Anda di halaman 1dari 84

PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK

MENURUT ADAT SUNDA


( Studi di Desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat )

Oleh:
NUR FAIZAH
NIM. 103044128039

KONSENTRASI AHWAL AL-SYAKHSIYAH


PROGRAM STUDI PERADILAN AGAMA
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
‫ ا ا  ا‬
KATA PENGANTAR

Dengan segenap kerendahan dan ketulusan hati, penulis panjatkan segala puji

dan syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam. Yang Maha Pandai lagi

Maha Menguasai, yang selalu memberikan perlindungan kepada seluruh hamba-Nya

dengan kasih dan sayang-Nya yang Maha Luas. Shalawat serta salam senantiasa

tercurah kepada pemimpin suri tauladan terbaik sepanjang zaman. Nabi besar

Muhammad SAW, semoga kita termasuk dalam umat yang mendapat syafaatnya

kelak di hari kiamat, amin.

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis begitu banyak mendapatkan

dukungan, motivasi, arahan serta bimbingan dari berbagai pihak yang telah

membantu dan memudahkan proses penyusunan skripsi ini hingga selesai. Untuk itu

pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tiada terhingga kepada :

1. Prof. Dr. Drs. H.M. Amin Suma, SH.,MA.,MM Dekan Fakultas Syariah dan.

Dr. Mujar Ibnu Syarif, M. Ag pembantu dekan I bagian akademik. Untuk Ibu

Afidah Wahyuni dosen pembimbing akademik, beserta para staf akademik

lainnya yang dengan ketulusan dan kesabarannya telah membantu kelancaran

penyelesaian skripsi ini.


2. Dr. Mujar Ibnu Syarif, M. Ag, yang dengan sabar dan ikhlas telah bersedia

meluangkan waktu serta ilmunya untuk mengarahkan dan membimbing

penulis sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Ucapan cinta dan sayang yang teramat, ditujukan kepada orang tua penulis

Bpk. H. Djamal Abdul Nasser dan Ibu Suryanah Djamal, atas doa dan kasih

sayang yang tak terhingga. Terimakasih untuk semua pelajaran hidup yang

sangat berharga, yang hanya penulis dapatkan dari keluarga yang dipimpin

oleh orang tua sehebat kalian. Semoga Allah SWT memuliakan mereka

didunia dan akhirat. Amin.

4. Untuk kakakku Nur Fauziah Gamal dan adik-adikku ( Nur Afriani Aziziah,

Muhammad Husein Tabrani, Abdul Wahab, dan Abdul Majid ), terimakasih

atas semua doa, dukungan dan senyumannya hingga penulis akhirnya dapat

tersenyum dan menyelesaikan skripsi ini.

5. Teman - teman di Fakultas Syariah angkatan 2003, kelas A dan B, terutama

tim KKN. Sahabat-sahabat terbaikku yang tak pernah membiarkanku sendiri :

Dede Ibnu Yusipa, Muhammad Yaseer Arafat, Nur Laila Sari, Rahmat,

Firman, Jati, Fa’i, Farhan dan Syifa Solahuddin, terimakasih atas

bantuan,semangat dan persahabatan terindah yang kalian berikan.

Jakarta, Rabiul Awal 1431


Maret 2010

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah............................................................ 1

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah........................................ 6

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ................................................. 6

D. Metode dan Teknik Penelitian................................................... 7

E. Sistematika Penulisan ............................................................... 9

BAB II PERNIKAHAN MENURUT BAHASA, HUKUM ISLAM DAN

HUKUM POSITIF

A. Pengertian Pernikahan............................................................... 11

B. Dasar Hukum Pernikahan.......................................................... 15

C. Rukun dan Syarat Pernikahan ................................................... 19

D. Tujuan Pernikahan .................................................................... 27

E. Hikmah Pernikahan................................................................... 31

BAB III DESKRIPSI UMUM TENTANG DESA CIJUREY

SUKABUMI JAWA BARAT

A. Kondisi Geografis dan Sosial ................................................... 35


B. Tata Cara Pernikahan Masyarakat Desa Cijurey Sukabumi

Jawa Barat ................................................................................ 36

BAB IV PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK MENURUT ADAT

SUNDA

A. Definisi Pernikahan Melangkahi Kakak .................................... 47

B. Adat Istiadat ................................................................................ 47

C. Pernikahan Melangkahi Kakak Dilihat Dalam Sudut Pandang

Hukum Adat dan Hukum Islam ................................................ 52

D. Pandangan Masyarakat Desa Cijurey tentang Pernikahan

Melangkahi Kakak .................................................................... 57

E. Analisis Penulis ........................................................................ 59

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................... 63

B. Saran-Saran............................................................................... 65

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 67

LAMPIRAN ......................................................................................................... 69
6. ‫ا ا  ا‬
7. Dr. Mujar Ibnu Syarif, M. Ag, yang dengan sabar dan ikhlas telah bersedia

meluangkan waktu serta ilmunya untuk mengarahkan dan membimbing

penulis sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Ucapan cinta dan sayang yang teramat, ditujukan kepada orang tua penulis

Bpk. H. Djamal Abdul Nasser dan Ibu Suryanah Djamal, atas doa dan kasih

sayang yang tak terhingga. Terimakasih untuk semua pelajaran hidup yang

sangat berharga, yang hanya penulis dapatkan dari keluarga yang dipimpin

oleh orang tua sehebat kalian. Semoga Allah SWT memuliakan mereka

didunia dan akhirat. Amin.

9. Untuk kakakku Nur Fauziah Gamal dan adik-adikku ( Nur Afriani Aziziah,

Muhammad Husein Tabrani, Abdul Wahab, dan Abdul Majid ), terimakasih

atas semua doa, dukungan dan senyumannya hingga penulis akhirnya dapat

tersenyum dan menyelesaikan skripsi ini.

10. Teman - teman di Fakultas Syariah angkatan 2003, kelas A dan B, terutama

tim KKN. Sahabat-sahabat terbaikku yang tak pernah membiarkanku sendiri :

Dede Ibnu Yusipa, Muhammad Yaseer Arafat, Nur Laila Sari, Rahmat,

Firman, Jati, Fa’i, Farhan dan Syifa Solahuddin, terimakasih atas

bantuan,semangat dan persahabatan terindah yang kalian berikan.

Jakarta, Rabiul Awal 1431


Maret 2010
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

F. Latar Belakang Masalah............................................................ 1

G. Pembatasan Dan Perumusan Masalah........................................ 6

H. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ................................................. 6

I. Metode dan Teknik Penelitian................................................... 7

J. Sistematika Penulisan ............................................................... 9

BAB II PERNIKAHAN MENURUT BAHASA, HUKUM ISLAM DAN

HUKUM POSITIF

F. Pengertian Pernikahan............................................................... 11

G. Dasar Hukum Pernikahan.......................................................... 15

H. Rukun dan Syarat Pernikahan ................................................... 19

I. Tujuan Pernikahan .................................................................... 27

J. Hikmah Pernikahan................................................................... 31
BAB III DESKRIPSI UMUM TENTANG DESA CIJUREY

SUKABUMI JAWA BARAT

C. Kondisi Geografis dan Sosial ................................................... 35

D. Tata Cara Pernikahan Masyarakat Desa Cijurey Sukabumi

Jawa Barat ................................................................................ 36

BAB IV PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK MENURUT ADAT

SUNDA

F. Definisi Pernikahan Melangkahi Kakak .................................... 47

G. Adat Istiadat ................................................................................ 47

H. Pernikahan Melangkahi Kakak Dilihat Dalam Sudut Pandang

Hukum Adat dan Hukum Islam ................................................ 52

I. Pandangan Masyarakat Desa Cijurey tentang Pernikahan

Melangkahi Kakak .................................................................... 57

J. Analisis Penulis ........................................................................ 59

BAB V PENUTUP

C. Kesimpulan............................................................................... 63

D. Saran-Saran............................................................................... 65

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 67

LAMPIRAN ......................................................................................................... 69
PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK
MENURUT ADAT SUNDA
( Studi di Desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat )

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah untuk memenuhi
syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah

Oleh:

NUR FAIZAH
NIM:103044128039

Di Bawah Bimbingan

Dr. Mujar Ibnu Syarif, M. Ag


NIP. 19711212 199503 1 001

KONSENTRASI AHWAL AL-SYAKHSIYAH


PROGRAM STUDI PERADILAN AGAMA
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M

‫ ا ا  ا‬
KATA PENGANTAR

Dengan segenap kerendahan dan ketulusan hati, penulis panjatkan segala puji

dan syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam. Yang Maha Pandai lagi

Maha Menguasai, yang selalu memberikan perlindungan kepada seluruh hamba-Nya

dengan kasih dan sayang-Nya yang Maha Luas. Shalawat serta salam senantiasa

tercurah kepada pemimpin suri tauladan terbaik sepanjang zaman. Nabi besar

Muhammad SAW, semoga kita termasuk dalam umat yang mendapat syafaatnya

kelak di hari kiamat, amin.

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis begitu banyak mendapatkan

dukungan, motivasi, arahan serta bimbingan dari berbagai pihak yang telah

membantu dan memudahkan proses penyusunan skripsi ini hingga selesai. Untuk itu

pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tiada terhingga kepada :

11. Prof. Dr. Drs. H.M. Amin Suma, SH.,MA.,MM Dekan Fakultas Syariah dan.

Dr. Mujar Ibnu Syarif, M. Ag pembantu dekan I bagian akademik. Untuk Ibu

Afidah Wahyuni dosen pembimbing akademik, beserta para staf akademik

lainnya yang dengan ketulusan dan kesabarannya telah membantu kelancaran

penyelesaian skripsi ini.


12. Dr. Mujar Ibnu Syarif, M. Ag, yang dengan sabar dan ikhlas telah bersedia

meluangkan waktu serta ilmunya untuk mengarahkan dan membimbing

penulis sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

13. Ucapan cinta dan sayang yang teramat, ditujukan kepada orang tua penulis

Bpk. H. Djamal Abdul Nasser dan Ibu Suryanah Djamal, atas doa dan kasih

sayang yang tak terhingga. Terimakasih untuk semua pelajaran hidup yang

sangat berharga, yang hanya penulis dapatkan dari keluarga yang dipimpin

oleh orang tua sehebat kalian. Semoga Allah SWT memuliakan mereka

didunia dan akhirat. Amin.

14. Untuk kakakku Nur Fauziah Gamal dan adik-adikku ( Nur Afriani Aziziah,

Muhammad Husein Tabrani, Abdul Wahab, dan Abdul Majid ), terimakasih

atas semua doa, dukungan dan senyumannya hingga penulis akhirnya dapat

tersenyum dan menyelesaikan skripsi ini.

15. Teman - teman di Fakultas Syariah angkatan 2003, kelas A dan B, terutama

tim KKN. Sahabat-sahabat terbaikku yang tak pernah membiarkanku sendiri :

Dede Ibnu Yusipa, Muhammad Yaseer Arafat, Nur Laila Sari, Rahmat,

Firman, Jati, Fa’i, Farhan dan Syifa Solahuddin, terimakasih atas

bantuan,semangat dan persahabatan terindah yang kalian berikan.

Jakarta, Rabiul Awal 1431


Maret 2010

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

K. Latar Belakang Masalah............................................................ 1

L. Pembatasan Dan Perumusan Masalah........................................ 6

M. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ................................................. 6

N. Metode dan Teknik Penelitian................................................... 7

O. Sistematika Penulisan ............................................................... 9

BAB II PERNIKAHAN MENURUT BAHASA, HUKUM ISLAM DAN

HUKUM POSITIF

K. Pengertian Pernikahan............................................................... 11

L. Dasar Hukum Pernikahan.......................................................... 15

M. Rukun dan Syarat Pernikahan ................................................... 19

N. Tujuan Pernikahan .................................................................... 27

O. Hikmah Pernikahan................................................................... 31

BAB III DESKRIPSI UMUM TENTANG DESA CIJUREY

SUKABUMI JAWA BARAT

E. Kondisi Geografis dan Sosial ................................................... 35


F. Tata Cara Pernikahan Masyarakat Desa Cijurey Sukabumi

Jawa Barat ................................................................................ 36

BAB IV PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK MENURUT ADAT

SUNDA

K. Definisi Pernikahan Melangkahi Kakak .................................... 47

L. Adat Istiadat ................................................................................ 47

M. Pernikahan Melangkahi Kakak Dilihat Dalam Sudut Pandang

Hukum Adat dan Hukum Islam ................................................ 52

N. Pandangan Masyarakat Desa Cijurey tentang Pernikahan

Melangkahi Kakak .................................................................... 57

O. Analisis Penulis ........................................................................ 59

BAB V PENUTUP

E. Kesimpulan............................................................................... 63

F. Saran-Saran............................................................................... 65

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 67

LAMPIRAN ......................................................................................................... 69
PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK
MENURUT ADAT SUNDA
( Studi di Desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat )

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah untuk memenuhi
syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah

Oleh:

NUR FAIZAH
NIM:103044128039

Di Bawah Bimbingan

Dr. Mujar Ibnu Syarif, M. Ag


NIP. 19711212 199503 1 001

KONSENTRASI AHWAL AL-SYAKHSIYAH


PROGRAM STUDI PERADILAN AGAMA
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN

P. Latar Belakang Masalah............................................................ 1

Q. Pembatasan Dan Perumusan Masalah........................................ 6

R. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ................................................. 6

S. Metode dan Teknik Penelitian................................................... 7

T. Sistematika Penulisan ............................................................... 9

BAB II PERNIKAHAN MENURUT BAHASA, HUKUM ISLAM DAN

HUKUM POSITIF

P. Pengertian Pernikahan............................................................... 11

Q. Dasar Hukum Pernikahan.......................................................... 15

R. Rukun dan Syarat Pernikahan ................................................... 19

S. Tujuan Pernikahan .................................................................... 27

T. Hikmah Pernikahan................................................................... 31

BAB III DESKRIPSI UMUM TENTANG DESA CIJUREY

SUKABUMI JAWA BARAT

G. Kondisi Geografis dan Sosial ................................................... 35


H. Tata Cara Pernikahan Masyarakat Desa Cijurey Sukabumi

Jawa Barat ................................................................................ 36

BAB IV PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK MENURUT ADAT

SUNDA

P. Definisi Pernikahan Melangkahi Kakak .................................... 47

Q. Adat Istiadat ................................................................................ 47

R. Pernikahan Melangkahi Kakak Dilihat Dalam Sudut Pandang

Hukum Adat dan Hukum Islam ................................................ 52

S. Pandangan Masyarakat Desa Cijurey tentang Pernikahan

Melangkahi Kakak .................................................................... 57

T. Analisis Penulis ........................................................................ 59

BAB V PENUTUP

G. Kesimpulan............................................................................... 63

H. Saran-Saran............................................................................... 65

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 67

LAMPIRAN ......................................................................................................... 69
BAB I

PENDAHULUAN

U. Latar Belakang Masalah

Di muka bumi ini Allah SWT menjadikan manusia berbangsa-bangsa dan

bersuku-suku supaya mereka saling mengenal, banyak cara yang terjadi di dalam

prosesnya dan pernikahan adalah salah satu media manusia untuk bisa

berinteraksi dengan manusia lainnya yang tidak mereka kenal sebelumnya.

