KELUARGA BERENCANA
(Analisa Terhadap Fatwa MUI Tentang Sterilisasi)
Oleh:
SABARUDIN BINTANG
NIM : 105043101284
1
2
LEMBAR PERNYATAAN
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya sendiri yang diajukan memenuhi
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
Sabarudin Bintang
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum.Wr. Wb.
Tiada untaian kata yang pantas diucapkan seorang hamba selain puji dan
syukur atas kehadirat Allah Swt, semoga rahmat dan karunia-Nya selalu menyertai
setiap langkah-langkah kita di permukaan bumi ini. Tak lupa pula, shalawat serta
salam tetap tercurahkan kepada manusia paling mulia, Nabi Muhamad Saw, keluarga,
para sahabat, dan para pengikutnya yang selalu istiqamah dalam menjalankan
persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum Islam di Fakultas Syariah dan
Hukum. Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak mengalami kesulitan serta hambatan
yang penulis alami dan berkat kesungguhan hati, kerja keras dan motivasi serta
bantuan dari para pihak, maka segala kesulitan tersebut memberikan hikmah
tersendiri bagi para penulis. Maka atas tersusunnya skripsi ini penulis mengucapkan
bantuan, bimbingan, petunjuk serta dukungan terutama kepada kedua orang tua
penulis yang selalu mencurahkan kasih sayang dan doanya serta berharap ananda
dapat dapat menjadi anak yang mulia dan sukses dalam menempuh hidup di dunia
dan akhirat. “Semoga amal baik keduanya mendapat balasan yang setimpal disisi
i
Atas bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan skripsi
1. Bapak Prof. Dr. KH. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum, sekaligus sebagai dosen pembimbing yang dengan sabar
dalam memberikan arahan dan masukan yang amat bermanfaat kepada penulis
hingga selesainya skripsi ini, tiada kata yang pantas selain ucapan rasa terima
2. Bapak Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA sebagai ketua Program Studi Perbandingan
Madzhab dan Hukum, beserta Bapak Dr. H. Muhammad Taufiqi, M.Ag sebagai
3. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah membekali penulis dengan
ilmu yang berharga. Dan seluruh staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum
ilmiah ini.
4. Teristimewa buat Ayahhanda H. Saan dan Ibunda Hj. Sunarmah (alm), serta
kakanda Rosidi dan Fajarudin. Yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi
ii
6. Muchtar, Ali Imran, Dedi Aldi Wahyudi, Ahmad Hambali, Tedy Ramadhani,
8. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut
kompenen yang telah berjasa memberikan kontribusinya. Tidak ada yang dapat
diberikan sebagai tanda belas jasa penulis, kecuali hanya dengan doa semoga Allah
Swt membalas segala amal dan budi baik mereka dengan sebaik-baik balasan.
Wassalamu‟alaikum.Wr.Wb.
Sabarudin Bintang
105043101284
iii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
STERILISASI
iv
BAB III PANDANGAN UMUM TENTANG KOMISI FATWA
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 71
B. Saran-Saran ................................................................................. 72
LAMPIRAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
pembangunan tidak akan berjalan lancar. Masalah penduduk yang paling utama di
Negara yang sedang berkembang pada umumnya dan di Indonesia khususnya adalah
Pada saat ini, sebagai akibat kemajuan yang di temukan dalam bidang
sebagai akibat makin baiknya sistem komunikasi, maka angka kelahiran tetap tidak
jumlah penduduk, yang terutama di alami oleh Negara yang sedang berkembang
termasuk Indonesia.
itu juga derajat kesehatan masyarakat, mutu lingkungan hidup dan kwalitas hidup
menjadi rendah. Banyak anak yang tidak dapat meneruskan sekolah bahkan sama
1
2
atau ketiadaan biaya, di lain pihak pendapatan perkapita Negara tidak sesuai dengan
Dalam rangka mencari jalan keluar dari tingginya laju pertambahan penduduk di
proses yang tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di Negara-negara lainya yang
bertambah luas; dimana keluarga berencana dianggap sebagai salah satu cara untuk
Dalam hal ini KB dapat dipahami dalam dua pengertian : Pertama, KB dapat
1
Aznul Azwar, Peranan Sterlisasi Dalam Pengendalian Pertambahan Penduduk (Seminar
Evaluasi ZPG Pusat Indonesia 29-30 September 1979) di Yogyakarta, hal. 3.
2
Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah, Berbagai Kasus Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini,
(Jakarta : Kalam Mulia, 2003), cet. Pertama, hal. 59.
3
tidak seimbang dengan ketersediaan barang dan jasa. Dalam pengertian ini, KB
(man‟u al-hamli) dengan berbagai cara dan sarana (alat). Misalnya dengan kondom,
IUD, pil KB, dan sebagainya. KB dalam pengertian kedua diberi istilah tanzhim an-
tahdid an-nasl (pembatasan kelahiran atau yang umum dikenal dengan KB).
dilatarbelakangi oleh sikap takut miskin, takut anak tidak kebagian rizki, dan yang
semisalnya, maka yang demikian ini hukumnya haram karena bertentangan dengan
Aqidah Islam.
Selain itu, dari segi tinjauan fakta, teori Malthus tidak sesuai dengan
kenyataan, bahwa produksi pangan dunia bukan kurang, melainkan cukup, bahkan
lebih dari cukup untuk memberi makan seluruh populasi manusia di dunia. Pada
bulan Mei tahun 1990, FAO (Food and Agricultural Organization) mengumumkan
3
Ali Ahmad As-Salus, Mausu‟ah Al-Qadhaya Al-Fiqhiyah Al-Mu‟ashirah, (Mesir :
Daruts Tsaqafah – Maktabah Darul Qur`an, 2002), hal. 53.
4
hasil studinya, bahwa produksi pangan dunia ternyata mengalami surplus 10 % untuk
karena program negara) untuk mencegah kelahiran (man‟u al-hamli) dengan berbagai
dari sahabat Jabir RA yang berkata, ”Dahulu kami melakukan „azl pada masa
riwayat Muslim: Hal itu sampai kepada Nabi SAW dan beliau tidak melarangnya
pada kami.
vasektomi atau tubektomi, hukumnya haram. Sebab Nabi SAW telah melarang
4
Ibid., hal. 31.
5
sejak tahun 1953 oleh tokoh-tokoh masyarakat. Kemudian tahun 1957 berdiri
bersifat perseorangan, karena waktu itu program keluarga berencana masih dilarang
oleh pemerintah.
Sejak lahirnya orde baru tahun 1996, Pemerintah mulai menyadari bahwa
masalah penduduk harus segera mendapat perhatian. Tahun 1967 Preside RI ikut
mendatangi Deklarasi Kependudukan Dunia dan sejak itu pemerintah mengambil alih
tahun 1968 yang membentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) yang
berstatus semi pemerintah. Fungsi dari lembaga ini adalah untuk mengembangkan
keluarga berencana dan mengelola segala jenis bantuan. Pada tahun 1970 pemerintah
pun terus disempurnakan. Tahun 1972 dikeluarkan Surat Keputusan Presiden No. 38
tahun 1978 organisasi dan tata kerja BKKBN menjadi Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.
berencana dalam arti “membatasi kelahiran secara mutlak bagi setiap orang dalam
berbagai kondisi”. Oleh karena itu, sterilisasi apabila dilaksanakan hanya untuk
pencegahan kehamilan serta dijiwai niat segan mempunyai keturunan tanpa alasan
lain tidak dibolehkan dalam Islam, karena tindakan sterilisasi itu tidak sesuai dengan
5
A. Rahmat Rosyadi-Soerso Dasar, Indonesia : Keluarga Berencana Ditinjau Dari
Hukum Islam, (Bandung : Penerbit Pustaka, 1406 H-1986 M), cet. I, hal. 11.
6
BKKBN, Biro Penerangan dan Motivasi, Pandangan Islam Terhadap Keluarga Berencana,
(Jakarta : BKKBN, 1979), hal. 8.
