Oleh :
SITI NURAVIVA
NIM : 1111043200027
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436H/2015M
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
v
KATA PENGANTAR
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, Dr. H. Asep Saepudin Jahar, MA. Yang
telah banyak membantu penulis dalam menjalankan perkuliahan. Semoga
dapat menjadi pemimpin yang memberikan teladan dan integritas yang lebih
baik.
2. Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, ketua Program Studi Perbandingan
Mazhab dan Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan pengarahan serta waktu kepada penulis di
sela-sela waktu kesibukan beliau.
3. Ibu Hj. Siti Hanna, S.Ag, Lc., MA sekertaris Program Studi Perbandingan
Mazhab dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak
membantu kepada penulis, baik dari sisi intelektual dan spiritual di dalam
segala kesibukan beliau.
vi
4. Drs.H.A.Basiq Djalil, SH, MA, dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan saran dalam penyusunan skripsi ini.
5. Dr. Supriyadi Ahmad, MA, dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan, meluangkan waktu serta dukungan sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan.
6. Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Jakarta, yang telah mengamalkan
ilmunya kepada penulis selama studi.
7. Staf dan Karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas syari’ah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga memberikan bantuan
berupa bahan-bahan yang menjadi referensi dalam penulisan skripsi ini.
8. Papa dan Mama tercinta bapak H. Yan Chandra dan ibu Hj. Elvira yang selalu
penulis hormati dan sayangi, dan yang selalu memberikan kasih sayangnya
kepada penulis, memberikan nasehat dan doa demi kesuksesan penulis.
9. Abang-abangku serta semua keluarga yang penulis cintai, atas dorongan yang
diberikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat sekelas penulis PH dan PMF angkatan 2011 yang tidak dapat
penulis sebutkan satu-persatu, yang telah memberikan bantuan kepada penulis
dalam studi yang tak terlupakan.
11. Sahabat dan adik-adik Moot Court Community yang selalu menghibur dan
memberikan semangat dalam proses penyusunan skripsi ini
Akhirnya atas segala jasa dan bantuan dari semua pihak, penuliskan ucapkan
banyak terima kasih. Penulis berdoa semoga Allah SWT membalasnya dengan
imbalan pahala yang berlipat ganda.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................ v
viii
E. Perioderisasi Peradilan Islam ............................................... 28
A. Kesimpulan .......................................................................... 76
B. Saran-saran ........................................................................... 77
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 78
Lampiran II Tentang Peta Kekuasaan Abbasiyah Masa Harus al-Rasyid ... .... 82
ix
BAB I
PENDAHULUAN
masih dalam konteks yang sangat sederhana. secara praktis proses peradilan
pertama kali dipraktikan dalam sejarah umat manusia adalah proses peradilan
terhadap pertikaian antara Qabil dan Habil, di mana pada saat itu Nabi Adam as
diantara keduan putranya. Apa yang dilakukan Nabi Adam as terhadap kedua
dalam sejarah manusia adalah kepada Nabi Daud as dan Nabi Sulaiman as. Kisah
tersebut terekam dalam Q.S. Shad ayat 17-26 dan Al-Anbiya ayat 78-79.1
dipisahkan satu sama lainnya seperti halnya lembaga yang mandiri, dan bahkan
dalam praktiknya cenderung dipegang oleh satu tangan, yakni penguasa atau
kehakiman dalam tradisi Islam. Istilah ini diartikan sebagai kekuasaan untuk
1
Samir Aliyah, alih bahasa Asmuni Solihan Zamakhsyari, Sistem Pemerintahan,
Peradilan dan Adat dalam Islam,(Jakarta : Khalifa, 2004), hlm. 285.
1
2
yang didasarkan pada asas-asas dan kaidah-kaidah hukum Islam dan merupakan
merupakan sebuah keniscayaan dan menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi.
mengingat bahwa upaya menegakan peradilan juga dapat diartikan sebagai upaya
tidak heran jika sejak awal kehadiran negara dalam khazanah sejarah Islam,
lembaga ini telah ada dan berfungsi, meskipun dalam tataran praktisnya masih
tergolong sangat sederhana, di mana kapasitas Nabi pada saat itu disamping
2
Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia ,(Jakarta
: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 146-148.
3
Muhammad Salam Madkur, Peradilan Dalam Islam, terj. Imron AM, (Surabaya : PT.
Bina Ilmu, 1993), hlm. 31
3
ketika Kaum Yahudi melakukan pelanggaran sebanyak tiga kali terhadap isi
Piagam Madinah, dua kali beliau bertindak sebagai hakam-nya, dan sekali beliau
menjadi Hakim. Ketika Islam sudah menyebar ke luar Kota Madinah (luar Jazirah
tertentu, biasanya penugasan ini hanya atas perkara tertentu saja. Ketiga
sahabat lain untuk menyelesaikan kasus tertentu dalam suatu daerah. Kriterianya
Seperti pada saat Rasul mengutus Mu‟adz bin Jabal untuk menjadi qadhi di
4
Ibn Hisyam, Sirat an Nabawiyat, (Beirut: Mathba‟at Muhammad Abi Shabih, t.th),
Jilid XX, hlm 170.
5
Al Bukhairy al Ja‟fiy, Matan Bukhary, (Semarang: Thaha Putra,) Juz VII, hlm 107-109.
4
Begitu pula pada masa kekhalifahan Abu bakar Ash Shidiq, kekuasaan
yudikatif masih dipegang oleh penguasa atau eksekutif dan belum ada pemisahan
yang tegas, kecuali perubahan ketika Abu Bakar mengangkat Umar bin Khattab
Hal tersebut ditunjukan dengan kenyataan bahwa, pada masa Abu Bakar,
wilayah kekuasaan Negara Madinah dibagi menjadi beberapa provinsi, dan setiap
provinsi ia menugaskan seorang amir atau wali (semacam gubernur). Para Amir
tersebut juga bertugas sebagai pemimpin Agama (seperti imam dalam shalat),
kepolisian.7
Pada masa Umar bin Khattab, kekuasaan yudikatif mulai dipisahkan dari
kekuasaan eksekutif. Dan mulai diatur tata laksana Peradilan, antara lain dengan
Qiyas.8
6
Wahhab al Najjar, al Khulafa al Rasyidun (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah,
1990), hlm 98.
7
Beberapa orang yang pernah diangkat menjadi amir oleh Khalifah Abu Bakar adalah :
1) Itab bin Asid, amir untuk Mekah; 2) Ustman bin Abi al Ash, amir untuk Thaif; 3) Al Muhajir
bin Abi Umayah, ami runtuk Sana‟a; 4) Ziad bin Labid, amir untuk Hadramaut; 5) Ya‟la bin
Umayah, ami runtuk Khaulan; 6) Abu Musa al Asy‟ari, amir untuk Zubaid; dan Rima; 7) Muaz bin
Jabal, amir untuk al Janad; 8) JArir bin Abdullah, amir untuk Najran; 9) Abdullah bin Tsur, amir
untuk Jarsyi; 10) Al Ula bin al Hadrami, amir untuk Bahrain. Lihat Abdul Wahhab al Najjar, al
Khulafa al Rasyidun, Wahhab al Najjar, al Khulafa al Rasyidin (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah,
1990), hlm 67.
8
Munawir Sadzali, Islam dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: UI
Press, 1993), hlm 38.
5
pengawasan gubernur, bahkan khalifah sekalipun. Tidak hanya itu, pada masa
Umar, dibentuk juga lembaga yang menangani urusan kriminal dan pidana selain
zina yang langsung di tangani oleh Hakim. Lembaga tersebut adalah ahdath,
pejabat yang mengurusi administrasi Peradilan, memberi gaji kepada Hakim dan
Pada masa Ali bin Abi Thalib tidak ada perubahan yang signifikan, hanya
di ibu kota dengan Ketua Mahkamah Agung (qadhi al qudhat), dimana Zaid bin
Tsabit merupakan orang pertama yang menjabatnya pada masa khalifah Umar.11
9
Mahmud Saedon A-Othman, Kadi, Pelantikan, Perlucutan, dan Bidang
Kuasa (Malaysia Kuala Lumpur: Dewan Bahasa Kementrian Pendidikan, 1990), hlm. 93.
10
Abdul Karim Zaidan, Nizhamul Qadha fi al-Syar’iyyatil Islamiyah, (Baghdad;
Mathba‟ah al Any, t.th), hlm 61.
11
Abdul Qadir Djaelani, Sekitar Pemikiran Politik Islam, (Jakarta; Media Dakwah,
t.th), hlm 141.
6
hanya saja tidak ada perubahan yang cukup signifikan terhadap pembaharuan
pada masa itu. Pemerintahan Bani Umayyah lebih banyak disibukan dalam urusan
Pengangkatan hakim pada masa ini juga dilakukan secara terpisah dengan
dalam berbagai bidang. Dinasti ini mengalami masa kejayaan intelektual, seperti
halnya dinasti lain dalam sejarah Islam, tidak lama setelah dinasti itu berdiri.
Mahdi (775-785 M), dan kesembilan, al-Wathiq (842-847 M), lebih khusus lagi
pada masa Harun al-Rasyid (786-809 M) dan al-Makmun (813-833 M), anaknya
12
T.M. Hasbi Asshiddiqie, Peradilan dan Hukum Acara Islam, (Semarang : Pustaka
Rizki Putra, 1997), hlm. 24.
13
Asadullah al-Faruq, Hukum Acara Peradilan Islam, (Jakarta: Pustaka Yustisia, 2009),
hlm. 47
7
terutama, karena dua khalifah yang hebat itulah Dinasti Abbasiyah memiliki
kesan dalam ingatan publik, dan menjadi dinasti hebat dalam sejarah Islam dan
Kemajuan lain yang tak kala penting adalah dalam bidang peradilan di
mana pada masa Abbasiyah sistem administrasi peradilan pada masa ini sudah
tersusun dengan rapi. Diferensiasi kemajuan institusi hukum dan sistem peradilan
itu terletak pada pemisahan kekuasaan, lembaga peradilan yang dikepalai qadha
Pada era ini perkembangan di berbagai bidang sangatlah maju, dan banyak
bagaimana sistem peradilan Islam pada masa ini yang sangat berkembang pesat
ditunjuknya untuk menjalankan peradila. Jika putusan sahabat salah Nabi akan
maksud tertentu.
14
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2000), hlm. 52.
8
Abbasiyah.
Klasik)”.
B. Indentifikasi Masalah
yang sedang penulis teliti yaitu Manajemen Peradilan Islam di Era Abbasiyah..
1. Batasan Masalah
pengelolaan peradilan Islam pada era Abbasiyah ini sangatlah luas maka penulis
9
pada manajemen hakim di masa Abbasiyah pada periode pertama (132 H/750 M –
232 H/ 847 M), disebut Periode pengaruh Arab dan Persia Pertama.
2. Perumusan Masalah
dan dapat mentarjih (berbagai pendapat ulama) dan ia harus memiliki kemampuan
berijtihad, namun di masa Abbasiyah hakim tidak lagi mengambil hukum dari
sumber utama, yakni al-Qur‟an dan hadits, melainkan beralih ke pendapat imam
mazhab.
