab,
bahkan kepada dirinya sendiri.
6. Boros
Demi kesenangan semata, mereka yang punya gaya hidup hedon biasanya sangat
boros. Mereka akan mengeluarkan banyak uang untuk hal-hal yang membuat
senang tanpa perduli manfaat dan kegunaan barang yang dibeli.

25
7. Korupsi
Salah satu dampak hedonisme yang sering terjadi pada seseorang adalah
kebiasan korupsi. Bukan hanya korupsi uang, namun juga hal lain, seperti
korupsi waktu, korupsi pekerjaan, dan lain sebagainya.

D. SIFAT-SIFAT WAJIB BAGI ROSULULLAH


1. SHIDIQ
Memiliki pengertian bahwa Rasulullah saw selalu benar (jujur) dalam
ucapannya. Kebenaran ucpannya ini dilakukan bukan hanya setelah beliau diangkat
menjadi nabi dan rasul, namun jauh sebelum itu semenjak masa kanak-kanak beliau
tidak pernah berbohong sehingga mendapat gelar AL-Amin. Segala sesuatu yang
diucapkan oleh Rasul tidak pernah punya tedensi pribadi atau didasari oleh interest
pribadi atau emosional pribadi, tetapi semua yang diucapkan oleh beliau didasari
atas panduan wahyu dari Allah SWT. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam surat An
Najm ayat 4-5 bahwa tidak ada yang diucapkan oleh Muhammad berdasarkan hawa
nafsunya, tetapi apa yang diucapkan semata-mata didasari wahyu dari Allah SWT.
Oleh sebab itu marilah kita selaku umatnya meneladani sifat sidiq beliau. Bukan
hanya perkataannya yang benar, tetapi juga perbuatanya juga benar dan sejalan
dengan ucapannya. Mustahil nabi itu bersifat pembohong atau dusta.
Sifat kejujuran Nabi tidak hanya diakui oleh umat Islam saja, namun musuh
Islampun ikut mengakui kejujuran Nabi Muhammad saw. Diceritakan dalam sebuah
kisah bawa seorang yang bernama Ubay ibnu Kholaf yang memusuhi nabi terutama
tentang hari kebangkitan, kemudia ia temua Nabi dengan membawa sebuah tulang
kemudia dia hancurkan tulang tersebut lalu ia bertanya kepada Nabi “apakah Allah
mampu menghidupkan tulang yang sudah hancur seperti ini”, benar jawab Nabi
dan Allah akan menghidupkan kamu dan memasukan kedalam neraka. Mendengar
jawaban Nabi maka Ubay bin Kholaf pun marah dan dia katakan demi tuhan Lata
dan Uzza sungguh aku akan membunuhmu. Maka jawab Nabi “engkau tidak akan
mampu membunuhku tetapi akulah yang akan membunuhmua insayAllah dan
akau serahkan kamu kedalam neraka”. Setelah berapa lama, ketika perang Uhud
maka Ubay berhadpan dangan Nabi kemudian Nabi memukul lehernya dengan
tombak dan berdarahlah Ubay walaupun dengan luka yang kecil namun Ubay bin
Kholaf langsung lari dan berteriak menemui pimpinannya (Abu Sufyan), kemudian
Abu Sufyan berkata kepada Uby bin Kholf kenapa kamu berteriak-triak dengan
luka kecil ini. Maka jawab Ubay ibn Kholaf “ya Aba Sufyan saya tidak menangis dan
berteriak bukan karena lukaku yang kecil ini, akan tetapi “Muhammad saw berkata
bahwa aku akan membunuhmu”, dan saya (Ubay ibnu Kholaf) mengetahui bawa

26
Muhammad saw tidak pernah berbohong selamanya. Kemudian Ubay ibn Kholaf
pun mati akibat luka tersebut.19

2. AMANAH
Akhlak Islam mengajarkan agar manusia memegang amanah, yaitu menjaga
titipan dan menjaga kewajiban umat Islam. Akhlak Islam juga menekankan
agar manusia meninggalkan sifat khiyanat, yaitu mengingkari titipan, janji dan
kewajiban. Nabi Muhammad saw. Mengisyaratkan bahwa inti beragama sebenarnya
terletak pada komitmen atau amanah dalam menjalankan ajarannya. Hal ini seperti
terungkap sebuah hadist dalam yang menyebutkan, “Tidak ada keimanan bagi
orang yang tidak beramanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menempati
janji” (H.R. Imam Anas bin Malik)
Dalam salah satu doanya, Rasulullah saw memohon kepada Allah SWT agar
dilindungi dari sifat khiyanat. “Ya Allah, sesungguhnya aku mohon perlindungan
dengan-Mu dari kelaparan, karena kelaparan itu sejelek-jelek kawan tidur, dan aku
memohon perlindungan-Mu dari berkhianat, karana khianat itu sejelek-jeleknya
kawan.”
Seruan untuk meninggalkan sifat khianat ini lebih tegas dinhyatakan dalam
surat al-Anfal ayat 27-28. Implementasi sifat amanah hendaknya tercermin dalam
berbagai hal yang menjadi ajaran dan kewajiban agama.
Nabi Muhammad saw selalu menjaga amanah yang diembanya. Tidak
pernah menggunakan wewenang dan otoritasnya sebagai nabi dan rosul atau
sebagai pemimpin bangsa Arab untuk kepentingan pribadinya atau kepentingan
keluarganya, namun yang dilakukan beliau semata untuk kepentingan Islam
dan ajaran Allah swt. Sebagai contoh bahwa beliau sangat amanah, dalam suatu
riwayat dikisahkan bahwa salah seorang sahabat beliau yang bernama Abu Thalha
pernah memberikan sebidang tanah yang subur kepada beliau tetapi beliau tidak
menggunakan tanah itu dengan seenanya, justru beliau mencari sanak saudara
Abu Thalhah yang berkehidupan kurang layak dan memberikan tanah itu untuk
mereka, agar supaya taraf perekonomian mereka miningkat. Marilah kita selaku
umatnya untuk berusaha menjadi orang yang amanah.

3. TABLIGH
Tabligh artinya menyampaikan, maksudnya adalah bahwa Rasulullah selalu
menyampaikan segala sesuatu yang diwahyukan Allah kepadnya meskipun
terkadang ada ayat yang subtansinya menyindir beliau seperti yang tersurat dalam

19 Hammami Zaadah, Tafsir Yasin, (ter), KH. Ahmad Makki, sukabumi, hal. 183.

27
surat Abbasa, dimana Rasulullah mendapat teguran langsung dari Alllah pada saat
rasulullah memalingkan mukanya dari Abdullah ummu maktum yang meminta
diajarkan suatu perkara sama sekali tidak disembunyikan oleh beliau. Beliaupun
tidak merasa kawatir reputasinyaakan rusak dengan sindiran Allah tersebut. Justru
sebaliknya shahabat tambah meyakini akan kerasulan beliau. Semua firman Allah
yang ditujukan ke manusia disampaikan oleh Nabi Muhammad, tidak ada yang
disembunyikan meski itu menyinggung Nabi.
Dalam suatu riwayat dikemukan bahwa firman Allah Q.S. Abbasa ayat 1-10
turun berkenaan dengan Abdulla Ibnu Ummu Maktum yang buta datang kepada
Rasulullah saw yang sedang menghadapi para pembesar kaum musyrikin Quraisy,
sehingga Rasulullah berpaling dari padanya dan teteap menghadapi pembesar-
pembesar Quraisy. Ummi maktum berkata “apakah yang saya katakana ini
mengganggu tuan?” Rasulullah menjawab “tidak.” Ayat ini turun Q.s. Abbasa:1-10,
sebagai teguran atau perbuatan Rasulullah saw (diriwayatkan oleh at-Turmidzi dan
al-Hakim yang besumber dari ‘Aisyah).
Sebenarnya apa yang dilakukan Nabi itu menurut standar umum adalah hal
yang wajar, saat sedang berbicara di depan umum atau dengan seseorang, tentu kita
tidak suka diintrupsi oleh orang lain. Namun untuk standar Nabi, itu tidak cukup.
Oleh karena itulah Allah menegurnya. Sebagai seorang yang tablilgh, meskipun ayat
itu menyindirnya, Nabi Muhammad tetap menyampaikannya kepada kita. Itulah
sifat seorang Nabi, tidak mungkin nabi itu kitman (menyembunyikan wahhyu).

4. FATHONAH
Sifat fathonah (cerdas) merupakan hal yang wajib bagi seorang Nabi dan Rasul,
karena tanpa kecerdasan mustahil kiranya sorang Nabi dan Rasul mampu menyampaikan
wahyu yang berupa Al-Qura’an yang sedemikian banyak hingga mencapai 6.236 ayat
dan 323.670 huruf tanpa ada yang salah dan keliru. Jika beliau tidak mempunyai podasi
intelektual yang tinggi hal itu mustahil terjadi. Kecerdasan Rasulullah tidak hanya
intelektual semata tetapi juga cerdas dari segi emosional dan spiritual.
Mustahil Nabi itu bodoh, karena nabi harus mampu menjelaskan firman-firman
Allah kepada kaumnya sehingga mereka mau masuk ke dalam Islam secara sempurna.
Nabi juga harus mampu menjawab pertanyaan dari orang-orang kafir dengan cara
sebaik-baiknya. Terleh lagi Nabi mampu mengatur umatnya sehingga dari bangsa Arab
yang bodoh dan terpecah belah serta saling berperangan antar suku, maenjadi satu
bangsa yang berbudaya dan berpengetahuan dalam satu kesatuan.

28
E. SIFAT-SIFAT UTAMA ROSULULLAH
1. IKHLAS
Mukhlis adalah sebutan bagi manusia yang ikhlas hatinya, dan perkataan
ikhlas berasal dari bahasa Arab merupakan bentuk masdar akhlasa yang artinya
memurnikan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ikhlas dapat diartikan
sebagai bersih hsama sekali ati atau tulus hati. Defenisi ikhlas diartikan oleh
a. Muhasabi dalam kitabnya al-ri’ayat “ikhlas adalah engkau menginginkan Allah
dengan cara mentaati-Nya.”20
b. Seorang yang tidak mencari perhatian di hati manusia dalam rangka
memperbaiki hatinya di hadapan Allah, dan ia tidak suka seandainya manusia
sampai memperhatiakan amalnya, meskipun hanya sebesar biji sawi.
c. An Nawawi Asy Syafi’I menukil dalam kitabnya At Tibyan “ikhlas adalah
engkau mentauhidkan niatmu dalam ketaatan kepada Allah SWT.
d. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin berkata arti ikhlas karena Allah
ialah apabila seseoarang melaksanaka ibadah yang tujuannya untuk taqarub
kepada Allah dan mencapai tempat kemuianNya.
Al Harits Al Muhasabi berpendapat, ikhlas tidak berlaku dalam perkara
yang haram dan yang makruh, contohnya seperti seseorang memandang sesuatu
yang tidak halal dipandang, lalu ia mengaku bahwa ia memandangnya untuk
memikirkan ciptaan Allah. Dalam masalah ini ikhlas tidak berlaku sama sekali,
dan juga ada tidak istilah demi mendekatkan diri kepada Allah.

Ikhlas dalalam Al-Qur’an dan Al-Hadis


Ada beberapa ayat Qur’an yang berkaitan dangan ikhlas di antaranya;
a. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman : “sesungguhnya beruntunglah orang-orang
yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya (Q.S. Al-
Mukminun: 1-2)
b. Diriwayatkan dari Amir al-Mukminin Abu Hafsh Umar bin al-Khattab ra.
beliau mengatakan aku mendengar Rasulullah saw bersabda “sesungguhnya
setaiap amalan bergantung pada niatnya. Dan setiap orang itu sesuai dengan
niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan RasulNya maka
hijrahnya akan sampai kepada Alah dan RasulNya. Dan barang siapa yang
hijrahnya karena menginginkan perkara dunia atau karena wanita yang ingin
dinikahinya, maka hijrahnya (hanya) mendapatkan apa yang dia inginkan.”
(H.R. Bukhari Muslim)

20 Imam Nawawi, Syarah Arba’in Nawawiyah petunjuk Rasulullah dlam mengarungu kehidupan, Jakarta,
Akbarmedia

29
2. SABAR
a. Hakikat Sabar
Perkataan sabar berasal dari bahasa Arab shabr, yang sudah lama masuk dalam
perbendaharan bahasa Indonesia. Arti sabar dalam bahasa Indonesia ialah tabah
dan tangguh dalam menghadapi segala sesuatu. Imam Al-Ghazaly mengatakan
“sabar ialah suatu kondisi mental yang terjadi karena dorongan ajaran agama dalam
mengendalikan nafsu”
Pertumbuhan sifat sabar itu sejalan dengan pertumuhan akal. Namun demikian,
kesempurnaanya ialah ketika seorang telah mendapat siraman ajaran agama dengan
tumbuhnya iman di dalam hatinya. Sebagaimana istiqomah bersumber dari iman,
sabar juga datang dari iman. Orang yang mempunyai iman yang kuat akan sanggup
menghadapi segala tantangan hidup. Meskipun sedih, duka dan derita dirasakan,
semuanya itu tidak akan membuat orang yang sabar berputus asa. Baginya rasa
sedih, duka, derita, dan sebagainya itu adalah soal biasa, karena semua manusia
pasti akan merasakannya.
Dalam diri manusia terdapat dua naluri asasi, yaitu naluri ingin senang dan ingin
selamat. Atas dasar inilah berjalannya kehidupan manusia. Manusia makan karena
ingin selamat dari sakit atau ingin kenyang, bila perut sudah kenyang hatipun senang.
Manusia mendirikan rumah, karena dengan adanya rumah kita dapat menginap di
dalamnya. Dengan demikian berarti kita mengingini kesenangan dan kesalamatan.
Begitu juga ketika membeli mobil untuk memudah kan dalam berpergian sehingga
perjalan yang jauh menjadi pendek, yang berat menjadi ringan. Dari kesemuannya
itu bertujuan tiada lain ingin senang dan selamat. Begitulah perputaran kehidupan
dari hari-kehari, semua orang ingin senang dan ingin selamat.
Namun dalam kenyataannya, terkadang tidak sesuai dengan apa yang
diinginkan, maka sabarlah yang menjadi jawabannya sebagaaimana agama
mengajarkannya dalam surat Al-Baqoroh ayat 45:

‫ني‬ َْ ‫ع ا‬
َ ‫لا ِشع‬ ََ َّ
‫ري ةٌ إ ِ ل‬
َ ‫كب‬َ َ َ َّ
‫ل‬ ‫ا‬‫ه‬ ‫ن‬ ‫ِإَو‬ ۚ ِ ‫ة‬ ‫ل‬
َ َّ َ ْ َّ ُ ‫َو ا ْس َتع‬
‫ينوا بِا لصبِ و ا لص‬
ِ ِ ِ

Artinya: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan


sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang
yang khusyu', (Q.S. Al-Baqoroh: 45)

Perlu diperhatikan bahwa tidaklah dinakan sabar orang yang tidak mau berusaha.
Karena ada yang banyak salah duga, dikatakan bahwa sabar itu ialah rela menerima
segala-galanya. Padahal hakikat sabar yang sesungguhnya ialah suatu sikap jiwa

30
yang sanggup menerima segala sesuatu yang telah menjadi ketentuan Tuhan,
dibarangi dengan upaya yang tangguh dalam menghadapinya.21 Sebuah contoh
dalam al-Qur’an, dikala Ya’kub telah bersusah paya mencari anak kesayangannya
Yusuf, segala daya upaya telah ditempuh, bahkan airmatanya pun telah tercurah,
sampai-samapai menjadi mantanya buta, di saaat itu terlontar dari mulutnya:

ٌ‫ك ْم أَ ْم ًرا ۖ فَ َص ْب‬


ُ ُ ُ ْ َ ْ ُ َ ْ َ َّ َ ْ َ َ َ
‫ِب ۚ قال بل سولت لكم أنفس‬ ‫ذ‬
َ َ
‫ك‬ ‫م‬ ‫د‬ ‫ب‬ ِ ‫ه‬ ‫يص‬
ِ ‫م‬ِ
َ َٰ َ ُ َ َ
‫وجاءوا ع ق‬
ٍ ٍ ِ
َ ُ َ َ
ٰ َ ‫ان‬ ْ
ُ َ َ ْ ُ ُ َّ َ ٌ َ
‫ع َما ت ِصفون‬ ‫جِيل ۖ والل المستع‬
Artinya: “Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran)
dengan darah palsu. Ya'qub berkata: "Sebenarnya dirimu sendirilah yang
memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik
itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya
terhadap apa yang kamu ceritakan". (Q.S. Yusuf: 18)

b. Tingkat-tingkat Kesabaran
Sifat sabar seseorang dengan seseorang lainnya tidaklah sama, ada yang kuat,
lemah, Dan ada juga yang pertengahan. Semua itu bergantung kepada tempat
tumbuhnya dan keadaan alam sekitarnya. Rasulullah saw membagi tingkat
kesabaran kepada tiga tingkatan, sabda beliau;

٠٠٠‫ فصرب ىلع المعصية‬,‫ و صرب ىلع الطـاعة‬,‫ فصرب ىلع المصيبة‬: ‫الصرب ثالثة‬
)‫(رواه ابن أىب ادلنيـا‬
Artinya: sabar itu ada tiga tingkatan: sabar terhadap musibah, sabar
dalam mentaati Allah dan sabar menjauhi maksiat (H.R. Ibnu Abi Dunya)

Sabar dalam menghadapi segala musibah yang menimpa diri adalah seuatu
kewajiban setiap mukmin. Orang yang tidak dapat menahan diri dalam menghadapi
mushibah adalah yang tidak memiliki kesabaran, dan ini menandakan imannya
masih lemah atau imanya hanya baru di lisan saja belum melekat ke sanubari.
Sedangkan sabar tingkat kedua ailah sabar dalam mentaati Allah, yakni dengan
yakin kesanggupan diri dalam mengekalkan taat kepada Ilahi dalam situasi dan
kondisi apapun; di kala kaya atau miskin, di waktu dihina atau dipuji orang, di
saat sedih atau gembira. Semuanya itu tidak menggeserkan pendirian mukmin dari
mentaati Tuhannya. Sedangka sabat tingkat ketiga adalah kesabaran diri dalam

21 Yunasril Ali, pilar-pilar tasawuf, Jakarta, Kalam Mulia, 1999, cet. 2, hal. 86

31
menjaga ke kehormatannya (iffah), kesabaran dalam menjalanka yang haq (saja’ah)
dan kesabaran dalam menjalanka kebijaksanaan (hikmah).

3. QANA’AH
Qona’ah artinya rela menerima dan merasa cukup dengan apa yang telah
dimiliki, serta menjahkan diri dari sifat tidak puas dan merasa kurang yang
berlebihan. Qona’ah bukan berarti hidup bermalas-malasan, tidak mau berusaha
dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kesejahtraan hidup. Justru orang
yang qona’ah selau giat bekerja dan berusaha, namun apabila hasilnya tidak sesuai
dengan yang diharpakan, ia tetap rela hati menerima hasil tersebut dengan rasa
syukur kepada Allah swt. Sikap yang demikan akan mendatangkan rasa tentram
dalam hidup dan menjauhkan dari sifat serakah dan tamak. Nabi Muhammad saw
bersabda:
“Abbdullah bin Umar r.a. berkata: Rasulullah bersabda sesungguhnya
beruntung orang yang masuk Islam dan rizkinya cukup dan merasa cukup
dengan apa-apa yang telah Allah berikan kepadanya”. (H.R. Muslim)
Qona’ah dalam kehidupan. Qona’ah seharusnya merupakan sifat dasar
setiap Muslim, Karena sifat terseburt dapat kempbali menjadi pengendali agar
tidak surut dalam keputusasaan dan tidak terlalu maju dalam keserakahaan.
Qona’ah ber fungsi sebagai stabilisator dan dinamisator hidup seorang Muslim.
Diakatakan stabilisator, karena seorang Muslim yang mempunyai sifat qona’ah akan
selalu berlapang dada, berhati tentram, merasa kaya dan berkecukupan, bebas dari
keserakahan, karena pada hakekatnya kekayaan dan kemiskinan terletak pada hati
bukan pada harta yang dimilikinya.
Dari Abu Hurairah r.a. Nabi saw bersabda: “kekayaan itu bukanlah pada
banyaknya harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati”
(H.R. Bukhori dan Muslim). Karena hatinya senantiasa merasa berkecukupan,
maka orang yang mempunyai sifat qona’ah akan terhindar dari sifat tamak, yang
ciri-cirinya antaralain suka meminta-minta kepada sesama manusia karena masih
kurang puas dengan apa yang telah diberikan Allah kepada dirinya.
Disamping itu qon’ah juga berfungsi sebagai dinamisator, yaitu kekuatan
batin yang selalu mendorong seseorang untuk merai kemajuan hidup berdasarkan
kemandirian dengan tetap bergantung kepada karunia Alllah.
Untuk menumbuhkan sifat qaona’ah diperlukan latihan dan kesabaran.
Pada tinngkat pemula qona’ah merupakan suatu yang memberatkan hati, namun
jika sifat qon’ah seudah membudaya dalam diri dan telah menjadi bagian dalam
hidupnya maka kebahagian di dunia akan dapat dinikmatinya, dan kebahagian
akhirat kelak akan dicapainya.

32
BAB

ETIKA BELAJAR DALAM


ISLAM
Islam adalah agama Allah SWT yang di turunkan kepada Nabi Muhammad SAW
sebagai petunjuk bagi umat manusia (hudan linnas) dan sebagai rahmat bagi semesta
alam (rahmatan lil ‘alamin) yang termanifestasikan dalam bentuk ajaran-ajaran Islam.
Islam adalah agama universal, mengatur segala sendi kehidupan manusia mulai dari
hal-hal yang sangat sederhana hingga hal-hal yang sangat kompleks. Salah satunya
adalah Islam mengatur tentang etika dalam kehidupan sehari-hari. Etika adalah suatu
di siplin ilmu yang mengatur tentang baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku
manusia.
Dalam Islam, perbuatan baik dan buruk manusia lebih di kenal dengan istilah
akhlak bukan etika. Akhlak dan etika memang seringkali di artikan sama padahal
keduanya memiliki perbedaan khususnya terkait dengan penentuan baik buruknya
suatu perbuatan manusia. Baik buruknya akhlak di tentukan oleh ajaran agama, dalam
hal ini Al-Qur’an dan As-Sunnah sedangkan etika baik buruknya di tentukan oleh akal
pikiran. Dengan demikian, etika dalam Islam adalah akhlak itu sendiri.
Etika sebagai ilmu yang mengkaji tingkah laku manusia berkaitan dengan baik atau
buruk, di ibaratkan seperti pohon yang memiliki satu cabang besar sebagai penyangga
seluruh ranting dan dedaunan di atasnya. Analogi ini mengisyaratkan bahwa peran
etika tidak terbatas pada berpikir secara filosofis mengenai baik atau buruk suatu
perbuatan untuk menentukan prinsip dasarnya, melainkan juga berpikir pada ranah
empirik bagaimana seharusnya bertindak dalam bidang-bidang kehidupan tertentu,
sehingga menghasilkan pedoman atau norma-norma konkret yang dapat di anut oleh
suatu golongan atau kelompok masyarakat dan dapat dipertanggungjawabkan secara
rasional dan mendasar.

33
A. Pengertian Etika
Secara etimologi, ada dua pendapat mengenai asal-usul kata etika, yakni; pertama,
etika berasal dari bahasa Inggris, yang disebut dengan ethic (singular) yang berarti
suatu sistem, prinsip moral, aturan atau cara berperilaku. Akan tetapi, terkadang ethics
(dengan tambahan huruf s) dapat berarti singular. Jika ini yang dimaksud maka ethics
berarti suatu cabang filsafat yang memberikan batasan prinsip-prinsip moral. Jika ethics
dengan maksud plural (jamak) berarti prinsip-prinsip moral yangdipengaruhi oleh
perilaku pribadi22
Kedua, etika berasal dari bahasa Yunani, yang berarti ethikos yang mengandung
arti penggunaan, karakter, kebiasaan, kecenderungan, dan sikap yang mengandung
analisis konsep-konsep seperti harus, mesti benar-salah, mengandung pencarian ke
dalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral, serta mengandung pencarian
kehidupan yang baik secara moral. Sedangkan dalam bahasa Yunani kuno, etika berarti
ethos, yang apabila dalam bentuk tunggal mempunyai arti tempat tinggal yang biasa,
padang rumput, kandang, adat, akhlak, watak perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam
bentuk jamak artinya adalah adat kebiasaan. Jadi, jika kita membatasi diri pada asal-
usul kata ini, maka “etika” berarti ilmu tentang apa yang biasa di lakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaan. Arti inilah yang menjadi latar belakang bagi terbentuknya etika
yang oleh Aristoteles (384-322 SM) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral23
Seperti yang telah disinggung di atas bahwa istilah etika dalam Islam lebih dikenal
dengan istilah akhlak. Secara etimologis, kata akhlak adalah bentuk masdar dalam
Bahasa Arab dari kata akhlaqa-yukhliqu-ikhlaqan yang berarti perangai, kelakuan,
tabiat atau watak dasar, kebiasaan atau kelaziman, peradaban yang baik, dan agama.24
Walaupun kata akhlak memiliki makna tabiat, perangai, kebiasaan bahkan agama tetapi
tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, yang ditemukan hanyalah bentuk tunggal dari kata
itu yaitu khuluq 25. Adapun dalam hadits dapat ditemukan kata akhlak, seperti dalam
hadits dari Abu Hurairah r.a di bawah ini:
ََْْ َ ُ ُ ْ ُ َ َّ
‫ت ِلت ّ ِم َم َصال َِح الخل ِق‬ ‫إِنما ب ِعث‬
Artinya: “Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak
yang mulia.” (HR Ahmad)

Jika di telusuri secara bahasa juga ada kesesuaian antara kata akhlaq (perbutan/
tingkah laku), Khaliq (Pencipta) dan makhluq (makhluk/yang diciptakan). Kesesuaian
ini menandakan bahwa akhlak adalah sebagai media bagi makhluknya dalam
berhubungan dengan Tuhannya.

34
Sedangkan secara istilah, ada beberapa pendapat dari para ulama tentang akhlak,
di antaranya adalah:
1) Ibnu Maskawih mengatakan bahwa akhlak adalah keadaan jiwa yang
mendorong ke arah melakukan perbuatan tanpa memikirkan (lebih lama)26.
2) Al-Qurthubi mengatakan bahwa perbuatan yang bersumber dari diri manusia
yang selalu di lakukan, maka itulah yang disebut akhlak karena perbuatan
tersebut bersumber dari kejadiannya.27
3) Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa (manusia) yang melahirkan tindakan-tindakan mudah dan
gampang tanpa memerlukan pemikiran ataupun pertimbangan.28
4) Abu Bakar Jabir Al-Jaziry mengatakan akhlak adalah bentuk kejiwaan yang
tertanam dalam diri manusia yang dapat menimbulkan perbuatan baik dan
buruk, terpuji dan tercela29.

Sudah cukup banyak para ahli yang berbicara mengenai etika. Ahmad Tafsir secara
sederhana mengatakan bahwa etika merupakan budi pekerti menurut akal. Etika
merupakan ukuran baik buruk perbuatan manusia menurut akal. 30 Amsal Bakhtiar
dengan nada yang berbeda mengartikan etika dalam dua makna, yakni;
◆ Etika sebagai kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap
perbuatan-perbuatan manusia dan
◆ Etika sebagai suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal,
perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia yang lain31

Secara substansi, pengertian di atas menunjukkan kesamaan sikap dan kebiasaan.


Namun penulis menganalisis bahwa suatu kebiasaan. pada satu tempat belum tentu
diterima ditempat yang lain. Tergantung alat apa yang digunakan bahwa suatu sikap
dan prilaku itu salah atau sebaliknya. Dengan demikian, etika dimanapun tetap menjadi
barometer. Tetapi rujukan yang digunakan mempunyai sumber yang berbeda. Kalau
dalam Islam tentu yang menjadi acuan Al-Quran dan Sunnah.

B. Pengertian Belajar
Beberapa pandangan para ahli tentang pengertian belajar antara lain sebagai
berikut;
1) Moh. Surya (1997); “Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubah perilaku baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam
berinteraksi dengan lingkungannya.”

35
2) Witherington (1952); “Belajar merupakan perubahan dalam kepribadian
yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk
keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan.”
3) Crow & Crow (1995); “Belajar adalah diperolehnya kebiasaan
kebiasaan,pengetahuan, dan sikap baru.”
4) Hilgard (1962); “Belajar adalah proses di mana suatu perilaku muncul atau
berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi.”
5) Di Vesta dan Thompson (1970); “Belajar adalah perubahan perilaku yang
relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman.”
6) Gae & Berliner; “Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang muncul
karena pengalaman32.”

Beberapa pengertian dari para ahli di atas memiliki kesamaan satu dengan yang
lain meskipun berbeda dalam redaksi yang di gunakannya. Dari beberapa definisi
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu proses individu
dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya sehingga menimbulkan terjadinya
perubahan tingkah laku, baik sikap, keterampilan, pengetahuan. Perubahan ini terjadi
karena adanya respons dari individu terhadap rangsangan-rangsangan atau stimulus
yang diterimanya. Dengan demikian, aktivitas belajar manusia terjadi secara sadar dan
disengaja tidak secara kebetulan.
Pengetahuan menjadi salah satu unsur penting yang perlu diperhatikan di sini.
Seperti yang digariskan oleh Moh. Rosyid, tahapan pertama dalam proses belajar
adalah adanya informasi atau pengetahuan. Tahap ini merupakan tahap yang paling
penting sebelum menuju proses belajar yang sesungguhnya berupa membaca,
memahami, menganalisis, dan mengapresiasi 33. Dengan adanya informasi, manusia
dapat berinteraksi atau merespons informasi tersebut dengan cara membaca. Dengan
membaca, segala pengetahuan dan informasi dapat ditransfer,disadap dan disimpan
dalam otak. Dalam konteks demikian, perubahan pertama yang terjadi dalam proses
belajar manusia adalah bertambahnya pengetahuan atau mendapat pengetahuan baru.

C. Etika Belajar Dalam Islam


Manusia tidak dapat hidup tanpa pedoman. Pada kenyataannya, kehidupan
manusia dipengaruhi oleh berbagai norma yang mengatur dan mengarahkan secara
konkret tentang bagaimana harus bertindak. Bermacam-macam norma, mulai dari
norma agama, norma hukum, norma moral, norma sopan santun, dan seterusnya sudah
menghiasi manusia sejak zaman dahulu. Aturan-aturan tersebut sangat dibutuhkan oleh
manusia dalam mengatur hidup dan kehidupan ini. Implikasinya adalah tidak ada satu
pun sikap dan tindakan manusia yang tidak diatur oleh aturan-aturan atau norma, baik

36
oleh buatan manusia sendiri maupun aturan yang berasal dari buatan Tuhan. Etika dan
proses belajar manusia memiliki hubungan yang saling terkait. Pada satu sisi, belajar
sebagai kegiatan manusia merupakan aktivitas yang memerlukan norma-norma moral
tentang bagaimana seharusnya belajar dalam bingkai karakter dan ciri khas manusia
yang demikian unik, di- sisi lain etika sebagai pemikiran manusia tentang baik atau
buruk sangat diperlukan untuk merefleksikan kegiatan belajar manusia setiap saat.
Nilai-nilai dan ide tentang kegiatan belajar yang berlaku secara umum perlu di kaji
secara rasional, kritis, mendasar dan sistematis. Sehingga norma yang ditaatinya dalam
proses belajar bukan sekedar karena kebiasaan atau adat yang berlaku di masyarakat,
melainkan karena memiliki dasar dan legitimasi yang kuat untuk diikuti dan ditaati
Seorang yang mau belajar terlebih dahulu harus membersihkan jiwa dari segala
bentuk akhlak yang tercela. Didasari oleh sabda Rosulullah saw:
َ َ َ َ ُ ّْ َ ُ
ِ‫ع انلَّظافه‬ ‫ب ِن ادلِين‬
Maksud di sini bukan kebersihan pakaian semata, akan tetapi juga kebersihan
hati (Abdul Rosyad:2009:11). Dalam hal ini, orang yang dalam suasana belajar, yang
disiapkan bukan hanya pikiran, tetapi seluruh aspek yang turut membantu dalam
proses internalisasi ilmu ke dalam diri murid. Seorang murid harus menghilangkan
sifat terburu-buru dalam mendapatkan ilmu. Konsisten dan sabar merupakan bagian
yang tidak dapat bisa dilepaskan dalam setiap pelajar. Dua ayat sebagai bagian nilai dan
sikap yang selayaknya dimiliki oleh pelajar. Firman Allah
ً ْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ َّ َ َ
‫قال ا ِنك لن تست ِطيع م ِع صبا‬
Artinya : “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak sanggup bersabar bersamaku”

Pelajar juga harus mempunyai sikap tidak terburu-buru dan tidak memaksakan guru
untuk menjelaskan sesuatu yang belum saatnya. Seorang pelajar haruslah menampilkan
sosok yang bersahaja dan sikap memuliakan gurunya. Maka sudah menjadi hal yang
lumrah etika-perlu di jaga oleh si pelajar dan juga menjaga sikap dan prilaku terpuji
dihadapan gurunya.
Al-Ghazali menjelaskan ada beberapa hal yang mesti di jaga bagi menuntut ilmu:
Menyucikan hati dari prilaku yang buruk dan sifat-sifat yang tercela (Al-Baqir:1996:165).
Rasul saw selalu berupaya sekuat tenaga untuk menjauhkan diri dari segala perbuatan
dosa.
1. Mengurangi segala keterkaitan dengan kesibukan-kesibukan duniawi dan
menjauh dari keluarga dan kota tempat tinggal.
2. Tidak bersikap angkuh terhadap ilmu dan tidak pula menonjolkan kekuasaan
terhadap guru yang mengajari, tetapi menyerahkan bulat-bulat kendali

37
dirinya dan mematuhi segala nasehatnya. Prilaku angkuh akan mematikan
hati dan dibenci oleh Rasul. Karena dia sendiri menjauhi sifat itu.
3. Bagi seorang pemula dalam upayanya menuntut ilmu, ialah tidak memalingkan
perhatiannya sendiri untuk mendengar pendapat manusia yang bersimpang
siur; baik ilmu yang sedang dipelajarinya itu termasuk ilmu-ilmu dunia
maupun ilmu akhirat, sebab akan menimbulkan keraguan dan kebingungan
dalam pikirannya sendiri, melemahkann semangatnya dan membuatnya
putus asa untuk meraih pengetahuan.
4. Bagi seorang penuntut ilmu adalah menunjukkan perhatiannya yang
sungguh-sungguh kepada tiap- tiap disiplin ilmu yang terpuji
5. Hendaklah ia tidak melibatkan diri dalam berbagai macam ilmu pengetahuan
secara bersamaan.
6. Hendaknya ia tidak melibatkan diri dalam suatu bagian ilmu sebelum
menguasai bagian yang sebelumnya. Sebab semua ilmu berurutan secara
teratur.
7. Hendaknya ia berusaha mengetahui apa kiranya yang menjadikan sesuatu
menjadi semulia- mulia ilmu. Ini dapat diketahui dengan memperhatikan
dua hal: Pertama, kemuliaan buah dari ilmu tersebut, dan kedua, kemantapan
dan kekuatan dalil yang menopangnya.
8. Hendaknya seorang penuntut ilmu menjadikan tujuannya segera, demi
menghiasi batinnya dengan segala aspek kebajikan. Sedangkan tujuan
selanjutnya demi mendekatkan diri kepada Allah.

Seorang penuntut ilmu hendaknya megetahui hubungan suatu ilmu dengan


tujuannya. Agar dengan demikian ia dapat mendahulukan yang dekat sebelum yang
jauh, dan sesuatu yang sangat penting adalah memenuhi kepentingan sendiri. Tidak
ada yang lebih penting untuk anda selain keselamatan dan kesejahteraan di dunia dan
di akhirat.
Mencermati ulasan Al-Gazali bagaimana selayaknya seorang penuntut ilmu bersikap
lebih menitik-tekankan kepada batin si pelajar dan fokus kepada kehidupan mata
batin. Hal ini dianggap wajar, karena perspektif yang di gunakan lebih kepada demensi
tasawwuf. Memiliki rasa hormat dan bersikap santun terhadap guru adalah prilaku
yang harus di miliki dalam menuntut ilmu. Guru adalah orang yang memberikan ilmu,
yang dengan ilmu itu orang menjadi mulia baik di dunia maupun di akhirat. Ini juga
sejalan dengan pandangan Hasyim Asy’ Ari dalam kitab Adab-al-‘Alim wal Mutaalim.
Dia mengatakan bahwa murid harus:
◆ Pertama, bagi murid hendaknya berniat suci untuk menuntut ilmu, jangan
berniat untuk hal-hal duniawi dan jangan melecehkan atau menyepelekannya.

38
◆ Kedua, bagi guru dalam mengerjakan ilmu hendaknya meluruskan niatnya
terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi semata-mata. Di samping itu,
yang diajarkan hendaknya sesuai dengan tindakan-tindakan yang diperbuat.

Dalam hal ini yang dititik beratkan adalah pada pengertian bahwa belajar merupakan
ibadah untuk mencari ridha Allah yang mengantarkan seseorang memperoleh
kebahagiaan dunia dan akhirat34
Apabila melihat dari beberapa tulisan dari masing- masing ulama di atas
menunjukakan bahwa etika utama yang harus ditonjolkan pada setiap pelajar adalah
kebersihat jiwa.
Dipertegas oleh Imam Nawawi bahwa seorang murid haruslah :
1. Hendaklah peserta didik menjauhi hal-hal yang menyibukkan kecuali karena
merupakan kebutuhan.
2. Membersihkan hati dari kotoran-kotoran dosa supaya hati menjadi baik untuk
menerima Al-Qur'an, menghafalkannya dan menghafalkannya.
3. Hendaklah peserta didik bersikap tawadhu' terhadap pendidiknya meskipun
pendidiknya lebih muda darinya, kurang tersohor, lebih rendah nasabnya dan
hendaklah peserta didik bersikap tawadhu' terhadap ilmu, karena dengan sikap
tersebut peserta didik akan mendapatkan ilmu.”

