Anda di halaman 1dari 5

Metodologi Penelitian Hadis - Review Artikel

Faishal Shafly Yudatama. – Nanang Maulana

KRITIK REVIEW PENDEKATAN HISTORIS


“Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Hadis” penulis
Tasmin Tangngareng.

Dosen Pengampu:
Dr. Ja’far Assagaf, M.A.

Riveiew Jurnal

Pada bagian pendahuluan yang ada, artikel ini dilatarbelakangi oleh perdebatan
yang masih saja terjadi, yakni mengenai mengenai kepemimpinan perempuan dalam
urusan umum, masih kontroversi. Mayoritas ulama melarang perempuan menjadi
pemimpin dalam urusan umum sesuai dengan hadis Rasulullah Saw.:.

‫ي‬ ‫ي‬ ‫ول هي‬ ‫اَّلل بي َكليم ٍة َيَس ْعتُها يمن رس ي‬


‫َْلَ َق‬ ُ ‫ بَ ْع َد َما ك ْد‬،‫صلهى هللاُ َعلَْيه َو َسله َم أَ هَّي َم اجلَ َم يل‬
ْ ‫ت أَ ْن أ‬ َ ‫اَّلل‬ َُ ْ َ َ ُ‫ لَ َق ْد نَ َف َع يِن ه‬:‫ قَ َال‬،َ‫عن أيَِب بَكَْرة‬
ْ
،‫ت كي ْسَرى‬
َ ْ‫ قَ ْد َمله ُكوا َعلَْي يه ْم بين‬،‫س‬ ‫ي‬ ‫ي ه‬ ‫اَّللي َ ه‬ َ ‫ لَ هما بَلَ َغ َر ُس‬:‫ قَ َال‬،‫اب اجلَ َم يل فَأُقَاتي َل َم َع ُه ْم‬
‫َصح ي‬
َ ْ ‫يِب‬
َ ‫صلى هللاُ َعلَْيه َو َسل َم أَ هن أ َْه َل فَار‬ ‫ول ه‬

)‫ «لَ ْن يُ ْفلي َح قَ ْوٌم َوله ْوا أ َْمَرُه ُم ْامَرأًَة» (رواه البخارى ىف اجلامع الصحيح‬:‫ال‬
َ َ‫ق‬

“Diriwayatkan dari Abu Bakrah berkata: “Allah menjagaku dengan sesuatu yang
aku dengar dari Rasulullah SAW pada perang Jamal yakni tatkala aku hampir bergabung
dengan para penunggang kuda guna berperang bersama mereka”. Abu Bakroh
meneruskan: Saat Kaisar Persia mati, Rasul bersabda: “Siapa yang menjadi
penggantinya?” Mereka menjawab: Putrinya. Lalu Nabi pun bersabda: “Tidak akan
beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada seorang perempuan”
(HR. Shahih Bukhari nomor 4425).

