Anda di halaman 1dari 159

SAMBUTAN REKTOR

Assalamu Alaikum Wr. Wb.


Salam sejahtera untuk kita semua

Universitas Cokroaminoto Palopo (UNCP) sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi
di Indonesia, melalui visi dan misinya berkomitmen untuk memberikan kontribusi kepada
bangsa, negara, dan masyarakat dengan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas
agar tercapai masyarakat yang adil dan makmur. Salah satu upaya yang dilakukan oleh UNCP
adalah menggiatkan dosen dan tenaga pendidik untuk menghasilkan karya yang bermanfaat
untuk mencapai visi misi UNCP, penyusunan buku ajar ini merupakan salah satu wujud nyata
dosen dalam menjawab tantangan zaman untuk meraih cita-cita kampus.

Menyadari bahwa sangat dibutuhkannnya pendidikan etika dan moral bagi pendidikan
dan calon pendidik serta kenyataan bahwa etika dan moral saat ini mengalami penurunan atau
degradasi, sehingga UNCP berinisiatif menjadikan pendidikan etika dan moral menjadi mata
kuliah penciri Universitas.

Diharapkan dengan adanya buku ini bisa menjadi sumber rujukan utama bagi pendidik
dan pemerhati pendidikan etika dan moral, sehingga mengatasi krisis moral yang dihadapi oleh
bangsa ini. Saya sebagai rektor UNCP sangat mengapresiasi disusunnya buku bahan ajar ini.
Mudah-mudahan dapat bermanfaat Amin.

Wassalamu Alaikum Wr. Wb.


Palopo, Maret 2016
Rektor,

Dr. Suaedi, M. Si.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt. Karena atas limpahan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan buku dengan judul “Pendidikan Etika dan
Moral”. Tak lupa pula kita sampaikan salawat dan salam kepada junjungan kita nabi
Muhammad Saw. yang beradab dan berbudi pekerti. Sumber tulisan ini berasal dari kajian
beberapa buku Etika dan Moral yang ditulis oleh pakar serta beberapa tulisan yang telah
dipublikasikan baik dalam bentuk jurnal maupun artikel, selanjutnya penulis meramu dan
menghasilkan sebuah karya yang diharapkan mampu menjawab tantangan zaman.

Pada masa lalu pendidikan etika dan moral merupakan pokok dan wajah utama dari
pendidikan, dengan demikian, jika berbicara mengenai pendidikan, pendidik, dan orang
terdidik, maka gambaran awal di benak kita adalah aspek moral, etika, budi pekerti luhur,
karakter, dan kepribadian. Manusia yang unggul dan terdidik adalah manusia yang identik
dengan manusia dengan moralitasnya yang tinggi.
Bangsa Indonesia saat ini menghadapi krisis multidimensi, politik, hukum, sosial budaya,
sampai pada masalah etika dan moral, sehingga mengakibatkan krisis kepercayaan. Banyak
fenomena yang menunjukkan kemerosotan moral dari bangsa ini. Mulai dari hal sepele sampai
yang besar. Lalu apakah yang akan terjadi di masa yang akan datang jika hal ini terus berlanjut.
Oleh karena ini dengan adanya pendidikan etika dan moral mudah-mudahan mampu mengatasi
berbagai persoalan bangsa, khususnya masalah etika dan moral.

Penulis menyadari masih banyak kelemahan dan kekurangan di dalamnya terlebih buku
ini masih banyak kompilasi pemikiran maupun sumber sehingga, diharapkan masukan dan
kritik dan saran dari pembaca dan berbagai pihak agar karya ini mampu menjadi buku yang
baik dan bermanfaat. Semoga karya sederhana ini mampu memberikan masukan dan
sumbangan bermanfaat bagi bangsa dan negara.

Makassar, Maret 2016

Penulis

ii
PROLOG

Tidak dapat dipungkiri bahwa persoalan etika dan moral selalu ada sepanjang zaman dari
generasi ke generasi, merupakan masalah yang sangat penting dan menarik untuk dikaji dapat
dikatakan bahwa etika dan moral menentukan hidup dan matinya suatu bangsa. Kenyataannya
berbagai bukti dan fakta menunjukkan bahwa kemajuan suatu bangsa pada dasarnya
bergantung kepada etika dan moral bangsa itu sendiri. Sebaliknya jika etik dan moral
mengalami kemerosotan maka kehancurannya tinggal menunggu waktu. Jika suatu bangsa
sudah minim kepercayaan, kedustaan, kecurangan, dan pelanggaran etika telah merajalela,
maka yang terjadi adalah akan berlaku hukum rimba. Orang kuat menindas yang lemah, yang
kaya memperbudak si miskin, si pandai menipu, sehingga ketenteraman dan kebahagiaan hidup
akan sulit di capai.

Upaya pendidikan etika dan moral sangat dibutuhkan saat ini untuk menahan dan
memperbaiki kemerosotan akhlak dan moral di hari-hari mendatang. Selain itu, pendidikan
etika dan moral dapat meningkatkan mutu karakter dan moralitas generasi muda. Pendidikan
etika dan moral saat ini bukan saja memperbaiki kehidupan dan masyarakat, bahkan akan
menjadi landasan yang baik dan teguh untuk generasi kita. Manusia dilahirkan fitrahnya ada
lima yakni: perasaan agama, intelek, budi pekerti, keindahan, dan perasaan keakuan (ego).
Perasaan ini akan tumbuh dan berkembang seiring berjalannya waktu dan dibentuk oleh
lingkungan, keluarga, rumah tangga, pendidikan, dan tuntunan yang mempengaruhi jiwanya.
Etika dan moral ini harus dibentuk dan dikawal sebaik mungkin agar mencapai kesempurnaan.

Menurut filsafat manusia, hakikat manusia ada tiga, yakni: (a) manusia sebagai makhluk
moral, yaitu berbuat sesuai norma-norma susila; (b) manusia sebagai makhluk individu, yaitu
berbuat untuk kepentingan diri sendiri; (c) manusia sebagai makhluk sosial, hidup
bermasyarakat, bekerjasama dan saling menolong. Ketika ketiganya mesti berkembang dan
mendapat bimbingan serta pengarahan yang benar dari usia dini sampai dewasa, bahkan sampai
usia lanjut.

Manusia sebagai makhluk individu sekaligus sebagai anggota masyarakat, maka ia bebas
memilih dan mementingkan diri sendiri menurut kemauannya, namun kebebasan dan berbuat
untuk kepentingan pribadi itu, bergantung pada orang lain, bahkan kepada beberapa orang atau
golongan, atau dengan kata lain: manusia tidak dapat berdiri sendiri sebagai individu, tetapi
selalu menuntut bantuan dan pertolongan orang lain serta memerlukan kerja sama untuk
membina keselamatan diri atau masyarakat.

Jika pergaulan hidup sempurna, maka semakin sempurna pula keselamatan individu.
Begitu pula semakin aman keadaan individu, maka akan semakin aman pula keadaan
masyarakat. Jadi etika dan moral seseorang mesti dapat disesuaikan dengan kehendak orang
lain atau masyarakat disekitarnya. Untuk mencapai ketentraman dan ketertiban hidup bersama
diperlukan adanya tat tertib, tata krama, sopan-santun, dan terpelihara nya kepentingan
bersama. Pada bagian ini lah dibutuhkan peranan etika, moral, dan karakter. Semakin tinggi
kesopanan dan peradaban tiap individu, maka semakin tinggi pula derajat masyarakat itu.

iii
DAFTAR ISI

Sambutan Rektor .............................................................................................................. i


Kata Pengantar ................................................................................................................. ii
Prolog .............................................................................................................................. iii
Daftar Isi ............................................................................................................................ iv
Bab I Makna Etika Dan Moral
A. Makna Etika Dan Moral ......................................................................................... 1
B. Tujuan Etika Dan Moral ......................................................................................... 4
C. Etika Dan Pendidikan ............................................................................................. 5
D. Etika Dan Ilmu Pengetahuan (IP) ........................................................................... 6
E. Kesimpulan. ........................................................................................................... 7
Sumber .................................................................................................................... 9
Bab II Landasan Etika Dan Moral
A. Nilai Lokal .............................................................................................................. 10
B. Norma ..................................................................................................................... 12
C. Perilaku ................................................................................................................... 17
D. Keterkaitan Nilai, Norma Dan Perilaku .................................................................. 19
Sumber .................................................................................................................... 22
Bab III Kebebasan Dan Tanggung Jawab
A. Kebebasan ............................................................................................................... 23
B. Kebebasan Individual.............................................................................................. 24
C. Kebebasan Sosial .................................................................................................... 28
D. Kebebasan Negatif Dan Positif ............................................................................... 31
E. Batas-Batas Kebebasan ........................................................................................... 31
F. Cara Pembatasan Kebebasan. ................................................................................ 33
G. Tanggung Jawab ..................................................................................................... 36
H. Macam-Macam Tanggung Jawab ........................................................................... 36
I. Kebebasan Bertanggung Jawab .............................................................................. 39
J. Kesimpulan ............................................................................................................. 42
Sumber .................................................................................................................... 45
Bab IV Etika Dan Moral Dalam Masyarakat
A. Manfaat Etika Dalam Kehidupan Masyarakat ........................................................ 47
B. Peranan Etika Dan Moral Dalam Kehidupan Bermasyarakat................................. 48
C. Etika Dan Moral Dalam Pendidikan Bermasyarakat .............................................. 50
D. Pelanggaran Etika Dalam Masyarakat. .................................................................. 51
E. Etika Dan Moral Terhadap Lingkungan ................................................................. 55
F. Kesimpulan ............................................................................................................. 58
Sumber .................................................................................................................... 60
Bab V Etika Dan Moral Berbangsa Dan Bernegara
A. Nasionalisme ........................................................................................................... 61
B. Patriotisme .............................................................................................................. 64
C. Demokrasi ............................................................................................................... 67

iv
D. Korupsi Kolusi Dan Nepotisme (KKN) Semakin Berkembang ............................. 73
E. Kesimpulan ............................................................................................................. 75
Sumber .................................................................................................................... 77
Bab VI Etika Dalam Kepemimpinan
A. Landasan Moral Kepemimpinan ............................................................................. 78
B. Etika Dan Tanggung Jawab Seorang Pemimpin ..................................................... 80
C. Etika Pemimpin Dalam Dunia Pendidikan ............................................................. 81
D. Sikap Bawahan Terhadap Pimpinan ....................................................................... 85
E. Implikasi Dari Baik Buruknya Keputusan/Sesuatu ................................................ 88
F. Kesimpulan ............................................................................................................. 88
Sumber .................................................................................................................... 91
Bab VII Etika Keilmuan
A. Sikap Ilmiah Yang Harus Dimiliki Ilmuwan .......................................................... 95
B. Etika Keilmuan Sebagai Kewajiban Masyarakat .................................................... 98
C. Mahasiswa Sebagai Ilmuwan Yang Beretika ......................................................... 101
D. Pelanggaran Etika Keilmuan................................................................................... 103
Sumber .................................................................................................................... 105
Bab VIII Etika Moral Di Era Teknologi Informasi
A. Etika Dan Ketentuan Dalam Jejaring Sosial .......................................................... 106
B. Pentingnya Etika Dalam Jejaring Sosial ................................................................. 109
C. Etika Berjejaring Sosial Dalam Praktik .................................................................. 111
D. Pengertian Jejaring Sosial ....................................................................................... 115
E. Sejarah Dan Perkembangan Jejaring Sosial ............................................................ 116
F. Manfaat Jejaring Sosial ........................................................................................... 124
G. Dampak Jejaring Sosial........................................................................................... 124
H. Etika Dalam Teknologi Informasi Dan Menghargai Karya Orang Lain ................ 127
I. Teori Yang Melandasi Etika Dalam Jejaring Sosial ............................................... 128
J. Hubungan Etika Dengan Dunia Maya .................................................................... 129
K. Kesimpulan. ........................................................................................................... 131
Sumber .................................................................................................................... 132
Bab IX Membangun Karakter Mahasiswa Di Perguruan Tinggi
A. Potret Buram Karakter Di Perguruan Tinggi .......................................................... 134
B. Karakter Dan Pendidikan Karakter ......................................................................... 135
C. Strategi Implementasi Pendidikan Karakter Di Perguruan Tinggi ......................... 139
D. Kesimpulan ............................................................................................................. 149
Sumber .................................................................................................................... 152
Biografi Penulis ................................................................................................................. 153

v
1

BAB I
MAKNA ETIKA DAN MORAL

Sumber (http://www. anneahira. com)

Berbicara tentang etika dan moral, pasti berkaitan dengan kehidupan sosial
bermasyarakat. Baik dalam hal pertemanan, pergaulan, hubungan dengan orang tua, guru,
dosen, saudara, bahkan menyangkut tentang hal yang lebih formal, misalkan hubungan Negara
dan kewajiban masyarakat sebagai warganegara yang baik.
Pada dasarnya “etika moral” bukan suatu kata yang memiliki satu arti. “Etika Moral”
berasal dari penggabungan dua kata yang berbeda, yaitu etika dan moral. Keduanya pun
memiliki arti yang berbeda. Untuk lebih jelasnya, mari perhatikan uraian di bawah ini tentang
apa itu etika dan moral, tujuan etika dan moral serta hubungan etika dan pendidikan.
A. Makna Etika dan Moral
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “etika adalah ilmu tentang apa yang baik
dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Kumpulan asas/nilai yang berkenaan
dengan akhlak, nilai mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat. Jika diteliti
dengan baik, etika tidak hanya sekadar sebuah ilmu tentang yang baik dan buruk ataupun bukan
hanya sekadar sebuah nilai, tetapi lebih dari itu bahwa etika adalah sebuah kebiasaan yang baik
dan sebuah kesepakatan yang diambil berdasarkan suatu yang baik dan benar.
Dari asal usul kata, “Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat
istiadat/kebiasaan yang baik. Perkembangan etika studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan
kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia
dalam kehidupan pada umumnya. Kemudian secara etimologi Etika berasal dari bahasa Yunani
adalah “Ethos”, yang biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah
dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat
kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan
menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya,
2

tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk
penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai
yang berlaku”. Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu: “Susila (Sanskerta), lebih
menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). Akhlak
(Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak. ” Kemudian Filsuf Aristoteles, dalam
bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut:
1. Terminius Techicus, pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu
pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
2. Manner dan Custom, membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan
(adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat
dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia. Etika
pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis, dan dalam kajian secara
terminologi etika berarti sebuah cabang ilmu yang membicarakan perbuatan/tingkah
laku manusia dalam hubungannya dengan yang baik dan yang buruk.
3. Surajiyo mengatakan, “Secara terminologi, etika adalah cabang ilmu yang
membicarakan tingkah laku atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan yang
baik buruk. Yang dapat dinilai baik buruk adalah sikap manusia, yaitu yang
menyangkut perbuatan, tingkah laku, gerakan, kata-kata, dan sebagainya.
Berbagai pengertian tentang etika pun banyak bermunculan, seperti yang dirumuskan
oleh beberapa ahli berikut ini:
1. Drs. O. P. Simorangkir: etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku
menurut ukuran dan nilai yang baik.
2. Drs. Sidi Gajalba: Bahwa dalam sistematika filsafat, etika adalah teori tentang tingkah
laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat
ditentukan oleh akal.
3. Drs. H. Burhanudin Salam: merumuskan bahwa etika adalah cabang filsafat yang
berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam
hidupnya.
Perlu diperhatikan bahwa ada tiga kata yang hampir sama, yaitu etika, moral dan etiket.
“Secara etimologi, etika dapat disamakan dengan moral. Dalam perkembangan pengertian
etika, Jimly Asshiddiqie. 2015:84 memberikan 5 pembagian tentang pengertian etika, yaitu
etika teologis (etika dalam knteks ketuhanan dan keagamaan), etika ontologism (perkembangan
etika di dunia ilmu pengetahuan sebagai bagian dari filsafat), etika positivist (system etika yang
disusun secara konkret dalam bentuk kode etik dank ode perilaku), etika fungsional tertutup
(aplikasi dari kode etik dank ode perilaku) dan etika fungsional terbuka (penerapan semua
prinsip etika dan peradilan di depan public)
Moral berasal dari bahasa latin “mos” yang berarti adat kebiasaan. Moral lebih kepada
rasa dan karsa manusia dalam melakukan segala hal dalam kehidupannya. Jadi moral lebih
kepada dorongan untuk mentaati etika. Etika pada dasarnya mengamati realitas moral secara
kritis, dan etika tidak memberikan ajaran melainkan kebiasaan, nilai, norma dan pandangan-
pandangan moral secara kritis. Sementara itu Wila Huky, sebagaimana dikutip oleh Bambang
3

Daroeso (1986: 22) merumuskan pengertian moral secara lebih komprehensif rumusan
formalnya sebagai berikut:
1. Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup, dengan warna dasar
tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam lingkungan tertentu.
2. Moral adalah ajaran tentang laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup atau
agama tertentu.
3. Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada kesadaran, bahwa
ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik, sesuai dengan nilai dan norma yang
berlaku dalam lingkungannya.
Jadi singkatnya bahwa “Moralitas menekankan pada cara anda melakukan sesuatu”
sedangkan Etika lebih kepada “Mengapa untuk melakukan sesuatu itu harus menggunakan cara
tersebut? Sedangkan kata “Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan
manusia. Misalnya: Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus
menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan
tangan kiri, maka saya dianggap melanggar etiket. Etika menyangkut cara dilakukannya suatu
perbuatan sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Misal: dilarang mengambil
barang milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama
artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini tidak
dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri. Etiket
hanya berlaku dalam situasi di mana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar kita) dan
etiket bersifat relatif, karena yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja
dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal: makan dengan tangan atau bersendawa waktu
makan. Jadi etika memiliki sifat kritis sebagai suatu sifat yang mendasar, karena etika
mempersoalkan norma-norma yang dianggap berlaku; memiliki dasar norma-norma itu;
mempersoalkan hak dari setiap lembaga, seperti orang tua, sekolah, dosen di Kampus, negara
dan agama untuk memberikan perintah atau larangan yang harus ditaati. Dari satu sisi, etika
membicarakan suatu fakta apa adanya tentang nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta
yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya, ini dinamakan dengan etika
deskriptif, sedangkan menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya
dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang
bernilai dalam hidup ini, merupakan sebuah penekanan dari etika normatif.
4

B. Tujuan Etika dan Moral

Gambar 1. 1 Tawuran antar pelajar merupakan indikasi kemerosotan etika dan moral
dikalangkan pemuda. (sumber: http://blog. unnes. ac. id)
Kondisi atau keadaan secara umum dalam masyarakat sekarang ini mencerminkan
adanya krisis moral dan pelanggaran etika. Pelanggaran etika saat ini tidak hanya dilakukan
oleh kalangan masyarakat kecil dan berpengetahuan rendah. Maraknya anggota Dewan yang
terhormat serta pejabat Negara yang melanggar etika dan mempertontonkan adegan tidak
bermoral sudah menjadi hal biasa dan rahasia umum. Tawuran antar pelajar, narkoba,
kekerasan dll. Tantangan yang cukup sulit bagi para pendidik untuk melakukan pendidikan
etika dan moral, sebab nilai-nilai yang dengan susah payah ditumbuh kembangkan dalam diri
peserta didik, dalam praktiknya baik di keluarga maupun di tengah masyarakat banyak
dilecehkan. Misalnya, kalau dalam lingkungan pendidikan ditekankan perlunya disiplin hidup
dan kerja keras untuk bisa berhasil dalam hidup, sementara di tengah masyarakat peserta didik
menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa keberhasilan hidup lebih ditentukan oleh uang,
kuasa, dan kelicikan, dan sudah jelas penanaman nilai disiplin dan kerja keras menjadi sulit.
Masih banyaknya di sekitar kita yang sering membuang sampah sembarangan, merokok
ditempat umum, melanggar lalulintas, tidak membayar pajak, narkoba dan korupsi menjadi
sasaran penting bagi pendidikan etika dan moral.
Pendidikan etika dan moral bertujuan agar mahasiswa mengetahui dan memahami etika
dan moralitas yang seharusnya menjadi karakter dari seorang mahasiswa sebagai calon
ilmuwan. Selanjutnya menjadikan etika itu bagian dari perilakunya sehari-hari baik dalam
praktek hidup pribadi maupun di dalam interaksi dengan lingkungannya sehingga orang
lain/lingkungannya juga memiliki etika dan moralitas yang sama dalam membangun kehidupan
bersama dalam masyarakat dan bangsa.
5

C. Etika dan Pendidikan

Gambar 1. 2. Etika pada saat ujian merupakan contoh etika pendidikan (sumber: http://2. bp.
blogspot. com)
Dalam dunia pendidikan patut diakui bahwa usia pendidikan sama tuanya dengan usia
manusia. Pendidikan telah dilaksanakan semenjak manusia hadir di muka bumi dengan sebuah
tujuan awal bahwa pendidikan hanyalah sekadar mempersiapkan generasi muda untuk bisa
survive di tengah masyarakat luas. Karena itu, bentuk pendidikan lebih berupa mewariskan
wawasan, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk survival kepada generasi
berikutnya. Etika pendidikan merupakan dua pokok penting yang berbeda namun tidak dapat
dipisahkan dalam praktiknya. Untuk dapat memahami kedua pokok ini sebagai modal awal
dalam pemahaman yang benar tentang etika pendidikan harus didasarkan pada suatu pengertian
yang benar tentang etika pendidikan itu sendiri.
Dapat dikatakan bahwa etika pendidikan merupakan sebuah proses pendidikan yang
berlangsung secara etis dan terus-menerus dalam kehidupan seseorang melalui pengajaran dan
penekanan terhadap etika itu sendiri sehingga kemampuan, bakat, kecakapan dan minatnya
dapat dikembangkan seimbang dengan etika yang baik dan benar dalam kehidupannya. Hampir
semua orang dikenali pendidikan dan melaksanakan pendidikan. Pendidikan tidak terpisah dari
etika dalam kehidupan manusia. Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan
manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga, dididik cara berbicara dengan orang
tua dan yang lebih dewasa, mereka juga akan mendidik anak mereka dengan baik dan sopan
sesuai dengan etika yang baik.
Pada dasarnya etika pendidikan masing-masing memiliki pokok pemahaman yang
berbeda, yaitu etika menyangkut kebiasaan atau sikap baik buruk seseorang sedangkan
pendidikan menyangkut sebuah proses yang secara terus-menerus berlangsung dalam
kehidupan seseorang, yang mengacu pada tujuan pendidikan itu sendiri, ingin menanamkan
nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar dan indah untuk kehidupan manusia itu sendiri. H.
A. R. Tilaar mengatakan, Suatu tindakan pendidikan atau lebih tepat lagi suatu pertemuan
pendidikan (pedagogical encounter) merupakan suatu tindakan rasional etis. Hal ini
membedakan manusia dengan binatang yang tindakan-tindakannya berdasarkan insting dan
bukan berdasarkan pertimbangan rasional serta disadarkan pada etika.
6

D. Etika dan Ilmu Pengetahuan (IP)

Gambar 1. 3 Etika berhubungan dengan ilmu Pengetahuan


(sumber: http://al3ridho. blogspot. co. id/)
Implikasi dari Ilmu Pengetahuan (IP) diperlukan sebuah ranah etis sebagai pertimbangan
dan terkadang mempunyai pengaruh pada proses perkembangan IP. Makanya tanggung jawab
etis, merupakan sarana pendukung atau hal yang menyangkut kegiatan maupun penggunaan
ilmu pengetahuan. Dengan begitu sebagai manusia harus berpikir kritis, terbuka dan bijaksana
dalam bersikap terhadap IP.
Sebenarnya awalnya teknologi diciptakan untuk meringankan dan membebaskan
manusia dari kesulitan hidupnya. Namun manusia justru terjebak dalam kondisi konsumerisme
yang semakin meningkatkan ketergantungan manusia akan teknologi dan parahnya,
menjadikan manusia budak teknologi dan menjadikan manusia yang acuh tak acuh atau
bersikap individualitis. Manusia semestinya memajukan IP sesuai dengan nilai intrinsiknya
sebagai pembebas beban kerja manusia. Bila tidak sesuai, maka teknologi justru akan
menimbulkan ketidakadilan dalam masyarakat, karena ada yang diuntungkan dan ada yang
dirugikan. Selain itu, martabat manusia akan semakin direndahkan dengan menjadi budak
teknologi, berbagai penyakit sosial merebak di masyarakat, hingga pada fenomena
dehumanisasi ketika manusia kehilangan peran dan fungsinya sebagai makhluk spiritual.
Apakah kemajuan IP itu merendahkan atau meningkatkan keberadaan manusia sangat
ditentukan oleh manusia itu sendiri, karena IP sendiri merupakan salah satu dari 7 cultural
universal yang dihasilkan manusia yang terdiri dari: sistem mata pencaharian, sistem
kepercayaan, bahasa, sistem kemasyarakatan, kesenian, sistem ilmu pengetahuan, dan sistem
peralatan hidup. Oleh karena itu, perkembangan IP haruslah diikuti kedewasaan manusia untuk
mengerti mana yang baik dan yang buruk, mana yang semestinya dan yang tidak semestinya
dilakukan dalam pengembangan IP.
Di sinilah peran etika untuk ikut mengontrol perkembangan IPTEK agar tidak
bertentangan dengan nilai dan norma dalam masyarakat, serta tidak merugikan manusia sendiri.
Etika, terutama etika keilmuan sangatlah penting dalam kehidupan ilmiah karena etika
keilmuan menyoroti kejujuran, tanggung jawab, serta bebas nilai atau tidak bebas nilai dalam
ilmu pengetahuan.
7

E. Kesimpulan.
Etika dan pendidikan dua pokok yang saling terkait, seorang yang memiliki pendidikan
akan dilihat dari cara dan gaya hidupnya yang menunjukkan sifat-sifat serta perkataan yang
sopan dan santun. Hal ini dibentuk untuk landasan etika, karena menurut Umar Tirtaraharja
bahwa, Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuh kembangkan
potensi-potensi kemanusiaannya. Potensi kemanusiaan merupakan benih kemungkinan untuk
menjadi manusia. Pendidikan itu berlangsung dengan baik dan berhasil, jika seorang pendidik
memahami dan menerapkan konsep keteladanan yang baik berdasarkan etika dan moral yang
baik.
Manusia memiliki ciri khas yang secara prinsip berbeda dari ciptaan yang lainnya, salah
satu perbedaan yang sangat nampak dalam kehidupan manusia adalah cara hidup yang penuh
dengan nilai-nilai baik dan luhur dalam kehidupannya. Tujuan pendidikan memuat gambaran
tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Pendidikan
memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan
merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
Manusia hidup untuk kebaikan dan oleh sebab itu pertimbangan-pertimbangan etis
ditunjukkan pada perbaikan manusia sebagai makhluk yang baik. Ini yang disebut manusia
sebagai makhluk rasional etis. Etika pendidikan berdasarkan pada sebuah kajian nyata bahwa
manusia harus melakukan sesuatu dalam tindakan yang beretika, termasuk di dalamnya proses
belajar mengajar dalam dunia pendidikan. Proses pendidikan harus dijalankan dengan etika
yang baik dan benar, karena pendidikan bukan saja berbicara dari sisi penanaman nilai yang
baik melalui pembelajaran tetapi juga berbicara dari sisi penerapan etika baik kepada pendidik
maupun peserta didik. Salah satu pengertian pendidikan adalah proses transformasi budaya.
Dalam budaya konteks di Indonesia memiliki kandungan yang sangat kental tentang etika dan
moral yang sopan dan santun. Tilaar mengatakan, “Tindakan manusia tidak terjadi dalam ruang
yang hampa atau tanpa nilai. Tindakan manusia selalu dalam satu wacana kebudayaan, yakni
kebudayaan Indonesia. Kebudayaan Indonesia yang sedang menjadi merupakan hasil karya
dari seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia. Kemudian dalam kaitan etika pendidikan dan
pembelajaran sebagai proses dari pendidikan itu sendiri, tugas dosen adalah sebagai perencana,
pelaksana dan sebagai penilai keberhasilan belajar mahasiswa. Tugas tersebut untuk membantu
mahasiswa mendapatkan pengetahuan, kemahiran dan keterampilan serta nilai dan sikap
tertentu. Agar mahasiswa mempunyai nilai dan sikap yang diharapkan, sesuai standar yang
berlaku di masyarakat, dosen atau pendidik harus melaksanakan tugasnya berdasarkan standar
moral dan etika yang baik dan benar.
8

Apa Yang Anda Lakukan Jika?


 Si A ingin menggunakan lift. Ketika lift terbuka, Si A langsung masuk, sedangkan dua
orang dari lift baru mau keluar.

 Si A ingin menggunakan lift. Ketika Si A datang, di depan lift sudah ada empat orang
yg menunggu lift. Kebetulan Si A menempati posisi lebih dekat ke pintu lift. Ketika lift
terbuka, Si A menjadi yang pertama masuk.

 Di depan lift sudah menunggu 7 orang saat seorang dosen datang. Ketika lift terbuka,
ke-8 orang ini masuk & Pak dosen masuk paling akhir. Saat itu alarm tanda
‘overload/penuh’ berbunyi.

 Di depan lift sudah menunggu 7 orang saat Pak Dekan datang. Ketika lift terbuka, ke-
8 orang ini masuk & Pak Dekan masuk paling akhir. Saat itu alarm tanda ‘overload’
berbunyi.

 Mahasiswa merokok di dalam gedung FKIP. Selain gedungnya tertutup, ber AC dan
dipenuhi mahasiswa lainnya, Mahasiswa yang merokok ini membuang abu rokok di
lantai.

 Sekelompok mahasiswa menunggu dosen di lantai 3 Gedung B Kampus 1 UNCP.


Mereka duduk sambil mengobrol. Setelah mereka bubar, terlihat botol bekas minuman
dan plastik bungkus makanan ada di lantai tempat mereka ngobrol

 Si A mendapat tugas dari dosen menulis makalah. Si A browsing internet sesuai topik
makalah. Si A copy-paste total artikel di internet, untuk makalah Si A.

 Sebelum ujian akhir (UAS) dimulai. Si A menulis-nulis materi (yang Si A prediksi akan
keluar di ujian) di tembok samping tempat duduk dan di tempat duduk Si A.
9

Sumber

Asshiddiqie, Jimly. 2015. Peradilan Etik dan Etika Konstitusi. Sinar Grafika. Jakarta Timur.

Anonym. 2016. Dasar-Dasar Pengertian Moral. diakeses dari link: http://staff. uny. ac.
id/sites/default/files/DASARDASAR%20PENGERTIAN%20MORAL. pdf pada
tanggal 06 Maret 2016.

------------. 2016. Gambar Siswa Melanggar Etika. Diakses dari Link: http://blog. unnes. ac.
id/ahmadheri/wpcontent/uploads/sites/660/2015/11/150813220223-tawuran-pelajar-
di-cianjur-seorang-siswa-tewas-bersimbah-darah-300x218. jpg pada tanggal 07
Maret 2016

------------. 2016. Pengertian Etika. Diakses dari Link: http://www. anneahira. com/pengertian-
etika. htm pada tanggal 07 Maret 2016

Cahyani, Hana. 2011. Pengertian Etika, Moral dan Etiket. Diakses dari link: http://hana-
cahyani. mhs. narotama. ac. id/files/2011/12/Etika-Bisnis pada tanggal 06 maret 2016

Tanyid, Maidiantius. 2014. Etika dalam Pendidikan: Kajian Etis Tentang Krisis Moral
Berdampak Pada Pendidikan. JURNAL JAFFRAY, Vol. 12, No. 2, Oktober 2014.

Zubair, Charris, Achmad. 2015. Etika dan Asketika Ilmu. Nuansa Cendekia. Bandung

Ridho. 2015. Etika Ilmu Pengetahu. Diakses dari Link: anhttp://al3ridho. blogspot. co.
id/2015/05/makalah-etika-ilmu-pengetahuan. html pada Tanggal 09 Maret 2016
10

BAB II

LANDASAN ETIKA DAN MORAL

Sumber (https://www. google. com)


Landasan merupakan fondasi awal dalam membangun suatu perbuatan dan merupakan
bagian terpenting untuk memulai sesuatu. Landasan dapat juga diartikan sebagai pedoman awal
atau sumber dasar. Kata dasar merupakan awal permulaan atau titik tolak dari segala sesuatu
dan juga makna kata dasar lebih luas dibandingkan dengan kata fondasi atau landasan. Karena,
kata landasan dan dasar merupakan dua hal yang berbeda wujudnya, tetapi sangat erat
hubungannya dan berkenaan dengan pelaksanaan pendidikan. Sehingga, setiap ilmu yang
berhubungan dengan pelaksanaan pendidikan merupakan hasil wujud dari pemikiran tentang
alam atau manusia. Oleh karena itu, ilmu itu dapat dikatakan sebagai fondasi atau dasar
pemikiran. Jika dikaitkan dengan etika dan moral, landasan etika dan moral merupakan unsur
terpenting dalam membentuk kepribadian dan karakter seseorang dalam menyikapi berbagai
kondisi di lingkungan dimanapun berada. Kajian yang terpenting dalam memahami landasan
etika dan moral bagaimana seseorang mampu memahami nilai-nilai lokal yang berlaku di
sekitar, nilai regional, norma-norma, menyikapi perilaku dengan orang lain, dan etika yang
mendasari etika moral. Untuk lebih memahami setiap landasan etika dan moral maka perlu
dijelaskan secara detail mengenai konsep awal nilai lokal, nilai regional, moral, perilaku dan
etika yang mendasari etika moral.
A. Nilai Lokal
Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita mendengar istilah nilai. Nilai dalam bahasa
Inggris adalah value. Nilai merupakan suatu kualitas atau penghargaan terhadap sesuatu, yang
dapat menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang. Menilai sesuatu berarti menimbang, yaitu
kegiatan menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, untuk selanjutnya mengambil
keputusan. Nilai berperan dalam suasana apresiasi atau penilaian dan akibatnya suatu objek
akan dinilai secara berbeda oleh berbagai orang. Untuk memahami tentang nilai, dapat
membandingkan dengan fakta. Nilai pada dasarnya memiliki sekurang-kurangnya tiga ciri,
pertama nilai berkaitan dengan subjek. Jika tidak ada subjek yang menilai, maka juga tidak ada
nilai. Kedua, nilai tampil dalam suatu konteks praktis, di mana subjek ingin membuat sesuatu.
Dalam pendekatan yang semata-mata teoritis, tidak akan ada nilai. Ketiga, nilai yang
berhubungan dengan sifat-sifat yang ditambah oleh subjek pada sifat-sifat yang dimiliki oleh
objek.
11

Nilai-nilai lokal merupakan nilai-nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu
masyarakat, lingkup organisasi, lingkup masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan.
Kondisi saat ini, semakin tergerusnya nilai budaya setempat atau lokal adalah posisinya yang
semakin terpinggirkan, terutama generasi muda. Masyarakat menganggap nilai lokal adalah
sesuatu yang kuno dan ketinggalan zaman serta sudah tidak mampu bersaing di tengah-tengah
persaingan global. Masyarakat menganggap bahwa segala sesuatu yang datang dari luar adalah
lebih baik dan harus diikuti bahkan dijadikan pegangan hidup sehari-hari. Mulai dari makanan,
pakaian, bahasa, pemberian nama, dan masih banyak lagi gaya hidup luar yang diserap oleh
masyarakat. Padahal, dalam kenyataannya tidak semua nilai dari luar tersebut positif, tetapi
banyak pula nilai-nilai luar yang negatif dan bertentangan dengan norma dan nilai lokal.
Beberapa nilai lokal yang mulai berkurang di kalangan masyarakat diantaranya:
1. Hilangnya budaya musyawarah dalam menyelesaikan masalah. Kekerasan dan
pengerusakan seolah-olah sudah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Pengerusakan dan penjarahan terhadap hak orang lain menjadi bagian yang
tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sebagian kelompok masyarakat dalam
melampiaskan kekesalannya, bahkan tidak sedikit nyawa orang lain menjadi sasaran.
Musyawarah yang merupakan nilai lokal yang dulu sering digunakan masyarakat untuk
menyelesaikan masalah yang semakin tertinggal.
2. Menurunnya rasa bangga dan rasa memiliki terhadap lingkungan tempat Diana mereka
tumbuh dan berkembang. Perilaku ini tampak dari menurunnya rasa peduli sebagian
masyarakat kita terhadap lingkungan sekitar. Pada diri mereka tumbuh anggapan bahwa
sesuatu yang datang dari luar lebih baik, sedangkan nilai lokal yang ada di
lingkungannya dianggap ketinggalan zaman.
3. Semakin melunturnya semangat kebersamaan dan gotong royong pada masyarakat
karena semakin tergesernya oleh nilai individualis dan nilai materialis. Segala sesuatu
diukur dengan ukuran materi
Kajian tentang nilai dalam bahasa filsafat dibahas dan dipelajari secara khusus pada salah
satu cabang filsafat yang disebut filsafat nilai atau yang terkenal dengan istilah axiology. Nilai
merupakan kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan
manusia. Jadi pada hakikatnya nilai memiliki sifat yang melekat pada suatu objek, bukan objek
itu sendiri. Sesuatu yang mengandung nilai memiliki sifat yang melekat, misalkan bunga itu
indah atau perbuatan itu susila. Kata indah dan susila merupakan sifat atau kualitas yang
melekat pada bunga dan perbuatan. Sehingga nilai itu sebenarnya suatu kenyataan yang
tersembunyi di balik kenyataan-kenyataan lainnya.
Menilai berarti, suatu kegiatan yang menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain,
kemudian untuk selanjutnya diambil suatu keputusan. Keputusan tersebut merupakan
keputusan nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, baik atau tidak baik.
Keputusan yang dilakukan oleh subjek berhubungan dengan unsur-unsur yang ada pada
manusia. Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan dan keharusan. Oleh karena
itu, apabila kita berbicara tentang nilai, sebenarnya kita berbicara tentang hal yang ideal,
tentang hal yang merupakan cita-cita, harapan dan keharusan. Misalkan Nilai Pancasila yang
digali dari bumi Indonesia sendiri merupakan pandangan hidup/panutan hidup bangsa
Indonesia. Kemudian, ditingkatkan kembali menjadi dasar negara yang secara yuridis formal.
Secara spesifik, nilai Pancasila telah tercermin dalam norma yang merupakan cermin perilaku
hidup sehari-hari yang terwujud dalam cara bersikap dan dalam cara bertindak. Misalkan, nilai
gotong royong. Jika nilai gotong royong tersebut telah menjadi pola pikir, pola sikap, dan pola
tindak seseorang secara individu maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, nilai
gotong royong seperti yang dicontohkan tadi adalah perilaku yang menunjukkan adanya saling
12

membantu sesama dalam melakukan sesuatu yang bisa dikerjakan secara bersama-sama
sebagai perwujudan dari rasa solidaritas yang memiliki makna kebersamaan dalam kegiatan
bergotong-royong.
Terdapat berbagai macam pandangan tentang nilai, hal ini sangat tergantung pada titik
tolak dan sudut pandangannya masing-masing dalam menentukan tentang pengertian serta
hierarki nilai. Misalkan kalangan materialis memandang bahwa nilai tertinggi adalah material.
Kalangan hedonis berpendapat bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan. Pada
hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada serta bagaimana
hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak usaha untuk menggolongkan nilai tersebut,
dan nilai yang beraneka ragam, tergantung pada sudut pandang. Sesuatu yang mengandung
nilai itu bukan hanya sesuatu yang berwujud material saja, akan tetapi juga sesuatu yang
berwujud nonmaterial atau immaterial. Bahkan sesuatu yang immaterial itu dapat mengandung
nilai yang sangat tinggi dan mutlak bagi seseorang. Nilai material lebih mudah diukur, yaitu
menggunakan alat indra, sedangkan nilai spiritual yang menjadi alat ukurnya adalah hati nurani
manusia yang dibantu alat indra, cipta, rasa, karsa dan keyakinan.
B. Norma
Norma berasal dari kata bahasa Inggris yang berasal dari istilah norm istilah Yunani
nomoi atau nomus yang berarti hukum atau kaidah dalam bahasa Arab. Plato dalam bukunya
Nomoi juga biasa diterjemahkan dengan kata The Laws dalam bahasa Inggris. Norma pada
dasarnya merupakan suatu pelembagaan nilai-nilai yang diidealkan sebagai kebaikan,
keluhuran, dan bahkan kemuliaan berhadapan dengan nilai-nilai yang dipandang baik atau
buruk. Nilai-nilai baik dan buruk tersebut berisi keinginan dan harapan yang tercermin dalam
perilaku setiap manusia. Nilai baik dan buruk itulah yang dilembagakan atau dikonkritkan
dalam bentuk norma atau kaidah perilaku dalam kehidupan bersama (Asshiddiqie, 2015)
Pandangan lain mengenai norma merupakan petunjuk tingkah laku yang harus
dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam hidup sehari-hari, berdasarkan suatu alasan tertentu
dengan disertai sanksi. Pada hakikatnya, norma hadir, tumbuh dan dikembangkan oleh manusia
yang hidup dalam masyarakat. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan orang
lain dalam keberlangsungan hidupnya. Dalam kehidupan bersama agar dapat berjalan teratur,
manusia memerlukan aturan-aturan tertentu karena tidak semua orang bisa berbuat menurut
kehendak hatinya. Jika keinginan seseorang dipaksakan terhadap orang lain, akan terjadi
benturan dengan keinginan pihak lain. Agar mencapai keteraturan dan kenyamanan hidup
bersama, manusia melakukan kesepakatan tentang hal yang boleh dilakukan, hal yang
sebaiknya dilakukan, dan hal yang tidak boleh dilakukan kepada orang lain. Kesepakatan itulah
merupakan cikal bakal lahirnya norma.
Indonesia sebagai negara hukum memberlakukan berbagai macam norma dalam
kehidupan masyarakatnya. Norma menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ukuran
untuk menentukan sesuatu mengenai tingkah laku yang dilakukan manusia dalam keadaan
tertentu. Secara umum, norma terdiri dari aturan yang dibuat oleh negara dan aturan yang
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Norma yang dibuat oleh negara berbentuk
peraturan tertulis, sedangkan norma yang berkembang dalam masyarakat berbentuk tidak
tertulis. Keberagaman norma dan kebiasaan di nusantara merupakan anugerah yang tak
terhingga sebagai kekayaan bangsa Indonesia. Norma dan kebiasaan dalam suatu masyarakat
tumbuh didasarkan oleh jiwa masyarakat itu sendiri. Dalam pelaksanaannya kita akan
menemukan berbagai perbedaan dan kebiasaan antar daerah sehingga terbentuk istilah adat
istiadat yang segala aturan, ketentuan, tindakan, yang menjadi kebiasaan suatu masyarakat
secara turun temurun.
13

Tiap daerah memiliki corak dan budaya masing-masing yang menjadi ciri khas
masyarakat tersebut. Hal ini bisa kita lihat dari berbagai bentuk kegiatan sehari-hari, misalnya
upacara adat, bentuk rumah, kesenian dan tradisi
lainnya. Khususnya di daerah Luwu yang masih erat
kaitannya dengan ritual adat “maccera tasi’” yang
merupakan salah satu bentuk rasa syukur masyarakat
kepada pencipta atas nikmat dan rezeki dari hasil laut
yang melimpah. Kegiatan tersebut dilakukan di tepi
pantai tepat pada garis pantai pada saat pasang surut
yang terjauh dan merupakan batas pertemuan antara
dua lingkungan hidup dan ekologi yaitu antara habitat
darat dan habitat lautan. Jadi acara pesta laut ini juga
Gambar 2. 1 Ritual adat Luwu Maccera Tasi’ berfungsi mengintegrasikan komunitas nelayan yang
(Sumber: http://www. palopopos. co. id/)
berdiam didaerah pesisir dengan komunitas petani
yang berdiam didaerah daratan. Selain acara adat “maccera tasi’" masih banyak adat istiadat
yang berlaku dan sangat jelas di tengah masyarakat.
Norma yang adat yang dijelaskan sebelumnya memiliki arti yang sangat baik bagi diri
sendiri dan masyarakat. Dalam konteks pribadi, manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan
terlahir sebagai makhluk individu, namun seiring dengan pertumbuhannya, kodrat manusia
bergeser menjadi makhluk sosial. Hal ini disebabkan sejak lahir hingga meninggal manusia
senantiasa membutuhkan pertolongan dan bantuan orang lain. Dalam pergaulan dengan
manusia lainnya, setiap individu mempunyai keinginan atau kepentingan sendiri, ada individu
yang mempunyai kepentingan yang sama dan ada pula yang mempunyai kepentingan berbeda
bahkan ada pula kepentingan yang bertentangan satu sama lainnya. Pertentangan antara
kepentingan tersebut dapat menimbulkan kekacauan dalam masyarakat apabila dalam
masyarakat tidak ada tata tertib atau norma yang mengaturnya. Dalam kehidupan
bermasyarakat, norma memiliki arti yang sangat penting. Norma mengatur kehidupan
masyarakat agar menjadi tertib dan damai, keinginan setiap orang dalam masyarakat pasti
berbeda. Adanya berbagai keinginan dan lebih jauhnya kepentingan dalam masyarakat ini
menyebabkan dalam masyarakat mudah terjadinya pertentangan. Agar kebutuhan terpenuhi,
setiap kebutuhan manusia berjalan secara teratur, tidak terjadi benturan-benturan antara
kepentingan individu yang satu dengan lainnya dan juga kepentingan sesama, diperlukan
pengaturan petunjuk hidup.
Sebagai kaidah atau aturan yang berisi perintah dan larangan yang ditetapkan
berdasarkan kesepakatan bersama norma dapat mengatur prilaku manusia di dalam masyarakat
guna mencapai ketertiban dan kedamaian. Dengan mentaati norma, maka tatanan kehidupan
masyarakat, berbangsa dan bernegara menjadi tertib, aman, rukun, dan damai. Suasana
masyarakat yang taat terhadap norma yang berlaku dapat membentuk suatu kehidupan
masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Jika memperhatikan konteks nyata dalam kelas
perkuliahan, apakah ada mahasiswa yang memiliki sifat dan kebiasaan yang sama. Anda
mungkin akan menemukan mahasiswa yang pendiam, ada yang senang bercanda dan berbagai
kelakuan lainnya. Di sisi yang lain anda juga mungkin menemukan mahasiswa yang sering kali
berkata keras. Itulah salah satu bentuk keberagaman di kelas. Keberagaman kebiasaan yang
terdapat di lingkungan perkuliahan hendaknya dapat disikapi positif sebagai kekayaan kelas.
Saat ini terutama di Perkotaan, masyarakat dan sekolah terbentuk serta hidup dalam perbedaan
budaya. Oleh karenanya, kita dituntut untuk berpikir, bersikap, dan berprilaku sebagai manusia
yang menghargai, menghormati, dan mampu bergaul dengan sesamanya. Kebiasaan boleh
berbeda, namun kita tetap saling menghormati perbedaan tersebut. Perbedaan sikap dan
perilaku di rumah dan di masyarakat masing-masing ketika berada di kelas perkuliahan harus
14

disesuaikan dengan tata aturan yang berlaku selama proses pembelajaran. Bagi mahasiswa
yang diperlakukan istimewa di rumahnya, ketika dalam proses pembelajaran di kelas semuanya
memiliki kedudukan dan diperlakukan secara sama. Diantara mahasiswa pun harus saling
menghargai, bekerjasama dan tolong menolong tanpa membedakan satu diantara yang lainnya.
Berdasarkan ilustrasi di atas, perlu untuk lebih memahami norma-norma yang mampu
memberikan kontribusi kepada setiap individu dalam membentuk etika yang baik di
masyarakat. diantaranya, yaitu (1) Norma Hukum; (2) Norma Agama; (3) Norma Sosial; dan
(4) Norma Kesusilaan.
1. Norma Hukum
Norma hukum merupakan aturan sosial yang dibuat oleh lembaga tertentu,
sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk dapat berprilaku
sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini
berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (penjara, hukuman mati). Dalam
bermasyarakat, walaupun telah ada norma untuk menjaga keseimbangan, namun norma
sebagai pedoman perilaku kerap
dilanggar atau tidak diikuti. Karena
itu dibuatlah norma hukum sebagai
peraturan/kesepakatan tertulis yang
memiliki sanksi dan alat
penegaknya. Tujuan hukum itu
sendiri mencakup tujuan keadilan,
tujuan kepastian dan tujuan
kemanfaatan. Karena itu, norma
hukum harus berisi keadilan yang
pasti dan kepastian yang valid, yang
secara keseluruhan memberikan
Gambar 2. 2. kasus pembunuhan merupakan pelanggaran manfaat dan solusi bagi warga
norma hukum masyarakat dalam menghadapi
(Sumber: http://news. okezone. com)
dinamika kehidupan bersama. Oleh
karena itu, kaidah hukum di samping berguna dan berkeadilan, juga harus bersifat pasti,
formal, dan jelas.
Namun, dalam implementasinya norma hukum tidak selamanya selalu diikuti
oleh sanksi. Itu sebabnya kita mendapatkan banyak sekali peraturan yang tidak
menentukan sistem sanksi sama sekali. Misalkan undang-undang yang mengatur
mengenai pemerintahan daerah, didalamnya tidak ditentukan ada sanksi karena sifat
norma yang dituangkan di dalamnya undang-undang tersebut hanya bersifat mengatur
dan membimbing pelaksanaan. Oleh karena itu, dapat dikatakan substansi norma
hukum, disamping ada yang memaksa, ada pula norma hukum yang bersifat mengatur
dan membimbing. Dalam perumusan norma hukum yang bersifat memaksa selalu ada
sistem sanksi, baik berupa sanksi pidana, sanksi perdata, ataupun sanksi administrasi.
Sedangkan norma yang bersifat mengatur dan membimbing, kadang-kadang tidak
disediakan ancaman sanksi sama sekali. Keistemewaan norma hukum terletak pada
sifatnya yang memaksa, sanksinya berupa ancaman hukum. Penataan dan sanksi
pelanggaran peraturan-peraturan hukum bersifat heteronom, artinya dapat dipaksakan
oleh kekuasaan luar, yaitu kekuasaan negara. Demi tegaknya hukum, negara memiliki
aparat-aparat penegak hukum, seperti jaksa, polisi, hakim. Sanksi yang tegas dan nyata,
dengan berbagai bentuk hukuman seperti yang telah dikemukakan, tidak dimiliki oleh
norma lainnya misalkan:
15

a. Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa/nyawa orang lain, dihukum


