Anda di halaman 1dari 131

PERAN KEMENTERIAN AGAMA RI DALAM PENYALURAN DANA

BANTUAN PENGEMBANGAN WAKAF

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

DEVITA OCTAVIANI
NIM: 1110046100038

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH


PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1436 H / 2014 M
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang belaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 8 Oktober 2014

Devita Octaviani

ii
ABSTRAKSI

Devita Octaviani, 1110046100038 “Peran Kementerian Agama RI Dalam


Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan Wakaf”, Program Strata I, Program
Studi Muamalat, Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Dana bantuan pengembangan wakaf adalah dana bantuan sosial yang


diberikan pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) RI kepada nadzhir
dalam bentuk sejumlah uang dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Dana tersebut digunakan untuk mengelola dan memberdayakan tanah wakaf
secara produktif agar hasilnya digunakan sebagai pembinaan dan pemberdayaan
masyarakat. Penelitian ini secara khusus membahas tentang mekanisme dan
efektivitas penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data
dilakukan melalui literatur-literatur kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian ini
serta dengan melalui wawancara ke Kementerian Agama-Direktorat Pemberdayaan
Wakaf. Adapun untuk teknik pengolahan datanya menggunakan analisis deskriptif.
Proses analisisnya dengan cara mengidentifikasi faktor-faktor Strenght, Weakness,
Opportunity dan Threat (SWOT) pada dana bantuan pengembangan wakaf.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, mekanisme penyaluran
dana bantuan ini berawal dari nadzir mengajukan proposal permohonan bantuan
kepada Kemenag dengan berdasarkan syarat dan ketentuan yang berlaku. Kemudian
pihak Kemenag melakukan penyeleksian terhadap proposal yang masuk berdasarkan
seleksi administrasi, verifikasi dan survey ke lokasi. Bagi nadzir yang menerima dana
bantuan, diharuskan melakukan laporan rutin pertigabulan dan perenam bulan kepada
Kemenag. Kedua, pengawasan yang dilakukan Kemenag sudah berjalan dengan
efektif, dilihat dari teori efektivitas dan analisis SWOT yang menunjukkan skor IFAS
3,1 dan EFAS 2,5.

Kata Kunci: Wakaf, Efektivitas, Pengawasan dan SWOT.

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT, yang telah mencurahkan rahmat, taufik, dan hidayahnya tanpa

jemu. Sesungguhnya, hanya karena kemurahan hati-Nya lah sehingga akhirnya

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu

tercurahkan kepada junjungan Rasulullah saw beserta seluruh keluarga, sahabat, dan

juga ummatnya. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari terdapat banyak

kendala yang menghambat langkah penulis untuk merampungkan skripsi ini. Namun,

berkat bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. H. Phil. J.M. Muslimin, MA. sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H., sebagai Ketua Prodi Muamalat

(Ekonomi Islam) dan Abdurrauf, MA., sebagai Sekretaris Prodi Muamalat

(Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. H. M. Zainul Arifin sebagai Dosen Pembimbing Akademik Penulis.

4. Yuke Rahmawati, MA sebagai Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang telah

memberi arahan, saran, dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik.

5. Segenap pihak Kementerian Agama RI-Direktorat Pemberdayaan Wakaf,

khususnya Bapak Yanuar dan Bapak H.Abdul Fattah yang telah bersedia

meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membantu penulis

iv
menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mengajarkan ilmu yang tidak ternilai,

hingga penulis menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Segenap staff akademik dan staff perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda H.Asep Dedi dan Ibunda Hj.Nani
Yuningsih serta Ema Manah yang selalu mendoakan, membesarkan,
membimbing dan mendukung penulis baik moril maupun materiil tanpa
pernah mengeluh dan berputus asa tetap memberikan motivasi kepada penulis
dalam kondisi senang maupun susah.
9. Adik-adik tersayang, Dinar Dwi Apriyanti, Diana Gayatri Febrianti dan
M.Dendi Rahmatullah yang turut memberikan kontribusi, doa dan motivasi
bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Keluarga Besar Ayah I Made Astanadi dan Ibu Hj.Lilis Komalasari yang turut

mendukung penulis baik moril maupun materiil dalam menyelesaikan skripsi

ini.

11. Keluarga besar PONPES CIPASUNG dan keluarga besar KAHFI yang telah

memberikan ilmu dan mengajarkan makna kehidupan kepada penulis.

12. Sahabat – sahabat terbaik penulis, Ika, Mahrun, Ayun dan Ana yang sama-

sama berjuang dengan penulis dalam susah dan senang selama proses

perkuliahan hingga akhir. Terimakasih telah mengajarkan arti sahabat yang

sesungguhnya. Terimakasih atas persahabatan yang indah ini.

v
13. Teman – teman terbaik penulis, Nisrina, Nining, Titi, Nissa, Nabila, Risa,

Zulfa, M.Ramdan dan Edwin yang telah mendukung dan selalu memberikan

motivasinya kepada penulis agar terselesainya skripsi ini.

14. Teman-teman Mahasiswa jurusan Perbankan Syariah kelas A angkatan 2010,

yang selalu membantu dan menemani penulis selama masa perkuliahan

berlangsung. Menjalani susah senang bersama menanggung beban bersama

seperti keluarga sendiri yang saling mendukung satu sama lain untuk tetap

teguh mencapai cita-cita kita.

15. Terima kasih kepada seluruh teman-teman di Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Perbankan Syariah yang masih banyak lagi yang penulis tidak bisa

sebutkan satu persatu. Terima kasih atas semua dukungan dan bantuannya

dalam penyelesaian skripsi ini.

16. Dan akhirnya, semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian

skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih. Semoga

segala kebaikan yang tulus dari semua pihak dapat diterima oleh Allah SWT

serta mendapatkan pahala yang berlipat dari-Nya.

Kiranya skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun kritik dan saran dari para

pembaca sangat diharapkan untuk kesempurnaannya. Besar harapan penulis agar

skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi kontribusi bagi penulis dan masyarakat

seluruhnya.

Jakarta, 8 Oktober 2014

Penulis

vi
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ ii


ABSTRAKSI ........................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi

BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ...................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah ..................................................................... 7
D. Rumusan Masalah ........................................................................ 7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 7
F. Sistematika Penulisan .................................................................. 8

BAB II: LANDASAN TEORI


A. Wakaf ............................................................................................ 10
B. Efektivitas Pengawasan ................................................................ 24
C. Analisis SWOT ............................................................................. 40
D. Kerangka Konseptual .................................................................... 56
E. Review Studi Terdahulu ............................................................... 57

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN


A. Jenis Penelitian ............................................................................. 59
B. Tempat Penelitian ......................................................................... 60
C. Jenis Data ...................................................................................... 60

vii
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 61
E. Teknik Pengolahan Data ............................................................... 62
F. Teknik Analisis Data .................................................................... 62

BABIV: HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Gambaran Umum ......................................................................... 64
B. Mekanisme dan Pengawasan Penyaluran Dana Bantuan
Pengembangan Wakaf .................................................................. 69
C. Analisis SWOT Dana Bantuan Pengembangan Wakaf ................ 75
D. Efektivitas Pengawasan Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan
Wakaf ............................................................................................ 90

BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 95
B. Saran.............................................................................................. 96

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Gambar Diagram Matriks SWOT Kearns ....................................... 44


Tabel 2.2 Matriks EFAS .................................................................................. 49
Tabel 2.3 Matriks IFAS ................................................................................... 51
Tabel 4.1 Dana Bantuan Wakaf Produktif Berdasarkan Lokasi Dari Tahun
2005-2013 ........................................................................................ 66
Tabel 4.2 Matriks IFAS Dana Bantuan Pengembangan Wakaf ...................... 77
Tabel 4.3 Matriks EFAS Dana Bantuan Pengembangan Wakaf ..................... 79
Tabel 4.4 Matriks Strategi SWOT ................................................................... 83
Tabel 4.5 Perhitungan SKOR IFAS ................................................................ 84
Tabel 4.6 Perhitungan SKOR EFAS ............................................................... 85

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kuadran Pearce dan Robinson......................................................... 52


Gambar 2.2 Kerangka Konseptual ...................................................................... 55
Gambar 4.1 Pengawasan Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan Wakaf ..... 73
Gambar 4.2 Diagram Analisis SWOT Terhadap Dana Bantuan
Pengembangan Wakaf ..................................................................... 87
Gambar 4.3 Diagram Matriks SWOT Dana Bantuan Pengembangan Wakaf .... 88

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Permohonan Dosen Pembimbing Skripsi

Lampiran 2 : Surat Permohonan Data/ Wawancara

Lampiran 3 : Surat Keterangan Penelitian

Lampiran 4 : Pedoman Wawancara Penelitian

Lampiran 5 : Biodata Responden

Lampiran 6 : Data Nadzir Penerima Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Wakaf merupakan salah satu instrumen pendistribusian harta dalam Islam

dengan menahan harta baik secara abadi maupun sementara, untuk dimanfaatkan

langsung atau tidak langsung, dan diambil manfaat hasilnya secara berulang-

ulang di jalan kebaikan, umum maupun khusus.1 Wakaf di Indonesia telah dikenal

dan dilaksanakan sejak agama islam masuk ke Negara Indonesia pada

pertengahan abad ke-13. Sejak datangnya Islam, wakaf telah dilaksanakan

berdasarkan paham yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Islam Indonesia,

yaitu paham Syafi’iyyah dan adat kebiasaan masyarakat Indonesia.

Dalam undang-undang UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan

Tanah Milik, Pemerintah berupaya melakukan pendataan wakaf dan penerbitan

sertifikat tanah wakaf serta memberikan bantuan advokasi terhadap tanah wakaf

yang bermasalah dengan bantuan Departeman Agama. Namun, masih banyak

masyarakat yang tidak mendaftarkan tanah milik yang diwakafkan atau merasa

kesulitan mengurus sertifikat tanah wakaf karena proses yang lama, yang semakin

lama semakin bertambah seiring meningkatnya partisipasi masyarakat untuk

berwakaf. Kebijakan pemerintah ini muncul untuk menguatkan secara hukum

1
Mundzir, Qahaf. Manajemen Wakaf Produktif , cet.III, (Jakarta: Khalifa, 2007), h.52.

1
2

tanah-tanah yang diwakafkan kepada nadzir agar tidak terjadi sengketa di

kemudian hari. Kebijakan ini juga membatasi harta benda wakaf pada tanah milik,

sehingga banyak tanah wakaf yang menganggur atau hanya dikelola secara

konsumtif dan tidak memberikan manfaat yang lebih luas kepada masyarakat.

Sampai pada tahun 2004, dikeluarkannya undang-undang wakaf nomor 41

yang merombak besar-besaran kebijakan tentang wakaf dari pengertian, harta

benda wakaf, sampai jangka waktu. Wakaf seharusnya menjadi langkah strategis

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Karena tidak hanya memiliki nilai

ibadah tapi juga memiliki nilai ekonomi yang perlu dikembangkan. Ruang

lingkup wakaf yang tidak hanya terbatas pada benda tidak bergerak, melegalkan

masyarakat untuk mewakafkan harta benda bergerak seperti mobil, hak sewa,

logam mulia, surat berharga, dan uang yang dapat disalurkan melalui Lembaga

Keuangan Syariah (LKS) yang telah diakui oleh kementerian agama.

Peruntukan harta benda wakaf tidak terbatas pada kepentingan ibadah dan

sosial, namun kepentingan meningkatkan ekonomi masyarakat pun juga menjadi

tujuan. Dalam pengelolaan harta produktif, pihak yang paling berperan dalam

berhasil tidaknya pemanfaatan harta wakaf adalah nadzir wakaf, yaitu seseorang

atau sekelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas oleh wakif (orang

yang mewakafkan hartanya) untuk mengelola wakaf.

Setelah memperhatikan tujuan wakaf yang ingin melestarikan manfaat

dari hasil wakaf, maka keberadaan nadzir profesional sangat dibutuhkan, bahkan

menempati peran sentral. Sebab di pundak nadzirlah tanggung jawab dan


3

kewajiban memelihara, menjaga dan mengembangkan wakaf serta menyalurkan

hasil atau manfaat dari wakaf kepada sasaran wakaf.2

Praktek wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum

sepenuhnya berjalan tertib dan efisien, sehingga dalam berbagai kasus yang

terjadi banyak harta benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya,

terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum.

Keadaan demikian itu, disebabkan tidak hanya karena kelalaian atau

ketidakmampuan nadzir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda

wakaf, melainkan juga karena sikap masyarakat yang kurang peduli atau belum

memahami status harta benda wakaf yang seharusnya dilindungi demi

kesejahteraan umum yang sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf.

Untuk itu, dibutuhkan nadzir-nadzir profesional yang handal di bidang

ekonomi, bisnis, dan manajemen untuk dapat mengelola harta benda wakaf

dengan baik sesuai tujuan dan fungsinya. Sehingga tahun 2007 dibentuklah Badan

Wakaf Indonesia (BWI), lembaga independen yang bertugas melakukan

pembinaan terhadap nadzir-nadzir untuk melakukan pengelolaan dan

pengembangan harta benda wakaf secara produktif berdasarkan undang-undang.

Untuk memproduktifkan harta benda wakaf diperlukan biaya. Tabung

Wakaf Indonesia menggelontorkan dana 900 juta untuk membangun rumah sewa

2
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat dan Penyelenggaraan Haji, Panduan
Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis Di Indonesia (Jakarta: Departemen Agama Republik
Indonesia, 2004), h.37.
4

siap huni di atas tanah wakaf.3 Untuk memproduktifkan lahan perkebunan

dibutuhkan bibit, pupuk, alat, dan pekerja. Dalam hal ini, menggandeng pihak

ketiga akan sangat membantu para nadzir. Bekerjasama dengan investor, yaitu

pihak yang memiliki kelebihan dana dan bersedia meminjamkannya untuk

mengembangkan harta benda wakaf, misalnya untuk membangun pabrik sepatu

dengan menggunakan sistem bagi hasil sesuai syariah atau menjadikan bank

syariah sebagai pilihan lembaga mediasi dengan mengajukan pembiayaan untuk

pengembangan wakaf produktif.

Bekerjasama dengan lembaga zakat yang bersifat konsumtif akan lebih

seimbang, seperti yang dilakukan oleh Tabung Wakaf Indonesia yang

menggandeng amil zakat Dompet Dhuafa dalam pembangunan Rumah Sehat

Terpadu di daerah Parung, Bogor di atas tanah wakaf.4 Atau berkiblat pada Badan

Wakaf Indonesia (BWI), yang menggunakan wakaf uang untuk mengembangkan

tanah wakaf dengan membangun Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) di Serang,

Banten.5 Hasil dari operasional RSIA diutamakan untuk mengembalikan uang

wakaf masyarakat yang digunakan dan kemudian dilakukan subsidi silang untuk

kaum dhuafa.

3
Artikel ini diakses pada rabu, 5 februari 2014 dari http://tabungwakaf.com/news/all/rumah-
sewa-milik-umat-siap-dihuni/.
4
Artikel ini diakses pada sabtu, 22 februari 2014 dari http://tabungwakaf.com/dompet-
dhuafa-bangun-masjid-di-zona-madina/.
5
Artikel ini diakses pada sabtu, 22 februari 2014 dari http://bwi.or.id/index.php/ar/asdfsdaf/1-
beritawakaf/358-bwi-berencana-akan-bangun-rsia.
5

Namun hal yang sulit untuk menjadikan wakaf uang sebagai sumber dana

pengembangan. Pembangunan Rumah Sakit Ibu dan Anak di Serang Banten

sempat terhenti karena sumber pembiayaan yang bertumpu pada wakaf uang

masyarakat yang disalurkan melalui LKS-PWU tidak selalu bisa diandalkan.

Jumlah uang wakaf yang diberikan masyarakat tidak sebanding dengan kebutuhan

dana yang diperlukan untuk pembangunan RSIA tersebut dan beban uang wakaf

yang tidak boleh habis pokoknya perlu menjadi pertimbangan.

Direktorat Pemberdayaan Wakaf dibantu oleh Kementerian Agama RI

mengadakan program penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf yang

dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Setiap

tahun Direktorat Pemberdayaan Wakaf mendapatkan amanah dana bantuan yang

harus disalurkan kepada nadzir-nadzir yang membutuhkan. Dari tahun 2005 sejak

program ini mulai dijalankan sampai tahun 2013, Kemenag sudah

mendistribusikan dana bantuan milyaran rupiah untuk mengembangkan harta

benda wakaf di 68 titik daerah yang tersebar di seluruh Indonesia.

Para nadzir diharuskan untuk mengajukan permohonan bantuan dana

pengembangan wakaf kepada Kemenag, yang kemudian akan dipertimbangkan

dan akhirnya diputuskan untuk diterima atau ditolak atas permohonan yang

diajukan. Setelah dana diterima, beralih nadzir yang bertanggungjawab atas

pengembangan harta benda wakaf dengan dana bantuan yang diberikan. Namun

pada kenyataannya, tidak semua dana bantuan ini berkembang dengan

sebagaimana mestinya, maksudnya tidak semua nadzir sukses dalam mengelola


6

dana bantuan ini. Masalah ini tidak lepas dari kewajiban Kemenag untuk

melakukan pengawasan atas dana yang diberikan.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin meneliti lebih lanjut

mengenai mekanisme dana bantuan pengembangan wakaf yang diberikan oleh

Kementerian Agama RI dan pengawasannya. Adapun yang menjadi judul dalam

skripsi ini adalah “Peran Kementerian Agama RI Dalam Penyaluran Dana

Bantuan Pengembangan Wakaf”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat mengidentifikasi

masalah yang muncul, diantaranya:

1. Wakaf seharusnya menjadi langkah strategis untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

2. Dalam pengelolaan harta produktif, pihak yang paling berperan dalam

berhasil atau tidaknya pemanfaatan harta benda wakaf adalah nadzir wakaf.

3. Setiap tahun Direktorat Pemberdayaan Wakaf mendapatkan amanah dana

bantuan yang harus disalurkan kepada nadzir-nadzir yang membutuhkan.

4. Pada kenyataannya tidak semua dana bantuan wakaf ini berkembang dengan

sebagaimana mestinya, ada nadzir yang berhasil mengelola dana ini, dan

adapula yang tidak.

5. Kementerian Agama memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan atas

dana bantuan wakaf yang diberikan.


7

C. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian skripsi ini tidak meluas serta menjaga

kemungkinan penyimpangan dalam penelitian ini, maka penulis perlu

memberikan batasan pada wakaf produktif, mekanisme penyaluran dana bantuan

pengembangan wakaf, dan pengawasannya.

D. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana mekanisme penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf?

2. Bagaimana efektivitas pengawasan Kementerian Agama dalam penyaluran

dana bantuan pengembangan wakaf?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui mekanisme penyaluran dana bantuan pengembangan

wakaf.

b. Untuk mengetahui efektivitas pengawasan Kementerian Agama dalam

penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf.

2. Manfaat penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan akan memberikan manfaat:

a. Manfaat bagi akademisi


8

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu

pengetahuan tentang wakaf khususnya penyaluran dana bantuan

pengembangan wakaf.

b. Manfaat bagi praktisi

Hasil penelitian ini nantinya dapat menjadi sumber rujukan bagi para

praktisi di bidang pengelolaan wakaf.

c. Manfaat bagi masyarakat

Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat memberikan pandangan yang

lebih luas tentang wakaf bagi yang mengetahui dan memberikan

pengetahuan baru bagi yang belum mengetahui.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penyusunan penulisan penilitian, maka sistematika

penulisan disusun dengan merujuk pada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini terdiri dari

lima bab, yang terdiri dari :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penelitian.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini menguraikan tentang teori wakaf, efektifitas pengawasan, SWOT, review

studi terdahulu, dan kerangka konseptual.


9

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai metode penelitian, yaitu: jenis penelitian,

tempat penelitian, jenis data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diterangkan mengenai gambaran umum, hasil penelitian, yaitu

mekanisme dan pengawasan penyaluran dana, uraian SWOT dana bantuan, serta

efektifitas pengawasan.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini akan memuat kesimpulan atas bab-bab sebelumnya yang merupakan

jawaban dari rumusan permasalahan yang telah dibahas sebelumnya. Selain itu

pada bab ini juga akan memuat saran yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang

berkepentingan.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Wakaf

1. Definisi dan Dasar Hukum Wakaf

a. Definisi Wakaf

Pengertian wakaf secara etimologi adalah menahan (al-habs), dan

diartikan secara terminology yaitu “Tahbiisul ashl wa tasbiilul manfa’ah”

(menahan suatu barang dan memberikan manfaatnya).1 Tahbiisul ashl

artinya menahan barang. Sedangkan yang dimaksud dengan Ashl adalah

jenis barang, seperti rumah, pohon, tanah, dan mobil serta yang serupa

dengannya. Sebab jenis barang wakaf dapat berupa benda bergerak

maupun yang tidak bergerak. Sedangkan ungkapan tasbiilul manfa’ah

yaitu melepaskannya. Maksudnya, orang yang berwakaf (wakif) menahan

barang tersebut dari segala hal yang dapat mengalihkan kepemilikan dan

orang tersebut memberikan manfaatnya. Misalnya, hasil sewa rumah,

pohon yang berbuah, pengelolaan tanah, dan lain sebagainya.2

Wakaf menurut istilah syarak adalah menahan harta yang mungkin

di ambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusakkan bendanya

1
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Panduan Wakaf, Hibah, dan Wasiat (Jakarta:
Pustaka Imam Asy-Syafi‟I, 2008), h.5.
2
Ibid, h.6.

10
11

(ainnya) dan digunakan untuk kebaikan.3 Para ahli fiqih berbeda pendapat

dalam mendefinisikan wakaf menurut istilah, yaitu diantaranya:

1) Abu Hanifah

Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum,

tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk

kebajikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilihan harta wakaf tidak

lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia

boleh menjualnya.

Jika si wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat

ahli warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah

“menyumbangkan manfaat”. Karena itu mazhab Hanafi

mendefinisikan wakaf adalah: “tidak melakukan suatu tindakan ats

suatu benda, yang berstatus tetap sebagai hak mili, dengan

menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan (sosial),

baik sekarang ataupun akan datang”. 4

2) Mazhab Maliki

Mazhab maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan

harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut

mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan

3
Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah Di Indonesia Dalam Teori dan Praktek, cet.IV,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h.25.
4
Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, FIQH WAKAF (Jakarta: Direktorat
Pengembangan Zakat dan Wakaf, 2005), h. 2.
12

kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif

berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik

kembali wakafnya. Perbuatan si wakif menjadikan manfaat hartanya

untuk digunakan oleh mustahiq (penerima wakaf), walaupun yang

dimilikinya itu berbentuk upah, atau menjadikan hasilnya untuk dapat

digunakan seperti mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan

mengucapkan lafadz wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan

keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu

dari penggunaan secara pemilikan, tetapi membolehkan pemanfaatan

hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu pemberian manfaat benda secara

wajar sedang benda itu tetap menjadi milik si wakif. Perwakafan itu

berlaku untuk suatu masa tertentu, dan karenanya tidak boleh

disyaratkan sebagaiwakaf kekal (selamanya).5

3) Mazhab Syafi‟I dan Ahmad bin Hambal

Syafi‟I dan Ahmad berpendapat bahwa wakaf adalah

melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah

sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa saja

terhadap harta yang diwakafkan, seperti: perlakuan pemilik dengan

cara pemilikannya kepada yang lain, baik dengan tukaran atau tidak.

Jika wakif wafat, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi

oleh ahli warisnya. Wakif menyalurkan manfaat harta yang


5
Ibid., h.2.
13

diwakafkannya kepada mauquf „alaih (yang diberi wakaf) sebagai

sedekah yang mengikat, dimana wakif tidak dapat melarang

penyaluran sumbangannya tersebut. Apabila wakif melaranggnya,

maka Qadli berhak memaksanya agar memberikannya kepada mauquf

„alaih. Karena itu mazhab Syafi‟i mendefinisikan wakaf adalah: “tidak

melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai

milik Allah SWT, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu

kebajikan (sosial).6

4) Mazhab Lain

Mazhab lain sama dengan mazhab ketiga, namun berbeda dari

segi kepemilikan atas benda yang diwakafkan yaitu menjadi milik

mauquf „alaih (yang diberi wakaf), meskipun mauquf „alaih tidak

berhak melakukan suatu tindakan atas benda wakaf tersebut, baik

menjual atau menghibahkannya.7

Menurut kamus bahasa Indonesia, wakaf ialah

memperuntukkan sesuatu bagi kepentingan umum, sebagai derma atau

kepentingan yang berhubungan dengan agama.8 Dan menurut

Kompilasi Hukum Islam (KHI) wakaf adalah perbuatan hukum

seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan

6
Ibid., h.3.
7
Ibid., h.3-4.
8
Departemen P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h.
1008.
14

sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-

lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai

dengan ajaran islam.9

Namun pengertian wakaf menurut apa yang dirumuskan dalam

pasal 1 ayat (1) PP No.28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah

Milik :

Perbuatan hukum seseorang atau Badan Hukum yang

memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik

dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan

peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama

Islam.

Sedangkan menurut UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf,

wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau

menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan

selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan

kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum

menurut syariah.10

Jadi wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk menyerahkan

harta yang dimilikinya guna untuk menahan benda harta tersebut agar

9
Mardani, FIQH Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana, 2012), h. 357.
10
Republik Indonesia, “Undang-Undang Dasar 1945 Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf”,
Bab 1, Pasal 1.
15

diambil manfaatnya bagi kepentingan umum guna sesuai tuntunan

syariah.

b. Dasar Hukum Wakaf

Dalil yang menjadi dasar disyariatkannya ibadah wakaf bersumber

dari:

1) Ayat Al-quran antara lain:

a) QS. Al-Hajj: 77

       

    


“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu,
sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan”.11

b) QS.Ali-Imran: 92

            

   


“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan
apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah
mengetahuinya”.12

11
Al-Qur‟an, Surat Al-Hajj: 77.
12
Al-Qur‟an, Surat Ali-Imran: 92.
16

2) Sunnah Rasulullah SAW

Dari Abu Hurairah ra; sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Apabila


anak adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali
tiga perkara: sodaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang
mendoakan orang tua” (HR. Muslim).13
Adapun penafsiran shodaqoh jariyah dalam hadits tersebut adalah:

Hadits tersebut dikemukakan didalam bab wakaf, karena para ulama

menafsirkan shodaqah jariyah dengan wakaf “ (Imam Muhammad Ismail al

Kahlani, tt., 87).”

Ada hadits Nabi yang telah tegas menggambarkan dianjurkannya

ibadah wakaf, yaitu perintah Nabi kepada Umar untuk mewakafkan tanahnya

yang ada di khaibar:

“Dari Ibnu Umar ra. Berkata, bahwa sahabat Umar ra memperoleh sebidang
tanah di khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk memohon

13
Ibn Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram Penerjemah: Irfan Maulana Hakim, (Jakarta: PT.
Mizan Pustaka, 1998), h. 378.
17

petunjuk. Umar berkata: Ya Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di


Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang
engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah menjawab: Bila kamu suka, kamu
tahan (pokoknya) tanah itu, dan kamu sedekahkan (hasilnya). Kemudian
Umar melakukan shadaqah, tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak pula
diwariskan. Berkata Ibnu Umar: Umar menyedekahkannya kepada orang-
orang fakir, kaum kerabat, budak belian sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan
tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu
(mengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya) atau
makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta” (HR. Muslim).14

c. Unsur dan Persyaratan Wakaf

Unsur-unsur (rukun) yang harus terpenuhi dalam wakaf yaitu:

1) Wakif (orang yang berwakaf) 15

Orang yang berwakaf disyaratkan harus seorang yang dipandang cakap

untuk melakukan amal kebajikan (ahl li al-tabarru‟) dengan indikator

sebagai berikut:

a) Orang yang berwakaf adalah orang ewasa atau baligh

b) Orang yang berwakaf berakal sehat, bukan orang gila atau orang

bodoh

c) Orang yang berwakaf, pada saat mewakafkan hartanya dalam keadaan

sehat, bukan orang yang sedang sakit keras.

d) Orang yang berwakaf adalah pemilik penuh harta yang akan

diwakafkannya. Seseorang yang diserahi tugas untuk mengurus harta,

atau hanya sebagai pengguna, seperti pengelola, penggarap, penyewa,

14
Ibn Hajar Al-Asqalani, (Jakarta: PT. Mizan Pustaka, 1998), h. 378-379.
15
Mukhlisin Muzarie, Hukum Perwakafan dan Implikasinya Terhadap Kesejahteraan
Masyarakat, cet.I, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2010), h.109-118.
18

peminjam, dan pembeli gadai tidak dapat mewakafkan harta yang

dikuasainya karena bukan pemilik penuh.

e) Orang yang berwakaf adalah pemilik syah harta yang akan

diwakafkannya. Dengan kata lain orang seperti penggasab,

penyerobot, pencuri dan pemilik harta illegal lainnya, tidak sah

mewakafkan harta yang dimilikinya secara illegal karena bukan

pemiliknya yang sah.

f) Orang yang berwakaf adalah orang yang cakap dalam bertindak

(rasyid)

g) Orang yang berwakaf tidak tenggelam hutang. Orang yang

mempunyai hutang yang melebihi jumlah hartanya tidak sah

mewakafkan.

2) Mauquf bih (harta yang diwakafkan)16

Untuk barang yang diwakafkan, ditentukan beberapa syarat sebagai

berikut:17

a) Barang atau benda itu tidak rusak atau habis ketika diambil

manfaatnya.

b) Kepunyaan orang yang berwakaf

c) Bukan barang haram atau najis.

16
Ibid., hal. 118-127.
17
Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori ke Praktek, cet.I, (Jakarta:
CV. Rajawali, 1989), h.31.
19

3) Mauquf‟alaih (penerima wakaf)18

Syarat penerima wakaf adalah baligh dan berakal.

4) Shighat (ikrar wakaf)19

5) Nadzir (pengelola wakaf)20

Harta secara umum memerlukan pengelola yang dapat menjaga dan

mengurus agar tidak terlantar dan sia-sia. Persoalan yang menjadi perhatian para

ulama dalam menentukan pengelola (nadzir) adalah menyangkut sasaran. Apabila

sasaran wakaf ditunjukkan untuk oorang-orang tertentu, maka pengelolaannya

adalah penerima wakaf tersebut, dan apabila wakaf ditujukan untuk umum,

seperti untuk masjid, fakir miskin, yatim piatu, orang-orang jompo, dan

sebagainya, maka sebagai pengelolanya adalah penguasa hukum wilayah.

Al-Khatib al-Syarbini memberikan persyaratan nadzir adalah jujur,

amanah serta kecakapan atau kemampuan seseorang untuk mengelola dan

mengembangkan harta wakaf sehingga mencapai hasil yang optimal.

2. Macam-macam Wakaf dalam Islam

Pembentukan wakaf dan pertumbuhannya yang berkembang sangat pesat

dalam Islam serta pwmwliharaanya yang baik, telah menjadikan asset wakaf

berlimpah. Wakaf yang jumlahnya melimpah ini berasal dari berbagai jenis

wakaf, berbagai macam bentuk, tujuan dan targetnya, substansi ekonominya, serta

18
Ibid., h. 127.
19
Ibid., h. 134.
20
Ibid., h. 142-145.
20

bentuk wakaf berdasarkan jenis wakifnya atau bentuk manajemennya. Berikut

macam-macam wakaf tersebut:

a. Macam-macam wakaf berdasarkan bentuk manajemennya21

Berdasarkan bentuk manajemennya, wakaf bisa dibagi menjadi empat macam:

1) Wakaf dikelola oleh wakif sendiri atau salah satu dari keturunannya, yang

kategori orangnya ditentukan oleh wakif.

2) Wakaf dikelola oleh orang lain yang ditunjuk wakif mewakili suatu

jabatan atau lembaga tertentu, seperti Imam masjid dimana hasil wakafnya

untuk kepentingan masjid tersebut.

3) Wakaf yang dokumennya telah hilang, sehingga hakim menunjuk

seseorang untuk memanaj wakaf tersebut. Ini biasanya terjadi pada benda

wakaf yang sudah berusia puluhan atau ratusan tahun.

4) Wakaf yang dikelola oleh Pemerintah. Hal ini muncul belakangan,

terutama setelah terbentuknya Kementerian Wakaf pada masa Turki

Usmani atau pada pertengahan abad kesembilan belas.

b. Macam-macam wakaf berdasarkan keadaan wakif22

Berdasarkan keadaan wakif, wakaf bisa dibagi menjadi tiga macam:

1) Wakaf orang-orang kaya. Wakaf ini banyak dilakukan oleh para sahabat

yang kaya atau paling tidak mereka yang memiliki tanah dan perkebunan.

21
Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, h.20-21.
22
Ibid., h. 21-22.
21

Wakaf ini terus berlanjut hingga memecahkan rekor terbanyak dari

berbagai macam wakaf lainnya.

2) Wakaf tanah pemerintah berdasarkan keputusan penguasa atau hakim.

3) Wakaf yang dilakukan oleh wakif atas dasar wasiat.

c. Macam-macam wakaf berdasarkan substansi ekonominya23

Berdasarkan substansi ekonominya, wakaf bisa dibagi menjadi dua macam:

1) Wakaf langsung, yaitu wakaf untuk memberi pelayanan langsung kepada

orang-orang yang berhak, seperti wakaf masjid yang disediakan sebagai

tempat shalat, wakaf sekolah yang disediakan untuk tempat belajar siswa

dan wakaf rumah sakit untuk mengobati orang sakit secara cuma-cuma.

Pelayanan langsung ini benar-benar dirasakan manfaatnya oleh

masyarakat secara langsung dan menjadi modal tetap yang selalu

bertambah dari generasi ke generasi. Wakaf seperti ini merupakan asset

produktif yang sangat bermanfaat generasi yang akan datang dan dirintis

oleh generasi terdahulu untuk mengisi pembangunan yang akan datang

serta bertujuan memberi manfaat langsung kepada semua orang yang

berhak atas wakaf tersebut.

2) Wakaf produktif, yaitu wakaf harta yang digunakan untuk kepentingan

produksi, baik dibidang pertanian, perindustrian, perdagangan dan jasa

yang manfaatnya bukan pada benda wakaf secara langsung, tetapi dari

keuntungan bersih hasil pengembangan wakaf yang diberikan kepada


23
Ibid., h. 22-23.
22

orang-orang yang berhak sesuai dengan tujuan wakaf. Disini, wakaf

produktif diolah untuk dapat menghasilkan barang atau jasa kemudian

dijual dan hasilnya dipergunakan sesuai dengan tujuan wakaf.

d. Macam-macam wakaf berdasarkan bentuk hukumnya24

Adapun macam-macam wakaf berdasarkan bentuk hukumnya ada dua

kategori. Pertama, macam-macam wakaf berdasarkan cakupan tujuannya,

yaitu:

1) Wakaf umum, yaitu wakaf yang tujuannya mencakup semua orang yang

berada dalam tujuan wakaf; baik cakupan ini untuk seluruh manusia, atau

kaum muslimin, atau orang-orang yang berada di daerah mereka.

2) Wakaf khusus atau wakaf keluarga, yaitu wakaf yang manfaat dan

hasilnya hanya diberikan oleh wakif kepada seseorang atau sekelompok

orang berdasarkan hubungan dan pertalian yang dimaksud oleh wakif.

3) Wakaf gabungan, yaitu wakaf yang sebagian manfaat dan hasilnya

diberikan khusus untuk anak dan keturunan wakif, serta selebihnya

disalurkan untuk kepentingan umum.

Kedua macam-macam wakaf berdasarkan kelanjutannya sepanjang

zaman, yaitu:

1) Wakaf abadi, yaitu wakaf yang diikrarkan selamanya dan tetap berlanjut

sepanjang zaman. Wakaf yang sebenarnya dalam Islam adalah wakaf

24
Ibid., h. 23-25.
23

abadi, yang pahalanya berlipat ganda dan terus berjalan selama wakaf itu

masih ada.

2) Wakaf sementara, yaitu wakaf yang sifatnya tidak abadi, baik dikarenakan

oleh bentuk barangnya maupun keinginan wakif sendiri.

e. Macam-macam wakaf berdasarkan tujuannya25

Ada beberapa macam wakaf berdasarkan tujuannya, diantaranya adalah:

1) Wakaf air minum. Wakaf ini termasuk diantara tujuan wakaf yang

pertama dalam Islam dan tercermin dalam wakaf Utsman bin Affan

Radhiyallahu anhu yang berupa sumur Raumah.

2) Wakaf sumur dan sumber mata air di jalan-jalan yang biasa menjadi lalu

lintas jamaah haji yang datang dari Iraq, Syam, Mesir dan Yaman, serta

kafilah yang bepergian menuju India dan Afrika.