Peristiwa saling mengenal ( ta’aruf ) tersebut seperti tercantum dalam surat Al-

Hujuuraat ayat 13 :

‫َ ِ*ََرَ(ُ"ا‬$ِ%َ&َ'َ‫ُُ"!ً و‬# ُْ‫َأََ ا سُ إِﻥ ََْ َآُ ْ ِْ ذَآَ وَأُﻥَْ وَََْ َآ‬
(13 :49/‫ت‬/- ‫)ا‬...
Artinya: “Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal…” (QS.Al-Hujuraat/49:13)

Pada dasarnya pernikahan merupakan Sunnah Rasulullah yang di syariatkan

Allah SWT kepada hamba-hambanya, karena pernikahan itu tidak hanya sebagai

kebutuhan biologis semata namun juga sebuah institusi untuk menciptakan suatu

rumah tangga yang Sakinah, Mawaddah, Warrahmah baik di dunia maupun di

akhirat.

Pernikahan dapat ditinjau dari berbagai segi: Ditinjau dari segi Hukum,

Pernikahan merupakan suatu perjanjian. Dari segi Agama, Pernikahan adalah


lembaga yang suci dan upacara pernikahan adalah suatu cara yang membantu

proses kesakralan perjanjian tersebut tanpa meninggalkan nama Allah di

dalamnya. Dan yang terakhir adalah dari segi Sosial, yaitu bahwa orang yang

berkeluarga ( menikah ) atau pernah berkeluarga mempunyai kedudukan yang

lebih dihargai dari pada orang yang tidak berkeluarga.

Oleh karena itu Islam sangat menganjurkan kepada laki-laki atau

perempuan yang telah memiliki kesiapan lahir dan bathin untuk segera

melangsungkan pernikahan, selain untuk menghindari hal-hal yang dilarang oleh

agama, menikah juga dapat memberikan jaminan rezeki kepada orang yang

melakukan pernikahan tersebut, apabila orang yang akan menikah takut akan

berkurangnya harta mereka, atau kepada orang yang tidak mampu ( miskin)

namun ingin melangsungkan pernikahan. Sebagaimana Firman Allah SWT :

َ‫ُ"ﻥُ"ا (ََُاء‬7َ ْ‫ُْ إِن‬7ِ%َِ‫َ ِْ <ِ&َدِآُْ وَإ‬9ِ-ِ: ‫ُْ وَا‬7ْ ِ َََ8ْ ‫ُ"ا ا‬-ِ7ْ‫وَأَﻥ‬
(32 :24/‫ٌ )ا "ر‬9َِ< ٌCِD‫ِْ@ِ وَا @ُ وَا‬Aَ( ِْ ُ@ ‫ُ?ْ ُِِ ا‬
Artinya; “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan
orang-orang yang layak ( berkahwin ) dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka
miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan
Allah Maha Luas ( pemberian- Nya ) lagi Maha Mengetahui.”
( Q.S.An-Nur/24-32 )

Dari ayat diatas dapat memberikan gambaran bahwa hendaknya pernikahan

itu tidak ditunda-tunda atau bahkan dilarang dengan alasan di luar syar’i,

maksudnya dilarang adalah ada salah satu daerah di Indonesia yang mempunyai

adat bahwa seorang adik yang ingin menikah dilarang untuk melangsungkan
pernikahan apabila kakaknya belum menikah, padahal adik tersebut telah siap

lahir dan bathin untuk melakukan suatu pernikahan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa suatu proses pernikahan juga tidak akan

pernah lepas dari adat istiadat yang berlaku di suatu daerah, karena pernikahan

merupakan suatu budaya yang juga mengikuti perkembangan budaya manusia itu

sendiri, yang pastinya masih berada dalam lingkup kemasyarakatan.

Seperti yang berlaku dalam adat istiadat pernikahan masyarakat sunda, ada

salah satu daerah sunda yang mempunyai tradisi atau adat istiadat yang seakan

telah berada diluar ketentuan agama, seperti tradisi peraturan pernikahan, upacara

pernikahan, dan ketentuan-ketentuan lain yang berlaku dan menjadi hukum dan

adat istiadat pernikahan yang harus diikuti oleh masyarakat sunda.

Hukum adat dalam pernikahan yang dimaksud disini adalah hukum

masyarakat (hukum rakyat) yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan

negara yang mengatur tata tertib perkawinan. Apabila terjadi pelanggaran

terhadap hukum adat maka yang mengadili adalah peradilan adat ( peradilan

masyarakat, keluarga atau kerabat ) yang bersangkutan.1

Bahkan mereka mempunyai spesifikasi sendiri tentang suatu pernikahan,

yang pernikahan itu sendiri oleh mereka di bagi menjadi dua bagian :

1. Pernikahan Biasa

1
H. Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, ( Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,
1990 ), cet ke IV, h. 14-15.
Pernikahan yang aturan dan tata caranya sesuai dengan ketentuan yang

berlaku di negara ini.

2. Pernikahan Diam-diam

Pernikahan yang aturan dan tata caranya sesuai dengan adat istiadat atau

tradisi yang berlaku di daerah ini. Dalam pernikahan ini terbagi menjadi

beberapa macam, yaitu: Kawin Gantung, Kawin Pendok ( keris ), Kawin

Sembunyi, Kawin dengan Pria Pendatang, Ditarik Kawin, Kawin Kias, Kawin

Panyela, Kawin Tua Sama Tua, Nyalindung Kagelung, Manggih Kaya, Turun

Karanjang dan Kawin Unggah Karanjang. 2 Untuk pengertiannya akan

dijabarkan pada bab II.

Ada suatu istilah pernikahan yang sering digunakan oleh masyarakat sunda

khususnya di desa Cijurey yaitu “Karunghal” atau lebih dikenal dengan istilah

pernikahan melangkahi kakak kandung. Artinya adalah suatu pernikahan yang

tidak diizinkan terjadi apabila pengantin yang akan menikah melangkahi kakak

perempuannya yang belum menikah, karena menurut adat tersebut itu merupakan

suatu hal yang tidak baik yang bisa juga dianggap melanggar larangan adat itu

sendiri karena pengantin menikah melangkahi orang yang lebih tua diatasnya

yaitu kakak perempuan yang belum menikah.

Efek yang terjadi dengan adanya ketentuan di atas adalah terhalangnya

pernikahan adik karena kakaknya belum menikah, karena pernikahannya tidak

akan diizinkan oleh kakak atau orang tua pengantin. Sekalipun itu bisa terjadi
2
Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jakarta, Upacara
Perkawinan Jawa Barat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, ( Jakarta, 1982 ), h.64-69
mereka harus memberikan uang pelangkah kepada kakaknya yang belum

menikah, yang secara tidak langsung hal ini dapat menimbulkan beban kepada

mereka yang mengakibatkan tertundanya atau bahkan batalnya pernikahan

tersebut.

Dari pemaparan di atas terjadi perbedaan pendapat yang timbul di kalangan

masyarakat sunda sendiri, ada yang mendukung dan ada yang tidak mendukung

dengan adat atau tradisi tersebut, bagi yang mendukung mereka berpendapat akan

sangat tidak baik bagi seorang adik menikah melangkahi kakaknya yang belum

menikah karena menurut mereka hal itu sangatlah buruk karena harusnya sang

adik bersabar sampai kakaknya menikah, sehingga tidak menyakiti perasaan

kakaknya atau bahkan yang terburuk kakaknya dapat mengalami gangguan

psikologis karena masalah tersebut, sedangkan bagi mereka yang tidak setuju

mereka mengkhwatirkan akan adanya perbuatan zina karena pengantin sudah siap

menikah namun harus ditunda atau dampak negatif yang timbul dan cenderung

mempersulit proses perkawinan yang akan terjadi akibat dari tertundanya

pernikahan itu sendiri.

Oleh karena adanya perbedaan pendapat seperti yang telah diuraikan

sebelumnya, maka penulis tertarik untuk membahas tentang kasus tersebut ke

dalam judul skripsi penulis. Adapun judul dari skripsi tersebut adalah :

“PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK MENURUT ADAT SUNDA”

(Studi Kasus Desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat )

V. Pembatasan Dan Perumusan Masalah


1. Pembatasan Masalah

Agar lingkup bahasannya tidak terlalu luas, maka penulis membatasi

penelitian hanya sekitar pernikahan melangkahi kakak, menurut hukum islam

dan adat sunda itu sendiri, serta akan membahas tentang uang pelangkah yang

ada dalam syarat apabila ingin menikah melangkahi kakaknya yang terjadi di

Desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat.

2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan uraian di atas maka penulis akan mengemasnya ke dalam

bentuk pertanyaan di bawah ini :

a. Bagaimana tradisi pernikahan adat sunda Desa Cijurey Sukabumi Jawa

Barat ?

b. Bagaimana pandangan masyarakat Desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat

terhadap pernikahan melangkahi kakak ?

W. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

a. Mengetahui tradisi pernikahan adat Sunda Desa Cijurey Sukabumi Jawa

Barat.

b. Mengetahui latar belakang berlakunya tradisi pernikahan adat Sunda

tersebut, khususnya yang berlaku pada Desa Cijurey Sukabumi Jawa

Barat.
c. Mengetahui pandangan masyarakat Desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat

terhadap tradisi yang berlaku pada pernikahan mereka.

d. Mengetahui pandangan Hukum Islam terhadap tradisi pernikahan adat

Sunda.

2. Manfaat Penelitian

a. Secara Akademis. Mengaplikasikan disiplin ilmu sesuai dengan program

studi penulis, tambahan refrensi guna penelitian lanjutan serta kontribusi

untuk data perpustakaan.

b. Secara Praktis. Kontribusi hasanah bagi masyarakat Islam dan golongan

education pada umumnya. Lebih khusus terhadap lembaga-lembaga yang

menangani masalah perkawinan agar lebih merujuk pada aturan – aturan

yang ditetapkan.

X. Metode dan Tekhnik Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini berupa metode

kualitatif, yang merupakan metode penelitian yang berukur pada data-data

berupa pandangan-pandangan tentang study etnografi ( etnis ) dalam

perkawinan adat sunda ditinjau dari perspektif Hukum Islam. Dan metode

Hukum yang digunakan bersifat Doktriner ( normatif ), yaitu penelitian

berdasarkan data-data yang ada sesuai dengan ketentuan Hukum Fiqh dan

Hukum Positif.
Yang dimaksud fiqh adalah pendapat ulama yang bersumber dari Al-

qur’an, Al-hadits, ijma’ dan qiyas. Yang dimaksud Hukum Positif dalam

penelitian ini ialah Peraturan Perundang-undangan bidang Perkawinan yakni :

Undang-Undang No.1 tahun 1974 dan Instruksi Presiden Republik

Indonesia N0.1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.

2. Sumber Penelitian

a. Sumber Primer

Sumber data primer diperoleh dari wawancara dengan tokoh

masyarakat dan penduduk desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat. Al-qur’an,

Al-hadits serta Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan.

Serta buku-buku, dan data lainnya yang memuat keterangan dan

penjelasan seputar tema dan pokok penjelasan.

b. Sumber Sekunder

Di dalam penelitian Hukum, digunakan pula data sekunder yang

memiliki kekuatan mengikat ke dalam,

1) Bahan Hukum sekunder, berupa buku-buku, makalah seminar, jurnal-

jurnal, laporan penelitian, artikel,majalah dan Koran.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan di

dasarkan pada suatu pembahasan dengan menggunakan metode studi


perpustakaan (Library Research) guna memperoleh data primer maupun

sekunder, yang ada korelasinya dengan pembahasan ini.

Dalam proses analisa data penulis menggunakan metode analisis

eksploratif berupa metode deskriptif yang berdasarkan pendekatan rasional

dan logis secara induktif dan deduktif terhadap susunan penelitian.

Mengenai tekhnik penulisan, penulis menggunakan buku pedoman

penulisan skripsi fakultas Syari’ah dan Hukum yang diterbitkan oleh fakultas

Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Press 2007 cetakan ke 1, dengan pengecualian sebagai berikut :

a. Al-qur’an tidak diberi footnote, tetapi langsung disebut surat dan ayatnya

dengan di beri syakal serta diterjemahkan.

b. Ayat –ayat Al-qur’an dan Al-hadits di tulis dengan satu spasi.

Y. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan. Dengan memuat Latar Belakang Masalah,

Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Metode

dan Tekhnik Penelitian dan yang terakhir adalah Sistematika

Penulisan.

BAB II Pernikahan Menurut Bahasa, Hukum Islam dan Hukum Positif.

Pada bab ini penulis akan mengulas secara umum tentang

Pengertian Pernikahan, Syarat dan Rukun Pernikahan, Tujuan

Pernikahan, dan Hikmah Pernikahan.


BAB III Deskripsi Umum Tentang Desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat,

Membahas Tentang Kondisi Geografis dan Sosial, Adat Istiadat,

serta Tata Cara Pernikahan Yang Berlaku di Desa Cijurey Sukabumi

Jawa Barat

BAB IV Pernikahan Melangkahi Kakak Menurut Adat Sunda (Studi Kasus

Desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat). Membahas Tentang Definisi

Melangkahi, Melangkahi dari Sudut Pandang Adat dan Hukum

Islam, serta Analisis Penulis tentang Ketiganya.