1. Tujuan Penelitian
2. Manfaat Penelitian
a. Secara Akademik
bagi pengembangan ilmu hukum Islam khususnya dalam bidang peradilan Islam
b. Secara Praktis
E. Riview Terdahulu
Dari skripsi yang ditulis oleh A.Irfan Habibi Program Studi Jinayah
Siyasah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010 dengan judul “ Kedudukan Jaksa
Indonesia dan Islam. Bahwa secara historis sebenarnya kedudukan dan fungsi
Meski pun dalam arti yang spesifik dalam sistem ketatanegaraan Islam tidak
Wilayatul Hisbah.
Abbasiyah.15
Dari Jurnal Al-Ulum yang ditulis oleh Lomba Sultan UIN Alauddin
pilih, maka perlu ada pemikiran untuk menambah atau menyempurnakan badan
15
Di unggah pada hari kamis 22 Januari 2015
http://www.pakalianda.go.id/gallery/artikel/195-hakim-dalam-khazanah-islam-klasik.html.
12
Abdul Azis pada masa Bani Umayyah. Tampaknya, pada masa inilah
tanpa ada tebang pilih antara satu dengan lainnya. Hal itu juga tercipta, karena
yang penulis tulis. Pembahasan yang penulis teliti adalah pengelolaan peradilan
Islam pada era Abbasiyah. Jika pada review pertama tentang kedudukan “Jaksa
tentang “Hakim dalam Khazanah Islam Klasik”, maka skripsi penulis tentang
manajemen hakim di masa Abbasiyah. Dan jika pada review ketiga tentang “
Tidak hanya itu penulis juga meneliti bagaimana perbandingan peradilan Islam
berkembang pesat. Kemajuan dan perkembangan ini di landasi oleh 5 hal yaitu:
16
Lomba Sultan, “ Kekuasaan Kehakiman dalam Islam dan Aplikasinya di Indonesia”,
Jurnal Al-Umm, 2 Desember 2013, hlm, 435-452.
13
hukum sesuai dengan mazhab Abu Hanifah. Hakim di Syam (Syiria) dan
Akhirnya banyak ahli hukum fiqih menolak dilantik menjadi hakim, sebab
Abbasiyah lebih luas wewenangnya dalam bidang hukum dari pada masa-masa
kini.
G. Metodologi Penelitian
Pada sub bab ini, diuraikan pendekatan penelitian, jenis penelitian, data
penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, dan metode analisis
data.
a. Pendekatan Penelitian
penelitian hukum normatif bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam
ruang lingkup yang sangat luas, sehingga meliputi surat-surat pribadi, buku-buku
17
H.A Fuad Said, Ketatanegaraan menurut syari;at Islam, (Selangor Malaysia: Dewan
Bahasa dan Pustaka, 2002), hlm. 256.
18
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, penelitian Hukum Normatif (Suatu tinjauan
singkat). Cet. IV, (Jakarta: Pt. Grafindo Persada, 1995), hlm. 23.
15
b. Jenis Penelitian
Search) yaitu bahan primer sebagai bahan pokok dari penelitian, bahan sekunder
dan bahan tertier yang akan mendukung penulisan skripsi ini, yang kemudian
dibahas, dianalisis, dan dituangkan dalam bentuk karya ilmiah. Oleh karena itu,
Dalam pengumpulan data kualitatif, ada data yang berupa bahan hukum
digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah bahan hukum yang dapat
literatur-literatur.
Dalam hal ini penulis menggunakan teknik studi pustaka atau bahan
berkenaan dengan masalah yaitu Al-quran, hadits, buku, artikel, dan lain-lain.
yang primer, sekunder, tersier yang berkaitan dengan judul penelitian. Kedua,
tersebut. Ketiga, merekontruksi intisari makna tersebut dalam format tulisan yang
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
pada substansi yang sama. Dalam penelitian ini terkait manajemen hakim
H. Sistematika Penulisan
Secara keseluruhan ini penelitian ini terdiri dari lima bab. Untuk lebih
Bab pertama tentang pendahuluan, pada bab ini berisikan latar belakang
kasus hukum yang terjadi pada waktu itu, dan pembuatan undang-undang masa
Abbasiyah.
Pada bab ini berisikan pengangkatan hakim, pengaturan gaji hakim, sumber
Bab Kelima Penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran. Bab ini
merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, untuk itu penulis menarik
Demikian sistematika dan garis besar pembahasan yang akan penulis tulis
A. Pengertian Manajemen
mengandung makna yang sangat luas; yaitu manajemen sebagai suatu sistem
pengetahuan tentang apa yang harus mereka lakukan, menetapkan cara bagaimana
Dari beberapa definisi dan pendapat yang diberikan oleh pakar manajemen
1
George R. Terry dan Leslie. Rue, Dasar-dasar Manajemen, (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), lihat Hasanuddin, Manajemen Dakwah, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), hlm. 1.
2
George R. Terry dan Leslie. Rue, Dasar-dasar Manajemen, hlm. 3.
19
20
tujuan organisasi.
c. Manajemen adalah alat untuk mencapai tujuan dengan efektif dan efisien.3
B. Pengertian Peradilan
Kata peradilan berasal dari kata adil, dengan awal per dan akhiran an.
melaksanakan, menyelesaikan.4
memiliki beberapa arti. Menurut Muhammad Salam Madkur arti qadha menurut
1. al-qadha yang sepadan dengan kata al-faraaqh yang berarti putus atau
د
ِ د فِي أَشًَْا
ٌ َن حَس
َ ُ َفهَّمَا َقضََ شَ ْي ٌد مِنْيَا ًَطَسًا شَ ًَجْنَاكَيَا ِنكَيْ نَا َيكٌُنَ عَهََ انّْمُؤْمِنِي
3
Hasanuddin, Manajemen Dakwah, hlm. 3
4
Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir (Kamuas Arab Indonesia), (Jakarta: t. Pn, 1996),
Cet. Pertama, hlm. 1215.
21
bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu
beruntung.”
4. Arti lain dari kata qadha adalah memutuskan hukum atau membuat suatu
ketetapan.5
perkara).
5
Muhammad Salam Madkur, Al-Qadha fil Islam, Terjemahan: Imron AM dengan judul
Peradilan dalam Islam, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993), hlm. 19-20.
22
adalah menampakkan hukum agama, tidak tepat bila dikatakan menetapkan suatu
hukum karena hukum Islam (Syari’at) telah ada sebelum manusia ada. Dalam hal
ini hakim hanya menetapkan hukum yang sudah ada dalam kehidupan, bukan
menetapkan sesuatu yang belum ada. Di Samping itu, seperti yang diungkapkan
oleh Ibnu Abidin, ada pula ulama yang berpendapat bahwa peradilan berarti
perkara antara dua orang atau lebih untuk menegakkan hukum dan keadilan
dengan berlandaskan Al-qur‟an dan Hadits. Dalam peradilan selalu terkait unsur-
unsur seperti pertama, hukum syara’ yang digunakan sebagai dasar dalam
tergugat. Kelima, ada kasus yang diperselisihkan. Keenam, putusan hakim itu
mengikat para pihak. Ketujuh, penegakkan hukum dan keadilan bagi umat
manusia.
6
Alaidin Koto, Sejarah Peradilan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011) hlm. 10.
7
Hasbi Ash Shiddieqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, hlm. 30.
23
Peradilan sudah dikenal jauh sebelum Islam datang. Hal ini di dorong oleh
kebutuhan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, peradilan sudah dikenal sejak
dapat berdiri tanpa menegakkan peradilan karena tidak mungkin satu masyarakat
Peradilan bagi bangsa Arab pra Islam dapat dikatakan belum memiliki
bentuk maupun sistem peradilan yang mapan. Namun, mereka telah memiliki
berpegang pada tradisi (kebiasaan) dan adat istiadat yang berlaku di masig-masing
oleh suku-suku Arab pra Islam dan menjadi jalan ke luar dari kasus-kasus pidana,
terutama terkait dengan pidana kematian jiwa, pada kenyataanya justru sering kali
kasus.9
Dari uraian diatas penulis simpulkan bahwa peradilan sudah ada sejak
adanya manusia di dunia ini, hanya saja bentuk peradilan pada masa itu belum
8
Basiq Djalil, Peradilan Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), hlm. 8
9
Alaidin Koto, Sejarah Peradilan Islam, hlm. 29
24
Dinamakan Abbasiyah karena pendiri Dinasti ini adalah keturunan dari al-
Abbas.10
bait itu gabungan gerakan Ahlu Syi‟ah dengan keturunan-keturunan Nabi. Dan
mereka masih bersekutu karena Bani Umayyah itu bukan dari keturunan Nabi.
Muawiyah dari Bait Umawi sementara Nabi dari Bait Hasyimi. Jadi ada dua
Muawiyah. Bait Hasyimi di sebut dengan Ahlul Bait, karena dari keluarga
merekalah muncul kenabian. Timbul pertanyaan mengapa Abu Sofyan tidak mau
masuk Islam padahal sahabat-sahabat yang lain masuk Islam dan mengapa
Muawiyah itu belum masuk Islam kecuali sampai Mekkah di taklukkan, karena
mereka merasa gengsi dan sakit hati karena kenabian munculnya di Bait Hasyimi
bukan dari Bait Umawi. Dan ketika Daulah Muawiyah ini mulai lemah akhirnya
10
Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abu al-Abbas bin Abdul Muthallib bin Hasyim. Para
pemimpinnya disebut khalifah, tetapi derajatnya lebih tinggi dari gelar Khalifah di zaman dinasti
Umayyah. Khalifah-khalifah Abbasiyah mempatkan diri mereka sebagai zhilullah fi al-ardh
(bayang-bayang Allah di bumi). Alaidin Koto, Sejarah Peradilan Islam, (Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2011) hlm. 91.
25
merebut kekuasaan. Semula yang menjadi calon Khalifah adalah orang ‘alawi
orang-orang keturunan dari Ali bin Abi Thalib kemudian pindah kekuasaan dan
menunjuk penggantinya itu dari keturunan Abbas bukan keturunan Ali. Pada saat
panjang dari tahun 132 H/ 750 M sampai 656 H/ 1258 M. Dinasti ini mampu
bertahan lebih dari lima abad hingga datangnya serangan pasukan Mongol pada
tahun 656/1258.13
Abbas. Akan tetapi karena kekuasaannya sangat singkat, Abu Ja‟far al-
dinasti ini. Pada 762 M, Abu Ja‟far al-Manshur memindahkan ibu kota dari
Ctesiphon, bekas ibukota Persia. Oleh karena itu ibukota pemerintahan Dinasti
11
Muhammad Al-Khudriy, Daulah Abbasiyah, (Mesir: Darul Ma‟arif beirut, 1999), hlm
135.
