Anda di halaman 1dari 22

Falsafah Ajaran KH.

Ahmad
Dahlan

K. H. A. Hajid (Edisi Revisi Th 2004) 0


Falsafah Ajaran KH.
Ahmad Dahlan

Falsafah Ajaran K.H. Ahmad Dahlan


Oleh : K.R.H. Hadjid

Muqoddi
mah

Sejak pulang dari pondok Termas 1916 saya masuk perkumpulan


Muhammadiyah. Pada waktu itu saya berumur 19 tahun. Kemudian Saya
berguru, berteman dengan K.H. Ahmad Dahlan pendiri perkumpulan
Muhammadiyah tersebut sehingga beliau wafat pada tahun 1923. Jadi genap 6
tahun saya berkhidmat, berguru dan berteman dengan beliau.
Dalam waktu 6 tahun itu saya tidak mendapat ilmu apapun dari beliau
yang dapat tercatat dalam hati, kecuali hanya 7 perkara. Begitu juga saya yakin,
bahwa kesulitan yang timbul dalam masyarakat umum dan dunia internasional
akan dapat diatasi dengan 7 perkara, yang akan saya terangkan dalam buku ini.
Sebelum saya menerangkan wejangan atau pelajaran dari K.H. Ahmad
Dahlan yang 7 perkara itu, lebih dahulu perlu saya terangkan disini, kitab –
kitab apa yang mengisi jiwa K.H. Ahmad Dahlan.
Pada mulanya kitab – kitab yang dipelajari atau yang ditela’ah oleh
beliau, adalah kitab–kitab yang biasa dipelajari oleh kebanyakan para ulama di
Indonesia dan ulama Makkah. Misalnya dalam buku ‘Aqaid ialah kitab yang
beraliran Ahlus Sunnah wal Jama’ah, ilmu Fiqh dari Madzhab Syafi’iyyah,
dalam ilmu Tasawuf menurut imam Al–Ghozali.
Kemudian setelah itu beliau mempelajari Tafsir Al–Manar karangan
Rasyid Ridho, majalah Al– Manar dan Tafsir Juz ‘Amma karangan Muh. Abduh
dan Muthola’ah kitab Al Urwatul Wutsqa karangan Jamaluddin Al Afghani.
Dalam waktu mengikuti beliau, yang sering saya lihat ialah :
1. Kitab Tauhid Muh. Abduh
2. Tafsir Juz ‘Amma Muh. Abduh
3. Kitab Kanzul ‘Ulum
4. Dairatul Ma’arif karangan Farid Wadji
5. Kitab – kitab fil bid’ah karangan Ibnu Tayyimah, sebagaimana kitab
attawassul wal wasilah
6. Kitab Al Islam wan Nashariyyah karangan Muhammad Abduh
7. Kitab Idharulhaq karangan Rahmatullah Al – Hindi dan kitab – kitab
hadits karangan ulama madzhab Hambali dan lain – lainnya yang
tidak perlu satu – persatunya saya terangkan disini.

K. H. A. Hajid (Edisi Revisi 1


Th 2004)
Perbedaan K.H. Ahmad Dahlan dengan ulama lainnya

K.H. Ahmad Dahlan di samping mempunyai sifat dzakak (cerdas


akalnya) untuk memahami kitab yang sukar, beliau mempunyai maziyah atau
keistimewaan dalam khauf atau rasa takut terhadap ‫( ﻢﻴﻈﻌﻟﺍ ﺀﺂـﺒﻧ‬Kabar bahaya
yang besar) yang tersebut dalam Al Qur’an surat An–Naba’, sehingga nampak
dalam kata–katanya, pelajaran yang diberikan dan nasehat–nasehat serta
wejangan–wejangan beliau.
Pada akhir usianya, ketika beliau sakit nampak sedang dakam sifat raja’
yaitu mengharap–harap rahmat tuhan.
Seumpama para ulama saya gambarkan sebagai tentara, dan kitab–kitab
yang tersimpan dalam perpustakaan–perpustakaan, toko-toko kitab, saya
gambarkan sebagai senjata– senjata yang tersimpan dalam gudang, maka K.H.
Ahmad Dahlan seperti salah satunya tentara yang tahu mempergunakan
bermacam–macam senjata menurut mestinya. Sehingga K.H. Ahmad Dahlan
itu mendapat berkah dari Allah SWT. Berguna bagi umat Islam Indonesia dan
perkumpulan Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan yang
maksudnya untuk patuh mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW mendapat
karunia dan dapat hidup dengan suburnya.
Sekarang tibalah saatnya saya terangkan wujud daripada 7 perkara
pelajaran K.H. Ahmad Dahlan yang sangat penting untuk bekal hidup di dunia
dan akherat.
Pelajaran Pertama

Fatwa K.H. Ahmad Dahlan r.a :


Kita manusia ini, hidup di dunia hanya sekali, untuk bertaruh. Sesudah
mati akan mendapat kebahagiaankah atau kesengsaraankah? Kerap kali beliau
mengutarakan perkataan ulama :
‫ﹶﻥﻮ‬‫ﺼ‬‫ﻠﺨ‬ ‫ﹴﻞ ﻤـﻟﺍ ﱠﻻ‬‫ﺟ‬ ‫ﹶﻥﻮﹸﻠ ﻭ‬‫ﻣﺎ‬ ‫ﹶﻥﻮﹸﻠ‬‫ﻣﺎ‬‫ﹶﻥﻭ ﻌﻟﺍ‬‫ﺮ‬‫ﻴ‬ ُ‫ﺀ‬
‫ ﺂ‬‫ﺀُ ﻤﹶﻠ‬
‫ ﺂ‬‫ﻤﹶﻠ‬ ‫ﻌﻟﺍ ﱠﻻ‬‫ﺍ ﻰ‬‫ﺗﻮ‬ ‫ﺱﺎ‬
‫ﺍ‬ ‫ﻰﹶﻠ‬ ‫ﻌﻟﺍ ﻋ‬ ‫ﻻ ﻭ‬‫ﺍ ﱠ‬ ‫ﺤ‬‫ﺘ‬ ‫ ﻣ‬‫ﻌﻟﺍ‬ ‫ﻣ ﻢ ﻭ‬ ‫ﱡﻬﻠﹸﻛ‬ ‫ﻨﻟﺍ‬
Artinya: “Manusia itu semuanya mati (mati perasaannya) kecuali para ulama,
yaitu orang–orang yang berilmu. Dan ulama–ulama itu dalam
kebingungan, kecuali mereka yang beramal. Dan mereka yang
beramal pun semuanya dalam kekhawatiran kecuali mereka yang
ikhlas dan bersih”.