BAB V Penutup. Berisi tentang Kesimpulan dan Saran-saran


BAB II

PERNIKAHAN MENURUT BAHASA, HUKUM ISLAM

DAN HUKUM POSITIF

U. Pengertian Pernikahan

1. Menurut Bahasa

Di dalam kamus besar bahasa Indonesia asal kata dari Perkawinan

adalah“ kawin “ yang menurut arti bahasanya adalah membentuk keluarga

dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. 3 Kata

“nikah” sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan ( coitus ), juga

untuk arti akad nikah.4

Di dalam literatur fiqh yang berbahasa arab Perkawinan atau Pernikahan

disebut dengan dua kata, yaitu nikah (‫ )اح‬dan zawaj ( ‫) زواج‬. Kata-kata

tersebut sangat erat sekali dengan kehidupan sehari-hari dari orang Arab dan

juga banyak terdapat dalam Al-qur’an dan hadits nabi. 5 Sedangkan kata na-

ka-ha banyak terdapat dalam Al-qur’an dengan arti kawin, seperti dalam

surat An-Nisa ayat 3 :

3
Dep Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 1994 ), cet.ke-3,
edisi kedua, h.456
4
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adilatuh, ( Beirut : Dar al-Fikr,1989 ),cet ke-3,
h. 29
5
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-
Undang Perkawinan, ( Kencana, 2006 ), cet 1
‫َ ِء‬FG ‫ُْ َِ ا‬7َ َ‫َب‬I َ ‫ُ"ا‬-ِ7ْ‫َ*ََ (َﻥ‬9ْ ‫ ا‬Jِ( ‫ُ"ا‬KِFُْ‫ْ*ُْ أَ  ﺕ‬Mِ ْ‫وَإِن‬
ُْ7ُ‫َﻥ‬Nَْ‫ْ أ‬Oَ7ََ َ ْ‫َةً أَو‬Qِ‫ُِ"ا (َ"َاﺡ‬Qَْ‫ْ*ُْ أَ  ﺕ‬Mِ ْ‫ِن‬Sَ( َ‫َْ َ وَﺙَُثَ وَرُ!َع‬
(3:3/‫ء‬F ‫َ أَدْﻥَ أَ  ﺕَُ"ُ"ا )ا‬Wَِ‫ذ‬
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap anak yatim
maka kawinilah perempuan-perempuan lain yang kamu senangi,
dua, tiga, atau empat orang, dan jika kamu takut tidak akan berlaku
adil, cukup satu orang” ( QS.An-Nisa’/3:3 )

Karena arti kata nikah berarti “ bergabung” (  ‫) ا‬, “hubungan

kelamin” (  ‫ ) اﺱ‬dan juga berarti “akad” jadi adanya dua kemungkinan

arti ini karena kata nikah yang terdapat dalam Al-Qur’an memang

mengandung dua arti tersebut6. Seperti kata nikah yang terdapat dalam surat

An-Nur ayat 32:

‫ُ"ﻥُ"ا‬7َ ْ‫ُْ إِن‬7ِ%َِ‫َ ِْ <ِ&َدِآُْ وَإ‬9ِ-ِ: ‫ُْ وَا‬7ْ ِ َََ8ْ ‫ُ"ا ا‬-ِ7ْ‫وَأَﻥ‬
(32 :24/‫ٌ )ا "ر‬9َِ< ٌCِD‫ِْ@ِ وَا @ُ وَا‬Aَ( ِْ ُ@ ‫(ََُاءَ ُ?ْ ُِِ ا‬
Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan
orang-orang yang layak ( berkahwin ) dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan....” (Q.S.
An-Nur/24:32 )

2. Menurut Hukum Islam

Sedangkan dalam Hukum Islam, para ulama fiqh masing-masing

mempunyai pendapatnya sendiri, antara lain sebagai berikut:

6
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-
Undang Perkawinan, ( Kencana, 2006 ), cet, h.36
a. Imam Abu Hanifah :
7
‫ًا‬Qْ:َ' ِYَْ*ُN ْ‫َ ا‬Wِْ ُQْ9ِMُ ٌQَْ< ُ@‫َﻥ‬8ِ! ُ‫َح‬7G ‫ا‬
Artinya : “Nikah adalah suatu akad dengan tujuan memiliki kesenangan
secara sengaja.”.

b. Imam Maliki:
@&' Y 9&! *N9' Z" 9[ Y9‫ِ ا *َ\ُذِ !ِد‬Yَْ*ُ ِ‫َد‬/ُ ََ< ٌQَْ< ُ@‫َﻥ‬8ِ! ُ‫َح‬7G ‫ا‬
8
9[
Artinya: “Nikah adalah suatu akad yang mengandung ketentuan hukum
semata-mata untuk membolehkan watha’,bersenang-senang
dan menikmati apa saja yang ada pada diri seorang
perempuan yang boleh dinikahinya ”.

c. Imam Syafi’i :
9
َNُ‫َحٍ اَوْ ﺕَ`ْوِْ_ٍ اَوْ َْ َه‬7ْ‫ِ إِﻥ‬aْMَِ! ٍ‫َ وَطْء‬Wِْ ُNَAَ*َ ٌQَْ< ُ@َ‫َﻥ‬8ِ! ُ‫َح‬7G ‫ا‬
Artinya : “Nikah adalah suatu akad yang mengandung pemilikan ”wathi”
dengan menggunakan kata menikahkan atau mengawinkan
atau kata lain yang menjadi sinonimnya ”.

d. Imam Hambali :
10
ِ‫ْ*َع‬Nِ*ْDِcْ‫ِ ا‬YََMْ َ ََ< ٍ_ِْ‫َحٍ أَوْ ﺕَ`ْو‬7ْ‫ِ إِﻥ‬aْMَِ! ٌQَْ< َ"ُ‫َحُ ه‬7G ‫ا‬
Artinya : “ Nikah adalah suatu akad dengan menggunakan lafdz-lafadz
inkah atau tazwij untuk manfaat (menikmati) kesenangan ”.

Dilihat dari beberapa pengertian yang telah diberikan oleh para

Imam diatas, dapat disimpulkan bahwa nikah adalah diizinkannya

seorang suami bersenang-senang atau memanfaatkan apa yang ada pada

7
Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab Fiqh Al-Mazahib Al-Arba’ah, Mishr : tp, t.th, h.2
8
Ibid., h.2
9
Ibid, h.3
10
Ibid., h.4
diri istrinya, karena sudah menjadi halal baginya kehormatan dan

keseluruhan dari apapun yang dimiliki oleh seorang istri untuk suaminya

dan begitupun sebaliknya, karena hal tersebut sudah sesuai dengan Syara’

atau ketentuan yang berlaku, hal ini dapat terjadi tidak terlepas dari sudah

adanya suatu aqad atau ikatan legal baik menurut hukum agama ataupun

hukum negara yang telah mereka lakukan.

3. Menurut Hukum Positif

Dalam Undang-Undang No.1 tahun 1974, pasal 1; “Pernikahan adalah

ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan

membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Adapun pengertian menurut Kompilasi Hukum Islam ( KHI ) adalah

sebagai berikut, “Perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu

akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah

dan melaksanakannya merupakan ibadah”.11

V. Dasar Hukum Pernikahan

Menurut para jumhur ulama hukum pernikahan atau perkawinan itu adalah

sunnah, hal ini didasari dari banyaknya perintah allah dalam Al-Qur’an dan juga

11
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Departemen Agama, Kompilasi Hukum
Islam di Indonesia, ( Jakarta : Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1992 ), h. 14
hadits-hadits nabi yang beberapa diantaranya berisi anjuran untuk melangsungkan

pernikahan.12

Seperti firman Allah berikut ini :

َ‫ُ"ﻥُ"ا (ََُاء‬7َ ْ‫ُْ إِن‬7ِ%َِ‫َ ِْ <ِ&َدِآُْ وَإ‬9ِ-ِ: ‫ُْ وَا‬7ْ ِ َََ8ْ ‫ُ"ا ا‬-ِ7ْ‫وَأَﻥ‬
(32 :24/‫ )ا "ر‬... ِ@ِْAَ( ِْ ُ@ ‫ُ?ْ ُِِ ا‬
Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan
orang-orang yang layak ( untuk kawin ) di antara hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memberikan
kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya ( Q.S. An-Nur/24:32 )

Sedangkan kenapa nikah menurut Rasul adalah sunnah, karena beliau

sendiri sudah melaksanakan hal tersebut, dan beliau menginginkan para umatnya

menjalankan apa yang beliau sendiri telah jalani dan beliau lakukan. Seperti salah

satu hadits rasulullah :

َ‫ِ أَﻥ‬7َ :َ‫ََ 'َل‬Dَ‫ْ@ِ و‬9ََ< e‫َ ا‬$َ‫َ ﺹ‬Jِ& ‫ <َ ْ@ُ أَن ا‬e‫َ ا‬Jِ‫ِ رَﺽ‬Wَِ ِْ!‫<َِ ا‬
َhْ9ََ( ِ* ُD َْ< َZِ[َ‫َْ ر‬Nَ( َ‫َء‬FG ‫ُِ وَأَﺕَ`َوَجَ ا‬Kْ(َ‫َ وَأَﻥَمَ وَأَﺹُ"ْمُ وَأ‬Gَ‫أُﺹ‬
(F ‫ )روام‬Gِ

Artinya: “Dari Anas bin Malik ra., bahwasanya nabi SAW memuji Allah dan
menyanjung-Nya, beliau berkata ; Akan tetapi aku sholat, aku tidur, aku
berpuasa, aku makan dan aku mengawini perempuan ; barang siapa
yang tidak suka dengan perbuatanku, maka bukanlah dia dari
golonganku ”. ( H. R. Muslilm )

Sedangkan asal hukum nikah itu sendiri adalah Mubah. 13 Hukum tersebut

bisa berubah sesuai dengan keadaan seseorang yang akan melakukan pernikahan,

12
Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Hukum Pernikahan Islam di Indonesia. Antara Fiqh
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, ( Jakarta: Kencana, 2006 ) h.43
hukum itu bisa menjadi wajib, sunnah, haram atau makruh. 14 Berikut adalah

definisinya :

1. Wajib

Apabila seseorang sudah mampu untuk menikah, kebutuhan

biologisnya sudah mendesak dan dia takut atau khawatir akan menuju ke hal

yang diharamkan oleh agama ( berzina ) maka diwajibkanlah untuk orang

yang seperti itu menikah, karena untuk menjauhkan diri dari hal yang haram

adalah suatu hal yang wajib, dan tidak ada jalan lain kecuali menikah. 15

Seperti firman Allah berikut :

...ِ@ِْAَ( ِْ ُ@ ‫َُُ ا‬9ِ ْ?ُ *َ‫َﺡً ﺡ‬7ِ‫ُونَ ﻥ‬Qِ/َ َ َِ\ ‫ِ ا‬kِMَْ*ْFَ9ْ َ‫و‬
(33 :24/‫)ا "ر‬
Artinya: “ Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah mereka
menjaga kesucian ( diri ) nya, sehingga Allah memampukan mereka
dengan karunia- Nya......... “ .( Q.S. An-Nur/24:33 )

2. Sunnah

Seseorang yang telah di sunnnatkan untuk menikah adalah seseorang

yang sudah mempunyai kesanggupan untuk menikah dan sudah mampu untuk

memelihara diri sendiri dari segala perbuatan yang terlarang. Karena sudah

13
H. Abdul Fatah Idris dan H. Abu Ahmadi, Fiqh Islam Lengkap, ( Jakarta : Rineka Cipta,
1994), h. 198.
14
Ibid h.5
15
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, ( Beirut : Dar al-Fikr, 1992 ) Jilid 2, Juz 6, h.13
jelas, pernikahan adalah suatu hal yang bagus dan baik bagi dirinya, dan juga

Rasulullah melarang seseorang hidup sendirian tanpa menikah.16

Sesuai dengan sabdanya :

َ ْ! َQَْD َCِNَD @‫ِ أَﻥ‬Z9َlُN ْ‫ُ !ُْ ا‬Qْ9َِD ِ‫ أَْ&ََﻥ‬:َ‫َِبٍ أَﻥ@ُ 'َل‬# ِْ!‫<َْ ا‬

ِe‫ُ"ْلُ ا‬Dَ‫ُ ر‬nََ َ( .َ$*َ&َ*َ ْ‫ُ"ْنُ اَن‬Aَ ُْ! ُ‫َن‬Nُْ< َ‫أَ!ِ وَ'َصٍ ََ"ْلُ اَرَاد‬
(‫ر‬r& ‫ ا‬n‫ْ َ )روا‬9َ:َ*َْq ,َWَِ‫ََ وََ"ْ أََزََ@ُ ذ‬Dَ‫ْ@ِ و‬9ََ< e‫ﺹَ ا‬
“ Bersumber dari Ibnu Syihab, sesungguhnya dia berkata : “ Sa’id bin Al
Musyyab bercerita kepadaku, bahwa dia pernah mendengar Sa’ad bin Abu
Waqqash mengatakan : “ Ustman bin Madh’un bermaksud akan membujang
terus, namun kemudian Rasulullah SAW melarangnya. Seandainya beliau
merestuinya niscaya kami akan melakukan pengkibirian”. (HR. Bukhori)17

3. Makruh

Seseorang yang dianggap makruh untuk melakukan pernikahan adalah

Seseorang yang belum pantas untuk menikah, belum mempunyai keinginan

untuk menikah, serta belum mempunyai bekal untuk melangsungkan

pernikahan. Namun ada juga orang yang telah mempunyai bekal untuk

menikah, namun fisiknya mengalami cacat, seperti impoten, usia lanjut

berpenyakit tetap, dan kekurangan fisik lainnya 18.

4. Haram19

16
Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, ( Jakarta : Bulan Bintang,
1993 ), h.16
17
Al-Imam Muslim dan Imam Nawawi, Shahih Muslim, Muslim Abu Husein, ( Beirut Dar al-
Fikr, 1983 )
18
Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Hukum Pernikahan Islam di Indonesia. Antara Fiqh
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, ( Jakarta: Kencana, 2006 ) h.43-44
19
Ibid, h. 17
Seseorang diharamkan untuk menikah, alasannya adalah orang

tersebut sebenarnya mempunyai kesanggupan untuk menikah akan tetapi

apabila ia melakukan pernikahan ia akan menimbulkan atau memberikan

kemudharatan kepada pasangannya, seperti contoh, orang gila, orang yang

suka membunuh, atau mempunyai sifat-sifat yang dapat membahayakan

pasangannya ataupun orang-orang di sekitarnya, atau juga orang yang tidak

mampu memenuhi nafkah lahir batin pasangannya, serta kebutuhan

biologisnya tidak mendesak, maka orang tersebut haram untuk menikah.20

Dari beberapa definisi yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan

bahwa suatu hukum pernikahan dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan

keadaan orang yang akan melakukan pernikahan tersebut, sesuai dengan

penjelasan sebelumnya. Apabila dia sudah memenuhi kriteria dengan

beberapa hukum di atas, maka dia harus melaksanakannya, karena dalam

islam, pernikahan merupakan sesuatu yang sakral dan juga merupakan suatu

bentuk pengamalan ibadah kita kepada Allah SWT.

W. Rukun dan Syarat Pernikahan

1. Menurut Hukum Positif

Dalam Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan, pasal 2

ayat 1 menyatakan : “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut

Hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu ”

20
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, ( Beirut : Dar al-Fikr, 1992 ) Jilid 2, Juz 6, h.14
Dalam pasal lain Undang-Undang Perkawinan menetapkan beberapa

syarat, yaitu dalam pasal 6 disebutkan :

a. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

b. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21

( dua puluh satu ) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.

c. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau

dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin

dimaksud ayat (2) pasal ini cukup di peroleh dari orang tua yang masih

hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

d. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan

tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya maka izin di peroleh dari

wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan

darah dalam garis keturunan, lurus ke atas selama mereka masih hidup dan

dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.

e. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam

ayat (2),(3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka

tidak menyatakan pendapatnya, maka pengadilan dalam daerah hukum

tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas

permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu

mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.
Selanjutnya dalam pasal 7 disebutkan : Perkawinan hanya diizinkan

jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak

wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.

Dalam Kompilasi Hukum Islam bab IV pasal 14, yang berisi tentang

rukun dan syarat perkawinan adalah sebagai berikut :21

a. Calon Suami;

b. Calon Istri;

c. Wali Nikah;

d. Dua Orang Saksi;

e. Ijab dan Kabul.

Selanjutnya dalam Kompilasi Hukum Islam BAB II pasal 5 dan pasal

6 yang berisikan tentang dasar-dasar perkawinan adalah sebagai berikut:

Pasal 5

(1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap

perkawinan harus dicatat.

(2) Pencatatan perkawinan tersebut apada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai

Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No.22

Tahun 1946 jo Undang-undang No. 32 Tahun 1954.