3) Wakaf jalan dan jembatan untuk memberi pelayanan umum kepada

masyarakat.

4) Wakaf khusus bantuan fakir miskin dan orang-orang yang sedang

bepergian.

5) Wakaf pembinaan social bagi mereka yang membutuhkan.

6) Wakaf sekolah dan universitas serta kegiatan ilmiah lainnya.

7) Wakaf asrama pelajar dan mahasiswa.

8) Wakaf pelayanan kesehatan.

9) Wakaf pelestarian lingkungan hidup.

25
Ibid., h. 25-28.
24

f. Macam-macam wakaf berdasarkan jenis barangnya26

Sepanjang sejarah islam, wakaf sangat banyak dengan beragam bentuk dan

jenisnya. Bahkan mencakup semua jenis harta benda.

1) Wakaf benda tidak bergerak. Di antara benda wakaf tersebut adalah wakaf

pokok tetap berupa tanah pertanian dan bukan pertanian. Seperti masjid,

sekolah, rumah sakit, dan perpustakaan.

2) Wakaf benda bergerak. Wakaf harta benda bergerak yang dijadikan pokok

tetap menurut pengertian ekonomi modern, juga banyak dilakukan oleh

kaum muslimin, seperti alat-alat pertanian, mushaf Al-Quran, sajadah

untuk masjid, buku untuk perpustakaan umum dan perpustkaan masjid.

B. Efektivitas Pengawasan

1. Teori Efektivitas

a. Pengertian Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata “efektif” berarti ada efeknya,

(akibatnya, pengaruhnya), dapat membawa hasil, berhasil guna.

Sedangkan “efisien” berarti tepat sesuai untuk menghasilkan sesuatu

dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, biaya, dan mampu

menjalanlan tugas dengan tepat dan cermat, berdaya guna dan bertepat

guna.27

26
Ibid., h. 29.
27
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.352.
25

Peter F. Drucker berpendapat bahwa efektif yaitu mengerjakan

pekerjaan dengan benar (doing the right things). Sedangkan efisien adalah

mengerjakan pekerjaan yang benar (doing thing right).28 Efektivitas berarti

menunjukkan suatu usaha dalam mencapai sasaran-sasaran atau hasil akhir

yang telah ditetapkan secara tepat guna mencapai sasaran dan tujuan.29

Efektivitas dalam ekonomi yaitu suatu sasaran atau angka untuk

menunjukkan sampai berapa jauh sasaran atau target tercapai. Menurut

Amin Widjaja efektivitas berhubungan dengan penentuan apakah tujuan

perusahaan yang telah ditetapkan tercapai. Sementara Tjukir P. Tawat

efektivitas adalah kemampuan suatu unit kerja untuk mencapai tujuan

yang diinginkan.30

Secara sederhana efektivitas merupakan ukuran untuk

menggambarkan sejauh mana sasaran yang akan dicapai, sedangkan

efisiensi menggambar kan bagaimana komponen tersebut dikelola atau di

proses secara tepat dan benar sehingga tidak terjadi pemborosan, dan

keduanya merupakan satu kesatuan proses guna mencapai visi dan misi.

b. Karakteristik Efektif

Adapun keefektifan dapat dilihat dari 3 perspektif, yaitu:

28
Ernie Tisnawati sule dan kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, cet.I, (Jakarta:
Kencana, 2005), h.7.
29
Amirullah dan Haris Budiyono, Pengantar Manajemen, cet.II, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2004), h.8.
30
Sinta Sri Rezeki, “Efektivitas Peran Wakalah Al-Wakif Terhadap Perkembangan Tabung
Wakaf Indonesia,” (Skripsi S1 pada Program Studi Muamalat FSH UIN Jakarta, 2010), h.15.
26

1) Keefektifan individual yang ditentukan oleh pengetahuan, sikap,

kemampuan, dan motivasi. 31

2) Keefektifan kelompok ditentukan oleh kekompakan, kepemimpinan, peran

dan norma.32

3) Keefektifan organisasi ditentukan oleh lingkungan teknologi, struktur,

pilihan strategis, dan budaya.33

Adapun karakteristik sistem pengawasan yang efektif, yaitu:

1) Akurat (accurate), yaitu informasi atau data yang diukur harus akurat

keberadaannya. 34

2) Ekonomis realistic (economically reslistic), yaitu pengeluaran biaya untuk

implementasi pengawasan seminimal mungkin.35

3) Tepat waktu (timely), yaitu sistem pengawasan akan efektif jika dilakukan

dengan cepat disaat penyimpangan diketahui.36

4) Realistik secara organisasi (organizationally realistic), yaitu individu

harus dapat melihat hubungan antara tingkat prestasi yang dicapainya dan

imbalan yang akan menyusul kemudian.37

31
Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktek, dan Riset Pendidikan, edisi.III, cet.II,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h.3.
32
Ibid., h. 3.
33
Ibid., h.3.
34
Amirullah dan Haris Budiyono, Pengantar Manajemen, h.307.
35
Ibid., h. 307.
36
Ibid., h. 307.
37
Ibid., h. 307.
27

5) Dipusatkan pada pengawasan strategic (focused on strategic control

points), yaitu diarahkan pada titik-titik strategis sehingga penyimpangan

cepat diketahui dan terhindar dari kegagalan.38

6) Terkordinasi dengan kerja organisasi, memperhatikan bahwa aktivitas

akan selalu terkait dengan kegiatan yang diawasi.39

7) Objektif dan komprehensif (objective and comprehensible), yaitu

informasi dalam suatu sistem pengawasan harus mudah dipahami dan

objektif.40

8) Fleksibel (flexible), yaitu sistem pengawasan memiliki tingkat keluwesan

yang tinggi sehingga standar-standar pengendalian tetap dapat

dipergunakan dikarenakan situasi dan kondisi.41

9) Diterima para anggota organisasi (accepted by organization members),

yaitu sistem pengawasan dapat diterima dan dimengerti oleh semua

anggota, sehingga masing-masing akan ikut bertanggung jawab terhadap

pencapaian tujuan.42

Adapun kriteria efektif dan efisien dalam Islam, yaitu:

Prinsip keseimbangan (tawazun) yaitu mencakup bertindak yang

harmonis, pantas, dan tidak kikir.

1) Prinsip mencapai kemanfaatan baik bagi dirinya, keluarga dan lingkungan.

38
Ibid., h. 307.
39
Ibid., h. 307.
40
Ibid., h. 307.
41
Ibid., h. 307.
42
Ibid., h. 307.
28

2) Prinsip tidak boros (mubazir).

3) Prinsip berlaku adil kepada diri pribadi, orang lain, dan dalam setiap

perbuatan.

2. Teori Pengawasan

a. Pengertian Pengawasan

Pengawasan berasal dari kata “awas” yaitu dapat melihat baik-baik,

mempertahankan dengan baik, waspada, dan hati-hati, sementara pengawasan

sendiri merupakan penjagaan.43 Pengawasan adalah suatu proses untuk

menetapkan suatu pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan

mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai

dengan rencana semula.44

Menurut Terry dalam bukunya John Salindeho pengawasan adalah

mengevaluasi prestasi kerja atau menerapkan tindakan-tindakan korektif

sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana, guna menemukan dan

mengoreksi penyimpangan yang terjadi.45 Sedangkan dalam bukunya Kadar

Nurzaman, pengawasan adalah satu kegiatan manajer yang mengusahakan

agar pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan

mencapai hasil yang dikehendaki.46

43
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.104.
44
M.Manullang, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995), h.18.
45
John Salindeho, Pengawasan Melekat Aspek-Aspek Terkait dan Implementasinya, cet.I,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h.25.
46
Kadar Nurzaman, Manajemen Perusahaan, cet.I, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014),
h.135.
29

Pengertian pengawasan yang dikemukakan oleh Robert J. Mockler,

pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan

standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem

informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang

telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-

penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk

menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara

paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.47

Pengawasan merupakan pengukuran dan pembetulan terhadap

kegiatan para bawahan untuk menjamin bahwa apa yang terlaksana itu cocok

dengan rencana. Jadi pengawasan itu mengukur pelaksanaan dibandingkan

dengan cita-cita dan rencana, memperlihatkan dimana ada penyimpangan

yang negatif dan dengan menggerakkan tindakan-tindakan untuk memperbaiki

penyimpangan-penyimpangan, membantu menjamin tercapainya rencana-

rencana.48

Menurut P. F. Ducker bahwa lembaga tidak dapat berfungsi tanpa

manajemen. Manajemen adalah organ lembaga. Organ yang mengubah

kerumunan menjadi organisasi dan mengubah usaha manusia menjadi

prestasi, karena manajemen pengawasan merupakan fungsi fundamental. Hal

tersebut sesuai dengan manajemen “POAC”, yaitu:

47
Hani Handoko, MANAJEMEN (Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA, 1998), h.360-361.
48
Jhon Salindeho, Tata Laksana Dalam Manajemen (Jakarta: Sinar Grafika, 1998), hal 39.
30

1) Planning (perencanaan), yaitu merupakan proses awal dalam menentukan

tujuan manajemen yang akan dicapai. 49

2) Organizing (pengorganisasian), yaitu keseluruhan proses pengelompokan

orang-orang, alat-alat, tugas, tanggung jawab, wewenang dan fasilitas

untuk mencapai tujuan.50

3) Actuating (kegiatan), yaitu aktifitas seluruh manajemen seperti anaggota

yang bekerja menurut tugasnya.51

4) Controlling (pengawasan), yaitu untuk menjamin bahwa kegiatan dapat

memberikan hasil yang diinginkan.52

Berikut proses pengawasan menurut Stoner, freeman dan Gilbert:

peppe
Penentuan Penilaian Apakah kinerja Pengambilan
standard kinerja yang dicapai sesuai Tidak tindakan koreksi dan
dan metode dengan standard? melakukan evaluasi
penilaian ulang atas standar
kinerja yang telah ditetapkan
Tujuan tercapai

Sumber: Diolah dari Ernie Tisnawati Sule dan Kurniawan Saefullah, Pengantar
Manajemen, cet.I. (Jakarta: Kencana, 2005), h.321.

b. Tipe-Tipe Pengawasan

Ada tiga tipe dasar pengawasan, yaitu:


49
Mufham Al-Amin, Manajemen Pengawasan, cet.I, (Ciputat: Kalam Indonesia, 2006), h.42.
50
Ibid., h. 42.
51
Ibid., h. 42.
52
Ibid., h. 42.
31

1) Pengawasan pendahuluan (feedforward control). Pengawawasan

pendahuluan, atau sering disebut steering controls, dirancang untuk

mengantisipasi masalah-masalah atau penyimpangan-penyimpangan dari

standar atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu

tahap kegiatan tertentu diselesaikan. Jadi, pendekatan pengawasan ini

lebih aktif dan agresif, dengan mendeteksi masalah-masalah dan

mengambil tindakan yang diperlukan sebelum suatu masalah terjadi.

Pengawasan ini akan efektif hanya bila manajer mampu mendapatkan

informasi akurat dan tepat pada waktunya tentang perubahan-perubahan

dalam lingkungan atau tentang perkembangan terhadap tujuan yang

diinginkan.

2) Pengawasan concurrent, pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan

pelaksanaan kegiatan (concurrent control). Pengawasan ini, sering disebut

pengawasan “Ya-Tidak”, screening control atau “berhenti-terus”,

dilakukan selama suatu kegiatan berlangsung. Tipe pengawasan ini

merupakan proses dimana aspek tertentu dari suatu prosedur harus

disetujui dulu, atau syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-

kegiatan bias dilanjutkan, atau menjadi semacam peralatan “double-

check” yang lebih menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan.

3) Pengawasan umpan balik (feedback control). Pengawasan umpan balik,

juga dikenal sebagai past-action controls, mengukur hasil-hasil dari suatu

kegiatan yang telah diselesaikan. Sebab-sebab penyimpangan dari rencana


32

atau standar ditentukan, dan penemuan-penemuan diterapkan untuk

kegitan-kegiatan serupa dimasa yang akan dating. Pengawasan ini bersifat

historis, pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi

Kegiatan belum Kegiatan sedang Kegiatan telah


dilaksanakan dilaksanakan dilaksanakan

Feedforward control Concurrent Control Feedback Control

Ketiga bentuk pengawasan tersebut sangat berguna bagi manajemen.

Pengawasan pendahuluan dan “berhenti-terus”, cukup memadai untuk

memungkinkan manajemen membuat tindakan koreksi dan tetap dapat

mencapai tujuan. Tetapi ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan

disamping kegunaan dua bentuk pengawasan itu. Pertama, biaya keduanya

mahal. Kedua, banyak nkegiatan tidak memungkinkan dirinya dimonitor

secara terus menerus. Ketiga, pengawasan yang berlebihan akan menjadikan

produktivitas berkurang. Oleh karena itu, manajemen harus menggunakan

sistem pengawasan yang paling sesuai bagi situasi tertentu.

c. Tahap-Tahap Dalam Proses Pengawasan

Proses pengawasan biasanya terdiri paling sedikit lima tahap. Tahap-

tahapnya adalah:

1) Tahap 1: Penetapan standar pelaksanaan (perencanaan). Standar

mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dpat digunakan


33

sebagai “patokan” untuk penilaian hasil-hasil. Tujuan, sasaran, kuota dan

target pelaksanaan dapat digunakan sebagai standar. Bentuk standar yang

lebih khusus antara lain target penjualan, anggaran, bagai pasar (market-

share), marjin keuntungan, keselamatan kerja, dan sasaran produksi.

Tiga bentuk standar yang umum adalah:

a) Standar-standar phisik, mungkin meliputi kuantitas barang atau jasa,

jumlah langganan, atau kualitas produk.

b) Standar-standar moneter, yang ditunjukkan dalam rupiah dan

mencakup biaya tenaga kerja, biaya penjualan, laba kotor, pendapatan

penjualan, dan sejenisnya.

c) Standar-standar waktu, meliputi kecepatan produksi atau batas waktu

suatu pekerjaan harus diselesaikan.

Setiap tipe standar tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk-bentuk

hasil yang dapat dihitung. Ini memungkinkan manajer untuk

mengkomunikasikan pelaksanaan kerja yang diharapkan kepada para

bawahan secara lebih jelas dan tahapan-tahapan lain dalam proses

perencanaan dapat ditangani dengan lebih efektif. Standar harus

ditetapkan secara akurat dan diterima mereka yang bersangkutan.

Standar-standar yang tidak dapat dihitung juga memainkan

peranan penting dalam proses pengawasan. Memang, pengawasan dengan

standar kualitatif lebih sulit dicapai, tetapi hal ini tetap penting untuk

mencoba mengawasinya. Missal, standar kesehatan personalia, promosi


34

karyawan yang terbaik, sikap kerjasama, berpakaian yang pantas dalam

bekerja, dan sebagainya.

2) Tahap 2: Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan. Penetapan standar

adalah sia-sia bila tidak disertai berbagai cara untuk mengukur

pelaksanaan kegiatan nyata. Oleh karena itu, tahap kedua dalam

pengawasan adalah menentukan pengukuran pelaksanaan kegiatan secara

tepat. Beberapa pertanyaan yang penting berikut ini dapat digunakan:

berapa kali (how often) pelaksanaan seharusnya diukur – setiap jam,

harian, mingguan, bulanan? Dalam bentuk apa (what form) pengukuran

akan dilakukan – laporan tertulis, inspeksi visual, melalui telephone?

Siapa (who) yang akan terlibat – manajer, staf departemen? Pengukuran

ini sebaiknya mudah dilaksanakan dan tidak mahal, serta dapat

diterangkan kepada para karyawan.

3) Tahap 3: Pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata. Setelah frekuensi

pengukuran dan sistem monitoring ditentukan, pengukuran pelaksanaan

dilakukan sebagai proses yang berulang-ulang dan terusmenerus. Ada

berbagai cara untuk melakukan pengukuran pelaksanaan, yaitu 1)

pengamatan (observasi), 2) laporan-laporan, laik lisan dan tertulis, 3)

metoda-metoda otomatis dan 4) inspeksi, pengujian (test), atau dengan

pengambilan sampel. Banyak perusahaan sekarang mempergunakan

pemeriksa intern (internal auditor) sebagai pelaksana pengukuran.


35

4) Tahap 4: Pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan analisa

penyimpangan. Tahap kritis dari proses pengawasan adalah pembandingan

pelaksanaan nyata dengan pelaksanaan yang direncanakan atau standar

yang telah ditetapkan. Walaupun tahap ini paling mudah dilakukan, tetapi

kompleksitas dapat terjadi pada saat menginterpretasikan adanya

penyimpangan.

Penyimpangan-penyimpangan harus dianalisa untuk menentukan

mengapa standar tidak dapat dicapai. Bab7 menunjukkan bagaimana

pentingnya hal ini bagi pembuat keputusan untuk mengidentifikasi

penyebab-penyebab terjadinya penyimpangan.

5) Tahap 5: Pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan. Bila hasil analisa

menunjukkan perlunya tindakan koreksi, tindakan ini harus diambil.

Tindakan koreksi dapat diambil dalam berbagai bentuk. Standar mungkin

diubah, pelaksanaan diperbaiki, atau keduanya dilakukan bersamaan.

d. Unsur-Unsur Pengawasan

Adapun unsur-unsur pengawasan, yaitu:

1) Subyek (pengawas atau orang yang mengawasi) dan obyek (orang yang

diawasi)

2) Kebijakan dan ketentuan peraturan (dasar dilakukannya pengawasan

berikut aturan mainnya)

3) Ruang lingkup pengawasan (hal-hal yang diawasi seperti kinerja pegawai,

penggunaan anggaran, dan sebagainya)


36

4) Mekanisme (urutan, tata cara atau prosedur dalam melakukan

pengawasan)

5) Tujuan (untuk memastikan bahwa pelaksanaan suatu tugas maupun

hasilnya sesuai dengan perencanaan)

e. Syarat-Syarat Pengawasan

Adapun syarat-syarat pengawasan, yaitu:

1) Pengawasan harus sesuai dengan kedudukan dan mencerminkan sifat

kegiatan. 53

2) Pengawasan harus bersifat korektif yaitu berani mengungkapkan

penyimpangan-penyimpangan atau pelanggaran.54

3) Pengawasan harus objektif dan fleksibel yaitu dapat dilaksanakan

meskipun telah dilakukan perubahan.55

4) Pengawasan harus ekonomis yaitu dengan biaya yang serendah

mungkin.56

5) Pengawasan memerlukan perencanaan dengan cara membandingkan

keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang seharusnya dan

membutuhkan struktur organisasi serta harus independen.57

f. Tujuan Pengawasan

Adapun tujuan dilakukannya pengawasan, yaitu:

53
Mufham Al-Amin, Manajemen Pengawasan, h.58.
54
Ibid., h. 58.
55
Ibid., h. 58.
56
Ibid., h. 58.
57
Ibid., h. 58.
37

1) Mengetahui jalannya pekerjaan apakah lancar atau tidak, memperbaiki

kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mencegah agar tidak terulang

kembali kesalahan yang sama.

