SKRIPSI
Oleh:
DEDI MUHADI
NIM: 1111044200012
Dengan mengucapkan paja dan puji syukur kepada Allah SWT, yang telah
memberikan taufiq dan hidayah selalu merahmati seluruh hamba-Nya dengan kasih
sayang. Shalawat beriringan salam saya haturkan kepada Kanjeng Nabi Muhammad
SAW, keluarga dan para sahabatnya, serta kaum muslimin yang selalu mengikuti
mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai ungkapan
terutama:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. Ketua Program Studi Hukum Keluarga, dan Arip
Puqon, M.A selaku Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga yang telah
skripsi ini.
3. Drs. H. Hamid Farihi, M.A. Dosen pembimbing skripsi yang telah sabar
5. Kedua orang tua Apa H. Hafiz dan Umi Hj. Sri Mulyati,yang selalu
rabbayani sogiro”. Aa, teteh, dan adik serta saudara-saudaraku yang selalu
6. Para Kyai dan Keluarga Besar Buntet Pesantren Cirebon, terutama keluarga
skripsi ini.
Jakarta Raya, yang telah berbagi ilmu dan pengalaman yang tidak ternilai, dan
ini.
Fakultas Syariah dan Hukum, yang telah menjadikan penulis mahasiswa yang
aktivis dan akademis, dan telah bebabagi ilmu yang tak ternilai, hingga
10. Keluarga Besar Komunitas Fotografi Ponsel (KOFIPON) dan Rumpak Sinang
11. Untuk sahabat, orang yang selalu memberikan dukungan Anisa Tiasari,
12. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena itu penulis
Penulis
DAFTAR ISI
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 63
B. Saran .................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 65
LAMPIRAN ............................................................................................................. 69
BAB I
PENDAHULUAN
umum, menyeluruh, berlaku tanpa kecuali baik bagi manusia, hewan, dan
makhluk lainnya, yang hidup bebas mengikuti naluri dan hawa nafsunya,
serta berhubungan antara jantan dan betina tanpa adanya aturan. Untuk
1
Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya : Bina Ilmu. 1995), hlm. 41
2
Sayyid Muhammad Husain Fadlullah, Dunia Wanita dalam Islam, alih bahasa.
Muhammad Abdul Qodir Al-Kaf, (Jakarta: Lemtara Basritama. 2000), hlm. 143
1
2
suatu bangsa.3
seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
Yang Maha Esa”.5 Dan dalam Kompilasi Hukum Islam Tentang Dasar-
3
Mona Eliza, Pelanggaran Terhadapa UU Perkawinan dan Akibat Hukumnya, (Tangerang
Selatan: Adelina Bersaudara. 2009), hlm. 2
4
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan. (Jakarta: Prenada Media. 2009), hlm. 39
5
Undang-Undang No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan pada pasal 1.
3
hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau
merupakan ibadah.
satu sama lain untuk melakukan suatu perkawinan, berarti mereka telah
berjanji akan taat kepada peraturan hukum yang berlaku. Dan untuk
berlaku.
tidak boleh ada unsur paksaan, baik secara fisik maupun psikis dari
oleh masyarakat Indonesia meliputi tiga kriteri dan dikenal dengan nama
6
Muhammad Zain dan Mukhtar Al ashodiq, Membangun Keluarga Humanis (Jakarta:
Grahacipta, 2005), hlm.25-26
5
umumnya, untuk menentukan pilihan siapa calon suami atau istri bagi
anaknya mendapat perhatian yang matang dari keluarga. Hal ini bukan
keluarga kyai atau santri seolah telah menjadi tradisi di kalangan mereka
hingga saat ini. Namun secara sosiologis, kelompok kyai tidak dapat
terbuka secara lugas dalam masalah ini karena kuatnya prinsip mereka
7
Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren (Jakarta: Dharma Bakti, 1958), hlm, 14-
15
8
Endogamous (endogami) adalah perkawinan campuran dalam lingkungan kekerabatan
sendiri. lihat Kamus ilmiah popular lengkap.
6
semuanya dalam satu keluarga dari keturunan sang pendiri yaitu Kiai
menteri.
Buntet Pesantren tidak hanya dengan keluarga terdekat saja, namun ada
Dalam hal ini, semua yang menentukan adalah keluarga besar dan
perjodohan ini atau tidak. Jika keluarga besar sudah sama-sama saling
setuju, maka anak tidak dapat menolak. Di sini, anak sama sekali tidak
dilandasi rasa tanggung jawab yang besar seorang ayah terhadap anak agar
perkawinan adalah persetujuan calon mempelai (Pasal 16 ayat (1) (2) Pasal
harus berdasarkan atas kerelaan kedua belah pihak, tanpa adanya paksaan.
mawadaah, wa rahmah.
9
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren.(Jakarta: LP3S. 2011) hlm 121
8
Pesantren Cirebon).
1. Pembatasan Masalah
2. Perumusan Masalah
1. Tujuan Penelitian
sebagai berikut:
2. Manfaat Penelitian
perpustakaan.
ditetapkan.