39
BAB

KARAKTER ISLAM
DITINJAU DARI PERILAKU
Karakter berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas
seseorang yang terbentuk dari hasil kebijakan yang diyakini dan digunakan sebagai
landasan untuk cara pandang, berfikir, bersikap, dan bertindak dalam kehidupan
sehari-hari. Karakter Islam dalam berperilaku telah diajarkan oleh baginda Rasulullah
SAW, sebagai seorang muslim kita harus meneladani karakter tersebut. Berikut ini akan
membahas karakter Islam dalam berperilaku dan juga karakter yang harus ditinggalkan,
agar kita selamat dalam menjalani kehidupan di dunia dan di akhirat.

A. Pengertian karakter Islam


Karakter dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan tabiat, sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain dan
watak.22 Dengan kata lain karakter merupakan sifat, tabiat maupun watak yang timbul
dari dalam diri tiap individu dan juga membedakannya dari individu lain.
Sedangkan Donni Koesoema mengatakan bahwa karakter sama dengan
kepribadian.23 Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku,
bersifat, bertabiat, atau berwatak. Kepribadian merupakan ciri, karakteristik, atau
sifat khas diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari
lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan bawaan sejak lahir.24 Dengan kata
lain karakter atau kepribadian seseorang meskipun bawaan dari lahir akan tetapi dapat
diubah, tergantung situasi dan kondisi dimana ia berada.

22 Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( 2012), Mengacu pada data dari KBBI Daring (edisi III), hlm. 56
23 Donni Koesoema A, (2009), Pendidikan Karakter di Zaman Keblinger, Mengembangkan Visi Guru Sebagai
Pelaku Perubahan dan Pendidikan Karakter, Jakarta, Grasindo, hlm. 80
24 Doni Koesoema A, (2007), Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, Jakarta, Grasindo,
Cet. I, Hlm. 80

40
Menurut Ulil Amri Syarif karakter adalah bawaan hati, jiwa, kepribadian, budi
pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, tempramen, watak.25 Menurut Masnur
Muslich karakter berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif bukan netral.
Orang yang berkarakter adalah orang yang mempunyai kualitas moral (tertentu).26
realisasi bawaan hati yang diperoleh seseorang yang diwujudkan dengan perasaan dan
muatan moralitas sehingga mampu melahirkan perbuatan yang bernilai positif baik
secara individu maupun kelompok.
Karakter dalam islam dikenal dengan akhlak. Akhlak menurut Mahjuddin adalah
suatu pembawaan dalam diri manusia yang menimbulkan perbuatan baik dengan cara
yang mudah tanpa dorongan dari orang lain.27 Sedangkan menurut Anis Matta akhlak
adalah nilai dan pemikiran yang telah menjadi sikap mental yang mengakar dalam jiwa,
kemudian tampak dalam bentuk tindakan dan perilaku yang bersifat tetap, natural atau
alamiah tanpa dibuat-buat, serta refleks.28
Jadi Karakter adalah serangkaian kualitas pribadi yang membedakannya dengan
orang lain. Ia menuntut adanya penghayatan nilai, proses mengidentifikasi diri dengan
nilai-nilai yang diyakini sehingga ia senantiasa berusaha agar bersesuaian dengan nilai
yang diyakini dan pada akhirnya terjadi karakter diri. Artinya, karakter merupakan
proses berkelanjutan dan karakter cenderung menetap dan sulit diubah, tetapi bukan
berarti sekali terbentuk tak mungkin berubah. Dari karakter itulah, baik atau buruk
melahirkan berbagai perilaku.
Menurut Santrock perilaku adalah, setiap hal yang dilakukan, baik secara verbal
maupun non verbal yang dapat diamati secara langsung.29 Perilaku lebih menekankan
pada reaksi yang berupa gerak yang termanifestasikan dalam bentuk segala aktifitas
seseorang yang dapat diamati.30 Perilaku diartikan sebagai tanggapan atau reaksi
individu terhadap rangsangan atau lingkungan yang terwujud dalam gerakan (sikap),
baik itu gerak badan ataupun ucapan.31 Perilaku merupakan hasil segala pengalaman
serta interaksi seseorang dengan lingkungan. Hal itu diwujudkan dalam bentuk
pengetahuan, sikap, ucapan dan tindakan yang merupakan respon, atau reaksi seseorang
terhadap rang sangan yang berasal dari luar maupun yang berasal dari dalam dirinya.32

25 Ulil Amri Syarfi, (2012), Pendidikan Karakter Berbasis Al- Quran, Jakarta, Rajawali Pers, hlm. 7
26 Masnur Muslich, (2011), Pendidikan Karakter, menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, Jakarta, Bumi
Aksara, hlm. 71
27 Mahjuddin, (2010), Akhlak Tasawuf II, Jakarta: Kalam Mulia, hlm. 1-2
28 Anis Matta, (2006), Membentuk Karakter Cara Islam, Jakarta: Al- I’tishom, cet. III, hlm. 14
29 Santrock, John W. (2009), Psikologi Pendidikan Educational psychology, Jakarta: selebah humanika, hlm.
302
30 Hasan Langgulung, (1995), Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung, PT AL- Ma’Arif, hlm.
139
31 Team Penyusun Kamus, (2001), Kamus Besar Bahasa Indonesi, Jakarta, Balai pustaka, hlm. 85
32 Sarwono Sarlito W, (1993), Sosiologi Kesehatan, Yogyakarta, UGM Press, hlm. 27

41
Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku merupakan sebuah
ekspresi sikap, perbuatan dan ucapan atau kata-kata seseorang yang muncul sebagai
reaksi atau respon dari hasil interaksi dengan lingkungan sekitar yang dapat dilihat
dan diamati secara langsung. Sedangkan perilaku islami merupakan suatu kesatuan
perbuatan yang dilakukan oleh manusia baik itu sikap ataupun ucapan yang dilandasi
nilai-nilai agama yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam hubunganya
dengan Allah SWT, sesama manusia, maupun dengan lingkunganya sesuai dengan Al-
Qur’an dan Hadist.
Jadi dapat disimpulkan bahwa karakter islam ditinjau dari perilaku adalah sifat-
sifat kejiwaan, akhlak atau kepribadian yang melekat dalam diri dan menjadi identitas
seseorang yang membedakannya seseorang dengan orang lain dan sulit bagi seseorang
untuk memanipulasinya, bersifat cenderung menetap, baik atau buruknya melahirkan
berbagai perilaku terwujud dalam sikap, perbuatan dan ucapan yang dilandasi nilai dan
norma ajaran agama islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist.

B. Perwujudan karakter Islam ditinjau dari perilaku


Karakter merupakan faktor internal yang menjadi ciri khas atau kepribadian
seseorang yang menjadi identitas diri dan membedakan diri dengan orang lain, dapat
dilihat dari perilaku baik itu dalam sikap, perbuatan dan ucapan dalam berinteraksi
dengan orang lain pada kehidupan sehari-hari. Karakter islam dalam berperilaku
telah dicontoh oleh rasulullah SAW selanjutnya kita sebagai seorang muslim harus
meneladani karakter atau sifat-sifat yang dimiliki oleh rasulullah saw tersebut dalam
berperilaku pada kehidupan sehari-hari. Perilaku rasulullah yang hares diteladani
sebagai berikut :
1. Shiddiq (jujur)
Kata shiddiq berasal dari kata dasar shidq yang berarti benar atau kejujuran.
Ash-shidq bahasa arab artinya sifat jujur, berkata benar, suatu sifat yang diwajibkan
bagi setiap muslim. Menurut Sad Riyadh shiddiq apabila orang tersebut jujur
dalam seluruh aspek kehidupannya.33 Jujur (shiddiq) merupakan sifat terpuji yang
ditunjukkan dengan samanya antara kata atau ucapan dengan perbuatan. Orang
yang memiliki sifat jujur perkataannya selalu dapat dibuktikan dengan perilakunya.
Sikap jujur adalah bagian dari akhlak karimah. Kejujuran akan menghantarkan
pemiliknya meraih derajat dan kehormatan yang tinggi, baik dimata Allah maupun
dimata sesama manusia. 34 sebagaiman firma Allah SWT dalam surat At-Taubah :

33 Sad Riyadh, (2004), Ilm An-Nafs Fii Al-Hadits As-Syarif As-Syarif, Kairo, Mu asasah Iqra, hlm. 82
34 Aba Firdaus Al-Halwani, (2003), Membangun Akhlak Mulia dalam Bingkai al-Quran dan assunnah,
Yogyakarta, Al-Manar, hlm. 92

42
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan
bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar. (QS. At-Taubah: 119).35
Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar bertakwa dan
selalu bersama dengan orang-orang yang benar. Artinya dalam mencari teman,
kita harusnya memilih mana teman yang baik yang akan membawa kita kepada
kebaikan dunia dan akhirat, bukan teman yang menyesatkan.
Sifat dan sikap jujur dapat terlihat dalam berbagai bentuk diantaranya :
a. Benar dalam perkataan.
Setiap Muslim harus selalu berkata benar dalam keadaan apapun,
orang Yang berkata benar akan dipercaya oleh masyarakat dan dikasihi
Allah SWT. Orang yang suka bohong tidak akan pernah dipercaya oleh
masyarakat.
b. Benar dalam pergaulan.
Dalam pergaulan seorang muslim dilarang menipu, bohong, khianat, dan
yang sejenisnya. Dengan bekal kejujuran, ia akan dapat bergaul dengan
baik di masyarakat dan akan dipercaya oleh masyarakat.
c. Benar dalam kemauan
Setiap Muslim juga harus benar dalam kemauannya, artinya dengan
kejujuran ia akan dapat mempraktekkan kemauannya. Jangan sampai
kebenaran dicampuradukkan dengan kebatilan, karena hal itu dilarang
dalam agama.
d. Benar dalam berjanji
Seorang Muslim harus selalu menepati janji ketika ia berjanji, meskipun
kepada anak kecil.
e. Benar dalam kenyataan
Seorang Muslim harus menampilkan apa yang sesungguhnya terjadi pada
dirinya dan jangan membohongi masyarakat di sekitarnya.

2. Amanah (dapat dipercaya)


Kata amanah merupakan kata serapan dari bahasa arab yang berarti dapat
dipercaya.36 Di dalam bahasa Indonesia amanah berarti yang dipercayakan
(dititipkan).37 Kata amanah dikemukakan dalam Al-Qur`anul karim semuannya
bermakna menepati janji dan pertanggung jawaban.38 Amanah meliputi segala

35 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat At-Taubah
36 Departemen Pendidikan Nasional, (2009), KKBI, Cet. 4, Jakarta, Pustaka Azzam, hlm. 265
37 Muhammad Quraish Shihab, (2007), Ensiklopedi Al-Qur`an Kajian Kosakata, Jakarta, Lentera Hati, hlm. 83
38 Abbas Mahmud al-Aqqad,( 1991), Al-insaan fi Al-Qur`an, Penerjemaah, Tim Penerjemah Pustaka Firdaus,
Manusia Diungkap Al-Qur`an, Jakarta, Pustaka Firdaus, hlm. 45-50

43
yang berkaitan hubungan interpersonal antar manusia dan hubungan dengan Sang
Penguasa Alam yaitu Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-
Nisa:

Artinya: Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada


yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di
antara manusia hendaknya kamu menetapkan dengan adil. Sungguh,
Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sunggu, Allah
Maha mendengar, Maha melihat.(QS. An-Nisa : 58).39

Kita diharuskan untuk menjaga amanat yang diberikan oleh Allah kepada kita
selaku manusia. Amanat apa pun yang diberikan kepada kita, harus kita lakukan
sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pemberi amanat tersebut. Karena itu,
apa pun aktivitas yang kita lakukan, jangan sampai kita menyimpang dari aturan-
aturan yang sudah berlaku sesuai tuntunan Alquran dan sunnah rasulullah SAW.

3. Tabligh (menyampaikan)
Kata tabligh berasal dari kata kerja ballagha - yuballighu - tablighan yang
berarti menyampaikan sesuatu pengertian kepada orang lain.40 Dalam hal ini tentu
penyampaian ajaran Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits. Tabligh
adalah menyampaikan atau mengajak sekaligus memberikan contoh kepada orang
lain untuk melakukan hal-hal yang benar di dalam kehidupan. Sebagaimana firman
Allah SWT dalam surat Al- Jinn :

Artinya: Agar Dia mengetahui, bahwa rasul-rasul itu sungguh, telah


menyampaikan risalah Tuhannya, sedang (ilmu-Nya) meliputi apa yang
ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu. (QS.
Al-Jinn : 28).41

Nilai tabligh bagi seorang muslim dapat diartikan mengkomunikasikan dan


menyampaikan segala sesuatu informasi dengan baik kepada siapapun. Orang yang
memiliki dan menerapkan nilai tabligh ini akan menyampaikan segala sesuatu
informasi dengan benar dan dengan tutur kata yang tepat.

39 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat An-Nisa
40 Abdul Razzaq, ( 1993), Bekal Dakwah, Surabaya, Karya Ilmu, hlm. 19
41 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat Al-Jinn

44
4. Fathanah (cerdas)
Fathonah diartikan sebagai kecerdasan, kemahiran, atau penguasaan terhadap
bidang tertentu. Fathonah tidak hanya terbatas pada kecerdasan, kemahiran,
atau penguasaan bidang tertentu saja akan tetapi juga mencangkup kecerdasan
intelektual, emosional, dan spiritual. setiap manusia diberikan kecerdasan akal
oleh Allah SWT untuk bisa memanfaatkan, mengelola, mengatur dan menjaga apa
yang telah Allah SWT berikan kepada mereka. Allah swt berfirman dalam surat
Al-Baqarah :

Artinya: Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian


malam dan siang, kapal yang berlayar di laut dengan (muatan) yang
bermanfaat bagi manusia, apa yang diturunkan Allah dari langit berupa
air, lalu dengan itu Dia hidupkan-Nya bumi sesudah mati (kering), dan
Dia tebarkan di dalamnya bermacam-macam binatang, dan perkisaran
angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu)
sungguh, merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang
yang berakal.( QS. Al-Baqarah : 164).42

Kecerdasan yang dimaksudkan di sini adalah ketika mempergunakan


akal yang telah diberikan Allah kepada hamba-Nya untuk memikirkan dan
mempertimbangkan antara haq (kebenaran) dan kebathilan(kemungkaran). Dengan
adanya sifat fathanah ini maka akan menumbuhkan kreativitas dan kemampuan
untuk melakukan berbagai macam inovasi yang bermanfaat. Kreatif dan inovatif
hanya mungkin dimiliki ketika seorang selalu berusaha untuk menambah berbagai
ilmu pengetahuan dan informasi.

5. Sabar
Sabar berasal dari kata shabr yang berarti menahan, tabah hati, berani.43
Menurut istilah, sabar berarti menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai
karena mengharap rido dari Allah Swt. Quraish Shihab membagi sabar dalam dua
pokok: pertama, Sabar jasmani yaitu kesabaran dalam menerima dan melaksanakan
perintahperintah keagamaan yang melibatkan anggota tubuh, seperti sabar dalam
melaksanakan ibadah haji yang melibatkan keletihan atau sabar dalam peperangan
membela kebenaran. Termasuk pula dalam kategori ini, sabar dalam menerima
cobaan-cobaan yang menimpa jasmani seperti penyakit, penganiayaan dan

42 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat Al-Baqarah
43 Mahmud Yunus, (1973), kamus Arab- Indonesia, Jakarta, yayasan penyelenggara penterjemeh/penafsiran
al-Qur’an, hlm. 211

45
semacamnya. Kedua, adalah sabar rohani menyangkut kemampuan menahan
kehendak nafsu yang dapat mengantar kepada kejelekan, seperti sabar menahan
amarah, atau menahan nafsu lainnya.44 Allah SWT berfirman dalam surat Al-Ahqaf:

Artinya: Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran


rasul-rasul yang memiliki keteguhan hati, dan janganlah engkau
memintaagar azab disegerakan untuk mereka. Pada hari mereka melihat
azab yang dijanjikan, mereka merasa seolah-olah tinggal (di dunnia) hanya
sesaat saja pada siang hari. Tugas mu hanya menyampaikan. Maka tidak
ada yang dibinasaka, kecuali kaum yang fasik (tidak taat kepad Allah).(QS.
Al-Ahqaf : 35).45

Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya rasulullah SAW
membagi sabar menjadi tiga tingkatan, yaitu: 1) sabar dalam menghadapi musibah,
2) sabar dalam mematuhi perintah Allah, dan 3) sabar dalam menahan diri untuk
tidak melakukan maksiat. Yang pertama merupakan tingkatan sabar yang terendah
dan yang ketiga merupakan tingkatan sabar yang tertinggi. Dari tiga macam sabar
itu, Yusuf al-Qardlawi membaginya lebih rinci lagi sebagai berikut:
a. Sabar dalam menerima cobaan hidup
Semua cobaan hidup bersifat alami di dunia ini tidak mungkin dapat
dihindari, baik cobaan secara fisik maupun non-fisik, seperti lapar, haus, sakit,
rasa takut, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan harta, dan lain-lain. Yang
harus dilakukan adalah menerima semua cobaan itu dengan penuh kesabaran
seraya mengembalikan semuanya kepada Allah. Allah Swt berfirman dalam al-
Quran surat al-Baqarah :
Artinya: Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar
gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa
musibah, mereka berkata ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun’. Mereka itulah
yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya dan mereka itulah orang-
orang yang mendapat petunjuk. (QS. al-Baqarah : 155-157).46
Apabila ditimpa ujian, seyogianya manusia bersabar, bertahan, dan tidak
menjadi lemah semangat sehingga keyakinannya kepada Allah Swt bertambah
mantap dan tetap dapat melaksanakan segala kewajiban. Kesabaran ini harus

44 M. Quraish Shihab, (2002), Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta, Lentera Hati,
hlm.181
45 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat Al-Ahqaf
46 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat Al-Baqarah

46
dipertahankan dalam segala hal. Oleh karena itu, kaum Muslim sepakat bahwa
kesabaran adalah wajib hukumnya, baik dalam melaksanakan kewajiban
maupun meninggalkan yang haram. Termasuk kesabaran untuk tidak berputus
asa atas musibah yang menimpanya, dan kesabaran untuk tidak mengikuti hawa
nafsu yang dilarang Allah Swt.47 Dengan bersabar kita dapat berfikir positif atas
sebuah hal yang terjadi dalam kehidupan kita. Orang yang mempunyai sifat
sabar akan selalu mengingatkan dirinya untuk bersyukur.
b. Sabar dari keinginan hawa nafsu
Hawa nafsu selalu mengajak manusia ke jalan yang tidak baik dan mengarah
untuk kenikmatan hidup dan kemegahan dunia. Untuk dapat mengendalikan
ajakan nafsu ini manusia harus bersabar, jangan sampai semua kesenangan
nafsu itu membuatnya lupa diri hingga lupa kepada Allah SWT. Sebagaimana
firman-Nya dalam surat al-Munafiqun :

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta-bendamu


dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. dan barang
siapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (QS. al-
Munafiqun : 9).48

Sabar untuk tetap pendirian menegakkan agama di dalam menentangkan


hawanafsu. Kesabaran perlu di perhatikan dalam berbagai usaha dan kegiatan
dalam memperjuangkan kehidupan dari godaan hawa nafsu untuk meperoleh
kebahagiaan di dunia dan kebahagian di akhirat kelak.
c. Sabar dalam taat kepada Allah Swt
Diperlukan kesabaran ketika kita menaati Allah, terutama dalam
menjalankan ibadah dan meninggalkan semua larangan-Nya. Ibadah yang
tidak dibarengi dengan kesabaran kurang memberikan makna bagi yang
menjalankan. Allah berfirman dalam surat Maryam :

Artinya: (Dialah) Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan segala
yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah
dalam beribadah kepada-Nya. Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang
sama dengan-Nya?.(QS. Maryam : 65).49

47 Ibn Taimiyyah, (2005), Gerak-gerik Qalbu: dilengkapi analisis tentang penyakit-penyakit hati dan
pengobatannya, Bandung, Pustaka Hidayah, hlm. 64
48 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat Al-
Munafiqun
49 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat Maryam

47
Tidak diragukan lagi bahwa orang yang mampu menahan nafsunya
sehingga sesuai dengan apa yang diridhai Allah, yang tercermin dalam ketaatan
dan konmitmennya dalam meninggalkan kemaksiatan, mengalahkan nafsu dan
syaitan yang selalu berusaha menyesatkannya, akan selalu mengerjakan semua
yang diperintahkan Allah SWT dan menghindari larangan-Nya.
d. Sabar dalam berdakwah
Dakwah untuk menegakkan agama Allah terkadang harus ditempuh dengan
berbagai rintangan dan tantangan. Karena itulah, maka dalam berdakwah
diperlukan kesabaran. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Lukman :

Artinya: Wahai anakku! laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia)


berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian
itu termasuk perkara yang penting. (QS. Luqman : 17).50

Sebagai seorang muslim, kita harus selalu dan tetap berusaha menyampaikan
berita gembira dan peringatan (amar ma’ruf nahi munkar) kepada sesame
muslim terutama yang ada dalam lingkungan sekitar kita.
e. Sabar dalam peperangan
Al-Quran menegaskan bahwa kesabaran dalam peperangan merupakan
salah satu ciri dari orang yang bertakwa. Seperti sabar dalam menghadapi
musuh yang jumlahnya lebih banyak dan lebih kuat, sabar mengatur strategi
yang terbaik Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah :

Artinya: Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur


dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman
kepada Allah, hari Akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi,
dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak yatim,
orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-
minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan
shalat, dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janjinya apabila
berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada
masa peperangan. Mereka Itulah orang-orang yang benar dan mereka Itulah
orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah : 177).51

50 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat Lukman
51 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat Al-Baqarah

48
Ayat di atas menegaskan bahwa sabar bukanlah kepasrahan. Dalam
peperangan sangat diperlukan kesabaran, apalagi menghadapi musuh yang
lebih banyak atau lebih kuat. Jika tidak membunuh pasti terbunuh, maka
seorang mukmin dalam menjalaninya tetap harus menjaga kesabarannya.
f. Sabar dalam pergaulan
Dalam pergaulannya, manusia sering mendapatkan hal-hal yang tidak
menyenangkan dan menyinggung perasaan. Karena itulah, dalam pergaulan
sehari-hari dibutuhkan kesabaran agar tidak mudah marah dan tidak cepat-
cepat memutuskan hubungan silaturrahim ketika menemui hal-hal yang kurang
menyenangkan. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa:

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Tidak halal bagi kamu


mewarisi perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan
mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah
kamu berikan kepadanya, terkecuali apabila mereka melakukan perbuatan
keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka menurut cara patut. Jika
kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu
tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak
kepadanya. (QS. An-Nisa : 19).52

Di dalam kehidupan sehari-hari, baik dilingkungan rumah, pekerjaan,


maupun masyarakat luas aka ditemui hal-hal yang tidak menyenangkan atau
atau menyinggung perasaan. Oleh sebab itu dalam pergaulan sehari-hari
diperlukan kesabaran, sehingga tidak cepat marah, atau memutuskan hubungan
apabila menemuihal yang tidak disukai.

6. Adil
Allah mewajibkan orang muslim menegakkan keadilan, baik ke sesama muslim
maupun ke non muslim yang berbuat baik. Kita meyakini bahwa berbuat baik dan
adil menjadi dasar utama dalam berinteraksi baik antara sesama muslim maupun
dengan non muslim. sebagaimana dijelaskan Allah SWT dalam firmannya surat
Al-Mumtahanah :

Artinya: Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama

52 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat An-Nisa

49
dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (Qs. Al-Mumtahanah : 8).53

Dalam ayat tersebut Allah menjadikan berbuat baik dan adil sebagai dasar
berinteraksi antara sesame muslim maupun dengan non muslim. Allah tidak
melarang kalian berbuat baik kepada non muslim yang tidak memerangi kalian
seperti berbuat baik kepada wanita dan orang yang lemah di antara mereka.
Hendaklah berbuat baik dan adil karena Allah menyukai orang yang berbuat adil.
Ayat ini juga mengajarkan prinsip toleransi, yaitu hendaklah setiap muslim berbuat
baik pada lainnya selama tidak ada hubungannya dengan agama.
7. Ikhlas
Secara bahasa, ikhlas mempunyai pengertian bersih hati, tulus, dan rela. Orang
yang bekerja dengan ikhlas adalah orang yang bekerja secara tulus, sukarela, atau
tanpa pamrih untuk mendapatkan imbalan apapun. Ikhlas merupakan amalan
batiniah yang menjadi dasar kesempurnaan iman akan terealisasikan dengan kajian
tasawuf yang merupakan suatu gerakan dengan bertujuan untuk mendekatkan
diri pada Allah.54 Ikhlas merupakan salah satudari sekian amalan hati, bahkan
ia merupakan ujung tombak dari amalan-amalan yang ada di dalam hati, karena
diterima atau ditolaknya amalan seseorang bergantung dari keikhlasannya. Orang-
orang yang ikhlas hatinya tidak akan disibukkan berbangga atas amal-amal yang
telah diperbuatnya.
Setiap amal ibadah harus didasari dengan niat ikhlas hanya untuk mencari
keridhaan Allah, ibadah tidak akan diterima Allah jika tidak dilandasi dengan niat
ikhlas tersebut.55 Dalam prespektif agama Islam, ikhlas berarti niat perbuatan amal
saleh secara tulus tanpa pamrih manusia, melainkan hanya mengharapkan ridho
Allah SWT semata. Sebagaimana firmal Allah SWT dalam surat Surat Al-Bayyinah:

Artinya: Padahal mereka hanya diperintahkan menyembah Allah, dengan


ikhlas menaatiNya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga
agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian
itulah agama yang lurus (benar). (QS. Al-Bayyinah :5).56

53 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat Al-
Mumtahanah
54 Azief Hamazy, Ensiklopedi Islamk, Jakarta, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, hlm. 145
55 Asrifin al-Nakhrawie, (2010), Bagaimana Belajar Ikhlas Agar Amal Ibadah Tidak Percuma, Lumbung, Insani,
hlm. 11
56 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat Al-
Bayyinah

50
Ikhlas itu sangat penting dalam amal perbuatan dan merupakan prinsip dasar
tauhid. Bahkan apabila melakukan sesuatu tindakan yang tidak dibarengi dengan
hati yang ikhlas akan dipandang tidak bernilai sebagai kebaikan dalam pandangan
manusia maupun dalam pandangan Allah. Orang yang ikhlas adalah orang yang
berbuat sesuatu tanpa mengharapkan imbalan apapun dari orang lain sekalipun
sekedar pujian, melainkan hanya mengharapkan keridhaan Allah semata.
Keikhlasan itu bersemayam di dasar hati, seseorang tidak dapat menilai apakah
seseorang yang ikhlas atau bukan. Namun ada beberapa indikasi yang menjadi
ciri khusus bahwa dia benar-benar hamba yang ikhlas. kita dapat menilai apakah
selama ini kita sudah ikhlas dalam beramal shaleh atau belum. Berikut beberapa di
antaranya:
a) Tidak menyukai kepopuleran
b) Menuduh diri berbuat melampaui batas di sisi Allah SWT
c) Berusaha menyembunyikan amal kebajikan
d) Tidak terpengaruh dengan pujian orang lain
e) Sabar menghadapi ujian dalam beramal
f) Ketertarikan kepada amalan yang lebih bermanfaat.
8. Menepati janji
Janji adalah perkataan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk
berbuat. Dengan kata lain janji merupakan pengakuan yang mengikat diri sendiri
terhadap suatu ketentuan yang harus ditepati atau dipenuhi. Kita sebagai seorang
muslim harus selalu meneladani Rasulullah SAW dalam hal menepati janji, sehingga
kita selalu dipercaya oleh orang-orang yang berhubungan dengan kita. Allah
menyukai dan memuji orang-orang yang menepati janji. Sebagaimana firman-Nya
dalam surat Ali-Imran :

Artinya: Sebenarnya barang siapa menepati janji dan bertakwa, maka


sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa. (QS. Ali-Imran
: 76).57

Menepati janji merupakan salah satu sifat terpuji yang menunjukkan keluhuran
budi manusia dan sekaligus menjadi hiasan yang dapat mengantarkannya mencapai
kesuksesan dari upaya yang dilakukan. Orang yang selalu menepati janji akan
mudah menjalin komunikasi dengan orang lain. Sekali saja orang mengingkari
janjinya, maka orang lain akan sulit memberikan kepercayaan kepadanya.

57 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat Ali-Imran

51
9. Pemaaf
Sifat pemaaf harus memiliki oleh setiap orang mukmin, karena sifat pemaaf
merupakan sifat yang mencerminkan akan beningnya hati dan lapangnya dada,
dan karakter yang didasari dengan keimanan dan rasa kasih sayang. Sifat pemaaf
akan membawa pada hati yang bersih, hati yang bersih bisa membawa pemiliknya
menuju kehidupan akhirat, dan mendorong pemiliknya untuk tunduk kepada
Allah. 58
Sebagai seorang muslim dalam kehidupan bermasyarakat tentunya kita tidak
akan mampu berlaku benar setiap saat, terkadang juga berbuat kesalahan kepada
orang lain. Begitu juga sebaliknya ketika orang lain berbuat kesalahan, maka kita
harus bisa memaafkan. Allah SWT berfirman dalam surat Al-A’raf :

Artinya: Jadilah pemaaf dan serulah orang mengerjakan yang ma’ruf,


serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh. (QS. Al-A’raf : 199).59

Ayat di atas terdapat bermakna perintah kepada setiap pribadi untuk menjadi
pemaaf kepada orang yang berbuat salah kepada kita. Pemaaf dapat menghapus luka
atau bekas luka yang terdapat dalam hati sebagai akibat dari kesalahan yang telah
dilakukan oleh dirinya sendiri ataupun orang lain. Dengan memaafkan kesalahan
berarti interaksi intrapersonal, interpersonal dan sosial antar manusia yang pernah
bermasalah, bisa kembali menjadi baik dan harmonis karena luka yang ada di
dalam hati mereka, utamanya, yang berkesediaan untuk memaafkan, benar-benar
akan sembuh sebagai akibat dari terhapusnya luka oleh obat yang cukup efektif
untuk menyembuhkannya.

10. Tanggung jawab


Tanggung jawab adalah sikap dan prilaku seseorang untuk melakukan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan terhadap dirinya sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.60 Dalam
tanggung jawab sangat diperlukan unsur keseriusan, karena sikap tanggung jawab
menunjukan apakah orang itu mempunyai karakter baik atau tidak. Sebagaimana
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Isra’ :

58 Alliyullah Abu Al Wafa, ( 2006), 30 Kunci kebahagiaan, Teladan Hidup Orang-Orang Soleh, Bandung,
Mizan Pustaka.
59 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat Al-A’raf
60 Anas Salahudin, (2013), Pendidikan Karakter Berbasis Agama & Budaya Bangsa, Bandung, Pustaka setia,
hlm. 112

52
Artinya: Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu
ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu
akan diminta bertanggung jawabannya. (QS. Al-Isra’: 36).61

Ayat di atas menjelaskan bahwa apapun yang dilakukan seseorang akan


dipertanggung jawabankan. Setiap sikap atau perilaku seseorang dalam melakukan
tugas dan kewajibannya harus berdasarkan pada nilai yang berlaku di masyarakat.
Dengan demikian apapun keputusan yang dibuat harus memiliki pertimbangan
yang mendalam karena kedapannya akan dipertanggung jawabkan.

11. Disiplin
Tulus mengungkapkan disiplin adalah sebagai upaya mengendalikan diri dan
sikap mental individu atau masyarakat dalam mengembangkan kepatuhan dan
ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan dan kesadaran
yang muncul dari dalam hatinya.62 Menurut Slameto disiplin merupakan suatu yang
berkenaan dengan pengendalian diri seseorang terhadap bentuk-bentuk aturan.63
Sedangkan Semiawan mendefinisikan bahwa disiplin secara luas dapat diartikan
sebagai semacam pengaruh yang dirancang untuk membantu anak agar mampu
menghadapi tuntutan dari lingkungan. Disiplin mempunyai empat unsur pokok
yaitu : (1) Peraturan sebagai pedoman 12 perilaku, (2) konsistensi dalam peraturan,
(3) hukuman untuk pelanggaran peraturan, dan (4) penghargaan untuk perilaku
yang baik yang sejalan dengan peraturan yang berlaku.64
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan, bahwa disiplin
adalah suatu keadaan di mana sesuatu itu berada dalam keadaan tertib, teratur
dan semestinya, tanpa ada suatu pelanggaran baik secara langsung maupun tidak
langsung. Disiplin dalam Islam sangat dianjurkan untuk selalu diaktualisasikan
dalam kehidupan seharihari, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Asr :

Artinya: Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali


orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling
menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.
(QS. Al-Asr : 1-3).65

61 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat Al- Isra’
62 Tulus Tu’u, (2004), Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa, Jakarta, Grasindo, hlm. 31
63 Slameto, (2010, Belajar & Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta, Rineke Cipta
64 Semiawan, (2009), Penerapan Pembelajaran Pada Anak, jakarta, PT. Macanan Jaya Cemerlang, Hlm. 89
65 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat Al-Asr

53
Setiap hari kita diingatkan dengan Shalat lima waktu, Betapa waktu sangat
tertata, itu semua dihadirkan oleh Allah SWT, salah satunya adalah pengingat
betapa ketepatan waktu dalam aktivitas adalah sesuatu yang mutlak adanya.
Hidup yang tertib dan teratur sangat menentukan sukses atau tidaknya seseorang
dalam mengelola waktu secara disiplin. Oleh karena itu seorang muslim yang baik
seyogyanya memanfaatkan waktu secara optimal semata-mata untuk beribadah
kepada Allah SWT.
Membangun disiplin dilakukan mulai dari kecil karena perilaku disiplin tidak
terbentuk secara otomatis, namun melalui proses yang panjang dan dalam waktu
lama. Kedisiplinan berperan pada kepatuhan dan ketaatan seseorang atau kelompok
orang terhadap norma-norma dan peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis.

12. Bersyukur
Istilah syukur berasal dari bahasa Arab yaitu syakaro- yaskuru-syukron
yang artinya syukur adalah pujian bagi orang yang memberikan kebaikan, atas
kebaikannya tersebut.66 Dalam kamus bahasa arab, syukur berarti ungkapan rasa
terimakasih kepada Allah swt kerena telah di berikan sebuah kenikmatan.67
Kata syukur berarti berterima kasih, sedangkan mensyukuri nikmat Allah SWT,
maksudnya berterima kasih kepada-Nya dengan cara mengingat atau menyebut
nikmat dan mengagungkan-Nya. Allah telah memberikan banyak nikmat kepada
manusia baik itu nikmat jasmani maupun rohani, untuk itu manusia hendaknya
banyak-banyak bersyukur. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ibrahim:

Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya


jika kamu bersyukur, niscaya aku akan menambah (nikmat) kepadamu,
tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat
berat." (QS. Ibrahim : 7).68

Orang yang bersyukur senantiasa menggunakan kesempatan untuk selalu


mengabdi pada Allah SWT. Adapun cara mensyukuri nikmat Allah SWT ialah
dengan menyadari bahwa tidak ada yang memberikan kenimatan kecuali Allah
SWT dan menggunakan segala nikmat Allah SWT untuk hal-hal yang diridhoi-

66 Nuryanto, (2013), Meraih Tambahan Nikmat dengan Bersyukur, Surabaya, Quantum Media, hlm. 11
67 Ahmad Zainal Abidin, (2014), Ajaibnya Tafakkur Dan Tasyakkur Untuk Percepatan Rezeki, Jogjakarta,
Sarifah, hlm. 112
68 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat Ibrahim

54
Nya, yakni untuk melakukan usaha-usaha agar memperoleh kebahagiaan hidup di
dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.

13. Istiqomah (Konsisten)


Istiqomah merupakan bentuk kualitas batin yang melahirkan sikap konsistensi
dan teguh pendirian untuk menegakkan dan membentuk sesuatu menuju
kondisi yang lebih baik daripada kondisi yang sebelumnya. Tasmara menyatakan
bahwa pribadi muslim yang profesional dan berakhlak memiliki sikap konsisten
yaitu kemampuan untuk bersikap secara taat, pantang menyerah dan mampu
mempertahankan prinsip serta komitmennya walau harus berhadapan dengan
resiko yang membahayakan diriya.69
Nilai istiqomah ini dapat dikatakan suatu kekuatan iman yang telah merasuk
ke jiwa, sehingga tidak mudah terpengaruh, tidak mudah goyah dan tidak mudah
putus asa atas permasalahan yang timbul dalam melakukan suatu pekerjaan. Allah
swt berfirman dalam surat Fussilat :

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami kami


adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka
malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata),
“Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan
bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surge yang telah dijanjikan
kepadamu. (QS. Fussilat : 30).70

Teguh pendirian atau istiqamah artinya konsisten dalam iman dan nilai-nilai
yang baik meskipun menghadapi berbagai godaan dan tantangan. Istiqamah dalam
kebaikan ditampilkan dengan keteguhan, kesabaran, serta keuletan, sehingga
menghasilkan sesuatu yang optimal. Istiqamah merupakan hasil dari suatu proses
yang dilakukan secara terus menerus.

C. Perilaku yang tidak sesuai dengan karakter Islam


Perilaku yang tidak sesuai dengan karakter Islam atau dengan kata lain sikap tercela
adalah sikap dan prilaku yang dilarang oleh Allah SWT atau tidak sesuai dangan syari’at
yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Untuk itu sikap dan prilaku semacam ini harus di
tinggalkan oleh setiap muslim. Perilaku yang harus ditinggalkan tersebut diantaranya.

