Anda di halaman 1dari 186

PENGATURAN SAHAM PREFEREN DI PASAR MODAL SYARIAH :

STUDI PERBANDINGAN ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

Desya Ramadanty
11140460000028

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/2019 M
ABSTRAK
Desya Ramadanty. NIM 11140460000028. PENGATURAN SAHAM
PREFEREN DI PASAR MODAL SYARIAH : STUDI PERBANDINGAN
ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA. Program Studi Hukum Ekonomi
Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2019 M. xi + 108 halaman 65 halaman lampiran.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan
mengenai saham preferen pada pasar modal syariah di Indonesia dan Malaysia
berikut persamaan dan perbedaannya, serta mengetahui dampak hukum atas
pengaturan saham preferen dalam pasar modal syariah di kedua negara tersebut.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan perbedaan mulai dari isi
Fatwa DSN-MUI mengenai hukum saham preferen pada pasar modal syariah di
Indonesia dan Resolusi SAC-SC tentang hukum saham preferen pada pasar modal
syariah di Malaysia, hingga perbedaan kedudukan fatwa dan resolusi dalam
peraturan perundang-undangan masing-masing negara. Sehingga dampak hukum
atas saham preferen pada pasar modal syariah yang terjadi di Indonesia ialah
belum tercapainya kepastian hukum, karena belum ditetapkannya pengaturan
saham preferen dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 40/DSN-MUI/X/2003 ke dalam
POJK. Berbanding terbalik dengan di Malaysia yang telah menjamin kepastian
hukum atas transaksi saham preferen pada pasar modal syariah di Malaysia sebab
Resolution from The 20th Shariah Advisory Council Of The Securities
Commission Malaysia Meeting (14 July 1999) dan Resolution from The 193rd
Shariah Advisory Council Of The Securities Commission Malaysia Meeting (19
January 2017) dijamin memiliki kekuatan hukum mengikat berdasarkan Securities
Commission Act tahun 1993.

Kata Kunci : Saham Preferen, Pasar Modal Syariah, Fatwa DSN-MUI, Resolusi
SAC-SC, Peraturan Perundang-undangan.

Pembimbing : Yuke Rahmawati, S.Ag., M.A.


Daftar Pustaka : 2000 s.d 2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya, serta sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW
sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGATURAN
SAHAM PREFEREN DI PASAR MODAL SYARIAH (STUDI
PERBANDINGAN ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA”. Banyak pihak
yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik secara
langsung maupun tidak langsung. Maka dalam kesempatan ini Penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak A.M Hasan Ali, M.A., selaku Ketua Program Studi Hukum Ekonomi
Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Ibu Yuke Rahmawati, S.Ag., M.A., selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan masukan
serta memberikan bantuan terbaik bagi Penulis sehingga dapat meyelesaikan
skripsi ini.
4. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberi banyak pengetahuan kepada Penulis selama masa kuliah.
5. Bapak Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, M.A., Bapak Dr. Hasanuddin, M.Ag.,
dan Bapak Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.A, serta Otoritas Jasa Keuangan
yang telah bersedia memberikan pencerahan dan informasi kepada Penulis
terkait tema skripsi Penulis;
6. Staff karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, Perpustakaan
Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan staff akademik Fakultas Syariah
dan Hukum.
7. Mbah Putri, Ayah dan Mama untuk seluruh cinta, dukungan, tenaga, serta
do‟a yang telah tercurah untuk Penulis selama ini. Terimakasih banyak.
8. dr. Rahmad Mulyadi, Sp.Rad(K) yang telah memberikan banyak sekali
dukungan finansial serta moril agar Penulis dan keluarga besar dapat meraih

v
pendidikan setinggi mungkin. Penulis mungkin akan sulit berada di titik saat
ini tanpa seluruh dukungan yang telah kau berikan untuk Penulis.
9. Kawan-kawanku di New Forward. Terima kasih FM, Aisyah, Andi, Alen,
Ami, Sami, Adam, Tomi, Ojan, Rifqon dan Kholid yang telah menjadi kawan
dalam berbagi pemikiran, pengetahuan, dan banyak momen kerecehan. Serta
telah menjadi penyemangat dan amat membantu Penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
10. Center for Islamic Economics Studies (C.O.I.N.S). Terimakasih telah menjadi
tempat bagi Penulis untuk menemukan kawan-kawan baru, mengembangkan
diri dan pemikiran. Terkhusus untuk para senior C.O.I.N.S yang telah banyak
berbagi pengetahuan dan kebijaksanaan.
11. Sahabat-sahabat seperjuangan Hukum Ekonomi Syariah A, terkhusus kepada
Maya Agustina Waluyo yang selalu memberikan dukungan kepada Penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini.
12. Teman-teman seperjuangan Hukum Ekonomi Syariah 2014 yang berjuang
bersama selama perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
13. Serta pihak-pihak lainnya yang tidak bisa Penulis sebutkan satu persatu,
terimakasih atas doa dan dukungannya selama ini.

Jakarta, 31 Januari 2019

Desya Ramadanty

vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. v

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL .................................................................................................................... x

DAFTAR GRAFIK ................................................................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah............................................................................................ 1

B. Identifikasi Masalah .................................................................................................. 5

C. Pembatasan Masalah ................................................................................................. 6

D. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................................. 7

F. Metodologi Penelitian ............................................................................................... 8

G. Kerangka Konseptual .............................................................................................. 15

H. Sistematika Penulisan ............................................................................................. 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................................ 16

A. Pasar Modal Syariah ............................................................................................... 16

B. Saham Preferen ....................................................................................................... 17

C. Fatwa Ekonomi Syariah .......................................................................................... 25

D. Fatwa Ekonomi Syariah dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia ....... 28

E. Fatwa Ekonomi Syariah dalam Peraturan Perundang-undangan di Malaysia ........ 31

F. Pandangan Ulama dan Lembaga Terkait Atas Saham Preferen ............................. 34

G. Kepastian Hukum .................................................................................................... 40

vii
H. Kajian Studi Terdahulu ........................................................................................... 43

BAB III DATA PENELITIAN ............................................................................................. 52

A. Profil Pasar Modal Syariah Indonesia ..................................................................... 52

1. Sejarah Pasar Modal Syariah Indonesia .......................................................... 52

2. Perkembangan Pasar Modal Syariah Indonesia............................................... 51

3. Sistem Pengaturan Pasar Modal Syariah Indonesia ........................................ 53

B. Profil Pasar Modal Syariah di Malaysia ................................................................. 59

1. Sejarah Pasar Modal Syariah di Malaysia ....................................................... 59

2. Perkembangan Pasar Modal Syariah di Malaysia ........................................... 61

3. Sistem Pengaturan Pasar Modal Syariah di Malaysia ..................................... 64

C. Saham Preferen di Pasar Modal Indonesia ............................................................. 66

D. Saham Preferen di Pasar Modal Malaysia .............................................................. 67

BAB IV ANALISA PERBANDINGAN PENGATURAN SAHAM PREFEREN PADA


PASAR MODAL SYARIAH DI INDONESIA DAN MALAYSIA ................ 69

A. Gambaran Umum Pengaturan Saham Preferen Pada Pasar Modal Syariah di


Indonesia ................................................................................................................. 69

B. Gambaran Umum Pengaturan Saham Preferen Pada Pasar Modal Syariah di


Malaysia .................................................................................................................. 83

C. Analisis Perbandingan Pengaturan Saham Preferen Pada Pasar Modal Syariah di


Indonesia dan Malaysia ........................................................................................... 90

D. Dampak Hukum Pengaturan Saham Preferen Pada Pasar Modal Syariah di


Indonesia dan Malaysia ........................................................................................... 91

1. Dampak Hukum Pengaturan Saham Preferen Pada Pasar Modal Syariah di


Indonesia .......................................................................................................... 91

2. Dampak Hukum Pengaturan Saham Preferen Pada Pasar Modal Syariah di


Malaysia .......................................................................................................... 95

viii
BAB V PENUTUP ................................................................................................................. 99

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 99

B. Saran...................................................................................................................... 100

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 101

LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................................. 108

ix
DAFTAR TABEL
No. Judul Tabel Hal
Tabel 1.1 Teknik Analisa Data Penulisan 13
Tabel 3.1 Perkembangan Reksa Dana Islam dan Instrumen Pasar Modal 63
Syariah Lainnya di Malaysia
Tabel 3.2 Saham Preferen di Pasar Modal Indonesia 66
Tabel 3.3 Saham Preferen di Pasar Modal Malaysia 67
Tabel 4.1 Jenis Saham Preferen di Indonesia Menurut Undang-Undang 75
Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Tabel 4.2 Perbandingan Pengaturan Saham Preferen Pada Pasar Modal 90
Syariah di Indonesia dan Malaysia
Tabel 4.3 Daftar Perusahaan Penerbit Saham Preferen Yang Termasuk Dalam 94
Daftar Efek Syariah
Tabel 4.4 Daftar Efek Patuh Syariah Malaysia 96

x
DAFTAR GRAFIK
No. Judul Grafik Hal
Grafik 3.1 Perkembangan Jumlah Efek Syariah di Indonesia 51
Grafik 3.2 Perkembangan Kapitalisasi pasar JII dan ISSI 52
Grafik 3.3 Perkembangan Jumlah Efek Patuh Syariah di Malaysia 62
Grafik 3.4 Kapitalisasi Pasar Modal Syariah di Malaysia 62

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pasar modal telah berkembang sangat pesat baik di Indonesia maupun
Malaysia dengan kapitalisasi pasar modal Malaysia RM 3,2 milyar1 dan
Indonesia yang mencapai Rp 7,052.39 triliun2 pada 2017. Namun dengan
jumlah penduduk yang beragama Islam sebanyak 87,18% di Indonesia3
dan 60% di Malaysia4, mendorong kebutuhan atas adanya instrumen pasar
modal yang selaras dengan ajaran agama Islam.
Pada dasarnya transaksi di pasar modal menurut prinsip hukum syariah
tidak dilarang atau dibolehkan sepanjang tidak terdapat transaksi yang
bertentangan dengan ketentuan yang telah digariskan oleh syariah. Adanya
pandangan syariah tersebut serta kebutuhan masyarakat agama mayoritas,
maka investasi tidak dapat dilakukan pada semua produk pasar modal

1
https://www.nst.com.my/business/2018/03/345392/malaysian-capital-market-recorded-126-

pct-growth-2017-says-sc diakses pada 2 Agustus 2018.


2
Otoritas Jasa Keuangan, Statistik Mingguan Perkembangan Pasar Modal, Minggu ke-4

Desember 2017; Perkembangan Kapitalisasi Pasar, diakses dari

https://www.ojk.go.id/id/kanal/pasar-modal/data-dan-statistik/statistik-pasar-

modal/Documents/Statistik%20Desember%20Mgg%20ke-4%202017.pdf pada 2 Agustus 2018.


3
Badan Pusat Statistik, Penduduk Menurut Wilayah dan Agama Yang Dianut, hasil Sensus

Penduduk tahun 2010 diakses dari https://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321 pada 2

Agustus 2018.
4
Islamic Tourism Center of Malaysia, Islam In Malaysia, diakses dari

http://www.itc.gov.my/tourists/discover-the-muslim-friendly-malaysia/Islam-in-malaysia/ pada 2

Agustus 2018.

1
2

karena di antaranya banyak yang bertentangan dengan syariah.5


Terlihat kesungguhan kedua negara untuk memenuhi kebutuhan
masyarakatnya dengan diluncurkannya pasar modal syariah. Di Malaysia,
Kuala Lumpur Syariah Index (KLSI) diluncurkan pada 17 April 1999
untuk memenuhi tuntutan investor dalam negeri dan asing yang ingin
berinvestasi yang sesuai dengan syariah.6 Adapun di Indonesia, pasar
modal syariah secara resmi diluncurkan pada 14 Maret 2003 bersamaan
dengan penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding) antara
Bapepam-LK7 dengan Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI).8
Untuk memastikan bahwa instrumen pasar modal syariah benar-benar
sesuai dengan prinsip syariah, dilakukan konversi atas pasar modal
konvensional melalui proses screening terhadap kegiatan pasar modal.9
Regulator pasar modal Indonesia yaitu Otoritas Jasa Keuangan dan
Malaysia yaitu Securities Commission mengembangkan pasar modal yang
memenuhi ketentuan syariah dengan mendesainnya paralel dengan pasar
modal konvensional dan dilengkapi lembaga supervisi syariah sehingga
produk syariah dan konvensional ditata kelola di pasar yang sama dan

5
Adrian Sutedi, Pasar Modal Syariah; Sarana Investasi Keuangan Berdasarkan Prinsip

Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 23.


6
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam; Tinjauan Teoretis dan

Praktis, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. Kedua, 2013), h. 215
7
Sekarang disebut Otoritas Jasa Keuangan.
8
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam; Tinjauan Teoretis dan

Praktis, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. Kedua, 2013), h. 220.
9
Burhanuddin S., Pasar Modal Syariah; Tinjauan Hukum, (Yogyakarta: UII Press

Yogyakarta, 2008), h. 47.


3

wajib tunduk pada regulasi yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan
dan Securities Commission.10
Untuk memberikan kepastian hukum dalam mengembangkan kegiatan
pasar modal syariah, diperlukan suatu kerangka hukum yang secara tegas
dapat mengatur hal tersebut. Hal ini dikarenakan penerapan prinsip-prinsip
syariah pada kegiatan pasar modal dianggap memiliki beberapa aspek
yang bersifat khusus, terutama yang menyangkut keterbukaan dan ketaatan
terhadap prinsip-prinsip syariah.11 Kerangka hukum dimaksud akan
menjadi pedoman umum yang menjadi standar baku bagi seluruh pelaku
dalam mengembangkan kegiatan pasar modal syariah, sehingga tidak ada
lagi asumsi atau interpretasi yang berbeda di antara para pelaku pasar.
Selain memberikan kepastian hukum, hal ini juga memberikan
perlindungan bagi seluruh pihak yang memiliki kepentingan dengan
kegiatan di pasar modal berbasis syariah.12
Kepastian hukum baik dari segi syariah maupun pengaturan oleh
pemerintah telah nyata berpengaruh terhadap keputusan masyarakat untuk
berinvestasi. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil penelitian yang dilakukan
oleh Hadi Peristiwo (2016)13, Ahmad Dahlan Malik (2017)14, Yuliana

10
Andri Soemitra, Masa Depan Pasar Modal Syariah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2014),

h. 97-98.
11
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta:

Kencana, 2008), h. 59.


12
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta:

Kencana, 2008), h. 59.


13
Hadi Peristiwo, “Analisis Minat Investor Di Kota Serang Terhadap Investasi Syariah Pada
Pasar Modal Syariah”, Islamiconomic: Jurnal Ekonomi Keuangan dan Bisnis Islam, Vol. 7, No. 1,
(Januari-Juni, 2016), h. 37-52.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kehalalan terhadap imbal hasil yang akan
diperoleh dalam berinvestasi efek-efek syariah serta keyakinan bahwa efek syariah tidak
bertentangan dengan prinsip syariah menjadi faktor yang paling menentukan minat investor untuk
berinvestasi syariah.
4

Susilowati (2017)15 yang pada intinya bila kepastian hukum dari segi
syariah telah terjamin dan diimplementasikan ke dalam peraturan maka
akan berpengaruh memunculkan keyakinan pada masyarakat atas investasi
di pasar modal syariah.
Dari sekian banyak instrumen di pasar modal, saham masih menjadi
jenis investasi yang paling sulit untuk dipercaya oleh masyarakat. Hasil
riset dari lembaga riset pemasaran, Inside ID16 (2018) mengungkapkan
hanya 17% responden yang berinvestasi di saham. Deputi Komisioner
Pengawasan Pasar Modal OJK, Sardjito (2016) mengatakan bahwa minat
masyarakat menabung saham masih rendah sebab sebagian besar
masyarakat beranggapan bahwa bermain saham merupakan kegiatan usaha
yang haram.17 Adapun solusi yang ditawarkan oleh negara adalah dengan
menyediakan instrumen investasi syariah, salah satunya saham syariah.
Tersedianya instrumen investasi syariah nyatanya belum mampu
mengikis sepenuhnya keraguan masyarakat yang ada. Seperti hasil
penelitian yang dilakukan oleh Emilia Septiani., dkk (2018) yang
menunjukkan bahwa 42% responden tidak berinvestasi di instrumen

14
Ahmad Dahlan Malik, “Analisa Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Minat Masyarakat
Berinvestasi di Pasar Modal Syariah Melalui Bursa Galeri Investasi UISI”, Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Islam, Vol. 3, No. 1, (Januari-Juni, 2017), h. 61-81.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel motivasi (yaitu harapan untuk
mendapatkan keuntungan berinvestasi di saham syariah, keberkahan, terjaminnya pendapatan yang
baik, halal, pengembangan keuangan syariah, dan menjadi pemilik perusahaan yang
diinvestasikan), berbanding positif terhadap pertimbangan investasi saham syariah.
15
Yuliana Susilowati, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Mahasiswa Akuntansi
Syariah Untuk Berinvestasi di Pasar Modal Syariah (Studi di IAIN Surakarta), Skripsi S1, IAIN
Surakarta, 2017.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Persepsi return, yaitu anggapan seseorang
terhadap tingkat bagi hasil yang diterima dalam sebuah investasi telah terjamin kehalalannya,
menjadi faktor keempat yang mempengaruhi minat investasi dengan nilai eigenvalue sebesar 2,127
dan mampu menjelaskan varians sebesar 5,317% .
16
https://investasi.kontan.co.id/news/riset-inside-id-orang-indonesia-lebih-suka-investasi-

emas-ketimbang-saham diakses pada 27 Januari 2019


17
https://www.antaranews.com/berita/591573/ojk-minat-masyarakat-menabung-saham-

masih-rendah diakses pada 10 Juli 2018.


5

investasi syariah dengan salah satu alasannya adalah masih merasa ragu-
ragu dengan sistem syariah dari produk investasi tersebut, bahkan ada
yang menyimpulkan bahwa kegiatan investasi yang dilakukan oleh
penyedia produk investasi syariah masih jauh dari Syariah Islam.18
Maka, selain melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat,
kerangka pengaturan di pasar modal syariah haruslah komprehensif dan
kuat sebab turut mempengaruhi terciptanya keyakinan pada pasar modal
syariah. Dengan memiliki landasan peraturan yang komprehensif serta
produk yang tersedia di pasar modal syariah terjamin kesyariahannya,
menambah keyakinan bagi investor untuk berinvestasi di pasar modal
syariah serta menjadi alasan bagi emiten untuk menerbitkan instrumen
investasi yang sesuai dengan syariah.
Berdasarkan permasalahan tersebut, Penulis menganalisa pengaturan
pada pasar modal syariah antara Indonesia dan Malaysia dengan
membandingkan pengaturan kedua negara tersebut. Penulis juga
memandang perlu untuk melakukan penelitian lebih mendalam guna
menganalisa pengaturan syariah terkait saham di Indonesia dan Malaysia
serta lebih lanjut mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan dari
pengaturan atas saham di pasar modal syariah di antara kedua negara
tersebut.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan penjabaran pada latar belakang terdapat beberapa
permasalahan yang Penulis temukan, yaitu:
1. Pasar modal telah berkembang sangat pesat baik di Indonesia
maupun di Malaysia. Namun mayoritas penduduk yang beragama
Islam, mendorong kebutuhan atas adanya instrumen pasar modal
yang sesuai syariah. Di samping itu investasi tidak dapat dilakukan
18
Emilia Septiani., dkk., “Analisis Persepsi Masyarakat Umum Terhadap Produk Investasi

Syariah dan Keputusan Untuk Berinvestasi”, Jurnal Distribusi, Vol. 6, No. 1, (Maret, 2018), h. 55-

68.
6

terhadap semua produk pasar modal karena di antaranya banyak


yang bertentangan dengan syariah.
2. Sejak meluncurkan pasar modal syariah, sudah banyak instrumen
investasi syariah yang tersedia di Indonesia maupun Malaysia.
Namun saham masih menjadi instrumen investasi yang kurang
dipercaya oleh masyarakat karena masih kuatnya anggapan haram
berinvestasi saham.
3. Diperlukan kerangka pengaturan yang kuat dan juga menyeluruh
agar seluruh aspek yang terdapat pada saham dapat dijamin
kesyariahannya. Sehingga masyarakat dapat percaya untuk
berinvestasi saham.

C. Pembatasan Masalah
Pada umumnya saham yang diterbitkan oleh sebuah perusahaan
(emiten) yang melakukan penawaran umum (Initial Public Offering) ada 2
(dua) macam, yaitu saham biasa (common share) dan saham preferen
(preference share). Pada saham biasa, para ahli fiqh kontemporer
memandang bahwa hukum saham biasa adalah boleh, karena tidak
memiliki keistimewaan dari yang lain, baik hak maupun kewajibannya.19
Sedangkan para ahli kontemporer memandang saham preferen sebagai
jenis saham yang harus dihindari karena tidak sesuai dengan ketentuan
secara syariah, sebab pemilik saham ini mempunyai hak mendapatkan
bagian dari kelebihan yang dapat dibagikan sebelum dibagikan kepada

19
Anwar Ibrahim, Materi Pengenalan Terhadap Prinsip-Prinsip Syariah yang dianut

Indonesia dalam Hubungan dengan Pasar Modal Syariah. Paper Seminar Pasar Modal Syariah,

Jakarta, 2003. Dikutip dari Nurul Huda dan Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga

Keuangan Islam; Tinjauan Teoretis dan Praktis, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet.

Kedua, 2013), h. 230.


7

pemilik saham biasa.20 Meskipun tidak sepopuler saham biasa, namun


saham preferen cukup berkembang, terutama di pasar modal yang sudah
maju. Bahkan akhir-akhir ini telah lahir produk-produk baru yang
merupakan pengembangan dari saham preferen ini, misalnya adjustable
rate preferred stock (ARPs) dan market auction preferred.21
Dengan adanya pandangan para ahli fiqh kontemporer dan
perkembangan saham preferen tersebut maka Penulis melakukan
penelitian terhadap kekuatan dan kekomprehensifan hukum di pasar modal
syariah Indonesia dan Malaysia dengan mengidentifikasi apakah kedua
negara tersebut telah membuat peraturan terkait saham preferen,
bagaimana persamaan dan perbedaan pengaturan diantaranya, serta
dampak dari pengaturan tersebut bagi para investor dan perkembangan
pasar modal syariah secara keseluruhan.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat dibuat rumusan masalah
yang dapat dirincikan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan mengenai saham preferen pada pasar modal
syariah di Indonesia dan Malaysia?
2. Bagaimana dampak hukum atas pengaturan saham preferen dalam
pasar modal syariah di Indonesia dan Malaysia?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :
20
Anwar Ibrahim, Materi Pengenalan Terhadap Prinsip-Prinsip Syariah yang dianut

Indonesia dalam Hubungan dengan Pasar Modal Syariah. Paper Seminar Pasar Modal Syariah,

Jakarta, 2003. Dikutip dari Nurul Huda dan Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga

Keuangan Islam; Tinjauan Teoretis dan Praktis, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet.

Kedua, 2013), h. 230.


21
Sawidji Widioatmodjo, Cara Cepat Investasi Saham Pemula, (Jakarta: PT. Elex Media

Komputindo, 2014), h. 77.


8

1. Mengetahui bagaimana pengaturan mengenai saham preferen pada


pasar modal syariah di Indonesia dan Malaysia berikut persamaan
dan perbedaannya.
2. Mengetahui dampak hukum atas pengaturan saham preferen dalam
pasar modal syariah di kedua Negara.
Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat
kepada banyak pihak, diantaranya:
1. Bagi Penulis sendiri, hasil penelitian ini menambah wawasan,
pengetahuan, dan pemahaman bagi Penulis sekaligus
mengimplementasikan ilmu yang telah diperoleh selama ini.
2. Bagi para akademisi, hasil penelitian ini dapat menambah
wawasan, pengetahuan, dan pemahaman serta melengkapi dan
memberikan informasi tentang perbandingan pengaturan saham
preferen pada pasar modal syariah di Indonesia dan Malaysia
beserta dampak hukumnya, sehingga diharapkan mampu menjadi
referensi untuk melanjutkan penelitian ini atau melakukan
penelitian sejenis.
3. Bagi para stakeholders dan pemangku kepentingan, agar bisa
menjadi acuan maupun saran dalam mengeluarkan kebijakan
maupun upaya mengembangkan pasar modal syariah terutama
saham syariah.
4. Bagi masyarakat, agar lebih mengenal dan menambah wawasan
mengenai hukum dalam berinvestasi saham syariah, terutama
hukum berinvestasi saham preferen.

F. Metodologi Penelitian
Penelitian adalah pendekatan ilmiah yang dilakukan oleh manusia
secara sistematis, melalui uji coba, eksperimen dan hasilnya diberi
argumentasi atau penjelasan dan alasan-alasan, dengan tujuan untuk
menemukan kebenaran guna memuaskan rasa ingin tahu manusia atas
9

persoalan tertentu.22 Penelitian hanya dapat dilakukan dengan


menggunakan metode, yaitu tata cara atau prosedur yang harus ditempuh
dalam suatu kegiatan, dalam hal ini kegiatan tersebut adalah kegiatan
penelitian hukum.23
Dapat disimpulkan dari keterangan di atas bahwa Metodologi
Penelitian dalam konteks ini adalah tata cara atau prosedur yang ditempuh
dalam pendekatan ilmiah yang dilakukan oleh Penulis dan hasil
pendekatan tersebut akan menjawab permasalahan penelitian serta tujuan
penelitian Penulis. Adapun metodologi peneltian yang digunakan oleh
Penulis dalam penulisan skripsi ini dijabarkan sebagai berikut:
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan
(statute approach). Pendekatan undang-undang (statute approach)
dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang
bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani (diteliti).24
Setelah mendapatkan hasil dari pendekatan tersebut, selanjutnya
dilakukan pendekatan perbandingan (comparative approach) agar
dapat ditemukan unsur-unsur persamaan dan perbedaan dari kedua
negara tersebut. Studi perbandingan hukum merupakan kegiatan untuk
membandingkan hukum suatu Negara dengan hukum Negara lain atau
hukum dari suatu waktu tertentu dengan hukum dari waktu yang lain.
Studi perbandingan hukum ini bermanfaat bagi penyingkapan latar
belakang terjadinya ketentuan hukum tertentu untuk masalah yang

22
Tommy Hendra Purwaka, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas

Atma Jaya, 2007), h. 5-7.


23
Tommy Hendra Purwaka, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas

Atma Jaya, 2007), h. 9.


24
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group,

Cetakan Kesembilan, 2014), h. 133.


10

sama dari dua Negara atau lebih. Penyingkapan ini dapat dijadikan
rekomendasi bagi penyusunan atau perubahan undang-undang.
2. Tipologi Penelitian
Bentuk dari penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan
menggunakan metode penelitian perbandingan hukum.
3. Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu
data yang diperoleh langsung dari sumber pertama dan data sekunder.
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum
primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Dalam hal ini yang
digunakan adalah Peraturan-Peraturan dan Peraturan Perundang-
undangan. Selain itu, data primer yang juga digunakan hasil
wawancara ke Otoritas Jasa Keuangan, Dewan Syariah Nasional–
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), serta ke Anggota Shariah
Advisory Council-Securities Commission (SAC-SC). Adapun data
sekunder yang digunakan yaitu bahan hukum yang terdiri dari:
a. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan
undang-undang, hasil-hasil penelitian, dan pendapat pakar
hukum maupun buku, artikel, laporan penelitian, dan berbagai
karya tulis ilmiah lainnya yang isinya turut membahas bahan
hukum primer.25
b. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder. Dalam hal ini yang digunakan adalah kamus
Bahasa Inggris-Bahasa Indonesia, kamus Bahasa Melayu-
Bahasa Indonesia, kamus hukum, dan lain-lain.26

25
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), h. 103.
26
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2004), h.31-32.