karena membunuh dengan hukuman setinggi-tingginya 15 tahun penjara. Misalkan
pada kasus pembunuhan.
b. Orang yang ingkar janji suatu ikatan yang telah diadakan, diwajibkan mengganti
kerugian (jual beli).
c. Dilarang mengganggu ketertiban umum.
2. Norma Agama
Norma agama merupakan suatu aturan yang harus
diterima manusia melalui perintah-perintah, larangan-
larangan dan ajaran yang bersumber dari Tuhan dan
mempunyai nilai yang fundamental yang mewarnai
berbagai norma yang lain, seperti norma susila, norma
kesopanan dan norma hukum. Pelanggaran norma
agama akan dikenakan sanksi oleh Tuhan kelak di akhir
nanti. Aturan-aturan itu tidak saja mengatur hubungan
Gambar 2. 3. Melaksanakan ibadah
merupakan bentuk dari norma vertikal, antara manusia dengan Tuhan, tetapi juga
agama hubungan horizontal, antara manusia dengan sesama
(Sumber: https://primadimasgvn. manusia. Pada umumnya setiap pemeluk agama
wordpress. com)
meyakini bahwa barang siapa yang mematuhi perintah
Tuhan dan menjauhi larangan akan mendapatkan pahala. Misalkan:
a. Melaksanakan ketentuan agama, seperti: membantu sesama manusia, menghormati
orang lain, tidak semena-mena terhadap orang yang lemah.
b. Menjauhi larangan agama, seperti: melakukan perjudian, minum-minuman keras,
mencuri, berbuat fitnah, membunuh.
c. Melaksanakan ibadah
3. Norma Sosial
Norma sosial merupakan prilaku standar yang disetujui bersama oleh anggota
suatu kelompok dan anggota kelompok tersebut diharapkan akan mematuhinya.
Sebagai tingkah laku standar, norma sosial merupakan peraturan yang ditentukan dan
disetujui oleh sebagian besar anggota masyarakat mengenai layak atau tidaknya suatu
tingkah laku. Pada umumnya, norma sosial merupakan suatu garis panduan bagi
anggota masyarakat ketika menghadapi keadaan tertentu.
Penerimaan serta kepatuhan kepada norma sosial adalah penting untuk
mengadakan harmoni antarkelompok dalam masyarakat. beberapa norma sosial yang
diterima oleh kebanyakan masyarakat misalnya larangan terhadap pembunuhan,
pencurian, dan perampokan. Tanpa norma sosial kehidupan manusia akan terganggu
dan masyarakat menjadi kacau balau. Ketika suatu perilaku dianggap sebagai satu
norma yang bersifat normatif, dari situlah muncul hakikat bahwa tindakan itu mematuhi
atau sesuai dengan harapan dan kehendak masyarakat umumnya. Tingkah laku yang
tidak mematuhi norma sosial atau bertentangan dengannya dianggap sebagai perilaku
menyimpang. Misalkan saat ini ada fenomena masyarakat mengenai Lesbian, Gay,
Bisexual, dan Transgender (LGBT) yang dianggap menyimpang dari norma sosial.
Norma sosial ada akibat adanaya interaksi sosial. Norma mencerminkan
harapan bersama mengenai tingkah laku dalam suatu kelompok. Norma sosial
dipelajari melalui proses sosialisasi dan internalisasi. Norma sosial bukan sesuatu yang
16

tetap, tetapi berubah dari masa ke masa. Pengetahuan yang baru dan keadaan yang
berubah bisa menyebabkan berkembangnya norma-norma baru. Perilaku standar atau
cara-cara bertindak yang dianggap wajar dalam suatu masyarakat tertentu merupakan
konsep yang berlandaskan pada adat istiadat dan tradisi, dan diwarisi dari generasi ke
generasi melalui proses sosialisasi. Sedangkan bentuk sopan santun dan cara-cara
bertindak yang diterima dalam kehidupan sosial, sifatnya berbeda dengan satu
masyarakat kepada masyarakat lainnya.
Norma sosial pada umumnya tidak tertulis dan hanya diingat serta diserap
dengan mempraktekkannya dalam interaksi antara anggota kelompok masyarakat,
sebagai peraturan sosial yang difungsikan untuk mengedepankan perilaku seluruh
anggota masyarakat. norma sosial dibentuk dan disepakati bersama seluruh anggota
masyarakat. Tingkatan norma sosial dapat dilihat dari segi bentuk perbuatan tertentu
yang dilakukan individu dalam masyarakat tetapi tidak secara terus menerus aurat
disebut dengan usage. Kemudian bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang
sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap
baik dan benar yang disebut sebagai kebiasaan (folkways). Selanjutnya perbuatan yang
mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar
guna melaksanakan pengawasan oleh sekelompok masyarakat terhadap anggota-
anggotanya. Yang disebut dengan morse (tata kelakuan). Kemudian yang terakhir tata
kelakuan yang tertinggi karena sifatnya kekal dan reintegrasi sangat kuat terhadap
masyarakat yang memilikinya disebut Custom (adat istiadat). Misalkan:
a. Cara makan yang wajar dan baik bagi beberapa orang adalah tidak mengeluarkan
suara saat mengunyah makanan. Akan tetapi di tempat umum, bersendawa pada
akhir makan merupakan tanda atau ekspresi rasa kenyang dan puas sehingga tidak
melanggar norma
b. Memberi hadiah kepada orang-orang yang berprestasi dalam suatu kegiatan
c. Anak laki-laki pada umumnya berambut pendek dan anak perempuan berambut
panjang
4. Norma Kesusilaan
Tujuan kesusilaan merupakan penyempurnaan seseorang, walaupun hal tersebut
menimbulkan akibat untuk hidup bersama, karena perbaikan manusia tentunya turut
membantu terciptanya tata tertib masyarakat yang lebih baik. Kesusilaan yang
ditujukan kepada seseorang pertama-tama tidak mengindahkan perbuatan-perbuatan
manusia tetapi lebih mengindahkan sikap yang menimbulkan perbuatan tersebut. Akan
tetapi tidaklah tepat kalau kita mengatakan bahwa pada kesusilaan hanya kehendak baik
di dalam batin karena pada satu pihak perbuatan-perbuatan juga mempunyai nilai
kesusilaan.
Kesusilaan pada dasarnya terdiri dari kesusilaan pribadi dan kesusilaan antar
pribadi. Kesusilaan pribadi menyangkut keinsyafan pribadi setiap manusia tentang nilai
baik dan buruk dalam suatu keadaan atau dalam menghadapi segala sesuatu yang perlu
disikapi oleh seseorang, terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Misalkan,
seseorang memperoleh rezeki berupa bonus dari pimpinan, kemudian hatinya tergerak
untuk membantu anak-anak yatim. Dorongan untuk membantu merupakan dorongan
etika yang murni bersifat pribadi.
Sedangkan kesusilaan antar pribadi terkait dengan nilai baik dan buruk dalam
hubungan antar manusia dalam pergaulan bersama secara interaktif dalam kehidupan
bermasyarakat. Misalkan bertutur kata dengan orang yang usia dan kedudukannya lebih
17

tinggi harus menggunakan kata-kata yang sopan, menggunakan pakaian yang pantas
menurut tempat dan waktu. Seringkali norma kesusilaan, norma agama dan norma
hukum membebankan kewajiban “dilarang mencuri”. Akan tetapi masing-masing
mempunyai tujuan yang sangat berlainan. Norma kesusilaan ingin agar setiap orang
sadar untuk bersikap dan bertingkah laku baik, baik dalam batinnya maupun dalam
tindakannya. Sedangkan norma hukum menghendaki agar dalam hidup bermasyarakat
tidak ada.
Tata susila mendorong untuk berbuat baik, karena hati kecilnya menganggap
baik, atau bersumber dari hati nurani, lepas dari hubungan dan pengaruh orang lain.
Tidak jarang ketentuan-ketentuan norma agama juga menjadi ketentuan-ketentuan
norma kesusilaan, sebab pada hakikatnya nilai-nilai keagamaan dan kesusilaan berasal
dari Tuhan. Demikian pula karena sifatnya yang melekat pada diri setiap manusia, maka
nilai-nilai kesusilaan itu bersifat universal. Dengan kata lain, nilai kesusilaan yang
universal tersebut terbatas dari dimensi ruang dan waktu, yang berarti berlaku di
manapun dan kapanpun. Sebagai contoh, tindak pemerkosaan dipandang sebagai
tindakan yang melanggar kesusilaan, di belahan dunia manapun dan pada masa
manapun juga. Kepatuhan terhadap norma kesusilaan akan menimbulkan rasa bahagia,
sebab yang bersangkutan mereka tidak mengingkari hati nuraninya. Sebaliknya,
pelanggaran terhadap norma kesusilaan pada hakikatnya merupakan pengingkaran
terhadap hati nuraninya sendiri, sehingga sebagaimana dikemukakan, pengingkaran
terhadap hati nurani itu akan menimbulkan penyesalan atau bahkan penderitaan batin
yang merupakan bentuk sanksi pelanggaran norma kesusilaan.

C. Perilaku
Etika berperilaku adalah sikap dan perilaku yang didasarkan kepada kematangan jiwa
yang diselaraskan dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Perilaku seseorang
merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya
yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku
merupakan respons reaksi seseorang terhadap stimulus yang berasal dari luar dan dalam
dirinya. Respons ini bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir, berpendapat, bersikap) maupun
aktif (melakukan tindakan). Menurut Skinner dalam (Woolfolk, 2009) dilihat dari bentuk
terhadap stimulus maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Perilaku Tertutup. Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tertutup, masih
terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran dan sikap yang terjadi pada
orang yang menerima stimulus tersebut dan belum diamati secara jelas.
2. Perilaku Terbuka. Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata
atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau
praktek yang dengan mudah dapat diamati atau mudah dipelajari.
Perilaku hendaknya diartikan sebagai suatu pola perilaku di dalam kerangka konteks
tertentu, dengan memperhatikan proses-proses batin yang melahirkan perilaku moral. Tanpa
mengetahui proses-proses batin yang melahirkan perilaku tersebut maka kita tidak mungkin
dapat menyebut perilaku tersebut sebagai “perilaku moral”, tidak pula kita mengetahui
bagaimana menentukan hal yang serupa dalam situasi-situasi yang lain. Perhatian terhadap
konteks situasional dan proses-proses batin yang melahirkan perilaku itu bukan sekedar
tuntutan kecermatan akademis, melainkan pula sebagai hal esensial bagi pemahaman,
perkiraan serta mempengaruhi perilaku moral. Komponen pokok yang mempengaruhi perilaku
menurut Rest (Muchson, 2013) diantaranya:
18

1. Menafsirkan situasi, ditinjau dari sudut bagaimana perilaku seseorang yang


mempengaruhi kesejahteraan orang lain. Interaksi antara kognitif dan afektif
adakah menarik inferensi tentang bagaimana orang akan terpengaruh, merasa
empatik, tidak menyenangi orang lain.
2. Merumuskan bagaimana hendaknya suatu perangkat tindakan, mengidentifikasi
perbuatan yang ideal dalam suatu situasi tertentu. Interaksi kognitif dan afektifnya
adalah tampak dari aspek logis-abstrak maupun aspek sikap dan penilaian tercakup
dalam konstruksi sistem makna moral.
3. Menyeleksi berbagai hasil penilaian tentang citra moral, mana yang patut
dilaksanakan memutuskan apakah mencoba untuk memenuhi prilaku seseorang
dengan memperhitungkan kegunaan secara relatif dari berbagai tujuan;, suasana
perasaan yang mempengaruhi pandangan seseorang, perubahan persepsi untuk
membela diri, empati yang mempengaruhi suatu keputusan, pemahaman sosial
yang memotivasi pemilihan suatu tujuan.
4. Memutuskan dan mengimplementasikan apa yang hendak dilakukan dengan
mempertahankan tugas sebagaimana dipengaruhi oleh dasar kognisi.
Notoatmojo (Zubair,2015) mengungkapkan bahwa perilaku seseorang sangat
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal, merupakan faktor yang berada
dalam diri individu itu sendiri, yaitu berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi dan
sebagainya untuk mengelola pengaruh dari luar. Motivasi merupakan penggerak perilaku,
hubungan antara kedua konstruksi ini cukup kompleks, antara lain:
1. Motivasi yang sama dapat saja menggerakkan perilaku yang berbeda demikian pula
perilaku yang sama dapat saja diarahkan oleh motivasi yang berbeda.
2. Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu.
3. Penguatan positif menyebabkan satu perilaku tertentu cenderung untuk diulang
kembali.
4. Kekuatan perilaku dapat melemah akibat dari perbuatan itu bersifat tidak
menyenangkan.
Faktor eksternal merupakan faktor-faktor
yang berada di luar individu yang bersangkutan
yang meliputi objek, orang, kelompok dan hasil-
hasil. Keluarga merupakan kelompok sosial dalam
kehidupan manusia, tempat mempelajari dan
menyatakan diri sebagai manusia sosial di dalam
hubungan interaksi dengan kelompoknya.
Hubungan dengan para anggota keluarga tidak
semata-mata berupa hubungan dengan orang tua,
tetapi juga dengan saudara, nenek dan kakek akan
Gambar 2. 4 Sekolah merupakan salah satu proses mempengaruhi perilaku anak terhadap orang di luar
pembentukan perilaku seseorang
Sumber: http://pelajarcerdasbermoral. blogspot. co. lingkungan rumah. Selain keluarga, sekolah
id/ merupakan lembaga pendidikan formal yang secara
sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu
siswa agar mampu mandiri dan mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut
aspek moral dan spiritual, intelektual, emosional dan sosial. Mengenai peranan sekolah dalam
mengembangkan perilaku anak mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi
perkembangan perilaku seseorang, baik dalam berpikir, bersikap maupun cara berperilaku.
19

Sekolah berperan sebagai substansi keluarga, dan guru substansi orang tua. Ada beberapa
alasan mengapa sekolah memainkan peran yang berarti bagi perkembangan perilaku seseorang,
yaitu (1) sekolah memberikan pengaruh kepada anak secara dini seiring dengan perkembangan
konsep diri; (2) siswa banyak menghabiskan waktunya di sekolah daripada ditempat lain di
luar rumah; (3) sekolah memberikan kesempatan kepada siswa untuk siswa dan memberikan
kesempatan untuk menilai dirinya. Selanjutnya aspek yang mempengaruhi terbentuknya
perilaku adalah teman sebaya, dalam pergaulan dengan teman sebaya, anak dituntut untuk
mampu mengikuti apa yang menjadi aturan dalam kelompok sebayanya. Secara langsung atau
tidak langsung anak akan meniru perilaku yang dilakukan oleh teman-temannya. Agar individu
dapat menyesuaikan dengan tuntutan sosialnya, diberlakukan proses sosialisasi dalam
menentukan perilaku seseorang, diantaranya:
1. Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial yang berarti bahwa kelompok
terdapat standar bagi para anggotanya. Individu harus mengetahui perilaku yang
diterima oleh anggota kelompoknya. Dalam berkomunikasi misalnya, anak tidak hanya
berkata-kata tapi anak dapat berkomunikasi dengan bahasa yang menarik dan dapat
dimengerti.
2. Belajar memainkan peran yang dapat diterima yang berarti bahwa setting kelompok
memiliki kebiasaan yang telah ditentukan dan disepakati oleh anggotanya.
3. Perkembangan sikap sosial yang berarti anak dituntut untuk bergaul dengan baik serta
harus menyukai orang lain dan aktivitas sosialnya seperti sikap positif dan negatif,
perasaan suka dan tidak suka terhadap aktivitas sosial.
Pembentukan perilaku juga dipengaruhi oleh perilaku dan karakteristik orang lain. Jika
seseorang lebih sering bergaul dengan orang-orang yang memiliki karakter santun, ada
kemungkinan besar akan berperilaku seperti kebanyakan orang-orang berkarakter santun
dalam lingkungan pergaulannya. Sebaliknya, jika bergaul dengan orang-orang berkarakter
sombong, maka ia akan terpengaruh oleh perilaku seperti itu. Pada aspek ini guru memegang
peranan penting sebagai sosok yang akan dapat mempengaruhi pembentukan perilaku sosial
siswa karena akan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam mengarahkan siswa untuk
melakukan sesuatu perbuatan. Selain itu proses kognitif juga merupakan unsur pembentuk
perilaku seseorang. Melalui ingatan dan pikiran yang memuat ide-ide, keyakinan dan
pertimbangan yang menjadi dasar kesadaran sosial seseorang akan berpengaruh terhadap
perilaku sosialnya. Misalkan seorang mahasiswa karena selalu memperoleh tantangan dan
pengalaman dalam penulisan karya ilmiah maka ia memiliki sikap positif terhadap aktivitas
yang ditunjukkan oleh perilaku sosialnya yang akan mendukung teman-temannya untuk
menulis karya ilmiah dengan benar.
Lingkungan alam terkadang dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Misalkan orang
yang berasal dari daerah pegunungan yang terbiasa berkata keras, maka perilakunya seolah
keras pula, ketika berada di lingkungan masyarakat yang terbiasa lembut dan halus dalam
bertutur kata. Kemudian tatar budaya sebagai tempat perilaku dan pemikiran sosial itu terjadi.
Misalkan, seseorang yang berasal dari etnis budaya tertentu mungkin akan terasa berperilaku
sosial aneh ketika berada dalam lingkungan masyarakat yang beretnis budaya lain atau berbeda.
Dalam hal ini yang terpenting adalah untuk saling menghargai perbedaan yang dimiliki setiap
individu.

D. Keterkaitan Nilai, Norma dan Perilaku


Nilai berkaitan erat dengan norma dan perilaku, selain itu erat kaitannya dengan adat
istiadat. Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah nilai sering dicampur adukkan dengan norma
20

dan perilaku. Norma merupakan petunjuk perilaku yang harus dilakukan dan tidak boleh
dilakukan seseorang, berdasarkan nilai-nilai tertentu yang menjunjung tinggi sosial dan
kultural. Norma bersifat mengikat, artinya setiap orang dalam komunitasnya wajib mematuhi,
sehingga bagi yang melanggarnya akan dikenakan sanksi. Berbeda dengan nilai, nilai tidak
bersifat mengikat, dengan kata lain, nilai merupakan nilai yang dibakukan atau dijadikan
standar tingkah laku, perbuatan, atau tindakan seseorang. Sebagai ilustrasi tentang keterkaitan
antara nilai, norma dan perbuatan adalah kejujuran. Kejujuran merupakan nilai, sedangkan
undang-undang merupakan norma. Agar suatu nilai lebih berguna dalam menuntun perbuatan,
maka perlu lebih dikonkritkan serta diformulasikan menjadi lebih objektif, sehingga
memudahkan seseorang menjabarkan dalam perilaku yang konkret. Norma agama, hukum,
sosial dan kesusilaan sebagaimana yang telah dijelaskan digolongkan sebagai norma umum
didasarkan pada nilai-nilai yang dijunjung tinggi, baik yang berkaitan dengan nilai keagamaan,
hukum, sosial dan kesusilaan.
Tuntunan perilaku seseorang memerlukan proses, kebiasaan, dan keteladanan.
Kewajiban warga negara yaitu ikut serta dalam kegiatan bela negara. Bela negara itu sendiri
terwujud bila dilandasi oleh adanya tekad, sikap dan tindakan warga negara yang teratur,
menyeluruh, terpadu, dan berlanjut yang didasari oleh kecintaan tanah air, kesadaran berbangsa
dan bernegara serta keyakinan. Nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap
dan bertingkah laku baik didasari maupun tidak. Nilai berbeda dengan fakta, karena fakta dapat
diobservasi melalui suatu verifikasi empiris, sedangkan nilai bersifat abstrak yang hanya dapat
dipahami, dipikirkan, dimengerti dan dihayati oleh manusia. Agar nilai tersebut menjadi lebih
berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia maka perlu lebih dikonkretkan lagi
serta diformulasikan menjadi objektif sehingga memudahkan seseorang untuk menjabarkannya
dalam perbuatan secara konkret. Wujud konkret dari nilai tersebut merupakan suatu norma.
Terdapat berbagai norma, dari berbagai macam norma tersebut.
Dengan demikian, dapat ditarik benang merah bahwa nilai merupakan dasar
pertimbangan bagi individu untuk melakukan sesuatu, norma merupakan perilaku yang
seharusnya dilakukan atau dihindari, sedangkan perilaku merupakan kecenderungan individu
untuk merespons terhadap suatu objek atau sekumpulan objek sebagai perwujudan dari sistem
nilai dan moral yang ada di dalam dirinya. Sistem nilai mengarahkan pada pembentukan nilai-
nilai moral tertentu yang selanjutnya akan menentukan sikap individu sehubungan dengan
objek nilai dan moral tersebut. Dengan sistem nilai yang dimiliki, individu akan menentukan
perilaku mana yang harus dilakukan dan yang harus dihindarkan, ini akan tampak dalam sikap
dan perilaku nyata sebagai perwujudan dari sistem nilai dan moral yang mendasari nya.
Nilai, moral, dan perilaku adalah aspek-aspek yang berkembang pada diri individu
melalui interaksi antara aktifitas internal dan pengaruh stimulus eksternal. Pada awalnya
seorang anak belum memiliki nilai-nilai dan pengetahuan mengenai nilai moral tertentu atau
tentang apa yang dipandang baik atau tidak baik oleh kelompok sosialnya. Selanjutnya, dalam
berinteraksi dengan lingkungan, anak mulai belajar mengenai berbagai aspek kehidupan yang
berkaitan dengan nilai, moral, dan sikap. Dalam konteks ini, lingkungan merupakan faktor
yang besar pengaruhnya bagi perkembangan nilai, moral, dan sikap individu.
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai, moral, dan perilaku
individu mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan, baik yang terdapat
dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Kondisi psikologis, pola interaksi,
pola kehidupan beragama, berbagai sarana rekreasi yang tersedia dalam lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat akan mempengaruhi perkembangan nilai, moral, dan sikap individu
yang tumbuh dan berkembang didalamnya.
21

Seseorang yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat yang penuh rasa aman secara psikologis, pola interaksi yang demokratis, pola asuh
bina kasih, dan religius dapat diharapkan berkembang menjadi remaja yang memiliki budi
luhur, moralitas tinggi, serta sikap dan perilaku terpuji. Sebaliknya, individu yang tumbuh dan
berkembang dengan kondisi psikologis yang penuh konflik, pola interaksi yang tidak jelas,
pola asuh yang tidak berimbang dan kurang religius maka harapan agar anak dan remaja
tumbuh dan berkembang menjadi individu yang memiliki nilai-nilai luhur, moralitas tinggi,
dan sikap perilaku terpuji menjadi diragukan

Pengembangan Kemampuan Analisa


Klasifikasikan norma-norma yang ada di lingkungan masyarakat dengan ketentuan:
1. Norma yang masih bertahan
2. Norma yang sudah mulai memudar, bahkan sudah mulai hilang
Tuliskan penyebab dan apa usaha anda sebagai generasi muda untuk mengembalikan
norma tersebut ke jalan yang benar
22

Sumber

Asshiddiqie, Jimly. 2015. Peradilan Etik dan Etika Konstitusi. Sinar Grafika: Jakarta

Gambar 2. 1 Kasus pembunuhan merupakan pelanggaran norma hukum. Diakses pada link:
http://news. okezone. com/read/2015/06/14/340/1165323/12-fakta-pembunuhan-
angeline-2. 8 Maret 2016

Gambar 2. 2 Melaksanakan ibadah merupakan bentuk dari norma agama. Diakses pada link:
https://primadimasgvn. wordpress. com/2013/11/01/norma-norma-di-
indonesiahukumagamakesopanankesusilaanperintahlarangansanksihukuman/. 6 Maret
2016

Gambar 2. 3 Sekolah merupakan salah satu proses pembentukan perilaku seseorang. Diakses
pada link http://pelajarcerdasbermoral. blogspot. co. id/search?updated-max=2010-01-
04T10%3A24%3A00%2B07%3A00&max-results=5#PageNo=16. 6 Maret 2016

Kasali, Renald. 2015. Change Leadership. Mizan Media Utama: Bandung

Muchson. 2013. Dasar-dasar Pendidikan Moral (Basis Pengembangan Pendidikan Karakter).


Penerbit Ombak: Yogyakarta

Mustari, Mohamad. 2014. Nilai Karakter Refleksi untuk Pendidikan. Raja Grafindo: Jakarta

Nucci, Larry P. 2014. Handbook Pendidikan Moral dan Karakter. Penerbit Nusa Media:
Bandung

Woolfolk, Anita. 2009. Educational Psychology Active Learning Edition “Edisi Sepuluh”.
Jogjakarta: Pustaka Pelajar

Zubair, Achmad Charris. 2015. Etika dan Asketika Ilmu. Nuansa Cendekia: Bandung
23

BAB III

KEBEBASAN DAN TANGGUNG JAWAB

Gambar 3. 1 Demonstrasi salah satu bentuk kebebasan namun mesti bertanggung jawab
Sumber (http://tribunnews. com)

Kebebasan dan tanggung jawab merupakan dua istilah yang hampir sama. Keduanya
istilah ini memiliki keterkaitan yang erat. manusia itu bebas dengan sendirinya manusia itu
manusia perlu bertanggung jawab. Sebaliknya jika kita bertolak dari pengertian tanggung
jawab kita selalu turut memaksudkan juga kebebasan. Tidak mungkin kebebasan tanpa
tanggung jawab dan tidak mungkin tanggung jawab tanpa kebebasan.
Tidak jarang kita mendengar orang berbicara tentang “kebebasan yang bertanggung
jawab”, tapi sebenarnya ungkapan itu merupakan suatu tautology, karena pengertian yang satu
sudah terkandung dalam pengertian yang lain. Pada bab ini akan dibahas mengenai kedua
pengertian ini akan dibahas lebih lanjut mengenai kedua pengertian ini.
A. Kebebasan

Gambar 3. 2. Bebas dari tekanan dan intimidasi merupakan hak individu dan kelompok
Sumber (http://kompasiana. com)
24

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bebas adalah lepas sama sekali (tidak
terhalang, terganggu, dsb sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat, dsb dengan leluasa).
Sedangkan menurut Suseno (1985:22) adalah kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri.
Peraturan dibuat sebagai bentuk pembatasan kepada kebebasan.
Sebagai makhluk yang berakal budi (berbeda dengan binatang) manusia mempunyai
pengertian, yang berarti bahwa ia memahami adanya alternatif-alternatif untuk bertindak.
Itulah yang dinamakan kebebasan, karena manusia dapat memilih alternatif yang satu atau yang
lain, dan karena itulah ia dapat dibebani kewajiban. Seseorang dikatakan bebas apabila
masyarakat tidak menghalang-halanginya dari berbuat apa yang diinginkannya sendiri.
Mendengar kata kebebasan, yang pertama dipikirkan ialah bahwa orang lain tidak
memaksa kita untuk melakukan sesuatu melawan kehendak kita, berarti kita dapat menentukan
tindakan sendiri. Hanya karena mempunyai kebebasan kemampuan itulah, maka kebebasan
yang diterima dari masyarakat sangat kita hargai. Kebebasan dibagi atas kebebasan sosial,
yaitu kebebasan yang kita terima dari orang lain, dan kebebasan eksistensial, yaitu kebebasan
dalam arti kemampuan kita untuk menentukan tindakan kita sendiri.
Sebenarnya tidak ada manusia yang tahu apa itu kebebasan, karena kebebasan merupakan
kenyataan yang akrab dengan kita semua, dalam hidup setiap orang kebebasan adalah suatu
unsur hakiki, karena kita semua mengalami kebebasan, justru karena kita manusia. Kebebasan
secara umum dimasukkan dalam konsep dari filosofi politik dan mengenali kondisi di mana
individu memiliki kemampuan untuk bertindak sesuai dengan keinginannya. Individualis dan
konsepsi sosial dari kebebasan berhubungan dengan kebebasan dari individual dari luar
keinginan; sebuah perspektif sosialis, di sisi lain, mempertimbangkan kebebasan sebagai
distribusi setara dari kekuasaan, berpendapat kalau kebebasan tanpa kesamaan jumlah ke
dominasi dari yang paling berkuasa.
B. Kebebasan Individual
Dalam etika umum hal yang dianggap lebih penting adalah kebebasan individual. Berikut
analisis arti kebebasan individual:
1. Kebebasan fisik:
Dalam arti ini, orang menganggap dirinya bebas jika ia bisa bergerak ke mana
saja ia mau tanpa hambatan apa pun. Contohnya, orang yang di borgol tentu tidak bebas.
Selama meringkuk di penjara, seorang narapidana tidak bebas, tetapi begitu masa
tahanannya lewat ia kembali menghirup udara kebebasan. Kebebasan dalam arti ini
masih terlalu dangkal karena bisa saja seseorang yang tidak menikmati kebebasan fisik,
namun sungguh-sungguh bebas. Contohnya, banyak pahlawan yang ditangkap tetapi
mereka tetap bebas sepenuh-penuh nya. Jadi, orang yang dapat bergerak dengan cara
bebas, hal itu belum menjamin bahwa ia bebas sungguh-sungguh.
25

Gambar 3. 3. kebebasan bertindak merupakan salah satu contoh kebebasan fisik


Sumber (http://images. slideplayer)
Biarpun dengan kebebasan fisik belum terwujud kebebasan yang sebenarnya,
namun kebebasan ini patut dinilai positif. Jika kebebasan dalam arti kesewenang-
wenangan harus ditolak sebagai penyalahgunaan kata “kebebasan”, maka kebebasan
fisik bisa kita hargai tanpa ragu-ragu. Kebebasan ini sangat bermanfaat dan sangat
dibutuhkan untuk menjadi orang yang bebas dalam arti yang sebenarnya.
2. Kebebasan yuridis:
Kebebasan yuridis berkaitan dengan hukum dan harus dijamin oleh hukum.
Kebebasan yuridis ini merupakan sebuah aspek dari hak-hak manusia karena dalam
Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia (1984) dan dokumen-dokumen
lainnya tentang hak-hak manusia membicarakan tentang “hak-hak dan kebebasan-
kebebasan”. Jadi yang dimaksud dengan kebebasan dalam arti ini adalah syarat-syarat
fisik dan sosial yang perlu dipenuhi agar dapat menjalankan kebebasan kita secara
konkret.

Gambar 3. 4. HAM merupakan salah satu kebebasan yuridis. Sumber (http://gdb.


voanews. com)
Kebebasan-kebebasan yuridis ini menandai situasi kita sebagai manusia.
Kebebasan kita bersifat berhingga dan karena itu membutuhkan ruang gerak dimana ia
bisa dijalankan. Kebebasan-kebebasan yuridis ini dimaksudkan untuk menjalankan
kebebasan manusia secara konkret dan mewujudkan kemungkinan-kemungkinan yang
26

terpendam dalam setiap manusia guna memenuhi semua syarat hidup di bidang
ekonomis, sosial dan politik. Peranan negara dalam pelaksanaan kebebasan yuridis ini
sangat penting dimana negara mengupayakan kesejahteraan umum, harus menjamin
dan memajukan kebebasan-kebebasan ini. Hal tersebut dilakukan dengan membuat
undang-undang yang cocok bagi keadaan konkret. Perundangan-perundangan ini
mungkin akan mengganggu dan membatasi kebebasan beberapa orang. Namun hal
tersebut tidak bisa dielakkan. Yang terpenting ialah bahwa pembatasan ini hanya terjadi
demi kebebasan sebesar mungkin bagi semua orang.
Tapi peranan negara tidak sama terhadap semua kebebasan yuridis. Kebebasan
yuridis dibedakan menjadi dua macam yang bergantung pada dasarnya. Dasarnya bisa
hukum kodrat atau hukum positif. Karena itu kita membedakan kebebasan yuridis
berdasarkan hukum kodrat dan hukum positif. Secara sosial, ekonomi, dan politik
seseorang dapat mewujudkan kebebasannya.
3. Kebebasan psikologis:
Adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk mengembangkan serta
mengarahkan hidupnya. Nama lain untuk kebebasan psikologis itu adalah “kehendak
bebas’ (free will). Kemampuan ini menyangkut kehendak, bahkan ciri khas. Kebebasan
ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia adalah makhluk berasio.
Jika manusia bertindak bebas, itu berarti ia tahu apa yang diperbuatnya dan apa
sebab diperbuatnya. Berkat kebebasan ini ia dapat memberikan suatu makna kepada
perbuatannya. Kemungkinan untuk memilih antara berbagai alternatif merupakan
aspek penting dari kebebasan psikologis.

Gambar 3. 5. Bebas menentukan alternatif pilihan merupakan aspek penting dari


kebebasan psikologis (sumber: http://image. slidesharecdn. com)
4. Kebebasan moral:
Sebetulnya masih terkait erat dengan kebebasan psikologis, namun tidak boleh
disamakan dengannya. Kebebasan moral mengandaikan kebebasan psikologis,
sehingga tanpa kebebasan psikologis tidak mungkin terdapat kebebasan moral. Namun,
kebebasan psikologis tidak berarti otomatis menjamin adanya kebebasan moral.
27

Gambar 3. 6. kebebasan menentukan perbuatan benar atau salah merupakan contoh


dari kebebasan moral (sumber: http://jagobatkuat. com)
Cara yang paling jelas untuk membedakan kebebasan psikologis dengan
kebebasan moral adalah bahwa kebebasan psikologis berarti bebas begitu saja (free),
sedangkan kebebasan moral berarti suka rela (voluntary) atau tidak terpaksa secara
moral, walaupun ketika mengambil keputusan itu seseorang melakukan secara sadar
dan penuh pertimbangan (kebebasan psikologis). Seseorang dapat bebas melakukan
kegiatan atau perbuatan baik atau buruk, atau perbuatan benar atau salah.
5. Kebebasan eksistensial:
Kebebasan yang menyeluruh yang menyangkut seluruh pribadi manusia dan
tidak terbatas pada salah satu aspek saja. Kebebasan eksistensial adalah kebebasan
tertinggi. Kebebasan eksistensial adalah konteks etis. Kebebasan ini terutama
merupakan suatu ideal atau cita-cita yang bisa memberi arah dan makna kepada
kehidupan manusia.
28

Gambar 3. 7. Meskipun manusia memiliki kebebasan Ekstensial, namun perlu dibatasi


oleh beberapa aturan agar tidak melanggar kebebasan orang lain.
(Sumber: http://uin-suka. ac. id)
Orang yang bebas secara eksistensial seolah-olah “memiliki dirinya sendiri. ” Ia
mencapai taraf otonomi, kedewasaan, otentisitas dan kematangan rohani. Ia lepas dari
segala alienasi atau keterasingan, yakni keadaan di mana manusia terasing dari dirinya
dan justru tidak “memiliki” dirinya sendiri. Kebebasan ini selalu patut dikejar, tapi
jarang akan terealisasi sepenuhnya. Adalah kebebasan perbuatan seseorang sebagai
manusia tak terbatas pada salah satu aspek saja. Kebebasan yang mencakup seluruh
eksistensi manusia. Kebebasan tertinggi manusia, sehingga manusia tersebut
menguasai/memiliki dirinya sendiri. Kebebasan tanpa dipengaruhi/dikuasai oleh orang
lain.
C. Kebebasan Sosial
Kebebasan sosial adalah kebebasan yang dihayati dalam hubungan dengan orang lain.
Kebebasan sosial merupakan seputar kemampuan manusia mengolah ruang gerak yang yang
ada dalam masyarakat. Apabila kita membicarakan tentang kebebasan kita selalu mesti jelas
mana yang kita bicarakan, apakah yang eksistensial atau sosial. Juga kita tidak memakai dua
istilah yang tidak berlaku umum itu, namun banyak kerancuan dalam berpikir dan
berargumentasi dapat di atasi dengan selalu membedakan apakah membicarakan tentang
kemampuan manusia untuk mengambil sikap sendiri (kebebasan eksistensial) atau tentang
ruang gerak yang diberikan masyarakat kepada kita (kebebasan sosial).
29

Dalam perspektif etika, kebebasan juga bisa dibagi antara kebebasan sosial-politik dan
kebebasan individual. Subyek kebebasan sosial-politik yakni, yang disebut bebas di sini adalah
suatu bangsa atau rakyat. Kebebasan sosial-politik sebagian besarnya merupakan produk
perkembangan sejarah, atau persisnya produk perjuangan sepanjang sejarah.
Jadi hakikat kebebasan terletak dalam kemampuan kita untuk menentukan diri kita
sendiri. Kebebasan itu disebut eksistensial karena merupa-kan sesuatu yang menyatu dengan
manusia, artinya termasuk eksistensinya sebagai manusia. Kebebasan itu termasuk
kemanusiaan kita. Sebagai manusia kita bebas. Dalam filsafat dengan mengikuti gaya bicara
Martin Heidegger (1889-1976): “sifat yang begitu saja termasuk realitas kita, disebut
eksistensial. ”
Itulah sebabnya mengapa kebebasan biasanya kita hayati dalam hubungan dengan orang
lain. Kebebasan dalam arti kemampuan untuk me-nentukan diri kita sendiri sedemikian kita
andaikan hingga tidak banyak kita fikirkan. Hal yang menjadi keprihatinan kita ialah membela
kebebasan kita terhadap usaha orang lain untuk menggerogotinya. Maka dalam baha-sa sehari-
hari kebebasan difahami sebagai realitas negatif: keadaan di mana kemungkinan kita untuk
menentukan tindakan kita sendiri tidak dibatasi oleh orang lain. (Jadi "negatif" bukan sebagai
penilaian, melainkan dalam anti logika: untuk menjelaskan apa itu kebebasan sosial).
Pembatasan itu tidak akan kita sebut perampasan kebebasan karena termasuk kodrat kita
sebagai makhluk alamiah. Memang tidak dapat disangkal bahwa banyak orang mempunyai
motivasi untuk mengurangi kebebasan kita, artinya untuk berkuasa atas kita. Berhadapan
dengan ancaman itu kita menjadi sedemikian radar akan nilai kemampuan untuk menentukan
diri kita sendiri, sehingga keadaan di mana kita tidak berada di bawah paksaan atau penentuan
orang lain kita beri nama kebebasan. Jadi kebebasan sosial adalah keadaan di mana
kemung-kinan kita untuk bertindak tidak dibatasi dengan sengaja oleh orang lain.

Gambar 3. 8 Kebebasan antar sesamadalam bersosialisasi. (Sumber: https://ervannur.


files. wordpress. com)
Secara umum kebebasan sosial manusia terdiri atas:
30

1. Kebebasan jasmani, Suseno (1993:30-31) menjelaskan bahwa akar kebebasan adalah


kemampuan manusia untuk menentukan dirinya sendiri atau disebut kebebasan
eksistensial. Kebebasan ini berakar dalam kebebasan rohani manusia, yaitu dalam
penguasaan manusia terhadap batinnya, terhadap pikiran, dan kehendaknya. Kebebasan
eksistensial yang berakar dari kebebasan batin terwujud dalam dimensi fisik, yaitu
kebebasan jasmani. Kebebasan jasmani terwujud dalam kemampuan manusia untuk
menentukan gerakan tubuhnya sebagai ungkapan kehendak yang bebas. Kebebasan ini
berhadapan dengan pewajiban dan larangan. Magnis menyebutnya sebagai kebebasan
sosial, yang artinya bahwa kebebasan manusia secara hakiki terbatas pula oleh
kenyataan bahwa manusia hidup bersama dengan manusia-manusia lain. secara umum
dapat dikatakan bahwa kebebasan jasmani adalah apabila kita tidak berada di bawah
paksaan.
2. Kebebasan rohani, adalah kebebasan seseorang dari dirinya sendiri, diri yang dimaksud
di sini adalah diri hewaniyah seseorang. Manusia memiliki dua diri atau ego: diri
manusiawi dan diri hewani. Diri hewani manusia antara lain meliputi kecenderungan
hawa nafsu manusia seperti keserakahan, kecintaan kepada harta benda dan egoisme.
Kebebasan rohani dapat juga diartikan sebagai kebebasan diri manusiawi seseorang
dari diri hewaninya.
Penindasan dan eksploitasi terhadap sesama manusia, yang terjadi sepanjang sejarah,
bukanlah disebabkan oleh kebodohan atau masih terbelakangnya institusi sosial di masa
lalu. Dewasa ini, dengan pengetahuan dan institusi-institusi hukum yang semakin maju,
sikap dan respek manusia terhadap hak-hak dan kebebasan sesama tidaklah serta merta
berubah.
Kegagalan manusia modern ini terutama karena mereka telah menjadi tawanan egonya
sendiri. Keserakahan dan egoisme telah menjadi batu sendi peradaban industri, bersama
sikap hedonisme telah menjadi premis psikologis utamanya. Hal ini, tidak lain dari
menjadikan diri hewani manusia mengatasi diri manusiawinya. Mungkinkah seseorang
yang telah diperbudak oleh dirinya dapat memberi kebebasan kepada yang lain.
Mustahil Kebebasan sosial akan kehilangan maknanya apabila tidak disertai kebebasan
rohani. Hanya kebebasan rohanilah yang mampu, secara hakiki, mencegah seseorang
yang berkuasa memanfaatkan kekuasaannya untuk menguasai dan memperbudak
sesama manusia.
3. Kebebasan normatif, apabila kita bebas dari kewajiban dan larangan. Kebebasan
normatif adalah suatu kebebasan untuk memilih gaya sesuai dengan keinginannya.
Bebas untuk menentukan pilihannya sendiri (Fromm,1997:12). Sesuai dengan pokok
bahasan yang dikaji pada dimensi normatif, memilih gaya sesuai dengan keinginannya
sendiri. Walaupun kerap kali gaya yang dipakai merupakan gaya yang digunakan oleh
orang lain tidak menjadi suatu masalah, karena hal tersebut masih terdapat dalam
konteks kebebasan normatif.
31

D. Kebebasan Negatif Dan Positif

Gambar 3. 9. Kebebasan positif bebas dari hal negatif dan bebas positif untuk
melakukan hal positif. (sumber: David, Ferly. 2012)
Kebebasan negatif adalah bebas dari hambatan dan diperintah oleh orang lain. William
Ernest Hockin, Freedom of the Pers: A Framework of Principle (1947). Hockin menyatakan
definisi kebebasan berbeda dari liberalisme klasik dimana kebebasan (negatif) berarti tidak
adanya batasan. Disebut sebagai kebebasan negatif karena hanya dikatakan bebas dari apa
tetapi tidak ditentukan bebas untuk apa. Orang itu benar kalau kemungkinan-kemungkinan
untuk bertindak tidak dibatasi orang lain dengan bentuk paksaan atau tekanan. Rupanya
kebebasan yang paling mudah dimengerti dengan cara negatif. Demikian juga dalam kehidupan
sehari-hari “bebas” dipahami sebagai “terlepas”, “tidak ada”, “tanpa”. Misalnya tentang:
kebebasan tugas, jalan bebas hambatan, wilayah-wilayah bebas becak, makan bebas bakteri,
daerah bebas buta huruf dll.
Kebebasan positif adalah tersedianya kesempatan untuk menjadi penentu atas kehidupan
Anda sendiri dan untuk membuatnya bermakna dan signifikan. Kebebasan positif adalah poros
konseptual tempat berkembangnya tanggung jawab sosial. Implikasi hukum dari kebebasan
positif dikembangkan oleh Zechariah Chafee dalam karya dua jilid nya Government and Mass
Communication (1947). Yaitu kebebasan yang timbul pengertian positif “bebas tidak hanya
dari sesuatu melainkan juga untuk sesuatu” atau “kebebasan untuk …. ”harus diisi oleh
manusia sendiri. Kemungkinan-kemungkinan ini sama luasnya dengan kreatif manusia.
Contoh dari kebebasan positif adalah Bebas untuk berpendapat, bebas untuk berkreasi, bebas
untuk memilih, dan sebagainya.

E. Batas-Batas Kebebasan
Manusia itu sebagai mahkluk sosial. Itu berarti bahwa manusia harus hidup bersama
dengan manusia-manusia lain dalam ruang dan waktu yang sama, dan dengan mempergunakan
alam yang terbatas sebagai dasar untuk memenuhi kebutuhannya. Hal itu berarti bahwa kita di
satu pihak saling membutuhkan dan dilain fihak bersaing satu sama lain. Dan oleh karena itu
kelakuan harus kita sesuaikan dengan adanya orang lain. Bagaimanapun juga, kepentingan
semua orang lain yang hidup dalam jangkauan tindakan kita perlu kita perhatikan. Kalaupun
32

kita tidak mau menghiraukan mereka, kita terpaksa akan melakukannya kalau tidak mau terus
menerus bertabrakan. Jadi pertanyaannya bukan apakah kebebasan sosial kita memang boleh
dibatasi atau tidak.
Sebagai makhluk sosial yang hidup bersama dalam dunia yang terbatas, sudah jelas
manusia harus menerima bahwa masyarakat membatasi kesewenangannya. Pertanyaan yang
sebenarnya berbunyi sejauh mana, dan dengan cara mana, kebebasan kita boleh dibatasi? Jadi
bahwa kebebasan sosial kita terbatas, sudah jelas dengan sendirinya yang perlu ialah agar
pembatasan itu dapat dipertanggungjawabkan. Karena kalaupun kebebasan kita harus dibatasi,
hal itu tidak berarti bahwa segala macam pembatasan dapat dibenarkan. Pada dasarnya ada dua
alasan untuk membatasi kebebasan manusia.
Alasan pertama ialah hak setiap manusia atas kebebasan yang sama. Keadilan menuntut
agar apa yang kita tuntut bagi kita sendiri, pada prinsipnya juga kita akui sebagai hak orang
lain. Oleh karena itu hak seseorang atas kebebasannya menemukan batasnya pada hak sesama
saya yang sama luasnya. Tidak masuk akal kalau di ruang kuliah seseorang mau menggunakan
dua kuris, selama masih ada mahasiswa yang belum dapat duduk. Dengan demikian maka
kebebasan seseorang tidak boleh sampai mengurangi kebebasan orang lain yang sama luasnya.
Alasan yang kedua bagi pembatasan kebebasan adalah bahwa setiap orang bersama
semua orang lain merupakan anggota masyarakat. Setiap individu mempunyai eksistensi, hidup
dan berkembang hanya karena pelayanan dan bantuan banyak orang lain, jadi berkat dukungan
masyarakat. Maka masyarakat berhak untuk membatasi kesewenangan kita demi kepentingan
bersama, baik dengan melarang kita mengambil tindakan-tindakan yang dinilai merugikan
masyarakat, maupun dengan meletakkan kewajiban-kewajiban tertentu pada kita yang harus
kita penuhi. Dengan demikian masyarakat berhak untuk membatasi kebebasan kita sejauh itu
perlu untuk menjamin hak-hak semua anggota dan demi kepentingan dan kemajuan masyarakat
sebagai keseluruhan, menurut batas wewenang masing-masing. Pembatasan itu tidak boleh
melebihi apa yang perlu untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Maka lembaga-lembaga masyarakat
itu harus mempertanggungjawabkan pembatasan kebebasan anggota masyarakat. Masyarakat
tidak boleh mengadakan pembatasan yang sewenang-wenang. Suatu pembatasan yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan.
Justru agar pertanggungjawaban selalu dapat dituntut pembatasan kebebasan harus
dilakukan secara terbuka dan terus terang, tak perlu ditutup tutupi. Masyarakat dan berbagai
lembaga di dalamnya dalam batas wewenang masing-masing memang berhak untuk membatasi
kebebasan manusia dan oleh karena itu tidak perlu malu melakukannya. Mereka hendaknya
dengan terbuka mengemukakan peraturan-peraturan dan larangan-larangan yang memang
mereka anggap perlu. Dengan demikian masyarakat yang bersangkutan seperlunya dapat
menuntut pertanggungjawaban. Kalau aturan-aturan dan larangan-larangan itu perlu,
hendaknya hal itu diperhatikan. Kalau perlunya itu tidak dapat dipertanggungjawabkan,
peraturan-peraturan itu bersifat sewenang-wenang dan harus dicabut. Jadi kebebasan dibatasi
atas nama kebebasan yang sebenarnya. Yang buruk pada cara pembatasan kebebasan ini ialah
bahwa tidak dipertanggungjawabkan. Dengan argumen bahwa kebebasan yang sebenarnya
tidak dibatasi, mereka yang membatasinya menghindar dari pertanggungjawaban. Jadi
hendaknya dia memilih; membiarkan bebas atau tidak. Kalau tidak, katakan dengan terus
33

terang dan berikan pertanggungjawaban. Kalau pertanggungjawaban itu masuk akal


pembatasan akan kita terima. Tetapi kalau kita memang bebas, hendaknya bebas sungguhan,
artinya kita bebas sekehendak kita. Bahwa kita harus mempertanggungjawabkan kebebasan
kita secara moral terhadap kita sendiri adalah lain masalah. Tetapi dari fihak masyarakat
kebebasan sosial kita berarti kita boleh menentukan sendiri apa yang kita kehendaki.
Pembenaran pembatasan kebebasan dengan alasan kebebasan bertanggung jawab
sebenarnya tidak lebih daripada pengakuan bahwa pembatasan yang dikehendaki tidak
diberanikan dikemukakan dengan terus terang karena rupa rupanya tidak dapat
dipertanggungjawabkan di depan umum. Jadi yang tidak bertanggung jawab adalah fihak yang
mau membatasi kebebasan atas nama kebebasan yang bertanggung jawab itu. Dengan
demikian maka dapat dipahami bahwasanya kebebasan manusia memang jelas boleh dan
bahkan harus dibatasi tetapi pembatasan itu harus dikemukakan dengan terus terang dan dapat
dipertanggungjawabkan. Adapun pembatasan-pembatasan yang dimaksud diantaranya adalah
sebagai berikut:
1) Pembatasan dari dalam. Segala keterbatasan yang dimiliki manusia secara fisik maupun
secara psikis, misalnya secara fisik dibatasi oleh tinggi badan, kekuatan, ketahanan
tubuh, usia dan lainnya. Batasan secara psikis contohnya adalah kecerdasan, bakat,
kemampuan, dan lain lain.
2) Pembatasan dari lingkungan. Kondisi-kondisi lingkungan tertentu yang membuat
berbagai keinginan dan tindakan manusia tidak mungkin dilakukan misalnya masalah
ekonomi, sosial, dan alam.
3) Pembatasan dari masyarakat. Setiap manusia memiliki kebebasannya masing-masing
dan hal tersebut menjadi pembatas bagi kebebasan manusia yang lainnya. Kebebasan
manusia tidak sama dengan kesewenangan. Kebebasan kita secara hakiki terbatas oleh
kenyataan bahwa kita adalah anggota masyarakat. Keterbatasan itu dapat diperinci
kedua arah:
Pertama: Hak kita untuk bertindak menemukan batasnya dalam hak setiap orang lain
atas kebebasan yang sama.
Kedua: kita hanya dapat hidup karena kebutuhan kita terus menerus dipenuhi oleh
orang lain, oleh masyarakat. Karena itu masyarakat berhak membatasi (secara terbuka)
kesewenangan saya demi kepentingan bersama.
Kebebasan adalah tanda dan ungkapan martabat manusia. Karena kebebasannya manusia
adalah makhluk yang otonom, yang menentukan diri sendiri, yang dapat mengambil sikapnya
sendiri. Itulah sebabnya kebebasan berarti banyak bagi kita. Setiap pemaksaan kita rasakan
sebagai sesuatu yang tidak hanya buruk dan menyakitkan, melainkan juga menghina. Dan
memang demikian: memaksakan sesuatu pada orang lain berarti mengabaikan martabatnya
sebagai manusia yang sanggup untuk mengambil sikapnya sendiri. Kebebasan adalah mahkota
martabat kita sebagai manusia.
34

F. Cara pembatasan kebebasan.


Menurut Rawls (Mustari, 2014:114) kebebasan dasar dapat dibatasi dan dikompromikan
hanya ketika kebebasan itu bertentangan dengan kebebasan dasar orang lain. Dengan cara
apakah kebebasan kita dibatasi, maka pada prinsipnya ada tiga cara untuk membatasi
kebebasan manusia yang diantaranya menurut kurniawan (2010)
1) Melalui paksaan fisik
2) Melalui tekanan atau manipulasi psikis dan rohani
3) Melalui pewajiban/pembatasan dan larang untuk hal tertentu dalam bentuk aturan
normatif
Cara pembatasan tersebut di atas dapat dicontohkan sebagai berikut; Apabila kita
bertanya bagaimana kita dapat mencegah seseorang masuk ke dalam kamar pribadi kita?