Keterangan : Coba buktikanlah. Fikirkanlah dan lihatlah nyata bahwa :


Tiap–tiap manusia masing–masing tertarik dan merasakan hal–hal yang sedang
meliputi dirinya dan disitulah mereka mempunyai kepentingan sendiri–
sendiri. Hingga mereka lupa tidak ingat akan nasibnya di kemudian hari.
Kebanyakan manusia tidak memikirkan nasibnya sesudah mati karena
tergila–gila merasakan kesenangan atau tenggelam merasakan kesusahan,
hingga mati perasaannya tidak dapat memikirkan dan merasakan bagaimana
nasibnya dikemudian hari bahagiakah atau sengsarakah?
Ada orang yang membuat perumpamaan demikian :
Hidup manusia adalah seperti seorang yang berdiri diatas pagar sumur,
tanah dibawahnya telah rebah, lagi pula didalam sumur tersebut ada seekor
ular yang sangat besar. Orang yang berdiri diatas pagar sumur sumur itu tidak
mengetahui bahwa dia dalam keadaan yang demikian itu. Dia berpegang pada
tali timba di atas sumur yang hamper putus karena dimakan tikus. Jika
akhirnya tali itu putus pasti dia jatuh kedalam sumur menjadi mangsa ular
yang sangat besar tadi. Tapi orang tadi mukanya menentang ke atas, lidahnya
menjilat madu, dia hanya tertarik merasakan manisnya madu, lengah bahwa
tali itu pasti putus, lupa bahwa dia diatas sumur yang didalamnya terdapat
seekor ular yang sangat besar.
Begitulah gambaran manusia hidup didunia, yaitu manusia hanya akan
tertarik menrasakan manis dan lezatnya madu yang baru meliputinya, lupa
kepada tali yang dipegang bahwa tali itu pasti putus. Artinya : manusia lupa
bahwa bertambah hari, makin berkurang umurnya, dan makin dekat dengan
kepada saat kematiannya. Keadaan sumur itu menjadi gambaran : didalam
sumur ada ularnya yang sangat besar artinya : ada bahaya yang sangat besar.
Saya ulangi perkataan : hidup didunia hanya sekali buat tebakan, hidup
sekali buat pertaruhan. Itu jelasnya demikian :
a. Golongan orang–orang yang belum mendapat ajaran agama, atau
menolak ajaran agama, tergesa–gesa mengambil keputusan akan
menemui kejadian apapun tidak ada pengusutan dan tidak ada
pembalasan pahala dan hukuman.
b. Menurut ajaran para nabi, para Rasul dan terutama ajaran nabi
Muhammad saw berganti–ganti, terus–menerus hingga sekarang ini,
mereka umat islam mengambil keputusan bahwa manusia itu ada asal
usulnya, sesudah mati akan menerima akibat pahala ataupun hukuman.
Terhadap orang–orang yang berbuat salah, buruk tingkah lakunya akan
mendapatkan hukuman dan siksa yang sangat pedih. Kalau hidupnya
yang sekali itu sampai sesat, keliru apalagi sampai salah kepercayaan
dan tingkah lakunya pasti akan salah terka, akan rugi, celaka dan
sengsara selama – lamanya.

Bertalian dengan pelajaran pertma ini, didekat meja tulis K.H. Ahmad
Dahlan tertpampang papan tulis. Pada papan tersebut suatu peringatan yang
khusus untuk beliau yang selalu diperhatikan siang dan malam. Peringatan itu
berbunyi demikian :
‫ ﻦﻣ ﻚﻟ ﺪﺑﻻﻭ ﻚﻣﺎﻣﺍ ﺕﺎﻌﻈﻔﳌﺍ ﺭﻮﻣﻻﺍﻭ ﺎﻣﺍﻭ ﺓﺎﺠﻨﺎﻟﺑ ﺎﻣﺍ ﻚﻟﺫ ﺓﺪﻫﺎﺸﻣ‬‫ﻢﹶﻈﻋﺍﹶ ﻝﹶ ﻮ‬‫ ﻬـﻟﺍ‬،‫ﻥﹶﻼﺣ‬‫ﺩﹶﺎ‬
‫ﻥ‬‫ﺍ ﱠ‬ ‫ﻳ‬
‫ﺏﺎﻄﻌﺎﻟﺑ‬
‫ ﺭﺎﻨﻟﺍﻭ ﺔﻨﳉﺍﻭ ﺏﺎﺴﳊﺍﻭ ﺽﺮﻌﻟﺍﻭ ﺕﻮﳌﺍ ﻚﻳﺪﻳ ﲔﺑﻭ ﻙﺪﺣﻭ ﷲﺍ ﻊﻣ ﻚﺴﻔﻧ ﺭﺪﻗ ﺎﻤﻴﻓ ﻞﻣﺎﺗﺍﻭ‬،‫ﻥﹶﻼﺣ‬‫ﺩﹶﺎ‬
‫ﻳ‬
‫ﻩﺍﻮﺳﺎﻣ ﻚﻨﻋ ﻉﺩﻭ ﻚﻳﺪﻳ ﲔﺑ ﺎﳑ ﻚﻴﻧﺪﻳ‬
Artinya: “Hai Dahlan!! Sungguh bahaya yang menyusahkan itu terlalu besar
demikian pula perkara–perkara yang mengejutkan di depanmu, dan pasti kau
akan menemui kenyataan demikian itu, mungkin engkau selamat tetapi juga
mungkin tewas menemui bahaya.

Hai Dahlan !! coba bayangkanlah seolah–olah badanmu sendiri hanya


berhadapan dengan Allah saja dan dihadapanmu ada bahaya maut, peradilan,
hisab atay peperiksaan, surga dan neraka. (hitungan yang akhir itulah yang
menentukan nasibmu). Dan fikirkanlah, renungkanlah apa–apa yang
mendekati kau dari pada sesuatu yang ada dimukamu (bahaya maut) dan
tinggalkanlah selain itu”.

Selanjutnya ada lagi tulisan demikian : “Mereka sangat tertarik kepada


dunia karena mendapatkan Ijazah tanpa sekolah, tetapi mereka yang
bersekolah karena senang kepada akhirat selalu tidak naik kelas, padal
sungguh–sungguh belajarnya. Ini menggambarkan orang yang celaka, sengsara
didunia dan diakhirat karena tidak mau mengekang hawa nafsunya.
[‫ ﺔﻴﺛﺎﳉﺍ‬٢٢]  ‫ﻩﺍﻮ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﻪ‬‫ﻬـﻟﹶﺇ ﹶﺬ‬ ‫ﺨﺗ‬‫ﺍ ﹺﻦ‬‫ ﻣ‬
‫ﺖﻳﺃ‬‫ﺮﹶﻓﺃ‬
“Mengertikah kau, akan orang yang meng-Tuhan-kan Hawa nafsunya???”
Sering setiap teman–teman K.H. Ahmad Dahlan sedang berkumpul,
beliau memberikan peringatan demikian : “Lengah, Kalau sampai terlanjur
terus–menerus lengah, tentu akan sengsara di dunia dan akhirat. Maka dari itu
jangan sampai lengah kita harus berhati–hati. Sedangkan orang yang mencari
kemuliaan didunia saja, kalau hanya seenaknya tidak bersungguh–sungguh
tidak akan berhasil, apalagi mencari keselamatan dan kemuliaan di akhirat.
Kalau hanya seenaknya sungguh tidak akan berhasil”.
Pada suatu hari K.H. Ahmad Dahlan memberi fatwa demikian :
“Bermacam–macam corak–ragamnya mereka mengajukan pertanyaan
demikian : harus bagaimanakah supaya diriku selamat dari api neraka? Harus
mengerjakan perintah apa? Beramal apa? Menjauhi dan meninggalkan apa?
Pernyataan K.H. Ahmad Dahlan :
“Orang yang sedang tersangkut perkara criminal, dia takut akan dijatuhi
hukuman penjara. Menunggu–nunggu putusan hakim pengadilan negeri,
karena takut hukuman penjara. Siang dan malam selalu termenung, sampai
makan tidak enak, tidur tidak nyenyak. Selalu gelisah dan kesana kemari
mencari Advocat atau pokrol.
Tentu saja orang mukmin yang takut akan bahaya maut, takut akan
diusut perbuatannya, takut akan diputus perkaranya, takut akan adanya
pembalasan berupa siksa atau hukuman, pasti selalu harus bingung mencari
usaha bagaimana caranya mendapat keselamatan, harus kemana–mana
bertanya, bagaimana supaya dapat selamat. Tidak cukup hanya kira– kira dan
diputusi sendiri. Ingatlah : hanya sekali hidup di dunia untuk bertaruh”.
Pelajaran Kedua