11

4. Sumber Data
Adapun bahan hukum primer yang dijadikan sumber data pada
penelitian ini antara lain:
a. Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No. 40/DSN-MUI/X/2003
tentang Pasar Modal Dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip
Syariah Di Bidang Pasar Modal;
b. Resolution from The 20th Shariah Advisory Council Of The
Securities Commission Malaysia Meeting (14 Juli 1999) dan
Resolution from The 193rd Shariah Advisory Council Of The
Securities Commission Malaysia Meeting (19 Januari 2017);
c. Securities Commission Act tahun 1993;
d. Company Act tahun 2016;
e. Shariah Screening Methodology Securities Commission
Malaysia‟s (SC) Shariah Advisory Council (SAC);
f. Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.
g. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 17/POJK.04/2015
tentang Penerbitan Dan Persyaratan Efek Syariah Berupa
Saham Oleh Emiten Syariah Atau Perusahaan Publik Syariah;
h. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35 /POJK.04/2017
tentang Kriteria Dan Penerbitan Daftar Efek Syariah;
i. Wawancara ke Otoritas Jasa Keuangan, Anggota Shariah
Advisory Council-Securities Commission (SAC-SC), dan
Dewan Syariah Nasional–Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI).
Selain menggunakan bahan hukum primer, Penulis juga
menggunakan bahan hukum sekunder yaitu seluruh literatur terkait
penelitian ini seperti buku, jurnal, hasil penelitian terdahulu, berita-
berita, dan lainnya. Penulis juga menggunakan bahan hukum tersier
yaitu kamus Bahasa Inggris-Indonesia untuk menerjemahkan data
penelitian yang menggunakan Bahasa Inggris.
12

5. Objek Penelitian Data


Objek penelitian dalam tulisan ini adalah Peraturan Saham
Preferen di Indonesia dan Malaysia. Berdasarkan sumbernya penelitian
ini menggunakan data primer yaitu peraturan-peraturan dan peraturan
perundang-undangan yang terdiri dari Fatwa Dewan Syari'ah Nasional
No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum
Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, Resolution from
The 20th SAC-SC Meeting (14 Juli 1999) dan Resolution from The
193rd SAC-SC Meeting (19 Januari 2017), Securities Commission Act
tahun 1993, Companies Act tahun 2016, Shariah Screening
Methodology Securities Commission Malaysia‟s (SC) Shariah
Advisory Council (SAC), Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, POJK No. 17/POJK.04/2015 tentang
Penerbitan dan Persyaratan Efek Syariah Berupa Saham Oleh Emiten
Syariah Atau Perusahaan Publik Syariah, dan POJK Nomor 35
/POJK.04/2017 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah.
Selain itu, data primer yang digunakan juga berupa hasil
wawancara ke Otoritas Jasa Keuangan, Anggota Shariah Advisory
Council-Securities Commission (SAC-SC), dan Dewan Syariah
Nasional–Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Adapun data
sekundernya berupa literatur seperti buku, jurnal, hasil penelitian
terdahulu, dan berita-berita yang terkait dengan pengaturan saham
preferen pada pasar modal syariah di Indonesia dan Malaysia.
6. Metode atau Alat Pengumpul Data
Metode atau alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian ini adalah studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum yang
berkaitan dengan penelitian ini, baik bahan hukum primer maupun
bahan hukum sekunder. Penelusuran bahan-bahan hukum tersebut
dilakukan dengan membaca buku-buku, dokumen, maupun
penelusuran melalui internet terkait data penelitian.
13

Selain itu, dilakukan wawancara kepada pihak-pihak yang menjadi


informan penelitian. Data yang diperoleh dari informan hanya akan
dianggap valid apabila informan menjawab semua pertanyaan yang
diberikan kepadanya dengan rasa bebas, aman, tidak ada rasa takut,
malu, cemas, dan tidak ada tekanan maupun paksaan dari pihak
manapun.
7. Teknik Analisa Data
Setelah data dikumpulkan maka selanjutnya dilakukan pengolahan
data dengan melakukan seleksi bahan hukum kemudian diklasifikasi
menurut penggolongan bahan hukum dan disusun data tersebut secara
sistematis dan logis, dalam artian ada hubungan dan keterkaitan serta
dapat dibandingkan antara bahan hukum satu dengan bahan hukum
lainnya untuk mendapatkan gambaran umum dari hasil penelitian.
Hasil dari pengolahan data tersebut kemudian dianalisis dengan
teori-teori yang terdapat pada bab II. Analisa yang dilakukan
menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan
pendekatan perbandingan (comparative approach) serta bersifat
deskriptif yakni memberikan gambaran atau pemaparan atas objek
penelitian , dan preskriptif yakni terdapat argumentasi yang diberikan
atas hasil penelitian yang telah dilakukan.27
Tabel 1.1
Teknik Analisa Data Penelitian

Pendekatan Perundang- Pendekatan Perundang-


undangan di Indonesia undangan di Malaysia

Fatwa DSN No. 40/DSN- Pendekatan Resolution from The


MUI/X/2003 tentang Pasar Perbandingan 20th SAC-SC Meeting
Modal Dan Pedoman (14 JulI 1999) dan

27
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cetakan Ketiga, 2015), h. 180-188.


14

Umum Penerapan Prinsip Resolution from The


Syariah Di Bidang Pasar 193rd SAC-SC Meeting
Modal (19 JanuarI 2017)

UU No. 40 tahun 2007 Company Act tahun


tentang Perseroan Terbatas 2016

POJK No. Securities Commission


17/POJK.04/2015 tentang Act tahun 1993
Penerbitan dan Persyaratan
Efek Syariah Berupa
Saham Oleh Emiten
Syariah Atau Perusahaan
Publik Syariah

POJK No. Shariah Screening


35/POJK.04/2017 tentang Methodology SAC-SC
Kriteria dan Penerbitan
Daftar Efek Syariah

8. Metode Penulisan
Penulis menggunakan Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas
Syariah dan Hukum yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tahun 2017 sebagai acuan penyusunan dan penulisan
penelitian ini.
15

G. Kerangka Konseptual

Pengaturan Saham Preferen pada Pengaturan Saham Preferen


Pasar Modal Syariah di pada Pasar Modal Islam di
Indonesia Malaysia

Analisa Perbandingan Pengaturan

Persamaan Perbedaan

Dampak pengaturan saham preferen

H. Sistematika Penulisan
Pada penelitian ini, Penulis membagi sistematika penulisan skripsi
ke dalam lima BAB, diantaranya sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN, Bab ini memuat latar belakang
masalah, identifikasi, batasan masalah dan rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, metode penelitian, kerangka konseptual, dan
sistematika penulisan skripsi.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, Bab ini memuat teori-teori yang
akan Penulis gunakan dan tinjauan kajian terdahulu terkait saham preferen
dan pengaturan di kedua negara.
BAB III GAMBARAN UMUM, Bab ini memuat penjelasan-
penjelasan mengenai gambaran umum pengaturan di pasar modal syariah
di Indonesia dan Malaysia, lembaga yang terlibat berikut perannya serta
pengaturan saham preferen di pasar modal syariah kedua negara.
BAB IV ANALISIS PENGATURAN SAHAM PREFEREN
PADA PASAR MODAL SYARIAH DI INDONESIA DAN MALAYSIA,
Bab ini membahas mengenai temuan atas data yang dipaparkan pada bab
III, perbedaan dan persamaan antara pengaturan saham preferen di
Indonesia dan Malaysia, serta dampak dari peraturan tersebut.
BAB V PENUTUP, Bab ini berisi kesimpulan penelitian dan
saran-saran yang konstruktif atas hasil penelitian.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pasar Modal Syariah


Pasar modal adalah semua kegiatan yang bersangkutan dengan
perdagangan surat-surat berharga yang telah ditawarkan kepada publik
yang akan atau telah diterbitkan oleh emiten sehubungan dengan
penanaman modal atau peminjaman uang dalam jangka menengah/panjang
termasuk instrumen derivatifnya.28
Fungsi ekonomi dari pasar modal adalah menyediakan fasilitas untuk
memindahkan dana dari lender (pemilik dana) ke borrower (penerima
dana) dengan menginvestasikan kelebihan dana yang dimiliki pemberi
dana (lender) dengan mengharapkan akan mendapatkan imbalan dari
penyertaan dana tersebut. Adapun fungsi pasar modal bagi borrower
adalah tersedianya dana dari pihak luar yang memungkinkan borrower
(biasanya perusahaan) tersebut melakukan pengembangan kegiatan bisnis
tanpa harus menunggu dana dari hasil produksi perusahaan.29
Fungsi serupa juga dilakukan oleh lembaga keuangan lainnya, semisal
perbankan, namun yang membedakan adalah dana yang diperoleh dari
pasar modal akan dimasukkan sebagai modal dan penyertaan dananya
berjangka panjang (biasanya lebih dari satu tahun), sedangkan dana dari
perbankan adalah dana passiva (utang) yang akan jatuh tempo dalam
waktu yang ditentukan.30 Oleh sebab itulah investasi di pasar modal
disebut sebagai investasi jangka panjang.
28
Abdul Manan, Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah

Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 77.


29
Moh. Irsan Nasarudin, dkk., Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Kencana,

2011, Cet. Ketujuh), h. 13-14.


30
Moh. Irsan Nasarudin, dkk., Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Kencana,

2011, Cet. Ketujuh), h. 14.

16
17

Adapun pengertian dari pasar modal syari‟ah (Islamic stock exchange)


adalah kegiatan yang berhubungan dengan perdagangan efek syariah
perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta
lembaga profesi yang berkaitan dengannya, di mana semua produk dan
mekanisme operasionalnya berjalan tidak bertentangan dengan hukum
muamalat Islamiyah.31
B. Saham Preferen
Saham merupakan instrumen penyertaan modal seseorang atau
lembaga dalam suatu perusahaan.32 Menurut Gatot Supranomo, saham
adalah surat tanda bukti penyertaan modal pada sebuah perseroan terbatas
yang mempunyai nilai ekonomi sehingga dapat diperjual belikan atau
dijaminkan utang.33
Dalam praktik terdapat beberapa jenis saham yang dapat dibedakan
menurut cara peralihan dan manfaat yang diperoleh pemegang saham.
Menurut cara peralihan terdapat dua jenis saham, yaitu:
1. Saham atas Unjuk (Bearer Stock), adalah saham yang tidak
mempunyai nama pemilik saham tersebut.
2. Saham atas Nama (Registered Stock), adalah saham yang ditulis
dengan jelas siapa pemiliknya.

Adapun jenis saham dilihat dari segi kemampuan dalam hak tagih,
menurut Darmadji, dkk., dapat dibagi menjadi dua, yaitu saham biasa

31
Ahmad Rodomi, Investasi Syariah, (Tangerang: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h.

62.
32
Moh. Irsan Nasarudin, dkk., Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Kencana,

2011, Cet. Ketujuh), h. 188.


33
Gatot Supramono, Transaksi Bisnis Saham & Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan,

(Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), h. 5.


18

(common share) dan saham preferen (preference share).34 Saham biasa


adalah saham yang menempatkan pemiliknya pada posisi paling akhir
dalam hal pembagian dividen dan hak atas harta kekayaan perusahaan
apabila perusahaan tersebut mengalami likuidasi.35 Namun pemegang
saham biasa memiliki kewajiban yang terbatas. Artinya, jika perusahaan
bangkrut, kerugian maksimum yang ditanggung oleh pemegang saham
adalah sebesar investasi pada saham tersebut.36
Adapun saham preferen (preference share) adalah penanaman modal
atau kepemilikan pada suatu perusahaan pada tingkat terbatas. 37 Saham
preferen merupakan gabungan (hybrid) antara obligasi dan saham biasa.
Artinya, di samping memiliki karakteristik seperti obligasi, juga memiliki
karakteristik saham biasa.38
Karakteristik obligasi misalnya, saham preferen memberikan hasil
yang tetap, seperti bunga obligasi. Biasanya saham preferen memberikan
pilihan tertentu atas hak pembagian dividen. Ada pembeli saham preferen
yang menghendaki penerimaan dividen yang besarnya tetap setiap tahun
(seperti yang terjadi pada obligasi), ada pula yang menghendaki
didahulukan dalam pembagian keuntungan perusahaan, dan lain
sebagainya. Karena investor saham preferen bisa memilih haknya sesuai

34
Gatot Supramono, Transaksi Bisnis Saham & Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan,

(Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), h. 6.


35
Moh. Irsan Nasarudin, dkk., h. 190.
36
Gatot Supramono, Transaksi Bisnis Saham & Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan,

(Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), h. 6.


37
Andy Porman Tambunan, Menilai Harga Wajar Saham, (Jakarta; PT. Elex Media

Komputindo, 2008), h. 2.
38
Sawidji Widioatmodjo, Cara Cepat Investasi Saham Pemula, (Jakarta; PT. Elex Media

Komputindo, 2014), h. 77.


19

dengan kehendaknya, maka saham preferen sering disebut saham


istimewa.39
Kemudian dikatakan memiliki karakteristik saham biasa, sebab tidak
selamanya saham preferen bisa memberikan penghasilan seperti
dikehendaki pemegangnya. Jika suatu ketika emiten mengalami kerugian,
maka pemegang saham preferen bisa tidak menerima pembayaran dividen
yang sudah ditetapkan sebelumnya.40
Ketentuan pokok saham preferen antara lain:41
1. Hak prioritas atas aktiva dan laba;
2. Punya nilai pari (par value), yaitu jumlah yang harus dibayar atas
saham preferen bila terjadi likuidasi;
3. Dividen kumulatif, yaitu sifat pelindung pada saham preferen yang
mempersyaratkan agar dividen tertunggak dibayarkan lebih dulu
sebelum dividen saham biasa dapat dibayarkan;
4. Convertibility, yaitu saham preferen dapat ditukar dengan saham
biasa sesuai dengan keinginan pemegang saham preferen;
5. Hak suara, yaitu pemegang saham preferen diberi hak suara dalam
pemilihan direksi bila perusahaan yang bersangkutan belum
membayar dividen untuk periode tertentu;
6. Hak partisipasi, yang adakalanya saham preferen berpartisipasi
dengan saham biasa dalam hal pembagian laba perusahaan;
7. Tanggal jatuh tempo (maturity date);

39
Sawidji Widioatmodjo, Cara Cepat Investasi Saham Pemula, (Jakarta: PT. Elex Media

Komputindo, 2014), h. 77.


40
Sawidji Widioatmodjo, Cara Cepat Investasi Saham Pemula, (Jakarta: PT. Elex Media

Komputindo, 2014), h. 78.


41
Farah Margaretha, Teori dan Aplikasi Manajemen Keuangan Investasi dan Sumber Dana

Jangka Panjang), (Jakarta: Grasindo, 2005), h. 164-165


20

8. Call provision, yaitu perusahaan harus membayar jumlah yang


lebih besar dari nilai pari saham preferen yang disebut call
premium.

Dalam prakteknya ada beberapa jenis saham preferen di pasar modal,


antara lain:
1. Convertible and Non Convertible Preference Shares. Convertible
Preference Shares adalah jenis saham yang memberikan hak
kepada pemegangnya untuk mengonversi saham yang dipegangnya
ke dalam bentuk instrumen investasi lain yang diterbitkan oleh
perusahaan. Biasanya, hak tersebut merupakan hak untuk
mengonversi saham preferen ke saham biasa. Nilai dari konversi
saham tersebut ditentukan oleh perusahaan.42 Pada umumnya,
konversi pada Convertible Preference Shares dilakukan atas
permintaan dari investor, namun terdapat beberapa situasi di mana
perusahaan penerbit dapat mewajibkan konversi atas saham jenis
ini.43 Adapun Non Convertible Preference Shares tidak memiliki
hak konversi tersebut tetapi memiliki semua karakteristik lainnya
yang biasa terdapat pada saham preferen.44
2. Redeemable and Irredeemable Preference Shares. Redeemable
Preference Shares adalah saham di mana perusahaan harus
membayar sejumlah tertentu kepada pemegang saham tersebut saat
saham yang dimaksud dilepas oleh sang pemegang saham.

42
Wong Partnership, LLP., Type of Instruments, h. 1. Dokumen diakses dari

https://www.wongpartnership.com/index.php/files/download/1542/27102014_types-of-

investment-instruments.pdf pada 14 Agustus 2018.


43
Alin-Eliodor Tănase dan Traian-Ovidiu1 Calotă, “Type of Shares”, Romanian Economic

and Business Review, Vol. 9, No. 1, 2014, h. 11.


44
https://efinancemanagement.com/sources-of-finance/types-of-preference-shares diakses

pada 18 Juli 2018.


21

Pelepasan saham preferen jenis ini dapat dilakukan pada waktu


yang telah ditentukan atau setelah jangka waktu tertentu,
berdasarkan keputusan dari pemegang saham atau keputusan dari
perusahaan yang menerbitkan saham tersebut.45 Adapun
Irredeemable Preference Shares tidak memiliki waktu jatuh tempo
yang membuat instrumen ini sangat mirip dengan saham biasa
kecuali dengan adanya dividen yang tetap pada saham ini dan
pemegang Irredeemable Preference Shares dapat menikmati
prioritas dalam pembayaran dividen dan modal yang lebih dari
saham biasa. Karena tidak adanya jatuh tempo, saham preferen
jenis ini juga dikenal sebagai Perpetual Preference Share
Capital.46
3. Participating and Non-Participating Preference Shares. Pemegang
saham jenis Participating Preference Shares memiliki hak untuk
menerima bagian dari keuntungan perusahaan sesuai kondisi yang
telah ditentukan sebelumnya. Pembagian keuntungan ini dapat
merupakan tambahan dari dividen saham yang telah disepakati
sebelumnya atau tambahan lain yang menyesuaikan dengan
dividen saham biasa. Dividen tambahan yang dibayarkan ke
pemegang saham preferen biasanya dibayarkan apabila dividen
yang diterima oleh pemegang saham biasa melebihi jumlah per-
saham yang telah ditentukan. Pada umumnya saham preferen
berbentuk Non-Participating Preference Shares. Misalnya terdapat
pernyataan “sebagai ganti untuk hak preferensinya, hak-hak lain
atau hak istimewa dari pemegang saham preferen dibatasi.

45
Wong Partnership, LLP., Type of Instruments, h. 1. Dokumen diakses dari

https://www.wongpartnership.com/index.php/files/download/1542/27102014_types-of-

investment-instruments.pdf pada 14 Agustus 2018.


46
https://efinancemanagement.com/sources-of-finance/types-of-preference-shares diakses

pada 18 Juli 2018.


22

Misalnya, hak suara hanya terbatas pada pemegang saham biasa


saja”.47
4. Cumulative And Non-Cumulative Preference Shares. Cumulative
Preference Shares adalah bentuk saham preferen di mana
pembayaran dividennya harus diakumulasikan jika perusahaan
penerbit saham preferen tersebut tidak menghasilkan keuntungan
yang cukup untuk membagi dividen, misalnya jika dividen tidak
dibayarkan pada satu tahun tertentu, maka pembayarannya akan
dilakukan pada tahun-tahun berikutnya. Adapun dalam Non-
Cumulative Preference Shares, apabila perusahaan penerbit saham
preferen tidak dapat membayar dividen karena keuntungan yang
diperoleh perusahaan tidak mencukupi, maka pembayaran dividen
tidak akan diakumulasikan. Dalam arti lain, para pemegang saham
Non-Cumulative Preference Shares tidak mendapatkan dividen
atas keuntungan perusahaan pada tahun tersebut. Secara prinsip,
Saham Preferen merupakan saham yang diakumulasikan
dividennya (Cumulative Preference Shares), kecuali dinyatakan
sebaliknya.48
5. Increasing Rate Preference Shares adalah saham yang diterbitkan
dengan diskon dan memberikan dividen awal yang rendah untuk
mengkompensasi perusahaan penerbit saham tersebut karena
menjualnya dengan harga diskon.49

47
Alin-Eliodor Tănase dan Traian-Ovidiu1 Calotă, “Type of Shares”, Romanian Economic

and Business Review, Vol. 9, No. 1, 2014, h. 11.


48
Johannesburg Stock Exchange, Preference Shares. Dokumen diakses dari

https://www.jse.co.za/content/JSEEducationItems/PreferenceShares.pdf pada 14 Agustus 2018.


49
https://www.coursehero.com/file/p2ps164/Increasing-rate-preference-shares-are-shares-

that-are-issued-at-a-discount-and/ diakses pada 18 September 2018.


23

Nyatanya, saham preferen tetap diminati sebagai pilihan instrumen


investasi oleh para investor di pasar modal. Adapun kelebihan yang
ditawarkan oleh saham preferen kepada investor dapat dijabarkan sebagai
berikut:50
1. Pengembalian modal oleh perusahaan setelah perusahaan
melakukan pembayaran kepada kreditur ketika perusahaan
tersebut bangkrut. Kedudukan pemegang saham preferen dalam
konteks pengembalian modal di saat perusahaan di likuidasi lebih
tinggi daripada pemegang saham biasa.
2. Pemegang saham preferen menerima bagi hasil yang lebih tinggi
daripada kreditor sebab risikonya yang lebih tinggi.
3. Pemegang saham preferen memiliki jaminan pembayaran dividen
yang lebih baik daripada pemegang saham biasa sebab saham
preferen biasanya memiliki pembayaran dividen yang tetap.
4. Pemegang saham preferen dijamin untuk mendapatkan dividen
dengan persentase yang ditentukan jika perusahaan mengalami
keuntungan.

Adapun disamping kelebihan-kelebihan yang ada pada saham preferen,


terdapat pula kekurangannya. Kekurangan saham preferen bagi para
investor antara lain:51
1. Meskipun pemegang saham preferen lebih diutamakan daripada
pemegang saham biasa saat likuidasi perusahaan dan pengembalian
modal, namun kedudukan pemegang saham preferen masih lebih
rendah dibandingkan kreditur atau pemegang obligasi. Sehingga
perusahaan harus menyelesaikan pembayaran utang maupun
obligasi dahulu sebelum mengembalikan modal maupun
pembayaran dividen kepada pemegang saham preferen.
50
Johannesburg Stock Exchange, Preference Shares. Dokumen diakses dari

https://www.jse.co.za/content/JSEEducationItems/PreferenceShares.pdf pada 24 September 2018.


51
“A Haven in Times of Volatility”, The Business Times Weekend, 26-27 Februari 2011.
24

2. Pemegang saham preferen biasanya tidak mempunyai hak suara


dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan juga tidak
berhak untuk menghadiri rapat tersebut.
3. Sama seperti obligasi, setiap peningkatan atau penurunan suku
bunga dapat memengaruhi nilai pasar saham preferen.
Meningkatnya suku bunga dimaknai negatif, sebab investor
memiliki pilihan sumber lain untuk mendapatkan pemasukan yang
tetap dan terjamin. Adapun penurunan suku bunga membuat saham
preferen dengan dividen tinggi yang tetap menjadi lebih menarik.
Sejauh ini, para investor cenderung memilih saham preferen
sebagai instrumen investasi alternatif daripada instrumen tabungan
dengan bunga yang rendah, meskipun saham preferen memiliki
lebih banyak risiko.
4. Saham preferen juga dapat dipengaruhi oleh inflasi. Semakin tinggi
inflasi berdampak negatif terhadap nilai saham preferen, sebab
dengan dividen yang telah ditetapkan tidak memungkinkan untuk
dipenuhi di saat tingginya harga barang maupun jasa. Hal ini dapat
memengaruhi nilai dari saham preferen tersebut.
5. Pada saham preferen jenis redeemable preference share, biasanya
perusahaan mengambil tindakan untuk menebus (redeem) saham
tersebut saat suku bunga sedang mengalami penurunan, dan
perusahaan dapat menerbitkan kembali saham preferen dengan
biaya yang lebih rendah.

Selain bagi investor, penerbitan saham preferen juga memiliki


keuntungan dan kelemahan tersendiri bagi perusahaan, yaitu:
1. Untuk memenuhi kehendak dari para investor.
2. Adanya pilihan untuk menebus (redeem) kembali saham preferen
sebelum tanggal jatuh tempo (maturity date) memberikan
kemudahan bagi perusahaan untuk menggunakan saham preferen
25

sebagai sumber dana khusus maupun untuk menghindari risiko dari


suku bunga.
3. Sebagai alternatif dari penerbitan obligasi untuk menghindari rasio
debt-to-equity yang tinggi, sebab saham preferen tergolong ekuitas.
Sebab semakin rendah rasio debt-to-equity semakin menarik bagi
para investor untuk berinvestasi di perusahaan tersebut.
4. Sebagai upaya untuk mengontrol kendali di perusahaan sebab
pemegang saham preferen tidak mempunyai hak suara.52

Adapun kelemahan saham preferen bagi perusahaan adalah saham


preferen tidak mengurangi kewajiban pajak yang harus dibayar. Sehingga
kebanyakan perusahaan lebih memilih untuk menerbitkan obligasi
daripada saham preferen dengan pertimbangan kewajiban pajak tersebut.
Atau perusahaan menerbitkan saham preferen, namun biasanya dalam
jumlah yang kecil, kurang dari 10% atas jumlah keseluruhan sumber
pendanaan perusahaan.53

C. Fatwa Ekonomi Syariah


Aktivitas perekonomian seperti pasar modal syariah yang dilakukan
oleh manusia termasuk dalam kegiatan mu’amalah, yaitu suatu kegiatan
yang mengatur hubungan perniagaan. Menurut kaidah fiqh, hukum asal
dari kegiatan mu’amalah yaitu “Pada dasarnya, semua bentuk mu’amalah
boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”. Karena
hukum asal dari mu’amalah yang pada dasarnya dibolehkan, cakupan yang
diatur dalam bidang mu’amalah terkhusus mu’amalah maliyyah (transaksi
perniagaan) menjadi sangat luas. Di sinilah fatwa para ulama sangat
dibutuhkan dan mempunyai peran penting dalam hukum Islam.

52
https://www.investopedia.com/ask/answers/040915/what-are-advantages-and-disadvantages-

preference-shares.asp diakses pada 24 September 2019.


53
https://www.cnbc.com/id/44517614 diakses pada 24 September 2019.
26

Fatwa (jamak: fatawa) secara bahasa berarti petuah, nasihat, jawaban


pertanyaan hukum. Adapun secara istilah fatwa dapat dipahami sebagai
pendapat mengenai suatu hukum dalam Islam yang merupakan tanggapan
atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa dan
tidak mempunyai daya ikat. Tindakan memberi fatwa disebut futya atau
ifta, suatu istilah yang juga merujuk pada profesi memberi nasihat. 54
Fatwa di samping memberikan solusi terhadap pertanyaan yang
diajukan juga berfungsi sebagai alat dalam merespon perkembangan
permasalahan yang bersifat kekinian atau kontemporer. Dalam hal ini
fatwa bisa memberikan kepastian dalam memberikan status hukum pada
suatu masalah yang muncul. Tanpa adanya fatwa, suatu permasalahan
boleh jadi tidak dapat terpecahkan yang akhirnya membuat umat bisa
mengalami kebingungan. Fatwa sebagai instrumen untuk menetapkan
suatu hukum sangat penting posisinya dalam memberikan legitimasi
terhadap legalitas segala suatu, termasuk transaksi ekonomi.55
Fatwa yang harus dikeluarkan dengan menggunakan pranata ijtihad
merupakan upaya sungguh-sungguh dalam menjawab permasalahan baru
yang muncul digali dari dua sumber hukum Islam tersebut (Al-Qur‟an dan
Sunnah).56 Upaya sungguh-sungguh untuk menjawab hukum dari

54
Moh. Mufid, Ushul Fiqh Ekonomi dan Keuangan Kontemporer: Dari Teori ke Aplikasi,

(Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), h. 215.


55
Ma‟ruf Amin, “Solusi Hukum Islam (Makharij Fiqhiyyah) sebagai Pendorong Arus Baru

Ekonomi Syariah di Indonesia (Kontribusi Fatwa DSN-MUI dalam Peraturan Perundang-

undangan RI)”. Kementerian Agama, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,

2017, ,h. 9.
56
Ma‟ruf Amin, “Solusi Hukum Islam (Makharij Fiqhiyyah) sebagai Pendorong Arus Baru

Ekonomi Syariah di Indonesia (Kontribusi Fatwa DSN-MUI dalam Peraturan Perundang-

undangan RI)”. Kementerian Agama, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,

2017, h.6.
27

permasalahan baru tersebut membutuhkan skill dan persyaratan-


persyaratan yang sangat ketat.
Hal itu tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang, hanya orang-orang
yang telah memenuhi kriteria dan syarat-syaratnya saja yang
diperbolehkan untuk melakukan ijtihad. Jikalau ijtihad dilakukan oleh
setiap orang tanpa mengindahkan kriteria dan syarat-syaratnya maka
pranata ijtihad ini bukan membawa kebaikan pada agama, akan tetapi
malah membawa kekacauan dan kehancuran bagi agama.
Oleh karena itu, di berbagai negara yang memiliki warga beragama
Islam dibentuklah lembaga khusus baik dibentuk secara resmi oleh negara
maupun atas inisiasi warganya sendiri, yang memberikan fatwa bagi warga
beragama Islam di negara tersebut terkait berbagai hal termasuk
didalamnya perihal ekonomi syariah.
Pada lembaga tersebut, terdapat orang-orang yang berkompetensi
untuk memberikan fatwa, setelah orang-orang tersebut dinilai telah
memenuhi syarat sebagai mufti. Maka, bagi orang yang tidak mampu
melaksanakan ijtihad sendiri, wajib baginya untuk mengikuti pendapat
para mufti yang telah terpercaya kemampuannya tersebut.57
Di Indonesia, wewenang untuk memberikan fatwa terkait ekonomi
syariah berada pada Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI). Adapun Malaysia memiliki dua lembaga fatwa terkait
ekonomi syariah. Pertama, Sharia Advisory Council (SAC) dalam Bank
Negara Malaysia yang berfungsi memberikan fatwa untuk bidang
perbankan, asuransi dan lembaga keuangan. Kedua, Sharia Advisory

57
Ma‟ruf Amin, “Solusi Hukum Islam (Makharij Fiqhiyyah) sebagai Pendorong Arus Baru

Ekonomi Syariah di Indonesia (Kontribusi Fatwa DSN-MUI dalam Peraturan Perundang-

undangan RI)”. Kementerian Agama, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,

2017, h. 8.
28

Council dalam The Malaysian Securities Commision yang bertugas


memberikan fatwa bidang pasar modal dengan prinsip syariah.58
Fatwa pada kenyatannya tidak dapat mengikat secara umum, terbatas
mengikat kepada peminta fatwa (mustafti). Produk ijtihad itu (fatwa), baru
memiliki kekuatan mengikat jika sudah beralih menjadi keputusan hakim
(qadhi), mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak yang
bersangkutan, atau ketika beralih menjadi keputusan pemegang kekuasaan
umum (khalifah, sulthan, waliy al-amri), maka ia mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat bagi masyarakat umum.59
Oleh karena itu, untuk menjadikan kedudukan fatwa lebih kuat dengan
mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak yang dirasa perlu
mematuhinya demi terciptanya kepatuhan syariah terutama di ranah
ekonomi, maka fatwa tersebut harus ditransformasikan maupun
dipositivisasikan ke dalam undang-undang yang dikeluarkan oleh
pemerintah maupun peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga yang
berwenang.

D. Fatwa Ekonomi Syariah dalam Peraturan Perundang-undangan di


Indonesia
Telah disebutkan sebelumnya bahwa fatwa tidak memiliki kekuatan
mengikat secara hukum, kecuali apabila fatwa tersebut beralih menjadi
keputusan hakim (qadhi), atau beralih menjadi keputusan pemegang
kekuasaan umum yang diakui mempunyai kekuatan hukum yang mengikat
bagi masyarakatnya.
Di Indonesia, suatu ketetapan yang diakui dapat mengikat secara
umum disebut sebagai Peraturan Perundang-undangan. Berlandaskan pada

58
Yeni Salma Barlinti, “Urgensi Fatwa dan Lembaga Fatwa Dalam Ekonomi Syariah‖,

Jurnal Hukum dan Pembangunan, No.1 (Januari –Maret, 2012), h. 106.


59
Toha Andiko, “Peluang dan Tantangan dalam Pembaruan Hukum Islam”, Nuansa, Vol. 2,

No. 1 (September, 2010), h. 184.