2) Mengetahui penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam rencana awal

sesuai dengan sasarannya.

3) Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (tingkat

pelaksanaan), mengetahui hasil pekerjaan serta dibandingkan dengan yang

telah ditetapkan di perencanaan.

4) Mengetahui kelemahan-kelemahan pelaksanaannya, memecahkan

masalah, mengurangi resiko kegagalan suatu rencana dan membuat

perubahan maupun perbaikan.

g. Permasalahan Dalam Pengawasan

1) Solidaritas dari objek pengawasan, yang mengakibatkan proses pencarian

data dan informasi pendukung menjadi terhambat.

2) Pada beberapa lembaga penegak hukum belum ada ketentuan yang

memadai untuk mengatur bagaimana seorang aparat penegak hukum

seharusnya berperilaku (code of conduct), baik perilaku di dalam

kedinasan maupun diluar kedinasan.

3) Mekanisme pengawasan yang sangat panjang, sehingga tidak berjalan

dengan efektif.
38

4) Mekanisme pengawasan tidak transparan dan akuntabel sehingga

masyarakat yang mengajukan laporan atau pengaduan tidak mengetahui

tindak lanjut dari laporan atau pengaduan mereka.

5) Terjadinya tumpang tindih dan rumitnya pemeriksaan, biaya yang mahal,

dan peranan yang formalitas.

6) Pengawasan dari komisi-komisi independen belum menunjukkan hasil,dan

kurang komunikasi dengan masyarakat.

7) Perbedaan persepsi antara aparat pengawasan dengan aparat penegak

hukum sendiri.

3. Efektivitas Pengawasan

Efektivitas pengawasan adalah kemampuan memilih rencana yang tepat

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, berkaitan dengan melakukan

pekerjaan yang seharusnya dilakukan dan merupakan ukuran tentang pencapaian

suatu tugas dan tujuan, sejauh mana tugas atau tujuan telah dicapai. Artinya

apakah pelaksanaan suatu tugas dinilai baik atau tidak sangat tergantung, apakah

tugas itu diselesaikan atau tidak, mengusahakan apa yang direncanakan menjadi

kenyataan, mencari dan memberitahukan kelemahan yang dihadapi, terutama

menjawab pertanyaan bagaimana cara melaksanakannya.58

58
Megawati, “Efektivitas Dps Dalam Pengawasan Pengelolaan Dana Asuransi Syariah Pada
AJB Bumi Putera 1912 Divisi Syariah,” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h.39.
39

Sarlito menyatakan bahwa efektivitas organisasi atau kelompok adalah

hasil kerja kelompok dalam mencapai tujuan. Makin dekat hasil organisasi atau

kelompok dalam mencapai tujuan, maka semakin efektif. Pencapaian hasil akhir

yang sesuai dengan target waktu yang telah ditetapkan dan ukuran maupun

standar yang berlaku mencerminkan suatu perusahaan telah memperhatikan

efektivitas.

Tujuan utama dari pengawasan adalah mengusahakan agar apa yang

direncanakan menjadi kenyataan, mencari dan memberitahukan kelemahan-

kelemahan yang dihadapi serta menjadikan umpan balik untuk perbaikan,

penyempurnaan pada waktu yang akan datang.59 Jadi dapat disimpulkan

pengawasan yang efektif dan tidak efektif adalah:

a. Pengawasan dikatakan efektif jika dalam pengawasan mencapai tujuan objek

yang diawasi.

b. Pengawasan harus merefleksikan perbaikan, penyempurnaan, jika dalam

objek yang diawasi terdapat kekurangan atau pelanggaran dari rencana atau

tujuan yang ditentukan.

c. Pengawasan dikatakan tidak efektif jika dalam pengawasan tidak mencapai

tujuan objek yang diawasinya dan tidak merefleksikan pembenaran, dan

penyempurnaan jika ada kekurangan pada objek yang diawasinya.

59
M.Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, h.173.
40

Untuk mencapai tujuan pengawasan dalam mencapai efektifitas, proses

pengawasan dapat menjadi efektif harus dipenuhi beberapa syarat, yaitu:60

a. Pengawasanberorientasi kepada tujuan organisasi.

b. Pengawasan harus objektif, jujur, dan mendahulukan kepentingan umum dari

kepentingan pribadi.

c. Pengawasan harus berorientasi terhadap kebenaran menurut peraturan-

peraturan yang berlaku dalam pelaksanaan pekerjaan.

d. Pengawasan harus menjamin daya dan hasil guna penelitian.

e. Pengawasan harus bersifat terus menerus.

f. Hasil pengawasan harus dapat memberikan umpan balik (feed back) terhadap

perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanaan, perencanaan, dan

kebijaksanaan waktu yang akan datang.

C. Analisis SWOT

1. Pengertian Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis

untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan pada logika

yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang namun secara bersamaan

dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman. Proses pengambilan keputusan

strategi selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan

kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencanaan strategi harus

60
Soewarno Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen (Jakarta:
CV. Haji Masagung, 1994), h.149.
41

menganalisa faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang

dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini.61 Hal ini disebut dengan

analisis situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah

analisis SWOT.62 Beberapa pendapat tentang pengertian analisis SWOT:

a. Analisis SWOT adalah analisis kondisi internal maupun eksternal yang

selanjutnya akan digunakan sebagai alat dasar untuk merancang strategi

dan program kerja. Analisis eksternal mencakup peluang (opportunity)

dan ancaman (Threaths). Analisis internal mencakup penilaian terhadap

faktor kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses). Maka langkah

pertama adalah melakukan curah pendapat tentang keempat faktor SWOT

tersebut.63

b. Analisis SWOT menurut Sutojo dan F. Kleinsteuber adalah untuk

menentukan tujuan usaha yang realistis, sesuai dengan kondisi perusahaan

dan oleh karenanya diharapkan lebih mudah tercapai.64 SWOT adalah

singkatan dari kata-kata Strength (kekuatan perusahaan), Weaknesses

(kelemahan perusahaan), Opportunity (peluang bisnis), Threats (hambatan

untuk mencapai tujuan).

61
Bochar, Chan dan Iin, Manajemen Biaya, Diterjemahkan Oleh A. Susty Ambariani, cet.I,
(Jakarta: Salemba Empat, 2000), h.40.
62
Freddy Rangkuty, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, cet.XIV, (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2006), h.19.
63
M. Ismail Yustanto, Pengantar Manajemen Syariat, cet.II, (Jakarta: Khairul Bayan, 2003),
h.83.
64
Siswanto Sutojo dan F. Kleinsteuber, Strategi Manajemen Pemasaran (Jakarta: Dammar
Mulia Pustaka, 2002), h.6.
42

c. Analisis SWOT adalah salah satu bentuk analisis dalam manajemen

dengan menggunakan prinsip SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunity

dan Threats). Analisis SWOT digunakan untuk melihat kekuatan,

kelemahan, peluang dan ancaman yang akan dihadapi oleh perusahaan.

Dengan memiliki kekuatan yang dimiliki serta mengembangkan kekuatan

tersebut dapat dipastikan bahwa perusahaan akan lebih majundibanding

pesaing yang ada. Demikian juga dengan kelemahan yang dimiliki harus

diperbaiki agar perusahaan bisa tetap eksis. Peluang yang ada harus

dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh perusahaan agar volume penjualan

dapat meningkat. Dan ancaman yang akan dihadapi oleh perusahaan

haruslah dihadapi dengan mengembangkan strategi pemasaran yang

baik.65

Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan tentang pengertian

analisi SWOT adalah analisis kondisi internal maupun eksternal perusahaan serta

bagaimana mengidentifikasi faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi

perusahaan, dan dapat memaksimalkan kelemahan dan ancaman.

Suatu perusahaan dapat mengembangkan strategi untuk mengatasi

ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada. Proses analisa, perumusan dan

evaluasi strategi-strategi itu disebut manajemen strategis. Tujuan utama

perencanaan strategis adalah agar perusahaan melihat secara obyektif kondisi-

kondisi eksternal dan internal. Dalam hal ini dapat dibedakan menjadi secara
65
Analisis SWOT, artikel ini diakses pada tanggal 5 September 2014 dari http://pengertian-
analisis-swot.html.
43

jelas, fugsi manajemen, konsumen, distributor dan pesaing. Jadi perencanaan

strategis penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dan memiliki produk

yang sesuai dengan keinginan konsumen dan dukungan yang optimal dari sumber

daya yang ada.66

Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan, definisi strategi yang

dikemukakan oleh Chandler menyebutkan bahwa strategi adalah tujuan jangka

panjang suatu perusahaan. Serta pendayagunaan serta alokasi semua sumber daya

yang penting untuk mencapai tujuan tersebut. Pemahaman baik mengenai konsep

dan strategi konsep-konsep yang lain yang sangat berkaitan, sangat menentukan

suksesnya strategi yang disusun, konsep-konsep itu adalah sebagai berikut:

a. Distinctive Competence: tindakan yang dilakukan perusahaan agar dapat

melakukan kegiatan lebih baik dibanding pesaingnya. Dengan iklim yang

mendukung, tenaga kerja yang murah dan mudah diperoleh, lokasi strategis

dan keamanan yang baik, skala usaha besar dan modern, pasar yang luas dan

daya beli masyarakat yang tinggi

b. Competitive Advantages: kegiatan spesifik yang dikembangkan oleh

perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya dalam

kemampuan berbagai fungsi yang kait-mengkait lewat rantai nilai. Dimana

keunggulan tergantung pada superioritas kualita SDM.

66
M.Ismail Yustanto, Pengantar Manajemen Syariah, h.19.
44

Mengingat bahwa lingkungan pemasaran dapat berupa kesempatan dan

ancaman bagi perusahaan, maka perlu dilakukan suatu analisis SWOT, yang

terdiri dari:

a. Strength: Dalam hal ini perusahaan perlu melihat terlebih dahulu kekuatan

uang dimiliki, meskipun kekuatan ini tidak sepenuhnya merupakan

keunggulan bersaing, yang penting bagi perusahaan adalah memiliki kekuatan

yang relatif besar untuk faktor mikro dibanding dengan pesaingnya. Kekuatan

ini bisa saja berupa tersedianya dana yang cukup besar, memiliki tenaga kerja

yang terampil dan professional. 67

b. Weaknes: Disamping meneliti keunggulannya, perusahaan harus merinci apa

saja kelemahan-kelemahannya. Hal ini supaya dapat diatasi terlebih dahulu

sebelum perusahaan terjun di area persaingan. Jika mungkin kelemahan itu

dihilangkan, dan jika tidak mungkin, harus ditutup dengan nilai lebih yang

dimiliki perusahaan. Kelemahan ini misalnya pangsa pasar yang masih

sempit, ada batasan-batasan dari peraturan pemerintah dan undang-undang.68

c. Opportunity: peluang pemasaran perusahaan adalah arena yang menarik untuk

kegiatan pemasaran dimana perusahaan tersebut meraih keunggulan dalam

bersaing. Peluang harus dicari dan diraih karena peluang tidak akan datang ke

perusahaan kita. Banyak perusahaan yang cerdik, mengukur kelemahan dan

kekuatan bisnisnya untuk meraih peluang yang sesuai dengan kekuatannya

dan sukses karena didukung oleh adanya kerja sama yang baik antar bagian
67
Agus Wibisono, Analisis SWOT, artikel ini diakses pada tanggal 5 september 2014 dari
http://aguswibisono.com/2010/analisis swot-strength-weaknesses-opportunity-threat/.com
68
Ibid.,
45

(internal) perusahaan itu sendiri. Hal penting dalam suat analisis lingkungan

yaitu bagaimana memperoleh informasi adanya peluang-peluang baru.69

d. Threat: Dalam mengembangkan keunggulan dan kekuatannya untuk meraih

kesempatan baik menghadapi hambatan yaitu berupa kecenderungan yang

tidak menguntungkan yang dapat mengancam kedudukan perusahaan apabila

tidak diantisipasi dengan aktifitas pemasaran yang terpadu.70

Analisis SWOT mengarahkan analisis strategic dengan cara memfokuskan

perhatian pada kekuatan (strength), kelemahan (weaknes), peluang (opportunity)

dan ancaman (threat) yang memerlukan hal yang kritis bagi keberhasilan

organisasi maupun perusahaan dengan melakukan identifikasi secara hati-hati

pada faktor keberhasilan kritis (Critical Succes Factory).71

Kinerja perusahaan atau organisasi dapat ditentukan dengan analisis

SWOT, yang merupakan hasil perbandingan dengan faktor-faktor eksternal

(peluang dan ancaman/tantangan). Faktor internal diperoleh dari data dalam

lingkungan perusahaan seperti dari laporan keuangan, kegiatan operasional,

kegiatan pemasaran dan data staff serta karyawan. Sedangkan faktor eksternal

diperoleh dari data lingkungan diluar perusahaan atau organisasi, seperti analisis

pasar, komunitas, pemerintah dan analisis kelompok (untuk kepentingan tertentu)

perencanaan usaha yang baik dengan menggunakan metode pengujian analisis

69
Ibid.,
70
Murti Sumarni, Manajemen Pemasaran Bank (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007),
h.75-76.
71
A. Susty Ambariani, Manajemen Biaya (Jakata: Salemba Empat, 2000), h.43.
46

SWOT dirangkum dalam matrik SWOT yang dikembangkan oleh Kearns

(1992).72

Table 2.173
Gambar Diagram Matrik SWOT Kearns
EFAS Opportunity(O) Treath (T)

IFAS (Peluang) (Ancaman)

Strength (S) Strategi SO Strategi WO

(Kekuatan) Keunggulan komparatif Mobilisasi (Mobilization)


(Comparative Advantage)

Weakness (W) Strategi ST Strategi WO

(Kelemahan) Divestasi/investasi Kendali kerusakan


(Damage Control)
(Divestment/Investment)

Dalam matriks tersebut, Comperative Edvantage (keunggulan komparatif)

berarti pertemuan dua elemen kekuatan dan peluang sehingga organisasi tidak

boleh membiarkan peluang itu hilang begitu saja, namun sebaliknya organisasi

harus segera memperkuat dengan berbagai perencanaan yang mendukungnya. Sel

A ini memberi kemungkinan bagi organisasi untuk berkembang lebih cepat,

namun harus senantiasa waspada terhadap perubahan yang tidak menentu dalam

lingkungannya. Dengan demikian yang harus dijawab adalah “bagaimana

72
M. Ismail Yusanto, Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, cet.II,
(Jakarta: Gema Insani Press, t.th), h.67.
73
Ibid., h.68.
47

memanfaatkan kekuatan yang ada, untuk meningkatkan posisi kompetitif

organisasi”.

Sel B menghadapkan organisasi pada isu Strategis Mobilization yaitu

kotak interaksi dan pertemuan antara ancaman dari luar yang diidentifikasikan

dengan kekuatan organisasi. Disini organisasi harus melakukan mobilisasi sumber

daya yang merupakan kekuatan organisasi untuk memperlunak ancaman dari luar,

bahkan jika mungkin organisasi dapat mengubahnya menjadi peluang‫ز‬

Sel C menampilkan isu strategis investment atau divestment yang

memberikan pilihan dengan situasi yang kabur. Peluang yang tersedia sangat

meyakinkan, namun organisasi tidak mempunyai kemampuan untuk

menggarapnya. Kalau dipaksakan, dapat memakan biaya yang sangat besar

sehingga akan merugikan organisasi.

Sel D adalah kotak yang paling lemah dari semua sel karena merupakan

kotak atau titik temu dua isi yang masing-masing lemah, dan karenanya

keputusan yang salah akan membawa bencana bagi organisasi. Strategi yang

harus diambil adalah Damage Control (mengendalikan kerugian) yang diterima

sehingga tidak menjadi lebih parah dari yang diperkirakan.

2. Fungsi, Manfaat dan Tujuan Analisis SWOT

a. Fungsi Analisis SWOT

Sebagai alat analisa, analisis SWOT berfungsi untuk menganalisis

mengenai keuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan yang dilakukan

melalui telaah terhadap kondisi internal perusahaan, serta analisis mengenai


48

peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan yang dilakukan melalui

telaah terhadap kondisi eksternal perusahaan.74

b. Manfaat Analisis SWOT

Analisis SWOT bermanfaat apabila telah secara jelas ditentukan dalam

bisnis apa perusahaan beroperasi, dan arah mana perusahaan menuju masa

depan serta ukuran apa saja yang digunakan untuk menilai keberhasilan

manajemen perusahaan dalam menjalankan misinya dan mewujudkan visinya.

Dari hasil analisis akan memetakan posisi perusahaan terhadap lingkungan

dan menyediakan pilihan strategi umum yang sesuai, serta dijadikan dasar

dalam menetapkan sasaran-sasaran selama 3-5 tahun ke depan untuk

memenuhi kebutuhan dan harapan dari para stakeholder.

c. Tujuan Analisis SWOT

Untuk mengetahui kelemahan perusahaan dan menciptakan kelemahan

itu menjadi kekuatan, serta mencoba menghilangkan ancaman untuk dijadikan

suatu peluang, maka perlunya identifikasi terhadap peluang dan ancaman

yang dihadapi serta kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan

melalui penelaahan terhadap lingkungan dan potensi sumber daya perusahaan

dalam menetapkan sasaran dan merumuskan strategi organisasi yang realistic

dalam mewujudkan visi dan misinya, maka tujuan analisis SWOT adalah

74
Artikel Ini diakses Pada Tanggal 5 September 2014 Pukul 16.15 dari
www.perform.or.id/files/modulprosbumd04_Finf.pdf, h.3.
49

untuk faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan yang telaha di analisis,

dan apabila terdapat kekurangan maka dapat disempurnakan.

