Oleh :
RAHMAT ABDULLAH
NIM: 1112044200012
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang
senantiasa melimpahkan nikmat, rahmat, taufik, hidayah dan inayahnya kepada penulis. Sehingga pe
Rasulnya.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH). Dalam p
dari berbagai pihak, dan Alhamdulillah pada akhirnya penulis dapat
menyelesaikan. Oleh karena itu penulis secara khusus penulis ingin mengucapkan
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
vi
2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag, Ketua Program Studi Ahwal Syakhshiyyah,
Hidayatullah Jakarta.
6. Orang tua tercinta dan tersayang H. Abdullah Mide dan Hj. Sahniar Nur
atas doa tulusmu, cinta serta kasih sayang yang selalu dicurahkan,
terimakasih atas dukungan, semangat dan motivasi semoga suatu saat aku
memberikan motivasi.
vii
8. Para rekan-rekan keluarga besar Forum Silaturahmi Alumni Baitul Arqom
9. Para senior; Takdir Spd.i, Muhammad Akbar S.sy dan Eko Saputra yang
10. Sahabat terdekat penulis; Ahmad Nur Kholis, Hardian Sidiq, Khairul
12. Dan semua pihak yang telah membantu memberikan kontribusi terhadap
penyelesain skripsi ini dan tiak dapat disebutkan satu persatu namun
masukkan dan
RAHMAT ABDULLAH
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................i
LEMBAR PERNYATAAN.........................................................................iv
ABSTRAKv
KATA PENGANTARvi
DAFTAR ISIx
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah1
Identifikasi Masalah6
Pembatasan Masalah7
Rumusan Masalah7
Tujuan dan Manfaat8
Kerangka Teori dan Konseptual9
G. Metode Penelitian14
I. Sistematika Penulisan.......................................................19
KABUPATEN SOPPENG
A. Keadaan Geografis...........................................................21
x
B. Kondisi Sosial, Pendidikan dan Keagamaan....................25
1. Pengertian Ampikale...................................................29
KEWARISAN ISLAM
2. Sumber Hukum............................................................41
xi
A. Pandangan Hukum Islam Terhadap Hukum Waris Adat
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................66
B. Saran.................................................................................67
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................68
LAMPIRAN-LAMPIRAN...........................................................................71
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
hartadisepakati
telah benda dari seseorang yang telah meninggal kepada yang masih hidup.
bersama.
Sesuai Bagi
aturan undang-undang
umat hukum
Islam Indonesia, perdata
aturan Allahyaitu pembagian
tentang warisan
kewarisan kepada
telah menjadi
orang positif
hukum yang mempunyai hubungan
yang di pergunakan darah
dalam denganagama
peradilan pewaris.
dalamSebagaiamana
memutuskan
tertuang
kasus dalam KHP
pembagian (KUHPer)
maupun pasal 832
persengketaan yang berbunyi:
berkenaan “Menurut
dengan harta undang-
waris tersebut.
undang yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik
sah, maupun
1 luar kawin
Titik Triwulan Tutik,dan suami Hukum
Pengantar atau istri yangdihidup
Perdata terlama.”
Indonesia, ( Jakarta: Prestasi
Pustaka Publisher, 2006), h. 278.
Pada dasarnya aturan dan norma hukum yang mengatur mengenai hal-
1 Kaidah hukum dalam waris meliputi;
hal yang berkaitan dengan hukum waris.
pertama, hukum tertulis yaitu kaidah hukum yang terdapat dalam perundang-
(hukum adat), yaitu hukum waris yang hidup dan tumbuh dalam mayarakat
adat.1 Sifat
2
masih bersifat pluralis, yang tunduk pada hukum waris dalam kitab undang-
undang perdata barat. Sehingga saat ini Hukum waris belum unifikasi hukum.
Atas dasar peta hukum waris yang masih demikian pluralistisnya, akibatnya
terdapat keseragaman.2
dalam buku-buku Fikh, yang merujuk pada nash Al-Quran, teks Hadis Nabi, dan
ijma Fukaha. Namun, dalam KHI mengakomodir tradisi lokal dan tuntunan
Hukum kewarisan Islam dalam kitab fiqih biasa disebut faraid yaitu
hukum kewarisan yang diikuti oleh umat Islam dalam usaha mareka
Ada tiga macam sistem hukum waris yang berlaku di Indonesia. Tiga sistem
hukum yang mengatur tentang hukum waris Itu, sesuai penggolongan warga
2
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia Dalam Persepektif Islam, Adat, dan BW, (
Bandung: PT Reftika Aditama, 2007 ), h. 5.
3
Jamhari Makruf Tim Lindsey, Hukum Keluarga, Pidana dan Bisnis, ( Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2013 ), h. 73.
4
Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, ( Jakarta: Kencana, 2004 ), h. 35.
3
Indonesia sebagaimana diatur oleh pasal 163 Indische Staats Regeling(I.S) ketiga
sistem hukum di maksud adalah Hukum waris Perdata Barat (BW), Hukum waris
Islam bagi umat muslim. Oleh karena itu, masyarakat seharusnya mengikuti apa
Dalam hukum adat yang beragam antara satu dengan yang lain berbeda dan
hukum adat beserta hak-hak tradisioanal sepanjang masih hidup dan sesuai
Indonesia, yang
tergantung pada daerahnya. Dalam kewarisan adat ini ada yang bersifat
5
Titik Triwulan Tutik, Pengatar Hukum Perdata Di Indonsia, ( Jakarta: Prestasi Pustaka
Publisher, 2006 ), h. 281.
6
Undang-undang Dasar Nagara Republik Indonesia 1945, Amademen lengkap UUD
1945beserta susunan Kabinet Keja(Masa bakti 2014-2019), ( Jakarta: Bintang Indonesia, 2015 ),
h. 11.
4
yang satu dengan lainnya, berkaitan dengan sistem kekeluargaan dengan jenis
kekeluargaan yang menarik garis keturunan pihak nenek moyang laki-laki. Kedua,
pihak nenek moyang perempuan. Ketiga, sistem Parental atau Bilateral adalah
sistem yang menarik garis keturunan dari dua sisi, baik dari pihak ayah maupun
Dari ketiga sistem di atas, mungkin masih ada variasi lain yang
perpaduan dari ketiga sistem tersebut. Misanya sistem Parental atau Bilateral
merupakan kedudukan harta dalam hukum waris sejajar baik dari pihak laki-laki
penetapan ahli waris maupaun bagian harta peninggalan yang diwariskan (baik
yang material maupun immaterial).8 Namun, dari tiga sistem tersebut masing-
masing memiliki
Harta benda peninggalan pewaris yang dapat diwariskan oleh para ahli
waris dalam keadaan bersih. Para ahli waris hanya berhak terhadap peninggalan
7
Habiburrahman, Rrekonstruksi Rukum Kewarisan Islam di Indonesia, ( Jakarta:
Kementrian Agama, 2011 ), h. 97.
8
Soerjono Soekamto, Hukum Adat Indonesia, ( Jakarta: Rajawali, 2002 ), h. 259.