7
Keluarga Berencana terhadap masyarakat. Oleh karena itu, penulis akan mengangkat
Sterilisasi)”.
Untuk menghindari agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam kajian ini, maka penulis
membatasi kepada fatwa yang dikeluarkan olah MUI pusat tentang sterilisai,
dikarenakan banyaknya fatwa yang dikeluarkan oleh komisi fatwa yang berada
keluarga berencana ?
2. Apa dasar hukum yang digunakan komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia
tentang sterilisasi ?
1. Tujuan Penelitian
berencana.
2. Manfaat Penelitian
D. Tinjaun Pustaka
sebelumnya, sedikitnya terdapat dua penelitian yang dapat di jadikan fokus kajian
kepustakaan berkenaan dengan topik yang di pilih penulis dalam penelitian ini.
9
Islam.
Indonesia yang dilakukan oleh suami istri secara sadar dan sukarela dan membahas
Indonesia.
Skripsi ini membahas tentang berbagai cara yang dilakukan oleh dokter ahli
ibu (MMR) serta kematian bayi (IMR) di Indonesia serta pelaksanaan program
sebelumnya hanya menitik beratkan kepada program keluarga berencananya saja dan
hanya melihat kepada kualitas sumber daya manusia sehingga aspek dan tinjauan
hukum islam yang berkenaan dengan masalah keluarga berencana dan sterilisasi itu
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
metode merupakan cara utama yang digunakan untuk mencapai satu tujuan, sehingga
hasil penelitian ini untuk memperoleh data yang lengkap dan akurat serta obyektif,
a. Field Reseach
1. Sumber data primer yaitu : sumber yang harus ada dan menjadi pokok
Indonesia.
11
b. Library Reseach
yang khusus yang membahas kasus dan hal-hal yang berkaitan dengan teori-
teori yang mendukung dalam bab analisa yang berkenaan dengan masalah
sterilisasi.
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan secara
kepada salah satu anggota komisi fatwa MUI dengan memberikan beberapa
pertanyaan berkaitan dengan masalah sterilisasi dengan alat bantu perekam seperti
kaulitatif, maka jenis data yang digunakan adalah wawancara. Data kaulitatif
memerlukan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara lapangan kepada pihak-
12
pihak yang terkait dengan permasalahan yang telah ditentukan. Data yang diperoleh
dari hasil wawancara merupakan data primer yang nantinya diolah dan kemudian di
analisa secara deskriptif, dalam metode wawancara maka instrument yang digunakan
Kemudian untuk melengkapi data maka penelitian ini, selain data primer,
peneliti juga menggunakan data sekunder, diperoleh dari buku, dokumen, arsip atau
jurnal yang kesemuanya adalah sebagai pelengkap dalam landasan teoritis, karena
sterilisasi.
4. Analisa Data
masing variable dan kemudian diinterprestasikan. Begitu pula data yang diperoleh
13
dari hasil lapangan maka setiap poin pertanyaan-pertanyaan di jawab dari wawancara.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan dan penulisan pada skripsi ini, maka penulis
sebagai berikut :
penulisan.
MUI, peranan MUI dalam masyarakat indonesia, dan metode MUI dalam
BAB III Landasan teoritis terdiri dari penjabaran konsep-konsep mulai dari
BAB IV Dalam bab ini akan dijelaskan kajian terhadap fatwa MUI tentang
DAN STERILISASI
Setiap kalimat yang telah dirumuskan dalam bentuk suatu istilah, ada baiknya
dijelaskan lebih dahulu makna maksudnya secara definitif, agar terdapat kesatuan
sebaik-baiknya.
Yang dimaksud dengan keluarga di sini ialah suatu kesatuan sosial yang diikat
oleh tali perkawinan yang sah, atau dapat dikatakan kelompok orang yang ada
hubungan darah atau perkawinan dan yang termasuk dalam kelompok tersebut adalah
1. Keluarga Berencana
pasangan suami istri tersebut juga merencanakan beberapa anak yang dicita-citakan,
1
A. W. Widjaja, Manusia Indonesia, Individu, Keluarga dan Masyarakat, (Jakarta:
Akademika Pressindo, 1986), hal. 5.
15
16
yang sesuai dengan kemampuannya sendiri dan situasi kondisi masyarakat dan
negaranya.2
dilihat dari definisi keluarga berencana seperti tersebut di atas maka tidak ada alasan
berencana dimana dari sebagaian prakteknya ada cara-cara yang dilarang oleh agama
berkaitan erat dengan kepentingan pribadi dari suami isteri. Sebagai kepentingan
program pemerintah, maka kita tidak perlu lagi menyaksikan atau ragu-ragu menjadi
2
Aminudin Yakub, Kb Dalam Polemik: Melacak Pesan Substantif Islam, (Jakarta: Pusat
Bahasa dan Budaya, UIN Syarif Hidayatullah, 2003), hal. 24.
3
Masjfuk Zuhdi, Islam dan Keluarag Berencana di Indonesia, (Surabaya : PT Bina Ilmu,
1986), cet. V, hal. 40.
17
peserta keluarga berencana. Hanya saja untuk menjadi peserta keluarga berencana
a. Tidak hanya dengan cara yang bertentangan dengan ajaran agama (Islam).
ditangani suami isteri, tetapi ada juga yang berdasarkan nasehat dokter. Menurut
membatasi jumlah anak dalam rumah tangganya, memang boleh dan tidak mengapa
selama tidak bertentangan dengan aqidah Islam. Perinsip yang demikian ini, khusus
sifatnya bukanlah menjadi ukuran bagi seluruh umat Islam. Jika mempergunakan
suatu cara untuk mencegah kehamilan karena ini merupakan perbuatan khusus antara
(fertilitas) dengan tujuan mencapai suatu kelurag (ayah, ibu, dan anak) yang sehat,
baik fisik dan mental maupun sosial ekonomis. Dalam tujuan keluarga berencana
4
Nasaruddin Latif, KB Dipandang Dari sudut Hukum Islam, (Jakarta : BKKBN, 1972), hal.
16.
5
Muhammad Alwi Al Maliki Al Hasani, Etika Dalam Rumah Tangga Islam, (Surabaya : PT.
Bungkur Indah), hal. 154.
18
pengertian ini, keluarga berencana adalah salah satu bentuk usaha menyiapkan
generasi yang tanggung. Dengan demikian, selama cara yang ditempuh untuk
mencapai tujuan itu dapat dibenarkan ajaran Islam. Allah SWT berfirman :
kehamilan yang tidak atau belum diinginkan, mengatur jarak kehamilan, serta
mengatur waktu kehamilan dan persalinan agar terjadi pada usia terbaik bagi ayah
serta ibu. Meskipun tujuannya baik, tidak semua cara untuk mencapai tujuan itu
tetapi diharapkan caranya itu adalah yang mudah dan dapat diterima oleh rakyat
banyak. Jika selama ini dari berbagai macam segi sudah mendukung, bagaimanapun
agama diharapkan dapat memberikan motivasi kea rah sukesnya bangsa kita hidup
6
Al-Qur‟an dan Terjemahnya.
7
Departemen Pendidikan Nasional Pusat Perbukuan Proyek Buku Agama Pendidikan Dasar
(Pusat) Tahun Anggaran 2001, Ensiklopedia Islam 3 KAL – NAH, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2005), hal. 27.
19
beragama, serta selalu mengaitkan seluruh permasalahan hidup mereka dengan aspek
keagamaan.
dan bagi Negara umumnya. Dasar utama bagi suatu keluarga adalah kesadaran yang
tumbuh atas kepentingan kesehatan, juga kesejahteraan. Sebagai salah satu upaya
masyarakat secara meluas bahwa tujuan keluarga berencana adalah suatu langkah
1. Memelihara kesehatan ibu dan anak, baik fisik maupun psychis dalam arti yang
luas.