12
Muhammad Al-Khudriy, Daulah Abbasiyah, hlm 136.
13
Cyril Glasse, Ensiklopedia Islam (ringkas). Penerjemah Ghufron A. Mas‟adi. Cet. 2.
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), hlm 1.
26
kekuasaan Byzantium.14
Barmakiyyah, sebuah keluarga keturunan Persia yang berasal dari Balk. Sebelum
masuk Islam, beberapa generasi keluarga ini adalah orang yang cakap dalam
peradaban Arab Persia yang mencapai kemajuan pada masa pemerintahan Harun
al-Rasyid dan beberapa waktu sesudahnya. Namun pada masa akhir pemerintahan
pertama yaitu Ja‟far ibn Yahya Barmak. Saudara dan ayahnya dijebloskan ke
penjara hingga meninggal. Sikap Harun yang aneh itu menandai perubahan
lenyap dari tangan mereka. Dua putra Harun al-Amin dan al-Makmun, secara
sedangkan al-Qasim putra Harun yang ketiga, sebagai gubernur untuk wilayah
14
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2000), hlm.
49-50.
15
Cyril Glasse, Ensiklopedia Islam (ringkas). Penerjemah Ghufron A. Mas‟adi. hlm 2.
27
dilakukan oleh orang keturunannya Ali bin Abi Thalib. Keturunan Ali ini
melakukan protes pada waktu Khalifah al-Ma‟mun bin Harun al-Rasid yang
mengangkat imam Syiah yang bernama „Ali al-Rida sebagai putra mahkota dan
Bendera hitam Abbasiyah digantikan dengan bendera keluarga Ali yang berwarna
lebih berhak atas Khilafah karena Ali bin Abi Thalib sebagai menantu Rasul
suami dari anak Nabi yaitu Fatimah, dan Al-Ma‟mun juga mengatakan bahwa
nasabnya lebih dekat ke Rasul, karena kakeknya dari keturunan Abbas, dan Abbas
ini adalah Pamannya Rasul, sedangkan bapaknya Ali bin Abi Thalib paman Rasul
juga yaitu Abu Thalib, tetapi Abu Thalib ini tidak pernah masuk Islam sampai
jadi Abbas itu lebih berhak menjadi Khalifah karena secara nasab saja dekat
dengan Nabi sama-sama Bait Hasyimi pamannya dan secara keislamannya semua
merebut kekhalifahan, dan khalifah yang sah adalah para Imam berasal dari
16
Cyril Glasse, Ensiklopedia Islam (ringkas). Penerjemah Ghufron A. Mas‟adi. Hlm 3.
17
Muhammad Al-Khudriy, Daulah Abbasiyah, hlm. 137.
28
keturunan Ali dan fatimah. Para pendukung Ali selalu menjadi ganjalan dalam
perpolitikan Islam dan bersikeras mengklaim bahwa para Imam mereka adalah
menjadi militer kerajaan. Merasa tidak aman di Baghdad, ia mendirikan ibu kota
pertama menjadi hakim dalam Islam adalah Rasulullah SAW. sendiri berdasarkan
18
Philip K. Hitti, History of The Arabs, terjemahan R. Cecep Lukman dan Dedi Slamet
Riyadi, (Jakarta : Serambi 2006), hlm. 358.
19
Cyril Glasse, Ensiklopedia Islam (ringkas). Penerjemah Ghufron A. Mas‟adi, hlm 3.
20
Cyril Glasse, Ensiklopedia Islam (ringkas). Penerjemah Ghufron A. Mas‟adi, hlm. 4.
29
Madinah beliau menjadi satu-satunya hakim mereka dalam setiap perselisihan dan
perkara.21
sahabat dalam mengemban tugas sebagai hakim. Terbukti ketika Mu‟az bin Jabal
ingin diutus ke Yaman Rasululah saw. melakukan tes seperti yang termuat dalam
ٍعنْ ُأنَاض
َ َع ٌْنٍ عَنِ انْحَازِثِ ْبنِ عَّمْسًِ ْبنِ أَخَِ انّْمُغِي َسةِ ْبنِ شُ ْعبَت
َ َِعنْ َأب
َ َعنْ شُ ْعبَت
َ َح َد َحنَا حَ ْفصُ ْبنُ عُّمَس
َ
ََ نَّمَا أَزَادَ َأنْ َيبْعَجَ مُعَاذًا إِن-صهَ اهلل عهيو ًسهم- ِج َبمٍ َأنَ زَسٌُلَ انهَو
َ ِِمنْ أَ ْىمِ حِّمْصَ مِنْ َأصْحَابِ مُعَاذِ ْبن
ُصدْ َزه
َ -صهَ اهلل عهيو ًسهم- ِ َفضَسَبَ زَسٌُلُ انهَو.ٌُج َت ِيدُ زَ ْأيَِ ًَالَ آن
ْ َ قَالَ أ.» ِ ًَالَ فَِ ِكتَابِ انهَو-ًسهم
.» ِ ًَقَالَ « انْحَ ّْمدُ نِهَوِ انَرٍِ ًَ َفقَ زَسٌُلَ زَسٌُلِ انهَوِ نِّمَا يُ ْسضَِ زَسٌُلَ انهَو22
“Telah menceritakan kepada kami Hafsah bin Umar dari Syu‟bah dari Abu “Aun
dari Harits bin “Amru sanak saudara Al-Mughirah bin Syu‟bah, dari beberapa
orang penduduk Himsh yang merupakan sebagian dari sahabat Mu‟adz bin Jabal.
Bahwa Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wassalam ketika akan mengutus Mu‟adz
bin Jabal ke Yaman beliau bersabda: Bagaimana engkau memberikan keputusan
apabila ada sebuah persoalan hukum yang dihadapi kepadamu?” Mu‟adz
menjawab: saya akan memutuskan menggunakan kitab Allah.” Beliau bersabda:
“Seandainya engkau tidak mendapatkan dalam kitab Allah?” Mua‟adz menjawab:
“Saya akan kembali kepada sunnah Rasulullah Shallallahu “Alaihi Wasallam.”
Beliau bersabda lagi: “ Seandainya engkau tidak mendapatkan dalam sunnah
Rasulullah SAW., serta dalam kitab Allah?” Mu‟adz menjawab, “saya akan
berijtihad dengan menggunakan pendapat saya, dan saya tidak akan mengurangi.”
Kemudian Rasulullah SAW menepuk dadanya dan bersabda: “ segala puji bagi
Allah yang telah memberikan petunjuk kepada utusan Rasulullah untuk
21
Samir Aliyah, alih bahasa Asmuni Solihan Zamakhsyari, Sistem Pemerintahan,
Peradilan dan Adat dalam Islam, (Jakarta: Khalifa, 2004), hlm 297.
22
Imam al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sulthaniyah, Penerjemah: Fadhli Bahri, (Jakarta:
Daarul Falah, 2000), hlm. 125-126.
30
formal, tetapi rukun-rukun al-qadha telah terpenuhi, yaitu hakim, hukum, al-
mahkum bih, al-mahkum ‘alaih, dan al-mahkumah (orang yang menggugat). Pada
Zaman Rasul, orang yang mempunyai masalah bisa datang bersama atau sendiri
kepada beliau untuk minta diadili atas sengketa yang mereka hadapi, kemudian
hukum yang berlaku. Pada umumnya putusan yang ditetapkan oleh Rasulullah
SAW. itu diterima dengan secara sukarela dan tidak memerlukan upaya
eksekusi.24
antaranya adalah:
23
Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia,
(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm.148
24
Fazlur Rahman, Islami Metodelogi in History, terjemahan Anas Mahudi (Bandung:
Pustaka 1984) hlm. 15.
31
pohon.
Ringkasnya hukum Islam telah berlaku sejak zaman Nabi, utamanya pada
mendapatkan bentuk tertentu sebagaimana yang telah kita kenal sekarang sebagai
Ilmu Fiqh. Hadits merupakan sesuatu yang lahir dari ucapan-ucapan, perbuatan,
hukum, baik yang berupa wahyu maupun berupa hasil ijtihad atau musyawarah
dalam memutuskan suatu perkara hukum. Hanya Nabi yang mempunyai otoritas
25
Samir Aliyah, Sistem Pemerintahan, Peradilan dan Adat dalam Islam, alih bahasa
Asmuni Solihan Zamakhsyari, hlm 299.
26
Basiq Djalil, Peradilan Islam, hlm 139.
32
menetapkan sebuah hukum, baik yang berupa wahyu maupun berupa hasil ijtihad
atau hasil musyawarah dengan para sahabat. Namun hukum-hukum pada masa itu
masih belum mendapatkan bentuk tertentu seperti sekarang sebagai Ilmu Fiqih.
Pada masa khalifah Abu Bakar ash-Shiddieq tidak tampak adanya suatu
perubahan dalam bidang peradilan. Hal ini disebabkan karena kesibukkan beliau
pemerintahan pada waktu itu. Dalam masalah peradilan, Abu Bakar mengikuti
Abu Bakar ah-Shiddieq urusan al-Qadha diserahkan kepada Umar bin Khattab
selama dua tahun lamanya. Tetapi dua tahun itu tidak ada satupun yang masuk ke
Mahkamah Syari‟ah yang dipimpin oleh Umar bin Khattab ini, mungkin orang
segan berurusan dengan peradilan karena beliau terkenal dengan ketegasan yang
dimilikinya.27
Maka tercatatlah dalam sejarah orang yang pertama kali menjadi qadhi
dalam Islam pada awal masa Khalifah al-Rasyidin adalah Umar bin Khattab.28
27
Hasbi Ash Shiddieqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, (Semarang: PT Pustaka
Rizki Putra, 1997), hlm. 16.
28
Athiyah Masyrafah, al-Qadha fi al-Islam, (Mesir: Syirkat al-Syarqi al-Ausath, 1996),
cet. II, hlm. 93
33
oleh khalifah sendiri, sedangkan pada tingkat daerah dipegang oleh pemangku
wilayah „ammah, belum diadakan pejabat yang khusus untuk mengurus urusan
kepala negara pada masa Abu Bakar bertindak sebagai orang yang memutus
perkara (kadi) dan sebagai orang yang melaksanakan putusan (munafidz) atau
melaksanakan eksekusi.29
Pada masa khalifah Umar bin Khattab, beliau sendiri yang mengangkat
khalifah mengirim surat kepada gubernur supaya mengangkat seorang kadi untuk
bertugas di daerahnya. Kadi yang di angkat oleh gubernur itu adakalanya ditunjuk
oleh khalifah Umar sendiri, adakalanya dipilih oleh gubernur dan diangkat atas
29
T.M Hasbi ash Siddieq, Sejarah Peradilan Islam, (Jakarta: Bulan-bintang, 1970), hlm.