5
sistem nasional. Karna sistem hukum nasional mengadopsi hukum adat terutama
warisan. Jika terjadi sengketa dalam pembagian harta warisan, para ahli waris
tidak dapat memilih hukum waris mana yang akan di gunakan dalam membagi
warisan tersebut.9
Ampikale adalah sebagian harta warisan yang belum dibagi kepada ahli
waris di karenakan salah satu pewaris masih hidup (ayah atau ibu) harta tersebut
baru dapat diserahkan ke ahli waris setelah ia meninggal, akan di berikan kepada
Bugis di Kecamatan Lilirilau, sesuai dengan hukum Islam. Urf Shahih yaitu adat
yang berulang-ulang dilakukan dan diterima oleh orang banyak, yang tidak
9
Soerojo Wignjodipoeros, Pengatar dan asas-asas hukum adat, (Jakarta: Gunung
Agung, 1995), h. 173.
10
Wawancara Pribadi Drs. H. Muhtar selaku Hakim Pengadilan Agama. WatanSoppeng.
Pada tanggal 21 Desember 2015.
11
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2, ( Jakarta: Kencena, 2009 ), h. 392.
6
waris Islam dan hukum adat Ampikale yang masih dianut oleh masyarakat di
persepektif hukum Islam. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk
mengkajinya, sehingga skripsi ini diberi judul “Hukum Waris Adat Ampikale
B. Indentifikasi Masalah.
Ampikale .
adat Ampikale .
C. Batasan Masalah.
pemasalahan yang akan penulis bahas tidak meluas, maka penulis membatasinya
hanya sekitar pemahaman hukum adat Ampikale dan pendapat ulama, para
tokoh masyarakat serta tinjauan hukum Islam terhadap sistem waris adat.
D. Rumusan Masalah.
Lilirilau Kabupaten
1. Tujuan Penelitian:
Soppeng.
Soppeng.
2. Manfaat Penelitian:
Bugis.
9
1. Kerangka Teori.
tersebut untuk menghindari agar tidak terjadi perselihan antara sesama ahli waris
sepeninggal orang yang hartanya diwaris. Agama Islam menghendaki prinsip adil
dan keadilan sebagai salah satu sendi pembinaan masyarakat dapat ditegakkan.
Ketentuan tersebut tidak dapat berjalan baik dan efektif tanpa ditunjang oleh
syarat- syarat kewarisan. Unsur kewarisan ada tiga yaitu matinya pewaris, ahli
waris dan harta waris (tirkah). Syarat-syarat kewarisan juga ada tiga, yang
pertama wafatnya pemberi waris secara hakekat atau menurut hukum. Kedua,
mewarisi.12
Ash shabuni berpendapat bahwa tirkah ialah sesuatu yang ditinggalkan oleh
pewaris (orang yang meninggal dunia) baik berupa uang, atau hak-hak materi
lainnya yang disebut juga maurus. Pendapat jumhur ulama, bahwa tirkah
mempunyai arti yang lebih luas dari pada maurus, tirkah yaitu apa yang mencakup
harta benda maupun hak-hak keuangan, termasuk hutang pewaris, biaya yang
12
Muhammad Ali Ahs Shabuni, Hukum Waris Menurut Al-Quran dan Hadis terj. Zaini
Dahlan, ( Bandung: Trigenda, 1995), h. 56.
1
digunakan untuk perawatan mayit dan juga pelaksanaan wasiat yang ditinggalkan
adalah kewarisan. Kewarisan pada dasarnya merupakan bagian yang tidak dapat
terpisah dari hukum. Sedangkan hukum adalah bagian dari aspek ajaran Islam
quran atau As-Sunnah dengan jelas dan konkret, bahkan mencapai ijma‟
pewaris) beralih kepada ahli waris berlaku setelah pewaris meninggal. Asas ini
Islam hanya mengenal satu bentuk kewarisan yaitu kewarisan akibat kematian
semata, dalam hukum perdata disebut dengan kewarisan abintestato dan tidak
mengenal kewarisan atas dasar wasiat yang dibuat ketika pewaris masih hidup.14
sabibiyah (karena hubungan perkawinan) yaitu suami dan istri. Kedua, ahli waris
menjadi dua golongan yaitu ahli waris zawi al-furud dan ahli waris asabah. Ahli
waris zawi al-furud ialah ahli waris yang sudah ditentukan bagiannya dalam al-
quran, as-sunnah, atau ijma ulama, maka marekalah yang lebih dahulu
13
Kementrian Agama RI, Problematika Hukum Kewarisan Islam Komtemporer Di
Indonesia,( Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2012), h. 114.
14
Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, h. 28.
1
mendapatkan bagian warisan. Dalam hal ini yang termasuk dalam Ahli Waris
Zawi al-Furud yaitu suami, istri, anak laki-laki kandung, anak perempuan
ayah, ibu, kakek, (bapak dari ayah) dan nenek dari jalur ayah maupun ibu.
Sedangkan ahli waris yang termasuk asabah ialah ahli waris yang diberikan
setelah ahli waris zawi al-furud diberi bagiannya sesuai dengan ketentuan, yang
termasuk dalam asabah ialah arah anak dari anak mencakup dari keturunan anak
laki-laki seterusnya, ayah seterusnya dari jalur laki-laki, saudara kandung laki-
laki seterusnya, saudara laki-laki seayah dan seterusnya, paman (saudara laki-
laki ayah) baik paman kandung maupun seayah, anak perempuan, cucu
perempuan seayah.15
untuk memperoleh bagian yang tadinya akan diperoleh orang yang digantikan
Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam pasal 185 ayat (1) Menjelaskan
“ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada si pewaris, maka kedudukannya
dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mareka yang tersebut dalam pasal 173‟,
Insani,1995) h. 53.
16
Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2004),
h. 80.
1
dan ayat (2) ”bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli
masyarakat Bugis yang dalam ushul fiqih disebut „urf yaitu adat kebiasaan.‟urf
(adat) ialah sesuatu yang dikenal oleh banyak orang dan telah menjadi tradisi
2. Kerangka Konseptual
ahli waris di karenakan salah satu pewaris masih hidup (ayah atau
meninggal, akan
hidupnya.
c. Ahli waris adalah mempunyai hak waris dari seseorang yang meninggal
dunia.
pewarisnya.
e. Ahli waris zawi al-furud adalah ahli waris yang dapat bagian tertentu
meninggal dunia) baik berupa uang, atau hak-hak materi lainnya yang disebut juga maurus.
Pangaderang adalah konsep ade‟tentang hukum adat yang isinya bicara, rapang, wari dan sar
Urf adalah bentuk-bentuk mu‟amalah (hubungan kepentingan) yang telah menjadi adat kebias
Hukum Islam adalah hukum syara yang berdasarkan Al-Quran dan
Hadis.
G. Metode Penelitian.
memperoleh data dengan cara mengamati dan melihat langsung pada obyek
masyarakat yang terlibat dalam menyelesaikan sengketa waris dalam waris adat
1
Bugis. Terkait dengan permasalahan yang akan diteliti ini penulis menggunakan
metode kualitatif.