3. Matrik Faktor Strategi Eksternal

Sebelum membuat matrik Faktor Strategi Eksternal, kita perlu mengetahui

terlebih dahulu faktor strategi eksternal (External Strategic Factor Analysis

Summery/EFAS).75

a. Susunlah kolom 1 (5 sampai 10 peluang dan ancaman).

b. Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat

penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting).

c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan

memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai 1 (poor) berdassarkan

pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi yang bersangkutan. Pemberian nilai

rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi

rating +4, tetapi jika peluangnya kecil diberi rating +1). Pemberian ratig

ancaman adalah sebaliknya. Misalnya, jika nilai ancamannya besar, ratingnya

adalah 1. Sebaliknya jika ancamannya sedikit, ratingnya 4.

d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh

faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk

masing-masing faktor yang nilai bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding)

samapi dengan 1,0 (poor).

75
Freddy Rangkuty, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2006), h. 19.
50

e. Gunakan kolom 5 untuk memberi komentar atau catatan atau faktor-faktor

tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya.

f. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor

pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini dapat kita

gunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya

dalam kelompok industry yang sama.

Tabel 2.2 Matriks EFAS76

Faktor-Faktor Bobot Rating Bobot x Komentar

Strategi Eksternal Rating

Peluang

Ancaman

Total 1,00

Jadi, sebelum strategi diterapkan, perencanaan strategi harus menganalisis

lingkungan eksternal untuk mengetahi berbagai peluang dan ancaman. Masalah

strategis yang akan dimonitor harus ditentukan karena masalah ini mungkin dapat

mempengaruhi perusahaan di masa yang akan datang.

76
Ibid, h.19.
51

4. Matirk Faktor Strategi Internal

Setelah faktor-faktor Strategis Internal suatu perusahaan diidentifikasi,

suatu tabrl IFAS (Internal Strategic Factor Analysis Summary) disusun untuk

merumuskan faktor strategis internal tersebut dalam kerangka strength dan

weekness perusahaan. 77 Tahap-tahap adalah:

a. Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan

dalam kolom.

b. Beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 0,1 (paling

penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor

terhadap posisi strategis perusahaan (semua bobot tersebut jumlahnya tidak

boleh melebihi skor total 1,00).

c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-maing faktor dengan

memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai 1 (poor) berdasarkan

pengaruh tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Variabel

yang bersifat positif (semua variabel yang termasuk kategori kekuatan)

dimulai nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan

mebandingkannya rata-rata industry atau dengan pesaing utama. Sedangkan

untuk variabel yang bersifat negative, kebalikannya. Contohnya jika

kelemahan perusahaan besar sekali dibandingkan rata-rata industry, nilainya

adalah 1, sedangkan jika kelemahan perusahaan dibawah rata-rata industry,

nilainya adalah 4.
77
Freddy Rangkuty, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, h. 20.
52

d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 kalikan bobot pada

kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan

pada kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor

yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0

(poor).

e. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor-

faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.

f. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor

pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai ini dapat digunakan

untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam

kelompok industry yang sama.

Tabel 2.3 Matriks IFAS

Faktor-Faktor Bobot Rating Bobot x Komentar

Strategi Internal Rating

Kekuatan

Kelemahan

Total 1,00

Melalui Kuadran Pearce dan Robinson (1998) memberikan empat

kemungkinan posisi yang ditempati oleh suatu organisasi.


53

Gambar 2.1 Kuadran Pearce dan Robinson78

Berbagai Peluang

Kuadran III Kuadran I

( - , + ) Ubah Strategi ( + , + ) Progresif

Kelemahan Kekuatan
Internal Internal

Kuadran IV Kuadran II

( _ , _ ) Strategi Bertahan ( + , - ) Diversifikasi Strategi

Berbagai Ancaman

Kuadran I

a. Merupakan situasi yang sangat menguntungkan.

b. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat

memanfaatkan peluang yang ada secara maksimal.

c. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah prima dan mantap

sehingga pertumbuhan yang agresif.

78
Siti Muyasari, “ Analisis SWOT Terhadap Produk Unit Link” (Studi pada PT Asuransi
Takaful Keluarga, 2010, Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta), h. 73.
54

Progresif artinya organisasi dalam kondisi prima dan mantap sehingga

dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, membesar pertumbuhan dan

meraih kemajuan secara maksimal.

Kuadran II (ST)

a. Meskipun menghadapi berbagai macam ancaman, perusahaan ini masih

memiliki kekuatan dari segi internal.

b. Perusahaan pada posisi seperti ini dapat menggunakan kekuatannya untuk

memanfaatkan peluang jangka panjang.

c. Dilakukan melalui penggunaan strategi diversifikasi produk atau pasar.

Diversifikasi artinya perusahaan dalam kondisi mantap namum menghadapi

sejumlah tantangan berat, sehingga diperkirakan roda organisasi akan

mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi

sebelumnya. Oleh karena itu organisasi disarankan untuk segera

memperbanyak ragam strategi teknisnya.

Kuadran III (WO)

a. Perusahaan menghadapi peluang pasar yang besar tetapi sumber daya lemah.

b. Karena itu dapat memanfaatkan peluang tersebut secara optimal.

c. Focus strategi perusahaan pada posisi ini ialah meminimalkan kendala-

kendala internal perusahaan.

Ubah strategi artinya organisasi disarankan untuk mengubah strategi

sebelumnya, strategi lama sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada

sekaligus memperbaiki kinerja organisasi.


55

Kuadran IV (WT):

a. Merupakan kondisi yang serba tidak menguntungkan.

b. perusahan menghadapi berbagai ancaman eksternal sementara sumber daya

yang dimiliki banyak kelemahan.

c. strategi yang diambil Defensif, Penciutan atau Likuidasi.

Strategi bertahan artinya kondisi internal organisasi yang lemah yang

dihadapkan pada situasi eksternal yang sulit, menyebabkan organisasi berada

pada pilihan dramatis. Karena itu organisasi disarankan untuk menggunakan

strategi bertahan, mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin

terperosok. Strategi ini dipertahankan sambal terus berupaya membenahi diri.


56

D. Kerangka Konseptual

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Dirjen Wakaf

Mekanisme
Operasional

Pimpinan Auditor Internal

Dana Bantuan

Nadzir

Hasil Pengawasan

Efektif Tidak Efektif

Gambar diatas menjelaskan bahwa dirjen pemberdayaan wakaf memiliki

tim khusus untuk melaksanakan program dana bantuan pengembangan wakaf.

Tim khusus yang terdiri dari ketua dan auditor internal memberikan dana bantuan

pengembangan wakaf kepada para nadzir yang mengajukan permohonan bantuan

untuk pengembangan wakaf produktif. Dirjen wakaf memberikan dana bantuan


57

tersebut hanya kepada para nadzir yang sudah melewati tahapan seleksi

kelayakan. Setelah dana bantuan tersebut diberikan, maka pihak dirjen wakaf

melakukan pengawasan atas pengelolaan dana bantuan tersebut. Oleh karena itu,

penulis akan meneliti bagaimana efektivitas pengawasan yang dilakukan oleh

kemenag terhadap nadzir yang menerima dana bantuan pengembangan wakaf

tersebut.

E. Review Studi Terdahulu

Review studi terdahulu digunakan sebagai alat bantu sebuah gambaran

dalam menyusun kerangka berfikir dalam penelitian. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan beberapa sumber kepustakaan.

a. Skripsi Auwalul Akmalia yang berjudul “Peranan Kantor Urusan Agama

Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor Jawa Barat Terhadap Pengelolaan

Wakaf Produktif”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan kantor

urusan agama citeureup terhadap pengelolaan wakaf produktif dan

mengetahui langkah-langkah strategis kantor urusan agama citeureup.

Kesimpulan penelitian ini adalah peran kantor urusan agama kecamatan

citeureup dalam pengelolaan wakaf yaitu dengan mensosialisasikan wakaf

secara menyeluruh. Selain itu memberikan bimbingan kepada nadzir agar

professionalitasnya dapat terus meningkat. Persamaan penelitian ini adalah

sama-sama membahas peran lembaha pemerintahan dalam meningkatkan

wakaf produktif. Sedangkan perbedaannya adalah pada skripsi sebelumnya

membahas tentang peran kantor urusan agama dalam pengelolaan wakaf


58

produktif. Sedangkan pada penelitian ini penulis akan meneliti peran

kementerian agama dalam penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf.

b. Skripsi Muhamad Irsyad yang berjudul “Peran Tokoh Masyarakat Kecamatan

Penjaringan Jakarta Utara Dalam Upaya Pengelolaan Dan Peningkatan Fungsi

Tanah Wakaf (Studi Kasus Kelurahan Penjaringan Kota Administrasi Jakarta

Utara)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetehui peran wakaf bagi

pemberdayaan masyarakat, mengetahui peran tokoh masyarakat dalam upaya

pengelolaan dan peningkatan fungsi tanah wakaf. Kesimpulan penelitian ini

adalah peran tokoh masyarakat kecamatan penjaringan dalam upaya

peningkatan tanah wakaf di kelurahannya sudah efektif dan berjalan dengan

baik meskipun dengan menggunakan system yang lama, namun dalam upaya

pengelolaan dan peningkatan fungsi tanah wakaf ke arah produktif belum

optimal, sehingga tanah wakaf disana belum terasa manfaatnya bagi

masyarakat khususnya dalam pemberdayaan masyarakat setempat. Persamaan

penelitian ini adalah sama-sama membahas pengelolaan wakaf produktif.

Sedangkan perbedaannya adalah pada skripsi sebelumnya membahas tentang

peran tokoh masyarakat dalam meningkatkan wakaf produktif. Sedangkan

pada penelitian ini penulis membahas tentang peran suatu lembaga, yaitu

kementerian agama dalam mengembangkan wakaf produktif.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif.

Pengertian penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang

menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan

tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti (Taylor dan

Bogdan, 1984:5).1 Data yang digunakan yaitu data kualitatif, data kualitatif adalah

data yang dinyatakan dalam bentuk bukan bilangan, atau dengan kata lain data

kualitatif adalah data yang disajikan dalam bentuk kata-kata yang mengandung

makna atau berbentuk kategori.2

Penelitian kualitatif merupakan proses penelitian yang berkesinambungan

sehingga tahap pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data dilakukan

secara bersamaan selama proses penelitian.3

Tujuan penelitian kualitatif berusaha memahami kompleksitas fenomena

yang diteliti. Peneliti berusaha menginterpretasikan dan kemudian melaporkan

suatu fenomena. Peneliti juga berusaha memahami suatu fenomena dari sudut

pandang sang pelaku di dalamnya. Pemahaman sang peneliti sendiri dan para

1
Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial : Berbagi Alternatif Pendekatan,
edisi. revisi, cet.VI, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h.166.
2
Juliansyah Noor, Analisis Data Penelitian Ekonomi & Manajemen (Jakarta: PT. Grasindo,
2014), h. 13.
3
Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial : Berbagi Alternatif Pendekatan,
edisi. revisi, cet.VI, h.172.

59
60

pelaku diharapkan akan saling melengkapi dan mampu menjelaskan kompleksitas

fenomena yang diamati.4

B. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kementerian Agama RI pada bagian Dirjen

Pemberdayaan Wakaf, yang berlokasi di Jalan M.H. Thamrin No. 6 Jakarta

10340. Wawancara dilakukan dengan Fungsional Umum pada Direktorat

Pemberdayaan Wakaf pada hari selasa 16 September 2014 pukul 13:58.

C. Jenis data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama, dari

individu seperti hasil wawancara maupun hasil observasi secara langsung.5

Data primer yang diperoleh penulis terkait penelitian ini yaitu berupa hasil

wawancara dengan Fungsional Umum pada Direktorat Pemberdayaan Wakaf.

Pewawancara sudah menyiapkan topik dan daftar pertanyaan pemandu

wawancara sebelum aktivitas wawancara dilaksanakan.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data-data yang telah tersedia sehingga

penulis dapat memperolehnya dengan cara melihat dan membaca data-data

4
Samiaji Saroso, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar (Jakarta: Permata Puri Media, 2012),
h.9.
5
M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2007), h.16.
61

tersebut, yaitu berupa dokumen yang diberikan oleh pihak Direktorat

Pemberdayaan Wakaf. Pengumpulan data diperoleh penulis dari Kementerian

Agama RI-Direktorat Pemberdayaan Wakaf maupun internet yang ada

relevansinya dengan penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Pengumpulan data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yaitu berupa

bahan-bahan kepustakaan seperti buku-buku, internet, dan kepustakaan

lainnya yang mendukung dan ada relevansinya dengan penelitian ini yaitu hal-

hal yang terkait dengan dana pengembangan wakaf.

2. Wawancara

Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dalam upaya menghimpun data

yang akurat untuk pemecahan masalah tertentu dengan tanya jawab secara

langsung yang bebas dan terbuka. Wawancara dilakukan peneliti dengan

narasumber melalui teknik wawancara terstruktur, apakah kekuatan,

kelemahan, peluang, dan ancaman terhadap dana bantuan pengembangan

wakaf, mekanisme dan efektivitas pengawasan penyaluran dana bantuan

pengembangan wakaf.
62

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan data berdasarkan

pada laporan keterangan pihak Direktorat Pemberdayaan Wakaf terkait

masalah penelitian.

E. Teknik Pengolahan Data

Penelitian ini menggunakan data kualitatif, dimana penulis akan mengedit

data kemudian mengkategorisasikan atau mengklarifikasikan data sesuai dengan

masalah atau tema yang sedang dibahas, maka langkah-langkahnya adalah

sebagai berikut:

1. Hasil identifikasi faktor-faktor SWOT akan menjadi bahan scoring,

pembobotan dan rating masing-masing faktor.

2. Menghitung total yang diperoleh dari hasil perkalian skor dengan bobot dan

rating akan menunjukkan nilai faktor SWOT sesungguhnya.

3. Hasil perhitungan akan memberikan strategi untuk masing-masing pendekatan

dan menghasilkan strategi terbaik dari penggabungan kedua pendekatan

tersebut.

F. Teknik Analisis Data

Data atau informasi yang diperoleh penulis dalam penelitian ini bersifat

kualitatif dengan menggunakan pendekatan yang bersifat deskriptif. Pendekatan

deskriptif yaitu metode untuk memberikan pemecahan masalah dengan

mengumpulkan data, mengklarifikasi, menganalisis dan menginterpretasikannya.


63

Tujuan dari penelitian deskriptif kualitatif searah dengan rumusan masalah serta

pertanyaan penelitian atau identifikasi masalah. Hal ini disebabkan tujuan dari

penelitian ini akan menjawab pertanyaan sebelumnya dikemukakan oleh rumusan

masalah.6 Hal ini dilakukan karena bermaksud untuk mengetahui kekuatan,

kelemahan, tantangan, dan ancaman dari dana bantuan pengembangan wakaf,

mekanisme dan efektivitas pengawasan penyaluran dana pemberdayaan wakaf

yang diperoleh dari hasil wawancara.

Analisis disajikan dalam beberapa tahap sebagai berikut:

1. Mekanisme dan pengawasan penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf.

2. Analisis terhadap point-point kelebihan dan kekurangan dari dana bantuan

pengembangan wakaf. Hasilnya disajikan dalam bentuk table matrik IFAS

(International Strategic Factor Analysis Summary).

3. Analisis terhadap point-point peluang dan tantangan dari dana bantuan

pengembangan wakaf. Hasilnya disajikan dalam bentuk table matrik EFAS

(External Strategic Factor Analysis Summary).

4. Analisis efektivitas pengawasan penyaluran dana bantuan pengembangan

wakaf.

6
Artikel, Deskriptif Kualitatif, diakses pada 10 Juli 2014 dari
http://aldoranuary26.blog.fisip.uns.ac.id/2012/02/29/deskriptif-kualitatif/
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum

Di Indonesia, kegiatan wakaf dikenal seiring dengan perkembangan

dakwah Islam di Nusantara. Di samping melakukan dakwah Islam, para ulama

juga sekaligus memperkenalkan ajaran wakaf. Hal ini terbukti dari banyaknya

masjid-masjid yang bersejarah dibangun di atas tanah wakaf. Ajaran wakaf ini

terus berkembang di bumi Nusantara, baik pada masa dakwah pra kolonial, masa

kolonial, maupun pasca kolonial (Indonesia merdeka). Pada masa pemerintahan

kolonial merupakan momentum kegiatan wakaf. Karena pada masa itu,

perkembangan organisasi keagamaan, sekolah, madrasah, pondok pesantren,

masjid, semuanya merupakan swadaya dan berdiri di atas tanah wakaf.

Namun, perkembangan wakaf dikemudian hari tak mengalami perubahan

yang berarti. Kegiatan wakaf dilakukan terbatas pada kegiatan keagamaan, seperti

pembangunan masjid, mushalla, madrasah, kuburan, sehingga kegiatan wakaf di

Indonesia kurang bermanfaat secara ekonomi bagi rakyat banyak.

Walaupun beberapa aturan telah dibuat oleh pemerintah terkait dengan

makanisme wakaf, seperti PP Nomor 28 Tahun 1977 tetang perwakafan tanah

milik, akan tetapi PP ini hanya mengatur wakaf pertanahan saja. Ini berarti tak

jauh berbeda dengan model wakaf pada periode awal, identik dengan wakaf

64
65

tanah, dan kegunaannya pun terbatas pada kegiatan sosial keagamaan, seperti

masjid, kuburan, madrasah dan lain-lain.

Dalam perjalanannya, Peraturan Pemerintah ini bertahan cukup lama dan

tidak ada aturan lain yang dibentuk hingga tahun 2004. Karena minimnya regulasi

yang mengatur tentang perwakafan, maka wajar jika perkembangan wakaf di

Indonesia mengalami stagnasi. Walaupun cukup banyak lembaga wakaf yang

berdiri, akan tetapi hanya sebagian kecil lembaga wakaf (nazhir) saja yang

mampu mengelola harta benda wakaf secara optimal. Sehinga dapat dikatakan

bahwa perkembanan wakaf di Indonesia belum mampu memberikan kontribusi

untuk meningkatkan kesejahteraan umat.

Stagnasi perkembangan wakaf di Indonesia mulai mengalami dinamisasi

pada tahun 2001, beberapa praktisi ekonomi Islam mulai mengusung paradigma

baru ke tengah masyarakat mengenai konsep baru pengelolaan wakaf tunai untuk

peningkatan kesejahteraan umat. Ternyata konsep tesebut menarik dan mampu

memberikan energy untuk menggerakkan perkembangan wakaf yang sempat

terhenti.

Kemudian pada tahun 2002, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyambut

konsep tersebut dengan mengeluarkan fatwa yang membolehkan wakaf uang

(waqf al-nuqud). Fatwa MUI tersebut kemudian diperkuat oleh hadirnya UU No.