Gambar 3. 10. Cara membatasi kebebasan dengan membatasi secara fisik, menakuti,
dan aturan (sumber: David, Ferly. 2012)
Cara pertama adalah dengan mengunci kamar itu. Cara itu aman, siapapun tidak dapat
masuk. Tidak perlu kita bedakan antara orang yang bertanggung jawab dan yang tidak. Anjing
pun tidak akan bisa masuk.
Cara kedua adalah kita dapat mengkondisikan seseorang sedemikian rupa, hingga begitu
ia melihat pintu kamar kita, ia mulai bergetar ketakutan dan tidak sanggup untuk memegang
pegangan pintu meskipun pintu sebenarnya tidak apa-apa dan tidak terkunci. Cara itu juga
dapat dipakai untuk anjing atau sapi; sapi misalnya mudah belajar merasa takut terhadap kawat
sederhana yang bertegangan listrik rendah; kalau kemudian listrik dimatikan, sapi untuk waktu
yang cukup lama tidak berani menyentuh kawat yang membatasi perumputannya itu.
Hal menarik ialah bahwa pembatasan fisik dan psikis tidak hanya berlaku bagi manusia
melainkan juga bagi binatang. Inti cara itu adalah bahwa sikap fihak yang mau dirintangi agar
jangan masuk tak perlu diperhitungkan. Pokoknya dia tak sanggup masuk, entah karena secara
fisik tidak dapat, entah karena ada hambatan psikis yang kuat.
Lain sifatnya cara ketiga, yaitu kita memasang tulisan pada pintu kamar; “dilarang
masuk”. Pembatasan kebebasan ini tidak lagi efektif terhadap anjing dan sapi melainkan hanya
terhadap manusia. Dan bukan terhadap sembarang orang, melainkan hanya terhadap orang
35

yang mengerti bahasa Indonesia. Orang lain barangkali mengira itu nama penghuni dan justru
masuk menanyakan sesuatu pada “pak masuk”.
Jadi ketiga cara di atas mengandaikan pengertian bahwa hanya makhluk hidup yang
mempunyai pengertian yang memahaminya. Cara pembatasan tersebut di atas disebut normatif.
Artinya kita diberi tahu tentang sebuah norma atau aturan kelakuan. Cara ini menghormati
kekhasan manusia sebagai makhluk yang berakal budi. Pembatasan fisik dan psikis
meniadakan kebebasan eksistensial. Orang tidak dapat masuk. Jadi kemauannya, rasa tanggung
jawabnya, tidak memainkan peranan. Tetapi pembatasan normatif tetap menghormati
kebebasan eksistensial manusia. Pembatasan itu berarti bahwa ia tidak boleh masuk. Dan itu
berarti bahwa ia tetap dapat saja masuk apabila ia tidak mau memperhatikan pemberitahuan
tersebut.
Jadi pembatasan kebebasan sosial secara normatif tetap menghormati martabat manusia
sebagai makhluk hidup yang dapat menentukan sendiri sikap dan tindakannya. Pertimbangan
ini menunjukkan bahwa satu-satunya cara yang wajar untuk membatasi kebebasan adalah
secara normatif, melalui pemberitahuan. Jadi yang harus dibatasi adalah kebebasan normatif,
bukan kebebasan fisik dan rohani. Hanya dengan cara itu martabat manusia sebagai makhluk
yang berakal budi, bebas (secara eksistensial) dan bertanggung jawab dihormati sepenuhnya.
Pemaksaan selalu merendahkan manusia karena martabatnya itu dianggap sepi dan ia
direndahkan. Maka pembatasan kebebasan manusia memang perlu dan harus dilakukan secara
normatif jadi dengan menetapkan peraturan dan cara pemberitahuan dan bukan dengan
paksaan.
Akan tetapi, bagaimana kalau orang tidak mau tahu dan tidak bertanggung jawab? Jadi
kalau ia tidak taat kepada peraturan tersebut. Kemungkinan tersebutlah yang melahirkan faham
hukum. Hukum adalah sistem peraturan kelakuan bagi masyarakat yang bersifat normatif tetapi
dengan ancaman tambahan bahwa siapa yang tidak menaatinya akan ditindak. Oleh karena itu
masyarakat juga berhak untuk memastikan bahwa aturan yang dianggapnya penting
bagaimanapun tidak dilanggar. Oleh karena itu juga masyarakat juga berhak untuk seperlunya
mengambil tindakan untuk menjamin bahwa aturan-aturan itu dihormati.
Tindakan macam apa yang boleh diambil? Jawabannya ialah tindakan fisik! Jadi orang
yang memang tidak mau tahu, boleh dipaksa untuk taat dan boleh seperlunya dikenai sangsi
dalam bentuk hukuman. Jadi orang yang mengancam orang lain boleh ditangkap diborgol dan
dijatuhi hukuman penjara. Semua tindakan itu mengurangi kebebasan fisiknya, sama halnya
dengan kerbau yang diikat dikandangnya. Bahwa tindakan fisik yang sebetulnya tidak wajar
diambil, adalah kesalahannya sendiri karena ia tidak menanggapi pembatasan normatif.
Hal yang tidak dapat dibenarkan sebagai cara untuk membuat orang taat adalah
manipulasi psikis. Manipulasi psikis secara moral selalu buruk dan harus dinilai jahat, karena
merusak kepribadian orang dari dalam. Paksaan fisik hanya mengenai kejasmanian manusia.
Apa yang difikirkannya, sikap hatinya, jadi sumber daya penentuannya sendiri tidak tersentuh.
Dalam arti ini betul bahwa dalam belenggu pun orang masih dapat tetap bebas. Tindakan fisik
yang perlu tidak mau memperkosa otonomi seseorang terhadap dirinya sendiri, melainkan
hanya mencegah agar ia jangan merugikan orang lain. Sedangkan manipulasi psikis merusak
manusia dari dalam. Maka tekanan psikis, menakut-nakuti, penggunaan berbagai obat bius,
36

sugesti dan hipnosis, penyiksaan dengan tujuan untuk memperlemah ketekadan batinnya tidak
pernah dapat dibenarkan, melainkan selalu harus dikutuk sebagai kotor dan jahat.
G. Tanggung jawab
Pengertian tanggung jawab dalam Kamus Umum Bahasa Besar Indonesia adalah
keadaan dimana wajib menanggung segala sesuatu, sehingga berkewajiban menanggung,
memikul jawab, menanggung segala sesuatunya atau memberikan jawab dan menanggung
akibatnya. Adapun tanggung jawab menurut Muttaqien (2015) merupakan kesadaran manusia
akan tingkah laku atau perb6uatan baik yang disengaja maupun yang tidak di sengaja.
Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban.
Sedangkan menurut Mustari (2014: 19) Bertanggung jawab adalah sikap dan prilaku seseorang
untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana mestinya terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan negara dan Tuhan. Tanggung jawab timbul karena tertibnya
penggunaan hak dan kewajiban.
H. Macam-Macam Tanggung Jawab
Kapan pun dan di mana pun tingkat perolehan hak seseorang selalu berlangsung di dalam
saling berhubungan dengan penuaian tanggung jawab manusia, baik secara individu maupun
secara berkelompok. Apabila tingkat perolehan hak itu melampaui penunaian tanggung jawab
seseorang, maka rusakilah rasa wajib, dan kebebasan menjadi kebebasan liar. Sebaliknya,
kewajiban yang melampaui wewenangnya akan mengganggu penunaian tanggung jawab
seseorang. Tanggung jawab yang baik berada pada perimbangan yang serasi antara perolehan
hak dan penunaian kewajiban. Untuk itu, perlu ada perumusan konsep tanggung jawab manusia
secara lengkap. Sukanto (Mustari, 2014: 20) menyatakan bahwa di antara tanggung jawab yang
mesti ada pada manusia adalah:
1. Tanggung jawab kepada Tuhan yang telah memberikan kehidupan dengan cara takut
kepada-Nya, bersyukur, dan memohon petunjuk semua manusia bertanggung jawab
kepada Tuhan Pencipta Alam Semesta. Tak ada seorangpun manusia yang lepas dari
tanggung jawab, kecuali orang itu gila atau anak-anak.
2. Tanggung jawab untuk membela diri dari ancaman, siksaan, penindasan, dan perlakuan
kejam dari mana pun datangnya.
3. Tanggung jawab diri dari kerakusan ekonomi yang berlebihan dalam mencari nafkah,
ataupun sebaliknya, dari bersifat kekurangan ekonomi.
4. Tanggung jawab terhadap anak, suami/istri, dan keluarga.
5. Tanggung jawab sosial kepada masyarakat sekitar.
6. Tanggung jawab berpikir, tidak perlu mesti meniru orang lain dan menyetujui pendapat
umum atau patuh secara membuta terhadap nilai-nilai tradisi, menyaring segala
informasi untuk dipilih, mana yang berguna dan mana yang merugikan. Dalam
kebebasan berpikir perlu adanya pemupukan kreasi, yang berarti mampu mencari
pemecahan dari masalah-masalah hidup yang kian rumit kita hadapi, dan menciptakan
alternatif baru yang berguna bagi masyarakat.
37

7. Tanggung jawab dalam memelihara hidup dan kehidupan, termasuk kelestarian


lingkungan hidup dari berbagai bentuk pencemaran.
Tanggung jawab merupakan Hak kadang bisa menipu diri, apabila tidak dibarengi oleh
panggilan rasa wajib yang seimbang. Rasa wajib tidak membujuk dan menakuti. Bahkan ia
mengantar orang kepada ketaatan untuk mematuhi tertib hukum. Hukum wajib ini merupakan
harga-diri dan menimbulkan rasa hormat (respek). Terhadap hukum wajib tidak ada bantahan,
meskipun tidak disetujui. Ia melekat dalam diri. Apabila orang tidak mentaati hukum wajib,
hal ini dipandang sebagai pelanggaran terhadap tanggung jawab. Manusia menerima hukum
wajib sebagai ikatan, dan kadang sebagai ikatan yang terasa berat. Namun manusia toh memilih
ikatan itu. Mungkin pada suatu ketika orang melanggar kewajiban. Pelanggaran ini sering kali
terasa sebagai sesuatu yang rendah dan hina. Orang yang tidak memenuhi kewajiban dengan
baik, tetapi menerima gajinya lengkap tiap bulan, maka orang seperti ini termasuk “pemakan
gaji buta”, dan itu hina. Seorang suami yang tidak bangkit kemarahannya lantaran istrinya
diganggu orang lain, maka ia telah melanggar rasa wajib dan dicap rendah dan hina. Kadang
orang berani mati untuk membela panggilan rasa wajib. Jadi pelanggaran pun tetap mengakui
keluhuran dan kewajiban rasa.
1. Tanggung Jawab Individu
Dari pembahasan sebelumnya, dibahas bahwa tanggung jawab disepadankan dengan
kewajiban, sesuatu yang ditanamkan kepada seseorang di luar. Padahal, tanggung jawab
itu sepenuhnya tindakan sukarela. Ia merupakan respons kita pada kebutuhan orang lain.
jika kita memaknai arti tanggung jawab dalam bahasa Inggris (responsible) berarti kita
bersedia “menjawab” (respond). Demikian kata Erich Fromm dalam bukunya The Art of
Loving.
Menjawab atau merespon itu tergantung pada keinginan masing-masing individu.
Dengan demikian, bertanggung jawab karena seseorang menentukan pilihan untuk
bertindak, berbicara, atau mengambil posisi tertentu. Untuk itulah kemudian dia harus
bertanggung jawab. Jika seseorang memilih posisi untuk menjadi orang berkuasa, maka ia
pun mempunyai tanggung jawab untuk berada di posisi tersebut. Sejumlah hak dan
kewajiban menantinya.
Berat atau ringannya tanggung jawab seseorang, bergantung tinggi atau rendahnya
kedudukan orang itu, apakah orang itu merasa bertanggung jawab atau tidak, bergantung
pada tinggi rendahnya serta baik atau buruknya akhlak orang itu. Artinya, orang yang tak
berakhlak dan bodoh tidak akan merasa bahwa ia mempunyai tanggung jawab yang berat.
Demikian karena bertanggung jawab berarti melaksanakan tugas secara sungguh-
sungguh, berani menanggung konsekuensi dari sikap, perkataan dan tingkah laku. Dari sini
timbul indikasi yang diharuskan dalam diri seseorang yang bertanggung jawab. Ciri-ciri
tersebut di antaranya adalah:
a) Memilih jalan lurus.
b) Selalu memajukan diri sendiri.
c) Menjaga kehormatan diri.
38

d) Selalu waspada.
e) Memiliki komitmen pada tugas.
f) Melakukan tugas dengan standar yang baik.
g) Mengakui semua perbuatannya.
h) Menepati janji.
i) Berani menanggung resiko atas tindakan dan ucapan.
Orang yang bertanggung jawab kepada dirinya adalah orang yang bisa melakukan
kontrol internal sekaligus eksternal. Kontrol internal adalah satu keyakinan bahwa ia boleh
mengontrol dirinya, dan yakin bahwa kesuksesan yang dicapainya adalah hasil dari
usahanya sendiri. Orang dari kategori ini merasa bahwa nasib mereka tidak ditentukan oleh
kekuatan luar. Manusia memang tidak sewajarnya bersifat angkuh dengan kekuatan dirinya
yang tidak seberapa. Di samping itu, mereka juga perlu yakin terhadap faktor takdir,
terutama di dalam memastikan kesuksesannya adalah faktor yang mutlak. Walaupun
begitu, hal ini tidak sama sekali menafikan bahwa kontrol internal itu penting dalam
menentukan kesuksesan. Kedua faktor kontrol (internal dan eksternal) itu mestilah
seimbang.
Kemudian, jika tanggung jawab itu merupakan beban, maka setiap manusia memang
mempunyai beban masing-masing. Beban itu sendiri sebetulnya merupakan takdirnya.
Demikian karena takdir manusia adalah mempunyai kelebihan, yang harus bermanfaat bagi
dirinya maupun bagi sekitarnya. Kelebihan itu adalah akalnya. Karena manusia itu berakal,
maka manusia mempunyai beban akan penggunaan akal itu. Inilah yang kemudian
melahirkan tanggung jawab moral.
2. Tanggung Jawab Sosial
Besarnya tanggung jawab membebani manusia, sehingga ia mesti bertanggung
jawab kepada masyarakat di sekitarnya. Inilah yang disebut dengan tanggung jawab sosial
(tanggung jawab sosial. Manusia secara individual atau kumpulan manusia seperti
pemerintahan, perusahaan, organisasi mempunyai tanggung jawab kepada masyarakat
secara umum. Tanggung jawab ini dapat saja bersifat negatif yang berarti tiadanya tuduhan
yang memberatkan, ataupun positif yang berarti terdapat tanggung jawab untuk bertindak
baik (proaktif). Misalnya suatu perusahaan dapat disebut bertanggung jawab apabila tidak
membuat kerusakan lingkungan. Demikian pula suatu perusahaan dapat disebut
bertanggung jawab apabila ikut memperhatikan kesejahteraan warga sekitarnya. Inilah
yang disebut dengan tanggung jawab sosial korporat.
Tanggung jawab sosial bukan hanya masalah memberi atau tidak membuat kerugian
kepada masyarakat seperti disebutkan di atas. Tetapi bisa juga tanggung jawab itu
merupakan sifat-sifat kita yang perlu dikendalikan dalam hubungannya dengan orang lain.
Nilai-nilai yang harus ada pada kita apabila berinteraksi dalam masyarakat atau
orang lain antara lain:
a) Selalu berbicara benar.
39

b) Menghindari perasaan iri dan dengki.


c) Tidak bakhil
d) Bersikap pemaafan
e) Adil.
f) Amanah.
g) Tidak sombong.
Semua yang dipaparkan di atas merupakan sifat-sifat positif yang perlu ada pada
semua individu, karena sebagai manusia, kita tidak boleh lepas dari menjalani kehidupan
sosial.
I. Kebebasan bertanggung jawab
Kebebasan bertanggung jawab sebenarnya tidak lebih daripada pengakuan bahwa
pembatasan yang dikehendaki tidak berani dikemukakan dengan terus terang karena rupa
rupanya tidak dapat dipertanggungjawabkan di depan umum. Jadi yang tidak bertanggung
jawab adalah fihak yang mau membatasi kebebasan atas nama kebebasan yang bertanggung
jawab itu. Dengan demikian maka dapat dipahami bahwasanya kebebasan manusia memang
jelas boleh dan bahkan harus dibatasi tetapi pembatasan itu harus dikemukakan dengan terus
terang dan dapat dipertanggungjawabkan. Adapun pembatasan-pembatasan yang dimaksud
diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Pembatasan dari dalam. Segala keterbatasan yang dimiliki manusia secara fisik maupun
secara psikis.
2) Pembatasan dari lingkungan. Kondisi-kondisi lingkungan tertentu yang membuat
berbagai keinginan dan tindakan manusia tidak mungkin dilakukan.
3) Pembatasan dari masyarakat. Setiap manusia memiliki kebebasannya masing-masing
dan hal tersebut menjadi pembatas bagi kebebasan manusia yang lainnya. Kebebasan
manusia tidak sama dengan kewenangan. Kebebasan kita secara hakiki terbatas oleh
kenyataan bahwa kita adalah anggota masyarakat.

Gambar 3. 11. Anak-anak dan binatang tidak memiliki kehendak yang bebas (sumber:
http://anjingvibe. com)
40

Tanggung jawab selalu terkandung pengertian “penyebab” dari perbuatan. Tanggung


jawab tidak selalu langsung oleh orang sebagai pelaku (penyebab), sebab yang bertanggung
jawab adalah orang yang mempunyai kehendak bebas. Contoh: anjing atau anak kecil tidak
atau belum punya kehendak bebas, maka kalau bertindak, yang bertanggung jawab adalah
pemilik anjing atau orang tua anak kecil tersebut. Kebebasan adalah syarat mutlak untuk
tanggung jawab.
1. Mempertanggungjawabkan kebebasan
Sampai sekarang kita membahas kebebasan sosial dan pembahasannya. Tetapi
kebebasan dari paksaan, tekanan dan larangan pada dirinya sendiri belum bernilai positif,
melainkan hanya merupakan kesempatan atau ruang bagi kita. Ruang itu perlu diisi. Yang
mengisinya adalah kita, dan pengisian itu disebut kebebasan eksistensial kita. Jadi sekarang
kitalah yang bertanggung jawab bagaimana mempergunakannya. Apakah ruang kebebasan
itu bernilai atau tidak tergantung pada bagaimana kita menentukan diri kita di dalamnya.
Kebebasan eksistensial berarti bahwa kita bagaimanapun juga harus mengambil sikap.
Jadi kitalah yang bertanggung jawab atas sikap dan tindakan kita dan bukan masyarakat.
Kita tidak dapat lari dari tanggung jawab itu. Kalaupun kita ikut-ikutan saja dan tidak berani
untuk mengambil sikap sendiri, hal itu pun tanggung jawab kita.
Tetapi kebebasan eksistensial bukan hanya tanggung jawab kita dalam arti bahwa apa
yang kita putuskan tidak dapat kita lemparkan pada orang lain, tanpa pertanggungjawaban.
Bukan sembarang keputusan dapat disebut bertanggung jawab. Sikap dan tindakan-
tindakan yang harus kita ambil tidak berdiri di ruang kosong, melainkan harus kita
pertanggungjawabkan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang sebenarnya, terhadap tugas
yang menjadi kewajiban kita dan terhadap harapan orang lain. Sikap yang kita ambil
secara bebas hanya memadai apabila sesuai dengan tanggung jawab objektif itu.
Jadi adanya kebebasan eksistensial itu tidak berarti bahwa kita boleh memutuskan apa
saja dengan seenaknya. Bahwa kita diberi kebebasan sosial oleh masyarakat berarti, bahwa
kita dibebani tanggung jawab untuk mengisi kebebasan itu secara bermakna. Kita juga
dapat memutuskan sesuatu secara tidak bertanggung jawab. Prinsip-prinsip moral dasar
yang akan kita bicarakan dalam ketiga buku ini merupakan tolok ukur apakah kebebasan
eksistensial kita pergunakan secara bertanggung jawab. Jadi kita berada di bawah
kewajiban berat untuk mempergunakan kebebasan kita secara bertanggung jawab.
Kadang-kadang orang menolak untuk bertanggung jawab dengan argumen, bahwa
kalau ia harus menyesuaikan diri dengan suatu tanggung jawab atau kewajiban obyektif,
maka ia tidak bebas lagi. Misalnya orang dihimbau agar ia dalam mempergunakan
perpustakaan juga memperhatikan kepentingan mahasiswa-mahasiswa lain, misalnya
dengan tidak memotong halaman-halaman tertentu dari buku ensiklopedia, lalu ia
menjawab bahwa kewajiban itu ditolaknya karena kalau ia menerimanya, ia tidak lagi
seratus persen bebas. Seakan-akan kebebasan eksistensial hanya terjamin dalam sikap
sewenang-wenang. Apakah yang dapat dikatakan terhadap anggapan ini?
Untuk menjawab pertanyaan itu kita harus menganalisis apa yang sebenarnya terjadi
apabila seseorang menolak untuk bertanggung jawab dengan argumen bahwa dengan
demikian ia akan kehilangan kebebasannya. Perlu diperhatikan bahwa yang dipersoalkan
disini bukan suatu pandangan yang berbeda mengenai kewajiban.
41

2. Perbedaan pandangan tentang kewajiban


Dapat saja terjadi bahwa dua orang berbeda pendapat tentang apa yang wajib
dilakukan. Misalnya kakak yang hidup di luar negeri berpendapat bahwa adiknya telah
berkeluarga, wajib untuk menampung ibunya dalam rumah tangganya supaya ibunya itu
tidak merasa sendirian (meskipun secara ekonomis ibu itu terjamin). Tetapi adiknya
menolak dengan argumen, bahwa kehadiran ibunya akan membahayakan ketenteraman
dalam keluarganya dan bahwa ia berkewajiban untuk mendahulukan kepentingan
keluarganya. Dalam kasus ini adik itu tidak menolak untuk bertanggung jawab, melainkan
hanya mempunyai pandangan lain tentang apa yang merupakan kewajibannya. Yang kita
bahas di sini ialah apabila orang memang tidak mau bertanggung jawab dengan argumen
kebebasan. Untuk menganalisis argumentasi ini kita harus bertanya: Apa artinya kalau
orang menolak untuk bertanggung jawab? Apa ia lantas lebih bebas?
3. Menolak Pertanggung Jawaban
Menolak untuk bertanggung jawab berarti: Tahu dan sadar tentang apa yang
seharusnya dilakukannya, tetapi tidak melakukannya juga. Mengapa ia tidak mau, padahal
ia menyadari tanggung jawabnya? Tentunya karena melakukan tanggung jawab dirasakan
sebagai terlalu berat! Ada banyak kemungkinan mengapa orang tidak mau bertanggung
jawab: ia suka malas dan tidak bertanggung jawab adalah lebih ringan. Ada urusan lain
yang lebih menarik, jadi ia acuh tak acuh. Tidak bertanggung jawab adalah lebih setuju
atau melawan. Atau ia sedang sentimen, ia lagi tersinggung. Atau ia tidak dapat mengatasi
hawa nafsu dan emosi.
Orang yang tidak mau bertanggung jawab berada dalam situasi itu: di satu pihak, ia
sadar akan tanggung jawabnya. Jadi ia sebenarnya tahu perbuatan apa yang paling bernilai
baginya, yang paling pantas dan paling wajar. Tetapi karena ia malas, tak suka susah, takut,
lemas, emosi, sentimen atau dikuasai hawa nafsu maka ia tidak kuat untuk melakukannya.
Ia terlalu lemah untuk melakukan apa yang dilihatnya sendiri sebagai paling luhur dan
penting. Ia bagaikan orang yang sebenarnya senang berdiri di puncak gunung, tetapi karena
tak mau bangun pagi, tak tahan haus dan dingin dan terlalu loyo untuk memaksa diri, maka
ia tidak jadi naik.
Jadi menolak untuk bertanggung jawab tidak membuat kita menjadi lebih bebas,
melainkan sebaliknya. Orang yang tidak bertanggung jawab adalah orang yang tidak kuat
untuk melakukan apa yang dinilainya sendiri sebagai paling baik. Jadi ia kurang bebas
untuk menentukan dirinya sendiri. Kebebasan eksistensialnya justru memudar.
4. Akibat Menolak Tanggung Jawab
Secara lebih terperinci, penolakan untuk bertanggung jawab mempunyai dua akibat.
Pertama, persepsi atau wawasan semakin menyempit. Semuanya hanya dilihat dari
kepentingan dan perasaan sendiri. Yang penting ialah agar ia tak perlu susah, tak terganggu,
aman. Orang yang iri hati, tersinggung atau dendam memang tertutup, mereka tidak dapat
memperhatikan sesuatu di luar perasaan mereka sendiri. Mereka berputar sekeliling mereka
sendiri. Mereka sempit.
Kedua, orang yang tidak mau bertanggung jawab menjadi semakin lemah, semakin
tidak bebas lagi untuk menentukan diri sendiri, sebagaimana kita lihat pada penjudi dan
morfinis. Ia semakin membiarkan diri ditentukan oleh dorongan-dorongan irasional yang
42

tidak dikuasainya; oleh perasaannya, emosinya, oleh sentimennya, oleh kemalasannya,


oleh perasaan takut. Ia tidak lagi sanggup untuk merealisasikan sesuatu yang dilihatnya
sendiri sebagai bernilai, karena mengalah terhadap perasaan-perasaan subrasionalnya. Ia
semakin tidak kuat untuk melawan arus. Jadi ia semakin tidak bebas untuk menentukan
dirinya sendiri.
J. Kesimpulan
Bab ini telah membahas segi terpenting kebebasan manusia: keterarahannya pada
tanggung jawab. Tanggung jawab masuk di dua tempat. Dalam hubungan dengan kebebasan
sosial kita melihat bahwa kebebasan sosial memang secara hakiki terbatas dan perlu dibatasi
oleh berbagai pihak masyarakat yang berwenang, dalam wilayah wewenangnya masing-
masing. Tetapi setiap pembatasan harus dipertanggungjawabkan. Yang harus dibuktikan bukan
hak atas kebebasan, melainkan hak atas pembatasan kebebasan. Pertanggung-jawaban itu
menyangkut baik alasan maupun caranya. Alasannya mesti terdiri dalam usaha untuk
menjamin kebebasan dan hak semua warga masyarakat dan kepentingan wajar seluruh
masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Sedangkan cara pembatasan harus berterus terang,
jadi tidak secara sembunyi-sembunyi, misalnya atas nama ”kebebasan yang bertanggung
jawab” hal mana justru menghindari pertanggungjawaban. Dan harus secara normatif. Jadi
kebebasan yang dibatasi adalah kebebasan normatif. Hanya kalau orang tidak mau menerima
pembatasan itu secara baik, maka pembatasan-pembatasan yang telah diberi status hukum,
boleh juga dipaksakan secara fisik. Tekanan dan manipulasi psikis untuk mengemudikan orang
lain tidak pernah dibenarkan.

Sedangkan kebebasan eksistensial sebagai kemampuan manusia untuk menentukan


dirinya berkembang dan menjadi kuat semakin orang bersedia untuk bertanggung jawab. Dan
sebaliknya, semakin orang menolak untuk bertanggung, semakin juga sempit dan lemah
kepribadiannya, jadi semakin berkurang juga kebebasannya untuk menentukan dirinya sendiri.
Kebebasan (eksistensial) yang bertanggung jawab menyatakan diri dalam pola moralitas yang
otonom. Manusia bermoralitas otonom melakukan kewajiban dan tanggung jawabnya buka
karena takut atau merasa tertekan, melainkan karena ia sendiri sadar, jadi menyadari nilai dan
makna serta perlunya kewajiban dan tanggung jawabanya itu.
43

Contoh Kasus 1
Ada dua contoh yang dapat memperlihatkan hal ini. Yang pertama adalah si penjudi.
Semula ia main judi sebagai ungkapan kebebasannya. Tetapi makin lama ia makin tidak
bisa berhenti lagi. Ia melihat kekayaannya menghilang, keluarganya hancur, ia ingin
berhenti, tetapi tidak dapat lagi. Dengan sikapnya yang tidak bertanggung jawab
terhadap keluarga dan dirinya sendiri, ia semakin tidak bebas. Nafsu main judi
semakin menguasainya. Contoh kedua adalah si morfinis. Pada permulaan ia
menyuntikkan morfin sekedar karena itu asyik, sebagai tanda pemberontakan dan
kebebasannya terhadap anggapan-anggapan dunia yang ”mapan” seperti orang tua,
guru dan generasi tua umumnya. Ia merasa bebas dan karena itu ia menyuntikkan
morfin ke dalam uratnya. Lama kelamaan ia semakin ketagihan. Ia tidak lagi dapat
mengerjakan pekerjaan sekolah, sulit berkonsentrasi, pergaulan dengan keluarga,
kemudian dengan teman-teman dan bahkan hubungan dengan pacarnya berkurang.
Pikirannya semakin hanya berputar sekitar satu pertanyaan: dari mana dan kapan saya
mendapat shot yang berikut. Perhatian kepada kehidupan sosial, musik, masalah
politik dan lain-lain, memudar. Untuk mencari uang, ia melakukan tindakan-tindakan
kriminal yang dulu dipertimbangkan saja tidak. Dan ia semakin tidak kuat lagi untuk
melakukan pekerjaan apa pun. Ia sudah menjadi budak morfin.
Dari Contoh kasus di atas. Coba berikan pendapat anda dalam kaitannya dengan materi
ini.
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
44

Contoh Kasus 2

LGBT contoh kebebasan yang kebablasan

Gambar 3. 12. Hubungan Sesama Jenis contoh kebebasan yang menyimpang.


(Sumber: http://www. antaranews. com)

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (tengah) saat menghadiri gelaran acara
Sosialisasi Empat Pilar MPR RI bersama Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia
(KAMMI), di Jakarta, Minggu (21/2). (MPR RI) Jakarta (ANTARA News) - Wakil
Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengungkapkan fenomena gerakan LGBT
merupakan salah satu contoh kebebasan yang ditafsirkan kebablasan. Hal ini Hidayat
sampaikan saat menghadiri gelaran acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI bersama 100
peserta dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), di Jakarta,
Minggu seperti keterangan tertulis MPR. Para kaum LGBT dan simpatisannya, tutur
dia, sudah sangat terbuka menyuarakan hak LBGT atas nama kebebasan dan hak asasi
manusia. Padahal, jika ini dibiarkan maka akan semakin menghancurkan tatanan
demokrasi dan nilai-nilai luhur di masyarakat. Selain itu, perkumpulan yang negatif
seperti LGBT nyata-nyata membuat dan menimbulkan keresahan di masyarakat luas.
"Hal tersebut sangat memprihatinkan dan sangat miris. Padahal kebebasan individu
atau kelompok dibatasi dengan melihat kepada hak individu atau kelompok lain juga,"
ujar Hidayat.
Dia mengatakan, kebebasan berpendapat atau berserikat harus melihat kepada agama
dan nilai-nilai luhur bangsa. Dalam UUD pasal 28 J, disebutkan negara menjamin
kebebasan HAM sesuai dengan ayat 1. Namun, dalam pasal 2 tegas dinyatakan bahwa
pemberlakuan HAM harus tunduk kepada pembatasan yang diatur dalam UUD yakni
harus menghormati nilai-nilai agama dan nilai luhur bangsa. "Intinya kita semua
menghormati hak asasi manusia siapapun itu tapi tidak dalam semangat dan jalur
liberalisasi," tegas Hidayat.
Berikan tanggapan terhadap contoh kasus yang di berikan berikut, selain itu carilah
artikel atau kondisi di lingkungan sekitarmu terkait penyimpanan kebebasan oleh
masyarakat atau individu!
45

Sumber

Anonim. 2012. Diakses pada: http://paradigmakaumpedalaman. blogspot. co.


id/2012/02/kebebasan-rohani. html pada tanggal 7 Maret 2016.

Antara News. com. LGBT contoh kebebasan yang kebablasan. Diakses pada link: http://www.
antaranews. com/berita/546229/wakil-ketua-mpr-nilai-gerakan- lgbt-contoh-kebebasan-
yang-kebablasan pada tanggal 7 Maret 2016.

Bebas menentukan pilihan. 2014. Diakses pada link: http://image. slidesharecdn.


com/iltlifeischoice-140107014756-phpapp02/95/life-is-choice-hidup-penuh-pilihan-2-
638. jpg?cb=1389059336 pada tanggal 08 Maret 2016

Benar atau salaha. 2016. Diakses pada link: http://jagobatkuat. com/wp-


content/uploads/2014/05/Benar-Salah-dalam-Investasi-300x225. png pada tanggal 08
Maret 2016.

Bertens, K. 2007. Etika. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

David, Ferly. 2012. Kebebasan dan Tanggung Jawab. Diakses pada link http://rudy-
wawolumaja. lecturer. maranatha. edu/wp-content/uploads/2012/02/3-Kebebasan-
Tanggungjawab. ppt. pada tanggal 8 Maret 2016

Franz Magnis Suseno. 1985. Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.

Gambar anjing dan anak. Diakses pada link: http://anjingvibe. com/mengenalkan-anak-pada-


anjing/ pada tanggal 8 Maret 2016.

Gambar etika mengirim pesan. 2016. Diakses pada link: http://uin-suka. ac.
id/page/pengumuman/detail/986/etika-mengirim-pesan-yang-baik-pada-dosen pada
tanggal 08 Maret 2016.

Gambar HAM. 2016. Diakses pada link: http://gdb. voanews. com/E3C9DCF1-7A26-4FC5-


81DE-76B71777F4A5_mw1024_s_n. jpg pada tanggal 08 Maret 2016.

Gambar Kebebasan Indivisdu. 2016. Diakses pada link: http://images. slideplayer.


info/7/1940851/slides/slide_15. jpg pada tanggal 08 Maret 2016.

Gambar kebebasan sosial. 2016. Diakses pada link: https://ervannur. files. wordpress.
com/2010/11/multiculturalism. jpg pada tanggal 08 Maret 2016.

Kurniawan, Aris. 2010. Ego dan Moralitas. Arisk File.

Machmud I & Rumate F A. 2005. Etika dan Prilaku. Universitas Hasanuddin. Makassar

Muttaqien, Naufal. 2015. Diakses pada link: http://www. kompasiana.


com/nopalmtq/mengenal-arti-kata-tanggung-jawab_5529e68b6ea8342572552d24 pada
7 Maret 2016.
46

Mustari, Mohamad. 2014. Nilai Karakter Refleksi Untuk Pendidikan. Rajafindo Persada.
Jakarta.

Tribun Timur. 2016. Gambar Demo Mahasiswa. Diakses pada link: http://cdn-2. tstatic.
net/tribunnews/foto/bank/images/20130619_demo-mahasiswa-tolak-kenaikan-harga-
bbm-di-bandung_3372. jpg pada tanggal 6 Mei 2016.
47

BAB IV
ETIKA DAN MORAL DALAM MASYARAKAT

Gambar 4. 1. Seorang anak mencium tangan orang tuanya sebelum berangkat ke sekolah
(sumber: https://www. google. co. id)

Etika dalam kehidupan bermasyarakat adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia
dalam kehidupan bermasyarakat antara sesama dan menegaskan mana yang benar dan mana
yang salah. Etika dalam masyarakat berkembang sesuai dengan adat istiadat, kebiasaan, nilai
dan pola perilaku manusia. Sehingga etika pada umumnya adalah segala jenis hukum yang
mengatur moral, adat dan kesopanan dalam bermasyarakat.
Dalam bersosialisasi di masyarakat, manusia memerlukan etika sebagai pedoman dalam
berkata, berpikir dan melakukan suatu kebiasaan yang baik untuk dianut sehingga dapat
diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Maka dari itu, pemahaman akan etika
dalam kehidupan bermasyarakat sangat penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Etika bermasyarakat memiliki tiga hal yang harus terus diamalkan: (1) saling tolong-
menolong; (2) saling mengingatkan; (3) bersikap toleran. Hal tersebut adalah dasar penerapan
etika dalam bergaul di masyarakat. Selain itu, etika juga mempunyai kepentingan sendiri untuk
menciptakan pergaulan yang harmonis di tengah masyarakat plural. Secara lebih khusus
pentingnya etika dalam bermasyarakat adalah sebagai berikut:
1. Etika dapat membuat seorang manusia bersikap empati;
2. Etika membuat seorang manusia memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dan menghargai
kehidupannya;
3. Etika memberikan self-control bagi manusia agar dapat menyadari apa yang sedang ia
lakukan dan tahu apa yang seharusnya dilakukan;
4. Etika mengajarkan agar manusia dapat mawas diri artinya manusia memperhitungkan
apa yang akan dilakukannya dan bagaimana pandangan orang lain terhadap perilakunya.
A. Manfaat Etika dalam Kehidupan Masyarakat
48

Sebagai makhluk sosial, kita harus paham arti pentingnya etika dalam kehidupan
masyarakat dan pergaulan, sebab masing-masing orang selalu punya kebiasaan serta sifat yang
berbeda sehingga harus bias memposisikan diri sistem kehidupan sosial yang baik agar tidak
menimbulkan kerugian bagi orang lain.
Manfaat memahami etika dalam masyarakat dapat digambarkan sebagai berikut.
1. Adanya rasa saling menghargai antar tetangga dalam kehidupan bermasyarakat
2. Kehidupan bertetangga akan lebih hangat dan harmonis
3. Terciptanya kerukunan, rasa saling tolong menolong dan rasa gotong royong antar
sesama
4. Timbulnya rasa empati kepada sesama tetangga
5. Timbulnya keorganisasian yang memiliki manfaat bagi kehidupan masyarakat
6. Terhindar dari berbagai konflik yang berarti
7. Etika membuat seorang manusia memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dan
menghargai kehidupannya
8. Etika memberikan self control bagi manusia agar dapat menyadari apa yang sedang ia
lakukan dan tahu apa yang seharusnya dilakukan
9. Etika mengajarkan agar manusia dapat mawas diri artinya manusia memperhitungkan
apa yang akan dilakukannya dan bagaimana pandangan orang lain terhadap
perilakunya.
B. Peranan Etika dan Moral dalam Kehidupan Bermasyarakat
Dalam kehidupan bermasyarakat, etika memiliki peranan yang penting. Etika dalam
dunia pendidikan sudah dikenal sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi dan menjadi mata
pelajaran atau mata kuliah khusus yang mengajari bagaimana cara bersikap yang baik di
masyarakat. Oleh karena itu alumnus dari sekolah maupun perguruan tinggi manapun sudah
seharusnya memiliki pengetahuan moral yang tinggi, tetapi jika sebaliknya, alumnus tersebut
dapat digolongkan menjadi seseorang yang salah didik. Peranan etika sebagai suatu ilmu, dapat
dijadikan sebagai himpunan teori moral, yang dapat dipraktekkan dalam pergaulan hidup
sehari-hari. Bila masyarakat sudah bersedia mematuhinya, maka terbentuklah norma-norma
yang digariskan sebagai "suatu hukum moral” dan bersifat mengikat dan etika dapat menjadi
unsur pembantu dalam ilmu-ilmu sosial lainnya, terutama pada ilmu hukum dengan objek
utamanya yaitu manusia.
Sebagai suatu teori, etika juga diperkaya oleh praktek nyata dalam kehidupan
masyarakat. Dengan demikian antara teori dan praktek, dapat saling menyokong
dalam pembinaan moral masyarakat. Tugas utama dari etika itu adalah untuk menentukan
kebenaran tentang masalah moral dan bagaimana pandangan atau tanggapan umum terhadap
norma-norma moral yang telah digariskan dalam kehidupan masyarakat. Etika menuntut setiap
orang untuk bersikap rasional terhadap semua norma yang pada akhirnya membentuk manusia
menjadi lebih otonom dan memberi kemungkinan kepada kita untuk mengambil sikap serta
ikut menentukan arah perkembangan masyarakat. Etika menyelidiki pernyataan- pernyataan
moral yang merupakan perwujudan dari pandangan dan persoalan dalam bidang moral. Etika
49

menjadi tolak ukur dalam menghadapi berbagai perbedaan moral yang ada di masyarakat.
Sehingga masyarakat dapat berargumentasi secara rasional dan kritis serta dapat mengambil
sikap wajar dalam menghadapi sesamanya.
Menurut Suhartono (2007) Ada tiga komponen moral dan etika bermasyarakat yang perlu
dibina untuk dikembangkan secara berkelanjutan. Pertama, kesadaran moral. Fakta
membuktikan bahwa potensi individual bersifat terbatas. Padahal eksistensi kehidupan
manusia terarah pada suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, manusia wajib
mempertahankan dan mengembangkan eksistensi kehidupannya itu. Atas keterbatasannya itu,
mendorong munculnya suatu kesadaran moral setiap individu untuk membangun kehidupan
bermasyarakat. Sadar akan segala keterbatasannya, mereka memadukan keberagaman potensi
individual yang mereka miliki dalam bentuk sistem kerja-sama, sehingga menjadi satu
kekuatan sosial untuk mencapai tujuan kesejahteraan umum. Adapun kesejahteraan umum
bukan hanya berlaku secara kolektif saja, melainkan juga bagi seluruh individu anggotanya.
Jadi, kesadaran moral mendorong terbentuknya suatu keterikatan sosial dalam bentuk kerja
sama dalam kehidupan bermasyarakat. Atas kesadaran moral itulah kemudian berfungsi
menjadi satu wawasan bagi seluruh individu dalam bermasyarakat.
Kedua, kreativitas dalam reproduksi. Wawasan sosial tersebut, selanjutnya mendorong
kehidupan bermasyarakat untuk meningkatkan kreativitas dan produktivitas. Kreativitas
kehidupan suatu masyarakat sangat ditentukan oleh lapisan sosial golongan tengah (middle
class). Golongan ini adalah kaum intelektual yang berkompeten dalam teori dan sistem
pemberdayaan IPTEK. Atas kompetensinya itu, mereka bersinergi dalam berkreativitas untuk
meningkatkan produksi pangan, sandang, papan, dan alat perlengkapan hidup lainnya. Jadi,
atas potensi kreatifnya itu, kehidupan masyarakat menjadi lebih maju, kreatif, produktif, dan
mandiri di masa depan, sehingga, bukan menjadi masyarakat bergantung, melainkan
masyarakat otonom yang mampu mengelola kehidupan atas kemampuan sendiri.
Ketiga, pengendalian perilaku dalam berproduksi. Teknologi dan perindustrian, memiliki
kekuatan pelipatgandaan dalam berproduksi, tetapi perlu diingat bahwa karakteristik
berproduksi seperti itu, berakibat eksploratif dan eksploitatif terhadap sumber daya alam,
sehingga ekosistem bisa terancam. Untuk itu, di dalam kehidupan bermasyarakat baik pada
taraf individual maupun kelembagaan sosial secara moral dan etika bertanggung -jawab atas
perilaku berproduksi. Secara moral dan etika, tujuan meningkatkan produktivitas tidak ada lain
kecuali untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi totalitas kemasyarakatan. Bukan
berproduksi dengan cara menguras habis sumber daya alam, tetapi menurut azas keadilan
(renewable).
Jadi, kesadaran moral yang kuat mendorong kreativitas untuk berproduksi secara
terkendali menurut norma-norma etika ke arah terbentuknya kehidupan masyarakat
berkeadilan. Oleh sebab itu, tiga pilar moralitas dan etika tersebut wajib ditanam dibina dan
dikembangkan di dalam diri setiap individu melalui pendidikan keluarga, pendidikan sekolah
dan pendidikan bermasyarakat. Jika berhasil, maka konflik kepentingan antara paham
individualisme dan kolektivisme justru menjadi energi sosial untuk mendorong pertumbuhan
kehidupan masyarakat berkeadilan. Di dalam masyarakat berkeadilan, setiap individu
mendapat keleluasaan berdinamika untuk mengoptimalkan potensi dirinya menjadi seorang
individu berkepribadian ideal. Sebaliknya, dengan demikian otomatis masyarakat menemukan
jati dirinya yaitu sebagai suatu sistem manajemen sosial.
50

Beberapa penerapan etika dalam kehidupan masyarakat dapat dilihat sebagai berikut:
1. Membiasakan mengucapkan salam jika bertemu muka dengan orang lain seperti
(assalamualaikum “jika Muslim”, selamat pagi, siang atau malam, apa kabar, dsb).
Atau dapat juga dengan melambaikan tangan dan menganggukkan badan tersenyum.
2. Bertutur kata dalam pergaulan sehari-hari menggunakan bahasa yang sopan mudah
dimengerti dan benar. Arahkan mata pada lawan bicara, tidak memotong
pembicaraan orang lain kecuali bila terpaksa, namun harus diawali dengan
permintaan maaf. Jangan berbicara dengan seseorang sambil mengerjakan pekerjaan
lain.
3. Apabila dalam pertemuan, menghindari bicara secara berbisik-bisik dengan
seseorang. Menghindari membicarakan orang atau topik yang belum jelas
kebenarannya.
4. Dalam bertetangga, mengusahakan menjalin dan menjaga hubungan baik.
Memberikan pertolongan dan perhatian kepada tetangga yang terkena musibah
dalam batas-batas yang wajar. Menetapkan pola hidup peduli terhadap lingkungan
misalnya membersihkan halaman, selokan dan sampah. Jika ingin
menyelenggarakan acara, sebaiknya tetangga diberitahu agar tidak merasa
terganggu.
5. Membiasakan berempati terhadap orang lain yang terkena musibah dengan
menjenguk jika sakit, mengunjungi rumahnya dan memberikan semangat serta
mendoakannya.
C. Etika dan Moral dalam Pendidikan Bermasyarakat
Sejak lahir, manusia menyandang sifat labil. Meski di dalam sifat labil terkandung ng
potensi dinamis, tetapi jika tidak mendapat binaan secara tepat justru bisa merusak kehidupan.
Di balik ke-labil-an itu terlihat jelas bahwa pendidikan menjadi tuntutan kodrat manusia.
Manusia siapapun, di manapun berada, sampai kapanpun wajib berpendidikan di dalam
menghadapi setiap peri-kehidupannya. Dari sisi pendidikan, dalam kehidupan bermasyarakat
terkandung sistem interaksi menyatukan dalam bentuk saling didik -mendidik antara pihak
yang satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama. Di balik fakta itu, ada
keberagaman potensi individual. Seseorang yang lebih menguasai bidang tertentu, wajib
mendidik yang lain dan sebaliknya ia harus siap untuk mendapat didikan orang lain yang lebih
menguasai bidang yang berbeda.
Fakta ikatan sosial saling mendidik, menunjukkan bahwa di dalam pendidikan
terkandung benih moral, berupa dorongan sosial setiap orang untuk saling berbuat baik.
Dengan sistem hubungan ko-eksistensial saling mendidik, berarti nilai kebenaran menyebar
dan berkembang sehingga kehidupan bermasyarakat menjadi dinamis ke arah kemajuan. Hal
itu berarti di balik dorongan moral saling mendidik juga menunjukkan adanya keadilan sosial.
Kemudian, nilai keadilan sosial itu di dalam pendidikan dikembangkan menjadi suatu sistem
filsafat perilaku yaitu etika. Seorang tokoh pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara
(Hasbullah, 2001) mengartikan pendidikan yaitu: “menuntun segala kekuatan kodrat yang ada
pada anak -anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat
mencapai keselamatan d an kebahagiaan yang setinggi-tingginya”.
51

Adapun kekuatan kodrat dimaksud, tampaknya lebih berada pada tiga potensi kejiwaan
rasa, cipta dan karsa. Pembinaan ketiga potensi kejiwaan, diyakini bisa menumbuhkan nilai
keadilan, sehingga bisa mencapai baik kebahagiaan individual maupun sosial di dalam
kehidupan bermasyarakat. Sehubungan dengan pendapat tersebut, Suhartono (2006), secara
filosofis menjelaskan bahwa pendidikan adalah persoalan tentang sistem proses perubahan
menuju pendewasaan, pematangan atau pencerdasan tiga potensi kejiwaan manusia yaitu rasa,
cipta dan karsa. Karena itu, ruang lingkup pendidikan mencakup tiga hal yaitu: 1) pencerdasan
spiritual, menumbuhkan kesadaran tentang asal -mula, tujuan, dan eksistensi kehidupan, 2)
pencerdasan intelektual, membina kemampuan akal agar mampu memecahkan setiap persoalan
yang muncul di sepanjang kehidupan, 3) pencerdasan moral, membimbing setiap perilaku agar
selalu bernilai bagi tujuan kehidupan.
Jika pendidikan berhasil membina ketiga kecerdasan tersebut, maka seorang individu
menjadi terdidik. Orang yang terdidik memiliki kesadaran tentang dari mana asal mula dan
tujuan kehidupan. Berdasar kesadaran itu, manusia harus kreatif dan produktif dalam menjalani
kehidupan dan mau bersikap dan berperilaku adil di sepanjang hidupnya. Jadi nilai -nilai moral
dan etika perlu ditanamkan di dunia pendidikan dan dikembangkan di dalam kehidupan sosial
pada umumnya. Sebagai sistem, masyarakat seharusnya berkharakteristik mendidik agar
dinamika sosial berkembang menurut dorongan moral (hati nurani individual) dan nilai –nilai
etika. Karena, dengan jiwa mendidik berarti setiap pihak bermoral belajar, dan hanya dengan
belajar suatu kemajuan dapat diraih. Sedemikian rupa sehingga setiap individu sadar atas
kewajiban sosial apa yang harus dilakukan demi keutuhan masyarakatnya, dan masyarakat
secara etis bertanggung-jawab atas kewajiban setiap individu itu. Itulah landasan dasar
pendidikan untuk mendirikan sebuah masyarakat terdidik, masyarakat berbudaya yang
berkeadilan.
D. Pelanggaran Etika dalam Masyarakat.
Etika sebagai sebuah nilai yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah laku di dalam kehidupan kelompok tersebut, tentunya tidak akan terlepas
dari tindakan-tindakan tidak etis. Tindakan tidak etis yang dimaksudkan di sini adalah tindakan
melanggar etika yang berlaku dalam lingkungan kehidupan tersebut. adapun beberapa hal yang
membuat seseorang melanggar etika antara lain:
1. Kebutuhan Individu: Kebutuhan seringkali adalah hal utama yang mempengaruhi
seseorang untuk melakukan pelanggaran, misalnya seorang anak rela mencuri untuk
mendapatkan uang demi untuk membayar uang tunggakan sekolah. Seorang bapak yang
akhirnya tewas dihakimi massa gara-gara mengambil susu dan beras di swalayan untuk
menyambung hidup bayi dan istrinya. Karyawan sebuah pabrik yang bertindak anarkis,
karena THR belum juga dibayarkan, padahal sudah melebihi jadwal yang ditentukan
pemerintah, dan lain-lain
2. Tidak Ada Pedoman: Ketika masyarakat dihadapkan pada persoalan yang belum jelas
aturannya, maka mereka melakukan interpretasi sendiri atas persoalan yang dialami.
Contohnya pembangunan rumah kumuh di pinggir rel kereta api, di bawah jembatan
layang, di tanah kosong. Hal ini dikarenakan belum adanya perda ataupun ketentuan
mengikat yang memberikan kejelasan bahwa daerah tersebut tidak boleh ditempati dan
dibangun pemukiman liar. Sehingga masyarakat menginterpretasikan, bahwa lahan
kosong yang tidak digunakan boleh dibuat tempat tinggal, apalagi mereka bagian dari
52

warga Negara. Sehingga pada saat tiba waktunya untuk membersihkan, maka sudah
terlalu komplek permasalahanya dan sulit dipecahkan.
3. Perilaku dan Kebiasaan Individu: kebiasaan yang terakumulasi dan tidak dikoreksi akan
dapat menimbulkan pelanggaran. Contohnya; anggota DPR yang setiap menelurkan
kebijakan selalu ada komisi atau uang tips, ataupu ada anggota yang tidup pada saat
sidang berlangsung. Hal demikian ini salah dan keliru. Namunkarena teklah dilakukan
bertahun-tahun, dan pelakunya hampir mayoritas, maka perilaku yang menyimpang tadi
dianggap biasa, tidak ada masalah.
4. Lingkungan Yang Tidak Etis: Lingkungan yang memiliki daya dukung moral yang
buruk, akan mampu membuat seseorang menjadi menyimpang perilakunya untuk tidak
taat terhadap pedoman yang berlaku. Contonya seorang residivis kambuhan, yang selalu
keluar masuk penjara. Dalam penjara yang notabene merupakan tempat yang kurang
baik, maka mempebgaruhi pola pikir seseorang. Sehingga setiap kali dia masuk penjara,
ketika keluar telah memiliki informasi, keahlian, ketrampilan yang baru untuk dapat
menyempurnakan tndakan kejahannya.
5. Perilaku Orang yang Ditiru: Dalam hal ini, ketika seseorang melakkan pelanggaran
terhadap etika, dapat juga karena dia mengimitasi tindakan orang yang dia pandang
sebagai tauladan. Seoarng anak yang setiap hari melihat ibunya dipukuli oleh bapaknya,
maka bisa jadi pada saat dalam pergaulan, si anak cenderung kasar baik dalam perkataan
ataupun perbuatan. Dan itu semua dia dapatkan dari pengamatan dirumah yang
dilakuakan oleh bapaknya.
Pelanggaran etika dalam kehidupan masyarakat sering kita temui dalam kehidupan sehar-
sehari. Beberapa contoh pelanggaran etika dapat kita lihat sebagai berikut:
a) Pelanggaran berlalu lintas