10
D. Metode Penelitian
10
Yayan sopyan, Metode Penelitian, Jakarta, 2009
11
Buntet Pesantren.
Jakarta 2012.
E. Kerangka Teori
menjadi awal dan cikal bakal terbentuknya unit komunitas terkecil dalam
pilihan.
calon mempelai (Pasal 16 ayat (1) (2) Pasal 17 ayat (2) Kompilasi Hukum
Islam).
11
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm.168.
13
G. Sistematika Penulisan
mengenai hal apa saja yang akan dilakukan maka secara garis besar
komunitas pesantren.
perjodohan dalam keluarga kyai Buntet Pesantren, yang meliputi: dari segi
rukun dan syarat nikah, dalam hal ini penulis menjelaskan syarat dan
keluarga pesantren. Serta uraian hasil wawancara penulis dengan para kyai
A. Perkawinan
memperistri.1
Perkataan nikah itu dalam bahasa Arab mepunyai arti hakiki dan
atau setubuh.3
1
Ahamad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Yogyajarta:
Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, 1984), h. 1560.
2
Kamal Mukhtar, Azas-azas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta, Bulan Bintang,
1974), h. 11.
3
Departemen Dinas Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1994), cet III, h. 456.
16
17
etika agama.4
sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam al-Qur’an dan hadist
Nabi. Kata nakaha banyak terdapat dalam al-Qur’an dengan arti kawin
ﻦ اﻟﻨِّﺴَﺎءِ ﻣَﺜْﻨَﻰ
َ ِن ﺧِ ْﻔﺘُ ْﻢ أَﻻ ُﺗ ْﻘﺴِﻄُﻮا ﻓِﻲ ا ْﻟﯿَﺘَﺎﻣَﻰ ﻓَﺎ ْﻧﻜِﺤُﻮا ﻣَﺎ ﻃَﺎبَ ﻟَﻜُ ْﻢ ﻣ
ْ ِوَإ
(3:ﺗَﻌُﻮﻟُﻮا )اﻟﻨﺴﺎء
Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya),
maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.S. An-
Nisa:3)
37.
ج ﻓِﻲ
ٌ َﻦ ﺣَﺮ
َ ﻲ ﻻ ﯾَﻜُﻮنَ ﻋَﻠَﻰ ا ْﻟ ُﻤ ْﺆﻣِﻨِﯿ
ْ َﻗَﻀَﻰ زَ ْﯾ ٌﺪ ﻣِ ْﻨﮭَﺎ َوﻃَﺮًا زَوَّﺟْﻨَﺎ َﻛﮭَﺎ ﻟِﻜ
4
Muhammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Yogyakarta:
Darussalam, 2004), cet.I, h. 17
18
Para ulama fiqh sependapat bahwa nikah itu adalah akad yang
antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk
5
Hartono Ahmad Jaiz, Wanita Antara Jodoh, Poligami, dan Perselingkuhan (Jakarta:
Pustaka AL-Kautsar, 2007), h.80
6
Undang-Undang no 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 1
7
Kompilasi Hukum Islam Pasal 2
19
rahmah.
1) Mempelai laki-laki
2) Mempelai perempuan
3) Wali
penerimaan.
Dari lima rukun nikah tersebut yang paling penting ialah Ijab
1) Beragama Islam
2) Laki-laki
3) Jelas orangnya
1) Beragama Islam
2) Perempuan
3) Jelas orangnya
9
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Sinar Grafika, 2009), h.
12-13.
21
ِﻦ اﻟﻨِّﺴَﺎء
َ ِن ﺧِ ْﻔﺘُ ْﻢ أَﻻ ُﺗ ْﻘﺴِﻄُﻮا ﻓِﻲ ا ْﻟﯿَﺘَﺎﻣَﻰ ﻓَﺎ ْﻧﻜِﺤُﻮا ﻣَﺎ ﻃَﺎبَ ﻟَﻜُ ْﻢ ﻣ
ْ ِوَإ
Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya),
maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.S. An-
Nisa:3).
ُ ﻓَﺈِﻧَّﮫ, ج
ْ َّﺳﺘَﻄَﺎعَ ﻣِ ْﻨ ُﻜﻢُ اَ ْﻟﺒَﺎءَةَ ﻓَ ْﻠﯿَ َﺘﺰَو
ْ ﻦا
ِ َب ! ﻣ
ِ ﺸﺒَﺎ
َّ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ) ﯾَﺎ ﻣَ ْﻌﺸَﺮَ اَﻟ
10
Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutamaan RUmah Tangga (Keluarga Yang Sakinah), (Jakarta:
CV.Pedoman Ilmu Jaya, 1993), h.3
11
Basiq Djalil, Tebaran Pemikiran Keislaman Di Tanah Gayo, (Jakarta: Qolbun Salim,
2007), h.86
22
dan haram.