69 Toto Tasmara, (2002), Membudayakan Etos Kerja Islam, Jakarta, Gema Insani, hlm. 86
70 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat Fussilat

55
1. Syirik
Syirik suatu sikap yang menyekutukan Allah dengan makhluk-Nya, dengan
cara menganggapnya bahwa ada sesuatu makhluk yang menyamai kekuasaan-Nya.71
Dengan kata lain kepercayaan terhadap suatu benda yang mempunyai kekuatan.
Allah SWT sangat membenci perilaku syirik sebagaimana firmannya dalam surat
An-Nisa :
Artinya: Sesunggunya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena
mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa)
yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa
menyekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar.
(QS. An-Nisa : 48).72

2. Takabur
Takabur suatu sikap menyombongkan diri sehingga tidak mau mengakui
kekuasaan Allah dialam ini, termasuk mengingkari nikmat Allah yang apa adanya.
73
seseorang yang berperilaku takabur akan sangat merugikan dirinya dimata
manusia dan akan mendapat murka Allah SWT sebagai mana firmannya dalam
surat Al-Isra’ :
Artinya: Dan janganlah engkau berjalan dibumi ini dengan sombong,
karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak
akan mampu menjulang setinggi gunung. Semua itu kejahatan sangat
dibenci disisi Tuhanmu. (QS. Al-Isra’ : 37-38).74

3. Nifaq
Nifaq suatu sikap yang menampilkan dirinya bertentangan dengan kemauan
hatinya.75 Pelaku nifaq disebut munafik. Perilaku nifak sangat bertentangan dengan
perilaku seorang muslim. Sebagaimana Allah SWT firmannya dalam surat At-
Taubah :
Artinya: Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan
yang lain adalah (sama), mereka menyuruh (berbuat) yang mungkar
dan mencegah (perbuatan) yang makruf dan mereka menggenggamkan
tanngannya (kikir). Mereka telah melupakan Allah, maka Allah melupakan

71 Mahjuddin, (1991), Kuliah Akhlak Tasawuf, Jakarta, Kalam Mulia, hlm. 16


72 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat An-Nisa
73 Mahjuddin, (1991), Kuliah Akhlak Tasawuf, Jakarta, Kalam Mulia, hlm. 15
74 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat Al- Isra’

75 Mahjuddin, (1991), Kuliah Akhlak Tasawuf, Jakarta, Kalam Mulia, hlm. 17

56
mereka (pula). Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang
yang fasik. (QS. At-Taubah : 67).76

4. Riya
Riya secara bahasa artinya menampakan atau memperlihatkan. Perilaku riya
menampakan atau memperlihatkan amal perbuatan yang kita perbuat, supaya
mendapatkan pujian dari orang lain. Firman Allah SWT dalam surat Al-Anfal :
Artinya: Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang keluar dari
kampung halamannya dengan rasa angkuh dan ingin dipuji orang (riya)
serta menghalangi-halangi (orang) dari jalan Allah. Allah meliputi segala
yang mereka kerjakan. (QS, Al-Anfal :47).77

5. Marah
Marah merupakan kondisi emosi seseorang yang tidak dapat ditahan oleh
kesadarannya sehingga menonjolkan sikap dan perilaku yang tidak menyenangkan
orang lain.78 Sifat marah yang tidak pada tempatnya akan mendatangkan kerugikan
terutama buat diri sendiri. Allah melarang kita untuk berperilaku amarah
sebagaimana firman-Nya dalam surat Ali Imran :
Artinya: (Yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun
sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan
(kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat
kebaikan. (QS. Ali Imran : 134).79

6. Namimah
Menurut bahasa namimah artinya adu domba. Perilaku namimah yaitu
memindahkan perkataan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak
hubungan. Namimah dilarang karena akan merusak hubungan persaudaraan. Allah
SWT melarang setiap manusia untuk melakukan perbuatan namimah sebagaimana
firman Allah SWT dalam surat Al-Qalam :
Artinya: Dan janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah
dan suka menghina, suka mencela, yang kian ke mari menyabarkan fitnah,
yang merintangi segala yang baik, yang melampaui batas, dan banyak
dosa. (QS. Al Qalam :10-12).80

76 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat At-Taubah
77 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat Al-Anfal
78 Mahjuddin, (1991), Kuliah Akhlak Tasawuf, Jakarta, Kalam Mulia, hlm. 26
79 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat Ali Imran
80 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat Al-Qalam

57
7. Thamak
Thamak menurut bahasa artinya berlebih-lebihan. Perilaku thamak merupakan
suatu sikap untuk memiliki hal-hal yang bersifat duniawi secara berlebih-
lebihan. Hidup di dunia memperbanyak bekal untuk menuju kehidupan di akhirat
dengan cera beribadah dan beramal shaleh. Agar tidak terjebak kedalam kebinasaan
dan kerugian di akhirat kelak Allah SWT berfirman dalam surat Al-Adiyat :
Artinya: Dan sesungguhnya cintanya kepada harta benar-benar
berlebihan. (QS. Al-Adiyat : 8).81

8. Mubadzir
Yang dimaksud mubadzir disini adalah sikap mempergunakan sesuatu secara
berlebih-lebihan dengan tidak mempertimbangkan kadar kecukupan sehingga
menimbulkan kesia-siaan. Di dalam islam sikap mubadzir dilarang karena
mengandung unsur sia-sia terhadap suatu nikmat yang diberikan Allah SWT.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Isra’ :
Artinya: Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada
orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.Sesungguhnya orang-
orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar
kepada Tuhannya. (QS. Al-Isra’ : 26-27).82

81 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat Al-Adiyat
82 Kementerian Agama RI, (2012), Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Syaamil Quran, surat Al-Isra’

58
BAB

ETIKA BERBANGSA DAN


BERNEGARA DALAM
ISLAM
A. Pendahuluan
Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw
sebagai nabi dan utusan Allah Swt sebagai petunjuk hidup umat manusia (hudan li
an-nas). Agama Islam hadir ke tengah umat manusia sebagai petunjuk karena ajaran-
ajarannya bersifat universal, mengatur seluruh aspek kehidupan manusia baik aspek
mikro maupun makro. Aspek makro, Islam mengatur tatanan kehidupan dalam aspek
terkecil dalam kehidupan manusia seperti mengatur tentang etika bersilaturahim,
bertetangga, belajara dan sebagainya. Sedang dalam aspek makro, Islam mengatur
tatanan kehidupan manusia dalam aspek terluas dalam kehidupan manusia salah satu
di antaranya adalah etika berbangsa dan bernegara.
Etika berbangsa dan bernegara sangat diperlukan dalam kehidupan manusia karena
tanpa etika tersebut maka kehidupan berbangsa dan bernegara tidak akan berjalan
dengan tentram, damai, dan rukun. Oleh karena itu, sebagai warga negara Indonesia
sekaligus sebagai seorang muslim maka sangat penting memahami dan merealisasikan
pentingnya etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena pada hakikatnya
ajaran Islam yang dibawakan oleh Nabi Muhammad Saw memiliki misi profetis untuk
menyempurnakan akhlak mulia maka dengan memahami dan merealisasikan etika
dalam berbangsa dan bernegara pada hakikatnya kita sedang merealisasikan ajaran
Islam itu sendiri.

B. Pengertian Etika Berbangsa dan Bernegara


Secara etimologi kata “etika” berasal dari Bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata
yaitu ethos dan ethikos. Ethos berarti sifat, watak kebiasaan, tempat yang biasa. Ethikos

59
berarti susila, keadaban, kelakuan dan perbuatan yang baik83. Istilah lainnya yang
memiliki makna hampir sama dengan etika adalah moral. Moral berasal dari kata Latin:
Mos (bentuk tunggal), atau mores (bentuk jamak) yang berarti adat istiadat, kebiasaan,
kelakuan, watak, tabiat, akhlak, cara hidup84.
Secara terminologis, etika adalah ilmu tentang baik buruknya suatu perbuatan
manusia atau dalam kata lain etika digunakan untuk meninjau perbuatan manusia
dari sisi keilmuan. Dalam filsafat, etika disebut sebagai filsafat moral, yakni studi yang
sistematik tentang sifat dasar dari berbagai konsep nilai baik dan buruk, benar dan
salah suatu perbuatan manusia85. Etika juga sering diartikan sebagai aturan yang tidak
tertulis dimana setiap orang diharapkan untuk mematuhinya.
Dalam Bahasa Inggris, istilah bangsa dikenal dengan nama “Nation” yang memiliki
dua pengertian, yakni pengertian antropologis-sosiologis dan politis. Dalam pengertian
antropologis dan sosiologis, bangsa adalah suatu masyarakat yang merupakan suatu
persekutuan hidup yang berdiri sendiri dan masing-masing merasa satu kesatuan ras,
bahasa, agama, sejarah dan istiadat. Adapun yang dimaksud bangsa dalam pengertian
politik adalah masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan mereka tunduk kepada
kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke dalam dan ke dalam
(Ramadhan, 2011: 16). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bangsa adalah
sekumpulan manusia yang memiliki kesamaan sejarah, asal keturunan, agama, adat
istiadat, bahasa dan lain sebagainya yang hidup dalam suatu wilayah tertentu dan dalam
jangka waktu tertentu.
Istilah negara atau “state” berasal dari Bahasa Latin “status” atau “statum” yang berarti
menempatkan dalam keadaan berdiri, membuat berdiri, dan menempatkan. Kata status
sendiri dalam Bahasa Latin klasik berarti sesuatu yang memiliki sifat-sifat tegak dan
tetap (Isjwara, 1980: 92). Sedangkan menurut para ahli seperti yang diungkapkan oleh
George Jellinek, negara adalah organisasi kekuasaan yang dari sekelompok manusia
yang mendiami wilayah tertentu (Kusnardi & Saragih, 1995: 38).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa etika berbangsa dan bernegara
adalah suatu aturan yang merupakan keharusan bagi seorang warga negara dalam
menjalankan aktivitasnya dalam berbangsa dan bernegara.

83 Bagus, Loren. (2000). Kamus Filsafat. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka). Hlm 217
84 Nata, Abudin. (2012). Akhlak tasawuf dan Karakter Mulia. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama). Hlm.75
85 Zubair, Achmad Haris. (1990). Kuliah Etika. (Jakarta: Rajawali Press).Hlm.16

60
C. Dasar-dasar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Dalam
Islam
Secara kodrati, manusia ditakdirkan oleh Allah SWT bersuku-suku dan berbangsa-
bangsa tujuannya adalah agar saling mengenal sebagaimana yang tercantum dalam Al-
Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13:
َّ ُ َ َ َ َ َ َ َّ ً ْ ُ ُ ْ ُ ٰ ْ َ َ َ ٰ ْ ُ َّ َ َ ْ ّ ْ ُ ٰ ْ َ َ َّ ُ َّ َ ُّ َ ٰٓ
‫ارف ْوا ۚ ا ِن‬ ‫يايها انلاس ا ِنا خلقنكم مِن ذك ٍر وانث وجعلنكم شعوبا وقباۤىِٕل لِ ع‬
ُ ٰ ْ َ ّٰ َ ْ ْ ُ َ َ ْ َ
َ ّٰ ‫ىك ْم ۗا َِّن‬
ٌ ْ ‫الل َعل ِيْ ٌم َخب‬
‫ي‬ ِ ‫اكرمكم عِند اللِ اتق‬
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh,
Allah Maha Mengetahui, Maha teliti.”

Tidak hanya untuk saling mengenal saja akan tetapi juga untuk saling memberi
manfaat. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Quraish Shihab ketika
menjelaskan ayat tersebut bahwa semakin kuat sikap pengenalan satu pihak kepada
selainnya, semakin terbuka peluang untuk saling memberi manfaat. Karena itu ayat
di atas menekankan perlunya saling mengenal86 . Apalah arti perkenalan jikalau tidak
saling memberikan manfaat. Oleh karena itu dalam Islam manusia terbaik adalah
manusia yang memberikan manfaat untuk orang lain sebagaimana hadits Nabi Saw:
ْ ُ ُ ََْ ُ ْ ‫َخ‬
ِ ‫انلاس أنفعهم ل‬
‫ِلناس‬ ِ ‫ي‬
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR.
Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di
dalam Shahihul Jami’ no: 3289).

Dengan memahami adanya keanekaragaman manusia maka tentu kita akan


memahami pentingnya tatanan kehidupan manusia khususnya dalam berbangsa dan
bernegara. Terkait hubungan manusia dalam berbangsa dan bernegara, pertama Islam
memerintahkan kepada orang beriman agar taat kepada Allah, taat kepada Rasul-Nya
dan taat kepada pemerintah. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 59:

86 Shihab, M. Quraish. (2002). Tafsil Al-Misbah. (Jakarta: Lentera Hati).Hlm. 262

61
َ ‫ك ْم ۖ فَإ ْن َت َن‬
ْ‫از ْع ُتم‬ ُ ْ َْْ َُ َ ُ
َّ ُ َ َ َ َّ ُ َ ُ َ
َ َّ َ ُّ َ َ
ِ ‫ول الم ِر مِن‬ ِ ‫يا أيها الِين آمنوا أطِيعوا الل وأطِيعوا الرسول وأ‬
ْ
ٌ ْ ‫اللِ َو ْالَ ْو ِم الخِر ۚ َذٰل َِك َخ‬
َّ َ ُ ْ ُ ْ ُ ْ ُ ْ ُ ‫الر‬ َّ َ ُ ُّ ُ َ ْ َ
َّ ‫اللِ َو‬
‫ي‬ ِ ِ ‫ب‬ ‫ون‬ ‫ِن‬
‫م‬ ‫ؤ‬ ‫ت‬ ‫م‬ ‫ت‬‫ن‬ ‫ك‬ ‫ن‬ِ ‫إ‬ ‫ل‬ِ ‫و‬ ‫س‬ ‫ِف ش ٍء فردوه إِل‬
ً َْ ْ َ‫َوأ‬
‫ح َس ُن تأوِيل‬
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Ayat ini dan ayat sebelumnya (58) mengandung tentang prinsip-prinsip


kesejahteraan umat Islam khususnya dalam urusan kekuasaan pemerintahan. Prinsip-
prinsip tersebut adalah (1) taat kepada Allah sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an,
(2) taat kepada Rasulullah sebagaimana terdapat dalam sunnahnya yang sahih, (3)
taat kepada pemegang kekuasaan, selagi mereka bagian dari kaum muslim dan selama
perintahnya tidak bertentangan dengan Allah dan Rasul-Nya, (4) mengembalikan
kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul-Nya (sunnah), jika terjadi perselisihan87.
Kedua, Islam mengatur akan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Negara adalah tempat dimana suatu bangsa
tinggal dan hidup sehingga tentram tidaknya dan nyaman tidaknya sangat tergantung
dari kondisi persatuan dan kesatuan. Negara yang persatuan dan kesatuannya kuat
akan cenderung dalam kondisi yang aman dan tentram, oleh karena itu dalam Islam
persatuan dan kesatuan menjadi hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pada
ayat di atas telah dijelaskan bahwa perbedaan itu merupakan kodrat Allah dan tidak
ada satu orang pun yang mampu untuk menghapus dan menghilangkan perbedaan
tersebut. Perbedaan menjadikan seseorang berlomba-lomba untuk menjadi yang
terbaik (muttaqin) bukan menjadikan rusak dan runtuhnya persatuan dan kesatuan.
Al-Qur’an menjelaskan tentang pentingnya persatuan dan kesatuan sebagaimana yang
tercantum dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 103:
ُ َ َ َ ً َ َّ ْ َ ُ َ ْ َ
ۚ ‫ِيعا َول تف َّرقوا‬ ‫واعت ِصموا ِبب ِل اللِ ج‬
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
bercerai berai”

87 Abdul Ghofur, Waryono. (2005). Tafsir Sosial. (Yogyakarta: ElSaQ). Hlm;119

62
Ayat di atas memberikan penjelasan kepada kita untuk senantiasa berpegang teguh
kepada ajaran-ajaran Allah (Islam) yang menjadi pijakan utama dalam menjalani
kehidupan di dunia dan Allah memerintahkan kita untuk memperkuat persatuan dan
kesatuan dan menghindarkan dari segala perpecahan yang sangat berdampak bagi
kehidupan manusia itu sendiri.
Ketiga, Islam memerintahkan kepada orang beriman untuk membela tanah air.
Tanah air yang menjadi tempat hidup dan mencari penghidupan harus dibela bahkan
membela tanah air merupakan bagian daripada iman atau dengan kata lain membela
tanah air adalah bagian dari konsekuensi keimanan seseorang. Nabi Muhammad Saw
telah memberikan teladan kepada kita dalam mencintai tanah air. Beliau sangat cinta
terhadap dua kota, yakni Mekkah dan Madinah. Mekkah adalah tempat beliau lahir
dan Madinah adalah tempat dimana beliau ketika pertama kali hijrah diterima oleh
masyarakat Madinah dan tempat dimana Rasulullah membangun peradaban. Al-
Qur’an memberikan petunjuk tentang pentingnya mencintai tanah air sebagaimana
yang tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Qashshash ayat 85:
َ َّ َّ
ٰ ‫اء بِال ْ ُه َد‬
‫ى‬ َ ‫آن ل َ َر ُّاد َك إ َ ٰل َم َعا ٍد ۚ قُ ْل َر ّب أ ْعلَ ُم َم ْن َج‬
ِ
َ ْ ُْ َ َْ َ َ ََ
‫ر‬ ‫ق‬ ‫ال‬ ‫ك‬ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫ض‬‫ر‬ ‫ف‬ ‫ِي‬ ‫ال‬ ‫إِن‬
ِ
‫ني‬ ‫ب‬ ُ ‫َو َم ْن ُه َو ف َض َلل‬
‫م‬
ٍ ِ ٍ ِ
“Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum)
Al-Qur’an, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.
Katakanlah: “Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang
yang dalam kesesatan yang nyata.”

Ibnu ‘Abbas menyatakan bahwa ayat di atas turun di Juhfah dekat Mekkah dalam
perjalanan Nabi menuju ke Madinah. Ketika itu beliau dalam bahaya. Hati dan
pandangan beliau tertuju ke negeri yang dicintainya dan yang terasa bagi beliau sangat
berat untuk ditinggalkan, seandainya bukan karena dakwah Islam lebih penting dan
mulia bagi beliau dari negeri dan tumpah darahnya88. Dalam artian beliau sangat
mencintai kota Mekkah namun karena perintah Allah dan dakwah Islam maka beliau
harus meninggalkan kota yang sangat dicintainya. Dengan demikian, cinta tanah air
adalah telah dicontohkan oleh Rasulullah sendiri.
Keempat, memecahkan persoalan umat dengan jalan musyawarah. Asal kata
musyawarah yang sudah menjadi Bahasa Indonesia tersebut adalah asywara yang berarti
menampakkan sesuatu atau mengeluarkan madu dari sarang lebah. Musyawarah berarti
menampakkan sesuatu yang semula tersimpan atau mengeluarkan pendapat (yang baik)

88 Ibid; Tafsil Al-Misbah. Hlm. 420

63
kepada pihak lain. Orang yang bermusyawarah laksana orang yang minum madu89.
Musyawarah dalam konteks kehidupan sosial sangat penting terutama dalam rangka
mencari solusi atas berbagai permasalahan karena dengan musyawarah maka akan
ditemukan berbagai pandangan atau pendapat dari hasil kerja keras akal sehingga bisa
menjadi alternative bagi berbagai persoalan. Dalam Islam, setiap persoalan yang terkait
dengan orang lain harus diselesaikan dengan jalan musyawarah karena dengan jalan ini
akan adanya keterbukaan dan kerelaan. Sebaliknya jika persoalan diselesaikan dengan
sepihak sudah dipastikan akan terjadi keterpaksaan yang pada akhirnya bukan solusi
yang didapatkan akan tetapi justru masalah baru. Oleh karena itu, Islam menempatkan
musyawarah sebagai cara yang paling penting untuk menyelesaikan persoalan salah
satunya yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 153:
ُ َََ ُ ْ ُ ُ ُ َّ َ َ َ ٰ َ َ َ ُ ْ َ َ َ َ ُ ْ ُ ْ
‫الر ُسول يَ ْد ُعوك ْم ِف أخ َراك ْم فأثابَك ْم‬ ‫ إِذ تصعِدون ول تلوون ع أح ٍد و‬
َ ُ َ ٌ ‫الل َخب‬
ُ َّ ‫ك ْم ۗ َو‬ َ
ُ َ َ َ َ َ ْ ُ َ َ َ ٰ َ َ ُ َ ْ َ َ ْ َ ّ َ ًّ َ
‫ري ب ِ َما ت ْع َملون‬ِ ‫غما بِغ ٍم ل ِكيل تزنوا ع ما فاتكم ول ما أصاب‬
“(Ingatlah) ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada seseorangpun, sedang
Rasul yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu,
karena itu Allah menimpakan atas kamu kesedihan atas kesedihan, supaya
kamu jangan bersedih hati terhadap apa yang luput dari pada kamu dan
terhadap apa yang menimpa kamu. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”

Ayat yang menjadi pembahasan ini turun setelah peristiwa Uhud. Sebelum perang
dilakukan Nabi mengajak para sahabatnya untuk bermusyawarah tentang bagaimana
menghadapi musuh. Pada musyawarah tersebut, Nabi mengikuti pendapat mayoritas
sahabat, meskipun hasilnya sungguh sangat menyedihkan yang berakhir dengan
kakalahan kaum muslim. Saat berakhir itulah Nabi memutuskan untuk menghapuskan
musyawarah. Namun dengan turunnya ayat ini, Allah berpesan kepada Nabi bahwa
tradisi musyawarah (yang luhur tersebut) tetap harus dipertahankan dan dilanjutkan
meski terbukti hasil keputusannya (kadang) keliru90 (Waryono, 2005: 156). Ayat di
atas juga menjelaskan bahwa lapangan (obyek) musyawarah adalah segala masalah
yang belum terdapat petunjuk agama secara jelas dan pasti sekaligus berkaitan dengan
kehidupan duniawi. Sedangkan orang-orang yang bisa dan layak diajak bermusyawarah
sebagaimana dalam hadits Nabi ketika berpesan kepada Ali adalah orang yang tidak
berperedikat penakut, kikir dan berambisi91.

89 Ibid; Tafsir Sosial.. Hlm 153-154


90 Ibid; tafsir Sosial. Hlm 156
91 Ibid; Tafsir Sosial. Hlm 157

64
D. Etika Seorang Muslim Dalam Berbangsa dan Bernegara
Dalam kondisi apapun, Allah Swt memerintahkan kepada umat Islam untuk
senantiasa berakhlak yang baik, termasuk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Namun, sebelum menjelaskan tentang etika atau lebih khusus lagi akhlak dalam
bernegara alangkah baiknya dijelaskan tentang beberapa hak dan kewajiban seorang
warga negara dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hak warga
negara dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat dimiliki oleh setiap warga negara
dari negaranya yang diatur oleh undang-undang sedangkan kewajiban warga negara
adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh setiap warga negara terhadap negaranya.
Adapun hak-hak sebagai warga negara tercantum dalam UUD 1945 diantaranya
adalah hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak (Pasal 27 Ayat 2), hak untuk
ikut serta dalam membela negara (Pasal 27 Ayat 3), hak untuk berpendapat (Pasal 28),
hak untuk mendapatkan kebebasan beragama (Pasal 29), hak dalam pertahanan dan
keamanan (Pasal 30 Ayat 1), hak untuk mendapatkan pengajaran (Pasal 31 Ayat 1),
hak untuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan (Pasal 32 Ayat 1), hak untuk
mendapatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial (Pasal 33), dan hak bagi fakir miskin
dan orang-orang terlantar untuk mendapatkan perhatian dari negara. Sedangkan
kewajiban warga negara terhadap negaranya adalah menjunjung tinggi hukum dan
pemerintahan tanpa kecuali (Pasal 27 Ayat 1), kewajiban membela negara (Pasal 27
Ayat 3), dan ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (Pasal 30 Ayat
1). Dengan penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa adanya hubungan timbal balik
antara negara dan warga negaranya, oleh karena itu sudah sepatutnya sebagai seorang
muslim untuk menjalankan segala kewajiban-kewajiban kita sebagai warga negara.
Secara garis besar, setidaknya ada tiga etika seorang muslim dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, yaitu menegakkan keadilan dan kebenaran, menegakkan
nilai-nilai kemanusiaan, dan mewujudkan kemaslahatan umat.
Pertama, menegakkan keadilan dan kebenaran. Dalam kehidupan, kebenaran
dan keadilan adalah sesuatu yang paling dicari oleh setiap manusia bahkan kehidupan
manusia itu sendiri disebut sebagai proses dalam mencari keadilan dan kebenaran.
Islam adalah agama yang akan selalu berpihak kepada keadilan dan kebenaran bahkan
menegakkan keadilan dan kebenaran adalah kewajiban bagi setiap muslim kapan saja
dan dimana saja. Karena saking pentingnya keadilan dalam kehidupan manusia, Allah
Swt memerintahkan kepada orang-orang beriman agar selalu menegakkan keadilan
dan kebenaran sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 8:

ْ‫آن قَوم‬ُ َ َ ْ ُ َّ َ ْ َ َ َ ْ ْ َ َ َ ُ َّ َ َّ َ ُ ُ ُ َ َ َّ َ ُّ َ َ
ٍ ‫يا أيها الِين آمنوا كونوا قوامِني ِلِ شهداء بِالقِس ِط ۖ ول ي ِرمنكم شن‬
َ ُ َ ْ َ َ ٌ َ َ َّ َّ َ َّ ُ َّ َ ٰ َ ْ َّ ُ َ ْ َ َ ُ ُ ْ ُ ْ َ َّ َ ٰ َ َ
‫ع أل تعدِلوا ۚ اعدِلوا هو أقرب ل ِلتقوى ۖ واتقوا الل ۚ إِن الل خبِري بِما تعملون‬

65
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.
Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong
kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, seseungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Kedua, menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Secara genealogis, manusia


diciptakan oleh Allah Swt dari jenis yang sama, dari nenek moyang yang sama dan
dari bahan yang sama. Persamaan inilah yang menjadi dasar pentingnya menegakkan
nilai-nilai kemanusiaan. Penegakkan nilai-nilai kemanusiaan dalam Islam menjadi
tujuan diturunkannya syariat (maqashidus syari’ah) yang mencakup lima hal, yaitu hak
beragama (hifdhzud din), hak hidup (hifdhzun nafs), hak intelektual (hifdhzul ‘aql), hak
kekayaan (hifdhzul maal), dan hak keturunan (hifdhzun nasl). Secara sosiologis, ajaran
Islam akan mengerucut pada lima hal tersebut karena lima hal tersebut merupakan
sesuatu yang sangat primer dan utama dalam kehidupan manusia. Dengan demikian,
seorang muslim berkewajiban menegakkan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara apabila ini terwujud maka cita-cita menjadi negara
yang baldatun thayyibatun warabbun ghafur akan tercapai.
Ketiga, mewujudkan kemaslahatan umat. Inti daripada syariat Islam adalah
terwujudnya kemaslahatan umat. Kemaslahatan ini bisa bersifat materil maupun non
materil, baik untuk dirinya dan juga untuk orang lain. Kemaslahatan adalah sesuatu
yang bersifat universal, berlaku dimana saja dan kapan sehingga harus diperjuangkan
oleh setiap manusia. Dalam berbangsa dan bernegara, kebijakan atau keputusan hukum
harus mengacu kepada terwujudnya kemaslahatan umat bahkan dalam kaidah fikih
dikatakan bahwa kebijakan seorang pemimpin harus dikaitkan dengan kemaslahatan.
Dengan demikian, peran serta seorang muslim dalam politik secara umum
dan kebijakan secara khusus adalah ikut serta mendorong terwujudnya kemaslahatan
umat.
*

66
BAB

NARKOBA DALAM
PERSPEFTIK ISLAM
Dalam perspektif hukum Islam, masalah penyalahgunaan narkoba termasuk masalah
ijtihad karena tidak disebutkan secara langsung dalam Alquran dan sunah. Narkoba
tidak dikenal pada masa Rasulullah SAW, maka masalah hukum narkoba dalam Islam
di qiyaskan dengan hukum khamar karena sama-sama memiliki efek memabukan,
membius dan melemahkan Pengharaman ini dilakukan karena narkoba menimbulkan
kebencian, permusuhan, bencana, dan malapetaka yang berbahaya, baik bagi pengguna,
keluarga, masyarakat maupun bangsa dan negara.

A. Pendahuluan
Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya.
Istilah lainnya adalah Napza [narkotika, psikotropika dan zat adiktif]. Istilah narkoba
berdasarkan Kepres No. 17 tahun 2002 sejak terbentuknya Badan Narkotika Nasional
(BNN)35. Istilah ini banyak dipakai oleh para praktisi kesehatan dan rehabilitasi.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan36.
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku37. Lebih sering
digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan jiwa.
Bahan adiktif lainnya adalah zat atau bahan lain bukan narkotika dan psikotropika
yang berpengaruh pada kerja otak dan dapat menimbulkan ketergantungan. [UU No.22
Tahun 1997 tentang Narkotika] bahan ini bisa mengarahkan atau sebagai jalan adiksi
terhadap narkotika.

67
Narkoba seperti yang telah kita ketahui bersama merupakan daya perusak terhadap
sendi-sendi kehidupan, sehingga menyita perhatian banyak kalangan. Lebih-lebih ketika
sekian banyak penelitian menyatakan bahwa korban narkoba saat ini telah merambah
ke segenap lapisan masyarakat mulai dari anak yang baru dilahirkan hingga orang tua,
mulai dari rakyat jelata sampai konglomeratnya. Bahkan, tidak sedikit dari anak sekolah
dasar hingga perguruan tinggi, yang ikut menjadi korban keganasannya38. Yang sangat
memprihatinkan lagi, bahwa perilaku orang tua sudah biasa mempengaruhi sejak si
kecil masih berada dalam kandungan. Bila waktu hamil sang ibu terbiasa mengkonsumsi
narkoba, maka resiko si kecil berkembang menjadi pecandu narkoba pun juga besar.
Penelitian (Hawari, 1990) membuktikan bahwa penyalah-gunaan NAZA
menimbulkan dampak antara lain, merusak hubungan kekeluargaan menurunkan
kemampuan belajar, ketidakmampuan untuk membedakan mana yang baik dan buruk,
perubahan perilaku menjadi anti-sosial, merosotnya produktivitas kerja, gangguan
kesehatan; mempertinggi kecelakaan lalu-lintas, kriminalitas dan tindak kekerasan
lainnya baik kuantitatif maupun kualitatif.
Permasalahan penyalahgunaan NAZA mempunyai dimensi yang luas dan kompleks;
baik dari sudut medik, psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psikososial (ekonomi,
politik, social-budaya, kriminalitas dan lain sebagainya). Penyalahgunaan NAZA
adalah penyakit endemic dalam masyarakat modern, merupakan penyakit kronik yang
berulang kali kambuh; yang hingga sekarang belum ditemukan upaya penanggulangan
secara universal memuaskan, baik dari sudut prevensi, terapi, maupun rehabilitasi.
Yang memprihatinkan adalah bahwa korban penyalahgunaan NAZA pada remaja
dan dewasa muda, justru yang sedang dalam usia produktif yang merupakan sumber
daya manusia atau aset bangsa di kemudian hari.

Bapak Presiden, sebagaimana yang disampaikan oleh Menko Polkam Soesilo


Soedarman beberapa waktu yang lalu (Febr. 1995); beliau merasa prihatin
terhadap semakin meningkatnya penyalahgunaan NAZA ini dan minta agar
pengawasannya lebih diperketat lagi.

Cedera, cacat, hingga kematian akibat penyalahgunaan NAZA adalah hal yang sia-
sia, yang disebabkan karena overdosis, perkelahian, dan kecelakaan lalu-lintas.
Pengalaman di negara-negara yang maju, menunjukkan bahwa semakin modern
dan industrial suatu masyarakat, maka penyalahgunaan NAZA semakin cenderung
meningkat. Oleh karena itu bagi bangsa dan Negara Indonesia yang sedang membangun
menuju masyarakat modern dan industri, maka antisipasi penyalahgunaan NAZA di
masa datang sudah waktunya dibuat, dan langkah-langkah di bidang prevensi, terapi,

68
dan rehabilitasi sudah waktunya dievaluasi kembali serta dapat di susun strategi baru
dalam menghadapi tantangan PJPT-II.39
Islam di turunkan langsung oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai agama
yang rahmatan lil alamin, agama yang sempurna dan membawa kita pada jalan
kebenaran. Artinya, Islam telah mengatur segala urusan, baik urusan duniawi, maupun
urusan akhirat agar umatnya tidak tersesat dan salah bertindak dalam menjalankan
kehidupannya.
Masalah narkoba, walaupun tidak secara detail diatur dalam Al-Qur’an, tetapi
tetap diatur dalam hukum Islam berdasarkan kajian-kajian ulama besar Islam yang
memang mengerti dan memahami tata cara menentukan halal dan haram dengan
menyamakan atau menetapkan hukum suatu perkara yang baru, yang belum ada pada
masa sebelumnya namun memiliki kesamaan sebab, manfaat, bahaya dengan perkara
terdahulu sehingga dihukum sama (Qiyas).
Dalam perspektif Islam, narkoba identik dengan Al-khamr yang secara etimologi
berarti menutupi. Yang dimaksud khamr itu adalah sesuatu yang menutupi kepala
seperti sorban atau kerudung. Dinamakan khamr karena menutupi atau mengacaukan
akal.40 Abdullah bin umar radhiyallahu anhuma berhaluan bahwa mengkonsumsi
khamr adalah dosa yang paling besar, hal tersebut tiada diragukan lagi sebagai induk
dari segala yang buruk.41bagaimana tidak, sedangkan dua malaikat yng bernama harut
dan marut terpaksa memilih azab dunia lantaran keduanya pernah mengkonsumsi
khamr dan tiada mendapat perkenan lagi tuk naik ke langit meski taubat keduanya
diterima Allah swt42
Para ulama sepakat haramnya mengkonsumsi narkoba kecuali untuk tujuan medis
dalam kondisi terpaksa atau kebutuhan. Keharaman narkoba dan penyalahgunaan obat
obatan terlarang sama seperti keharaman minuman keras yang diharamkan berdasarkan
nash-nash al qur’an dan hadist yang bersifat pasti. Di dalam perspektif hukum Islam
mengkonsumsi Narkoba tergolong dosa besar berdasarkan dalil-dalil yang mendukung
haramnya narkoba firman Allah SWT di dalam Al-Qur’an :

ُّ‫الل ُيِب‬ ْ َ‫كة ۛ َوأ‬


َ َّ ‫حس ُِنوا ۛ إ َّن‬ َ ُ ْ َّ َ ْ ُ ْ َ ُ ْ ُ َ َّ َ ُ ََْ
َ
ِ ‫يل اللِ ول تلقوا بِأيدِيكم إِل اتلهل‬
ِ ِ ِ ‫وأنفِقوا ِف سب‬
َ ‫سن‬ ْ ‫ال ْ ُم‬
‫ني‬ ِ ِ ‫ح‬
Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah
kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. Al-
Baqarah: 195)43

69
ً‫ارة‬ َ ُ َ ْ َ َّ
َ َ‫ون ِت‬ َ ْ ْ ُ َ ْ َ ْ ُ َ َ ْ َ ُ ُ ْ َ َ ُ َ َ َّ َ ُّ َ َ
‫يا أيها الِين آمنوا ل تأكلوا أموالكم بينكم بِالاط ِِل إِل أن تك‬
ُ
ً‫ك ْم َرحِيما‬ َ َ َ َّ َّ ْ ُ َ ُ ْ َ ُ ُ ْ َ َ َ ْ ُ ْ َ َ
ِ ‫اض مِنكم ۚ ول تقتلوا أنفسكم ۚ إِن الل كن ب‬ ٍ ‫ع ْن ت َر‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
(Qs. An-Nisa: 29).

Di dalam perspektif hukum Islam mengkonsumsi Narkoba tergolong dosa besar


berdasarkan firman Allah SWT di dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 90-91:

َ َ ْ ٌ ْ ُ َ ْ َ ْ َ ُ َ ْ َ ْ َ ُ ْ َ ْ َ ُ ْ َ ْ َ َّ ُ َ َ َّ َ ُّ َ َ
‫يا أيها الِين آمنوا إِنما المر والمي ِس والنصاب والزلم رِجس مِن عم ِل‬
َ ْ ُ ُ َّ َ ْ َ‫الشيْ َطان ف‬
َّ
٩٠‫اج َتن ِ ُبوهُ ل َعلك ْم تفل ُِحون‬ ِ
ُ ْ ْ َْ ُ َ ْ َ َ ُ ْ َ ُ َ ْ َّ ُ ُ َ َّ
َ ‫ك ُم الْ َع َد َاوةَ َو ْالَ ْغ َض‬
‫س َو َي ُص َّدك ْم‬
ِِ ‫اء ِف ال ْم ِر َوال َمي‬ ‫إِنما ي ِريد الشيطان أن يوق ِع بين‬
َ ْ َ
ْ ْ َ َ َّ َّ ْ َ
٩١‫الصلة ِ ۖف َهل أن ُت ْم ُمن َت ُهون‬ ‫ع ْن ذِك ِر اللِ َو َع ِن‬
90. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah [434],
adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan.
91. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan
dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi
itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka
berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (Qs. Al- Maidah: 90-91).

Ayat di atas menunjukkan, akan haramnya merusak diri sendiri atau membinasakan
diri sendiri. Yang namanya narkoba sudah pasti merusak badan dan akal seseorang.
Sehingga dari ayat inilah kita dapat menyatakan bahwa narkoba itu haram.44
Hadits-hadits yang mengharamkan narkoba di antaranya:
Dari Ummu Salamah, ia berkata:
َُّ ْ ُ ّ ُ ‫ َع ْن‬-‫صىل اهلل عليه وسلم‬- ِ‫الل‬ ُ َُ ََ
َّ ‫ول‬
ٍِ ‫ك مسك ٍِر َومف‬
‫ت‬ ِ ‫نه رس‬
Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari segala yang
memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah).” (HR. Abu Daud).