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat
Ampikale dalam waris adat Bugis, analisis untuk dinilai dari sudut pandangan
hukum Islam.
perundang atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan
1. Data Primer
Kabupaten Soppeng.
2. Data Sekunder
18
Uhar Suharsaputra, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Tindakan, ( Bandung:
PT Refika Aditama, 2012), h. 181.
19
Amiruddin dan H. Zainal Askin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta: PT
Raja Orafindo Persada, 2004, Cetakan Pertama ), h. 118.
1
ilmiah, surat kabar dan lain-lain yang berhubungan dengan objek penelitian.
a. Lokasi Penelitian
Dalam hal ini, yang dipilih oleh penulis adalah beberapa desa antara lain
a. Wawancara
hal proses ini, hasil wawancara ditentukan oleh beberapa faktor yang
berinteraksi
1
dalam penelitian ini adalah dokumen yang berasal dari lokasi penelitian.
c. Observasi
sistematika mengenai gejala gejala yang diteliti. Penulis akan mengamati secara langsung di tempat
5. Teknik Penulisan.
Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam Skripsi ini mengacu kepada “Pedoman Penulisan Sk
yaitu
No Nama
Keterangan Perbedaan
penulis/judul/tahun
1. Frans Cory Melando Hukum waris adat Batok Ahli waris anak
Utara Medan.
berhak yang
mengatur adalah
orang tua.
Yang Berbeda Kasta, Jadi ahli waris utama desa. Karena anak
warna di dalam
masyarakat Bali
Yogyakarta.
orangtuanya.
I.Sistematika Penulisan.
Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini, penulis membuat sistematika penulisan dengan mem
Bab II Bab ini membahas tentang profil desa secara gambaran umum dan
Ampikale .
Bab III Bab ini membahas landasan teoritis sistem kewarisan menurut adat
Bab IV Bab ini membahas analisis hukum Islam terhadap pembagian warisan adat Ampikal
adat Ampikale dalam hukum Islam
A. Keadaan Geografis.
dan 120’06’13” bujur timur. Adapun Luas wilayah 187 km2.1 Kecamatan
wilayah/administrasi yaitu:
Jarak k (km)
Desa/kelurahan
Ibukota Ibukota
kecamatan Kabupaten
1 Pajalesang 1 12
2 Cabengen 1 13
1
Badan Pusat Statistik Kabupaten Soppeng
21
2
3 Paroto 9 22
4 Palangiseng 22 34
5 Tatewatu 15 12
6 Abbanuange 21 33
7 Parenring 11 19
8 Ujung 6 18
9 Masing 16 20
10 Baringen 8 21
11 Kebo 8 21
12 Macanre 2 14
Berdasarkan tabel di atas bahwa Jarak terdekat dari kelurahan ini yaitu Kelurahan Cabenge sejauh
Jumlah kelurahan/desa 4 kelurahan yaitu Pajalesang, Cabengen, Ujung dan
Keadaan Penduduk
khususnya bulan april terdapat 41.375 orang yang tercatat sebagai penduduk
2
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Soppeng
2
kecamatan lilirilau. Setiap kilometer persegi wilayah di kecamatan ini diami oleh
persegi wilayahnya.
Lilirilau, 2014
kelamin
(km2) km2
7 Parenring 25 1.959 78
adalah penduduk suku Bugis yang secara turun temurun berdiam dan tinggal di
daratan tinggi. Pola kehidupan mareka adalah bercocok tanam, terutama jagung,
padi, palawijaya dan tembakau.3 Disamping itu, mareka juga bergantung kepada
suatu sistem sosial yang menyeluh, dan merupakan identitas khususnya bagi
melalui
tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang bekualitas. Salah satu indikator
yang dapat dilihat dari keberhasilan bidang pendidikan adalah tingkat buta huruf.
3
Wawancara Pribadi Idrus, Sekretaris Kecamatan Lilirilau. Pajalesang. Pada tanggal 12
april 2016.
2
Pada tahun 2014 sarana pendidikan yang ada di kecamatan lilirilau terdiri
dari 12 pendidikan taman kanak-kanak (TK), 54 sekolah dasar (SD) yang terdiri
(SMP), terdiri dari 5 SMP Negeri, 2 SMP Swasta, dan 3 Mts, 4 sekolah menengah
Atas (SMA) terdiri dari 1 SMA dan 3 SMA Swasta. 4 Jika SD sudah merata di
setiap kelurahan/desa, tidak demikian halnya dengan SMP dan SMA. Hingga
tahun ini, desa paroto, palangiseng, parenring, dan kebo yang belum terdapat
SD SMP SMA
1 Pajalesang 9 15 -
2 Cabengen 6 3 1
3 Paroto 5 - -
4 Palangiseng 4 - -
5 Tatewatu 6 9 -
6 Abbanuange 7 1 -
7 Parenring 4 - -
4
Kantor Kecamatan Lilirilau 2014
2
8 Ujung 6 10 -
9 Masing 5 3 -
10 Baringen 6 11 -
11 Kebo 4 - -
12 Macanre 5 - 4
Sumber : Kecamatan
sahaya) Lilirilau dalam angka 2015 hubungan darah dengan Raja,
(hamba Bahkan masih mempunyai
Berdasarkan
tetapi tabel
hubungan diatas maka
kekerabatan kesimpulan
yang adalah
sudah jauh dan rasio murid terhadap
kemungkinan mareka
guru masih
dari jenjang
tercatatSD yang
dalam tertinggi
silsilah adalah raja.
keturunan desa Pajalesang dan terendah desa
Parenring. Jenjangyaitu
3. Tau Samak SMPgolongan
yang tertinggi adalahtidak
yang sudah desa menjadi
Pajalesang
Ata sedangkan
bisa juga
terendah desa ata
seseorang Abbanuange
yang telah dan Jenjang SMA
dimerdekakan yang tertinggi adalah desa
oleh seseorang.
Macenre terendah desa Cebengen.
5
Wawancara Pribadi Drs. H. Kasniady. Mpd, Ketua Muhamdiyah Kapubaten Soppeng
periode 2015-2020. Watansoppeng. pada tanggal 16 April 206
Dalam masyarakat dikenal pula adanya strata sosial, atau pelapisan
masyarakat yang dasarnya dibagi atas empat tingkatan yaitu arung (bangsawan),
tau deceng, tau samak dan ata. Berikut ini akan diuraikan secara singka
2. Tau Deceng (orang baik) kaum daeng yang tidak pernah menjadi Ata
2
4. Ata yaitu golongan hamba sahaya (sekarang sudah tidak ada lagi).
sangat menentukan kehidupan bermasyarakat. Namun saat ini sudah tidak ada lagi
dikalangan masyarakat, tetapi dalam hal-hal yang masih sering dijumpai adat
dan hukum waris adat (Ampikale) masih banyak menerapkan di pendalaman desa.