12
Ibnu Hajar al-Asqolani, Bulughul Maram, (Harramain), h. 207
13
Sidi Nazar Bakri, Op.Cit. h.5
23
perkawinan Pasal 2 ayat (1) dan (2) “Perkawinan adalah sah apabila
berlaku”.15
14
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan (Jakarta: Kencana, 2009), cet. III h.45-46
15
UU no 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2
24
4. Tujuan Perkawinan
5. Hikmah Perkawinan
16
Mona Eliza, Op. Cit., h. 16-20
25
menyeluruh dan berlaku tanpa terkecuali baik bagi manusia, hewan, dan
tumbuh-tumbuhan.17
1. Definisi Wali
wali.
kekuasaan atas harta (al-walayah ala al-mal), yakni penguasaan atas harta
17
Abdul Qadir Djailani, Keluarga sakinah, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995), h. 41.
18
Mahmud Al-Shabbagh, Tuntutan Keluarga Bahagia Menurut Islam, (Bandung: PT
Remaja Rosda, 1994),h. 1.
19
Amir taat Nasution, Rahasia Perkawinan Dalam Islam, Tuntutan Keluarga Bahagia,
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994), Cet. III, h. 31.
20
Abdul Mujib dkk, dalam Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, kajian fikih nikah
lengkap, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h. 89.
26
orang yang paling berhak, yaitu mereka yang paling akrab, lebih kuat
hubungan darahnya. Jumhur ulama seperti Imam Syafi’I dan Imam Malik,
mengatakan bahwa wali adalah ahli waris dan diambil dari garis ayah
sekandung.
21
Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunah, (t.tp: Dar al-Tsaqafah al-Islamiyah, t.th), JIlid II. h. 82.
27
sebagai berikut:
1) Ayah.
menjadi wali).
perzinahan.
4) Cucu laki-laki.
2. Jenis-jenis Wali
dihadiri oleh wali dari pihak perempuan adalah tidak sah atau batal.
23
(اﻟﺒﺨﺎري.
Artinya: “Dari Abu Musa r.a yang berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda, “Tidak sah suatu pernikahan tanpa adanya wali”. (HR.
Bukhari).
1. Wali Nasab, wali nasab adalah wali nikah karena ada hubungan
hak ijbar.
23
Al-bukhori, Abdullah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim, Sahih Al-Bukhari (Beirut: Dar
Al-Fikr), h. 95.
30
berwali hakim. 24
3. Wali Tahkim, yaitu wali yang diangkat oleh calon suami atau
calon istri. Wali tahkim terjadi apabila wali nasab tidak ada,
wali nasab ghaib, tidak ada qadli atau pegawai pencatat nikah.
menikahkan anak perempuannya yang masih kecil dan belum baligh. Juga
boleh dianggap dewasa dan masih perawan tanpa minta izin terlebih
24
Tihami dan Sohari, Op. Cit., h. 97.
25
Muhammad Asmawi, Op. Cit.,h. 17.
31
ﻦ ﻋَ ْﺒ ِﺪ
ْ َ ﻋ،ٍﻦ ﺳَ ْﻌﺪ
ِ ﻦ زِﯾَﺎدِ ْﺑ
ْ َ ﻋ،ُ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺳُ ْﻔﯿَﺎن،ٍﻦ ﺳَﻌِﯿﺪ
ُ ﺣﺪﺛﻨﺎ ُﻗﺘَﯿْ َﺒ ُﺔ ْﺑ
ن
ّ َأ:ٍﻋﺒَّﺎس
َ ِ ﻋَﻦِ ا ْﺑﻦ،ُﺨ ِﺒﺮ
ْ ُﯾ،ٍﻦ ﺟُﺒَ ْﯿﺮ
َ ﺳَﻤِ َﻊ ﻧَﺎﻓِﻊَ ْﺑ،ِﻀﻞ
ْ َاﻟﻠَّﮫِ ﺑْﻦِ اْﻟﻔ
،ﻦ وَﻟِﯿِّﮭَﺎ
ْ ِﻖّ ﺑِﻨَ ْﻔﺴِﮭَﺎ ﻣ
ُ َ " اﻟﺜَّﯿِّﺐُ َأﺣ:َﺳَّﻠ َﻢ ﻗَﺎل
َ َﻋﻠَ ْﯿﮫِ و
َ ﷲ
ُ اﻟ َﻨّ ِﺒﻲَّ ﺻََﻠّﻰ ا
" ﺳﻜُﻮﺗُﮭَﺎ
ُ وَإِ ْذُﻧﮭَﺎ،ُﺴﺘَ ْﺄﻣَﺮ
ْ ُوَا ْﻟﺒِ ْﻜ ُﺮ ﺗ
perempuannya yang masih perawan tanpa harus minta izin terlebih dahulu
washi, bila kedua orang ini tidak ada maka yang hendak menyandang wali
sudah layak dinikahkan. Kedudukan dan fungsi wali mujbir sama dengan
Imam Syafi’i.
dapat diangkat menjadi wali mujbir apabila telah mendapat wasiat dari
bapak. Wasiat yang diucapkan itu harus ada bukti baik secara tertulis
maupun lisan yang diucapkan dengan danya dua orang saksi. Adapun
32
fungsi dari wali mujbir ini adalah boleh menikahkan perempuan yang
kurang waras baik masih kecil maupun sudah beranjak dewasa. Terhadap
berusia muda, wali ini juga dibolehkan menikahkan dengan laki-laki yang
menafkahi diri sendiri, atau janda yang berusia tua, wali ini tidak boleh
dari mereka.