Gambar 4. 2. Tampak mobil yang diparkir di sembarang tempat


(Sumber: https://dhani050711. wordpress. com)

Pelanggaran lalu lintas adalah perilaku demi kepentingan ataupun keuntungan


pibadi. Pelanggaran berlalulintas Sekarang banyak orang yang melanggar Lalu lintas.
Mulai Dari menerobos lalulintas hingga melawan arah arus lalu lintas. Pelaknya
53

mulai dari anak-anak hinga orang dewasa, berjenis laki-laki dan perempuan. Contoh
pelanggaran lalulintas yang sering kita jumpai yaitu menggunakan telepon sambil
mengendarai kendaraan, memacu kendaraan di atas kecepatan yang diperbolehkan,
menerobos lampu merah, parkir di sembarang tempat dan tidak menggunakan helm.
b) Tidak menjaga prilaku terhadap orang yang lebih tua

Gambar 4. 3. Seorang anak yang tidak mendengarkan orang tua


Sumber: https://www. google. co. id/search?biw

Dalam kehidupan modern ini perilaku anak tampaknya sekarang cenderung


kehilangan etika dan sopan santun kepada orang tua. Dalam budaya leluhur kita
dahulu bahkan berjalan melewati orangtua saja harus membungkuk, membantah atau
berkata keras saja sudah merupakan tindakan buruk. Memang, untuk hormat kepada
orangtua tidak harus menyembah atau membungkuk terlalu dalam, tetapi paling tidak
etika dan kesopanan terhadap orangtua harus tetap dijunjung tinggi.
c) Membuang sampah bukan pada tempatnya

Gambar 4. 4. membuang sampah di pinggir jalan


Sumber: https://www. google. co. id/search?biw

Perilaku membuang sampah sembarangan ini, tidak mengenal tingkat


pendidikan maupun status sosial. Keberadaan sampah di kehidupan sehari-hari tak
lepas dari tangan manusia yang membuang sampah sembarangan, mereka
menganggap barang yang telah dipakai tidak memiliki kegunaan lagi dan membuang
54

dengan seenaknya sendiri. Kurang kesadaran akan pentingnya kebersihan menjadi


faktor yang paling dominan, di samping itu kepekaan masyarakat terhadap
lingkungan harus dipertanyakan. Mereka tidak mengetahui bahaya apa yang akan
terjadi apabila tidak dapat menjaga lingkungan sekitar. Salah satu bentuk perilaku
membuang sampah. Pada masyarakat adalah dengan membuang sampah di sungai
d) Tidak melakukan budaya antri

Gambar 4. 5. Ilustrasi suasana antri dalam kondisi apapun


Sumber: http://1. bp. blogspot. com

Antri merupakan kegiatan di tempat-tempat tertentu dimana sekumpulan orang


harus mematuhi urutan untuk mendapat giliran memperoleh kesempatan atau barang
tertentu. Mengantri merupakan sebuah perilaku yang sederhana namun dapat
berdampak dalam kehidupan sosial sebuah Negara. Budaya mengantri di Indonesia
masih jauh dari ketertiban. Di Indonesia budaya mengantri masih di rasa tidak
penting. Banyak masyarakat Indonesia yang masih tidak mengerti bahwa dengan
mengantri kita dapat memperlancar proses antri itu sendiri. Ketika banyak
masyarakat Indonesia tidak patuh terhadap aturan tertulis maupun tidak tertulis untuk
mengantri maka sering terjadi kesemrawutan bahkan kericuhan. Untuk mengatasi
kesemrawutan dan kericuhan yang sering terjadi ketika banyak orang yang
menginginkan hal yang sama maka perlu ditanamkan budaya antri sejak dini.

e) Merokok ditempat umum


55

Gambar 4. 6. tampak 2 orang yang merokok di non smoking area


Sumber: https://mandacutie. files. wordpress. com

Perilaku merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok


dengan menggunakan pipa atau rokok (Sari, dkk. 2003) Interaksi antara perokok aktif
dengan perokok pasif ini biasanya terjadi di tempat-tempat umum, seperti misalnya
stasiun kereta api, terminal, di dalam bus kota, dll. Di tempat-tempat seperti ini, tidak
ada pembatas antara ruangan yang diperuntukkan bagi perokok dengan yang bukan
perokok, sehingga asap yang dikeluarkan akan terhisap tidak hanya oleh perokok itu
sendiri tetapi juga juga oleh orang lain yang berada di sana. Mereka menghisap asap
rokok tanpa mereka inginkan. Itulah sebabnya mereka disebut. dengan perokok pasif.
Dalam konteks ini, pemahaman terhadap kondisi atau keadaan orang lain sangat
dibutuhkan oleh perokok, terutama pada saat mereka berada di tempat umum.
E. Etika dan Moral Terhadap Lingkungan

Gambar 4. 6. kerusakan lingkungan akibat ulah manusia yg tidak memahami etika


lingkungan
Sumber: https://www. google. co. id/imgres?imgurl
Masalah kerusakan lingkungan hidup dan akibat-akibatnya yang ditimbulkan bukanlah
suatu hal yang asing lagi di telinga kita. Dengan mudah dan sistematis kita dapat menunjuk
dan mengetahui apa saja jenis kerusakan lingkungan hidup itu dan apa saja akibat yang di
timbulkanya. Misalnya; dengan cepat dan sistematis kita dapat mengerti bahwa eksploitasi
alam dan penebangan hutan yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan bencana banjir, tanah
longsor, dan kelangkaan air bersih; membuang limbah industri ke sungai dapat menyebabkan
kematian ikan dan merusak habitatnya; penggunaan dinamit untuk menangkap ikan dapat
56

merusak terumbu karang dan biota laut dan masih banyak lagi daftar sebab akibat yang biasa
terjadi dalam lingkungan hidup kita. Yang menjadi masalah adalah bahwa pengetahuan yang
sama atas pengenalan kerusakan lingkungan hidup dan akibat yang ditimbulkan tersebut tidak
terjadi dalam pemeliharaan dan perawatan lingkungan hidup.
1. Masalah Etika terhadap Lingkungan
Masalah lingkungan hidup menjadi masalah etika karena manusia seringkali “lupa”
dan kehilangan orientasi dalam memperlakukan alam. Karena “lupa” dan kehilangan
orientasi itulah, manusia lantas memperlakukan alam secara tidak bertanggungjawab.
Dalam keadaan seperti itu, mereka juga tidak lagi menjadi kritis. Oleh sebab itu pendekatan
etis dalam menyikapi masalah lingkungan hidup sungguh sangat diperlukan. Pendekatan
tersebut pertama-tama dimaksudkan untuk menentukan sikap, tindakan dan perspektif etis
serta managemen perawatan lingkungan hidup dan seluruh anggota ekosistem di dalamnya
dengan tepat. Maka sudah sewajarnya jika saat ini dikembangkan etika lingkungan hidup
dengan opsi “ramah” terhadap lingkungan hidup.
Pada umumnya orang lebih suka menggunakan etika human-centered (berpusat pada
manusia) dalam memperlakukan lingkungan hidup. Malalui pendekatan etika ini, terjadilah
ketidakseimbangan relasi antara manusia dan lingkungan hidup. Dalam kegiatan praktis,
alam kemudian dijadikan “obyek” yang dapat dieksploitasi sedemikian rupa untuk
menjamin pemenuhan kebutuhan manusia. Sangat disayangkan bahwa pendekatan etika
tersebut tidak diimbangi dengan usaha-usaha yang memadai untuk mengembalikan fungsi
lingkungan hidup dan makhluk-makhluk lain yang ada di dalamnya. Dengan latar belakang
seperti itulah kerusakan lingkungan hidup terus menerus terjadi hingga saat ini.
Menghadapi realitas kerusakan lingkungan hidup yang terus terjadi, rasanya
pendekatan etika human-centered tidak lagi mamadai untuk terus dipraktikan. Artinya, kita
perlu menentukan pendekatan etis lain yang lebih sesuai dan lebih “ramah” terhadap
lingkungan hidup. Jenis pendekatan etika yang kiranya memungkinkan adalah pendekatan
life-centered (berpusat pada kehidupan). Pendekatan etika ini dianggap lebih memadai
karena dalam praksisnya tidak menjadikan lingkungan hidup dan makhluk-makhluk di
dalamnya sebagai obyek yang begitu saja dapat dieksploitasi. Sebaliknya, pendekatan etika
ini justru sungguh sangat menghargai mereka sebagai “subyek” yang memiliki nilai pada
dirinya. Mereka mempunyai nilai tersendiri sebagai anggota komunitas kehidupan di bumi.
Nilai mereka tidak hanya di tentukan dari sejauh mana mereka memiliki kegunaan bagi
manusia. Mereka memiliki nilai kebaikan tersendiri seperti manusia juga memilikinya, oleh
karena itu mereka juga layak diperlakukan dengan respct seperti yang kita lakukan terhadap
manusia.
Etika lingkungan hidup juga dipahami sebagai refleksi kritis atas norma-norma dan
prinsip atau nilai moral yang selama ini dikenal dalam komunitas manusia untuk diterapkan
secara lebih luas dalam komunitas biotik dan komunitas ekologi. Etika lingkungan
merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam mengusahakan terwujudnya
moral lingkungan.

2. Masalah moral terhadap Lingkungan


57

Dalam kehidupan sehari-hari tindakan moral adalah tindakan yang paling menentukan
kualitas baik buruknya hidup seseorang. Agar tindakan seseorang memenuhi kriteria moral
yang baik, seseorang harus mendasarkan tindakan pada prinsip-prinsip moral secara tepat.
Kita dapat menemukan konsep moral yang lebih memadai bagi manusia dalam menentukan
sikap, tindakan dan perspektifnya terhadap lingkungan hidup dan makhluk non-human.
Tidak ada alasan yang berarti untuk melakukan eksploitasi terhadap makhluk non-human.
Yang perlu disadari bahwa sering kali yang menjadi masalah bukan karena manusia
tidak tahu bagaimana cara menghargai makhluk non-human dan mamandangnya sebagai
makhluk yang tidak memiliki nilai intrinsik pada dirinya, tetapi sebagian manusia terlalu
sering menggunakan ukuran kemanusiaanya untuk dikenakan terhadap makhluk hidup di
luar dirinya. Standar yang mereka berlakukan kadang kala tidak tepat sehingga merugikan
peran dan keberadaan makhluk non-human.
3. Kearifan lokal dalam mewujudkan etika dan moral lingkungan
Indonesia memiliki bermacam kebudayaan termasuk kearifan lokal yang terkait
dengan pelestarian lingkungan. Kearifan local selain berasal dari warisan generasi
sebelumnya juga dapat merupakan kearifan yang belum lama muncul dalam suatu
komunitas sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan alam, masyarakat dan budaya lain.
Oleh karena itu kearifan lokal tidak selalu bersifat tradisional, karena juga dapat
mencangkup kearifan masa kini yang maknanya lebih luas dari kearifan tradisional.
Kearifan lokal mencakup berbagai pengetahuan, pandangan, nilai serta praktik dari
suatu komunitas, baik yang diperoleh dari generasi sebelumnya maupun yang didapat oleh
komunitas tersebut pada masa kini yang tidak berasal dari generasi sebelumnya. oleh karena
itu kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai perangkat pengetahuan dan praktik suatu
komunitas, baik berasal dari generasi sebelumnya maupun pengalaman berhubungan
dengan lingkungan dan masyarakat lainya. Namun kearifan lokal seperti itu juga terancam
tereliminasi oleh gaya hidup matrealistis-hedonis yang konsumtif mengejar kesenangan
duniawi semata. Fenomena seperti itu sangat terlihat di perkotaan, dengan adanya para
profesional yang berorientasi bisnis dan kurang peduli lingkungan. Pada jaman tanpa batas
ini, kebudayaan asing akan semakin gencar memporak-porandakan kearifan lokal indonesia.
Pada dasarnya, kearifan lokal bangsa Indonesia terbukti memberikan sumbangsih
terhadap pelestarian lingkungan dengan mengaitkan etika dan moral lingkungan. Falsafah
kearifan lokal yang pro lingkungan hidup, seperti di jawa terkenal dengan Hamemayu
Hayuning Bawana, di Bali dengan Tri Hita Karana dan Alam Terkembang Jadi Guru di
Tanah Minang. Kemudian ada juga berbagai kearifan tradisi, seperti Sasi di Maluku, Awig-
Awig di Nusa Tenggara, Bersih Desa di Jawa, Nyabuk Gunung di Sunda dan semua itu pro
dengan lingkungan.
Di Bali misalnya orang tidak diperbolehkan menebang pohon sembarangan karena di
yakini bahwa pohon-pohon tersebut digunakan sebagai tempat tinggal roh nenek moyang.
Sehingga terlihat pohon-pohon tersebut diberi kain putih sebagai tanda pengkeramatanya.
Di kecamatan Belik Pemalang, terdapat hutan yang masih banyak monyet hidup di sana dan
dipercayai bahwa barang siapa yang merusak hutan tersebut tidak akan dapat kembali. Sama
halnya di pulau Karimunjawa terdapat kepercayaan jika mengambil sesuatu dari pulau
tersebut tidak akan kembali dengan selamat, dan juga pohon Dewandaru yang dipercaya
mengandung unsur mistis. Hal-hal tersebut diagungkan oleh penduduk setempat dan para
58

pendatang atau turis baik domestik maupun mancanegara juga harus mempercayai hal
tersebut selama dia berada di tempat itu. Hal tersebut merupakan kearifan lokal yang berupa
mitos yang di percayai oleh warga setempat, diwarisi dari nenek moyang melalui sejarah
lesan. Secara ilmiah adanya foklor seperti di atas karena usaha dari sang empunya cerita
untuk menjaga dan melestarikan alam.
Sebagai kesatuan sosial, kearifan lokal yang mempengaruhi etika dan moral tersebut
akan menjadi kebutuhan utama dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Namun
dalam penyelenggaraanya perlu ditunjang oleh kearifan-kearifan institusi dan selaras
dengan sosil budaya masyarakat. Institusi tersebut juga seyogyanya dapat mewakili praktik
kearifan dalam masyarakat. Konstitusi yang di bentuk juga hendaknya dapat mengakomodir
falsafah, norma, moral, dan etika yang berlaku dalam masyarakat.
F. Kesimpulan
Etika dalam masyarakat merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang adat istiadat
serta kebiasaan-kebiasaan baik di dalam kehidupan manusia yang mencakup tata sikap, tata
tutur dan tata pikir. Etika memiliki cakupan yang sangat luas dalam kehidupan manusia. Etika
dalam masyarakat berkembang sesuai dengan adat istiadat, kebiasaan, nilai dan pola perilaku
manusia terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya dalam kehidupan masyarakat.
Pemahaman mengenai etika memberikan banyak manfaat bagi kehidupan masyarakat,
contohnya saja timbulnya rasa saling menghargai satu sama lain, timbulnya rasa tolong-
menolong serta rasa empati terhadap sesama sehingga tercipta kehidupan yang harmonis, rukun
dan damai. Etika juga mengajarkan agar manusia dapat mawas diri artinya manusia
memperhitungkan apa yang akan dilakukannya dan bagaimana pandangan orang lain
terhadap perilakunya. Etika memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat baik
sebagai ilmu teori maupun sebagai praktek nyata dalam kehidupan bertetangga
dan bermasyarakat.
59

Tugas Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan etika dan moral dalam masyarakat ?
2. Jelaskan apa yang dilakukan sebagai seorang pelajar dalam menjaga etika lingkungan ?
3. Apa yang anda lakuka jika anda menemukan pelanggaran etika dalam lingkungan tempat
tinggal anda?
4. Temukan pelanggaran etika dan solusinya disekitar tempat tinggal anda, buatkan dalam
bentuk laporan studi kasus.
60

Sumber

Gambar 4. 1. diakses pada link: https://www. google. co.


id/search?q=etika+bawahan+terhadap+pimpinan&biw=979&bih=478&tbm=isch&tbo=u&so
urce=univ&sa=X&ved=0ahUKEwiuv4ejrrLLAhWBv44KHdBqDawQsAQIQQ#tbm=isch&q
=ETKA+DAN+MORAL+DALAM+MASYARAKAT pada tanggal 07 Maret 2016

Hasbullah. (2001). Dasar-dasar Ilmu Pendidik-an. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Anonym. (2010). Pentingnya Etika Bermasyarakt. Diakses pada link: http://yeremiateraa.


blogspot. co. id/2010/11/pentingnya-etika-bermasyarakat. html pada tanggal 07 Maret 2016

Anonym. (2016) Pentingnya Etika dalam Kehidupan Masyarakat dan Pergaulan diakses pada
link: http://www. bimbingan. org/pentingnya-etika-dalam-kehidupan-masyarakat. htm pada
tanggal 08 Maret 2016

Suhartono, S. (2006), Filsafat Pendi-dikan Yogyakarta: Ar-Ruzz.

Suhartono, S. , (2007) Kesadaran Moral Kehidupan Bermasarakat. Jurnal Masyarakat,


Kebudayaan dan Politik (MKP) Volume 20, No. 4, Universitas Airlangga

Anonym. (2011). Kearifan Lokal Mewujudnya Etika Dan Moral Lingkungan diakses pada
link: http://yasinta-sosant. blogspot. co. id/2011/12/kearifan-lokal-mewujudnya-etika-dan.
html 07 Maret 2016

Anonym. (2011). Contoh Pelanggaran Etika. Diakses pada link: http://lintang-damar.


blogspot. co. id/2011/10/contoh-pelanggaran-etika. html pada tanggal 08 Maret 2016

Gambar 4. 2. Mobil yang diparkir di sembarang tempat. Diakses pada link:


https://dhani050711. wordpress. com/2013/04/02/pelanggaran-etika-di-masyarakat/ pada
tanggal 07 Maret 2016

Gambar 4. 3. & 4. 4. Seorang anak yang tidak mendengarkan orang tua & membuang sampah
di sungai. Diakses pada link: https://www. google. co.
id/search?biw=1047&bih=511&tbm=isch&sa=1&q=gambar+pelanggaran+etika+terhadap+o
rang 08 Maret 2016

Gambar 4. 5 & 4. 6. Budaya Antri & Merokok ditempat umum. Diakses pada link: http://1.
bp. blogspot. com/-Z8clPVPBKbU/VWPsvr-
sSUI/AAAAAAAAAiI/LZlChlYQ86M/s1600/apapun_yang_terjadi_tetaplah_antri_by_ibora
rt-d4tn7e4. jpg pada tanggal 08 Maret 2016
61

BAB V
ETIKA DAN MORAL BERBANGSA DAN BERNEGARA

Sumber: http://ilovebondowoso. com/


Etika dan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia dapat digali dari
Pancasila yang merupakan dasar negara. Pancasila memancarkan nilai-nilai etika dan moral
yang harus ditumbuhkembangkan dan diimplementasikan oleh setiap individu warga negara
Indonesia. Pemahaman terhadap etika dan moral bangsa dewasa ini menjadi penting,
mengingat adanya krisis sosial, budaya, dan moral, yang terjadi terutama dapat disaksikan
dalam berbagai bentuk diorientasi ditengahi masyarakat kita. Setiap sikap dan perilaku di ruang
publik, harus mencerminkan nilai-nilai kebudayaan, agar cita-cita dan keutuhan masyarakat
tetap terjaga. Etika dan moral lahir dari nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, yang tujuannya
adalah menjalin kebersamaan, merawat kesatuan, dan mencapai kehidupan yang tenteram,
harmonis, dan sejahtera. Karenanya perlu ditanamkan sikap Nasionalisme, Patriotisme dan
Demokrasi yaitu sikap rela berkorban, cinta tanah air, kesetiaan terhadap negara dan sikap
keterbukaan merupakan modal utama bagi sebuah bangsa untuk menjadi bangsa yang maju dan
bermartabat.
A. Nasionalisme
1. Pengertian Nasionalisme
Asal kata Nasionalisme adalah nation yang berarti bangsa. Dalam, pengertian
antropologis dan sosiologis, Bangsa adalah suatu persekutuan hidup yang berdiri sendiri
dan masing-masing anggota persekutuan hidup merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama,
sejarah dan adat-istiadat. Sedangkan dalam pengertian politik adalah masyarakat dalam
suatu daerah yang sama, dan mereka tunduk pada kedaulatan negaranya sebagai suatu
kekuasaan tertinggi keluar dan ke dalam. Beberapa ahli memberikan pendapat mereka
terkait pengertian nasionalisme yaitu sebagai berikut:
a) Hans Kohn“ Nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan
tertinggi individu harus diserahkan kepada Negara kebangsaan”.
62

b) Nazaruddin Sjamsuddin “Nasionalisme adalah suatu konsep yang berpendapat


bahwa kesetiaan individu diserahkan sepenuhnya kepada Negara”.
Secara sederhana, nasionalisme dapat diartikan sebagai suatu paham yang
menganggap kesetiaan tertinggi atas setiap pribadi harus disertakan kepada Negara
kebangsaan (nation state) atau sebagai sikap mental dan tingkah laku individu maupun
masyarakat yang menunjukkan adanya loyalitas dan pengabdian yang tinggi terhadap
bangsa dan negaranya. Sementara Carlton Hayes membedakan empat arti nasionalisme:
1) Sebagai proses sejarah aktual, yaitu proses sejarah pembentukan nasionalitas
sebagai unit-unit politik, pembentukan suku dan imperium kelembagaan negara
nasional modern.
2) Sebagai suatu teori, prinsip atau implikasi ideal dalam proses sejarah aktual.
3) Nasionalisme menaruh kepedulian terhadap kegiatan-kegiatan politik, seperti
kegiatan partai politik tertentu, penggabungan proses historis dan satu teori politik.
4) Sebagai satu sentimen, yaitu menunjukkan keadaan pikiran di antara satu
nasionalitas.
Nasionalisme merupakan sebuah paham yang mana muncul tatkala kita diharuskan
untuk memilih pada diri kita akan status kebangsaan. Secara umum nasionalisme muncul
tatkala seseorang dihadapkan pada dua atau lebih pilihan yang mengharuskannya memilih
hal yang berkenaan dengan kewarganegaraan, suatu kelompok, yang secara khayal ada
keterikatan
Bentuk lain nasionalisme adalah revolusioner. Ia mengajak pengukuhan negara yang
merdeka sebagai tanah air bagi etnik yang dianggap kelas bawah. Di sini yang muncul
adalah pemberontakan-pemberontakan etnis yang tujuannya adalah pemisahan diri.

Gambar 5. 1 Revolusioner yang mencoba untuk memerdekakan diri


Sumber: http://www. bbc. com/

2. Prinsip-prinsip Yang Terkandung dalam Nasionalisme


Nasionalisme dalam arti luas adalah paham kebangsaan yang meletakkan kesetiaan
kesetiaan tertinggi individu terhadap bangsa dan tanah airnya dengan memandang
bangsanya itu merupakan bagian dari bagian lain di dunia. Nasionalisme dalam arti luas
63

mengandung prinsip-prinsip yaitu kebersamaan, persatuan dan kesatuan serta


demokrasi/demokratis.
a. Prinsip kebersamaan
b. Prinsip kebersamaan menuntut setiap warga negara untuk menempatkan kepentingan
bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan,
c. Prinsip persatuan dan kesatuan
d. Prinsip persatuan dan kesatuan menuntut setiap warga negara harus mampu
mengesampingkan pribadi atau golongan yang dapat menimbulkan perpecahan dan
anarkis (merusak), untuk menegakkan prinsip persatuan dan kesatuan setiap warga
negara harus mampu mengedepankan sikap: kesetiakawanan sosial, perduli terhadap
sesama, solidaritas dan berkeadilan sosial.
e. Prinsip demokrasi
f. Prinsip demokrasi memandang: bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan,
hak dan kewajiban yang sama, karena hakikatnya kebangsaan adalah adanya tekad
untuk hidup bersama mengutamakan kepentingan bangsa dan negara yang tumbuh dan
berkembang dari bawah untuk bersedia hidup sebagai bangsa yang bebas, merdeka,
berdaulat, adil dan makmur.
3. Nasionalisme, Bangsa dan Bernegara
Kaitan antara nasionalisme dengan bangsa dan negara amat jelas. Salah satu tujuan
perjuangan kaum nasionalis yang terutama adalah pembentukan negara bangsa (nation
state). Hertz berpendapat bahwa nasionalisme merupakan ideologi negara dan satu bentuk
tingkah laku dari suatu bangsa. Nasionalisme sebagai ideologi dibentuk berdasarkan
gagasan bangsa dan membuatnya untuk memberi fondasi kokoh bagi negara. Sebagai
ideologi, nasionalisme dapat memainkan tiga fungsi, yaitu mengikat semua kelas warga
bangsa, menyatukan mentalitas warga bangsa, dan membangun atau memperkokoh
pengaruh warga bangsa terhadap kebijakan yang diambil oleh negara. Nasionalisme
merupakan salah satu alat perekat kohesi sosial untuk mempertahankan eksistensi negara
dan bangsa. Semua negara dan bangsa membutuhkan nasionalisme sebagai faktor
integratif.
Kebangsaan atau bangsa dan negara mempunyai keterkaitan yang amat erat, antara
keduanya saling melengkapi. Jika kebangsaan lebih bersifat subjektif, maka negara lebih
bersifat objektif; kebangsaan bersifat psikologis sedangkan negara politis; kebangsaan
merupakan suatu keadaan berpikir, sedangkan negara adalah keadaan menurut hukum;
kebangsaan adalah milik yang bermakna spiritual, sedangkan negara adalah kewajiban
yang dapat dipaksakan; dan jika kebangsaan adalah cara untuk merasakan, berpikir dan
hidup, maka negara adalah keadaan yang tidak dapat dipisahkan dari cara hidup yang
berperadaban. Dengan kata lain bangsa atau kebangsaan dan negara seperti satu mata uang
dengan dua sisi yang berbeda tetapi tak terpisahkan. Antara negara dan bangsa bertemu
dalam satu wadah yang disebut negara bangsa. Ciri menonjol dari negara bangsa
mencakup: adanya bahasa bersama, asal usul yang sama, sejarah yang sama, ciri nasional
64

yang jelas dan ideologi yang sama dan cita-cita yang sama. Maka idealnya setiap bangsa
mempunyai negaranya sendiri.
4. Pendidikan Nasionalisme
Kita mesti menanamkan kepada generasi muda akan arti menjadi warga negara yang
baik, yaitu mereka yang menunjukkan kebanggaan dan kecintaan terhadap tanah air. Apa
yang menjadi indikasi bahwa kita menjadi nasionalis adalah di antaranya: menghargai jasa
para tokoh/pahlawan nasional, bersedia menggunakan produk dalam negeri, menghargai
keindahan alam dan budaya indonesia, hapal lagu-lagu kebangsaan, memilih berwisata
dalam negeri, dan lain-lain.
Dalam mengukuhkan dan mempertebal rasa nasionalisme kita, sudah semestinya kita
saling menasihati sesama kita apabila ada kesalahan dan kekhilafan. Demikian karena,
nasionalisme buta, hanya akan menimbulkan fanatisme nasionalistik, yang disebut dengan
chauvinisme. Kita harus tetapkan bahwa nasionalisme kita adalah nasionalisme yang
bersyarat, yaitu berada di jalur kebenaran dan keadilan.

Gambar 5. 2 Contoh Nasionalisme dengan Melaksanakan Upacara Bendera


Sumber: http://kokiers. com/

Rasa nasionalisme dikalangkan pelajar masa kini sangatlah menurun dan bahkan
jarang sekali ditemukan, contohnya pelajar-pelajar, mahasiswa satu sama lain saling
tawuran tanpa memikirkan persatuan dan kesatuan, tidak ada kerja sama dan bentrok antar
pelajar. Ada juga hal positif, yaitu pada saat kemerdekaan masih banyak pelajar yg antusias
mengikuti upacara bendera dengan tertib.
B. Patriotisme
Patriotisme berasal dari kata Patriot, yang artinya adalah pecinta dan pembela tanah air.
Sedangkan Patriotisme maksudnya adalah semangat cinta tanah air. Pengertian Patriotisme
adalah sikap untuk selalu mencintai atau membela tanah air, seorang pejuang sejati, pejuang
bangsa yang mempunyai semangat, sikap dan perilaku cinta tanah air, dimana ia rela
mengorbankan segala-galanya termasuk jiwanya demi kemajuan, kejayaan, dan kemakmuran
tanah air.
65

Suprapto menyatakan bahwa patriotisme adalah semangat cinta tanah air atau sikap
seseorang yang rela mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah
airnya. Patriotisme merupakan jiwa dan semangat cinta tanah air yang melengkapi eksistensi
nasionalisme.
Mangunhardjana (1985:33) menyebutkan beberapa ciri patriotisme yang sejati, yaitu:
1) Membuat kita mampu mencintai bangsa dan negara sendiri, tanpa menjadikannya
sebagai tujuan untuk dirinya sendiri melainkan menciptakannya menjadi suatu bentuk
solidaritas untuk mencapai kesejahteraan masing-masing dan bersama seluruh warga
bangsa dan negara. Patriotisme sejati adalah solider secara bertanggung jawab atas
seluruh bangsa.
2) Berani melihat diri sendiri seperti apa adanya dengan segala plus-minusnya, unsur
positif negatifnya, dan menerimanya dengan lapang hati.
3) Memandang bangsa dalam perspektif historis, masa lampau masa kini, dan masa depan.
Patriotisme sejati adalah bermodalkan nilai-nilai dan budaya rohani bangsa, berjuang
dulu masa kini, menuju cita-cita yang ditetapkan.
4) Melihat, menerima, dan mengembangkan watak kepribadian bangsa sendiri.
Patriotisme sejati adalah rasa memiliki identitas diri.
5) Melihat bangsanya dalam konteks hidup dunia, mau terlibat didalamnya dan bersedia
belajar dari bangsa-bangsa lain. Patriotisme bersifat terbuka.
Seseorang yang memiliki sikap dan perilaku patriotik ditandai oleh adanya hal-hal
sebagai berikut.
1) Rasa cinta pada tanah air
2) Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara
3) Menempatkan persatuan, kesatuan, serta keselamatan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi dan golongan
4) Berjiwa pembaharu
5) Tidak mudah menyerah
66

Gambar 5. 3 Rela Mengorbankan Harta untuk Membantu Korban Banjir


Sumber: http://dapurpacu. com

Menurut Ensiklopedi Indonesia, patriotisme adalah rasa kecintaan dan kesetiaan


seseorang pada tanah air dan bangsanya, kekaguman pada adat kebisaan, kebanggaan terhadap
sejarah dan kebudayaannya serta sikap pengabdian demi kesejahteraan bersama. Menurut
Kamus Umum Bahasa Indonesia, patriotisme adalah sikap dan semangat yang sangat cinta
kepada tanah air sehingga berani berkorban jika diperlukan oleh negara.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Patriotisme adalah
sikap yang bersumber dari perasaan cinta pada tanah air sehingga menimbulkan kerelaan
berkorban untuk bangsa dan negaranya.
Patriotisme mengajarkan bagaimana menjadi warga negara yang memiliki kesetiaan dan
loyalitas terhadap negara serta mengenali identitas yang dimiliki oleh negara masing-masing.
Sekelompok manusia yang menghuni bumi Indonesia wajib bersatu, mencintai dengan
sungguh-sungguh, dan rela berkorban membela tanah air Indonesia sebagai bangsa yang
merdeka. Lebih jauh lagi, Bakry menyatakan bahwa patriotisme adalah bagian dari paham
kebangsaan dalam nasionalisme Indonesia.
Patriotisme meliputi sikap-sikap bangga akan pencapaian bangsa, bangga akan budaya
bangsa, adanya keinginan untuk memelihara ciri-ciri bangsa dan latar belakang budaya bangsa.
Rashid menyebutkan beberapa nilai patriotisme, yaitu: kesetiaan, keberanian, rela berkorban,
serta kecintaan pada bangsa dan negara. Dalam penelitian ini, diambil dua aspek pokok dalam
patriotisme, yaitu kesetiaan dan kerelaan berkorban.
67

Gambar 5. 4 Bangga Budaya Bangsa


Sumber: http://baptiselim. org/

C. Demokrasi
Dapat dipahami bahwa antara etika moral dan demokrasi memiliki korelasi dimana
keduanya saling mendukung karena dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi,
peranan etika moral sangat dibutuhkan. Dalam konteks bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, penerapan etika moral oleh setiap anggota masyarakat terutama penentu kebijakan
atau para pemimpin adalah mutlak, terlebih dalam menjalankan roda pemerintahan dengan
sistem demokrasi secara terbuka serta kebebasan berpendapat, bertindak, dan berperilaku agar
tidak terjadi penyalahgunaan hak dan kewenangan sehingga tidak mengganggu dan
mengorbankan hak-hak dan kepentingan orang lain.
1. Pengertian Demokrasi
Secara etimologi, demokrasi berarti pemerintahan rakyat atau rakyat berkuasa.
Dalam “Dictionary of American Politics”, demokrasi diartikan sebagai pemerintahan oleh
rakyat atau “rule by the people” atau pemerintahan dengan dasar persetujuan dan
persamaan politik (as government by consent and political equality). Demikian pula dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia, demokrasi adalah pemerintahan rakyat, dalam bentuk
pemerintahan negara yang segenap rakyat ikut serta pemerintah dengan perantaraan wakil-
wakilnya. Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan pula bahwa demokrasi
menunjukkan adanya peran serta atau partisipasi aktif rakyat dalam pemerintahan.
Ada banyak definisi tentang demokrasi, sebagaimana yang telah dipaparkan di atas.
Namun, yang paling populer adalah yang dirumuskan oleh Abraham Lincoln, bahwa
demokrasi adalah “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. ” Di sini
demokrasi harus dilihat dari beberapa sisi. Pertama, sisi substansial (nilai hakiki), di mana
demokrasi hanya bisa tegak kalau ada sesuatu kalau ada sesuatu nilai-nilai atau budaya
yang memungkinkan rakyat bisa memiliki kedaulatan dalam arti yang sesungguhnya.
Misalnya adanya kebebasan (freedom), budaya menghormati kebebasan orang lain, adanya
pluralisme, toleransi dan antiintimidasi (kekerasan). Kedua, sisi prosedural (aturan atau tata
cara), di mana demokrasi hanya bisa tegak jika ada prosedur-prosedur formal yang
memungkinkan nilai dan budaya demokrasi itu ada dan berjalan. Pemilihan umum yang
68

bebas, adanya DPR yang kuat lembaga yudikatif yang independen adalah termasuk bagian
dari aspek prosedural demokrasi.
2. Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan Negara
Indonesia yang dijiwai dan diintegrasikan oleh sila-sila Pancasila atau nilai-nilai luhur
Pancasila. Secara luas demokrasi Pancasila berarti kedaulatan rakyat yang berdasarkan
pada nilai-nilai Pancasila pada bidang politik, ekonomi, dan sosial. Secara sempit
demokrasi Pancasila berarti kedaulatan rakyat yang dilaksanakan menurut hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan Negara
Indonesia yang dijiwai dan diintegrasikan oleh sila-sila Pancasila atau nilai-nilai luhur
Pancasila. Secara luas demokrasi Pancasila berarti kedaulatan rakyat yang berdasarkan
pada nilai-nilai Pancasila pada bidang politik, ekonomi, dan sosial. Secara sempit
demokrasi Pancasila berarti kedaulatan rakyat yang dilaksanakan menurut hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Gambar 5. 5 Pancasila
Sumber: http://www. artikelsiana. com/

Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berkembang di Indonesia. Pancasila


adalah ideologi nasional, yaitu seperangkat nilai yang dianggap baik, sesuai, adil, dan
menguntungkan bangsa. Sebagai ideologi nasional, Pancasila berfungsi sebagai:
a) Cita-cita masyarakat yang selanjutnya menjadi pedoman dalam membuat dan menilai
keputusan politik.
b) Alat pemersatu masyarakat yang mampu menjadi sumber nilai bagi prosedur
penyelesaian konflik yang terjadi.
Nilai-nilai demokrasi yang terjabar dari nilai-nilai Pancasila tersebut adalah sebagai
berikut:
a) Negara berdasar Kedaulatan rakyat.
b) Republik.
c) atas hukum.
69

d) Pemerintahan yang konstitusional.


e) Sistem perwakilan.
f) Prinsip ketuhanan.
Baik dari sudut pandang ideologi maupun konstitusi, demokrasi Pancasila memiliki
prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia.
b) Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
c) Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara normal kepada Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, dan orang lain.
d) Mewujudkan rasa keadilan sosial.
e) Pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat.
f) Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan.
g) Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.
3. Ciri-ciri Demokrasi
Menurut Bingham Powel dalam Budiyanto (2005), mengatakan bahwa sistem
politik demokrasi di tandai oleh ciri-ciri sebagai berikut:
a) Legitimasi pemerintah didasarkan pada klaim bahwa pemerintah tersebut mewakili
keinginan rakyatnya, artinya klaim pemerintah untuk patuh pada hukum didasarkan
pada penekanan bahwa apa yang dilakukan merupakan kehendak rakyat.
b) Legitimasi kekuasaan diperoleh melalui pemilihan umum yang kompetitif, Sebagian
dasar orang dewasa dapat ikut serta dalam proses pemilihan, baik sebagai pemilih
maupun sebagai calon untuk menduduki jabatan penting,
c) Penduduk memilih secara rahasia dan tanpa paksaan,
d) Masyarakat dan pemimpin menikmati hak-hak dasar, seperti kebebasan berbicara,
berorganisasi dan kebebasan pers,
4. Prinsip Demokrasi
Prinsip-prinsip demokrasi dirincikan oleh Sukarna dalam Winarno (2008) yaitu:
a) Diberlakukannya pembagian kekuasaan; kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif,
berada pada badan yang berbeda;
b) Pemerintah konstitusional;
c) Pemerintah berdasarkan hukum;
d) Pemerintah dengan mayoritas;
e) Pemerintah dengan diskusi;
f) Pemilihan umum yang besar; Partai politik lebih dari satu dan mampu melaksanakan
fungsinya manajemen yang terbuka;
70

g) Pers yang bebas;


h) Pengakuan atas hak-hak minoritas;
i) Perlindungan atas hak asasi manusia;
j) Peradilan yang bebas dan tidak memihak;
k) Pengawasan terhadap administrasi Negara;
l) Mekanisme politik yang berubah antara kehidupan politik masyarakat dengan
kehidupan politik pemerintah;
m) Kebijaksanaan pemerintah dibuat oleh badan perwakilan politik tanpa paksaan dari
manapun;
n) Penyelesaian secara damai bukan dengan kompromi;
o) Jaminan terhadap kebebasan individu dalam batas-batas tertentu;
p) Konstitusi/Undang-Undang Dasar 1945 yang demokratis;
q) Prinsip persetujuan;
5. Nilai-nilai Demokrasi
Beberapa nilai yang terkandung dalam demokrasi yang disebutkan oleh Zamroni
(2008), yaitu:
a) Toleransi,
b) Kebebasan mengemukakan pendapat,
c) Menghormati perbedaan pendapat,
d) Memahami keanekaragaman dalam masyarakat,
e) Terbuka dan komunikasi,
f) Menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan,
g) Percaya diri,
h) Tidak menggantungkan pada orang lain,
i) Saling menghargai,
j) Mampu mengekang diri
k) Kebersamaan dan,
l) Keseimbangan,
71

Gambar 5. 6 Keanekaragaman Masyarakat


Sumber: http://biasamembaca. blogspot. co. id/

Parameter yang dapat dijadikan ukuran apakah suatu Negara atau pemerintah dapat
dikatakan demokratis atau sebaliknya. Sedikitnya tiga aspek dapat dijadikan landasan
untuk mengukur sejauh mana demokrasi itu berjalan dalam suatu Negara. Ketiga aspek
tersebut adalah:
a) Pemilihan umum sebagai proses pembentukan pemerintah. Pemilihan umum salah satu
instrument penting dalam proses pergantian pemerintahan.
b) Susunan kekuasaan Negara, yaitu kekuasaan Negara dijalankan secara distributive
untuk menghindari penumpukan kekuasaan dalam satu tangan atau satu wilayah.
c) Kontrol rakyat, yaitu suatu relasi kuasa yang berjalan secara simetris, memiliki
sambungan yang jelas, dan adanya mekanisme yang memungkinkan kontrol dan
keseimbangan (Chek and balance) terhadap kekuasaan yang dijalankan eksekutif dan
legislatif.
6. Pendidikan Demokrasi
Pentingnya demokrasi dalam kehidupan karena dengan demokrasi terdapat pengakuan
dan penghormatan atas tipe-tipe pengetahuan yang berbeda yang memunculkan bahwa
setiap orang mempunyai sesuatu untuk dipikirkan dan dirasakan. Sesuatu yang berbeda dan
sama-sama penting. Untuk itu, semakin luas keanekaragaman suara yang ada dalam
demokrasi, semakin baik pengetahuan yang dapat dibangun. Dalam artian ini pembelajaran
demokrasi diorientasikan pada kesetaraan atas perbedaan, yang menyatakan bahwa
persamaan yang sejati itu adalah termasuk hak untuk hidup dengan cara yang berbeda
(Flecha, 2000). Perspektif ini, yang Paulo Freire (1997) katakan “kesatuan dalam
perbedaan” (unity in diversity), tidak pernah mempertahankan keanekaragaman atau
perbedaan tanpa secara simultan mengajukan persamaan dan bersikap fair terhadap
individu atau kelompok yang berbeda.
Alasan yang paling kuat dan politis untuk pendidikan demokrasi adalah bahwa ia
mengajarkan nilai-nilai pengamalan demokratis untuk kewarganegaraan. Tipe pendidikan
ini seringkali disiratkan untuk memenuhi kebutuhan dan perubahan sosial dan institusional
72

yang fundamental untuk mengembangkan demokrasi yang melibatkan partisipasi intensif


dalam pembuatan keputusan kelompok, negosiasi dan konsekuensi-konsekuensinya dalam
kehidupan sosial.
Namun kritik bisa saja muncul dalam pendidikan demokrasi ini. Yaitu ironi bahwa
kita mendidik tentang cara-cara demokrasi, tetapi dengan cara-cara yang tidak demokrasi.
Demikian karena kita mengajarkannya dengan cara memakai kurikulum dan metode
pendidikan dasar yang kita susun, tidak dengan cara dialog yang kita ajar (murid-murid).
Jadi bersifat paternalistik, begitu. Maka, “pendidikan demokrasi” pun dapat dipahami
sebagai “pendidikan kwarganegaraan”.
Kritik seperti di atas menuntut bahwa nilai-nilai demokrasi itu harus dipelajari melalui
pengalaman. Jadi, belajar dengan cara mengamalkannya (learning by doing). Untuk tujuan
ini, sekolah dan institusi pendidikan lainnya mesti menjadi institusi yang dimiliki semua
orang dan harus mendorong perilaku etis dan tanggung jawab personal. Untuk
mencapainya tujuan ini, sekolah harus mengizinkan murid-muridnya untuk memiliki
kebebasan memilih, kebebasan bertindak dan kebebasan mendapatkan hasil tindakannya
yang semuanya itu akan membentuk tanggung jawab personal.

Gambar 5. 7 Pemilihan Ketua Kelas Merupakan Bentuk Demokrasi


Sumber: https://supriyadikaranganyar. wordpress. com/

Begitulah dengan pendidikan demokrasi kita diajak untuk saling bicara secara sehat,
yang pada akhirnya dapat berguna untuk kita semua. Dan demokrasi itu harus kita
kondisikan keberadaannya, dimanapun kita berada, karena bisa jadi suara orang lain itu
berguna bagi kita, sepahit apapun itu. Tanpa demokrasi kita bisa kehilangan arah, karena
sering kali orang lain lebih tahu dari kita.
7. Kekurangpahaman Etika Berdemokrasi
Kekurangpahaman elite politik akan etika berdemokrasi yang sekaligus menunjukkan
kekurangdewasaan sikap politik mereka. Demokrasi membutuhkan adanya etika sportivitas
karena di dalam demokrasi, berbeda dengan sistem otoriter, persaingan politik dalam
memperoleh kekuasaan dibolehkan dan dibenarkan. Namun apabila persaingan politik
dilakukan tanpa landasan etika sportivitas, persaingan tersebut dengan mudah berubah
73

menjadi konflik antar kelompok. Hal tersebut menunjukkan bahwa etika keorganisasian
dan kekuasaan masih rendah, sehingga elite politik cenderung bebas tanpa batas dan
akhirnya mengakibatkan terjadinya konflik antar-elite politik.

Gambar 5. 8 Contoh Kekurangpahaman etika berdemokrasi Ricuh saat rapat anggota DPR
Sumber: http://nasional. kompas. com/

D. Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) Semakin Berkembang


Harapan masyarakat setelah pemerintahan era reformasi masalah korupsi kolusi dan
nepotisme semakin hari semakin meningkat, baik di kalangan legislatif, eksekutif, maupun
yudikatif sehingga moral dan etika di kalangan elite politik yang kenyataannya menjadi
pemimpin formal bangsa cenderung semakin terpuruk. Tampaknya sebagian besar elite politik
tidak lagi mampu membedakan antara wewenang mereka dan bukan, antara kebijakan dan
tindakan yang benar dan yang salah, antara uang halal dan haram. Moral dan etika elite politik
yang demikian melahirkan sikap tidak percaya dari masyarakat terhadap moralitas elite politik
tersebut.
Dalam konteks etika uber ich sebagaimana dikemukakan Sigmund Freud yang telah
diuraikan, kiranya mentalitas penyelenggara negara dan pemerintahan harus senantiasa
memperhatikan norma sebagai sumber etika dalam berprilaku memerintah dan memberikan
pelayanan publik. Sehingga mentalitas KKN dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat
dihilangkan atau paling tidak dapat dihindari, sehingga menjadi mentalitas anti KKN. Melalui
konsep etika uber ich, maka zat yang tertinggi dalam hati manusia merupakan norma sebagai
pedoman atau sumber etika dan nilai moral dalam setiap perbuatannya. Konsep etika Uber ich
dalam pemerintahan menyangkut tanggungjawab etika dan nilai moral dari para pejabat yang
mewakili atau melayani publik.
Namun sudah menjadi rahasia umum bahwa KKN di Indonesia umumnya dan di daerah
khususnya ibarat virus kanker yang sedikit demi sedikit menggerogoti kehidupan berbangsa
dan bernegara. Setidaknya, daya tular yang dimilikinya telah membuat penyakit KKN menjalar
dan tumbuh subur hampir di semua sektor. Secara horizontal, bila dahulu KKN hanya terjadi
di satu ranah kekuasaan (eksekutif) saja, kini KKN juga di lembaga legislatif dan yudikatif.
Sedangkan secara vertikal, dalam era otonomi daerah telah menggeser praktek korupsi dari
74

korupsi terpusat (centralized corruption) menjadi korupsi terdesentralisasi (decentralized


corruption).
Menarik apa yang dinyatakan oleh Bagir Manan, terkait dengan sulitnya memberantas
KKN, apakah karena disebabkan jumlah koruptor yang semakin banyak ataukah peraturan
perundang-undangan yang semakin luas jangkauannya. Misalnya sebelumnya suatu perbuatan
administrasi tidak termasuk kategori korupsi lalu kemudian saat ini dalam suatu peraturan
perundang-undangan dikualifikasi sebagai tindak pidana korupsi. Pendapat Bagir Manan
tersebut di atas ada benarnya, namun dapat saja karena keduanya yaitu jumlah koruptor
memang semakin banyak, dan jangkauan peraturan perundang-undangan juga semakin luas.
Selain itu semakin banyak dan kompleksnya urusan pemerintahan, bahkan jumlah lembaga-
lembaga negara yang dibentuk untuk memberikan pelayanan publik juga semakin bertambah,
dapat pula menjadi faktor penyebab sulitnya memberantas korupsi, sementara itu upaya untuk
memperbaiki kualitas sumber daya manusia belum seimbang antara kemampuan Ipteks dan
imtaq dan atau pendidikan etika dan moral.
Upaya pemberantasan korupsi menuntut tidak hanya langkah yang bersifat pendekatan
hukum saja, tetapi juga pendekatan moral. Upaya anti korupsi banyak yang gagal karena hanya
didasarkan pada pendekatan hukum, atau terlalu tertumpu pada himbauan moral kepada para
pengabdi negara. Padahal, strategi kunci bagi upaya anti-korupsi yaitu bagaimana
mengerahkan dan mempertahankan partisipasi masyarakat luas dalam upaya membasmi
korupsi.