Dari segi keagamaan masyarakat Bugis bisa dibilang tergolong seragam, dilihat dari agama yang d
tenang dan damai.
salah satu kepercayaan masyarakat Bugis terhadap adat istiadat dari orang tua
terdahulu.
dalam konsep pangaderang, terdapat pula bicara (norma hukum), rapang (norma
syari’at Islam (sara’) sebagai bagian integral dari adat-istiadat Bugis, dibentuk
keagamaan secara resmi. Jadi hukum sara’ ruang lingkupnya soal pernikahan,
perceraian, dan kewarisan yang harus disesuaikan dengan syariat Islam. Karena
kebudayaan Bugis.
dasarkan pada arti konatsi yang diberikan sendiri oleh lontara, “iyya
kebiasaan negeri maka tuak berhenti menitik, ikan menghilang pula, dan padi
1. Pengertian Ampikale.
Kata Ampikale berasal dari bahasa Bugis yaitu a. mpi. ka. le artinya harta
yang di simpan untuk dirinya sebagai jaminan selama masih hidup.9 Ampikale
menjadi tuntutan
merupakan suatubagi
adatsetiap orang
istiadat tua berlaku
yang dalam perihal waris hal
di kalangan ini. UntukBugis.
masyarakat
menyimpan sebagian hartanya sebagai jaminan pada masa tua, Karena ada rasa
7
Christian Pelras, Manusia Bugis, ( Jakarta: Nalar, 2006 ), h. 212.
8
Rahman Rahim, Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis, ( Ujung Pandang: Hasanudin
University Pres Kampus, 1992 ), h. 124.
9
Muhammad Rafiuddin Nur, Aku Bangga Berbahasa Bugis, ( Makassar: Rumah Ide,
2008), h. 602.
3
Ampikale biasa disebut sebagai harta waris untuk ahli waris yang di tinggal
bersama dan merawat orang tuanya hingga meninggal. Bisa disebut pula harta
Harta yang dimiliki orang tua tersebut diberikan kepada anaknya atau orang
yang boleh diperjualbelikan.11 Namun, ada pula yang berpendapat bahwa harta
yang diperoleh dari Ampikale tidak boleh diperjual belikan, dengan alasan harta
diperioritaskan kepada anak kandung yang sudah ditentukan dari orang tua.
Oleh karena itu, harta Ampikale khusus seorang yang memilikinya sehingga dia
10
Wawancara Pribadi Idrus, Sekteraris Kecamatan Lilirilau. Pajalesang. Pada tanggal 12
April 2016.
11
Wawancara Pribadi Drs. Andi Sarimin Msi, Tokoh Masyarakat. Pajalesang. Pada
tanggal 14 April 2016.
12
Wawancara Pribadi Drs. H. Kasniady Mpd, Ketua Muhammadiyah Kabupaten
Soppeng. Watansoppeng. Pada tanggal 16 April 2016.
3
c. Harta peninggalan.
3. Sistem Pembagian.
Kecamatan Lilirilau mengikuti sistem pembagian waris berdasarkan syariat Islam yaitu 2:1. Ses
ana‟buranewe nabalancai alena. Parellutoi nabalancai bainena. Naiya ana
ribalancaisirilakkainna. Artinya “Anak laki-laki berhak mendapatkan bagian warisan dua kali lip
Bahwasanya sudah tidak bisa diubah berdasarkan kondisi, misalnya 2:1.
Karena ketentuan ini sudah diatur dalam kompilasi hukum Islam. Sesuai
dengan syariat Islam, sedangkan dalam hukum adat Bugis ada dua metode
13
Muhammad Yusuf, ed., Revansi Nilai-Nilai Budaya Bugis Dan Pemikiran Ulama
Bugis Studi Atas Pemikiran Dalam Tafsir Bahasa Bugis Karya MUI Sulsel, ( MUI Sulsel, 1988:
217) Makassar: UIN Alauddin Makassar Dpk Pada Stai Alfurqon, 2013 ), h. 211.
3
pembagian harta. Kedua, dibagi rata oleh pewaris.14 Adapun contoh pembagian
Ampikale sebagai berikut: Orang tua mempunyai sawah 5 hektar dan memiliki
tersebut menjadi hak anak yang mengasuh orang tuanya hingga meninggal, dan
sisanya yang 4 hektar dibagi rata kepada 4 anak tersebut. Karena Ampikale
merupakan hak orang tua memberi harta lebih kepada anaknya yang merawat
hingga akhir hayat. Kemudian harta dari ampikele menjadi hak ahli warisnya.
tua sangat setuju karena ini merupakan upah bagi sauda ra yang telah
merawat orang tuanya di masa tua.15 Kedua, anak yang tidak mendapatkan
Ampikale sangat tidak setuju karena merasa ketidakadilan dan rasa iri
terhadap saudaranya yang diberi harta lebih dari orang tua dengan alasan
telah merawat.
dipercayai
masalah lebih memahami permasalahan yang berkaitan dengan Ampikale,
namun jika tidak menemukan solusi juga perkara tersebut di proses melalui
14
Wawancara Pribadi Drs.H. Kasnidy Mpd, Ketua Muhammadiyah Kabupaten Soppeng.
Watansoppeng. Pada tanggal 18 April 2016.
15
Wawancara Pribadi H. Musriadi, S.ag MH, Tokoh Muhammadiyah. Pajalesang. Pada
tanggal 20 April 2016.
3
Baba Bin Mannessa sebagai pengugat Melawan Abu Bin Mannessa Dkk
meninggal dunia pada tahun 1976 dan almarhumah perempuan Manni binti
masing yaitu: Abu Bin Mannessa, Baba Bin Mannessa, Saleha Binti
Namun kebiasaan yang terjadi, jika anak yang telah mendapatkan hak
perogratif orang tua dalam menetapkan hak-hak yang didapatkan oleh anak.
16
Putusan Pengadilan Agama Watansoppeng nomor: 532/Pdt.G/2013/PA Wsp.
BAB III
KEWARISAN ISLAM
Hukum
maupun waris tidak
immaterial, sajamana
yang terdapat
daridalam hukumtertentu
seseorang adat, tetapi
dapatjuga
di terdapat
serahkan
dalam hukum
kepada Islam danserta
keturunannya hukumyangbarat. Hal ini
sekaligus bukan saat,
mengatur saja cara
akibatdanadanya
proses
pembagian dalamdari
peralihannya pasal
harta63yang
dandimaksud.
pasal 1321
I.S, tetapi kenyataannya sekarang
masih terasa
Jadi, dan terdapat
hukum adat pembagian itu. Untuk
mengatur tentang membedakan
hukum perkawinanhukum waris
adat, hukum
harta warisan, siapa pewari dan ahli waris, serta cara bagaimana harta
warisan (hak maupun kewajiban) di ahlikan dari pewaris kepada ahli waris.