29

Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan, pada Pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa Peraturan
Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum
yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga
negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan
dalam Peraturan Perundang-undangan
Dijelaskan pada Pasal 7 ayat (1) UU No.12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bahwa yang termasuk jenis
dan hierarki Peraturan Perundang-undangan dan dapat diakui secara umum
serta memiliki kekuatan mengikat adalah:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Selanjutnya menurut Pasal 8: “Jenis Peraturan Perundang-undangan


selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan
yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung,
Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial,
Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat
yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah
Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota,
Kepala Desa atau yang setingkat”.
Berdasarkan Pasal 7 dan 8 di atas, fatwa tidak termasuk salah satu
jenis peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang.
Oleh karena itu ia tidak bisa berlaku secara serta merta. Fatwa baru dapat
30

mengikat hukum secara umum apabila sudah dipositivisasikan menjadi


hukum positif. Maka Pemerintah mengawali upaya untuk menguatkan
kedudukan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI dengan mengeluarkan
UU Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Pada Pasal 26 ayat
(1) disebutkan bahwa kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19, Pasal 20, dan Pasal 21 dan/atau produk dan jasa syariah, wajib tunduk
kepada Prinsip Syariah.
Prinsip Syariah didefinisikan dalam Pasal 1 ayat (12) sebagai prinsip
hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang
dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan
fatwa di bidang syariah, yang mana lembaga yang dimaksud adalah
Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Selanjutnya dalam Pasal 26 ayat (3) dijelaskan bahwa fatwa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Peraturan Bank
Indonesia (PBI). Maka fatwa terkait Perbankan Syariah yang dikeluarkan
oleh DSN-MUI baru berkekuatan hukum mengikat apabila fatwa tersebut
telah dituangkan komponennya ke dalam Peraturan yang dikeluarkan oleh
Bank Indonesia (PBI).
Namun setelah dikeluarkannya UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), fungsi pengaturan dan pengawasan
terhadap kegiatan perbankan termasuk perbankan syariah diambil alih oleh
OJK, sehingga pengaturan terkait Perbankan Syariah saat ini didasarkan
pada Peraturan OJK.
Keharusan untuk berlandaskan pada prinsip syariah yang didasarkan
pada fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI juga berlaku pada Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN)60, Koperasi Simpan Pinjam dan

60
Lihat pada Pasal 25 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah
Negara (SBSN), di mana dalam rangka penerbitan SBSN, Menteri Keuangan meminta fatwa atau
pernyataan kesesuaian SBSN terhadap prinsip-prinsip syariah dari lembaga yang memiliki
kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah, yaitu DSN-MUI.
31

Pembiayaan Syariah (KSPPS)61, Pasar Modal Syariah62, Asuransi Syariah,


serta lembaga keuangan non bank lainnya yang berada di bawah
pengaturan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan.
Maka, meskipun fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI tidak
termasuk ke dalam peraturan perundang-undangan, dengan adanya
keharusan bagi regulator untuk melandaskan pembuatan peraturan-
peraturan terkait ekonomi syariah kepada Prinsip Syariah yang ditetapkan
oleh DSN-MUI menjadikan fatwa DSN-MUI sebagai sumber hukum
materiil yang wajib digunakan dalam pembuatan peraturan terkait
ekonomi syariah oleh regulator, yaitu Pemerintah, Kementerian terkait,
Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.63

E. Fatwa Ekonomi Syariah dalam Peraturan Perundang-undangan di


Malaysia
Malaysia yang mengakui agama Islam sebagai agama negaranya dalam
Federal Constitution-nya64 menunjukkan bahwa norma agama Islam
sangatlah penting dalam pembentukan hukum di negara tersebut namun
tetap memberi peluang bagi agama lain untuk dipraktekkan secara aman
dan damai di seluruh bagian negara Federasi.

61
Lihat pada Pasal 1 ayat 2 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 menyebutkan bahwa kegiatan usaha
KSPPS harus sesuai dengan Prinsip Syariah, di mana pada Pasal 2 ayat 6 disebutkan bahwa
Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan usaha koperasi berdasarkan fatwa
yang dikeluarkan oleh DSN-MUI.
62
Pada Pasal 1 ayat 2 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.04/2015 tentang
Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal disebutkan bahwa Prinsip Syariah di Pasar Modal
adalah prinsip hukum Islam dalam Kegiatan Syariah di Pasar Modal berdasarkan fatwa Dewan
Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia.
63
Slamet Suhartono, “Eksistensi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Dalam Perspektif Negara

Hukum Pancasila”, Jurnal Al-Ihkam, Vol.12, No. 2, (Desember, 2017), h. 459-461.


64
Federal Constitution of Malaysia, “Islam is the religion of the Federation; but other
religions may be practiced in peace and harmony in any part of the Federation”, Article 3 (1).
32

Berdasarkan Federal Constitution Article 11 (4)65 Negara Malaysia


maupun negara bagian dapat mengontrol atau membatasi penyebaran
doktrin agama atau kepercayaan manapun di antara orang yang beragama
Islam. Berdasarkan ketentuan konstitusi ini, baik Negara Malaysia secara
umum maupun negara bagian secara khusus mempunyai tanggung jawab
sama dalam mengembangkan segala sesuatu berkaitan dengan
pengembangan keagamaan Islam termasuk fatwa di negara Malaysia, tidak
terkecuali ekonomi Islam (ekonomi syariah).66
Lebih lanjut, menurut Akta, Enakmen dan Ordinan Pentadbiran
Undang-Undang Islam yang ada di Malaysia saat ini, suatu keputusan
yang dibuat tidak dikatakan sebagai fatwa jika fatwa tersebut dikeluarkan
dengan tidak mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, maupun tidak
dikeluarkan oleh orang atau jawatankuasa yang diberi kuasa dan disiarkan
di dalam Warta. Setelah fatwa itu di siarkan di dalam Warta, barulah ia
boleh dikuatkuasakan.67
Hal tersebut juga berlaku pada fatwa yang berkaitan dengan ekonomi
Islam walaupun pihak yang berwenang mengeluarkan fatwa terkait
ekonomi Islam berbentuk khusus, yaitu Shariah Advisory Council –
Securities Commission untuk fatwa terkait pasar modal Islam dan Shariah
Advisory Council – Bank Negara Malaysia untuk fatwa terkait lembaga
keuangan Islam terutama perbankan Islam.
Kedudukan fatwa yang dikeluarkan oleh SAC-BNM diperkuat oleh
perundang-undangan yang ada. Tercantum pada Islamic Financial Services
Act tahun 2013, Article 28 (2) bahwa patuhnya lembaga keuangan syariah
65
Federal Constitution of Malaysia, ―State law and in respect of the Federal Territories of
Kuala Lumpur, Labuan and Putrajaya, federal law may control or restrict the propagation of any
religious doctrine or belief among persons professing the religion of Islam‖, Article 11 (4).
66
Isa Ansori, “Kedudukan Fatwa di Beberapa Negara Muslim (Malaysia, Brunei Darussalam

dan Mesir)”, Analisis, Vol. 3, No. 1, (Juni, 2017), h. 142-143


67
Zaini Nasohah, “Undang-Undang Penguatkuasaan Fatwa di Malaysia”, Islamiyyat, Vol. 27,

No. 1, (2005), h. 28.


33

pada keputusan yang dikeluarkan oleh SAC68 yang berhubungan dengan


tujuan dan pelaksanaan, usaha, urusan, ataupun kegiatan akan dianggap
sebagai kepatuhan terhadap syariah.69
Lebih khusus, fatwa yang dikeluarkan oleh SAC-SC dijamin
kedudukannya dalam Securities Commission Act tahun 1993 Pasal 31ZO
tentang Pengaruh dari Keputusan Syariah, bahwa keputusan apa pun yang
dibuat oleh SAC harus mengikat kepada para pihak yang berlisensi, bursa
saham, pertukaran derivatif, lembaga kliring, depositori pusat, perusahaan
yang terdaftar atau pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31ZM
serta pengadilan atau arbitrator sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31ZN.70
Meskipun begitu, untuk memastikan kepatuhan dengan fatwa (di
Malaysia disebut dengan Resolusi (Resolution), yang dikeluarkan oleh
SAC-SC dan BNM menerbitkan langsung resolusi dan pedoman yang
dikeluarkan SAC kepada publik melalui laman resmi lembaga-lembaga
tersebut. Upaya ini dilakukan untuk memastikan kepatuhan, serta untuk
transparansi, dan untuk memastikan bahwa resolusi SAC secara
keseluruhan dapat dipahami.71

68
SAC yang dimaksud adalah SAC yang berada di dalam Bank Negara Malaysia. Seperti
yang tercantum dalam Islamic Financial Services Act tahun 2013, Part I Preliminary ““Shariah
Advisory Council‖ means the Shariah Advisory Council on Islamic finance established under
section 51 of the Central Bank of Malaysia Act 2009”.
69
Islamic Financial Services Act tahun 2013, “For the purposes of this Act, a compliance with
any ruling of the Shariah Advisory Council in respect of any particular aim and operation,
business, affair or activity shall be deemed to be a compliance with Shariah in respect of that aims
and operations, business, affair or activity”, Article 28; Duty of institution to ensure compliance
with Shariah, ayat (2).
70
Securities Commission Act tahun 1993, “Any ruling made by the Shariah Advisory Council
under section 31ZM or 31ZN shall be binding on— (a) the licensed person, stock exchange,
derivatives exchange, clearing house, central depository, listed corporation or any other person
referred to in section 31ZM; and (b) the court or arbitrator referred to in section 31ZN”, 31ZO,
Effect of Shariah ruling.
71
Kabir Hassan dan Michael Mahlknech, Islamic Capital Markets: Products and Strategies,

(United Kingdom: John Wiley and Sons, Ltd., 2011), h. 224.


34

Dengan diterbitkannya resolusi dalam laman resmi lembaga-lembaga


regulator ekonomi syariah di Malaysia, diharapkan masyarakat terutama
para pelaku dalam pasar modal syariah di Malaysia dapat memahami
dengan baik seluruh peraturan terkini yang merupakan hasil terobosan
berdasarkan pertemuan yang digelar oleh SAC. SAC pun memiliki
wewenang untuk menghentikan transaksi ataupun menyatakan suatu efek
dalam pasar modal menjadi tidak lagi patuh syariah apabila melanggar
keputusan resolusi yang telah dibuat oleh SAC.
Adapun upaya lebih lanjut dalam menguatkan fatwa yang dikeluarkan
oleh SAC-BNM, BNM dapat mengeluarkan peraturan (standar) terkait
usaha, urusan ataupun kegiatan syariah berdasarkan fatwa yang
dikeluarkan oleh SAC-BNM. Hal tersebut diatur pada Islamic Financial
Services Act tahun 2013, Pasal 29 ayat (1) poin a dan b.72

F. Pandangan Ulama dan Lembaga Terkait Atas Saham Preferen


Keberadaan transaksi saham preferen di pasar modal nyatanya turut
menjadi sorotan penting bagi para ulama dan lembaga-lembaga acuan
standar keuangan syariah di dunia. Demi menjamin kesyariahan saham
pada pasar modal syariah. setidaknya terdapat 3 (tiga) keputusan terkait
saham preferen yang telah dikeluarkan oleh himpunan ulama terkemuka
dan lembaga acuan standar keuangan syariah di dunia.
Pertama, Ketetapan The Council of The Islamic Fiqh Academy
(Majma‟ Al-Fiqh Al-Islami) di Jeddah dalam Seminar Pasar Modal
Pertama tahun 1410 H / 1989 M terkait Saham Istimewa (Saham Preferen)
menyatakan bahwa tidak diperbolehkan mengeluarkan saham istimewa
(saham preferen) yang mempunyai keistimewaan finansial yang
mengakibatkan terjaminnya capital (modal) atau terjaminnya kadar

72
Islamic Financial Services Act tahun 2013, “(1) The Bank may, in accordance with the
advice or ruling of the Shariah Advisory Council, specify standards— (a) on Shariah matters in
respect of the carrying on of business, affair or activity by an institution which requires the
ascertainment of Islamic law by the Shariah Advisory Council; and (b) to give effect to the advice
or rulings of the Shariah Advisory Council”, Article 29; Power of bank to specify standards on
Shariah matters, ayat (1) poin (a) dan (b),
35

keuntungan yang diberikan waktu likuidasi atau pembubaran perusahaan,


atau jaminan atas keuntungan tertentu bagi pemiliknya secara paten.73
Adapun pemberian sebagian saham keistimewaan yang berkaitan
dengan pemberian suara atau perkara-perkara administrasi dan manajerial
yang lainnya, maka hal itu tidak terlarang secara syar‟i.74
The Council of The Islamic Fiqh Academy untuk yang kedua kalinya
mengeluarkan keputusannya atas saham preferen pada sesi ketujuhnya di
Jeddah, Kerajaan Arab Saudi tanggal 7-12 Dhul Qa'dah 1412 H/9-14 Mei
1992. Dalam resolusinya nomor 63/1/7 terkait Pasar Modal, The Council
of The Islamic Fiqh Academy berpendapat terkait saham preferen sebagai
berikut:
It is not permissible to issue preference shares with financial
characteristics that involve guaranteed payment of the capital or of a
certain amount of profit or ensure precedence over other shares at the
time of liquidation or distribution of dividends. It is however, permissible
to give certain shares such characteristics as related to procedural or
administrative matters.75
Artinya; tidak diperbolehkan untuk menerbitkan saham preferen
dengan karakteristik finansial yang melibatkan jaminan pembayaran
kembali modal atau memastikan keuntungan dengan jumlah tertentu atau

73
Husein As-Syahatah dan Athiyyah Fayyadh, Adhubat Sar’iyyah Littamal fii Syuq ar-Rouq

Maaliyyah, diterjemahkan oleh A. Syakur, Bursa Efek; Tuntutan Islam Dalam Transaksi di Pasar

Modal, (Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 2004), h. 169-170.


74
Husein As-Syahatah dan Athiyyah Fayyadh, Adhubat Sar’iyyah Littamal fii Syuq ar-Rouq

Maaliyyah, diterjemahkan oleh A. Syakur, Bursa Efek; Tuntutan Islam Dalam Transaksi di Pasar

Modal, (Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 2004), h. 170.


75
Islamic Fiqh Academy (Jeddah), Resolutions and recommendations of the Council of

Islamic Fiqh Academy, (Jeddah: Islamic Research And Training Institute-Islamic Development

Bank, 2000), h. 129.


36

memastikan keutamaannya atas saham lainnya pada saat likuidasi atau


pembagian dividen. Namun diizinkan untuk memberikan karakteristik
serupa yang terkait dengan masalah prosedural atau administratif kepada
saham tertentu.
Ketiga, The Accounting and Auditing Organization for Islamic
Financial Institutions (AAOIFI) sebagai acuan standar akuntansi syariah
internasional juga telah menetapkan standarnya terkait saham preferen
dalam Shari‟ah Standard No. (12) tentang Sharikah (Musharakah) and
Modern Corporations, Bagian 4 Kategori Kedua: Modern Corporations,
sub bagian 4/1 tentang Stock company, pada 4/1/2/14 yang berbunyi:
4/1/2/14. It is not permitted to issue preference shares, i.e. shares that
have special financial characteristics that give them a priority at the date
of liquidation of the company or at the date of distribution of profit.
However, it is permissible to grant certain shares, in addition to being
entitled to rights attached to common shares, certain procedural and
administrative privileges, such as a right of vote.76
Artinya; tidak diperbolehkan untuk menerbitkan saham preferen, yaitu
saham yang memiliki karakteristik finansial yang memberikan pemegang
sahamnya prioritas saat likuidasi perusahaan atau saat pembagian laba.
Namun, diperbolehkan untuk memberikan saham tertentu, selain hak yang
melekat pada saham biasa, hak istimewa yang berkaitan dengan proses
prosedural dan administratif, seperti hak suara.
Dari tiga keputusan lembaga himpunan ulama serta lembaga acuan
standar akuntansi syariah di dunia tersebut dapat disimpulkan bahwa
mayoritas ulama yang memberikan perhatian kepada saham preferen
menganggap bahwa saham preferen tidak dapat dikategorikan sebagai
instrumen yang sesuai dengan prinsip syariah.

76
The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI),

Shari’ah Standards, (Manama, The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial

Institutions (AAOIFI), 2015), h. 341.


37

Selain lembaga-lembaga di atas, terdapat beberapa pendapat ulama


individu terkait saham preferen. Terdapat pendapat terkait saham preferen
dari Mufti Faraz Adam77 dalam laman darulfiqh.com, di mana beliau
sapendapat dengan mayoritas lembaga keuangan syariah seperti The
International Islamic Fiqh Academy, Accounting and Auditing
Organisation for Islamic Financial Institutions (AAOIFI), Dallah al-
Baraka dan juga Dubai Islamic Bank.
Menurut Beliau, saham preferen yang pada umumnya menjamin
keberadaan modal para pemegang saham preferen dan adanya dividen
tetap yang dijanjikan, membuat instrumen tersebut bertentangan dengan
prinsip-prinsip investasi syariah. Sehingga, tidak diperbolehkan untuk
berinvestasi dan jual-beli saham preferen.78
Lalu terdapat pendapat dari Prof. Dr. Ahmad Rodoni79 yang
mengemukakan bahwa saham preferen merupakan instrumen yang
dilarang dalam pasar modal syariah. Adapun alasan mengapa
diharamkannya saham preferen menurut Beliau adalah:80
1. Adanya keuntungan yang bersifat tetap (pre-determinate revenue),
hal ini termasuk dalam kategori riba. Sebagaimana firman Allah
SWT dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah (2) ayat 275 yang
berbunyi:

77
Faraz Adam mendapatkan gelar sebagai Mufti dari Darul Iftaa Mahmudiyyah, sebuah
institusi pendidikan Islam di Durban, Afrika Selatan. Beliau telah aktif sebagai pengawas dan
penasihat syariah pada lembaga keuangan syariah di berbagai negara seperti Inggris, Bahrain,
Dubai, Singapura dan Malaysia. Beliau telah mengeluarkan sebanyak 5000 fatwa dan sebagian
besar fatwanya terkait dengan ekonomi syariah. Informasi ini diakses dari
http://darulfiqh.com/about/ pada 21 November 2018.
78
http://darulfiqh.com/is-it-permissible-to-trade-in-preference-shares/ diakses pada 7 Juni

2018.
79
Ahmad Rodoni merupakan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan masih aktif
sebagai dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis dan Program Studi Doktor Perbankan Syariah
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Informasi ini diakses dari
http://staff.uinjkt.ac.id/profile.php?staff=3409c44c-e32a-bd08-34f8-e62cd893e5ec pada 21
November 2018.
80
Ahmad Rodoni, Investasi Syariah, (Ciputat; Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 68.
38

... ‫ٱّلله ۡٱنبَ ۡي َع َو َح َّر َو ٱنرِّ بَ ٰىا‬


َّ ‫ َوأَ َح َّم‬...

275. “… padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan


mengharamkan riba …”
2. Pemilik saham preferen diperlakukan secara istimewa terutama
pada saat likuidasi, hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan.
Pendapat tersebut didasarkan kepada Al-Qur‟an surat Al-Baqarah
(2) ayat 188 yang berbunyi:
‫َو َل ت َۡأ هكهه ٓىا أَيۡ ٰ َىنَ هكى بَ ۡيَُ هكى ب ۡٲن ٰبَطم َوته ۡدنهىا بهَآ إنَى ۡٱن هح َّكاو نت َۡأ هكههىا فَر ٗيقا ِّي ٍۡ أَيۡ ٰ َىل‬
٨١١ ٌَ‫ٱنَُّاس ب ۡٲۡل ۡثى َوأََتهىۡ ت َۡعهَ هًى‬
188. “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian
yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah)
kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu
dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
Kemudian pendapat dari Prof. Dr. Mohd. Ma‟sum Billah81 bahwa dari
sudut pandang fiqh, apabila pemegang saham preferen dimaknai sebagai
kreditor, maka seharusnya pemegang saham preferen tidak dapat
menerima dividen, pemegang saham preferen hanya mendapatkan kembali
sejumlah uang yang mereka berikan sebagai pinjaman kepada perusahaan.
Kemungkinan lainnya, apabila pemegang saham preferen dimaknai
sebagai mitra, maka mereka seharusnya tidak memiliki keistimewaan
dibandingkan mitra lainnya, yaitu pemegang saham biasa.82

81
Mohd. Ma‟sum Billah merupakan seorang profesor bidang keuangan, asuransi dan investasi
di Islamic Economics Institute, King Abdul Aziz University, Kerajaan Arab Saudi. Beliau telah
menjadi penasihat di berbagai lembaga keuangan syariah di berbagai negara terutama di Malaysia
dan Singapura. Informasi ini diakses dari https://kau.academia.edu/ProfDrMohdMaSumBillah
pada 21 November 2018.
82
Mohd Ma‟sum Billah, Islamic Law of Trade and Finance; A Selection of Issues, (Malaysia:

Ilmiah Publishers, 2003), h. 106.


39

Namun terdapat pendapat dari Muhammad Anas Zarqa‟83 yang


menyatakan bahwa saham preferen dapat diterima oleh syariah dengan
adanya beberapa ketetapan fiqh yang krusial untuk menentukan tingkat
penerimaan syariah terhadap saham preferen. Hal pertama yang dibahas
oleh Beliau adalah saham preferen diijinkan dalam bentuk kemitraan di
mana para mitra menyetujui rasio bagi keuntungan yang berbeda dari rasio
modal yang diinvestasikan oleh para mitra.
Namun peraturan tersebut hanya berlaku terbatas di mana para mitra
saling menyediakan modal dan tenaga kerja. Kedua, Beliau menyatakan
bahwa diijinkan untuk para mitra untuk menyetujui rasio bagi keuntungan
yang berbeda tergantung pada tingkat keuntungan yang diperoleh. Aturan
yang kedua ini juga disetujui oleh Dewan Syariah pada The Faisal Islamic
Bank di Sudan.84
Para pemegang saham, baik itu pemegang saham biasa maupun saham
preferen, dibebaskan untuk menyetujui segala bentuk rasio bagi hasil yang
berbeda dari tingkat biasa (tingkatan yang cocok antara investasi saham
biasa dengan investasi saham preferen). Batasannya adalah hanya rasio
bagi hasil yang harus terus dijaga di antara semua kelompok pemegang
saham.85
Dalam makna lain, harus dihindari situasi di mana hampir semua
keuntungan diberikan pada satu kelompok pemegang saham saja, yaitu
pemegang saham preferen. Kesimpulannya menurut Beliau, tidak dapat
disetujui menurut prinsip-prinsip syariah bagi para pemegang saham biasa

83
Muhammad Anas Zarqa‟ merupakan seorang professor Pusat Penelitian Ekonomi Islam di

Universitas King AbdulAziz, Jeddah, Kerajaan Arab Saudi.


84
Mohd Ma‟sum Billah, Islamic Law of Trade and Finance; A Selection of Issues, (Malaysia:

Ilmiah Publishers, 2003), h. 107.


85
Mohd Ma‟sum Billah, Penerapan Hukum Dagang dan Keuangan Islam; Isu-Isu

Kontemporer Terpilih¸ (Malaysia: Sweet & Maxwell Asia, 2009), h. 112.


40

untuk menyerahkan dua per tiga (2/3) dari keuntungan yang menjadi
haknya kepada pemegang saham preferen. 86

G. Kepastian Hukum
Kepastian hukum merupakan salah satu dari tujuan hukum, di samping
tujuan kemanfaatan dan keadilan. Kepastian hukum sebagai salah satu
tujuan hukum tidak akan terlepas dari fungsi hukum yang terpenting, yaitu
tercapainya keteraturan dalam kehidupan manusia dalam masyarakat.
Keteraturan ini menyebabkan masyarakat dapat hidup berkepastian, dalam
artian dapat mengadakan kegiatan-kegiatan yang diperlukan dalam
kehidupan bermasyarakat karena dapat diperhitungkan atau diprediksi
tentang apa yang akan terjadi atau apa yang bisa diharapkan dalam
bermasyarakat.87
Secara garis besar, tercapainya kepastian hukum dapat dibagi atas dua
unsur utama. Pertama, hukum (undang-undang) harus tegas dan tidak
boleh multitafsir. Kedua, kekuasaan yang memberlakukan hukum
(undang-undang) tidak boleh secara semena-mena menerapkan hukum
yang retroaktif, tetap kukuh menerapkan prinsip legalitas. Kemudian
struktur kekuasaannya berdasarkan trias politica, sehingga bisa menjamin
adanya kepastian hukum.88
Perihal asas kepastian hukum, peraturan perundang-undangan di
Indonesia telah menempatkan asas ini sebagai asas yang harus di muat

86
Mohd Ma‟sum Billah, Penerapan Hukum Dagang dan Keuangan Islam; Isu-Isu

Kontemporer Terpilih¸ (Malaysia: Sweet & Maxwell Asia, 2009), h. 112.


87
Budiman Ginting, “Kepastian Hukum dan Implikasinya Terhadap Pertumbuhan Investasi di

Indonesia”, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Investasi

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2008), H.

1-2.
88
E. Fernando M. Manullang, Legisme, Legalitas dan Kepastian Hukum, (Jakarta:

Prenadamedia Group, 2016), h. 154.


41

dalam peraturan perundang-undangan. Pada pasal 6 ayat (1) huruf i


Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan asas ketertiban dan kepastian hukum.
Asas ketertiban dan kepastian hukum diartikan bahwa setiap materi
muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat mewujudkan
ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum. Di
samping harus taat asas, peraturan perundang-undangan yang dibuat dan
diberlakukan terhadap bidang tertentu, tidak boleh bertentangan antara
satu dengan yang lain, baik secara vertikal maupun horizontal.
Berdasarkan peraturan tersebut, asas kepastian hukum termasuk ke
dalam asas-asas yang harus digunakan dalam penyusunan regulasi di pasar
modal Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan dalam Penjelasan atas Undang-
Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan bahwa
sebagai regulator lembaga keuangan di Indonesia termasuk pasar modal
dan pasar modal syariah, OJK dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya harus berlandaskan kepada asas kepastian hukum, yakni
asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan
89
penyelenggaraan OJK.
Dalam dunia pasar modal, kepastian hukum sangat diperlukan untuk
menjamin ketenangan dan kepastian berbisnis. Umumnya, para investor
yang hendak masuk ke pasar modal suatu negara akan memperhatikan
aspek keamanan dan kepastian hukum, sehingga kepentingan investor
terlindungi oleh regulasi pasar modal di Negara tujuan investasinya.90

89
Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang

Otoritas Jasa Keuangan, h. 4.


90
Hilda Hilmiah Dimyati, “Perlindungan Hukum Bagi Investor Dalam Pasar Modal”, Jurnal

Cita Hukum, Vol. I, No. 2, (Desember, 2014), h. 353.


42

Kepastian hukum baik dari segi syariah maupun pengaturan oleh


pemerintah telah nyata berpengaruh terhadap keputusan masyarakat untuk
berinvestasi. Hal tersebut ditunjukkan dari beberapa hasil penelitian
seperti yang dilakukan oleh Hadi Peristiwo (2016)91 bahwa kehalalan
terhadap imbal hasil yang akan diperoleh dalam berinvestasi efek-efek
syariah serta keyakinan bahwa efek syariah tidak bertentangan dengan
prinsip syariah menjadi faktor yang paling menentukan minat investor
untuk berinvestasi syariah.
Kemudian terdapat hasil penelitian dari Ahmad Dahlan Malik (2017)92
yang menunjukkan bahwa variabel motivasi (yaitu harapan untuk
mendapatkan keuntungan berinvestasi di saham syariah, keberkahan,
terjaminnya pendapatan yang baik, halal, pengembangan keuangan
syariah, dan menjadi pemilik perusahaan yang dinvestasikan), berbanding
positif terhadap pertimbangan investasi saham syariah.
Dan yang terakhir terdapat penelitian dari Yuliana Susilowati (2017)93,
bahwa Persepsi return yaitu anggapan seseorang terhadap tingkat bagi
hasil yang diterima dalam sebuah investasi telah terjamin kehalalannya,
menjadi faktor keempat yang mempengaruhi minat investasi dengan nilai
eigenvalue sebesar 2,127 dan mampu menjelaskan varians sebesar
5,317%.

91
Hadi Peristiwo, “Analisis Minat Investor Di Kota Serang Terhadap Investasi Syariah Pada

Pasar Modal Syariah”, Islamiconomic: Jurnal Ekonomi Keuangan dan Bisnis Islam, Vol. 7, No. 1,

(Januari-Juni, 2016), h. 37-52.


92
Ahmad Dahlan Malik, “Analisa Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Minat Masyarakat

Berinvestasi di Pasar Modal Syariah Melalui Bursa Galeri Investasi UISI”, Jurnal Ekonomi dan

Bisnis Islam, Vol. 3, No. 1, (Januari-Juni, 2017), h. 61-81.


93
Yuliana Susilowati, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Mahasiswa Akuntansi

Syariah Untuk Berinvestasi di Pasar Modal Syariah (Studi di IAIN Surakarta), Skripsi S1, IAIN

Surakarta, 2017.
43

Pada intinya dari ketiga penelitian tersebut menunjukkan bahwa bila


kepastian hukum dari segi syariah telah terjamin dan diimplementasikan
ke dalam peraturan maka akan berpengaruh memunculkan keyakinan pada
masyarakat atas investasi di pasar modal syariah. Oleh karena itu
diperlukan kerjasama yang baik antara DSN-MUI dan OJK bagi
Indonesia, serta SAC-SC dan SC bagi Malaysia untuk memastikan
tegaknya kepastian hukum di ranah pasar modal syariah.