8
BKKBN, Keluarga Berencana Ditinjau Dari Segi Agama-agama Besar di Dunia, (Jakarta :
BKKBN, 1982), cet. IV, hal. 7.
20
terbatas.
keluarga.9
2. Sterilisasi
Sterilisasi ialah memandulkan lelaki atau wanita dengan jalan operasi (pada
berbeda dengan cara/alat kontrasepsi yang pada umumnya hanya bertujuan untuk
Sterilisasi pada pria disebut vasektomi (vas ligation) yaitu operasi pemutusan
dengan kelenjar prostate (gudang sperma), sehingga sperma tidak dapat mengalir ke
luar penis (uretra). Sterilisasi pada lelaki merupakan operasi ringan, tidak
menyalurkan ovum dan menutup kedua ujungnya, sehingga sel telur tidak dapat ke
luar dan memasuki rongga rahim; sementara itu sel sperma yang masuk ke dalam
9
Lembaga Kemaslahatan Kelurga Nahdlatul Ulama dan BKKBN, Membina Kemaslahatan
Keluarga, (Jakarta : BKKBN, 1982), hal. 9.
21
vagina wanita itu tidak mengandung spermatozoa sehingga tidak terjadi kehamilan
pria, tetapi tidak dapat disamakan pengertiannya dengan istilah infertilitas; karena
disengaja, tetapi infertilitas merupakan kemandulan yang tidak disengaja. Maka dapat
1. Infertilasi primer, adalah kemandulan yang sama sekali tidak pernah hamil.
2. Infertilitas sekunder, adalah keadaan wanita yang sudah pernah hamil, lalu
a. Indikasi Medis yaitu biasanya dilakukan terhadap wanita yang mengidap penyakit
1) Penyakit Jantung;
10
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah al-Hadistah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum
Islam, (Surabaya : . PT RajaGrafindo Persada, 1996), ed. I, cet., I, hal. 53.
11
Bagian Obstetri dan Ginelogi Fak. Kedokteran UNPAD, Teknik Keluarga Berencana
(Peranan Kesuburan), (Bandung : Pen. Elstas, 1980), hal. 152.
12
Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah, Berbagai Kasus Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini,
(Jakarta : Kalam Mulia, 2003), cet. Pertama, hal. 69.
22
2) Penyakut ginjal;
b. Sosio Ekonomi yaitu biasanya dilakukan, karena suami isteri tidak sanggup
Ada beberapa cara yang sering dilakukan dalam proses sterilisasi wanita,
a. Cara Radiasi yaitu merusak fungsi ovarium, sehingga tidak dapat lagi
2) Tubektomi yaitu mengangkat seluruh tuba agar wanita tidak bisa lagi hamil,
3) Ligasi Tuba yaitu mengikat tuba, sehingga tidak dapat lagi dilewati ovum
(sel-sel telur).
13
Ibid., hal. 70.
23
Mengenai cara yang biasa dilakukan dalam proses sterilisasi pria adalah
vasektomi dengan teknik membedah dan membuka vas (bagian dalam buah pelir),
Dari berbagai cara yang dilakukan oleh Dokter Ahli dalam upaya sterilisasi,
Pemandulan yang dibolehkan dalam ajaran Islam adalah sifatnya berlaku pada
waktu-waktu tertentu saja (temporer) atau istilah يٕلخبmenurut istilah Agama, bukan
yang sifatnya selama-lamanya atau يؤبّدا menurut istilah tersebut. Artinya, alat
kontrasepsi yang seharusnya dipakai oleh isteri atau suami dalam ber-KB, dapat
dilepaskan atau ditinggalkan, bila suatu ketika ia menghendaki anak lagi. Maka alat
pemandulan untuk selama-lamanya, kecuali alat itu dapat disambung lagi, sehingga
dapat disaluri ovum atau sperma, maka hukumnya boleh, karena sifatnya sementara.
Tetapi kalau kondisi kesehatan isteri atau suami yang terpaksa, sehingga
diadakan hal yang tersebut, menurut hasil penyelidikan seorang dokter yang
kontrasepsi oleh suami istri atas persetujuan bersama diantara mereka, untuk
jawab terhadap anak-anaknya dan masyarakat. Ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
c) Mengatur jumlah anak, bukan saja untuk keperluan keluarga melainkan juga
Keluarga Berencana yang efektif. Menurut istilah fikih semuanya dapat dianalogikan
(dikiaskan) kepada dua cara yang pernah dilakukan pada zaman Rasulullah SAW,
14
Abdul Wahab Khalaf, Kaedah-kaedah Hukum Islam, (Bandung : Rajawali, 1983), jilid II,
hal. 143.
15
Abd. Al-Rahim „Umran, Islam dan KB, (Jakarta : Lentera 1997), cet. I, hal. XXVii.
25
yang satu diperbolehkan oleh ajaran Islam dan yang lainnya di haramkan. Yang
dibolehkan oleh agama Islam adalah cara yang bersifat sementara. Sebagai contoh,
senggama terputus („azl atau coitus interuptus), yaitu suatu cara menghindari
kehamilan dengan menarik keluar zakar pria dari lubang kemaluan wanita sebelum
air mani keluar. Cara ini diperkenankan oleh ajaran Islam. Dalam sebuah hadits Nabi
كُبَعسل عهى عٓدرسٕل اهلل عهيّ انصالة ٔانسالو: ٔعٍ جببررضى اهلل عُّ لبل
.ّ يخفك عهي.ٌٔانمراٌ يُسل ٔنٕكبٌ شيئبيُٓى عُّ نُٓبَبعُّ انمرا
.ُّ فبهغ ذنك رسٕل اهلل عهيّ انصالة ٔانسالو فهى يُُٓب ع: ٔنًسهى
„azl). Apabila suami isteri sudah merasakan adanya kebutuhan untuk mendatangkan
kehamilan, maka dengan serta merta mereka dapat meninggalkan praktek senggama
terputus itu, maka cara Keluarga Berencana yang lain (yang bersifat sementara) juga
diperkenankan oleh ajaran Islam. Cara-cara itu diantaranya adalah pantang berkala,
yaitu usaha menghindari kehamilan dengan melakukan “puasa” pada masa subur
26
seorang wanita; cara kontrasepsi sederhana dengan alat atau obat, dan juga cara
Pemakaian alat-alat seperti spiral, IUD atau Diafragma, kondom, dan lain
sebagainya dalam rahim seorang wanita atau pada kemaluan seorang pria, tidak
diperbolehkan kecuali jika dipasang sendiri atau dipasang oleh suami atau istrinya
sendiri karena melihat atau menjamah aurat orang lain, terutama kemaluannya,
.
Adapun sarana atau metode yang diharamkan oleh ajaran Islam adalah cara
yang sifatnya permanent. Sehingga cara pelaksanaan keluarga berencana seperti ini
dapat disebut sebagai pengebirian pada masa Nabi dan tindakan ini tidak dibenarkan
oleh ajaran Islam. Adapun tindakan pengebirian itu dalam pelaksanaan keluarga
16
Artikel diakses pada tanggal 08 September 2010 dari http://ratnarespati.com/2009/01/30/
kb-halal-atau-haram.
27
dengan cara operasi, sehingga praktis dengan demikian hubungan kelamin pria dan
wanita tidak akan membuahkan kehamilan lagi. Sterilisasi pada pria disebut
vasektomi dan sterilisasi pada wanita disebut tubektomi. Di samping itu, vasektomi
pelakunya dihadapkan pada pilihan tunggal, yakni hanya dengan upaya ini
keselamatan ibu akan terjamin. Misalnya, apabila seorang ibu melahirkan kembali,
sangat boleh jadi dalam kelahiran itu akan terjadi kematian si ibu.
Cara lain yang juga diharamkan dalm Islam adalah pengguguran karena pada
Indonesi.