26
Wahbah Az-Zuhaili, Terjemah Fiqh Islam wa adillatuhu (Damaskus: Darul Fikr,2007),
cet.10, jilid. 9, h. 179
33
kerelaannya.
mengawinkannya.
Islam Indonesia
Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 14 dan 19, yang menyatakan bahwa
wali nikah menjadi salah satu rukun nikah. Tanpa kehadiran wali,
27
KHI pasal 14, "untuk melaksanakan perkawinan harus ada: a. Calon suami, b. Calon
Isteri, c. Wali nikah, d. Dua orang saksi, dan e. Ijab dan kabul". Kemudian disebutklan lebih tegas
34
atau kedua calon mempelai tidak setuju dengan pernikahan tersebut maka
akad nikah dapat dilangsungkan,28 jika akad nikah (secara paksa) tetap
dapat berupa pernyataan tegas dan nyata dengan tulisan,lisan atau isyarat
tapi dapat juga berupa diam dalam arti selama tidak ada penolakan yang
atau tuna rungu, persetujuan dapat dinyatakan dengan tulisan atau isyarat
pada KHI pasal 19, "wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi
calon mempelai wanita yang bertindaka untuk menikahkannya".
28
Dijelaskan dalam: UU No.1 1974 pasal 6 ayat (1), "Perkawinan harys didasarkan atas
persetujuan kedua calon mempelai ", KHI pasal 16 ayat (1), "perkawinan didasrakan atas
persetujuan calon mempelai; dan KHI pasal 17 ayat (2), "bila ternyata perkawinan tidak disetujui
oleh salah seorang calon mempelai maka perkawinan tidak dapat dilangsungkan
29
UU Perkawianan No.1 tahun 1974 pasal 27 ayat (1)menjelaskan; "seorang suami atau
isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman
yang melanggar hukum"; KHI pasal 71 ayat (f), "sesuatu perkawinan dapat dibatalkan apabila:.....
perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan".
35
yang dapat dimengerti." Sedang proses untuk mengetahui ada atu tidaknya
Perkawinan Indonesia pada prinsipnya tidak lagi mengakui hak ijbar wali,
30
Rahmawati, Jurnal PERAN WALI DAN PERSETUJUAN MEMPELAI PEREMPUAN:
Tinjauan atas Hukum Islam Konveensional dan Hukum Islam Indonesia, (Dosen LB
PKPBA UIN Malang), h.10-11.
BAB III
A. Pondok Pesantren
rangkaian kata yang terdiri dari kata “pondok” dan kata “pesantren”. Kata
“pondok” berasal dari bahasa Arab “funduk” yang berarti ruang tempat
dibumbuhi awalan “pe” dan akhiran “an” yang berarti tempat tinggal
1
Hamdani Rasyid, kaderisasi Ulama di Pesantren, dalam Dinamika Pesantren Telaah
Kritis terhadap Keberadaan Saat ini. Editor: Saefullah Ma’sum. (Jakarta: Yayasan Islam Al-
Hidayah-Yayasan Saefuddin Zuhri, 1998) cet. II, h.76.
2
Manfred Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan Sosial (Jakarta;P3M, 1986) cet. I, h. 98
3
Zamaksari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3S, 1995) h. 18.
4
Muhammad FathiRoyyani, PesantrenBuntetMelintasSejarah. (Cirebon: An Nur, 2004) h.
13.
36
37
agama Islam.
’ah
sehari-hari.
bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal dengan sebutan
lainnya.5
5
ZaksariDhofie, TradisiPesantren,.Op.cit, h.79-80.
66
Muhammad Maksum, Refleksi Pesantren, otokriti dan prospektif, (Jakarta: Ciputat
Istintut, 2007), h.9.
40
lembaga pesantren. 10
B. Kyai
Istilah kyai memiliki pengertian yang plural. Kata kyai bisa berarti
1) sebutan bagi alim ulama (cerdik pandai dalam agama Islam); 2) alim
ulama; 3) Sebutan bagi guru ilmu ghaib (dukun dan sebagainya); 4) kepala
7
Abdurrahman Wahid, Pesantren Masa Depan, wacana pemberdayaan dan transformasi
pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), h.13.
8
Istilah “tarekat” diambildaribahasa Arab ThariqdanThariqah.Yang berartijalan;
jalankontempelatif Islam.Kata inibiasanyadikontraskandengansyariat yang
lebihmengarahkepadakehidupantindakan.Lihat, Muahaimin AG, Islam dalamBingkaiBudayaLokal
Cirebon, (Jakarta: Logos 2001) cet. I, h. 337.