H. Kajian Studi Terdahulu


Ahmad Basri bin Ibrahim (2010), menganalisa alasan dibalik
dibolehkannya saham preferen di Malaysia dengan menggunakan prinsip-
prinsip musyarakah dan tanazul dan berlandaskan pada pendapat para
ulama terkait hal tersebut. Hasil penelitian tersebut menjawab bahwa
dibolehkannya saham preferen tidaklah tanpa alasan.
Dalam prinsip musyarakah, sorotan pertamanya adalah adanya
prioritas pembayaran dividen kepada pemegang saham preferen atas
pemegang saham biasa. Menurut Imam Ahmad, hal tersebut dibolehkan
karena para pihak menyetujuinya secara sadar. Adapun menurut Imam
Abu Hanifah, hal tersebut boleh asalkan pemegang saham preferen tidak
menyatakan bahwa kedudukannya sebagai „sleeping partner‟ dalam
perjanjian ini.
Sorotan kedua adalah prioritas pengembalian modal yang diberikan
kepada pemegang saham preferen atas pemegang saham biasa pada saat
likuidasi. Karena seluruh ulama sepakat menyatakan bahwa rasio berbagi
kerugian harus sesuai dengan rasio investasinya, maka prioritas tersebut
tidak diperbolehkan. Hal ini kemudian menjadi pembahasan dalam prinsip
tanazul.
Sorotan pertama dalam prinsip tanazul94 adalah objek atas tanazul
tidak teridentifikasi sebab kesepakatan untuk memberikan prioritas kepada

94
Dalam penelitiannya, Ahmad Basri bin Ibrahim membahas tanazuli dalam konteks ibra’
sebab beliau merujuk pada al-Mausu‟ah al-Fiqhiyyah, yang merupakan rujukan SAC-SC dalam
menerbitkan resolusi atas saham preferen pada pertemuan ke-20, 14 Juli 1999. Dalam resolusinya,
44

pemegang saham preferen dalam dividen maupun saat likuidasi dilakukan


saat dividen dan jumlah modal yang menjadi hak pemegang saham biasa
saat likuidasi belum diketahui karena kesepakatan tersebut dibuat pada
awal perjanjian, yaitu saat RUPS untuk menerbitkan saham preferen.
Adapun objek tanazul yang tidak teridentifikasi ini diperbolehkan
menurut mayoritas ulama (yakni Hanafiyyah, Malikiyyah, minoritas dari
Syafi‟iyyah dan mayoritas dari Hambaliah) karena menurut mereka ibra‟
dipandang sebagai pelepasan hak, sehingga pelepasan hak atas objek yang
tidak diketahui dapatlah dilakukan. Ditambah pendapat menurut ulama
Malikiyyah, ibra‟ adalah pemberian, sehingga memberikan sesuatu yang
tidak diketahui adalah boleh.
Adapun sebagian ulama Syafi‟iyyah dan Ibnu Muflih dari Mazhab
Hambali berpendapat bahwa ibra‟ dapat dilakukan walaupun objeknya
tidak diketahui disebabkan kesulitan dalam mengidentifikasi objek
tersebut. Selain kesulitan tersebut, ibra‟ dipandang sebagai perpindahan
kepemilikan sehingga bila objeknya tidak diketahui, maka pemberian hak
pemegang saham biasa kepada pemegang saham preferen menjadi tidak
sah.
Sorotan berikutnya dari prinsip tanazul dalam konteks saham preferen
bahwa tanazul diberikan pada saat RUPS di mana dasar dari hak
pemegang saham biasa, yaitu hak dividen dan hak pengembalian modal
saat likuidasi belum ada karena mereka belum memiliki jumlah dividen
dan modalnya. Mayoritas ulama bersepakat bahwa tanazul dalam konteks
tersebut tidak diperbolehkan, kecuali tanazul diberikan pada saat distribusi
dividen maupun saat distribusi pengembalian modal karena likuidasi.
Namun menurut satu pandangan dari ulama Malikiyyah atas ibra‟, hal
tersebut diperbolehkan.95 96

SAC-SC menyatakan bahwa tanazul dalam hukum Islam juga diketahui sebagai isqat haq, yang
mana menurut Ahmad Basri bin Ibrahim hal tersebut berhubungan erat dengan ibra‟.
95
Analisa dari Ahmad Basri bin Ibrahim ini didasarkan pada pernyataan berikut: ”On the
other hand, the Malikites had two reported opinions regarding the validity of ibra’ prior to the
establishment of the underlying liability. For instance a woman’s ibra’ of a future husband of his
45

Kesimpulan hasil dari penelitian tersebut adalah dibolehkannya saham


preferen dalam resolusi yang dikeluarkan oleh SAC-SC bukanlah tanpa
alasan. Selain itu saham preferen juga dapat diterbitkan dengan
menggunakan prinsip musyarakah maupun tanazul sebab telah ada
pandangan dari para ulama atau mazhab yang dapat dijadikan landasan
syariah.

Shamsiah Mohamad, dkk. (2017), meneliti beberapa aspek pada


saham preferen konvensional yang membuatnya menjadi tidak sesuai
dengan syariah. Dengan metode kualitatif dan menganalisa dokumen-
dokumen serta literatur yang terkait, para peneliti menemukan bahwa ada
5 (lima) isu syariah dalam saham preferen dan menawarkan solusinya agar
sesuai dengan syariah.
Solusi pertama ditawarkan atas isu jaminan modal pada redeemable
dan convertible preference shares, bahwa harga pengembalian modal atas
saham preferen redeemable harus berdasarkan harga pasar atau harga yang
disepakati pada saat penebusan dan konversi pada convertible preference
shares harus didasarkan pada jumlah tertentu saham biasa atas jumlah
tertentu saham preferen yang telah ditentukan sebelumnya.
Yang kedua adalah solusi atas ketidakadilan distribusi kerugian
terhadap kontribusi modal pada saham preferen dapat dihindari jika
pemegang saham biasa sepakat untuk memprioritaskan pemegang saham
preferen untuk menerima modal pada saat terjadinya likuidasi, bukan di
awal.

responsibility for her future expenses is valid according to the preferred view. Another example is
the dropping of a preemption right prior to the sale; it is valid according to one view and invalid
according to another. They also divided over the ibra’ for future wounds, and ibra’ by future heirs
of rights to the estate of a terminally ill person to another future heir or a third party for more
than one third of the estate”. h. 18.
96
Ahmad Basri bin Ibrahim, “Islamic Preference Shares: An Analysis in light of the

Principles of Musharakah and Tanazul” untuk International Conference on Islamic Banking &

Finance: Cross Border Practices & Litigations pada 15-16 Juni 2010, h. 1-19.
46

Solusi yang ketiga perihal keuntungan yang tetap, para peneliti


berpendapat bahwa hal tersebut diperbolehkan selama tidak melanggar
prinsip dari profit sharing. Misalnya dengan syarat apabila perusahaan
mendapatkan keuntungan yang melebihi jumlah tertentu, maka
keuntungan yang tetap tersebut baru dapat diberikan.
Solusi yang keempat terkait jaminan profit, para peneliti mengusulkan
untuk menghilangkan dividen kumulatif yang belum dibayarkan
perusahaan karena mitra dalam kontrak musyarakah tidak boleh menjamin
profit atas mitra lainnya serta bila dividen tersebut tidak dibayarkan karena
perusahaan tidak mampu merealisasikan dividen. Namun pembayaran
dividen secara kumulatif diperbolehkan apabila para pemegang saham
preferen bersepakat untuk menangguhkan pembayaran dividen kepada
tahun berikutnya atau dimasukkan pada harga penebusan saham preferen
tersebut (jika ada).
Kelima, solusi atas tanazul yang dilakukan sebelum profit
direalisasikan, di mana hal tersebut dinyatakan tidak diperbolehkan
sehingga tanazul harus dilakukan selama penyebab tanazul tersebut telah
ada, yaitu telah muncul hak atas dividen dan modal yang dikembalikan
saat likuidasi.
Adapun para peneliti juga menawarkan dua solusi yang dapat
dipertimbangkan perihal ini. Yang pertama, adanya janji untuk
melepaskan haknya walaupun hak tersebut belumlah berlaku, sebab janji
merupakan kewajiban di masa depan, bukan perbuatan yang dilakukan
saat itu juga. Yang kedua adalah kondisi tanazul, di mana tanazul
dianggap sebagai hibah mu’allaqah, sebab pemegang saham biasa yang
melepaskan haknya atas dividen dengan memberikan prioritas kepada
pemegang saham preferen untuk menerimanya terlebih dahulu,
menyebabkan pelepasan hak melibatkan berpindahnya kepemilikan.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat ulama Malikiyyah, di mana
diperbolehkan untuk melakukan isqat di masa yang akan datang tanpa
pertimbangan dari pihak yang diberikan hak meskipun melibatkan
47

perpindahan kepemilikan. Hal tersebut mengandung unsur gharar namun


menurut pendapat para peneliti gharar dalam tabarru‟ dapat ditolerir dan
tidak akan menyebabkan perselisihan maupun membahayakan pihak lain.
Dalam pengaplikasian hibah mu’allaqah pada saham preferen,
perusahaan dapat menyatakan dalam dokumen resmi bahwa akan
diberikan sejumlah tertentu untuk pemegang saham preferen namun baru
berlaku apabila Dewan Direksi telah menyetujuinya berdasarkan realisasi
profit, sebab tanazul atau hibah hanya dapat terjadi apabila telah ada
realisasi profitnya.97

Shofian Ahmad dan Marina Abu Bakar (2017), meneliti status


saham preferen dari perspektif Islam dengan menggunakan prinsip
musyarakah. Para peneliti berkesimpulan bahwa prioritas dividen yang
diberikan oleh pemegang saham biasa kepada pemegang saham preferen
dibolehkan menurut Imam Ahmad yang berpendapat bahwa tiap pihak
bebas untuk bersepakat atas porsi keuntungan. Pendapat tersebut juga
senada dengan ulama lainnya namun dengan syarat bahwa mayoritas
pemegang saham tidak menentukan dalam perjanjian musyarakah bahwa
pemegang saham preferen hanyalah „sleeping partner‟.
Para peneliti juga berkesimpulan bahwa prioritas yang diberikan oleh
pemegang saham biasa kepada pemegang saham preferen dalam
pengembalian modal saat likuidasi perusahaan tidak diperbolehkan
berdasarkan prinsip syariah, kecuali salah satu mitra dalam musyarakah
bersedia untuk bertanggungjawab untuk memikul seluruh kerugian pada
saat terjadinya kerugian tersebut. Pendapat tersebut didasarkan pada

97
Shamsiah Mohamad, dkk.,”Preference Shares From Shariah Perspective; Issues and

Solutions”, The Journal of Muamalat and Islamic Finance Research, Vol. 14, No. 1, (Desember,

2017), h. 93-110.
48

Shari‟ah Standard AAOIFI No. (12): Sharikah (Musharakah), and Modern


Corporations pada artikel 3/1/5/4.98
Selain itu, para peneliti juga menunjukkan bahwa secara global para
ulama seperti yang berada dalam AAOIFI, Islamic Fiqh Conference
(Majma 'Fiqh Islami), dan hasil Simposium ekonomi Islam Dallah Al-
Barakah telah memutuskan bahwa saham preferen ilegal. Namun berbeda
dengan yang dikeluarkan oleh SAC-SC melalui resolusinya, saham
preferen diperbolehkan berdasarkan konsep tanazul. Adapun tanazul tidak
dibahas mendalam dalam penelitian ini, hanya menyatakan bahwa tanazul
sebagai solusi untuk pemegang saham biasa untuk memprioritaskan hak
pemegang saham preferen dalam distribusi pengembalian modal saat
likuidasi perusahaan.99

98
“It is a requirement that the proportions of losses borne by partners be commensurate with
the proportions of their contributions to the Sharikah capital. It is not permitted, therefore, to
agree on holding one partner or a group of partners liable for the entire loss or liable for a
percentage of loss that does not match their share of ownership in the partnership. It is, however,
valid that one partner takes, without any prior condition, the responsibility of bearing the loss at
the time of the loss”.
99
Shofian Ahmad dan Marina Abu Bakar, “The Status of Preference Shares from Islamic

Perspective”, International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, Vol. 7,

No. 10, (2017), h. 617-627.


BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Profil Pasar Modal Syariah Indonesia


1. Sejarah Pasar Modal Syariah Indonesia
Sejarah Pasar Modal Syariah di Indonesia dimulai dengan
diterbitkannya Reksa Dana Syariah oleh PT. Danareksa Investment
Management pada 3 Juli 1997. Selanjutnya, Bursa Efek Indonesia
(dahulu Bursa Efek Jakarta) berkerjasama dengan PT. Danareksa
Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Index pada
tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin
menginvestasikan dananya secara syariah.100
Setelah itu, instrumen pasar modal syariah terus bertambah dengan
kehadiran obligasi syariah PT Indosat, Tbk. pada awal September 2002
yang menjadi obligasi syariah pertama di Indonesia.101 Instrumen ini
merupakan obligasi syariah pertama dan akad yang digunakan adalah
akad mudharabah.
Namun pasar modal syariah secara resmi baru diluncurkan pada
tanggal 14 Maret 2003 yang menjadi awal mula perkembangan
institusional pasar modal syariah di Indonesia. Peluncuran tersebut
disertai dengan penandatanganan MoU (Memorandum of
Understanding) antara Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan
DSN-MUI yang menandakan adanya kesepahaman antara Bapepam

100
https://www.ojk.go.id/id/kanal/pasar-modal/Pages/Syariah.aspx diakses pada 12 Agustus

2018.
101
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam; Tinjauan Teoretis dan

Praktis, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. Kedua, 2013), h. 220.

49
50

dan DSN-MUI untuk mengembangkan pasar modal berbasis syariah di


Indonesia.102
Pada tahun yang sama, DSN-MUI mengeluarkan Fatwa DSN-MUI
No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum
Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal yang menjadi
landasan utama instrumen pasar modal syariah Indonesia. Sebelumnya,
DSN-MUI mengeluarkan Fatwa No. 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang
Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syari'ah pada
tahun 2001. Kedua fatwa tersebut merupakan landasan pertama bagi
penyelenggaraan pasar modal syariah di Indonesia.
Dalam rangka memberikan kepastian hukum, Bapepam–LK
menerbitkan paket regulasi pasar modal syariah pada 23 November
2006. Paket peraturan tersebut yaitu Peraturan Bapepam-LK No.
IX.A13 tentang Penerbitan Efek Syariah dan No. IX.A.14 tentang
Akad-akad yang digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar
Modal.
Selanjutnya, pada tanggal 31 Agustus 2007 Bapepam-LK
menerbitkan Peraturan Bapepam-LK No. II.K.1 tentang Kriteria dan
Penerbitan Daftar Efek Syariah dan diikuti dengan peluncuran Daftar
Efek Syariah pertama kali oleh Bapepam-LK pada tanggal 12
September 2007.103
Pada tahun 2008, pemerintah pertama kali menerbitkan Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN). Penerbitan SBSN tersebut
berlandaskan kepada UU No. 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga
Syariah Negara (SBSN) yang disahkan pada 7 Mei 2008. Selanjutnya,
untuk memfasilitasi investor yang ingin bertransaksi efek syariah

102
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam; Tinjauan Teoretis dan

Praktis, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. Kedua, 2013), h. 220.
103
https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/Pages/Pasar-Modal-Syariah.aspx diakses pada 19

Oktober 2018.
51

seperti saham syariah dan Exchange Traded Funds (ETF) syariah telah
diluncurkan sistem online trading syariah pada tahun 2011.104
Seluruh upaya tersebut di atas dilakukan guna memberikan
landasan hukum terlaksananya kegiatan di pasar modal syariah
Indonesia sekaligus memperkuat infrastruktur pasar modal syariah dan
memberikan kepastian hukum atas segala kegiatan di pasar modal
syariah Indonesia.

2. Perkembangan Pasar Modal Syariah Indonesia


Semenjak peluncurannya hingga saat ini, pasar modal syariah
Indonesia terus menerus secara pasti mengalami perkembangan kearah
yang lebih baik. Perkembangan pasar modal syariah dapat lebih dahulu
ditinjau dari jumlah efek yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah berdasarkan Daftar Efek Syariah yang dikeluarkan OJK sejak
tahun 2007 sampai 2017 berikut ini.105
Grafik 3.1
Perkembangan Jumlah Efek Syariah di Indonesia

Periode 1
450 Periode 2
400 382
366
336 322 334 331 331 345
350 321 310 321
304
300
253
250 228 234
191 195 198 199 210
200 174 183
150
100
50
0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

104
https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/Pages/Pasar-Modal-Syariah.aspx diakses pada 19

Oktober 2018.

105
Otoritas Jasa Keuangan, Buku Perkembangan Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Otoritas

Jasa Keuangan, 2017), h. 66.


52

Daftar Efek Syariah (DES) diterbitkan oleh OJK secara periodik


yaitu dua (2) kali dalam setahun serta dapat diterbitkan secara
insidentil saat terdapat aksi korporasi khususnya penawaran perdana
saham syariah. Meskipun pada tiap periode jumlahnya dapat naik
maupun turun, namun secara keseluruhan dapat dilihat bahwa jumlah
efek yang terdapat dalam DES cenderung meningkat sejak 2007
sebanyak 174 efek sampai 2017 menjadi sebanyak 382 efek.
Selain dari jumlah efek, perkembangan pasar modal syariah di
Indonesia juga dapat ditinjau dari jumlah kapitalisasi pasar modal
syariah berdasarkan indeks saham syariah yakni Jakarta Islamic Index
(JII) yang terdiri dari 30 saham syariah yang paling likuid dan tercatat
di BEI dan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) yang merupakan
adalah indeks keseluruhan saham syariah yang tercatat di BEI.
Berdasarkan grafik di bawah ini dapat dilihat bahwa baik JII maupun
ISSI mengalami tren peningkatan sejak 2012 sampai 2017.
Grafik 3.2
Perkembangan Kapitalisasi pasar JII dan ISSI

Rp3,704,543.09
Rp3,175,053.04
Rp2,946,892.79
Rp2,557,846.77

Rp2,451,334.37 Rp2,600,850.72

Rp1,944,531.70 Rp2,041,070.80 Rp2,288,015.67


Rp1,671,004.23

Rp1,672,099.91 Rp1,737,290.98

2012 2013 2014 2015 2016 2017

Jakarta Islamic Index (JII) Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)

Perkembangan pasar modal syariah selanjutnya juga dilihat dari


perkembangan jumlah reksa dana syariah yang efektif terbit serta
peningkatan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana syariah. Sejak
2015 sampai 2017, jumlah reksa dana syariah yang telah terbit
53

meningkat dari 93 reksa dana syariah menjadi 181 reksa dana syariah.
NAB reksa dana syariah juga meningkat sehingga pada tahun 2017
dapat mencapai angka Rp. 28.311,77 milyar.106
Instrumen sukuk pada pasar modal syariah Indonesia juga terus
mengalami peningkatan dalam 3 tahun terakhir. Total emisi sukuk
korporasi pada 2017 meningkat menjadi 137 sukuk dengan total nilai
emisi mencapai Rp 26,39 triliun. Adapun nilai sukuk korporasi dari
sejumlah 79 sukuk yang outstanding pada 2017 berada pada angka Rp
15,740 triliun, meningkat dari 2 tahun sebelumnya. Tren peningkatan
nilai sukuk juga outstanding-nya juga berlaku pada SBSN, di mana
pada 2017 sejumlah 57 SBSN mencapai angka Rp 555,5 triliun.107
3. Sistem Pengaturan Pasar Modal Syariah Indonesia
Sistem perdagangan instrumen syariah di pasar modal Indonesia
dijalankan berdasarkan UU Nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal
di mana pasar modal dijalankan dalam kerangka pasar modal yang
wajar, teratur dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan
masyarakat. Untuk mengatur kegiatan di pasar modal syariah
Indonesia perlu melibatkan banyak pihak terkait, diantaranya:
a. Otoritas Jasa Keuangan
Setelah dikeluarkannya UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar
Modal beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan kepada OJK.108

106
Otoritas Jasa Keuangan, Buku Perkembangan Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Otoritas

Jasa Keuangan, 2017) h. 72-73.


107
Otoritas Jasa Keuangan, Laporan Tahunan Otoritas Jasa Keuangan tahun 2017, (Jakarta:

Otoritas Jasa Keuangan, 2017), h. 200-203.


108
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 55.
54

OJK sebagai lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU


Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan terutama di sektor pasar modal. Singkatnya, OJK
merupakan regulator dan pengawas pasar modal dan pasar modal
syariah Indonesia.
Dalam UU Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan, OJK didefinisikan sebagai lembaga yang independen
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur
tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur
dalam Undang-Undang tersebut.109 OJK melaksanakan tugas
pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di
lembaga keuangan bank maupun non-bank seperti pasar modal110,
maupun pasar modal syariah.
Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di
bidang pasar modal, OJK mempunyai wewenang yaitu menetapkan
peraturan pelaksanaan UU OJK, peraturan dan keputusan OJK, dan
peraturan mengenai pengawasan di sektor pasar modal. Serta
menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi di
sektor pasar modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. 111
Regulasi pasar modal syariah Indonesia dikeluarkan oleh OJK
dalam bentuk peraturan yang disebut Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan (POJK). Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh OJK
terkait penerapan prinsip syariah di pasar modal syariah
didasarkan pada fatwa yang diterbitkan oleh Dewan Syariah

109
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 2 ayat (2).
110
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 6.
111
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 8.
55

Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)112, seperti yang


tercantum pada Pasal 1 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 15/POJK.04/2015 Tentang Penerapan Prinsip Syariah Di
Pasar Modal yang berbunyi:
“Prinsip Syariah di Pasar Modal adalah prinsip hukum Islam
dalam Kegiatan Syariah di Pasar Modal berdasarkan fatwa Dewan
Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia, sepanjang fatwa
dimaksud tidak bertentangan dengan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan ini dan/atau Peraturan Otoritas Jasa Keuangan lainnya
yang didasarkan pada fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis
Ulama Indonesia”.
b. Organisasi Regulator Mandiri atau Self Regulatory Organization
(SRO)
Tempat transaksi instrumen pasar modal syariah di pasar
sekunder adalah bursa efek yang melibatkan berbagai pihak di
dalamnya. Berdasarkan pengertian yang terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, Bursa Efek
adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan
atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli Efek
pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara
mereka.113
Bursa Efek di Indonesia adalah PT. Bursa Efek Indonesia dan
dibantu oleh lembaga yang melaksanakan dan menyelesaikan
transaksi di Bursa Efek, yakni Lembaga Kliring dan Penjaminan
yang bernama Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dan
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yang bernama Kustodian
Sentral Efek Indonesia (KSEI).
112
Otoritas Jasa Keuangan, Roadmap Pasar Modal Syariah 2015-2019, (Jakarta: Otoritas

Jasa Keuangan, 2015), h. 13.


113
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 1 ayat (4).
56

Secara definisi, Organisasi Regulator Mandiri atau Self


Regulatory Organization (SRO) adalah suatu organisasi yang
menerapkan peraturan atas suatu industri atau profesi.114 BEI,
KPEI dan KSEI merupakan lembaga-lembaga yang diberi
wewenang membuat peraturan atas persetujuan OJK yang
mengikat organisasi yang terlibat dengan fungsinya.115
Untuk mengakomodir transaksi produk syariah pada pasar
modal Indonesia, SRO melakukan beberapa upaya terkait hal
tersebut. Seperti BEI yang meluncurkan JII pada 3 Juli 2000 yang
mencerminkan 30 saham yang paling likuid dan memiliki
kapitalisasi terbesar, serta ISSI yang mencerminkan pergerakan
saham yang termasuk DES yang dikeluarkan oleh OJK.116
Selain itu pada tahun 2011 BEI meluncurkan Sharia Online
Trading System (SOTS) yang disediakan oleh Anggota Bursa bagi
investor yang ingin melakukan transaksi saham secara syariah.
Adapun SOTS tersebut dilaksanakan berdasarkan sertifikasi yang
dilakukan oleh DSN-MUI dan merupakan penjabaran dari fatwa
DSN-MUI No. 80 tahun 2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah
Dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas Di Pasar
Reguler Bursa Efek.117
Adapun upaya yang dilakukan oleh KSEI dalam rangka turut
mengembangkan pasar modal syariah di Indonesia adalah menjalin

114
https://economy.okezone.com/read/2013/04/07/226/787705/organisasi-regulator-mandiri

diakses pada 30 Oktober 2018


115
Andri Soemitra, Masa Depan Pasar Modal Syariah di Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia

Group, 2014), h. 249.


116
Andri Soemitra, Masa Depan Pasar Modal Syariah di Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia

Group, 2014), h. 252.


117
http://www.idx.co.id/idx-syariah/transaksi-sesuai-syariah/ diakses pada 2 November 2018.
57

kerjasama dengan bank-bank syariah untuk menyimpan dana


nasabah yang melakukan investasi pada pasar modal syariah.
c. Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
Meskipun DSN-MUI tidak dapat disebut sebagai regulator
pasar modal syariah Indonesia, dengan adanya keharusan bagi OJK
untuk melandaskan pembuatan peraturan-peraturan terkait pasar
modal syariah kepada Prinsip Syariah yang ditetapkan oleh DSN-
MUI menjadikan fatwa DSN-MUI sebagai sumber hukum materiil
yang wajib digunakan dalam pembuatan peraturan terkait pasar
modal syariah oleh OJK.
Pada tanggal 10 Februari 1999 DSN-MUI dibentuk oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk melaksanakan tugas MUI
dalam menetapkan fatwa dan mengawasi penerapannya guna
menumbuhkembangkan usaha bidang keuangan, bisnis, dan
ekonomi syariah di Indonesia. Oleh karena itu, dalam konteks
pasar modal syariah DSN-MUI mempunyai tugas untuk:
1) Menetapkan fatwa atas sistem, kegiatan, produk, dan jasa
yang ada di pasar modal syariah;
2) Mengawasi penerapan fatwa dan membuat Pedoman
Implementasi Fatwa untuk lebih menjabarkan fatwa
tertentu agar tidak menimbulkan multi penafsiran pada saat
diimplementasikan oleh para pihak di pasar modal syariah;
dan
3) Menerbitkan Pernyataan Kesesuaian Syariah atau
Keselarasan Syariah bagi produk, sistem, kegiatan, jasa
dan ketentuan yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan;

OJK dalam melaksanakan fungsinya sebagai regulator pasar


modal syariah memandang perlu terhadap posisi, peran, dan fungsi
strategis DSN-MUI sehingga sejak tahun 2003 dilakukan kerja
58

sama dan kemitraan strategis antara OJK dan DSN-MUI dalam


rangka:118
1) mendukung terwujudnya sektor jasa keuangan syariah yang
tumbuh stabil dan berkelanjutan serta sesuai dengan prinsip
syariah;
2) mendukung penguatan dan efektivitas pelaksanaan fungsi
dan tugas pengaturan dan pengawasan industri jasa
keuangan syariah secara terintegrasi;
3) mendukung peningkatan literasi keuangan syariah dan
perlindungan konsumen pada sektor jasa keuangan syariah.

Adapun kerja sama yang dilakukan oleh OJK dan DSN-MUI


yaitu dalam bentuk:119
1) penyusunan peraturan, fatwa, dan pengawasan penerapan
fatwa, penerbitan keputusan dan/atau pernyataan (opini)
kesesuaian syariah terkait sektor jasa keuangan syariah;
2) pembinaan dan pengembangan dewan pengawas syariah
dan ahli syariah;
3) edukasi, sosialisasi, dan perlindungan konsumen sektor jasa
keuangan syariah;
4) konsultasi timbal balik (joint mutual consultative) dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi lainnya oleh kedua belah
pihak.

Untuk memudahkan langkah dalam upaya mengembangkan


pasar modal syariah di Indonesia tersebut, DSN-MUI telah
mengeluarkan sejumlah fatwa yang berkaitan dengan pasar modal.

118
https://www.wartaekonomi.co.id/read37896/ini-ruang-lingkup-kerja-sama-ojk-dengan-

dsnmui.html diakses pada 12 Agustus 2018.


119
https://www.wartaekonomi.co.id/read37896/ini-ruang-lingkup-kerja-sama-ojk-dengan-

dsnmui.html diakses pada 12 Agustus 2018.