19
30
Hasbi Ash Shiddieqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, hlm. 15.
31
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia, hlm. 179.
34
ketiga: memberi gaji kepada kadi dan stafnya dengan dana yang diambil dari
baitul mal, keempat: mengangkat naib kadi, semacam panitera yang membantu
tugas-tugas kadi. 32
Peradilan di masa Ali bin Abi Thalib, Ali memerintah dari tahun 656-662
M. Pada periode Khalifah Ali bin Abi Thalib tidak banyak perubahan yang
dilakukan dalam bidang peradilan. Kebijakan yang dilakukan oleh Khalifah Ali
bin Abi Thalib hanya melanjutkan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh
Khalifah Utsman bin Affan dengan sedikit perubahan misalnya dalam bidang
mengangkatnya.33
perkaranya dalam bentuk meminta fatwa, apabila kadi menetapkan suatu hukum,
32
Abdul Karim Zaidan, Nizhomul Qadha fi Syar'iyatil Islamiyyah, (Baghdad: Mathb'ah
al-any, tt.), hlm. 61.
33
Abdul Manan, Etika Hakim dalam Penyelenggaraan Peradilan Suatu kajian dalam
Sistem Peradilan Islam. Hlm. 83.
35
umumnya mereka sangat patuh terhadap putusan kadi tersebut. Jabatan kadi
dalam periode khulafa al-Rasyidin dianggap suatu jabatan yang amat terhormat
dan mempunyai pengaruh yang sangat besar kepada seluruh negara dan
negara dan pemerintahan, antara orang yang mulai dan orang yang hina di
orang yang memiliki keahlian dalam bidang ijtihad, bukan ahli taqlid kepada
Dari uraian diatas kesimpulan menurut penulis bahwa pada zaman khulafa
al-Rasyidin sudah mulai berkembangan ke arah yang lebih baik dari waktu
kecuali pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib, gedung-gedung sudah mulai di
bangun sejak khalifah Utsman bin Affan, hakim (kadi) di gaji oleh negara dengan
dana baitul mal pada masa khalifah Umar bin Khattab dan kekuasaan pemerintah
dari kekuasaan politik. Ada dua ciri khas bentuk peradilan pada masa Umayyah,
yaitu:
34
Abdul Manan, Etika Hakim dalam Penyelenggaraan Peradilan Suatu kajian dalam
Sistem Peradilan Islam. Hlm. 84.
36
hal yang tidak ada nash atau ijma’. Ketika itu mazhab belum lahir dan
kedudukan hakim ibukota dan hakim daerah sederajat. Pada masa ini belum ada
pemimpin agama mereka. Hal inilah yang mendasari mengapa hakim hanya ada di
kota-kota besar.37
35
Muhammad Salam Madkur, Peradilan dalam Islam, alih bahasa Imron AM,
(Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993), cet. IV, hlm. 20.
36
Basiq Djalil, Peradilan Islam, hlm. 152.
37
Philip Kahitti, History of the Arabs, (Jakarta: Serambi, 2006), cet. Ke-2, hlm. 281
37
perkara yang berhubungan dengan agama. Di samping itu, badan ini juga
mengatur institusi wakaf, harta anak yatim, dan orang yang cacat mental.38
dikutip oleh Philip K. Hitti bahwa tugas al-Muhtasib selain mengarahkan polisi
timbangan serta ikut mengurusi kasus-kasus perjudian, seks amoral, dan busana
lembaga ini juga dapat mengadili para hakim dan pembesar negara yang berbuat
salah. Pengadilan ini langsung di bawah pimpinan Khalifah. Ketika itu Abdul
Malik bin Marwan atau orang yang ditunjuk olehnya, yang pada awalnya
38
Alaidin koto, Sejarah Peradilan Islam, hlm. 80
39
PhilipK. Hitty, History of the Arabs, hlm 670
40
Alaidin koto, Sejarah Peradilan Islam, hlm. 82
38
menjalankan keputusan adalah khalifah sendiri atau wakilnya dengan intruksi dari
keluarkan, selain itu, ada ancaman pemecatan bagi siapa yang berani melakukan
penyelewengan.41
namun yang melaksanakan hasil putusan tersebut adalah khalifah atau gubernur
41
Basiq Djalil, Peradilan Islam, hlm. 153
42
Alaidin Koto, Sejarah Peradilan Islam, hlm. 83
BAB III
Pada masa Daulah Abbasiyah para hakim tidak lagi berijtihad dalam
empat atau mazhab yang lainnya. Dengan demikian, syarat hakim harus mujtahid
antara lain telah diadakan jabata penuntut umum (kejaksaan) di samping telah di
pimpin oleh al-Mudda’il Ummy (Jaksa Agung), dan tiap-tiap kota oleh
1
A. Hasymi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), cet. Ke-5, hlm.
234-235.
39
40
hisbah adalah amar ma’ruf nahi munkar,baik yang berkaitan dengan hak
Allah, hak hamba, atau hak keduanya. Yang berkaitan dengan hak Allah
hal-hal yang keji seperti berbuat zina dan yang lainnya. Sedangkan yang
lalu lintas. Yang berkaitan hak keduanya (hak Allah dan hamba) misalnya
2
Basiq Djalil, Peradilan Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), hlm. 159.
3
A. Hasyim, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm. 231.
4
Alaidin Koto, Sejarah Peradilan Islam, hlm. 130.
41
bait al-mal. Di samping itu, ada juga lembaga tahkim (hukum) yang berwenang
dengan berpegang pada mazhab yang ada. Abu Yusuf, misalnya, walaupun
bermazhab Hanafi tetapi dia masih berijtihad dan dalam hal tertentu ia berbeda
5
Basiq Djalil, Peradilan Islam, hlm. 128.
6
Basiq Djalil, Peradilan Islam, hlm. 136.
7
Salam Madzkur, al-Qadhi fi al-Islam, hlm 50.
8
Basiq Djalil, Peradilan Islam, hlm. 160.
42
pendapat dengan gurunya. Ini berarti bahwa terdapat campur tangan para khalifah.
menganut mazhab Maliki, dan di Mesir menganut Mazhab Syafi‟i. Apabila yang
berperkara tidak satu mazhab dengan qadhi maka diangkatlah qadhi yang satu
(Baghdad), tetapi juga di daerah-daerah. Hal ini terjadi karena banyaknya daerah
yang memisahkan diri dari pusat pemerintahan, Baghdad. Istilah qadhi al-qudhah
mazhab secara taklid (hakim muqallid), pada masa ini yang diangkat jadi hakim
dipilih ulama yang secara taklid dari mazhab yang dianut oleh raja yang
kepada pemerintah pada tiap tahunnya. Pengaruh eksekutif sangat tinggi pada
perbandingan bahwa terdapat perbedaan yang jelas dalam bidang peradilan masa
9
Basiq Djalil, Peradilan Islam, hlm. 161.
10
Salam Madzkur, al-Qadha fi al-Islam, hlm. 48.
11
Hasbi Ash-shiddiqi, Peradilan dan Hukum Acara Islam, (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 1997), hlm. 27.
43
Abbasiyah pertama dan kedua ini, guna untuk melihat persamaan dan perbedaan
diantara keduanya.
Pada masa ini ada beberapa kebijakan Khalifah Dinasti Abbasiyah dalam
sultan dan pelaksana kekuasaan lainnya, seperti diwan dan wizarat. Mengingat
peradilan. Kalau untuk zaman sekarang bisa disebut Mahkamah Agung. Badan
daerah. Apabila diidentikan dengan Indonesia, pada zaman Abbasiyah sudah ada
12
Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2008), hlm. 163.
13
Basiq Djalil, Peradilan Islam, hlm. 159.
44
Abu Yusuf dikenal sebagai orang pertama yang dipanggil sebagai Qadhi
al-Qudhah (Hakim Agung). Jabatan hakim agung itu diembannya selama tiga
khalifah Harun Al-Rasyid, Abu Yusuf diberikan suatu kehormatan, bahwa semua
Jabatan hakim agung dijabat oleh Abu Yusuf hingga ia wafat pada 182 H. 14
berikut:
a. Abu Yusuf , Ya‟kuq bin Ibrahim (lahir tahun 131 H/ 731 M - wafat tahun
b. Yahya bin Aksam (lahir tahun 159 H/755 M - wafat tahun 242 H/857 M)
c. Ahmad bin Abu Daud (lahir tahun 160 H/777 M - wafat tahun 240 H/ 854
d. Sahnun al-Maliki (lahir tahun 160 H/ 777 M - wafat tahun 240 H/ 854 M)
e. Al-„Izz bin Abd. Al-Salam (lahir 578 H/ 1181 M – wafat tahun 660 H/
f. Ibnu Khillikaan (lahir tahun 608 H/ 1211 M – wafat tahun 660 H/ 1282 M)
14
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/09/18/majncx-abu-yusuf-
hakim-agung-di-era-abbasiyah-2 di unggah pada tanggal 20 Mei 2015.
45
g. Ibnu Daqiqi „Ied (lahir tahun 625 H/ 1228 M – wafat tahun 702 H/ 1302
2. Wilayah Hisbah
Secara etimologi al-hisbah merupakan kata benda yang berasal dari kata
kebaikan yaitu segala perkataan, perbuatan, atau niat yang baik yang
syariat.16
dalam Islam yang bertugas untuk menegakkan kebaikan dan mencegah kezaliman.
Pejabat badan hisbah disebut muhtasib. Tugasnya menangani kasus kriminal yang
keras, berbuat curang dalam muamalah melakukan jual beli yang di larang syariat,
lembaga ini berada di bawah lembaga peradilan dan berfungsi untuk memperkecil
perkara-perkara yang harus diselesaikan oleh wilayah qadha. Hal ini dijelaskan
oleh Schacht bahwa pada saat yang sama ketika hakim-hakim peradilan
menghadapi perkara yang semakin banyak, ada keharusan untuk akomodasi dan
muhtasib sudah tidak lagi dalam kekuasaan khalifah, tetapi diserahkan kepada
yang tidak dapat mengembalikan haknya tanpa bantuan dari petugas-petugas al-
disidangkan dan menghukum yang kalah serta mengembalikan hak orang yang
17
Alaidin Koto, Sejarah Peradilan Islam, hlm. 130
18
Hassan Ibrahim Hassan, Tarikh al-Daulah al-Fathimiyah (Kairo: Al-Maktabah al-
Mukhashshah alMishriyah, 1993), hlm. 363.