Kebanyakan diantara manusia berwatak angkuh, dan takabur, mereka


mengambil keputusan sendiri – sendiri.
Keterangan : Sebagaimana orang Yahudi yang menganggap bahwa
dirinya akan bahagia, selain orang Yahudi akan sengsara. Begitu juga orang
Kristen menganggap bahwa hanya golongannya yang akan bahagia mendapat
surga, lainnya akan sengsara.
Begitulah anggapan tiap – tiap golongan agama, sebagaimana golongan
Majusi, Shabiah dan lain – lainnya lagi. Mereka mempunyai anggapan sendiri
bahwa hanya golongannya saja yang akan selamat, lainnya sengsara. Golongan
islam juga menetapkan demikian. Hanya golongan islam yang selamat dari api
neraka, selain golongan islam akan sengsara.
Sekarang bagaimana orang yang tidak beragama ?
Adapun Golongan mereka yang tidak berdasar agama ditetapkan oleh
golongan – golongan beragama baik golongan Islam, Yahudi, Kristen, Majusi
ataupun golongan agama lain – lainnya bahwa golongan yang tidak beragama
itu semuanya akan celaka dan sengsara.
Golongan yang tidak beragama mempunyai anggapan bahwa manusia
itu sesudah mati tidak akan celaka dan tidak akan disiksa.
Disini teranglah bahwa tiap – tiap golongan melemparkan kecelakaan
kepada lainnya. Pernyataan fatwa K.H. Ahmad Dahlan : “Manusia satu sama
lain selalu melemparkan pisau cukur, mempunyai anggapan pasti tepat dia
melemparkan celaka kepada orang lain”.
K.H. Ahmad Dahlan heran, mengapa pemimpin – pemimpin agama dan
tidak beragama selalu hanya beranggap, mengambil keputusan sendiri tanpa
mengadakan pertemuan antara mereka, tidak mau bertukar fikiran
memperbincangkan mana yang benar dan mana yang salah? Hanya anggapan
– anggapan, disepakatkan dengan isterinya, disepakatkan dengan muridnya,
disepakatkan dengan teman gurunya sendiri. Tentu saja dibenarkan. Tetapi
marilah mengadakan permusyawaratan dengan golongan lain di luar golongan
masing – masing untuk membicarakan manakah sesungguhnya yang benar itu?
Dan manakah sesungguhnya yang salah itu?
Keadan demikian itu banyak terdapat dalam golongan satu macam
agama, menganggap salah terhadap sebagian golongan yang lain. Misalnya
mereka yang beragama Kristen Katholik menganggap salah terhadap mereka
yang beragama Kristen protestan. Sebaliknya yang beragama Kristen protestan
menyalahkan kepada mereka yang beragama Kristen Katholik.
Begitu juga dalam kalangan ummat islam, mereka yang mengaku
menjadi Ahlu Sunnah wal Jama’ah menetapkan salah terhadap mereka yang
didakwa termasuk golongan Mu’tazilah demikian seterusnya.
Pendek kata tiap – tiap golongan dari yang besar sampai yang kecil
malah sampai kepada perseorangan, mereka menganggap bahwa dirinya yang
benar dan sudah benar, kemudian menyalahkan kepada yang lainnya.
[‫ﻡﻭﺮﻟﺍ‬/٣٢] ‫ﹶﻥﻮﺣ‬ ‫ﺮﹺ ﻓﹶ ﻢ‬ ‫ﹺﻬﻳ‬‫ﺪﹶﻟ ﺎ‬ ‫ﻤﹺﺑ‬
‫ﹴﺏﺰ‬  ‫ﺣ ﱡﻞﹸﻛ‬
“Semua golongan bersukaria dengan barang yang ada dalam
golongannya”
mereka merasa sudah benar tidak memerlukan lagi untuk mengetahui
keadaan golongan lain, tidak memerlukan bermusyawarah dengan golongan
lain dan mengabaikan terhadap hujjah atau alasan golongan lain. Sudah teguh
pendiriannya sengaja tidak mau membanding – banding atau menimbang.
Tetapi kenyataanya satu sama lain selalu bertengkar, berselisih dan
bermusuhan. Padahal sudah menjadi kepastian bahwa barang yang
diperselisihkan itu kalau sudah diselidiki, tentu akan terdapat mana yang benar
dan mana yang salah. Hanya satu yang benar diantara yang banyak itu.
Tersebut dalam Al Qur’an :
[‫ﺲﻧﻮﻳ‬/٣٢] ‫ﹸﻝﹶﻼﻀ‬ ‫ ﻟﺍ ﱠﻻﹺﺇ‬‫ ﻟﹾﺍ ﻖ‬ ‫ﺪﻌ‬ ‫ﺑ ﺍﺫﹶ‬
‫ﺤ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻤﹶﻓ‬
“Maka tidak ada sesudahnya yang benar, kecuali yang salah”
Apakah sebanyak perselisihan itu benar semua? Hanya sekali hidup di
dunia kalau sampai salah akan celaka. Tetapi bagaimana pun mereka hanya
selalu menganggap dirinya sudah benar dan merasa dalam kebenaran dan
hanya memutuskan sendirian, merasa sudah memakai alasan yang syah tidak
khawatir kalau salah. Hanya sekali hidup di bumi untuk bertaruh.
K.H. Ahmad Dahlan membacakan surat Al ‘araf : 99 :
[‫ﻑﺍﺮﻋﻷﺍـ‬/٩٩] ‫ﹶﻥﻭﺮ‬ ‫ﺳ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﺨﻟﹾﺍ ﻡ‬  ‫ ﻮﻘﹶ‬‫ ﻣ‬ ‫ﹶﻼﹶﻓ‬
‫ ﹾﻟﺍ ﱠﻻﹺﺇ‬‫ ﻪﱠﻠﻟﺍ‬‫ﺮﻜﹾ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣﺄﹾـ‬ ‫ﻳ‬
“Tidaklah khawatir akan siksa Allah, kecuali mereka golongan yang
rugi”.
Pelajaran Ketiga