70
Dalam istilah para ulama, narkoba termasuk dalam pembahasan mufattirot
(pembuat lemah) atau mukhoddirot (pembuat mati rasa). Ibnu hajar mengatakan,
hadist ini secara khusus mengandung dalil di- haramkannya ganja, karena memiliki
efek memabukan, membius dan melemahkan. Dalam hadist yang lain disebutkan ,
“setiap mukhammir dan setiap yang memabukan adalah haram.” Mukhammir adalah
setiap sesuatu yang menutupi dan menghilangkan kesadaran akal.
Dari Abu Hurairah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

َ ‫لا‬
‫فيها‬ ً َّ ‫م‬
َُ ً َ َ
‫الا‬
ِ ‫تدى فِيها خ‬
َّ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َ ُ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ ْ
‫َم ْن ت َردى مِن جب ٍل فقتل نفسه فهو يف نارِ جهنم ي‬
َّ َ
ً ِ ‫ح َّساهُ يف نَار َج َه َّن َم َخ‬
‫الا‬ َ ‫ َو َم ْن َتَ َّس ُس َّما َف َق َت َل َن ْف َس ُه فَ ُس َّم ُه يف يَ ِده ِ َي َت‬,‫اَبَ ًدا‬
ِ
ُ
ْ‫حدِي ْ َدتُ ُه ِف يَ ِده ِ َي َت َو َّجأ يف َب ْطنِهِ ِف‬َ َ‫ و َم ْن َق َت َل َن ْف َس ُه بَدِي ْ َدة ف‬,‫فيها َأبَ ًدا‬َ ‫لا‬ ً َّ ‫م‬
َُ
ٍ ِ
ً‫لا فِيْ َها َأبَدا‬ ً َّ ‫م‬
َ ُ ً َ َ َّ َ َ َ
‫الا‬
ِ ‫نارِ جهنم خ‬
Artinya: “Barangsiapa yang sengaja menjatuhkan dirinya dari gunung hingga
mati, maka dia di neraka Jahannam dalam keadaan menjatuhkan diri di
(gunung dalam) neraka itu, kekal selama lamanya. Barangsiapa yang sengaja
menenggak racun hingga mati maka racun itu tetap ditangannya dan dia
menenggaknya di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal selama
lamanya. Dan barangsiapa yang membunuh dirinya dengan besi, maka besi
itu akan ada ditangannya dan dia tusukkan ke perutnya di neraka Jahannam
dalam keadaan kekal selama lamanya.” (HR. Bukhori dan Muslim).45

Hadis ini menunjukkan akan ancaman yang amat keras bagi orang yang
menyebabkan dirinya sendiri binasa. Mengkonsumsi narkoba tentu menjadi sebab
yang bisa mengantarkan pada kebinasaan karena narkoba hampir sama halnya dengan
racun. Sehingga hadits ini pun bisa menjadi dalil haramnya narkoba.
Dari Ibnu ‘Abbas, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

‫ض َار‬ َ َ ‫ال‬
ِ ‫ض َر وال‬
Artinya: “Tidak boleh memberikan dampak bahaya, tidak boleh memberikan
dampak bahaya.” (HR. Ibnu Majah).

Maksud hadis diatas adalah tidak boleh menimbulkan kemudharatan dan


bahaya terhadap diri sendiri atau orang lain. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh
membahayakan dirinya sendiri atau orang lain tanpa alasan yang benar dan tanpa
adanya tindak kejahatan sebelumnya.

71
Dampak bahaya dari mengonsumsi minuman keras, narkoba, dan obat-obatan
terlarang adalah sangat luas dan multidimensial, tidak hanya membahayakan bagi
pemakainya saja, akan tetapi juga bagi keluarga, anak-anak, masyarakat dan umat.
Adapun bahaya bagi si pemakai sendiri adalah efek buruk bagi tubuh dan akal
sekaligus. Karena minuman keras dan obat-obatan terlarang memiliki kekuatan
merusak yang sangat dahsyat terhadap kesehatan, syaraf, akal, pikiran, berbagai organ
pencernaan dan sebagainya berupa berbagai bahaya yang sangat dahsyat bagi tubuh
secara keseluruhan. Tidak hanya itu saja, dampak bahaya minuman keras dan obat-
obatan terlarang juga menyerang reputasi, nama baik, kedudukan dan kehormatan
seseorang.
Di samping dampak buruk itu, kondisi mabuk dan kecanduan obat terlarang sangat
berpotensi mendorong pelakunya melakukan berbagai tindak kriminal terhadap jiwa,
harta, dan kehormatan. Bahkan dampak bahaya narkoba lebih berat dari dampak
bahaya minuman keras, karena narkoba dan obat obatan terlarang merusak nilai-nilai
moral.

B. Mengkonsumsi Narkoba dalam Keadaan Darurat


Kadang beberapa jenis obat-obatan yang termasuk dalam napza atau narkoba di
butuhkan bagi orang sakit untuk mengobati luka atau untuk meredam rasa sakit. Ini
adalah keadaan darurat. Dan dalam keadaan tersebut masih dibolehkan mengingat
kaedah yang sering dikemukakan oleh para ulama:

‫الرضورة تبيح المحظورات‬


“Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang”

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Seandainya dibutuhkan untuk mengkonsumsi


sebagian narkoba untuk meredam rasa sakit ketika mengamputasi tangan, maka ada
dua pendapat di kalangan Syafi’iyah. Yang tepat adalah dibolehkan.”
Al Khotib Asy Syarbini dari kalangan Syafi’iyah berkata, “Boleh menggunakan
sejenis napza dalam pengobatan ketika tidak didapati obat lainnya walau nantinya
menimbulkan efek memabukkan karena kondisi ini adalah kondisi darurat”.

C. Hukum Bisnis Narkoba Dan Obat-Obatan Terlarang


Bisnis narkoba dan obat-obatan terlarang, baik membeli, menjual, menyelundupkan,
mengedarkan dan memasarkan adalah haram, sama seperti keharaman mengonsumsi
itu sendiri. Karena wasilah menurut syari’at, hukumnya mengikuti hukum maksud

72
dan tujuan dari wasilah tersebut. menutup setiap celah yang bisa menjadi pintu
masuk kepada perkara yang diharamkan adalah sebuah kewajiban dan keharusan.
Karena pedagang narkoba, berarti ia membantu mempermudah penyebaran dan
pemakainannya. Oleh karena itu, hasil dari memperdagangkan narkoba adalah haram,
tindakan memperdagangkannya adalah tindakan dosa, berbisnis narkoba berarti
membantu tindakan maksiat, dan transaksi jual beli yang dilakukan adalah batal dan
tidak sah.

Allah SWT berfirman:


َّ َ َ َّ َ َ َ ُّ ُ َ ُ َ َ َّ َ ُّ َ َ
َ ْ ‫الش ْه َر‬
َ‫ال َر َام َو َل ال ْ َه ْد َي َو َل الْ َق َلئد‬
ِ ‫يا أيها الِين آمنوا ل تِلوا شعائِر اللِ ول‬
ُ ْ َ ُْ َ َ َ
ۚ ‫اص َطادوا‬
ْ ً ْ ً ْ َ َ ُ
‫ال َر َام يَبْ َتغون فضل م ِْن َر ّب ِ ِه ْم َورِض َوانا ۚ ِإَوذا حللتم ف‬ َْ ‫ت‬َ ْ‫ِني ْالَي‬
َ ‫َو َل ّآم‬
ُ َ َ َ َ ُ َ ْ َ ْ َ ِ َ َْ ْ ‫وك ْم َعن ال ْ َم‬ ُ ُّ َ ْ َ ْ َ ُ َ َ ْ ُ َّ َ ْ َ َ َ
‫اونوا‬ ‫ج ِد الرام أن تعتدوا ۘ وتع‬ ِ ‫س‬ ِ ‫ول ي ِرمنكم شنآن قو ٍم أن صد‬
ُ ‫الل َشد‬
‫ِيد‬ َ َّ ‫ع ْالث ْ ِم َوالْ ُع ْد َوان ۚ َو َّات ُقوا‬
َ َّ ‫الل ۖ إ َّن‬ َ َ ُ َ َ َ َ َ ٰ َ ْ َّ َ ّ ْ َ َ
‫ب واتلقوى ۖ ول تعاونوا‬
ِ ِ ِ ِ ِ ‫ع ال‬
َ ْ
‫اب‬
ِ ‫العِق‬

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar


Allah[389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram[390],
jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya[391], dan binatang-binatang
qalaa-id[392], dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi
Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya[393]
dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu.
dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum Karena mereka
menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat
aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat
berat siksa-Nya. (Qs. Al-Maidah :2)

Dengan begitu, larangan memperjual belikan khamr dan menghukumi batal


transaksi jual beli tersebut, mencakup jual beli narkoba dan obat-obatan terlarang.
Karena semua itu masuk kategori membantu kemaksiatan, berkonspirasi dalam usaha
merusak generasi muda dan umat, menghancurkan akhlak, moral dan nilai nilai umat,
merusak ekonomi umat dan menjadikannya lemah dihadapan umat-umat yang lain.

73
D. Hukum Usaha Pertanian Ganja Dan Opium
Setiap sesuatu yang bisa membawa kepada keharaman, hukumnya juga haram.
Setiap sesuatu yang bisa memberikan kontribusi pada kemaksiatan, itu juga disebut
kemaksiatan. Oleh karena itu, menanam tanaman ganja dan yang lainnya, memproduksi
bahan-bahan narkoba, ikut memberikan kontribusi dalam proses penjagaan, perawatan,
pengepakan, penyelundupan, pendistribusian, semua itu adalah haram menurut syar’I,
aturan dan agama Allah swt dengan alasan-alasan berikut:
◆ Pertama: menanam sesuatu yang mambawa kepada keharaman, itu
dianggap sebagai sebuah sikap setuju yang nyata dari penanamnya terhadap
penggunaan sesuatu tersebut serta memperdagangkannya. Sikap setuju
kepada kemungkaran atau kemaksiatan adalah sebuah kemaksiatan dan
kemungkaran juga.
◆ Kedua: setiap sesuatu yang memiliki kontribusi terhadap suatu kemaksiatan
adalah kemaksiatan juga, sebagaimana mananam berbagai tanaman yang
bisa dijadikan bahan narkoba adalah sebuah kemaksiatan.
◆ Ketiga: Rasulullah SAW bersabda, “sesungguhnya orang yang menahan
dan menimbun buah anggur pada masa panen, supaya ia bisa menjualnya
kepada orang yang menjadikannya bahan untuk membuat khamr, sungguh
ia telah menjerumuskan dirinya kedalam neraka.” Hadist ini merupakan
dalil yang jelas atas keharaman menanam ganja dan segala jenis tanaman
yang bisa dijadikan bahan pembuatan opium, heroin, kokain dan sebagainya.
◆ Keempat: Rasulullah saw bersabda, “allah melaknat khamr itu sendiri,
peminumnya, penuangnya, penjualnya, pembelinya, orang yang membuat
perasannya, orang yang meminta dibuatkan perasannya, orang yang
membawanya, orang yang dibawakan, dan orang yang memakan dari hasil
bisnis khamr.”

Berdasarkan hal ini, pengedar, pedagang, penyelundup dan setiap pihak yang
memiliki peran dalam pemakaian narkoba, mereka semua juga termasuk orang yang
melakukan perbuatan dosa besar, orang yang melakukan keharaman dan kemungkaran.
Dalam hadits yang lain yang diriwayatkan dari Ibnu Umar disebutkan yang
artinya:

“Rasulullah melaknat sepuluh orang yang terkait dengan khamr : Produsennya


(pembuat), distributornya (pengedar), peminumnya, pembawanya (kurir),
pengirimnya, penuangnya (penyuguh), Penjualnya, pemakan hasil
penjualannya, pembayar dan pemesannya” (HR. Ibnu Majah dan Al-Tirmidzi).46

74
E. Hasil Keuntungan Dari Bisnis Narkoba
Keuntungan yang didapatkan oleh setiap pihak yang ikut berbisnis dan
melakukan transaksi narkoba, semuanya adalah harta yang haram, berdasarkan dalil-
dalil berikut:
◆ Pertama: Firman Allah SWT, “ Janganlah sebagian kamu memakan harta
sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil.” (Al baqarah:
188) memakan harta orang yang lain mencakup segala bentuk transaksi yang
diharamkan termasuk bisnis narkoba.
◆ Kedua: Rasulullah SAW bersabda, “sesungguhnya jika Allah mengharamkan
sesuatu, Dia juga mengharamkan harga hasil dari bisnis sesuatu itu.”
Perkataan lainnya Nabi SAW, “sesungguhnya sesuatu yang diharamkan
untuk diminum, maka juga diharamkan memperjualbelikannya.” Masih
Nabi SAW mengatakan “sesungguhnya Allah mengharamkan khamr dan
hasil dari bisnis khamr, mengharamkan bangkai dan hasil dari bisnis
bangkai, mengharamkan babi dan hasil dari bisis babi.”

F. Sangsi Hukum Bagi Pengonsumsi Narkoba


Fuqaha sepakat bahwa pengonsumsi narkoba tanpa udzur dan alasan yang
dibenarkan seperti kepentingan medis, maka ia dikenai sangsi hukuman ta’zir.
Hukuman ta’zir tersebut bisa dengan kecaman, dipukul, dipenjara, dipublikasikan,
dikenai sangsi denda berupa harta, dan bentuk-bentuk hukuman ta’zir lainnya sesuai
dengan kebijakan hakim yang menurutnya bisa memberi efek jera baik bagi pelaku dan
orang yang lain.
Fuqaha hanafiyah dan malikiyah memperbolehkan hukuman ta’zir itu sampai
berupa hukuman bunuh. Mereka menyebutnya dengan istilah hukuman bunuh sebagai
bentuk kebijakan yang pas dan tepat. Artinya, jika hakim melihat ada kemaslahatan
sesuai dengan kondisi dan situasinya.

G. Konsep Islam dalam Memerangi Penyalahgunaan NAZA


Dalam masyarakat modern dan industri belajar dari pengalaman Negara
Barat, maka yang terjadi adalah ketidakpastian fundamental di bidang hukum, nilai,
moral, dan etika kehidupan, orang tidak lagi mempunyai pegangan dan pedoman
hidup selain materi, materi dan sekali lagi materi serta tujuan dekat belaka. Mereka
mengalami kekosongan spiritual (agama). Manusia modern seringkali tidak menyadari
bahwa pada dasarnya setiap diri manusia perlu pemenuhan kebutuhan dasar spiritual/
kerohanian/agama (Clinbell, 1980). Badan Kesehatan Dunia (WHO, 1984) sendiri
telah menetapkan bahwa unsur agama merupakan unsur dalam kesehatan selain ketiga

75
unsur lainnya (yaitu kesehatan fisik, psikologik, dan social). Unsur agama amat penting
dan peringkatnya sama dengan ketiga unsur kesehatan lainnya. Pentingnya peran
agama dalam pembinaan keluarga dan pencegahan penyalahgunaan NAZA juga telah
dilakukan oleh peneliti (Stinnet dan John De Frain, 1987) dalam bukunya “The National
Study on Family Strength”.
Bagi umat Islam agar tidak terombang-ambing dan terbawa arus limbah budaya
Barat, Nabi Muhammad telah menyampaikan pesannya sebagaimana di riwayatkan
oleh Al-Hakim, Artinya : “Sesungguhnya aku telah meninggalkan untukmu,jika kamu
berpegang teguh kepadanya, niscaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya,
yaitu: Kitab Allah (AlQur’an) dan Sunnah Nabi-Nya (Muhammad SAW)”.
Akhir-akhir ini sebagaimana diberitakan oleh berbagai media masa bahwa
banyak penyalahgunaan NAZA dilakukan oleh para remaja yang berasal dari keluarga-
keluarga golongan “Papan Atas”. Mereka menyalahgunakan NAZA untuk kesenangan,
berhura hura dan mabuk-mabukan karena sarana dan peluang memang ada untuk itu.
Mereka terbawa arus “modernisasi”, sersesat dan kehilangan jati diri tenggelam dalam
kehidupan malam.

Pertanyaannya adalah kemana saja orang tua mereka? Menko Polkam


Soesilo Soedarman seusai diterima Bapak Presiden beberapa waktu yang
lalu menyatakan antara lain bahwa peran orang tua untuk tetap mengawasi
anak-anaknya masih sangat penting agar mereka tidak tergiur oleh minuman
keras dan obat-obat terlarang. Selanjutnya beliau mengatakan “para remaja
hendaknya berhati-hati agar jangan sampai terperangkap dalam penggunaan
obat-obat terlarang dan minuman keras, sebab bisa menghancurkan masa
depan”. (Republika 29/2/94).

Terhdap mereka keluarga golongan “papan atas” yang bergelimang dengan


kemewahan dunia dan yang lepas dari “tali” Allah; Allah SWT telah memperingatkan
mereka dengan firman-Nya:

َ ْ َْ
ٌ ُ َ َ َ ْ ُ َ ْ َ ٌ ُ َ َ َ ٌ َ َ ٌ ْ َ َ ٌ َ َ ْ ُّ ُ َ َ ْ َ َّ َ ُ َ ْ
‫اعلموا أنما الياة ادلنيا لعِب ولهو وزِينة وتفاخر بينكم وتكاثر ِف الموا ِل‬
ُ ُ َ َّ ُ ًّ َ ْ ُ ُ َ َ َ ُ َ َّ ُ ُ ُ َ َ َ َّ ُ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ َ َ ََْْ َ
‫ث أعجب الكفار نباته ثم ي ِهيج فتاه مصفرا ثم يكون‬ ٍ ‫والولدِ ۖ كمث ِل غي‬
ْ
ْ ُّ ُ َ َ َ َ ٌ َ ْ َ َّ َ ٌ َ ْ َ َ ٌ َ ٌ َ َ َ ْ َ ً َ ُ
‫ادلن َيا‬ ‫حطاما ۖ و ِف الخِرة ِ عذاب شدِيد ومغ ِفرة مِن اللِ ورِضوان ۚ وما الياة‬
ُ َ َ َّ
ُ ‫اع الْ ُغ‬
ِ ‫ور‬ ‫ر‬ ‫إِل مت‬

76
Artinya : “Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia Ini hanyalah
permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah
antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak,
seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian
tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning Kemudian
menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan
dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah
kesenangan yang menipu” (QS. Al Hadid : 20)

Gaya hidup manusia “modern” ala Barat yang serba mewah sebagaimana disaksikan
di kota-kota besar, yang tidak lepas dari penyalahgunaan NAZA dan pergaulan bebas
(free sex), tidak hanya dapat menimbulkan kesenjangan/kecemburuan social, tetapi juga
dapat mengakibatkan kesengsaraan dan kehancuran. Marilah kita simak peringatan
Nabi Muhammad SAW sebagaimana di riwayatkan oleh Amru bin Auf ra, sabdanya:

Artinya: “Demi Allah! Aku tidak mengkhawatirkan kemelaratan menimpa


kamu. Tetapi yang aku khawatirkan ialah bila kemewahan dunia menimpamu
sebagaimana orang-orang sebelum kamu ditimpa kemewahan dunia. Lalu
kamu berlomba-lomba (dengan kemewahan) dan kamu binasa seperti mereka”.

Berdasarkan pengamatan empiris, penelitian ilmiah, serta tuntunan Al-Qur’an dan


Hadis, dalam hal memerangi penyalahgunaan NAZA, Islam lebih menekankan kepada
pencegahan yaitu antara lain:
1. Pendidikan agama perlu ditanamkan sejak dini. Hasil penelitian ilmiah telah
membuktikan bahwa remaja yang komitmen agamanya lemah mempunyai
resiko lebih tinggi (4 kali) untuk terlibat penyalahgunaan NAZA bila
dibandingkan dengan remaja yang komitmen agamanya kuat (Cacellaro,
Larson, Wilson, 1982; Hawari, 1990).
2. Kehidupan beragama di rumah tangga perlu diciptakan dengan suasana rasa
kasih sayang (silaturrahim) antara ayah-ibu-anak. Penelitian ilmiah telah
membuktikan bahwa anak/ remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang
tidak religius, risiko anak untuk terlibat penyalahgunaan NAZA jauh lebih
besar daripada anak yang dibesarkan dalam keluarga yang religius (Stinnet, J.
De Frain, 1987; Hawari, 1990).
3. Perlu ditanamkan pada anak/remaja sedini mungkin bahwa penyalahgunaan
NAZA “haram” hukumnya sebagaimana makan babi haram hukumnya dalam
agama Islam.

77
4. Peran dan tanggung jawab orang tua amat penting dan menentukan bagi
keberhasilan pencegahan peyalahgunaan NAZA, yaitu:
a. Orang tua di rumah (ayah dan ibu), ciptakan suasana rumah tangga yang
harmonis (sakinah), tersedia waktu dan komunikasi dengan anak, hindari
pola hidup konsumtif, beri suri teladan yang baik sesuai dengan tuntunan
agama.
b. Prang tua di sekolah (bapak dan ibu guru), ciptakan suasana/kondisi proses
belajar mengajar yang kondusif bagi anak didik agar menjadi manusia yang
berilmu dan beriman.
c. Orang tua di masyarakat (tokoh masyarakat, agamawan, pejabat,
pengusaha dan aparat), ciptakan kondisi lingkungan social yang sehat
bagi perkembangan anak/ remaja. Hindari sarana dan peluang agar anak/
remaja tida terjerumus dalam penyalahgunaan NAZA.

78
BAB

KORUPSI DALAM
PERSPEKTIF ISLAM
Korupsi di Indonesia merupakan kejahatan sangat luar biasa di karenakan dampak
negatifnya dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat korban tindak korupsi, akan mati
secara perlahan-lahan. Kejahatan ini memiliki potensi yang sangat luar biasa dalam
menciptakan kesengsaraan, dan penderitaan banyak orang, terutama masyarakat
bawah dengan ekonomi yang rendah. Korupsi merupakan istilah modern. Di dalam
hukum Islam kita mengenalinya dengan pencurian (sariqah), penyuapan (risywah),
penggelapan harta (ghulûl), dan perampokan (hirâbah) dengan sanksi hukum yang
berbeda-beda. Korupsi di Indonesia terjadi karena banyak faktor di antaranya karena
pola hidup materialistic, konsumtif, sistem politik, kepemimpinan yang lemah,
pendidikan agama dan etika yang minim, sistem sosial, dan hukum yang menyuburkan
perilaku koruptif. Untuk memberantas korupsi sangat diperlukan membangun mental
dan karakter bagi semua pihak

A. Pendahuluan
Lord Acton pernah membuat sebuah ungkapan yang menghubungkan antara
korupsi dengan kekuasaan, yakni power tends to corrupt, and absolute power corrupts
absolutely, bahwa ‘kekuasaan cenderung untuk korupsi dan kekuasaan yang absolut
cenderung korupsi absolut47.
Tindak pidana korupsi merupakan masalah yang sangat serius, karena tindak
pidana korupsi dapat membahayakan pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat,
politik, bahkan pula merusak nilai-nilai demokrasi serta moralitas bangsa karena
dampak membudayakannya tindakk pidana korupsi tersebut48.
Korupsi sangat erat kaitannya dengan harta benda, maka ia dapat pula dikatakan
sebagai kejahatan terhadap harta benda (mâliyah). Kejahatan mâliyah ini banyak terjadi
pada negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Bahkan China sebagai salah satu
negara yang menjadi basis kekuatan ekonomi dunia memperbolehkan perusahaan-

79
perusahaannya untuk menyuap di luar negeri. Di Indonesia sendiri, praktik suap-
menyuap, mafia peradilan, pungli, dan perilaku-perilaku koruptif lainnya setiap waktu
menghiasi layar kaca televisi dan selalu menjadi pembicaraan yang tidak kunjung
selesai.49
Bagi sebagian pelaku, perilaku korupsi, seakan-akan sudah hidup di bagian
masyarakat. Di negara Indonesiaan, ketika sistem hukum dan sistem sosial tidak lagi
mendukung dan menjadi perisai, maka keteladanan tokoh masyarakat berperan sangat
penting dalam memberantas korupsi. Untuk hal tersebut tidak salah kalau harus di
mulai dari diri sendiri, dan untuk merubahnya perlu kesadaran penuh dari individu.
Pada kenyataannya permasalahan korupsi di Indonesia ini sudah sedemikian parah,
upaya pemberantasan korupsi yang di lakukan oleh aparat penegak hukum selama
ini terkesan lamban. Berbagai usaha telah dilakukan, dengan membentuk berbagai
lembaga dalam memberantas korupsi namun masih saja budaya korupsi menggerogoti
masyarakat, tanpa memandang perbedaan. Kalau kita menelaah lebih dalam, Indonesia
termasuk negara Muslim terbesar di dunia, tetapi kenapa hal ini tetap terjadi?
Kalau kita amati, rusaknya perilaku tindakan ini memiliki efek yang besar bagi
generasi bangsa, karena tindak pidana korupsi berlangsung sistemik dan menghancurkan
tubuh birokrasi negara serta mental pejabat. Tindak Korupsi ini melanggar nilai-nilai
agama. Di sinilah peran penting ajaran Islam, salah satunya melalui para da'i dan ulama
serta menanamkan akhlak dan etika dalam jiwa generasi penerus bangsa, untuk upaya
memecahkan problem ini.
Setiap ajaran yang terkandung didalam AlQuran dan Hadist mengajarkan penganut-
penganutnya untuk tidak berprilaku yang merugikan orang lain. Dalam hal ini, korupsi
merupakan tindakan yang merugikan tidak hanya satu orang tetapi satu negara yang
didalamnya mencakup semua warga negara. Menurut agama Islam perbuatan korupsi
ini sangat bertentangan dengan tujuan Islam itu sendiri, yaitu untuk membahagiakan
individu dan masyarakat serta mewujudkan kemaslahatan manusia.
Agama hadir untuk selalu mendampingi manusia dalam menentukan dan menjalani
pilihan hidup. Agama selalu mengajak kita memulainya dengan niat, dalam arti
penghayatan mendalam terhadap pilihan kita. Dengan niat yang kuat agama menuntun
kita untuk menjalani pilihan hidup dengan menghindari lima kebiasaan buruk yang
berpotensi mengagalkan kita, yaitu (1) hindari cara-cara kerja yang tergesa-gesa, (2)
hindari cara-cara instant dalam menyelesaikan segala urusan, (3) hindari untuk meng
copy-paste cara-cara orang lain didalam menyelesaikan problem, (4) hindari menutup
diri dengan orang lain didalam menjalankan usaha, dan (5) hindari untuk mengisolasi
diri di dalam kehidupan masyarakat.
Dan manusia tidak sepenuhnya hidup dalam keterpurukan dan keterkutukan.
Allah menurunkan agama sebagai petunjuk menuju jalan kembali. Agama mengajarkan

80
berbagai amaliah yang dapat menguatkan imunitas jiwa dan membentenginya dari
perbuatan buruk yang dapat menghinakannya. Dan jalan Tasawuf adalah satu diantara
jalan yang memperkuat imunitas jiwa dari perbagai perilaku penyimpangan50

B. Pengertian Korupsi
1. Definisi Korupsi
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” (Fockema Andrea: 1951)51
atau “corruptus” (Webster Student Dictionary: 1960). Selanjutnya dikatakan bahwa
“corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari
bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris),
“corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda).
Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian. Di
Malaysia terdapat peraturan anti korupsi, dipakai kata “resuah” berasal dari bahasa
Arab “risywah”, menurut Kamus umum Arab-Indonesia artinya sama dengan
korupsi (Andi Hamzah: 2002)52.
Korupsi didefinisikan menjadi 4 macam53

No Definisi Korupsi Contoh

1 Discretionery corruption ialah Seorang pelayanan perizinan tenaga kerja asing,


korupsi yang dilakukan karena memberikan pelayanan yang lebih cepat kepada “Calo”
adanya kebebasan dalam atau orang yang bersedia membayar lebih, ketimbang
menentukan kebijaksanaan, para pemohon yang biasa-biasa saja. Alasannya karena
sekalipun Nampak bersifat calo adalah orang yang bisa memberikan pendapatan
sah, bukanlah praktik-praktik tambahan. Dalam kasus ini, sulit dibuktikan tentang
yang dapat diterima oleh para praktik korupsi, walaupun ada peraturan yang dlanggar.
anggota organisasi Terlebih lagi apabila dalih memberikan uang tambahan
dibungkus dengan jargon “tanda ucapan terima kasih” dan
diserahkan setelah layanan diberikan.
2 Illegal corruption ialah Di dalam peraturan lelang di nyatakan bahwa untuk
suatu jenis tindakan yang mengadakan barang jenis tertentu harus melalui
bermaksud mengacaukan proses pelelangan atau tender. Tetapi karena waktunya
Bahasa atau maksud-maksud mendesak (karena turunnya anggaran terlambat),
hukum, peraturan dan regulasi maka proses tender itu tidak di mungkinkan. Untuk itu
tertentu. pemimpin proyek mencari dasar hukum mana yang bisa
mendukung atau memperkuat pelaksanaan pelelangan,
sehingga todak di salahkan oleh inspektur. Di carilah
pasal-pasal dalam peraturan yang memungkinkan
untuk bisa di pergunakan sebagai dasar hukum guna
mempekuat sahnya pelaksanaan tender. Dari sekian
banyak pasal, misalnya di temukanlah suatu pasal yang

81
mengatur perihal “keadaan darurat” atau “force majeur”.
Dalam pasal ini di katakan bahwa “dalam keadaan darurat,
prosedur pelelangan atau tender dapat di kecualikan,
dengan syarat harus memperoleh izin dari penjabat yang
berkompeten”. Dari sinilah dimulainya illegal corruption,
yakni ketika pemimpin proyek mengartikulasikan tentang
keadaan darurat. Andaikata dalam pasal keadaan darurat
tersebut di temukan kalimat yang berbunyi “termasuk ke
dalam keadaan darurat inilah suatu keadaan yang berada
di luar kendali manusia”, maka dengan serta merta,
pemimpin proyek bisa berdalih bahwa keterbatasan waktu
adalah salah satu unsur yang berada di luar kendali
manusia., yang bisa di pergunakan oleh pemimpin proyek
sebagai dasar pembenaran pelaksaan proyek. Atas dasar
penafsiran itulah pemimpin proyek meminta persetujuan
kepada pejabat yang berkompeten. Dalam pelaksanaan
proyek seperti kasus ini, sebenarnya bisa dikatakan sah
atau tidak sah, bergantung pada bagaimana para pihak
menafsirkan peraturan yang berlaku. Bahkan dalam
beberapa kasus, letak illegal corruption berada pada
kecanggihan memainkan kata-kata; bukan substansinya.
3 Mercenary corruption ialah Dalam sebuah pertandingan tender, seorang panitia lelang
jenis tindak pidana korupsi yang memiliki kewenangan untuk meluluskan peserta tender.
dimaksud untuk memperoleh Untuk itu, secara terselubung atau terang-terangan ia
keuntungan pribadi, melalui mengatakan bahwa untuk memenangkan tender, peserta
penyalahgunaan dan harus bersedia memberikan uang “sogok” atau “semir”
kekuasaan. dalam jumlah tertentu. Jika permintaan ini di penuhi oleh
kontraktor yang mengikuti tender, maka perbuatan panitia
lelang ini sudah termasuk kedalam kategori mercenary
corruption. Bentuk “sogok” atau “semir” itu tidak mutlak
berupa uang, namun bisa juga dalam bentuk lain.
4 Ideological corruption Kasus skandal watergate adalah contoh ideological
ialah jenis korupsi illegal corruption, di mana sejumlah individu memberikan
maupun discretionery yang komitmen mereka kepada Presiden Nixon ketimbang
dimaksudkan untuk mengejar kepada undang-undang atau hukum. Penjualan asset
tujuan kelompok BUMN untuk mendukung pemenangan pemilihan umum
dari partai politik tertentu adalah contoh dari jenis korupsi
ini.

Pengertian korupsi secara harfiah menurut Jhon M. Echols dan Hasan Shadly54,
berarti jahat atau busuk, sedangkan menurut A.I.N Kramer SR55 mengartikan
kata korupsi sebagai busuk, rusak atau dapat disuap. Selanjutnya untuk beberapa
Pengertian lain, disebutkan bahwa (Muhammad Ali: 1998):56 (1). Korup artinya

82
busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk kepentingan
sendiri dan sebagainya; (2). Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan
uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya; dan (3). Koruptor artinya orang
yang melakukan korupsi.
Kemudian Baharudin Lopa mengutip pendapat David M. Chalmers,
menguraikan istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut
masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi,
dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Hal ini diambil dari definisi
yang berbunyi “financial manipulations and deliction injurious to the economy are
often labeled corrupt” (Evi Hartanti: 2008).57
Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan
merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu
yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi
atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena
pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau
golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.

2. Korupsi menurut Al Quran


Korupsi ialah suatu tindakan yang di lakukan dengan sadar untuk memperkaya
diri atau cara lain dengan cara-cara yang tidak sah (Bathil). Cara-cara yang tidak
sah tersebut seperti penyogok, me-mark-up, curang, menipu, memanipulasi,
peyelewengan, pengelapan (ghuluw) dan cara-cara lain yang menyebabkan
kerugian orang atau pihak lain. Korupsi adalah sesuatu yang amat tercela karena
tega memperkaya diri, kelompok atau golongan sementara orang lain menderita.
Di dalam Al Quran seperti yang menjadi pijakan untuk membincangkan
kerasnya sikap Islam terhadap prilaku koruptif, salah satunya adalah pencurian.
Qs Al Maidah/5:38 yang artinya “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang
mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana”.
Belakangan Korupsi di identikan dengan istilah Risywah yaitu suatu tindakan
yang dilakukan secara sadar untuk memperkaya diri.58 Risywah (suap) dalam
kitab-kitab fiqih secara terminologis berarti pemberian yang diberikan seseorang
kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang
tidak dibenarkan atau untuk memperoleh kedudukan (al-Misbah al-Munir–al
Fayumi, al-Muhalla–Ibnu Hazm). Semua ulama sepakat mengharamkan risywah
yang terkait dengan pemutusan hukum, bahkan perbuatan ini termasuk dosa
besar. Sebagaimana yang telah diisyaratkan beberapa Nash Qur’aniyah dan Sunnah

83
Nabawiyah yang antara lain menyatakan:”Mereka itu adalah orang-orang yang
suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram” (QS Al Maidah
42).
Imam al-Hasan dan Said bin Jubair menginterpretasikan ‘akkaaluna lissuhti’
dengan risywah. Jadi risywah (suap menyuap) identik dengan memakan barang
yang diharamkan oleh Allah SWT. Jadi diharamkan mencari suap, menyuap dan
menerima suap. Begitu juga mediator antara penyuap dan yang disuap. Hanya saja
jumhur ulama membolehkan penyuapan yang dilakukan untuk memperoleh hak
dan mencegah kezhaliman seseorang. Namun orang yang menerima suap tetap
berdosa (Kasyful Qona’ 6/316, Nihayatul Muhtaj 8/243, al-Qurtubi 6/183, Ibnu
Abidin 4/304, al-Muhalla 8/118, Matalib Ulin Nuha 6/479).
Di dalam Islam, Risywah sesuatu yang amat tercela. Bahkan semua pihak yang
terlibat di dalamnya termasuk mendapatkan peringatan keras. Risywah melibatkan
pihak atau orang yang memberi sogokan (ar-rasyi), pihak yang mengambil sogok
(al murtasyi), dan pihak yang menjadi perantara dan mengambil keuntungan
terhadap terjadinya sogokan (ar-raisy).
Dalam sebuah hadist disebutkan; Rasulullah melaknat orang yang menyogok dan
yang menerima sogok serta orang yang menjadi perantara yaitu orang yang berjalan
diantara keduanya (HR, Ahmad)59. Al Quran secara umum banyak menyalahi
kaidah moral termasuk Risywah, sebagaimana disebutkan dalam Al Quran, QS. Al
Baqarah/2’188), yang artinya “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta
sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah)
kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan
sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui”.