Pasal 6

21
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Departemen Agama, Kompilasi Hukum
Islam di Indonesia, ( Jakarta : Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1992 ), h. 18
(1) Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus

dilangsungkan dihadapkan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat

Nikah.

(2) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah

tidak mempunyai kekuatan Hukum. 22

2. Menurut Hukum Islam

Dalam Islam, rukun dan syarat merupakan dua hal yang tidak dapat

dipisahkan antara satu dengan lainnya, karena kebanyakan dari setiap aktivitas

ibadah yang ada dalam agama islam, senantiasa ada yang namanya rukun dan

syarat, sehingga bisa dibedakan dari pengertian keduanya adalah syarat yang

merupakan suatu hal yang harus ada dan terpenuhi sebelum melakukan suatu

perbuatan, sedangkan rukun merupakan suatu hal yang harus ada atau

terpenuhi pada saat perbuatan dilaksanakan. Kaitannya dengan perkawinan

adalah bahwa rukun perkawinan merupakan sebagian dari hakikat

perkawinan, seperti harus adanya calon pengantin laki-laki dan perempuan,

wali, akad nikah dan saksi. Semua itu adalah sebagian dari hakikat

perkawinan dan tidak dapat terjadi suatu perkawinan kalau tidak ada salah

22
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Departemen Agama, Kompilasi Hukum
Islam di Indonesia, ( Jakarta : Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1992 ), h.
satu dari rukun perkawinan di atas. Maka yang demikian itu dinamakan

Perkawinan.23

Adapun Syarat merupakan suatu yang mesti ada dalam perkawinan

dan merupakan salah satu bagian hakikat perkawinan tersebut, misalnya saja

syarat bahwa wali itu laki-laki, baligh, berakal ( tidak gila ), seorang muslim,

tidak sedang ihram, dan harus adil, ini menjadi penting karena disini selain

menjadi saksi pernikahan, wali mempunyai posisi atau hak penuh untuk

mengizinkan kedua mempelai itu boleh menikah atau tidak

Para ulama sepakat bahwa rukun dan syarat perkawinan itu terdiri dari

beberapa bagian, seperti:

a. Rukun Pernikahan

1) Adanya calon suami

2) Adanya calon isteri

Seperti yang sudah penulis utarakan sebelumnya bahwa sudah menjadi

ketetapan Allah bahwa manusia diciptakan di dunia ini berpasang-

pasangan, maksudnya adalah sebagai makhluk sosial, manusia jelas

membutuhkan teman hidup dalam masyarakat yang diawali dengan

membentuk keluarga sebagai unsur masyarakat terkecil. Seperti fiman

Allah SWT dalam surat Adz Dzariyat 51:49 yang berbunyi :

(49:51/‫ُْ ﺕَ\َآُونَ )ا \ارت‬7ََ ِْ9َْ‫ْءٍ ََْ َ زَو‬Jَ# G$ُ‫وَِْ آ‬

23
Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam, ( Jakarta : PT.Hidakarya Agung,
1996), h. 34
Artinya : “Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan
supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah “(QS. Adz
Dzariyat/51: 49)

3) Adanya wali dari pihak calon perempuan

Aqad nikah dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang

akan menikahkan sang mempelai, karena wali mempunyai peranan

penting dalam pernikahan tersebut.

4) Adanya dua orang saksi

Pelaksanaan aqad nikah akan sah apabila ada dua orang yang

menyaksikan aqad nikah tersebut, sebagaimana Hadits Rasulullah

S.A.W, yang diriwayatkan oleh ad Daruquthny dari ‘ Aisyah, bahwa

Rasulullah S.A.W bersabda :


24
( K'‫ار‬Q ‫ ا‬n‫ْلِ )روا‬Qَ< ‫َى‬Qِ‫َه‬#َ‫ و‬GJَِ"ِ! qِ‫َحَ ا‬7ِ‫َﻥ‬q
Artinya : “Tidak sah perkawinan kecuali dengan wali dan dua orang
saksi yang adil”(HR.Daruquthny)

5) Sighat akad nikah, yaitu ijab qabul yang diucapkan oleh wali atau

wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin pria.

Ini menunjukkan betapa penting dan berartinya kehadiran seorang

wali atau wakilnya, karena tanpa adanya wali atau wakilnya maka

tidak akan bisa berlangsung suatu pernikahan.

24
Daaruquthny, Sunan Daruquthuny, ( Beirut : Dar al- Fikr, 1994 ), Jilid 3, h.139
Kaitannya dengan pernyataan diatas, penulis ingin memaparkan

tentang adanya beberapa definisi wali yang ada dan fungsi dari wali-wali

tersebut :

1) Wali Mujbir

Merupakan wali yang dapat memaksakan suatu pernikahan kepada

anaknya, karena wali mujbir merupakan ayah,kakek atau seterusnya

yang masih berhubungan satu garis darah dengan pengantin wanita

2) Wali Nasab

Merupakan seorang pria yang masih mempunyai hubungan keluarga

dengan pengantin wanita yang masih satu garis darah dengan ayah dari

pengantin wanita (saudara laki-laki sebapak beserta keturunannya

yang laki-laki dan paman (kandung/sebapak) beserta keturunannya)

3) Wali Hakim

Merupakan orang yang ditunjuk untuk menjadi wali dengan

persetujuan dari kedua belah pihak, bisa dari KUA ataupun yang

lainnya, selama itu sudah disetujui oleh kedua belah pihak

b. Syarat – Syarat Pernikahan

Selain adanya lima rukun nikah yang sudah dijabarkan oleh

penulis, perkawinan juga mempunyai syarat yang harus dipenuhi oleh

kedua calon mempelai agar perkawinan itu sah dan tidak ada pihak yang

merasa dirugikan.

Adapun syarat-syarat sah perkawinan :


1) Syarat bagi mempelai laki-laki

a) Calon istrinya ini bukan mahramnya baik karena pertalian darah (

nasab ) maupun karena sepersusuan dan kekeluargaan.

b) Tidak beristeri empat;

c) Tidak dipaksa ( dengan kemauannya sendiri );

d) Tertentu orangnya baik laki-laki ataupun yang perempuan

e) Jelas ia seorang laki-laki ( tidak banci );

f) Mengetahui siapa calonnya isterinya;

g) Ia sedang tidak melaksanakan ihram;

h) Seorang muslim.25

2) Syarat bagi mempelai wanita

a) Calon suaminya itu bukan mahramnya baik karena sepertalian

darah (nasab) maupun karena sepersusuan dan hubungan

kekeluargaan.

b) Tidak atau bukan isteri orang lain;

c) Tidak dalam masa iddah dari suaminya;

d) Tidak dipaksa ( kemauan sendiri );

e) Seorang muslimah atau seorang ahli kitab ( perempuan Nasrani

atau yahudi );

f) Jelas ia seorang perempuan;

g) Tertentu orangnya;

h) Ia sedang tidak mengerjakan ihram;26

25
Abd Rahman Gazali, Fiqih Munakahat, ( Bogor: Kencana, 2003 ), h.50
3) Syarat bagi wali nikah

a) Baligh;

b) Berakal ( tidak gila );

c) Laki-laki;

d) Seorang muslim;

e) Ia tidak sedang ihram;

f) Harus adil.27

4) Syarat-syarat saksi

a) Baligh;

b) Seorang muslim;

c) Laki-laki;

d) Merdeka;

e) Adil;

f) Tidak tuli;

g) Tidak buta;

h) Tidak bisu;

i) Mengerti maksud ijab qabul;

j) Tidak ghafil ( pikun);

k) Berakal baik ( tidak gila );

l) Tidak ditentukan jadi wali;28

26
Asmin, Status Perkawinan Antar Agama, ( Jakarta : PT. Dian Karya, 1986 ), h.32
27
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998 ),
h.71
Berikut firman Allah tentang betapa pentingnya kehadiran seorang

saksi dalam sebuah perkawinan :

ْ َ ْ‫ِن‬Sَ( ُْ7َِِ‫َِْ ِْ ر‬Q9َِ# ‫ُوا‬Qِْlَ*ْD‫ْلِ وَا‬Qَْ ِ! ُ@9َِ‫ْ و‬$ِْNُ9َْ( َ"ُ‫ه‬
ِ‫َاء‬Qَl ‫ْ ﺕَْﺽَ"ْنَ َِ ا‬Nِ ِ‫ٌ وَاَْأَﺕَن‬$ََُ( ِْ9ََُ‫ُ"ﻥَ ر‬7َ
(282 :2/‫)ا &ة‬
Artinya: “Dan adakanlah dua orang saksi dari saksi laki-laki
kalanganmu, jika tidak ada dua orang laki-laki, maka cukup
seorang laki-laki dan dua orang perempuan yang kamu sukai
untuk menjadi saksi”. ( Q.S. Al-Baqarah/2:282 ).

X. Tujuan Pernikahan

Tujuan dari sebuah perkawinan atau pernikahan adalah terciptanya suatu

keadaan bersatunya dua insan yang berbeda yang tidak pernah mengenal satu

sama lainnya namun dapat bertemu dan bersatu dalam sebuah ikatan yang disebut

pernikahan, yang tentunya sesuai dengan perintah Allah yaitu untuk membina

sebuah rumah tangga yang sakinah mawaddah warrahmah serta dapat melahirkan

putra atau putri yang shalih atau shalihah dan berguna bagi bangsa dan

agamanya, serta mendapatkan rizqi yang berlimpah, karena sesuai dengan firman

Allah SWT :

‫ )ال‬.. ِ‫ََة‬Kْ َُNْ ‫ِ ا‬9ِIَ َْ ‫َ وَا‬9ِ َ&ْ ‫َءِ وَا‬FG ‫َ"َاتِ َِ ا‬l ‫ ا‬Z
 ُ‫َ ِ سِ ﺡ‬Gُ‫ز‬
(14 :3/‫ان‬N<
Artinya: “Dijadikan indah pada ( pandangan ) manusia kecintaan kepada apa-
apa yang diinggini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak.......” ( Q.S. Ali Imran/3:14 )

28
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia..., h.72
Dalam Undang-Undang No.1 tahun 1974 bahwa tujuan dari perkawinan

adalah untuk membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum

Islam ( KHI ), tujuan dari perkawinan adalah untuk mewujudkan kehidupan

rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.

Tujuan lain dari perkawinan dalam Islam ialah untuk memenuhi tuntutan

hajat tabiat kemanusiaan yaitu berhubungannya antara laki-laki dan wanita dalam

rangka mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan rasa cinta kasih sayang

untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan mengikuti

ketentuan syara’29

Ada beberapa tujuan dari disyariatkannya perkawinan atas umat Islam.

Diantaranya adalah :

1. Beribadah kepada Allah SWT

2. Melahirkan atau mendapatkan keturunan-keturunan yang sah yang mampu

melahirkan generasi yang akan datang yang mampu berguna bagi bangsa dan

agamanya.30 Hal ini tercantum dalam surat Al-Nisa ayat 1:

َْ ِ َvَََ‫َةٍ و‬Qِ‫ٍ وَاﺡ‬hْMَ‫ ﻥ‬


ْ ِ ُْ7َََ ‫ُُ ا \ِي‬7!َ‫َأََ ا سُ اﺕُ"ا ر‬
(1:4/‫ء‬F ‫ )ا‬...ً‫َء‬Fِ‫ًا وَﻥ‬9َِ‫َ رًَِ آ‬Nُْ ِ xَ!َ‫زَوََْ و‬

29
Moh.Idris Romulya, Hukum Perkawinan Islam : Suatu Analisis dari Undang-Undang no.1
tahun 1974 dan KHI, ( Jakarta, Bumi Aksara, 1996 ), cet ke 1. h.27
30
Ibid, h.46
Artinya : “ Wahai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhan mu yang
menjadikan kamu dari diri yang satu dari pada Allah menjadikan
istri-istri dari keduanya Allah menjadikan anak keturunan yang
banyak, laki-laki dan perempuan”. (QS. Al-Nisa/4:1)

Keinginan untuk melanjutkan keturunan merupakan naluri atau

garizah umat manusia bahkan juga garizah bagi makhluk hidup yang

diciptakan Allah. Untuk maksud itu Allah menciptakan bagi manusia nafsu

Syahwat yang dapat mendorongnya untuk mencari pasangan hidupnya untuk

menyalurkan nafsu syahwat tersebut. Dan untuk menyalurkan nafsu syahwat

tersebut secara sah dan legal adalah melalui lembaga perkawinan, karena

Allah akan sangat membenci apabila ada manusia yang melakukan penyaluran

syahwatnya secara tidak legal atau tidak sah baik menurut agama maupun

negara, atau yang biasa disebut atau dikenal dengan nama zina atau berzina.

3. Untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh ketenangan hidup dan

rasa kasih sayang, serta menjadi keluarga yang sakinah mawaddah

warrahmah, baik itu di dunia maupun di akhirat

4. Untuk menjaga diri dari pandangan mata dari segala sesuatu yang berbau

maksiat dan sebagainya, juga mencegah terjadinya perzinahan yang sangat

dibenci oleh Allah SWT.

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Muslim :

:ََDَ‫ْ@ِ و‬9ََ<ُ e‫ ا‬$َ‫ِ ﺹ‬e‫ُ"ْلَ ا‬Dَ‫ُْ"ْدِ 'َلَ ََ ر‬Fَ ِْ! ِe‫ِ ا‬Qْ&َ< َْ<
ََ:َ&ِْ yَ[َ‫ِﻥَّ@ُ أ‬Sَ( ْ‫َ*َ`َوج‬9َْ( َ‫ُُ اْ &َءَة‬7ْ ِ َ‫َع‬Kَ*ْD‫&َبِ َِ ا‬l ‫ََ ا‬lََْ
n‫ِﻥ@ُ َ@ُ وَِءٌ )روا‬Sَ( ِ‫"ْم‬: ِ! ِ@ْ9َََ( ْCِKَ*ْFَْ َ ََْ‫ج و‬ِ َْMِْ َُ:ْ‫وَأَﺡ‬
31
(F‫رى و‬r& ‫ا‬
Artinya : “Dari Abdullah bin Masud r.a ia berkata : Rasulullah bersabda
kepada kami : “ hai kaum pemuda, apabila diantara kaum kuasa
untuk kawin, hendaklah ia kawin, sebab kawin itu lebih kuasa
untuk menjaga mata dan kemaluan : dan barang siapa tidak kuasa
hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa itu penjaga baginya.
(HR.Bukhori dan Muslim)

Sedangkan menurut M.Yunus, yang menjadi tujuan dari sebuah

perkawinan adalah menuruti perintah Allah untuk memperoleh ketentraman yang

sah dalam masyarakat dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur.32

Y. Hikmah Pernikahan

Sayyid Sabiq menyatakan ada beberapa hikmah yang bisa di dapatkan dari

sebuah pernikahan, antara lain sebagai berikut : 33

1. Menikah merupakan jalan terbaik untuk menciptakan anak-anak menjadi

mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta

memelihara nasab yang oleh Islam sangat diperhatikan

2. Naluri kebapaan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam suasana

hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh pula perasaan ramah, cinta dan

31
Al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram, terj. H. Moh. Rifai dan Al-Quasasy
Misbah, ( Semarang: Wicaksono, 1989 ), h. 356
32
M.Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam, ( Jakarta : CV. Al-Hidayah, 1964), h.48
33
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, ( Beirut : Dar al-Fikr, 1992 ) Jilid 2, Juz 6, h.10-12. dan
M.Thalib, 40 Petunjuk Menuju Perkawinan Islami, ( Bandung Irsyad Baitus Salam (IBS), 1995), cet ke
1, h. 34-36
sayang yang merupakan sifat-sifat baik yang menyempurnakan kemanusiaan

seseorang.