Hukum waris adat adalah salah satu aspek hukum dalam lingkup
dari pewaris kepada para warisnya. Cara penerusan dan peralihan harta
kekayaan itu dapat berlaku sejak pewaris masih hidup atau setelah pewaris
meninggal dunia.
yaitu :3
2
M. Rasyid Airman, Hukum Waris Adat Dalam Yusriprudensi, ( Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1988), h. 9.
3
Elfrida R. Gultom, Hukum Waris Adat Di Indonsia, ( Jakarta: Literata, 2010 ), h. 46.
3
masing.
Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara
sebab setiap
lingkup manusiamanusia,
kehidupan pasti mengalami peristiwa hukum yang dinamakan
cara bagaimana dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta
kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi pada generasi
berikut.
tentang waris dalam hubungan dengan ahli waris, tetapi lebih luas dari itu.
hukum waris, tentang harta waris, pewaris, dan waris serta cara
ke pada waris.
Pada dasarnya hukum waris adat sebagaimana hukum adat itu sendiri
Pancasila dalam hukum waris adat merupakan pangkal tolak berfikir dan
pembagian
memikirkanharta
sertawarisan itu dapat
penggarisan berjalan
dalam dengan
proses rukun dan
pewarisan, agar damai tidak
penerusan
4
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia, ( Bandung : Refika Aditama, 2011), h. 1.
5
Hakim, S.A, Hukum Adat (Perorangan, Perkawinan, dan Pewarisan), ( Djakarta:
Stensil, 1967), h. 28.
3
terdapat asas kerukunan dan asas kesamaan hak dalam pewarisan, tetapi
Karena menunjukkan sifat-sifat dan corak yang khas itu, maka hukum
waris adat mempunyai tempat tersendiri dari hukum waris lainnya. Tepatlah
apa yang dikatakan oleh Soepomo, ahli hukum pidana pada generasi
mengenal asas kesamaan hak tidak berarti bahwa setiap waris akan mendapat
bagian warisan dalam jumlah yang sama, dengan nilai harga yang sama atau
Ilmu mawaris adalah ilmu pokok yang berdasarkan ilmu fiqh dan ilmu hitung yang berkaitan d
Dalam bahasa arab hukum waris biasanya disebut kata faraid. Secara
etimologis, faraidh diambil dari kata fardh yang berarti taqdir “ketentuan”.
Dalam istilah syara’ bahwa kata fardh adalah bagian yang telah ditentukan
bagi ahli waris.8 Sebab dalam Islam, bagian-bagian warisan yang menjadi hak
6
Oemarsalim, Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia, ( Jakarta: PT.Renika Cipta,
2006), h. 50.
7
Abu Malik Kamal, Tutunan Praktis Hukum Waris Lengkap Dan Padat Menurut
Alquran dan Assunnah Yang Shahih, ( Jakarta: Pustaka Ibnurumar, 2009), h. 3.
8
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), h. 479.
4
Ilmu faraid adalah ilmu yang membahas tentang peralihan hak milik
terhadap harta kekayaan. Dalam hal ini penentuan siapa-siapa saja yang
berhak menjadi ahli waris, berapa bagian masing-masing ahli waris, kapan
kebendaan dari orang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya yang
masih
atau fikih mawaris adalah ilmu yang membicarakan hal ihwal pemindahan
9
Ahmad Rofiq , Hukum Islam di Indonesia, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995 ),
h. 355.
Muhammad Amin Suma, Keadilan Hukum Waris Islam, ( Jakarta: PT Rajagrafindo
10
harta peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia kepada yang masih
dalil yang bersumber dari as-sunnah. Ketiga, dalil-dalil yang bersumber dari
a. Alquran
Dasar hukum bagi kewarisan adalah nash atau apa yang ada dalam
- QS An Nisa’ ( 4 ) : 7
ظا
ً ثا َمْفَُشmًص
ٍِ ص َش َوmَُل ًَّ ِمًُْى َأ َْ َو
13
H.R. Otje Salman, Hukum Waris Islam, ( Bandung : Aditama, 2006 ), h. 3.
4
Artinya : “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-
bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula)
dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau
banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”.
hukum kewarisan dalam Islam, namun pemakalah hanya merumuskan satu ayat
yang lebih universal, yang sering dipakai untuk rujukan atau dalil kewarisan
dalam Islam.
QS An Nisa ( 4 ) : 9
ُُ
ٌٍَََْ ٌُُما َل ًٌُْا َس ٌِذ ًذا ًَ ِظَعاًفا َخاُفا ٍَْفَّرُمُا ٌٍَّا ٌَِّّ ُ ٍَِش ٌَ ُْ َذ َشُوا ٍَْخف
رس ًح َ ْخ
ٌٍَْ
ْم ِم ْه
QS An Nisa ( 4 ) : 11
14
Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, ( Jakarta: PT. Bina Aksara, 1981
), h. 7.
4
ٌَ ن
ْ َذٌ َفِإ
ٌَ ن
ْ ن ِإَ ِمَما َذ َش ُ ٍُىَما اٌسُُذmَْاِحذٍ ِم
س َ ََأ ًٌَُِْت ٌِ ًُِى
ٌَِ ْ َاِحَذجً ٍَفا اٌِى
َ ْ ن َواَو
د ْ َِإ
َ
ْم ًٌَُ ن
َ َوا ص
ُف
ص ٍَِتا
ًِ ٌُ صٍح
ٍَِ َ ه َتْعِذ ُ ُن ًٌَُ ِإَُْخٌج ٍَِفُأًِم اٌسُذ
ْ س ِم َ ن َوا ُ ٍُصmٌُه ًٌَُ ٌَذٌ َ َِسًَُش َأَت َُاُي ٍَِفُأًِم ا
ْ س َفِإ ْ َُى
ٌ
ن َعٍِ َحٍِىًما
َ ن ٌٍَا ًَ َوا
َ ه ًٌٍَِا ِإ
َ ع ًح ِم
َ ب ٌَُى ْم َو ْفًعا َفٌِش
ُ َن ٌٍَُأمْ َأ لْ َش
َ ََأْتَىاؤُُوْم ٌَا َذ ْذُس
َ ه آَتاؤُُو ْم
ٍ ٌََْأ َْ د
ًما
QS An Nisa ( 4 ) : 12
4
َ ٌذ ٍََُف َه
ٌَ ن
َ َ ٌذ ْن َوا ٌَ ْن ٌَ ْم ٌَُىه
ْ َهَ ٌاُشُت ُع ِمَما َذ َشْورُْم ِإ
ٌٍَُ ص َه ٍَِتا َأ َْ دٌَْ ٍه
ٍِ ٌُ صٍح
ٍَِ َ َتْع ِذ
ٌَُىْم َفِإ ٌَُى ْم
ِه َتْعذ
ْ س ِم
ِ ٍُصmُه ٌَِر َفٍُ ُش َشَواءُ ًِف ٌا
ْ صَش ِمmَن َواُوُا َأْو ُ َاِحٍذ ِمٍُْىَما اٌسُُذ
ْ س َفِإ َ ٍَِف ُِ ًى ٌ خ َْأ ُأْخ
د ٌ َأ
ه ْم َ
b. Hadits
4
terdapat dalam hadits nabi Muhammad SAW. Dari sekian banyak hadits
Artinya: Dari Ibnu Abbas R.A dari Nabi SAW berkata :“Berikanlah faraid ( bagian-bagian yang dite
أن اته اتىى ماخ: ع َ سٍم فماي ٍ عه عمشان ته حصٍه أن سجال أذى اٌىثى
ًٍ صى اهلل
Artinya: “Dari „Imran bin Husain bahwa seorang laki-laki mendatangi Nabi sambil berkata : “bah
سم ذ ٍعمُا اٌفشائط َ ٍعُّمي
ّ ٍ َ صى اهلل
ٍ سي اهلل
ُ الي س:ى لاي ً ت ٌشٌشج س
ً ظ ااهلل ع ً عه أ
Artinya: “Dari Abi Hurairah r.a. berkata,Rasullah saw bersabda : Pelajarilah ilmu Faraid,
Ibnu Majah)
ً عه اته عّثاس س
الي سسُي اهلل:ظ ااهلل عًى لاي
ص
ٍ
ٌع ٍَّسم اٌحُمااٌفشائط تاٍا
ًٍٍ ً اهلل
15
Amir Syarifuddin, Hukum Waris Islam, ( Jakarta: Kencana, 2004 ), h. 12.