59

Seluruh fatwa tersebut menjadi landasan OJK dalam menerapkan


prinsip syariah di pasar modal.
B. Profil Pasar Modal Syariah di Malaysia
1. Sejarah Pasar Modal Syariah di Malaysia
Pasar modal syariah di Malaysia dimulai pada tahun 1960-an
ketika pembiayaan ekuitas pertama dilakukan oleh Tabung Haji.
Tabung Haji merupakan institusi keuangan Islam pertama di Malaysia
yang didirikan pada tahun 1969 dan berfungsi untuk memfasilitasi
orang-orang Muslim di Malaysia untuk menabung dengan tujuan untuk
menunaikan haji dan untuk memperkuat perekonomian orang-orang
Muslim di Malaysia. Oleh karena itu, selain menjaga tabungan,
Tabung Haji juga melakukan investasi dari dana-dana yang terkumpul
kepada instrumen investasi yang diperbolehkan dalam Islam.120
Aktivitas pasar modal syariah pertama di Malaysia juga ditandai
dengan pengenalan obligasi korporasi Islam pertama oleh Shell MDS
Sdn Bhd pada tahun 1990. Pada tahun 1993, reksa dana Islam pertama
di Malaysia diluncurkan oleh Arab-Malaysian Unit Trust Bhd., Tabung
Itikal. Di tahun yang sama, Securities Commission didirikan
berdasarkan Securities Commission Act 1993 yang memperkuat pasar
modal syariah di Malaysia.121
Pendirian Securities Commission pada tahun 1993 merampingkan
struktur regulasi pasar modal syariah di Malaysia yang sebelumnya
diatur oleh enam (6) badan pemerintahan yang berbeda, yaitu Capital
Issues Committee (CIC), Ministry of Finance; Panel on Takeovers and
Mergers; Prime Minister‟s Departement; Foreign Investment
Committee, Prime Minister‟s Departement; Companies Commission of

120
Mohd Azmi Omar, dkk., Fundamentals of Islamic Money and Capital Markets,

(Singapura: John Wiley & Sons Singapore Pte. Ltd, 2014), h. 24-25.
121
Mohd Ma‟sum Billah, Penerapan Pasar Modal Islam¸ (Malaysia: Sweet & Maxwell Asia,

2010), h. 34.
60

Malaysia, Ministry of International Trade and Industry (MITI), dan


Bank Negara Malaysia (BNM).122
Pada tahun 1994 SC mendirikan Islamic Capital Market
Department (ICMD) untuk merancang konsep dan menggagas inisiatif
untuk perkembangan pasar modal syariah di Malaysia. SC juga
mendirikan sebuah kelompok studi bernama Islamic Instrument Study
Group (IISG) yang ditujukan untuk membantu mengembangkan
pertukaran pikiran dan pemahaman yang lebih baik terkait isu pasar
modal syariah. IISG juga merupakan sarana bagi para ulama dan
praktisi untuk menilai instrumen pasar modal yang telah ada dan
memberikan arahan123 kepada para pemegang kepentingan di pasar
modal.124
Langkah penting lainnya yang dilakukan oleh SC untuk
mendukung perkembangan pasar modal syariah di Malaysia adalah
mendirikan Shariah Advisory Council (SAC) pada Mei 1996.
Pendirian SAC ini disahkan oleh Menteri Keuangan Malaysia dan
diberikan mandat untuk memastikan bahwa implementasi pada pasar
modal syariah di Malaysia sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.125
Selain menetapkan SC sebagai regulator pasar modal syariah di
Malaysia melalui Securities Commission Act 1993, Malaysia juga
semakin mantap berfokus pada pengembangan pasar modal syariah
dengan mengatur pasar modal syariah secara umum bersamaan dengan
pasar modal konvensional dalam Capital Market and Services Act

122
Mohd Azmi Omar, dkk., Fundamentals of Islamic Money and Capital Markets,

(Singapura: John Wiley & Sons Singapore Pte. Ltd, 2014), h. 42.
123
Arahan yang terkait dengan isu-isu pasar modal syariah.
124
Mohd Azmi Omar, dkk., Fundamentals of Islamic Money and Capital Markets,

(Singapura: John Wiley & Sons Singapore Pte. Ltd, 2014), h. 43.
125
Mohd Azmi Omar, dkk., h. 43.
61

yang disahkan pada tahun 2007 dan secara khusus diatur dalam
Islamic Financial Services yang disahkan pada tahun 2013.
Seluruh peraturan terkait pasar modal syariah dan infrastruktur
regulasi pasar modal syariah yang diefisiensikan telah cukup untuk
menegaskan dedikasi Negara Malaysia untuk mendukung
perkembangan keuangan syariah di dunia. Ditambah pada tahun 2001
Menteri Keuangan Malaysia meluncurkan Capital Market Masterplan
di mana terdapat 13 (tiga belas) rekomendasi yang diformulasikan
untuk menjadikan Malaysia sebagai pusat aktivitas pasar modal
syariah internasional.126

2. Perkembangan Pasar Modal Syariah di Malaysia


Berdasarkan data yang diperoleh dari laman Securities
Commission, sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 jumlah efek
yang patuh terhadap syariah (shariah-compliant securities) terus
meningkat meskipun tidak massif. Meskipun begitu, perbandingan
jumlah efek yang patuh terhadap syariah dengan keseluruhan jumlah
efek yang go public sangatlah besar. Terhitung sampai pada tahun
2017, sekitar 76,02% dari keseluruhan efek yang terdaftar di Bursa
Malaysia adalah efek yang patuh terhadap syariah.127

126
Mohd Azmi Omar, dkk., h. 35.
127
https://www.sc.com.my/data-statistics/Islamic-capital-market/Islamic-capital-market-

statistics/ diakses pada 24 Oktober 2018


62

Grafik 3.3
Perkembangan Jumlah Efek Patuh Syariah di Malaysia
1000 903 904 905
900
800
667 671 688
700
600 Jumlah keseluruhan emiten
500
400 Jumlah emiten patuh
300 syariah
200
100
0
2015 2016 2017

Namun jumlah efek patuh syariah yang terus meningkat justru


berbanding terbalik dengan kapitalisasi pasarnya yang sempat
mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi RM 1.030,56 milyar
di mana pada tahun sebelumnya telah mencapai angka RM 1.086,20
milyar. Meskipun begitu, pada tahun 2017 kapitalisasi pasarnya dapat
melampaui angka di tahun 2015 dengan pencapaian RM 1.133,83
triliun.128
Grafik 3.4
Kapitalisasi Pasar Modal Syariah di Malaysia

RM1,906.84
RM1,694.78 RM1,667.37

RM1,086.20 RM1,030.56 RM1,133.83

2015 2016 2017

Kapitalisasi Emiten Patuh Syariah (RM milyar)


Kapitalisasi Efek yang Terdaftar di Bursa Malaysia (RM milyar)

128
https://www.sc.com.my/data-statistics/Islamic-capital-market/Islamic-capital-market-

statistics/ diakses pada 24 Oktober 2018


63

Berbeda dengan perkembangan saham yang sempat menurun,


perkembangan sukuk di pasar modal syariah di Malaysia justru
mengalami tren peningkatan sejak tahun 2015 sampai dengan tahun
2017. Nilai emisi sukuk pemerintah Malaysia dan korporasi pada tahun
2017 berada di angka RM 168,68 milyar, dan nilai outstanding sukuk
RM 759,64 milyar. Adapun perkembangan sukuk korporasi di
Malaysia secara khusus juga meningkat selama 3 tahun terakhir,
dengan nilai emisi pada tahun 2017 RM 87,65 milyar dan nilai
outstanding RM 454,49 milyar.129
Adapun instrumen pasar modal syariah di Malaysia lainnya seperti
Reksa Dana Islam, Investasi Real Estate Islam, Exchange Traded
Fund (ETF) Islam, Islamic Asset Under Management for Malaysia
Fund Management Industry, Islamic Wholesale Fund, dan Islamic
Private Retirement Scheme juga tercatat terus meningkat sejak tahun
2015 sampai tahun 2017.130
Tabel 3.1
Perkembangan Reksa Dana Islam dan Instrumen Pasar Modal
Syariah Lainnya Di Malaysia
Tahun
Nama Instrumen 2015 2016 2017
Reksa Dana Islam RM 52,12 RM 60,92 RM 77,78
(Nilai Aktiva Bersih) milyar milyar milyar
Investasi Real Estate
Islam RM 16,11 RM 18,53 RM 19,07
(Kapitalisasi pasar) milyar milyar milyar

129
https://www.sc.com.my/data-statistics/Islamic-capital-market/Islamic-capital-market-

statistics/ diakses pada 24 Oktober 2018


130
https://www.sc.com.my/data-statistics/islamic-capital-market/islamic-fund-management-

statistics/ diakses pada 24 Oktober 2018.


64

Exchange Traded Fund RM


(ETF) Islam RM 355,91 RM 418, 01 468,43
(Kapitalisasi pasar) juta juta juta
Islamic Asset Under
Management for Malaysia
Fund Management RM
Industry RM 132,28 RM 149,64 170,83
(Jumlah Aset) milyar milyar milyar
Islamic Wholesale Fund RM 31,66 RM 35,71 RM 37,72
(Nilai Aktiva Bersih) milyar milyar milyar
Islamic Private Retirement
Scheme RM 0,38 RM 0,51 RM 0,72
(Nilai Aktiva Bersih) milyar milyar milyar

3. Sistem Pengaturan Pasar Modal Syariah di Malaysia


Pasar modal syariah di Malaysia (di Negara Malaysia disebut
sebagai Pasar Modal Islam (Islamic Capital Market)) dikelola oleh
sebuah badan hukum yang bernama Securities Commission (SC)
Malaysia. SC dipercaya untuk meregulasi dan secara sistematis
mengembangkan pasar modal Malaysia.
SC sebagai suatu badan hukum didirikan di bawah Securities
Commission Act 1993 yang bertanggung jawab untuk mengawasi dan
memantau seluruh kegiatan dalam lembaga-lembaga pasar, yang
termasuk pasar saham, lembaga kliring/clearing house dan perijinan di
bawah Securities Industry Act 1993 dan Financial Institution Act
1993.131

131
Mohd Ma‟sum Billah, Penerapan Pasar modal Syariah, (Selangor: Sweet & Maxwell

Asia, 2010), h. 35.


65

Pengaturan pasar modal syariah di Malaysia oleh SC ditetapkan


oleh undang-undang Malaysia yaitu berdasarkan Capital Market and
Services Act tahun 2007 di mana setiap pihak yang ingin menerbitkan
surat berharga (efek) atau beraktivitas yang sesuai dengan prinsip-
prinsip Islam harus mendapatkan persetujuan dari SC.132
Dalam menjalankan fungsinya untuk meregulasi pasar modal
syariah, SC dibantu oleh Shariah Advisory Council (SAC), yaitu
sebuah dewan penasihat yang dibentuk oleh SC untuk memastikan
penerapan prinsip-prinsip syariah di pasar modal Malaysia. Oleh
karena itu, penetapan suatu efek sebagai efek yang patuh syariah
maupun tidak berada pada keputusan SAC yang diterbitkan dalam List
of Shariah-Compliant Securities yang dikeluarkan secara periodik
setiap tahun.
SAC dengan bantuan laporan tahunan dan kegiatan tiap perusahaan
dari SC juga berwenang untuk mengeluarkan suatu efek dari daftar
efek patuh syariah, setelah sebelumnya diberikan jangka waktu selama
10 hari untuk menghilangkan hal yang membuat efek tersebut menjadi
tidak patuh syariah namun ternyata perusahaan tidak mematuhinya.
Selain yang tersebut di atas, SAC juga berperan untuk
mengeluarkan keputusan yang berkaitan dengan pasar modal syariah
Malaysia, yang biasa disebut Resolusi SAC-SC. Resolusi SAC-SC
merupakan hasil rapat yang digelar oleh SAC setiap bulannya dengan
topik yang berbeda berdasarkan pengajuan topik dari tim internal SC.
Dengan dihadiri oleh seluruh anggota SAC beserta perwakilan dari
SC dan terkadang direksi SC turut hadir dalam rapat, SAC biasanya
hanya memerlukan satu kali rapat untuk menghasilkan sebuah resolusi.
Resolusi tersebut kemudian diterbitkan pada laman resmi SC sebagai
bentuk keterikatan para pelaku pasar modal terhadap resolusi tersebut.

132
Capital Market and Services Act tahun 2007, Bagian VI tentang Issues Of Securities And
Take-Overs And Mergers, Divisi 1 tentang Listed and Unlisted Capital Market Product, ayat 2
poin C dan ayat 5 dalam Requirement for approval, registration, authorization or recognition.
66

Pelanggaran terhadap resolusi SAC-SC juga menjadi penyebab


dikeluarkannya suatu efek dari List of Shariah-Compliant Securities.

C. Saham Preferen di Pasar Modal Indonesia


Berdasarkan data dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), hanya
terdapat tiga (3) perseroan terbatas yang menerbitkan saham preferen,
yaitu PT Century Textile Industry, Tbk.133, PT Hanson International,
Tbk.134, dan PT Mas Murni Indonesia, Tbk.135
Tabel 3.2
Saham Preferen di Pasar Modal Indonesia

Jumlah saham
Kode Nama Perusahaan Seri dan Jenis
yang beredar

PT Century Textile A, non


CNTX 70,000,000.00
Industry, Tbk. kumulatif

B, saham
PT Hanson preferen disertai
MYRXP 1,120,995,000.00
International, Tbk. waran secara
cuma-cuma

PT Mas Murni
MAMIP C 6,000,000.00
Indonesia, Tbk.

133
http://www.ksei.co.id/services/registered-securities/shares/lc/CNTX diakses pada 26

Oktober 2018.
134
http://www.ksei.co.id/services/registered-securities/shares/lc/MYRXP diakses pada 26

Oktober 2018.
135
http://www.ksei.co.id/services/registered-securities/shares/lc/MAMIP diakses pada 26

Oktober 2018.
67

D. Saham Preferen di Pasar Modal Malaysia


Berdasarkan data dari laman Bursa Malaysia, setidaknya terdapat
empat belas (14) perusahaan yang menerbitkan saham preferen dan go
public di Bursa Malaysia.136
Tabel 3.3
Saham Preferen di Pasar Modal Malaysia
Nama Jumlah saham
Kode Jenis saham preferen
Perusahaan yang beredar
0102 Connectcounty Irredeemable Convertible
649.821.600
PA Holdings Berhad Preference Shares
1007 AMCORP
Redeemable Convertible
PA Properties 296.816.420
Preference Shares
Berhad
3379 Insas Berhad Redeemable Preference
132.601.268
PA Shares A
4448 TASEK 6% Cumulative
PA Corporation Participating Preference 335.000
Berhad Shares
5606 IGB Berhad Redeemable Convertible
455.727.027
PA Preference Shares
5606 IGB Berhad Redeemable Convertible
PB Cumulative Preference 76.817.705
Shares
5789 LBS Bina Group Redeemable Convertible
115.448.037
PA Berhad Preference Shares
6556 ANN JOO Redeemable Convertible
PA Resources Cumulative Preference 125.139.720
Berhad Shares
7071 OCR Group Irredeemable Convertible 661.412.697

136
http://www.bursamalaysia.com/market/ diakses pada 27 Oktober 2018.
68

PA Berhad Preference Shares


7099 Atta Global Irredeemable Convertible
1.222.426.720
PA Group Berhad Preference Shares
8605 Federal
Redeeamble Convertible
PA International 270.000.000
Preference Shares
Holdings Berhad
8664 SP Setia Berhad Islamic Redeemable
PA Convertible Preference 1.127.625.002
Shares
8664 SP Setia Berhad Islamic Redeemable
PB Convertible Preference 1.209.781.427
Shares B
8907 EG Industries Redeemable Convertible
52.890.970
PA Berhad Preference Shares
BAB IV

ANALISIS PENGATURAN SAHAM PREFEREN PADA PASAR MODAL


SYARIAH DI INDONESIA DAN MALAYSIA

A. Gambaran Umum Pengaturan Saham Preferen PadaPasar Modal


Syariah di Indonesia
Saham merupakan bukti penyertaan modal seseorang pada sebuah
perseroan terbatas. Dalam definisi tersebut, terdapat unsur-unsur
pengertian saham, antara lain:
1. Surat berharga, maknanya pada saham tertulis sejumlah uang yang
menjadi hak pemegang, hak tersebut dibuktikan dengan
penguasaan saham serta saham tersebut dapat dipindah tangankan.
2. Bukti penyetoran modal, maknanya pemegang saham merupakan
penanam modal pada Perseroan Terbatas berdasarkan bukti berupa
saham yang dikuasainya.
3. Hak pemegang, maknanya dengan dikuasainya saham maka
pemegangnya memperoleh hak seperti yang diatur dalam Undang-
Undang Perseroan Terbatas.137

Ketentuan mengenai saham dalam perseroan terbatas diatur oleh


Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU
PT) di mana dalam peraturan tersebut diatur bahwa perseroan terbatas
dalam Anggaran Dasarnya (AD) dapat menetapkan satu (1) klasifikasi
saham atau lebih.138
UU PT mengenalkan klasifikasi saham dengan maksud memberikan
keleluasaan bagi mereka yang akan menanamkan modalnya di PT dengan
memilih jenis saham yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.

137
Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, Cet. Kedelapan,

(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2013), h. 255-256.


138
Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 53 ayat (1)
menyatakan “Anggaran dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih”.

69
70

Makna dari klasifikasi saham adalah kelompok saham yang satu sama lain
mempunyai karakteristik yang sama, dan karakteristik tersebut menjadi
pembeda dengan saham yang merupakan kelompok saham dari klasifikasi
saham yang berbeda.139
Lebih lanjut diatur dalam UU PT Pasal 53 ayat (3) bahwa apabila PT
dalam AD menetapkan lebih dari satu (1) klasifikasi saham, maka salah
satu diantaranya harus ditetapkan sebagai saham biasa.140 Penjelasan
saham biasa dari aturan tersebut adalah saham yang mempunyai hak suara
untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai segala hal yang
berkaitan dengan pengurusan Perseroan, mempunyai hak untuk menerima
dividen yang dibagikan, dan menerima sisa kekayaan hasil likuidasi.
Adapun klasifikasi saham yang diperbolehkan bagi perseroan terbatas
diatur pada Pasal 53 ayat (4) UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, yaitu:
1. saham dengan hak suara atau tanpa hak suara;
2. saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi
dan/atau anggota Dewan Komisaris;
3. saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau
ditukar dengan klasifikasi saham lain;
4. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk
menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi
lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif;
5. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk
menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas
pembagian sisa kekayaan Perseroan dalam likuidasi.

139
Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, Cet. Kedelapan,

(Bandung,: PT Citra Aditya Bakti, 2013), h. 256.


140
Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 53 ayat (3)
menyatakan “Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, anggaran dasar
menetapkan salah satu di antaranya sebagai saham biasa”.
71

Berdasarkan peraturan tersebut maka dapat dipahami bahwa saham


preferen turut diatur dalam UU PT sebab terdapat karakteristik saham
preferen dalam klasifikasi saham yang ada di UU PT tersebut, antara lain:
1. Pada daftar klasifikasi saham poin ketiga disebutkan bahwa
“saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau
ditukar dengan klasifikasi saham lain”. Saham dengan karakteristik
yang dapat ditarik kembali setelah jangka waktu tertentu biasa
disebut sebagai redeemable preference share.
Redeemable preference share adalah saham yang
mengharuskan perusahaan untuk membayar sejumlah tertentu
kepada pemegang saham tersebut saat saham yang dimaksud
dilepas oleh sang pemegang saham. Pelepasan saham preferen
jenis ini dapat dilakukan pada waktu yang telah ditentukan atau
setelah jangka waktu tertentu, berdasarkan keputusan dari
pemegang saham atau keputusan dari perusahaan yang
menerbitkan saham tersebut.141
Adapun saham yang setelah jangka waktu tertentu ditukar
dengan klasifikasi saham lain disebut sebagai Convertible
Preference Shares. Saham tersebut adalah jenis saham yang
memberikan hak kepada pemegangnya untuk mengonversi saham
yang dipegangnya ke dalam bentuk instrumen investasi lain yang
diterbitkan oleh perusahaan. Biasanya, hak tersebut merupakan hak
untuk mengonversi dari saham preferen kepada saham biasa. Nilai
dari konversi saham tersebut ditentukan oleh perusahaan.142
141
Wong Partnership, LLP., Type of Instruments, h. 1. Dokumen diakses dari

https://www.wongpartnership.com/index.php/files/download/1542/27102014_types-of-

investment-instruments.pdf pada 14 Agustus 2018.


142
Wong Partnership, LLP., Type of Instruments, h. 1. Dokumen diakses dari

https://www.wongpartnership.com/index.php/files/download/1542/27102014_types-of-

investment-instruments.pdf pada 14 Agustus 2018.


72

Pada umumnya, konversi pada Convertible Preference Shares


dilakukan atas permintaan dari investor, namun terdapat beberapa
situasi di mana perusahaan penerbit dapat mewajibkan konversi
atas saham jenis ini.143 Dan dalam konteks berdasarkan UU
Perseroan Terbatas ini, maka konversi menjadi suatu kewajiban
sebab klasifikasi saham tersebut dicantumkan dalam Anggaran
Dasar perusahaan.
2. Pada daftar klasifikasi saham poin keempat disebutkan bahwa
“saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk
menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi
lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif”.
Menerima dividen terlebih dahulu dari pemegang saham
lainnya merupakan sifat alami dari saham preferen. Adapun
diterimanya dividen oleh pemegang saham tersebut bisa dilakukan
secara kumulatif maupun non-kumulatif. Jenis saham preferen
yang sesuai dengan karakteristik tersebut adalah cumulative
preference share dan non-cumulative preference share.
Cumulative Preference Shares adalah bentuk saham preferen di
mana pembayaran dividennya harus diakumulasikan jika
perusahaan penerbit saham preferen tersebut tidak menghasilkan
keuntungan yang cukup untuk membagi dividen, misalnya jika
dividen tidak dibayarkan pada satu tahun tertentu, maka
pembayarannya akan dilakukan pada tahun-tahun berikutnya.
Adapun dalam Non-Cumulative Preference Shares, apabila
perusahaan penerbit saham preferen tidak dapat membayar dividen
karena keuntungan yang diperoleh perusahaan tidak mencukupi,
maka pembayaran dividen tidak akan diakumulasikan. Dalam arti
lain, para pemegang saham Non-Cumulative Preference Shares

143
Alin-Eliodor Tănase dan Traian-Ovidiu1 Calotă, “Type of Shares”, Romanian Economic

and Business Review, Vol. 9, No. 1, (2014), h. 11.


73

tidak mendapatkan dividen atas keuntungan perusahaan pada tahun


tersebut. Secara prinsip, Saham Preferen merupakan saham yang
diakumulasikan dividennya (Cumulative Preference Shares),
kecuali dinyatakan sebaliknya.144
Untuk kesesuaian dengan UU Perseroan Terbatas, maka
perusahaan yang menerbitkan saham dengan karakteristik seperti
ini harus mencantumkan dalam Anggaran Dasarnya bahwa
pembagian dividen akan dilakukan secara kumulatif atau non-
kumulatif.
3. Poin kelima dari daftar klasifikasi saham pada UU Perseroan
Terbatas menyebutkan bahwa “saham yang memberikan hak
kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang
saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan
dalam likuidasi”. Karakteristik tersebut merupakan sifat alamiah
dari saham preferen. Setiap saham preferen pada dasarnya
memiliki hak prioritas atas harta kekayaan perusahaan saat
dilikuidasi.

Kesimpulannya, saham preferen diizinkan dalam pasar modal


Indonesia berdasarkan klasifikasi saham yang telah ditentukan.
Bermacam-macam unsur klasifikasi saham tersebut tidak berarti bahwa
setiap saham preferen yang diterbitkan di Indonesia hanya dapat tergolong
dalam satu klasifikasi saja, hal ini dijelaskan pada penjelasan atas pasal 53
ayat (4) tersebut, yaitu:
“Bermacam-macam klasifikasi saham tidak selalu menunjukkan bahwa
klasifikasi tersebut masing-masing berdiri sendiri, terpisah satu sama
lain, tetapi dapat merupakan gabungan dari 2 (dua) klasifikasi atau
lebih”.145
144
Johannesburg Stock Exchange, Preference Shares. Dokumen diakses dari

https://www.jse.co.za/content/JSEEducationItems/PreferenceShares.pdf pada 14 Agustus 2018.


145
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 53 ayat (4).
74

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa saham preferen


di Indonesia dapat terdiri dari lebih dari satu klasifikasi saham yang
tercantum dalam UUPT. Misalnya, saham preferen di Indonesia dapat
bersifat redeemable preference share, dividennya dapat dibagikan secara
kumulatif, dan memiliki hak prioritas daripada pemegang saham biasa atas
harta kekayaan perusahaan yang dibagikan saat perusahaan dilikuidasi.
Selain itu, meskipun pada umumnya saham preferen tidak memiliki
hak suara, namun dengan diperbolehkannya klasifikasi saham selain
saham biasa untuk memiliki hak suara dalam UUPT, menjadikan saham
preferen di Indonesia dimungkinkan untuk memiliki hak suara dalam
RUPS. Hal ini didasarkan pada bunyi dalam pasal 52 ayat (1) dan (3)
UUPT, yaitu:
“(1) Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk:
a. menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;
b. menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil
likuidasi;
c. menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang ini.146
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf
c tidak berlaku bagi klasifikasi saham tertentu sebagaimana
ditetapkan dalam Undang-Undang ini.”147

Adapun jenis saham yang dilarang memiliki hak suara dalam UUPT
tercantum dalam Pasal 84 ayat (1) dan (2) yaitu:
“(1) Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara,
kecuali anggaran dasar menentukan lain.”148
(2) Hak suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
untuk:
a. saham Perseroan yang dikuasai sendiri oleh Perseroan;
146
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas., Pasal 52 ayat (1).
147
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 52 ayat (3).
148
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 84 ayat (1).
75

b. saham induk Perseroan yang dikuasai oleh anak


perusahaannya secara langsung atau tidak langsung; atau
c. saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang
sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki
oleh Perseroan.”149

Kemudian dalam penjelasan UUPT pada pasal 52 ayat (3) tersebut


dinyatakan bahwa:
“Yang dimaksud dengan “saham biasa” adalah saham yang
mempunyai hak suara untuk mengambil keputusan dalam RUPS
mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan Perseroan,
mempunyai hak untuk menerima dividen yang dibagikan, dan
menerima sisa kekayaan hasil likuidasi.
Hak suara yang dimiliki oleh pemegang saham biasa dapat dimiliki
juga oleh pemegang saham klasifikasi lain.”150

Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa saham yang dilarang


memiliki hak suara berdasarkan UUPT hanyalah saham yang termasuk
pada pasal 84 ayat (2). Adapun selain dari yang disebutkan pada pasal 84
ayat (2) tersebut, maka saham preferen juga dapat memiliki hak suara dan
dapat menghadiri RUPS, kecuali Anggaran Dasar perusahaan menentukan
lain.
Tabel 4.1
Jenis Saham Preferen di Indonesia Menurut Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Pernyataan dalam UUPT Sifat Jenis

“saham yang setelah Dapat Dapat ditarik Redeemable


jangka waktu tertentu memiliki kembali dalam Preference

149
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 84 ayat (2).
150
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 52 ayat (3).
76

ditarik kembali atau hak untuk jangka waktu Share


ditukar dengan klasifikasi menghadiri tertentu
saham lain” RUPS dan
Dapat ditukar
memiliki
dengan
hak suara Convertible
klasifikasi
dalam Preference
saham lain
RUPS Share
dalam jangka
waktu tertentu

saham yang memberikan Menerima hak


Cumulative
hak kepada pemegangnya prioritas atas
Preference
untuk menerima dividen dividen secara
Share
lebih dahulu dari kumulatif
pemegang saham
klasifikasi lain atas Menerima hak Non-

pembagian dividen secara atas dividen Cumulative

kumulatif atau secara non- Preference

nonkumulatif kumulatif Share

saham yang memberikan


hak kepada pemegangnya Menerima hak
Seluruh
untuk menerima lebih prioritas atas
jenis saham
dahulu dari pemegang pengembalian
preferen
saham klasifikasi lain atas modal pada saat
memiliki
pembagian sisa kekayaan likuidasi
sifat ini.
Perseroan dalam perusahaan
likuidasi”

Terkait konteks hukum saham preferen dari perspektif syariah, DSN-


MUI telah mengeluarkan Fatwa DSN-MUI 40/DSN-MUI/X/2003 tentang
Pasar Modal Dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang
Pasar Modal untuk menyatakan hukum saham preferen menurut DSN-
77

MUI. Dalam fatwa tersebut, pada poin 2 Pasal 4 tentang Jenis Efek
Syariah Bab IV tentang Kriteria dan Jenis Efek Syariah, dinyatakan
bahwa:
“Saham Syariah adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang
memenuhi kriteria sebagaimana tercantum dalam pasal 3, dan tidak
termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa”.151

Kalimat “dan tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa”


menjadi sorotan penting dalam memahami hukum saham preferen secara
syariah menurut DSN-MUI karena saham yang memiliki hak-hak
istimewa amat familiar penyebutannya dalam pasar modal dan sering
dimaknai sebagai saham preferen.
Ketika Penulis mengonfirmasikan makna “saham yang memiliki hak-
hak istimewa” dalam fatwa tersebut kepada Dr. Hasanuddin, M.Ag., yang
merupakan Dosen FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan menjabat
sebagai Wakil Ketua Badan Pengurus Harian DSN-MUI masa khidmat
2015-2020, Beliau menyatakan bahwa saham yang memiliki hak-hak
istimewa memang familiar disebut sebagai saham preferen dalam pasar
modal konvensional.152 Hal senada juga dilontarkan oleh Ah. Azharuddin
Lathif, M.Ag., M.H., yang juga merupakan dosen FSH UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan menjabat sebagai Ketua DSN-MUI Institute saat
ini.153

151
Fatwa DSN-MUI 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum

Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, Bab IV tentang Kriteria dan Jenis Efek Syariah,

Pasal 4 tentang Jenis Efek Syariah, poin 2.


152
Wawancara Pribadi dengan Dr. Hasanuddin, M.Ag., pada 3 Desember 2018 di Ruangan

Dosen FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pukul 15.21 WIB.


153
Wawancara Pribadi dengan Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H., pada 3 Desember 2018

di Ruangan Dosen FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pukul 13.41 WIB.
78

Lebih lanjut keterangan dari Dr. Hasanuddin, M.Ag., sifat dasar saham
preferen yang pada umumnya memberikan preferensi atau keistimewaan
dalam dividen maupun pembagian sisa aset perusahaan saat perusahaan
dilikuidasi bertentangan dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi, di mana
keuntungan hanya akan muncul bersamaan dengan risiko. Hal tersebut
menimbulkan kedzaliman diantara sesama pemegang saham di perusahaan
yang menerbitkan saham preferen, sehingga saham preferen jelas harus
dilarang berdasarkan prinsip syariah.154
Keterangan dari kedua sosok tersebut di atas mengarahkan asumsi
bahwa saham yang memiliki hak-hak istimewa sebagaimana tercantum
dalam fatwa DSN-MUI nomor 40 merupakan saham preferen menjadi
kepastian. Maka dengan ini menjadi terang bahwa saham preferen dilarang
dalam pasar modal syariah sebab DSN-MUI telah mengeluarkan
pengecualian atas saham preferen (saham yang memiliki hak-hak
istimewa) untuk tergolong sebagai saham syariah.
Atas pelarangan tersebut, maka seharusnya perusahaan-perusahaan
yang berbentuk perseroan terbatas tidak menerbitkan saham preferen
apabila mengaku patuh terhadap syariah. Kemudian regulator pasar modal
syariah yakni OJK, dalam merespon pelarangan saham preferen tersebut
seharusnya menjembatani pelarangan tersebut agar memiliki kekuatan
hukum yang mengikat dengan mencantumkannya dalam Peraturan OJK
(POJK).
Bila ditelaah dari peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh OJK
terkait saham syariah yakni POJK No. 17/POJK.04/2015 tentang
Penerbitan dan Persyaratan Efek Syariah Berupa Saham Oleh Emiten
Syariah Atau Perusahaan Publik Syariah dan POJK Nomor 35
/POJK.04/2017 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah, yang

154
Wawancara Pribadi dengan Dr. Hasanuddin, M.Ag., pada 10 Desember 2018 di Ruangan

Dosen FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pukul 15.42 WIB.


79

tergolong sebagai saham syariah dan masuk ke DES adalah saham yang
memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. tidak melakukan kegiatan dan jenis usaha yang bertentangan
dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal yang meliputi:
a. perjudian dan permainan yang tergolong judi;
b. jasa keuangan ribawi;
c. jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian
(gharar) dan/atau judi (maisir);
d. memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan, dan/atau
menyediakan:
1) barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi);
2) barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-
ghairihi) yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional -
Majelis Ulama Indonesia;
3) barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat;
dan/atau
4) barang atau jasa lainnya yang bertentangan dengan prinsip
syariah berdasarkan ketetapan dari Dewan Syariah Nasional
- Majelis Ulama Indonesia; dan
e. melakukan kegiatan lain yang bertentangan dengan prinsip
syariah berdasarkan ketetapan dari Dewan Syariah Nasional -
Majelis Ulama Indonesia;
2. tidak melakukan transaksi yang bertentangan dengan Prinsip
Syariah di Pasar Modal yang meliputi:
a. perdagangan atau transaksi dengan penawaran dan/atau
permintaan palsu;
b. perdagangan atau transaksi yang tidak disertai dengan
penyerahan barang dan/atau jasa;
c. perdagangan atas barang yang belum dimiliki;
80

d. pembelian atau penjualan atas Efek yang menggunakan atau


memanfaaatkan informasi orang dalam dari Emiten atau
Perusahaan Publik;
e. transaksi marjin atas Efek Syariah yang mengandung unsur
bunga (riba);
f. perdagangan atau transaksi dengan tujuan penimbunan
(ihtikar);
g. melakukan perdagangan atau transaksi yang mengandung unsur
suap (risywah); dan
h. transaksi lain yang mengandung unsur spekulasi (gharar),
penipuan (tadlis) termasuk menyembunyikan kecacatan
(ghisysy), dan upaya untuk mempengaruhi pihak lain yang
mengandung kebohongan (taghrir);
3. memenuhi rasio keuangan sebagai berikut:
a. total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset
tidak lebih dari 45% (empat puluh lima persen); dan
b. total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya
dibandingkan dengan total pendapatan usaha dan pendapatan
lain-lain tidak lebih dari 10% (sepuluh persen).