1
Metodologi Penelitian Hadis - Review Artikel
Faishal Shafly Yudatama. – Nanang Maulana

Kualitas hadis riwayat al-Bukhârî, al-Turmuzî, dan al-Nasâ‟î tentang kepe


mimpinan perempuan secara umum adalah shahîh li dzâtihi. Sanadnya memenuhi kaidah
kesahihan sanad hadis, yaitu sanadnya bersambung, periwayatnya bersifat tsiqah, dan
terhindar dari syudzûdz dan ‘illah. Matannya juga memenuhi kaidah kesahihan matan
hadis, yakni terhindar dari syudzûdz dan ‘illah.
Selanjutnya penulis memaparkan bahwa sejarah telah menunjukkan kedudukan
perempuan pada masa Nabi Muhammad Saw. tidak hanya dianggap sebagai istri,
pendamping, dan pelengkap laki-laki saja, tapi juga dipandang sebagai manusia yang
memiliki kedudukan yang setara dalam hak dan kewajiban dengan manusia lain di hadapan
Allah Swt. Islam datang membawa pesan moral kemanusiaan yang tiada bandingannya
dengan agama mana pun. Islam tidak hanya mengajak manusia untuk melepaskan diri dari
belenggu dan tirani kemanusiaan, tapi lebih jauh lagi mengajak membebaskan diri dari
belenggu ketuhanan yang politeisme menuju ketuhanan monoteis. Oleh karena itu,
sebenarnya Islam menjadi sarana yang tepat untuk mempersatukan misi dan visi kesetaraan
laki-laki dan perempuan.
Berangkat dari Perbedaan antara pemahaman tekstual dan kontekstual dalam
memahami statement nabi diantara kepemimpinan wanita maka ada sebuah golongan yang
mempolitisasikan agama, menjatuhkan gender dan ini juga masih terjadi contohnya disaat
kepemimpinan Syajar al Durr banyak yang mengharamkan dengan dalih hadis nabi yg
dipahami secara tekstual maka berangkat dari pemahaman yang kontra tersebut maka
penulis tertarik untuk meneliti kepemimpinan wanita.
Kemudian masuk ke pembahasan, Beragam pendapat ulama mengenai masalah
kepemimpinan perempuan di atas menunjukkan bahwa masalah tersebut masih berada
dalam wilayah yang diperselisihkan. Artinya, tidak ada satu pun dalil agama yang secara
pasti menyatakan perempuan tidak boleh menjadi pemimpin negara. Dalil QS. al-Nisâ‟
[4]:34, ternyata menurut para mufasir memiliki makna yang tidak tunggal. kepemimpinan
perempuan dalam perspektif hadis, yang memiliki nuansa senada seperti kepemimpinan
perempuan dalam perspektif Al-Qur`an. Ketidakbolehan perempuan menjadi pemimpin
ternyata masih perlu dikaji ulang. Pertama, dilihat dari sudut kualitasnya, hadis tersebut
termasuk dalam kategori hadis âhâd. Hadis âhâd tidak memiliki petunjuk pasti (qath‟î)
untuk dijadikan dasar dalam menentukan sebuah keputusan hukum, karena hadis tersebut

2
Metodologi Penelitian Hadis - Review Artikel
Faishal Shafly Yudatama. – Nanang Maulana

masih bersifat zhannî. Kedua, dilihat dari segi historisnya, hadis ini adalah respons atas
penobatan seorang putri Kisra Persia sebagai ratu, yang dianggap oleh Nabi Muhammad
saw. tidak memiliki kemampuan memimpin pemerintahan. Penolakan Nabi Muhammad
Saw. ini juga tidak didasarkan karena dia seorang perempuan, tapi lebih didasarkan kepada
ketidakcakapan putri tersebut dalam memegang kendali pemerintahan. Sangat mungkin
apabila perempuan yang memimpin bukan putri Kisra Persia, Nabi Muhammad saw., tidak
akan bersabda demikian.
Dalam kesimpulannya penulis menjelaskan bahwa, secara tekstual, hadis tersebut
menunjukkan larangan bagi perempuan menjadi pemimpin dalam urusan umum. Oleh
karena itu, mayoritas ulama secara tegas menyatakan kepemimpinan perempuan dalam
urusan umum dilarang. Namun secara kontekstual hadis tersebut dapat dipahami bahwa
Islam tidak melarang perempuan menduduki suatu jabatan atau menjadi pemimpin dalam
urusan umum. Bahkan menjadi kepala negara, dengan syarat sanggup melaksanakan tugas
tersebut. Oleh karena itu, hadis tersebut harus dipahami secara kontekstual, karena
kandungan petunjuknya bersifat temporal.

Kritik atau komentar.