3. Menimbulkan rasa tanggung jawab di antara suami isteri, baik sebagai

pasangan ataupun sebagai orang tua.

4. Mempererat tali kekeluargaan, memperteguh kelanggengan rasa cinta di

antara keluarga

5. Naluri seks merupakan naluri yang paling kuat yang selamanya menuntut

jalan keluar. Bilamana jalan keluar tidak dapat memuaskannya maka

banyaklah manusia yang mengalami goncangan dan kekacauan serta

mengambil jalan pintas ( kejahatan ). Dengan menikah merupakan jalan

terbaik untuk melampiaskan naluri tersebut, dan membuat diri memiliki

pribadi yang baik, jiwa yang tenang, mata terpelihara, dan perasaan tenang.

Sedangkan Ali Ahmad Al-Jurjawi mempunyai pendapat bahwa

sebenarnya hikmah-hikmah perkawinan itu banyak sekali, diantaranya sebagai

berikut :34.

1. Untuk memperoleh ketentraman dan ketertiban hidup.

2. Untuk memberi kehidupan yang lebih layak, lebih makmur pada kehidupan

masing-masing, karena laki-laki dan perempuan adalah dua sekutu yang

berfungsi memakmurkan dunia masing-masing dengan ciri khasnya berbuat

dengan berbagai macam pekerjaan.

34
Ali Ahad Al –Jurjawi, Hikmah Al-Tasyri Wa Falsafatuh ( Falsafah dan Hikmah Hukum
Islam), penerjemah : Hadi Mulyo dan Sobahus Surur, ( Semarang: CV. Asy-Syifa, 1992 ), h.256-258
3. Sesuai dengan tabiatnya, manusia itu cenderung mengasihi orang yang

dikasihi. Adanya istri bisa menghilangkan kesedihan dan ketakutan. Istri

berfungsi sebagai teman dalam suka dan penolong dalam mengatur

kehidupan. Istri berfungsi untuk mengatur rumah tangga yang merupakan

sendi penting bagi kesejahteraannya. Seperti firman Allah dalam surat al-

A’raf ayat 189:

... َْ9َِ‫َُ إ‬7ْFَ9ِ ََْ‫َ ِ َْ زَو‬$َََ‫َةٍ و‬Qِ‫ٍ وَاﺡ‬hْMَ‫ ﻥ‬


ْ ِ ُْ7َََ ‫هُ"َ ا \ِي‬
(189:7/‫<اف‬q‫)ا‬
Artinya : “Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan
daripadanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang
kepadanya….”(QS. Al-A’raf/7:189)

Dari firman Allah tersebut, membenarkan firman atau ayat-ayat dari yang

telah penulis uraikan sebelumnya, bahwa memang benar sudah menjadi ketetapan

Allah kepada manusia atau para umatnya bahwa di bumi ini mereka memang

diciptakan secara berpasang-pasangan, ini dibuktikan dengan diciptakannya Siti

Hawa dari tulang rusuk Nabi Adam yang mengartikan bahwa pasangan suami

istri bukan hanya untuk melengkapi satu sama lain namun juga merupakan

pasangan jiwa yang kekal dan abadi, walaupun kadang ada yang sudah menikah

bertahun-tahun namun pada akhirnya mereka bercerai, banyak hal yang dapat

menyebabkan sebuah perceraian, mulai dari sudah tidak adanya kecocokan antar

pasangan, atau ada juga pasangan yang mengatakan bahwa jodoh mereka sudah

habis, alasan tersebut masuk diakal karena seperti yang sudah kita ketahui

bersama bahwa jodoh, rezeki dan usia ( mati ) yang mengetahui semua itu
hanyalah Allah semata, namun hal tersebut tidak dapat dijadikan sebuah landasan

dibolehkannya sebuah perceraian, karena Allah sendiri sangat membenci

perceraian.

Kesimpulannya adalah kesadaran untuk menjaga sebuah pernikahan tidak

hanya bergantung dengan istilah yang mengatakan bahwa si pasangan adalah

jodoh saya atau jodohnya sudah habis, karena selain campur tangan Allah yang

mempertemukan mereka, dibutuhkan kesadaran penuh pada diri pasangan-

pasangan tersebut bahwa dengan dipertemukannya mereka ada rencana indah

Allah untuk menyatukan mereka dan mereka wajib untuk menjaga rencana indah

tersebut dengan segenap hati dan jiwa mereka hingga mereka bisa membangun

keluarga yang sakinah, mawaddah warrahmah sampai akhir hayat, dan dapat

memberikan atau melahirkan putra dan putri yang shalih dan shalihah, yang

dapat mensyiarkan agama Allah kepada generasi-generasi yang akan datang,

menjadi suri tauladan yang baik, dan dapat berguna bagi bangsa dan terutama

adalah agamanya.
BAB III

DESKRIPSI UMUM TENTANG

DESA CIJUREY SUKABUMI JAWA BARAT

I. Kondisi Geografis dan Sosial

Desa Cijurey berada di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat, yang memiliki

landskap lereng dan berada di punggung bukit dengan topografi yang datar.

Jumlah penduduk keseluruhan adalah + 101.100 jiwa, dengan perincian laki-laki

dewasa sebanyak + 45495 jiwa, perempuan dewasa berjumlah + 50550 jiwa dan

anak-anak berjumlah + 15165 jiwa.

Berada di lereng bukit, masyarakat didesa ini mayoritas adalah petani

sebanyak + 45495 ( 45 % ) dan pedagang + 20220 ( 20 % ), sisanya merupakan

pengangguran atau dengan pekerjaan tidak tetap, serta masih dalam tahap

pendidikan.35

Masyarakat desa Cijurey terdiri dari berbagai etnis. Mayoritas adalah etnis

Sunda + 6066 jiwa ( 60 % ), etnis-etnis lain sebagai minoritas terdiri dari etnis

Jawa + 1011 jiwa ( 10 % ), Melayu + 2022 jiwa ( 20 % ) dan kumpulan etnis yang

berasal dari wilayah Indonesia Timur + 1011 jiwa ( 10 % ).

Dari segi pendidikan, masyarakat desa Cijurey sudah memiliki kesadaran

untuk menempuh jenjang pendidikan yang tinggi atau sekurang-kurangya sampai

35
BPS, Podes, 2000
dengan tingkat menengah atas. Berdasarkan data yang penulis dapat bahwa +

15165 jiwa ( 15 % ) penduduk sudah memiliki ijazah S1, sementara + 40440 ( 40

% ) sudah atau sedang menempuh pendidikan tingkat menengah atas ( SLTA ).

Sedangkan sisanya masih dalam tahap pendidikan tingkat menengah pertama

( SLTP ), sedangkan sisanya Sekolah Dasar dan juga yang tidak sekolah sama

sekali.

Dari segi Agama, mayoritas penduduk di desa Cijurey adalah Agama

Islam + 70770 jiwa ( 70 % ), Kristen + 20220 jiwa ( 20 %) dan Hindu-Budha

+10110 jiwa ( 10 % ). Meski begitu, walaupun penduduk ddesa Cijurey mayoritas

beragama Islam dan sudah mempunyai latar belakang pendidikan yang bagus,

namun para penduduk di desa ini masih cenderung percaya kepada adat istiadat

atau ajaran dari leluhur dan nenek moyang mereka tentang agama kepercayaan

atau adat istiadat yang ada pada zaman leluhur atau nenek moyang mereka. Hal

inilah yang melandasi banyaknya praktik atas nama tradisi yang dianggap syar’i

oleh masyarakat luas khususnya oleh penganut Agama Islam di desa tersebut.

J. Tata Cara Pernikahan Masyarakat Desa Cijurey

Seperti yang telah penulis utarakan di atas bahwa para penduduk desa

Cijurey atau masyarakat sunda masih sangat kental dalam menjalankan tradisi

yang ada di desa mereka, khususnya dalam hal Pernikahan. Bahkan mereka

mempunyai spefiikasi terhadap sebuah Pernikahan, seperti yang telah penulis


uraikan pada bab sebelumnya, Pernikahan dalam adat sunda di bagi menjadi dua,

diantaranya sebagai berikut :

a. Pernikahan Biasa

Pernikahan yang aturan dan tata caranya sesuai dengan ketentuan yang

berlaku di negara ini.

b. Pernikahan Diam-Diam

Pernikahan yang aturan dan tata caranya sesuai dengan adat istiadat atau

tradisi yang berlaku di daerah tersebut. Dalam pernikahan ini terbagi menjadi

beberapa macam jenis pernikahan atau perkawinan, yaitu: 36

a. Kawin Gantung

Kawin yang ditangguhkan, baik itu kawinnya itu ditangguhkan maupun

cara bergaulnya. Maksudnya disini adalah, adanya kesepakatan dari kedua

orang tua dari dua orang anak kecil yang berlainan jenis ( laki-laki dan

perempuan ) yang mana kedua orang tua tersebut mempunyai rencana

apabila dua orang anak kecil tersebut ( laki-laki dan perempuan ) sudah

dewasa, mereka akan menyatukan kedua anak kecil tersebut kedalam

sebuah ikatan pernikahan, kesepakatan ini dilakukan ketika kedua anak

kecil tersebut masih kecil dan belum mengerti akan arti dari sebuah

pernikahan, kesepakatan ini hanya dilaksanakan oleh kedua orang tua dari

anak kecil tersebut dan disaksikan oleh sanak saudara dari kedua belah

36
Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaaan Daerah Jakarta, Upacara Perkawinan
Jawa Barat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, ( Jakarta, 1982 ), h. 64-69
pihak yang diikuti oleh acara selamatan sekedarnya saja, tanpa perlu

dihadiri oleh petugas dari KUA.

b. Kawin Ngarah Gawe

Perkawinan yang dilakukan antara anak perempuan yang belum dewasa

dan belum akil balig dengan seorang lelaki dewasa, yang sesudah

perkawinan dilangsungkan pengantin wanita wajib mondok atau tinggal di

rumah mertuanya. Karena pengantin perempuannya belum balig, maka

tidak dibolehkan adanya hubungan suami istri antara pengantin

perempuan dan pengantin laki-laki. Tujuan sebenarnya dari adanya

perkawinan ini adalah sang mertua menjadikan sang menantu sebagai

tenaga pembantu ( Ngarah Gawe ) baik itu untuk membantu dirumah

ataupun di kebun, karena tujuan awal dari diadakannya perkawinan ini

adalah agar sang mertua mempunyai tenaga pembantu baik untuk dirumah

ataupun di kebun, tanpa harus memberikan upah atau gaji kepada

menantunya.

c. Kawin Pendok ( Keris )

Perkawinan yang dilakukan oleh orang yang sudah beristri. Maksudya

adalah, seorang suami yang ingin mempunyai istri lagi tapi tidak mau

diketahui oleh istri pertamanya, cara yang dilakukan agar tidak diketahui

oleh istri pertamanya adalah, laki-laki tersebut tidak datang sendiri

ketempat calon istrinya dan melangsungkan akad nikah bersama,

melainkan mengutus orang lain sebagai wakilnya yang wakilnya tersebut


membawa sebuah pendok (keris) milik dari laki-laki tersebut, jadi yang

melakukan ijab qabul di depan penghulu atau KUA adalah sang wakil

namun dengan membawa pendok (keris) tersebut, ini sebagai tanda bahwa

dia hanya mewakili pernikahan tersebut. Ada 2 alasan kenapa bisa terjadi

perkawinan semacam ini, Pertama ; Karena mempelai pria menjaga

martabatnya ( gengsi ) karena harus menikah dengan wanita yang tidak

selevel dengannya, Kedua; Menjaga agar jangan sampai pernikahan

tersebut diketahui baik oleh istri, keluarga ataupun orang banyak.

d. Kawin Sembunyi

Perkawinan yang dilangsungkan oleh suami yang sudah beristri, namun

ingin menikah lagi tanpa diketahui oleh istri sebelumnya, ini sama dengan

perkawinan pendok ( keris ) hanya bedanya pengantin pria datang sendiri

untuk melangsungkan perkawinan tanpa harus menggunakan wakil.

e. Kawin dengan Pria Pendatang

Perkawinan yang dilangsungkan oleh orang tua sang gadis kepada pria

pendatang, tamu atau perantau dari daerah lain.

f. Ditarik Kawin

Khusus Untuk Ditarik Kawin ada 2 Persepsi:

1) Ditarik Kawin I

Perkawinan yang dilakukan karena dorongan atau adanya desakan dari

kedua orang tua calon pengantin, khususnya orang tua pengantin

wanita kepada pengantin pria, karena mereka menganggap hubungan


yang terjalin sudah cukup lama namun belum juga diresmikan, apabila

sang pengantin pria atau orang tuanya belum mampu secara materi,

maka orang tua dari pengantin wanita siap menganggung semua biaya

pernikahan dan segala resikonya asalkan pernikahan tersebut bisa

segera dilangsungkan.

2) Ditarik Kawin II

Perkawinan yang dilangsungkan karena sudah terjadi kehamilan

sebelum menikah, akibat dari sudah terlalu lama bergaul atau

berhubungannya kedua pasangan tapi belum juga menikah, pernikahan

ini diminta oleh orang tua perempuan kepada orang tua laki-laki

sebagai bentuk tanggung jawab. Perkawinan ini biasanya dilakukan

tanpa adanya resepsi atau berlangsung biasa-biasa saja karena orang

tua dari kedua pengantin malu.

g. Kawin Kias

Menurut adat perkawinan ini juga disebut kawin tamba karunghal.

Digunakan istilah kawin kias karena kawinnya itu merupakan kiasan agar

adiknya tida kawin mendahului kakaknya.

h. Kawin Panyela

Perkawinan yang menggunakan orang ketiga. Perkawinan ini dilakukan

oleh suami yang telah mentalak istriinya dengan talak tiga, namun ingin

rujuk kembali dengan istrinya, oleh karena itu sang istri harus menikah

dulu dengan orang lain kemudian setelah habis masa iddahnya orang
tersebut harus menceraikan sang wanita, agar dapat menikah lagi dengan

suaminya, oleh karena itu orang lain tersebut adalah orang dari suruhan

suami. Untuk seluruh biaya perkawinan, orang lain tersebut yang

membayar, namun orang lain tersebut mendapatkan upah atau bayaran

dari sang suami, jadi setelah habis masa iddahnya sang suami bisa

langsung menikah lagi dengan mantan istrinya

i. Kawin Tua Sama Tua

Perkawinan yang dilakukan oleh duda yang sudah tua dengan janda yang

sudah tua pula.

j. Nyalindung Ka Gelung

Perkawinan Nyalindung Ka Gelung yang menurut bahasa Indonesia

adalah berlindung di ( bawah ) sanggul. Artinya adalah seorang suami

yang menikahi istrinya, namun sang istri lebih kaya dan mempunyai

kemampuan lebih daripada suaminya, oleh karena itu di pribahasakan

berlindung di bawah sanggul ( istrinya )

k. Manggih Kaya

Perkawinan ini adalah kebalikan dari Nyalindung Ka Gelung, yaitu

Perkawinan antara lelaki yang kaya dengan perempuan yang miskin, bagi

perkawinan ini juga tidak ada syarat yang nyata, ini hanya pendapat

dilingkungan hukum yang berlaku disana, bila perkawinan dapat disebut

demikian.

l. Kawin Turun Karanjang


Maksudnya adalah Perkawinan yang terjadi apabila sang pengantin

menikah dengan bekas adik istrinya atau adik bekas suaminya

m. Kawin Unggah Karanjang

Ini kebalikan dari Kawin Turun Karanjang, yaitu Perkawinan yang terjadi

apabila sang pengantin menikah dengan kakak mantan istrinya atau kakak

mantan suaminya.