Gambar 5. 9 Contoh Korupsi Mencoba Menyogok Petugas


Sumber: https://i. ytimg. com/

Memberantas korupsi dengan pendekatan etika uber ich, semestinya juga menempatkan
upaya perubahan mentalitas penyelenggara negara sebagai salah satu agenda prioritas, yakni
dengan membangun mentalitas anti korupsi (anticorruption mentality) baik di lembaga
eksekutif, legislatif, dan yudikatif, maupun lembaga lain termasuk organisasi masyarakat sipil
(Civil Society Organizations). Membangun mentalitas anti KKN di kalangan multi-
stakeholders merupakan strategi preventif sekaligus kuratif terhadap kemungkinan lahir dan
berkembangnya mentalitas KKN yang menjadi cikal bakal korupsi. Perubahan mental (etika
dan nilai moral) perlu dilakukan terlebih dahulu untuk menjamin agar perubahan sistem
dilakukan oleh orang-orang yang memiliki mentalitas anti KKN. Secara sederhana dapat
75

dikatakan bahwa sistem yang baik mustahil dapat dilahirkan bila tidak didahului dengan
mentalitas yang baik dari para pembuatnya.
Apabila mentalitas (etika dan moral) para penyelenggara pemerintahan di daerah
termasuk masyarakat dan pelaku bisnis telah terbebas dari penyakit KKN, maka mudah-
mudahan dapat tercipta good governance dalam pelaksanaan otonomi daerah. Wujud konkrit
dari good governance47 dimaksud tercermin dalam setiap tindakannya, yaitu diterapkannya
asas legalitas (asas keabsahan), asas demokrasi yang diwujudkan dalam bentuk adanya
transparency dan participation, dimana setiap warga negara mempunyai suara dalam
pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi
yang mewakili kepentingannya, serta mengedepankan asas daya guna dan hasil guna dalam
setiap tindakan pemerintahan. Dengan demikian tujuan otonomi daerah yaitu untuk
menyejahterakan masyarakat daerah sampai ke pelosok desa sebagai mana yang dicita-citakan
akan dapat terwujud.
E. Kesimpulan
1. Nasionalisme adalah suatu paham yang menganggap kesetiaan tertinggi atas setiap
pribadi harus disertakan kepada Negara kebangsaan (nation state) atau sebagai sikap
mental dan tingkah laku individu maupun masyarakat yang menunjukkan adanya
loyalitas dan pengabdian yang tinggi terhadap bangsa dan negaranya.
2. Patriotisme adalah sikap yang bersumber dari perasaan cinta pada tanah air sehingga
menimbulkan kerelaan berkorban untuk bangsa dan negaranya.
3. Demokrasi menunjukkan adanya peran serta atau partisipasi aktif rakyat dalam
pemerintahan.
4. Upaya pemberantasan korupsi menuntut tidak hanya langkah yang bersifat pendekatan
hukum saja, tetapi juga pendekatan moral. Upaya anti korupsi banyak yang gagal
karena hanya didasarkan pada pendekatan hukum, atau terlalu tertumpu pada himbauan
moral kepada para pengabdi negara. Padahal, strategi kunci bagi upaya anti-korupsi
yaitu bagaimana mengerahkan dan mempertahankan partisipasi masyarakat luas dalam
upaya membasmi korupsi.
76

Latihan
1. Perhatikan gambar pesepak bola di bawah. Bagaimana menurut kalian Nasionalisme yang
dimiliki pesepak bola tersebut?

(Sumber: http://www. wowkeren. com/)


2. Diskusikan Menurut kalian belajar sungguh-sungguh apakah termasuk sikap nasionalisme,
patriotisme atau demokrasi?

(Sumber: http://www. kaskus. co. id/)


3. Berikan pendapatmu apa yang dimaksud dengan gratifikasi !

(Sumber: http://radarpena. com/)


77

Sumber

Achmad, Riyanto. 2010. Konsep Demokrasi di Indonesia dalam Pemikiran Akbar Tandjung
dan A. Muhaimin Iskandar. Skripsi S1 Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Adisusilo, Sutarjo J. R. 2013. Nasionalisme-Demokrasi-Civil Society. Yogyakarja: FKIP


Universitas Sanata Dharma.

Anonim. 2013. http://dapurpacu. com/142240/nissan-beri-bantuan-korban-banjir-jakarta


karawang/ diakses pada tanggal 8 Maret 2016

Anonim. 2014. http://ilovebondowoso. com/pelajar-nu-se-tapal-kuda-upacara-di-gunung-ijen/


diakses pada tanggal 8 Maret 2016

Anonim. 2014. http://www. kaskus. co. id/thread/54618f78de2cf2e40f8b4579/5-hal-ini-akan-


dilakukan-laki-laki-jika-dia-benar-mencintai-anda/3 diakses pada tanggal 9 Maret 2016

Anonim. 2015. http://www. artikelsiana. com/2015/09/pengertian-pancasila-butir-lambang.


html diakses pada tanggal 8 maret 2016

Anonim. 2015. http://www. bbc. com/indonesia/dunia/2015/07/150701_dunia_isis_suriah


diakses pada tanggal 8 Maret 2016

Anonim. 2016. http://radarpena. com/read/2016/01/13/31709/4/2/-Walah. . . 2-Anak-Buah-


Ahok-Terima-Gratifikasi diakses pada tanggal 9 Maret 2016

Anonim. http://www. wowkeren. com/foto/olahraga/irfan-bachdim/irfan-bachdim-timnas-03.


html diakses pada 9 Maret 2016

Anonim. https://i. ytimg. com/vi/y8kLNIqCryY/maxresdefault. jpg diakses pada tanggal 8


Maret 2016

Baharuddin, Hamza. Eksistensi Moral Dan Etika dalam Perspektif Demokrasi Islam. Al-Fikr,
Jurnal Pemikiran Islam, UIN Alauddin Makassar, Volume 15 Nomor 2 Tahun 2011

Haqi, Ahmad Hamdani. 2013. Nasionalisme Bung Karno dalam perspektif pendidikan Islam.
S1 skripsi, IAIN Walisongo.

Mustari, Mohamad. 2014. Nilai Karakter Refleksi untuk Pendidikan. Raja Grafindo: Jakarta
78

BAB VI

ETIKA DALAM KEPEMIMPINAN

Gambar 6. 1. Seorang pemimpin memberikan penjelasan dalam sebuah meeting.


Sumber: http://www. aktual. com
Kekayaan alam Indonesia sangat potensial untuk dikelola dan dimanfaatkan agar tak ada
lagi rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kebodohan diperangi dengan meningkatkan
program pendidikan bagi semua kalangan, baik secara formal maupun informal. Kebobrokan
moral harus diberantas agar individu terhindar dari perilaku yang merugikan diri, orang lain,
dan masyarakat.
Bagi bangsa Indonesia, masalah moralitas adalah suatu hal yang mutlak harus dimiliki
oleh setiap pemimpin bangsa. Pemimpin harus memiliki moral yang tinggi, terutama dalam
mengambil kebijakan yang terkait dengan erang banyak. Prinsip tasharruful imam ala rayatihi
manuthun bil maslahah (kebijaksanaan pemimpin bergantung pada kemaslahatan rakyat) harus
dipakai oleh setiap pemimpin dalam mengambil kebijakan/keputusan.
Pemimpin dan otoritas, keduanya sangat berkaitan. Kita adalah pemikiran dan tubuh kita
sendiri. Masing-masing punya otoritas terhadap pikiran (Kasali, 2015). Sehingga, pemimpin
yang memiliki moral yang baik mampu memimpin dirinya dan orang lain kea rah yang lebih
baik.
A. Landasan Moral Kepemimpinan
Bangsa Indonesia seyogyanya menyadari bahwasanya kepemimpinan dan
kepemerintahan yang baik akan mampu menyelesaikan permasalahan bangsa secara konkrit.
Dalam hal ini alternatif kepemimpinan yang dapat membantu mewujudkan kepemerintahan
yang baik adalah kepemimpinan yang visioner sekaligus memiliki moral dan etika
kepemimpinan yang baik pula. Pemimpin yang visioner adalah pemimpin yang memiliki
kompetensi untuk mewujudkan visi organisasi secara bersama-sama dengan sumber daya
manusia (SDM) yang dipimpinnya. Seorang pimpinan yang memiliki kemampuan rethinking
future. Pimpinan yang mampu menggerakkan seluruh potensi yang dimiliki organisasi ke arah
masa depan yang lebih cemerlang. Pimpinan yang berpenampilan menggetarkan dan penuh
79

kewibawaan sehingga mampu membangun semangat setiap pribadi untuk ikut ambil bagian
dalam mewujudkan cita-cita bangsa. Pimpinan yang tidak hanya menguasai permasalahan yang
dihadapi oleh bangsa, tetapi juga memiliki semangat membara untuk bersama-sama
menyelesaikan masalah secara cepat dan tepat (high commitment and high abstraction).
Setiap pemimpin dalam kepemerintahan yang baik seyogyanya menumbuhkan semangat
yang kuat untuk memimpin dirinya sendiri sebelum memimpin bangsanya. Seorang pemimpin
harus beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar dapat tampil sebagai
pemimpin sejati. Pemimpin yang dapat dipercaya, jujur, patuh, disiplin, taat azas, mampu
berkomunikasi secara efektif, tegas dan tekun menegakkan kebenaran sehingga mampu
mengalahkan musuh bangsa.
Apakah “Kepemimpinan yang Etis” itu?
Kepemimpinan yang etik menggabungkan antara pengambilan keputusan etik dan
perilaku etik; dan ini tampak dalam konteks individu dan organisasi. Tanggung jawab utama
dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan etik dan berperilaku secara etik pula, serta
mengupayakan agar organisasi memahami dan menerapkannya dalam kode-kode etik.
Etika kepemimpinan dalam menjalankan kegiatan organisasi merupakan dimensi yang
tidak terpisahkan dari kehidupan organisasi keseharian. Tanpa adanya etika kepemimpinan
yang efektif dapat mengakibatkan keseimbangan organisasi terganggu. Etika kepemimpinan
yang diterapkan oleh pengurus organisasi dalam menjalankan roda organisasi dapat
menebarkan nilai tambah bagi peningkatan karakter diri terutama dalam mengokohkan mental
dan spiritual.
Setiap manajer harus dapat membimbing bawahannya, agar bawahan menjadi lebih
memiliki motivasi kerja, terampil dan mampu melaksanakan tugas dengan baik. Manajer harus
dapat menjadi seorang pembina atau instruktur yang baik. Oleh karena itu prinsip-prinsip
pembinaan bawahan wajib diketahui, misalnya manajer ingin memberikan tugas kepada
seorang atau lebih bawahan, maka manajer harus mampu membimbing dan mengajari mereka
tentang langkah-langkah kerja yang harus dilakukan serta hal-hal pokok yang perlu mendapat
perhatian khusus pada produk atau pekerjaan yang akan dikerjakan. Demikian juga bila melihat
seorang bawahan yang termenung kurang gairah kerja atau seorang bawahan yang bersikap
acuh tak acuh terhadap manajer dan pekerjaannya, maka manajer wajib; menumbuhkan
semangat dan gairah kerjanya kembali. Pekerjaan ini disebut “memotivasi bawahan”.
80

B. Etika dan Tanggung Jawab Seorang Pemimpin

Gambar 6. 2. Presiden RI, Joko Widodo sedang berada di lokasi kebakaran hutan.
Sumber: https://www. google. co. id/search?q
Untuk menjadi seorang pemimpin wajib bagi dirinya untuk memiliki etika dalam
berorganisasi dan berinteraksi dengan orang yang dipimpinnya dan juga seorang pemimpin
harus bertanggung jawab terhadap kewajibannya atau tugasnya serta terhadap yang
dipimpinnya. Tanggung jawab kepemimpinan menjelaskan tentang adanya
pertanggungjawaban yang dipanggungkan kepada seorang pemimpin yang bersifat
menyeluruh. Untuk memahami pertanggungjawaban seorang pemimpin ini.
Pertama, pemimpin sejati harus menyadari akan tanggung jawabnya secara menyeluruh
dan memahami mengapa ia ada sebagai pemimpin serta mengetahui untuk apa ia berada dengan
tugas, kewenangan, hak, kewajiban, tanggung jawab, pertanggungjawaban kepemimpinan
yang ada padanya.
Kedua, Pemimpin harus menyadari bahwa ia memiliki kapasitas utuh disertai
kemampuan dan keandalan dengan visi, misi dan focus yang jelas untuk kerja, mengetahui
bagaimana bekerja efektif, efisien dan sehat, guna membawa keuntungan besar bagi organisasi
dimana kepemimpinan dijalankan.
Ketiga, pemimpin harus menerima pemercayaan dalam pertanggungjawaban
kepemimpinan ini dan bertekad kuat mengamalkan tanggung jawab dalam mengelola sikap
serta perilaku berkualitas, dalam memanajemeni, fokus pada sasaran berhasil, melalui upaya
memimpin secara berkualitas. Disamping itu, seorang pemimpin juga harus menjalankan
kepemimpinan dan tanggung jawabnya dengan beretika. Sehingga didapatlah pemimpin yang
memiliki integritas serta kinerja yang baik di mata orang-orang yang dipimpinnya.
81

C. Etika Pemimpin dalam Dunia Pendidikan

Gambar 6. 3. Mentri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi memberikan penghargaan


kepada mahasiswa yang berprestasi
Sumber: https://www. google. co. id/#tbm

Merujuk pada pemikiran Rodney Overton (2002) tentang profil manajer dan pemimpin
yang dibutuhkan saat ini, berikut ini diuraikan secara singkat tentang 20 profil manajer dan
pemimpin pendidikan yang baik:
1. Mampu menginspirasi melalui antusiasme yang menular.
Pendidikan harus dikelola secara sungguh-sungguh, oleh karena itu para manajer
(pemimpin) pendidikan harus dapat menunjukkan semangat dan kesungguhan di dalam
melaksanakan segenap tugas dan pekerjaannya. Semangat dan kesungguhan dalam bekerja
ini kemudian ditularkan kepada semua orang dalam organisasi, sehingga mereka pun dapat
bekerja dengan penuh semangat dan bersungguh-sungguh.
2. Memiliki standar etika dan integritas yang tinggi.
Penguasaan standar etika dan integritas yang tinggi oleh para manajer atau pemimpin
pendidikan tidak hanya terkait dengan kepentingan kepemimpinan dalam organisasi,
namun juga tidak lepas dari hakikat pendidikan itu sendiri. Pendidikan adalah usaha untuk
menciptakan manusia yang memiliki standar etika dan kejujuran yang tinggi. Oleh karena
itu, pendidikan sudah seharusnya dipegang oleh para manajer (pemimpin) yang memiliki
standar etika dan kejujuran yang tinggi, sehingga pada gilirannya semua orang dalam
organisasi dapat memiliki standar etika dan kejujuran yang tinggi.
3. Memiliki tingkat energi yang tinggi.
Mengurusi pendidikan sebenarnya bukanlah mengurusi hal-hal yang sifatnya sederhana,
karena didalamnya terkandung usaha untuk mempersiapkan suatu generasi yang akan
mengambil tongkat estafet kelangsungan suatu bangsa di masa yang akan datang.
Kegagalan pendidikan adalah kegagalan kelanjutan suatu generasi. Untuk mengurusi
pendidikan dibutuhkan energi dan motivasi yang tinggi dari para manajer dan pemimpin
pendidikan. Pendidikan membutuhkan manajer (pemimpin) yang memiliki ketabahan,
daya tahan (endurance) dan pengorbanan yang tinggi dalam mengelola pendidikan.
82

4. Memiliki keberanian dan komitmen


Saat ini pendidikan dihadapkan pada lingkungan yang selalu berubah-ubah, Yang
menuntut keberanian dari para manajer (pemimpin) pendidikan untuk melakukan
perubahan agar bisa beradaptasi dengan tuntutan perubahan yang ada. Selain itu,
pendidikan membutuhkan manajer (pemimpin) yang memiliki komitmen tinggi terhadap
pekerjaannya. Kehadirannya sebagai manajer (pemimpin) benar-benar dapat memberikan
kontribusi yang signifikan bagi kemajuan organisasi, yang didasari rasa kecintaannya
terhadap pendidikan.
5. Memiliki tingkat kreativitas yang tinggi dan bersikap nonkonvensional.
Saat ini permasalahan dan tantangan yang dihadapi pendidikan sangat kompleks, sehingga
menuntut caracara penyelesaian yang tidak mungkin hanya dilakukan melalui caracara
konvensional. Manajer (pemimpin) pendidikan yang memiliki kreativitas tinggi akan
mendorong terjadinya berbagai inovasi dalam praktik pendidikan, baik pada tataran
manajerialnya itu sendiri maupun inovasi dalam praktik pembelajaran siswa.
6. Berorientasi pada tujuan, namun realistis
Tujuan pendidikan berbeda dengan tujuan dalam bidang lainnya. Oleh karena itu, seorang
manajer (pemimpin) pendidikan harus memahami tujuan pendidikan. Di bawah
kepemimpinannya, segenap usaha organisasi harus diarahkan pada pencapaian tujuan
pendidikan dengan menjalankan fungsi manajemen beserta seluruh substansinya.
Pencapaian tujuan pendidikan disusun secara realistis, dengan ekspektasi yang terjangkau
oleh organisasi, tidak terlalu rendah dan juga tidak terlalu tinggi.
7. Memiliki kemampuan organisasi yang tinggi
Kegiatan pendidikan adalah kegiatan yang melibatkan banyak komponen, yang di
dalamnya membutuhkan upaya pengorganisasian secara tepat dan memadai. Bagaimana
mengoptimalkan sumber daya manusia yang ada, bagaimana mengoptimalkan kurikulum
dan pembelajaran, bagaimana mengoptimalkan sumber dana, dan bagaimana
mengoptimalkan lingkungan merupakan hal-hal penting dalam pendidikan yang harus
diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga menuntut kemampuan khusus dari para
manajer (pemimpin) pendidikan dalam mengorganisasikannya.
8. Mampu menyusun prioritas
Begitu banyaknya kegiatan yang harus dilakukan dalam pendidikan sehingga menuntut
para manajer (pemimpin) pendidikan untuk dapat memilah dan memilih mana yang
penting dan harus segera dilaksanakan dan mana yang bisa ditunda atau mungkin
diabaikan. Kemampuan manajer (pemimpin) pendidikan dalam menyusun prioritas akan
terkait dengan efektivitas dan efisiensi pendidikan.
9. Mendorong kerja sama tim dan tidak mementingkan diri sendiri, upaya yang terorganisasi.
Kegiatan dan masalah pendidikan yang sangat kompleks tidak mungkin diselesaikan
secara soliter dan parsial. Manajer (pemimpin) pendidikan harus dapat bekerjasama
dengan berbagai pihak, baik yang berada dalam lingkungan internal maupun eksternal.
83

Demikian pula, manajer (pemimpin) pendidikan harus dapat mendorong para bawahannya
agar dapat bekerjasama dengan membentuk team work yang kompak dan cerdas, sekaligus
dapat meletakkan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadi.
10. Memiliki kepercayaan diri dan memiliki minat tinggi akan pengetahuan.
Masalah dan tantangan pendidikan yang tidak sederhana, menuntut para manajer
(pemimpin) pendidikan dapat memiliki keyakinan diri yang kuat. Dalam arti, dia meyakini
bahwa dirinya memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk menyelesaikan permasalahan
yang ada. Dia juga memiliki keyakinan bahwa apa yang dilakukannya dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum, sosial, moral maupun intelektual. Keyakinan diri
yang kuat bukan berarti dia lantas menjadi seorang yang “over confidence”, mengarah
pada sikap arogan dan menganggap sepele orang lain. . Di samping itu, sudah sejak lama
pendidikan dipandang sebagai kegiatan intelektual. Oleh karena itu, seorang manajer
(pemimpin) pendidikan harus dapat menunjukkan intelektualitas yang tinggi, dengan
memiliki minat yang tinggi akan pengetahuan, baik pengetahuan tentang manajerial,
pengetahuan tentang perkembangan pendidikan bahkan pengetahuan umum lainnya.
11. Sesuai dan waspada secara mental maupun fisik.
Tugas dan pekerjaan manajerial pendidikan yang kompleks membutuhkan kesiapan dan
ketangguhan secara mental maupun fisik dari para manajer pendidikan. Beban pekerjaan
yang demikian berat dan di luar kapasitas yang dimilikinya dapat mengganggu kesehatan
mental dan fisik. Agar dapat menjalankan roda organisasi dengan baik, seseorang manajer
(pemimpin) pendidikan harus dapat menjaga dan memelihara kesehatan fisik dan
mentalnya secara prima. Selain itu, manajer (pemimpin) pendidikan harus dapat
memperhatikan kesehatan mental dan fisik dari seluruh anggota dalam organisasinya.
12. Bersikap adil dan menghargai orang lain.
Dalam organisasi pendidikan melibatkan banyak orang yang beragam karakteristiknya,
dalam kepribadian, keyakinan, cara pandang, pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan
sebagainya. Kesemuanya itu harus dapat diperlakukan dan ditempatkan secara
proporsional oleh manajer (pemimpin). Manajer (pemimpin) pendidikan harus
memandang dan menjadikan keragaman karakteristik ini sebagai sebuah kekuatan dalam
organisasi, bukan sebaliknya.
13. Menghargai kreativitas
Untuk meningkatkan mutu pendidikan dibutuhkan sentuhan kreativitas dari semua orang
yang terlibat di dalamnya. Tidak hanya manajer (pemimpin) yang dituntut untuk berfikir
kreatif, tetapi semua orang dalam organisasi harus ditumbuhkan kreativitasnya. Pemikiran
kreatif biasanya berbeda dengan caracara berfikir pada umumnya. Dalam hal ini, manajer
(pemimpin) pendidikan harus dapat mengakomodasi pemikiran kreatif dari setiap orang
dalam organisasi, yang mungkin saja pemikiran-pemikiran itu berbeda dengan sudut
pandang yang dimilikinya.
84

14. Menikmati pengambilan resiko.


Tatkala keputusan untuk berubah dan berinovasi telah diambil dan segala resiko telah
diperhitungkan secara cermat. Namun dalam implementasinya, tidak mustahil muncul hal-
hal yang berasa di luar dugaan sebelumnya, maka dalam hal ini, manajer (pemimpin)
pendidikan harus tetap menunjukkan ketenangan, keyakinan dan berusaha mengendalikan
resiko yang muncul. Jika memang harus berhadapan dengan sebuah kegagalan, manajer
(pemimpin) pendidikan harus tetap dapat menunjukkan tanggung jawabnya, tanpa harus
mencari kambing hitam dari kegagalan tersebut. Selanjutnya, belajarlah dari pengalaman
kegagalan tersebut untuk perbaikan pada masa-masa yang akan datang.
15. Menyusun pertumbuhan jangka panjang
Kegiatan pendidikan bukanlah kegiatan sesaat, tetapi memiliki dimensi waktu
yang jauh ke depan. Seorang manajer (pemimpin) pendidikan memang dituntut untuk
membuktikan hasil-hasil kerja yang telah dicapai pada masa kepemimpinannya, tetapi juga
harus dapat memberikan landasan yang kokoh bagi perkembangan organisasi, jauh ke
depan setelah dia menyelesaikan masa
jabatannya. Kecenderungan untuk melakukan praktik “politik bumi hangus” harus
dihindari. Yang dimaksud dengan “politik bumi hangus” disini adalah praktik kotor yang
dilakukan manajer (pemimpin) pendidikan pada saat menjelang akhir jabatannya,
misalnya dengan cara menghabiskan anggaran di tengah jalan, atau merubah struktur
organisasi yang sengaja dapat menimbulkan chaos dalam organisasi, sehingga mewariskan
masalahmasalah baru bagi manajer (pemimpin) yang menggantikannya.
16. Terbuka terhadap tantangan dan pertanyaan.
Menjadi manajer (pemimpin) pendidikan berarti dia akan dihadapkan pada sejumlah
tantangan dan permasalahan yang harus dihadapi, merentang dari yang sifatnya ringan
hingga sangat berat sekali. Semua itu bukan untuk dihindari atau ditunda-tunda tetapi
untuk diselesaikan secara tuntas.
17. Tidak takut untuk menantang dan mempertanyakan.
Selain harus mampu menyelesaikan masalah-masalah yang sudah ada (current problems)
secara tuntas, seorang manajer (pemimpin) pendidikan harus memiliki keberanian untuk
memunculkan tantangan dan permasalahan baru, yang mencerminkan inovasi dalam
organisasi. Dengan demikian, menjadi manajer (pemimpin) pendidikan tidak hanya
sekedar melaksanakan rutinitas dan standar pekerjaan baku, tetapi memunculkan pula
sesuatu yang inovatif untuk kemajuan organisasi.
18. Mendorong pemahaman yang mendalam untuk banyak orang.
Kegiatan pendidikan menuntut setiap orang dalam organisasi dapat memahami tujuan, isi
dan strategi yang hendak dikembangkan dalam organisasi. Manajer (pemimpin)
pendidikan berkewajiban memastikan bahwa setiap orang dalam organisasi dapat
memahaminya secara jelas, sehingga setiap orang dapat memahami peran, tanggung jawab
dan kontribusinya masing-masing dalam organisasi. Selain itu, manajer (pemimpin)
85

pendidikan harus dapat mengembangkan setiap orang dalam organisasi untuk melakukan
perbuatan belajar sehingga organisasi pendidikan benar-benar menjadi sebuah learning
organization.
19. Terbuka terhadap ide-ide
dan pandangan baru. Pandangan yang keliru jika pendidikan dipandang sebagai sebuah
kegiatan monoton dan rutinitas belaka. Pendidikan harus banyak melahirkan berbagai
inovasi yang tidak hanya dibutuhkan untuk kepentingan pendidikan itu sendiri tetapi juga
kepentingan di luar pendidikan. Untuk dapat melahirkan inovasi, manajer (pemimpin)
pendidikan harus terbuka dengan ide-ide dan pandangan baru, baik yang datang dari
internal maupun eksternal, terutama ide dan pandangan yang bersumber dari para
pengguna jasa (customer) pendidikan.
20. Mengakui kesalahan dan beradaptasi untuk berubah.
Asumsi yang mendasarinya adalah manajer (pemimpin) pendidikan adalah manusia, yang
tidak luput dari kesalahan. Jika melakukan suatu kesalahan, seorang manajer (pemimpin)
pendidikan harus memiliki keberanian untuk mengakui kesalahannya tanpa harus
mengorbankan pihak lain atau mencari kambing hitam. Lakukan evaluasi dan perbaikilah
kesalahan pada masa-masa yang akan datang. Jika memang kesalahan yang dilakukannya
sangat fatal, baik secara moral, sosial, maupun yuridis atau justru dia terlalu sering
melakukan kesalahan mungkin yang terbaik adalah adanya kesadaran diri bahwa
sesungguhnya dia tidak cocok dengan tugas dan pekerjaan yang diembannnya, dan itulah
pilihan yang terbaik bagi dirinya dan organisasi.
C. Sikap Bawahan Terhadap Pimpinan

Gambar 6. 4. Prosesi penyambuta Datu Luwu sebagai bentuk penghargaan


Sumber: https://www. google. co. id/search?q
Untuk mendapatkan hubungan kerja yang baik tentunya semua pihak harus mampu
memenuhi dan memberikan hal-hal yang menjadi keinginan dan harapan dari pihak lainnya.
Dengan bahasa yang lebih populer dapat dikatakan “Sama-sama saling tahu dan mengerti
maunya”. Hubungan yang baik tidak akan tercipta apabila satu pihak hanya mau dimengerti
dan tidak mau mengerti pihak lainnya. Inilah yang penting untuk “diciptakan” dan diwujudkan
86

dalam lingkungan kerja. Inilah juga yang menjadi dasar hubungan sosial di manapun seseorang
berada, tidak hanya di perusahaan saja.
Demi menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, hendaknya bawahan bersikap:
1. menghormati pimpinan sesuai dengan porsinya sebagai atasan
2. menjaga kesopanan, baik dalam tindakan, perilaku atau perkataan terhadap atasan
3. mengerjakan tugas yang diberikan atasan dengan sebaik mungkin dan tanpa keluhan
4. cepat tanggap terhadap kesibukan dan kesulitan yang dialami atasan
5. selalu mengembangkan kemampuan dan nilai diri dalam rangka membantu tugas atasan
dengan tulus
6. menyelesaikan tugas dan menyerahkannya kepada atasan sebelum atasan memintanya
7. jaga rahasia pimpinan, baik dalam jabatan ataupun rahasia pribadi atasan
8. hindari kebiasaan ‘menjilat’ pimpinan dengan merendahkan rekan kerja sendiri
9. hindari kebiasaan mengintimidasi pimpinan terhadap kesalahan yang diperbuat di
depan rekan kerja
10. jika pimpinan berbuat kesalahan, kita tetap wajib mengingatkan tanpa harus menggurui
pimpinan
11. jika perintah yang pimpinan berikan, tidak sesuai dengan prosedur dan peraturan yang
berlaku, kita bisa mengajukan protes yang dilakukan dengan sopan, tenang dan tegas
12. hindari untuk ikut campur dalam urusan pribadi pimpinan, seperti membuka surat
pribadi milik pimpinan atau memberikan nomor ponsel pimpinan.
Etika dalam berkomunikasi terhadap pimpinan juga perlu diperhatikan. Komunikasi
merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam dunia
kerja dan menjadi salah satu hal yang sangat perlu diperhatikan untuk mencegah
kesalahpahaman yang dapat menimbulkan suatu masalah. Hal ini tidak terlepas dari
komunikasi antara atasan dan karyawan yang sering kali memiliki kendala. Ada yang kawatir
salah bicara terhadap atasan, terkesan menggurui, khawatir pendapat Anda tidak didengar, dan
masih banyak lagi.
Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan agar dapat berkomunikasi dengan baik
terhadap atasan:
1. Mendengarkan
Komunikasi yang efektif dimulai dari kemampuan dalam mendengar. Anda harus
mendengarkan setiap pembicaraan atasan dengan seksama. Perlihatkan keseriusan dan
antusiasme dalam mendengarkan informasi atau instruksi dari atasan Anda. Keseriusan dan
antusiasme dari seseorang dalam mendengar, bisa dilihat dari sikapnya pada saat mendengar.
Orang yang sibuk mempermainkan sesuatu, atau melirik kesana-kemari, atau pandangannya
terlihat kosong, pastilah bukan orang yang serius dalam mendengarkan.
87

2. Bertanya dan Memberi Tanggapan


Seorang bawahan yang baik bukanlah orang yang melakukan semua instruksi dari
atasannya tanpa pertimbangan apapun. Oleh sebab itu, apabila Anda belum mengerti apa yang
dimaksudkan oleh atasan, haruslah Anda tanya. Demikian juga apabila Anda merasa perlu
memberikan ide, untuk memperkuat ataupun merubah instruksi dari atasan Anda, lakukanlah
dengan cara yang sopan dengan alasan-alasan yang kuat, supaya Anda tidak dianggap sebagai
karyawan yang sulit diatur. Untuk itu, Anda harus mempelajari karakter dari atasan, agar Anda
bisa mencari waktu dan sikap yang tepat untuk berkomunikasi dengan dia.
3. Gunakan Kalimat bersifat Positif dan Bahasa yang Efektif
Hindari menggunakan kata-kata konfrontatif, intonasi tinggi dan argumentative. Dan
hindari menggunakan bahasa atau istilah-istilah yang terlalu tinggi sehingga tidak dimengerti
oleh atasan Anda. Komunikasi yang efektif bukan dinilai dari canggihnya kata-kata atau bahasa
yang digunakan tetapi dari mudah atau tidaknya bahasa tersebut dipahami oleh lawan bicara
Anda.
4. Jaga Profesionalisme
Jangan pernah mencampuradukkan masalah pribadi dengan urusan di kantor. Jika sedang
ribut dengan pasangan anda, jangan bawa masalah tersebut ketika meeting dengan atasan, hal
tersebut akan mengganggu kinerja anda.
5. Bahasa Tubuh dan raut wajah
Jangan membungkuk atau melakukan gerakan- gerakan tubuh yang menimbulkan
perasaan tidak nyaman pada lawan bicara Anda terlebih lagi atasan Anda. Dan hindari
menampilkan raut wajah negatif yang dapat menimbulkan saat berkomunikasi dengan bos
Anda.
6. Kontrol Emosi
Jangan terbawa perasaan, meskipun anda mungkin tidak suka dengan tugas yang
diberikan, atau mungkin anda tidak suka dengan bos anda. Pada saat berbicara dengan atasan,
hindari cara mengutarakan sesuatu seolah-olah kedudukan Anda setingkat dengan dia. Hindari
pembicaraan yang terlalu pribadi. Ingatlah bahwa keakraban ada batasnya pada saat Anda
berada di lingkungan kerja. Biarkan atasan mengendalikan pembicaraan, Anda haru bisa
mengantisipasinya. Sesuaikan selera humor. Hindari cerita yang dapat menghina atasan.
7. Jangan Menggurui
Posisikan diri anda sebagai pendengar. Walaupun anda mempunyai saran yang akan
diutarakan ke atasan, ucapkan dengan kalimat-kalimat yang tidak menyinggung egonya.
8. Melaporkan
Teknik serta etika dalam melapor adalah sesuatu yang bisa dipelajari dengan mudah.
Buatlah konsep atau poin-poin yang akan Anda laporkan kepada atasan Anda. Cara ini secara
otomatis akan membuat Anda menguasai maksud dan tujuan dari laporan tersebut. Dari konsep
tersebut, Anda juga bisa mengantisipasi respon dari atasan Anda.
88

D. Implikasi Dari Baik Buruknya Keputusan/Sesuatu


Kemampuan pribadi seseorang pemimpin untuk menemukan makna dari baik buruknya
keputusan yang memungkinkan adanya kejadian-kejadian negatif dan belajar dari masa-masa
penuh cobaan. Pemimpin mampu menguasai lingkungan yang saling bertentangan, menjadi
lebih kuat daripada sebelumnya, dan lebih berkomitmen daripada sebelumnya adalah hal-hal
yang penting untuk membentuk seseorang pemimpin andal. Kepemimpinan adalah sarana yang
digunakan seseorang pemimpin untuk mengarahkan, mempengaruhi, dan mendorong dirinya
dan orang lain dalam suatu kegiatan secara antusias dan sukarela bekerja sepenuh kemampuan
dan bertanggung jawab dalam mencapai sasaran, tujuan, dan target yang telah ditetapkan
bersama anggota organisasi, yang direalisasikan melalui dimensi-dimensi: membuat
perencanaan, mengambil keputusan, mengorganisir pelaksanaan program, mengawasi secara
rutin, hubungan perilaku pimpinan dan bawahan, baik bersifat inisiasi maupun konsiderasi,
memiliki kedudukan tugas dan fungsi dalam melaksanakan tugas, dan mengembangkan visi
dan misi organisasi untuk masa depan, yang dapat diukur dari Indikator-indikator, yaitu:
memfasilitasi usaha individu dan kelompok; kemampuan menggunakan kekuasaan sesuai
wewenang; menciptakan situasi yang dapat membuat bawahan bahagia dan berhasil; menekan
pentingnya batas waktu pelaksanaan tugas bawahan; mampu menguasai lingkungan yang
saling bertentangan; mengadakan interaksi dan menerima pendapat (seperti saran, pendapat,
kritikan, dll. ); dan mengawasi bawahan bekerja sepenuh kemampuan.
E. Kesimpulan
Sikap yang tidak menjunjung moralitas, terlebih lagi pragmatisme dalam kehidupan
seorang pemimpin harus segera ditinggalkan karena dapat merugikan diri sendiri dan orang
lain. Sikap berani menyatakan suatu itu benar dan berani pula menyatakan suatu itu salah tanpa
berusaha menutup-nutupi adalah sikap kenegarawanan yang harus ditunjukkan oleh para
pemimpin bangsa ini, walaupun konsekuensi yang diterima bisa terasa pahit/menyakitkan.
Sikap kepura-puraan atau menyembunyikan kebenaran atau takut menyatakan yang salah itu
salah merupakan tindakan yang tidak bermoral, apalagi sampai memutar balik keadaan yang
sesungguhnya terjadi. Sikap ini adalah sikap yang munafik. Seharusnya, seorang pemimpin
harus mengedepankan sikap yang jujur dan bertanggung jawab. Apa yang disampaikan
hendaknya harus sama dengan kenyataan yang terjadi.
Pemimpin harus mempunyai sikap gentleman dalam menyampaikan kebenaran. Jangan
sampai kebenaran itu hendak ditukar dengan iming - iming kekuasaan atau materi. Kalau ini
terjadi, sangat membahayakan keberlangsungan suatu bangsa. Bisa saja bangsa tersebut akan
terpuruk dan susah majunya karena moralitas pemimpin bangsanya yang rendah.
Kunci kepemimpinan yang efektif terletak pada hubungan yang dibentuk bersama
anggota tim lainnya. Kepimpinan dimulai dari diadakannya rapat pembentukan. Apa yang
hendak dicapai? Dengan siapa pemimpin akan bekerja? Pemimpin juga harus selalu melakukan
dialog bersama anggotanya, meminta saran dan masukan dan juga tak segan-segan menegur
bila anggotanya ada yang melakukan kesalahan. Pemimpin pun harus mampu legawa
menerima kritikan dari bawahan sebagai cambukan agar bekerja lebih baik di kemudian hari.
Formula rahasia yang kedua ini berakar dari berbagai informasi. Membagikan gambaran besar
akan menjadikan setiap orang berada di halaman yang sama. Selain itu, waktu untuk berdiskusi
89

secara satu per satu akan menambah kualitas kemitraan itu sendiri. Hubungan menjadi lebih
dekat (dalam batas wajar), menjalankan tugas terasa lebih ringan apabila dikerjakan secara
bersama-sama dan saling percaya. Bukankah mendaki terasa lebih gampang apabila dilakukan
bersama-sama? Sapu lidi pun tak dapat membersihkan kotoran bila tidak digenggam semuanya.
90

Tugas Latihan
1. Bagaimana sikap anda ketika menghadapi pemimpin yang temperamental?
2. Anda bekerja di sebuah instansi pemerintah atau swasta. Suatu hari anda diminta untuk
menanda tangani laporan fiktif sebagai hasil pertanggungjawaban pimpinan anda. Jika
anda menolak akan berpengaruh terhadap karir anda. Apa yang akan anda lakukan dalam
menghadapi situasi tersebut?
3. Pemimpin yang baik memiliki etika dan moral yang baik. Dalam konteks kenegaraan
penerapan etika komunikasi seorang pemimpin sangatlah dibutuhkan. Analisis bentuk
pelanggaran etika komunikasi salah satu pemimpin di Negara atau daerah anda. Tuliskan
bentuk pelanggaran komunikasi tersebut beserta solusinya.
4. Jika anda adalah seorang pemimpin organisasi baik organisasi kampus maupun organisasi
luar kampus, salah satu anggota di setiap rapat selalu ingin merasa dibenarkan karena dia
adalah senior anda. Apa yang akan anda lakukan dalam menghadapi situasi tersebut?
91

Sumber

Sumarsono. (2015. Landasan Moral dan Etika Kepemimpinan. Diakses pada link:
http://dokumen. tips/documents/landasan-moral-dan-etika-kepemimpinan. html Pada tanggal
09 Maret 2016
Gambar 6. 1. Pimpinan sedang memimpin rapat diakses pada link: http://www. aktual.
com/etika-atasan-dan-bawahan-menurut-islam-1/ Pada tanggal 10 Maret 2016
Anonym (2012). Etika terhadap Atasan dalam Dunia Kerja. Diakses pada link:
http://indobeta. com/etika-terhadap-atasan-dalam-dunia-kerja/9628/ Pada tanggal 10 Maret
2016.
Anonym. (2014). Cara Berkomunikasi dengan Baik Terhadap Atasan. Diakses pada link:
http://www. dnetwork. net/blog/Cara-Berkomunikasi-Dengan-Baik-Terhadap-Atasan pada
tanggal 10 Maret 2016.
http://antoncharlianetika. blogspot. co. id/2014/04/etika-sebagai-pimpinan. html
Gambar 6. 2. Presiden RI, Joko Widodo sedang berada di lokasi kebakaran hutan. Diakses
pada link: https://www. google. co.
id/search?q=gambar+jokowi+dalam+penanganan+kebakaran+hutan&biw=979&bih=478&tb
m=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ved=0ahUKEwjx-
vTs6rLLAhULUY4KHfcEAhEQsAQIGw#imgrc=0SE5jfQPR1Fa8M%3A Pada tanggal 10
Maret 2016
Gambar 6. 4. Prosesi penyambuta Datu Luwu sebagai bentuk penghargaan. Diakses pada
link: https://www. google. co.
id/search?q=gambar+etika+bawahan&biw=979&bih=478&tbm=isch&tbo=u&source=univ&
sa=X&ved=0ahUKEwi69sbT87LLAhXEI44KHY8UANoQsAQIGA#tbm=isch&q=datu+luw
u&imgrc=rgzjGG0tu-2a1M%3A Pada tanggal 10 Maret 2016.
Gambar 6. 3. Mentri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi memberikan penghargaan
kepada mahasiswa yang berprestasi. Diakses pada link: https://www. google. co.
id/#tbm=isch&q=kemenristek+sedang+memberikan+bantuan Pada tanggal 10 Maret 2016.
92

BAB VII

ETIKA KEILMUAN

(Sumber: http://liputanislam. com)

Ilmu merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam kehidupan, karena tanpa
ilmu manusia akan buta tentang pengetahuan dan tidak dapat membedakan antara mana yang
baik dan mana yang salah. Ilmu berupaya mengungkapkan realitas sebagaimana adanya,
sedangkan moral pada dasarnya adalah petunjuk tentang apa yang seharusnya dilakukan
manusia. Hasil-hasil kegiatan keilmuan memberikan alternatif untuk memberikan keputusan
politik dengan berkiblat pada pertimbangan moral. Ilmuwan memiliki tanggung jawab
profesional, khususnya di dunia ilmu dan dalam masyarakat ilmuwan itu sendiri serta mengenai
metodologi yang dipakainya. Ilmuwan juga memikul tanggung jawab sosial yang bisa
dibedakan atas tanggung jawab legal yang formal sifatnya, dan tanggung jawab moral yang
lebih luas cakupannya. Agar mendapatkan pengertian yang jelas mengenai kaitan antara ilmu
dan moral, maka kajiannya harus didekati dari ketiga komponen tiang penyangga tubuh
pengetahuan, yakni ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Namun dalam pembahasan kali ini
akan difokuskan pada bagaimana etika seseorang yang berilmu pengetahuan dalam bidang
akademik.
Peranan moral akan sangat kentara ketika perkembangan ilmu terjadi pada saat tahap
peralihan dari kontemplasi ke tahap manipulasi. Pada tahap kontemplasi, masalah moral
berkaitan dengan metafisik keilmuan, sedangkan pada tahap manipulasi masalah moral
berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah itu sendiri. Dengan kata lain ketika ilmu
dihadapkan pada kenyataan, maka yang dibicarakan adakah tentang aksiologi keilmuan.
Sebelum menentukan sejauh mana peran moral dalam penggunaan ilmu atau teknologi, ada
dua kelompok yang memandang hubungan antara ilmu dan moral. Kelompok pertama,
memandang bahwa ilmu itu harus bersifat netral, bebas dari nilai-nilai ontologi dan aksiologi.
93

Dalam hal ini, fungsi ilmuwan adalah menemukan pengetahuan selanjutnya terserah kepada
orang lain untuk mempergunakan untuk tujuan baik atau buruk. Kelompok pertama ini ingin
melanjutkan tradisi kenetralannya secara total seperti pada waktu Galileo. Kelompok kedua,
berpendapat bahwa kenetralan terhadap nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan,
sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan obyek penelitian, kegiatan keilmuan
harus berlandaskan asas-asas moral. Analisa perkembangan selanjutnya dengan apa yang sudah
terjadi, kelompok yang mengedepankan nilai moral mengkhawatirkan terjadinya the
humanisasi, di mana martabat manusia menjadi lebih rendah, manusia akan dijadikan obyek
aplikasi teknologi keilmuan. Hal ini berkaitan peristiwa yang terjadi selama ini, yaitu:
1. Secara faktual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia yang dibuktikan
dengan adanya Perang Dunia II.
2. Ilmu telah berkembang dengan pesat dan sangat esoterik (hanya diketahui oleh orang-
orang tertentu saja) sehingga kaum ilmuwan lebih mengetahui ekses-ekses yang
mungkin terjadi bila terjadi penyalahgunaan.
3. Ilmu telah berkembang sedemikian rupa dimana terdapat kemungkinan bahwa ilmu
dapat mengubah manusia dan kemanusiaannya yang paling hakiki seperti pada revolusi
genetika dan teknik perubahan sosial.
Persoalan baru yang muncul saat menerapkan nilai etika dan moral ialah konflik yang
menimbulkan dilema nurani mana yang baik, benar, yang mana yang tidak dan mana yang
selayaknya. Disinilah, etika memainkan peranannya, etika berkaitan dengan “apa yang
seharusnya” atau terkait dengan apa yang baik dan tidak baik untuk kita lakukan serta apa yang
salah dan apa yang benar. Dari pemahaman tersebut, maka etika menjadi acuan atau panduan
bagi ilmu dalam realisasi pengembangannya. Untuk mengatasi konflik batin dikemukakan
teori-teori etika yang bermaksud untuk menyediakan konsistensi dan koheren dalam
mengambil keputusan-keputusan moral. Teori–teori etika tersebut adalah:
1. Konsekuen. Teori ini menjawab “apa yang harus kita lakukan”, dengan memandang
konsekuensi dari berbagai jawaban. Ini berarti bahwa yang harus dianggap etis adalah
konsekuensi yang membawa paling banyak hal yang menguntungkan, melebihi segala
hal merugikan, atau yang mengakibatkan kebaikan terbesar bagi jumlah orang terbesar.
Manfaat paling besar dari teori ini adalah bahwa teori ini sangat memperhatikan
dampak aktual sebuah keputusan tertentu dan memperhatikan bagaimana orang
terpengaruh. Kelemahan dari teori ini bahwa lingkungan tidak menyediakan standar
untuk mengukur hasilnya.
2. Deontologi. Teori ini menganut bahwa kewajiban dalam menentukan apakah
tindakannya bersifat etis atau tidak, dijawab dengan kewajiban-kewajiban moral. Suatu
perbuatan bersifat etis, bila memenuhi kewajiban atau berpegang pada tanggung jawab,
Jadi yang paling penting adalah kewajiban-kewajiban atau aturan- aturan, karena hanya
dengan memperhatikan segi-segi moralitas ini dipastikan tidak akan menyalahkan
moral. Manfaat paling besar yang dibawakan oleh etika deontologi adalah kejelasan
dan kepastian. Problem terbesar adalah bahwa deontologi tidak peka terhadap
94

konsekuensi-konsekuensi perbuatan. Dengan hanya berfokus pada kewajiban,


barangkali orang tidak melihat beberapa aspek penting sebuah problem.
3. Etika Hak. Teori ini memandang dengan menentukan hak dan tuntutan moral yang ada,
selanjutnya dilema-dilema ini dipecahkan dengan hirarki. Yang penting dalam hal ini
adalah tuntutan moral seseorang yaitu haknya ditanggapi dengan sungguh-sungguh.
Teori hak ini pantas dihargai terutama karena tertekannya pada nilai moral seorang
manusia dan tuntutan moralnya dalam situasi konflik etis. Selain itu teori ini juga
menjelaskan konflik hak antar individu. Teori ini menempatkan hak individu dalam
pusat perhatian yang menerangkan bagaimana menyelesaikan konflik hak yang bisa
timbul.
4. Intuisionisme, teori ini berusaha memecahkan dilema-dilema etis dengan berpijak pada
intuisi, yaitu kemungkinan yang dimiliki seseorang untuk mengetahui secara langsung
apakah sesuatu baik atau buruk. Dengan demikian seorang intuisi mengetahui apa yang
baik dan apa yang buruk berdasarkan perasaan moralnya, bukan berdasarkan situasi,
kewajiban atau hak. Dengan intuisi kita dapat meramalkan kemungkinan yang terjadi
tetapi kita tidak dapat mempertanggungjawabkan keputusan tersebut karena kita tidak
dapat menjelaskan proses pengambilan keputusan. Etika menjadi acuan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan karena penghormatan atas manusia.
Penerapan dari ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai
pertimbangan dan kadang-kadang mempunyai pengaruh pada proses perkembangan lebih
lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanggung jawab etis, merupakan sesuatu yang
menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hal ini
berarti ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi harus memperhatikan
kodrat manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bertanggung jawab pada
kepentingan umum, kepentingan generasi mendatang, dan bersifat universal, karena pada
dasarnya ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh
eksistensi manusia bukan untuk menghancurkan eksistensi manusia. Tanggung jawab ilmu
pengetahuan dan teknologi menyangkut juga tanggung jawab terhadap hal-hal yang akan dan
telah diakibatkan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa-masa lalu, sekarang maupun apa
akibatnya bagi masa depan berdasar keputusan bebas manusia dalam kegiatannya. Penemuan-
penemuan baru dalam ilmu pengetahuan teknologi terbukti ada yang dapat mengubah sesuatu
aturan baik alam maupun manusia.
Hal ini tentu saja menutup tanggung jawab untuk selalu menjaga agar apa yang
diwujudkannya dalam perubahan tersebut akan merupakan perubahan yang terbaik bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri maupun bagi perkembangan
eksistensi manusia secara utuh. Tanggung jawab etis tidak hanya menyangkut mengupayakan
penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi secara tepat dalam kehidupan manusia. Akan tetapi,
harus menyadari juga apa yang seharusnya dikerjakan atau tidak dikerjakan untuk
memperkokoh kedudukan serta martabat manusia yang seharusnya, baik dalam hubungannya
sebagai pribadi, dalam hubungan dengan lingkungannya maupun sebagai makhluk yang
bertanggung jawab terhadap khaliknya. Jadi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
akan menghambat ataupun meningkatkan keberadaan manusia tergantung pada manusianya itu
95

sendiri, karena ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan oleh manusia dan untuk kepentingan
manusia dalam kebudayaannya. Kemajuan dibidang teknologi memerlukan kedewasaan
manusia dalam arti sesungguhnya, yakni kedewasaan untuk mengerti mana yang layak dan
yang tidak layak, yang buruk dan yang baik.
Tugas terpenting ilmu pengetahuan dan teknologi adalah menyediakan bantuan agar
manusia dapat bersungguh-sungguh mencapai pengertian tentang martabat dirinya. Ilmu
pengetahuan dan teknologi bukan saja sarana untuk mengembangkan diri manusia saja, tetapi
juga merupakan hasil perkembangan dan kreativitas manusia itu sendiri. Sikap dan perilaku
sangat penting dalam kehidupan. Setiap tingkah laku dan perilaku seseorang akan menjadi
tolok ukur tentang kepribadian seseorang tersebut. Oleh karena itu seorang ilmuwan mesti
memiliki sikap ilmiah yang mencerminkan dirinya sebagai ilmuwan. Sikap yang dimaksud bisa
berupa rendah diri, tidak sombong, dan selalu menghargai orang lain. Sikap ilmiah diharapkan
dimiliki seorang ilmuwan sebab sesuai dengan pengertiannya bahwa ilmuwan adalah orang
yang ahli atau banyak pengetahuannya menguasai suatu ilmu. ilmuwan dapat pula dikatakan
kepada orang yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan.
Etik keilmuan merupakan sebuah “komitmen melekat” yang niscaya ada di dalam
disiplin keilmuan apapun. Etika keilmuan bukan saja penting untuk menciptakan,
mempertahankan, dan melestarikan pola-pola harmonis dan menguntungkan di antara anggota
sesama anggota komunitas ilmuwan/profesional pendidikan, dan antar anggota dan komunitas
ilmuwan/profesional umumnya. Lebih dari itu, etika keilmuan/profesi penting untuk
mengembangkan “kultur dan tradisi keilmuan” yang sehat dan menjunjung tinggi sikap-sikap
ilmiah kejujuran, kesetiaan pada kebenaran, dan rasa ingin tahu
A. Sikap ilmiah yang Harus Dimiliki Ilmuwan
Ilmu bukanlah merupakan pengetahuan yang datang demikian saja sebagai barang yang
sudah jadi dan datang dari dunia khayal. Akan tetapi ilmu merupakan suatu cara berpikir yang
demikian dalam tentang sesuatu obyek yang khas dengan pendekatan yang khas pula sehingga
menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan yang ilmiah. Ilmiah dalam arti
bahwa sistem dan struktur ilmu dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka. Disebabkan oleh
karena itu pula ia terbuka untuk diuji oleh siapapun. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan
yang di dalam dirinya memiliki karakteristik kritis, rasional, logis, obyektif, dan terbuka. Hal
ini merupakan suatu keharusan bagi seorang ilmuwan untuk melakukannya. Namun selain itu
juga masalah mendasar yang dihadapi ilmuwan setelah ia membangun suatu bangunan yang
kokoh kuat adalah masalah kegunaan ilmu bagi kehidupan manusia. Memang tak dapat
disangkal bahwa ilmu telah membawa manusia ke arah perubahan yang cukup besar. Akan
tetapi dapatkah ilmu yang kokoh, kuat, dan mendasar itu menjadi penyelamat manusia bukan
sebaliknya. Disinilah letak tanggung jawab seorang ilmuwan, moral dan akhlak amat
diperlukan. Oleh karenanya penting bagi para ilmuwan memiliki sikap ilmiah. Manusia sebagai
makhluk Tuhan berada bersama-sama dengan alam dan berada di dalam alam itu.
96