16
Amir Syarifuddin, Hukum Waris Islam, h. 13.
17
Sunan ibn Majah, ( Riyadh : Saudi Arabia t.t.), h. 297.
4
c. Ijtihad
dijelaskan dengan Sunnah Rasul. Kemudian terhadap masalah-masalah yang tidak terpinci dalam Al-Quran
Ijtihad hanya dapat dilakukan terhadap suatu peristiwa yang tidak ada ketentuan ayatnya sama sekali maup
Yang dimaksud ijtihad disini adalah dalam penerapan hukum, dan bukan dimaksudkan untuk mengubah pe
Apabila dalam pelaksanaan pembagian warisan terdapat kekurangan maka
akan diatasi dengan cara aul (naikkan angka masalahnya) dan terdapat
18
Shahih Muslim, h. 361.
19
Idris Djakfar dan Taufik Yahya, Kompilasi Hukum Kewarisan Islam, ( Jakarta: Pustaka
Jaya, 1995), h. 24.
4
keberadaan sesuatu yang menjadi bagian atas keberadaan sesuatu yang lain.
Dengan demikian, rukun waris adalah sesuatu yang harus ada untuk
mewujudkan bagian harta waris di mana bagian harta waris tidak akan
orang hilang.
selainnya. 20
dianggap sah, ada tiga macam yaitu Pertama, matinya orang yang
seperti garis
mengetahui bahwa dirinya adalah termasuk ahli waris dari garis kekerabatan
nasab.21
20
Abu Malik Kamal, Tutunan Praktis Hukum Waris Lengkap dan Padat Menurut
Alquran Dan Assunnah Yang Shahih, ( Jakarta: Pustaka Ibnurumar, 2009 ), h. 10.
21
Komite Fakultas Syariah Universitas Alazhar, Mesir Hukum Waris h. 30.
4
dasar, prinsip, patokan, acuan atau tumpuam umum untuk berfikir atau
mengandung asas-asas yang dalam beberapa hal berlaku pula dalam hukum
itu, hukum kewarisan Islam dalam hal tertentu mempunyai corak sendiri,
berbeda dengan hukum kewarisan yang lain, yang di gali dari keseluruhan
warisan beralih kepada ahli warisnya melalui dua arah ( dua belah
22
Rachmadi Usman , Hukum Kewarisan Islam, ( Bandung: Mandar Maju, 2009 ), h. 31.
23
Moh. Muhibbin dkk, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum Positif di
Indonesia, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2009 ), h. 22.
4
pihak). Hal ini berarti bahwa setiap orang menerima hak kewarisan
dari kedua belah pihak garis kerabat, yaitu pihak kerabat garis
ditunaikan.
mendapatkan bagian dari harta peninggalan. Secara garis besar golongan ahli
perempuan , Ayah, Ibu Kakek Nenek Saudara Anak saudara Paman Anak
paman.
hak wala .
24
Abu Malik Kamal, Tutunan Praktis Hukum Waris Lengkap Dan Padat Menurut
Alquran Dan Assunnah Yang Shahih, ( Jakarta :Pustaka Ibnurumar, 2009 ), h. 22.
5
bagian tersebut adalah suami, bapak, kakek dan seterusnya keatas, saudara
pancar laki-laki dan seterusnya kebawah, ibu, nenek dari pihak bapak, nenek
Para ahli waris ashhabul- furudh yang berhak mendapatkan bagian setengah adalah suami (tidak
saudara perempuan sekandung, dan saudara perempuan sebapak.
Para ahli waris ashhabul-furudh yang berhak mendapatkan bagian sepermpat adalah suami (pu
cucu)
bersama anak laki-laki, anak perempuan, cucu laki-laki pancar laki-laki, dan
25
Suparman Usma, Fiqih Mawaris Hukum Kewarisan Islam, ( Jakarta: Gaya Media
Pratama Jakarta, 2002 ), h. 63.
5
sepertiga adalah ibu dan dua orang saudara baik laki-laki maupun perempuan
duapertiga adalah dua orang anak perempuan atau lebih, dua orang cucu perempuan panca
sekandung atau lebih, dua orang saudara perempuan sebapak atau lebih.
Para ahli waris ashhabul-furudh yang berhak mendapatkan bagian sepernam adalah bapak, ibu, k
seibu, dan cucu perempuan pancar laki-laki atau lebih.
BAB IV
Saatorang
merawat ini masih berlakuAnak
tua adalah Ampikale dalam masyarakat
perempuan Bugis diutama
menjadi prioritas Kecamatan
dalam
Lilirilau.atau
menjaga Yaitu kebiasaan
merawat orangorangtua menyisihkan
tuanya di sedikit
masa tuanya. Jadi hartanya sampaiyang
anak laki-laki ia
meninggal
berada dunia.
di desa Hartatidak
tersebut tersebut jatuh dan
diutamakan merupakan
dalam bagian ahliorang
menjaga/merawat waristuanya
yang
merawatnya hingga meninggal. Sedangkan ahli waris yang lain yang dekat
berbeda
5
terkecuali tidak mempunyai saudara perempuan. Saudara laki-laki dari ahli waris
sangat berbeda dengan desa lain. Pak Jamaluddun Selaku Kepala Desa Paranring
mengatakan bahwa Ampikale terbagi dua yaitu Ampikale pada umumnya dan
Ampikale secara khusus. Pertama, Ampikale umum merupakan adat dari turun-
temurun yang dilakukan oleh orang tua untuk menyisihkan harta sedikit untuk
Ampikale khusus adalah tanah, aset (harta dari Ampikale), penghasilanya masuk
ke pemerintah desa untuk dikelola oleh pejabat desa untuk kemaslahatan umat.
adat Bugis oleh karena itu penerapan di masyarakat masih sering digunakan oleh
orang tua untuk menyisihkan hartanya untuk keperluan diri sendiri sebagai
Ampikale
kematian sang pewaris.3 Anak tesebut dipilih oleh tokoh adat setempat sesuai
2
Wawancara Pribadi Drs.H. Syarifudin H,MH., MUI Soppeng. Watansoppeng. pada
tanggal 21 April 2016.