Tidak hanya ada pengspesifikasian terhadap Pernikahan, namun ada juga

beberapa upacara kebudayaan yang mewarnai pernikahan kedua calon mempelai,

rangkaian demi rangkaian upacara adat ini harus dilakukan bagi kedua mempelai

baik dilakukan sebelum ataupun dalam proses pernikahan mereka. Berikut adalah

Tata Caranya :37

2. Nendeun Omong.

Pembicaraan orang tua atau utusan pihak pria yang berminat mempersunting

seorang gadis.

2. Lamaran

Dilaksanakan orang tua calon pengantin beserta keluarga dekat. Disertai

seseorang berusia lanjut sebagai pemimpin upacara

3. Tunangan.

Dilakukan ‘patuker beubeur tameuh’, yaitu penyerahan ikat pinggang warna

pelangi atau polos kepada si gadis.

4. Seserahan ( 3-7 hari sebelum pernikahan )

37
Sri Saadah Soepomo, dkk, Pandangan Generasi Muda Terhadap Upacara Perkawinan Di
Kota Bandung, ( Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998), h.32-35
Calon pengantin pria membawa uang, pakaian, perabot rumah tangga, perabot

dapur, makanan, dan lain-lain.

5. Ngeuyeuk Seureuh.

Dilakukan sebelum melakukan seserahan ,diserahkan 3-7 hari sebelum

pernikahan, apabila tidak dilakukan, maka seserahan dilaksanakan sesaat

sebelum akad nikah.

6. Membuat Lungkun.

Dua lembar daun sirih bertangkai saling dihadapkan, Digulung menjadi satu

memanjang, Diikat dengan benang kanteh, Diikuti kedua orang tua dan para

tamu yang hadir.

7. Berebut Uang di Bawah Tikar Sambil di Sawer.

Melambangkan berlomba mencari rizki dan disayang keluarga.

8. Upacara Prosesi Pernikahan

a. Penjemputan calon pengantin pria, oleh utusan dari pihak wanita.

b. Ngabageakeun.

Ibu calon pengantin wanita menyambut dengan pengalungan bunga melati

kepada calon pengantin pria, kemudian diapit oleh kedua orang tua calon

pengantin wanita untuk masuk menuju pelaminan.

c. Akad Nikah.

Petugas KUA, Para Saksi, Pengantin Pria sudah berada di tempat nikah.

Kedua orang tua menjemput pengantin wanita dari kamar, lalu

didudukkan di sebelah kiri pengantin pria dan dikerudungi dengan tiung


panjang, yang berati penyatuan dua insan yang masih murni. Kerudung

baru dibuka saat kedua mempelai akan menandatangani surat nikah.

d. Sungkeman.

Kedua Mempelai masing-masing memohon restu kepada para orang tua

mereka.

e. Wejangan.

Dilakukan oleh ayah pengantin wanita atau keluarganya, yang ditujukan

kepada kedua calon mempelai.

f. Saweran.

Kedua pengantin didudukkan di kursi. Sambil penyaweran, pantun sawer

dinyanyikan, pantun berisi petuah utusan orang tua pengantin wanita,

kedua pengantin dipayungi payung besar diselingi taburan beras kuning

atau kunyit ke atas payung.

g. Meuleum Harupat.

Pengantin wanita menyalakan harupat dengan lilin. Harupat disiram

pengantin wanita dengan kendi air, lantas Harupat dipatahkan oleh

pengantin pria.

h. Nincak Endog.

Pengantin pria menginjak telur dan elekan sampai pecah, lantas kakinya di

cuci dengan air bunga dan dilap pengatin wanita.

i. Buka Pintu.
Diawali mengetuk pintu tiga kali, diadakan tanya jawab dengan pantun

bersahutan dari dalam dan luar pintu rumah, setelah kalimat Syahadat

dibacakan, pintu dibuka dan pengantin masuk menuju pelaminan.

Setelah penulis menguraikan tata cara yang terjadi pada saat pernikahan di

desa tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa setiap rangkaian prosesi acara

memiliki nilai tersendiri bagi kedua mempelai. Mulai dari do’a agar memperoleh

rezeki yang melimpah, memperoleh keturunan yang sholeh sampai dengan

kerukunan atau kelanggengan rumah tangga sang mempelai, yang kesemuanya

dilakukan dan dilaksanakan dengan sangat suka cita dan penuh dengan ke

khidmatan dengan harapan supaya apa yang telah mereka laksanakan tersebut

dapat terwujud dan menjadi suatu hal yang baik bagi kelangsungan pernikahan

mereka ke depannya nanti dan agar nantinya mereka menjadi keluarga yang

sakinah, mawaddah warrahmah.

Dari serangkaian upacara pernikahan yang telah penulis uraikan di atas,

dapat diambil beberapa nilai filosofis yang dapat kita pelajari serta kita ambil

hikmahnya, diantaranya sebagai berikut :

1. Kemudahan Rezeki.

Ditandai dengan saweran, seperti membagi-bagikan uang dalam bentuk

pecahan uang logam dan permen manis merupakan tanda sekaligus do’a agar

diberi rezeki yang melimpah. Dengan saweran, para tamu dan penduduk

sekitar akan merasa senang dan dengan sendirinya akan memberikan do’a

yang baik kepada kedua mempelai.


2. Sungkeman serta Wejangan

Ini dapat diartikan bahwa sang mempelai masih menghormati jasa-jasa para

kedua orangtua dari para mempelai dan mengharapkan nasihat atau petuah

yang dapat dicontoh atau dipelajari oleh kedua mempelai untuk mengarungi

biduk rumah tangga mereka.

3. Prosesi Injak Telur

Prosesi ini melambangkan bahwa sebagai seorang isteri, mempelai wanita

harus siap untuk mengabdikan diri sepenuhya kepada suami, karena dalam

suatu pernikahan suami akan menjadi imam dalam kehidupan rumah tangga

mereka.

4. Pembuatan Lungkun

Ini dimaknai dengan maksud atau tujuan apabila kedua mempelai di masa

depannya dalam berumah tangga mempunyai rezeki yang berlebih mereka

dapat membantu keluarga atau membagi-bagikan kepada para handai taulan

yang tidak mampu dan membutuhkan bantuan.

5. Lamaran.

Melambangkan kamantapan dan keabadian dalam menjalankan bahtera rumah

tangga.

Semua prosesi yang dilakukan diatas, selain untuk menghormati dan

mentaati adat istiadat yang berlaku di desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat, namun

juga untuk mengharapkan ridho dan restu dari banyak orang dan tentunya Allah
SWT, agar pernikahan mereka dapat berjalan dengan baik dan menjadi keluarga

Sakinah, Mawaddah Warrahmah.


BAB IV

PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK

MENURUT MASYARAKAT DESA CIJUREY

A. Definisi Pernikahan Melangkahi Kakak

Kata melangkahi berasal dari kata langkah yang artinya adalah melewati

atau mendahului. Disini ada tiga pengertian yang Pertama; melangkahi artinya

mendahului kawin, yang Kedua; pelangkah artinya barang yang diberikan oleh

calon pengantin pria kepada kakak calon pengantin wanita yang belum menikah

(yang dilangkahi atau yang didahului kawin) dan yang Ketiga; pelangkahan

artinya proses, cara, perbuatan melangkahi atau melangkahkan, permulaan

melakukan sesuatu (pekerjaan; perjalanan).38 Kaitannya dengan skripsi ini,

penulis mengambil pengertian yang pertama yaitu melangkahi atau mendahului

kawin ( menikah ).

B. Adat Istiadat

Istilah hukum adat pertama kali digunakan oleh Snouch Hurgronje karena

hukum adat itu adalah terjemahan dari istilah dalam bahasa Belanda yaitu

“adatrecht”. Snouch Hurgronje menggunakan istilah “adatrecht” didalam

karyanya De Atjehihers yang isinya membahas perihal adat istiadat suku bangsa

38
“Kamus Besar Bahasa Indonesia”, artikel diakses pada 23 Januari 2010 dari http://
www.google.com
aceh.39 Adatrecht disini adalah keseluruhan aturan tingkah laku yang berlaku

bagi bumi putera dan orang Timur Asing yang mempunyai upaya memaksa lagi

pula tidak dikodifikasikan.40

Sedangkan kata adat itu sendiri berasal dari bahasa arab yang berati

“kebiasaan”.41 Kebiasaan yang dimaksud disini adalah semua perilaku yang

dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari yang tidak menyimpang

dari norma-norma yang berlaku di masyarakat tersebut.

Ahli hukum adat mempunyai definisi tentang pemahaman dan pengertian

tentang hukum adat, diantaranya sebagai berikut :

a. Prof. Bushar Muhammad, S.H.

Hukum adat itu adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia Indonesia

Dalam hubungan satu sama lain, baik yang merupakan keseluruhan kelaziman

dan kebiasaan ( kesusilaan ) yang benar-benar hidup di masyarakat itu,

maupun yang merupakan keseluruhan peraturan-peraturan yang mengenal

sanksi atas pelanggaran dan yang ditetapkan dalam keputusan-keputusan para

penguasa adat yaitu mereka mempunyai kewibawaan dan berkuasa memberi

keputusan dalam masyarakat adat itu, ialah yang terdiri dari lurah, penghulu

agama, pembantu lurah, wali tanah, kepala adat, hakim. 42

39
A.Ridwan Halim, Hukum Adat Dalam Tanya Jawab, ( Jakarta:Ghalia Indonesia, 1989 ),
cet.ke II, h.4
40
Soerjono Soekanto dan Soleman B. Taneko, Hukum Adat Indonesia,(Jakarta:CV. Rajawali,
1990), cet. Ke IV, h.25
41
A.Ridwan Halim, Hukum Adat Dalam Tanya Jawab, (Jakarta:Ghalia Indonesia,1989) h.83
42
Bushar Muhammad, Asas-Asas Hukum Ada :Suatu Pengantar, ( Jakarta, Pradnya
Paramita, 1994 ), cet.ke 8, h.64
b. Prof. Dr. R. Soepomo

Hukum adat itu ialah keseluruhan hukum yang tidak tertulis, dalam peraturan

legislatif dan hidup sebagai konvensi dilembaga-lembaga negara serta hukum

yang timbul karena putusan-putusan hakim dan hukum yang hidup sebagai

peraturan kebiasaan yang dipertahankan dalam pergaulan hidup.

Sedangkan Menurut Para Ahli Hukum Islam, yang mana mereka melihat

bahwa prinsip-prinsip adat sebagai salah satu sumber hukum Islam yang

sekunder. Artinya adat (‘urf ) terjadi ketika sumber-sumber yang primer tidak

memberikan jawaban terhadap masalah-masalah yang muncul. 43

Seperti contoh, Imam Malik, dalam membina mazhabnya beliau lebih

menitik beratkan pada amaliah ulama Madinah, sebab syariat Islam banyak

dilandaskan penetapan hukumnnya atas ‘urf atau adat masyarakat setempat,

karena hal itulah mengapa adat istiadat dapat dijadikan pertimbangan sebagai

sumber hukum asalkan tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan syariat

Islam.

Dalam praktiknya, ada beberapa syarat agar adat itu dapat dijadikan

sebagai salah satu hukum islam, berikut pemaparannya :

1. Untuk dapat diterima kedalam salah satu hukum islam, adat tersebut harus

dapat diterima oleh perasaan dan akal sehat, serta mendapatkan pengakuan

43
Ratna Lukito, Pergumulan Antara Hukum Islam dan Hukum Adat di Indonesia,
(Jakarta:INIS, 1998 ), h.8
dari khalayak umum, maksudnya tidak bertentangan dengan hati nurani dan

bisa diterima dengan akal sehat orang banyak

2. Hal atau adat tersebut sudah sering terjadi dan menjadi perilaku umum dalam

kehidupan masyarakat itu sendiri

3. Adat tersebut memang sudah ada sebelum atau ketika suatu hal akan

dilaksanakan yang berkenaan dengan adat itu sendiri.

4. Tidak ada persetujuan atau pilihan lain antara kedua belah pihak, maksudnya

adalah apapun itu mereka secara tidak langsung bersedia untuk mengikuti

akan apa yang sudah menjadi ketetapan dalam adat mereka.

5. Yang pastinya adat tersebut tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah

dari Nabi Muhammad SAW, atau dengan kata lain, adat tersebut tidak

bertentangan dengan Syariat Islam.

Dalam hal sering terjadi penggunaan atau pemakaian suatu adat istiadat

di suatu daerah, hal ini tidak terlepas dari pengaruh atau doktrin dari para sesepuh

atau orang yang dihormati di daerah tersebut, selain mereka sendiri juga meyakini

bahwa mereka memang patut untuk melaksanakan adat istiadat tersebut. Di

beberapa daerah di Indonesia ada sebagian masyarakat yang mempunyai klan atau

kelompok-kelompok mereka sendiri, mereka mempunyai marga atau garis

identitas kelompok mereka sendiri.

Kaitannya dengan pernikahan adalah bahwa para klan atau kelompok-

kelompok tersebut memasukkan suatu adat istiadat yang wajib dilaksanakn oleh

para pengikutnya atau para kerabatnya, ini ditujukan untuk melestarikan adat
istiadat dari klan mereka sendiri, karena dapat melahirkan generasi-generasi yang

akan melanjutkan adat istiadat atau kebudayaan mereka. 44 Karena menurut Ter

Haar sebuah pernikahan atau perkawinan dapat menghentikan atau dapat

mendamaikan sebuah pertikaian atau suatu perselisihan yang sudah lama

berlangsung antara dua kerabat atau klan mereka. 45

Di dalam Pernikahan masyarakat adat yang dikaitkan dengan pengaruh

hukum agama, ada tiga macam yang memungkinkan sah atau tidaknya pernikahan

tersebut, antara lain sebagai berikut :

1. Di dalam pernikahan masyarakat adat, Hukum Perkawinan atau Pernikahan

Islam menjadi penentu untuk sah atau tidaknya suatu pernikahan, bahkan

menolak segala hal yang berhubungan dengan ketentuan hukum adat,

termasuk didalamnya upacara-upacara nikah.