47
undang dan adab-adab kesusilaan yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun. Jadi
yaitu pada kasus-kasus yang memerlukan putusan segera. Hal ini dilakukan
karena terkadang ada suatu masalah yang harus segera diselesaikan agar tidak
menimbulkan dampak yang lebih buruk, dan jika melakukan proses pengadilan
hakim akan memakan waktu yang sangat lama.20 Contohnya orang yang
Menegakkan hak asasi manusia seperti mencegah buruh membawa beban di luar
dapat bertindak dalam hal-hal skala kecil dan pelanggaran moral yang jika
polisi, tetapi bedanya, ruang gerak muhtasib hanyalah soal kesusilaan dan
19
Hasbi Ash-Shiddieqi, Peradilan dan Hukum Acara Islam, hlm. 99
20
Athiyah Musyrifah, al-Qadha fi al-Islam, hlm. 183.
21
Basiq Djalil, Peradilan Islam, hlm. 128.
48
Lembaga peradilan dan al-hisbah dapat saling melengkapi satu sama lain
tersebut adalah:
22
Athiyah Musyrifah, al-Qadha fi al-Islam, hlm. 183.
49
adalah orang-orang yang bertugas memelihara hak-hak umum dan tata tertib
garis besar dapat dikatakan bahwa tugas al-hisbah di dalam hukum Islam
dan al-Mazalim. Kata wilayah secara literal berarti kekuasaan tertinggi, aturan,
kekejaman.25
pengadilan yang lebih tinggi dari kekuasaan hakim dan muhtasib, yang bertugas
23
Basiq Djalil, Peradilan Islam, hlm. 131.
24
Hasbi Ash-Shiddieqi, Peradilan dan Hukum Acara Islam, hlm. 98.
25
Basiq Djalil, Peradilan Islam, hlm. 125.
50
lembaga pemerintah yang masuk perkara al-mazalim waktu itu ditangani langsung
oleh khalifah. Ketika dinasti Abbasiyah muncul, pada mulanya lembaga tersebut
wakil yang disebut Qadhi al-Mazalim atau Sahib al-Mazalim. Pada masa ini
mengadu kezaliman yang dilakukan oleh pejabat, datang seorang wanita dengan
pakaian jelek tampak dalam kesedihan. Wanita tersebut mengadukan bahwa anak
26
Muhammad Salam Madzkur, al-Qadha fi al-Islam, terj. Imran A.M., hal. 171
51
Kedudukan badan ini lebih tinggi dari pada al-qadha dan al-hisbat, karena
diputuskan oleh qadhi dan muhtasib, meninjau kembali beberapa putusan yang
dibuat oleh kedua hakim tersebut, atau menyelesaikan perkara banding. Dapat
dikatakan pula bahwa lembaga ini memeriksa perkara-perkara yang tidak masuk
penganiayaan yang dilakukan oleh para penguasa dan hakim ataupun anak-anak
dari orang yang berkuasa. Sebagian dari perkara-perkara yang diperiksa dalam
teraniaya.28
4. Al-Mahkamah Al-Askariyah
‘askar atau qadhi al-jund. Posisi ini sudah ada sejak zaman Sultan Shalahuddin
5. Badan Arbitrase
27
Athiyah Musyrifah, al-Qadha fi al-Islam, hlm. 174.
28
Teuku Muhammad Hasbi as-Shiddiqie, Peradilan dan Hukum Acara Islam, (Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra, 2001), hlm 64
29
Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum Indonesia, hlm. 166.
52
Nazhab tahkim ini, dibenarkan oleh Islam. Undang-undang modern pun telah
pengertian istilah tahkim adalah “dua orang atau lebih yang mengtahkim kepada
syara‟ atas sengketa mereka itu‟. Maka kedudukan tahkim lebih rendah dari
kedudukan peradilan. Karena hakim berhak memeriksa saling gugat yang tak
di suatu majelis yang luas, yang memenuhi syarat kesehatan dan dibangun di
perkara di tempat-tempat yang lain. Dan dalam waktu yang sama diadakan
sempurna. Bagi para qadhi atau ulama‟ memiliki pakaian khusus dalam
melaksanakan persidangan, hal ini mulai terjadi pada masa khalifah Harun al-
Rasyid, dengan maksud untuk membedakan mereka dengan rakyat umum. Dalam
30
http://riau.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=10120.html. Diakses pada tanggal 3
Juli 2015.
53
khusus yang mengatur waktu berkunjung dan waktu pengajuan perkara dan
yang sudah ditentukan. Pada hari raya atau hari-hari besar tidak ada persidangan.
Keputusan yang dijatuhkan pada hari selain hari-hari yang ditentukan dipandang
tidak sah.32
Saat mengadili para hakim memakai pakaian khusus (jubah dan surban
dakwaan mereka.33
Pada masa ini pengadilan sudah memiliki gedung khusus dan sudah mulai
adanya semacam panitera menurut Ibnu Khaldun, pada masa itu telah diadakan
7. Muculnya Mazhab-Mazhab
Khalifah Abbasiyah merintahkan para ulama untuk menyusun kitab tafsir dan
abad kedua hijriyah yaitu Abu Hanifah (w. 150 H) yang dikenal dengan tokoh
Ahlul Ra’yi di Iraq. Kemudian Imam Malik bin Anas (w.179 H) di Hijaz sebagai
31
Teuku Muhammad Hasbi as-Shiddiqie, Peradilan dan Hukum Acara Islam, hlm. 62.
32
Basiq Djalil, Peradilan Islam, hlm. 160.
33
A. Hasymi, Sejarah Kebudayaan Islam, hlm. 236.
34
Basiq Djalil, Peradilan Islam, hlm. 160.
54
Muhammad bin Idris Al-Syafi‟i (w.204 H) dari Makkah dan Madinah hingga
markaz keilmuan di Bagdad Iraq kemudian ke Masjid Jami‟ Amru bin Ash di
Ijtihad. Kemudian dari Madrasah Ahlul Muhadditsin dan halaqah Al-Syafi‟i lahir
pula Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) yang ahli dalam bidang fiqh dan hadits.
pesat. Pembukuan hadits sudah dimulai masa Umar bin Abdul Aziz, kemudian
kemudian para hakim tidak lagi memiliki ruh ijtihad sementara telah berkembang
mazhab Hanafi, Maliki, Syafi‟i dan Hanbali, maka para hakim diperintahkan
atau oleh masyarakat setempat. Di Iraq umpanya para hakim memutuskan perkara
dengan mazhab Abu Hanifah, di Syam dan Magribi para hakim memutus perkara
dengan mazhab Maliki, dan di Mesir para hakim memutus perkara dengan
Mazhab Syafi‟i. Dan apabila yang berperkara tidak menganut mazhab sesuai
35
Hasan Mukhtar, Tanzhim al-Qadh, (Riyadh: Al-Mathba‟ah Al „Arabiyah Al-Su‟udiyah,
1983), hlm. 241.
55
dari segi aliran-aliran mazhab, maka hakim yang diangkatpun ada yang berasal
dari mazhab Hanafi, ada yang berasal dari mazhab Syafi‟i, ada yang berasal dari
mazhab Maliki, dan ada yang berasal dari mazhab Hanbali dan bahkan ada yang
berasal dari mazhab Ismaili. Dan bahkan lebih daripada itu seperti mazhab Syi‟ah,
Auza‟i, Daud az-Zhahiri, Ath-Thobari, dan lain sebagainya. Sehingga yang terjadi
adalah apabila ada dua pihak yang berperkara yang bukan dari pengikut mazhab
yang termasyur di negeri itu, maka tunjuklah seorang qadhi yang akan
memutuskan perkara itu sesuai dengan mazhab yang diikuti oleh kedua belah
suatu jabatan penting dalam pemerintahannya yang disebut dengan Qadhi al-
Misalnya, mazhab Hanafi mulai berkembang ketika Abu Yusuf, murid Abu
Hanifah diangkat menjadi qadhi dalam tiga masa pemerintahan Abbasiyah, yaitu
Hanbali menjadi kuat setelah al-Mutawakkil diangkat menjadi khalifah. Ketika itu
Zahir Baybars (665 H/ 127 M), di mana ia membentuk sistem peradilan yang
Hakim Agung. Untuk Hakim Agung mazhab Imam Syafi‟i, mempunyai keudukan
yang lebih tinggi dari yang lain. Karena selain menangani urusan yuridiksinya,
perwakafan, dan menangani masalah baitul mal. Sedangkan Hakim Agung yang
lain mengurusi peradilan dan fatwa bagi rakyat dari masing-masing mazhabnya.
Dengan demikian pada masa ini Hakim Agung tidak hanya memiliki tugas
memutus perkara pada tingkat kasasi, akan tetapi memiliki tugas-tugas lain di luar
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa secara umum mazhab
yang empatlah yang menjadi sumber putusan hakim dari mulai Dinasti Abbasiyah
sampai dengan sekarang ini. Dan oleh karena itu pulalah maka masa Abbasiyah
ini dikenal dalam sejarah sebagai masa Imam-Imam Mazhab dan pada masa ini
38
Basiq Djalil, Peradilan Islam, hlm. 157.
39
Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam bingkai Reformasi hukum di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 153.
40
Jabatan tersebut adalah katib, al-sirr, nazir, nazir al-auqof, syaikh, syahid, mu’id,
mudarris, imam, khatib, dan muqri’.
57
pulalah disusun ilmu Ushul Fiqh untuk menjadi pedoman bagi hakim dalam
menggali hukum dari al-Qur‟an dan al-Sunnah. Perlu menjadi catatan bahwa para
hakim pada masa ini dalam memutuskan perkara berdasarkan atas mazhab-
mazhab yang dianut oleh hakim dan masyarakat, dan apabila ada masyarakat yang
berperkara.
tersebut.41
pembunuhan, memberi jaminan kepada pihak yang bimbang dan takut, dan
41
A.Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2, hlm. 73
58
membela pihak yang teraniaya. Al-Mahdi mengadili dan menghukum Ya‟kub bin
Daud (menteri pengganti Abu Abdullah) yang akhirnya dipenjara sepanjang masa
Harun al-Rasyid (766-809 M) pada tahun 827 M menjadi kan teologi Mu‟tazilah
sebagai mazhab yang resmi dianut negara. Karena menjadi aliran resmi dari
secara paksa, terutama paham mereka bahwa al-qur‟an bersifat makhluk dalam arti
diciptakan dan bukan bersifat qadim dalam arti kekal dan tidak diciptakan.42
Kaum Mu‟tazilah telah mendukung khalifah menentang ahl as-sunnah dan ulama-
ulama hadits dalam perkara ini. Masalah ini berlanjut sampai masa pemerintahan
al-Mutawakkil. Banyak korban karena masalah ini. Baik yang dibunuh maupun
yang dipenjara.
Raja Musa bin Jenghis Khan memenjarakan tiga orang yang masih
wanita. Nama-nama hakim ketika itu adalah Abi laila, Yahya bin Aktsan at-
Tamimi, Ahmad bin Abu Daud al-Mu‟tazili, Abu Yusuf, Abu Walid.43
Dari uraian di atas beberapa kasus hukum yang terjadi pada masa
Abbasiyah tampak sekali khalifah pada masa ini juga menjadi qadhi
khalifah.