28
a. Tanpa memakai alat atau obat, yang disebut dengan cara tradisional :
Senggama Terputus
coitus interuptus.17
Pantang Berkala
17
A. Rahmat Rosyadi-Soerso Dasar, Indonesia : Keluarga Berencana Ditinjau Dari Hukum
Islam, (Bandung : Penerbit Pustaka, 1406 H-1986 M), cet. I, hal. 6.
18
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Pedoman dan Tuntunan
Pernikahan Dalam Islam, (Jakarta : BKKBN, 1988), hal. 21.
19
Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Bekerjasama dengan Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi DKI Jakarta 2002, Membantu Remaja Memahami Dirinya.
hal. 63.
29
Kondom
Kondom adalah kentung karet yang sangat tipis dan dipakai untuk
dengan cara yang benar. Jika perempuan tidak yakin apakah dia berada
pada masa tidak subur, maka kondom bisa digunakan sebagai dua
sehingga sel mani tidak dapat memasuki saluran cervix, biasanya dipakai
Diafragma terbuat dari karet tipis halus dengan pinggiran kuat tetapi
20
Departemen Pendidikan Nasional Pusat Perbukuan Proyek Buku Agama Pendidikan Dasar
(Pusat) Tahun Anggaran 2001, Ensiklopedia Islam 3 KAL – NAH, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2005), hal. 28.
21
Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Bekerjasama dengan Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi DKI Jakarta 2002, op. cit, hal. 65.
22
A. Rahmat Rosyadi Soeroso Dasar, op. cit., hal. 18.
30
Cream, Jelly dan Cairan Berbusa yang disebut juga spermicide, adalah
Bahan kimia yang aktif ini berbentuk tablet, foam (busa) atau cream
23
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Pedoman dan Tuntunan
Pernikahan Dalam Islam, (Jakarta : BKKBN, 1988), hal. 18.
31
a. Tidak Permanen :
Orall pill dapat mencegah masaknya sel telur dari ovarium, jadi
mencegah terjadinya ovulasi, sehingga tidak ada sel telur yang masak atau
dibuahi. Sekalipun ada side effect, penggunaan orall pill ini sangat efektif.
darah tinggi, ginjal, asma, kanker pada buah dada/rahim, penyakit gula.
Suntikan
24
Ibid., hal. 26.
25
Ibid., hal. 27.
32
IUD (Intra Uterine Device) atau AKDR (Alat Kontrsasepsi Dalam Rahim)
IUD atau alat kontrasepsi dalam rahim adalah suatu alat kontrasepsi
yang dipasang pada rahim wanita untuk mencegah suatu kehamilan. IUD
sudah dikenal oleh orang sejak dulu sebagai alat kontrasepsi yang efektif
dan ekonomis.
memang bentuknya seperti spiral. Benda ini yang dibuat dari bahan plastik
IUD dipasang 3 bulan setelah melahirkan atau 2-3 hari setelah selesai
Dengan alat ini bisa timbul akibat samping, seperti pendarahan, mulas-
mulas, alat keluar spontan, tetapi pada umumnya tidak berbahaya dan
b. Permanen :
operasi rongga perut atau melalui vagina, telur ovarium tidak adapt
26
Ibid., hal. 42.
33
pembuahan.
Dengan oprasi ringan dan mati rasa setempat (lokal anesthasi) dapat
27
A. Rahmat Rosyadi-Soerso Dasar, op. cit., hal. 52.
BAB III
pula berbagai masalah di seputar fiqh, yang sebagian besar belum terserap dalam
pemikiran hukum para ulama.1 Terhadap masalah-masalah yang biasa disebut dengan
dipandang sangat penting, karena komisi ini diharapkan dapat menjawab segala
permasalahan hukum Islam yang senantiasa muncul dan semakin kompleks, yang
dihadapi oleh umat Islam Indonesia. Tugas mulia yang ditempuh Komisi Fatwa,
yakni memberikan fatwa, bukanlah pekerjaan mudah yang dapat dilakukan oleh
setiap orang, melainkan pekerjaan sulit dan mengandung resiko berat yang kelak
tersebut adalah menjelaskan hukum Allah SWT. kepada masyarakat yang akan
hampir seluruh kitab ushul fiqh membicarakan masalah ifta‟ (Fatwa) dan menetapkan
1
Jaih Mubarok, Metode Pengambilan Keputusan Hukum Bahtsul Masa‟il NU, (Ciamis:
LPPIAID, 2004), hal. 480.
34
35
sejumlah prinsip, Adab (kode etik), dan persyaratan sangat ketat berat yang harus
Diantara prinsip dan persyaratan tersebut ialah bahwa seorang mufti (orang
yang memberikan fatwa) harus mengetahui hukum Islam secara mendalam berikut
tanpa didasari pada dalil. Tegasnya, setiap yang menyatakan suatu hukum haruslah
menunjukkan dalilnya baik dari Al-qur‟an, Hadits nabi, maupun dalil hukum lainnya.
Komisi Fatwa adalah salah satu komisi yang ada di MUI disamping komisi
Komisi Fatwa MUI mempunyai beberapa program umum. Salah satu program
Termasuk dalam program umum komisi fatwa ini adalah pengkajian dan
2
Yusuf al-qardhawy, Al-Fatwa bainal Indhibath wat Tasayyub (Terj), (Jakarta, Pustaka Al-
Kautsar, 1996), hal. 32.
3
Majlis ULama Indonesia, Mimbar Ulama, (Jakarta: Majlis Ulama Indonesia, 2000), hal. 7.
36
aktual yang diperlukan fatwanya, terutama yang dimintakan fatwa oleh masyarakat
maupun pemerintah, seperti tentang cash wakaf, hal-hal yang berkaitan dengan Haji.
Jenis kegiatan lainnya adalah mengkaji ulang fatwa-fatwa MUI terdahulu yang
pejabat dalam melaksanakan ibadah dan jenis kegiatan yang ketiga adalah
aktual.
makanan, minuman, bentuk obat-obatan dan kosmetika produk luar negeri, baik yang
belum memperoleh sertifikat halal maupun sudah namun masih diragukan. Kelima
Keenam adalah mengusahakan agar fatwa-fatwa MUI baik pusat maupun daerah
Sosialisasi dan publik kasihasil fatwa adalah program umum komisi fatwa
dari program tersebut berupa sosialisasi fatwa MUI daerah; melakukan pertemuan
Secara etimologi, kata fatwa berasal dari bahasa arab, merupakan bentuk
mashdar yang berarti jawaban pertanyaan, atau hasil ijtihad atau ketetapan hukum
mengenai suatu kejadian sebagai jawaban atas pertanyaan yang belum jelas
suatu persoalan sebagai jawaban pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa
(mustafi), baik perseorangan maupun secara kolektif, baik di kenal maupun tidak di
kenal.4
Fatwa berarti ketentuan yang berisi jawaban dari mufti tentang hukum
syari‟ah kepada pihak yang meminta fatwa. atau fatwa adalah jawaban resmi terhadap
pertanyaan atau persoalan penting yang menyangkut dogma atau hukum yang
dipandang menjadi salah satu alternatif yang bisa memecahkan kebekuan dalam
perkembangan hukum Islam. Hukum Islam yang dalam penetapannya tidak bisa
4
M. Asroru Ni‟am, disertasi Sadd Al-dzari‟ah dan Aplikasinya dalam Fatwa Majlis Ulama
Indonesai, hal. 82-83.
5
Catur Nopianto, skripsi Penerapan Fatwa MUI dalam Melahirkan Produk Halal, PMH
2006, hal. 13.