3. Sifat Korupsi menurut Al Quran


Sangat menyedihkan bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama
sampai saat ini, Indonesia masih menyandang juara dalam hal korupsi. Menurut
sifatnya istilah korupsi tidak secara spesifik ditemukan dalam Al Quran dan Hadist.
Namun demikian korupsi dapat dikategorikan sebagai tindakan yang dilakukan
dengan sadar untuk memperkaya diri atau orang lain dengan cara-cara tidak sah
(bathil)
a) Ghuluw92 (pengelapan)
Ghuluw salah satu cara meraih keuntungan tetapi tercela dan dapat di
ketegorikan sebagai praktik korupsi. Ghuluw adalah Upaya untuk mencari

92 Ghuluw dalam kamus Bahasa arab diartikan sebagai khianat. Lihat Ibnu Manzhur lisan al-Arab, juz 11, h 500

84
keuntungan dan harta kekayaan dengan cara-cara yang curang, seperti
menipu, mengelabui, mengelapkan dll. Praktik ghuluw bisa terjadi di dunia
bisnis, birokrasi ataupun aktivitas sosial bermasyarakat. Harta kekayaan yang
diperoleh melalui cara-cara ghuluw pasti haram dan tidak membawa berkah.
Ayat yang mencela sifat-sifat dan praktik ghuluw, QS. Ali ‘Imran/3; 161. Artinya
“Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka
pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu;
Kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang yang ia
kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya”.
b) Amulah (Komisi)
Amulah (komisi) adalah salah satu Transaksi yang sangat berpotensi
merugikan orang lain atau negara dan karenanya dapat dikategorikan sebagai
bagian dari korupsi. Amulah ialah Pemberian komisi berupa kekayaan atay
keuntungan yang diperoleh melalui hasil balas jasa Transaksi antara suatu
kelompok kepentingan dengan lainnya, seperti antara pejabat dengan supplier
atau distributor. Praktik komisi jelas hukumnya haram. Firman Allah yang
melarang kita untuk mencampuradukan antara yang hak dan yang bathil. QS.
Al Baqarah/2;42. Yang artinya “Dan janganlah kamu campur adukkan antara
yang hak dan bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang
kamu mengetahuinya”
c) Mark-Up
Mark-Up “Menaikkan” yaitu menaikkan biaya di luar dari anggaran
sesungguhnya, disebabkan karena berbagai kepentingan. Dalam dunia bisnis,
mark-up biasanya di sebabkan karena adanya kekhawatiran suatu perencanaan
terkena dampak fluktuasi harga. Mark-up terjadi manakala terdapat perbedaan
antara biaya barang atau jasa dengan harga jualnya. Mark-up biaya dalam
perencanaan pengajuan anggaran termasuk kategori kebohongan. Namun
mark-up yang di lakukan sesuai dengan prosedur perencanaan yang benar,
tidak mengakibatkan kerugian berbagai pihak, tidak menyimpan kebohongan,
dengan kata lain semua berlangsung secara wajar, sesuai ketentuan dan
prosedur, maka hukumnya boleh.
d) Gashb (Merampas)
Gashb menurut Bahasa berarti mengambil sesuatu dengan cara paksa atau
zalim93. Dalam kitab-kitab Fiqih gashb biasanya di artikan dengan Upaya untuk
menguasai atau mengambil alih hak orang lain secara terbuka tanpa izin dari

93 Ibn Manzhur, lisan al-Arab, Juz I h 648

85
pemiliknya disertai dengan paksaan dan atau kekerasan.94 Bentuk gashb bisa
bermacam-macam, bisa dalam bentuk merampas barang milik umum seperti
mengambil mencabut dan mengambil lampu-lampu jalan, dan sebagian ulama
memasukkan orang-orang yang tidak mengeluarkan khumus95, atau tidak
mengeluarkan zakat. Bisa juga merampas hak guna pribadi dan hak guna umum,
seperti menduduki lahan milik orang lain dan memonopoli fasilitas sumur
umum yang seharusnya menjadi milik umum. Dasar gasbh QS. An-Nisa/4; 29
artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah
kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu”.Demikian pula di dalam QS. Al Baqarah/2; 188, yang artinya “Dan
janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda
orang lain dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”. Sanksi
pelaku gasbh ialah apabila yang di-gasbh barangnya masih utuh seperti kondisi
semula maka yang bersangkutan harus mengembalikan. Jika barang yang di-
gasbh mempunyai nilai bisnis, memberikan income bagi pemiliknya, maka
sang pelaku juga harus dituntut untuk memperhitungkan kerugian korban
akibat tindakkannya. Jika pelaku gasbh melenyapkan barangnya maka ia harus
mengganti dengan ukuran dan kualitas yang sama. Jika berupa uang maka harus
dikembalikan berdasarkan kurs yang berlaku pada masa pengambilannya.
Gambaran dalam hukum Islam menegaskan bahka korupsi dengan ragam
bentuknya merupakan perbuatan tercela dan agama memerintahkan untuk
menjatuhkan sanksi bagi pelakunya.60

4. Gratifikasi menurut Islam


Gratifikasi yaitu sebuah Pemberian pada sebuah kerjasama meloloskan sebuah
proyek atau sejenisnya, diberikan di luar gaji yang telah ditetapkan. Dalam agama

94 Dalam kitab Al-Umm, pembahasan gashb dijadikan bab tersendiri. Hal ini menunjukkan bahwa tema gashb
telah didiskusikan panjang oleh para ulama, Muhammad bin Idris asy-Syafi I, Beirut Dar l-Ma’rifah, 1393, Juz
3 h. 254.
95 Khumus  adalah salah satu hukum Islam yang memiliki peranan penting dalam bidang dakwah,
pendidikan, dan sosial. Khumus adalah kalimat yang sering kita dengar, bahkan ketika membahas tentang
pembagian ghanimah (rampasan perang), Alquran juga menggunakan kalimat tersebut: Ketahuilah,
sesungguhnya apa yang saja yang dapat kamu peroleh (sebagai rampasan perang), maka sesungguhnya
seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil. (QS Al-
Anfal, 8: 41). Meskipun khumus merupakan konsep Islam, namun hukum ini kurang populer di kalangan
kaum Muslim. Hal itu karena terjadi perbedaan pemahaman kata ghanimah di antara mereka. Sebagian
menilai bahwa khumus hanya berlaku pada hasil rampasan perang dan ketika perang tidak pernah ada,
maka hukum tersebut praktis tidak berlaku

86
Islam tidak mengenal istilah gratifikasi, namun istilah yang mendekati dalam
penjelasaan mengenai gratifikasi adalah hadiah dan risywah, risywah dalam bahasa
Indonesa di sebut suap. Hadiah jika diberikan semata-mata karena Allah, tanpa
tujuan dan kepentingan apapun, juga bukan karena pekerjaan atau jabatannya.
Maka hadiah tersebut bukan merupakan gratifikasi.
Gratikasi sekarang lebih banyak diartikan sebagai bentuk Pemberian meliputi
uang, barang, diskon, komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan wisata, pengobatan Cuma-Cuma. Jika gratifikasi ini diterima
oleh pejabat negara maka sesuai dengan ketentuan yang ada harus dikembalikan
atau diserahkan kepada KPK. Dengan demikian, gratifikasi yang identic dengan
hadiah kepada oknum pejabat dapat dianggap perbuatan melawan hukum.
Dalam hukum Islam gratifikasi merupakan Istilah yang tidak dikenal. Hukum
Islam hanya mengenal istilah hadiah dan pemberian. Pemberian itu sendiri dalam
Islam dibedakan kedalam beberapa macam. Diantaranya risywah, hadiah, hibah,
dan sedekah61
a) Al-Risywah
Term al-Risywah secara Etimologis berasal dari kata Rasya- Yarsyu- Risywah
yang berarti al-Ju'lu, dalam bahasa indonesia ju'lu diartikan dengan hadiah,
upah, pemberian, komisi atau suap.62 Sementara itu secara terminologis ialah
mengantarkan sesuatu yang diinginkan diberikan kepada seseorang untuk
mendapat sesuatu yang diharapkan,63 atau sesuatu yang diberikan dalam rangka
membenarkan yang batil/salah atau menyalahkan yang benar.64
b) Hadiah
Hadiah dalam bahasa Arab dituliskan dengan Hadiyyah, terambil dari akar
kata yang terdiri dari huruf ha, dal, dan ya, termasuk kata majaz yang berarti
dihadiahkan, ha y merupakan bentuk jamak yang berarti dipersembahkan.65
Hadiyyah merupakan penyampaian sesuatu dengan lemah lembut guna
menunjukkan simpati.66 Selain pengertian tersebut huda juga memliki makna
lain yaitu petunjuk (Qs. Al-Baqarah//2:2). Petunjuk yang diberikan kepada
manusia ialah sebuah pemberian yang murni langsung dari Allah. Untuk
kebaikan hambanya sebagai bentuk kasih sayang Allah, dengan pemberian
itulah Allah diinformasikan memiliki nama dan sifat al-Hadi (sang maha
pemberi petunjuk) serta al- Rahman (Maha pengasih), dan al-Rahim (maha
penyayang). Hadiah secara terminologi adalah pemberian yang diberikan
secara ikhlas tanpa pamrih oleh seseorang kepada orang lain dalam konteks
penghormatan, kasih sayang, persaudaraan atau persahabatan.67 Makna seperti
ini tidak berbeda dengan pengertian hidayah. Hadiah dan hidayah berasal dari
kumpulan huruf yang sama ha, dal, dan ya. Secara sederhana hidayah diartikan

87
sebagaiama huda, yaitu petunjuk. Dengan demikian hidayah adalah pemberian
satu pihak (Allah), kepada pihak lain (manusia) untuk tujuan kasih sayang dan
kebaikan sehingga terjalin hubungan kasih sayang antara Allah dan hambanya.
c) Hibah
Hibah secara etimologi merupakan isim masdar dari kata wahaba, yang
berarti memberi tanpa ganti rugi68. Ibnu Mundzir dalam kitabnya lisan al-Arab
mengungkapkan kata wahaba selain berarti pemberian yang tak mengharap
ganti dan tidak ada tujuan, kata tersebut juga merupakan salah satu dari asma
Allah al-Wahhab69, dalam al-Qur'an al-Wahhab ditemukan dalam tiga ayat,
yang kesemuanya adalah Sifat Allah, dan satu yang di rangkaikan dengan
sifat-Nya yang lain yakni al-Aziz (Qs. Shad/38:9)70. Allah memberi berulang-
ulang bahkan berkesinambungan tanpa mengharapkan imbalan, baik duniawi
maupun ukhrawi. Allah Menganugerahkan kepada manusia banyak nikmat dan
melapangkan rezekinya serta memberi balasan yang banyak. Allah memberi
kepada siapa saja yang Dia kehendaki dan Dia mencegah siapa yang Dia
kehendaki. Tidak ada yang bisa memberi apa yang Dia cegah dan mencegah
apa yang diberi. Allah memberi Sebelum Diminta. 71Demikianlah dasar hibah
bahwa pemberian tersebut diberikan sebelum diminta. Secara umum hibah
dalam pengertian ini adalah pemberian yang diberikan atas dasar kasih sayang
untuk kepentingan seseorang semasa hidup,72 dengan tujuan mendekatkam diri
kepada Allah dimana orang yang diberi bebas menggunakan harta tersebut.73
Seperti pemberian sebidang tanah kepada seorang anak dari orang tuanya,
semasa orang tuanya masih hidup.
d) Sedekah
Sedekah dalam al-Qur'an di sebutkan dengan kata Shadaqah. Berasal dari
kata shadaqa yang berarti benar atau jujur. Secara itilah, sedekah berarti sebuah
pemberian secara suka rela, baik berupa uang, barang, jasa, kebaikan, dan
lainnya, kepada orang yang berhak menerimanya dengan jumlah yang tidak di
tentukan dan di berikan kapan saja serta di mana saja demi mengharap rida dan
pahala dari Allah.74 Sedekah sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur'an
memiliki dua macam, yaitu sedekah sunah dan sedekah wajib.75 Sedekah wajib
berupa kewajiban zakat dan penggunaannya (Qs. Al-Taubat/9:60), sementara
sedekah sunah adalah sedekah yang diberikan secara suka rela (tidak diwajibkan)
kepada seseorang atau badan/lembaga.76 Wahbah Zuhaili dalam Kitabnya al-
Fiqh al-Isl m wa, Adi latuhu mendefinisikan; “jika suatu pemberian di serahkan
kepada orang yang di beri hadiah sebagai ungkapan rasa hormat atau kasih
maka disebut hadiah. Jika sesuatu pemberian di berikan kepada orang yang

88
memerlukan semata-mata karena mengharap ridha Allah itu adalah sedekah.
Pemberian selain dalam bentuk-bentuk tersebut adalah hibah.”77

B. Sejarah Korupsi
1. Praktik Korupsi zaman Ke Nabian
Peradaban manusia ketika kehidupan seseorang tersebut telah tersistem dan
terorganisir dengan baik. Banyak didapati perilaku korupsi ini telah mengakar
dalam suatu sistem atau tindakan yang tidak maupun disengaja hidup di masyarakat.
Sebagai contoh masyarakat dalam masyarakat kuno di India dan Yunani kuno,
korupsi telah dipraktekkan sejak milenium sebelum masehi. Dalam hukum
Manu96, misalnya, disebutkan bahwa”para pejabat yang korup yang menerima
suap dari orang-orang desa harus diusir dari kerajaan dan harta kekayaan mereka
disita.” Kemudian di Kerajaan Romawi, korupsi diyakini mempunyai tingkat
intensitas dan keragaman yang lebih besar dibandingkan korupsi di Yunani. Hal itu
karena Romawi merupakan kekaisaran yang besar dan sekitar abad ke-2 SM yang
mengalami banyak perubahan di bidang ekonomi, politik, dan budaya. Bentuk-
bentuk korupsi di Romawi,78
Selain dari praktik suap, juga meliputi penyalahgunaan wewenang, korupsi
transaksi, korupsi pemerasan, dll. Contoh kasus korupsi yang terkenal dari
emperium Romawi ini rata-rata terjadi pada para hakim, di mana pada saat itu
kekuasaan peradilan dialihkan ke tangan senat yang diisi oleh para kesatria Romawi,
dengan demikian para hakim rentan akan menerima uang suap untuk memberikan
keputusan tertentu yang bertendensi. Kasus ini dialami oleh Gubernur Gaius
Verres (115-34 SM) yang ia diajukan ke pengadilan besar pada abad ke 70-SM.
Laporan yang diterima bahwa sang Gaius berhasil melakukan penyuapan terhadap
banyak senator yang menjadi hakim untuk memeriksa kasusnya atau masalahnya,
meskipun pada kenyataannya sang Gaius tidak dapat mendekati hakim ketua,
Cicero. Selain itu didapati Gaius Verres memeras orang tua atau sanak keluarga
seorang terhukum mati untuk menentukan bagaimana hukuman mati dilaksanakan
atau agar terhukum mati dapat dikubur dengan semanusiawi mungkin79 .
Dalam bingkai sejarah masa awal Islam datang (pada masa Nabi, sahabat, dan
tabi'in) tindakan korupsi ini pernah dilakukan oleh masyarakat yang hidup pada

96 Kode manu adalah aturan etika yang ditulis oleh reshi manu. Sangat sedikit yang diketahui manu. Dalam
mitologi dia dikenal sebagai Manu Svayambhuva. Kode Manu dikenal sebagai manusmriti atau manu-
shamhita atau Manawa Dharmashastra. Inilah buku hukum Pertama dari agama hindu. Menurut mitologi
Hindu Manu mendiktekan hukumnya dalam serratus ribu sloka kepada reshi Brighu, yang pada gilirnya
mengajarkan kepada Reshi Narada berdasarkan pertimbangan sendiri mengurangi aturan itu menjadi dua
belas ribu sloka. Buku hukum ini dikurangi lagi menjadi delapan ribu sloka oleh reshi markandeya. Pada
akhirnya Reshi yang lain, Sumathi mengurangi lagi menjadi empat ribu sloka dan akhirnya menjadi 2.685
sloka. (Berbagai Sumber)

89
masa-masa tersebut. Sebagai contoh pada masa Rasulullah SAW adanya kasus
pemberian hadiah kepada para pejabat, yang dalam hadis disebutkan bahwa salah
seorang sahabat bernama Ibnu al-Lutbiyyah diutus Rasulullah untuk menarik zakat
di komunitas Bani Sulaim. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu
Hamid as-Sa'idi berkata bahwa: “Nabi menugaskan seorang laki-laki dari Bani Asad
yang disebut Ibn al-Lutbiyah untuk mengambil zakat, kemudian setelah kembali ia
berkata (kepada Nabi): “Ini untuk Tuan dan ini di berikan kepadaku”, kemudian
Nabi naik ke mimbar, begitu juga yang dikatakan Sufyan (perawi), kemudian Nabi
memuji Allah dan menyanjung-Nya lalu bersabda: “Apa-apaan petugas ini, aku
utus kembali seraya berkata, “ini untukmu dan ini untukku?” maka cobalah ia
duduk (saja) di rumah orang tuanya (tidak menjadi petugas) dan mengandaikan
ia diberi hadish atau tidak? Demi Zat yang diriku berada di tangan-Nya, maka ia
tidak mendapat apa-apa kecuali datang di hari kiamat dengan memikul di atas leher,
kalaupun berupa unta, sapi atau kambing yang semuanya meringikik.” Kemudian
Nabi mengangkat tangannya sampai kulihat putihnya ketiak beliau (kata rawi) dan
bersabda: “bukankah telah aku sampaikan?” diulanginya tiga kali. (H.R. Bukhari)80
Pada era kekuasaan Khulafâ al-Râsyidîn tepatnya pada masa Umar bin alKhattab
juga telah ditemui upaya praktek korupsi. Hal ini dikuatkan dengan usaha Umar
memerintahkan seorang sahabat yang bernama Maslamah untuk mengawasi harta
kekayaan para pejabat pemerintah81
Merujuk Korupsi di masa Islam dahulu, di dalam Alquran tidak di jumpai istilah
korupsi secara tegas, namun untuk menyelesaikan kasus ini ada beberapa ayat yang
terindikasi tentang itu. Di antaranya: Surat Ali-Imran ayat 161 “Tidak mungkin
seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barang-siapa
yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat
ia akan datang membawa apa yang di khianatkannya itu, kemudian tiap-tiap
diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan)
setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” (QS.3:161).
Asbab al-Nuzul Sebab turunnya ayat ini, sebagaimana hadits riwayat Ibn Abbas
ra. Bahwa setelah masa perang Badar, ada seorang laki-laki yang kehilangan tutup
kepala berwarna merah. Lalu ada seseorang yang menuduhkan bahwa Nabi-lah
yang mengambilnya, maka ayat turun untuk membantahnya sekaligus sebagai
khabar bahwa setiap Nabi tidak akan pernah mencuri/ korupsi.
Tafsiran Ayat Dalam Ayat ini ada istilah "ghulul" yang berarti penghianatan.
Menurut alMaraghi dalam tafsirnya, Tafsir al-Maraghi, menjelaskan bahwa kata
ghulul dalam ayat itu bermakna "al-akhdz al-khufiyyah", yaitu mengambil sesuatu
dengan sembunyi-sembunyi, semisal mencuri sesuatu. Kemudian makna ini sering
digunakan dalam istilah mencuri harta rampasan perang sebelum didistribusikan.82

90
Perbuatan ghulul ini hukumnya adalah haram dan mereka harus
memertanggungjawabkan sesuatu yang telah di sembunyikannya. Seorang mufassir
bahkan menyebutkan bahwa di akhirat, seseorang yang telah menggelapkan sesuatu
akan memanggul sesuatu yang pernah disembunyikannya sehingga tidak bisa
disembunyikan lagi dan diketahui oleh semua orang.83

2. Pra Kemerdekaan dan Pasca Kemerdekaan


Sejarah Pemberantasan Korupsi telah dilaksanakan sejak pemerintahan orde
lama, dimana Pemberantasan korupsi di lakukan berdasarkan UU Nomor 24 Prp
Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana
Korupsi dengan menambah perumusan tindak pidana korupsi yang ada dalam
KUHP dan dibentuk Lembaga khusus untuk memberantas korupsi.

No PERIODE PERILAKU KORUPSI DAN UPAYA PEMBERANTASAN


1 Pra Kemerdekaan a. MASA PEMERINTAHAN KERAJAAN
• “Budaya-tradisi korupsi” yang tiada henti karena didorong
oleh motif kekuasaan, kekayaan dan wanita.
• Perebutan kekusaan di Kerajaan Singosari (sampai tujuh
keturunan saling membalas dendam berebut kekusaan:
Anusopati-Tohjoyo-Ranggawuni-Mahesa Wongateleng
dan seterusnya),
• Majapahit (pemberontakan Kuti, Narnbi, Suro dan lain-
lain),
• Demak (Joko Tingkir dengan Haryo Penangsang),
• Banten (Sultan Haji merebut tahta dari ayahnya, Sultan
Ageng Tirtoyoso),
• Perlawanan rakyat terhadap Belanda dan seterusnya
sampai terjadinya beberapa kali peralihan kekuasaan di
Nusantara telah mewarnai Sejarah Korupsi dan Kekuasaan
di Indonesia
• Kehancuran kerajaan-kerajaan besar (Sriwijaya, Majapahit
dan Mataram) adalah karena perilaku korup dari sebagian
besar para bangsawannya.
• Sriwijaya di ketahui berakhir karena tidak adanya pengganti
atau penerus kerajaan sepeninggal Bala-putra Dewa.
• Majapahit di ketahui hancur karena adanya perang
saudara (perang paregreg) sepeninggal Maha Patih Gajah
Mada.
• Mataram lemah dan semakin tidak punya gigi karena
dipecah belah dan dipreteli gigi taringnya oleh Belanda.

91
b. MASA KOLONIAL BELANDA
• Pada tahun 1755 dengan Perjanjian Giyanti, VOC
memecah Mataram menjadi dua kekuasaan yaitu
Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.
• Tahun 1757/1758 VOC memecah Kasunanan Surakarta
menjadi dua daerah kekuasaan yaitu Kasunanan Surakarta
dan Mangkunegaran.
• Kesultanan Yogyakarta juga dibagi dua menjadi Kasultanan
Yogyakarta dan Pakualaman.
• Dalam buku History of Java karya Thomas Stamford
Raffles (Gubernur Jenderal Inggris yang memerintah
Pulau Jawa tahun 1811-1816), Hal menarik dalam buku
itu adalah pembahasan seputar karakter penduduk Jawa.
Penduduk Jawa di gambarkan sangat “nrimo” atau pasrah
terhadap keadaan. Namun, di pihak lain, mempunyai
keinginan untuk lebih dihargai oleh orang lain. Tidak terus
terang, suka menyembunyikan persoalan, dan termasuk
mengambil sesuatu keuntungan atau kesempatan di
kala orang lain tidak mengetahui. Hal menarik lainnya
adalah adanya bangsawan yang gemar menumpuk harta,
memelihara sanak (abdi dalem) yang pada umumnya
abdi dalem lebih suka mendapat atau mencari perhatian
majikannya. Akibatnya, abdi dalem lebih suka mencari
muka atau berperilaku oportunis.
• Dalam kalangan elit kerajaan, raja lebih suka disanjung,
dihorrnati, dihargai dan tidak suka menerima kritik dan
saran.
• Dalam aspek ekonomi, raja dan lingkaran kaum bangsawan
mendominasi sumber-sumber ekonomi di masyarakat.
Rakyat umumnya “di biarkan” miskin, tertindas, tunduk
dan harus menuruti apa kata, kemauan atau kehendak
“penguasa”.
• Budaya yang sangat tertutup dan penuh “keculasan”
itu turut menyuburkan “budaya korupsi” di Nusantara.
Tidak jarang abdi dalem juga melakukan “korup” dalam
mengambil “upeti” (pajak) dari rakyat yang akan diserahkan
kepada Demang (Lurah) selanjutnya oleh Demang
akan diserahkan kepada Tumenggung. Abdidalem di
Katemenggungan setingkat kabupaten atau propinsi juga
mengkorup harta yang akan di serahkan kepada Raja atau
Sultan.

92
• Kebiasaan mengambil “upeti” dari rakyat kecil yang
di lakukan oleh Raja Jawa ditiru oleh Belanda ketika
menguasai Nusantara (1800 - 1942) minus Zaman Inggris
(1811 - 1816), Akibat kebijakan itulah banyak terjadi
perlawanan-perlawanan rakyat terhadap Belanda. Sebut
saja misalnya perlawanan Diponegoro (1825-1830), Imam
Bonjol (1821-1837), Aceh (1873-1904) dan lain-lain.
• Lebih menyedihkan lagi yaitu penindasan atas penduduk
pribumi (rakyat Indonesia yang terjajah) juga dilakukan
oleh bangsa Indonesia sendiri. Sebut saja misalnya kasus
penyelewengan pada pelaksanaan Sistem “Cultuur Stelsel
(CS)” yang secara harfiah berarti Sistem Pembudayaan.
Walaupun tujuan utama sistem itu adalah membudayakan
tanaman produktif di masyarakat agar hasilnya mampu
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memberi
kontribusi ke kas Belanda, namun kenyataannya justru
sangat memprihatinkan.
2 Pasca Kemerdekaan a. ORDE LAMA
• Dibentuk Badan Pemberantasan Korupsi, Panitia Retooling
Aparatur Negara (PARAN) dibentuk berdasarkan UU
Keadaan Bahaya, dipimpin oleh A.H. Nasution dan dibantu
oleh dua orang anggota yakni Prof M Yamin dan Roeslan
Abdulgani. Namun ternyata pemerintah pada waktu itu
setengah hati menjalankannya.
• Pejabat pemerintah diharuskan mengisi formulir yang
disediakan - istilah sekarang: daftar kekayaan pejabat
negara. Dalam perkembangannya kemudian ternyata
kewajiban pengisian formulir tersebut mendapat reaksi
keras dari para pejabat. Mereka berdalih agar formulir itu
tidak diserahkan kepada Paran tetapi langsung kepada
Presiden.
• Tahun 1963 melalui Keputusan Presiden No 275
Tahun 1963, upaya pemberantasan korupsi kembali
digalakkan. A.H. Nasution yang saat itu menjabat
sebagai Menkohankam/ Kasab dibantu oleh Wiryono
Prodjodikusumo. Tugasnya yaitu meneruskan kasuskasus
korupsi ke meja pengadilan. Lembaga ini di kemudian hari
dikenal dengan istilah “Operasi Budhi”. Sasarannya adalah
perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga
negara lainnya yang dianggap rawan praktik korupsi dan
kolusi. Operasi Budhi ternyata juga mengalami hambatan.

93
• Soebandrio mengumumkan pembubaran Paran/Operasi
Budhi yang kemudian diganti namanya menjadi Kotrar
(Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi) di mana
Presiden Sukarno menjadi ketuanya serta di bantu oleh
Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Sejarah kemudian
mencatat pemberantasan korupsi pada masa itu akhirnya
mengalami stagnasi.—Dalam kurun waktu 3 bulan
sejak Operasi Budhi dijalankan, keuangan negara dapat
diselamatkan sebesar kurang lebih Rp 11 miliar, jumlah
yang cukup signifikan untuk kurun waktu itu. Karena
dianggap mengganggu prestise Presiden, akhirnya
Operasi Budhi di hentikan.
b. ORDE BARU
• Di bentuk Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) yang di
ketuai Jaksa Agung.
• Tahun 1970, terdorong oleh ketidakseriusan TPK dalam
memberantas korupsi seperti komitmen Soeharto,
mahasiswa dan pelajar melakukan unjuk rasa memprotes
keberadaan TPK.
• Perusahaan-perusahaan negara seperti Bulog, Pertamina,
Departemen Kehutanan banyak disorot masyarakat karena
di anggap sebagai sarang korupsi. Maraknya gelombang
protes dan unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa, akhirnya
di tanggapi Soeharto.
• Di bentuk Komite Empat beranggotakan tokohtokoh
tua yang dianggap bersih dan berwibawa seperti Prof
Johannes, I.J Kasimo, Mr Wilopo dan A Tjokroaminoto.
Tugasnya yang utama adalah membersihkan antara lain
Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust,
Telkom, dan Pertamina. Namun kornite ini hanya “macan
ompong” karena hasil temuannya tentang dugaan korupsi
di Pertamina tak direspon pemerintah.
• Ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai
Pangkopkamtib, dibentuklah Opstib (Operasi Tertib)
dengan tugas antara lain juga memberantas korupsi.
Kebijakan ini hanya melahirkan sinisme di masyarakat.
Tak lama setelah Opstib terbentuk, suatu ketika timbul
perbedaan pendapat yang cukup tajam antara Sudomo
dengan Nasution. Hal itu menyangkut pemilihan metode
atau cara pemberantasan korupsi, Nasution berpendapat
apabila ingin berhasil dalam memberantas korupsi, harus
di mulai dari atas. Nasution juga menyarankan kepada
Laksamana Sudomo agar memulai dari dirinya. Seiring
dengan berjalannya waktu, Opstib pun hilang tanpa bekas
sama sekali.

94
c. REFORMASI
• Pada Era Reformasi hampir seluruh elemen penyelenggara
negara sudah terjangkit “Virus Korupsi” yang sangat
ganas.
• Presiden BJ Habibie mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan
bebas dari KKN berikut pembentukan berbagai komisi
atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau lembaga
Ombudsman,—Presiden Abdurrahman Wahid membentuk
Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(TGPTPK) dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2000 Namun di tengah semangat menggebu-gebu
untuk rnemberantas korupsi dari anggota tim, melalui
suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya
dibubarkan. Sejak itu, Indonesia mengalami kemunduran
dalam upaya pemberantasan KKN.
• Di samping membubarkan TGPTPK, Presiden Gus Dur
juga dianggap tidak bisa menunjukkan kepemimpinan
yang dapat mendukung upaya pemberantasan korupsi.
• Proses pemeriksaan kasus dugaan korupsi yang
melibatkan konglomerat Sofyan Wanandi dihentikan
dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3)
dari Jaksa Agung Marzuki Darusman. Akhirnya, Gus Dur
didera kasus Buloggate.
• Di masa pemerintahan Megawati, wibawa hukum
semakin merosot, di mana yang menonjol adalah otoritas
kekuasaan.
• Konglomerat bermasalah bisa mengecoh aparat hukum
dengan alasan berobat ke luar negeri. Pemberian SP3
untuk Prajogo Pangestu, Marimutu Sinivasan, Sjamsul
Nursalim, The Nien King, lolosnya Samadikun Hartono
dari jeratan eksekusi putusan MA, pemberian fasilitas
MSAA kepada konglomerat yang utangnya macet,
menjadi bukti kuat bahwa elit pemerintahan tidak serius
dalam upaya memberantas korupsi. Masyarakat menilai
bahwa pemerintah masih memberi perlindungan kepada
para pengusaha besar yang notabene memberi andil
bagi kebangkrutan perekonomian nasional. Pemerintah
semakin lama semakin kehilangan wibawa. Belakangan
kasus-kasus korupsi merebak pula di sejumlah DPRD era
Reformasi.

95
• Komisi Pemberantasan Korupsi, atau disingkat menjadi
KPK, adalah komisi yang dibentuk pada tahun 2003 untuk
mengatasi, menanggulangi dan membe- rantas korupsi
di Indonesia. Komisi ini di dirikan berdasarkan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002
mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
• Pada tanggal 16 Desember 2003, Taufiequrachman Ruki,
di lantik menjadi Ketua KPK. KPK hendak memposisikan
dirinya sebagai katalisator (pemicu) bagi aparat dan
institusi lain untuk terciptanya jalannya sebuah “good
and clean governance” (pemerintahan baik dan bersih) di
Republik Indonesia. Taufiequrachman walaupun konsisten
mendapat kritik dari berbagai pihak tentang dugaan tebang
pilih pemberantasan korupsi.8

C. Faktor Terjadinya Korupsi


Kenyataannya korupsi merupakan suatu yang tindakan menyimpang bisa terjadi
kapanpun dan dimanapun. Penyakit korupsi ini bisa terjadi pada sektor pemerintahan
maupun swasta, bahkan di tingkat masyarakat luas. Fenomena korupsi juga merupakan
masalah besar yang dihadapi oleh negara-negara dengan per-kembangan ekonomi
pesat. Masalah korupsi tidak hanya dihadapi oleh negara yang sedang berkembang,
bahkan pada negara-negara maju sekalipun. Faktor penyebab korupsi dikelompokkan
ke dalam tiga kategori besar, yaitu faktor ekonomi, politik dan sosial budaya. Namun,
Faktor ekonomi sering dianggap sebagai penyebab utama korupsi.

1. Motif terjadinya korupsi


Nur Syam (2000)85 memberikan pandangan bahwa penyebab seseorang
melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan
yang tidak mampu di tahannya. Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak
mampu di tahan sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh melalui cara
berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi. Dengan demikian,
jika menggunakan sudut pandang penyebab korupsi seperti ini, maka salah satu
penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang terhadap
kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses kekayaan.
Isa Wahyudi memberikan gambaran, sebab-sebab seseorang melakukan
korupsi dapat berupa dorongan dari dalam dirinya, yang dapat pula dikatakan
sebagai keinginan, niat, atau kesadaran untuk melakukan. Lebih jauh disebutkan
sebab-sebab manusia terdorong untuk melakukan korupsi antara lain : (a) sifat
tamak manusia, (b) moral yang kurang kuat menghadapi godaan, (c) gaya hidup

96
konsumtif, (d) tidak mau (malas) bekerja keras (Isa Wahyudi : 2007). 86Tidak jauh
berbeda dengan pendapat di atas, Erry Riyana Hardjapamekas (2008) menyebutkan
tingginya kasus korupsi di negeri ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya:
(1) Kurang keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa, (2) Rendahnya gaji
Pegawai Negeri Sipil, (3) Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum
dan peraturan perundangan, (4) Rendahnya integritas dan profesionalisme, (5)
Mekanisme pengawasan internal di semua lembaga perbankan, keuangan, dan
birokrasi belum mapan, (6) Kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan, dan lingkungan
masyarakat, dan (7) Lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, moral dan etika.87

2. Faktor Internal dan eksternal penyebab korupsi


Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang bersifat kompleks. Faktor-
faktor penyebabnya bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga bisa
berasal dari situasi lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan
korupsi. Dengan demikian secara garis besar penyebab korupsi dapat dikelompokan
menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

2.1. Faktor internal, merupakan faktor pendorong korupsi dari dalam diri,
yang dapat dirinci menjadi:
a. Aspek Perilaku Individu
• Sifat tamak/rakus manusia. Korupsi, bukan kejahatan kecil-kecilan
karena mereka membutuhkan makan. Korupsi adalah kejahatan
orang profesional yang rakus. Sudah berkecukupan, tapi serakah.
Mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab
korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri,
yaitu sifat tamak dan rakus. Maka tindakan keras tanpa kompromi,
wajib hukumnya.
• Moral yang kurang kuat Seorang yang moralnya tidak kuat
cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu
bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahannya, atau pihak
yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.
• Gaya hidup yang konsumtif. Kehidupan di kota-kota besar sering
mendorong gaya hidup seorang konsumtif. Perilaku konsumtif bila
tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka
peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk
memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah
dengan korupsi.

97
b. Aspek Sosial Perilaku korup dapat terjadi karena dorongan keluarga.
Kaum behavioris mengatakan bahwa lingkungan keluargalah yang
secara kuat memberikan dorongan bagi orang untuk korupsi dan
mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah menjadi traits pribadinya.
Lingkungan dalam hal ini malah memberikan dorongan dan bukan
memberikan hukuman pada orang ketika ia menyalahgunakan
kekuasaannya.

2.2. Faktor eksternal, pemicu perilaku korup yang disebabkan oleh faktor di
luar diri pelaku.
a. Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi Pada umumnya jajaran
manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh
segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran
korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk. Oleh karena itu
sikap masyarakat yang berpotensi menyuburkan tindak korupsi terjadi
karena :
• Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi. Korupsi
bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat
menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini
seringkali membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya
dari mana kekayaan itu didapatkan.
• Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi
adalah masyarakat sendiri. Anggapan masyarakat umum terhadap
peristiwa korupsi, sosok yang paling dirugikan adalah negara.
Padahal bila negara merugi, esensinya yang paling rugi adalah
masyarakat juga, karena proses anggaran pembangunan bisa
berkurang sebagai akibat dari perbuatan korupsi.
• Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi. Setiap
perbuatan korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini
kurang disadari oleh masyarakat. Bahkan seringkali masyarakat
sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan
cara-cara terbuka namun tidak disadari.
• Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah
dan diberantas bila masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan
dan pemberantasan. Pada umumnya masyarakat berpandangan
bahwa masalah korupsi adalahtanggung jawab pemerintah semata.
Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas
hanya bila masyarakat ikut melakukannya.

98
b. Aspek ekonomi Pendapatan tidak mencukupi kebutuhan. Dalam
rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi
terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi
seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan
korupsi.
c. Aspek Politis Menurut Rahardjo (1983)88 bahwa kontrol sosial adalah
suatu proses yang dilakukan untuk mempengaruhi orang-orang agar
bertingkah laku sesuai dengan harapan masyarakat. Kontrol sosial
tersebut dijalankan dengan menggerakkan berbagai aktivitas yang
melibatkan penggunaan kekuasaan negara sebagai suatu lembaga
yang diorganisasikan secara politik, melalui lembaga-lembaga yang
dibentuknya. Dengan demikian instabilitas politik, kepentingan politis,
meraih dan mempertahankan kekuasaan sangat potensi menyebabkan
perilaku korupsi
d. Aspek Organisasi
• Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan Posisi pemimpin dalam
suatu lembaga formal maupun informal mempunyai pengaruh
penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa memberi
keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, misalnya berbuat
korupsi, maka kemungkinan besar bawahnya akan mengambil
kesempatan yang sama dengan atasannya.
• Tidak adanya kultur organisasi yang benar Kultur organisasi
biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur
organisasi tidak di kelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai
situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi
demikian perbuatan negatif, seperti korupsi memiliki peluang
untuk terjadi.
• Kurang memadainya sistem akuntabilitas Institusi pemerintahan
umumnya pada satu sisi belum dirumuskan dengan jelas visi dan
misi yang diembannya, dan belum dirumuskan tujuan dan sasaran
yang harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai hal
tersebut. Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan
penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai sasaranya atau
tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada efisiensi
penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan
situasi organisasi yang kondusif untuk praktik korupsi.
• Kelemahan sistim pengendalian manajemen. Pengendalian
manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran

99
korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah
pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka
perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.
• Lemahnya pengawasan Secara umum pengawasan terbagi menjadi
dua, yaitu pengawasan internal (pengawasan fungsional dan
pengawasan langsung oleh pimpinan) dan pengawasan bersifat
eksternal (pengawasan dari legislatif dan masyarakat). Pengawasan
ini kurang bisa efektif karena beberapa faktor, di antaranya adanya
tumpang tindih pengawasan pada berbagai instansi, kurangnya
profesional pengawas serta kurangnya kepatuhan pada etika hukum
maupun pemerintahan oleh pengawas sendiri.

3. Pandangan Islam penyebab terjadinya korupsi


Salah satu cendekiawan Muslim, `Abd al-Rahman Ibn Khaldûn, dikenal
sebagai hakim yang jujur dan adil yang berusaha memerangi korupsi dan suap-
menyuap di lingkungannya. Namun usahanya gagal dan justru ia dipecat dari
jabatannya. Dalam pandangannya, sebab utama merebaknya perilaku korupsi
adalah gaya hidup mewah. Secara terperinci, Syed Hussein Alatas membeberkan
sebab terjadinya korupsi sebagai berikut: ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan
dalam posisi-posisi kunci; kelemahan pengajaranpengajaran agama dan etika;
kolonialisme; kurangnya pendidikan; kemiskinan; tiadanya tindak hukuman yang
keras; kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti-korupsi; struktur
pemerintahan; perubahan radikal; dan keadaan masyarakat89
Banyak sekali factor pendorong terjadinya risywah (suap menyuap) diantaranya
sebagai berikut.90
a. Dha'ful iman/lemahnya iman.
Risywah sangat erat berhubungan dengan mentalitas iman yang rendah.
Praktek suap sejatinya merupakan refleksi dari lemahnya keimanan dalam diri
seseorang. Tidak mungkin orang yang imannya kuat menempuh jalan risywah
karena hal tersebut suatu pelanggaran syariat yang akanberimplikasi pada siksa
diakhirat.
b. Adamu al muraqabatillah/tidak merasa di awasi oleh Allah SWT.
Orang yang melakukan risywah tidak merasa bahwa perbuatannya di
awasi oleh Allah SWT. Dia tidak merasa bahwa Allah SWT memiliki malaikat
yang mencatat amal setiap hamba. Seandainya dia bisa aman dan lepas dari
pengawasan manusia dan pengadilannya. Maka tidak akan mungkin lepas dari
pengadilan dan pengawasan Allah.