41/2004 tentang wakaf yang menyebutkan bahwa wakaf tidak hanya untuk benda

tidak bergerak, tetapi juga dapat berupa benda bergerak, seperti uang. Selain itu,
66

diatur pula kebijakan perwakafan di Indonesia, mulai dari pembentukan nazhir

sampai dengan pengelolaan harta wakaf.

Untuk dapat menjalankan fungsinya, Undang-Undang ini masih

memerlukan perangkat lain yaitu Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri

Agama tentang Wakaf Uang (PMA wakaf uang) yang akan menjadi petunjuk

pelaksanaan dalam implementasinya, serta adanya Badan Wakaf Indonesia (BWI)

yang akan berfungsi sebagai sentral nazhir wakaf. Dan setelah melalui proses

panjang, pada penghujung tahun 2006 terbitlah PP No. 42/2006 tentang

Pelaksanaan UU Wakaf.1

Sebelum mengeluarkan Peraturan Pemerintah, pada tahun 2005

Kementerian Agama meluncurkan program dana bantuan pengembangan wakaf

melalui APBN. Hal ini dilakukan dalam rangka mengembangkan potensi

ekonomi wakaf, yang mana di Indonesia banyak tanah wakaf yang dapat

dimanfaatkan secara optimal. Dana bantuan pengembangan wakaf ini adalah

bantuan sosial dalam bentuk uang dari pemerintah kepada para nadzir yang

digunakan untuk mengelola dan memberdayakan tanah wakaf secara produktif

dan hasilnya digunakan untuk pembinaan dan pemberdayaan masyarakat.2

Dari tahun 2005-2013 Kementerian Agama sudah menyalurkan dana

APBN sebesar 51,400,000,000 kepada 68 nadzir dari 25 provinsi yang tersebar di

1
Tholhah Hasan, “Perkembangan Kebijakan Wakaf di Indonesia”, artikel diakses pada 9
September 2014 dari http://mataram.antaranews.com/print/2346/perkembangan-kebijakan-wakaf-di-
indonesia.
2
Petunjuk Teknis Pemberian Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif Tahun 2013.
67

Indonesia. Dana bantuan yang diberikan oleh Kemenag digunakan untuk usaha

produktif oleh para nadzir. Dan hasilnya mereka salurkan untuk pemberdayaan

masyarakat sekitar. Berikut Tabel penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf

dari tahun 2005-2013:

Tabel 4.1

DANA BANTUAN WAKAF PRODUKTIF BERDASARKAN

LOKASI DARI TAHUN 2005-2013

NO Tahun Jumlah Lokasi Wakaf Produktif Jumlah Dana Bantuan

1 2005 5 4.400.000.000

2 2006 13 20.000.000.000

3 2007 4 5.500.000.000

4 2008 - -

5 2009 6 3.000.000.000

6 2010 4 2.000.000.000

7 2011 10 5.000.000.000

8 2012 9 3.500.000.000

9 2013 17 8.000.000.000

68 51.400.000.000

Sumber : Direktorat Pemberdayaan Wakaf

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah dana bantuan yang diberikan oleh

kemenag kepada para nadzir dalam setiap tahunnya bervariatif. Selain dari

kebijakan langsung dari pemerintah, salah satu alasannya adalah terkait dengan
68

jumlah lokasi wakaf produktif atau pengajuan yang disetujui setiap tahunnya pun

berbeda. Dalam setahun jumlah lokasi yang diberikan dana bantuan mulai dari 4

sampai dengan 17 lokasi. Hal tersebut berdasarkan tahap penyeleksian yang ketat.

Selama 8 (delapan) tahun ini yaitu mulai dari tahun 2005-2013, pihak Kemenag

telah mengeluarkan dana bantuan sebesar Rp.51.400.000.000,- (lima puluh satu

milyar empat ratus juta rupiah) dengan 68 lokasi diseluruh Indonesia. Tahun 2006

adalah tahun dimana pihak Kemenag mengeluarkan dana bantuan paling besar,

yaitu sebesar Rp. 20.000.000.000,- (dua puluh milyar) dengan 13 jumlah lokasi.

Hal ini terjadi karena sebagian besar dana bantuan tersebut dialokasikan untuk

pembangunan dan usaha yang besar, seperti Bisnis Center Muslimin Kota

Pekalongan Jawa Tengah, Gedung Perkuliahan Universitas Islam Makassar Sulsel,

Gedung Serbaguna dan Pertokoan Yapertinus Surakarta Jawa Tengah, Gedung

Ruang Rawat Inap VIP RSI UNISMA Malang Jawa Timur, Stasiun Pengisian

Bahan Bakar Umum (SPBU) Tangerang Banten dan sebagainya. 3 Sedangkan pada

tahun 2008 program dana bantuan ini sempat terhenti dikarenakan payung hukum

yang belum sempurna.4 Akhirnya pada tahun 2008 dana bantuan untuk

pengembangan wakaf ini dikembalikan lagi kepada Pemerintah.

3
Data Nadzir Penerima Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif, Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dari Tahun 2005-2013.
4
Wawancara dengan H. Abdul Fattah (Fungsional Umum pada Direktorat Pemberdayaan
Wakaf. Jakarta, 16 September 2014.
69

B. Mekanisme dan Pengawasan Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan

Wakaf

1. Mekanisme Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan Wakaf

Dana bantuan pengembangan wakaf adalah dana bantuan sosial yang

diberikan pemerintah melalui Kementerian Agama RI kepada nadzhir dalam

bentuk sejumlah uang dari dana APBN. Dana tersebut digunakan untuk

mengelola dan memberdayakan tanah wakaf secara produktif agar hasilnya

digunakan sebagai pembinaan dan pemberdayaan masyarakat.

Adapun mekanisme penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf

adalah sebagai berikut:

a. Nadzir mengajukan surat perrmohonan beserta proposal yang ditujukan

kepada Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian

Agama RI Jakarta.

b. Proposal berisi tentang dasar pemikiran, rencana usaha pemberdayaan

wakaf yang akan dilaksanakan, daya dukung potensi ekonomi di sekitar

lokasi dan kondisi sosial masyarakat, peluang pasar, perkembangan dan

penetapan pangsa pasar, perkiraan biaya investasi, biaya operasi dan

pemeliharaan, kebutuhan modal kerja, sumber pembiayaan, perkiraan

pendapatan, dampak dari usaha terhadap perekonomian masyarakat secara

keseluruhan, gambar teknis/desain, rencana anggaran biaya (RAB),

perhitungan cash flow, break even point (BEP) dan penerima mafaat hasil
70

pengelolaan wakaf produktif. Proposal dilengkapi dengan dokumen,

sebagai berikut:

1) Foto copy surat pengesahan nadzir (Formulir W5 untuk nadzir badan

hukum/organisasi). Untuk nadzir badan hukum/organisasi juga

menyertakan foto copy akta pendirian dari instansi yang berwenang.

2) Susunan panitia pelaksana bantuan yang ditetapkan oleh nadzir.

3) Surat pernyataan kepengurusan nadzir tidak dalam sengketa yang

diketahui oleh Kepala KUA.

4) Foto copy sertifikat wakaf atau Akta Ikrar Wakaf (AIW).

5) Memiliki Nomor Pokok Waijb Pajak (NPWP) atas nama

perseorangan, lembaga atau organisasi.

6) Surat rekomendasi dari Kepala KUA, Kepala kantor Kementerian

Agama Kabupaten/Kota dan Kepala Kantor Wilayah Kemeneterian

Agama Provinsi setempat.

7) Foto copy nomor rekening Bank atas nama Lembaga kenadziran

pemohon yang masih berlaku.

8) Surat keterangan sesuai Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dari

Pemda setempat.

9) Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk wakaf produktif berupa

gedung.

10) Surat pernyataan kebenaran dokumen, bermaterai Rp. 6.000,-


71

c. Proposal/ surat permohonan merupakan dokumen asli yang

ditandatangani olek Ketua dan Sekretaris Organisasi/ Lembaga

kenadziran pemohon bantuan dan dibubuhi stempel organisasi/ lembaga.

d. Surat permohonan dikirim ke Direktorat Jenderal Bimbingan

Masyarakat Islam, Gedung Kementerian Agama RI, Jl. M. H. Thamrin

No. 6 Jakarta 10340.

e. Pejabat Pembuat Komitmen membentuk tim untuk melakukan

penyeleksian terhadap proposal yang masuk ke Kemenag. Penilaiannya

meliputi:

1) Aspek umum: status tanah, kesesuaian peruntukan, pengesahan

nadzir, dan pengesahan rekomendasi.

2) Aspek khusus: rencana anggaran belanja, rencana pembangunan

termasuk gambar bangunan, cash flow dan perhitungan break even

point.

f. Tim seleksi melakukan verifikasi dan survey ke lokasi tanah wakaf

yang diajukan oleh para nadzir.

g. Nadzir yang lolos pada tahap administrasi dan verifikasi akan dipanggil

ke Jakarta untuk mempresentasikan proposal yang mereka buat.

h. Tim melaporkan hasil penilaian kepada Pejabat Pembuat Komitmen.

Kemudian mereka melakukan penelitian dan pengkajian hasil penilaian

Tim, selanjutnya menetapkan Surat Keputusan penerima bantuan.


72

i. Para nadzir yang lolos dipanggil kembali untuk diberikan arahan oleh

pihak Kemenag sekaligus penandatangan Berita Acara, MOU dan Fakta

Integritas.

j. Dana bantuan pengembangan wakaf dikirim secara langsung kepada

nadzir penerima bantuan melalui bank yang ditunjuk.

k. Nadzir melaporkan penerimaan dana bantuan kepada Direktur

Pengembangan Wakaf dengan melampirkan bukti penerimaan.

l. Nadzir bertanggung jawab melakukan pengelolaan dengan membuat

pembukuan keuangan. 5

2. Pengawasan Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan Wakaf

Pengawasan pelaksanaan bantuan dilakukan oleh Kementerian Agama

tingkat Kecamatan, Kabupaten/ Kota, Provinsi dan Pusat yang membidangi

wakaf atau oleh pengawas internal Kementerian Agama.

Dalam waktu 7(tujuh hari) hari kerja sejak bantuan diterima, penerima

bantuan wajib menyampaikan laporan penerimaan bantuan, dengan

melampirkan fotocopy buku rekening bank bukti penerimaan yang dikirim ke

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam – Direktorat Pemberdayaan

Wakaf Kementerian Agama RI.

5
Hasil wawancara dengan H. Abdul Fattah (Fungsional Umum pada Direktorat
Pemberdayaan Wakaf. Jakarta, 16 September 2014 dan Petunjuk Teknis Pemberian Bantuan
Pemberdayaan Wakaf Produktif Tahun 2013.
73

Kemudian setelah 3 (tiga) bulan bantuan tersebut diterima, penerima

bantuan harus mengirimkan Laporan Pertanggungjawaban Penerima Bantuan

Wakaf Produktif kepada pihak Kemenag dengan ketentuan:

a. Laporan tersebut berupa laporan tertulis yang yang sekurangnya memuat:

1) Identitas Penerima Bantuan Pengembangan Wakaf.

2) Jenis Bantuan Yang Diterima Pengembangan Wakaf.

3) Jumlah Bantuan Yang Diterima Pengembangan Wakaf.

4) Pemanfaatan Dana Bantuan Pengembangan Wakaf.

b. Laporan dapat dibuat dengan Format Laporan Pertanggungjawaban

Penerima Bantuan Pemberdayaan Wakaf.

Setelah itu, penerima bantuan menyampaikan laporan hasil

keuntungan pengembangan wakaf kepada pihak kemenag setiap 6 (enam)

bulan, baik dalam pengelolaan barang maupun jasa yang dialokasikan

untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat. 6

6
Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Dj.II/ 503 Tahun 2007
Tentang Pengelolaan Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif dan Petunjuk Teknis Pemberian
Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif Tahun 2013.
74

Gambar 4.1

Pengawasan Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan Wakaf

Pengawasan Kemenag tingkat


Kecamatan, Kabupaten/Kota,
Provinsi dan Pusat

Bukti Laporan Laporan


Penerimaan Tertulis Berkala
7 hari sejak bantuan diterima,
nadzir menyampaikan laporan
disertai dengan bukti fotocopy
buku rekening

3 bulan pelaksanaan

6 bulan pelaksanaan

Pengelolaan Dana
Bantuan
75

C. Analisis SWOT Dana Bantuan Pengembangan Wakaf

1. Strengts (Kekuatan)

a. Dana APBN

Program dana bantuan pengembangan wakaf ini bersumber

dari APBN. Untuk setiap tahunnya pemerintah melalui kemenag

mengeluarkan dana ratusan juta untuk program ini. Dari tahun 2005-

2013, total yang dike luarkan melalui APBN untuk program dana

bantuan ini adalah sebesar Rp. 51,400,000,000,- (lima puluh satu

milyar empat ratus juta rupiah).7

b. Pemanfaatan Hasil Bantuan

Dana bantuan ini berbeda dengan dana bantuan yang lain. Jika

dana bantuan lain ketika diberikan kepada penerimanya bisa langsung

dihabiskan, berbeda dengan dana bantuan pengembangan wakaf ini

yang hasil dari dana bantuan tersebut digunakan untuk pemberdayaan

masyarakat. Maka manfaat dari dana bantuan ini dapat dirasakan

dalam jangka waktu yang lama dan dapat dirasakan oleh banyak

orang.

c. Dukungan dari pemerintah

Dukungan dari pemrintah ini dapat dilihat dari adanya Undang-

Undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Dengan adanya Undang-

7
Data Nadzir Penerima Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif, Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dari Tahun 2005-2013.
76

Undang tersebut Direktorat Wakaf yang memiliki fugsi sebagai

mediator, dinamisator dan regulator mewujudkan amanah ini dengan

meluncurkannya dana bantuan pengembangan wakaf.8

d. Laporan rutin dana bantuan

Dengan adanya laporan rutin dari nadzir ke pihak kemenag, hal

ini dapat meminimalisir jumlah nadzir yang gagal dalam mengelola

dana bantuan. laporan rutin ini dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali

untuk laporan pemanfaatan dana dan 6 (enam) bulan sekali utuk

laporan hasil keuntungan.

e. Sanksi atas penyalahgunaan dana bantuan

Harus diadakannya sanksi bagi nadzir yang tidak menjalankan

tugas semestinnya. Yaitu maksudnya bagi nadzir yang tidak

melakukan pengelolaan dana bantuan sesuai dengan apa yang

tercantum di proposal. Bagi nadzir yang menyalahgunakan

penggunaan dana bantuan ini, dikenakan sanksi berdasarkan peraturan

yang ada.

2. Weaknesses (Kelemahan)

a. Kurang sosialisasi ke masyarakat

Pihak Kemenag belum begitu gencar dalam mempublikasikan

adanya dana bantuan pengembangan wakaf. Sehingga masih banyak

8
Wawancara dengan H. Abdul Fattah (Fungsional Umum pada Direktorat Pemberdayaan
Wakaf. Jakarta, 16 September 2014.
77

masyarakat yang belum mengetahuinya. Publikasi baru dilakukan

kepada para nadzir, itupun pada saat pihak Direktorat Wakaf

melakukan pembinaan.

b. Tidak ada sanksi untuk nadzir yang tidak mencapai BEP

Pihak Direktorat Wakaf belum memberikan sanksi apapun

kepada para nadzir yang tidak mencapai break even point (BEP).

Pencapaian BEP masih bersifat anjuran. Padahal dengan tidak

diberikannya sanksi kepada para nadzir yang tidak mencapai BEP, itu

dapat menjadi pemicu nadzir lain melakukan hal yang sama.

c. Peraturan yang belum sempurna

Belum sempurnanya peraturan yang ada membuat Direktorat

Wakaf tidak optimal dalam menjalankan program bantuan ini. Dapat

dilihat dari tidak adanya sanksi bagi nadzir yang tidak mencapai BEP.

Hal ini dikarenakan belum adanya payung hukum tentang itu.

Pencapaian BEP masih bersifat anjuran saja.


78

Tabel 4.2 Matriks IFAS Dana Bantuan Pengembangan Wakaf

Kekuatan (S) Kelemahan (W)

Dana APBN Kurangnya sosialisasi ke masyarakat

Pemanfaatan Hasil Bantuan Tidak adanya sanksi bagi yang tidak


mencapai BEP

Dukungan dari pemerintah Peraturan yang belum sempurna

Laporan rutin dana bantuan

Sanksi atas penyalahgunaan


dana

3. Opportunity (Peluang)

a. Banyak tanah wakaf yang belum dikelola secara optimal

Menurut data Kementerian Agama kekayaan tanah wakaf di

Indonesia sebanyak 403.845 lokasi dengan luas 1.566.672.406 m².9

Dari total tersebut 75% diantaranya sudah bersertifikat wakaf dan

sekitar 10% memiliki potensi ekonomi tinggi, dan masih banyak lagi

yang belum terdata.

b. Banyak nadzir yang mengajukan dana bantuan ke kemenag

Banyak nadzir yang mengajukan permohonan dana bantuan

ini. Setiap tahunnya jumlah pemohon semakin meningkat. Dari tahun

9
Kementerian Agama RI, Pedoman Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di
Indonesia, h.37.
79

2005-2013 ada sekitar 600 jumlah nadzir yang tidak lolos seleksi

dalam pengajuan dana bantuan pengembangan wakaf ini.

c. Kerjasama dengan instansi lain

Dengan menggandeng pihak ketiga dalam program dana

bantuan ini, hal tersebut akan menjadikan program ini lebih optimal.

Kerjasama ini bertujuan agar ada transfer knowledge dari pihak ketiga

ke para nadzir. Karena masih terdapat banyak nadzir yang belum

professional dalam mengelola dana bantuan ini.

4. Threaths (Ancaman)

a. Tidak tercapainya BEP

Dikarenakan belum sempurnanya peraturan yang ada tentang

dana pengembangan wakaf, maka kemenag juga belum dapat

memberikan sanksi kepada para nadzir yang tidak mencapai BEP.

b. Pengelolaan wakaf masih konsumtif

Di Indonesia sangat kaya akan harta tanah wakaf. Namun

masih banyak juga yang hanya dikelola secara konsumtif dan

tradisional oleh para nadzir. Hal ini dikarenakan kurangnya

kemampuan manajemen bisnis para nadzir.

c. Kegagalan pelaksanaan wakaf produktif oleh nadzir

Dalam mengelola dana bantuan pengembangan wakaf, masih

banyak diantara nadzir yang gagal menggunakan dan memanfaatkan

dana bantuan tersebut untuk mengembangkan wakaf produktif mereka.