Dari syarat-syarat yang disebutkan di atas, dapat dilihat bahwa tidak


ada pengaturan terhadap saham preferen dalam persyaratan dan penerbitan
saham syariah pada umumnya maupun kriteria dan penerbitan DES pada
khususnya, baik dengan redaksi dilarang ataupun dibolehkan.
Kemudian berdasarkan data yang diberikan lewat surat elektronik oleh
OJK kepada Penulis, dinyatakan bahwa dalam penyusunan POJK No.
35/POJK.04/2017 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah,
salah satu fatwa yang menjadi landasan hukum untuk pembuatan POJK
tersebut adalah Fatwa Nomor 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal
81

dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal di


samping fatwa-fatwa lain yang berkaitan.155
Meskipun OJK menyatakan bahwa dalam penyusunan peraturannya
melandaskan kepada fatwa DSN-MUI No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang
Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang
Pasar Modal, yang memuat pernyataan bahwa saham preferen bukanlah
termasuk saham syariah, namun dalam POJK tersebut nyatanya tidak
tercantum pengaturan terkait hal tersebut.
Hal ini disebabkan oleh keterlibatan DSN-MUI dalam proses
perumusan peraturan OJK yang terbatas. Adapun proses perumusan
peraturan di dalam OJK melalui tahapan-tahapan berikut:156
1. penyusunan kajian/naskah akademis untuk mengetahui urgensi
penyusunan peraturan;
2. pembahasan dengan stakeholders baik internal maupun eksternal
OJK. Pihak yang terlibat dalam proses pembahasan ini antara lain:
a. Direktorat terkait di internal OJK;
b. Eksternal OJK: DSN-MUI, Self Regulatory Organization
(SRO), para pelaku industri jasa keuangan, pihak-pihak terkait
lainnya;
3. penyusunan draft peraturan;
4. permintaan tanggapan baik melalui Focus Group Discussion
maupun tanggapan tertulis kepada para pelaku industri jasa
keuangan dan pihak-pihak terkait lainnya;
5. penerbitan peraturan.

155
Jawaban Kuisioner oleh OJK lewat surat elektronik atas alamat gita.armitawati@ojk.go.id

yang diterima oleh Penulis pada 13 November 2018 pukul 09.02.


156
Jawaban Kuisioner oleh OJK lewat surat elektronik atas alamat gita.armitawati@ojk.go.id

yang diterima oleh Penulis pada 13 November 2018 pukul 09.02.


82

Dari penjabaran tersebut dapat disimpulkan bahwa DSN-MUI hanya


terlibat dalam tahapan pembuatan peraturan nomor 2, yaitu pembahasan
dengan stakeholders baik internal maupun eksternal OJK. Keterlibatan
DSN-MUI dalam proses tersebut adalah sebagai salah satu narasumber
yang berperan memberikan saran, masukan, dan pendapat yang sesuai
dengan pemahaman keilmuan dan pengalaman yang dimiliki, khususnya
terkait dengan penerapan prinsip syariah di pasar modal.157
Sehingga keputusan akhir atas pengaturan prinsip syariah pada saham
di pasar modal yang dikeluarkan dalam bentuk POJK tersebut merupakan
sepenuhnya wewenang dari OJK. Maka, tidak diaturnya saham preferen
pada pasar modal syariah dalam POJK merupakan keputusan dari OJK
sendiri. Adapun saat berdiskusi dengan Dr. Hasanuddin, M.Ag., hal
tersebut dikarenakan peraturan-peraturan terkait saham syariah yang telah
ada saat ini hanya mengatur jenis saham biasa di pasar modal syariah,
bukan mengatur jenis saham preferen.
Beliau melanjutkan, bahwa meskipun belum diatur dalam POJK,
seharusnya seluruh pelaku pasar modal syariah harus kembali kepada
fatwa DSN-MUI, sebab dalam POJK No. 17/POJK.04/2015 tentang
Penerbitan dan Persyaratan Efek Syariah Berupa Saham Oleh Emiten
Syariah Atau Perusahaan Publik Syariah, serta POJK Nomor 35
/POJK.04/2017 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah
dinyatakan bahwa:
“Prinsip Syariah di Pasar Modal adalah prinsip hukum Islam dalam
kegiatan syariah di pasar modal berdasarkan fatwa Dewan Syariah
Nasional - Majelis Ulama Indonesia, sepanjang fatwa dimaksud tidak
bertentangan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal dan/atau Peraturan Otoritas

157
Jawaban Kuisioner oleh OJK lewat surat elektronik atas alamat gita.armitawati@ojk.go.id

yang diterima oleh Penulis pada 13 November 2018 pukul 09.02.


83

Jasa Keuangan lainnya yang didasarkan pada fatwa Dewan Syariah


Nasional - Majelis Ulama Indonesia”.158159

Dapat disimpulkan bahwa pengaturan saham preferen pada pasar


modal syariah di Indonesia hanyalah terdapat pada tingkatan norma yaitu
fatwa, belum masuk ke dalam tingkatan legislasi yaitu peraturan OJK.
Pada nyatanya, fatwa tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali
apabila fatwa tersebut beralih atau diserap dalam Peraturan OJK umum
yang diakui mempunyai kekuatan hukum yang mengikat bagi masyarakat
berdasarkan pada Pasal 8 UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan.

B. Gambaran Umum Pengaturan Saham Preferen Pada Pasar Modal


Syariah di Malaysia
Saham yang diterbitkan oleh perusahaan di Malaysia dapat bermacam-
macam tipenya sesuai dengan apa yang disepakati dalam Anggaran Dasar
perusahan. Adapun pada pasal 69 Companies Act tahun 2016, saham
dalam suatu perusahaan dapat berupa:160
1. Saham yang diterbitkan dalam kelas yang berbeda-beda;
2. Saham yang dapat ditarik kembali sesuai dengan pasal 72;
3. Saham yang memberikan hak istimewa pada saat distribusi
kekayaan ataupun penghasilan;

158
POJK Nomor 17/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Syariah Berupa

Saham Oleh Emiten Syariah Atau Perusahaan Publik Syariah, Pasal 1 ayat (3).
159
POJK Nomor 35 /POJK.04/2017 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah,

Pasal 1 ayat (2).


160
“Subject to the constitution of the company, shares in a company may— (a) be issued in
different classes; (b) be redeemable in accordance with section 72; (c) confer preferential rights to
distributions of capital or income; (d) confer special, limited or conditional voting rights; or (e)
not confer voting rights”. Companies Act tahun 2016, Companies Act tahun 2016, Bagian III
tentang Management of Company, Divisi 1 tentang Share and Capital Maintenance, Subdivisi1
tentang Share Capital, Pasal 69 tentang Type of Shares.
84

4. Saham yang memberikan hak suara khusus, hak suara terbatas,


ataupun hak suara bersyarat; atau
5. Saham yang tidak memberikan hak suara.

Berdasarkan pasal 69 di atas, dapat diketahui bahwa saham preferen di


Malaysia secara hukum dapat diterbitkan dan dimiliki sebab pada ayat (2)
yang berbunyi “saham yang dapat ditarik kembali sesuai dengan pasal 72”,
pernyataan tersebut merujuk kepada pasal 72 Companies Act tahun 2016
tentang Saham Preferen.161
Adapun saham preferen di Malaysia dimaknai sebagai saham yang
tidak memberikan pemegangnya hak suara pada rapat umum pemegang
saham (RUPS) atau hak apapun untuk berpartisipasi diluar hak atas jumlah
yang telah ditetapkan pada pembagian dividen, atau pada saat penebusan
saham, pada saat likuidasi atau berakhirnya masa berlaku saham, dan lain-
lain.162 Apabila ditambah dengan pasal 69 ayat (2) di atas, maka saham
preferen pada hakikatnya dimaknai sebagai saham yang dapat ditarik
kembali.
Saham preferen yang diterbitkan oleh perusahaan menurut peraturan
tersebut dapat dikembalikan atau ditebus kembali oleh perusahaan, apabila
perusahaan menghendakinya dan ditetapkan dalam Anggaran Dasar.163
Selain itu, penebusan kembali saham preferen tidak dapat dianggap

161
“Subject to its constitution, a company having a share capital may issue preference shares”
Companies Act tahun 2016, Companies Act tahun 2016, Bagian III tentang Management of
Company, Divisi 1 tentang Share and Capital Maintenance, Subdivisi1 tentang Share Capital,
Pasal 72 tentang Preference Share ayat (1).
162
“‟Preference Share’ means a share by whatever name called, which does not entitle the
holder to the right to vote on a resolution or to any right to participate beyond a specified amount
in any distribution whether by way of duvudend, or on redemption, in a winding up, or
otherwise;”. Companies Act tahun 2016, Part I Preliminary, Pasal 2 ayat (1),
163
“Subject to this section and if authorized by its constitution, a company may issue
preference shares which are liable, or at the option of the company atre to be liable, to be
redeemed in accordance with the constitution”. Companies Act tahun 2016, Bagian III tentang
Management of Company, Divisi 1 tentang Share and Capital Maintenance, Subdivisi1 tentang
Share Capital, Pasal 72 tentang Preference Share ayat (2).
85

sebagai pengurangan jumlah saham perusahaan.164Adapun penebusan


kembali saham preferen dapat dilakukan jika saham tersebut sepenuhnya
telah dibayarkan dan penebusan kembali saham tersebut dilakukan berasal
dari:165
1. Keuntungan;
2. Penerbitan saham baru; atau
3. Modal perusahaan. Penebusan kembali saham preferen
berdasarkan hal ini hanya dapat dilakukan apabila:
a. Seluruh direksi perusahaan telah membuat pernyataan
solvabilitas berdasarkan pasal 113 Companies Act tahun 2016
yang berhubungan dengan penebusan kembali saham, dan
b. Perusahaan telah memberikan salinan pernyataan solvabilitas
kepada Registrar.

Dalam peraturan tersebut juga diatur bahwa saham preferen tidak


memiliki hak yang dimiliki oleh pemegang saham lainnya, seperti hak
untuk datang, berpartisipasi dan berbicara dalam rapat, hak untuk memilih
dalam pengambilan keputusan yang dibuat oleh perusahaan, hak
mempunyai satu suara atas setiap saham yang dimilikinya pada saat
pengambilan keputusan perusahaan, hak memperoleh kesetaraan dalam
pembagian surplus aset perusahaan, atau hak memperoleh kesetaraan
dalam pembagian dividen.166

164
“The redemption of the preference shares shall not be taken as reducing the amount of
share capital of the company”. Companies Act tahun 2016, Bagian III tentang Management of
Company, Divisi 1 tentang Share and Capital Maintenance, Subdivisi1 tentang Share Capital,
Pasal 72 tentang Preference Share ayat (3).
165
“The shares shall be redeemable only if the shares are fully paid up and the redemption
shall be out of – (a) profits; (b) a fresh issue of shares; or (c) capital of the company”. Companies
Act tahun 2016, Bagian III tentang Management of Company, Divisi 1 tentang Share and Capital
Maintenance, Subdivisi1 tentang Share Capital, Pasal 72 tentang Preference Share ayat (4).
166
“A share in a company, other than preference shares, confers on the holder— (a) the right
to attend, participate and speak at a meeting; (b) the right to vote on a show of hands on any
resolution of the company; (c) the right to one vote for each share on a poll on any resolution of
the company; (d) the right to an equal share in the distribution of the surplus assets of the
company; or (e) the right to an equal share in dividends authorized by the Board.” Companies
Act tahun 2016, Bagian III tentang Management of Company, Divisi 1 tentang Share and Capital
86

Namun pemegang saham preferen memiliki hak memilih atas variasi


hak yang melekat pada kelas saham preferen apabila telah ditentukan pada
Anggaran Dasar perusahaan tentang variasi hak-hak tersebut atau
berdasarkan persetujuan para pemegang saham dengan persentase tidak
kurang dari 75 % atas total pemegang saham pada kelas tersebut.
Oleh karena itu, perusahaan yang akan menerbitkan saham preferen
atau mengonversi saham biasa menjadi saham preferen harus
mencantumkan dalam Anggaran Dasarnya mengenai hak-hak pemegang
saham preferen. Hak-hak tersebut berkaitan dengan pengembalian modal
pemegang saham preferen, penyertaan pemegang saham preferen dalam
surplus aset dan profit perusahaan, dividen yang dibagikan apakah bersifat
kumulatif atau non-kumulatif, hak suara dan prioritas dalam pengembalian
modal dan dividen pemegang saham preferen yang bersinggungan dengan
saham lain atau klasifikasi saham selain dari saham preferen.167
Kesimpulannya, karakteristik saham preferen di Malaysia berdasarkan
Companies Act tahun 2016 dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Tidak memiliki hak suara dalam RUPS;
2. Hanya memiliki hak atas jumlah dividen, jumlah yang diterima
saat penebusan saham, likuidasi ataupun berakhirnya masa
berlaku saham;
3. Dapat ditarik kembali;
4. Dapat memiliki hak penyertaan dalam surplus aset dan profit
perusahaan;

Maintenance, Subdivisi 1 tentang Share Capital, Pasal 71 tentang Rights and powers attached to
share, ayat (1).
167
“(4) No company shall allot any preference shares or convert any issued shares into
preference shares unless provided by the constitution and the constitution shall set out the rights
of the shareholders with respect to repayment of capital, participation in surplus assets and
profits, cumulative or non-cumulative dividends, voting and priority of payment of capital and
dividend in relation to other shares or other classes of preference shares”. Companies Act tahun
2016, Bagian III tentang Management of Company, Divisi 1 tentang Share and Capital
Maintenance, Subdivisi1 tentang Share Capital, Pasal 90 tentang Description of Shares of
Different Classes ayat (4).
87

5. Dapat ditentukan apakah dividennya dibagikan secara


kumulatif atau non-kumulatif; dan
6. Dapat memiliki hak prioritas dalam pengembalian modal dan
dividen.

Terkait perusahaan patuh syariah yang berkehendak untuk


menerbitkan saham preferen, SAC-SC telah menerbitkan dua (2) resolusi
yang spesifik mengatur saham preferen pada pasar modal syariah di
Malaysia.
Resolusi yang pertama adalah resolusi yang dihasilkan dari rapat ke-20
SAC pada 14 Juli 1999. Adapun isi resolusi tersebut, menerangkan bahwa
saham preferen biasa (non-cumulative) diperbolehkan berdasarkan
tanazul168, di mana pada saat rapat umum pemegang saham (RUPS)
perusahaan untuk menerbitkan saham preferen, para pemegang saham
biasa bersepakat secara sukarela untuk memberikan haknya atas
keuntungan perusahaan kepada pemegang saham preferen.169
Dapat diambil kesimpulan bahwa pada saat dikeluarkannya resolusi
tersebut, SAC hanya mengeluarkan pendapat terkait diperbolehkannya
saham preferen jenis non-cumulative. Ini berarti bahwa resolusi tersebut
belum menjawab secara keseluruhan hukum saham preferen pada pasar
modal syariah di Malaysia sebab banyak jenis-jenis saham preferen yang
tidak terjawab hukumnya melalui resolusi tersebut.
Oleh karena itu sebagai tindak lanjut dari resolusi tersebut, SAC
kembali mengeluarkan resolusi terkait saham preferen yang dihasilkan dari
rapat ke-193 SAC pada tanggal 19 Januari 2017, yang mengatur bahwa
saham preferen dianggap patuh syariah apabila saham pendasarnya170

168
Tanazul berarti melepaskan klaim atas hak.
169
Securities Commission Malaysia, Resolutions of The Securities Commission Shariah

Advisory Council: Second Edition, (Kuala Lumpur: Securities Commission, 2007), h. 92.
170
Secara khusus, tidak ada penjelasan terkait saham pendasar (dalam bahasa Inggris disebut
underlying share) pada resolusi ini. Namun istilah underlying share pada pasar modal di Malaysia
biasa digunakan untuk menyebut saham yang melekat padanya produk derivatif waran.
88

diklasifikasikan sebagai efek yang patuh syariah (Shariah-compliant


securities).171 Adapun untuk menetapkan suatu efek sebagai efek yang
patuh syariah, SAC melakukan pendekatan dengan metode kuantitatif dan
kualitatif terhadap perusahaan yang dievaluasi berdasarkan Shariah
Screening Methodology Securities Commission Malaysia‟s (SC) Shariah
Advisory Council (SAC).
Untuk melakukan evaluasi terhadap perusahaan dengan metode
kualitatif dan kuantitatif tersebut, SAC mendapatkan informasi atas
perusahaan yang akan dievaluasi berdasarkan data yang diberikan oleh SC.
Setelah selesai evaluasi, laporan atas hasil evaluasi tersebut diberikan
kepada Dewan Komisi SAC-SC untuk dietujui dan selanjutnya daftar dari
efek-efek yang telah disetujui oleh SAC-SC sebagai efek yang patuh
syariah tersebut diumumkan ke publik oleh SC sebagai pemberitahuan
bahwa saham-saham tersebut dapat dibeli oleh masyarakat Muslim di
Malaysia.172
Maka secara konklusif, hukum dari saham preferen di pasar modal
syariah Malaysia yang pertama adalah boleh selama saham biasa yang
menjadi pendasar saham preferen pada perusahaan tersebut masih
tergolong sebagai efek yang patuh syariah.
Adapun hukum dari saham preferen di Malaysia yang kedua tetaplah
sama dengan Resolusi SAC-SC yang dikeluarkan pada 14 Juli 1999, yaitu

Pemaknaan atas saham pendasar yang sama juga digunakan oleh SAC-SC dalam publikasi List of
Shariah-Compliant Securities (Daftar efek patuh syariah) yang dirilis pada 25 Mei 2018 yang
berbunyi “Sekuriti-sekuriti patuh Syariah termasuk saham biasa dan waran (diterbitkan oleh
pihak syarikat sendiri). Ini bermakna waran diklasifikasikan sebagai sekuriti patuh Syariah
dengan syarat saham pendasarnya juga patuh Syariah”.
171
The 193rd Shariah Advisory Council Of The Securities Commission Malaysia Meeting (19

January 2017), diakses dari https://www.sc.com.my/the-193rd-shariah-advisory-council-of-the-

securities-commission-malaysia-meeting-19-january-2017 pada 30 Oktober 2018.


172
Mohd. Ma‟sum Billah, Islamic Law of Trade and Finance; A Selection of Issues,

(Malaysia: Ilmiah Publishers SDN. BHD, 2003), h. 87.


89

apabila terdapat perusahaan yang efeknya tidak patuh syariah namun tetap
berkehendak untuk menerbitkan saham preferen di pasar modal syariah,
maka jenis saham preferen yang diperbolehkan saham preferen non-
kumulatif.
Resolusi yang dikeluarkan oleh SAC-SC dijamin kedudukannya dalam
Securities Commission Act tahun 1993 Pasal 31ZO tentang Pengaruh dari
Keputusan Syariah, bahwa keputusan apa pun yang dibuat oleh SAC harus
mengikat kepada para pihak yang berlisensi, bursa saham, pertukaran
derivatif, lembaga kliring, depositori pusat, perusahaan yang terdaftar atau
pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31ZM serta pengadilan atau
arbitrator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31ZN.173
Meskipun begitu, dalam praktiknya resolusi SAC-SC dapat mengikat
apabila resolusi tersebut telah diumumkan oleh SC kepada publik, dan
salah satu bentuk pengumuman kepada publik adalah dengan menerbitkan
resolusi tersebut ke dalam laman SC. Hal tersebut diamini oleh Prof. Dr.
Fathurrahman Djamil, MA., yang pernah menjabat sebagai Anggota SAC-
SC periode 2010-2012, saat Penulis mengonfirmasikan hal ini kepada
Beliau.174
Sehingga dengan diterbitkannya dua resolusi terkait saham preferen
tersebut oleh SC ke dalam laman SC, secara langsung telah
mengindikasikan kepada para pelaku pasar modal syariah di Malaysia
harus patuh terhadap resolusi tersebut. SAC-SC yang mempunyai
wewenang untuk memasukkan atau mengeluarkan efek dalam Daftar Efek
Patuh Syariah serta dapat menghentikan transaksi atau apapun yang sudah

173
Securities Commission Act tahun 1993, “Any ruling made by the Shariah Advisory Council
under section 31ZM or 31ZN shall be binding on— (a) the licensed person, stock exchange,
derivatives exchange, clearing house, central depository, listed corporation or any other person
referred to in section 31ZM; and (b) the court or arbitrator referred to in section 31ZN”, 31ZO,
Effect of Shariah ruling.
174
Wawancara Pribadi dengan Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, M.A. di kantor Wakil

Koordinator Kopertais DKI Jakarta, 31 Oktober 2018.


90

tidak compliant lagi dengan syariah menjadikan penegakan hukum atas


resolusi ini menjadi lebih mudah.175

C. Analisis Perbandingan Pengaturan Saham Preferen Pada Pasar


Modal Syariah di Indonesia dan Malaysia
Berikut hasil analisis Penulis dengan menggunakan teori perbandingan
yang membandingkan pengaturan saham preferen pada pasar modal
syariah di Indonesia dan Malaysia dengan mengemukakan perbedaan-
perbedaannya:
Tabel 4.2
Perbandingan Pengaturan Saham Preferen Pada Pasar Modal
Syariah di Indonesia dan Malaysia

Pengaturan Saham Preferen Pengaturan Saham Preferen


pada pasar modal syariah di pada pasar modal syariah di
Indonesia Malaysia

Berdasarkan Saham Syariah adalah bukti 1. Boleh, selama saham


Fatwa kepemilikan atas suatu pendasar (saham biasa)
perusahaan yang memenuhi dalam perusahaan penerbit
kriteria sebagaimana mematuhi prinsip syariah
tercantum dalam pasal 3 berdasarkan keputusan
Fatwa DSN-MUI No. SAC-SC.
40/DSN-MUI/X/2003, dan 2. Boleh apabila saham
tidak termasuk saham yang pendasarnya tidak termasuk
memiliki hak-hak istimewa efek patuh syariah, namun
(saham preferen). terbatas pada saham
preferen non-kumulatif.

175
Wawancara Pribadi dengan Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, M.A. di kantor Wakil

Koordinator Kopertais DKI Jakarta, 31 Oktober 2018.


91

Berdasarkan Tidak ada. Resolusi SAC-SC


Peraturan berkekuatan hukum
Perundang- mengikat berdasarkan
undangan Securities Commission Act
tahun 1993 Pasal 31ZO
serta harus dipatuhi oleh
seluruh pelaku di pasar
modal syariah Malaysia
apabila resolusi tersebut
diumumkan oleh SC pada
lamannya.

Dari segi regulasi, maka Malaysia jauh lebih baik daripada


Indonesia karena dengan peraturannya yang menjamin resolusi yang
dikeluarkan oleh SAC-SC memiliki kekuatan hukum yang mengikat
menjadikan peraturan saham preferen di Malaysia lebih pasti
dibandingkan dengan Indonesia yang baru diatur dalam fatwa saja.

D. Dampak Hukum Pengaturan Saham Preferen Pada Pasar Modal


Syariah di Indonesia dan Malaysia
1. Dampak Hukum Pengaturan Saham Preferen Pada Pasar Modal
Syariah di Indonesia
Merujuk kepada teori dari Budiman Ginting, kepastian hukum
diukur dari dua unsur. Pertama, hukum (undang-undang) harus tegas
dan tidak boleh multitafsir. Kedua, kekuasaan yang memberlakukan
hukum (undang-undang) tidak boleh secara semena-mena menerapkan
hukum yang retroaktif, tetap kukuh menerapkan prinsip legalitas.
Apabila pengaturan saham preferen pada pasar modal syariah di
Indonesia dinilai berdasarkan tolak ukur tersebut, maka pengaturan di
Indonesia bahkan belum memenuhi unsur yang pertama sebab dalam
92

POJK176177 dinyatakan bahwa Prinsip Syariah di Pasar Modal adalah


prinsip hukum Islam dalam kegiatan syariah di pasar modal
berdasarkan fatwa DSN-MUI dan telah diakui bahwa Fatwa DSN-MUI
No. 40/DSN-MUI/X/2003 merupakan salah satu rujukan OJK dalam
membuat POJK tersebut. Namun nyatanya dalam POJK tidak
diimplementasikan keseluruhan isi fatwa, salah satu faktanya adalah
tersisanya aturan mengenai larangan saham preferen.
Kemudian berdasarkan pada penjelasan atas pasal 6 ayat (1) huruf i
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011, asas ketertiban dan kepastian
hukum diartikan bahwa setiap materi muatan Peraturan Perundang-
undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat
melalui jaminan kepastian hukum.
Pernyataan “…berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional -
Majelis Ulama Indonesia, sepanjang fatwa dimaksud tidak
bertentangan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal dan/atau Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan lainnya yang didasarkan pada fatwa Dewan Syariah
Nasional - Majelis Ulama Indonesia” dalam POJK178179 menegaskan
bahwa kedudukan POJK bila dibandingkan dengan Fatwa DSN-MUI
lebih tinggi dan lebih mengikat untuk para pelaku pasar modal syariah
di Indonesia.

176
POJK Nomor 17/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Syariah Berupa

Saham Oleh Emiten Syariah Atau Perusahaan Publik Syariah, Pasal 1 ayat (3).
177
POJK Nomor 35 /POJK.04/2017 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah,

Pasal 1 ayat (2).


178
POJK Nomor 17/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Syariah Berupa

Saham Oleh Emiten Syariah Atau Perusahaan Publik Syariah, Pasal 1 ayat (3).
179
POJK Nomor 35 /POJK.04/2017 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah,

Pasal 1 ayat (2).


93

Sebab pelarangan saham preferen baru terbatas pada fatwa dan


belum diimplementasikan ke dalam POJK, maka ketertiban
masyarakat dalam pasar modal syariah untuk tidak berinvestasi di
saham preferen sulit diwujudkan pada saat ini sebab kepastian hukum
secara legal belum dapat terjamin sebelum hal ini telah diatur dalam
POJK, meskipun kepastian hukum secara syariahnya telah ada.
Adapun saham yang termasuk ke dalam Daftar Efek Syariah
merupakan saham biasa, dan menurut keterangan Dr. Hasanuddin,
M.Ag., adanya saham preferen dalam perusahaan tersebut tidak
memengaruhi status saham biasa yang ada, sebab penilaian syariahnya
saham biasa berdasarkan tiga aspek penilaian yakni kegiatan dan jenis
usaha, transaksi, dan rasio keuangannya harus sesuai dengan Prinsip
Syariah yang telah ditetapkan oleh OJK. Selain itu, saham preferen
pada pasar modal Indonesia saat ini tidak diperjual belikan di bursa,
sedangkan DES adalah saham-saham yang dijual di bursa.
Namun masih tersisa satu persoalan, yaitu apabila perusahaan yang
termasuk Daftar Efek Syariah tersebut dilikuidasi, maka status
pemegang saham biasa dalam klaim atas sisa aset perusahaan tetaplah
lebih rendah dibandingkan pemegang saham preferen. Sehingga
prioritas atas pemegang saham preferen tidak dapat terelakkan dan
kedzaliman terhadap pemegang saham biasa tetap terjadi.
Adapun Dr. Hasanuddin, M.Ag dan Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag.,
M.H., berpendapat untuk mengembalikannya kepada fatwa. Sehingga
pada dasarnya perusahaan-perusahaan tersebut dianjurkan untuk tidak
menerbitkan saham preferen sesuai dengan fatwa yang ada.
Pada saat ini, ada dua (2) di antara tiga (3) perseroan terbatas di
Indonesia yang menerbitkan saham preferen berkaitan dengan prinsip
94

syariah, sebab perusahaan-perusahaan tersebut tercantum dalam Daftar


Efek Syariah yang dikeluarkan oleh OJK.180

Tabel 4.3
Daftar Perusahaan Penerbit Saham Preferen Yang Termasuk
Dalam Daftar Efek Syariah
Kode Nama Perusahaan Periode Masuk DES
Juni 2014 - Mei 2016
MYRX PT Hanson International, Tbk. Desember 2016 - Mei
2018
MAMI PT Mas Murni Indonesia, Tbk. Juni 2014 – sekarang

Sehingga, apabila hukum dari terlarangnya saham preferen


diterapkan oleh OJK, maka dua perusahaan di atas harus membeli
saham preferen tersebut dari para pemegangnya dan hanya menerbitkan
saham biasa, atau dua perusahaan di atas harus dikeluarkan dari Daftar
Efek Syariah demi terhindarnya kedzaliman yang terjadi antar para
pemegang saham apabila perusahaan dilikuidasi. Namun fatwa tidak
memiliki kekuatan hukum yang mengikat, dan diperlukan peran OJK
untuk mengatur hal ini.
Dalam hal ini maka dapat disimpulkan bahwa dampak hukum dari
kondisi pengaturan saham preferen pada pasar modal syariah di
Indonesia saat ini adalah adanya ketidakpastian hukum dari aspek
prinsip syariah yang diterapkan pada pasar modal syariah terutama
kriteria prinsip syariah pada saham syariah, sebab belum diatur dalam
POJK mengenai ketentuan pelarangan saham preferen, ataupun
ketentuan berinvestasi pada efek syariah yang perusahaannya
menerbitkan saham preferen.

180
https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/data-dan-statistik/daftar-efek-syariah/default.aspx

diakses pada 27 Oktober 2018.