100
c. Tamak dan Serakah.
Suap-menyuap merupakan gambaran keserakahan manusia. Sikap tersebut
merupakan bentuk ketidak qana'ahan dengan apa yang ditaqdirkan oleh Allah
atas dirinya. Seolah orang yang melakukan risywah tidak percaya bahwa Allah
SWT adalah penentu segala sesuatu. Seandainya ia melakukan risywah namun
Allah SWT berkehendak lain atas perkaranya maka hal tersebut sangatlah
mudah. Disebabkan faktor tamak dan serakah risywah merajalela di masyarakat
kita.
d. Malas berusaha.
Orang yang melakukan risywah ingin segala masalahnya tuntas secepat kilat
apapun jalannya. Norma-norma hukum tidak lagi diindahkan untuk mencapai
tujuannya. Banyak orang berfikir yang penting urusan selesai tanpa ditinjau
dengan cara Islami atau tidakkah penyelesaian tersebut. Seharusnya seorang
Muslim berusaha kemudian baru hasilnya kita bertawakkal terhadap Allah swt.
e. Hilangnya sifat jujur dan amanat pada diri seseorang.
Banyaknya kasus suapmenyuap pada masyarakat salah satunya disebabkan
karena hilangnya sifat jujur dan amanat pada diri seseorang. Jujur dan amanat
dua sifat yang hari ini luntur pada para pejabat maupun pelayanan masyarakat.
Demi ambisi pribadi seseorang yang berbuat risywah rela menelanjangi sifat
jujur dan amanat pada dirinya.
f. Tipisnya kepedulian sosial terhadap sesama Muslim.
Orang yang berbuat risywah tidak sadar bahwa dirinya merugikan orang
lain yang lebih berhak darinya. Orang yang berbuat risywah rela mengambil
kemenangan dengan kedzaliman. Padahal, sesama Muslim adalah saudara
haram baginya kehormatan dan hak-haknya tanpa jalan yang benar.
g. Lemahnya penegakan hukum di Masyakat.
Lemahnya penegakkan hukum di masyarakat menjadikan tradisi risywah
mengakar kuat. Hukum di negeri ini terlihat terlalu elastic karena bisa di plintir
dan di setir oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Bahkan, keadilan hukum
hilang karena mulut penegak hukum banyak yang di sumpal dengan uang suap
untuk pemandulan penegakan hukum. Jadi, tanpa adanya hukum yang kuat
budaya risywah akan senatiasa merambah dan bertambah

D. Dampak Korupsi
Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial
dan hak-hak ekonomi masyarakat sehingga tidak dapat lagi digolongkan sebagai
kejahatan biasa, tetapi telah menjadi kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes).

101
Dampak korupsi telah semakin luas mempengaruhi bangsa Indonesia yang
tidak hanya mengacam sistem kenegaraan, tetapi juga menghampat pembangunan
dan menurunkan tingkat kesejahteraan jutaan orang dalam waktu singkat. Korupsi
menciptakan pemerintah irasional yang di dorong oleh keserakahan, bukan oleh tekad
untuk menyejahterakan masyarakat.
Korupsi tidak hanya berdampak terhadap satu aspek kehidupan, tetapi menimbulkan
efek domino yang meluas terhadap eksistensi bangsa dan negara. Meluasnya praktik
korupsi di suatu negara akan memperburuk kondisi ekonomi bangsa misalnya harga
barang menjadi mahal dengan kualitas yang buruk, akses rakyat terhadap Pendidikan
dan kesehatan menjadi sulit, keamanan suatu negara terancam, kerusakan lingkungan
hidup dan citra pemerintah yang buruk di mata Internasional sehingga menggoyahkan
sendi-sendi kepercayaan pemilik modal asing, krisis ekonomi yang berkepanjangan,
dan negara pun menjadi semakin terperosok dalam kemiskinan.91
Menurut David H. Bayley yang dikutip dalam buku Hukum Pidana Islam yang di
tulis oleh Mustofa Ahmad dan Beni Ahmad Subeni menyatakan bahwa akibat-akibat
korupsi, tanpa memerhatikan akibat baik atau buruk, bisa di kategorikan menjadi dua.
Pertama, akibat langsung tanpa perantara. Ini adalah akibat-akibat yang merupakan
bagian dari perbuatan korupsi. Kedua, akibat tidak langsung melalui mereka yang
merasakan bahwa perbuatan tertentu dalam hal ini perbuatan korupsi yang telah
dilakukan92
Korupsi bisa memiliki akibat yang positif disamping banyak berakibat negative.
Akibat korupsi yang positif, misalnya:
1) akibat perbuatan korupsi lebih baik daripada akibat-akibat keputusan yang
jujur apabila kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah atau berdasarkan
system yang berlaku lebih buruk daripada keputusan yang didasarkan atas
korupsi,
2) Memperbanyak jatah sumber – sumber masuk kebidang penanaman modal
dan tidak kebidang komsumsi,
3) Meningkatkan mutu para pegawai negeri,
4) Sifat kolutif dalam penerimaan pegawai negeri dapat menjadi penggati system
pekerjaan umum,
5) Membuka jalan untuk memberi mereka atau kelompok –kelompok yang akan
mengalami akibat jelek jika tidak ikut dalam kekuasaan, suatu tempat dalam
system yang tengah berlaku,
6) Memperlunak system masyrakat tradisional yang berusaha keras
mengubahnya menjadi masyarakat bersendi barat,
7) Memberi jalan memperlunak kekerasan rencana pembangunan ekonomi dan
social susunan golongan elite.

102
8) Di kalangan ahli – ahli politik, korupsi mungkin berlaku sebagai pelarut soal-
soal idelogi atau kepentingan – kepentingan yang tidak dapat disepakati.
9) Di Negara – Negara yang sedang berkembang, korupsi dapat mengurangi
ketegangan potensial yang elumpuhkan antara pemerintah dan politisi

Sementara itu, akibat-akibat negative yang ditimbulkan oleh korupsi lanjut bayley93,
antara lain:
1) Merupakan kegagalan pemerintah untuk mencapai tujuan – tujuan yang
ditetapkannya waktu menentukan kriteria bagi berbagai jenis keputusan.
2) Menyebabkan kenaikan biaya administrasi.
3) Jika dalam bentuk “komisi” akan mengakibatkan berkurangnya jumlah dana
yang seharusnya dipakai untuk keperluan masyarakat umum.
4) Mempunyai pengaruh buruk pada pejabat-pejabat lain dari aparat
pemerintahan.
5) Menurunkan martabat penguasa resmi
6) Memberi contoh yang tidak baik bagi masyarakat
7) Membuat para pengambil kebijakan enggan untuk mengambil tindakan
tindakan yang perlu bagi pembangunan tetap tidak populis.
8) Menimbulkan keinginan untuk menciptakan hubungan – hubungan khusus
9) Menimbulkan fitnah dan rasa sakit hati yang mendalam.
10) Menghambat waktu pengambilan keputusan

Di sisi lain, Allah SWT melarang sesuatu, yang pada hakikatnya pasti terkandung
keburukan dan mudharat (bahaya) bagi pelakunya, begitu pula dengan perbuatan
korupsi yang dimana dapat membuat masyarakat semakin sengsara. Allah SWT
Berfirman QS As-Syuura/42:42. Yang artinya: “Sesungguhnya dosa itu atas orang-
orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi
tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih”
Berbagai dampak korupsi yang merongrong berbagai aspek kehidupan berbangsa
dan bernegara, yaitu dampak ekonomi, sosial dan kemiskinan masyarakat, birokrasi
pemerintah, politik dan demokrasi, penegakan hukum, pertahanan dan keamanan dan
kerusakan lingkungan. 94
a) Dampak terhadap ekonomi dan kemiskinan
Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat terhadap orang
miskin, dengan dua dampak yang saling bertaut dengan yang lainnya
1. Dampak langsung, yaitu semakin mahalnya harga jasa berbagai pelayanan
public, rendahnya kualitas pelayanan, dan pembatasan akses terhadap
berbagai pelayanan vital, seperti air, kesehatan dan Pendidikan

103
2. Dampak tidak langsung, yaitu pengalihan sumber daya milik public untuk
kepentingan pribadi dan kelompok, yang seharusnya diperuntukkan
untuk kemajuan sector sosial dan orang miskin, melalui pembatasan
pembangunan.
Kedua dampak tersebut memiliki pengaruh atas langgengnya sebuah
kemiskinan, dapat diketegorikan menjadi dua bagian
1. Kemiskinan kronis (chronic poverty) atau kemiskinan structural yang
bersifat terus menerus
2. Kemiskinan sementara (transient poverty), yaitu kemiskinan yang
indikasinya adalah pendapatan (income) masyarakat yang menurun untuk
sementara waktu akibat perubahan yang terjadi seperti terjadinya krisis
moneter

b) Dampak terhadap sosial dan kemiskinan masyarakat


1. Dampak sosial
Dampak konteks sosial, korupsi menyuburkan berbagai jenis kejahatan
dalam masyarakat. Menurut Alatas, melalui praktik korupsi, sindikat
kejahatan atau penjahat perseorangan sescara leluasa melanggar hukum,
menyusupi berbagai organisasi negara dan mencapai kehormatan. Di India,
para penyelundup yang popular sukses meyusup ke dalam tubuh partai dan
memangku jabatan penting. Bahkan di Amerika Serikat, melalui suap, polisi
korup menyediakan proteksi pada organisasi-organisasi kejahatan dengan
pemerintahan yang korup. Semakin tiggi tingkat korupsi, semakin besar pula
kejahatan
2. Dampak terhadap Masyarakat kecil
Bagi masyarakat miskin, korupsi mengakibatkan dampak yang luar biasa
dan saling bertaut satu sama lain.
Pertama, yaitu mahalnya jasa berbagai pelayanan public, rendahnya kualitas
pelayanan, dan pembatasan akses terhadap berbagai pelayanan vital, seperti air,
kesehatan dan Pendidikan.
Kedua, yaitu pengalihan sumber daya milik public untuk kepentingan pribadi
dan kelompok, yang seharusnya diperuntukkan untuk kemajuan sector sosial
dan orang miskin, melalui pembatasan pembangunan

c) Dampak terhadap Birokrasi Pemerintahan


1. Bureaucratic Polity
Birokrasi pemerintah merupakan kekuatan besar yang sangat berpengaruh
terhadap sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Selain itu, birokrasi

104
pemerintah juga merupakan garda depan yang berhubungan dengan pelayanan
umum kepada masyarakat. Namun, pada sisi lain, birokrasi sebagai pelaku roda
pemerintahan merupakan kelompok yang rentan terhadap jerat hukum.
Korupsi dalam birokrasi dapat dikategorikan dalam dua kecenderungan
umum yaitu yang menjangkiti masyarakat dan yang dilakukan di kalangan
sendiri. Korupsi tidak terbatas pada Transaksi yang korup yang dilakukan
dengan sengaja oleh dua pihak atau lebih, tetapi juga meliputi berbagai akibat
dari perilaku yang korup.
Korupsi melemahkan birokrasi sebagai tulang punggung negara. Semakin
tidak effisien birokrasi bekerja, semakin besar pembiayaan tidak sah atas
institusi negara ini. Sikap masa bodoh birokrasi pun melahirkan berbagai
masalah yang tidak terhitung jumlahnya. Singkatnya, korupsi menumbuhkan
ketidakefisienan yang menyeluruh di dalam birokrasi
2. Dampak terhadap pemerintahan
Korupsi menciptkan dampak negative terhadap kinerja suatu sistem politik
atau pemerintahan, yaitu sebagai berikut
a. Korupsi mengganggu kinerja sistem politik yang berlaku. Pada
dasarnya, isu korupsi lebih sering bersifat personal
b. Korupsi yang berdampak sosial sering samar, di bandingkan dengan
dampak korupsi terhadap organisasi yang lebih nyata.
c. Publik cenderung meragukan citra dan kredibilitas suatu lembaga yang
diduga berkaitan dengan tindak korupsi.
d. Lembaga politik diperalat untuk menopang terwujudnya berbagai
kepentingan pribadi dan kelompok. Hal ini mengandung arti bahwa
lembaga politik telah di korupsi untuk kepentingan sempit
e. Lembaga multinasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), IF
dan bank dunia merupakan perpanjangan kepentingan kaum kapitalis
dan para hegemoni global yang ingin menangkap politik dunia di satu
tangan raksasa. Tuduhan seperti ini sangat mungkin menimpa pejabat
public yang memperalat suatu lembaga politik untuk kepentingan
pribadi dan kelompoknya. Dalam kasus seperti ini kehadiran
masyarakat sipil yang berdaya dan supremasi hukum yang kuat dapat
meminimalisasi terjadinya praktik korupsi yang merajalela.
Sementara dampak korupsi yang menghampat berjalannya fungsi
pemerintah adalah
• Menghambat peran negara dalam pengaturan alokasi
• Menghambat negara melakukan pemerataan akses dan asset

105
• Memperlemah peran pemerintah dalam menjaga Stabilitas ekonomi
politik

d) Dampak terhadap Politik dan Demokrasi


1. Munculnya kepemimpinan Korup
Kondisi politik yang tidak menentu dan cenderung sangat koruptif
menghasilkan masyarakat yang tidak demokratis. Perilaku koruptif dan
tindak korupsi dilakukan dari tingkat paling bawah
2. Hilangnya kepercayaan public pada Demokrasi
Adanya berbagai kasus korupsi di negara kita yang menganut sistem
demokrasi menyebabkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap
demokrasi. Hal ini karena terjadinya tindak korupsi besar-besaran yang
dilakukan oleh petinggi pemerintah, legislative, atau petinggi partai politik.
Kondisi ini mengakibatkan berkurangnya bahkan hilangnya kepercayaan
public terhadap pemerintahan yang sedang berjalan.
3. Menguatnya Plutokrasi
Korupsi yang sudah menyandera pemerintahan pada akhirnya
menghasilkan konsekuensi menguatnya plutokrasi (sistem politik yang
dikuasai oleh pemilik modal/kapitalis) karena sebagian orang atau
perusahaan besar melakukan “Transaksi” dengan pemerintah sehingga
pada suatu saat merekalah yang mengendalikan dan menjadi penguasa di
negeri ini.
4. Hancurnya kedaulatan rakyat
Dengan semakin jelasnya Plutokrasi yang terjadi, kekayaan negara hanya
dinikmati oleh sekelompok tertentu. Perusahaan besar mengendalikan
politik sebaliknya politik digunakan untuk keuntungan perusahaan besar

e) Dampak terhadap penegak hukum


1. Fungsi pemerintahan mandul
Korupsi menciptakan dampak negative terhadap kinerja suatu sistem
politik atau pemerintah

2. Hilangnya kepercayaan Rakyat Terhadap Lembaga Negara


Korupsi yang terjadi dilembaga negara, seperti yang terjadi di Indonesia
dan marak diberitakan di berbagai media-masa mengakibatkan kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga tersebut hilang

106
f) Dampak terhadap Pertahanan dan Keamanan
1. Kerawanan Hankamnas Karena lemahmya Alusista dan SDM
2. Lemahnya garis batas negara
3. Menguatnya sisi kekerasan dalam masyarakat

g) Dampak terhadap Kerusakan lingkungan


1. Menurunnya kualitas lingkungan
2. Menurunnya kualitas hidup

E. Pencegahan Kejahatan Korupsi


Pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan hanya dengan komitmen semata
karena pencegahan dan penanggulangan korupsi bukan suatu pekerjaan yang mudah.
Komitmen tersebut harus di aktualisasikan dalam bentuk strategi yang komprehensif
untuk meminimalkan keempat aspek penyebab korupsi yang telah dikemukakan
sebelumnya. Strategi tersebut mencakup aspek preventif, detektif dan represif, yang
dilaksanakan secara intensif dan terus menerus.95

1. Strategi Preventif.
Strategi preventif di arahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara
menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya
korupsi. Strategi preventif dapat di lakukan dengan:
a. Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat;
b. Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya
c. Membangun kode etik di sektor publik ;
d. Membangun kode etik di sektor Parpol, Organisasi Profesi dan Asosiasi
Bisnis.
e. Meneliti sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan.
f. Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia (SDM) dan peningkatan
kesejahteraan Pegawai Negeri ;
g. Pengharusan pembuatan perencanaan stratejik dan laporan akuntabilitas
kinerja bagi instansi pemerintah;
h. Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen;
i. Penyempurnaan manajemen Barang Kekayaan Milik Negara (BKMN)
j. Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat ;
k. Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional;

107
2. Strategi Detektif.
Strategi detektif diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya perbuatan korupsi.
Strategi detektif dapat di lakukan dengan :
a. Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan dari masyarakat;
b. Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu;
c. Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik;
d. Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di
masyarakat internasional ;
e. Di mulainya penggunaan nomor kependudukan nasional ;
f. Peningkatan kemampuan APFP/SPI (Aparat Pengawasan Fungsi
Pemerintah/ Sistem Pengendalian Intern) dalam mendeteksi tindak pidana
korupsi.

3. Strategi Represif.
Strategi represif diarahkan untuk menangani atau memproses perbuatan
korupsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Strategi
represif dapat dilakukan dengan :
a. Pembentukan Badan/Komisi Anti Korupsi ;
b. Penyidikan, penuntutan, peradilan, dan penghukuman koruptor besar
(Catch some big fishes);
c. Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok korupsi yang diprioritaskan
untuk diberantas ;
d. Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik ;
e. Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam
sistem peradilan pidana secara terus menerus ;
f. Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan tindak pidana
korupsi secara terpadu ;
g. Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi beserta analisisnya;
h. Pengaturan kembali hubungan dan standar kerja antara tugas penyidik
tindak pidana korupsi dengan penyidik umum, PPNS dan penuntut umum.

Pelaksanaan strategi preventif, detektif dan represif sebagaimana tersebut


di atas akan memakan waktu yang lama, karena melibatkan semua komponen
bangsa, baik legislatif, eksekutif maupun judikatif. Sambil terus berupaya
mewujudkan strategi di atas, perlu dibuat upaya-upaya nyata yang bersifat
segera. Upaya yang dapat segera dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi
korupsi tersebut antara lain adalah dengan meningkatkan fungsi pengawasan,

108
yaitu sistem pengawasan internal (built in control), maupun pengawasan
fungsional, yang dipadukan dengan pengawasan masyarakat (wasmas) dan
pengawasan legislatif (wasleg).

F. Peran Mahasiswa dalam penanggulangan Tindak Pidana


Korupsi
Korupsi adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang berdampak sangat
luar biasa pada lingkungan masyarakat Nasional maupun Internasional dan menjadi
konsentrasi pemerintah untuk menyelesaikannya. Perkembangan korupsi sangat
meningkat dari tahun ke tahun, dengan jumlah yang sangat fantastif. Bahkan kejahatan
korupsi sudah semakin sistematis dan seakan-akan sudah menjadi ruh bagi pelaku
korupsi.
Keseriusan masalah dan ancaman yang ditimbulkan oleh korupsi terhadap Stabilitas
dan keamanan masyarakat merusak lembaga-lembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-
nilai etika dan keadilan serta mengacaukan pembangunan yang berkelanjutan dan
penegakan hukum. Kasus-kasus korupsi yang melibatkan jumlah asset yang besar
merupakan bagian penting sumber daya negara, yang mengancam Stabilitas politik dan
pembangunan yang berkelanjutan96
1. Gerakan antikorupsi
Gerakan antikorupsi adalah suatu gerakan jangka panjang yang harus
melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait yaitu pemerintah, swasta dan
masyarakat. Dalam hal ini peran mahasiswa sebagai salah satu bagian penting dari
masyarakat sangat diharapkan. Gerakan Antikorupsi pada dasarnya adalah Upaya
bersama seluruh komponen bangsa untuk mencegah peluang terjadinya perilaku
koruptif. Mahasiswa merupakan salah satu pilar penting dalam membangun
bangsa. Potensi dan energy yang dimiliki oleh mahasiswa menjadi keistimewaan
tersendiri dibandingkan dengan kaum lainnya 97
Berdasarkan UU No.30 tahun 2002, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dirumuskan sebagai serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas
tindak pidana korupsi—melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan—dengan peran
serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Rumusan undang-undang tersebut menyiratkan bahwa upaya pemberantasan
korupsi tidak akan pernah berhasil tanpa melibatkan peran serta masyarakat.
Dengan demikian dalam strategi pemberantasan korupsi terdapat 3 (tiga) unsur
utama, yaitu: pencegahan, penindakan, dan peran serta masyarakat.

109
Salah satu upaya pemberantasan korupsi adalah dengan sadar melakukan
suatu Gerakan Anti-korupsi di masyarakat. Gerakan ini adalah upaya bersama
yang bertujuan untuk menumbuhkan Budaya Anti Korupsi di masyarakat. Dengan
tumbuhnya budaya anti- korupsi di masyarakat diharapkan dapat mencegah
munculnya perilaku koruptif. Gerakan Anti Korupsi adalah suatu gerakan jangka
panjang yang harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait, yaitu
pemerintah, swasta dan masyarakat. Dalam konteks inilah peran mahasiswa sebagai
salah satu bagian penting dari masyarakat sangat diharapkan. 98
2. Peran Mahasiswa
Mahasiswa merupakan suatu elemen masyarakat yang unik. Jumlahnya tidak
banyak, namun sejarah menunjukkan bahwa dinamika bangsa ini tidak lepas dari
peran mahasiswa. Walaupun jaman terus bergerak dan berubah, namun tetap ada
yang tidak berubah dari mahasiswa, yaitu semangat dan idealisme.
Semangat-semangat yang berkobar terpatri dalam diri mahasiswa, semangat
yang mendasari perbuatan untuk melakukan perubahan-perubahan atas keadaan
yang dianggapnya tidak adil. Mimpi-mimpi besar akan bangsanya. Intuisi dan hati
kecilnya selalu menyerukan idealisme. Mahasiswa tahu, ia harus berbuat sesuatu
untuk masyarakat, bangsa dan negaranya.
Sejarah mencatat dengan tinta emas, perjuangan mahasiswa dalam memerangi
ketidak adilan. Sejarah juga mencatat bahwa perjuangan bangsa Indonesia tidak
bisa lepas dari mahasiswa dan dari pergerakan mahasiswa muncul tokoh dan
pemimpin bangsa. Apabila kita menengok ke belakang, ke sejarah perjuangan
bangsa, kebangkitan bangsa Indonesia dalam melawan penjajahan Belanda dimotori
oleh para mahasiswa kedokteran STOVIA. Demikian juga dengan Soekarno, sang
Proklamator Kemerdekaan RI merupakan tokoh pergerakan mahasiswa. Ketika
pemerintahan bung Karno labil, karena situasi politik yang memanas pada tahun
1966, mahasiswa tampil ke depan memberikan semangat bagi pelaksanaan tritura
yang akhirnya melahirkan orde baru.
Demikian pula, seiring dengan merebaknya penyimpangan-penyimpangan
yang dilakukan oleh orde baru, mahasiswa memelopori perubahan yang kemudian
melahirkan jaman reformasi. Demikianlah perjuangan mahasiswa dalam
memperjuangkan idealismenya, untuk memerangi ketidakadilan. Namun demikian,
perjuangan mahasiswa belumlah berakhir. Di masa sekarang ini, mahasiswa
dihadapkan pada tantangan yang tidak kalah besar dibandingkan dengan kondisi
masa lampau. Kondisi yang membuat Bangsa Indonesia terpuruk, yaitu masalah
korupsi yang merebak di seluruh bangsa ini. Mahasiswa harus berpandangan
bahwa korupsi adalah musuh utama bangsa Indonesia dan harus diperangi.99

110
Selain mengenal karakteristik korupsi, pengenalan diri diperlukan untuk
menentukan strategi yang efektif. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, mahasiswa
harus menyadari siapa dirinya, kekuatan dan kemampuan apa yang dimilikinya
yang dapat digunakan untuk menghadapi peperangan melawan korupsi.
Mahasiswa dituntut berperan aktif untuk melakukan kontrol sosial terhadap
penyimpangan yang terjadi terhadap sistem, norma, dan nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat. Selain itu, Mahasiswa juga dapat berperan dalam mempengaruhi
kebijakan publik dari pemerintah. Usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh
mahasiswa untuk mempengaruhi keputusan politik adalah dengan melakukan
penyebaran informasi/tanggapan atas kebijakan pemerintah dengan melakukan
membangun opini public, jumpa pers, diskusi terbuka dengan pihak-pihak yang
berkompeten.

3. Peran Mahasiswa di lingkungan kampus.


Untuk dapat berperan secara optimal dalam pemberantasan korupsi adalah
pembenahan terhadap diri dan kampusnya. Dengan kata lain, mahasiswa harus
mendemonstrasikan bahwa diri dan kampusnya harus bersih dan jauh dari
perbuatan korupsi. Untuk mewujudkan hal tersebut, upaya pemberantasan korupsi
dimulai dari awal masuk perkuliahan. Pada masa ini merupakan masa penerimaan
mahasiswa, dimana mahasiswa diharapkan mengkritisi kebijakan internal kampus
dan sekaligus melakukan pressure kepada pemerintah agar undang-undang yang
mengatur pendidikan tidak memberikan peluang terjadinya korupsi.
Di samping itu, mahasiswa melakukan kontrol terhadap jalannya penerimaan
mahasiswa baru dan melaporkan kepada pihak-pihak yang berwenang atas
penyelewengan yang ada. Selain itu, mahasiswa juga melakukan upaya edukasi
terhadap rekan-rekannya ataupun calon mahasiswa untuk menghindari adanya
praktik-praktik yang tidak sehat dalam proses penerimaan mahasiswa.
Selanjutnya adalah pada proses perkuliahan. Dalam masa ini, perlu penekanan
terhadap moralitas mahasiswa dalam berkompetisi untuk memperoleh nilai yang
setinggi-tingginya, tanpa melalui cara-cara yang curang. Upaya preventif yang
dapat dilakukan adalah dengan jalan membentengi diri dari rasa malas belajar.
Hal krusial lain dalam masa ini adalah masalah penggunaan dana yang ada
dilingkungan kampus. Untuk itu diperlukan upaya investigatif berupa melakukan
kajian kritis terhadap laporan-laporan pertanggungjawaban realisasi penerimaan
dan pengeluarannya. Sedangkan upaya edukatif penumbuhan sikap anti korupsi
dapat dilakukan melalui media berupa seminar, diskusi, dialog. Selain itu media
berupa lomba-lomba karya ilmiah pemberantasan korupsi ataupun melalui bahasa
seni baik lukisan, drama, dan lain-lain juga dapat dimanfaatkan juga. Selanjutnya

111
pada tahap akhir perkuliahan, dimana pada masa ini mahasiswa memperoleh gelar
kesarjanaan sebagai tanda akhir proses belajar secara formal. Mahasiswa harus
memahami bahwa gelar kesarjanaan yang diemban memiliki konsekuensi berupa
tanggung jawab moral sehingga perlu dihindari upaya-upaya melalui jalan pintas.100

112
BAB

ETIKA ISLAM DALAM


DEMOKRASI DAN
PENEGAKAN HUKUM
Islam adalah agama yang mengatur kehidupan di berbagai bidang. Termasuk dalam
politik dan penegakan hukum. Dalam hal demokrasi terdapat beberapa pandangan
para ahli muslim ada yang menerima tapi dengan syarat tidak mutlak kekuasaan di
tangan rakyat, ada juga yang menolak sama sekali. Demokrasi yang diterima dalam
Islam adalah musyawarah kemufakatan dalam hal yang sesuai aturan agama. Pemilihan
pemimpin merupakan cerminan dari dilakukannya demokrasi. Islam sangat mengatur
kriteria seorang calon pemimpin. Radikalisme adalah hal yang bertentangan dengan
demokrasi. Penegakan hukum yang baik itu bisa tercipta karena demokrasi yang di
jalankan dengan baik. Dalam Islam para penegak hukum adalah profesi yang tidak
mudah ada kriteria dan etika bagi hakim seagai penegak hukum supaya hukum bisa
menghasilkan hukum yang adil.

A. Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah kata yang sudah mendunia termasuk sudah di pakai dalam
bahasa Indonesia. Namun sebetulnya kata demokrasi bukanlah asli dari bahasa
Indonesia. Menurut Prof. Sukron Kamil, beliau mengutip pendapat Peter Jhones, yang
menyatakan bahwa kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua
kata yang digabung, yaitu kata demos dan kratos, mengandung arti kekuasaan oleh
rakyat. Demokrasi adalah suatu sistem politik yang memberikan perlakuan yang
sama terhadap orang lain pada segi politik, mempunyai kedaulatan yang sama, baik
itu dipilih secara langsung atau tidak langsung dengan perwakilan yang dipilih lewat
pemilu secara bebas untuk sarana kontrol yang efektif.101 Dalam dunia barat kekuasaan
mutlak di tangan rakyat.
Dalam pandangan Islam, pendapat tentang demokrasi terdapat perbedaan
pandangan, seperti Al-Maududi, beliau menolak dengan tegas akan demokrasi. Dalam

113
pandangan Al-Maududi, demokrasi itu memberikan kekuasaan sebesar-besarnya
kepada rakyat dan tidak dikenal dalam Islam, demokrasi cendrung sekuler yang
merupakan hasll buatan manusia sekaligus merupakan pertentangan Barat terhadap
agama.
Menurut Muhammad Imarah, Islam tidak menerima demokrasi secara mutlak dan
juga tidak menolaknya secara mutlak. Dalam demokrasi barat secara mutlak berada
di tangan rakyat. Sementara dalam Islam memakai sistem syura kekuasaan adalah
milik Allah, sebagai peegang kekuasaan tertinggi. Manusia hanyalah menjabarkan
dan merumuskan hukum sesuai dengan prinsip yang sudah digariskan oleh Allah.
Dan untuk hal yang tidak diatur oleh Allah maka yang dilakukan adalah mengadakan
ijtihad.102
Etika demokrasi dalam Isam tentu dengan cara musyawarah, sebagaimana firman
Allah :
َ ُّ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ ًّ َ َ ْ ُ ْ َ َ ْ ُ َ َ ْ َّ َ َ ْ َ َ َ
‫ب لنفضوا م ِْن َح ْول ِك‬ ِ ‫فبِما رح ٍة مِن اللِ لِ ت لهم ۖ ولو كنت فظا غل ِيظ القل‬
َّ َّ َ ْ َّ َ َ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ
َ ُ َ َ ْ ْ َ ْ ُْ َ ُ ْ َ
‫ت ف َت َوك ع اللِ ۚ إِن‬ ‫اس َتغ ِف ْر ل ُه ْم َوشاوِ ْره ْم ِف الم ِر ۖ فإِذا عزم‬‫ۖ فاعف عنهم و‬
َ ّ َ ْ ُّ ‫الل ُي‬
﴾١٥٩ : ‫ِب ال ُمت َوكِ ِني ﴿ال عمران‬
َّ

“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut


terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka
dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan
tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang
yang bertawakal”.(QS. Ali Imran [3] : 159)

Selama Rasulullah hidup beliau sering mengimplementasikan musyawarah dengan


sahabat-sahabat beliau dalam urusan kenegaraan dan atau kemasyarakatan yang perlu
menjadi perhatian bersama.103
Di masa Rasulullah majelis-majelis perwakilan seperti yang ada di negara-negara
sekarang ini belum di atur dan mempunyai anggota tertentu dan terbatas, bersidang pada
waktu tertentu dan mempunyai peraturan-peraturan yang lengkap. Agama Islam itu
bersifat universal untuk segala bangsa, maka perlu di sesuaikan dengan tiap-tiap tempat
dan di selaraskan dengan segala masa. Sedangkan keadaan masyarakat dan pergaulan
di suatu tempat atau di suatu masa sering berbeda dari tempat-tempat atau masa-masa
yang lain. Maka kalau baginda nabi Muhammad menetapkan peraturan yang sesuai

114
dengan masa dan tempat beliau saat itu, beliau tidak terlepas dari kekhawatiran, kalau di
kemudian hari umat beliau menyangka peraturan itu mesti begitu, tidak boleh di ubah
lagi walaupun tidak sesuai dengan keadaan tempat masa itu, menutup mata, mengikuti
susunan dan peraturan yang ada saja, tidak memperhatikan tujuan dan manfaat dari
permusyawarah itu di sediakan. Karena itu, baginda Nabi menyerahkan teknis dan
format permusyawarahan itu pada kebijakan umat yang sesuai dengan masyarakat di
tempat dan masa mereka, selaras dengan keadaan dan kemaslahatan mereka di waktu
itu.104
Kesepakatan musyawarah tersebut adalah kesepakan yang baik, tidak melanggar
aturan agama,tidak boleh melakukan kesepakatan yang buruk, sebagaimana firman
Allah :
َّ َ َّ
‫الل ۖ إِن‬
ُ َّ
‫ان ۚ َواتقوا‬‫و‬َ ‫ع ْالث ْ ِم َوالْ ُع ْد‬
َ َ ُ َ َ َ َ َ ٰ َ ْ َّ َ ّ ْ َ َ ُ َ َ َ َ
‫ب واتلقوى ۖ ول تعاونوا‬
ِ ِ ِ ِ ‫وتعاونوا ع ال‬
َ ْ ُ َ َ َّ
﴾٢: ‫اب ﴿المائدة‬ ِ ِ‫الل شدِيد الع‬
‫ق‬
“... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.
Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.” (QS. Al-
Maidah[5] : 2)

Prinsip tolong menolong harus pada hal yang di tetapkan Allah akan kebolehan
dalam mengerjakannya, ada rasa takut kepada Allah bersekongkol dalam melakukan
apa yang Allah larang, tidak mengadakan perekutuan permukatan dalam hal
kemaksiatan dan persekutuan permukatan dalam hal menolak hukum-hukum yang
sudah ditetapkan Allah.105

B. Peminpin dalam Islam


Dalam demokrasi tentu sering mendengar pesta demokrasi, yaitu adanya pemilihan
para pemipin oleh rakyat. Pemimpin dalam Islam dikenal dengan kata Khilafah atau
Imamah. Secara etimologi Khilafah berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata khalafa,
yakhlufu, khalfan wa khilaaatan yang mengandung arti mengganti.106
Sedangkan Khilafah secara terminologi sebagaimana yang dikutip oleh H. A.
Djazuli dari DR. Moh. Yusu Musa adalah :

115
‫واخلالفة يه محل الاكفة ىلع مقتىض انلظر الرشىع ىف مصاحلهم األخروية‬
‫ ان أحوال ادلنيا ترجع لكها عند الشارع اىل اعتبارها‬.‫وادلنياوية الراجعة ايلها‬
‫بمصالح األخرةفيه خالفة عن صاحب الرشع ىف حراسة ادلين وسياسة ادلنيا‬
701

“Al-Khilafah membawa/memimpin masyarakat sesuai dengan kehendak


agama dalam memenuhi kemashlahatan akhiratnya dan dunianya yang
kembali kepada keakhiratan itu, karena hal ihwal keduniaan kembali
seluruhnya menurut Allahuntuk kemashlahatan akhirat. Maka kekhilafahan
itu adalah kekhilafahan dari pemilik syara di dalam memelihara agama dan
mengendalikan dunia.”