Manusia itu kalau mengerjakan pekerjaan apapun, sekali, dua kali,


berulang – ulang maka kemudian jadi biasa. Kalau sudah menjadi kesenangan
yang dicintai, maka kebiasaan yang dicintai itu sukar untuk di robah. Sudah
menjadi tabi’at, bahwa kebanyakan manusia membela adat kebiasaan yang
telah diterima, baik pun dari sudut keyakinan atau I’tiqad, perasaan kehendak
mau pun amal perbuatan. Kalau ada yang akan merobah, sanggup membela
dengan mengorbankan jiwa raga. Demikian itu karena anggapan bahwa apa
yang dimiliki adalah benar.
Keterangan : hati atau nafsu manusia itulah ada ibarat sebuah botol yang
tidak berisi. Mula – mula lahir di dunia suci-bersih, kemudian orang tuanya
diberi tuntunan, dari pergaulannya mendapat pendidikan dan pelajaran,
baikpun dari teman, guru atau pun dari orang – orang tua di kampong
halamannya. Dengan demikian masuklah beberapa pengetahuan yang
mempengaruhi kepada akal fikiran, perasaan, kehendak dan perbuatannya,
tercetak dalam nafsunya hingga menjadi kesenangan dan kepuasan dan
menjadi keteguhan kemudian menganggap hanya itu yang benar. Bilamana
apa berbeda dengan dirinya dianggapnya itu salah.
Manusia tetap seperti botol, selalu menerima sembarang apa yang
mengisinya. Umpama keturunan dari seorang yang tidak beragama, tetap akan
menolak beragama. Begitu pula anak keturunan yang beragama Kristen diisi
pelajaran Kristen sampai dewasa tetap beragama Kristen. Anak – anaka
keturnan yang beragama Yahudi mulai kecil dididik, diajar agama Yahudi
sampai dewasa teguh menjalankan agama Yahudi. Demikian seterusnya seperti
botol, selalu menerima apa saja yang diisikan. Semuanya hanya Taqlid,
menirukan tingkah laku orang tuanya dan guru – gurunya, menirukan tingkah
laku temannya. Disebutkan dalam Al Qur’an surat Luqman ayat 21 :
[‫ﻥﺎﻤﻘﻟ‬/٢١] ‫ﺎﻧ‬‫َﺀ ﺎ‬‫ َﺑﺁ‬ ‫ﻪﻴ‬‫ﹶﻠ‬‫ﻋ ﺎ‬‫ﺟ ﻧ‬ ‫ﺎ‬‫ ﻣ‬ ‫ﻊﹺﺒﺘ‬‫ﻧ‬
‫ﻭ‬ ‫ﹾﻞﺑ‬
“Bahkan kami menganut apa – apa yang telah kami jumpai (kami
terima) dari orang – orang tua kami”
Sudah menjadi kebiasaan mereka menganggap terhadap apa yang telah
diterima, itu yang benar selainnya yang tidak cocok dianggap salah dan
dianggap musuh, sehingga anggapannya itu dibela dengan mencari – cari
alasan, mencari – cari dalil untuk membela apa yang telah diterima itu dan
menolak tidak memperdulikan alasan – alasan dalil yang bertentangan dengan
apa yang telah dipegang teguh. Pernyataan syekh Muh. Abduh r.a :
‫ﺪ‬‫ﻘ‬ ‫ﺘﻌﻴ‬ ‫ﻟ‬ ‫ﻝ‬‫ﺪ‬
‫ﺘﺳﺍ ﹺﻦ ﱠ‬‫ﻣ ﱡﻞﹶﻗ‬‫ﻭ ﻢﹺﻬ‬‫ﺗﺍ‬‫ﺩﺎﹶﻘ‬‫ﺘﻋ‬‫ ﺍ‬‫ﻖ‬ ‫ﻓﺍﻮ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻢ ﻤﹺﺑ ﱠﻻ‬‫ﻫ‬‫ﺮﹶﺜﻛﹶﺍ‬
 ‫ﺍ ﹶﻥﻮﻟﹸﺪ‬ ‫ﺘ‬‫ﺴ‬ ‫ﻴﹶﻓ ﹶﻻﻭﺍﹶ ﹶﻥﻭﺪ‬ ‫ﻘ‬ ‫ﺘ‬‫ﻌ‬ ‫ﻳ‬
“Kebanyakan manusia mula – mula sudah mempunyai pendirian.
Setelah itu baru mencari dalil dan tidak mau mencari dalil selain yang sudah
cocok dengan keyakinannya jarang sekali mereka mencari dalil untuk dipakai
dan diyakinkan.”
Pernyataan K.H. Ahmad Dahlan : “Orang yang mencari barang yang hak
itu perumpamaannya demikian : Seumpama ada pertemuan antara orang islam
dan orang Kristen, yang beragama islam membawa kitab suci Al Qur’an dan
yang beragama Kristen membawa bible (perjanjian lam dan baru), kemudian
kedua kitab suci itu diletakan diatas meja. Kemudian kedua orang tadi
mengosongkan hatinya kembali kosong sebagaimana asal manusia tidak
berkeyakinan apapun. Seterusnya bersama – sama mencari kebenaran mencari
tanda bukti yang menunjukkan kebenaran. Lagi pula pembicaraannya
denganbaik – baik tidak ada kata kalah dan menang. Begitu seterusnya.
Demikianlah kalau memang semua itu membutuhkan barang yang hak. Akan
tetapi sebagian besar daripada manusia hanya anggap – anggapan saja,
diputuskan sendiri. Mana kebiasaan yang dimilikinya dianggap benar dan
menolak mentah–mentah terhadap yang lainnya yang bertentangan dengan
miliknya.
‫ﺍﻮﹸﻠﹺﻬ‬‫ﺟ ﺎ‬ ‫ﻣ ُﺀﺍﺪ‬ ‫ ﻋﹶﺍ‬ ‫ﺱﺎﻨ‬‫ﻟﺍ‬
“Manusia itu semua benci kepada yang yang tidak diketahui.”