3
Wawancara Pribadi Sapiruddin, Tokoh adat. Baringen. Pada tanggal 23 april 2016.
5
Bahwa, jika orang tua tidak menyidiakan harta bentuk materil (uang) maka
harta Ampikale yang didapatkan oleh anak yang paling banyak membiayai prosesi
Jadi Ampikale itu berlaku di dalam masyarakat Bugis. Hanya saja dalam
Ampikale orang tua adalah segala harta benda yang ditinggalkan karena matinya
seseorang akan beralih kepada salah satunya yang dalam hal ini disebut sebagai
ahli warisnya. Setelah itu disisihkan segala menyakut keperluan orang tua
seperti ini dikenal dengan hak-hak yang berhubungan dengan harta peninggalan.
Ahmad Azhar Basyir, secara berurut sebagai berikut, hak yang berhubungan
4
Wawancara Pribadi Sapiruddin, Tokoh adat. Baringen . Pada tanggal 23 april 2016.
5
A.A Basyir, Hukum Waris cet. Ke-14, ( Yogyakarta: UII Pres, 2001 ), h. 12.
5
sudah ditentukan tentang batasan pembagian baik dalam Al-Qur’an dan Hadis.
Para ulama sepakat bahwa tirkah (harta peninggalan mayit) beralih pemilikinnya
kepada ahli waris sejak kematian, sepanjang tidak ada hutang atau wasiat.7
para ahli waris tidak menerima apa-apa. Menurut Imam AL-Syafi’i dan
mayoritas ulama mazhab Hambali mengatakan: pemilikan ahli waris masih tetap
ada dalam tirkah, apakah hutang itu mencakup semua tirkah atau sebagian saja.
mareka berpendapat bahwa tirkah beralih kepada ahli waris, baik dalam hal
mayit, antara lain yang dikeluarkan dari sepertiga harta. Kalau harta peninggalan
Pendapat para ulama, selain Imam Abu Hanifah. Hal ini sebagaimana
Hanabilah, mencakup segala apa yang ditinggalkan oleh si mayit dari seluruh
harta dan hak, baik hak-hak kebendaan maupun bukan kebendaan. Pengertian
tirkah menurut Imam Abu Hanifah, juga Ibnu Hazm adalah segala apa yang
ditinggalkan oleh orang yang meningal dunia yang berupa harta benda saja. Hal
6
Kompilasi Hukum Islam, buku II, pasal 171, huruf a.
7
Muhammad jawad Mughiniyah, Fiqih Limah Mazha, ( Jakarta: Lentera, 2011 ), h. 539.
5
pewarisan dari apa yang di tinggalkan oleh manusia setelah ia meninggal dunia
yang berupa harta benda: sedangkan hak-hak tidaklah diwariskan, kecuali hak-hak
Menurut Azhar Basyir, dalam bukunya Hukum Waris Islam, yang dimaksud
dengan harta warisan adalah: “Benda berwujud atau hak kebendaan yang
ditinggalkan pewaris. Namun, pada harta peninggalan itu terlekat hak yang
para kreditur, kemudian orang atau badan yang menerima wasiat pewaris.
Setelah tiga macam hal itu ditunaikan, barulah para ahli waris berhak atas harta
peninggalan itu.”8
menegaskan bahwa yang dimaksud dengan harta warisan atau harta peninggalan
ialah harta kekayaan dari seseorang yang meninggal dunia dapat berupa:
a. Harta kekayaan yang berwujud dan dapat dinilai dengan uang termasuk
8
A.A Basyir, Hukum waris, cet ke-14, (Yogyakarta: UII Press, 2001), h. 135.
9
Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam Di Pengadilan Agama Dan
Kewarisan Menurut Undang-Undang Hukum Perdata (BW) Di Pengadilan Negri ( Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 1992 ), h. 106.
5
dengan Urf, ditinjau dari kaidah Ushul Fiqih yang menyatakan bahwa:
انعادة محكمت
ataupun“adat kebiasaan
ucapan, dan Urfdapat
Fi’li dijadikan norma yang
yaitu kebiasaan hukum yang berlaku”.
berlaku dalam perbuatan.
soppeng
10 dan menjadi adat kebiasaan sampai saat ini.
Wawancara Pribadi H. Musriadi, S.ag MH, Tokoh Muhammdiyah. Pajalesang. Pada
tanggal 20 April 2016.
Urh (tradisi) adalah bentuk-bentuk mu’amalah (hubungan kepentingan)
11
Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqih ,(jakarta : PT. Pustaka Firdaus, 2012), h. 416.
yang telah menjadi adat kebiasaan dan telah berlangsung ajeng (konstan) di
12
M. Zein satria efendi, Ushul Fiqh, ( jakarta : PT Pustaka Firdaus, 1994), h. 45.
tengah13 Amir
masyarakat.
Syarifuddin,Sedangkan
11
menurut
Ushul Fiqh Jilid Abdul-karim
2, ( Jakarta: Kharisma PutraZaidah, istilahh. 389.
Utama, 2011), urf
berarti: sesuatu yang tidak asing lagi bagi suatu masyarakat karena telah
Ditinjau dari segi materi yang biasa dilakukan, urf terbagi menjadi dua
macam:13 Urf Qauli yaitu kebiasaan yang berlaku dalam penggunaan kata-kata
5
Segi ruang lingkup pengunaannya urf terbagi kepada adat atau urf umum
menolak atau menidakkan. Adat atau urf khusus yaitu kebiasaan yang dilakukan
sekelompok orang di tempat tertentu atau pada waktu tertentu tidak berlaku di
Para ulama ushul fikih menyatakan bahwa urf dapat dijadikan sebagai
salah satu dalil dalam menerapkan hukum syara, jika memenuhi syarat berikut.15
Urf itu (baik yang bersifat khusus dan umum ataupun yang bersifat
perbuatan dan ucapan) berlaku umum, artinya urf itu berlaku dalam mayoritas
mayoritas masyarakat.
Pertama, Urf itu telah memasyarakat ketika persoalan yang akan ditetapkan
hukumnya itu muncul. Artinya urf yang akan dijadikan sandaran hukumitu lebih
ushuliyyah berbunyi :”urf yang datang kemudian tidak dapat dijadikan sandaran
Kedua, Urf itu tidak bertentangan dengan yang diungkapkan secara jelas
Keempat, Urf dilihat dari segi kacamata islam, ia terbagi menjadi dua yaitu:
urf shahih dan urf fasid. Pembagian ini sebenarnya merujuk kepada pengert ian
bahwa urf dan adat sinomin. Dari segi ini urf terbagi menjadi dua :16
Pertama, Adat yang sesuai hukum Islam adalah adat yang berulang-ulang
dilakukan, diterima oleh orang banyak, tidak bertantangan dengan agama, sopan
Kedua, Adat tidak sesuai hukum Islam adalah adat yang berlaku di suatu
Namun demikian ada syarat-syarat yang menyebabkan adat dapat diterima yaitu :
1. Perbuatan yang dilakukan logis dan relavan dengan akal sehat. Syarat
perbuatan maksiat.
sunnah
4. Tidak mendatagkan kemudaratan serta sejalan dengan jiwa dan akal yang
sejahtera.17
16
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, ( Jakarta : Kharisma Putra Utama, 2011 ), h. 392.