Kepemempinan Islam adalah proses aktifitas yang tujuannya untuk dapat


mempengaruhi orang lain supaya bisa diarahkan dengan aturan-aturan agama.
Kepemimpinan Islam tidak bisa lepas dari sumber hukum Islam Primer yaitu Al-
Qur’an, Hadits, Ijtihad maupun sumber hukum Islam skunder.
Seorang pemimpin dalam Islam mempunyai kriteria khusus supaya bisa dicalonkan
sebagai pemimpin, yaitu dengan beberapa syarat :108

1. Se-aqidah
Syarat pemimpin yang satu aqidah tujuannya adalah supaya membawa
kemaslahatan bagi kaum muslim.
Didalam Al-Qur’an Allah berfirman dalam surat An-Nisa(4)` ayat 138-140 :

ٓ َ َ ٰ َ ْ َ ُ َّ َ َ َّ َ َ َ َ َّ َ َ َ ْ ّ َ‫ب‬
‫ين أ ْو ِلَا َء مِن‬‫خذون ٱلكفِ ِر‬ِ ‫ ٱلِين يت‬١٣٨ ‫ش ٱل ُمنٰفِقِني بِأن ل ُه ْم عذابًا أ ِل ًما‬ ِ ِ
ً ‫ِند ُه ُم ٱلْع َّزةَ فَإ َّن ٱلْع َّزةَ ِ َّلِ َج‬
َ ‫ون ع‬ َ
َ ُ ََْ َ ْ ُْ ُ
)١٣٩-١٣٨ : ‫ (النساء‬١٣٩ ‫ِيعا‬ ِ ِ ِ ‫ون ٱلمؤ ِمن ِني أيبتغ‬
ِ ‫د‬

“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat


siksaan yang pedih (138) (yaitu) orang-orang yang menjadikan orang-
orang kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan orang-orang mukmin.
Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Ketahuilah
bahwa semua kekuatan itu milik Allah (139)”.)QS. An-Nisa`[4] : 138-139(

Memilih pemimpin bagi kalangan muslim tidak boleh salah pilih dan terlalu
menggampangkannya. Pemimpin mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

116
keberhasilan kebijakan dan menentukan arah aqidah rakyatnya. Bagi seorang
mukmin aqidah yang benar bagi pemimpin merupakan syarat yang paling urgen.
Karena ketidak samaan aqidah akan menentukan karakter orang mukmin apakah
ia termasuk mukmin yang sebenarnya atau menjadi seorang munafik.
Orang mukmin yang mengangkat dan memilih pemimpinnya yang tidak se-
aqidah menjadikan mereka sebagai patner dalam hal kerja sama dan bantuan serta
tidak memperhitungkan sama sekali akan keberadaan, kekuatan dan wilayah orang
mukmin, mereka di cap Allah sebagai orang yang munafik.109
Islam sesorang di tentukan pertama kali dengan kalimat syahadat. Syahadat
tersebut kalau diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia berupa, “Saya bersaksi
bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah” sebenarnya
memiliki makna yang sangat dalam.
Pernyataan tersebut merupakan sebuah  life mission statement, sebuah
pernyataan misi hidup di mana kita berkomitmen akan terus menjadi hamba Allah
dan pengikut nabi yang setia. Bagi mereka yang memaknai prinsip ini, tentunya
akan memiliki sebuah pandangan di mana segala aktivitas harus di kaitkan dengan
sebuah visi besar: keberhasilan saat pulang ke hadapan Tuhan. Hal ini akan membawa
seseorang untuk senantiasa memuliakan Tuhan dalam setiap aktivitasnya. Sama
seperti pemimpin, maka setiap pemimpin harus memiliki mission statement yang
jelas, visi yang jelas, ke mana dia akan membawa orang yang dipimpinnya. Sebaik
– baiknya mission statement bagi individu maupun pemimpin adalah syahadat.110

2. Mukallaf
Adapun syarat Mukallaf ini bertujuan supaya pemimpin mampu mengatasai
permasalahan rakyat, tidak sah mengangkat pemimpin dari kalangan anak-anak
atau pun orang gila

3. Merdeka
Tujuan syarat merdeka ini adalah supaya pemimpin dapat mencurahkan
waktunnya dalam melayani dan pemimpin disegani

4. Laki-laki
Tujuan syarat laki-laki adalah supaya dapat mencurahkan waktu dan dapat
berhubungan dengan para laki-laki dalam membahas dan menyelesaikan tugas-
tugas negara dengan hasil yang menguntungkan negara tidak merugikan negara.
Dalam hadits, nabi Muhammad bersabda :

111)‫ابلخارى‬ ‫ لن يفلح قوم ولوا أمرهم امرأة (رواه‬: ‫قال‬

117
Artinya : “... Nabi Muhammad SAW bersabda : Suatu kaum tidak
akan mengalami kejayaan kalau pemerintahannya dipimpin seorang
perempuan.” (HR. Bukhari)

5. Dari kalangan suku Quraisy, sebagian ulama ada yang tidak mensyaratkan
ini

6. Adil

7. Berpengetahuan luas dalam arti yang sebenarnya


Pemimpin harus mengetahui hukum-hukum, paham tentang agama. Dengan
harapan nantinya bisa mengajarkan rakyatnya, dan tidak memutuskan perkara
dengan plin-plan, bisa memutuskan perkara dengan adil dan benar dengan waktu
yang singkat karena mengerti hukum

8. Berani
Berani disini adalah hatinya kuat ketika tertimpa musibah gelisah, sengsara,
tujuannya supaya mampu mengendalikan dirinya, dapat mengatur komando
prajurit, mengalahkan musuh-musuh, membuka kemenangan, menghadapi
peristiwa yang terjadi tidak melarikan diri atau bersembunyi di belakang, berani
mengatasi pitnah yang terjadi di masanya

9. Mempunyai pemiliran yang brilian


Syarat ini bagi pemimpin gunanya untuk bisa mengatur rakyat dengan strategi
yang jitu dan mengatasi masalah-masalah kerduniaan dengan baik

10. Sejahtera pancaindera


Sejahtera pancaindra akan membawakan pemimpin bisa berinteraksi dengan
rakyatnya dengan mudah dan cepat

Setelah terpilihnya seorang pemimpin, maka pemimpin akan mempunyai hak


dan tanggung jawab. Menurut Prof H.A Dzajuli hak seorang pemimpin ada tiga, hak
pertama dan kedua mengutip pendapat Al-Mawardi, yaitu :112
1. Hak untuk ditaati
Dalam al-Qur’an surat An-Nisa`(4) : 59 Allah berfirman :

118
َ ‫ك ْم ۖ فَإ ْن َت َن‬
ْ‫از ْع ُتم‬ ُ ْ َْْ َُ َ ُ
َّ ُ َ َ َ َّ ُ َ ُ َ
َ َّ َ ُّ َ َ
ِ ‫ول الم ِر مِن‬ ِ ‫يا أيها الِين آمنوا أطِيعوا الل وأطِيعوا الرسول وأ‬
ْ
ٌ ْ ‫اللِ َو ْالَ ْو ِم الخِر ۚ َذٰل َِك َخ‬
َّ َ ُ ْ ُ ْ ُ ْ ُ ْ ُ ‫الر‬ َّ َ ُ ُّ ُ َ ْ َ
َّ ‫اللِ َو‬
‫ي‬ ِ ِ ‫ب‬ ‫ون‬ ‫ِن‬
‫م‬ ‫ؤ‬ ‫ت‬ ‫م‬ ‫ت‬‫ن‬ ‫ك‬ ‫ن‬ِ ‫إ‬ ‫ل‬ِ ‫و‬ ‫س‬ ‫ِف ش ٍء فردوه إِل‬
ً َْ َ ْ َ
﴾٥٩ : ‫َوأحس ُن تأوِيلا ﴿النسا‬

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah


Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara
kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa` [4] : 59)

Menurut imam Muhammad Fakhruddin Razy. Kata ulil amri mengandung


banyak makna, ulil amri bisa dikategorikan dengan para alim ulama yang
mempunyai banyak dan luas keilmuannya. Ulil amri bisa disebut juga dengan
orang yang cerdik pandai yang disebut dengan para pakar keilmuan yang mumpuni
dalam keilmuannya. Kata ulil amri ini bisa juga diartikan dengan pemimpin yang
ditaati oleh rakyat, pemimpin yang adil pemimpin yang rakyatnya kepada kebaikan
sehingga rakyat patuh dan mencintainya. Selain itu kata ulil amri mempunyai arti
juga dengan para ahli yang berhak memberi keputusan dengan kata lain orang-
orang yang kredibel dan yang berhak dalam memutuskan sesuatu . Mereka para ulil
amri itu adalah orang-orang yang wajib ditaati sesudah hukum Allah dan Rasul-
Nya.113

2. Hak untuk dibantu


Hak untuk di bantu ini erat sekali dengan kewajiban rakyat. Hak untuk di taati
dan di bantu misalnya adalah kewajiban rakyat untuk mentaati dan membantu
seperti surat an-Nisa` ayat 59 di atas. Juga di dalam Hadits Nabi yang bernbunyi :
ُ َ َ َّ ُ َ ٌ َ َ َ ْ ُ َ ْ َ ُ َ َ َّ َ
‫يد َح َّدث َنا لْث ع ْن ع َبيْ ِد اللِ ع ْن ناف ٍِع َع ِن اب ْ ِن ع َم َر َع ِن‬
ٍ ِ‫حدثنا قتيبة ب ُن سع‬
َ‫اع ُة فِيما‬َ ‫الط‬
َّ ‫الس ْم ُع َو‬ َ َ َ َ ُ َّ َ
َّ ‫ع ال ْ َم ْرءِ ال ْ ُم ْسلِم‬
ِ : ‫ أنه قال‬-‫صىل اهلل عليه وسلم‬- ‫ب‬ ّ َّ‫انل‬
ِ ِ
َ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ ْ َ َ ُ ْ َ َ ْ َ َ َ ْ ُ ْ َ َّ َ َ َ َّ َ َ
‫أحب وك ِره إِال أن يؤمر بِمع ِصي ٍة فإِن أمِر بِمع ِصي ٍة فال سمع وال طاعة (رواه‬
114)‫مسلم‬
“Wajib kepada setiap muslim untuk mendengar dan taat kepada pemimpinnya
baik dia senang atau dia tidak senang selama pemimpin itu tidak menyuruh

119
melakukan maksiat. Apabila ia memerintahkan untuk melakukan maksiat
maka tidak perlu mendengarkan dan mentaattinya”. (HR. Muslim)

3. Hak untuk mendapat imbalan


Mendapatkan imbalan adalah hak dari pemimpin, tidak mungkin seorang
pemimpin dengan tugas yang banyak dan berat tidak dapat imbalan. Selain dia
mempunyai kewajian kepada negara beliaupun di satu sisi mempunyai kewajiban
memberikan nafkah kepada keluarganya. Oleh karena itu seorang pemimpin punya
hak untuk mendapatkan imbalan.
Sesudah selesai pemilihan dan pelantikan pemerintahan yang sah tidak
ada kecuali seluruh rakyat wajib menaatinya, tunduk serta menjalankan segala
peraturan yang dijalankannya selama peraturan-peraturan dan perintahnya tidak
bertentangan dengan hukum Allah dan Rasul-Nya, wajib juga menaati para pejabat
dan wakil-wakil negeri yang ditunjuk dan diangkat oleh pemerintah.115
Sedangkan mengenai tanggung jawab seorang pemimpin, sebagaimana yang
dijelaskan Al-Mawardi sebagaimana yang dikutip oleh Prof H.A. Dzajuli adalah :116
1. Memelihara agama, dasar-dasarnya yang telah di tetapkan dan apa yang telah
di sepakati
2. Mentafizkan hukum di antara orang yang bersengketa dan menyelesaikan
perselisihan sehingga keadilan terlaksana secara umum
3. Memelihara dan menjaga keamanan agar manusia dapat dengan tenteram
dan tenang berusaha mencari kehidupan serta dapat keluar bepergian dengan
rasa aman tanpa ada gangguan terhadap diri dan hartanya
4. Menegakkan hukum-hukum Allah, agar rakyat tidak berani melanggar
hukum dan memelihara hak-hak hamba dari kehancuran dan kebinasaan
5. Menjaga tapal batas dengan kekuatan yang cukup, agar negara terlindungi
dari serangan dan pencaplokan daerah dari musuh
6. Memerangi orang yang menentang Islam setelah dilakuakan dakwah dengan
baik-baik
7. Memungut fay dan sedekah-sedekah sesuai dengan ketentuan syara’atas dasar
nashdan ijtihad tanpa ragu-ragu
8. Menetapkan kadar-kadar tertentu pemberian untuk orang yang berhak
menerimanya serta membayarkannya pada waktunya
9. Menggunakan orang-orang yang dipercaya dan jujur dalam menyelesaikan
tugas serta menyerahkan pengurusan kekayaan negara pada mereka supaya
tugas negara dapat dilaksanakan oleh orang-orang yang ahli, dan harta negara
diurus oleg orang-orang yang mempunyai rasa tanggung jawab dan kejujuran

120
10. Melaksanakan sendiri tugas-tugasnya yang langsung dalam membina umat
dan menjaga agama.
Prof H.A. Dzajuli menambahkan tugas pemimpin dikutip dari pendapat
Yusuf Musa :117
11. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan, karena kemajuan negara sangat
tergantung kepada ilmu-ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum

C. Radikalisme
Dalam KBBI radikal mempunyai arti ;(1). secara menyeluruh, habis-habisan,
perubahan yang menyeluruh, (2). Dalam politik amat keras menuntut perubahan
(undang-undang, pemerintahan dan sebagainya, dan (3). Dalam politik, maju dalam
berpikir dan bertindak. Sedangkan radikalisme adalah paham yang menganut cara
radikal dalam politik.118
Menurut Kepala Humas dan Pusat Informasi BNPT Irfan Idris mengatakan
setidaknya ada empat hal ciri radikalisme. Kriteria ini kemudian yang dipakai BNPT
untuk memblokir situs Islam yang mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Kriteria pertama, yakni radikalisme bisa di timbulkan dari ingin melakukan
perubahan dengan cepat menggunakan kekerasan mengatasnamakan agama. Kedua,
mengkafirkan orang lain. Ketiga, mendukung, menyebarkan dan mengajak bergabung
dengan ISIS. Terakhir, memaknai jihad secara terbatas.119
Istilah radikalisme menurut Yusuf Qardhawi berasal dari kata al-tatharuf
yang berarti “berdiri di ujung, jauh dan pertengahan”. Juga dapat di artikan dengan
berlebihan dalam menyikapi sesuatu, seperti berlebihan dalam hal agama, berfikir dan
berprilaku.120
Sedangkan, Adeed Dawisa sebagaimana dikutip Azyumardi Azra menyatakan
bahwa : Istilah radikal mengacu kepada gagasan dan tindakan kelompok yang bergerak
untuk menumbangkan tatanan politik mapan; negara-negara atau rezim-rezim yang
bertujuan melemahkan otoritas politik dan legitimasi negara-negara dan rezim-rezim
lain; dan negara-negara yang berusaha menyesuaikan atau mengubah hubungan-
hubungan kekuasaan yang ada dalam sistem internasional. Istilah radikalisme
karenanya, secara intrinsik berkaitan dengan konsep tentang perubahan politik dan
sosial pada berbagai tingkatan.121
Belum ada kesepakatan di antara para ahli untuk menggambarkan gerakan radikal
sehingga memunculkan banyak terminologi. Kalangan akademisi menilai definisi
"radikal" belum dipaparkan secara spesifik oleh pemerintah. Sehingga, akhirnya dapat
di bedakan antara definisi radikalisme dan sifat kritis.

121
Rektor Universitas Paramadina Prof Firmanzah memandang terminologi
radikal masih sangat ambigu. Ini berbeda dengan terminologi terorisme yang
sudah sangat jelas. "Kalau terminologi terorisme sudah jelas, afiliasi gerakan-
gerakan yang dianggap radikal, misal terkait dengan ISIS atau teror bom,"
ujar Firmanzah dalam diskusi Perspektif Indonesia yang digelar Smart FM dan
Populi Center di Jakarta, Sabtu (9/6/2018).

Oleh karena itu, ia meminta pemerintah dan instansi terkait memberikan definisi
yang lebih terperinci terkait terminologi radikalisme. Sehingga, perguruan tinggi
termasuk para rektor dapat membedakan. "Mana yang membahayakan keutuhan NKRI
dan itu menjadi perhatian kita bersama, mana yang memang masih dalam kategori
sikap kritis," kata Firmanzah.122
Dalam pandangan Islam, radikalisme tidak mencerminakan demokrasi dan sangat
ditentang. Islam bukanlah agama yang radikal, hal ini dapat kita lihat dalam firman
Allah pada surat Al-Baqarah [2] :143
ُ َ ُ َّ َ ُ َ َ ِ َّ َ َ َ َ َ ُ ُ ُ َ ً َ َ ً َّ ُ ْ ُ َ ْ َ َ َ ٰ َ َ َ
‫الر ُسول َعليْك ْم‬ ‫وكذل ِك جعلناكم أمة وسطا لِ كونوا شهداء ع انلاس ويكون‬
َ َّ ُ َّ َ ْ َ َ َ ْ َ َّ َ ْ َ َ َ ْ ُ َّ َ َ ْ ْ ً ‫َشه‬
‫الر ُسول م َِّم ْن‬ ‫يدا ۗ َو َما َج َعل َنا القِبْلة ال ِت كنت عليها إِل لِ علم من يتبِع‬ ِ
َ َ
َّ ‫الل ۗ َو َما كن‬ َّ ‫ِين َه َدى‬ َ ّ َ َ َ
َ ‫ريةً إل ع ال‬ ّ َ َ َ ْ َ َ ْ َ َ
ْ َ َ ٰ ‫َينْ َقل ُِب‬
‫الل‬ ِ ِ ‫ع عقِبيهِ ۚ ِإَون كنت لكب‬
ٌ ‫وف َرح‬ ٌ ُ ََ َّ ‫ك ْم ۚ إ َّن‬
ُ َ َ َ ُ
﴾١٤٣ : ‫ِيم ﴿ابلقرة‬ ‫اس لرء‬ ِ َّ‫الل بِانل‬ ِ ‫ضيع إِيمان‬ِ ‫ِل‬

Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) "umat
pertengahan" agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak
menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan
agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke
belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang
yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan
imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia.
(QS. Al-Baqarah [2] : 143)

Dalam bahasa Arab ‫ َو َس ًطا‬bermakna ‫ الخيا ُر‬yang berarti umat pilihan.123 ‫ َو َس ًطا‬adalah
umat terpilih yang membawa keadilan,124 umat terbaik.125 Menurut Ar-Razy ‫َو َس ًطا‬
mempunyai empat arti :126
1. Sedang dan berbudi luhur
2. Berkeadilan dan moderat

122
3. Terpuji, banyak kelebihan
4. Pertengahan tidak melampaui batas

Di lihat dari beberapa penafsiran ulama di atas jelas Islam bukanlah termasuk
radikal, Islam adalah moderat yang mempunyai budi pekerti yang mulia. Kalau ada
yang radikal itu karena tidak menjalankan ajaran Islam secara benar. Bahkan Islam
melarang sikap radikal sebagaimana firman Allâh :
ُ ‫ال َّق ۚ إ َّن َما ال ْ َمس‬
َ ْ َّ َّ َ َ ُ ُ َ َ َ ْ ُ َُْ َ َ ْ ََْ َ
‫ِيح‬ ِ ‫ل‬ِ ‫إ‬ ِ ‫الل‬ ‫ع‬ ‫وا‬‫ول‬ ‫ق‬ ‫ت‬ ‫ل‬‫و‬ ‫م‬ ‫ِك‬ ‫ن‬‫ِي‬ ‫د‬ ‫ف‬ِ ‫اب ل تغل‬
‫وا‬ ِ ‫يا أهل الكِت‬
َّ َ
َ ْ ٌ ُ َ َ َ ْ َ ٰ َ َ َ ْ ُ ُ َ َ َ َّ ُ ُ َ َ َ ْ َ ُ ْ َ
ِ‫وح مِن ُه ۖ فآم ُِنوا بِاللِ َو ُر ُسلِه‬ ‫عِيس ابن مريم رسول اللِ وك ِمته ألقاها إِل مريم ور‬
َ
َ َ ُ ْ َ َ ْ ُ ٌ َ ٌ ٰ َ ُ َّ َ َّ ْ ُ َ ً ْ َ ُ َ ْ ٌ َ َ َ ُ ُ َ َ َ
‫حان ُه أن يَكون ُل‬ ‫ۖ ول تقولوا ثلثة ۚ انتهوا خيا لكم ۚ إِنما الل إِله واحِد ۖ سب‬
ً َّ ٰ َ َ َ َْ َ ‫َو َ ٌل ۘ َ ُل‬
﴾١٧١: ‫ف بِاللِ َوك ِيل ﴿النساء‬ ‫ات َو َما ِف ال ْر ِض ۗ وك‬ِ َ
‫او‬ َ
‫م‬ َّ
‫الس‬ ‫ف‬ِ ‫ا‬‫م‬
Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan
janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sungguh,
Al-Masih Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang diciptakan
dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan
tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya
dan janganlah kamu mengatakan, "(Tuhan itu) tiga," berhentilah (dari ucapan
itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa,
Mahasuci Dia dari (anggapan) mempunyai anak. Milik-Nyalah apa yang ada
di langit dan apa yang ada di bumi. Dan cukuplah Allah sebagai pelindung.
(QS. An-Nisa'[4]:171)

Pada ayat di atas ahli Kitab melampaui batas dalam ucapannya manusia pun (nabi
Isa) dianggap sebagai tuhan.127 Ini termasuk contoh radikal. Dan Islam melarang ini.
Radikalisme tidak mengenal dari mana dia berasal. Dia adalah pemahaman yang
melampaui batas kewajaran baik itu di bidang agama, politik, ekonomi, budaya dan
lainnya.

D. Penegakan Hukum
Penegakan hukum menurut Maroni sebagaimana yang di kutip Carto Nuryanto,
merupakan rangkaian proses untuk menerapkan nilai-nilai, ide, dan cita hukum yang
bersifat abstrak menjadi tujuan hukum. Tujuan hukum atau cita hukum memuat moral
hukum seperti keadilan hukum dan kebenaran.128
Penegakan hukum di lakukan dalam masyarakat terbagi kepada dua yaitu, secara
makro dan secara mikro.

123
• secara Makro, penegakan hukum meliputi semua aspek kehidupan dalam
masyarakat, berbangsa maupun bernegara, untuk melaksankan norma hukum
yang ada. Baik itu dalam ruang sempit aspek penal (hukum pidana maupun aspek
non-penal (di luar hukum pidana).
• secara mikro, penegakan hukum ini terbatas pada proses pemeriksaan di
pengadilan termasuk proses dilakukannya penyidikan, penuntutan sampai
pelaksanaan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Hakim merupakan salah satu dari penegak hukum yang mempunyai peran sangat
penting dalam mewujudkan keadilan melalui putusan-putusannya yang dilakukan
oleh hakim.129

Pada dasarnya, penegakan hukum bukan hanya semata-mata tugas dari aparat
penegak hukum, tetapi menjadi kewajiban seluruh komponen bangsa. Hal ini
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa : “Segala warga bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Hal ini senada dengan Al-qur’an surat
al-Maidah ayat 8 :

ْ‫آن قَوم‬ُ َ َ ْ ُ َّ َ ْ َ َ َ ْ ْ َ َ َ ُ َّ َ َّ َ ُ ُ ُ َ َ َّ َ ُّ َ َ
ٍ ‫يا أيها الِين آمنوا كونوا قوامِني ِلِ شهداء بِالقِس ِط ۖ ول ي ِرمنكم شن‬
َ ُ َ ْ َ َ ٌ َ َ َّ َّ َ َّ ُ َّ َ ٰ َ ْ َّ ُ َ ْ َ َ ُ ُ ْ ُ ْ َ َّ َ ٰ َ َ
‫ع أل تعدِلوا ۚ اعدِلوا هو أقرب ل ِلتقوى ۖ واتقوا الل ۚ إِن الل خبِري بِما تعملون‬
﴾٨ : ‫﴿المائدة‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan
karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu
terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-
Maidah/5 : 8)

Dari petunjuk redaksi ayat di atas dalam Tafsir Marâh Labîd li Kasyfi Ma’nâ Qur’ânim
Majîd karya Syeikh Muhammad Nawawi Al-Bantani, menungkapkan bahwa ada dua
beban kerja yang harus dilaksanakan orang yang beriman, yaitu :
1. Mengagungkan perintah Allah, yaitu pada redaksi ayat ‫ني‬ َ ‫َٰي َٓأ ُّيهَا ٱ َّل ِذينَ َءا َمنُوا∙ ُكو ُنوا∙ َق َّٰو ِم‬
‫ ِل َّل ِه‬Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan
karena Allah, beban kerja bagi seorang yang beriman disini adalah mampu

124
melaksanakan tugas perintah secara benar dengan penuh ketaatan kepada
Allah dan menjauhi berbagai larangan-Nya.

2. Mempunyai rasa simpati, kasih sayang terhadap makhluk yang Allah ciptakan,
yaitu pada redaksi ayat ‫( ُش َه َدآ َء ِبٱ ْل ِق ْسط‬ketika) menjadi saksi bersaksilah dengan
adil, saksi harus memberikan keterangan sesuai dengan fakta tidak menyalahi
kenyataan dan bukti yang terjadi

Selanjutnya kalimat ‫َل أَ َّل َت ْع ِد ُلوا‬


ٰٓ َ ‫ َو َل َي ْج ِر َمن َُّك ْم َش َن َٔـ ُان َق ْو ٍم ع‬, artinya dan janganlah
kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil,
Syaikh Nawani dalam tafsirnya memberikan penjelasan ‫اى ال يحملنكم بعض قوم عىل ان‬
‫تجوروا عليهم وتجاوجوا الحد فيهم بل اعدلوا فيهم وان اساؤا عليكم واملعنى ان الله تعاىل أمر جميع الخاق بان‬
‫ ال يعاملوا احدا اال عىل سبيل االنصاف وترك االعتساف‬artinya jangan karena kebencian terhadap
sebagian pihak lalu memberikan putusan yang menyimpang kepada mereka dan
memberikan hukuman yang melampai batas terhadap sebagian pihak tersebut,
akan tetapi berbuat adilllah terhadap mereka walaupun mereka berbuat tidak baik
terhadap kamu sebelumnya dengan artian bahwasanya Allah memerintahkan kepada
semuanya untuk memutuskan secara adil dan meninggalakan putusan yang lalim.130
Sedangkan menurut syaikh Muhammad ‘Alî al-Shâbunî dalam tafsir Shafwah al-
Tafâsîr, ‫ ال يحملنكم شدة بغضكم لألعداء عىل ترك العدل فيهم واالعتداء عليهم‬Jangan karena terlalu
benci terhadapa lawan sehingga meninggalkan berbuat adil pada mereka dan
melakukan tindakan yang agresif terhadap mereka.131
Adapun teks ayat sesudahnya adalah ٰ‫ٱ ْع ِد ُلوا∙هُ َو أَ ْق َر ُب ِلل َّت ْقوَى‬, artinya berlaku adillah.
Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Berbuat adil itu tidak melihat kepada
lawan atau kawan. Orang yang berbuat adil ini akan terhindar dari kedurhakaan
kepada Allah dan terhindar dari azab Allah. Sebagai akhir atau ujung ayat tersebut
dengan bunyi redaksi ‫ون‬ َ ‫ َوٱ َّت ُقوا ∙ ٱل َّل َه إِ َّن ٱل َّل َه َخ ِب ٌري ∙ ِبَا َت ْع َم ُل‬Dan bertakwalah kepada Allah,
sungguh, Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan. Semua hal yang
dilakukan tidak ada yang tersembunyi bagi Allah, Allah akan menampakkan
perbuatan yang dilakukan dan memberikan balasannya.132
Nabi Muhammad membagi hakim kepada tiga bagian sebagaimana sabda Rasul :
َ َ َ ََ َ َُ َ َ َ َّ َ ُ ْ ُ َّ َ ُ َ َ َّ َ
‫ت َح َّدث َنا خلف بْ ُن خل ِيفة ع ْن أ ِب هاش ٍِم َع ِن‬
ُّ ‫الس ْم‬
ِ
َّ ‫ان‬ ‫حدثنا ممد بن حس‬
َ َ ُ َ ُْ َ َ
ٌ‫الثَ ٌة َواحِد‬ َ َ ْ َ ََْ ُ ْ
‫ قال القضاة ث‬-‫صىل اهلل عليه وسلم‬- ‫ب‬ ّ َّ َ
ِ ِ ‫اب ِن بريدة عن أبِيهِ ع ِن َانل‬
ٌُ ََ َ َ َ َّ َ ْ َ َ َ ٌ ُ َ َ َّ َ ْ َّ َّ َ َّ َ ْ َ َّ َ ْ
‫ان ِف انلارِ فأما الِى ِف النةِ فرجل عرف الق فقض بِهِ ورجل‬ ِ ‫ِف النةِ واثن‬

125
َ ََ
‫اس ع َج ْه ٍل ف ُه َو‬
َ َ ٌ َ ْ ُْ
ِ ‫الك ِم ف ُه َو ِف انلَّارِ َو َر ُجل قض ل َِّلن‬ َ ‫ج‬
‫ار ِف‬ َ ْ ‫َع َر َف‬
َ َ‫ال َّق ف‬
331
)‫ِف انلَّارِ (رواه أبو داود‬
... Dari Ibn Buraidah dari ayahnya, dari Nabi ‫ صىل الله عليه وسلم‬bersabda hakim
itu ada tiga golongan, satu golongan masuk surga sedangkan dua golongan yang
lainnya msuk neraka. Adapun golongan yang masuk surga adalah hakim yang
mengetahui hukum yang sebenarnya menurut hukum Allah dan dia menghukum
dengan hak itu. Sedangkan hakim yang mengetahui hukum yang sebenarnya
menurut hukum Allah tapi dia menyelewengkan hukum itu maka hakim tersebut
golongan yang masuk neraka dan hakim yang menghukum manusia tanpa ilmu
pengetahuan maka diapun termasuk golongan hakim yang masuk neraka. (HR.
Abu Daud)
Dalam Islam seleksi untuk hakim sangat ketat, menurut imam Taqiyu al-dîn harus
memenuhi syarat di bawah ini :134
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Merdeka
5. Adil
6. Laki-laki
7. Mengerti al-Qur’an
8. Mengerti Hadits
9. Mengetahui Ijma’ ulama dan perselisihan paham mereka
10. Mengerti tetang Qiyas
11. Mengetahui bahasa Arab
12. Pendengaran bagus
13. Penglihatan bagus
14. Sadar
15. Memunyai kecakapan dalam berkomunikasi

Selaian syarat di atas seorang hakim harus mempunyai etika, karena kedudukan
hakim adalah kedudukan yang mulia, diantaranya adalah :135
1. Berkantor di tengah negeri
2. Dapat dijumpai masyarakat dengan mudah
3. Tidak boleh memutuskan perkara di masjid
4. Hakim harus menyamakan pada dua orang berperkara dalam hal tempat
mereka, berbicara dan perkataan manis tidaknya.

126
5. Tidak boleh menerima pemberian dari rakyatnya
6. Jangan memutuskan perkara ketika dalam keadaan ; marah, lapar, haus,
larut malam, sangat susah, sangat gembira, ketika sakit, kebelet buag hajat,
mengantuk dan cuaca ekstrim panas atau dingin.
7. Memberikan kesempatan untuk pemohon memberikan keterangan sampai
selesai setelah itu memberikan kesempatan pula bagi terdakwa menyampaikan
keterangannya,
8. Hakim tidak boleh menyuruh sumpah atas terdakwa tanpa kemauan atau
keinginan dan persetujuan dari pemohon
9. Hakim tidak boleh menunjukkan cara mendakwa dan membela kepada
keduanya
10. Hakim tidak boleh menrima saksi yang tidak adil
11. Hakim tidak boleh menerima saksi musuh kepada musuhnya
12. Hakim tidak boleh menerima saksi ayah kepada anaknya atau sebaliknya

127
BAB

10

PEMBINAAN AKHLAK
DALAM KEHIDUPAN
Di zaman yang serba canggih dan maju dalam bidang teknolongi ini, dimana semua
dapat diakses dan diraih dengan mudah menggunakan teknologi, terlebih menghadapi
industri 4.0, setiap manusia berpikir kreatif agar nantinya tidak tergerus dengan
perkembangan ini. Namun sisi lain yang perlu kita lihat adalah setiap hari semakin
banyak tindakan kriminal, semakin banyak pelanggaran hak kemanusiaan, bahkan
semakin banyak kedurjaan terjadi dimana-maha, setiap harinya televisi hampir
tidak pernah sepi memberitakan ragam tindakan kejahatan ini, mulai dari mencuri,
merampok, memperkosa, korupsi, penggunaan obat terlarang, pergaulan bebas,
penyalahgunaan jabatan dan wewenang dan masih banyak lagi yang lainnya.
Jika kita tinjau lebih jauh lagi, maka beragam kriminalitas itu terlahir dari
kehampaan jiwa orang tersebut dari keterikatan dirinya dengan nilai-nilai agama,
ia tidak lagi menganggap nilai agama itu penting bagi hidupnya bahkan tak ayal dia
mengesampingkan nilai agama itu sendiri, sehingga dengan kondisi inilah ia lebih
mudah tergoda oleh syethan untuk memperturutkan hawanafsunya, walhasil muncullah
ragam tindakan kriminal dari dirinya.
Oleh karena itu, nilai agama haruslah dijadikan jatidiri seorang muslim, sehingga
yang senantiasa terlihat darinya adalah perkara yang baik lagi diperbolehkan oleh
aturan agama. Selain itu nilai agamapuun seyogyanya bisa diejawantahkan dalam
kehidupan sehari-hari, agar orang tersebut senantiasa terbimbing oleh Allah, dia sadar
bahwa Allah senantiasa melihatnya, dimana inti nilai-nilai agama Islam terletak pada
akhlak, sebab itu merupakan simbol keimanan seseorang yang sepatutnya dibina secara
terus menerus.

D. Akhlak
Sebelum kita berbicara lebih lanjut mengenai akhlak, mari kita lihat paparan pakar
terkait definisi akhlak itu sendiri

128
Ibnu Maskawaih (w.421H) menyatakan, bahwa akhlak adalah keadaan jiwa
yang mendorongnya melakukan suatu tindakan tanpa melalui pemikiran dan kan
ataupertimbangan sebelumnya.
Senada dengan pernyataan diatas, Abu hamid Al Ghazali mengemukakan bahwa
akhlak adalah sifat yang terpatri dalam jiwa manusia yang darinya terlahir ragam
perbuatan yang dilakukan dengan senang dan mudah tanpa terpikirkan oleh dirinya
dan tanpa adanya renungan terlebih dahulu.
Lain halnya dengan Ibrahim Anis, ia menyebutkan bahwa Akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah ragam perbuatan baik atau buruk tanpa
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.136 Pendapat ini senada dengan apa yang
diutarakan olehAbdul Karim Zaidan, bahwa akhlak adalah ragam nilani dan sifat yang
tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai
perbuatannya baik atau buruk untuk kemudian memilih melakukan atau tidak.137
Dari paparan pakar diatas, dapat kita simpulkan bahwa Allah telah menitipkan naluri
kebaikan dalam diri manusia sejak ia dilahirkan, yang dengan modal tersebut, manusia
lebih condong pada kebaikan daripada keburukan, sebab inilah fitrah diri manusia yang
sebenarnya, Namun lambat laun kondisi kefitrahan diri ini semakin tertutup dengan
pola pendidikan dan lingkungan yang kurang baik, yang membuat didi kefitrahan jiwa
manusia semakin buram dan kelam. Maka pembiasaan dalam pendidikan inilah yang
mempu membentuk kondisi jiwa yang baik, kondisi jiwa yang mampu menggugah diri
melakukan perbuatan baik tanpa dipikir terlebih dahulu, perbuatan itu mengalir begitu
saja tanpa ada tuntutan maupun tekanan dari dalam jiwa, inilah akhlak.

E. Urgensi Akhlak Dalam Kehidupan
Sebuah akhlak yang baik merupakan pondasi sebuah peradaban, jika akhlak
manusia yang ada dalam peradaban itu terus terjaga dan terpelihara dengan baik, maka
akan membawa kebaikan bagi peradaban tersebut, ia akan menorehkan peradaban yang
bagus dalam persepsi umat yang ada setelah mereka. Ahmad Syauqi pernah berkata
dalam sebuah bait sya’irnya:

ْ َ ْ َََ ْ ُ ْ َ
ْ‫خ َل ُق ُه ْم َذ َه ُبوا‬ ْ َ َ َ ُ َ ْ َ ْ ُ َ ُ ْ َ َّ
‫ فإِن هم ذهبت أ‬# ‫إِنما األمم األخلق ما بقِيت‬
“Sungguh selagi akhlak masih tersisa dalam sebuah peradaban, maka
peradaban itu akan tetap eksis, # tetapi saat akhlak pada peradaban tersebut
lenyap, maka lambat laun peradaban itu akan sirna.”

129
Bait sya’ir diatas memberikan gambaran pentingnya akhlak dalam sebuah
peradaban, akhlak dalam sebuah negara, akhlak dalam sebueah kota dan lain
sebagainya. Ketika manusianya senantiasa terjaga dengan akhlak diri, maka dia tidak
akan berbuat perkara buruk, tidak akan berbuat perkara yang merugikan orang lain,
tidak akan melakukan seks bebas, tidak akan meminum minuman keras, tidak akan
menyalahgunakan wewenang dan jabatan, tidak akan melakukan tindakan korupsi,
kolusi dan nepotisme, tidak akan merampok, tidak akan membegal, tidak akan tawuran
dan tidak saling bunuh, tidak akan menyalahgunakan obat apalagi mengonsumsi obat
terlarang serta ragam perkara lainnya. Hal ini disebabkan karena akhlak memiliki erat
kaitannya dengan agama.
Sebaliknya jika manusianya tidak menjaga akhlak diri mereka, bahkan
mengabaikannya, maka dapat dipastikan banyak perbuatan buruk yang akan muncul
diberbagai sektor kehidupan, mulai dari mengabaikan perintah agama, melanggar
perintah agama, minum minuman keras dan melakukan perzinaan dengan anggapan
perkara yang lumrah dalam berpacaran, memberikan gratifikasi agar urusan lancar,
memberikan gratifikasi agar urusan dipermudah oleh pihak tertentu, memberikan
sejumlah uang untuk jabatan tertentu, melakukan tindakan korupsi, kolusi dan
nepotisme, menjambret, mencuri dan membegal, mengedarkan obat terlarang dan
menggunakannya, serta ragam tindakan buruk lainnya.
Jika lihat pada akhlak, maka poros akhlak terletak pada perbuatan yang ditampakkan
oleh seseorang, baik ketika ia seorang diri maupun ia dihadapan masyarakat, oleh
karenanya akhlak menempati posisi yang istimewa dalam Islam sebagai berikut:
1. Posisi Rasulullah SAW sebagai penyempurna akhlak
Rasulullah Saw pernah bersabda,
ْ َ َ َ َ َ ّ َ ُ ُ ْ ُ َ َّ
‫الق‬
ِ ‫خ‬ ‫إِنما ب ِعثت ألت ِمم مكرِم األ‬
“Sungguh aku hanya diutus ke muka bumi ini untuk menyempurnakan akhlak
yang mulia”( HR. Al Bazzar).

Ragam akhlak baik pun sudah ada pada masa jahiliyah, meski kadarnya sedikit,
maka dengan datangnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, ragam akhlak
mulia kembali dihidupkan dan disosialisasikan sehingga dapat dilihat bahwa
agama Islam menjadikan akhlak yang mulia sebagai landasannya, sehingga semua
perintah dan larangan agam tak lain adalah implementasi dari akhlak yang baik
bagi siapapun.

130
2. Akhlak memberatkan timbangan kebaikan
Rasulullah Saw bersabda,
ُ ُْ ْ ُ ْ َ ْ ُ ََْ ْ َ ْ َ
‫ان مِن حس ِن الل ِق‬
ِ ‫ما مِن ش ٍء أثقل ِف ال ِمزي‬
“Tidak ada susuatu yang timbangannya lebih berat daripada akhlak yang baik.”