2. Suatu perkawinan atau pernikahan dapat dianggap sah apabila dalam akad

nikahnya sudah dilakukan menurut hukum Islam. Walaupun sebelumnya atau

sesudahnya tetap dilakukan upacara adat.

3. Suatu perkawinan atau pernikahan belum dianggap sah apabila perayaan

upacara perkawinan secara adat belum dilakukan walaupun sebelumnya sudah

dilakukan akad nikah secara Islam. Hal seperti ini terjadi di daerah Paminggir

( Lampung ), Tapanuli, dan Minangkabau. 46

44
Imam Sudiyat, Hukum Adat ; Sketsa Asas. ( Yogyakarta : Liberty Yogyakarta, 1981 ) Cet.
Ke-2, h. 107
45
Ter Haar, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, ( Jakarta : Pradnya Paramita, 1974 ) h.187
46
Surojo Wigbjadipuro, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, (Jakarta:Gunung Agung
1982 ),cet.ke IV, h. 33
C. Melangkahi Dilihat Dari Sudut Pandang Adat dan Hukum Islam

1. Sudut Pandang Adat

Dalam Adat Sunda dikenal suatu istilah “Karunghal” ( mendahului)47.

Karunghal atau yang lebih dikenal dengan istilah pernikahan melangkahi

kakak kandung. Artinya adalah suatu pernikahan yang tidak diizinkan terjadi

apabila pengantin yang akan menikah melangkahi kakak perempuannya yang

belum menikah.

Pada masyarakat sunda khususnya di Desa Cijurey, pernikahan

semacam ini sangat dilarang, karena para masyarakat atau penduduk desa ini

percaya bahwa apabila ada seorang kakak perempuan yang belum menikah

dan dilangkahi pernikahannya oleh sang adik, maka niscaya kehidupan dari

kakak perempuan tersebut tidak akan bagus kedepannya, terutama untuk

masalah jodoh. Dan juga kakak ataupun keluarga yang akan dilangkahi

menikah oleh sang adik akan mendapatkan dampak ( kesialan ) atau akibat

yang tidak enak bagi keluarga terutama bagi kakaknya, belum lagi kelakuan

sang kakak yang dapat mengecewakan orang tua, karena pelampiasan dari

dilangkahi oleh adiknya, yaitu didahului menikah.48

Hal ini didasari dari adanya pantangan turun temurun ( kapamalian ) dari

para pendahulu keluarga bahwa seorang adik dilarang keras untuk menikah

47
Sri Saadah Soepomo, dkk, Pandangan Generasi Muda Terhadap Upacara Perkawinan Di
Kota Bandung, (Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998 ), h.32-35
48
Hasil Wawancara dengan Bpk. Firman, Tokoh Masyarakat Desa Cijurey pada tanggal 06
Desember 2008
sebelum kakak wanitanya menikah. Bahkan karena kerasnya larangan ini

apabila memang sudah sangat mendesak sang adik harus menikah ( hamil di

luar nikah atau hal lain ) maka sang adik wajib memberikan uang pelangkah

kepada kakak wanita yang akan dilangkahi ( uang pelangkah ).49

Bahkan karena tidak mau melanggar peraturan adat selain memberikan

uang pelangkah ada cara lain yang dapat dilakukan, yaitu mengawinkan sang

kakak perempuan terlebih dahulu, tidak peduli apakah perkawinan sang kakak

kedepannya bagus atau tidak, atau dengan jalan perkawinan, kawin sekarang

besok cerai ( kawin sore, pegat isuk ) tidak menjadi masalah, kawin yang

semacam ini juga disebut “kawin tamba karunghal” atau “kawin kias”. 50

Dalam hal ini, kedudukan uang pelangkah menjadi sangat penting

karena secara tidak langsung itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang adik

untuk memberikan pelangkah, baik berupa uang ataupun barang.

Namun akan berubah menjadi buruk apabila sang adik tidak dapat

memberikan uang pelangkah kepada kakaknya, karena keterbatasan dana atau

lain hal, apabila pelangkah yang diminta dapat dipenuhi maka pernikahan

dapat berlangsung namun apabila pelangkah yang diminta tidak dapat

dipenuhi akan terjadi penundaan bahkan batalnya pernikahan tersebut, karena

yang dilangkahi belum mendapatkan persyaratan yang dia minta.

49
Hasil Wawancara dengan Bpk. Firman, Tokoh Masyarakat Desa Cijurey pada tanggal 06
Desember 2008
50
Ibid, h.31
Karena adanya hal tersebut dikhawatirkan akan berdampak buruk

kepada calon pengantin, karena harusnya mereka sudah menikah harus

tertunda karena tidak sanggup memberikan syarat pelangkah yang diberikan

oleh kakaknya. Yang akhirnya membawa dampak buruk, seperti adanya

perzinahan ataupun gangguan kejiwaan pada sang adik karena keingginannya

harus tertahan atau bahkan batal ( tidak jadi ).

Jadi menurut adat, pernikahan melangkahi kakak kandung sangat

dilarang karena :

a. Melanggar aturan adat yang sudah berlaku beratus-ratus tahun yang lalu

b. Melanggar aturan keluarga yang sudah ada secara turun temurun

(kapamalian)

c. Adanya dampak yang akan terjadi kepada sang kakak apabila sang adik

tetap melakukan pernikahan (selain menyakiti perasaan kakaknya, hal

tersebut dapat mengganggu kejiwaan sang kakak)

d. Dikucilkannya sang adik oleh masyarakat, karena tidak mau bersabar

untuk kakaknya

2. Sudut Pandang Hukum Islam

Pada dasarnya larangan menikah melangkahi kakak, terjadi karena

adanya kebiasaan yang dilakukan oleh para pendahulu di daerah tersebut,

yang menjadi doktrin bagi para keturunannya untuk mau mengikuti peraturan

tersebut. Bahkan sampai ada orang tua yang melarang dan menolak lamaran

seseorang hanya karena kakaknya atau saudaranya yang lebih tua belum
menikah, karena mereka sangat menjungjung tinggi adat istiadat yang telah

ada dari leluhurnya, sehingga mereka berani mengesampingkan hak dan nasib

dari anak mereka sendiri. Sedangkan dalam Islam, apa yang mereka lakukan

tidak pernah ada dalam dalil dan syariat islam. Karena dalam Hukum Islam

tidak pernah ada larangan ataupun hadits yang melarang seseorang untuk

menunda suatu pernikahan, justru islam sangat menganjurkan agar seseorang

menyegerakan suatu pernikahan. Sebagaimana sabda rasulullah :

51
(F n‫َدِآُْ )روا‬q ْ‫َْ أَو‬9َ! ‫ُِ"ْا‬Qْ<‫ وَا‬,e‫إِﺕُ" ا‬
Artinya : “Bertakwalah kepada allah dan berbuat adillah diantara anak-anak
kalian.”

Dari hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa, tidak ada satu orang pun

yang dapat menghalangi niat seseorang untuk menikah, orang tua sekalipun

tidak akan bisa, bahkan rasulullah sangat menyarankan apabila ada seorang

anak gadis yang akan menikah dan sudah ada orang yang meminangnya dan

orang tersebut sudah sesuai dan sekufu dengan sang gadis dan tentunya

dengan syarat orang tersebut harus berakhlak mulia dan berakhlak dengan

akhlak Islam52 walaupun sang gadis masih mempunyai saudara yang belum

menikah maka mereka harus segera dinikahkan, karena untuk mencegah

timbulnya fitnah atau hal buruk lainnya. Seperti sabda Rasulullah :

51
Al-Imam Muslim dan Imam Nawawi, Shahih Muslim, Muslim Abu Husein, ( Beirut Dar
al-Fikr, 1983) juz 9, h.176
52
Muhammad Ali Ss-Syahbuni, Pernikahan Dini Yang Islami, (Jakarta, Pustaka
Amani, 1996), cet. Ke. 1,h.90)
ْ َ ُْ‫ إِذَا أَﺕَآ‬,ََDَ‫ْ@ِ و‬9ََ< e‫ِ ﺹََ ا‬e‫ُ"ْلُ ا‬Dَ‫<َْ أَ!ِ هََُْةَ 'َلَ ر‬

ٌ‫َد‬Fَ(َ‫ و‬,ِ‫َرْض‬qْ‫ٌ (ِ ا‬Yً ْ*ِ( ُْ7َ‫َُْ"ْا ﺕ‬Mَ‫ ﺕ‬qِ‫ إ‬,ُnْ"ُG‫ﺕَْﺽَ"ْنَ دِْ َ@ُ وََُُ@ُ (َ`َو‬
(‫ إ! @ وا *\ى‬n‫ٌ )روا‬yَِْ<
Artinya : “ Bila datang meminang kepadamu orang yang kamu sukai agama
dan akhlaknya, maka kawinkanlah dia. Jika tidak kamu lakukan,
maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan akan ada kerusakan
yang besar. ( H.R. Ibnu Majah dan Tirmidzi )

Pada dasarnya pernikahan melangkahi kakak kandung (karunghal)

hanyalah sebuah istilah yang sudah biasa dan sudah dikenal oleh masyarakat.

Namun karena sudah berlangsung sekian lama dan turun temurun maka

masyarakat menjadikan hal tersebut menjadi hukum ( adat ) di daerah mereka.

Karena dasar itulah walaupun ia berasal dari hukum adat, hal itu tidak bisa

dijadikan patokan bahwa pernikahan tersebut dilarang menurut hukum islam.

Walaupun ada kaedah fiqih yang menyebutkan al-‘ adatu muhakkamat,

namun itu tidak bisa menjadi dasar adat bisa masuk dalam hukum islam.

T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, mengatakan bahwa adat dapat dijadikan

sebagai salah satu sumber hukum Islam. Akan tetapi hanya dalam urusan

muamalah (kemasyarakatan) saja sedangkan dalam urusan ibadah, orang tidak

boleh menambah atau mengurangi terhadap apa-apa yang telah ditetapkan

oleh Allah seperti yang telah diatur dalam Al-qur’an dan Sunnah Rasulnya.

Tidak sedikit masalah-masalah fiqiyah yang bersumber dari adat

kebiasaan ( urf ) yang berlaku pada kebiasaan masyarakat tertentu. Adat yang

tidak bertentangan ini disebut adat istiadat yang shahih, sedangkan larangan

pernikahan melangkahi kakak kandung dapat dikategorikan sebagai adat yang


fasaid yaitu segala sesuatu yang sudah dikenal manusia tapi berlawanan

dengan hukum Islam ( Abdul wahab khallaf, ilmu ushul fiqh, ( jakarta, majlis

al-a’ala. 1972), h.89) hal tersebut dianggap telah mempersulit dan menentang

salah satu perintah allah swt. Sebagaimana firman allah dalam surat Al-Hajj

ayat 78 dan surat Al-Baqarah ayat 185.

(78 :22/_- ‫ِ ِْ ﺡََجٍ )ا‬GQ ‫ ا‬Jِ( ُْ7ْ9ََ< َ$ََ ََ‫و‬
Artinya : “Dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama
suatu kesempitan”. ( Q.S Al-Haj/22:78)

َ@ ‫ُوا ا‬G&َ7ُ*َِ‫ةَ و‬Qِْ ‫ُِ"ا ا‬Nْ7ُ*َِ‫َْ و‬Fُْ ‫ُُ ا‬7ِ! ُQُِ ََ‫َْ و‬Fُ9ْ ‫ُُ ا‬7ِ! ُ@ ‫ُ ا‬Qُِْ
(185 :2/‫ُُونَ )ا &ة‬7ْlَ‫ُْ ﺕ‬7َََ‫َاآُْ و‬Qَ‫<ََ َ ه‬
Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu”. ( Q.S. Al-baqarah/2:185)

D. Pandangan Masyarakat Desa Cijurey tentang Pernikahan Melangkahi

Kakak

Dalam perkembangannya, tradisi pernikahan melangkahi kakak kandung

sudah mulai agak ditinggalkan, karena sudah tidak relevan lagi untuk

diaplikasikan pada masa sekarang, hal ini bisa dilihat dari mulai adanya

perbedaan pendapat dikalangan masyarakat Desa Cijurey, ada sebagian

masyarakat yang masih setia dan menjalani tradisi tersebut, namun ada juga

sebagian masyarakat yang tidak menghiraukan dan tetap melaksanakan

pernikahan seperti biasa.


Bagi mereka yang masih menjalani tradisi tersebut, para masyarakat itu

masih sangat percaya apabila seorang kakak yang belum menikah harus

dilangkahi menikah oleh sang adik, maka kehidupan sang kakak tidak akan bagus

untuk kedepannya, baik untuk masalah jodoh ataupun karir, karena alasan itulah

kadang ada orang tua yang tidak mengizinkan apabila ada anak yang lebih tua

harus dilangkahi menikah oleh sang adik, terutama apabila sang kakak itu

perempuan, mereka tidak akan mengizinkan sang adik untuk melakukan

pernikahan kecuali sang adik dapat memberikan persyaratan yang diberikan oleh

kakaknya, baik berupa barang ataupun uang. Sedangkan apabila sang adik belum

bisa memberikan persyaratan dari sang kakak, maka hal tersebut kembali kepada

kesepakatan antara sang kakak dan adiknya

Sedangkan untuk yang tidak setuju atau sudah tidak mengikuti adat

istiadat tersebut, apabila sang adik ingin menikah, maka orang tua ataupun sang

kakak akan dengan senang hati menerima kabar baik tersebut. Menurut mereka

hal tersebut jauh lebih baik daripada harus melarang sang adik menikah yang

nantinya justru akan mendatangkan hal yang tidak baik untuk adiknya. Seperti

contoh sang adik yang ingin melangsungkan pernikahan namun harus dilarang,

maka imbasnya adalah, sang adik dapat melakukan zina ataupun kawin lari, oleh

karenanya mereka akan dengan senang hati untuk mengizinkannya. 53

E. Analisis Penulis

53
Hasil Wawancara dengan Ibu Aas, Ibu Rumah Tangga pada tanggal 08 Desember 2008.
Pada awalnya pernikahan melangkahi kakak kandung (karunghal)

hanyalah sebuah kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari bagi penduduk desa

Cijurey, namun sejalan dan dengan seiringnya waktu, banyak keluarga yang

menerapkan sistem pernikahan seperti ini, dan mereka mengaplikasikannya

kepada keturunan mereka, sehingga dari awalnya yang hanya kebiasaan, lama

kelamaan menjadi tradisi dan menjadi adat dalam kehidupan masyarakat desa

Cijurey.

Dalam pengaplikasiannya ada pro dan kontra yang terjadi, ada perbedaan

pendapat yang timbul di kalangan masyarakat, yaitu; ada yang setuju dan ada

yang tidak setuju tentang pernikahan melangkahi kakak kandung ( karunghal /

dirunghal ), diantaranya sebagai berikut :

Bagi yang setuju :

1. Mereka mengikuti adat yang sudah ada secara turun temurun, dan sudah

menjadi tradisi di desa mereka, dan untuk menghormati peninggalan leluhur

mereka.

2. Mereka beranggapan bahwa apabila ada kakak yang belum menikah namun

dirunghal / dilangkahi oleh adiknya, maka mereka khawatir sang kakak akan

lama mendapatkan jodohnya.