38
serius ketika berhadapan dengan permasalahan yang semakin berkembang yang tidak
timbul tidak terbatas. Atau karena sesungguhnya nash itu telah berhenti sedangkan
Dalam kondisi seperti inilah fatwa menjadi salah satu alternatif jalan keluar
mengurai permasalahan dan peristiwa yang muncul tersebut. Salah satu syarat
karena menetapkan fatwa tanpa mengindahkan manhaj termasuk yang dilarang oleh
agama. Menetapkan fatwa yang didasarkan semata karena adanya kebutuhan (li al-
hajah), atau karena adanya kemaslahatan (li al-mashlahah), atau karena intisari
ajaran agama (li maqashid as-syari‟ah), dengan tanpa berpegang pada nushus
ajaran agama (maqashid as-syari‟ah), sehingga banyak permasalahan yang tidak bisa
harus tetap memakai manhaj yang telah disepakati para ulama, sebagai upaya untuk
tidak terjerumus dalam kategori memberikan fatwa tanpa pertimbangan dalil hukum
yang jelas. Tapi di sisi lain juga harus memperhatikan unsur kemaslahatan dari fatwa
tersebut, sebagai upaya untuk mempertahankan posisi fatwa sebagai salah satu
dalam setiap proses penetapan fatwa harus mengikuti metode tersebut. Sebuah fatwa
implementasi metode (manhaj) dalam setiap proses penetapan fatwa merupakan suatu
keniscayaan.
Metode yang dipergunakan oleh Komisi Fatwa MUI dalam proses penetapan
fatwa dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu Pendekatan Nash Qath‟i, Pendekatan
atau Hadis untuk sesuatu masalah apabila masalah yang ditetapkan terdapat
dalam nash al-Qur‟an ataupun Hadis secara jelas. Sedangkan apabila tidak
jawaban dapat dicukupi oleh pendapat dalam kitab-kitab fiqih terkemuka (al-
kutub al-mu‟tabarah) dan hanya terdapat satu pendapat (qaul), kecuali jika
pendapat (qaul) yang ada dianggap tidak cocok lagi untuk dipegangi karena
sebagaimana yang dilakukan oleh ulama terdahulu. Karena itu mereka tidak
terpaku terhadap pendapat ulama terdahulu yang telah ada bila pendapat
jawaban permasalahan tersebut tidak dapat dicukupi oleh nash qoth‟i dan juga
tidak dapat dicukupi oleh pendapat yang ada dalam kitab-kitab fiqih
pendapat yang berbeda (al-Jam‟u wat taufiq), memilih pendapat yang lebih
dan istinbathi.
Membiarkan masyarakat untuk memilih sendiri pendapat para ulama yang ada
sangatlah berbahaya, karena hal itu berarti membiarkan masyarakat untuk memilih
salah satu pendapat (qaul) ulama tanpa menggunakan prosedur, batasan dan patokan.
Oleh karena itu, menjadi kewajiban lembaga fatwa yang memiliki kompetensi untuk
memilih pendapat (qaul) yang rajih (lebih kuat dalil dan argumentasinya) untuk
dijadikan pedoman bagi masyarakat. Ketika satu masalah atau satu kasus belum ada
pendapat (qaul) yang menjelaskan secara persis dalam kitab fiqh terdahulu (al-kutub
kemaslahatan umum (mashalih „ammah) dan intisari ajaran agama (maqashid al-
syari‟ah). Sehingga fatwa yang dikeluarkan oleh MUI benar-benar bisa menjawab
permasalahan yang dihadapi umat dan benar-benar dapat menjadi alternatif pilihan
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang didirikan pada tahun 1975 merupakan
wadah musyawarah para ulama, zuama, dan cendekiawan muslim. Organisai ini di
bentuk dengan tujuan untuk mengamalkan ajaran Islam dan ikut serta mewujudkan
masyarakat yang aman, damai, adil dan makmur dalam Negara Republik Indonesia.6
Sesuai dengan namanya, maka tugas Komisi Fatwa MUI adalah memberikan
Komisi Fatwa dan Hukum dibentuk sejak pertama kali MUI didirikan yaitu pada
tanggal 26 Juli 1975 (17 Rajab 1395). Tugas memberikan fatwa bukanlah pekerjaan
mudah yang dapat dilakukan oleh setiap orang karena kelak akan
dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Hal ini mengingat tujuan dari pemberian
fatwa itu adalah menjelaskan hukum-hukum Allah kepada masyarakat yang akan
kitab ushul fiqh membicarakan masalah ifta‟ dan menetapkan sejulah persyaratan
yang harus dipenuhi oleh orang yang akan mengeluarkan fatwa. Seorang mufti harus
memahami hukum Islam secara mendalam beserta dalil-dalilnya baik dari al-Quran,
6
Majlis Ulama Indonesia, Muqaddimah Pedoman dasar dan Pedoman Rumah Tangga MUI,
(Jakarta: Sekretariat MUI, 1986), hal. 26.
43
Oleh karena itu, kiranya dapat dimaklumi apabila ada kesan bahwa komisi
fatwa kurang produktif atau agak lamban dalam merespon persoalan yang muncul di
situasi dan kondisi, sehingga fatwa tersebut benar-benar membawa kemaslahatan bagi
masyarakat dan sejalaan dengan tujuan pensyariatan hukum Islam (maqasid at-
tasyri‟), yaitu al-masalih al-„ammah atau kemaslahatan umum yang disepakati oleh
para ulama.7
Sudah kerap kali bahwa dalam banyak hal MUI mengeluarkan fatwa-fatwa
sifat dan cara pembuatannya adalah menurut garis-garis agama, peranan yang
kebijakan tertentu.
Komisi ini diberi tugas untuk merundingkan dan mengeluarkan fatwa mengenai
pembentukannya tahun 1975, komisi ini mempunyai tujuh orang anggota, tetapi
7
Sambutan Ketua Komisi Fatwa dan hukum KH. Ibrahim Hosen dalam Himpunan Fatwa-
Fatwa MUI (Jakarta : Sekretariat MUI, 1997).
44
jumlah itu dapat berubah karena kematian atau penggantian anggota; setiap lima
tahun sekali komisi itu diperbaharui melalui pengangkatan baru. Ketua komisi fatwa
MUI telah dimintai pendapatnya oleh umum atau oleh pemerintah mengenai
samping ketua dan para anggota komisi, juga dihadiri oleh undangan dari luar, terdiri
dari para ulama dan paraa ilmuwan sekular, yang ada hubungannya dengan masalah
yang dibicarakan. Untuk mengeluarkan satu fatwa biasanya diperlukan hanya satu
sidang, tetapi adakalanya satu fatwa memerlukan hingga enam kali sidang;
sebaliknya, dalam sekali persidangan ada pula yang dapat menghasilkan beberapa
kornea mata.8
baik oleh komisi fatwa sendiri atau oleh MUI. Bentuk lahiriah fatwa selalu sama,
dimulai dengan keterangan bahwa komisi telah mengadakan siding pada tanggal
tertentu berkenaan dengan adanya pertanyaan yang telah diajukan oleh orang-orang
dipergunakan sebagai dasar pembuatan fatwa yang dimaksud. Dalil-dalil itu berbeda
dalam panjang dan kedalamannya bagi masing-masing fatwa. Dalil bagi kebanyakan
8
Muhammad Atho Mudzar, Fatwa-Fatwa MUI (Sebuah Studi Tentang Pemikiran Hukum
Islam di Indonesia 1975-1988 (edisi dwi bahasa), (Jakarta:INIS, 1993), hal. 79
45
serta kutipan naskah-naskah fiqh dalam bahasa Arab. Dalil-dalil menurut akal
pernyataan sebenarnya dari fatwa itu diberikan dan hal itu dicantumkan pada bagian
akhir. Akan tetapi, dalam beberapa kejadian sama sekali tidak dicantumkan dalil-
dalilnya, baik yang dikutip dari ayat Alquran maupun yang menurut akal, melainkan
keputusan itu langsung saja berisi pernyataan fatwa, dimana dalil-dalil mungkin
fatwa selalu ada tiga hal yang dicantumkan: tanggal dikeluarkannya fatwa, yang bisa
berbeda dengan tanggal diadakan sidangsidang, nama-nama para ketua dan anggota
komisi disertai tanda tangan mereka, dan nama-nama mereka yang telah menghadiri
sidang. Adakalanya tanda tangan ketua MUI dicantumkan pada fatwa bersangkutan,
bahkan telah terjadi pada satu fatwa ada dicantumkan tanda tangan Menteri Agama.