Artinya bahwa sisi kebaikan seseorang kepada orang lain sebagai wujud dari akhlak
yang baik memiliki nilai kebaikan disisi Allah Swt. Sebab ragam nilai kebaikan inilah
yang kita kumpulkan didunia sebagai bekal menghadap Allah SWT nanti di akhirat.
3. Akhlak ciri keimanan seseorang
Rasulullah Saw pernah bersabda,
ًُ ُ ْ ُُ َ ْ َ ً َ َ ْ ُْ ُ َ ْ َ
‫أكمل المؤ ِمن ِني إِيمانا أحسنهم خلقا‬
“Orang yang paling sempurna imannya adalah orang yang berakhlak paling
baik.”(HR. Abu Dawud)

Imam As-Sindi pernah berkata terkait hadits ini, bahwa akhlak yang baik akan
menggiring orang tersebut untuk menunaikan haknya Allah dan haknya makhluk
(manusia lainnya), sehingga dengan akhlak yang baik ini dia mampu memenuhi
kedua hak ini.
Dengan demikian, inilah ciri orang yang memiliki kadar keimanan yang
sempurna dihadapan Allah Swt.
5. Akhlak yang baik dapat menghapus dosa
Rasulullah Saw bersabda,
َ ‫الل‬
‫ِيد‬
َّ ُ ُ َ َ َ َ َ ْ ُ ُ ُ ُ ْ ُ ْ ُ
َ ْ ‫الش ْم ُس‬ ‫حسن الل ِق يذِيب الطايا كما تذِيب‬
“Akhlak yang baik dapat mencairkan (menghapus) ragam kesalahan,
sebagaimana sinar matahari dapat mencairkan bongkahan es.” (HR. Al Baihaqi)

Dalam kutipan redaksi hadits ini, Ibn Abdil Aziz menambahkan, “ Sesungguhnya
akhlak yang buruk dapat merusak amal perbuatan baik, sebagaimana cuka dapat
merusak madu.”
Artinya adalah, kebaikan yang ditampakkan secara terus menerus dengan konsisten
mampu menghapus ragam dosa dan perbuatan buruk yang pernah dilakukan oleh
orang tersebut. Nilai konsistensi inilah yang sulit dilakukan sehingga akhlak benar-
benar memberikan efek dalam kehidupan.

131
F. Pembagian Akhlak
Jika kita tinjau lebih dalam lagi, maka dalam kajian Islam, akhlak dapat dilihat dari
sifat dan juga ruang lingkupnya. Dari sisi sifatnya, dalam pandangan masyarakat secara
umum, akhlak terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Akhlak yang baik (Akhlaq mahmudah): yaitu ragam sikap diri yang senantiasa
mencerminkan kebaikan baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.
Ketika masyarakat menilai suatu akhlak itu menimbulkan respon yang baik
atau mencerminkan pribadi yang baik, maka inilah akhlak yang, sebagaimana
Rasulullah Saw pernah bersabda,
َ َ ْ ْ َ َ ْ
‫َما َرآ َهُ ال ُم ْسل ُِم ْون َح َس ًنا ف ُه َو عِن َد اهللِ َح َس ٌن َو َما َرآهُ ال ُم ْسل ُِم ْون َس ّي ِ ًئا ف ُه َو‬
ْ
‫عِن َد اهللِ َس ِّي ٌء‬
“Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, maka perkara itupun
disisi Allah adalah perkara baik.” (HR. Al Hakim dalam Mustadrak-nya).

Contoh dari akhalak yang terpuji adalah: Cinta kepada Allah, cinta
kepada rasul, taat beribadah, senantiasa mengharap ridha Allah, tawadhu’,
taat dan patuh kepada Rasulullah, bersyukur atas segala nikmat Allah,
bersabar atas segala musibah dan cobaan, ikhlas karena Allah, jujur, menepati
janji, qana’ah, khusyu dalam beribadah kepada Allah, mampu mengendalikan
diri, tidak haus akan dunia, senantiasa menyambung silaturrahim, selalu
menghargai orang lain, menghormati orang lain, mengedepankan sopan
santun, suka bermusyawarah, suka menolong kaum yang lemah, bekerja
dengan penuh tanggung jawab, amanah dalam wewenang dan jabatan.
2. Akhlak yang buruk (Akhlaq madzmumah): yaitu ragam sifat diri yang
mencerminkan perbuatan yang buruk, perangai buruk, bahkan dalam
perspektif banyak orang pun itu termasuk perbuatan yang buruk dan bahkan
bisa merugikan orang lain, contohnya seperti: kufur, syirik, munafik, fasik,
murtad, takabbur, riya, dengki, bohong, menghasut, kikil, bakhil, boros,
dendam, khianat, tamak, fitnah, memutus tali silaturahmi, ujub, mengadu
domba, sombong, putus asa, kotor, menyuap, menerima suap, mencemari
lingkungan, dan merusak alam.

Jika akhlak kita tinjau dari ruang lingkupnya, DR Marzuki dalam jurnalnya
membaginya menjadi dua bagian, yaitu
1. Akhlak terhadap Khaliq (Allah Swt.)

132
Orang Islam yang memiliki aqidah yang benar dan kuat, berkewajiban
untuk berakhlak baik kepada Allah Swt. dengan cara menjaga kemauan
dengan meluruskan ubudiyah dengan dasar tauhid (QS. al-Ikhlash (112):
1–4; QS. al-Dzariyat (51): 56), menaati perintah Allah atau bertakwa (QS. Ali
‘Imran (3): 132), ikhlas dalam semua amal (QS. al-Bayyinah (98): 5), cinta
kepada Allah (QS. al-Baqarah (2): 165), takut kepada Allah (QS. Fathir (35):
28), berdoa dan penuh harapan (raja’) kepada Allah Swt. (QS. al-Zumar (39):
53), berdzikir (QS. al-Ra’d (13): 28), bertawakal setelah memiliki kemauan
dan ketetapan hati (QS. Ali ‘Imran (3): 159, QS. Hud (11): 123), bersyukur
(QS. al-Baqarah (2): 152 dan QS. Ibrahim (14): 7), bertaubat serta istighfar
bila berbuat kesalahan (QS. al-Nur (24): 31 dan QS. al-Tahrim (66): 8), rido
atas semua ketetapan Allah (QS. al-Bayyinah (98): 8), dan berbaik sangka
pada setiap ketentuan Allah (QS. Ali ‘Imran (3): 154)
2. Akhlak terhadap makhluq (ciptaan Allah).
Akhlak terhadap makhluk masih dirinci lagi menjadi beberapa macam,
seperti akhlak terhadap sesama manusia, akhlak terhadap makhluk hidup
selain manusia (seperti tumbuhan dan binatang), serta akhlak terhadap benda
mati.
Akhlak terhadap sesama manusia harus dimulai dari akhlak terhadap
Rasulullah Saw., sebab Rasullah yang paling berhak dicintai, baru dirinya
sendiri. Di antara bentuk akhlak kepada Rasulullah adalah cinta kepada Rasul
dan memuliakannya (QS. al-Taubah (9): 24), taat kepadanya (QS. al-Nisa’ (4):
59), serta mengucapkan shalawat dan salam kepadanya (QS. al-Ahzab (33):
56). Namun demikian akhlak terhadap Rasulullah Saw. ini juga sangat terkait
dengan Akhlak terhadap Allah Swt., sebab apa pun yang bersumber dari
Allah (Al Qur’an) dan Rasulullah (Al Hadits) harus dijadikan dasar dalam
bersikap dan berprilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu seorang muslim juga harus berakhlak mulia terhadap sesama
manusia; baik terhadap dirinya sendiri, terhadap keluarganya, dan terhadap
orang lain di tengah-tengah masyarakat. Ketiga akhlak ini sangat penting
artinya bagi kita, karena sikap dan perilaku terkait dengan hubungan antar
sesama ini yang tampak di permukaan yang sering dinilai oleh masyarakat
pada umumnya.
Demikian pula akhlak terhadap lingkungan. Lingkungan yang
dimaksud di sini adalah semua yang ada di sekitar manusia, seperti binatang,
tumbuhan, dan benda mati. Akhlak terhadap lingkungan adalah menjaga
alam tersebut dan tidak merusaknya sehingga setiap proses pertumbuhan
alam terus berjalan sesuai dengan fungsi ciptaan-Nya. Dalam al-Quran Surat

133
al-An’am (6): 38 dijelaskan bahwa binatang melata dan burung-burung adalah
seperti manusia yang menurut Qurtubi tidak boleh dianiaya (Shihab, 1996:
270). Kapan pun, dimanapun bahkan sampai di masa perang sekalipun Islam
menganjurkan agar tidak membunuh binatang dan merusak tumbuhan
kecuali terpaksa, namun tetap disesuaikan dengan sunnatullah dari tujuan
dan fungsi penciptaan (QS. al-Hasyr (59): 5).138

G. Faktor Yang Mempengaruhi Terbentuknya Akhlak


Dra. Ida Firdaus menguutip dari Hamzah Ya’qub bahwa akhlak tidak terbentuk
dengan baik lantaran dua faktor: Faktor Intern dan faktor Ekstern.139
1. Faktor Intern
Faktor intern berupa ragam perkara bawaan sejak lahirnya manusia.
Allah Swt telah memberikan setiap manusia ragam hal unik dalam diri setiap
manusia yang tidak sama dengan manusia lainnya. Dengan modal inillah,
setiap faktor akan mempengaruhi yang lainnya. Faktor intern terdiri dari:

a. Insting
Ia murni bawaan sejak manusia dilahirkan. Allah Swt telah titipkan
naluri/ insting ini pada setiap manusia, yang dengannya ia akan mengetahui
mana yang baik manurutnya dan mana yang bisa membahayakan dirinya.
Kepekaan akan insting inilah yang harus senantiada dilatih sehingga ia terus
condong pada kebaikan.
b. Kebiasaan
Kebiasaan yang terbentuk dalam proses pendidikan hidup inilah
yang kelak memberikan nuansa popsitif atau negatif pada diri seseorang.
Kebiasaan inilah
c. Keturunan
Garis keturunan memberikan nuansa pembeda seseorang dengan
orang lain, sebab garis keturunan yang terbantuk dari gen x dan y dan bersatu
padu membuahkan gen lainnya, sehingga gen baru inilah memiliki ciri khas
dirinya sendiri yang berbeda dengan orang lain.
d. Keinginan keras
Setiap jiwa manusia memiliki keinginan keras yang dengannya jiwa
akan didorong untuk melakukan sesuatu demi menggapai suatu tujuan. Agus
Sujianto menyatakan bahwa keinginan keras datangnya dari dalam diri.140 Ia
ibarat motor penggerak yang selalu memotivasi diri.

134
e. Hati nurani
Ia merupakan bekal yang Allah titipkan pada setiap manusia, ia adalah
filter baik dan buruk, ia mampu mendeteksi dan memantikkan signal pada
diri sehingga tergerak untuk berbuat sesuatu.
2. Faktor Ekstern
Faktor eksternal merupakan ragam perkara yang berada di luar maupun
disekitar diri seseorang, yang turut memberikan pengaruh positif atau negatif
pada akhlak seseorang, sehingga faktor ini tidak kalah pentingnya dibanding
faktor internal yang datang dari dalam diri seseorang, bahkan terkadang faktor
eksternal ini lebih banyak memberikan pengaruh kepada diri dibanding yang
lainnya. Ragam faktor eksternal yang mempengaruhi akhlak antara lain:
a. Keluarga
Keluarga merupakan tempat dimana manusia banyak belajar
didalamnya, disinilah tempat pembelajaran awal bagi manusia, sebelum
berpindah ke jenjang yang lainnya. Oleh karena itu, sudah pasti kedua orang
tua memiliki tanggung jawab penuh mengajarkan akhlak yang baik kepada
anaknya. Jika sisi ini tidak diperhatikan, maka fase selanjutnya pun sulit
untuk menerapkan akhlak tersebut.
b. Lingkungan
Lingkungan merupakan tempat dimana seorang manusia berinteraksi
sosial dengan teman dan orang lain. Suasana lingkungan yang lekat dengan
akhlak yang baik secara sendirinya dapat membentuk akhlak yang baik,
begitu pula sebaliknya; suasana lingkungan yang buruk akan membentuk
dan mempola akhlak yang buruk pula. Sehingga sisi ini perlu diperhatikan
secara seksama oleh masyarakat agar mampu menumbuhkembangkan
akhlak yang baik bagi seorang muslim di masyarakat tersebut.
c. Teman
Tidak dipungkiri, dalam interaksi manusia dengan sosial, khususnya
teman sepermainan atau teman satu hoby, persahabatan ini dapat menularkan
akhlak yang baik ataupun malah akhlak yang buruk, tinggal kepada siapa dia
berteman. Orang yang biasa berada dan berkuumpul dalam sebuah mejelis
ilmu, maka akan terbentuk ragam akhlak mulia dalam dirinya, sementara
orang yang terbiasa nongkrong di jalanan ataupun warnet misalnya; maka
akan terbentuk ragam akhlak yang buruk dalam dirinya.
d. Sekolah
Sekolah merupakan wadah pembinaan akhlak setelah keluarga,
sehingga sekolah dengan ragam tata tertib dan nilai yang dibangunnya sebagai
simbol sekolah, sangat membantu kelarga dalam membentuk akhlak yang

135
baik, sehingga sekolah haruslah bisa menjaga ragam nilai tersebut dengan
memberikan pengawasan pada sang anak yang berada di sekolah. Dengan
demikian, sekolah dapat membina akhlak yang baik. Namun sebaliknya,
jika ragam komponen di dalam sekolahan tidak mampu memberikan ragam
contoh, penanaman akhlak dan pengawasannya, maka sekolah tidak mampu
memberikan akhlak yang baik

H. Metode pembinaan akhlak


Sulkhan Sofyan sebagaimana mengutip pendapat Abdurrahman An-Nahlawi dalam
bukunya tentang akhlak mengatakan bahwa dalam pembinaan akhlak perlu diberikan
pola pendidikan Islam; yaitu dengan menggunakan beberapa metode: Metode dialog,
metode kisah Qur’ani dan nabawi, metode perumpamaan Qur’ani dan Nabawi, metode
keteladanan, metode aplikasi dan pengamalan, metode ibrah dan nasehat serta metode
targhib dan tarhib.141

136
DAFTAR PUSTAKA
1 Mohammad Daud Ali (2008) Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hlm.
353.
2 Mohammad Nasirudin (2009) Pendidikan Tasawuf. Semarang: RaSAIL Media Group. Hlm.
31
3 Nurhasan (2018) POLA KERJASAMA SEKOLAH DAN KELUARGA DALAM PEMBINAAN
AKHLAK, Jurnal Al-Makrifat Vol 3, No 1, April 2018. http://ejournal.kopertais4.or.id/
tapalkuda/index.php/makrifat/article/download/3136/2323/, Upload August,18,2019
4 Syarifah Habibah (2015) AKHLAK DAN ETIKA DALAM ISLAM, JURNAL PESONA
DASAR, Vol. 1 No. 4, Oktober 2015, hal 73 - 87 ISSN: 2337-9227.  http://www.jurnal.unsyiah.
ac.id/PEAR/article/download/7527/6195, Upload August,18,2019
5 Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri (2014) Minhajul Muslim, IAIN Sumatera Utara, Medan.
hlm 347
6 Muhammad Fauqi Hajjaj (2011) Tasawuf Islam dan Akhlak. Jakarta: AMZAH. Hlm. 225
7 Hasan Langgulung (2003) Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta: PT. AlHusna. Hlm. 56
8 Zainuddin. Dkk (1991) Seluk Beluk Pendidikan dari al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara.hlm.
102-103
9 Muhammad Alim (2006) Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan
Kepribadian Muslim. Bandung: Remaja Rosdakarya. hlm 149
10 Ainain, Ali Khalil Abu (1985). Falsafah al-Tarbiyah fi al-Quran al-Karim. T.tp.: Dar alFikr al-
Arabiy
11 Abdullah, M. Yatimin (2007) Studi Akhlak dalam Perspektif AlQuran, Jakarta: AMZAH.
Hlm. 7-11
12 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi Yang Disempurnakan) Jilid VII. Hlm
638-639.
13 M. Quraish Shihab (2012) AL-LUBAB; Makna, Tujuan, dan Pelajaran Dari Surah-surah al-
Qur’an. Tangerang: Penerbit Lentera Hati. hlm. 215-216.
14 Hadis yang membahas tentang ilmu dapat dilihat dalam beberapa kitab hadis (1993). Lihat
pula Imam al- Munziri, Al-Muntaqa min Kitab al-Targhib wat-Tarhib, diterjemahkan oleh
Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, Lc. dengan judul Seleksi Hadis-Hadis Shahih Tentang Targhib
wat-Tarhib. Cetakan. I; Jakarta: Rabbani Press. hlm 129-149
15 Osman Bakar (2008) Tauhid dan Sains, Jakarta; Pustaka Hidayah. Hlm 67-69
16 Muhajir (2001) Filsafat Ilmu Posivitisme, Post Posivitisme dan Post Modernisme, Edisi II,
Cetakan I; Jakarta: PT. Raja Gravindo Persada. Hlm 67

137
17 Ghulsyani, The Holy Qur’an and The Sciences of Nature, diterjemahkan oleh Agus Effendi
dengan judul “Filsafat Sains Menurut Al-Qur’an”,(Cet. X; Bandung: Mizan, 1998), h.44
18 ------------ Ensiklopedi al-Qur’an (1997) Jilid I; Jakarta: Bimantara. Hlm 150
19 Baso Hasyim (2013) ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN (PENGARUH TEMUAN SAINS
TERHADAP PERUBAHAN ISLAM), Jurnal Dakwah Tabligh, Vol. 14, No. 1, Juni 2013 :
127 – 139, http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/tabligh/article/view/319. Upload
August,20,2019
20 Rakhmat (2004) Islam Alternatif, Ceramah-ceramah di Kmapus, (Cet.XII; Bandung: Mizan,).
Hlm 201-210
21 Suriasumantri (2003) Ilmu dalam Perspektif, (Cet. XVI, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), h.
35.-36
22 Sofyan, Ayi, Kapita Selekta Filsafat, (Pustaka Setia, Bandung, 2010)
23 Adib, Mohammad, Filsafat Ilmu; Ontologi, Epistemologi, dan Logika IlmuPengetahuan,
(Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010)
24 Syarif, Ulil Amri. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Islam. (Raja Grafindo Press).
25 Shihab, M. Quraish. (2004). Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I Atas Pelbagai Persoalan
Umat. (Bandung: Mizan).
26 Mahjudin. (2009). Akhlak Tasawuf. (Jakarta: Kalam Mulia).
27 Al-Qurthubi. (1913). Tafsir Al-Qurthubi Juz VIII. (Kairo: Daar al-Sya’bi).
28 Al-Ghazali. Ihya ‘Ulum al-Din Juz III. (Mesir: Isa Bab al-Halaby).
29 Al-Jaziri, Abu Bakar. (1976). Minhaj al-Muslim. (Madinah: Daar Umar Ibn Khatab).
30 Tafsir, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islami; Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu, Memanusiakan
Manusia, (PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2012)
31 Bakhtiar, Amsal , Filsafat Ilmu, (PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013)
32 Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad, Belajar dengan Pendekatan PAILKEM;Pembelajaran
Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif, Menarik, PT Bumi Aksara, Jakarta,2014
33 Moh. Rosyid, Strategi Pembelajaran Demokratis, LePPPAS dan UPT UNNES Press, 2006
34 Hariyanto,Edi Etika Guru dalam ProsesBelajarMengajar Agama Islam Menurut KH. Hasyim
Asy’ari Dalam Kitab Adabul Alim wal Muta’allim. (thesis, I AIN Wali Songo, 2011.
35 Yanuar Sadewa, Bimbingan dan Penyuluhan Islam terhadap Bahaya Narkoba, Makalah Badan
Narkotika Nasioal 21 Agustus 2007.
36 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika
37 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang RI No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
38 Ahmad Sofyan, Narkoba Mengincar Anak Anda, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2007, hal. 12
39 Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiater, Al-Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan
Jiwa,-- PT. Dana Bhakti Prima Yasa, Jakarta, 1996, hal. 125-126
40 Muhammad Ali Al Sayis, Tafsir Ayat al-Ahkam, Jilid 1, Ali Sabih wa Auladuh, t.t., hal. 119
41 Addzahaby, al-kaba’ir, dar al-fikr,1994 hal 56
42 Attawwaabiin, Muhammad bin qudamah al-maqdisi, maktabah dar al-bayan, cet 6 2001 hal.
39

138
43 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, CV. Pustaka Agung Harapan, Surabaya,
2006.
44 Ahmad Syauqi Al-Fanjari, Al-Thibb al-Wiqa’i Terjemah oleh Ahsin Wijaya dan Totok
Jumantoro “Nilai Kesehatan Dalam Islam” (Cet. I Jakarta: Bumi Aksara, 1996).
45 Al-Bukhari, al-Imam Abi ‘Abd Allah Muhammad b. Ismail b. Ibrahim b.Mughirah Bardizabah
al-Ja’fi, 1981. Shahih al-Bukhari. Juz V. Beirut:Dar al-Fikr.
46 Al-Tirmidzi, Jami’ al-Shahih, III, Dar al-Fikr, t.t. hal. 589
47 Ermasnsjah Djaja (2008), Memberantas korupsi bersama KPK, Jakarta; Sinar Grafika. Hlm 1
48 ------------ Ibid hal 2
49 A. Malthuf Siroj (2016), al-Ihkâ Vol.11 No.2, Pascasarjana IAI Nurul Jadid, Jl. KH Zaini
Mun`im PaitonProbolinggo
50 Nasaruddin Umar (2019), Teologi Korupsi. Jakarta; Gramedia
51 Andrea, Fockema (1951), Rechtsgeleerd Handwoordenboek, Groningen – Djakarta, Bij J B
Wolter Uitgevermaatschappij, 1951 (Kamus Hukum, terjemahan), Bandung: Bina Cipta
52 Hamzah, Andi (2002), Pemberantasan Korupsi Ditinjau Dari Hukum Pidana, Jakarta: Penerbit
Pusat Hukum Pidana Universitas Trisakti
53 Suyatno, (2005) Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Jakarta; Pustaka Sinar Harapan. Hlm 17 – 18
54 John M.Echols dan Hassan Shadaly (1977) Kamus Inggris Indonesia, Jakarta; Gramedia
Pustaka Utama. Hlm 149
55 A.I.N Kramer SR, (1997), kamus kantong Inggris Indonesia, Jakarta; Ichtiar baru Van Hoeve.
Hlm 62
56 Muhammad Ali (1993), Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, Jakarta : Pustaka Amani
57 Evi Hartanti (2008), Tindak Pidana Korupsi, Jakarta : Sinar Grafika
58 ------------ Ibid. hlm 3. Nasruddin Umar
59 Ahmad bin Hanbal, Musnad al Imam Ahmad bin Hanbal, Beirut; Muassasah ar-risalah, 1420,
No.22.399, juz 15 , h 11
60 ------------- Ibid. hlm9-19. Nasruddin Umar
61 Dadan Ruslan, “Gratifikasi dalam Tinjauan Hukum Islam” (skripsi Fakultas Syari'ah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Starif Hidayatullah Jakarta, program Studi Perbandingan
Madzhab dan Hukum, 2014), h. 28, 57.
62 6H.M. Nurul irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, h. 89.
63 7Gratifikasi secara terminologi ini menurut Ibn al-Atsir dengan redaksi asli l- uslah ila h jati
i al-Musana'ah rvyn Kaffah dan Moh. Asyiq Amrulla, Fiqh Korupsi: Amanah vs Kekuasaan
(NTB: Solidaritas Masyarakat Transparansi, 2003), h 3.
64 Ibrahim Anis, dkk, Al-Mu'jamal-Wasit, (Beirut: Majma' al-Lughah al-Arabiyyah, 1973), cetak
ke-2, h. 348.
65 Muhammad Mustafa al-Zabidi, Taj al-Urs min Jaw hir al-Qamus, j. 40, ( Lebanon: Dr al-
Khattab al-Ilmiyah, 2007), h. 287
66 M. Quraish Shihab, Asma-al-Husna, buku ke-3, (Jakarta: Lentera Hati, 2008), h. 144
67 Nur Ahmad, “Pencegahan Korupsi dalam perspektif Hadis (Studi Hadis Korupsi dalam Kutub
al-Sittah) ” (Tesis S2 Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2007), h. 88

139
68 Ibrahim Anis, dkk. Mu'jam al-wasith, jilid 2, h. 1059.
69 Ibn Manzur, Lisan-al-Arab, jilid. 1, (Beirut: D r Sader, 1990), h. 03.
70 M. Quraish Shihab, Asma-al-Husna, buku ke-2, h. 13.
71 Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-'Abbad al-Badr, Fikih sma'ul Husna, penerjemah
Abdurrahman Tayyib, Sulhan Jauhari, cet.ke-14 (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2015), h. 192
72 Masjfuk Zuhdi, Studi Islam, jilid III, Ed. 1, cet. 2, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 1993), h.
75.
73 Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqih Muamalat, Ed. Ke-1, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2010), h. 158
74 Masykur Arif, Sedekah Itu ajib, (Jogjakarta: Diva Press), h. 13-14
75 Nasrun Harun, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Gaya Media, 2007), h. 88.
76 Masjfuk Zuhdi, Studi Islam, jilid III, h. 82.
77 Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Isl m wa „ ilatuhu, Juz 5, (Beirut: D r al-Fikr, 1997), h.5
78 Fathurohim (2015), Korupsi dalam Perspektif Islam (Sebuah Tinjauan al-Qur’an), Jurnal
Ilmiah Studi Keislaman dan Sosial Vol. VII, No. 1, Maret 2015
79 Husein Alatas, Korupsi, Sifat, Sebab, dan Fungsi, (Jakarta: LP3ES, 1987).hlm. 8.
80 Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Da>r al-Fikr 1991).hlm. 215.
81 Muhammad Husain Haikal, Sayyidina Umar bin Khattab, (Jakarta: Litera Antar Nusa, 2003):
665.
82 Al-Maghari, Tafsir al-Maraghi, (Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006): 98
83 Hafidz Dasuki (dkk.), al-Quran dan Tafsirnya, (Yogyakarta: UII Press, 1991): 77.
84 Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi, 2011, Ibid, Hlm 30- 34
85 Nur Syam (2009) diambil dari Penyebab Korupsi http://nursyam.sunan-ampel.ac.id
86 Sopanah & Isa Wahyudi (2004), Analisa Anggaran Publik : Panduan TOT, Jakarta: Malang
Corruption Watch (MCW) dan Yappika
87 Erry R. Hardjapamekas (2008) Melawan Korupsi Tugas Kita Semua. http://www.fokal. info/
fokal/arsip/arsip-hukum/365.html
88 Rahardjo, Satjipto (1983) Hukum dan Perubahan Sosial: suatu Tinjauan Teoretis Serta
Pengalaman-pengalaman di Indonesia, Bandung: Alumni
89 Alatas, Syed Hussein, Sosiologi Korupsi: Sebuah Penjelajahan dengan Data Kontemporer,
Jakarta: LP3ES, 1981.
90 Haryono. RISYWAH (SUAP-MENYUAP) DAN PERBEDAANNYA DENGAN HADIAH
DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM (Kajian Tematik Ayat dan Hadis Tentang
Risywah); , STAI Al Hidayah, Bogor
91 Anas Salahudin (2018), Pendidikan antikorupsi, Bandung; Pustaka Setia. Hlm 83
92 Mustofa Ahmad dan Beni Ahmad Subeni, Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayah (Bandung;
Pustaka Setia, 2013) Hlm. 387
93 --------------- Ibid. hlm 388
94 -------------- Anas Salahudin, loc cit. hlm 94 – 107

140
95 BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN TIM PENGKAJIAN SPKN
(2002)
96 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa menentang korupsi 2003. Resolusi Nomor 57/h69
(United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), 2003. Revolution Number 57/
h69, alenia 1 dan 3. Dalam Supardi (2008) Perampasan harta hasil korupsi, Jakarta;Prenada
media. Hlm 1
97 ------------- Anas Salahudin, loc cit, hlm 284
98 ------------- Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi, Loc cit, hlm 143
99 PERANAN MAHASISWA DALAM MEMERANGI KORUPSI, Disarikan dari Modul
Sosialisasi Anti Korupsi BPKP tahun 2005 oleh Mohamad Risbiyantoro, Ak., CFE (PFA
pada Deputi Bidang Investigasi BPKP). (daring) http://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/
investigasi/files/Gambar/PDF/peranan_mahasiswa.pdf. Di akses August,2,2019
100 ------------- Ibid. PERANAN MAHASISWA DALAM MEMERANGI KORUPSI
101 Sukron Kamil, Pemikiran Poiitik Islam Tematik, Jakarta : Kencana Prenada Media Grouop,
2013, cet 1, hal. 85.
102 Afifa Rangkuti, “Demokrasi dalam Pandangan Islam dan Barat,” dalam Jurnal Ilmiah
Penegakan Hukum, Vol 5 No 2, Tahun 2018, hal, 49-59.
103 Muhammad ‘Alî al-Shâbûnî, Shafwah al-Tafâsîr, Jakarta: Dâr al-Kutub al-Islâmiyah, 1420 H/
1999 M, cet 1, jilid 1, hal. 240.
104 Sulaiman Rasjid, H., Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005, cet 37, hal. 504.
105 Jalâl al-Dîin Muhammad ibn Ahmad Al-Mahallî dan Jalâl al-Dîin Abd al-Rahmân ibn Abî
Bakr al-Suyûthî, Tafsîr al-Jalâlain, Qâhirah : Dâr al-Hadîs. t.t, hal. 134.
106 Ali Ma’shum, KH., et.all, Al-Munawwir, Surabaya : Pustaka Progressi, 1997, cet 17, hal. 36.
107 H.A. Djazuli, Prof, Fiqh Siyasah, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013, cet 5, hal. 56.
108 Al-Juzary, Abdu al-Rahman, Al-Fiqhu ‘alaa al-Madzaahib al-Arba’ah, al-Qohirah : al-Maktab
al-Tsaqaafy, tth, juz 5, hal. 297-298.
109 Ash-Shabuni, Muhammad Ali, Shafwat al-Tafaasiir, Jakarta : Dar al-Kutub al-Islaamiyah,
1420H/1999M, cet ke-1, juz 1, hal. 310.
110 http://arryrahmawan.net/5-prinsip-kepemimpinan-dalam-islam/Diakses tanggal 14 Februari
2017
111 Muhammad ibn Ismâ’îl Abû Abdillah al-Bukhâriy al-Ja’fiy, al-Jâmi’ al-Shahîh al-Mukhtashar,
Bairût : Dâr Ibnu Katsîr al-Yamâmah, 1407 H/ 1987 M, cet. 3, juz 4, hal. 1610, no. hadits 4163,
bab Kitâbu al-Nabiyyi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallama ilâ Kisrâ wa Qaishar, atau juz 6 hal. 2600,
no. hadits 6686, bab al-Fitnatu al-Latî Tamûju ka Mauji al-Bahri.
112 H.A. Djazuli, Prof, Fiqh Siyasah,... hal. 60.
113 Ahmad al-Râzî Fakhruddîn Ibn al-‘Allâmah Dhiyâu al-Dîn ‘Umar, Al-Tafsîr Al-Kabîr wa Al-
Mafâtîh Al-Ghaib, 1401 H/1981 M, hal. 149-150.
114 Al-Qusyairy, An-Naisabury, Abu Al-HasainMuslim Al-Hajjaj bin Muslim, al-Jami’ al-Shahih
al-Musamma Shahih Muslim, (Bairut : Dar al-Jail, tth), juz 6, hal. 15.
115 Sulaiman Rasjid, H., Fiqh Islam, ... hal. 502.
116 H.A. Djazuli, Prof, Fiqh Siyasah,... hal. 61-62.
117 H.A. Djazuli, Prof, Fiqh Siyasah,... hal. 61-62.

141
118 Tim Penyusun Kamus Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2008.cet. 16, hal. 1151-1152. https://www.republika.co.id/
berita/nasional/umum/15/03/31/nm2pur-ini-kriteria-radikalisme-menurut-bnpt. Diakses
15 Agustus 2019.
119
https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/03/31/nm2pur-ini-kriteria-
radikalisme-menurut-bnpt. Diakses 15 Agustus 2019.
120 Yusuf Qardhawi, al-Shahwah al-Islamiyah bain al-Juhud wa al-Tatharuf, diterjamahkan oleh
Hawin Murthado dengan judul, Islam Radikal; Analisis terhadap Radikalisme dalam Ber-
islam, Solo: Era Intermedia, cet 1, hal. 23.
121 Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam Dari Fundamentalisme, Modernisme hingga
Postmodernisme, Jakarta: Paramadina, 1996, cet 1, hal. 147-148.
122 https://nasional.kompas.com/read/2018/06/09/14491851/akademisi-minta-pemerintah-
perjelas-definisi-radikal. Diakses 15 Agustus 2019.
123 Muhammad bi Jarîr bin Yazîz bin Katsîr bin Ghâlib al-Âmiliy Abû Ja’far al-Thabarî, Jâmi’ al-
Bayân fî ta’wîl al-Qur’ân, Bairût : Muassasah al-Risâlah, 1420 H/ 2000 M, cet 1, juz 3 hal. 141.
Jalâl al-Dîin Muhammad ibn Ahmad Al-Mahallî dan Jalâl al-Dîin Abd al-Rahmân ibn Abî
Bakr al-Suyûthî, Tafsîr al-Jalâlain, Qâhirah : Dâr al-Hadîs. t.t, hal. 27.
124 Jalâl al-Dîin Muhammad ibn Ahmad Al-Mahallî dan Jalâl al-Dîin Abd al-Rahmân ibn Abî
Bakr al-Suyûthî, Tafsîr al-Jalâlain, Qâhirah : Dâr al-Hadîs. t.t, hal. 27.
125 Abû al-Fidâ`Ibn Katsir al-Damisqiy, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, Bairût : Dâr al-Fikr, 1417 H/
1997 M, cet. 1, juz 1, hal. 214.
126 Ahmad al-Râzî Fakhruddîn Ibn al-‘Allâmah Dhiyâu al-Dîn ‘Umar, Al-Tafsîr Al-Kabîr wa Al-
Mafâtîh Al-Ghaib,... juz 4, hal. 108.
127 Jalâl al-Dîin Muhammad ibn Ahmad Al-Mahallî dan Jalâl al-Dîin Abd al-Rahmân ibn Abî
Bakr al-Suyûthî, Tafsîr al-Jalâlain, ... hal. 132.Carto Nuryanto, “Penegakan Hukum Oleh
Hakim Dalam Putusannya Antara Kepastian Hukum Dan Keadilan”, dalam Jurnal Hukum
Khaira Ummah, Vol. 13 No. 1, Tahun 2018, hal. 73.
128 Carto Nuryanto, “Penegakan Hukum Oleh Hakim Dalam Putusannya Antara Kepastian
Hukum Dan Keadilan”, dalam Jurnal Hukum Khaira Ummah, Vol. 13 No. 1, Tahun 2018, hal.
73.Carto Nuryanto, “Penegakan Hukum Oleh Hakim Dalam Putusannya Antara Kepastian
Hukum Dan Keadilan”, ... hal. 73.
129 Carto Nuryanto, “Penegakan Hukum Oleh Hakim Dalam Putusannya Antara Kepastian
Hukum Dan Keadilan”, hal. 73.Al-Jawi, Muhammad Nawawi, Syeikh, Mirah Labiid Tafsiru
an-Nawawi, Dar al-Kutub Islamiyyah : Jakarta, tth, juz 1, h. 194.
130 Muhammad Nawawi al-Jawi, Mirah Labiid Tafsiru an-Nawawi, Dar al-Kutub Islamiyyah :
Jakarta, tth, juz 1, h. 194.Al-Shabuni, Muhammad ‘Ali, al-Shafwah al-Tafasir, Beirut : Dar al-
Kutub al-Islamiyyah, tth Jilid I, h 330.
131 Al-Shabuni, Muhammad ‘Ali, al-Shafwah al-Tafasir, Beirut : Dar al-Kutub al-Islamiyyah, tth
Jilid I, h 330.
132 Muhammad Nawawi al-Jawi, Mirah Labiid Tafsiru an-Nawawi,... hal. 194.Abû Dâwûd
Sulaimân Ibn al-Asy’ats Al-Sajastâniy, Sunan Abî Dâwûd, Bairût : Dâr al-Kitâb al-‘Arabiy, t.t,
juz 3, hal. 324, No. 3575, bab fî al-Qâdhî Yakhtha’u.
133 Abû Dâwûd Sulaimân Ibn al-Asy’ats Al-Sajastâniy, Sunan Abî Dâwûd, Bairût : Dâr al-Kitâb
al-‘Arabiy, t.t, juz 3, hal. 324, No. 3575, bab fî al-Qâdhî Yakhtha’u.

142
134 Taqiyu al-Dîn Abî Bakrin Muhammad al-Husainiy al-Hushniy al-Damasyqiy al-Syâfi’iy,
Kifâyatu al-Akhyâr fî halli Ghâyati al-Ikhtishâr, Bairut : Dâr al-Kutubu al-‘Ilmiyyah, 1422
H/2001 M, hal. 727-729.Taqiyu al-Dîn Abî Bakrin Muhammad al-Husainiy al-Hushniy al-
Damasyqiy al-Syâfi’iy, Kifâyatu al-Akhyâr fî halli Ghâyati al-Ikhtishâr, ... hal. 729-737.
135 Taqiyu al-Dîn Abî Bakrin Muhammad al-Husainiy al-Hushniy al-Damasyqiy al-Syâfi’iy,
Kifâyatu al-Akhyâr fî halli Ghâyati al-Ikhtishâr, ... hal. 729-737.
136 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, cet-V, (Jakarta, PT Raja Grafindo, tt), hal. 109
137 http://tarbiyahpewaris.blogspot.com/2008/01/sistem-akhlak-dalam-islam.html
138
139 Dra. Ida Firdaus, M. Pd (2017), al-Dzikra: Jurnal kajian Al Qur’an dan Al Hadits, Vol.XI, no.
1, (https:doi.org/10.24042.al-dzikra.v11i1.1813)
140 Agus Sujianto, Psikologi Umum, (Jakarta, Aksara Baru, 1985), hal.93.
141 Sulkhan Sofyan, Materi dan Metode Pendidikan Anak Menurut Abdullah Nasih Ulwan
Dari Perspektif Catur Pusat Pendidikan (digilib.uin-suka.ac.id/16466/2/09410142_bab-i_iv-
atau-v_daftar-pustaka.pdf&ved 2...)

143
144

Anda mungkin juga menyukai