***
‫ﻚ‬ ‫ ﱠﻪﻠﻟﺍ‬  ‫ﻦﻳﺬ‬ ‫ ﱠﻟﺍ‬‫ﻚ‬ ‫ﻥﹶ ﻮ ﺌﹶﻟ‬ ‫ﻌﺒﹺﺘ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻓﹶ ﹶﻝﻮ‬ ‫ﻳ ﹶ‬  ‫ﻦﻳﺬ‬ )١٧( ‫ﺮ ﱠﻟﺍ‬ .........
‫ﺌﹶﻟﻭﺃﹸﻭ ﻢﻫ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﻫﺍﺪ‬ ‫ ﻭﺃﹸ ﻫ‬‫ﻪ‬‫ﻨ‬ ‫ﺴﺣ‬ ‫ﻘﻟﹾﺍ ﹶﻥﻮﻌ ﹶﺃ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﺘ‬ ‫ﺴ‬  ‫ﺩﺎﺒ‬ ‫ﻋ‬ ‫ﺸ‬
   ‫ﺒﹶﻓ‬
[‫ﺮﻣﺰﻟﺍ‬/١٧، ١٨] (١٨) ‫ﹺﺏﺎﺒ‬‫ﻟﹾﹶﺄﻟﹾﺍ‬
‫“ ﻮﹸﻟﻭﹸﺃ‬Maka berilah kabar gembira kepada hambaku yang (mereka itu) mau
mendengarkan ucapan, kemudian mereka itu menganut yang lebih baik
(benar). Orang–orang yang demikian ialah orang–orang yang mendapat
petunjuk dari Allah. Dan orang-orang itulah yang mempunyai hati (akal yang
sempurna)”.
Keterangan: manusia itu perlu sekali mendengarkan segala fatwa
ucapan. Dari siapa saja harus didengar. Jangan sampai menolak, tidak mau
mendengarkan suara dari pihak lain. Selanjutnya suara–suara tadi harus difikir
sedalam–dalamnya dan ditimbang– timbang, disaring dan dpilih mana yang
benar.
Manusia perlu mengetahui mana yang benar dan mana yang salah.
Manusia yang tahu caranya mencuri, tidak bisa ditetapkan sebagai pencuri
kecuali kalau memang benar–benar dia itu mencuri. Begitu juga Kristen yang
faham seluk beluk tentang agama Islam, belum tetap menjadi orang kecuali
kalau dia itu benar–benar mengamalkan agama islam. Dan begitu pula
sebaliknya orang islam pun yang tahu seluk beluk agama Kristen juga tidak
lalu ditetapkan menjadi orang Kristen, kecuali kalau memang
mengamalkannya tersebut dalam hadits, nabi Muhammad saw berdo’a
demikian :
‫ﻪ‬ ‫ﺑ‬‫ﺎ‬‫ﻨ‬‫ﺘﺟﺍ ﹶﺎﻨﻗ‬‫ﺯﺭﺍ‬‫ﻭ ﹰﻼ‬ ‫ﻃﺎﺑ‬ ‫ﹶﻞ‬ ‫ﻃﺎﺒ‬‫ﻟﺍ ﺎ‬‫ﻧﹺﺭﹶﺍ‬‫ ﻭ‬ ‫ﻖ‬‫ ﺤـﻟﺍ ﺎ‬‫ﻢ‬ ‫ﱠﻬﻠﻟ ﺍﹶ‬
‫ﻪ‬ ‫ﻋﺎﺒ‬‫ﺗﺍ ﺎ‬‫ﻨﻗ‬‫ﺯﺭﺍ‬‫ﻭ ﺎ‬‫ﻘ‬ ‫ﺣ‬  ‫ﻧﹺﺭ ﺍﹶ‬
“Ya Allah, perlihatkanlah kepada kami akan barang yang hak sehingga
kami dapat benar–benar mengetahui kebenarannya. Dan kami berharap
karunia dari pada engkau supaya dapat kami mengikuti dan menetapi barang
yang hak itu. Ya Tuhan Allah, kami mengharap agar engkau memperlihatkan
kepada kami akan barang yang batal (salah), sehinga kami dapat benar–benar
mengetahui kebathilannya dan kami mengharap karunia dari engkau supaya
kami dapat menjauhinya”
keterangan: Manusia pada biasanya kalau menerima fatwa orang yang
dianggap guru besar, lalu taqlid, menurut tanpa mengetahui dalil dan tergesa–
gesa menolak fatwa dari pihak lain. Lebih– lebih kalau pihak lain itu dianggap
musuh. Pernyataan sayidina Ali r.a :
‫ﻝﹺ ﺎ‬‫ﺟ‬ ‫ ﺮﺎﻟﹺﺑ ﹶﻻ‬‫ﻖ‬ ‫ﻖ‬ ‫ﺤـﻟﺍ‬ * ‫ﹶﻝﺎﹶﻗ ﻦ‬ ‫ﻣ ﻰﹶﻟ‬ ‫ﹶﻻ ﺍ‬ ‫ﹶﻝﺎﹶﻗ ﺎ‬ ‫ﻣ ﻰﹶﻟ‬‫ﺍ ﺮﹸﻈﻧﹸﺍ‬
‫ﻑﹺﺮﻋ ﺍﹶ ﺤـﻟﺎﹺﺑ‬ ‫ﺮﹸﻈﻨ‬ ‫ﺗ‬ ‫ﻭ‬
“Fikirlah apa yang diucapkan, jangan melihat kepada orang yang
mengucapkan. Kenalilah kebenaran itu dengan pengetahuan yang benar,
jangan dengan memandang orang.”
Kesimpulannya demikian: “Apa saja seperti pengetahuan, kepercayaan,
perasaan, kehendak, tingkah laku, yang kau miliki, yang tumbuhnya dari
kebiasaan jangan tergesa – gesa diputus sendiri lalu dianggap benar.
Hendaklah dipikir dahulu dibanding dan dikoreksi, apakah sungguh sudah
benar.
Manusia belum memperoleh barang hak adalah sebab karena masih
bodoh akan apa sebenarnya barang yang hak, atau sebab menolak barang yang
hak, karena yang membawa yang hak itu dianggap musuh atau bodoh.

K. H. A. Hajid (Edisi Revisi 10


Th 2004)
Pelajaran Keempat

Manusia perlu digolongkan menjadi satu dalam kebenaran, harus


bersama – sama mempergunakan akal fikirannya untuk berfikir, bagaimana
sebenarnya hakikat dan tujuan manusia hidup di dunia. Apakah perlunya?
hidup di dunia harus mengerjakan apa? dan mencari apa? dan apa yang dituju?
Manusia harus mempergunakan akal fikirannya untuk mengoreksi soal I’tikad
dan kepercayaannya, tujuan hidup dan tingkah lakunya, mencari kebenaran
yang sejati, karena kalau hidup di dunia hanya sekali ini sampai sesat,
akibatnya akan celaka dan sengsara selama – lamanya.
[‫ﻥﺎﻗﺮﻔﻟﺍ‬/٤٤] ‫ﻥﹶ ﻮﹸﻠ‬‫ﻘ‬‫ﻌ‬‫ ﻳ‬‫ﻭﺃﹶ ﻥﹶ ﻮ‬‫ﻌ‬‫ﻤ‬‫ﺴ‬ ‫ﻳ ﻢ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﺗ‬
‫ ﺮﹶﺜﻛﹾ ﹶﺃ ﱠﻥﹶﺃ‬‫ﺐ‬ ‫ﺴﺤ‬  ‫ﻡ ﺃﹶ‬
“Adakah engkau menyangka, bahwasannya kebanyakan manusia, suka
mendengarkan atau memikir– mikir? Mau mencari ilmu yang benar?
Pelajaran Kelima