Manusia akan menemukan pribadinya dan membudayakan dirinya bilamana manusia


hidup dalam hubungannya dengan
alamnya. Manusia yang
merupakan bagian alam tidak
hanya merupakan bagian yang
terlepas darinya. Manusia
senantiasa berintegrasi dengan
alamnya. Sesuai dengan
martabatnya maka manusia yang
merupakan bagian alam harus
senantiasa merupakan pusat dari
alam itu. Dengan demikian,
tampaklah bahwa diantara manusia
Gambar 7. 1 Salah satu ilmuwan matematika, memecahkan rumus
helmholtz dengan alam ada hubungan yang
Sumber: http://kaltim. tribunnews. com bersifat keharusan dan mutlak.
Oleh sebab itulah, maka manusia harus senantiasa menjaga kelestarian alam dalam
keseimbangannya yang bersifat mutlak pula. Kewajiban ini merupakan kewajiban moral tidak
saja sebagai manusia biasa lebih-lebih seorang ilmuwan dengan senantiasa menjaga kelestarian
dan keseimbangan alam yang juga bersifat mutlak.
Para ilmuwan sebagai orang yang profesional dalam bidang keilmuan sudah barang tentu
mereka juga perlu memiliki visi moral yaitu moral khusus sebagai ilmuwan. Moral inilah di
dalam filsafat ilmu disebut juga sebagai sikap ilmiah. Sikap ilmiah harus dimiliki oleh setiap
ilmuwan. Hal ini disebabkan oleh karena sikap ilmiah adalah suatu sikap yang diarahkan untuk
mencapai suatu pengetahuan ilmiah yang bersifat obyektif. Sikap ilmiah bagi seorang ilmuwan
bukanlah membahas tentang tujuan dari ilmu, melainkan bagaimana cara untuk mencapai suatu
ilmu yang bebas dari prasangka pribadi dan dapat dipertanggungjawabkan secara sosial untuk
melestarikan dan keseimbangan alam semesta ini, serta dapat dipertanggungjawabkan kepada
Tuhan. Artinya selaras dengan kehendak manusia dengan kehendak Tuhan. Sikap ilmiah yang
perlu dimiliki para ilmuwan ada enam, yaitu: (Wirawan, 2012)
1. Tidak ada rasa pamrih (disinterestedness), artinya suatu sikap yang diarahkan untuk
mencapai pengetahuan ilmiah yang obyektif dengan menghilangkan pamrih atau
kesenangan pribadi.
2. Bersikap selektif, yaitu suatu sikap yang tujuannya agar para ilmuwan mampu
mengadakan pemilihan terhadap pelbagai hal yang dihadapi. Misalnya hipotesis yang
beragam, metodologi yang masing-masing menunjukkan kekuatannya masing-masing,
atau, cara penyimpulan yang satu cukup berbeda walaupun masing-masing
menunjukkan akurasinya.
3. Adanya rasa percaya yang layak baik terhadap kenyataan maupun terhadap alat-alat
indera serta budi (mind).
4. Adanya sikap yang berdasar pada suatu kepercayaan (belief) dan dengan merasa pasti
(conviction) bahwa setiap pendapat atau teori yang terdahulu telah mencapai kepastian.
97

5. Adanya suatu kegiatan rutin bahwa seorang ilmuwan harus selalu tidak puas terhadap
penelitian yang telah dilakukan, sehingga selalu ada dorongan untuk riset, dan riset
sebagai aktivitas yang menonjol dalam hidupnya.
6. Seorang ilmuwan harus memiliki sikap etis (akhlak) yang selalu berkehendak untuk
mengembangkan ilmu untuk kemajuan ilmu dan untuk kebahagiaan manusia, lebih
khusus untuk pembangunan bangsa dan negara.
Norma-norma umum bagi etika keilmuan sebagaimana yang dipaparkan secara normatif
berlaku bagi semua ilmuwan. Hal ini karena pada dasarnya seorang ilmuwan tidak boleh
terpengaruh oleh sistem budaya, sistem politik, sistem tradisi, atau apa saja yang hendak
menyimpangkan tujuan ilmu. Tujuan ilmu yang dimaksud adalah objektivitas yang berlaku
secara universal dan komunal. Disamping sikap ilmiah berlaku secara umum tersebut, pada
kenyataannya masih ada etika keilmuan yang secara spesifik berlaku bagi kelompok-kelompok
ilmuwan tertentu. Misalnya, etika kedokteran, etika bisnis, etika politisi, serta etika-etika
profesi lainnya yang secara normatif berlaku dan dipatuhi oleh kelompoknya itu. Taat asas dan
kepatuhan terhadap norma-norma etis yang berlaku bagi para ilmuwan diharapkan akan
menghilangkan kegelisahan serta ketakutan manusia terhadap perkembangan ilmu dan
teknologi. Bahkan diharapkan manusia akan semakin percaya pada ilmu yang membawanya
pada suatu keadaan yang membahagiakan dirinya sebagai manusia. Hal ini sudah barang tentu
jika pada diri para ilmuwan tidak ada sikap lain kecuali pencapaian obyektivitas dan demi
kemajuan ilmu untuk kemanusiaan
Etika keilmuan berkaitan dengan cara-cara yang dilakukan oleh seorang ilmuwan dan
profesional di dalam mendekati, mengkaji, menjelaskan, atau menyimpulkan masalah yang
menjadi fokus perhatiannya berdasarkan acuan atau standar yang sudah ditetapkan dan
disepakati bersama di kalangan komunitas ilmuwan dan profesional. Acuan atau standar yang
dimaksudkan bukanlah “etika atau kode etik”, melainkan “tradisi keilmuan atau profesi” yang
sudah ditaati, diakui, disepakati, dan dipraktikkan bersama di kalangan komunitas ilmuwan dan
profesional. Karena itu, sepakat dengan Ladd, bahwa dalam pengertian seperti itu, etika atau
kode etik keilmuan/profesi bukanlah keputusan sepihak, karena otoritas perorangan, melainkan
hasil dari sebuah proses diskusi, deliberasi, kajian, eksplorasi, dan argumentasi kolektif
komunitas ilmuwan dan profesional tentang apa yang layak atau pantas dilakukan atau
dipraktikkan ketika melakukan ikhtiar keilmuan atau profesi.
Ilmuwan dan profesional tidak berikhtiar dan berkarya hanya semata-mata untuk
mencapai suatu kebenaran empiris dan logis, tetapi juga harus mencapai “kebenaran etis”
(ethical truth). Yaitu kebenaran yang bisa dicapai hanya jika seorang ilmuwan dan profesional
berikhtiar dan berkarya intelektual secara tegas bertindak. Perlu ditegaskan pula, bahwa salah
satu pilar kehidupan intelektual adalah “menjunjung tinggi kejujuran dan etika intelektual”. .
Adalah suatu kemustahilan manakala para ilmuwan dan profesional yang berikhtiar dan
berkarya intelektual untuk mencari kebenaran, justru melanggar dan menghancurkan
kebenaran itu sendiri, karena melakukan praktik-praktik yang tidak benar; seperti manipulasi
data, menjiplak, mengutip tanpa menyebutkan sumbernya, plagiarisme, atau semacamnya.
Dalam hal demikian, klaim-klaim kebenaran ilmiah yang dikemukakan sesungguhnya
98

bukanlah suatu kebenaran dalam arti sesungguhnya, bahkan di situ tidak ada kebenaran ilmiah
sama-sekali.
B. Etika Keilmuan Sebagai Kewajiban Masyarakat
Etika keilmuan sebagai suatu kewajiban masyarakat yang harus ditunaikan oleh setiap
masyarakat baik sebagai anggota komunitas dan institusi keilmuan/profesional di dalam bidang
keilmuan. Kewajiban dan tanggungjawab keilmuan ini, sebagai bentuk “komitmen melekat”
yang niscaya ada di dalam eksistensi setiap anggota komunitas dan institusi keilmuan.
Kewajiban dan tanggungjawab keilmuan/profesi sebagai unsur kedua dari etika keilmuan
tertuju pada dua aspek, yaitu: institusional dan personal. Misalkan dalam bidang akademik
Kewajiban akademik yang harus ditunaikan oleh setiap institusi keilmuan mencakup:
1. Membangun, menetapkan, dan mengembangkan struktur tubuh disiplin ilmu
pendidikan dan ilmu keguruan, paradigma, komunitas, domain, etika, dan tradisi
keilmuan.
2. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi atau seni ke seluruh lapisan komunitas
ilmuwan dan profesional
3. Memfasilitasi, dan mengkoordinasikan setiap bentuk aktivitas dan karya keilmuan di
bidang-bidang tertentu misalkan bidang pendidikan (pendidikan, pengajaran,
bimbingan, dan penelitian) yang disusun dan dilaksanakan oleh para calon dan anggota
komunitas ilmuwan dan profesional, atas dasar prinsip “kebebasan akademik” dan
“otonomi keilmuan”, yang ditujukan untuk kepentingan pembentukan dan
pengembangan struktur tubuh disiplin ilmu.
4. Menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan akademik dan profesional di
bidang yang dapat berguna menyiapkan para calon anggota komunitas ilmuwan dan
profesional pendidikan yang: memenuhi syarat minimal kelayakan akademik/profesi;
menambah, memperluas, atau meningkatkan kualitas wawasannya dalam sejumlah
disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; meningkatkan kesiapan diri untuk
menerapkan keahlian pendidikan; dan
5. Memanfaatkan semaksimal mungkin hasil-hasil karya keilmuan untuk meningkatkan
taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Kewajiban
keilmuan terkait dengan kewajiban dan tanggungjawab sosial institusi keilmuan
pendidikan terhadap masyarakat, bangsa, dan negaranya; dan bahwa institusi keilmuan
pendidikan bukanlah sebuah konsep yang acuh terhadap lingkungan sekitarnya.
Sedangkan kewajiban akademik yang harus ditunaikan oleh setiap anggota komunitas
keilmuan dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu kewajiban terhadap: (1) pendidikan; (2)
calon ilmuwan profesional; (3) sesama ilmuwan; dan (4) aktivitas dan karya keilmuan/profesi
(penciptaan, pengembangan, dan pengomunikasian) (Zamroni, 2015). Untuk lebih jelasnya
sebagai berikut
1. Kewajiban terhadap Pendidikan
Berkenaan dengan komitmen akademik dari setiap anggota komunitas ilmuwan
dan profesional untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan formal baik yang
99

dilaksanakan oleh institusi perguruan tinggi, organisasi pendidikan, dan/atau institusi-


institusi pelatihan dan pengembangan profesional lainnya. Kewajiban dan
tanggungjawab tersebut bisa dimaksudkan untuk: (1) memenuhi syarat atau kualifikasi
minimal pendidikan akademik dan profesional yang diharuskan sesuai dengan tuntutan
akademik atau profesinya; (2) meningkatkan kemampuan akademik dan profesional
dan/atau mendapatkan kualifikasi akademik dan profesional yang lebih tinggi di dalam
suatu cabang disiplin ilmu pendidikan, teknologi dan seni pendidikan sesuai dengan
bidang keilmuan atau profesinya, sehingga diharapkan dapat mendukung pelaksanaan
tugas-tugas akademik dan profesi kependidikannya, atau untuk lebih meningkatkan
kesiapan dirinya di dalam menerapkan keahlian; (3) menambah dan memperluas
wawasan akademik dan profesional dan mendapatkan kualifikasi akademik dan
profesional tambahan yang setingkat atau lebih tinggi di luar bidang disiplin ilmu
pendidikan, yang dipandang memiliki keterkaitan dan mendukung pelaksanaan tugas-
tugas akademik dan profesi kependidikannya, atau untuk lebih meningkatkan kesiapan
dirinya di dalam menerapkan keahlian.
2. Kewajiban terhadap calon ilmuwan profesional
Kewajiban terhadap calon keilmuan (siswa, mahasiswa atau calon ilmuwan dan
profesional), berkenaan dengan komitmen akademik dari setiap anggota komunitas
ilmuwan dan profesional pendidikan untuk menyiapkan siswa, dan mahasiswa sebagai
calon-calon anggota komunitas ilmuwan dan profesional yang memenuhi syarat-syarat
akademik dan profesional sesuai yang telah ditetapkan oleh tradisi keilmuan.
Kewajiban ini berkaitan dengan aktivitas pemberian pendidikan, pengajaran,
bimbingan di kelas atau ruang kuliah, juga dalam berbagai aktivitas dan karya
keilmuan/profesi kepada mahasiswa atau calon ilmuwan dan profesional pendidikan.
Kewajiban tersebut meliputi: (1) penyusunan dan pelaksanaan program untuk:
pendidikan dan pengajaran (pembelajaran, kuliah, tutorial, penataran, atau pelatihan),
termasuk aktivitas perbaikan dan pengayaannya; bimbingan untuk kegiatan praktik
laboratorium, bengkel, studio dan praktik lapangan seperti Kuliah Kerja Nyata (KKN),
Program Pengalaman Lapangan (PPL), Praktik Kemampuan Mengajar (PKM), dan
praktikum sains; karya keilmuan/profesi, yaitu membimbing penyusunan disertasi,
tesis, skripsi, laporan, atau karya Ilmiah; aktivitas keilmuan, seperti seminar, lokakarya,
semiloka, simposium, diskusi panel, kollukium, dan semacamnya; pembinaan kegiatan
kemahasiswaan sebagai tenaga pembimbing akademik (PA), atau petugas bimbingan
dan konseling; (4) menganalisis, dan mengevaluasi proses dan hasil pengajaran,
bimbingan, dan penelitian yang telah dilakukan untuk lebih meningkatkan kualitasnya;
(6) menyusun, melaksanakan, menganalisis, dan mengevaluasi proses dan hasil belajar
siswa atau mahasiswa; (7) menguji hasil-hasil belajar akhir (disertasi, tesis, skripsi,
PPL, PKM/PKP) untuk mengetahui tingkat kepenguasaan kemampuan akademik; (8)
membuat, menulis, dan mengembangkan materi pokok dan suplemen atau bahan
belajar pendukung untuk kegiatan pembelajaran, perkuliahan, tutorial, penataran,
pelatihan, atau bimbingan, yang memuat berbagai aspek struktur tubuh disiplin ilmu
pendidikan; dan (9) menyampaikan orasi ilmiah di hadapan mahasiswa atau calon
anggota komunitas ilmuwan dan profesional.
100

3. Kewajiban terhadap sesama ilmuwan


Kewajiban terhadap sesama ilmuwan, berkenaan dengan komitmen akademik
dari setiap anggota komunitas ilmuwan dan profesional pendidikan untuk mengajar,
membimbing, melatih, dan saling mengkomunikasikan dan mempraktikkan khasanah
keilmuan kepada sesama anggota komunitas ilmuwan dan profesional pendidikan.
Kewajiban tersebut mencakup aspek pengajaran, bimbingan, dan aktivitas dan karya
keilmuan yang ditujukan kepada sesama anggota komunitas ilmuwan, seperti
menyusun dan melaksanakan program untuk berbagai aktivitas: (1) pendidikan, yakni
mendorong, memfasilitasi sesama kolega mengikuti pendidikan dan pelatihan formal
agar: memenuhi syarat minimal pendidikan akademik dan profesional yang diharuskan
sesuai dengan tuntutan akademik atau profesi; meningkatkan kemampuan akademik
dan profesional dan/atau mendapatkan kualifikasi akademik dan profesional yang lebih
tinggi sesuai dengan bidang keilmuan atau profesi ; menambah dan memperluas
wawasan akademik dan profesional dan mendapatkan kualifikasi akademik dan
profesional tambahan yang setingkat atau lebih tinggi di luar bidang ilmunya; (2)
pengajaran (kuliah, tutorial, penataran, atau pelatihan), termasuk aktivitas perbaikan
dan pengayaannya; bimbingan; (3) menyampaikan orasi ilmiah di hadapan komunitas
ilmuwan dan profesional; (4) supervisi dan bimbingan kepada sesama guru, dosen, atau
peneliti yang lebih muda, dalam berbagai aktivitas yang berkaitan dengan pengajaran
(mengajar, kuliah, tutorial, penataran, atau pelatihan, termasuk aktivitas perbaikan dan
pengayaannya), bimbingan, dan penelitian; dan kepada sesama kolega yang akan
menaiki jabatan profesional/akademik lebih tinggi;
4. Kewajiban terhadap karya keilmuan
Kewajiban terhadap karya keilmuan berkenaan dengan komitmen akademik
dari setiap anggota komunitas ilmuwan untuk menemukan, mengembangkan,
mempraktikkan, atau mengubah kebenaran-kebenaran keilmuan yang terdapat di dalam
tradisi. Kewajiban tersebut mencakup: (1) menciptakan atau menghasilkan karya-karya
ilmiah, baik dalam bentuk hasil-hasil pemikiran, penelitian, atau penelitian
pengembangan, baik dalam bentuk: laporan, monograph, makalah, skripsi, tesis,
disertasi, atau dalam bentuk yang lain. Termasuk ke dalam kategori mencipta atau
menghasilkan karya-karya keilmuan/profesi adalah: menerjemahkan karya ilmiah;
mengedit karya ilmiah; membuat rancangan dan karya teknologi pendidikan yang
dipatenkan; membuat rancangan dan karya teknologi, rancangan, dan karya seni
monumental di berbagai bidang; (2) mengkomunikasikan karya-karya ilmiah yang
sudah dihasilkan atau diciptakan di dalam forum-forum komunikasi ilmuwan dan
profesional seperti: seminar, lokakarya, semiloka, simposium, diskusi panel,
kollukium, dan semacamnya, penerbitan-penerbitan ilmiah seperti: buku, majalah
ilmiah, jurnal, baik yang berada di lingkungan universitas, lembaga atau organisasi
keilmuan, atau di lembaga-lembaga penerbitan di luar itu; (3) aktif partisipatif
mengikuti berbagai forum komunikasi ilmuwan dan profesional seperti: seminar,
lokakarya, semiloka, simposium, diskusi panel, kollukium, dan semacamnya, yang
diselenggarakan institusi-institusi keilmuan dalam atau di luar negeri; (4) mengakses
101

berbagai karya keilmuan di bidang pendidikan, baik melalui keterlibatan aktif di dalam
forum komunikasi ilmuwan dan profesional, melalui penerbitan-penerbitan ilmiah, atau
sumber-sumber lain yang tersedia; (5) mempraktikkan hasil-hasil pemikiran, penelitian,
atau penelitian pengembangan di dalam berbagai aktivitas bidang pengajaran,
bimbingan, dan penelitian; dan (6) melakukan inovasi-kreatif terhadap unsur-unsur dari
struktur tubuh disiplin ilmu (paradigma, komunitas, domain, etika, atau tradisi) yang
selama ini sudah menjadi khasanah keilmuan/profesi pendidikan, karena dianggap tidak
lagi sesuai dengan dinamika baru dan mutakhir di dalam disiplin ilmu dari berbagai
bidang.
C. Mahasiswa Sebagai Ilmuwan yang Beretika
Setiap komunitas memiliki sistem nilai masing-masing, baik dari unit komunitas yang
paling kecil yaitu keluarga, komunitas dunia pendidikan/persekolahan, dan komunitas yang
lebih luas lagi yaitu, masyarakat. Para anggota komunitas itu dituntut untuk dapat memahami
dan menjalani sistem nilai yang berlaku. Begitupun di lingkungan kampus, setiap sivitas
akademika diharapkan ikut membangun sistem nilai di lingkungan kampus, baik dosen,
karyawan dan mahasiswa. Antara etika dengan mahasiswa memiliki hubungan yang sangat
erat. Etika sangat berperan penting terhadap diri mahasiswa maupun orang lain, dengan
memahami peranan etika mahasiswa dapat bertindak sewajarnya dalam melakukan
aktivitasnya sebagai mahasiswa misalnya di saat mahasiswa berdemonstrasi menuntut keadilan
etika menjadi sebuah alat kontrol yang dapat menahan mahasiswa agar tidak bertindak anarkis.
Dengan etika mahasiswa dapat berperilaku sopan dan santun terhadap siapa pun dan apapun
itu. Sebagai seorang mahasiswa yang beretika, mahasiswa harus memahami kebebasan dan
tanggung jawab, karena banyak mahasiswa yang apabila sedang berdemonstrasi memaknai
kebebasan dengan kebebasan yang tidak bertanggung jawab. Di bawah ini beberapa etika di
kampus yang perlu dipahami dalam diri mahasiswa. (Wibowo, 2012)
1. Menaati peraturan yang ditetapkan oleh Pimpinan Perguruan Tinggi dan Para Dosen
yang mendidik kita.
2. Menganggap teman sesama mahasiswa sebagai teman sejawat yang harus saling
membantu dan menganggapnya sebagai pesaing secara sehat dalam berkompetisi
meraih prestasi akademis.
3. Menjunjung tinggi kejujuran ilmiah dengan menaati kaidah keilmuan yang berlaku
seperti menghindari tindakan mencontek, plagiat, memalsu tandatangan kehadiran dan
tindakan tercela lainnya.
4. Berperilaku sopan dan santun dalam bergaul di lingkungan kampus dan di masyarakat
umum sebagai manifestasi dari kedewasaan dalam berfikir dan bertindak.
5. Berpenampilan elegan sesuai dengan mode yang berlaku saat ini tanpa harus melanggar
tata tertib berpakaian di kampus.
6. Berfikir kritis, rasional dan ilmiah dalam menerima ilmu pengetahuan baru, bisa
mempertimbangkan mana yang benar dan mana yang salah dengan menguji setiap
masukan dengan cara mengkonfirmasikan ke sumbernya.
102

7. Mempunyai prinsip yang jelas dalam berpendirian didasari dengan kerendahan hati
tanpa harus tampak sombong atau angkuh.
Berkaitan dengan etika yang perlu dibangun
mahasiswa, dewasa ini sedang marak tema tentang
‘character building’ dalam dunia pendidikan. Apabila
kita simak bersama, bahwa dalam pendidikan atau
mendidik tidak hanya sebatas mentransfer ilmu saja,
namun lebih jauh dan pengertian itu yang lebih utama
adalah dapat mengubah atau membentuk karakter dan
watak seseorang agar menjadi lebih baik, lebih sopan
dalam tataran etika maupun estetika maupun perilaku
dalam kehidupan sehari-hari. Kita harus sadar, bahwa
pembentukan karakter dan watak atau kepribadian ini
sangat penting, bahkan sangat mendesak dan mutlak
adanya. Hal ini cukup beralasan. Mengapa mutlak
Gambar 7. 2. Pembentukan karakter di diperlukan? Karena adanya krisis yang terus
dunia kampus melalui penulisan karya
berkelanjutan melanda bangsa dan negara kita sampai
ilmiah
saat ini belum ada solusi secara jelas dan tegas, lebih
Sumber: http://uncp. ac. id
banyak berupa wacana yang seolah-olah bangsa ini diajak
dalam dunia mimpi.
Berhadapan dengan berbagai masalah dan tantangan, pendidikan nasional pada saat yang
sama (masih) tetap memikul peran multidimensi. Berbeda dengan peran pendidikan pada
negara-negara maju, yang pada dasarnya lebih terbatas pada transfer ilmu pengetahuan,
peranan pendidikan nasional di Indonesia memikul beban lebih berat. Pendidikan berperan
bukan hanya merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetap lebih luas lagi sebagai
pembudayaan yang tentu saja hal terpenting dan pembudayaan itu adalah pembentukan
karakter dan watak (nation and character building), yang pada gilirannya sangat krusial bagi
pembentukan watak atau dalam bahasa lebih populer menuju rekonstruksi negara dan bangsa
yang lebih maju dan beradab dan beretika. Oleh karena itu, reformasi pendidikan sangat mutlak
diperlukan untuk membangun karakter atau watak suatu bangsa, bahkan merupakan kebutuhan
mendesak. Reformasi kehidupan nasional secara singkat, pada intinya bertujuan untuk
membangun Indonesia yang lebih demokratis dan beretika, sehingga betul-betul menjadi
Indonesia baru yang madani, yang bersatu padu.
Di samping itu, peran pendidikan nasional dengan berbagai jenjang dan jalurnya
merupakan sarana paling strategis untuk mengasuh, membesarkan dan mengembangkan warga
negara yang demokratis dan memiliki keadaban kemampuan, keterampilan, etos dan motivasi
serta berpartisipasi aktif, merupakan ciri dan karakter paling pokok dari suatu masyarakat
madani Indonesia. Tidak perlu disangsikan lagi, bahwa pendidikan karakter merupakan upaya
yang harus melibatkan semua pihak baik rumah tangga dan keluarga, sekolah dan lingkungan
sekolah, masyarakat luas. Oleh karena itu, perlu menyambung kembali hubungan dan
educational networks yang mulai terputus tersebut. Pembentukan dan pendidikan karakter
tersebut, tidak akan berhasil selama antar lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan
103

keharmonisan. Dengan demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan


pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan.
Sedangkan pendidikan karakter melalui kampus bagi para mahasiswa, tidak semata-mata
pembelajaran pengetahuan semata, tetapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai
etika, estetika, budi pekerti yang luhur dan lain sebagainya. Pemberian penghargaan kepada
yang berprestasi, dan hukuman kepada yang melanggar, menumbuh kembangkan nilai-nilai
yang baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah berlakunya nilai-nilai yang buruk.
Selanjutnya menerapkan pendidikan berdasarkan karakter (character base education)
dengan menerapkan ke dalam setiap pelajaran yang ada di samping mata pelajaran khusus
untuk mendidik karakter, seperti; pelajaran Agama, Sejarah, Moral dan sebagainya. Di samping
itu tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat. Lingkungan masyarakat juga sangat
mempengaruhi terhadap karakter dan watak seseorang. Lingkungan masyarakat luas sangat
mempengaruhi terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai etika, estetika untuk pembentukan
karakter.
D. Pelanggaran Etika Keilmuan
Wacana yang belakangan mengemuka, persoalan pelanggaran etika keilmuan sering
hanya ditujukan kepada praktik-praktik plagiarisme, yaitu penjiplakan, penggandaan,
pengutipan, atau penyaduran, manipulasi data, menjiplak, mengutip dari karya keilmuan orang
lain tanpa menyebutkan sumbernya. Pelanggaran etika keilmuan hanya dipersepsi sebagai
persoalan “plagiarisme” semata. Berhubungan dengan persoalan etika keilmuan
mengklasifikasikan pelanggaran etika keilmuan (Farisi, 2015), yaitu:
1. Kesalahan penyajian informasi yang bukan dengan tujuan mengelabui atau menipu, dan
tidak segera ditemukan. Dalam kasus ini tidak hanya komunitas ilmuwan dan
profesional yang tertipu, tetapi juga publik. Kasus ini bisa terjadi karena sejumlah
faktor, seperti: pemaduan data yang saling bertentangan, kesalahan dan kelemahan
prosedur penelitian atau tidak mengikuti acuan prosedural yang umum disepakati, tidak
dilakukan kajian awal, atau karena keinginan untuk mengejar popularitas dan
keuntungan finansial. Dalam kasus ini, dianggap sebagai bentuk pelanggaran etika
keilmuan, apabila seorang ilmuwan dan profesional yang menyadari dan menemukan
adanya kekeliruan penjelasan, pemecahan masalah, atau penarikan simpulan dan
implikasi-implikasi penelitiannya, tetapi tidak melakukan pengakuan dengan segera
dan terbuka, terutama yang telah dipublikasikan di dalam penerbitan ilmiah. Pengakuan
tersebut lebih disukai apabila disampaikan di dalam penerbitan yang sama. Pelanggaran
etika keilmuan juga bisa terjadi ketika seseorang mempublikasikan dua hasil penelitian
sendiri tentang pokok permasalahan yang sama tetapi berbeda lokasi penelitiannya,
hanya sebatas untuk diterbitkan. Tanpa menguraikan secara rinci dan lengkap kedua
proses penelitiannya tadi, karena alasan ketergesaan waktu, atau terbentuk masalah
pembiayaan.
2. Ketidakjujuran yang disengaja, seperti tindakan merekayasa atau memodifikasi data
secara cerdik untuk tujuan popularitas atau lainnya; memalsukan atau mengubah
temuan; pengutipan tanpa menyebut sumbernya (plagiarism), mengambil secara utuh
karya orang lain; kebohongan; kesalahan nyata; melebih-lebihkan sehingga tidak
104

proporsional lagi dan menyimpang; melaporkan temuan dari hasil instrumen yang
dianggap memuaskan saja agar dianggap sesuai dengan acuan yang ada, padahal
instrumen yang digunakan banyak
Masalah pelanggaran etika keilmuan yang juga kerap tidak disadari, dan kerap pula
dilanggar adalah ketika seorang ilmuwan dan profesional pendidikan bergiat dan berkarya di
luar batas-batas disiplin keilmuan; baik karena alasan diminta, lebih-lebih lagi karena alasan
ekonomi. Juga apabila mereka melakukan penelitian pesanan dari sebuah perusahaan yang
bersedia memberikan dana dan honorarium tinggi, yang bisa menimbulkan konflik
kepentingan antara keilmuan dan kebutuhan teknis atau praktis semata.
Termasuk pelanggaran etika keilmuan juga, manakala seorang ilmuwan dan profesional
kurang semangat dan bahkan sama sekali tidak mau mengajar, meneliti, dan melakukan
pengabdian pada masyarakat sesuai dengan bidang disiplin keilmuan, yang sesungguhnya pula
merupakan kewajiban akademis ilmuwan dan profesional. Demikian juga halnya, manakala
seorang ilmuwan dan profesional atau komunitas ilmuwan dan profesional menyuarakan
aspirasi, berkolaborasi, berafiliasi, atau mengabdi kepada kelompok-kelompok atau
kepentingan-kepentingan politik (ilmuwan dan profesional politis); kepada kepentingan
pemerintah atau birokrasi (ilmuwan dan profesional birokrat); atau mengejar kepentingan
popularitas atau publisitas (ilmuwan dan profesional publisitas) dengan mengaburkan atau
bahkan menghilangkan komitmen-komitmen etisnya sebagai ilmuwan dan profesional.
Bauer (Farisi, 2015) mengungkapkan Pelanggaran etika juga terjadi dalam konteks
hubungan akademis antara dosen/guru dan mahasiswa/siswa, seperti: meremehkan karena
dianggap tidak mampu; berinteraksi terlalu dekat, karena mahasiswa/siswa tersebut adalah
keluarga, sehingga melahirkan konflik kepentingan, bersikap sangat ketat (dosen/guru killer)
terhadap mahasiswa/siswa dengan alasan untuk menegakkan integritas dan wibawa; selalu
ingin benar sendiri; baik dalam aktivitas perkuliahan maupun bimbingan. Sikap-sikap tersebut
jelas mengindikasikan sikap tidak profesional, sementara salah satu komitmen intelektual
utama seorang ilmuwan adalah “menjunjung tinggi sikap profesionalisme”

Pengembangan Kemampuan Analisa


Berikan pandangan anda mengenai plagiarisme yang marak di kalangan mahasiswa dan
bagaimana upaya anda untuk meminimalisir kebiasaan tersebut. Kaji permasalahan tersebut
dengan berbagai referensi.
105

Sumber

Gambar Pembuka bab. Diakses pada link: http://liputanislam. com/wp-


content/uploads/2014/06/images-1. jpg tanggal 09 Maret 2016.

Gambar 7. 1 Salah satu ilmuwan matematika, memecahkan rumus helmholtz. Diakses pada
link: http://kaltim. tribunnews. com/2015/11/14/pecahkan-rumus-matematika-
helmholtz-ilmuwan-indonesia-disanjung-dunia. 7 Maret 2016

Gambar 7. 2 Pembentukan karakter di dunia kampus melalui penulisan karya ilmiah. Diakses
pada link: http://uncp. ac. id/blog/post/mahasiswa-teladan-2015-putra-dan-putri-dari-
program-studi-kimia-dan-pendidikan-matematika. 5 Maret 2016

Farisi, Moh Imam. 2015. Etika Keilmuan Sebagai Disiplin Ilmiah Dalam Pendidikan dan
Disiplin Ilmu dan Profesi. Jurnal Pamerte

Natsir, Nanat F. 2010. Moral dan Etika Politik. Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Wirawan. 2012. Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma. Prenadamedia Group: Jakarta

Zamroni, Akhmad. 2015. Partisipasi dalam Upaya Bela Negara. Penerbit Yrama Widya:
Bandung
106

BAB VIII

ETIKA MORAL DI ERA TEKNOLOGI INFORMASI

http://image.slidesharecdn.com/etikapenggunaaninternet

Sifat dan kondisi teknologi informasi dan komunikasi dapat menciptakan dunia maya
menjadi nyata berada di hadapan kita. Semakin mudahnya kita mengakses informasi, Internet
misalnya menawarkan kemudahan dalam memberikan informasi dalam berbagai bentuk, teks,
gambar, grafik, animasi, suara, video dan memungkinkan informasi tersebut dalam bentuk
media sosial, Facebook, Twitter, Line, Instagram, WhatsAap, BBM, dan media lainnya sangat
beragam dan tidak dibatasi, oleh karena itu perlu ada suatu etika yang mengatur penggunaan
Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) khususnya dalam dunia pendidikan. Paradigma ini
yang harus diperhatikan dalam pendidikan karena dunia pendidikan memiliki misi dan fungsi
untuk menciptakan manusia yang memiliki akhlak dan etika dalam segala aspek, tidak
terkecuali dalam dunia teknologi informasi.
A. Etika dan Ketentuan dalam Jejaring Sosial
Dalam bab 1 telah dikupas tentang pengertian etika. Dimana etika mencakup analisis dan
penerapan nilai-nilai seperti benar, salah, baik, buruk dan tanggung jawab dalam kehidupan.
Namun bukan dalam lingkup kehidupan sehari-hari saja, etika dan moral harus diajarkan dan
diterapkan dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi bagi siswa kita. Meski
berupa dunia digital, teknologi informasi dan komunikasi hanyalah media yang dikendalikan
oleh manusia. Salah satu contoh penerapan etika dalam teknologi informasi dan komunikasi
adalah etiket atau etika dan sopan santun berkomunikasi melalui Internet. Meski komunikasi
melalui Internet banyak terjadi melalui tulisan dan simbol, namun pengguna Internet tetap
harus menjaga tutur katanya dan menerapkan etika yang baik. Jika seseorang memiliki etika
yang baik, maka orang tersebut juga memiliki moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Jika
dalam kehidupan nyata seseorang harus beretika dan bermoral, maka dalam dunia komunikasi
pun harus beretika dan bermoral.
Salah satu contoh kasus yang begitu menyita perhatian publik dalam penggunaan Jejaring
Sosial secara keliru, tampak dari apa yang dilakukan Florence Sihombing. Mahasiswa strata II
perguruan tinggi ternama di Yogyakarta itu, gara-gara kesal saat mengantre BBM sesuai
107

dengan prosedur di salah satu SPBU di Yogyakarta, menyatakan opininya dengan emosi.
Dalam Jejaring Sosial Path, kurang lebih dia menulis bahwa Yogyakarta adalah kota miskin
dan tidak berbudaya. Dalam waktu singkat, pernyataannya itu memantik beragam reaksi di
jejaring sosial, mulai nasihat agar tidak emosi, menyesalkan pernyataannya, sampai mengecam
sikapnya yang tidak mencerminkan statusnya sebagai mahasiswa yang berpendidikan.
Kasusnya tidak terhenti di situ karena menjadi konsumsi pemberitaan media dan menjadi isu
yang diperbincangkan secara nasional. Bahkan kasus tersebut merembet ke ranah hukum,
karena diadukan oleh sejumlah kelompok masyarakat dan ditangani oleh aparat kepolisian.
Tindakan Florence itu dinilai telah melanggar Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE) yang mengatur soal penghinaan/pencemaran nama baik,
berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diakses informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” Apa yang bisa
dipetik dari kasus di atas? Arif dan bijaksanalah dalam memakai Jejaring Sosial.
Di Indonesia, etika berkomunikasi di dunia maya telah dibahas dan tertuang dalam
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya Bab VII pasal 27
s.d. 32. Di dalam UU tersebut dijelaskan sanksi hukum yang akan diterima oleh pihak-pihak
yang melanggar etika berkomunikasi di dunia maya. Beberapa kasus terkait dengan etika
berkomunikasi di dunia maya pernah terjadi di Indonesia dan diselesaikan dengan
menggunakan UU tersebut. Dikhawatirkan kasus-kasus serupa juga akan menimpa pengguna
jika tanpa mereka sadari tulisan mereka di jejaring sosial dianggap melanggar etika
berkomunikasi, dan pihak-pihak yang merasa dirugikan tidak bisa menerima apa yang
dilakukan oleh anak-anak tersebut.
Pelajaran dan hikmah yang harus dipetik dari Jejaring Sosial juga dapat digali dari
maraknya berbagai kasus penipuan di Jejaring Sosial. Modus yang sering dipakai dalam
penipuan melalui Jejaring Sosial adalah dengan membobol, membajak, lalu menyalahgunakan
akun Jejaring Sosial yang bersangkutan. Dalam kurun empat tahun terakhir, ada sejumlah kasus
yang gaungnya sampai di tingkat nasional. Dan tidak terhitung jumlah penipuan melalui
Jejaring Sosial karena korbannya tidak hati-hati, tidak jeli, mudah percaya, tidak melakukan
ricek, serta tidak paham seluk-beluk, kelemahan dan kekuatan Jejaring Sosial. Sudah cukup
sering kita menerima pesan di dalam Jejaring Sosial yang meminta uang dalam jumlah tertentu,
mulai Rp500 ribu, Rp1 juta, Rp5 juta, belasan hingga puluhan juta rupiah. Pesan itu bisa dari
teman dekat, relasi bisnis, keluarga, dan tokoh-tokoh publik disertai berbagai informasi yang
menyeramkan, misalnya untuk ongkos operasi, biaya sekolah, pembelian pulsa, uang muka
asuransi, pengambilan hadiah undian, sampai niat meminjam duit. Ujungnya adalah
permintaan untuk segera mentransfer uang itu ke nomor rekening yang sudah tertera. Apabila
mendapat kiriman konten seperti itu, hati-hatilah. Jangan lekas percaya. Lakukanlah
crosscheck secara langsung ke nomor-nomor yang Anda yakini benar. Kalau perlu, Anda
jumpa darat atau bertatap muka langsung untuk mengecek kebenarannya.
Sejumlah kasus yang merugikan pernah menimpa publik figur yang akun Jejaring
Sosialnya dibajak. Pada Mei 2010, akun Yahoo Messenger (YM) dan Facebook milik aktris
Jajang C. Noer dibajak oleh orang lain dan digunakan untuk meminta sumbangan ke orang-
108

orang dekat Jajang. Modus serupa juga menimpa akun Twitter, Facebook, dan dua e-mail milik
Arie Dagienkz. Beruntung, pembajakan itu segera terbongkar karena pemilik akun mendapat
laporan tidak wajar mengenai akunnya dari orang lain. Pembajak dan pembobol akun Jejaring
Sosial bisa dibilang orang-orang yang mengetahui teknologi informasi dan bertindak secara
agresif.
Vokalis grup Maliq & D’Essentials, Angga Puradiredja, misalnya, sampai harus berganti
kata sandi berkali-kali untuk menghindari pembajakan akun Twitternya pada Agustus 2012.
Pembajakan akun surat elektronik adalah perbuatan yang paling mudah dilakukan untuk
menipu. Tetapi jika penerima pesan cukup hati-hati, maka dia tidak akan lekas percaya karena
sering kali isinya di luar kelaziman atau kebiasaan orang yang akunnya dibajak. Pembajakan
akun juga menyasar politisi, seperti dialami oleh politikus Partai Golkar yang ada di Senayan,
Hajriyanto Y Tohari. Kejadian itu dialaminya pada Desember 2013 dan segera terungkap
karena kontennya di luar kewajaran, banyak orang yang menjadi korbannya sadar, serta
pelakunya tertangkap.
Akun Jejaring Sosial dengan cirri follow dan unfollow juga rentan pembajakan, karena
para penggunanya sering tidak saling kenal. Kedekatan relasi pribadi antar pengguna Jejaring
Sosial sering menjadi makanan empuk bagi pelaku kejahatan. Pada Mei 2013 misalnya, ada
salah seorang pengguna Twitter yang mentransfer uang sampai Rp5 juta karena akun rekannya
mengaku membutuhkan uang. Padahal akun rekannya itu sudah dibobol dan kemudian dibajak.
Ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam penggunaan akun-akun Jejaring Sosial.
Pertama, memakai dengan bijaksana agar tidak merugikan pihak lain. Untuk menjadi
bijaksana, paling tidak kita harus memahami etiket atau nilai-nilai yang baik dan benar dalam
penggunaan Jejaring Sosial. Kedua, memakai dengan hati-hati agar tidak menjadi korban atau
dirugikan oleh pihak lain yang menyalahgunakan Jejaring Sosial. Unsur kehati-hatian itu bisa
diawali dengan melakukan proteksi berlapis-lapis demi keamanan akun, agar tidak bisa dibajak
oleh pelaku kejahatan. Ketiga, pengguna Jejaring Sosial harus selalu melakukan crosscheck
dan recheck terhadap informasi yang janggal dan tidak wajar, paling tidak jika sudah UUD
atau ujung-ujungnya duit.
Perkembangan teknologi komputer sebagai sarana informasi memberikan banya
keuntungan, salah satu manfaatnya adalah bahwa informasi dapat dengan segera diperoleh dan
pengambilan keputusan dapat dengan cepat dilakukan secara lebih akurat, tepat dan
berkualitas. Namun, di sisi lain, perkembangan teknologi informasi, khususnya komputer
menimbulkan masalah baru. Bahwa banyak sekarang penggunaan komputer sudah di luar etika
penggunaannya, misalnya: dengan pemanfaatan teknologi komputer, dengan mudah seseorang
dapat mengakses data dan informasi dengan cara yang tidak sah. Adapula yang memanfaatkan
teknologi komputer ini untuk melakukan tindakan kriminal
Hal-hal inilah yang kemudian memunculkan unsur etika sebagai faktor yang sangat
penting kaitannya dengan penggunaan sistem informasi berbasis komputer, mengingat salah
satu penyebab pentingnya etika adalah karena etika melingkupi wilayah – wilayah yang belum
tercakup dalam wilayah hukum. Faktor etika disini menyangkut identifikasi dan penghindaran
terhadap unethical behavior( perbuatan melanggar etika) dalam penggunaan sistem informasi
berbasis komputer
109

B. Pentingnya Etika dalam Jejaring Sosial

Gambar 8.1 Penggunaan jejaring sosial tidak mengenal usia bahkan sampai anal kecil sudah
bisa mengaksesnya. Sumber:https://klasiber.files.wordpress.com
Jejaring Sosial telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia dengan peran
sangat signifikan dalam komunikasi modern. Infiltrasi penggunaan internet serta perangkat
teknologi komunikasi seperti tablet dan smartphone yang sangat marak menjadi salah satu
pendorong pertumbuhan situs-situs jejaring baru pertemanan dan informasi. Simak saja,
hampir semua smartphone dijejali dengan lebih dari dua aplikasi Jejaring Sosial yang semua
dimanfaatkan oleh pemiliknya. Data menarik disuguhkan oleh Statistik Pengguna Internet dan
Mobile Indonesia. Pada tahun 2014, pengguna internet di Indonesia mencapai 15% atau 38,2
juta dari total jumlah penduduk sekitar 251,2 juta jiwa. Sedangkan pengguna Jejaring Sosial di
Indonesia juga sekitar 15% dari total jumlah penduduk Indonesia. Artinya, hamper seluruh
pengguna internet memiliki akun Jejaring Sosial. Para pengguna Jejaring Sosial ini mengakses
akun Jejaring Sosialnya rata-rata sekitar 2 jam 54 menit dan sebanyak 74% mengakses akunnya
melalui smartphone.
Secara global, penggunaan Jejaring Sosial menunjukkan fenomena pertumbuhan yang
sulit dihentikan. Digital Insights, pada September 2013 menyebutkan jumlah pengguna
Jejaring Sosial seperti Facebook telah mencapai 1,15 miliar. Tidak sampai empat bulan,
tepatnya pada akhir Januari 2014, The Next Web melansir pengguna aktif gurita jejaring sosial
ini telah mencapai 1,23 miliar. Pengguna Facebook di Indonesia pada tahun 2014 diperkirakan
mencapai 80 juta lebih atau nomor empat terbesar di dunia. Kemudahan dalam mengakses akun
Jejaring Sosial telah membuat Jejaring Sosial tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat.
Mereka dapat melakukannya di mana saja, kapan saja, dengan siapa saja, dan tentang apa saja.
Jejaring Sosial telah menjadi backbone (tulang punggung) dalam komunikasi abad digital
ini. Akan tetapi selain dampak positif yang ditimbulkan berkat fungsi dan tujuannya, Jejaring
Sosial juga memunculkan sisi kelam, menyimpang, dan negatif dari hubungan komunikasi.
Jejaring Sosial yang seharusnya difungsikan untuk tujuan baik, telah dimanfaatkan untuk
kepentingan-kepentingan jahat. Saat ini, modus-modus kejahatan yang memanfaatkan Jejaring
Sosial begitu marak, baik itu berupa fitnah, caci maki, teror, penipuan, penjatuhan serta
penghinaan pihak lain, penculikan hingga saling adu argumen yang tidak didasarkan pada
kepatutan serta kewajaran. Semua fenomena negatif tersebut ditandai dengan pelanggaran
nilai-nilai etika berkomunikasi.
110

Pada prinsipnya, setiap kita melakukan komunikasi baik secara langsung dengan bertatap
muka maupun tidak langsung melalui perangkat komunikasi, kaidah-kaidah berkomunikasi
yang baik tetap harus dijunjung tinggi. Tatanan sosial yang terbangun dari komunikasi era
digital melalui Jejaring Sosial sebagai tulang punggungnya akan rusak dan destruktif apabila
penggunaan Jejaring Sosial tidak didasarkan pada etika berkomunikasi yang baik. Ketika
masyarakat berkomunikasi, pada dasarnya mereka sedang menciptakan sendi-sendi trust atau
rasa saling percaya. Hal itu muncul dengan sendirinya karena pihak-pihak yang berkomunikasi
menjunjung tinggi nilai-nilai etika. Etika sendiri adalah kesadaran dan pengetahuan mengenai
baik dan buruk atas perilaku atau tindakan yang dilakukan oleh manusia.
Dalam kehidupan bersosial di masyarakat, istilah etika dikaitkan dengan moralitas
seseorang. Orang yang tidak memiliki etika yang baik sering disebut tidak bermoral karena
tindakan dan perkataan yang diambil tidak melalui pertimbangan baik dan buruk. Kata etika
dan moral juga sering dikaitkan dengan dunia pendidikan, karena menyangkut pertimbangan
akan nilai-nilai baik yang harus dilakukan dan nilai-nilai buruk yang harus dihindari. Tidak
adanya filter atau saringan pertimbangan nilai baik dan buruk merupakan awal dari bencana
pemanfaatan Jejaring Sosial di era gadget. 45
Perlindungan atas hak individu di internet dan membangun hak informasi merupakan
sebagian dari permasalahan etika dan sosial dengan penggunaan sistem informasi yang
berkembang luas. Permasalahan etika dan sosial lainnya, di antaranya adalah: perlindungan
hak kepemilikan intelektual, membangun akuntabilitas sebagai dampak pemanfaatan sistem
informasi, menetapkan standar untuk pengamanan kualitas sistem informasi yang mampu
melindungi keselamatan individu dan masyarakat, mempertahankan nilai yang
dipertimbangkan sangat penting untuk kualitas hidup di dalam suatu masyarakat informasi.
Kemajuan teknologi tampaknya akan selalu diikuti dengan berbagai ekses negatif, salah
satunya adalah teknologi komputer berbasis internet yang dilengkapi dengan berbagai situs
jejaring sosial, seperti Friendster, Myspace, facebook, line, BBM, WhatsAap dan twitter.
Banyak sudah kasus yang terjadi sejak facebook dan twitter menjadi trend di kalangan
masyarakat, mulai dari kasus pencemaran nama baik, penculikan, penipuan, penyebaran paham
terlarang, hingga jejaring sosial ini dijadikan sebagai media prostitusi. Ironisnya, situs jejaring
sosial yang tersedia di masyarakat tersebut ternyata tidak hanya diminati oleh kalangan dewasa
saja tetapi juga diminati kalangan anak-anak yang dilihat dari persyaratan usia, belum
memenuhi kriteria untuk memiliki akun (account) di jejaring sosial tersebut, yaitu anak-anak
di bawah usia 13 tahun. Anak-anak tersebut sebenarnya belum memiliki hak untuk mengakses
dan bergabung dalam situs jejaring sosial, karena pada dasarnya mereka adalah anak-anak yang
belum mengetahui bagaimana etika berkomunikasi di dunia maya. Mereka belum mampu
memilih pesan-pesan atau tindakan-tindakan yang tepat untuk dilakukan pada jejaring sosial.
Melalui jejaring sosial tersebut, mereka terkadang saling memaki, menghina, membuka rahasia
pribadi atau orang lain, mengunci password teman dan sebagainya. Oleh karena itu, menurut
Santrock, 2009: 525, tidak mengherankan bila penelitian mengenai internet dan anak-anak
menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan terhadap pelecehan dan kekerasan di dunia
maya/cyberbullying
111

Dalam hal penggunaan perangkat lunak, etika serta moral berkaitan erat dengan hak
seseorang, yakni pembuat perangkat lunak tersebut. Pembuat perangkat lunak telah bekerja
keras untuk berkarya sehingga hasil karyanya itu patut dihargai dan dilindungi dengan undang-
undang. Indonesia sebagai negara hukum memiliki undang-undang yang mengatur hak atas
kekayaan intelektual
C Etika BerJejaring Sosial dalam Praktik