9
Istilah “kuttab” adalahlembagapendidikandasar yang
telahmunculsejakzamanNabi.LihatMuhaimin, PemikiranPendidikan Islam (Bandung: Tri
GendaKarya, 1993) cet. I h. 298-299.
10
Abdul Aziz, ensklopedia Islam (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoove, 1994), jilid IV,
h.103.
41
daerah. Pemipin pesantren di Jawa Timur dan Jawa Tengah disebut kyai,
sedang di Jawa Barat disebut ajengan. Secara nasional, term kyai kyai
lebih terkenal daripada ajengan. paralel dengan kyai adalah ulama, yang
merupakan istilah yang ditransfer dari dua sumber skriptual Al-Qur’an dan
al-Sunnah serta digunakan secara rasional. Kyai dan ulama berbeda asala
11
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Budaya, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, edisi II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 499
42
usul bahasanya, tetapi memiliki esensi yang berkualitas tinggi dalam hal
jamaah komunitasa dan masa yang diikat oleh hubungan keguyuban yang
dipimpinnya.13
kelompok elit dalam struktur sosial dan politik di masyarakat. Kyai sangat
12
Mujamil Qomar, Pesantren dari Tansformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi,
(Jakarta: Erlangga,), h.28
13
Faisal Ismail, NU Gusdurisme dan Politik Kiai, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,
1999), h. 39-40
43
jumlahnya dari kalangan santri dalam semua lapisan mulai dari anak-anak
seorang alim yang baik dan berfungsi sebagai penyaji santri senior.
14
Mujamil Qomar, Pesantren dari Tansformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi,.
Op, Cit., h.29
15
Zamakhsyari Dhofir, Tradisi Pesantren., Op. Cit, h. 95
44
mereka. Jika seorang kyai mempunyai anak laki-laki lebih dari satu,
lakinya yang lain dilatih untuk dapat mendirikan suatu pesantren yang bau,
pemimpin pesantren.
laku yang diakui oleh tradisi. Konsep sesepuh yang dituakan misalnya
terdapat dalam konsep asli dari struktur sosial dan menenukan suatu
sedangkan anak laki-laki yang lebih tua diharapkan berpindah ke luar dan
anak atau keluarga dekat seorang kyai, hingga dengan demikian murid-
pesantren. Dengan cara ini, para kyai saling terjalin dalam ikatan
16
Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial, (Jakarta: Perhimpunan Pengembangan
Pesantren dan Masyarkat (P3M), 1987), h. 78-79.
17
Zamaksyari Dhofir, Tradisi Pesantren., h. 102.
46
Tradisi seperti ini juga dilakukan oleh kyai Buntet Pesantren, para
senasab atau kepada santrinya yang dianggap pandai dan mempuni untuk
Kulon; sebelah selatan adalah Desa Kiliyem, dan sebelah barat Desa
Munjul.
tertua di Indonesia, pertama kali didirikan pada abad tahun 1750 M, oleh
KH. Muqoyyim bin Abdul Hadi, atau orang Buntet menyebutnya Mbah
Keraton.
Salah satu sifat beliau adalah tidak mau koopratif dengan Belanda,
ini.18
yang membawa nama harum bagi pesantren, sebut saja seperti Kiai
dihuni tidak kurang dari 700 santri yang datang dari berbagai daerah.
18
http://www.buntetpesantren.org/p/sejarah.html
48
Abbas Abdul Jamil, dilahirkan pada 1879, pada masa KH. Abbas Abdul
oleh putra sulungnya, KH. Mustahdi Abbas, dilahirkan pada tahun 1913.
tidak bisa berbuat banyak, karena para kiai, guru, dan para santri masih
Indonesia.
dipimpin oleh KH. Abdullah Abbas pada masa ini jumlah santri Buntet
Abbas merupakan sosok ulama yang tidak banyak bicara, tetap banyak
masyarakat.
pesantren.19
dua jalur ini, pagi hari mereka belajar di madrasah atau sekolah, sedangkan
19
Olman Dahuri dan M. Nida’ Fadlan, Pesantren-pesantren Berperngaruh di
Indonesia,(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2015), h. 2-8.
50
Tsanawiyah Nahdlatul Ulama (MTs NU) Putra I, MTs NU Putra II, dan
MTS NU Putri, Madrash Aliyah Nahdlatul Ulama (MA NU) Putra Putri,
Pesantren (IKAPB).
sekolah yang berada pada lingkungan Buntet Pesantren, dan bukan bagian
KEAGAMAAN
undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 16 ayat (1) yang
Pasal 6 ayat (1) Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan
1
Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial (Jakarta : p3m 1987), h. 44.
52
53
putrinya untuk menikah dengan kerabat terdekat, karena putra putri kyai
perintah orang tua, maka perintah orang tua terdahulu tidak dapat ditolak.
Maka hingga saat ini perkawinan antar sesama saudara atau pernikahan
2
Wawancara pribadi dengan KH Ade Nasihul Umam (Minggu, 2 agustus 2015 pukul
20.00 wib. Di kediaman beliau).