Cara lain untuk mewujudkan fatwa adalah dengan memperbincangkan soal itu
dalam konferensi tahunan para ulama yang diselenggrakan oleh MUI. Konferensi
semacam itu, yang dihadiri oleh jumlah yang lebih besar para ulama pada lingkungan
fatwa, dan setelah beberapa persoalan dapat disetujui serta dilengkapi dalil-dalilnya,
demikian para anggota komisi fatwa tidak usah memperbincangkannya lagi, karena
46
Konferensi nasional para ulama pada tahun 1980 misalnya, mengemukakan persoalan
Kita beralih sekarang kepada Statuta MUI tentang metode pembuatan fatwa.
Ini pertama kali dibuat pada 1975 dan tampak kemudian dalam Himpunan Fatwa
MUI 1995 dan 1997. Aturan saat ini dimulai dengan memperhatikan bahwa pada
periode 1975-1980 dan 1980-1985, fatwa-fatwa MUI ditetapkan oleh komisi fatwa
dan dipimpin oleh Ketua dan Sekretaris komisi fatwa. Atas dasar siding pleno MUI
pada 18 Januari 1986, perubahan dalam prosedur itu diputuskan: keputusan yang
berkaitan dengan fatwa dari komisi fatwa selanjutnya diambil alih oleh pimpinan
pusat MUI dalam bentuk “Sertifikat Keputusan Penetapan Fatwa” yang dipimpin oleh
Ketua Umum dan sekretaris Umum bersama-sama dengan Ketua komisi fatwa MUI.
a. Al-Qur‟an.
9
Majlis Ulama Indonesia, Keputusan-Keputusan Musyawarah Nasional ke II Majelis Ulama
Indonesia, (Jakarta: Majlis Ulama Indonesia, 1980), hal. 65.
47
Qur‟an.
penafsiran mana yang lebih kuat dan bermanfaat sebagai fatwa bagi
masyarakat Islam.
d. Ketika suatu masalah yang memerlukan fatwa tidak dapat dilakukan seperti
pertimbangan (ijtihad).
berikut:
f. Sidang Komisi Fatwa harus dihadiri oleh para anggota Komisi Fatwa yang
telah diangkat pimpinan pusat MUI dan pimpinan pusat MUI propinsi
h. Sesuai dengan aturan sidang Komisi Fatwa, bentuk fatwa yang berkaitan
i. Pimpinan pusat MUI nasional/ propinsi akan merumuskan kembali fatwa itu
hierarkis. Seperti dalam Komisi Fatwa nasional dan propinsi. Sebagaimana akan kita
lihat pada praktiknya, fatwa MUI bersandar kepada nash Al-Quran dan hadist yang
disertakan dalam bererapa kasus, tetapi tidak semuanya, dengan rujukan kepada teks-
teks fiqih. Teks-teks tersebut selalu berasal dari mazhab Syafi‟i. Namun demikian,
kontemporer, khususnya karya-karya Syaltut dan beberapa karya lain yang kurang
dikenal.10
10
MB. Hooker, Islam Mazhab Indonesia (Fatwa-fatwa dan Perubahan Sosial), (Jakarta:
Teraja, 2002), hal. 93.
49
yang berijtihad untuk menyelsaikan berbagai kasus yang berkenaan dengan hukum
Dalam berijtihad, komisi ini menggunakan metode yang dipakai imam mujtahid
Dalam Pedoman umum penetapan Fatwa MUI dinyatakan bahwa setiap keputusan
fatwa harus mempunyai dasar-dasar dari Kitabullah dan Sunnah Rasul yang
teradapat penjelasan dalam kedua sumber tersebut, maka keputusan fatwa tidak boleh
bertentangan dengan ijma‟ dan qiyas serta dalil-dalil hukum yang lain seperti ihtisan,
masalih mursalih dan saad az-zariah. Sebelum proses pengambilan keputusan terlebih
Disamping itu, Komisi Fatwa juga mempertimbangkan pandangan para ahli dalam
melainkan hanya meminjam argument-argumen yang ditulis oleh para imam mazhab.
Dengan kata lain, jika suatu mazhab menggunakan nas tersebut dan pendapatnya
11
Majlis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa-Fatwa Mui Tentang Pedoman Umum
Penetapan Fatwa Pasal 2 Yang Diterbitakan (Jakarta : Sekretariat MUI Pusat, 1997) hal. 5.
50
dianggap sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan ke-Indonesiaan. Dasar yang paling
menonjol sebenarnya adalah dasar maslahat. Maka kalau ada maslahat yang dianggap
bisa tercipta maka dicari mazhab yang menggunakan teori tersebut dan kemudian
Maka kebebasan mazhab yang ada dalam tubuh MUI sebenarnya lebih banyak
arti melakukan ijtihad secara mandiri. Dalam kasus-kasus yang tidak ditemukan
pendapat imam dan mazhab tertentu, MUI secara tegas mendasarkan penetapan
Berdasarkan hasil rumusan ijtihad Komisi Fatwa MUI, maka pola ijtihad
Ijtihad ini dapat diterapkan selama kasus yang dihadapi masih relevan jika
12
Khoiruddin Nasution., Metode Penetapan Hukum MUI, NU dan Muhammadiyyah, (Jakarta:
INIS, 2002), hal. 90
51
umat.
Islam bukan hanya agama. Ia juga merupakan sistem sosial, sebuah kultur dan
kehidupan.
ekslusif dengan masalah keimanan dan ibadah. Islam juga mengatur perilaku moral,
hubungan internasional.1
senentiasa selaras dengan fitrah (watak alami) manusia. Islam tidak pernah gagal
memperagakan kasih sayangnya yang besar pada pemeluknya, tidak pula ia hendak
menimpahkan beban yang tidak semestinya dan batasan yang tidak bertanggung
kepada mereka. Al Qur‟an menyatakan prinsip ini dengan sangat ringkas diantaranya
1
„Abd Al Rahim „Umran, Islam dan KB, (Jakarta : Lentera, 1997), cet. Pertama, hal. 68
52
53
Artinya : Allah hendak memberikan keringanan kepadamu[286], dan
manusia dijadikan bersifat lemah. (Q. S. An Nisa :28).
Jadi, Islam bersikap simpatik kepada perencanaan keluarga apabila kehamilan
yang jarang dan pengaturan jumlahnya akan membuat si ibu lebih bugar secara fisik
dan si ayah lebih panjang dalam urusan financial, terutama karena hal ini tidak
bertentangan dengan nas-nas yeng melarang secara tegas dalam Al Qur‟an atau dalam
sunnah Nabi. Sesungguhnya ada sesuatu ketetapan dasar dalam syari‟at Islam yang
menyatakan.
2
Ibid. h. 69.
54
manusia.
bayi, yang umumnya dilakukan pada bayi perempuan dan sering terjadi di Arab pada
zaman Pra-Islam.
Makruh, yaitu tidak patut atau dibenci atau tidak pantas atau tidak dianjurkan.
diterapkan pada masalah yang sedang di bicarakan, mereka menggunakan hadits atau
Ber-KB dengan cara sterilisasi yaitu vasektomi bagi pria dan tubektomi bagi
wanita, pada prinsipnya tidak dapat dibenarkan oleh hukum Islam karena telah
merusak organ tubuh dan mempunyai dampak negative yang lebih jauh apabila salah
3
Adb Fadl Mohsin Ebrahim, Isu-isu Biomedis Dalam Perspektif Islam, Aborsi Kontrasepsi,
dan Mengatasi kemandulan. (Bandung : Mizan, 1997), hal. 55.