42
Harun Nasutio, Teologi Islam: aliran-aliran sejarah analisa perbandingan, cet. 5,
(Jakarta: UI-Press, 1986), hlm 10.
43
Basiq Djalil, Peradilan Islam, hlm. 163.
59
E. Pembuatan Undang-undang
Ibnu Muqaffa (wafat 144 H), beliau mengirimkan surat kepada Abu Ja‟far al-
Alquran dan Sunnah untuk seluruh rakyat, dan bagi perkara yang tidak ada
ketentuan nashnya maka di ambil dari pendapat yang memenuhi tuntutan keadilan
dan kemashlahatan umat. Hal ini di tanggapi oleh Khalifah dan meminta agar
Imam Malik menolak dan berkata, “Sesungguhnya setiap umat memiliki ikutan
Pada tahun 163 H, khalifah sekali lagi mengajukan kepada Imam malik.
Namun tetap ditolak. Begitu juga Harun ar-Rasyid mengajukan pikiran yang
serupa kepada Imam Malik, namun tetap ditolak. Imam Malik berkata,
satu peraturan yang terkodifikasi yang bersumber dari Alquran dan Sunnah, dan
perkara yang tidak ada ketentuan nashnya maka di ambil dari pendapat yang
undang-undang tersebut di tolak oleh iman Malik. Ini menunjukkan bahwa setiap
perkara yang ada harus merujuk pada Alquran dan sunnah dan perkara yang tidak
ada ketentuan nashnya maka di ambil dari ijtihad para ulama dari masing-masing
imam mazhab.
44
Basiq Djalil, Peradilan Islam, hlm. 164.
45
Muhammad Salam Madzkur, al-Qadha fi al- Isla, hlm. 1434.
BAB IV
1. Pengangkatan Hakim
Abu Bakar bin Mas‟ud dalam Bada’i al-shanai’ sebagaimana dikutip T.M
Hasbi ash Siddieqy mengatakan: ” Mengangkat qadhi adalah suatu fardhu, karena
mengangkat qadhi itu adalah untuk menyelesaikan suatu urusan fardhu, yakni
Rasyid, telah terbentuk satu jabatan peradilan baru yaitu Qadhi Qudhat (sekarang
Sama dengan Mahkamah Agung), hakim agung diangkat oleh kepala negara, dan
baik dari pusat maupun daerah. Ada satu pendapat mengatakan bahwa Qadhi
1
Basiq Djalil, Peradilan Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), hlm. 26.
2
Alaidin Koto, Sejarah Peradilan Islam, hlm. 116
60
61
Qudhat tidak boleh mengangkat ayahnya sendiri atau anaknya, ada juga yang
berpendapat boleh apabila ayah atau anak yang diangkat tersebut memenuhi
syarat karena wewenang mengangkat tidak ada pengecualian (berlaku umum), dan
demikian juga, setiap hakim diberikan hak mengundurkan diri dari jabatan yang
misalnya Abi Laila adalah qadhi yang diangkat oleh Khalifah al-Mansur. Namun,
pada masa Harun al-Rasyid, khalifah hanya mengangkat seorang yang dianggap
cakap dan mampu sebagai qadhi sekaligus qadhi al-qudhah, yang selanjutnya
berwenang mengangkat qadhi pada peradilan provinsi dan kota. Orang yang
muridnya Abu Hanifah.5 Ia seorang ahli fiqih pengikut mazhab Hanafi karenanya
ketika itu ia diangkat dengan ketentuan dan memutus kasus berdasarkan hukum
maupun di daerah.
3
Basiq Djalil, Peradilan Islam, hlm 29.
4
Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya‟qub bin Ibrahim lahir pada 113 H/ 731 M, dan
meninggal pada 182 H/ 798 M. Selanjutnya baca Abu Bakar al-Dimyathi, I’anah al-Thalibin, Juz
II, (Beirut: Dar al-Fikr, th), hlm. 337.
5
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2, terj. Mukhtar Yahya, (Jakarta: Pustaka al-
Husna Jakarta, 1998), cet. V, hlm. 24.
6
Basiq Dajali, Peradilan Islam, hlm. 30.
62
dirinya sendiri dan tidak boleh juga mengangkat orang lain untuk menjadi hakim
diangkat sebagai hakim tidaklah orang tersebut bisa menjadi seorang hakim.7
pada tugas-tugasnya sebagai hakim dan dia juga harus menghindarkan dirinya
keadilan. Seorang hakim juga harus membuat dirinya dan anggota keluarganya
mendapatkan gaji yang cukup tentu akan sanggup menghindarkan diri dari
keterlibatan dalam aktivitas bisnis sehingga tidak akan ada kekacauan dalam
gaji hakim yang tinggi tidak dapat dipenuhi oleh negara, maka menurut beberapa
ahli hukum, hanya orang-orang yang kaya saja yang boleh ditunjuk sebagai
hakim. pendapat ini ditulis dalam surat Umar bin Khattab r.a yang ditunjukkan
orang kaya dan terhormat. Orang kaya tidak akan mempunyai nafsu untuk
memiliki kekayaan orang lain. Sementara orang dari keluarga terhormat tidak
7
Basiq djalil, Peradilan Islam, hlm. 28.
8
Abdul Manan, Etika Hakim dalam Penyelenggaraan Peradilan Suatu Kajin dalam
Sistem Peradilan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007) hlm. 63.
63
Umar bin Khattab r.a selalu membayar hakim dengan gaji yang tinggi
sehingga mereka menjadi cukup kaya dan terhindar dari tindakan suap menyuap
atau menerima hadiah. Sebagai contoh, ketika Muawiyah bin Abi Sufyan ditunjuk
menjadi gubernur Syiria, beliau mendapat gaji 1000 Dirham tiap tahun. Sementara
itu, Uthman Ibnu Hanif, yang menjadi kepala keuangan di Irak, mendapat gaji
sebanyak 5000 dirham tiap tahun. Demikian juga dengan Abu Musa Al-Ash‟ari,
Beberapa hakim dan gubernur mendapat gaji setiap bulan. Seperti Ammar
bin Yasir, Gubernur Kufah, digaji sebanyak 600 dirham tiap bulan. Salman bin
Rabi‟ah al-Bahli, hakim terkemuka dari Al-Qadhisiyah, digaji 100 Dirham tiap
bulan.10
sehingga hakim yang pada masa Umayah menerima 10 dinar kini memperoleh 30
Khalifah. Gaji Isa bin Munkadir sebagai hakim di Mesir mencapai 1000 Dinar
perbulan. Jika benar apa yang dikatakan oleh Muhaimin Iqbal dalam Dinar The
Real Money hlm 29, bahwa 1 dinar = 4,25 gr emas 22 Karat = Rp. 425.000;
(sesuai harga emas 22 karatper-satu gramnya) maka 4,25 gr emas 22 karat = Rp.
1. 806.250; jadi 1000 dinar jika di konversikan ke bentuk rupiah sebesar Rp.
1.806.250.000; (satu milyar delapan ratus enam juta dua ratus lima puluh ribu
rupiah). Suatu penghargaan bagi hakim dengan jumlah gaji yang cukup besar.
Tingginya gaji hakim masa Abbasiyah karena kedudukan peradilan saat itu bukan
9
Al-simnani, Ali Bin Mohammas Bin Ahmad, Rodhat al-Qudhat, (Baghdad: Matbaat
As‟ad, 1970), hlm. 86
10
Al-simnani, Ali Bin Mohammas Bin Ahmad, Rodhat al-Qudhat, hlm. 37.
64
bertindak secara hukum seperti anak yatim, orang gila, orang pailit, dan
Menurut Ibn Umus dalam Tarikh al-Qadha fil Islam, gaji tinggi yang diperoleh
hakim masa itu ternyata bukan saja beban kerja mereka yang cukup berat, namun
Atas dasar itulah para ulama banyak yang menolak menjadi hakim sebagai contoh
adalah Imam Abu Hanifah menolak jabatan hakim tersebut pada masa Abu Ja‟far
al-Manshur.11
yang harus membaik dari negara, seperti qadhi Suraih yang bertugas di Kufah
menerima gaji 100 dirham sebulan (pada masa Umar), kemudian di naikkan
menjadi 500 dirham pada masa Ali bin Abi Thalib, seterusnya naik menjadi 10
Dinar pada masa Umayyah. Bahkan gaji hakim naik 30-1000 Dinar pada masa
orang kaya dengan maksud supaya terbebas dari keinginan menguasai harta
rakyat.
11
Budi Julian, “Hakim: Antara Profesionalitas dan Kesejahteraan”, artikel diakses pada
10 Juni 2015 dari http://iailangsa.ac.id/berita-698-hakim-antara-profesionalisme-dan-
kesejahteraan.html
12
Samir Aliyah, Sistem Pemerintahan Peradilan ddan Adat dalam Islam , alih bahasa
Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta: khalifah , cet, ke-1, 2004) , hlm. 355.
65
Menurut kitab fiqh, landasan yang harus digunakan sebagai putusan hakim
adalah nash-nash dan hukum yang pasti (qath’i tsubut wa ‘adalah) dari Alquran
dan sunnah, dan hukum-hukum yang telah di sepakati oleh ulama (mujma’
‘alaih), atau hukum yang telah dikenal dalam agama secara dharuri (pasti).
Apabila perkara yang diajukan ke hadapan hakim itu terdapat hukum dalam nash
(qath’i dalalah), atau terdapat ketentuan hukum yang disepakati oleh ulama, atau
kemudian hakim memutuskan dengan putusan yang menyalahi hal tersebut maka
oleh hakim kala itu adalah yurisprudensi atau preseden hukum yang ditinggalkan
hakim masa Dinasti Umayah telah memutus berbagai persoalan baik yang ada
ketentuannya dalam nash maupun yang belum. Keputusan-keputusan itu bisa jadi
semakin berkembangnya pemikiran hukum yang digagas oleh para imam Mazhab,
mujtahid itu baik dalam bentuk Metodologi (Ushul Fiqh), maupun hasil (fiqh)
dapat dijadikan sebagai sumber hukum bagi peradilan. Perlu juga dicatat bahwa
hakim kala itu disampng memiliki keahlian dalam memeriksa dan memutus
13
Basiq Djalil, Peradilan Islam, hlm. 79.