54
Buntet Pesantren itu terbagi menjadi dua bagian. bagian pertama, adalah
dahulu kepada anaknya yang akan dijodohkan, dan seorang kyai lebih
yang terdekat dari ancaman neraka. Merujuk pada firman Allah SWT.
3
Wawancara pribadi dengan KH Salman Al Farisi (Minggu, 2 agustus 2015 pukul 22.00
wib. Di kediaman beliau).
4
Wawancara pribadi dengan Ustadz M. Lutfi Yusuf (Jum’at, 31 Juli 2015 pukul 21.00
wib. Dikediaman beliau)
55
ُﺤﺠَﺎرَة
ِ ْس وَاﻟ
ُ ﯾَﺎ أَﱡﯾﮭَﺎ اﱠﻟﺬِﯾﻦَ آﻣَﻨُﻮا ﻗُﻮا أَﻧ ُﻔﺴَﻜُ ْﻢ وَأَ ْھﻠِﯿ ُﻜ ْﻢ ﻧَﺎرًا َوﻗُﻮدُھَﺎ اﻟﻨﱠﺎ
َظ ﺷِﺪَا ٌد ﻟﱠﺎ ﯾَ ْﻌﺼُﻮنَ اﻟﱠﻠﮫَ ﻣَﺎ أَﻣَﺮَھُ ْﻢ َوﯾَ ْﻔ َﻌﻠُﻮنَ ﻣَﺎ ﯾُﺆْﻣَﺮُون
ٌ ﻋَﻠ ْﯿﮭَﺎ ﻣَﻠَﺎ ِﺋﻜَﺔٌ ﻏِﻠَﺎ
َ
(6 : )اﻟﺘﺤﺮﯾﻢ
perintah Tuhan yang tertulis dalam Al Qur’an tersebut (agar kita menjaga
ahli dari api neraka) tidak terbatas kepada keluarga batih (istri dan anak-
hidup. Hidup tanpa aturan dalam kondisi tertentu bisa melahirkan benturan
di sana-sini. Memang tidak setiap hal diatur. Dalam sejumlah hal, Islam
aturan, seperti yang telah diatur oleh mazhab Syafi’i, menurut mazhab
5
Zamakhsyari Dhofir, Tradisi Pesantren Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya
Mengenai Masa Depan Indonesia. (Jakarta: LP3ES 2011), h. 109.
56
Syafi’i perjodohan pada anak perempuan yang masih perawan dan telah
baligh dan berakal dapat meminta izin kepadanya, dan diamnya si anak
ﻦ ﻋَ ْﺒ ِﺪ
ْ َ ﻋ،ٍﻦ ﺳَ ْﻌﺪ
ِ ﻦ زِﯾَﺎدِ ْﺑ
ْ َ ﻋ،ُ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺳُ ْﻔﯿَﺎن،ٍﺳﻌِﯿﺪ
َ ﻦ
ُ ﺣﺪﺛﻨﺎ ُﻗﺘَ ْﯿ َﺒ ُﺔ ْﺑ
ن
ّ َأ:ٍﻋﺒَّﺎس
َ ِ ﻋَﻦِ ا ْﺑﻦ،ُ ُﯾﺨْ ِﺒﺮ،ٍ ﺳَ ِﻤ َﻊ ﻧَﺎﻓِﻊَ ْﺑﻦَ ﺟُﺒَ ْﯿﺮ،ِﻀﻞ
ْ اﻟﻠَّﮫِ ْﺑﻦِ اﻟْ َﻔ
،ﻦ وَﻟِﯿِّﮭَﺎ
ْ ِﻖّ ﺑِﻨَ ْﻔﺴِﮭَﺎ ﻣ
ُ َ " اﻟﺜَّﯿِّﺐُ َأﺣ:َﺳَّﻠ َﻢ ﻗَﺎل
َ َﻋﻠَ ْﯿﮫِ و
َ ﷲ
ُ اﻟ َﻨّ ِﺒﻲَّ ﺻََﻠّﻰ ا
tuanya harus memperoleh izin dari si Janda dan tidak cukup sekedar
ﻖ ﻟِﻨَ ْﻔﺴِﮭَﺎ
ﺐ أَﺣَ ﱠ
ُ ن رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ و ﺳﻠﻢ ﻗَﺎلَ اﻟﱠﺜﱢﯿ
ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋَﱠﺒﺎسٍ اَ ﱠ
Janda lebih berhak atas dirinya dari pada walinya dan kepada
gadis perawan dimintai persetujuannya dan tanda persetujuannya adalah
diam. (HR. Muslim)
57
a. Hak-hak Allah
c. Hak wali.
orang yang akan nikah dengan seseorang yang dilarang nikah dengannya
dan sebagainya. Apabila hak Allah ini tidak diindahkan maka pernikahan
menjadi batal.
Di samping itu ada hak-hak orang yang akan nikah dan hak wali.