Pendekatan historis dalam hadis mengacu pada otentisitas atau validitas terhadap
teks-teks hadis sebagai peninggalan masa lampau yang dijadikan rujukan, yakni mengupas
dari aspek sanad maupun matan dari sebuah hadis. Dalam mengkaji keotentisitas hadis,
poin utama yang harus dikaji adalah pandangan yang menganggap semua sahabat
berkualitas dan informasinya harus diterima secara mutlak, sahabat sebagai sumber primer
harus diteliti ulang sebagaimana rawi-rawi yang lain, terlebih lagi saksi primer merupakan
saksi kunci yang memegang peranan penting dalam menjaga orisinalitas hadis.
Dalam jurnal ini hanya dipaparkan secara umum bentuk dan pendekatan yang
dilakukan. Ini dapat menjadi ruang bagi pembaca untuk menulis secara spesifik data yang
dipaparkan oleh penulis.. Dalam tulisan ini hanya menjelaskan sedikit tentang sejarahnya
hadis tersebut, kemudian diberikan alterative pendekatan historis, yaitu dengan sosiologi
bahasa yang sifatnya kuantitatif. Sanad dengan pendekatan historis dan Matan dengan
pendekatan sosio-historis.

3
Metodologi Penelitian Hadis - Review Artikel
Faishal Shafly Yudatama. – Nanang Maulana

Dalam jurnal ini, antara teori teori historis yang diberikan atau ditawarkan, dengan
ilmu mukhtalif hadis, asbabul wurud kurang spesifik. Walaupun ada argumen sebagai
legitimasi hipotesis penulis, jika dilihat masihh kurang. Dari kacamata kami menyebut ini
sebagai pengantar integrasi sosiologi dengan kajian historis hadis; melihat hadis dengan
melakukan pendekatan historis.

Metode Kepenulisan.
A. Jenis Penelitian
Adapun dalam pendekatan yang digunakan dalam tulisan ini adalah pendekatan
kualitatif. Ialah sebuah pendekatan yang berupaya memahami sejarah yang sedemikian
rupa, sehingga sangat sesuai dengan penelitian yang penulis lakukan mengenai makna
mendalam dalam hadis tersebut. Dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna dari pada generalisasi. Tulisan ini bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan
berbagai gejala dan fakta yang terdapat dalam kehidupan sosial secara mendalam.
B. Teknik pengumpulan Data
Penelusuran sumber Data digunakan dalam penelitian ini berdasarkan oleh dua
sumber data, diantaranya sebagai berikut: studi pustaka dan observasi
C. Data Primer
Abû „Abd Allâh Muhammad ibn Ismâ`îl ibn Ibrâhîm al-Bukhârî, Shahîh al-
Bukhârî, Juz V (Beirut: Dâr al-Fikr, 1994), hlm. 160.
D. Data Sekunder
Syihâb al-Dîn Abû al-Fadl Ahmad ibn „Alî ibn Hajar al-„Asqalânî, Fath al-Bârîy,
Juz VIII, (Beirut:Dâr al-Ma‟rifah, 1379 H), hlm. 472.,
E. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam jurnal tersebut merangkum pada data-data
yang ada, berfokus kepada perbedaan setiap pandangan konsep zaman. Serta mencari
data dan mengintegrasi-koneksikan kedua data.

4
Metodologi Penelitian Hadis - Review Artikel
Faishal Shafly Yudatama. – Nanang Maulana

Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penulisan dan pembahasan yang dijelaskan, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa, secara tekstual, hadis tersebut menunjukkan larangan bagi perempuan
menjadi pemimpin dalam urusan umum. Oleh karena itu, mayoritas ulama secara tegas
menyatakan kepemimpinan perempuan dalam urusan umum dilarang. Namun secara
kontekstual hadis tersebut dapat dipahami bahwa Islam tidak melarang perempuan
menduduki suatu jabatan atau menjadi pemimpin dalam urusan umum. Bahkan menjadi
kepala negara, dengan syarat sanggup melaksanakan tugas tersebut. Oleh karena itu, hadis
tersebut harus dipahami secara kontekstual, karena kandungan petunjuknya bersifat
temporal.

Anda mungkin juga menyukai