55
suami/isteri berpenyakit yang dapat menurun kepada calon anak dalam rahim
sehingga mengakibatkan anak cacat. Termasuk sterilisasi ini adalah pemandulan dan
dengan steriliasi itu dapat dicegah kehamilan, sebagai alat kontrasepsi maka
sterilisasi dapat disejajarkan dengan alat kontrasepsi lainnya seperti IUD, Pil dan lain
dilakukan dengan memotong atau mengikat kedua saluran telur wanita atau pada
saluran bibit pria dan mengakibatkan kemandulan yang permanent, karena sterilisasi
berbeda dengan alat-alat kontrasepsi lainnya, pada umumnya hanya bertujuan untuk
secara teori orang yang disterilisasikan masih bisa dipulihkan, tetapi para ahli
4
Khuzaimah T. Yanggo, Hafiz Anshary, Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta :
Pustaka Firdaus, 1996), buku kedua, hal. 153.
5
Azyumarsi Azra, ikhwal Kependudukan, Pelajaran Dari eropa, Panji Masyarakat: No 413,
(Jakarta : Nurul Islam, 1993), hal. 14.
56
berencana dalam arti “membatasi kelahiran secara mutlak bagi setiap orang dalam
berbagai kondisi”. Oleh karena itu, sterilisasi apabila dilaksanakan hanya untuk
pencegahan kehamilan serta dijiwai niat segan mempunyai keturunan tanpa alasan
lain tidak dibolehkan Islam, karena tindakan sterilisasi itu tidak sesuai dengan
untuk kesejahteraan ibu dan bukan untuk mencegah kehamilan untuk pembatasan
keluarga.
anak dan bukan karena katakutan akan kemiskinan, kelaparan dan sebagainya.
6
BKKBN, Biro Penerangan dan Motivasi, Pandangan Islam Terhadap Keluarga Berencana,
(Jakarta : BKKBN, 1979), hal. 8.
7
Proyek Keluarga Berencana, Pedoman Penerangan Tentang KB, (Jakarta : Yayasan
Kesejahteraan Muslimat, 1974), hal. 8.
8
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Membina Keluarga Sejahtera, (Yogyakarta : Persatuan,
1971), hal. 45.
57
keturunan sama sekali, dalam keadaan badan (tidak ada kekhawatiran apapun baik
atas dirinya ataupun anak keturunannya) adalah tidak sejalan dengan ketentuan naluti
manusia, maka oleh karena itu tidak dibenarkan oleh ajaran Islam.
Selanjutnya dijelaskan :
sikap dan tindakan dalam perkawinan yang dijiwai oleh niat mempunyai anak dan
membolehkan sterilisasi bila suatu keluarga memiliki alas an yang dapat dibenarkan
oleh kesehatan, demi kesehatan anggota keluarga terutama ibu dan anak serta adanya
Dalam keadaan seperti itu dibenarkan menghindari terjadinya kehamilan, dan jika hal
itu berlangsung terus ketika hamilnya akan dapat membahayakan ibu atau anak.
(vasdiferens) sehingga pria itu tidak dapat menghamilkan), dan Tubektomi (usaha
mengikat/memotong kedua saluran telur, sehingga wanita itu pada umumnya tidak
dapat hamil lagi) bertentengan dengan hukum Islam (haram), kecuali dalam keadaan
9
Ibid., hal. 54.
58
ibu/bapak terhadap anak keturunannya yang bakal lahir, atau terancamnya jiwa si ibu
Dari berbagai cara yang dilakukan oleh Dokter Ahli dengan upaya sterilisasi,
berlaku pada waktu-waktu tertentu saja (temporer) atau istilah يٕلخبmenurut istilah
Artinya, alat kontrasepsi yang seharusnya dipakai oleh isteri atau suami dalam ber-
KB, dapat dilepaskan atau ditinggalkan, bila suatu ketika ia menghendaki anak lagi.
Maka alat kontrasepsi berupa sterilisasi, dilarang digunakan dalam Islam karena
disambung lagi, sehingga dapat disalurkan ovum atau sperma, maka hukumnya
Tetapi kalau kondisi kesehatan isteri atau suami yang terpaksa, sehingga
diadakan hal tersebut, menurut hasil penyelidikan seorang dokter yang terpecaya,
10
Musyawarah Nasional Ulama, Tentang Kependudukan Kesehatan dan Pembangunan,
(Jakarta : BKKBN, 1983), hal. 13.
11
DRS. H. Mahjuddin, M. Pd, Op. Cit, h. 69.
59
ibu dan anak diperbolehkan, karena hal itu merupakan kebutuhan pokok manusia, dan
1. Deskripsi Masalah
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, pada 1979 telah menfatwakan bahwa
vasektomi/tubektomi hukumnya haram. Fatwa yang ditetapkan pada 13 Juni 1979 ini
diputuskan setelah membahas kertas kerja yang disusun oleh KH. Rahmatullah
Siddiq, KHM. Syakir, dan KHM. Syafi‟I Hadzami, yang menegaskan bahwa;
disambung kembali.
12
Abdul Wahab Khalaf, Kaedah-kaedah Hukum Islam, Jilid II, Bandung 1983, h. 143.
60
(Medis Operasi Pria) merupakan salah satu metode kontrasepsi efektif yang masuk
dalam system Program BKKBN. Kelebihan alat kontrasepsi ini adalah memiliki efek
samping sangat kecil, tingkat kegagalan sanagt kecil dan berjangka panjang.
Kalau dulu MOP dianggap permanent, bagaimana pandangan hokum islam terhadap
2. Ketentuan Hukum
memotong salurang sperma. Hal itu berakibat terjadinya kemandulan tetap. Upaya
kembali yang bersangkutan. Oleh sebab itu, Ijtima Ulama Komisi Fatwa memutuskan
3. Dasar Penetapan
dari al-Qur‟an dan hadist Nabi serta kaidah-kaidah ushuliyyah didalam menetapkan
61
Artinya :“Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan
perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia
menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya
Dia Maha mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS. Al-Syura[42]:
50).
َٓى ؤسٕل اهلل صهى اهلل عهيّ ٔسهى عٍ ٔأدانبُبث ٔعمٕق األ يٓبث ٔعٍ يُع: عٍ انًغيرة لبل
)401:2 ْٔبث ٔعٍ ليم ٔلبل ٔكثرة انسؤال ٔإضبعت انًبل (رٔاِ انداريي ج
سًعج رسٕل اهلل عهيّ ٔسهى يهعٍ انًخخًصبٌ ٔانًخفهجبث ٔانًٕ شًبث:عٍ بٍ يسعٕد لبل
)انالحي يغيرٌ خهك اهلل (رٔاِ أحًد
Artinya : “Dari Ibn Masud ra ia berkata: Saya mendengar rasulullah
SAW. Melaknat perempuan yang memendekkan rambutnya,
membuat tato yang merubah ciptaan Allah”. (HR. Ahmad).
h. Kaidah Ushuliyyah:
i. Kaidah Ushuliyyah:
j. Kaidah Ushuliyyah:
k. Penjelasan Prof. Dr/ Farid Anfasa Moeloek, Bagian Obteri dan Ginekologi
Berencana.
Majelis Ulama Indonesia terdiri atas beberapa komisi dan salah satunya
adalah komisi fatwa. Komisi ini bertugas secara khusus memberi fatwa (ifta‟), baik
diminta atau yang sengaja diajukan dan disampaikan oleh MUI secara langsung
kepada umat.
oleh setiap orang, melainkan pekerjaan sulit serta mengandung resiko berat yang
kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Hal ini mengingat tujuan
dari usaha tersebut adalah memberikan dan menjelaskan hukum Islam kepada
masyarakat yang akan mengikuti dan mengamalkananya. Oleh karena itu pada
hampir seluruh kitab Ushul Fiqh yang membicarakan masalah ifta‟, menetapkan
sejumlah prinsip, adab (kode etik), dan persyaratan sangat ketat serta berat yang harus
untuk mengeluarkan fatwa, menurut urutan singkat, adalah: alQuran, Sunnah, ijma‟
dan qiyas. Hal ini harus disusuli dengan penelitian pendapat imam mazhab yang ada
dan fuqaha, yang telah melakukan penelaahan mendalam tentang masalah serupa.