Mengenai hak-hak orang yang akan nikah dan hak wali ini tersebut dalam
hadist :
ﻦ وَﻟِﱢﯿﮭَﺎ
ْ ِﻖ ﻟِﻨَ ْﻔﺴِﮭَﺎ ﻣ
ن رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ و ﺳﻠﻢ ﻗَﺎلَ اﻟﱠﺜﱢﯿﺐُ أَﺣَ ﱠ
ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋَﱠﺒﺎسٍ اَ ﱠ
Janda lebih berhak atas dirinya dari pada walinya dan kepada
gadis perawan dimintai persetujuannya dan tanda persetujuannya adalah
diam. (HR. Muslim).
6
http://hakamabbas.blogspot.com/2014/03/nikah-
paksa.html#sthash.Ha3hqPgk.dpuf (Senin, 31 Agustus 2015 pukul 22.30 wib)
58
Hadits di atas menerangkan bahwa orang-orang yang akan nikah baik laki-
laki ataupun perempuan mempunyai hak atas pernikahannya, begitu pula walinya.
Akan tetapi orang yang akan nikah lebih besar haknya dibanding dengan hak
walinya dalam pernikahannya itu. Wali tidak boleh menikahkan anak
perempuannya dengan laki-laki yang tidak disukai. Wali berkewajiban meminta
pendapat anak perempuannya mengenai laki-laki yang akan dijodohkan, apakah ia
mau menerima laki-laki itu atau menolaknya.7
Di dalam Islam, hak ijbar dimaknai sebagai bimbingan atau arahan seorang
wali kepada putrinya untuk menikah dengan pasangan yang sesuai. Adanya
keihlasan, kerelaan dan izin dari seorang anak gadis adalah hal yang tidak bisa
diabaikan, sebab seorang anaklah yang akan menjalani kehidupan rumah tangga
dan waktunya rentang lama (permanent/muabbad) dan bukan untuk waktu yang
sementara (muaqqat).
C. Analisis Penulis
7
Ghazali Mukri, terj. Panduan Fikih Perempuan, karya Yusuf Al Qardhawi,
(Yogyakarta: Salma Pustaka, 2004), h. 126.
59
(sekufu) dalam islam, dan alasan yang menjadi prioritas kyai Buntet
agamanya. Dalam arti bahwa calon suami dan calon istri harus seagama
seimbang. Selain itu, calon suami dan calon istri diharapkan masih
8
Abī Abdillāh Muhammad bin Ismā’il bin Ibrāhim bin al-Muġīrah al-Bukhāri al-Ja’fiy,
Şahīh al-Bukhārī, (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1992), h. 445.
9
Wawancara pribadi dengan KH Ade Nasihul Umam (Minggu, 2 agustus 2015 pukul
20.00 wib. Di kediaman beliau).
60
beragama Islam.10
atau yang bukan keturunan kyai, maka dikhawatirkan akan timbul rasa
tidak percaya diri dari salah satu pasangan dan menyebabkan akan
undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 16 ayat (1)
10
Kompilasi Hukum Islam: Himpunan Peraturan Perundang-Undangan, (Bandung:
Fokus Media, 2012), h. 16.
61
dapatkan.
Falahiyyah Futuhiyyah).
dengan Endah Ayu Fikriyah binti K.H Adib Rofi`uddin Izza (Pondok
Pesantren al-Inaroh).
darul Hijroh).
Pesantren Al Istiqomah).
Al Istiqomah).
62
7. Nuruddin bin Kiai Abdul Jalil dengan Elok binti KH Anas Arsyad
Falahiyah Futuhiyah).
garis keturunan yang sama dan berdekatan atau dapat dikatakan senasab.
baik bagi masyarakat maupun santrinya. Dan yang paling penting yaitu
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pesantren sah menurut agama Islam, hanya saja diperlukan adanya dialog
3. Doktrin untuk taat dan patuh terhadap orang tua sangat ditekankan dalam
apa yang telah diperintahkan orang tuanya kepada anaknya, di sinilah yang
anaknya.
4. Rata-rata yang telah dijodohkan orang tuanya atau kyai Buntet Pesantren
mawadah warahmah. Dalam hal ini berarti mindset (pola fikir) masyarakat
63
64
warahmah.
B. Saran
tua atau kyai harus mengadakan dialog dan musyawarah kepada anaknya
yang baik sudah menjadi tolok ukur kriteria pasangan yang baik. Dan
diberitahu jauh-jauh hari kepada anak yang akan dijodohkan, agar si anak
dapat saling mengenal satu sama lain, walaupun kedua orang tua mereka
4. Bagi anak yang dijodohkan apabila merasa dipaksa oleh orang tuanya
2009.
Darussalam, 2004.
Aziz, Abdul. ensklopedia Islam. Jakarta: PT. IkhtiarBaru Van Hoove, 1994.
Bakri, Sidi Nazar. Kunci Keutamaan Rumah Tangga (Keluarga Yang Sakinah).
Bukhari, al, Muhammad bin Ismail, Sahih Al-Bukhari. Beirut: Dar Al-Fikr.
Pustaka, 1994.
65
66
Salim, 2007.