17
Mushlih Usman, Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah, ( Jakarta: PT Raja grafindo
Persada,1997), h. 142.
6
selalu mengutamakan rasa saling menerima dan saling rela setiap kali ada harta
yang akan dibagi dan para ahli waris selalu mengadakan musyawarah. Semua itu
Di bawah ini adalah salah satu kasus yang terjadi dalam pembagian waris
kebun cengkeh dan 4 hekter sawah. Dalam pembagian waris adat Bugis yaitu
dibagi rata harta peninggalan warisan kesemua anaknya. Kemudian orang tua
menyisihkan sebagian hartanya untuk biaya kehidupan masa tuanya dan biaya
pemakaman sebasar 5 juta dan 1 hektar sawah. Ahli waris yang berhak
mendapatkan Ampikale yaitu anak Laki-laki anak yang kedua dari 3 bersaudara.
Anak yang berhak mendapatkan Ampikale dari orang tua adalah anak kedua di
karenakan anak kedua yang merawatnya dan tinggal di rumah orang tuanya.
pertama
Anak tinggal di kota Makassar, anak ketiga tinggal di Kota Watansoppeng.
Anak pertama dan ketiga anak tidak mempermasalahkan Ampikale dari orang tua
Ampikalenya adalah sisa dari 5 juta, rumah yang di tempati orang tua d an uang
18
Wawancara Pribadi H.Tahira. Cabengen. Pada tanggal 25 april 2016
6
cengke dan 4 hekter sawah dibagi rata oleh ketiganya, jadi masing-masing anak
mendapatkan 1 kebun cengke dan 1,3 hekter sawah. 15 juta dibagi rata masing-
Hukum Islam telah mengatur pembagian waris agar tidak terjadinya konflik
dalam pembagian harta waris. Pembagian (2:1). Anak laki mendapatkan ½ dan 2
an-nisa ayat 11
Adapun dengan harta yang disediakan untuk ahli yang merawat orang tua
ahli waris (Ampikale) yang berhak mendapatkan warisan dari pewaris. Islam
memberikan hak waris kepada anak kecil, orang dewasa, laki-laki, dan
perempuan. Dalam hal ini allah swt. Berfirman:
ضا
ً با َمْفرُوmًصي
ِ ث َر َوmُم ِمْىُه َأ ْو َك
َ ّ َق
Artinya : “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-
bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula)
dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau
banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”.
6
Pembagiannya :
sawah.
mengunakan hukum adat Ampikale dari pada hukum Islam. Dalam menerapkan
hukum adat Ampikale tersebut terbagi menjadi dua perihal kewarisan adat
Hukum waris telah ditetapklan syariat Islam yang dijelaskan dalam Al-
Qur’an dan Hadis. Masing-masing anak mempunyai hak waris dari orang tuanya,
6
baik laki-laki maupun perempuan. Hak waris tersebut akan didapatkan ketika
orang tuanya telah meninggal dunia. Berbeda halnya dengan Ampikale yang hak
waris itu telah disisihkan oleh orang tuanya terhadap si ahli waris, semasa orang
mendapatkan hak waris adalah adanya pewaris, harta, selain ahli waris. Ampikale
Ahli waris yang merawat orang tua akan mendapatkan hak waris lebih banyak dibandingkan denga
Menurut ulama setempat, ahli waris Ampikale itu dibolehkan dengan syarat-
syarat adanya tanggung jawab yang lebih dibanding anak-anak yang lain. Telah
disetujui oleh keluarga.19 Harta yang didapat tidak melebihi 1 harta yang ada dan
3
نعاَدُة
َ ت ا
ٌ َُم َحَكم
ُ ف انَثاِب
ت ِ ن ُع ْرmت ِب ْا
ٌ م َثاِب
ٍ يmْي ِب َدِن
ٍ ع
ِ َْشر
19
Wawancara Pribadi Drs.H. Kasnidy Mpd, Ketua Muhammadiyah Kabupaten Soppeng.
Watansoppeng. Pada tanggal 18 April 2016.
20
Wawancara Pribadi Drs.H.M. Baharuddin.H.D, Ulama NU. Cabengen. pada tanggal 22
April 2016.
21
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2, ( Jakarta : Kencana, 2008 ), h. 394.
6
karena segala sesuatu boleh dan tidak ada nash yang mengharamkan Ampikale.
berlansung lama, diterima oleh orang banyak dan tidak ada unsur fasad di
dalamnya. Maka adat kebiasaan Ampikale itu dapat dijadikan norma hukum
dengan hukum Islam, dengan alasan saling ridho karena mempunyai tanggung
jawab yang lebih terhadap perawatan orang tua mereka selama masih hidup.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan.
merupakan kebiasaan orang tua yang dilakukan secara turun temurun menyisihkan sebagian h
2. Secara umum, ulama setempat berpendapat bahwa Drs. H. Arifuddin jailani (Mui Sopppen
Sesuai dalam istilah ushul fiqih
3. Ampikale dalam hukum Islam tidak bisa diqiyaskan dengan urf. Adat
dalam hal ini Islam memandang Ampikale sebagai urf shahih yang
66
67
B. Saran.
sampai saat ini masih berlaku dan ditaati oleh masyarakat setempat
baik.
Al-Qur’an
Kamal, Abdul Malik. Tutunan Praktis Hukum Waris Lengkap Dan Padat Menurut
Alquran Dan Assunnah Yang Shahih. Jakarta : Pustaka Ibnu Umar, 2009.
Komite fakultas syariah universitas alazhar, mesir hukum waris
68
6
Sabiq,Thalib,
Sajuti Sayyid.Hukum
Fiqih Sunnah. Jakarta
Kewarisan :Pena
Islam Di Pundi Aksara,
Indonesia. 2006.PT. Bina Aksara,
Jakarta:
1981.Soerjono. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: Rajawali,
Soekamto,
Thalib, Sajuti.
Kencena, 2004.Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia. Jakarta : PT. Bina Aksara,
1981.
Syarifuddin,
Tutik, Amir. Hukum
Titik Triwulan. Kewarisan
Pengantar Hukum Islam Edisi
Perdata Kedua. Jakarta:
di Indonesia. Jakarta PT
: Prestasi
Adhitya Andrebina Agung,
Pustaka Publisher, 2006. 2015.
Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh, Jilid 2. Jakarta : Kencena, 2009.
71