65
Dalam buku pedoman itu, juga ada peraturan bahwa MUI bertanggung jawab untuk
tanah air atau paling sedikitnya di lebih dari satu propinsi, dan majelis ulama daerah
mengelurkan fatwa apa pun. Peraturan yang lebih ketat lagi ialah bahwa komisi
fatwa, baik yang di daerah maupun pusat, tidak dibolehkan mengeluarkan fatwa apa
pun tanpa ada tangan ketua umum majelis ulama di tempat bersangkutan, suatu hal
persoalan yang tidak perlu diijtihadi lagi status hukumnya, MUI tidak
sebagaimana yang ditetapkan syar‟i tersebut. Fatwa-fatwa MUI hanya berkenaan dan
yang merupakan hasil ijtihad para ulama dan nash zhanni. Kita beralih kepada fatwa
haram MUI mengenai vasektomi, Majelis Ulama Indonesia dalam Munasnya tahun
(usaha mengikat/ memotong saluran benih pria (vas deferens) sehingga pria tidak
apat menghamilkan) dan tubektomi, usaha mengikat atau memotong kedua saluran
telur sehingga wanita itu pada umumnya tidak dapat hamil lagi,/ beretentangan
dengan hukum Islam (haram), kecuali dalam keadaaan sangat terpaksa (darurat)
66
keturunannya yang bakal lahir atau terancam jiwa si ibu bila ia mengandung atau
melahirkan lagi.
fatwa, tetapi oleh Muktamar Nasional Ulama tentang kependudukan, kesehatan dan
disambung lagi.
kutipan ayat-ayat Al-Quran dan hadist-hadist, tidak ada referensi sama seekali pada
naskah-naskah fiqh atau karya-karya lainnya. Fatwa itu mengutip 15 ayat Alquran
dan kira-kira enam hadist. Ayat-ayat Alquran yang dikutip pada dasarnya mengenai
nilai anak dan kebahagiaan mempunyai anak, bahaya anak dan kekayaan, jika tidak
diurus dengan baik dan dipelihara dengan baik, dan kenyataan bahwa Allah telah
benih-benih kasih dan sayang, dan bahwa para ibu dapat menyusui bayinya selama
67
dua tahun penuh atau hingga 30 bulan yang merupakan jarak antara dua kali
segera kawin kalau secara ekonomis sanggup, perlunya umat Islam berbadan sehat,
orang tua untuk mendidik anak-anaknya dengan baik. Hadisthadist tersebut dianggap
dapat dipercaya, karena tiga diantaranya telah dicatat oleh Bukhari dan Muslim dan
Padang Panjang pada tanggal 24-26 Januari 2009 dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa
Se-Indonesia oleh Tim materi Ijtima‟ Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia, yang
Oleh sebab itu, Ijtima Ulama Komisi Fatwa se Indonesia memutuskan praktek
Dasar pertimbangan MUI dalam mengeluarkan fatwa haram ini adalah ayat-
ayat al-Quran yang menerangkan larangan membunuh anak karena takut miskin serta
68
larangan berbuat keji, ada juga ayat yang menerangkan bahwa Allah lah yang berhak
menentukan bahwa orang itu mandul atau tidak memiliki anak. Pada ayat lain juga
disebutkan larangan merubah sesuatu yang telah Allah ciptakan yang dalam persoalan
hadist dari sahabat Mughirah ra. yang berisi larangan membunuh anak perempuan
kaidah fiqh yang digunakan yakni yang berhubungan dengan ada tidaknya illat dalam
penetapan hukum serta yang berhubungan dengan perubahan waktu, tempat dan
vasektomi ini yakni penjelasan seorang ahli dan juga perwakilan dari Badan
(menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash
disamakan dengan larangan membunuh anak karena takut miskin. Selain itu, MUI
juga mengqiyaskan vasektomi dengan larangan merubah ciptaan Allah yang telah ada
medis maupun kesiapaan mental. Tanpa alasan medis yang kuat, biasanya dokter
vasektomi akan ada bagian tubuhnya yang hilang atau dipotong, sehingga apabila
tidak adanya kesiapan mental akan berdampak kepada psikologis orang tersebut.
Rendahnya peminat vasektomi pada tahun 2009 ini dipengaruhi oleh fatwa
haram yang dikeluarkan MUI karena vasektomi dianggap memutus jalan untuk
kembali, jalur yang sudah diputus atau dihambat itu bisa dikembalikan lagi
(rekanalisasi).
Selain itu vasektomi menyebabkan akseptor (dalam hal ini suami), mengalami
hanya menghambat keluarnya sel semen pada organ reproduksi lak-laki. Hal itu
mencegah terjadinya kemadulan tetap bagi pasangan yang masih ingin memiliki anak
dilaksanakan, dengan adanya fatwa haram vasektomi ini serta masyarakat tidak perlu
Qur‟an dan sunnah Nabi yang menjadi landasan untuk menetapkan suatu hukum yang
Islam sehingga peran ulama sangatlah penting di dalam pelaksanaan atau penetapan
PENUTUP
A. Kesimpulan
keluarga berencana ?
dalam sterilisai terdapat illat mencegah dan sama sekali tidak mau mendapat
Islam, sepeti yang digariskan dalam ayat-ayaat al-Qur‟an dan hadist Nabi.
sebagai mujtahid, serta memilih pendapat yang lebih akurat dalilnya (tarjihi),
71
72
B. Saran-saran
Nahi Munkar yang dijadikan pedoman bagi seluruh Ulama, MUI harus
Indonesia.
KB, baik dalam ruang lingkup yang kecil sampai kepada ruang lingkup yang
lebih besar, maka bagi masyarakat Indonesia yang pada umumnya mayoritas
selamanya.
penulis sendiri, janganlah kita termasuk orang yang berkhianat kepada Allah,
Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin lantaran salah pilih atau memilih tanpa
asal-asalan, atau memilih karena dorongan hawa nafsu dan tergoda bujuk rayu
dengan sedikit urusan dunia dalam memilih alat kontrasepsi didalam program
keluarga berencana.
DAFTAR PUSTAKA
al-Qur‟an al-Karim.
Bagian Obstetri dan Ginelogi Fak. Kedokteran UNPAD, Teknik Keluarga Berencana
(Peranan Kesuburan), Bandung : Elstas, 1980.
Ebrahim, Abd Fadl Mohsin, Isu-isu Biomedis Dalam perspektif Islam, Aborsi
Kontrasepsi, dan Mengatasi Kemandulan, Bandung: Mizan, 1997.
73
74
Hasani, Muhammad Alwi Al Maliki Al-, Etika Dalam Rumah Tangga Islam,
Surabaya: PT. Bungkur Indah, 1992.
Khalaf, Abdul Wahab, Kaedah-kaedah Hukum Islam. Bandung : Rajawali, Jilid II,
1983.
Latif, Nasaruddin. KB Dipandang Dari sudut Hukum Islam. Jakarta : BKKBN, 1972.
Mahjuddin. Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Dihadapi Hukum Islam Masa
Kini. Jakarta : Kalam Mulia. Cet. Pertama, 2003.
Ni‟am, M. Asroru disertasi Sadd Al-dzari‟ah dan Aplikasinya dalam Fatwa Majlis
Ulama Indonesia, 1999.
Nopianto, Catur, Penerapan Fatwa MUI Dalam Melahirkan Produk Halal, UIN
Jakarta, 2006.
Zuhdi, Masyfuk, Masail Fiqhiyah, Jakarta: CV. Haji Mas Agung, 1990.
76
LAMPIRAN-LAMPIRAN
77
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan di bawah ini Kepala Puskesmas Sawangan-Depok, dengan ini
menerangkan bahwa :
WAWANCARA
Ulil Endah M