Gambar 8.2 Media sosial


Sumber: https://bonaventura21.files.wordpress.com
Di era globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin
canggih, penyebaran informasi serta akses telekomunikasi semakin cepat dan mudah. Tidak
dapat dipungkiri hal tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung mempunyai dampak
bagi masyarakat, baik itu berdampak positif maupun negative, dampaknya pun tidak terbatas
terhadap kalangan tertentu saja, namun telah meluas ke semua kalangan baik kalangan
terpelajar maupun yang bukan terpelajar.
Internet merupakan salah satu hasil dari kecanggihan dan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi buatan manusia, dan salah satu kemajuan ilmu teknologi itu adalah munculnya
berbagai situs jejaring sosial sebagai media informasi, hal ini tentu membuat kita mendapatkan
informasi lebih cepat
Dari aspek wujudnya di masyarakat, etika dapat dipilah menjadi dua jenis, yakni: etika
tertulis dan tidak tertulis. Etika tertulis sendiri bisa terbagi menjadi dua, yaitu: etika tertulis
berdasar kesepakatan dan etika tertulis berdasarkan legal formal atau peraturan perundangan.
Etika tertulis berdasar kesepakatan terbentuk karena adanya kesepakatan antar pihak yang
terkait atau terlibat dan bersifat mengikat para penggunanya, seperti peraturan kesepakatan
dalam penggunaan Kaskus. Sedangkan etika tertulis legal formal telah dirumuskan dan
disahkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan, seperti UU Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Adapun etika tidak tertulis merupakan kumpulan etiket, sopan-santun, nilai-nilai, norma
dan kaidah yang lahir dari proses interaksi antarsesama, yang harus dihormati dan dipatuhi
bersama-sama. Dengan demikian, etika sosial berkomunikasi pada prinsipnya merupakan
panduan berperilaku dan bertindak yang mengacu pada apa yang harus dilakukan dan apa yang
harus dihindari. Mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Dalam lingkup Jejaring Sosial
yang juga masuk kategori ruang publik, berikut ini berapa nilai, acuan, dan pedoman yang bisa
menjadi dasar pertimbangan untuk bertindak bijaksana saat menggunakan akun-akun Jejaring
Sosial:
112

1. Sebaiknya memberikan informasi pribadi dan keluarga secara bijak atau tidak
mengumbar informasi yang mengandung privasi. Data atau informasi yang bersifat
privasi dan penting harus dirahasiakan. Hal itu dilakukan agar tidak menjadi sasaran
orang yang berniat jahat atau kriminal. Informasi-informasi yang sebaiknya tidak
diumbar karena sekadar ingin eksis di Jejaring Sosial antara lain: nomor-nomor
penting seperti nomor rekening dan nomor telepon, alamat rumah, email, link,
permasalahan dalam keluarga, rumitnya hubungan percintaan, hingga foto seluk-
beluk dan kondisi rumah. Ingat, meskipun di Facebook pada kolom update status
ada tulisan “What’s on your mind” bukan berarti kita bebas mengungkapkan segala
hal yang kita rasakan di Jejaring Sosial. Berbeda pertimbangannya, apabila Jejaring
Sosial menjadi kanal untuk kepentingan bisnis, sosialisasi dan pemasaran, maka
sejumlah info penting sesuai tujuannya di-publish ke Jejaring Sosial.
2. Sebaiknya berkomunikasi secara santun dan tidak mengumbar kata-kata kasar.
Gunakan kaidah-kaidah bahasa dengan baik dan benar. Misalnya, menggunakan
huruf kapital semua dan banyak menggunakan singkatan yang sulit dimengerti.
Hindari kata-kata atau idiom yang artinya kotor, menghujat dan tidak sopan dalam
bermedia sosial. Hal ini terkait dengan aspek diksi atau pemilihan kata-kata dalam
berbahasa. Contoh paling gamblang adalah no twitwar dalam penggunaan
microblogging ini, di mana pengguna Twitter berkicau dalam pembatasan 140
karakter saja dengan baik. Hindari mem-posting, sekadar retweet (RT), apalagi
masuk dan ikut-ikutan memanasi kancah permasalahan orang lain, karena bisa saja
hal itu justru merugikan dan mengganggu diri sendiri dan pihak lain yang tidak
berkenan.
3. Dilarang atau jangan menyebarkan konten yang bersifat pornografi dan dapat
mengganggu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), baik itu berupa tulisan,
foto, gambar, ilustrasi, suara maupun video. Apabila itu dilakukan, maka bisa
menyinggung, membuat malu, dan memicu konflik atau pertentangan di antara
sesama pengguna Jejaring Sosial yang berasal dari beragam latar belakang, tingkat
pendidikan, umur, kepercayaan, dan agama. Saling menghargai dalam perbedaan
adalah prinsip yang harus dijunjung tinggi dalam menggunakan Jejaring Sosial.
4. Mengecek kebenaran konten dan informasi suatu berita atau kejadian sebelum
menyebarkannya kembali melalui Jejaring Sosial. Apabila kita hendak ikut
menyebarkan kembali suatu informasi, ada baiknya mengecek kebenaran informasi
itu melalui tautan akun-akun berita dan informasi yang tersedia. Cara terbaik yang
dilakukan adalah kritis terhadap konten yang diterima. Apakah informasi itu masuk
akal, ilmiah, ataukah hasil rekayasa dan dipenuhi muatan kebencian dan
kebohongan. Apabila ragu akan nilai kebenaran suatu konten, lebih baik kita tidak
meneruskan atau menyebarluaskannya melalui Jejaring Sosial. Nilai-nilai
kepantasan agar tidak melukai perasaan pihak lain juga bisa menjadi pertimbangan
saat akan menyebarkan suatu konten, seperti misalnya mengabarkan atau memuat
konten yang justru membuat orang lain makin berduka atau jatuh mentalnya.
5. Terkait dengan hak pemilikan intelektual orang lain, sebaiknya hasil karya mereka
dihargai dengan menyebutkan sumbernya. Hal ini dilakukan agar nilai-nilai
orisinalitas juga dijunjung tinggi di antara pengguna Jejaring Sosial, terutama dalam
113

konteks ilmiah, seni dan budaya. Perbuatan meniru memang sulit dihindarkan, tetapi
jika sudah menyangkut atau mendatangkan nilai ekonomi ada baiknya menyebutkan
sumber pembuat atau penciptanya. Hal ini biasanya terkait dengan hasil lukisan,
gambar, foto, lagu dan video.
6. Sebaiknya mengomentari sesuatu hal, topik, dan masalah dengan memahami dulu
isinya secara komprehensif dan tidak sepotong-potong. Kebiasaan untuk memberi
komentar dan mem-posting kembali suatu berita dari judulnya, paragraf pertama,
kesimpulan atau bagian akhir tulisan saja sebaiknya dihindari. Salah komentar atau
terjadinya kesesatan logika sering terjadi apabila pengguna atau user Jejaring Sosial
ceroboh dan tergesa-gesa menilai tanpa melihat konteks isinya dan gegabah karena
diliputi oleh emosi.
7. Beropini dan mengeluarkan pendapat dengan berpijak pada fakta sebenarnya dan
data yang sahih. Think before you write. Salah satu kekuatan atau kelebihan dari
Jejaring Sosial adalah adanya kebebasan bagi pengguna untuk mengeluarkan
pendapat tanpa ada filter atau gate penjaga. Nah, manfaatkan kelebihan itu dengan
hati-hati agar opini yang kita sampaikan tidak memicu perselisihan hukum karena
memuat konten yang tidak sesuai fakta dan tidak valid datanya.
8. Jangan menuduh, menyerang, beropini negative dan memberikan informasi tidak
benar melalui Jejaring Sosial. Apabila ada individu, entitas bisnis, dan lembaga yang
merasa dirugikan dan tidak dapat menerima konten itu, maka bisa berujung pada
somasi, permintaan maaf hingga pengguna Jejaring Sosial dilaporkan ke aparat
kepolisian karena telah melanggar Pasal 27 dan Pasal 28 UU ITE. Ada konsekuensi
yang harus ditanggung oleh pengguna Jejaring Sosial, sebagaimana bunyi Pasal 45,
ayat (1) UU ITE bahwa setiap orang yang memenuhi unsure sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Bahkan apabila pernyataan pengguna
Jejaring Sosial dinilai telah membuat kerugian secara bisnis karena telah
mencemarkan merek, brand dan nama besar, maka sering pihak-pihak yang
dirugikan akan melayangkan gugatan perdata disertai dengan tuntutan ganti rugi.
9. Jangan menggunakan Jejaring Sosial saat hati dalam kondisi emosi, pikiran jenuh
dan kondisi kejiwaan yang labil. Misalnya saat sedih, marah, sakit, stress, mabuk
dan tidak mampu berpikir secara jernih. Sering kali kondisi internal individual
tersebut mempengaruhi isi dari pendapat yang diunduh atau di-update ke forum,
jejaring sosial dan blog, sehingga kontennya menjadi kabur, keliru, dan tidak
seharusnya dikonsumsi oleh pengguna Jejaring Sosial yang lain.
10. Jangan terpengaruh, sekadar ikut-ikutan, demi Solidaritas buta saat berkomentar atau
beropini di Jejaring Sosial. Paling tidak ada dasar-dasar yang masuk akal apabila
hendak berpendapat sehingga kita memiliki dasar alasan yang kuat mengapa kita
menyetujui atau tidak menyetujui konten yang tengah hangat menjadi perbincangan.
Sedapat mungkin kita menunjukkan independensi dan integritas yang kuat dalam
komentar dan opini-opini yang keluar.
11. Kita secara pribadi, dalam diri masing-masing atau secara personal harus bisa
menyaring (filter) dan membatasi konten dalam Jejaring Sosial. Jangan berlebihan
114

dalam mem-posting atau dalam istilah perilaku, overacting. Misalnya dengan


mengabarkan status kita baik itu berupa kondisi, perasaan, keberadaan, bahkan hal-
hal yang akan kita lakukan yang bersifat pribadi dan tidak penting sekali untuk
diketahui orang lain. Ingat bahwa semua yang telah di-posting akan dikonsumsi oleh
orang lain dan di antara mereka mungkin saja ada yang bermaksud jelek kepada kita.
Aksi penipuan dan kejahatan bisa terjadi karena pelaku kejahatan mengetahui
dengan persis seluk-beluk seseorang yang menjadi target kejahatan. Contohnya
dalam penggunaan aplikasi check in place seperti Foursquare. Pengguna akun
Jejaring Sosial gemar check in place untuk memberitahu keberadaannya dan sedang
melakukan apa. Hatihati, hal itu bisa memancing orang yang hendak berbuat jahat
secara mulus, karena mengetahui seluk-beluk kita.
12. Jangan menggunakan nama samaran, nama orang lain atau membuat akun samaran
dengan tujuan apa pun. Hal itu bisa menjadi awal dari bentuk penipuan karena
menyembunyikan identitas aslinya. Biasanya, penggunaan nama samara ini oleh
orang yang tidak bertanggung jawab dikombinasikan dengan perbuatan tidak baik
seperti menyebarkan atau mem-forward informasi bohong, menyesatkan, fitnah,
mengadu domba, memperkeruh suasana, memanipulasi informasi, dan membunuh
karakter pihak lain.
13. Pergunakan Jejaring Sosial untuk hal-hal positif, baik dari segi konten maupun cara
menyampaikannya. Sebaiknya memilih konten-konten yang bermanfaat demi
produktivitas dan menunjang kehidupan yang lebih baik. Cara menyampaikan isinya
pun jangan menyakiti atau mengecewakan orang lain. Pergunakan bahasa yang
sopan, efektif dan efisien. Hindari kata-kata kasar dan jorok. Pakailah kalimat yang
baik dan benar. Jika berkomentar sebaiknya mengetahui tentang permasalahan yang
ada. Jangan sekadar ikut-ikutan berkomentar. Jadikan Jejaring Sosial sebagai sarana
untuk berbagi kebaikan, optimisme, kebahagiaan, saling tolong-menolong, dan
saling menghargai.
Kaidah dan nilai-nilai yang terdapat dalam etika tidak tertulis pada umumnya tidak
mengikat secara hukum. Oleh sebab itu, apabila terjadi pelanggaran atau tidak ditaati maka
tidak ada sanksi yang bisa diberlakukan. Sanksi yang muncul pada umumnya adalah sanksi
sosial, seperti dikeluarkan dari grup, mendapat unfollow, dislike, mendapat kritikan, teguran,
atau masukan dari orang lain, atau bisa juga dikucilkan (ekskomunikasi) oleh pengguna
Jejaring Sosial yang lain
115

C. Pengertian Jejaring Sosial

Gambar 8.3 Beberapa jenis media sosial


Sumber: https://img.okezone.com

Jejaring sosial adalah suatu struktur sosial yang dibentuk dari simpul-simpul (yang
umumnya adalah individu atau organisasi) yang dijalin dengan satu atau lebih tipe relasi
spesifik seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dll.
Analisis jaringan jejaring sosial memandang hubungan sosial sebagai simpul dan ikatan.
Simpul adalah aktor individu di dalam jaringan, sedangkan ikatan adalah hubungan antar aktor
tersebut. Bisa terdapat banyak jenis ikatan antar simpul. Penelitian dalam berbagai bidang
akademik telah menunjukkan bahwa jaringan jejaring sosial beroperasi pada banyak tingkatan,
mulai dari keluarga hingga negara, dan memegang peranan penting dalam menentukan cara
memecahkan masalah, menjalankan organisasi, serta derajat keberhasilan seorang individu
dalam mencapai tujuannya.
Dalam bentuk yang paling sederhana, suatu jaringan jejaring sosial adalah peta semua
ikatan yang relevan antar simpul yang dikaji. Jaringan tersebut dapat pula digunakan untuk
menentukan modal sosial aktor individu. Konsep ini sering digambarkan dalam diagram
jaringan sosial yang mewujudkan simpul sebagai titik dan ikatan sebagai garis penghubungnya.
116

E. Sejarah dan Perkembangan Jejaring Sosial

Gambar 8.4. Media sosial dapat dinikmati melalui PC maupun smartphone


Sumber: https://img.okezone.com
Jejaring Sosial muncul atas dasar ide untuk menghubungkan orang-orang dari seluruh
belahan dunia. Kehadiran jejaring sosial diawali dengan munculnya Sixdegrees.com pada
tahun 1997 sebagai situs jejaring sosial pertama di dunia. Tahun 1999 dan 2000 muncul situs
jejaring sosial bernama lunarstorm, live journal, dan cywordsengan sistem informasi searah.
Revolusi. Itulah yang terjadi dengan perkembangan media sosial (Jejaring Sosial). Makin
cepat, beragam, unik, merambah beragam segmen dan berkarakteristik. Jejaring Sosial tumbuh
pesat berkat internet. Tentang kelahiran internet sendiri tidak ada kesepahaman. Apakah lahir
ketika adopsi TCP/IP ataukah ketika World Wide Web (WWW) muncul. Namun, momen
monumental jaringan global tersebut terjadi pada 29 Oktober 1969 lalu. Berikut ini milestone
sejarah internet:
117
118
119
120

Apabila kita menyimak sejarah internet dan media sosial di atas, tampak sekali temuan-
temuan di dunia internet terkait langsung dengan perkembangan media sosial. Berikut ini
benang merah yang bisa ditarik dari momen-momen bersejarah tersebut.
Pada tanggal 29 Oktober 1969, komputer SDS Sigma 7 milik University of California
Los Angeles (UCLA) Amerika Serikat (AS) sukses mengirim pesan ke komputer SRI di
Universitas Stanford yang jauhnya 560 km. Pesan yang bersejarah itu dikirim oleh peneliti
UCLA Bill Duvall kepada rekannya di Stanford, Charley Kline sekitar pukul 22.30 waktu
setempat. Pesan berupa teks itu dikirim via jaringan packet switching Advanced Research
Project Agency NET (ARPANET), yang dalam perkembangannya menjadi cikal bakal dari
tulang punggung jaringan internet modern bersama TCP/IP.
Dari sukses pengiriman kata “Login” itu, internet yang awalnya menghubungkan
beberapa kampus di AS, kelak berubah menjadi jaringan global. Dalam kurun 45 tahun internet
berevolusi sehingga menghubungkan jutaan komputer dengan beragam jenis konten, mulai dari
data, musik, gambar, hingga file video beresolusi tinggi dengan kecepatan tinggi pula. Asosiasi
profesional teknologi dari Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE) dalam
sebuah plakat menyatakan UCLA sebagai tempat lahir internet.
Pada tahun 1969 tercatat pula lahirnya CompuServe yang merupakan internet service
provider komersil pertama untuk publik di Amerika Serikat. Teknologi yang digunakan dikenal
dengan sebutan dial-up dan terus banyak digunakan sampai pertengahan tahun 1990-an.
Embrio Jejaring Sosial sendiri bermula pada era 70-an, tepatnya tahun 1978, saat sistem papan
buletin atau bulletin board system (BBS) ditemukan oleh Ward Christensen dan Randy Suess
yang merupakan pecinta dunia komputer. Sistem papan ini memungkinkan pengguna (user)
untuk bisa berhubungan dengan orang lain memakai surat elektronik atau pun mengunggah
dan mengunduh melalui perangkat lunak yang tersedia saat itu. Ini merupakan awal sebuah
komunitas virtual dalam lingkup terbatas. Kala itu konektivitas internet berlangsung
menggunakan saluran telepon yang terhubung dengan modem. Layanan online Prodigy
diperkenalkan pada tahun 1984 dan tumbuh menjadi penyedia layanan online terbesar kedua
pada era tahun 1990-an. Pelanggannya saat itu mencapai 465.000, sedangkan CompuServe
600.000 pelanggan.

Pada tahun 1998 Google muncul sebagai mesin pencari utama di internet dan
memunculkan tampilan indeks. Laju perkembangan jejaring sosial begitu evolutif. Tahun 1999
muncul situs yang dapat digunakan untuk membuat blog pribadi, yaitu Blogger. Situs ini
memberi peluang kepada penggunanya untuk dapat membuat halaman situs sendiri. Dengan
demikian pengguna Blogger bisa memuat halaman blognya dengan berbagi informasi, seperti
hal atau pengalaman bersifat pribadi dan ide, kritik serta pendapatnya mengenai suatu topik
persoalan yang sedang hangat. Blogger inilah—karena konten-kontennya—yang di kemudian
hari disebut-sebut sebagai tonggak penting perkembangan Jejaring Sosial. Pada tahun 2000
tercatat lahir sejumlah situs sosial dengan corak tersendiri seperti Lunarstorm, Live Journal,
Cyword yang fungsinya sekadar memperluas informasi secara searah. Domain dot com
menjadi populer, di mana saat itu 70 juta computer terhubung ke internet. Kepentingan para
pebisnis pun muncul di situs jejaring dengan munculnya Ryze.com pada tahun 2001. Situs ini
121

bertujuan untuk memperluas dan memperbesar jejaring bisnis. Beragam kepentingan yang
lebih spesifik makin bermunculan dalam situs. Kemudian pada tahun 2001, Wikipedia, sebuah
ensiklopedia online dan wiki terbesar di dunia muncul. Berikutnya pada 2002, muncul
Friendster sebagai situs anak muda pertama yang semula disediakan untuk tempat pencarian
jodoh. Konektivitas dalam jaringan maya menjadi awal untuk kemudian dapat disusul dengan
temu darat. Oleh karena itu, situs ini lebih diminati anak muda untuk saling berkenalan.
Friendster mengalami booming dan kehadirannya begitu fenomenal. Bak jamur yang
tumbuh di musim hujan, dalam waktu singkat bermunculan situs sosial interaktif lain menyusul
Friendster. Seakan Friendster tidak dibiarkan eksis sendirian dalam jangka waktu lama, karena
sejak 2003 terus bermunculan berbagai Jejaring Sosial dengan seabrek keunggulan, keunikan,
karakteristik dan segmentasi yang beragam.
LinkedIn yang lahir tahun 2003, muncul semata-mata tidak hanya untuk bersosialisasi
saja. Situs ini juga bermanfaat untuk bertukar informasi mengenai pekerjaan atau mencari
pekerjaan, sehingga fungsi Jejaring Sosial makin berkembang. Tahun 2003 lahir pula
MySpace. Kemudahan dalam penggunaan ditawarkan oleh MySpace, sehingga situs jejaring
sosial ini bisa dikatakan begitu mudah digunakan atau user friendly. Hingga akhir tahun 2005,
Friendster dan MySpace merupakan situs jejaring sosial yang paling diminati.
Kemunculan sejumlah situs jejaring sosial itu pada intinya bermula dari adanya inisiatif
untuk menghubungkan orang-orang dari berbagai latar belakang yang ada di seluruh belahan
bumi. Dalam perkembangan lebih lanjut, Jejaring Sosial kini menjadi sarana atau aktivitas yang
masuk kategori digital marketing, karena banyak dijejali kemasan dan muatan pemasaran.
Salah satu unsur mendasar yang ada pada situs-situs Jejaring Sosial tersebut adalah fungsi dan
layanan jejaring sosial. Layanan jejaring sosial memberikan jasa konektivitas melalui situs,
platform dan sarana yang berfungsi memfasilitasi pembentukan jaringan atau hubungan sosial
di antara beragam orang yang mempunyai ketertarikan, minat (interest), kegiatan, latar
belakang, maksud, kepentingan, tujuan, atau korelasi dunia nyata yang sama. Sebuah layanan
jejaring sosial biasanya terdiri atas representasi setiap penggunanya dalam wujud profil,
aktivitas, relasi sosial, dan sejumlah layanan tambahan.
Layanan itu biasanya berbasis web dan penggunanya berinteraksi melalui internet,
seperti pesan instan, surat elektronik dan mengunduh foto, gambar atau video. Berbagai situs
jejaring sosial memudahkan pengguna untuk berbagi ide, saran, pandangan, aktivitas,
informasi, acara, ajakan dan ketertarikan di dalam jaringan individu masing-masing orang.
Selain layanan jejaring sosial bersifat terpusat pada individu, sosok atau tokoh, berkembang
pula layanan komunitas yang sifatnya lebih terpusat pada grup atau kelompok bersama.
Pada tahun 2004 Facebook lahir. Situs jejaring sosial ini sampai kini masuk dalam jajaran
lima besar yang paling dikenal karena memiliki banyak anggota. Memasuki tahun 2006,
penggunaan Friendster dan MySpace mulai tergeser dengan adanya Facebook. Situs ini dengan
corak tampilan yang lebih modern memungkinkan orang untuk berkenalan dan mengakses
informasi seluas-luasnya. Tahun 2006 Twitter lahir. Kemunculan Twitter menambah jumlah
situs sosial bagi kaum muda. Pengguna Twitter hanya bisa meng-update status yang bernama
tweet atau kicauan, dan dibatasi hanya 140 karakter saja. Twitter menggunakan sistem
122

mengikuti-tidak mengikuti (followunfollow), di mana seseorang dapat melihat status terbaru


dari orang yang diikuti (follow).
Pada 2007 Wiser lahir. Situs jejaring sosial ini meluncur bertepatan dengan peringatan
Hari Bumi (22 April) 2007, dengan tujuan menjadi sebuah direktori online organisasi
lingkungan seluruh dunia termasuk gerakan pro lingkungan hidup yang dilakukan individu,
organisasi dan kelompok. Tidak mau ketinggalan oleh situs jejaring sosial yang lebih dulu
eksis, Google pada tahun 2011 mengeluarkan Google+. Situs jejaring sosial ini di awal
peluncurannya hanya terbatas pada orang yang telah di-invite oleh Google. Akan tetapi tidak
lama kemudian, Google+ diluncurkan secara umum.
Tahun 2012 muncul Ketiker. Situs untuk semua usia ini menambah daftar panjang situs-
situs jejaring sosial. Situs web ini lebih menawarkan jejaring sosial berupa microblog yang
memberi peluang bagi penggunanya untuk mengirim dan membaca pesan secara leluasa.
Belakangan, kemunculan Line, We Chat, Kakao Talk dan yang lainnya terus menambah
panjang daftar situs-situs jejaring sosial yang sudah ada. Hal itu ditopang oleh kemajuan
perangkat gadget, teknologi informasi dan kecepatan jaringan internet yang makin pesat.
Dalam artikelnya berjudul “User of the World, Unite! The Challenges and Opportunities
of Social Media,” di Majalah Business Horizons (2010) halaman 69-68, Andreas M Kaplan
dan Michael Haenlein membuat klasifikasi untuk berbagai jenis Jejaring Sosial yang ada
berdasarkan ciri-ciri penggunaannya. Menurut mereka, pada dasarnya Jejaring Sosial dapat
dibagi menjadi enam jenis, yaitu:
Pertama, proyek kolaborasi website, di mana user-nya diizinkan untuk dapat mengubah,
menambah, atau pun membuang konten-konten yang termuat di website tersebut, seperti
Wikipedia.
Kedua, blog dan microblog, di mana user mendapat kebebasan dalam mengungkapkan
suatu hal di blog itu, seperti perasaan, pengalaman, pernyataan, sampai kritikan terhadap suatu
hal, seperti Twitter.
Ketiga, konten atau isi, di mana para user di website ini saling membagikan konten-
konten multimedia, seperti e-book, video, foto, gambar, dan lain-lain seperti Youtube.
Keempat, situs jejaring sosial, di mana user memperoleh izin untuk terkoneksi dengan
cara membuat informasi yang bersifat pribadi, kelompok atau sosial sehingga dapat terhubung
atau diakses oleh orang lain, seperti misalnya Facebook.
Kelima, virtual game world, di mana pengguna melalui aplikasi 3D dapat muncul dalam
wujud avatar-avatar sesuai keinginan dan kemudian berinteraksi dengan orang lain yang
mengambil wujud avatar juga layaknya di dunia nyata, seperti online game.
Keenam, virtual social world, merupakan aplikasi berwujud dunia virtual yang memberi
kesempatan pada penggunanya berada dan hidup di dunia virtual untuk berinteraksi dengan
yang lain. Virtual social world ini tidak jauh berbeda dengan virtual game world, namun lebih
bebas terkait dengan berbagai aspek kehidupan, seperti Second Life.
123

Pengguna Jejaring Sosial bahkan bisa aktif, mengambil peran dan independen dalam
menentukan konten-konten dalam Jejaring Sosial kapan pun dan di mana pun. User Jejaring
Sosial bebas untuk mengedit seperti mengurangi dan menambahkan, menyebarkan, serta
memodifikasi baik tulisan, gambar, video, grafis, maupun berbagai bentuk konten yang lain.
Masa depan media sosial sulit diprediksi. Yang pasti keberadaannya makin tidak bisa
dipisahkan dari kehidupan manusia. Hal itu terjadi berkat manfaat dan fungsi Jejaring Sosial
yang telah membuat kehidupan manusia lebih mudah, efektif dan efisien. Dari data berikut
dapat dilihat peningkatan penggunaan medsos melalui internet. Jika pada tahun 1995 tercatat
hanya ada 1 juta situs di internet, maka pada tahun 2010 jumlahnya sudah mencapai 1,97 miliar.
Pada tahun 2014 data termutakhir menunjukkan pengguna internet dunia diperkirakan
sudah melampaui 2,2 miliar atau sekitar 30 persen dari total populasi di dunia. Kemudian untuk
pengguna Facebook, pada tahun 2012 baru mencapai 1 miliar dan pada tahun 2014 ini sudah
mencapai 1,2 miliar pengguna. Sedangkan YouTube, pada tahun 2013 lalu rata-rata memiliki
lebih dari 850 juta pengguna setiap bulannya. Catatan angka-angka di atas hendak berbicara
bahwa dari tahun ke tahun pengguna internet dan Jejaring Sosial bakal makin banyak. Di
Indonesia sendiri diprediksi penggunanya dalam beberapa tahun ke depan akan meningkat
tajam. Dalam lingkungan pendidikan saja, dengan diterapkannya Kurikulum 2013, maka dalam
aktivitas dan proses mengajarnya guru dituntut untuk banyak menggunakan internet dan
Jejaring Sosial untuk memperkaya materi pelajaran.
Tidak terkecuali para murid dan orang tuanya, juga dituntut untuk aktif menggali
informasi melalui internet dan Jejaring Sosial. Sedangkan dari sisi bisnis, Jejaring Sosial
mengandung sifat creative destruction atau kreativitas terbaik dan terbaru yang dapat
mengoreksi dan membunuh temuan atau produk kreativitas sebelumnya. Misalnya saja,
bagaimana MySpace dapat menggeser Friendster, tapi dalam waktu tidak lama akhirnya harus
digusur pula oleh Facebook. Terminologi creative destruction yang dicetuskan oleh Joseph
Schumpeter tersebut awalnya untuk menganalisis pola kemajuan di dunia ekonomi dan
industri. Namun, kini terminologi itu dapat diterapkan untuk menganalisa bidang-bidang yang
lain.
Dalam karya tulisnya “Capitalism, Socialism and Democracy” (1942) Schumpeter
menyebutkan creative destruction sebagai proses mutasi atau perubahan industrial yang tidak
pernah putus merevolusi struktur ekonomi dari dalam, terus-menerus menghancurkan yang
lama, dan tidak pernah putus menciptakan temuan-temuan baru. Creative destruction terjadi
ketika suatu hal baru membunuh yang lama. Contoh paling kelihatan pada perkembangan
komputer, bagaimana personal computer (PC) kini mulai digusur oleh laptop, netbook, tablet
dan smartphone. Saling geser dan saling mematikan juga terjadi pada dunia aplikasi atau situs-
situs Jejaring Sosial. Dulu orang belajar Lotus. Kini program itu ditinggalkan orang dan
digantikan oleh Microsoft Office Excel. Desain dan aplikasi Jejaring Sosial dari jejaring sosial
sampai online game di dunia virtual juga tumbuh dengan pesat. Aplikasi virtual tidak hanya
merambah dunia game atau permainan saja, namun juga dikembangkan pada pemodelan dan
simulasi-simulasi medis, teknik mesin, olahraga, dirgantara, angkasa luar, eksplorasi laut
dalam, fisika, kimia, hingga nanoteknologi.
124

F. Manfaat Jejaring Sosial


Pada dasarnya, jejaring sosial punya manfaat yang banyak jika digunakan sesuai dengan
fungsinya, dengan jejaring sosial, dapat mempermudah interaksi dengan orang lain walaupun
terpisah oleh jarak karena kita dapat berkomunikasi secara live time. Mudahnya interaksi yang
diciptakan bisa menjadi sarana promosi bahkan komunikasi jarak jauh. Berikut beberapa
manfaat positif dari menggunakan jejaring sosial
1. Mempermudah Komunikasi
Jejaring sosial itu adalah tempat untuk berkomunikasi. Tapi berkomunikasinya lewat
sebuah media yang bernama internet.
2. Mempermudah Menyampaikan Informasi
Kemungkinan masa depan itu adalah masa yang serba online dan serba internet. Maka
dari itu untuk mempermudah menyampaikan informasi itu ya harus menyampaikannya
dari jejaring sosial, karena jejaring sosial itu memiliki trafik kunjungan yang besar
3. Bisa Mempelajari Bahasa Asing
Jejaring Sosial itu umumnya bersifat internasional dan Bahasa Internasional itu adalah
Bahasa Inggris. Dengan menggunakan jejaring sosial kita secara tidak langsung
mempelajari bahasa asing
4. Bisa Berekspresi
Maksudnya kita itu memiliki hak dan kewajiban untuk menyampaikan pendapat. Tapi
menyampaikan pendapat secara sopan dan berekspresi dengan sopan dan bertanggung
jawab. Misalnya, kita membagikan link di akun twitter kita. Tapi link tersebut isinya
tentang ilmu pendidikan / hal yang bermanfaat.
5. Menyelamatkan Kita dari Aksi Kriminal
Ada sebuah kasus bahwa ada seorang facebooker yang selamat dari aksi maling. Pada
saat itu ada maling masuk ke rumahnya dan menahan salah satu anggota keluarganya.
Lalu dia mengupdate status yang berbunyi “HELPPP!.” Dan banyak temanya yang
menanggapinya sebagai gurauan tapi akhirnya dia meyakinkan temanya bahwa itu serius.
Lalu salah satu temannya menelepon 911 dan polisi langsung ke TKP dan akhirnya
maling tersebut tertangkap karena maling tersebut belum sempat kabur. Beberapa contoh
situs web jejaring sosial yang digunakan saat ini diantaranya Friendster, Facebook,
Twitter, Myspace, BBM, Path, WhatsApp , Kakao Talk, We Chat, Line, Instagram
Google+ dll.
G. Dampak Jejaring Sosial
Dampak Positif
1. Anak dan remaja dapat belajar mengembangkan keterampilan teknis dan sosial yang
sangat di butuhkan di zaman digital seperti sekarang ini. Mereka akan belajar
bagaimana cara beradaptasi, bersosialisasi dengan public dan mengelola jaringan
pertemanan.
125

2. Memperluas jaringan pertemanan, anak dan remaja akan menjadi lebih mudah
berteman dengan orang lain di seluruh dunia, meski sebagian besar diantaranya belum
pernah mereka temui secara langsung.
3. Anak dan remaja akan termotivasi untuk belajar mengembangkan diri melalui teman-
teman yang mereka jumpai secara online, karena di sini mereka berinteraksi dan
menerima umpan balik satu sama lain.
4. Situs jejaring sosial membuat anak dan remaja menjadi lebih bersahabat, perhatian, dan
empati, misalnya memberi perhatian saat ada teman mereka yang ulang tahun,
mengomentari foto, video dan status teman mereka, menjaga hubungan persahabatan
meski tidak dapat bertemu secara fisik.
5. Internet sebagai media komunikasi: merupakan fungsi internet yang paling banyak
digunakan dimana setiap pengguna internet dapat berkomunikasi dengan pengguna
lainnya dari seluruh dunia.
6. Media pertukaran data: dengan menggunakan email, newsgroup, ftp dan www (world
wide web: jaringan situs-situs web) para pengguna internet di seluruh dunia dapat saling
bertukar informasi dengan cepat dan murah.
7. Media untuk mencari informasi atau data: perkembangan internet yang pesat,
menjadikan www sebagai salah satu sumber informasi yang penting dan akurat.
8. Kemudahan memperoleh informasi: kemudahan untuk memperoleh informasi yang ada
di internet banyak membantu manusia sehingga manusia tahu apa saja yang terjadi.
Selain itu internet juga bisa digunakan sebagai lahan informasi untuk bidang
pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain.
9. Kemudahan bertransaksi dan berbisnis dalam bidang perdagangan: Dengan kemudahan
ini, membuat kita tidak perlu pergi menuju ke tempat2penawaran/penjualan karena
dapat di lakukan lewat internet.
Dampak Negatif
1. Anak dan remaja menjadi malas belajar berkomunikasi di dunia nyata. Tingkat
pemahaman bahasa pun menjadi terganggu. Jika anak terlalu banyak berkomunikasi di
dunia maya, maka pengetahuan tentang seluk beluk berkomunikasi di kehidupan nyata,
seperti bahas tubuh dan nada suara, menjadi berkurang.
2. Situs jejaring sosial akan membuat anak dan remaja lebih mementingkan diri sendiri.
Mereka menjadi tidak sadar akan lingkungan sekitar mereka, karena kebanyakan
menghabiskan waktu di internet. Hal ini dapat mengakibatkan anak menjadi kurang
berempati di dunia nyata.
3. Bagi anak dan remaja, tidak ada aturan ejaan dan tata bahasa di jejaring social. Hal ini
akan membuat mereka semakin sulit membedakan anatara berkomunikasi di situs
jejaring social dan dunia nyata. Hal ini tentunya akan mempengaruhi keterampilan
menulis mereka di sekolah dalam hal ejaan dan tata bahasa.
126

4. Situs jejaring social adalah lahan subur bagi predator untuk melakukan kejahatan. Kita
tidak akan pernah tahu apakah seseorang yang baru di kenal anak kita di internet,
menggunakan jati diri yang sesungguhnya.
5. Pornografi: Anggapan yang mengatakan bahwa internet identik dengan pornografi,
memang tidak salah. Dengan kemampuan penyampaian informasi yang dimiliki
internet, pornografi pun merajalela. Untuk mengantisipasi hal ini, para produsen
browser melengkapi program mereka dengan kemampuan untuk memilih jenis home
page yang dapat di akses. Di internet terdapat gambar-gambar pornografi dan kekerasan
yang bisa mengakibatkan dorongan kepada seseorang untuk bertindak kriminal.
6. Penipuan: Hal ini memang merajalela di bidang manapun. Internet pun tidak luput dari
serangan penipu. Cara yang terbaik adalah tidak mengindahkan hal ini atau
mengkonfirmasi informasi yang Anda dapatkan pada penyedia informasi tersebut.
7. Carding: Karena sifatnya yang real time (langsung), cara belanja dengan menggunakan
Kartu kredit adalah cara yang paling banyak digunakan dalam dunia internet. Para
penjahat internet pun paling banyak melakukan kejahatan dalam bidang ini. Dengan
sifat yang terbuka, para penjahat mampu mendeteksi adanya transaksi (yang
menggunakan Kartu Kredit) on-line dan mencatat kode Kartu yang digunakan. Untuk
selanjutnya mereka menggunakan data yang mereka dapatkan untuk kepentingan
kejahatan mereka.
127

H. Etika Dalam Teknologi Informasi dan Menghargai Karya Orang Lain


Teknologi informasi (IT), erat kaitannya dengan teknologi komputer (sebagai perangkat
keras/hardware), dan program aplikasi (sebagai perangkat lunak/software). Keduanya
berkembang begitu pesat akhir-akhir ini. Barang siapa menguasai teknologi informasi, maka
dia tidak akan ketinggalan. Permasalahan yang ada, di satu sisi kebutuhan akan sistem
komputer terus bertambah, di sisi lain daya beli terhadap perangkat baru semakin menurun,
terutama dengan nilai tukar rupiah yang terus merosot. Sebagian software baru cenderung
membutuhkan spesifikasi hardware yang lebih tinggi dari sebelumnya. Kondisi demikian
memancing masyarakat yang gemar ngutak-atik teknologi informasi untuk melakukan hal-hal
yang bertentangan dengan norma dan hukum untuk mendapatkan keuntungan dari tindakannya
tersebut.
Tindakan penggunaan teknologi informasi yang bertentangan dengan moral dan undang-
undang yang berlaku dan banyak dibicarakan saat ini, antara lain:
1. Hacking/cracking
Tindakan pembobolan data rahasia suatu institusi, membeli barang lewat internet
dengan menggunakan nomor kartu kredit orang lain tanpa izin (carding) merupakan
contoh-contoh dari tindakan hacking. Orang yang melakukan hacking disebut hacker.
Begitu pula dengan membuka kode program tertentu atau membuat suatu proses agar
beberapa tahap yang harus dilakukan menjadi terlewatkan (contoh: cracking serial
number) apabila dilakukan tanpa izin juga merupakan tindakan yang menyalahi hukum.
2. Pembajakan
Mengutip atau menduplikasi suatu produk, misalkan program komputer, kemudian
menggunakan dan menyebarkan tanpa izin atau lisensi dari pemegang hak cipta
merupakan pembajakan, dan masuk kategori kriminal. Contohnya, ketika seseorang
menduplikasi program Microsoft Office, kemudian diinstalasi tanpa membeli lisensi
yang sah. Walaupun memang harga lisensi program tersebut relatif mahal untuk ukuran
rata-rata pendapatan per kapita di Indonesia, namun apabila tindakan tersebut dituntut
oleh pemegang hak cipta, maka pelaku pembajakan yang dalam posisi lemah akan
dikenai sanksi dan konsekuensi sesuai hukum yang berlaku.
3. Browsing situs-situs yang tidak sesuai dengan moral dan etika kita
Membuka situs dewasa bagi orang yang belum layak merupakan tindakan yang tidak
sesuai dengan norma dan etika. Teknologi internet yang dapat memberikan informasi
tanpa batas akan mengakibatkan tindakan yang beragam, mulai dari tindakan-tindakan
positif sampai negatif. Orang yang tahu akan manfaat internet dan memanfaatkan
secara positif akan mendapatkan hasil yang positif pula, dan begitu juga sebaliknya.
Untuk menanggulangi perilaku di atas, maka dikeluarkanlah undang-undang. Bagi yang
melanggar akan mendapatkan konsekuensi sesuai dengan apa yang telah dikerjakannya. dan
tidak kalah pentingnya dukungan segenap masyarakat baik itu keluarga, teman, serta
lingkungan masyarakat lainnya untuk mendukung dan menyadari akan pentingnya
pemanfaatan teknologi informasi dengan benar.
128

Pembajakan software yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia ini harus
mulai disapu bersih karena akan menyebabkan hasil karya produk Teknologi Informasi
Indonesia tidak diakui dunia internasional. Demikian salah satu kesimpulan National Open
Source Workshop and Conference (Noswoc) di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta 25-26
September 2000 (www.detik.com, Kamis (28/9/2000).
Untuk menghadapi masalah seperti ini, tergantung kita sebagai pengguna yang harus
pintar-pintar mengatur pengeluaran disesuaikan dengan kebutuhan. Tidak ada salahnya
membeli software yang membutuhkan biaya lisensi tinggi apabila diperlukan. Namun dengan
adanya kemajuan teknologi software yang tidak terbatas di seluruh penjuru dunia memicu kita
untuk mencari dan terus mencari software dengan biaya murah tapi performance/kinerja yang
tidak kalah dengan software mahal. Bahkan sekarang ini banyak software yang free atau bebas
digunakan tanpa diharuskan membeli lisensi yang cukup mahal, mengingat keadaan
perekonomian kita yang belum begitu membaik.
Oleh karena itu, jalan keluarnya jika merasa berat untuk membeli lisensi program yang
komersil, gunakanlah program yang open source atau free yang memiliki lisensi murah atau
bahkan gratis. Banyak produsen atau komunitas pengembang software yang mengedarkan
produknya secara gratis/free, tergantung kejelian kita dalam memilih barang. Misalnya,
program yang setara dengan Microsoft Office yaitu Open Office.org. Open Office.org
merupakan program yang dijalankan pada platform Linux, dan Linux pun merupakan
Operating System yang open source juga.
I. Teori yang Melandasi Etika Dalam Jejaring Sosial
Teori yang melandasi ber etika dalam dunia maya antara lain:
1. Utilitarisme
Utilitarisme berarti ”bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika
membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang
melainkan masyarakat secara keseluruhan. Menurut suatu perumusan terkenal, dalam
rangka pemikiran utilitarisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan
adalah the greatest happiness of the greatest number, kebahagiaan terbesar dari jumlah
orang terbesar.
2. Deontologi
Melepaskan sama sekali moralitas dari konsekuensi perbuatan. Istilah ”deontologi”
ini berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban. Perbuatan tidak pernah menjadi
baik karena hasilnya baik, melainkan hanya karena wajib dilakukan. Perbuatan tidak
dihalalkan karena tujuannya. Tujuan yang baik tidak menjadikan perbuatan itu baik. Kita
tidak pernah boleh melakukan sesuatu yang jahat supaya dihasilkan sesuatu yang baik.
3. Teori Hak
Sebetulnya teori hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena hak
berkaitan dengan kewajiban. Malah bisa dikatakan hak dan kewajiban bagaikan dua sisi
koin yang sama. Kewajiban satu orang biasanya dibarengi dengan hak dari orang lain.
129

4. Teori Keutamaan
Teori ini adalah teori keutamaan (virtue) yang memandang sikap atau akhlak
seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah
hati, melainkan: apakah orang itu bersikap adil, jujur, murah hati, dan sebagainya.
Velasquez (2005),
J. Hubungan Etika Dengan Dunia Maya
Etika di Internet dikenal dengan istilah Netiquette (Network Etiquette), yaitu semacam
tatakrama dalam menggunakan Internet. Etika , lebih erat kaitannya dengan kepribadian
masing-masing. Jadi tak semua pengguna Internet mentaati aturan tersebut. Namun ada
baiknya jika kita mengetahui dan menerapkannya. Di bawah ini ada beberapa etika yang dapat
diterapkan antara lain:
1. Kesan Pertama di Tangan Anda
Di dunia nyata, orang seringkali menilai seseorang dari penampilan, sebelum
mengetahui perangai yang sebenarnya. Oleh karena itu, banyak yang mengutamakan
penampilan untuk mendapatkan kesan terbaik. Kecuali pada saat menggunakan
layanan video conference, orang lain di dunia sana tak akan mengetahui pakaian apa
yang Anda kenakan saat menggunakan Internet. Kemeja rapi dan wanginya parfum
tak akan membawa pengaruh apa-apa. Tetapi tangan Anda akan sangat berguna,
karena sebagai besar komunikasi di Internet disajikan dalam bentuk teks. Tangan
Anda akan menghasilkan tulisan yang memberikan kesan pada orang lain. Tulisan
yang ringkas, jelas, tetapi menggunakan tata bahasa yang benar akan lebih dihargai
daripada tulisan yang asal ketik. Di Internet, editor tulisan Anda adalah Anda sendiri.
Pengetahuan dasar tata bahasa akan menjadi modal Anda ketika ber-internet.
2. Hindari Penggunaan Huruf Kapital
Menggunakan huruf kapital (uppercase) tidak dilarang. Tetapi jika berlebihan,
misalnya sampai satu alinea, apalagi diimbuhi dengan tanda seru, orang akan malas
membacanya. Tak hanya itu, karena huruf kapital seringkali dianalogikan pada
suasana orang yang sedang emosi, marah, atau berteriak-teriak. Gunakan huruf
kapital satu-dua kata hanya untuk penegasan pada kata tersebut.
3. Memberi Judul dengan Jelas
Ketika mengirim sebuah email, Anda harus memberikan judul pada email
tersebut. Seperti halnya tulisan pada koran atau majalah, judul harus menggambarkan
isi tulisan. Judul inilah yang pertama kali dilihat oleh penerima email. Judul seperti
“Mau Bertanya”, “Tanggapan”, dan sebagainya, cenderung diabaikan karena tidak
spesifik. Disarankan untuk memberi judul seperti: Pertanyaan tentang masalah
cartridge pada printer. Tanggapan tentang penanggulangan masalah cartridge pada
printer.
130

4. Menggunakan BCC daripada CC pada Email


Alamat email bagian privasi seseorang. Beberapa orang mungkin kurang suka
jika alamat email-nya disebarkan kepada umum. Mengirim email ke banyak alamat
menggunakan CC memungkinkan penerima mengetahui setiap alamat email yang
kita kirim. Oleh karena itu, sebaiknya kita menggunakan BCC jika mengirimkan
email secara masal.
5. Membalas Email dengan Cepat
Idealnya membalas email paling lambat 24 jam setelah email itu diterima.
Tetapi tidak setiap orang selalu terkoneksi ke Internet, apalagi di Indonesia yang
masih banyak menggunakan jasa warnet untuk mengunjungi dunia maya. Setidaknya,
kita harus segera membalasnya ketika sebuah email dibaca. Jika belum sempat,
beritahu pengirim bahwa kita akan membalasnya di kemudian hari.
6. Membaca Dulu, Baru Bertanya
Internet tempat berbagai pengetahuan. Ada kalanya kita ikut bergabung pada
sebuah forum diskusi yang membahas salah satu bidang ilmu. Di sana kita bisa
berkonsultasi. Setiap pertanyaan dan jawaban pada forum selalu diarsipkan untuk
dibaca kembali oleh anggota forum. Usahakan agar kita membaca dulu apa yang
sudah dibahas pada forum tersebut sebelum bertanya. Fasilitas pencarian bisa
membantu Anda untuk menemukannya.
7. Tidak Mengirim File yang Terlalu Besar
Kecepatan untuk akses Internet berbeda-beda. Oleh karena itu, pertimbangkan
juga jika akan mengirimkan file. File dengan ukuran lebih dari 5 MB akan
memperlambat proses download. Gunakan program kompresi file jika diperlukan.
8. Hindari Copy-Paste
Internet memungkinkan siapapun untuk mengambil konten dengan mudah dan
cepat. Konten yang kita ambil tersebut, misalnya sebuah artikel, tentunya hasil jerih
payah orang lain ketika menulisnya. Catatlah dan cantumkan nama penulis serta URL
tempat tulisan tersebut, dan cantumkan ketika kita menggunakannya sebagai
referensi.
9. Kembali pada Diri Sendiri
Perilaku kita berinternet memang tak akan ada yang memantau. Di ruangan
tanpa tatap muka, siapapun bisa berbuat berdasarkan kehendaknya. Seringkali kita
menemukan informasi palsu, kata-kata tak senonoh, dan perilaku lainnya yang
kurang pantas secara etika.
Di Internet juga terdiri dari kumpulan pengguna Internet yang entah ada di mana, berapa
umurnya, bagaimana wataknya, dan sebagainya. Menghadapi dunia macam ini, semestinya kita
berlapang dada. Ada baiknya juga bertanya pada diri sendiri, kita ingin diperlakukan seperti
apa dan apa yang kita lakukan kepada orang lain.
131

Gambar 8.5. Internet Positif merupakan salah satu cara menanggulangi efek buruk dari media
sosial sumber: http://2.bp.blogspot.com/
K. Kesimpulan.
Kita sadar betul bahwa saat ini Teknologi Informasi memiliki peranan yang sangat
penting dalam kehidupan kita. Bahkan saking pentingnya, ketika kita tidak memahami
Teknologi Informasi, maka kita akan dijuluki Gaptek (gagap teknologi) alias tidak tau
menggunakan internet atau media sosial misalnya. Namun, apabila kita hanya paham tentang
penggunaan Teknologi, Internet namun tidak memiliki etika serta profesionalisme yang baik,
kita juga dapat membuat teknologi menjadi suatu hal yang berdampak buruk dalam kehidupan
pribadi kita. So, Be Positive Internet, Please.