66
perkara, mereka juga fuqaha yang ahli baik dalam epistimologi hukum Islam
yang masih ‘am, mutlaq, yang memerlukan penafsiran hukum. Khalifah tidak
berhak membatasi kebebasan pemikiran hakim tersebut dan tidak ada satu fuqaha
ataupun mujtahid yang bisa melarang seorang hakim berijtihad atau memberi
fatwa terhadap sesuatu perisiwa hukum yang diajukan kepadanya kebebasan itu
sebagai rujukan atau dasar putusan dalam lingkungan peradilan. Akibatnya tidak
ada kepastian hukum karena seorang yang mencari keadilan kadang harus
menghadapi sidang yang hakim dan rujukan sumber hukumnya tidak sama dengan
mazhab yang dianut oleh si pencari keadilan itu. Dalam rangka menghindari
pengulangan pemeriksaan perkara yang sama atau yang pernah diajukan dalam
itu adalah Salim bin Anas, hakim Mesir yang kala itu menemui perkara yang
C. Kewenangan Hakim
Yudikatif dan ekskutif, maka pada masa ini khalifah tidak lagi terlibat dalam
14
Alaidin Koto, Sejarah Peradilan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2011), hlm. 125.
15
Alaidin Koto, Sejarah Peradilan Islam, hlm. 126.
67
urusan peradilan. Dalam artian khalifah tidak lagi mengurus dan memeriksa
yang masuk ke pengadilan, maka para hakim yang ditunjuk oleh khalifah-lah yang
akan mengusut perkara tersebut. Hal ini bisa dimengerti mengingat bahwa pada
baik dalam negeri maupun luar negeri, sehingga tidak memiliki kesempatan lagi
untuk membina peradilan secara langsung. Sehingga yang terjadi adalah khalifah
tidak lagi memiliki kemampuan ijtihad dan keahlian dalam hukum Islam
yang dijatuhkan oleh peradilan, akan tetapi pada masa-masa berikutnya karena
berbagai faktor campur tangan itu akhirnya ditinggalkan. Khalifah akhirnya hanya
pengangkatan hakim-hakim daerah yang setiap hakim itu pada akhirnya memiliki
Jika di masa-masa yang telah lalu, batas wewenang hakim begitu luasnya,
maka dalam masa ini bertambah lagi. Dalam masa ini, hakim-hakim itu di
16
Alaidin Koto, Sejarah Peradilan Islam, hlm. 123.
17
Alaidin Koto, Sejarah Peradilan Islam, hlm. 121.
68
hisbah, pemalsuan mata uang dan bait al-mal (kas negara). Salah seorang hakim
yang terkemuka pada saat itu adalah Yahya ibn Aktsam ash-Shafi yang diangkat
oleh al-Makmun.18
mengangkat Ya‟qub bin Ibrahim al-Anshari yang dikenal Abu Yusuf sebagai
kepala qadhi al-qudhah (hakim agung) yang diberi tugas untuk menangani
a. Mengangkat qadhi.
b. Memecat qadhi.
tersebut.
18
Teuku Muhammad Hasbi as-Shiddiqie, Peradilan dan Hukum Acara Islam, hlm. 64.
19
Muhammad ibn Ahmad ibn Iyas, Badai az Zuhur fi Waqa’I ad Duhur, Muhhamad
Mustafa (ed), (Kairo: al Ha‟iah al Misriyyah al „Ammah li al Kitab, 1403/1983), Jilid I. Hlm. 825.
20
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2, hlm. 29.
69
Sultan az-Zahir Bibars (665 H/1267 M), di mana ia membentuk sistem peradilan
hakim agung. Untuk hakim agung mazhab Syafi‟i mempunyai kedudukan yang
lebih tinggi dari yang lainnya. Karena selain menangani urusan yurisdiksinya,
perwakafan, dan menangani masalah baitul mal. Sedangkan hakim agung yang
lain mengurusi peradilan dan fatwa bagi rakyat dari masing-masing mazhabnya.21
Jika dilihat dari kewenangannya, hakim agung pada masa itu tidak hanya
pun dimiliki. Bahkan menurut Carl F. Petry, hakim agung pada masa tersebut
Dengan demikian, pada masa ini hakim Agung tidak hanya memiliki tugas
memutus perkara pada tingkat kasasi, akan tetapi juga memiliki tugas-tugas lain di
21
Amany Lubis, Sistem Pemerintahan Oligarki dalam Sejarah Islam, (Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2005), hlm 138.
22
Carl F Petry The Civilian Elite of Cairo in The Latter Middle Ages, sebagaimana di
kutip Jaenal Arifin Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2008), hlm 159.
70
tanpa dapat dipengaruhi oleh siapapun. Bahkan karena kuatnya kedudukan dan
terutama qadhi al-qudhah yang semula kuat kemudian dikebiri. Para amir atau
sering menentang kebijakan amir yang dianggap tidak adil atau tidak sesuai
dengan syariat Islam. Oleh karena itu, mereka melakukan apa saja yang sekiranya
Perubahan lain yang terjadi pada masa dinasti Abbasiyah adalah para
hakim tidak lagi berijtihad dalam memutuskan perkara, tetapi mereka sudah
sebab. Hal itu dikaitkan dengan kemaslahatan kaum muslim dan hak umat, tidak
dibenarkan tindakan pemecatan terhadap hakim yang tidak bersalah karena hal itu
23
Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia,
hlm. 154.
24
Alaiddin Koto, Sejarah Peradilan Islam, hlm. 124.
71
lain. 25
kesalahan, berdasarkan satu riwayat bahwa Ali bin Abi Thalib pernah mengangkat
Abu al-Aswad (sebagai hakim) kemudian dipecat. Lalu Abu al-Aswad bertanya,
“mengapa aku engkau pecat, padahal aku tidak berkhianat dan tidak melakukan
adalah sejak ia (hakim yang dipecat) mengetahui pemecatan dirinya. Abu Yusuf
lepas dari tugasnya sampai diangkat pejabat baru. Sebab, tidak seorang pun dapat
membatalkan suatu hak dan menurut satu pendapat dikatakan bahwa hakim yang
demikian itu belum lepas kewajibannya selama hal pengunduran dirinya belum
diketahui oleh pihak yang mengangkatnya. Hal ini bila qiyaskan dengan pendapat
Abu Yusuf. Selama surat pemcatan itu belum disampaikan, segala putusan yang
pernah ia putuskan tetap sah, dan dapat dilaksanakan selama pengunduran dirinya
itu belum diterima (secara resmi). Dan bila seorang hakim meninggal dunia atau
25
Basiq Djalil, Peradilan Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), hlm. 28.
26
Basiq Djalil, Peradilan Islam, hlm. 28.
72
dipecat oleh yang tidak berhak memecatnya, tidak diperlukan pengangkatan baru
dibidang peradilan dari era Rasulullah sampai era Abbasiyah, maka akan kita
pada peradilan dari pihak penguasa. Diantara intervensi itu adalah adanya
mihnah, dimana orang yang tidak sepaham dengan penguasa bahwa al-
Qur‟an adalah hadits, tidak qadim. Bagi ulama yang bersebrangan, bahkan
2. Lahirnya Qadhi al-Qudhat, pada masa Abu Yusuf memerinth. Abu Yusuf
27
Basiq Djalil, Peradilan Islam, hlm. 29.
73
cukup dengan kriteria mujtahid fil mazhab, karena susahnya mencari orang
masalah pidana.
khusus, ada petugas penjaga kelancaran sidang, juru panggil, dan ada
jadwal sidang.
kodifikasi hukum dalam satu buku yang dilontarkan oleh Ibn Muqoffa.
1. Ulama tidak lagi mengambil hukum dari sumbernya yang utama, yakni al-
jawab.
28
Yayan Sopyan, Tarikh Tasyri’ Sejarah Pembentukan Hukum Islam, (Jakarta: Gramata
Publishing. 2010) hlm. 129.
74
mereka, bahkan ijtihad mereka sudah sampai kepada hal-hal yang belum
6. Adanya fatwa yang menyatakan bahwa pintu ijtihad sudah tertutup, dan
ulama terdahulu.
29
Yayan Sopyan, Tarikh Tasyri’ Sejarah Pembentukan Hukum Islam, hlm. 137.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
diangkat langsung oleh khalifah kecuali pada masa khalifah Ali diangkat
dana baitul mal. Masa Umayah belum ada tingkatan lembaga peradilan
2. Praktik peradilan pada masa ini, kekuasaan peradilan sangat luas, meliputi
pengawasan mata uang, dan bait al-mal. Pada masa Abbasiyah sudah ada
mihnah, dimana orang yang tidak sepaham dengan penguasa bahwa al-
75
76
dengan Indonesia, pada masa Abbasiyh sudah ada Mahkamah Agung dan
pada masa Abbasiyah sudah sejahtera dengan jumlah gaji hakim yang
B. Saran-saran
Berdasarkan informasi dan data yang penulis dapatkan serta analisi penulis
skripsi ini, maka ada beberapa hal yang ingin disarankan penulis, diantaranya
adalah:
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad Daud. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.
Amin, Muhammad. Ijtihad Ibnu Taimiyah dalam Bidang Fiqh Islam. Jakarta:
INIS,1991.
Arnus, Mahmud bin Muhammad bin. Tarikh al-Qadha‟ Fi al-Islam. Kairo: Mesir,
t.th.
Ash shiddiqie, T.M. Hasbi. Peradilan dan Hukum Acara Islam. Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 1997.
Djaelani, Abdul Qadir. Sekitar Pemikiran Politik Islam. Jakarta; Media Dakwah,
t.th.
Hisyam, Ibn. Sirat an Nabawiyat, Beirut: Mathba‟at Muhammad Abi Shabih, t.th,
Jilid XX.
Hitti, Philip K. History of The Arabs. Penerjemah R. Cecep Lukman dan Dedi
Slamet Riyadi. Jakarta : Serambi 2006.
Koto, Alaidin. Sejarah Peradilan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2011.
Ridwan, Asep. “Hakim dalam Khaazah Islam Klasik”. Artikel diakses pada
tanggal 22 Januari 2015 dari
http://www.pakalianda.go.id/gallery/artikel/195-hakim-dalam-khazanah-
islam-klasik.html
Sadzali, Munawir. Islam dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah dan Pemikiran.
Jakarta: UI Press, 1993.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2000.
Lampiran 1
Silsilah Khalifah Abbasiyah
81
Lampiran II
Lampiran III
Lampiran IV
From the slave of Allah, Umar Amir al-Mauminin to the slave of Allah, Abu Musa
al-Ash‟ari peace be with you.
Understand the dispositions that are made before you fot it is useless to condider
a plea that cannot be executed.
Consider all people aqual before you in your court and in your attention so that
the high placed person would not expect your favour and the weak would not
despair of your fairness.
The burdon of proff is on that who alleges and the oath aon that who debies.
If you have given a judgement yesterday, and upon reconsideration come to the
correct opinion you should not hesitate to rectify your yesterday‟s judgement for
justice is primeval, and it is better to retract than to persist in worth less.
Contemplate upon the matters that tremble you and to which no rule of the Al-
Qur‟an and Sunnah applies. Study similiar and analogous cases and evaluate the
situatioon through analogy. Adopt the judgement which is most pleasant to Allah
SWT. and which is most in conformity with justice in your opinion.