80

Tabel 4.3 Matrik EFAS Dana Bantuan Pengembangan Wakaf

Peluang (O) Ancaman (T)

Banyak tanah wakaf yang belum Tidak tercapainya BEP


dikelola secara optimal

Banyak nadzir yang mengajukan dana Pengelolaan wakaf masih konsumtif


bantuan ke kemenag

Kerjasama dengan instansi lain Kegagalan pelaksanaan wakaf oleh


nadzir

5. Strategi SO (Kekuatan dan peluang)

Strategi ini merupakan situasi yang paling menguntungkan.

Perusahaan memiliki peluang dan kekuatan, sehingga dapat

memanfaatkan peluang sebanyak-banyaknya.

a. Melakukan sosialisasi lebih gencar

Pihak Kemenag belum begitu gencar dalam mempublikasikan

adanya dana bantuan pengembangan wakaf. Sehingga masih banyak

masyarakat yang belum mengetahuinya. Publikasi baru dilakukan

kepada para nadzir, itupun pada saat pihak Direktorat Wakaf

melakukan pembinaan.

b. Mengoptimalisasikan program dana bantuan pengembangan wakaf

Pihak Direktorat Wakaf harus benar-benar focus pada program

bantuan ini. Harus selalu mengevaluasi setiap masalah yang ada dan
81

mencarikan solusi untuk masalah tersebut sehingga program dana

bantuan pengembangan wakaf ini berjalan dengan optimal.

c. Lebih selektif dalam melakukan penyeleksian

Banyaknya proposal permohonan dana bantuan pengembangan

wakaf yang diajukan ke kemenag oleh para nadzir, maka pihak

kemenag pun harus lebih selektif dalam menyeleksi proposal-proposal

yang telah diajukan agar nadzir yang terpilih menerima dana tersebut

adalah nadzir yang sungguh-sungguh dan profesional dalam

memanfaatkan dana tersebut dan mengembangkan wakaf produktif

yang akan dijalankan.

6. Strategi ST (Kekuatan dan Ancaman)

a. Pemberlakuan sanksi bagi nadzir yang tidak mencapai BEP

Pihak Direktorat Wakaf belum memberikan sanksi apapun

kepada para nadzir yang tidak mencapai break even point (BEP).

pencapaian BEP masih bersifat anjuran. Padahal dengan tidak

diberikannya sanksi kepada para nadzir yang tidak mencapai BEP, itu

dapat menjadi pemicu nadzir lain melakukan hal yang sama.

b. Meningkatkan pembinaan bagi para nadzir

Pembinaan kepada para nadzir harus lebih ditingkatkan dengan

cara pemberian materi dan bimbingan. Hal ini dilakukan agar para

nadzir memiliki ilmu managemen bisnis yang bagus dan pada saat
82

telah menerima dana bantuan pengembangan wakaf ini ilmunya

diaplikasikan. Sehingga nadzir berhasil mengelola dana bantuan ini.

c. Meningkatkan pengawasan kepada para nadzir

Pihak Direktorat Wakaf harus lebih meningkatkan

pengawasannya kepada nadzir yang menerima dana bantuan. Dengan

pengawasan yang efektif, para nadzir akan bersungguh-sungguh dalam

menjalankan program dana bantuan ini.

d. Memperketat tahap seleksi

Tahap seleksi dana bantuan pengembangan wakaf ini harus

diperketat agar tidak salah pilih dalam menentukan nadzir mana yang

akan menerima dana bantuan tersebut. Sehingga tidak terjadi

kegagalan dalam program bantuan ini.

7. Strategi WO (Kelemahan dan Peluang)

Strategi ini adalah strategi dalam memanfaatkan peluang yang ada

dengan meminimalkan kelemahan yang ada. perusahaan menghadapi

peluang pasar yang besar, tetapi dilain sisi harus menghadapi beberapa

kendala atau kelemahan internal.

a. Penetapan sanksi bagi nadzir yang tidak mencapai BEP

Pihak Direktorat Wakaf harus memberikan sanksi kepada

nadzir yang tidak mencapai break even point (BEP). Dengan adanya

sanksi, para nadzir akan bersungguh-sungguh dalam mengelola dana

bantuan ini.
83

b. Memperbaiki peraturan yang ada

Peraturan yang ada dalam dana bantuan pengembangan wakaf

ini perlu diperbaiki kembali agar kekurangan dan kelemahan dalam

pelaksanaan program dana bantuan dapat berjalan dengan baik dan

berhasil.

c. Jalin kerja sama dengan instansi lain

Dengan menggandeng pihak ketiga dalam program dana

bantuan ini, hal tersebut akan menjadikan program ini lebih optimal.

Kerjasama ini bertujuan agar ada transfer knowledge dari pihak ketiga

ke para nadzir. karena masih terdapat banyak nadzir yang belum

profesional dalam mengelola dana bantuan ini.

d. Melakukan sosialisasi terus menerus

Kurangnya informasi masyarakat akan hadirnya dana bantuan

ini perlu diatasi dengan melakukan sosialisasi terus menerus dalam

berbagai kesempatan.

8. Strategi WT (Kelemahan dan Ancaman)

Strategi ini merupakan strategi yang tidak menguntungkan. Dimana

perusahaan harus menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

a. Mengevaluasi setiap kelemahan

Evaluasi atas setiap kelemahan yang ada perlu dilakukan

secara rutin agar kelemahan-kelemahan tersebut dapat berkurang dan

terselesaikan.
84

b. Memperketat pengawasan terhadap nadzir

Pengawasan kepada para nadzir harus diperketat agar para

nadzir selalu bertindak dan memanfaatkan dana tersebut sebagaimana

mestinya.

c. Menyempurnakan peraturan yang terkait dengan dana bantuan

pengembangan wakaf

Peraturan yang telah ada sebelumnya harus disempurnakan lagi

agar para nadzir mengerti dan memahami tugas mereka dalam

mengembangkan wakaf produktif sehingga tidak mengalami

kegagalan dalam pemanfaatan dana ini.

Tabel 4.4 Matriks Strategi SWOT

Strategi SO Starategi ST

Melakukan sosialisasi lebih gencar Pemberlakuan sanksi bagi nadzir


yang tidak mencapai BEP

Mengoptimalisasikan program dana Meningkatkan pembinaan bagi


bantuan pengembangan wakaf para nadzir

Lebih selektif dalam melakukan Meningkatkan pengawasan kepada


penyeleksian para nadzir

Memperketat tahap seleksi

Strategi WO Strategi WT

Penetapan sanksi bagi nadzir yang Mengevaluasi setiap kelemahan


tidak mencapai BEP
85

Memperbaiki peraturan yang ada Memperketat pengawasan terhadap


nadzir

Jalin kerja sama dengan instansi lain Menyempurnakan peraturan yang


terkait dengan dana bantuan
pengembangan wakaf

Melakukan sosialisasi terus menerus

Tabel 4.5 Perhitungan SKOR IFAS

Faktor-faktor strategi internal Bobot Rating Bobot x Rating Keterangan

Kekuatan (S)

Dana APBN 0,2 4 0,8 Dana Bantuan

Pemanfaatan Hasil Bantuan 0,1 2 0,3 Distribusi

Dukungan dari Pemerintah 0,2 4 0,8 Kebijakan

Laporan rutin dana bantuan 0,1 2 0,2 Pengawasan

Sanksi atas penyalahgunaan Pengawasan


0,1 4 0,4
dana bantuan

Kelemahan (W)

Kurangnya sosialisasi ke Publikasi


0,1 3 0,3
masyarakat

Tidak adanya sanksi bagi Pengawasan


0,1 2 0,2
yang tidak mencapai BEP

Peraturan yang belum Payung Hukum


0,1 1 0,1
sempurna

Total 1,0 3,1


86

Keterangan:

Nilai bobot diberikan pada masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0

(sangat penting) sampai 0,0 (tidak penting). Nilai untuk masing-masing faktor

diberikan skala mulai 4 (outstanding) sampai 1 (poor) berdasarkan pengaruh tersebut

terhadap kondisi yang bersangkutan.

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa faktor yang paling dominan dalam

skor ifas terdapat pada aspek kekuatan, yaitu pada dana bantuan dan kebijakan

dengan nilai bobot 0,2. Sedangkan jika dilihat dari segi rating, aspek yang paling

berpengaruh terhadap dana bantuan pengembangan wakaf adalah dana bantuan,

kebijakan dan pengawasan. Yang artinya adalah dana bantuan, kebijakan dan

pengawasan merupakan kekuatan besar yang dimiliki oleh Kemenag dalam

keberhasilan penyaluran dana pengembangan wakaf.

Tabel 4.6 Perhitungan SKOR EFAS

Faktor-faktor strategi eksternal Bobot Rating Bobot x Rating Keterangan

Peluang (O)

Banyak tanah wakaf yang


0,15 3 0,45 Kekurangan Dana
belum dikelola secara optimal

Banyak nadzir yang


mengajukan dana bantuan ke 0,1 2 0,2 Pemohon
kemenag

Kerja sama dengan instansi


0,2 4 0,8 Sektor Industri
lain

Ancaman (T)
87

Tidak tercapainya BEP 0,15 3 0,45 Break Even Point

Pengelolaan wakaf masih Pengetahuan


0,2 2 0,4
konsumtif Manajemen Bisnis

Kegagalan pelaksanaan wakaf


0,2 1 0,2 Kolaps
oleh nadzir

Total 1,0 2,5

Keterangan:

Nilai bobot diberikan pada masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0

(sangat penting) sampai 0,0 (tidak penting). Nilai untuk masing-masing faktor

diberikan skala mulai 4 (outstanding) sampai 1 (poor) berdasarkan pengaruh tersebut

terhadap kondisi yang bersangkutan.

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa faktor yang paling dominan dalam

skor efas itu ada 3 (tiga) yaitu dari aspek peluang pada sektor industry dengan nilai

bobot 0,2. Dan dari aspek ancaman yaitu pada pengetahuan manajemen bisnis dan

kolaps dengan nilai bobot 0,2. Sedangkan jika dilihat dari segi rating, aspek yang

paling berpengaruh terhadap dana bantuan pengembangan wakaf adalah dari aspek

peluang yaitu pada sektor industri dengan nilai 4. Yang artinya adalah kerjasama

dengan instansi lain merupakan peluang yang besar terhadap keberhasilan penyaluran

dana bantuan pengembangan wakaf.


88

Gambar 4.2 Diagram Analisis SWOT Terhadap Dana Bantuan Pengembangan

Wakaf

Opportunities (Peluang)

1. Banyak tanah wakaf yang belum


dikelola secara optimal

2. Banyak nadzir yang mengajukan dana


bantuan ke kemenag

3. Kerja sama dengan instansi lain

Strategi WO Strategi SO

1. Penetapan sanksi bagi nadzir yang 1. Melakukan sosialisasi lebih gencar


tidak mencapai BEP.
2. Memperbaiki peraturan yang ada. 2. Mengoptimalisasikan program dana
bantuan pengembangan wakaf
3. Jalin kerja sama dengan instansi lain. 3. Lebih selektif dalam melakukan
penyeleksian.
4. Melakukan sosialisasi terus menerus. Strengths (Kekuatan)
Weaknesses (Kelemahan) 1. Dana APBN
1. Kurangnya sosialisasi ke masyarakat
2. Pemanfaatan Hasil Bantuan
2. Tidak adanya sanksi bagi yang tidak 3. Dukungan dari Pemerintah
mencapai BEP 4. Laporan rutin data bantuan
3. Peraturan yang belum sempurna
5. Sanksi atas penyalahgunaan
dana bantuan
Strategi WT Strategi ST
Threats (Ancaman)
1. Mengevaluasi setiap 1. Pemberlakuan sanksi
kelemahan. 1. Tidak tercapainya BEP 2. Meningkatkan
2. Memperketat pembinaan.
pengawasan kepada 2. Pengelolaan wakaf masih 3. Meningkatkan
nadzir. konsumtif pengawasan.
3. Menyempurnakan 4. Memperketat
3. Kegagalan pelaksanaan
peraturan bantuan. tahap seleksi.
wakaf oleh nadzir
89

4.3 Diagram Matrik SWOT Dana Bantuan Pengembangan Wakaf

EFAS Opportunities (Peluang) Threats (Ancaman)

1. Banyak tanah wakaf 1. Tidak tercapainya BEP


yang belum dikelola
secara optimal 2. Pengelolaan wakaf
masih konsumtif
2. Banyak nadzir yang
mengajukan dana bantuan 3. Kegagalan
ke kemenag pelaksanaan wakaf oleh
IFAS nadzir
3. Kerja sama dengan
instansi lain

Strengths (Kekuatan) Strategi SO Strategi ST

1. Dana APBN 1. Melakukan sosialisasi 1. Pemberlakuan sanksi


2. Pemanfaatan Hasil lebih gencar bagi nadzir yang tidak
Bantuan 2. Mengoptimalisasikan mencapai BEP
3. Dukungan dari program dana bantuan 2. Meningkatkan
Pemerintah pengembangan wakaf pembinaan bagi para
4. Laporan rutin dana 3. Lebih selektif dalam nadzir
bantuan melakukan 3. Meningkatkan
5. Sanksi atas penyeleksian pengawasan kepada
penyalahgunaan para nadzir
dana bantuan 4. Memperketat tahap
seleksi
Weaknesses Strategi WO Strategi WT
(Kelemahan)
1. Penetapan sanksi bagi 1. Mengevaluasi setiap
1. Kurangnya nadzir yang tidak kelemahan
sosialisasi ke mencapai BEP 2. Memperketat
masyarakat 2. Memperbaiki peraturan pengawasan terhadap
2. Tidak adanya sanksi yang ada nadzir
bagi yang tidak 3. Jalin kerja sama 3. Menyempurnakan
mencapai BEP dengan instansi lain peraturan yang terkait
3. Peraturan yang 4. Melakukan sosialisasi dengan dana bantuan
belum sempurna terus menerus pengembangan wakaf
90

Setelah mempertimbangkan prosedur analisis SWOT sehingga menghasilkan

analisis SWOT yang tepat untuk strategi Kementerian Agama RI – Direktorat

Pemberdayaan Wakaf dalam mengoptimalkan program Dana Bantuan

Pengembangan Wakaf kedepannya, yaitu lembaga pada posisi strategis yang tepat

adalah keunggulan komperatif dengan mempertimbangkan analisa sebagai

berikut:

1. Melakukan sosialisasi lebih gencar

2. Mengoptimalisasikan program dana bantuan pengembangan wakaf

3. Lebih selektif dalam melakukan penyeleksian

D. Efektivitas Pengawasan Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan

Wakaf

Menurut Amirullah dan Haris Budiyono dalam bukunya yang berjudul

Pengantar Manajemen, karakteristik sistem pengawasan yang efektif adalah:

1. Akurat, yaitu informasi atau data yang diukur harus akurat keberadaannya.

Informasi mengenai dana bantuan pengembangan wakaf ini sudah

jelas keberadaannya. Dana tersebut merupakan dana bantuan dari

pemerintah yang berasal dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) yang disalurkan melalui Kementerian Agama RI.10

Informasi mengenai dasar hukum dana bantuan pengembangan wakaf

sudah lahir seiring dengan adanya dana bantuan tersebut.

10
Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Dj.II/ 503 Tahun 2007
Tentang Pengelolaan Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif.
91

2. Economic realistic, yaitu pengeluaran biaya untuk pengawasan seminimal

mungkin.

Kemenag pun mengeluarkan biaya untuk pengawasan dana bantuan ini

seminimal mungkin sesuai dengan kebutuhannya. Pengawasan yang

dilakukan dalam bentuk monitoring dan evaluasi.

3. Tepat waktu, yaitu pengawasan akan efektif jika dilakukan dengan cepat

disaat penyimpangan diketahui.

Saat nadzir menyalahgunakan dana bantuan karena penggunaannya

tidak sesuai dengan tujuan proposal yang diajukan, maka pihak kemenag

akan langsung memberikan sanksi.

4. Realisitik secara organisasi, yaitu individu harus dapat melihat hubungan

antara tingkat prestasi yang dicapainya dan imbalan yang akan menyusul

kemudian.

Hal ini tidak terjadi dalam dana bantuan pengembangan wakaf, karena

dana ini bersifat sosial. Namun jika para nadzir berhasil mengelola dan

mengembangkan dana bantuan ini, maka para nadzir akan mendapatkan

keuntungan dari hasil usaha wakaf produktif. Kemenag tidak akan

memberikan imbalan apapun pada nadzir yang berhasil dalam mengelola

dana bantuan ini karena dana ini bersifat sosial.

5. Dipusatkan pada pengawasan strategic, yaitu diarahkan pada titik-titik

strategis sehingga penyimpangan cepat diketahui dan terhindar dari

kegagalan.
92

Pihak kemenag selalu mengawasi para nadzir yang menerima dana

bantuan pengembangan wakaf. Mulai dari adanya laporan pertiga bulan,

enam bulan, hingga pihak kemenag yang mengontrol langsung ke lokasi

para nadzir. Pihak kemenag telah melakukan pengawasan dengan

semaksimal mungkin agar meminimalisir kegagalan dalam pengelolaan

dana bantuan.

6. Terkordinasi dengan kerja organisasi, memperhatikan bahwa aktivitas

akan selalu terkait dengan kegiatan yang diawasi.

Semua kegiatan dari dana bantuan tersebut akan ada catatan

laporannya. Pertiga bulan nadzir akan menyampaikan laporan tentang

pemanfaatan dana bantuan, dengan menyertakan bukti-bukti. Perenam

bulan nadzir akan menyampaikan laporan hasil keuntungan dari

pengembangan wakaf, baik dalam pengelolaan barang maupun jasa yang

dialokasikan untuk pemberdayaan masyarakat.11

7. Objektif dan komprehensif, yaitu informasi dalam suatu simtem

pengawasan harus mudah dipahami dan objektif.

Informasi yang diberikan oleh kemenag kepada nadzir sangat jelas dan

mudah dipahami. Informasinya dalam bentuk lisan maupun tulisan.

Informasi tersebut diberikan rutin saat pembinaan para nadzir.

11
Ibid.
93

8. Fleksibel, yaitu sistem pengawasan memiliki tingkat keluwesan yang

tinggi sehingga standar-standar pengendalian tetap dapat dipergunakan

dikarenakan situasi dan kondisi.