3. Sugesti yang menjadi doa, maksudnya, kenapa sang kakak lama mendapatkan

jodoh, karena berawal dari rasa khawatir orang tua yang anak perempuannya (

kakak yang dilangkahi oleh adiknya ) belum menikah, menjadi terwujud

karena ucapan atau doa dari orang tua perempuan yang selalu berkata, kapan
anak saya akan mendapatkan jodohnya, sehingga secara tidak langsung

pikiran tersebut menjadi nyata, yang menyebabkan sang anak lama

mendapatkan pendamping hidup. Padahal apabila orang tua tersebut realistis

dan mau menerima kenyataan serta selalu berdoa secara positif maka bukan

tidak mungkin sang kakak yang dilangkahi oleh adiknya dapat segera

mendapatkan jodohnya

4. Menjaga perasaan sang kakak yang akan dilangkahi ( dirunghal ) oleh adiknya

agar tidak sakit hati dan berdampak buruk untuk kejiwaan sang kakak yang

dikhwatirkan akan timbul prilaku aneh dari sang kakak, sang kakak menjadi

pendiam ataupun bertingkah laku aneh.

Bagi yang tidak setuju :

1. Efek yang terjadi dari tertundanya pernikahan tersebut adalah, sang adik

melakukan zina atau perbuatan buruk lainnya, karena sang adik telah siap

menikah namun harus ditunda karena harus menunggu kesiapan atau izin dari

sang kakak.

2. Efek berkelanjutan dari mulanya cuma sekedar ditunda, namun menjadi gagal

akibat rasa kecewa dari pihak mempelai lainnya, karena harus terlalu lama

menunggu kesiapan dari sang kakak.

3. Persyaratan yang timbul ( uang pelangkah) yang tidak dapat dipenuhi oleh

sang adik, dikhawatirkan akan mempengaruhi keputusan sang kakak yang

akhirnya melarang sang adik menikah karena tidak mau dilangkahi.


4. Tidak ada dasar hukum yang mendukung adanya pernikahan melangkahi

kakak kandung, karena dilihat dari segi agama dan negara manapun

pernikahan melangkahi kakak tidak pernah ada, karena itu timbul dari adat

istadat dan kebiasaan yang timbul dari mayarakat sunda, khususnya yang

terjadi di Desa Cijurey.

5. Islam tidak pernah melarang seorang adik untuk menikah melangkahi

kakaknya, bahkan ada beberapa hadits nabi dan fiman allah yang

menganjurkan untuk mensegerakan suatu pernikahan, apabila kedua calon

mempelai sudah siap lahir bathin, dan telah siap segalanya. Berikut kutipan

hadits dan firman allah SWT :

Salah satu hadits dari Rasulullah SAW tentang Pernikahan :

ِ7َ :َ‫ََ 'َل‬Dَ‫ْ@ِ و‬9ََ< e‫َ ا‬$َ‫َ ﺹ‬Jِ& ‫ <َ ْ@ُ أَن ا‬e‫َ ا‬Jِ‫ِ رَﺽ‬Wَِ ِْ!‫<َِ ا‬
ِ* ُD َْ< َZِ[َ‫َْ ر‬Nَ( َ‫َء‬FG ‫ُِ وَأَﺕَ`َوَجَ ا‬Kْ(َ‫َ وَأَﻥَمَ وَأَﺹُ"ْمُ وَأ‬Gَ‫أَﻥَ أُﺹ‬
(F n‫ )روا‬Gِ َhْ9ََ(
Artinya: “Dari Anas bin Malik ra., bahwasanya nabi SAW memuji Allah dan
menyanjung-Nya, beliau berkata ; Akan tetapi aku sholat, aku tidur,
aku berpuasa, aku makan dan aku mengawini perempuan ; barang
siapa yang tidak suka dengan perbuatanku, maka bukanlah dia dari
golonganku ”. ( H. R. Muslilm )

Salah satu Firman Allah SWT tentang Pernikahan :

‫ُ"ﻥُ"ا‬7َ ْ‫ُْ إِن‬7ِ%َِ‫َ ِْ <ِ&َدِآُْ وَإ‬9ِ-ِ: ‫ُْ وَا‬7ْ ِ َََ8ْ ‫ُ"ا ا‬-ِ7ْ‫وَأَﻥ‬
(32 :24/‫ٌ )ا "ر‬9َِ< ٌCِD‫ِْ@ِ وَا @ُ وَا‬Aَ( ِْ ُ@ ‫(ََُاءَ ُ?ْ ُِِ ا‬
Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan
orang-orang yang layak ( untuk kawin ) di antara hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya ( Q.S.
An-Nur/24:32 )

Tidak pernah ada suatu agama, suatu negara atau orang tua manapun yang

dapat melarang seseorang atau seorang anak untuk melangsungkan suatu

pernikahan, karena menikah adalah hak dari seorang manusia, bahkan dalam

Undang-Undang No.1 tahun 1974, pasal 1; “Pernikahan adalah ikatan lahir

bathin antara seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan membentuk

keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa”.
BAB V

PENUTUP

I. Kesimpulan

Pada bab ini penulis akan mengemas beberapa kesimpulan dari perumusan

masalah pada bab 1, diantaranya sebagai berikut :

1. Tradisi Pernikahan di Desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat masih sangat kental

dengan adat istiadat para leluhur, hal ini bisa dilihat dari masih adanya

penggunaan tata cara perkawinan seperti: Nendeun Omong, Lamaran,

Tunangan, Seserahan, Ngeuyeuk Seureuh, Membuat Lungkun, Berebut Uang

di Bawah Tikar Sambil di Sawer, Upacara Prosesi Pernikahan, Akad Nikah,

Sungkeman, Wejangan, Saweran, Meuleum Harupat, Nincak Endog, Buka

Pintu.

2. Pada awalnya adat istiadat ini diterima dan dijalani oleh masyarakat Desa

Cijurey Sukabumi Jawa Barat dengan biasa, maksudnya mereka menerima

dengan baik adat istiadat tersebut. Namun dengan berjalannya waktu dan

berkembangnya zaman mulai timbul pro dan kontra yang terjadi di tengah-

tengah masyarakat tersebut. Bagi yang Pro mereka sangat percaya apabila

seorang kakak perempuan yang belum menikah harus dilangkahi menikah

oleh adiknya, mereka percaya bahwa kehidupan sang kakak kedepannya nanti

tidak akan berjalan dengan baik, terutama untuk masalah jodoh, oleh

karenanya para orang tua dan kakak perempuan di desa tersebut tidak akan
pernah mengizinkan seorang adik untuk menikah melangkahi kakak

perempuannya yang belum menikah, kecuali sang adik dapat memberikan

uang pelangkah atau dapat memenuhi persyaratan yang diberikan oleh sang

kakak kepada adiknya. Sedangkan untuk yang Kontra mereka tidak setuju

dengan adat istiadat tersebut karena menurut mereka hanya ada efek buruk

yang akan timbul, terutama untuk kejiwaan sang adik, sang adik yang tertunda

atau gagal menikah akan merasa sangat depresi karena harusnya dia sudah

menikah namun harus tertunda hanya karena harus mengikuti adat istiadat

tersebut, yang akhirnya dapat membuat sang adik berbuat nekat dengan cara

melakukan kawin lari atau yang paling buruk adalah berzina.

Di dalam Hukum Islam, Allah tidak pernah melarang kaum atau umatnya

untuk melakukan pernikahan, justru Allah sangat menganjurkan untuk adanya

suatu pernikahan.

Pada dasarnya pernikahan melangkahi kakak kandung (karunghal)

hanyalah sebuah istilah yang sudah biasa dan sudah dikenal oleh masyarakat.

Namun karena sudah berlangsung sekian lama dan turun temurun maka

masyarakat menjadikan hal tersebut menjadi hukum ( adat ) di daerah mereka.

Karena dasar itulah walaupun ia berasal dari hukum adat, hal itu tidak bisa

dijadikan patokan bahwa pernikahan tersebut dilarang menurut hukum islam.

Walaupun ada kaedah fiqih yang menyebutkan al-‘ adatu muhakkamat, namun itu

tidak bisa menjadi dasar adat bisa masuk dalam hukum islam.
J. Saran-Saran

1. Kepada para orang tua, sebaiknya tidak terlalu masuk kedalam urusan pribadi

sang anak, karena menikah adalah hak dari seorang anak dan tugas dari para

orang tua adalah merestui serta membimbing pernikahan sang anak. Untuk

masalah jodoh sang kakak yang telah dilangkahi ( dirunghal ) oleh adiknya,

para orang tua harus yakin dan percaya bahwa jodoh, rezeki dan hidup

seseorang sudah digariskan oleh Allah SWT, maka tidak mungkin sang kakak

tidak akan atau jauh dari jodohnya, karena masing-masing umat di dunia

sudah ditentukan jodohnya oleh Allah SWT, hanya mungkin adiknyalah yang

terlebih dahulu dipertemukan jodohnya oleh Allah SWT.

2. Bagi para kakak perempuan yang mempunyai adik, bersikap bijaklah apabila

salah satu dari adik kalian akan menikah mendahului kalian, karena mungkin

adik kalianlah yang terlebih dahulu dipertemukan jodohnya oleh Allah SWT,

percaya bahwa diluar sana Allah telah menyiapkan jodoh untuk kalian, hanya

mungkin masih menunggu saat yang tepat untuk dipertemukan dengan kalian.

Selalu jaga hubungan baik dengan sang adik, sehingga apabila ada satu atau

lain hal yang mengganjal di hati kalian akan ada jalan keluar yang baik bagi

kakak ataupun sang adik. Jangan membebankan ataupun menghalangi suatu

hal yang diluar kendali kalian kepada adik kalian, apabila hal itu terjadi maka

posisikanlah diri kalian kepada sang adik yang akan menikah.

3. Untuk sang adik yang akan menikah, cobalah untuk berbicara secara terbuka

kepada kakak kalian, diskusikan kenapa kalian mempunyai alasan untuk


menikah lebih dulu, apabila memang pernikahan tersebut dapat menunggu

sampai kakak kalian menikah itu akan menjadi hal yang sangat bagus sekali,

tentunya sesuai dengan kesepakatan dari kalian berdua, namun apabila tidak

dapat menunggu bicarakanlah dengan kakak dan orang tua kalian, jalan keluar

apa yang dapat memberikan hasil yang terbaik, baik bagi kakak, adik ataupun

bagi orang tua kalian.

4. Untuk Masyarakat Sunda khususnya yang berada di Desa Cijurey Sukabumi

Jawa Barat, ataupun untuk para masyarakat Indonesia pada kalangan ataupun

posisi apapun, tanpa membedakan suku dan budaya yang beragam dan hidup

di negara ini.

Hendaklah lebih terbuka akan segala sesuatu hal yang baru dan mungkin

bertentangan dengan adat ataupun tradisi di daerah kalian. Karena didalam

Islam tidak ada suatu larangan untuk seseorang melakukan suatu hal yang

baik ( menikah ), jangan terlalu dibenturkan oleh adat dan tradisi, yang pada

dasarnya hal tersebut sudah sangat tidak mungkin untuk diterapkan pada masa

sekarang, dalam hal ini melarang seorang adik untuk menikah mendahului

kakaknya.

5. Kepada Para Sesepuh, Alim Ulama ataupun Orang yang dituakan di Desa

Cijurey ataupun desa-desa lain yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai adat

istiadat dan tradisi di daerah masing-masing. Berikanlah pemahaman dan

dasar –dasar ilmu agama islam kepada para masyarakat yang tinggal di daerah

tersebut, bahwasanya di dalam agama islam tidak pernah ada larangan untuk

seseorang melakukan suatu pernikahan, karena hal tersebut merupakan suatu

ibadah yang Allah sendiri sangat menganjurkan kepada seluruh umatnya.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al Karim

Asqalani, al dan Ibnu Hajar, al Hafidzh. Bulughul Maram, terj. H. Moh. Rifai dan Al-
Quasasy Misba. Semarang: Wicaksono, 1989

Asmin, Status Perkawinan Antar Agama, Jakarta : PT. Dian Karya, 1986

As-Syahbuni, Muhammad Ali, Pernikahan Dini Yang Islami, Jakarta, Pustaka


Amani, 1996

BPS, Podes, 2000

Daaruquthny, Sunan Daruquthuny, Beirut : Darur Fikr, 1994

Dep Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994

Gazali, Abd Rahman, Fiqih Munakahat, Bogor: Kencana, 2003

Haar, Ter, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta : Pradnya Paramita, 1974

Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Adat, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1990

Halim, A.Ridwan, Hukum Adat Dalam Tanya Jawab, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1989

Idris, Abdul Fatah, Abu Ahmadi, Fiqh Islam Lengkap, Jakarta : Rineka Cipta, 1994

Jaziri, al, Abdurrahman. Kitab Fiqh Al-Mazahib Al-Arba’ah. Mishr : T, TH.

Jurjawi, al, Ali Ahad. Hikmah Al-Tasyri Wa Falsafatush ( Falsafah dan Hikmah
Hukum Islam), Penerjemah : Hadi Mulyo dan Sobahus Surur, Semarang:
CV, Asy-Syifa, 1992

Kompilasi Hukum Islam, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam


Departemen Agama R.I th. 2001

Lukito, Ratna, Pergumulan Antara Hukum Islam dan Hukum Adat di Indonesia,
Jakarta: INIS, 1998

Muhammad, Bushar, Asas-Asas Hukum Ada : Suatu Pengantar, Jakarta, Pradnya


Paramita, 1994
Mukhtar, Kamal, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta : Bulan
Bintang, 1993

Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jakarta, Upacara


Perkawinan Jawa Barat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta,
1982

Rafiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1998

Romulya, Moh.Idris, Hukum Perkawinan Islam : Suatu Analisis dari Undang-


Undang no.1 tahun 1974 dan KHI, Jakarta, Bumi Aksara, 1996

Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, Beirut : Dar al-Fikr, 1992

Sabiq, Sayyid, 40 Petunjuk Menuju Perkawinan Islami, Bandung Irsyad Baitus Salam
(IBS), 1995

Soekanto, Soerjono, Soleman B. Taneko, Hukum Adat Indonesia, Jakarta, CV.


Rajawali, 1990

Soepomo, Sri Saadah, Dra., Hartati, Dra., Simanullang, Binsar, Drs., Pandangan
Generasi Muda Terhadap Upacara Perkawinan Di Kota Bandung,Jakarta,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998

Sudiyat, Imam, Hukum Adat ; Sketsa Asas, Yogyakarta : Liberty Yogyakarta, 1981

Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Antara Fiqh Munakahat


dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Kencana, 2006

Yunus, M. Ahmad, H. Prof. Dr., Hukum Perkawinan Dalam Islam, Jakarta : CV. Al-
Hidayah, 1964

_______________, Hukum Perkawinan Dalam Islam, Jakarta : PT.Hidakarya


Agung, 1996

Zuhaili, al, Wabah. Al-Fiqh Al-Islami Wa Adilatuh, Beirut : Dar al-Fikr,1989

Anda mungkin juga menyukai