Setelah manusia mendengarkan pelajaran–pelajaran fatwa yang


bermacam–macam membaca beberapa tumpuk buku dan sesudah
memperbincangkan, memikir–mikir, menimbang, membanding– banding
kesana kemari, barulah mereka itu dapat memperoleh keputusan, memperoleh
barang yang benar yang sesungguh–sungguhnya. Dengan akal fikirannya
sendiri dapat mengetahui dan menetapkan inilah perbuatan yang benar.
Sekarang, kebiasan manusia tidak berani memegang teguh pendirian
dan perbuatan yang benar karena khawatir kalau menempati barang yang
benar akan terpisah dari apa–apa yang sudah menjadi kesenangannya khawatir
aka terpisah dengan teman–temannya. Pendek kata banyak kekhawatiran itu
yang akhirnya tidak berani mengerjakan baran yang benar, kemudian
hidupnya seperti makhluk yang tak berakal hidup asal hidup tidak menempati
kebenaran.
[‫ﻥﺎﻗﺮﻔﻟﺍ‬/٤٤] ‫ﻴﹺﺒ‬‫ﺳ ﱡﻞ‬‫ﹾﻞﺑ ﺿﹶﺃ‬ ‫ﹺﻡﺎﻌ‬ ‫ ﱠﻻﹺﺇ‬‫ﹾﻥﺇﹺ ﻥﹶ ﻮﹸﻠ ﻢ‬‫ﻘ‬‫ﻌ‬‫ ﻳ‬‫ﻭﺃﹶ ﻥﹶ ﻮ‬‫ﻌ‬‫ﻤ‬‫ﺴ‬ ‫ﻳ ﻢ‬  ‫ﺗ‬
‫ﻼﹰ‬  ‫ﻢﻫ‬ ‫َﻧﻷﺎﻛﹶ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﻫ‬‫ ﺮﹶﺜﻛﹾ ﹶﺃ ﱠﻥﹶﺃ‬‫ﺐ‬ ‫ﺴﺤ‬  ‫ﻡ ﺃﹶ‬
“Adakah engkau kira bahwasannya kebanyakan manusia itu suka
mendengarkan (pelajaran yang benar) atau suka memikir – mikir (menetapi
perbuatan yang benar)? Sungguh tidak !!! tak lain dan tak bukan mereka itu
hanyalah sebagai hewan malah mereka itu lebih sesat lagi jalan yang ditempuh
(Q.S Al-Furqon 44).”
Keterangan : kalau kehidupan hewan berebut dan merampas hak lain
tidak tahu peraturan tidak mengerjakan barang benar itu sudah semestinya.
Karena hewan tidak tidak mempunyai akal, tidzak dapat berfikir, jadi tidak
bersalah. Tetapi kalau manusia bagaimana? Manusia mengerti barang yang
benar, mengerti barang yang salah, tetapi perbuatannya selalu tidak menepati
kebenaran dan tidak tahu gunanya hidup tidak tahu hikmah dia dijadikan.
Fatwa K.H. Ahmad Dahlan: “Manusia tidak menuruti, tidak
memperdulikan barang yang sudah terang benar bagi dirinya. Artinya diri
sendiri, fikirannya sendiri, sudah dapat mengatakan itu benar, tetapi tidak mau
menuruti barang yang benar, karena takut mendapat kesukaran takut berat dan
macam–macam yang dilhawatirkan karena nafsu dan hatinya sudah terlanjur
rusak, berpenyakit akhlak (budi pekerti) hanyut dan tertarik oleh kebiasaan
buruk.”
K.H. Ahmad Dahlan sering berbisik–bisik membaca sya’ir :
‫ﺖ‬‫ﻤﻋﺄﹶﻓ ﺖ‬‫ﻤ‬ ‫ﻋ َﺀﺍﻮ‬ ‫ﻫﹶﻻﺍ ﻦ‬  ‫ﻜﹶﻟ‬‫ﻭ ﻯ‬ ‫ﻰﻠ ﺍﻭ‬‫ﻴﹺﺒ‬‫ ﺳ‬ ‫ﺞﺤﻧ‬ ‫ﻭ‬
‫ﺪ‬‫ﺘﻫﺍ ﹺﻦ‬‫ﻤ‬‫ ﻟ‬ ‫ﻊﺿ‬ 
“Dalam agamaku terang benderang bagi orang yang mendapat
petunjuk tetapi hawa nafsunya (menuruti kesenangan) merajalela dimana–
mana kemudian menjadikan akal mansia menjadi buta.”
Fatwa K.H. Ahmad Dahlan: “Mula–mula agama islam itu cemerlang,
kemudian kelihatan makin suram. Tetapi sesungguhnya yang suram itu adalah
manusianya bukanlah agamanya.”
Agama adalah bukan barang yang kasar, yang harus dimasukan
kedalam telinga, akan tetapi agama Islam adalah agama fitrah. Artinya ajaran
yang mencocoki kesucian manusia. Sesungguhnya agama bukanlah amal lahir
yang dapat dilihat. Amal yang kelihatan itu hanyalah manifestasi dan daya dari
ruh agama. Sesungguhnya agama itu ialah :
‫ﺔ‬‫ﻴ‬‫ ﺿﺭﹶﻻﺍ‬‫ﺓ‬ ‫ﹺﺮﺳﹶﺍ ﻦ‬‫ﻣ ﺎ‬‫ﺼ‬‫ﻟﹶﺎﺧ ﹺﺱ‬‫ﺪﻗﹶﻻﺍ ﹺﻝﺎ‬‫ ﻤﹶﻜﻟﺍ‬ ‫ﹺﺲﻔ‬‫ ﻨﻟﺍ‬‫ﻦ‬‫ ﻣ‬‫ﹲﻞﻴﻣ ﻲﻧﹺﺎ‬
‫ ﺩﺂﳌﺍ‬‫ﻩ‬‫ﺬ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﺀﺎ‬‫ﻤ‬
ِ ‫ﺳ ﻰﹶﻟ‬ ‫ﺍ‬ ‫ﺝ‬‫ﺣ ﺮﻌ‬ ‫ﻭﺭ‬ 
‫ﺗ‬
“ Condongnya nafsu ruhani naik kepada kesempurnaan tertinggi yang
suci dan luhur, bersih dari pengaruh kebendaan.”
Jadi orang menetapi agama ialah orang yang condong kepda kesucian
iman kepada Allah bersih dari pengaruh yang bermacam– macam.
Tersebut dalam Al Qur’an surat Ar ruum ayat 30 :
‫ﻦ‬  ‫ﻢ‬‫ ﻴﹶﻘﻟﹾﺍ‬ ‫ﻦﻳﺪ‬ ‫ ﻟﺍ‬‫ﻚ‬‫ ﻟﹶﺫ‬‫ﻪﱠﻠﻟﺍ ﹺﻖﻠﹾـ‬‫ﺨ‬‫ ﻟ‬ ‫ﺱﺎﻨ‬‫ ﻟﺍ‬‫ﺮﹶﻄﹶﻓ ﻲ‬‫ ﱠﺘﻟﺍ‬‫ﻪﱠﻠﻟﺍ ﹶﺓ‬‫ ﺮﻄﹾ‬‫ﻓ ﺎﻔﹰ ﻴﹺﻨ‬ ‫ﻢ‬  ‫ﻗﹶ‬
‫ﻜﹶﻟ‬ ‫ﹶﻞﻳﺪ ﻭ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﺗ‬ ‫ﹶﻻ ﺎ‬ ‫ﻬﻴﻠﹶﻋ‬ ‫ﺣ ﹺﻦﻳﺪ‬ ‫ﻠ‬‫ ﻟ‬‫ﻚ‬ ‫ﻬﺟ‬  ‫ﻭ‬ ‫ﺄﹶﻓ‬
[‫ﻡﻭﺮﻟﺍ‬/٣٠] ‫ﻥﹶ ﻮ‬ ‫ﻤﹶﻠﻌﻳ‬ ‫ﹶﻻ ﹺﺱﺎﻨ‬‫ﻟ‬
‫ ﺍ‬ ‫ﺮﹶﺜﻛﹾ ﹶﺃ‬
“Luruskanlah mukamu mengahdap agama islam dengan condongnya
hati (kepada Allah) yaitu agama ciptaan Allah. Allah yang telah menjadikan
manusia bersesuaian dengan kesucian agama itu. Tidak ada bandingan bagi
ciptaan Allah itu. Demikian tadi adalah agama yang lurus. Tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.”
Keterangan :
1. Manusia asal mulanya suci
2. Kemudian manusia kemasukan adat atau kebiasaan kotor lalu hatinya
mengandung penyakit
3. Kemudian menolak ajaran – ajaran yang baik yang suci dan yang
benar
4. Manusia harus mengadakan kebersihan diri dari kotoran – kotoran
yang ada dalam hati. Setelah hatinya jernih, baru dapat menerima
ajaran – ajaran para rasul, kemudian baru dapat meningkat naik ke
alam kesucian
Pelajaran Keenam

Kebanyakan pemimpin–pemimpin rakyat, belum berani mengorbankan


harta benda dan jiwanya untuk berusaha tergolongnya umat manusia dalam
kebenaran. Malah pemimpin–pemimpin itu biasanya hanya mempermainkan,
memperalat manusia yang bodoh– bodoh dan lemah.
Pelajaran Ketujuh

Pelajaran terbagi kepada dua bagian :


1. Belajar Ilmu (pengetahuan dan teori)
2. Belajar amal (mengerjakan, memperaktekan)
Semua pelajaran harus dengan cara sedikit demi sedikit, setingkat demi
setingkat. Misalnya : seorang anak akan mempelajari huruf a, b, c, d kalau
belum faham benar – benar tentang 4 huruf a, b, c, d itu, tidak perlu ditambah
pelajarannya dengan e, f, g, h.
Demikian juga belajar beramal, harus dengan cara bertingkat. Kalau
setingkat saja belum dapat mengerjakan tidak perlu ditambah.
Penutup

Keterangan tentang ajaran K.H. Ahmad Dahlan saya cukupkan sekian


saja. Mudah–mudahan menjadi modal, pegangan untuk bangkit dan
membangun, mengembalikan perkumpulan Muhammadiyah kepada asal
mulanya.
Dan dalam penutup keterangan saya ini, saya utarakan soal – soal yang
perlu kita fikirkan, demikian :
1. Adakah kita menyangka, bahwa hidup manusia itu dibiarkan begitu
saja, merdeka menurut kesenangannya sendiri–sendiri, semau–
maunya? Merasa tidak akan bertanggung jawab dan tidak akan ada
pertanyaan dan tuntutan?
2. Adakah manusia dijadikan oleh Allah hanya supaya bermain–main
sesuka hati dan hidup semaunya?
3. Adakah kita mempunyai sangkaan bahwa selama–lamanya akan tetap
hidup tidak akan mati? Tak akan kembali kehadirat ilahi, tidak akan
diusut dan diadili? Coba jawablah!!
4. Adakah kita belum mendengar, bahwa pesuruh Ilahi Nabi
Muhammad saw adalah seorang pemimpin dunia yang telah datang,
membawa agama yang benar yan termasyhur di dunia untuk
menunjukkan kepada jalan yang lurus, yang mendatangkan
kebahagiaan yang sudah nyata jasanya dalam masyarakat?
Kalau sudah mendengar, apa sudah kita melaksanakan dengan
sungguh-sungguh?
() ‫ﲔﻟﺎ‬‫ﹶﻻ ﱢ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﹺﻬﻴ‬‫ﹶﻠ‬ ‫ﻐ ﻋ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻢ ﻟﹾﺍ‬ ‫ﹺﻬﻴ‬‫ﹶﻠ‬‫ ﻋ‬ ‫ﺖﻤ‬  ‫ﻌﻧ‬‫ ﹶﺃ‬ () ‫ﻢ‬ ‫ﻴ‬‫ﻘ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬ ‫ﻟﺍ ﺎ ﻤﹾﻟﺍ‬‫ﻧ‬ ‫ﺪﻫ‬
‫ﻀ‬ ‫ﻟﺍ‬ ‫ﹺﺏﻮﻀ ﻭ‬ ‫ﹺﺮ‬‫ﻴﻏﹶ‬ ‫ﻦﻳﺬ‬ ‫ﱠﻟﺍ ﹶﻁﺍﺮ‬ ‫ﺻ‬ ‫ﹶﻁﺍﺮ‬ ‫ﺼ‬ ‫ﺍ‬
[‫ﺔﲢﺎﻔﻟﺍ‬/٦، ٧]
“Mudah – mudahan engkau memberi petunjuk kepada kami kepada jalan yang
lurus, yaitu jalan yang ditempuh oleh orang – orang yang telah engkau beri
kenikmatan, bukan jalannya orang – orang yang dimurkai dan orang – orang
yang sesat.”
Muqoddimah
Angggaran Dasar Muhammadiyah

‫ﹺﻢﻴﺣ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﻟﺍ ﹺﻦ‬ ‫ﻤﺣ‬ ‫ﺮ‬ ‫ ﻟﺍ‬ ‫ﱠﻪﻠﻟﺍ ﹺﻢﺴ‬ ‫ﹺﺑ‬
‫ﺎ‬‫ﻧ‬‫ﺪ‬‫ )( ﻫﺍ‬‫ ﻧ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺒﻌ‬ ‫ ﻧ‬ ‫ﻙﺎﻳ‬ ‫ﹺﻢﻴﺣ )( ﺇﹺ () ﹺﻦﻳﺪ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﺮ ﻟﺍ‬ ‫ )( ﻟﺍ‬‫ﲔ‬‫ ﻤﹶﻟﺎ‬ ‫ﺪ‬  ‫ﹾﻟﺍ‬
‫ﲔ‬‫ﻌ‬ ‫ﺘﺴ‬ ‫ﻙﺎﻳ‬ ‫ ﺇﹺ‬ ‫ﻟﺍ ﹺﻡﻮ‬ ‫ ﻳ‬‫ﻚ‬ ‫ﻟﺎﻣ‬ ‫ﹺﻦ‬ ‫ﻤﺣ‬ ‫ﻌ‬ ‫ ﻟﹾﺍ‬ ‫ﺏﺭ‬ ‫ﻪﱠﻠ‬ ‫ﻤﺤ‬
‫ﻭ‬ ‫ ﻟ‬
‫ )( ﲔﻣﺁ‬ ‫ﻟﺍ ﹶﻻ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﹺﻬﻴ‬‫ﹶﻠ‬‫ﻐ ﻋ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻢ ﻟﹾ‬ ‫ﹺﻬﻴ‬‫ﹶﻠ‬‫ ﻋ‬ ‫ﺖﻤ‬  ‫ﻌﻧ‬‫ﻢ )( ﹶﺃ‬ ‫ﻴ‬‫ﻘ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬ ‫ﻤﹾﻟﺍ ﹶﻁﺍﺮ‬ ‫ﺼ‬
‫ﲔﱢﻟﺎﻀ‬ ‫ﹺﺏﻮﻀ ﻭ‬ ‫ﺍ ﹺﺮ‬‫ ﻴﻏﹶ‬ ‫ﻦﻳﺬ‬ ‫ﱠﻟﺍ ﹶﻁﺍﺮ‬ ‫ﺻ‬  ‫ﻟﺍ‬

“Dengan nama Allah yang Maha pemurah dan Penyayang. Segala puji bagi
Allah yang mengasuh semua alam; yang maha pemurah dan penyayang; yang
memegang pengadilan pada hari kemudian; hanya kepada engkau kami menyembah dan
hanya kepada engkau kami memohon pertolongan; berilah petunjuk kepada hamba jalan
yang lapang; jalan orang – orang yang telah engkau beri kenikmatan yang tidak
dimurkai dan tidak tersesat lagi.”

‫ﹰﻻﻮﺳ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﺎ‬‫ﻴﹺﺒ‬‫ ﻧ‬ ‫ﺪﻤ‬ ‫ﺤ‬‫ﻤﹺﺑ‬ ‫ﻭ ﺎﻨ‬‫ﻳ‬ ‫ﺩ ﹺﻡﹶﻼﺳﻻ‬ ‫ﺎﹺﺑ‬‫ﻭ ﺎ‬‫ﺑ‬‫ﺭ‬
‫ ِﷲﺍﺎﹺﺑ‬ ‫ﺖﻴﺿ‬ ‫ﺭ‬
“Saya ridho ber-Tuhan kepada ALLAH, beragama kepada ISLAM,
bernabi kepada MUHAMMAD rasulullah saw.”
Amma ba’du , bahwa sesungguhnya ketuhanan itu adalah hak Allah
semata – mata. Bertuhan dan beribadah serta tunduk dan ta’at kepada Allah
adalah satu – satunya ketentuan yang wajib atas tiap – tiap makhluk, terutama
manusia.
Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hokum qudrat) Allah atas
kehidupan manusia di dunia ini.
Masyarakat yang sejahtera, aman, damai, makmur dan bahagia hanyalah
dapat diwujudkan diatas dasar keadilan, kejujuran, persaudaraan and gotong –
royong bertolong – tolongan dengan bersendikan hokum Allah yang
sebenarnya, lepas daripada pengaruh syaitan dan hawanafsu.
Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian nabi yang
bijaksana dan berjiwa suci adalah satu – satunya pokok hukum dalam
masyarakat yang utama dan sebaik – baiknya.
Menjunjung tinggi hukum Allah lebih daripada hukum yang mana pun
juga, ada kewajiban mutlak bagi tiap – tiap orang yang mengaku bertuhan
kepada Allah.
Agama islam adalah agama Allah yang dibawa oleh sekalian nabi, sejak
nabi adam a.s sampai nabi Muhammad saw dan diajarkan kepada umatnya
masing – masing untuk mendapatkan hidup bahagia dunia dan akhirat.
SYAHDAN, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sentosa
sebagai yang tersebut diatas itu, tiap – tiap orang terutama orang islam, umat
yang percaya akan Allah dan hari kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian
nabi yang suci; beribadah kepada Allah dan berusaha segiat – giatnya
mengumpulkan segala kekuatan dan menggunakannya untuk menjelmakan
masyarakat itu di dunia ini, dengan niat yang murni, tulus dan ikhlas karena
Falsafah Ajaran KH. Ahmad
Dahlan

Allah semata – mata dan hanya mengharapkan ridho-Nya belaka, serta


mempunyai rasa tanggung jawab di hadirat Allah atas segala perbuatannya;
lagi pula harus sabar dan tawakkal bertabah hati menghadapi segala kesukaran
atau kesulitan yang menimpa dirinya atau rintangan yang menghalangi
pekerjaannya, dengan penuh pengharapan atas perlindungan dan pertolongan
Allah yang maha kuasa.
Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu maka
dengan berkat rahmat Allah didorong oleh firman Allah dalam Al Qur’an surat
Ali Imron ayat 104 :
‫ﻠ ﹶﻥﻮ‬ ‫ﻔﹾ ﻤ‬ ‫ﻚ‬ ‫ﹺﺮﹶﻜﻨ‬‫ﻤﻟﹾﺍ ﹺﻦ‬ ‫ﻋ ﹶﻥﻮ‬  ‫ﻬﻨ‬‫ﻳ‬ ‫ﻥﹶ ﻭ‬‫ﺮ‬ ‫ﹺﺮﻴ‬ ‫ ﹲﺔﻣ ﺨﻟﹾﺍ ﻰﹶﻟﹺﺇ‬‫ ﻢ‬ ‫ﻦﻜ‬
‫ﺤ‬ ‫ ﻟﹾﺍ‬‫ﻢ‬ ‫ﺌﹶﻟﻭﺃﹸﻭ ﻫ‬ ‫ ﻭ‬ ‫ﻑﻭﺮ‬ ‫ﻌ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻟﹾﺎﹺﺑ‬ ‫ﻣﺄﻳ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﹶﻥﻮﻋ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﻳ‬  ‫ ﻜﹸ ﺃﹸ‬‫ﹸ ﺘ ﻨ‬ ‫ﹾﻟﻭ‬
‫ﻣ‬
[‫ﻥﺍﺮﻤﻋ ﻝﺁ‬/١٠٤]
“Adalakanlah dari kamu sekalian, golongan yang mengajak kepada ke-
islaman, menyruh kepada kebaikan dan mencegah daripada keburukan.
Mereka itulah golongan yangb eruntung berbahagia.”
Pada tanggal 8 dzulhijjah 1330 Hijriyah bertepatan dengan 18 November
1912 miladiyah oleh alm. K.H. Ahmad Dahlan didirikanlah suatu persyarikatan
sebagai “Gerakan Islam” dengan nama “Muhammadiyah” yang disusun
dengan majlis – majlis/bagian–bagiannya mengikuti peredaran zaman serta
berdasarkan “syura” yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan atau “muktamar”
Kesemuanya itu perlu untuk menunaikan kewajiban mengamalkan
perintah–perintah Allah dan mengikuti sunnah rasulNya Nabi Muhammad
saw guna mendapat karunia dan ridhoNya di dunia dan akhirat dan untuk
mencapai masyarakat yang sentosa dan bahagia disertai nikmat dan rahmat
Allah yang melimpah–limpah sehingga merupakan ‫ ﺭ‬ ‫ﺔﹲـ‬ ‫ﺒﻴ‬ ‫ﹶﻃ ﹲﺓﺪ‬ ‫ﻠﺑ‬ (negara
‫ﻮﻔﹸ ﻏﹶ‬ ‫ﺏ‬‫ﺭ‬ yang
‫ﻭ‬
indah, bersih, suci dan makmur di bawah perlindungan Tuhan yang maha
Pengampun). Maka dengan Muhammadiyah ini mudah–mudahan umat islam
dapat diantarkan kepintu gerbang syurga “Jannatun Na’im” dengan keridhoan
Allah yang Rahman dan Rahim.

***

K. H. A. Hajid (Edisi Revisi 18


Th 2004)

Anda mungkin juga menyukai