Fadlullah, Sayyid Muhammad Husain Dunia Wanita dalam Islam, alih bahasa.
Yogya, 1999.
Mujib, Abdul dkk, dalam Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, kajian
Bintang, 1974.
67
Telaah Kritis terhadap Keberadaan Saat ini. Jakarta: Yayasan Islam Al-
Persada, 2009.
2009.
www.buntetpesantren.org/p/sejarah.html.
www.hakamabbas.blogspot.com/2014/03/nikah-
22.30 wib).
69
70
PEDOMAN WAWANCARA
Pesantren.
2. Seberapa penting peran orang tua menentukan pasangan hidup untuk anaknya.
terdeka.
4. Faktor apa saja yang menjadikan para kyai menjodohkan putra putrinya.
69
71
HASIL WAWANCARA
Pesantren.
Riwayat asal mula tradisi perjodohan di Buntet Pesantren, dimulai dari pesan KH
Abdul Jamil kepada anak-anaknya “Kawinnya jangan saam orang jauh, lebih
baik dengan orang dekat (saudara)”. Penjelasannya adalah, jika kita menikah
dengan orang dekat (saudara) dapat saling memaklumi baik kekurangan maupun
kelebihan kita, karena yang namanya perkawinan itu tidak bisa lepas dengan
anaknya.
Peran orang tua masih sangat besar dalam menjodohkan putra putrinya.
terdekat.
menjaga keturunan. Oleh sebab itu pernikahan dengan saudara agar untuk
4. Faktor apa saja yang menjadikan para kyai menjodohkan putra putrinya.
faktor yang menjadi alasan untuk menjodohkan, akhlak yang sholeh dan seorang
69
72
kyai akan menjodohkan putrinya dengan lelaki yang bisa ngaji (pintar dalam ilmu
agama).
Ada yang sudah dijodohkan sejak kecil, tapi kebanyakan dijodohkan saat
perjodohan.
Iya, tradisi perjodohan berdampak positif bagi masyarakat dan keluarga Buntet
Pesantren, oleh sebab itu tradisi perjodohan masih lestari di keluarga Kyai
Buntet Pesantren.
Yang menjadi dasar para Kyai menjodohkan putra putrinya adalah hadis yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. “seorang perempuan dinikahi karena empat
karena agamanya”.
Pesantren.
69
73
anaknya.
Saat ini peran orang tua hanya menawarkan kepada anaknya yang akan
dijodohkan, apakah ia bersedia atau tidak. Tidak ada unsur pemaksaan seperti
dulu.
terdekat.
Kebanyakan iya pada kerabat terdakat, tetapi ada juga kepada keluarga kyai di
4. Faktor apa saja yang menjadikan para kyai menjodohkan putra putrinya.
perjodohan.
Persontase perjodohan di Buntet Pesantren telah menurun. Oleh sebab itu dapat
dikatakan hanya beberapa kyai saja yang masih menerapkan konsep perjodohan.
Pesantren.
69
74
Riwayat asal mula tradisi perjodohan di Buntet Pesantren, dimulai dari pesan KH
Abdul Jamil kepada anak-anaknya “Kawinnya jangan saam orang jauh, lebih
baik dengan orang dekat (saudara)”. Penjelasannya adalah, jika kita menikah
dengan orang dekat (saudara) dapat saling memaklumi baik kekurangan maupun
kelebihan kita, karena yang namanya perkawinan itu tidak bisa lepas dengan
anaknya.
Peran orang tua masih sangat besar dalam menjodohkan putra putrinya. Karena
terdekat.
Tidak selalu kerabat dekat. Bisa juga dengan kerabat jauh, seperti saya sendiri
yang nikah dengan istri saya yang tidak ada hubungan kerabat dengan Buntet
4. Faktor apa saja yang menjadikan para kyai menjodohkan putra putrinya.
Ada yang sudah dijodohkan sejak kecil, tapi kebanyakan dijodohkan saat
perjodohan.
69
75
Tidak menjadi keputusan mutlak. karena saat ini sudah ada kelonggaran dalam
memilih jodoh.
Yang menjadi dasar para Kyai menjodohkan putra putrinya adalah hadis yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. “seorang perempuan dinikahi karena empat
karena agamanya”.
Pesantren.
anaknya
Sangat berperan penting, karena pihak perempuan yang dijodohi selalu menuruti
10. Apakah perjodohan pada masyarakat Buntet Pesantren selalu pada kerabat
terdeka.
69
76
Biasanya seperti itu, selalu pada keluarga terdekat atau saudara jauh. Tapi
11. Faktor apa saja yang menjadikan para kyai menjodohkan putra putrinya.
Mungkin salah satu faktornya yaitu karena keluarga dekat atau saudara dekat
jadi dijodohkan anak-anaknya, atau kalau saudara jauh, supaya lebih dekat
perjodohan.
Waktu dulu iya, tapi sekarang banyak juga banyak yang tidak melakukan
perjodohan.
Respon saya, ya semua ini pasti ada maksud baik dan intinya kalau nurut sama
69