Pengawasan yang dilakukan Kemenag atas dana bantuan

pengembangan wakaf berupa pengontrolan langsung pihak Kemenag ke

lokasi para nadzir, penyerahan laporan rutin yang dibuat oleh para nadzir,

dan pemberian sanksi bagi nadzir yang melakukan penyalahgunaan dana

bantuan tersebut. Hal-hal ini mampu menerapkan standar-standar

pengendalian baik untuk megontrol kepatuhan para nadzir atas

pengelolaan dana bantuan maupun untuk pemberian sanksi

penyalahgunaan dana bantuan.

9. Diterima para anggota organisasi, yaitu sistem pengawaan dapat diterima

dan dimengerti oleh semua, sehingga masing-masing akan ikut

bertanggung jawab terhadap pencapaian tujuan.

Sesuai dengan mekanisme penyaluran dana bantuan, dari pihak

kemenag, Pejabat Pembuat Komite (PPK) yang bertanggung jawab atas

pelaksanaan penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf. PPK

mengerti dan memahami akan semua aturan yang ada pada dana bantuan

tersebut agar tujuan disalurkannya dana tersebut tercapai. Begitu pula

dengan para nadzir, mereka juga mengerti dan memahami akan prosedur

yang ada pada dana bantuan tersebut demi tercapainya tujuan permohonan

proposal yang mereka ajukan.


94

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa pengawasan yang

dilakukan oleh Kemenag-Direktorat Pemberdayaan Wakaf terhadap

penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf sudah berjalan dengan

efektif, hal ini dilihat berdasarkan teori efektivitas dan analisis SWOT

dengan menunjukkan Skor IFAS 3,1 dan EFAS 2,5. Yang berarti bahwa

faktor internel yang terdiri dari kekuatan lebih besar dibandingkan dengan

faktor eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman. Sehingga dari

kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa pengawasan yang dilakukan

kemenag sudah berjalan dengan efektif. Sementara dilain sisi memang

masih ada kelemahannya dengan nilai bobot x rating sebesar 2,5 yang

didominasi oleh unsur sektor industri, pengetahuan manajemen bisnis dan

kolaps dengan nilai bobot 0,2, yang mana hal tersebut harus di antisipasi

bahkan di hilangkan oleh pihak Kemenag yaitu diantaranya dengan cara

menjalin kerja sama dengan instansi lain, terus memperbaiki peraturan

yang ada dan terus memperketat tingkat pengawasan.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kemenag memberlakukan prosedur untuk mekanisme penyaluran dana

bantuan pengembangan wakaf, berawal dari nadzir mengajukan proposal

permohonan bantuan kepada Kemenag dengan berdasarkan syarat dan

ketentuan yang berlaku. Kemudian pihak Kemenag melakukan

penyeleksian terhadap proposal yang masuk berdasarkan seleksi

administrasi, verifikasi dan survey ke lokasi. Bagi nadzir yang menerima

dana bantuan, diharuskan melakukan laporan rutin pertigabulan dan

perenam bulan kepada Kemenag.

2. Pengawasan yang dilakukan oleh Kemenag atas dana bantuan

pengembangan wakaf sudah berjalan dengan efektif. Mulai dari

mekanisme hingga pengawasan, telah dilakukan dengan maksimal oleh

pihak Kemenag. Hal ini berdasarkan Skor IFAS 3,1 dan EFAS 2,5. Yang

berarti bahwa faktor internel yang terdiri dari kekuatan lebih besar

dibandingkan dengan faktor eksternal yang terdiri dari peluang dan

ancaman.

95
96

B. Saran

1. Untuk mengoptimalkan penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf,

Kementerian Agama RI harus melakukan sosialisasi lebih gencar kepada

masyarakat, lebih selektif dalam melakukan penyeleksian bagi para nadhir

yang mengajukan permohonan dana bantuan, memperketat pengawasan

terhadap nadzir dan menyempurnakan peraturan yang terkait dengan dana

bantuan pengembangan wakaf.

2. Penelitian ini masih terbatas pada aspek mekanisme dan pengawasan yang

dilakukan oleh Kementerian Agama RI kepada para nadzir. Untuk peneliti

selanjutnya diharapkan melakukan penelitian pada aspek pengelolaan

dana bantuan yang diterima oleh para nadzir.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Alabij, Adijani. Perwakafan Tanah Di Indonesia Dalam TeoridanPraktek.


Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.

Al-Alabij, Adijani. Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teorike Praktek, cet.I.


Jakarta: CV. Rajawali, 1989.

Al-Amin, Mufham. Manajemen Pengawasan, cet.I. Ciputat: Kalam Indonesia, 2006.

Alqur’anul Karim.

Al-Asqalani, Ibn Hajar. Bulughul Maram Penerjemah: Irfan Maulana Hakim, Jakarta:
PT. Mizan Pustaka, 1998.

Al-Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih. Panduan Wakaf, Hibah, dan Wasiat.
Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2008.

Amirullah dan Haris, Budiyono. Pengantar Manajemen, cet.II. Yogyakarta: Graha


Ilmu, 2004.

Artikel, Deskriptif Kualitatif, diakses pada 10 Juli 2014 dari


http://aldoranuary26.blog.fisip.uns.ac.id/2012/02/29/deskriptif-kualitatif/.

Artikel ini diakses pada rabu, 5 februari 2014 dari


http://tabungwakaf.com/news/all/rumah-sewa-milik-umat-siap-dihuni/.

Artikel ini diakses pada sabtu, 22 februari 2014 dari http://tabungwakaf.com/dompet-


dhuafa-bangun-masjid-di-zona-madina/.

Artikel ini diakses pada sabtu, 22 februari 2014 dari


http://bwi.or.id/index.php/ar/asdfsdaf/1-beritawakaf/358-bwi-berencana-
akan-bangun-rsia.

Bungin, M. Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,


dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana, 2007.

Data Nadzir Penerima Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif, Direktorat Jenderal


Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dari Tahun
2005-2013.

Departemen P dan K. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1988.
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat dan Penyelenggaraan Haji. Panduan
Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis Di Indonesia. Jakarta:
Departemen Agama Republik Indonesia, 2004.

Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf. FIQIH WAKAF. Jakarta: Direktorat


Pengembangan Zakat danWakaf, 2005.

Handayaningrat, Soewarno. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen.


Jakarta: CV. Haji Masagung, 1994.

Handoko, Hani. MANAJEMEN.Yogyakarta: BPFE–Yogyakarta, 1998.

Hasan, Tholhah. “Perkembangan Kebijakan Wakaf di Indonesia”. Artikel diakses


pada 9 September 2014 dari
http://mataram.antaranews.com/print/2346/perkembangan-kebijakan-wakaf-
di-indonesia.

Kementerian Agama RI. Pedoman Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis


di Indonesia. Jakarta: Kementerian Agama, 2010.

Manullang, M. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995.

Mardani. FIQH Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana, 2012.

Megawati. “Efektivitas DPS Dalam Pengawasan Pengelolaan Dana Asuransi Syariah


Pada AJB Bumi Putera 1912 Divisi Syariah. ”Skripsi S1 Fakultas Syariah
dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.

Muzarie, Mukhlisin. Hukum Perwakafan dan Implikasinya Terhadap Kesejahteraan


Masyarakat, cet.I. Jakarta: Kementerian Agama RI, 2010.

Noor, Juliansyah. Analisis Data Penelitian Ekonomi & Manajemen. Jakarta: PT.
Grasindo, 2014.

Nurzaman, Kadar. Manajemen Perusahaan, cet.I.Bandung: CV PustakaSetia, 2014.

Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam NomorDj.II/ 503 Tahun


2007 Tentang Pengelolaan Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif dan
Petunjuk Teknis Pemberian Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif Tahun
2013.

Petunjuk Teknis Pemberian Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif Tahun 2013.


Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Qahaf, Mundzir. Manajemen Wakaf Produktif ,cet.III. Jakarta: Khalifa, 2007.

Rezeki, Sinta Sri. “Efektivitas Peran Wakalah Al-Wakif Terhadap Perkembangan


Tabung Wakaf Indonesia.”Skripsi S1 pada Program Studi Muamalat FSH
UIN Jakarta, 2010.

Salindeho, Jhon. Tata Laksana Dalam Manajemen. Jakarta: Sinar Grafika, 1998.

Salindeho, John. Pengawasan Melekat Aspek-Aspek Terkait dan Implementasinya,


cet.I. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

Saroso, Samiaji. Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar. Jakarta: Permata Puri Media,


2012.

Sule, Ernie Tisnawati dan Kurniawan, Saefullah. Pengantar Manajemen, cet.I.


Jakarta: Kencana, 2005.

Suyanto, Bagongdan Sutinah. Metode Penelitian Sosial :Berbagi Alternatif


Pendekatan, edisi. revisi, cet.VI. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011.

Usman, Husaini. Manajemen Teori, Praktek, dan Riset Pendidikan, edisi.III, cet.II.
Jakarta: Bumi Aksara, 2010.

Wawancara dengan H. Abdul Fattah (Fungsional Umum pada Direktorat


Pemberdayaan Wakaf). Jakarta, 16 September 2014.
Hasil Wawancara

Hasil Wawancara dengan Pihak Direktorat Pemberdayaan Wakaf

Responden : H. Abdul Fattah, SE, MBA

Jabatan : Fungsional Umum pada Direktorat Pemberdayaan Wakaf

Tempat : Kementerian Agama

Hari/tanggal : Selasa, 16 September 2014

1. Bagaimana latar belakang diluncurkannya dana bantuan pengembangan

wakaf?

Berawal dengan diluncurkannya Undang-Undang wakaf No.41 tahun 2004.

Tugas dari Direktorat Wakaf adalah sebagai fasilitator, dinamisator dan

regulator. Untuk mewujudkan amanah Undang-Undang dan dalam rangka

mengembangkan potensi ekonomi wakaf, pemerintah melalui Direktorat

Wakaf memberikan stimulan kepada para nadzir yang dianggap mampu untuk

mengembangkan wakafnya, yaitu dengan memberikan dana bantuan

pengembangan wakaf melalui APBN.

2. Sejak kapan adanya dana bantuan pengembangan wakaf?

Sejak tahun 2005

3. Bagaimana langkah Kemenag dalam mensosialisasikan dana bantun

pengembangan wakaf?
Nama program ini adalah wakaf percontohan. Program ini disosialisasikan ke

daerah-daerah yang ada di Indonesia saat Direktorat Wakaf memberikan

pembinaan kepada para nadzir. Pembinaan tersebut meliputi penyiapan sarana

prasarana, pemberian fasilitas, pelatihan nadzir dan lain-lain. Pembinaan

dilakukan 5-7 kali dalam setahun yang di-random di seluruh Indonesia.

4. Berapa anggaran APBN untuk dana pengembangan wakaf?

Anggaran untuk dana pengembangan wakaf berfariatif. Pada sebelum 2007,

ada yang sampai diberikan 2 milyar. Namun sekarang sudah dibatasi mulai

dari 400, 500 sampai 600 juta. Dan Jumlah nilai bantuan yang diberikan dari

tahun 2005 -2013 adalah sebesar Rp. 51,400,000,000,- (lima puluh satu milyar

empat ratus juta rupiah).

5. Apakah setiap tahunnya anggaran ini tersalurkan semua? Jika tidak, dana

tersebut dialokasikan untuk apa?

Untuk setiap tahunnya dana bantuan pengembangan wakaf ini tersalurkan

semua untuk para nadzir.

6. Kenapa pada tahun 2008 tidak ada penyaluran dana bantuan pengembangan

wakaf?

Pada tahun 2008 dana bantuan pengembangan wakaf sempat terhenti karena

payung hukumnya belum siap dan belum sempurna, peraturannya belum siap,

petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya belum siap. Meskipun sekarang

belum sempurna, namun setidaknya Direktorat Wakaf sudah melakukan

perbaikan dari tahun ke tahun. Seharusnya dana bantuan ini memiliki


Peraturan Menteri Agama, namun pada saat itu yang ada hanyalah Peraturan

Dirjen, meskipun belum spesifik. Juklak juknis pun belum siap. Kata pak

Nazarudin umar, “dari pada dilepas ada masalah, jadi lebih baik program ini

diberhentikan dahulu untuk tahun 2008”. Akhirnya pada tahun 2008 dana

bantuan ini tidak diserap oleh Kemenag dan diberikan kembali kepada

Pemerintah. Setelah itu pada tahun 2009 program dana bantuan ini diadakan

kembali dengan beberapa perbaikan.

7. Apa tujuan dari dana bantuan pengembangan wakaf?

Tujuan dana bantuan pengembangan wakaf ini adalah:

a. Mengoptimalkan pengelolaan tanah wakaf sehingga hasilnya dapat

dimanfaatkan untuk pemberdayaan masyarakat.

b. Memberdayakan dan meningkatkan peran masyarakat dalam mengelola

wakaf.

c. Mengimplementasikan paradigma baru pengelolaan wakaf produktif.

8. Bagaimana perkembangan para nadzir setiap tahunnya dalam mengajukan

dana bantuan pengembangan wakaf?

Perkembangan para nadzir yang mengajukan permohonan, untuk setiap

tahunnya selalu mengalami peningkatan. Ada sekitar 600 nadzir yang tidak

lolos seleksi dalam pengajuan dana bantuan pengembangan wakaf ini.

9. Apa persyaratan pemohon dana bantuan tersebut?

Syarat untuk pemohon dana bantuan ini adalah:


a. Diutamakan nadzir yang berbadan hukum. Minimal adalah nadzir

yayasan. Agak jarang yang diterima itu nadzir perseorangan. Dan

sekarang bahkan ditiadakan untuk nadzir perseorangan.

b. Status tanah wakafnya jelas, bersertifikat, minimal memilki AIW (Akta

Ikrar Wakaf).

c. Letak tanahnya berada di tempat strategis.

d. Perencanaan bisnis nya bagus dan matang.

10. Bagaimana penyeleksian yang dilakukan Kemenag terhadap dana bantuan

pengembangan wakaf?

Tahapan penyeleksian yang dilakukan oleh Kemenag yaitu:

a. Pejabat Pembuat Komitmen membentuk tim untuk melakukan proses

seleksi.

b. Tim melakukan proses seleksi kepada calon penerima bantuan. Adapun

unsur-unsur yang diseleksi yaitu kelengkapan dokumen persyaratan,

proposal, hasil verifikasi dan presentasi.

c. Tim melaporkan hasil penilaian kepada Pejabat Pembuat Komitmen

11. Bagaimana penetapan anggaran untuk penerima dana bantuan tersebut?

Penetapan anggaran itu sudah ada di RKKL (Rancangan Keuangan

Kementerian Lembaga). Sudah direncanakan, dianggarkan dan akhirnya

ditetapkan. Penetapan anggaran pun bervariasi untuk setiap penerima bantuan

dilakukan berdasarkan perkiraan kebutuhan dana yang ditentukan dari hasil


pemeriksaan dokumen baik data teknis maupun data administrasinya dengan

mempertimbangkan study kelayakan yang meliputi aspek manajemennya,

pengelolaannya dan dukungan SDM yang memadai.

12. Bagaimana pelaksanaan pengawasan Kemenag terhadap para nadzir yang

mendapatkan dana bantuan tersebut?

Direktorat Wakaf memiliki tim evaluasi untuk dana bantuan pengembangan

ini yang juga bekerja sama dengan BPK.

Syarat untuk nadzir yang sudah menerima bantuan, wajib mengirimkan

perkembangannya melalui laporan keuangan ke Kemenag setiap 6 bulan

sekali. Tim dari Direktorat juga datang langsung ke lokasi untuk

mengontrolnya. Untuk setiap tahunnya, tim mengontrol semua nadzir yang

menerima dana bantuan tersebut.

13. Digunakan untuk apakah hasil dari dana bantuan tersebut?

Setiap yayasan itu memiliki nadzir, maka hasil dari dana bantuan

pengembangan wakaf tersebut diberikan kepada yayasan untuk kegiatan

sosial. Hasil dari bantuan tersebut dapat dimanfaatkan untuk membangun

masjid, kaum dhuafa ataupun pendidikan subsidi guru. Dan pada proposal pun

tercantum hasil dari manfaat dana bantuan pengembangan wakaf tersebut.

Contohnya di RS Malang, hasil dari dana bantuan itu digunakan untuk

yayasannya, pendidikan, iuran SPP sekolah anak kurang mampu. Atau seperti
di Palu, yang hasil pemanfaatannya digunakan untuk voucher dan tambahan

gaji guru-guru.

14. Bagaimana tindakan Kemenag terhadap nadzir yang tidak mencapai BEP?

Dana bantuan pengembangan wakaf adalah program yang unik. Bantuan yang

ada pada umumnya itu bersifat “kita berikan dana, dana tersebut dapat

digunakan dengan habis dan setelah itu selesai”. Namun pada dana bantuan

pengembangan wakaf ini berbeda. Maksudnya, meskipun dana ini bersifat

bantuan, Direktorat Wakaf berharap dana tersebut dapat digunakan untuk

usaha produktif yang bermanfaat bagi masyarakat. Maka dari itu, pihak

Direktorat Wakaf selalu melakukan proses pembenahan, salah satunya dengan

menerbitkan Peraturan Menteri Agama. Sehingga Insha Allah tahun depan

PMA tentang dana bantuan wakaf produktif pun terbit.

Bagi para nadzir yang belum mencapai BEP tidak dikenakan sanksi apa-apa,

karena pihak Direktorat Wakaf belum memiliki payung hukum yang

mengatur hal tersebut. Pencapaian BEP pun masih bersifat anjuran saja. Dan

pihak Direktorat pun sedang melakukan pembenahan program bantuan agar

terciptanya transparansi dan akuntabilitas.

15. Apakah Kemenag bekerja sama dengan instansi lain dalam melakukan

pengembangan wakaf? Jika tidak, apakah bisa memungkin kan?


Untuk sekarang Kemenag belum melakukan kerja sama dengan pihak instansi

lain. Namun Kemenag sedang berencana untuk hal ini, yaitu ingin

menggandeng pihak ketiga dalam manajemen usaha wakaf produktif.

16. Apa harapan Kemenag kedepannya terhadap dana bantuan pengembangan

wakaf?

Harapan Kemenag kedepannya adalah ingin mengoptimalkan wakaf

produktif. Karena pola pikir yang ada pada masyarakat itu hanyalah sebatas

pada wakaf konsumtif saja, seperti wakaf kuburan, sekolah, mushalla, dan

lain-lain.

Sedangkan pada dasarnya asset wakaf dapat dimanfaatkan secara optimal.

Dan harapan Kemenag wakaf itu untuk pemberdayaan masyarakat.

Interviewer Responden

(Devita Octaviani) (H. Abdul Fattah, SE, MBA)

Anda mungkin juga menyukai