84
If a person brings a claim that he may or may not be able to prove, set a time limit
fot him. If he brings his proof within the time limit, allow his claim otherwise
decide againts him. For this is the better way to remove doubt, clarify obscurities,
and attains excuse.
All muslim are trustworthy witnesses agains each other except that who has
suffered strippes as hadd punishment. Or has been proved guilty to have given
false evidence. Or that who is suspected of partiality (in giving evidence) on the
basis of relationship whether of patronage of of blood.
Allah SWT. knows the secrets (of character) of people and has everted from them
the hadd punishment thet cannot be awarded except on the basis of proof or oath.
Avoid fatigue, weariness and annoyance at litigants for wich Allah SWT. will
grant you great rewards and preserve them for you in the hereafter. One, whose
intention in sincere in that which is between him and Allah SWT. though it is
againts his own interest, will be protected by Allah SWT. in that which is between
him and people. And one who simulates before the people wherwas Allah SWT.
knws the contrary to be true He will disgrace him
Waht do you think of the rewards from Allah SWT. regarding what he accords
here as nourishment and of trasures of His mercy in the hereafte. Peace be with
you.
Terjemahan:
Menyelesaikan perkara, adalah suatu kewajiban dari Allah SWT., dan suatu
sunnah yang harus diikuti.
85
Keterangan dimintakan kepada yang menggugat, dan sumpah dikenakan atas yang
menolak gugatan.
Barangsiapa menyatakan ada sesuatu hak yang tidak ada di tempatnya atau
sesuatu keterangan, maka berilah tempo kepadanya untuk dilaluinya. Kemudian
jika dia memberi keterangan hendaklah memberikan yang demikian, maka engkau
dapat memutuskan perkara ang merugikan haknya, karena yang demikian itu lebih
bermanfaat bagi keuzurannya (tidak ada jalan baginya untuk mengatakan ini dan
itu lagi), dan lebih menampakkan apa yang tersembunyi.
Janganlah engakau dihalangi oleh suatu putusan yang engkau telah putuskan pada
hari ini, kemudian engkau tinjau kembali putusan itu lalu engkau di tunjuki pada
kebenaran untuk kembali kepada kebenaran, karena kebenaran itu suatu hal kadim
yang tidak dapat dibatalkan oleh sesuatu. Kembali kepada yang hak, lebih baik
dari pada terus bergelimang dalam kebatilan.
Orang-orang Islam adalah adil, sebagaimana kepada sebagian yang lain terkecuali
orang yang sudah pernah menjadi saksi palsu atau sudah pernah dijatuhi hukuman
86
had atas orang diragui tentang asal-usulnya, karena sesungguhnya Allah yang
mengendalikan rahasia-rahasia hamba dan menutupi hukuman-hukuman atas
mereka dan menutupi hukuman-hukuman atas mereka terkecuali dengan ada
keterangan sumpah.
Juhilah dirimu dari marah, kacau pikiran, tidak senang perasaan, menyakiti orang
yang berperkara dan bersikap kasar di waktu bertengkar, karen aputusan-putusan
di tempat beperkara dan sikap kasar di waktu bertengkar, karena putusan-putusan
di tempat kebenaran (putusan yang benar) adalah daripada pekerjaan yang Allah
menetapkan pahala dan dengan dia pulalah bagus sebutan (percakapan orang).
Maka orang yang bersih niatnya terhadap kebenaran, walaupun atas dirinya
sendiri, niscaya Allah SWT. mencukupkan baginya apa yang di antaranya dengan
masyarakat. Dan barangsiapa berhias dengan apa yang tidak ada pada dirinya
(menampakkan keahlian padahal tidak ahli), niscaya Allah menampakkan
kejelekkannya; karena sebenarnya Allah SWT. tidak menerima daripada hamba
melainkan yang kalis untuknya.
Maka, bagaimana persangkaanmu terhadap pahala yang ada di sisi Allah SWT.,
baik yang segera diberikan maupun yang ada di dalam rahmat-Nya.
Wassalamu‟alaikum warahmatullah
“Stick to four attributes they will save your faith and will cause you benefit from
the best part of your fate.
Whenever the parties to a dispute come to you, decide on the basis of well-
grounded proofs and conclusive oaths only.
Allow the weak person to speak so that his tongue opens and his heart gains
courage.
87
Support a stranger because if he is made to wait for a long time he will relinquish
his petition and will go home.
Make efforts for compromise between the parties until you arrive at a conclusive
decision”.
“There are still some eminent personsamong people, who convey the needs of
public to their rulers. If you find any of them, give him due regard and respect. It
is sufficient for doing fariness to a weak muslim if justice is done to him in
decision as well as distribution of wealth.‟
„Avoid quarrel and maltreating anybody. Do not sell and buy as long as you are a
judge.”
Terjemahan bebas:
Perhatikanlah empat hal yang akan menjaga keyakinanmu dalam memimpin dan
memutus perkara, dan akan memberikan keuntungan dari takdir mu yang terbaik
sepanjang hidupmu.
Setiap saat ada pihak yang berselisih datang padamu, putuskanlah perkaranya
dengan mendasarkan pada bukti yang kuat dan sumpah yang menyakinkan.
Izinkanlah orang yang lemah berpendapat sehingga lidahnya terbuka dan hatinya
menjadi berani untuk menyampaikan yang benar.
Dukunglah orang yang kuat karena jika dia disuruh menunggu untuk waktu yang
lama dia akan meleaskan petisinya dan kemudian pergi.
“Masih ada beberapa orang yang pandai dan jujur diantara masyarakat, yang
menyampaikan kebutuhan publik pada pemimpin mereka. Jika kamu menemukan
salah satu di antara mereka, berikanlah mereka penghargaan dan penghormatan.
Berikanlah keadilan bagi orang muslim yang lemah jika keadilan itu diberlakukan
padanya karena semestinya is peroleh.”
“I have already sent you a letter in which I have mentioned all the matters of your
as well as my benefit. I advise you to adhere to five qualities. It will save you faith
and will cause you benefit from the best part of your fate.
Whenever the parties to a dispute come to you, decide on the basis of valid proofs
and decisive oaths only.
Let a weak person come nearer to you so that his heart gets strengthened and his
tongue opens to speak.
Support a stranger because if you do not support him he will leave (your court
without asking for) his need and will go home.
That who does not encourage a weak and a stranger person he would devastate
their rights.
Strive for compromise between the conflicting parties until you arrive at a final
decision.”
Terjemahan bebas:
89
“Saya telah mengirimkan surat kepadamu di mana telah saya sebutkan semua hal
yang dapat memberimanfaat bagimu sebagaimana pada saya. Saya menyarankan
padamu agar kamu mempunyai lima kualitas. Hal ini akan menjaga keimananmu
dan akan memberikan manfaat bagimu.
Setiap saat ada pihak yang betikai datang padamu, buatlah keputusan hanya
berdasarkan bukti yang kuat bagi orang yang mengajukan gugatan dan sumpah
bagi orang yang menyangkal.
Izinkanah orang yang lemah datang padamu sehingga hattinya akan menjadi kuat
dan lidahnya dapat berbicara sehingga ia dapat mengemukakan segala sesuatu
yang kamu perlukan atas pengaduannya.
Berikanlah dukungan pada orang yang belum kamu kenal karena jika tidak,
mereka akan pergi (meninggalkan pengadilanmu).
Orang-orang yang tidak mendukung orang lemah dan orang yang belum kamu
kenal itu akan merusak hak-hak mereka (hak-hak orang lain dengan sewenang-
wenang).
“ I have already sent you a letter in which I have mentined all the matters of your
as well as my benefit. I advise you to adhere to five qualities. It will save you faith
and will cause you benefit from the best part of your fate.
Whenever the parties to a dispute come to you, decide on the basis of vaid proofs
and decives oaths only.
Let a weak person come nearer to you so that his heart gets strengthened and his
tongue opens to speak.
90
Support a stranger because if you do not support him he will leave (your court
without asking for) his need and will go home.
That who does not encourage a weak and a stranger person he would devastate
their rights.
Strive for compromise between the conflicting parties until you arrive at a final
decisio.”
Terjemahan bebas:
“Saya telah mengirimkan surat kepadamu di mana telah saya sebutkan semua hal
yang dapat memberimanfaat bagimu sebagaimana pada saya. Saya menyarankan
padamu agar kamu mempunyai lima kualitas. Hal ini akan menjaga keimananmu
dan akan memberikan manfaat bagimu.
Setiap saat ada pihak yang betikai datang padamu, buatlah keputusan hanya
berdasarkan bukti yang kuat bagi orang yang mengajukan gugatan dan sumpah
bagi orang yang menyangkal.
Izinkanah orang yang lemah datang padamu sehingga hattinya akan menjadi kuat
dan lidahnya dapat berbicara sehingga ia dapat mengemukakan segala sesuatu
yang kamu perlukan atas pengaduannya.
Berikanlah dukungan pada orang yang belum kamu kenal karena jika tidak,
mereka akan pergi (meninggalkan pengadilanmu).
Orang-orang yang tidak mendukung orang lemah dan orang yang belum kamu
kenal itu akan merusak hak-hak mereka (hak-hak orang lain dengan sewenang-
wenang).
“Neither quarrel, nor engage in unnecessary debates, nor sell or buy in the court
nor decide between two person when you are angry.”
“When you come across a matter which is there in the Allah‟s book then decide in
accordance with Allah‟s book and do not pay any attention to anybody‟s opinion.
And if it is not found in Allah‟s book but is there in the Sunnah of the Holy
Prophet (Sallallahu alayhi wassalam) then decide accordingly. But where it is not
found in Allah‟s book nor in the Holy Prophet‟s sunnah nor in the decisions of
righteous Imams, you are at option eitherto decide according to your own ijtehad
or to keep the matter in abeyance. And keeping the matter in abeyance is mor
suitable to me.”
Terjemahan bebas:
“Jika kamu mendapat masalah yang ada dalam Al-Qur‟an maka, putuskanlah
sesuai dengan Al-Qur‟an dan jangan pedulikan pendapat siapapun. Dan jika tidak
ada dalam Al-Qur‟an tapi ada dalam sunnah Nabi Muhammad SAW, maka
putuskanlah berdasarkan sunnah tersebut. Tapi jika tidak ada pada keduanya, atau
dalam putusan imam-imam yang yang dipercaya, maka kamu harus memutuskan
berdasarkan ijtihadmu sendiri atau tangguhkanlah. Dan menangguhkan putusan
adalah lebih baik bagiku (bagi khalifah Umar r.a.).”
92
1. “Treat people with equally wether they are your relatives or stranger. Do
not take bribe. Avoid deciding according to your own liking. Undertake
(administration of justice with) rightfulness even if for an hour in a day.”
2. “Do not accept gifts because giifts are a sort of bribery.”
3. “Be careful not to take bribe and no to decide on the basis of your own
whims.”
Terjemahan bebas: