Anda di halaman 1dari 2

STIGMA PERAN PEREMPUAN

(Oleh: Faiq Nikmah)


Kedudukan perempuan dewasa ini sering dimarginalkan, sedangkan posisi laki – laki
digeneralkan dalam lingkup public, laki – laki dijustifikasi sebagai kaum superioritas dan
diasumsikan sebagai sosok pemimpin yang identik dengan derajat serta kedudukan istimewa, hal
ini secara gamblang maktub dalam firman Allah SWT,
‫هّٰللا‬
ٌ ‫ت ٰحفِ ٰظ‬
‫ت‬ ٌ ‫ت ٰقنِ ٰت‬ ّ ٰ َ‫ َوالِ ِه ْم ۗ ف‬-‫ْض َّوبِ َمٓا اَ ْنفَقُوْ ا ِم ْن اَ ْم‬
ُ ‫لِ ٰح‬-‫الص‬ ٰ َ ‫اَل ِّر َجا ُل قَ َّوا ُموْ نَ َعلَى النِّ َس ۤا ِء بِ َما فَض ََّل ُ بَع‬
ٍ ‫م عَلى بَع‬-ُْ‫ْضه‬
ۗ ُ ‫ب بِ َما َحفِظَ هّٰللا‬
ِ ‫لِّ ْل َغ ْي‬
Artinya:
Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab atas para perempuan (istri) karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya. Perempuan-perempuan saleh adalah
mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada karena Allah telah
menjaga (mereka). (Q.S: An-Nisa, 34).
Pada dasarnya, pandangan laki – laki lebih unggul daripada perempuan tidak seluruhnya
salah, sebagaimaan tidak seluruhnya benar. Akantetapi makna yang terkandung dalam ayat
tersebut tentu tidak boleh dipahami sepotong – sepotong saja. Alasannya, Allah SWT juga
memiliki alas an dibalik memperilahkan kaum laki laki beradea satu tingkat diatas perempuan.
Salah satunya yakni karena laki – laki memiliki kelebihan disbanding perempuan. Namun ayat
tersebut juga menyebutkan kata ‫ْض‬ ٰ َ ‫ بَ ْع‬yang mana hal ini menandakan tiak menutup
ٍ ‫ضهُ ْم عَلى بَع‬
kemungkinan bahwa kelabihan itu juga dapat dimiliki oleh perempuan. Kemudial alas an alinnya
adalah karena laki – laki utamanya yang telah berkeluarga memiliki tanggung jawab untuk
menafkahi istri serta anak-anaknya yang secara eksklusif mencari nafkah adalah tanggung jawab
laki – laki. Akan tetapi jika diteliti tembali, modern ini perempuanpun banyak yang turut
membantu memenuhi kebutuhan (nafkah) untuk keluarganya, dengan menjadi wanita karir.
bahkan kerap kali peran perempuan lebih dominan dibandingkan laki-laki. Lagi pula Islam
sebagai agama yang kaffah adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin, tidak mendiskriminasi
hambanya hanya berasaskan pada perbedaan jenis kelami / gender. Didalam Al-Qur’an-pun tidak
dijumpai teks secara eksplisit yang menjelaskan larangan perempuan untuk berkarir.
Secara historis, dahulu istri baginda Nabi Muhammad SAW, Khadijah binti Khuwailid
juga bekerja, berkarir sebgai saudagar bahkan dikenal sebagai pembisnis ulung disemenajung
Arab. Khodijah menjadi saudagar kaya raya yang rela menghabiskan harta kekayaanya demi
berjihad untuk kejayaan Islam. Berbanding terbalik dengan hal tersebut, dimasa jahiliah,
kelhairan bayai perempuan adalah suatu malapetaka, mereka tidak segan-segan untuk membunuh
atau bahkan mengubur hidup – hidup bayi perempuan yang tidak berdosa. Sayyidina Abu Bakar
As-Shiddiq sebelum diterangi hatinya dengan cahaya Islam tercatat dalam sejarah bahwa pernah
mengubuh hidup – hidup bayi perempuannya.
Setelah mengulik fakta tersebut bahwa doktrin patriarki sangat mendominasi, baik ketika
dimasa sebelum kenabian maupun setelah kenabian. Lantas masihkan superioritas laki-laki
masih diperhitungkan meski kondisi sosiokultural masyarakat telah berubah. Dalam ayat lain,
Al-Qur’an menyuarakan adanya kesetaraan antara kaum laki – laki dan perempuan.
‫هّٰللا‬
ِ ۖ ْ‫َولَه َُّن ِم ْث ُل الَّ ِذيْ َعلَ ْي ِه َّن بِ ْال َم ْعرُو‬
ِ ‫ل َعلَ ْي ِه َّن َد َر َجةٌ ۗ َو ُ ع‬-ِ ‫ف َولِلرِّ َجا‬
٢٢٨ ࣖ ‫َز ْي ٌز َح ِك ْي ٌم‬
Mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
patut. Akan tetapi, para suami mempunyai kelebihan atas mereka. Allah Mahaperkasa lagi
Mahabijaksana. (Q.S: Al-Baqoroh, 228).
Allah SWT maha adil dalam memberi status yang setara pada perempuan dan
kebijaksanaanya tersebut diberikan dalam rangka mengakui dan bertindak sesuai realita sosial.
Hal ini berkaitan degan dominannya peran peremuan di zaman modern ini, seperti contoh,
Negara kita, Indonesia yang pernah memiliki pemimpin perempuan pada masanya (Megawati
Sukarno Putri), adapun diwilawah – wilayah dosmetik kursi – kursi pemerintahan juga banyak
diisi oleh kaum perempuan. Hal ini tentu sah-sah saja, selama hal tersebut tidak bertentangan
dengan nilai – nilai Agama dan norma dimasyarata sekitar. KH. Husein Muhammad dalam
bukunya yang berjudul Islam Agama Ramah Perempuan menyatakan bahwa diskriminasi yang
berlandaskan perbedaan jenis kelamin / gender, warna kulit, kelas, ras, territorial, suku, agama
dan sebagainya tidak memiliki dasar pijakan sama sekali dalam ajaran Tauhid.
Dari penjabaran diatas, penafsiran tentang dogma patriarki yang masih kuat bukanlah
akhir dari kemutlakan sebuah pemikiran, tentunya masih banyak perbedaan pendapat ulama’
yang tak perlu dipertentangkan atau diperselisihkan, dan sejatinya perbedaan harus
dipersandingkan sebagai otentifikasi hak manusia untuk berfikir yang diperintahkan oleh Allah
SWT.

Anda mungkin juga menyukai