95

Meskipun pelarangan saham preferen nantinya diterapkan oleh


OJK dan ditetapkan dalam POJK, hal tersebut tidak akan berpengaruh
besar namun tetap berpengaruh negatif terhadap jumlah daftar efek
syariah di Indonesia maupun kapitalisasi pasar modal syariah di
Indonesia di mana adanya saham preferen menggugurkan status
syariahnya suatu saham perusahaan sehingga mengurangi jumlah
daftar efek syariah di Indonesia dan mengurangi kapitalisasi pasar
modal syariah di Indonesia.

2. Dampak Hukum Pengaturan Saham Preferen Pada Pasar Modal


Syariah di Malaysia
Berdasarkan teori kepastian hukum dari Budiman Ginting,
pengaturan saham preferen pada pasar modal syariah di Malaysia
dinilai tidak bertentangan dengan kedua unsur kepastian hukum
dengan adanya latar belakang pemikiran serta argumen-argumen yang
digunakan sebagai dasar resolusi yang memastikan resolusi tersebut
tidak multi tafsir. Serta hadirnya resolusi ke 193 SAC-SC tentang
saham preferen yang melengkapi ketegasan SAC-SC dalam mengatur
saham preferen yang tidak menghilangkan resolusi yang telah
dikeluarkan sebelumnya dan resolusi yang dikeluarkan pun tidak
bersifat retroaktif.
Maka, dari pengaturan saham preferen pada pasar modal syariah di
Malaysia berdampak pada tercipta dan terjaminnya kepastian hukum
bagi para pelaku pasar modal syariah di Malaysia untuk bertransaksi
saham preferen mulai dari menerbitkan hingga berinvestasi padanya
karena telah dipastikan hukumnya oleh SAC-SC melalui resolusi-
resolusi tersebut.
Dampak lainnya yang terjadi dari diperbolehkannya saham
preferen pada pasar modal syariah di Malaysia berdasarkan Resolution
from The 20th Shariah Advisory Council Of The Securities
Commission Malaysia Meeting (14 July 1999), saham preferen telah
96

digunakan dalam beberapa transaksi di Malaysia, salah satunya Bank


Islam menawarkan saham preferen sebesar RM 540 juta (setara dengan
US$ 165.2 juta) kepada pemegang sahamnya, termasuk BIMB
Holdings yang berbasis di Malaysia dan Lembaga Tabung Haji.181
Kemudian berdasarkan data dari laman Bursa Malaysia, dilihat
dari empat belas (14) perusahaan yang menerbitkan saham preferen182
sebanyak sebelas (11) perusahaan di antaranya termasuk ke dalam
daftar efek yang patuh syariah yang dikeluarkan oleh Shariah Advisory
Council – Securities Commission (SAC-SC) pada 30 November
2018.183
Tabel 4.4

Daftar Efek Patuh Syariah Malaysia


Nama Jenis saham Jumlah saham Patuh
Kode
Perusahaan preferen yang beredar Syariah
0102 Connectcounty Irredeemable
PA Holdings Convertible
649.821.600 Ya
Berhad Preference
Shares
1007 AMCORP Redeemable
PA Properties Convertible
296.816.420 Ya
Berhad Preference
Shares

181
LM, “Not Always Black and White: The Knotty Problem of Preference Shares”, Islamic

Finance News, 9 April 2014.


182
http://www.bursamalaysia.com/market/ diakses pada 27 Oktober 2018.
183
Shariah Advisory Council of the Securities Commission Malaysia, List of Shariah-

Compliant Securities, per 30 November 2018. Dokumen diakses dari

https://www.sc.com.my/api/documentms/download.ashx?id=f325b375-67e9-49c3-a45d-

4864c8a6be7f pada 12 Desember 2018.


97

4448 TASEK 6% Cumulative


PA Corporation Participating
335.000 Ya
Berhad Preference
Shares
5789 LBS Bina Redeemable
PA Group Berhad Convertible
115.448.037 Ya
Preference
Shares
6556 ANN JOO Redeemable
PA Resources Convertible
Berhad Cumulative 125.139.720 Ya
Preference
Shares
7071 OCR Group Irredeemable
PA Berhad Convertible
661.412.697 Ya
Preference
Shares
7099 Atta Global Irredeemable
PA Group Berhad Convertible
1.222.426.720 Ya
Preference
Shares
8605 Federal Redeeamble
PA International Convertible
270.000.000 Ya
Holdings Preference
Berhad Shares
8664 SP Setia Islamic
PA Berhad Redeemable
Convertible 1.127.625.002 Ya
Preference
Shares
98

8664 SP Setia Islamic


PB Berhad Redeemable
Convertible 1.209.781.427 Ya
Preference
Shares B
8907 EG Industries Redeemable
PA Berhad Convertible
52.890.970 Ya
Preference
Shares

Adanya Resolusi dari The 193rd Shariah Advisory Council Of The


Securities Commission Malaysia Meeting pada 19 Januari 2017
membuat beberapa perusahaan yang pada tahun 2016 tidak termasuk
ke dalam daftar efek syariah menjadi masuk ke dalam daftar tersebut
sejak tahun 2017, seperti ANN JOO Resources Berhad, OCR Group
Berhad, dan Federal International Holdings Berhad.184 Hal tersebut
memberikan opsi tambahan bagi para investor pasar modal syariah di
Malaysia untuk berinvestasi pada efek-efek syariah yang baru.
Hal tersebut turut berkontribusi pada perkembangan daftar efek
syariah Malaysia yang pada tahun 2017 bertambah sebanyak 17 efek
patuh syariah dibandingkan tahun sebelumnya.185 Kapitalisasi pasar
modal syariah di Malaysia pada tahun 2017 juga turut meningkat
dengan pencapaian RM 1.133,83 triliun bila dibandingkan dengan
tahun 2016 yang hanya mencapai angka RM 1.030,56 milyar.186

184
Shariah Advisory Council of the Securities Commission Malaysia, List of Shariah-

Compliant Securities, per 25 November 2016. Dokumen diakses dari

https://www.sc.com.my/api/documentms/download.ashx?id=77ef86e2-0718-478e-b381-

b4f65d240c57 pada 12 Desember 2018.


185
Lihat Grafik 3.3 Perkembangan Jumlah Efek Patuh Syariah di Malaysia, h. 62.
186
Lihat Grafik 3.4 Kapitalisasi Pasar Modal Syariah di Malaysia, h. 62.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Penulis, konklusi
yang diperoleh adalah bahwa pengaturan saham preferen pada pasar modal
syariah di Indonesia baru terbatas pada Fatwa DSN-MUI No. 40/DSN-
MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip
Syariah di Bidang Pasar Modal, yang menyatakan bahwa saham preferen
tidaklah termasuk saham syariah, dan belum ada Peraturan OJK terkait
saham syariah yang memuat pelarangan saham preferen dari fatwa
tersebut.
Sedangkan pengaturan saham preferen pada pasar modal syariah di
Malaysia berdasarkan Resolution from The 20th Shariah Advisory Council
Of The Securities Commission Malaysia Meeting (14 July 1999) dan
Resolution from The 193rd Shariah Advisory Council Of The Securities
Commission Malaysia Meeting (19 January 2017), menyatakan bahwa
saham preferen diperbolehkan selama saham pendasarnya termasuk dalam
efek yang patuh syariah, dan juga diperbolehkan bagi saham pendasar
yang tidak patuh syariah selama jenisnya non-kumulatif. Resolusi-resolusi
tersebut diakui berkekuatan hukum mengikat berdasarkan Pasal 31ZM-
31ZO Securities Commission Act tahun 1993 selama dipublikasikan
langsung oleh SC.
Dampak dari pengaturan di kedua negara tersebut adalah bahwa di
Indonesia hukum atas saham preferen pada pasar modal syariah belum
mencapai kepastian hukum sebelum ditetapkan dalam Peraturan OJK.
Adapun di Malaysia telah tercapai kepastian hukum atas saham preferen
menyebabkan saham preferen cukup menarik bagi para investor terlihat
dari jumlah perusahaan yang menerbitkannya, serta menambah daftar efek
patuh syariah di Malaysia berikut dengan kapitalisasi pasar modal syariah
di Malaysia pada tahun 2017.

99
100

B. Saran
1. Bagi para stakeholders dan pemangku kepentingan terkait pasar modal
syariah yakni OJK, BEI dan DSN-MUI untuk melakukan koordinasi
dalam merumuskan peraturan atas saham preferen di pasar modal
syariah Indonesia dalam rangka penyempurnaan penerapan prinsip
syariah pada pasar modal syariah di Indonesia terkhusus pada saham
syariah;
2. Bagi para investor yang ingin berinvestasi di saham syariah,
diharapkan memiliki pengetahuan tentang fatwa DSN-MUI No.
40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum
Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal dan memiliki
pengetahuan tentang saham preferen di pasar modal Indonesia; dan
3. Bagi para pembaca, diharapkan adanya penelitian lanjutan terkait
pengaturan saham preferen pada pasar modal syariah di Indonesia jika
di kemudian hari terdapat regulasi baru terkait saham preferen baik
dalam bentuk fatwa maupun POJK. Serta demi mengkomplemen hasil
penelitian selanjutnya, harap perhatikan dokumen yang terakhir
dilampirkan dalam skripsi ini.
DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Literatur

“A Haven in Times of Volatility”, The Business Times Weekend, 26-27 Februari


2011.

Ahmad, Shofian dan Marina Abu Bakar. “The Status of Preference Shares from
Islamic Perspective”. International Journal of Academic Research in
Business and Social Sciences. Vol. 7, No. 10. 2017. Dokumen diakses
pada 8 Juni 2018 dari https://ideas.repec.org/a/hur/ijarbs/v7y2017i10p617-
627.html.

Amin, Ma‟ruf. “Solusi Hukum Islam (Makharij Fiqhiyyah) sebagai Pendorong


Arus Baru Ekonomi Syariah di Indonesia (Kontribusi Fatwa DSN-MUI
dalam Peraturan Perundang-undangan RI)”. Kementerian Agama,
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2017, ,h. 9.
Dokumen diakses pada 9 Juli 2018 dari http://repository.uin-
malang.ac.id/1921/.

Amiruddin dan H. Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta:


PT RajaGrafindo Persada, 2004.

Andiko, Toha. “Peluang dan Tantangan dalam Pembaruan Hukum Islam”.


Nuansa. Vol. 2, No. 1. September 2010. Dokumen diakses pada 11 Juli
2018 dari
http://jurnal.pascasarjanaiainbengkulu.ac.id/index.php/nuansa/article/down
load/147/8.

Ansori, Isa. “Kedudukan Fatwa di Beberapa Negara Muslim (Malaysia, Brunei


Darussalam dan Mesir)”. Analisis. Vol. 3, No. 1. Juni 2017. Dokumen
diakses pada 12 Juli 2018 dari
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/analisis/article/view/1790.

Ashshofa, Burhan. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004.

Badan Pusat Statistik. “Penduduk Menurut Wilayah dan Agama Yang Dianut
Tahun 2010”. Dokumen diakses pada 2 Agustus 2018 dari
https://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321

Barlinti, Yeni Salma. “Urgensi Fatwa dan Lembaga Fatwa Dalam Ekonomi
Syariah”. Jurnal Hukum dan Pembangunan. No.1. Januari –Maret 2012.
Dokumen diakses pada 12 Juli 2018 dari
http://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/view/286.

101
102

Billah, Mohd Ma‟sum. Islamic Law of Trade and Finance; A Selection of Issues.
Malaysia: Ilmiah Publishers, 2003.

Billah, Mohd Ma‟sum. Penerapan Hukum Dagang dan Keuangan Islam; Isu-Isu
Kontemporer Terpilih. Malaysia: Sweet & Maxwell Asia, 2009.

Billah, Mohd Ma‟sum. Penerapan Pasar Modal Islam. Malaysia: Sweet &
Maxwell Asia, 2010.

Burhanuddin S. Pasar Modal Syariah; Tinjauan Hukum. Yogyakarta: UII Press


Yogyakarta, 2008.

Dimyati, Hilda Hilmiah. “Perlindungan Hukum Bagi Investor Dalam Pasar


Modal”. Jurnal Cita Hukum. Vol. I, No. 2. Desember 2014. Dokumen
diakses pada 18 Juli 2018 dari
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/citahukum/article/view/1473.

Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris. cet. 3. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.

Ginting, Budiman. “Kepastian Hukum dan Implikasinya Terhadap Pertumbuhan


Investasi di Indonesia”. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
dalam Bidang Ilmu Hukum Investasi pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2008. Dokumen
diakses pada 17 November 2018 dari
https://www.researchgate.net/publication/47462578_Kepastian_Hukum_d
an_Implikasinya_Terhadap_Pertumbuhan_Investasi_di_Indonesia.

Hassan, Kabir Michael Mahlknech. Islamic Capital Markets: Products and


Strategies. United Kingdom: John Wiley and Sons, Ltd., 2011.

Huda, Nurul dan Mustafa Edwin Nasution. Investasi pada Pasar Modal Syariah.
Jakarta: Kencana, 2008.

Huda, Nurul dan Mohamad Heykal. Lembaga Keuangan Islam; Tinjauan Teoretis
dan Praktis. cet. 2. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.

Ibrahim, Ahmad Basri. “Islamic Preference Shares: An Analysis in light of the


Principles of Musharakah and Tanazul”. International Conference on
Islamic Banking & Finance: Cross Border Practices & Litigations. 15-16
Juni 2010. Dokumen diakses pada 8 Juni 2018 dari
http://docplayer.net/51599074-Tanazul-and-shariah-issues-arising-from-
ranking-of-rights-in-sukuk-and-preference-shares.html.

Ibrahim, Anwar. Materi Pengenalan Terhadap Prinsip-Prinsip Syariah yang


dianut Indonesia dalam Hubungan dengan Pasar Modal Syariah. Paper
Seminar Pasar Modal Syariah. Jakarta: 2003.
103

Islamic Fiqh Academy (Jeddah). Resolutions and recommendations of The


Council of Islamic Fiqh Academy. Jeddah: Islamic Research And Training
Institute-Islamic Development Bank, 2000.

Islamic Tourism Center of Malaysia. “Islam In Malaysia”. Diakses pada 2


Agustus 2018 dari http://www.itc.gov.my/tourists/discover-the-muslim-
friendly-malaysia/Islam-in-malaysia/.

Johannesburg Stock Exchange. “Preference Shares”. Dokumen diakses pada 14


Agustus 2018 dari
https://www.jse.co.za/content/JSEEducationItems/PreferenceShares.pdf.

LM, “Not Always Black and White: The Knotty Problem of Preference Shares”,
Islamic Finance News, 9 April 2014.

Malik, Ahmad Dahlan. “Analisa Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Minat


Masyarakat Berinvestasi di Pasar Modal Syariah Melalui Bursa Galeri
Investasi UISI”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam. Vol. 3, No. 1. Januari-
Juni 2017, diakses pada 10 April 2018 dari https://e-
journal.unair.ac.id/JEBIS/article/view/4693.

Manan, Abdul. Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal


Syariah Indonesia. Jakarta: Kencana, 2009.

Manullang, E. Fernando M. Legisme, Legalitas dan Kepastian Hukum. Jakarta:


Prenadamedia Group, 2016.

Margaretha, Farah. Teori dan Aplikasi Manajemen Keuangan Investasi dan


Sumber Dana Jangka Panjang). Jakarta: Grasindo, 2005.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. cet. 9. Jakarta: Kencana


Prenadamedia Group, 2014.

Mohamad, Shamsiah, dkk. “Preference Shares From Shariah Perspective; Issues


and Solutions”. The Journal of Muamalat and Islamic Finance Research.
Vol. 14, No. 1. Desember 2017. Dokumen diakses pada 10 April 2018 dari
http://jmifr.usim.edu.my/index.php/jmifr/article/view/21.

Mufid, Moh. Ushul Fiqh Ekonomi dan Keuangan Kontemporer: Dari Teori ke
Aplikasi. Jakarta: Prenadamedia Group, 2016.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga. cet.


8.Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2013.

Nasarudin, Moh. Irsan., dkk. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. cet. 7.
Jakarta: Kencana, 2011.
104

Nasohah, Zaini. “Undang-Undang Penguatkuasaan Fatwa di Malaysia”.


Islamiyyat. Vol. 27, No. 1. 2005. Dokumen diakses pada 1 April 2018 dari
http://journalarticle.ukm.my/2095/.

Omar, Mohd Azmi, dkk. Fundamentals of Islamic Money and Capital Markets.
Singapura: John Wiley & Sons Singapore Pte. Ltd, 2014.

Otoritas Jasa Keuangan. Buku Perkembangan Pasar Modal Syariah. Jakarta:


Otoritas Jasa Keuangan, 2017. Dokumen diakses pada 2 Agustus 2018 dari
https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-
syariah/Documents/pages/pasar-modal-
syariah/Buku%20Perkembangan%20Pasar%20Modal%20Syariah%2017.p
df.

Otoritas Jasa Keuangan. Laporan Tahunan Otoritas Jasa Keuangan tahun 2017.
Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, 2017. Dokumen diakses pada 2 Agustus
2018 dari https://www.ojk.go.id/id/data-dan-statistik/laporan-
tahunan/Pages/Laporan-Tahunan-OJK-2017.aspx.

Otoritas Jasa Keuangan. Roadmap Pasar Modal Syariah 2015-2019. Jakarta:


Otoritas Jasa Keuangan, 2015. Dokumen diakses pada 2 Agustus 2018 dari
https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/berita-dan-
kegiatan/publikasi/Documents/roadmap-pms_2015-2019.pdf.

Otoritas Jasa Keuangan. “Statistik Mingguan Perkembangan Pasar Modal,


Minggu ke-4 Desember 2017; Perkembangan Kapitalisasi Pasar”.
Dokumen diakses pada 2 Agustus 2018 dari
https://www.ojk.go.id/id/kanal/pasar-modal/data-dan-statistik/statistik-
pasar-modal/Documents/Statistik%20Desember%20Mgg%20ke-
4%202017.pdf.

Peristiwo, Hadi. “Analisis Minat Investor Di Kota Serang Terhadap Investasi


Syariah Pada Pasar Modal Syariah”. Islamiconomic: Jurnal Ekonomi
Keuangan dan Bisnis Islam. Vol. 7, No. 1. Januari-Juni 2016, diakses pada
10 April 2018 dari
http://www.journal.islamiconomic.or.id/index.php/ijei/article/view/7.

Purwaka, Tommy Hendra. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit


Universitas Atma Jaya, 2007.

Rodomi, Ahmad. Investasi Syariah. Tangerang: Lembaga Penelitian UIN Jakarta,


2009.

Shariah Advisory Council of The Securities Commission Malaysia. List of


Shariah-Compliant Securities, per 25 November 2016. Dokumen diakses
pada 12 Desember 2018 dari
104

https://www.sc.com.my/api/documentms/download.ashx?id=77ef86e2-
0718-478e-b381-b4f65d240c57

Shariah Advisory Council of The Securities Commission Malaysia. List of


Shariah-Compliant Securities, per 30 November 2018. Dokumen diakses
pada 12 Desember 2018 dari
https://www.sc.com.my/api/documentms/download.ashx?id=f325b375-
67e9-49c3-a45d-4864c8a6be7f.Securities Commission Malaysia.
Resolutions of The Securities Commission Shariah Advisory Council:
Second Edition. Kuala Lumpur: Securities Commission, 2007.

Securities Commission. Senarai Sekuriti Patuh Syariah oleh Majlis Penasihat


Syariah Suruhanjaya Sekuriti Malaysia. Kuala Lumpur: Securities
Commission, 2018. Dokumen diakses pada 30 Oktober 2018 dari
https://www.sc.com.my/development/islamic-capital-market/list-of-
shariah-compliant-securities-by-scs-shariah-advisory-council.

Septiani, Emilia, dkk. “Analisis Persepsi Masyarakat Umum Terhadap Produk


Investasi Syariah dan Keputusan Untuk Berinvestasi”, Jurnal Distribusi.
Vol. 6, No. 1. Maret 2018, diakses pada …. Dari
http://distribusi.unram.ac.id/index.php/distribusi/article/download/21/pdf.

Soemitra, Andri. Masa Depan Pasar Modal Syariah di Indonesia. Jakarta:


Kencana, 2014.

Suhartono, Slamet. “Eksistensi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Dalam Perspektif


Negara Hukum Pancasila”. Jurnal Al-Ihkam. Vol.12, No. 2. Desember
2017. Dokumen diakses pada 3 Maret 2018 dari
https://www.researchgate.net/publication/323190254_Eksistensi_Fatwa_
Majelis_Ulama_Indonesia_dalam_Perspektif_Negara_Hukum_Pancasila.

Supramono, Gatot. Transaksi Bisnis Saham & Penyelesaian Sengketa Melalui


Pengadilan. Jakarta: Prenadamedia Group, 2014.

Susilowati, Yuliana. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Mahasiswa


Akuntansi Syariah Untuk Berinvestasi di Pasar Modal Syariah (Studi di
IAIN Surakarta).” Skripsi S1, IAIN Surakarta, 2017, diakses pada 3 Maret
2018 dari http://eprints.iain-surakarta.ac.id/871/1/SKRIPSI%20FULL.pdf.

Sutedi, Adrian. Pasar Modal Syariah; Sarana Investasi Keuangan Berdasarkan


Prinsip Syariah. Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Syakur, A. Bursa Efek; Tuntutan Islam Dalam Transaksi di Pasar Modal.


Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 2004.

Tambunan, Andy Porman. Menilai Harga Wajar Saham. Jakarta; PT. Elex Media
Komputindo, 2008.
105

Tănase, Alin-Eliodor dan Traian-Ovidiu1 Calotă. “Type of Shares”. Romanian


Economic and Business Review. Vol. 9, No. 1. 2014.

The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions


(AAOIFI). Shari’ah Standards. Manama: The Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI), 2015.

Widioatmodjo, Sawidji. Cara Cepat Investasi Saham Pemula. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo, 2014.

Wong Partnership, LLP. “Type of Instruments”. Dokumen diakses pada 14


Agustus 2018 dari
https://www.wongpartnership.com/index.php/files/download/1542/271020
14_types-of-investment-instruments.pdf.

Internet

https://www.antaranews.com/berita/591573/ojk-minat-masyarakat-menabung-
saham-masih-rendah diakses pada 10 Juli 2018.

http://www.bursamalaysia.com/market/ diakses pada 27 Oktober 2018.

https://www.cnbc.com/id/44517614 diakses pada 24 September 2019.

https://www.coursehero.com/file/p2ps164/Increasing-rate-preference-shares-are-
shares-that-are-issued-at-a-discount-and/ diakses pada 18 September 2018.

http://darulfiqh.com/is-it-permissible-to-trade-in-preference-shares/ diakses pada


7 Juni 2018.

https://economy.okezone.com/read/2013/04/07/226/787705/organisasi-regulator-
mandiri diakses pada 30 Oktober 2018

https://efinancemanagement.com/sources-of-finance/types-of-preference-shares
diakses pada 18 Juli 2018.

http://www.idx.co.id/idx-syariah/transaksi-sesuai-syariah/ diakses pada 2


November 2018.

https://investasi.kontan.co.id/news/riset-inside-id-orang-indonesia-lebih-suka-
investasi-emas-ketimbang-saham diakses pada 27 Januari 2019

https://www.investopedia.com/ask/answers/040915/what-are-advantages-and-
disadvantages-preference-shares.asp diakses pada 24 September 2019.

https://kau.academia.edu/ProfDrMohdMaSumBillah pada 21 November 2018.


106

http://www.ksei.co.id/services/registered-securities/shares/lc/CNTX diakses pada


26 Oktober 2018.

http://www.ksei.co.id/services/registered-securities/shares/lc/MAMIP diakses
pada 26 Oktober 2018.

http://www.ksei.co.id/services/registered-securities/shares/lc/MYRXP diakses
pada 26 Oktober 2018.

https://www.nst.com.my/business/2018/03/345392/malaysian-capital-market-
recorded-126-pct-growth-2017-says-sc diakses pada 2 Agustus 2018.

https://www.ojk.go.id/id/kanal/pasar-modal/Pages/Syariah.aspx diakses pada 12


Agustus 2018.

https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/Pages/Pasar-Modal-Syariah.aspx diakses
pada 19 Oktober 2018.

http://staff.uinjkt.ac.id/profile.php?staff=3409c44c-e32a-bd08-34f8-e62cd893e5ec
pada 21 November 2018.

https://www.sc.com.my/data-statistics/Islamic-capital-market/Islamic-capital-
market-statistics/ diakses pada 24 Oktober 2018

https://www.wartaekonomi.co.id/read37896/ini-ruang-lingkup-kerja-sama-ojk-
dengan-dsnmui.html diakses pada 12 Agustus 2018.

Regulasi

Capital Market and Services Act tahun 2007.

Fatwa DSN-MUI 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman


Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.

Federal Constitution of Malaysia.

Islamic Financial Services Act tahun 2013.

Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia
Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.04/2015 tentang Penerapan


Prinsip Syariah di Pasar Modal.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 17/POJK.04/2015 tentang Penerbitan


dan Persyaratan Efek Syariah Berupa Saham Oleh Emiten Syariah Atau
Perusahaan Publik Syariah.
107

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35 /POJK.04/2017 tentang Kriteria dan


Penerbitan Daftar Efek Syariah.

Securities Commission Act tahun 1993.

Securities Commission Malaysia. “The 193rd Shariah Advisory Council Of The


Securities Commission Malaysia Meeting (19 January 2017)”. Dokumen
diakses pada 30 Oktober 2018 dari https://www.sc.com.my/the-193rd-
shariah-advisory-council-of-the-securities-commission-malaysia-meeting-
19-january-2017.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan.

Undang-Undang Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara


(SBSN).

Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Wawancara

Jawaban Kuisioner oleh OJK lewat surat elektronik atas alamat


gita.armitawati@ojk.go.id yang diterima oleh Penulis pada 13 November
2018 pukul 09.02 WIB.

Wawancara Pribadi dengan Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H., Tangerang,


pada 3 Desember 2018

Wawancara Pribadi dengan Dr. Hasanuddin, M.Ag., Tangerang, 3 dan 10


Desember 2018.

Wawancara Pribadi dengan Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, M.A, Tangerang, 31


Oktober 2018.
LAMPIRAN-LAMPIRAN

108
RESOLUSI
Pada rapat ke-20 yang diselenggarakan pada 14 Juli 1999, SAC bersepakat
bahwa saham preferen biasa (non-cumulative) diperbolehkan berdasarkan tanazul.

PENDAHULUAN
Saham Preferen adalah salah satu instrumen hybrid di pasar modal yang
menggabungkan sifat ekuitas dan utang. Instrumen ini berbentuk ekuitas hybrid
yang memungkinkan pemegang saham jenis ini untuk menerima dividen yang
tetap dan hal tersebut tidak bisa dinikmati oleh pemegang saham biasa. Biasanya,
dividen yang tetap ini digambarkan dalam bentuk persentase atas nilai
keseluruhan saham yang dipegang.
The Companies Act 1965 mendefinisikan saham preferen sebagai saham yang
tidak memberikan hak kepada pemegangnya untuk memilih atau bersuara pada
saat rapat umum atau hak apapun untuk berpartisipasi dalam pembagian apapun
baik itu dividen atau pembelian kembali saham, pembubaran perusahaan ataupun
pembagian lain dari perusahaan yang melebihi jumlah yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Ada banyak bentuk saham preferen di dalam pasar modal, diantaranya:
1. Redeemable preference shares;
2. Participating preference shares;
3. Cumulative preference shares;
4. Convertible preference shares;
5. Increasing rate preference shares; dan
6. Perpetual/irredeemable preference shares dan non-cumulative preference
shares.
SAC melakukan studi pada saham preferen non-cumulative. Saham tersebut
merupakan saham preferen yang periode kepemilikannya oleh investor bersifat
permanen dan mirip dengan saham biasa kecuali saham preferen non-cumulative
ini memiliki dividen yang tetap dan tidak terakumulasi.
Saham preferen non-cumulative ini memiliki sifat yang sama dengan saham
biasa – tidak ada waktu kadaluarsa dan dividen yang dibayarkan tidak
terakumulasi. Saham preferen non-cumulative termasuk dalam klasifikasi ekuitas
dengan dividen yang tetap.

ARGUMEN-ARGUMEN YANG MENDUKUNG DIPERBOLEH-KANNYA


SAHAM PREFEREN
SAC telah mengatur bahwa saham preferen non-cumulative diperbolehkan
berdasarkan pada tanazul di mana hak atas keuntungan dari pemegang saham
biasa diberikan secara sukarela kepada pemegang saham preferen. Tanazul ini
disetujui pada saat rapat umum tahunan perusahaan yang memutuskan untuk
menerbitkan saham preferen sebagai upaya untuk menambah modal baru.
Saat keputusan tersebut disetujui dalam rapat untuk menerbitkan saham
preferen, ini berarti bahwa pemegang saham biasa juga setuju untuk memberikan
prioritas kepada pemegang saham preferen dalam pembagian keuntungan
perusahaan, sesuai dengan tanazul. Dalam konteks saham preferen, tanazul berarti
menyerahkan hak atas keuntungan dari saham yang dipegangnya yang
berdasarkan prinsip kemitraan, dengan memberikan prioritas kepada pemegang
saham preferen. Hal tersebut juga dikenal sebagai isqat haq dalam yurisprudensi
Islam.
Latar Belakang
Shariah Advisory Council (SAC) pada Securities Commission Malaysia (SC),
dalam rapat ke 193 yang diselenggarakan pada 19 Januari 2017, telah
mendiskusikan status saham preferen yang saham pendasarnyadiklasifikasikan
sebagai efek yang patuh syariah (Shariah-compliant securities). Saat
membicarakan masalah ini, SAC turut mempertimbangkan resolusi yang sudah
ada mengenai diperbolehkannya saham preferen biasa yaitu saham preferen non-
cumulative berdasarkan tanazul, di mana resolusi tersebut ditetapkan dalam rapat
ke-20 yang diselenggarakan pada 14 Juli 1999.
Permasalahan
Pokok permasalahan dalam diskusi ini adalah apakah saham preferen yang
saham pendasarnya diklasifikasikan sebagai saham yang patuh syariah (Shariah
compliant) juga dapat diklasifikasikan sebagai efek yang patuh syariah (Shariah-
compliant securities).
Resolusi
SAC telah menetapkan bahwa saham preferen diklasifikasikan sebagai efek
yang patuh syariah (Shariah-compliant securities) dengan syarat:
1. Saham pendasarnya diklasifikasikan sebagai saham yang patuh syariah
(Shariah-compliant securities); dan
2. Saham preferen yang diterbitkan adalah saham preferen non-cumulative
sesuai dengan Resolusi Saham Preferen yang telah ada.
Adapun untuk menetapkan suatu efek sebagai efek yang patuh syariah, SAC
melakukan pendekatan dengan metode kuantitatif dan kualitatif terhadap
perusahaan yang dievaluasi.
Pertama adalah evaluasi secara kuantitatif, syarat yang harus dipenuhi adalah
sebagai berikut:187
1. Tolak ukur bisnis
a. Batas 5% (lima persen)
Kontribusi dari bisnis atau kegiatan yang tidak sesuai dengan
syariah (tidak patuh syariah) di bawah ini terhadap pendapatan atau
keuntungan perusahaan sebelum pajak harus kurang dari lima persen
(5%), yaitu:
1) Perbankan konvensional;
2) Asuransi konvensional;
3) Perjudian;
4) Arak dan aktivitas yang berkaitan dengannya;
5) Babi dan aktivitas yang berkaitan dengannya;
6) Makanan dan minuman tidak halal;
7) Hiburan yang tidak patuh syariah;
8) Tembakau dan aktivitas yang berkaitan dengannya;
9) Pendapatan bunga dari akun dan instrumen konvensional
(termasuk pendapatan bunga yang diterima berdasarkan pada
keputusan pengadilan atau arbitrator)‟
10) Dividen dari investasi-investasi yang tidak patuh syariah; dan
11) Aktivitas lainnya yang diputuskan sebagai aktivitas yang tidak
patuh syariah.
b. Batas 20% (dua puluh persen)
Tidak boleh dari dua puluh persen (20%) kontribusi dari bisnis atau
kegiatan yang tidak sesuai dengan syariah (tidak patuh syariah)

187
Securities Commission, Senarai Sekuriti Patuh Syariah oleh Majlis Penasihat Syariah
Suruhanjaya Sekuriti Malaysia, pada tanggal 25 Mei 2018, h. 3-5. Diakses dari
https://www.sc.com.my/development/islamic-capital-market/list-of-shariah-compliant-securities-
by-scs-shariah-advisory-council pada 30 Oktober 2018.
terhadap pendapatan atau keuntungan perusahaan sebelum pajak
berikut ini:
1) Jual beli saham;
2) Pembrokeran saham;
3) Hasil sewa yang diterima dari aktivitas-aktivitas yang tidak
patuh syariah; dan
4) Aktivitas-aktivitas lain yang diputuskan sebagai aktivitas yang
tidak patuh syariah.
2. Tolak ukur keuangan
Adapun rasio keuangan dibawah ini, yang dimaksudkan untuk
mengukur riba dan elemen berbasis riba dalam pernyataan posisi keuangan
perusahaan, harus kurang dari tiga puluh tiga persen (33%), yaitu:
a. Uang tunai yang ditempatkan dalam rekening dan instrumen
konvensional atas total aset.
b. Utang berbunga atas total aset.
Kedua, adalah evaluasi dengan metode kuantitatif. SAC-SC dalam hal ini
melibatkan persepsi masyarakat umum atau perspektif syariah atas aktivitas
perusahaan. Terdapat 3 dasar yang menjadi penilaian, yaitu:
1. Persepsi yang didasarkan maslahah rajihah dengan tolak ukur sebesar
25% yang melibatkan kepentingan publik dan aktivitas perusahaan yang
tercampur dengan yang tidak sesuai dengan syariah namun kecil dan dapat
dimaafkan. Contohnya adalah aktivitas perhotelan.
2. Persepsi yang didasarkan sad zari’ah dengan tolak ukur 5% yang
melibatkan aktivitas perusahaan di mana manfaatnya dipertanyakan dan
dapat memicu bahaya serta kerusakan terhadap publik.Contohnya adalah
produksi kondom.
3. Persepsi yang didasarkan pada faktor-faktor antara maslahah dan sad
zari’ah yang melibatkan aktivitas-aktivitas perusahaan yang memberikan
dampak positif secara luas kepada masyarakat Muslim namun di saat yang
sama memiliki unsur negatif yang memberikan persepsi buruk dari
masyarakat Muslim. Contohnya yaitu penjualan minuman keras dalam
transportasi publik. Persepsi ini tidak memiliki batasan tolak ukur dan
diputuskan dengan resolusi SAC yang terpisah.
WAWANCARA DENGAN PROF. DR. FATHURRAHMAN DJAMIL, M.A.
Rabu, 31 Oktober 2018
Ruang Wakil Koordinator Kopertais DKI Jakarta

Pertanyaan : Ketika Bapak dipilih sebagai anggota Shariah Advisory Council,


proses yang dilewati oleh Bapak seperti apa? Ketika Bapak terpilih
sebagai anggota Shariah Advisory Council, siapa yang menunjuk
Bapak? Apakah langsung Yang Dipertuan Agong Malaysia, atau
dari Securities Commission Malaysia?
Jawaban : Sekuritas disana biasanya kerjasama dengan pasar modal disini
kan. Saya langsung mendapatkan informasi dari... karena ada
hubungan kerja dengan pasar modal disini (maksudnya di
Indonesia) kan, dengan OJK ya sekarang ya, dulu (tahun 2010 saat
Bapak terpilih sebagai anggota SAC) masih Bapepam-LK. Itu ada
kerjasama terkait Islamic Capital Market dengan Securities
Commission itu, komunikasi, mencari nama, yang mewakili
Indonesia, maka disebutlah nama saya mewakili Indonesia di
Securities Commission, dan itulah saya harus sebagai Shariah
Advisory Council di Securities Commission.
Kemudian yang kaitannya siapa yang mengangkat (beliau sebagai
Shariah Advisory Council), itu yang mengangkat adalah Yang
Dipertuan Agong, jadi bukan dari Securities Commission. SK-nya
(Surat Kuasa Pengangkatan sebagai Anggota Shariah Advisory
Council) SK Presiden lah kalau disini. Yang Dipertuan Agong
sebagai Kepala Negara, kalau Perdana Menteri kan Kepala
Pemerintahan kalau disana. Kalau di Indonesia kepala
pemerintahan dan kepala negaranya sama kan (hanya Presiden).
Nah itu Yang Dipertuan Agong memulai menunjuk saya, SK-nya
saya lupa lagi taruhnya dimana, intinya dalam SK-nya menunjuk
saya sebagai Shariah Advisory Council disana.
Pertanyaan : Untuk proses pengangkatannya secara resmi atau bagaimana,
Pak? Apakah ada acara upacara pengangkatan resmi?
Jawaban : Untuk upacara pengangkatan secara resmi tidak ada, namun SK-
nya resmi.
Pertanyaan : Kemudian untuk menghasilkan resolusi Shariah Advisory
Council, mereka (para anggota SAC) melalui meeting ya Pak,
topik yang dibahas dalam meeting itu, siapa yang memilih?
Apakah SAC-nya atau Securities Commission?
Jawaban : Itu biasanya di Securities Commission itu suka ada tim untuk
memilih topik-topik sesuai dengan kebutuhan yang ada disana.
Tim itu memang pegawai Securities Commission, lupa saya
namanya, tapi intinya adalah tugas mereka adalah menghimpun
masalah-masalah yang kemudian nanti dibawa ke rapat Dewan
Penasihat Syariah (Shariah Advisory Council) di Securities
Commission itu. Topiknya tergantung, tiap bulan lah ada, itu
dibawa ke rapat tersebut.
Pertanyaan : Kemudian dalam proses proses perumusan resolusi itu Pak,
bagaimana prosesnya mulai dari awal topik sampai kepada
keputusan?
Jawaban : Jadi misalnya ada Pimpinan Rapat ya, disana dipanggilnya
Pengerusi sebagai pimpinan rapat di Securities Commission, nah
itu yang membahas topik yang diagendakan dalam rapat, misalnya
satu (topik pertama) membahas ini (suatu topik), nah ini
bagaimana pandangan tim (anggota rapat), nah didiskusikanlah,
apakah ada yang setuju atau tidak setuju, nah itu yang menjadi
keputusan dari rapat (SAC).
Pertanyaan : Rapat tersebut dihadiri oleh internal SAC saja atau ada pihak dari
Securities Commission yang datang?
Jawaban : Ada lah, bahkan direksinya datang. Jadi ketua Securities
Commission itu sesekali datang, tapi yang banyak (datang) itu
adalah dari pengurus Islamic Capital Market (di Securities
Commission) yang hadir.
Pertanyaan : Biasanya butuh berapa kali rapat Pak untuk tercapai resolusi?
Jawaban : Sekali rapat langsung kesepakatan. Tapi bisa juga beberapa kali
sesuai urgensinya.
Pertanyaan : Bagaimana kedudukan resolusi oleh SAC?
Jawaban : Resolusi itu pasti mengikat bagi Islamic Capital Market di
Malaysia kan. Pasti. Kalau kita kan (di Indonesia), Komisi Fatwa
memberikan fatwa, itu berlaku untuk pasar modal dan seterusnya.
Tapi kalau di Securities Commission ini, yang memberikan fatwa
khusus, regulasi, atau resolusi lah namanya, untuk Islamic Capital
Market.
Pertanyaan : Saya juga sempat membaca kalau misalnya begitu resolusi
diterbitkan oleh Securities Commission melalui laman resmi
Securities Commission, maka otomatis mengikat bagi para pelaku
pasar modal di Malaysia. Apakah benar seperti itu, Pak?
Jawaban : Oh iya lah. SC mengumumkan hasil rapat kan untuk publik, jadi
ya mengikat.
Pertanyaan : Apakah ada tindakan hukum yang dilakukan oleh Securities
Commission ketika ada perusahaan yang sudah dinyatakan patuh
syariah, tapi kemudian melakukan pelanggaran?
Jawaban : Sebenarnya ada SOP-nya (Standard Operational Procedure)
kalau sekuritas syariah kemudian dia melanggar syariah sehingga
harus dikeluarkan dari daftar efek syariah misalnya, maka
mekanismenya semacam diberikan sanksi harus dikembalikan ke
konvensional. Dia dikatakanlah default maka diberi waktu untuk
menyelesaikan dulu permasalahan tersebut, diberikan waktu 10
hari kalau tidak salah. Nah itu sanksi untuk mematuhi kembali
syariah. Nah kalau tidak mau juga ya harus keluar dari syariah.
Memang mereka (SAC) mempunyai kewenangan untuk
menghentikan transaksi atau apapun yang sudah tidak compliant
lagi dengan syariah.
Pertanyaan : Kemudian terakhir Pak, kalau di Indonesia dengan istilah Daftar
Efek Syariah, dikeluarkan dalam setahun sebanyak dua kali. Kalau
di Malaysia, daftar efek syariahnya dikeluarkan setiap tahun satu
kali atau bagaimana, Pak?
Jawaban : Kalau di Malaysia hampir sama dengan di Indonesia. Mengenai
periodenya saya tidak ingat secara khusus ya, tapi intinya ada
evaluasi siapa yang masuk daftar perusahaan syariah, siapa yang
sudah keluar (dari daftar perusahaan syariah) berdasarkan
mekanisme yang tadi saya sebutkan. Sanksinya bagi yang sudah
tidak patuh syariah harus dikeluarkan (dari daftar perusahaan
syariah), tapi jangan sampai merugikan perusahaan . Maka dari itu
diberikan waktu 10 hari untuk menyelesaikan hal tersebut.
Dokumentasi wawancara dengan Prof. Fathurrahman Djamil, M.A.
WAWANCARA DENGAN AH. AZHARUDDIN LATHIF, M.Ag., M.H.

Senin, 3 Desember 2018

Penulis : Maaf , Pak. Saya ingin bertanya terkait fatwa DSN-MUI nomor
40. Dalam pasal 4 ayat disebutkan adalah Saham Syariah tidak
termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa. Nah, yang
dimaksud saham yang memiliki hak istimewa ini apa ya, Pak?
Apakah itu saham preferen?
Bapak Azhar : Ya, dalam pasar modal, yang namanya saham yang memiliki
hak istimewa itu pasti saham preferen. Dan dalam fatwa telah
jelas, bahwa DSN-MUI melarang saham preferen. Sekarang
begini, ada gak yang membolehkan (Saham Preferen)?
Penulis : Malaysia, Pak.
Bapak Azhar : Malaysia membolehkan alasannya karena?
Penulis : Mereka membolehkan karena memakai hukum tanazul, Pak.
Bapak Azhar : Di DSN juga ada tanazul… Cuma masalahnya tidak bisa
diterapkan seluruhnya, harus case by case dalam kasus
kerjasama apa. Biasanya yang melibatkan dua pihak saja. Tapi
kan kalau saham banyak, sementara kan pemegang sahamnya
tidak hanya satu orang, mungkin kalau kerjasamanya hanya dua
orang saja, itu banyak teori tanazul dipakai. Jangan-jangan di
Malaysia juga terbatas (hanya dua orang saja).
Penulis : Tanazul-nya dilakukan saat RUPS, Pak.
Bapak Azhar : Itu tidak relevan, tidak dalam konteks saham preferen, tidak.
Tidak dalam konteks saham istimewa. Karena tanazul dilakukan
untuk memberikan pendapatan yang kompetitif dengan
konvensional jadi bukan karena privilege. Di mudharabah juga
ada research tanazul haq, tapi bukan dalam konteks saham
istimewa.
Penulis : Mungkin Malaysia mempunyai penafsiran tersendiri ini ya, Pak.
Bapak Azhar : Kalau di Malaysia membolehkan, coba digali. Justru
perbandingan di Malaysia kamu kaji, peluang implementasinya
di Indonesia., setelah kajian di Malaysia. Perbandingan
mengapa di Indonesia tidak dibolehkan, di Malaysia boleh. Nah
bolehnya itu dimana, apa komentarnya.
Penulis : Jadi pada intinya, saham preferen di Indonesia dilarang ya, Pak?
Bapak Azhar : Ya kalau di Indonesia, namanya saham preferen dilarang (oleh
DSN-MUI). Tapi kalau sukuk kemudian ada konsep tanazul
(kemungkinan dibolehkan), tapi konteksnya bukan saham.
Kalau saham tidak boleh (ada saham preferen). Tanazul banyak
dipakai (dalam konsep kerjasama), tapi konteksnya bukan
saham.
Penulis : Kemudian, saya disarankan untuk mencari di Indonesia
bagaimana saham preferen (dalam konteks aplikasinya), dan
saya menemukan ada tiga perusahaan yang menerbitkan saham
preferen. Dan dua diantaranya masuk ke DES.
Bapak Azhar : Tidak, itu tidak masuk konsen dari DES (pelarangan saham
preferen tidak termasuk kriteria tergolongnya suatu efek
menjadi efek syariah). Kalau preferen, DES (jumlah perusahaan
DES yang menerbitkan saham preferen) banyak. Atau kamu
mau mempersoalkan itu? Mengapa DES tidak (mencantumkan
saham preferen sebagai pelarangan)… tapi sudah jalan sih.
Karena emiten-emiten yang masuk DES itu tidak diaudit (oleh)
DSN dari komposisi sahamnya preferen atau biasa, kan tidak.
Penulis : Tapi (syarat masuk ke dalam) DES itu berdasarkan POJK ya,
Pak?
Bapak Azhar : Ya, kriterianya berdasarkan POJK.
Penulis : Sejauh mana sih, Pak, keterlibatan DSN dalam pembuatan
POJK?
Bapak Azhar : Ya, selama ini dilibatkan dalam pembahasan kajian. Tau gak?
Kalau (pelarangan) saham preferen itu diterapkan dalam DES,
emiten syariah (menjadi) sedikit (jumlahnya). Sama halnya
ketika harus di zero percent-kan (0%). pendapatan non-halal.
Makanya selama ini kita tidak menjadikan konsen disana ya (di
topik saham preferen). Jadi lebih kepada transaksi basil (bagi
hasil) dan sumber modal. Nah preferen atau tidak, itu urusan
perusahaan.
Penulis Tapi kalau misalnya perusahaan yang terdaftar dalam DES, itu
: dilikuidasi, kemudian dia (perusahaan) mempunyai saham
preferen, saham preferen kan mempunyai hak prioritas, untuk
lebih diutamakan dibandingkan pemegang saham biasa. Apakah
itu tidak „mengintimidasi‟ hak pemegang saham biasa?
Bapak Azhar : Kalau issue-nya (pembahasan skripsi) dibawa kesana, bagus.
Kalau kamu bertanya fatwa boleh (membolehkan saham
preferen) atau tidak, itu fatwanya jelas melarang. Nah sekarang
bagaimana implementasi fatwa tersebut dalam seleksi DES.
Kesana arahnya. Sementara yang kamu sampaikan tadi, sangat
mungkin ketika terjadi likuidasi dan tidak ada konsen kearah
seleksi dari sisi… tadi preferen atau tidak, itu ada efeknya. Nah
itu nanti tanya ke OJK, mengapa ini tidak menjadi konsen dari
peraturan OJK, padahal ada implikasi dan ada norma larangan
di dalam fatwa.
WAWANCARA DENGAN Dr. HASANUDDIN, M.Ag.

Senin, 3 Desember 2018

Penulis Saya ingin bertanya , Pak. Jadi di dalam fatwa nomor 40, pasal
: 4, ada disebutkan dalam poin 2 bahwa Saham Syariah adalah
bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi
kriteria sebagaimana tercantum dalam pasal 3, dan tidak
termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa. Nah, saham
yang memiliki hak-hak istimewa ini definisinya seperti apa, ya
Pak?
Bapak Hasan : Kalau di konven kan dikenal dengan saham preferen. Saham
preferen itu saham yang selalu, secara umum, saham yang
selalu akan memperoleh dividen, walaupun perusahaannya itu
tidak dapat untung. Atau selalu dapat prioritas, dia (pemegang
saham preferen) pasti akan dapat dividen sekian, sisanya baru
dibagi ke saham-saham yang lain. Itu yang tidak boleh (oleh
DSN-MUI) saham-saham yang memiliki karakteristik seperti
itu. Memang disebut saham istimewa karena diistimewakan.
Nah nanti kalau suatu saat perusahaannya bangkrut, nah itu
aset-aset (perusahaan) yang ada bisa diberikan ke pemegang
saham istimewa terlebih dahulu. Itu yang tidak boleh seperti
itu.
Penulis Nah, kalau di fatwa kan jelas dilarang, ya Pak. Tapi di POJK
: kan tidak ada tercantum (larangan atas) hal tersebut. Bisakah
DSN-MUI mengusulkan ke OJK untuk mengatur hal tersebut?
Bapak Hasan : POJK tentang Saham Syariah ada gak?
Penulis : Ada, POJK nomor 17 terkait saham syariah.
Bapak Hasan : Di situ bagaimana, tuh? (Apakah ada keterangan terkait saham
preferen dalam POJK tersebut)
Penulis Sejauh yang saya baca, tidak ada dalam POJK tersebut yang
: terkait dengan saham preferen.
Bapak Hasan : Berarti yang diatur (dalam POJK tersebut) hanya saham biasa.
Saham preferen, tidak ada pernyataan tidak boleh di situ
(dalam POJK)?
Penulis : Tidak ada.
Bapak Hasan : Kalau tidak ada berarti… karena biasanya di POJK tentang
pasar modal itu, Prinsip Syariah adalah mengikuti fatwa DSN-
MUI. Baik yang sudah diatur (dalam POJK), kalaupun tidak
diatur secara khusus di situ (dalam POJK), ya kembali ke
fatwa DSN-MUI. Selalu ada pasal begitu (dalam POJK).
Penulis Daftar Efek Syariah yang mengeluarkan adalah OJK, ya Pak.
: Nah di Indonesia sekarang ini ada tiga perusahaan yang
menerbitkan saham preferen, dua diantara perusahaan tersebut
masuk ke dalam Daftar Efek Syariah, Pak. Apakah ini berarti
indikasi bahwa saham preferen itu tidak dilarang (berdasarkan
POJK)?
Bapak Hasan : Saham preferen itu tidak diperjualbelikan. DES itu kan (efek)
yang hanya dijual di bursa saja. Saham preferen tidak akan
dijual di sana. Di bursa biasanya jarang sekali. (Dari dua
perusahaan yang menerbitkan saham preferen), saham
preferennya tidak dijual di bursa. Yang dijual adalah saham
biasanya.
Penulis : Tapi, apakah adanya saham preferen dalam perusahaan tersebut
tidak berpengaruh kepada saham biasa di sana?
Bapak Hasan : Tidak berpengaruh. Jadi untuk diperjual belikan (saham biasa)
kana da syarat-syaratnya. Menerbitkan saham preferen itu tidak
boleh, tapi itu tidak mempengaruhi kriteria saham syariah
(saham biasa) yang diperjualbelikan.
Penulis Tapi ketika likuidasi perusahaan, pasti urutan (yang dipenuhi)
: itu pertama adalah pemegang obligasi, kedua pemegang saham
preferen, dan ketiga pemegang saham biasa.
Bapak Hasan : Tapi secara umum kan boleh di situ. Jadi adanya saham
preferen tidak menyebabkan saham (syariah biasa) yang
diperjualbelikan itu menjadi tidak syariah. Jadi yang cedera di
situ bukan… kan saham itu kan representasi dari kepemilikan,
dari aset. Selama perusahaan itu masih memenuhi ketiga
kriteria, ya sudah oke. Saham preferen itu masalahnya bukan di
masalah kegiatan usaha, tapi hubungan penerbitan jual-beli
atau penerbitan sahamnya itu sendiri yang diharamkan karena
tidak memenuhi syarat. Itu saja. Perusahaannya sepanjang
usahanya memenuhi syarat itu, ya sahamnya saham yang halal.
Menerbitkan saham preferen tidak mengubah kedudukan
saham perusahaan tersebut secara umum karena kegiatannya
tetap harus halal. Kemudian rasio-rasio utang dan
pendapatannya harus sesuai aturan yang ada.
WAWANCARA DENGAN Dr. HASANUDDIN, M.Ag.

Senin, 10 Desember 2018


Penulis : Prinsip syariah apa yang dilanggar oleh saham preferen?
Bapak Hasan : Qot‟ul Isytirak itu ya kedzaliman. Qot‟ul Isytirak itu
memutuskan kebersamaan. Yang namanya musyarakah itu
(artinya) bersama. Bersama-sama kalau ada keuntungan
dinikmati bersama, kalau ada kerugian dipikul bersama.
Kalau saham preferen yang pada umumnya memberikan
preferensi atau keistimewaan, bisa selalu dapat bagi hasil,
bagi dividen meskipun perusahaannya tidak (mendapatkan
keuntungan) dan juga dapat prioritas ketika nanti banknya
atau PT-nya dinyatakan bangkrut. Itu prioritas-prioritas itulah
yang bertentangan dengan prinsip al-ghunmu bil
ghurmi.Prinsip itu yang dilanggar.
Penulis : Saya melakukan perbandingan dengan Malaysia ya, Pak.
Kalau di Malaysia, mereka menggunakan prinsip tanazul
untuk membolehkan saham preferen ini. Tanazul ini dalam
pandangan DSN-MUI bagaimana, ya Pak? Apa
memungkinkan tanazul dalam saham preferen?
Bapak Hasan : Jadi konsep tanazul itu kalau sudah pasti. Nah, kapan
tanazulnya?
Penulis : Kalau di Malaysia tanazulnya di awal, sebelum saham
preferen itu di terbitkan.
Bapak Hasan : Tanazul untuk sesuatu yang akan datang?
Penulis : Iya.
Bapak Hasan : Nah kalau tidak terjadi, bagaimana? Kan gitu. Tanazul itu
baru boleh datang setelah ada hak secara pasti. Apakah disini
pemegang saham yang lain itu mempunyai hak secara pasti?
Kan bagian dividen itu dibagi kalau ada. Nah sekarang kalau
tidak ada? Di bagi juga, dimana tanazulnya? Ini kan
untungrugi,
yang namanya saham preferen kan selalu dapat dividen.
Di sinilah yang sebetulnya setau saya sih ahli fiqh tidak ada
yang membolehkan, kecuali Malaysia. Tapi bagus juga di
Malaysia dalam menggunakan konsep tanazulnya. Tapi setau
saya tanazul itu kalau sudah terjadi hak atas dividen. Karena
konsep tanazul adanya di ahli waris, dari yang ada di fiqhnya
ya. Sama-sama dapat warisan, sudah lah saya tidak ambil aja,
saya lepaskan. Berarti sifatnya memaksa kan? Yang namanya
hak warisan itu tidak bisa ditolak, tapi kalau dia lepaskan ke
pihak lain, ke ahli waris yang lain,itu tidak ada masalah.
Karena sudah menjadi hak. Artinya harus ada hak dulu, baru
ditanazulkan. Kenapa dibolehkan? Sudah jelas. Saya mau
melakukan tanazul kan sudah tau berapa jumlahnya, sehingga
kalau sudah ada (jumlah) itu, sudah ada pertimbangan nyesel
atau tidak nyesel. Nah kalau dalam konsep (saham preferen)
ini, berapa dividen yang akan diterima? Mungkin janganjangan
dividennya diperkirakan saya cuma dapat 1 juta,
ternyata dividennya sampe ratusan juta. Apa gak nyesel? Itu
karena haknya belum ketahuan. Hal-hal yang semacam ini
biasanya harus dihindarkan. Konsep tanazul yang ada itu,
kenapa diambilnya dari buku fiqh untuk hak yang sudah pasti
dan jelas. Kalau bagi hasil itu, kalau haknya oke (sudah pasti
dan jelas), tapi untuk besarannya itu gak jelas. Kemungkinan
gharar, ada penyesalan. Di kajian yang fatwa di Malaysia,
kenapa sih boleh? Apa betul hanya sebatas tanazul? Timur
Tengah ada yang membolehkan gak?
Penulis : Gak ada.
Bapak Hasan : Termasuk tanazul gak boleh juga?
Penulis : Gak ada sebutan tanazul, tapi memang gak boleh saham
preferen itu di Arab Saudi.
Bapak Hasan : Terus apa lagi?
Penulis : Kemudian ada perusahaan yang masuk Daftar Efek Syariah,
tapi juga menerbitkan saham preferen. Nah seandainya
dilikuidasi perusahaan tersebut, menurut pandangan DSNMUI
bagaimana hukumnya? Kan saham preferen itu ada yang
jenisnya bisa dapat prioritas ketika likuidasi dari sisa harta
kekayaan perusahaan. Nah itu bagaimana hukumnya dari
pandangan DSN-MUI maupun Bapak sendiri?
Bapak Hasan : Untuk DSN-MUI ya ikutin fatwa aja, fatwa syarat-syarat
saham syariah sudah terpenuhi atau belum.
Penulis : Berdasarkan fatwa nomor 40?
Bapak Hasan : Iya, fatwa nomor 40, fatwa nomor 20. Karena di fatwa nomor
20 bisa juga masalah itu. Nah sekarang POJK tentang saham
itu kan disebutkan juga saham-saham syariah itu hanya 3
syarat aja. 3 syarat utama itu. Syarat satunya belum
dimasukkan lagi. Nah ini krusial, harusnya ada hal-hal yang
mestinya tidak masuk, (namun) masuk.
Penulis : Syarat satunya lagi apa, Pak?
Bapak Hasan : Ya itu saham preferen. Minimal perusahaan itu tidak
melakukan apa, atau harus dimiliki oleh 100% atau 90%
Muslim, atau tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang
melanggar syariah. Itu mungkin kesana. Cuma ini
instrumennya harus jelas juga, kan susah kan, kalo ini kan
tidak ada dalam laporan. Dalam laporan keuangannya gak
ada.
Penulis : Adanya di Anggaran Dasar.
Bapak Hasan : Di Anggaran Dasar juga belum tentu muncul. Gak bakalan
muncul, karena Anggaran Dasar itu secara umum harus
dipublikasikan di tambahan lembar negara. Jadi gak muncul
hal-hal yang seperti itu.
PEDOMAN WAWANCARA

UNTUK INFORMAN DARI

OTORITAS JASA KEUANGAN

Nama Informan : Gita Armitawati

Jabatan : Direktorat Pasar Modal Syariah (DPMS) Otoritas Jasa


Keuangan

Waktu : 13 November 2018 pukul 09.02 WIB

Tempat : via surat elektronik pada alamat gita.armiwati@ojk.go.id


kepada Penulis pada alamat ramadantydesya@gmail.com

Pertanyaan Untuk Informan :

1. Bagaimana proses perumusan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang


pasar modal syariah?
2. Pihak mana sajakah yang terlibat atau dilibatkan dalam proses perumusan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang pasar modal syariah?
3. Apakah DSN-MUI terlibat dalam proses perumusan Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan? Bagaimana bentuk keterlibatan DSN-MUI dalam proses
tersebut?
4. Apakah Otoritas Jasa Keuangan dalam membentuk:
- POJK No. 17/POJK.04/2015 Tentang Penerbitan Dan Persyaratan
Efek Syariah Berupa Saham Oleh Emiten Syariah Atau Perusahaan
Publik Syariah, dan
- POJK No. 35 /POJK.04/2017 Tentang Kriteria Dan Penerbitan Daftar
Efek Syariah
berlandaskan kepada Fatwa DSN MUI No. 40/DSN-MUI/X/2003
tentang Pasar Modal Dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah
di Bidang Pasar Modal?
5. Bila OJK berlandaskan kepada Fatwa DSN MUI No. 40/DSN-
MUI/X/2003 tentang Pasar Modal Dan Pedoman Umum Penerapan
Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, apakah OJK telah menyerap
secara keseluruhan isi dari fatwa tersebut? Bila tidak diserap secara
keseluruhan, apa alasannya?
6. Bagaimana OJK memaknai redaksi “tidak termasuk saham yang
memiliki hak-hak istimewa” dalam pengertian Saham Syariah, Pasal 4
Jenis Efek Syariah, Bab IV Kriteria dan Jenis Efek Syariah, Fatwa Dewan
Syari'ah Nasional No: 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan
Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal?
7. Bagaimana hukum Saham Preferen dalam pasar modal terutama pasar
modal syariah di Indonesia saat ini?
8. Apabila Saham Preferen dinyatakan dilarang dalam syariah oleh DSN-
MUI, bagaimana tindak lanjut dari OJK atas pelarangan tersebut?

Anda mungkin juga menyukai