Apa Pendapat Anda Tentang Kasus Berikut ini:


a. Si A mendapat tugas membuat Makalah dari Dosen. Si A mencari di Internet
dan mendapatkan Contoh makalah yang mirip. Si A mengcopy paste Makalah
itu tanpa melampirkan atau mencantumkan nama penulis.

b. Si A sering menulis status di Media Sosial. Status si A sering menggunakan


kalimat kasar dan menyudutkan seseorang. Si A juga sering mengupload
gambar-gambar yang tidak senonoh.

c. Si A menggunakan media sosial untuk mencari uang. Sampai-sampai, si A


menipu seseorang dengan menggunakan akun atau nama palsu.

d. Apa pendapat anda tentang Mahasiswa yang menghabiskan banyak waktunya


di depan Internet.

e. Jika anda punya akun media sosial, facebook misalnya. Akun anda di hacker
oleh seseorang dengan mengunggah gambar tidak sopan di akun anda. Apa
yang anda lakukan.

f. Ada oknum yang tidak bertanggung jawab, mereka menjual cd/dvd bajakan
yang harganya lebih murah dari cd/dvd yang asli. Subtitle filmnya amburadul
dan kualitas gambarnya kurang bagus.
132

Sumber

Anonym. 2016. Etika Penggunaan Intenet. Diakses dari Link:


http://image.slidesharecdn.com/etikapenggunaaninternet-110413091206
phpapp01/95/etika-penggunaan-internet-1-728.jpg?cb=1302686413 pada tanggal 08
Maret 2016

---------------. 2016. Gambar. Diakses dari Link:


https://img.okezone.com/content/2012/11/21/56/721136/F3nZZYOnlD.jpg pada
tanggal 08 Maret 2016

---------------- 2016. Gambar. Etika Informasi. Diakses Dari Link:


https://www.google.co.id/search?q=gambar+etika+informasi&biw=1024&bih=509
&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjupL7wK3LAhUIGo4KHUC3CS
AQ_AUIBigB&dpr=1#tbm=isch&q=gambar+etika+internet&imgrc=56vGP5-
KqOgX9M%3A pada Tanggal 08 Maret 2016

---------------- 2016. Gambar. Etika Internet Positif. Diakses Dari Link:


www.artikelteknologi.com/2015/09/cara-menghilangkan-internet-positif-membuka-
blokir.html Pada Tanggal 08 Maret 2016

Muchson & Samsuri. 2013. Dasar Dasar Pendidikan Moral. Ombak Dua. Yogyakarta

Permana, Dani. 2013. Etika Dalam Sistem Informasi. Diakses dari Link:
http://danipermana66.blogspot.co.id/2013/11/etika-dalam-sistem-informasi.html
pada tanggal 06 Maret 2016

Sutiatia. 2013. Etika Menggunakan Jejaring Sosial. Diakses dari Link:


http://sutiatia.blogspot.co.id/2013/05/etika-menggunakan-jejaring-sosial.html pada
tanggal 06 Maret 2016

Tim Pusat Humas Perdagangan RI. 2014. Panduan Optimalisasi Media Sosial Untuk
Perdagangan RI. Ministry of Trade. Jakarta
133

BAB IX

MEMBANGUN KARAKTER MAHASISWA DI PERGURUAN TINGGI

Membangun Karakter Mahasiswa


Sumber: http://www.slideshare.net

Etika dan moral sangat erat kaitannya dengan karakter, Moral merupakan dasar
pemikiran seseorang untuk bertindak. Dimana kedudukan moral sebagai self-control dapat
berfungsi dalam merealisasikan apa yang ada pada diri manusia dalam bentuk perbuatan, sikap,
perkataan, dan tindakan yang disertai dengan keindahan karakter. Karakter sering disamakan
artinya dengan akhlak, adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap
individu terkait dengan nilai benar-salah, dan nilai baik-buruk, sehingga karakter akan muncul
menjadi kebiasaan yang termanifestasi dalam sikap dan perilaku untuk selalu melakukan hal
yang baik secara terus menerus dalam semua lingkungan kehidupan. Karena karakter terkait
dengan nilai-nilai kebaikan, maka pendidikan karakter adalah upaya yang dilakukan secara
bertahap untuk menanamkan kebiasaan, agar mahasiswa selalu dapat berfikir, bersikap dan
berperilaku berdasar nilai-nilai kebaikan, sehingga pendidikan karakter selalu dikaitkan dengan
pendidikan nilai. Untuk itu ketercapaian tujuan pendidikan karakter tercermin dalam
pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiswa berdasar nilai-nilai kebaikan, yaitu nilai-nilai
moral yang bersifat universal berupa nilai yang dapat diterima pada semua lingkungan. Orang
yang berkarakter adalah orang yang mempunyai kualitas moral positif. dan pembangunan
karakter, secara implisit memiliki arti membangun sifat atau pola perilaku yang didasari dengan
dimensi moral yang positif/baik bukan yang negatif/buruk. Jika setiap pelajar memiliki etika
yang baik dan dapat membentuk karakter yang positif, bangsa kita juga akan semakin baik.
Karena seperti yang kita ketahui para pelajar / generasi muda sekarang adalah penerus bangsa
134

ini. Jika mereka tidak memiliki karakter yang baik bagaimana nasib bangsa ini. Dan hal ini
adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya orang tua tetapi juga sekolah dalam menerapkan
nilai-nilai kehidupan termasuk nilai etika.
A. Potret Buram Karakter di Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi mengemban tanggung jawab dan kewajiban yang besar khususnya
dalam melahirkan sumber daya intelektual, yang diharapkan nantinya bisa memberikan
kontribusi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) bangsa ini (Supardi dalam
Wibowo, 2014).
Kegiatan memproduksi, mengkonstruksi, dan merevitalisasi paradigma sumber daya
alam manusia itu, agar mereka memiliki perspektif kognisi, afeksi dan konasi yang baik di mata
masyarakat sebagai bekal kehidupannya-tentu saja tidaklah mudah. Perguruan tinggi dalam
bahasa Andi Trinanda (dalam Wibowo, 20014), tidak saja harus dituntut segi-segi otentitasnya
secara yuridis dan eksistensial agar legitimasinya diakui oleh pemerintah dan masyarakat
sebagai sebuah institusi yang capable mengelola dan menghasilkan sumber daya manusia yang
bermutu.
Lulusan perguruan tinggi tulis Agus Wibowo diharapkan mampu menjalankan
fungsinya sebagai agen pembaharu dalam masyarakat (agent of social change), di antaranya
dalam pemahaman dan pemikiran masyarakat yang terbuka dan cerdas dalam bidang apapun;
seperti politik, hukum, pendidikan, kesehatan, keagamaan dan dimensi lainnya. Lulusan
perguruan tinggi juga diharapkan membawa pencerahan dan memberikan pengaruh positif bagi
peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat (Dikti dalam Wibowo, 2014).
Harapan masyarakat yang begitu menggebu terhadap lulusan perguruan tinggi cukup
beralasan. Karena kalau bukan lulusan perguruan tinggi siapa lagi yang memberikan
pencerahan, pembaruan dan peningkatan taraf hidup mereka. Namun keinginan masyarakat
agar lulusan perguruan tinggi berkualitas dan mampu melakukan yang terbaik baginya,
ternyata akhir-akhir ini tinggal harapan.
Pada akhirnya tidak salah apabila masyarakat sering memiliki pandangan miring
kepada lulusan perguruan tinggi. Masyarakat menemukan sebagian besar lulusan perguruan
tinggi tidak mampu menjalankan misinya sebagai orang yang terdidik, memiliki ilmu
pengetahuan dan memiliki nilai (values), yang menjadi identitas sebagai kaum terdidik.
Rendahnya values baik berupa nilai agama dan etika, juga telah memperparah keberadaan
lulusan perguruan tinggi di mata masyarakat (Andi Trinanda dalam Wibowo, 2014).
Di sisi lain, persyaratan dunia kerja saat ini tidak hanya pada pengetahuan dan
keterampilan saja (knowledge and skills), tetapi juga menyangkut karakter, perilaku dan sikap
mahasiswa, serta mengenal sifat pekerjaan atau terlatih dengan etika kerja. Karena itulah
pendidikan tinggi saat ini semestinya tidak hanya sekedar menyiapkan tenaga kerja yang
pandai dan terampil, tetapi juga memiliki karakter yang kuat.
Namun, saat ini, yang marak di berbagai perguruan tinggi kita, adalah fenomena yang
memiris hati. Fenomena ini jelas mengundang keprihatinan tidak saja bagi para orang tua,
tetapi juga para pemerhati dan pecinta pendidikan di negeri ini. Fenomena mengenai lunturnya
135

karakter-karakter luhur mahasiswa yang mestinya menjadi para intelektual muda di perguruan
tinggi.
Iklim keilmuan di berbagai perguruan tinggi, sebagian besar telah sirna. Sebagian besar
mahasiswa telah memiliki kesenangan baru yang sejatinya tidak sesuai dengan karakter
mahasiswa sebagai agen pembaharuan dan perubahan. Misalnya aktivitas nongkrong
“ngeceng” dan belanja di Mall, pesta narkoba, mengunjungi bar, diskotik dan tempat-tempat
hiburan malam lainnya. Akibatnya, sebagian besar mahasiswa tidak lagi menjadi pemikir
hebat, beretos kerja tinggi, tekun dan pantang menyerah. Tetapi menjadi “anak mami” yang
tidak mau hidup susah, gemar mencontek ketika ulangan, menyuap dosen dan membeli ijazah.
Parahnya lagi, pergaulan antar mahasiswa dan mahasiswi tidak ada batasnya. Seperti
trepresentasikan misalnya di kawasan kota pelajar Yogyakarta. Sepanjang pengalaman penulis
hampir lebih dari 10 tahun tinggal di kota ini, sering menjumpai di kos atau kontrakan di mana
mahasiswa dan mahasiswi berbaur menjadi satu, layaknya pasangan suami isteri. Fenomena
inilah barangkali sekian dari indikator yang menguatkan penelitian Iip Wijayanto dan beberapa
mahasiswa UGM lain, menyebutkan indikasi rusaknya moralitas generasi muda Yogyakarta,
akibat narkoba dan seks bebas yang kian tak terbendung.
Fenomena memiris hati yang terjadi di perguruan tinggi baru-baru ini adalah tawuran
antar mahasiswa. Banyak faktor yang melatarbelakangi tawuran antar mahasiswa. Namun,
secara mudah orang akan menyebut bahwa degradasi karakter itu pemicu utamanya. Boleh
jadi, pendidikan karakter di sebagian perguruan tinggi kita baru sebatas wacana, sehingga
belum mampu diaplikasikan. Pada kondisi demikian, sukar diharapkan perbaikan karakter para
mahasiswa.

Gambar 9.1. Tawuran Mahasiswa


Sumber: https://munifchatib.wordpress.com

B. Karakter dan Pendidikan Karakter


1. Mengingat (kembali) Karakter dan Pendidikan Karakter
Sebelum membahas tentang karakter secara mendalam, penulis merasa perlu untuk
menjelaskan terlebih dahulu untuk menjelaskan terlebih dahulu arti atau makna kata
136

karakter. Secara ringkas, karakter menurut Ki Hadjar Dewantara adalah sebagai sifatnya
jiwa manusia, mulai dari angan-angan hingga terjelma sebagai tenaga. Dengan adanya budi
pekerti, lanjut Ki Hajar Dewantara, manusia akan menjadi pribadi yang merdeka sekaligus
berkepribadian, dan dapat mengendalikan diri sendiri (mandiri, zelfbeheersching).
Setiap orang menurut Ki Hajar Dewantara, memiliki karakter yang berbeda-beda;
sebagaimana mereka memiliki roman muka yang berbeda-beda pula. Pendek kata, antara
manusia satu dengan yang lain tidak ada kesamaan karakternya, sebagaimana perbedaan
guratan tangan atau sidik jari mereka. Karena sifatnya yang konsisten, tetap atau ajeg, maka
karakter itu kemudian menjadi penanda seseorang. Misalnya apakah orang itu berkarakter
baik atau berkarakter buruk.
Pendidikan yang baik itu menurut, Ki Hajar Dewantara, mestinya mampu
mengalahkan dasar-dasar jiwa manusia yang jahat, menutupi, bahkan mengurangi tabiat-
tabiat yang jahat tersebut. Pendidikan dikatakan optimal, jika tabiat luhur lebih menonjol
dalam diri peserta didik ketimbang tabiat-tabiat jahat. Manusia berkarakter inilah yang
menurut Ki Hajar Dewantara sebagai sosok yang beradab; sosok yang menjadi ancaman
sejati pendidikan. Oleh karena itu, menurut Ki Hajar Dewantara, keberhasilan pendidikan
yang sejati adalah menghasilkan manusia yang beradab; bukan mereka yang cerdas secara
kognitif dan psikomotorik tapi miskin karakter atau budi pekerti luhur.
Dari beberapa definisi karakter terdapat perbedaan sudut pandang sehingga
menyebabkan perbedaan definisinya pula. Kendati demikian, jika dilihat esensi dari
berbagai definisi terdapat kesamaan bahwa karakter itu mengenai sesuatu yang ada dalam
diri seseorang, yang menyebabkan orang tersebut disifati.
Secara akademis, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai,
pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, atau pendidikan akhlak yang
tujuannya mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-
buruk, memelihara apa yang baik itu, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan
sehari-hari dengan sepenuh hati. Secara praktis pendidikan karakter adalah suatu sistem
penanaman nilai-nilai kebaikan kepada warga sekolah atau kampus yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-
nilai tersebut, baik dalam berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa (YME), sesama
manusia, lingkungan, maupun nusa dan bangsa sehingga menjadi manusia paripurna
(insani kamil).
Pendidikan karakter di perguruan tinggi perlu melibatkan berbagai komponen
terkait yang didukung oleh proses pendidikan itu sendiri yaitu, isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan warga kampus, pengelolaan perkuliahan,
pengelolaan berbagai kegiatan mahasiswa, pemberdayaan sarana dan prasarana, serta etos
kerja seluruh warga kampus. Pendidikan karakter di perguruan tinggi juga sangat terkait
dengan manajemen atau pengelolaan perguruan tinggi. Pengelolaan yang dimaksud adalah
bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam
kegiatan-kegiatan pendidikan di perguruan tinggi secara memadai. Pengelolaan tersebut
antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran,
penilaian, pendidik, dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan
137

demikian manajemen perguruan tinggi merupakan salah satu media yang efektif dalam
pendidikan karakter di perguruan tinggi.
2. Tujuan, Fungsi dan Media Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk
karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi: (1) mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik; (2) membangun bangsa
yang berkarakter Pancasila; (3) mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap
percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.
Pendidikan karakter berfungsi (1) membangun kehidupan kebangsaan yang
multikultural; (2) membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu
berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan umat manusia; mengembangkan potensi
dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik; (3)
membangun sikap warganegara yang cinta damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup
berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yaitu keluarga, satuan
pendidikan, masyarakat, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.

Gambar 9.2 Pendidikan Karakter dalam Keluarga


Sumber: https://www.futuready.com/

3. Nilai-nilai pembentuk karakter


Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan
melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan
pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi pendidikan karakter pada satuan
pendidikan yang untuk selanjutnya diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat
Kurikulum. Nilai prakondisi yang dimaksud seperti: keagamaan, gotong royong,
kebersihan, kedisiplinan, kebersamaan, peduli lingkungan, kerja keras, dan sebagainya.
138

4. Kunci Sukses Pendidikan Karakter


a. Dari Knowing Menuju Doing
Pada bagian terdahulu telah disebutkan bahwa pendidikan karakter bergerak
dari knowing menuju doing atau acting. William Kilpatrick menyebutkan salah satu
penyebab ketidakmampuan seseorang berlaku baik meskipun ia telah memiliki
pengetahuan tentang kebaikan itu (moral knowing) adalah karena ia tidak terlatih untuk
melakukan kebaikan (moral doing). Berangkat dari pemikiran ini maka kesuksesan
pendidikan karakter sangat bergantung pada ada tidaknya knowing, loving, dan doing
atau acting dalam penyelenggaraan pendidikan karakter.
Moral Knowing sebagai aspek pertama memiliki enam unsur, yaitu kesadaran
moral (moral awareness), yaitu kesediaan seseorang untuk menerima secara cerdas
sesuatu yang seharusnya dilakukan. pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing
moral values), yaitu mencakup pemahaman mengenai macam-macam nilai moral
seperti menghormati hak hidup, kebebasan, tanggung jawab, kejujuran, keadilan,
tenggang rasa, kesopanan dan kedisiplinan. penentuan sudut pandang (perspective
taking), yaitu kemampuan menggunakan cara pandang orang lain dalam melihat
sesuatu. logika moral (moral reasoning), adalah kemampuan individu untuk mencari
jawaban atas pertanyaan mengapa sesuatu dikatakan baik atau buruk. keberanian
mengambil menentukan sikap (decision making), yaitu kemampuan individu untuk
memilih alternatif yang paling baik dari sekian banyak pilihan. dan pengenalan diri (self
knowledge), yaitu kemampuan individu untuk menilai diri sendiri. Keenam unsur
adalah komponen-komponen yang harus diajarkan untuk mengisi ranah kognitif
mereka.
Selanjutnya Moral Loving atau Moral Feeling merupakan penguatan aspek
emosi siswa untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan
bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh siswa, yaitu kesadaran akan jati diri,
percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (empathy), cinta
kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati
(humility).
Kata hati memiliki dua sisi yaitu mengetahui apa yang baik, dan rasa wajib
untuk mengerjakan yang baik itu. Penghargaan diri adalah penilaian serta penghargaan
terhadap diri kita sendiri. Empati adalah penempatan diri kita pada posisi orang lain
yang merupakan aspek emosional dari “perspective taking”. Cinta kebaikan merupakan
unsur karakter yang paling tinggi yang mencakup kemurnian rasa tertarik pada hal yang
baik. Pengendalian diri adalah kesadaran dan kesediaan untuk menekan perasaannya
sendiri agar tidak melahirkan perilaku yang melebihi kewajaran. Sedang “humanity”
merupakan aspek emosi dari “self knowledge” yang berbentuk keterbukaan yang murni
terhadap kebenaran dan kemampuan untuk bertindak mengoreksi kesalahan sendiri.
Setelah dua aspek tadi terwujud, maka Perilaku moral (Moral Acting) sebagai
outcome akan dengan mudah muncul baik berupa competence, will, maupun habits.
Perilaku moral adalah hasil nyata dari penerapan pengetahuan dan perasaan moral.
139

Orang yang memiliki kualitas kecerdasan dan perasaan moral yang baik akan
kecenderungan menunjukkan perilaku moral yang baik pula. Kemampuan moral adalah
kebiasaan untuk mewujudkan pengetahuan dan perasaan moral dalam bentuk perilaku
nyata. Kemauan moral adalah mobilisasi energi atau daya dan tenaga untuk dapat
melahirkan tindakan atau perilaku moral. Sedangkan kebiasaan moral adalah
pengulangan secara sadar perwujudan pengetahuan dan perasaan moral dalam bentuk
perilaku moral yang terus menerus.
Namun, merujuk kepada tesis Ratna Megawangi bahwa karakter adalah tabiat
yang langsung disetir dari otak, maka ketiga tahapan tadi perlu disuguhkan kepada
siswa melalui cara-cara yang logis, rasional dan demokratis. Sehingga perilaku yang
muncul benar-benar sebuah karakter bukan topeng. Berkaitan dengan hal ini,
perkembangan pendidikan karakter di Amerika Serikat telah sampai pada ikhtiar ini.
Dalam sebuah situs nasional karakter pendidikan di Amerika bahkan disiapkan lesson
plan untuk tiap bentuk karakter yang telah dirumuskan dari mulai sekolah dasar sampai
sekolah menengah.
C. Strategi Implementasi Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi
1. Model-model Implementasi Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi
Sebagai individu dewasa, mahasiswa dicirikan dengan ciri-ciri antara lain:
a. Merupakan pribadi mandiri yang memiliki identitas diri,
b. Pentingnya keterlibatan/partisipasi,
c. Mengharapkan pengakuan, saling percaya dan menghargai,
d. Tidak senang dipaksa atau ditekan,
e. Memiliki kepercayaan dan tanggung jawab diri,
f. Pengawasan dan pengendalian berada di sekelilingnya,
g. Belajar mengarahkan pada pencapaian pemantapan identitas diri, dan
h. Belajar merupakan proses untuk mencapai aktualisasi diri (self actualization).
Mahasiswa dengan berbagai karakternya sebagaimana diuraikan memiliki
peranan dan fungsi yang sangat strategi dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Paling tidak ada tiga peran dan fungsi utama mahasiswa, yaitu: agent of change, social
of control, dan moral force (Manggala dalam Wibowo, 2014). Sebagai agen perubahan
(agent of change), mahasiswa memiliki tanggung jawab yang besar dalam membuat
perubahan-perubahan mendasar dalam masyarakat, apalagi saat ini dinamika
masyarakat, apalagi saat ini dinamika masyarakat begitu cepat berubah seiring
perubahan global. Dalam konteks seperti ini mahasiswa dapat memfungsikan diri
melalui sikap kritis, semangat berubah, dan ide-ide cerdasnya mengatasi kemandekan
berfikir dalam masyarakat. Cara pandang sempit diarahkan kepada paradigma yang
holistik dan komprehensif.
140

Keberhasilan dalam menyelenggarakan dan menanamkan nilai-nilai kehidupan


melalui pendidikan karakter dapat pula dipengaruhi oleh cara atau pendekatan yang
dipergunakan dalam menyampaikan. Menurut Suparno, dkk. (2002:42-44), ada empat
model pendekatan penyampaian pendidikan karakter.
1) Model sebagai Mata Pelajaran Tersendiri (monolitik)
Dalam model pendekatan ini, pendidikan karakter dianggap sebagai mata
pelajaran tersendiri. Oleh karena itu, pendidikan karakter memiliki kedudukan yang
sama dan diperlakukan sama seperti pelajaran atau bidang studi lain. Dalam hal ini,
guru bidang studi pendidikan karakter harus mempersiapkan dan mengembangkan
kurikulum, mengembangkan silabus, membuat Rancangan Proses Pembelajaran (RPP),
metodologi pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Konsekuensinya pendidikan
karakter harus dirancangkan dalam jadwal pelajaran secara terstruktur. Kelebihan dari
pendekatan ini antara lain materi yang disampaikan menjadi lebih terencana
matang/terfokus, materi yang telah disampaikan lebih terukur. Sedangkan kelemahan
pendekatan ini adalah sangat tergantung pada tuntutan kurikulum, kemudian
penanaman nilai-nilai tersebut seolah-olah hanya menjadi tanggung jawab satu orang
guru semata, demikian pula dampak yang muncul pendidikan karakter hanya
menyentuh aspek kognitif, tidak menyentuh internalisasi nilai tersebut.
2) Model Terintegrasi dalam Semua Bidang Studi
Pendekatan yang kedua dalam menyampaikan pendidikan karakter adalah
disampaikan secara terintegrasi dalam setiap bidang pelajaran, dan oleh karena itu
menjadi tanggung jawab semua guru (Washington, et.all, 2008). Dalam konteks ini
setiap guru dapat memilih materi pendidikan karakter yang sesuai dengan tema atau
pokok bahasan bidang studi. Melalui model terintegrasi ini maka setiap guru adalah
pengajar pendidikan karakter tanpa kecuali.
Keunggulan model terintegrasi pada setiap bidang studi antara lain setiap guru
ikut bertanggung jawab akan penanaman nilai-nilai hidup kepada semua siswa, di
samping itu pemahaman akan nilai-nilai pendidikan karakter cenderung tidak bersifat
informatif-kognitif, melainkan bersifat aplikatif sesuai dengan konteks pada setiap
bidang studi. Dampaknya siswa akan lebih terbiasa dengan nilai-nilai yang sudah
diterapkan dalam berbagai seting.
Sisi kelemahannya adalah pemahaman dan persepsi tentang nilai yang akan ditanamkan
harus jelas dan sama bagi semua guru. Namun, menjamin kesamaan bagi setiap guru
adalah hal yang tidak mudah, hal ini mengingat latar belakang setiap guru yang
berbeda-beda. Di samping itu, jika terjadi perbedaan penafsiran nilai-nilai di antara
guru sendiri akan menjadikan siswa justru bingung.
3) Model di Luar Pengajaran
Penanaman nilai-nilai pendidikan karakter dapat juga ditanamkan di luar
kegiatan pembelajaran formal. Pendekatan ini lebih mengutamakan pengolahan dan
penanaman nilai melalui suatu kegiatan untuk dibahas dan kemudian dibahas nilai-nilai
hidupnya. Model kegiatan demikian dapat dilaksanakan oleh guru sekolah yang diberi
141

tugas tersebut atau dipercayakan kepada lembaga lain untuk melaksanakannya.


Kelebihan pendekatan ini adalah siswa akan mendapatkan pengalaman secara langsung
dan konkrit. Kelemahannya adalah tidak ada dalam struktur yang tetap dalam kerangka
pendidikan dan pengajaran di sekolah, sehingga akan membutuhkan waktu yang lebih
lama dan biaya yang lebih banyak.
4) Model Gabungan
Model gabungan adalah menggabungkan antara model terintegrasi dan model
di luar pelajaran secara bersama. Model ini dapat dilaksanakan dalam kerja sama
dengan tim baik oleh guru maupun dalam kerja sama dengan pihak luar sekolah.
Kelebihan model ini adalah semua guru terlibat, di samping itu guru dapat belajar dari
pihak luar untuk mengembangkan diri dan siswa. Siswa menerima informasi tentang
nilai-nilai sekaligus juga diperkuat dengan pengalaman melalui kegiatan-kegiatan yang
terencana dengan baik. Mengingat pendidikan karakter merupakan salah satu fungsi
dari pendidikan nasional, maka sepatutnya pendidikan karakter ada pada setiap materi
pelajaran.
Oleh karena itu, pendekatan secara terintegrasi merupakan pendekatan minimal
yang harus dilaksanakan semua tenaga pendidik sesuai dengan konteks tugas masing-
masing di sekolah, termasuk dalam hal ini adalah konselor sekolah. Namun, bukan
berati bahwa pendekatan yang paling sesuai adalah dengan model integratif.
Pendekatan gabungan tentu akan lebih baik lagi karena siswa bukan hanya
mendapatkan informasi semata melainkan juga siswa menggali nilai-nilai pendidikan
karakter melalui kegiatan secara kontekstual sehingga penghayatan siswa lebih
mendalam dan tentu saja lebih menggembirakan siswa. Dari perspektif ini maka
konselor sekolah dituntut untuk dapat menyampaikan informasi serta mengajak dan
memberikan penghayatan secara langsung tentang berbagai informasi nilai-nilai
karakter.
2. Prosedur/Metode Pelaksanaan
Model pengembangan pendidikan karakter dengan pendekatan monolitik;
prosedur dan metode pelaksanaan pendidikan karakter tersebut meliputi:
1) Penetapan kontrak perkuliahan yang disepakati bersama-sama dengan
mahasiswa dan kemudian dirumuskan dalam silabus perkuliahan;
2) Penjelasan sistem/metode perkuliahan yang akan dilakukan;
3) Penjelasan tugas-tugas yang akan dan harus dilakukan oleh mahasiswa;
4) Penjelasan sistem penilaian yang dilakukan;
5) Pelaksanaan perkuliahan sebagaimana yang direncanakan, dan
6) Pelaksanaan evaluasi.
Pendidikan karakter yang dilaksanakan berbasis kegiatan; artinya proses
pembelajaran dalam rangka penanaman, pemraktikkan dan pembiasaan nilai-nilai
tersebut dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang dipilih dan dirancang, di samping
142

penyajian konsep-konsep melalui ceramah, tanya-jawab, diskusi dan metode


pembelajaran lainnya.
3. Pelaksanaan Pendidikan Karakter
Panduan Pendidikan Membangun Karakter di Sekolah Dari Gagasan ke
Tindakan, setelah dilakukan beberapa penyesuaian dan pengembangan. Kegiatan-
kegiatan tersebut meliputi:
1) Penetapan kontrak perkuliahan dengan membangun harapan dan komitmen
Tujuan
 Mengembangkan tanggung jawab pribadi mahasiswa untuk membangun
kebiasaan baik.
 Mengembangkan kebiasaan introspeksi dalam rangka melakukan perbaikan.
 Mengembangkan kekuatan untuk mengendalikan diri sendiri.
 Mengembangkan kecerdasan sosial.
Uraian Kegiatan
 Di awal pertemuan didiskusikan kontrak perkuliahan antara dosen dan
mahasiswa. Di dalam kontrak perkuliahan di bicarakan tentang ketentuan-
ketentuan yang berlaku dan menjadi acuan perkuliahan, antara lain: jumlah
kehadiran, absensi, syarat masuk kelas, pakaian, pelaksanaan tugas, penilaian
dan sebagainya.
 Meskipun sebenarnya yang dibicarakan sudah ada dalam buku tata tertib atau
panduan akademik kampus, tetapi kontrak perkuliahan ini dilakukan untuk
membangun komitmen dari mahasiswa, karena mereka dilibatkan dan merasa
bahwa aturan tersebut disusun dan dibuat bersama, untuk kepentingan bersama.
 Dalam pertemuan awal tersebut, mahasiswa juga diajak untuk mendiskusikan
karakter apa yang akan dikembangkan selama perkuliahan (satu semester) dan
hal-hal yang diinginkan terhadap kelas atau ciri-ciri kelas yang membuat
mereka bangga jadi warga kelas.. Setiap mahasiswa diberi kesempatan untuk
menyampaikan usulannya. Setelah terkumpul dan diarahkan oleh tim dosen
maka disepakati karakter apa yang akan dikembangkan bersama-sama di kelas
tersebut. Saat itulah dosen dan mahasiswa berkomitmen bersama untuk
melaksanakannya.
 Profil manusia berkarakter, ciri-ciri kelas yang diharapkan dan komitmen
bersama tersebut kemudian dibuatkan dalam bentuk pigura dan dipasang di
kelas sebagai pendorong sekaligus pengingat akan hal-hal yang harus dicapai
oleh semua warga kelas.
143

2) Menemukenali Kata-kata Hikmah dan memasangnya di ruang kelas dan di tempat-


tempat strategis di kampus.
Tujuan
 Memperkenalkan peserta pada kearifan
 Memberi inspirasi pada para mahasiswa untuk mengembangkan kearifan dan
kebaikan
 Mengenali pentingnya karakter
 Mengembangkan kepemimpinan
 Mengembangkan kecerdasan sosial
Uraian Kegiatan
 Setiap mahasiswa di berikan tugas untuk mencari kata-kata hikmah yang dapat
menggugah dan memberikan motivasi kepada siapa saja yang membacanya.
 Setiap mahasiswa masuk dan bergabung ke dalam kelompok yang terdiri dari
3 -5 orang.
 Setiap kelompok menggabungkan sejumlah kata-kata hikmah yang paling
mereka sukai dan menyusun daftar kata-kata hikmah tersebut.
 Setiap kelompok mempresentasikan kata-kata hikmah yang telah mereka pilih
di depan kelas, dan menceritakan proses yang mereka lakukan dalam
menemukan serta menyatakan siapa tokoh yang mengatakan kata-kata hikmah
tersebut.
 Kelompok menciptakan format yang indah atau menarik untuk menampilkan
kata-kata hikmah tersebut dan memasangnya di ruang kelas dan tempat-tempat
lain yang strategis.
 Kelas menyusun buku untuk kata-kata hikmah.
3) Meningkatkan Minat Baca dengan Menyusun Resensi
Tujuan
 Meningkatkan rasa ingin tahu
 Meningkatkan minat untuk membaca buku-buku yang berkaitan dengan
karakter dan memberikan inspirasi.
 Mengenal tokoh-tokoh yang berkarakter kuat.
 Memperluas wawasan
Uraian Kegiatan
 Setiap mahasiswa diberi tugas untuk memilih buku yang berkaitan dengan
karakter dan mampu memberikan inspirasi.
144

 Buku yang telah dipilih kemudian dibuatkan resensinya dan diceritakan kepada
teman-temannya di depan kelas.
 Kumpulan resensi kemudian dibukukan dan dibagikan kepada setiap
mahasiswa.

4) Mahasiswa Mengamati dan Mengabarkan Kebajikan (Story Telling).


Tujuan
 Meningkatkan perhatian mahasiswa pada kebiasaan baik yang ada di
sekitarnya.
 Menumbuhkan hasrat untuk mengembangkan kebiasaan baik tersebut.
 Menumbuhkan keyakinan bahwa mereka bisa menjadi orang yang lebih baik.
 Melatih mahasiswa untuk peduli dan berbagi
Uraian Kegiatan
 Pada setiap awal pertemuan secara bergiliran beberapa mahasiswa melakukan
story telling, yaitu cerita tentang kebajikan, yang di dalamnya terdapat nilai-
nilai kehidupan yang dapat memberikan inspirasi dan motivasi kepada semua
orang yang mendengarkannya untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
 Seusai setiap mahasiswa melakukan story telling dilanjutkan dengan diskusi
tentang nilai-nilai kebajikan yang terkandung dalam ceritera dan mengenai
kebajikan yang dapat dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari oleh siapa
orang.
 Pada akhir story telling dosen meresume dan menggarisbawahi hasil diskusi.
5) Dosen Menyaksikan atau Mengetahui Kebajikan dan Mengabarkannya.
Tujuan
 Meningkatkan perhatian pada kebajikan.
 Memberi inspirasi pada mahasiswa untuk melakukan hal-hal yang baik dan
menjadi orang yang lebih baik.
 Meningkatkan kemauan mahasiswa untuk peduli dan berbagi.
Uraian Kegiatan
 Dosen mencatat perilaku baik yang dia lihat di masyarakat atau yang dibacanya
di buku, di surat kabar atau dilihatnya di tayangan televisi atau didengarkannya
di radio.
 Dosen menceritakan kebajikan tersebut kepada para mahasiswa di kelas secara
singkat di awal jam pelajaran, yang dilakukan sebelum atau sesudah story
telling mahasiswa.
145

6) Mengembangkan Suasana Apresiatif


Tujuan
 Mengembangkan kebajikan melalui kekuatan atau kelebihan yang dimiliki
seseorang atau suatu kelompok.
 Mengembangkan optimisme dan rasa percaya diri.
 Mengembangkan perilaku baik menjadi kebiasaan baik.
Uraian Kegiatan
 Dosen memperhatikan perilaku baik atau hal-hal baik yang dilakukan oleh
peserta didik, sekecil apapun kebaikan tersebut.
 Dosen mengapresiasi kebaikan tersebut.
 Apresiasi ini bisa disampaikan dengan cara mengucapkan terima kasih atas
kebaikan yang dilakukan, memberi pujian secara pribadi atau menyebutkan
kebaikan tersebut di depan orang lain, atau memberi pujian di depan orang lain,
atau menyebutkan, memberi pujian atau memberi penghargaan di depan
umum.
7) Menemukenali Tokoh Idola
Tujuan
 Menemukenali atau mengidentifikasikan tokoh-tokoh yang berkarakter baik
yang telah berjasa dalam kemajuan masyarakat, kemajuan bangsa, atau
kemajuan dunia.
 Merenungkan karakter kuat atau kebaikan yang dikagumi.
 Memberi inspirasi dan menumbuhkan motivasi untuk meneladani kebajikan
ditunjukkan oleh tokoh yang dikagumi.
 Mahasiswa meyakini bahwa tidak ada keberhasilan tanpa kebajikan.
Uraian Kegiatan
 Setiap mahasiswa diminta untuk menentukan orang berhasil yang dijadikan
idola.
 Mahasiswa diminta untuk menyebutkan sifat yang dimiliki yang idola yang
diyakini menyebabkan keberhasilan, atau diminta untuk menulis secara singkat
- dalam beberapa kalimat - keistemewaan tokoh yang dikagumi.
 Satu demi satu mahasiswa diminta untuk menyebutkan secara terbuka sifat
yang dipilihnya tersebut.
 Dosen menyusun list seluruh sifat-sifat yang disebutkan mahasiswa yang
diyakini menjadi penyebab keberhasilan sang idola.
146

 Dosen meresume dan menegaskan bahwa keberhasilan sang idola disebabkan


oleh sifat-sifat baik (karakter baik) yang dimilikinya.
8) Meningkatkan Kebersihan dan Kerapian Kelas
Tujuan
 Membangun dan menguatkan rasa tanggung jawab mahasiswa sebagai warga
kampus yang baik
 Membangun kebiasaan hidup bersih
 Membangun kebiasaan hidup rapi
 Membangun dan menguatkan disiplin diri
Uraian Kegiatan
 Dosen pada setiap awal pertemuan perkuliahan selalu mengingatkan kepada
mahasiswa untuk mengamati sekeliling ruang kelas, apakah sudah bersih dan
rapi atau belum.
 Apabila ruang kelas menunjukkan keadaan yang belum bersih dan rapi, dosen
mencontohkan sambil mengingatkan bahwa semua warga kelas telah
berkomitmen menjadikan kelas bersih dan rapi.
 Seluruh warga kelas mengambil sampah yang masih ada di ruang kelas dan
membuangnya ke tempat sampah yang ada di luar kelas, kemudian merapikan
kursi masing-masing.
 Dosen memberi apresiasi terhadap upaya dan kreatifitas mahasiswa dalam
meningkatkan kebersihan dan kerapian kelas.
 Setelah ruang kelas bersih dan rapi, perkuliahan baru dimulai.
9) Memulai perkuliahan dengan berdoa
Tujuan
 Membangun kebiasaan bersyukur atas segala rahmat, karunia dan anugerah
yang diberikan oleh Tuhan.
 Mendorong semua warga kelas untuk meningkatkan kebajikan.
 Meningkatkan Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan.
Uraian Kegiatan
 Seusai ruang kelas diyakini sudah bersih dan rapi, sebelum perkuliahan dimulai
dosen memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk atas kesediaan sendiri
memimpin doa bersama.
 Mahasiswa yang bersedia memimpin doa maju ke depan kelas kemudian
mengajak kepada semua yang hadir untuk berdoa.
10) Peduli terhadap Masalah Masyarakat, Korban Bencana atau Kemalangan
147

Mahasiswa dibagi dalam beberapa kelompok (perkelomok berjumlah paling


banyak 5 orang), diberi tugas membuat suatu projek kemanusiaan. Projek ini dapat
berupa kegiatan apa saja, dengan menggunakan prinsip efektif dan efisien.
Projek ini dilakukan di luar kegiatan pembelajaran di kelas, namun waktu
pelaksanaan tetap pada semester di mana mata kuliah ini di ikuti.
Tujuan:
 Mengembangkan dan menguatkan empati, simpati dan kepedulian terhadap
sesama terutama kepada warga masyarakat yang tengah mengalami kesulitan
atau kemalangan.
 Mengembangkan rasa tanggung jawab, kejujuran, kemampuan kerjasama
dalam kelompok dan kepemimpinan.
 Mengembangkan kebanggaan untuk berkontribusi.
 Melatih dan mengembangkan kemampuan mengelola kegiatan
Uraian Kegiatan
 Mendorong dan memberi peluang pada mahasiswa untuk pada waktu yang
diperlukan membentuk kelompok melakukan proyek kemanusiaan (dapat
berupa kegiatan atau mengumpulkan sumbangan) yang akan diberikan kepada
warga masyarakat yang membutuhkan, terutama para korban bencana, atau
kelompok masyarakat yang sedang tertimpa musibah atau kemalangan.
 Meminta mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan tersebut untuk
mempertanggungjawabkan semua kegiatan atau sumbangan yang diperolehnya
secara tertulis, rapi dan jujur.
 Mengkomunikasikan atau mengumumkan semua kegiatan atau sumbangan
yang diperoleh dan penyaluran atau penggunaannya kepada semua anggota
komunitas dan di depan kelas.
 Dosen mengapresiasi usaha atau upaya yang sudah dilakukan mahasiswa dan
hasil yang telah dicapai dalam suatu kesempatan yang melibatkan publik.
11) Nonton Bersama Film yang Bertemakan Pendidikan Karakter, Sejarah Perjuangan
dan Kemanusiaan
Tujuan
 Memberi inspirasi pada mahasiswa atau penonton untuk mengembangkan
karakter yang baik.
 Mengembangkan wawasan mahasiswa mengenai sejarah bangsa, kebudayaan
nusantara, kebudayaan bangsa–bangsa, dan peradaban manusia.
 Mengembangkan apresiasi terhadap kebhinnekaan.
 Mengembangkan kecintaan kepada nilai-nilai kebenaran dan keadilan, tanah
air, dan kemanusiaan.
148

 Mengembangkan jiwa dan rasa kebersamaan.


Uraian Kegiatan
 Memilih film-film yang memberi inspirasi atau menggugah penonton untuk
mengembangkan karakter yang baik seperti kegigihan, keberanian, kejujuran,
kepedulian, kasih sayang, keadilan, dan kepemimpinan .
 Dosen dan mahasiswa nonton film bersama di ruang kelas.
 Diskusi singkat mengenai karakter dari tokoh-tokoh yang ada dalam film
tersebut, atau tema dari film yang ditonton bersama.
12) Bekerja dalam Kelompok
Tujuan
 Mengembangkan kebiasaan untuk saling berbagi, menghargai, saling
mendukung, saling menghormati dan potensi kepemimpinan.
 Melatih mahasiswa untuk bertanggung jawab.
Uraian Kegiatan
 Dosen merencanakan bagian-bagian dari materi perkuliahan yang akan
diajarkan melalui proses pembelajaran dalam team (kooperatif learning).
 Pembentukan kelompok yang akan melakukan tugas-tugas belajar secara
spesifik.
 Setiap anggota kelompok menyampaikan atau menceritakan peran dan
kontribusinya terhadap hasil kelompok.
 Penyajian atau presentasi hasil belajar dalam kelompok.
13) Melibatkan Orang-tua dalam Pendidikan Karakter
Tujuan
 Mengingatkan tentang pentingnya peran orang tua sebagai pendidik utama
dalam pendidikan karakter.
 Menyediakan peluang bagi orang tua untuk menambah wawasan dan
pengetahuan sehingga mereka dapat menjalankan perannya secara lebih efektif
dalam membantu putra-putrinya dalam mengembangkan kebiasaan baik.
 Menjaga keselarasan antara pendidikan karakter atau pengembangan kebiasaan
baik di kampus dengan di rumah.
Uraian Kegiatan
 Melibatkan orang tua atau perwakilan orang tua dalam memantau
perkembangan sikap dan perilaku putra-putrinya.
 Mengundang orang tua untuk hadir atau ikut aktif dalam penyelenggaraan
seminar mengenai peran orang tua dalam pendidikan karakter dengan
149

pembicara para pakar pendidikan atau orang-tua yang dipandang berhasil dalam
pendidikan karakter.
 Menyampaikan kepada orang tua kebajikan yang dilakukan oleh putra-putri
mereka di kampus.
 Mengkomunikasikan kepada orang-tua kemajuan yang dicapai putra-putrinya
dalam pendidikan karakter dan tantangan-tantangan yang masih harus dihadapi
bersama oleh kampus dan orang tua.
14) Refleksi
Tujuan
 Membangun kebiasaan melakukan introspeksi atau mawas diri.
 Mendorong semua warga kelas - dosen dan mahasiswa - untuk meningkatkan
kebajikan.
 Meningkatkan kejujuran kepada diri sendiri.
Uraian Kegiatan
 Pada akhir perkuliahan, semua anggota komunitas kelas melakukan introspeksi
dan menuliskan dalam selembar kertas yang khusus disediakan untuk itu
mengenai:
a. Kebaikan-kebaikan yang dia sudah lakukan, untuk orang lain dan untuk
kebaikannya sendiri, selama semester yang telah dilewatinya.
b. Hal-hal yang kurang baik yang dia lakukan secara sadar maupun tidak
sadar.
c. Hal-hal yang dia akan lakukan di masa yang akan datang untuk menambah
kebajikannya dan mengurangi berkembangnya hal-hal yang kurang baik.
d. Setiap orang menanda-tangani lembar introspeksinya.
 Peserta didik menunjukkan dan mendiskusikan lembar introspeksi kepada
orang tua mereka masing-masing dan orang tua menulis komentarnya serta
memberikan tanda tangannya.
 Mahasiswa diminta memberikan kesannya selama mengikuti kuliah
pendidikan karakter, manfaat yang diperolehnya dan hal-hal yang dinilainya
masih kurang serta usulannya untuk perbaikan di masa yang akan datang.
D. Kesimpulan
Perguruan tinggi mengemban tanggung jawab dan kewajiban yang besar khususnya
dalam melahirkan sumber daya intelektual, yang diharapkan nantinya bisa memberikan
kontribusi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) bangsa ini. Namun, saat ini,
yang marak di berbagai perguruan tinggi kita, adalah fenomena yang memiris hati. Fenomena
ini jelas mengundang keprihatinan tidak saja bagi para orang tua, tetapi juga para pemerhati
dan pecinta pendidikan di negeri ini. Fenomena mengenai lunturnya karakter-karakter luhur
150

mahasiswa yang mestinya menjadi para intelektual muda di perguruan tinggi. Pendidikan
karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu
Pancasila, meliputi: (1) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati
baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik; (2) membangun bangsa yang berkarakter Pancasila;
(3) mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada
bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia. Pendidikan karakter berfungsi (1)
membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural; (2) membangun peradaban bangsa
yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan
ummat manusia; mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan
berperilaku baik serta keteladanan baik; (3) membangun sikap warganegara yang cinta damai,
kreatif, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni.
151

Latihan
Tuliskan pendapat anda terkait permasalahan-permasalahan berikut:
1. Jual beli ijazah palsu

(Sumber: http://www.tribunnews.com/)
2. Perjokian masuk perguruan tinggi

(Sumber: http://nasional.news.viva.co.id/)
152

Sumber

Zuchdi, Darmiyati dkk. 2010. Pendidikan Karakter dengan Pendekatan Komprehensif


Terintegrasi dalam Perkuliahan dan Pengembangan Kultur Universitas. Yogyakarta:
UNY Press

Husen Achmad, dkk. 2010. Model Pendidikan Karakter Bangsa Sebuah Pendekatan
Monolitik di Universitas Negeri Jakarta. Jakarta: UNJ

Wibowo, Agus. 2014. Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

http://www.slideshare.net/ridwansyahyusuf/pengembangan-karakter-mahasiswa-ridwansyah-
yusuf Diakses pada tanggal 9 Maret 2016

https://munifchatib.wordpress.com/2012/11/16/kognitif-antara-tes-standart-vs-tawuran-
pelajar-part-2/sejumlah-aparat-kepolisian-memisah-tawuran-antara-mahasiswa-uki-
dan-yai-di-salemba-jakarta-rabu-285/ Diakses pada tanggal 9 Maret 2016

https://www.futuready.com/artikel/keuangan/tradisi-berbagi-uang-lebaran-dan-kiat-
menabung-untuk-anak Diakses pada tanggal 9 Maret 2016

http://www.tribunnews.com/regional/2015/06/02/disebut-beli-ijazah-palsu-akuntan-s-saya-
jadi-korban-pencemaran-nama-baik diakses pada tanggal 9 Maret 2016

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/335424-joki-tes-masuk-ugm-sindikat-profesional
Diakses pada 9 Maret 2016
153

Biografi Penulis
Aswin Abbas lahir di Bulukumba, Ponre 31 juli 1986. Memulai karir
pendidikinya pada SD. 229 Malewang, Kec. Gantarang, Kab. Bulukumba
dan tammat tahun 1998. Setelah tammat SD, penulis melanjutkan
pendidikanya di Pondok Pesantren DDI AD Mangkosos Barru, mulai dari
MTS sampai MA (Madrasah Aliyah) 2002 – 2005. Tahun 2006, penulis
melanjutkan pendidikanya pada jenjang Strata Satu (S1), Bahasa dan
sastra Inggris di UIN Alauddin Makassar dan selesai pada tahun 2010.
Pendidikan S2 Di ambil di UNM, Pendidikan Bahasa Inggris dan selesai
tahun 2013. Selama mahasiswa, aktif dibeberapa kegiatan organisasi
kampus, diantaranya, Ketua BEM Fakultas Adab dan Humaniora tahun 2008/2009. Presiden
English Mania Meeting Club (EM2C) UIN Alauddin Makassar, 2008. Penulis juga pernah
menjadi pembicara pada seminar internasiona, WALS di Thailand tahun 2015. Beberapa
tulisanya yang dimuat dalam jurnal diantaranya Strategy in Mastering Speaking (2014),
Regaining Control of the Students through Lesson study (2015) Saat ini penulis masih aktif
sebagai dosen Pendidikan Bahasa Inggris di UNCP.

Syamsir Sainuddin Lahir di Balla Tinggia, Bulukumba pada tanggal 29


Oktober 1988. Menempuh pendidikan di SDN 69 Annisia pada tahun
1995 dan tamat pada tahun 2001. Kemudian pada tahun yang sama
melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
(SLTP) di SLTP Negeri 1 Bulukumpa dan tamat pada tahun 2004,
kemudain melanjutkan pendidikan lagi ke jenjang Sekolah Menengah
Atas (SMA) pada SMA Negeri 1 Bulukumpa mulai dari tahun 2004
sampai dengan tahun 2007. Pada tahun yang sama diterima di jurusan
Matematika FMIPA Universitas Negeri Makassar Makassar Program
Strata Satu (S1) dan berhasil menyelesaikan studi pada tahun 2011. Tahun 2012 melanjutkan
studi ke jenjang selanjutnya pada program pascasarjana Program Studi Pendidikan Matematika
Universitas Negeri Makassar sampai tahun 2014. Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai
Asisten Laboratorium Komputer Jurusan Matematika FMIPA UNM. Selain itu penulis juga
aktif sebagai staff pengajar di PT. Gadjahmada Indonesia dari tahun 2010 sampai 2014. Saat
ini penulis aktif sebagai dosen Pendidikan Matematika di Universitas Cokroaminoto Palopo
Fahrul Basir lahir di Ujung Pandang, 11 Agustus 1988. Memulai karir
pendidikinya di SD Negeri Rappocini Makassar pada tahun 1995 dan
tamat tahun 2001. Setelah tamat SD, penulis melanjutkan pendidikanya
di SMP Negeri 6 Makassar pada tahun 2001 dan tamat pada tahun 2004.
Kemudian, melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 9 Makassar pada
tahun 2004 dan tamat pada tahun 2007.Tahun 2007, penulis melanjutkan
pendidikanya pada jenjang Strata Satu (S1), Pendidikan Matematika
Bilingual di UNM Makassar dan selesai pada tahun 2011. Pendidikan S2
Di ambil di UNM, Pendidikan Matematika pada tahun 2012 dan selesai tahun 2014.Saat ini
penulis masih aktif sebagai dosen Pendidikan Matematika di Universitas Cokroaminoto
Palopo.
154

Muhammad Ikram Pengajar Program Studi Pendidikan Matematika


Universitas Cokroaminoto Palopo, dilahirkan di Soppeng, 14 Oktober
1988, Pendidikan yang telah ditempuh Sejak 1994 – 2006 mulai
Sekolah Dasar Hingga Menengah Akhir Di Kabupaten Soppeng.
Kemudian Melanjutkan S1 Pendidikan Matematika Universitas
Negeri Makassar (2006) dan S2 Pendidikan Matematika Universitas
Negeri Makassar. Selama ini, sempat mengajar pada berbagai bidang
dan jenjang, yakni Lembaga Bimbingan Belajar JILC (Jakarta
Intensive Learning Centre) sejak 2007 hingga 2013 untuk bidang studi Matematika. Penulis
pernah menjadi pembicara pada International Conference on Research, Implementation and
Education of Mathematics and Science 2015 di Yogyakarta dan IndoMS International
Conference on Mathematics and Its Application 2015 di Jakarta.

Musliadi lahir di Kaliba, Luwu pada tanggal 12 maret 1985 Menempuh


pendidikan Dasar di SDN 92 Karetan sampai tahun 1999. Kemudian pada
tahun yang sama melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Lanjutan
Tingkat SMP di SMPN 2 Lamasi dan tamat pada tahun 2002, kemudian
melanjutkan pendidikan lagi ke jenjang Sekolah Menengah di SMKN 2
Palopo mulai dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2005. Pada tahun
yang sama diterima di Universitas Cokroaminoto Palopo pada Program
Studi Pendidikan Bahasa Inggris sampai tahun 2009. Tahun 2012
melanjutkan studi ke jenjang selanjutnya pada program pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta pada Program Studi pendidikan Bahasa Inggris sampai tahun
2014. Pada tahun 2005 penulis menjadi instruktur di NECO English Course pada tahun 2005
sampai tahun 2012. Selain itu penulis juga aktif sebagai guru di SMK Kartika Palopo tahun
2007 sampai tahun 2010. Saat ini penulis aktif sebagai dosen Pendidikan Bahasa Inggris di
Universitas Cokroaminoto Palopo.

Anda mungkin juga menyukai