Anda di halaman 1dari 12

TALQIN MAYIT

ANALISIS KUALIFIKASI HADITH DALAM KITAB SUNAN ABU DAWUD

Slamet Arofik*

Abstract
Hadith is not only as the second source of Islamic law after al-Qur’an, but also as the model in organizing
human life in both social and spiritual practice. However, the hadith historiography mentions that there is some
Muslim communities that doubt the function and legality of those second source of Islamic law. One case that
is still debated according to them is the hadith qualification about talqin stated in Sunan Abu Dawud book no.
Index 2710. This study is library research that aims at researching and explaining the qualification of sanad and
matan of hadith talqin mayit stated in Sunan Abu Dawud book, and how is the hujjah of the hadith, and what
is the meaning of talqin word in those hadith. The research finding shows that based on sanad side the hadith
is ahad hadith having shahih level. Since all critics value thiqoh in all linking (riwayah,) and there is no shudud
and ’illat on it. Furthermore, from matan side, the hadith is also shahih since it has been fulfilled the shahih
(validity) norms.
Keywords: talqin, hadith qualification, matan, ṣahīh

Abstrak
Hadith selain sebagai sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’an juga sebagai model dalam
menata kehidupan umat manusia, baik dalam ranah sosiologis maupun dalam praktek spiritual.
Namun demikian, historiografi hadith menyebutkan bahwa masih ada sebagian masyarakat muslim
meragukan fungsi dan legalitas sumber hukum kedua tersebut. Salah satu di antara yang yang masih
diperdebatkan menurut mereka adalah kualifikasi hadith tentang talqin yang termaktub dalam kitab
Sunan Abu Dawud dengan nomor indeks 2710. Tulisan ini merupakan penelitian kepustakaan (Library
Research) yang bertujuan untuk meneliti dan menguraikan kualifikasi sanad dan matan hadith talqin
mayit yang termaktub dalam kitab Sunan Abu Dawud, dan bagaimana kehujjahan hadith tersebut serta
bagaimana maksud kata talqin dalam hadith tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hadith
tersebut jika ditinjau dari sisi sanad merupakan hadith ahad yang memiliki derajat ṣaḥīh karena semua
kritikus menilai thīqoh pada semua periwayatnya dan tidak ada shudhud dan ‘illat padanya. Sedangkan
ditinjau dari sisi matan, hadith tersebut juga bersifat ṣahīh karena sudah terpenuinya kaidah-kaidah
keshahihan matan.
Kata kunci: talqin, kualifikasi hadith, matan, ṣahīh

A. Pendahuluan mengkhususkan yang umum dan juga


Hadith merupakan pegangan bagi menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, bahkan
kaum muslimin. Sejarah perjuangannya membuat tashri’ baru.1
pun dijadikan motivasi bagi umat Islam Realitas hadith sebagai sumber hukum
dalam melanjutkan dakwah menyebarkan yang kedua setelah al-Qur’an, secara tidak
misi amar ma’ruf nahi munkar. Hadith Nabi langsung memberi “mandat” terhadap
sebagai sumber ajaran Islam yang kedua seluruh umat Islam agar tunduk dan patuh
setelah al-Qur’an, berfungsi sebagai referensi kepadanya, sebagaimana patuh dan tunduk
dakwah bagi umatnya yang memiliki visi- terhadap al-Qur’an. Hal ini tidak berlebihan
misi mewarisi risalah Rasulullah. Selain itu, karena terdapat beragam ayat al-Qur’an
hadith juga mempunyai fungsi penjelas bagi dengan sangat jelas dan tegas memberi
al-Qur’an, yakni menjelaskan yang global, 1
Bustami dan M. Isa H. A Salam, Metodologi Kritik Hadith,
*
Dosen STAI Darussalam Nganjuk. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm.1.

Slamet Arofik, Talqin Mayit Analisis Kualifikasi Hadith dalam Kitab Sunan Abu Dawud 103
legitimasi fungsi dan peranan al-Hadith bahwa talqin tidak memiliki dasar hadith yang
(al-sunnah). Salah satu diantaranya adalah kuat sehingga tidak perlu dilakukan, bahkan
firman Allah QS al-Hashr [59] ayat 07 yang pendapat kedua ini mengatakan bahwa talqin
artinya: “Dan apa-apa yang didatangkan Rasul merupakan suatu bid’ah. Pendapat ketiga
maka ambillah dan apa-apa yang dilarang maka mengatakan bahwa talqin kepada mayit yang
hentikanlah”.2 sudah dimakamkan hanya didasarkan pada
Tidak hanya itu, hadith juga merupakan statemen-statemen yang ada dalam kitab-
trend setters dalam menata kehidupan umat kitab klasik pesantren (kitab kuning), seperti
manusia baik dalam ranah sosial maupun I’ānat al-T}ālibīn, dan bukan didasarkan pada
dalam aspek spiritual. Problematika kehidupan hadith yang ṣahīh.5
yang selalu muncul pada kehidupan manusia Dari ketiga pendapat di atas, walaupun
tatkala tidak dapat ditemukan jawabannya sebagian di antaranya telah mengemukakan
dalam al-Qur’an, maka bisa melacaknya beberapa argumentasi dan dasar-dasar talqin,
melalui teks–teks hadith.3 Hal ini ditegaskan namun pada kenyataanya masih menyisakan
langsung oleh Nabi Muhammad Saw. dengan perdebatan-perdebatan kecil dan massif
ungkapan: “Tidaklah sesungguhnya aku telah mengenai legalitas dan keabsahan hadith yang
diberi al-Quran dan yang menyamainya beserta dijadikan hujjah atas talqin. Hadith yang masih
al-Quran …”. 4 menyisakan perdebatan yang dimaksud di atas
Walaupun kedudukan hadith sebagai dan akan dijadikan fokus kajian pada tulisan ini
sumber hukum Islam telah jelas, nyata dan tertera dalam kitab Sunan Abu Dawud dengan
hampir semua kalangan umat Islam sepakat nomor indeks 2710 yang diriwayatkan oleh al-
(ijma’), namun pada realitasnya masih saja Tabrani sebagai berikut:
ada sebagian umat muslim yang meragukan ْ َ‫َح َّدثَنَا اَبُوْ ُعقَي ٍْل اَن‬
‫سْ بِ ْن َسلَّ ْم اَ ْل َخوْ لاَ نِى َح َّدثَنَا ُم َح َّم ْد‬
bahkan mengingkari ke-hujjah-annya. Salah
satu di antara hadith yang mendapatkan ‫بِ ْن اِ ْب َرا ِه ْي َم بِ ْن اَ ْل َع اَّلءْ اَ ْلقُ َر ِش ِّى ع َْن يَحْ َي بِ ْن اَبِ ْى‬
perlakuan yang demikian ini adalah hadith ‫ت اَبَا‬ ُ ‫ى قَا َل َش ِه ْد‬ ِّ ‫َكثِي ٍْر ع َْن َس ِع ْي ٍد بِ ْن َع ْب ُدهللاِ اَلاْ َوْ ِد‬
tentang talqin mayit, di mana talqin dalam ‫ت فَاصْ نَعُوْ ا بِ ْى‬ ُّ ‫ع فَقَا َل اِ ًَذا اَنَا ُم‬ ِ ‫اُ َما َمةَ َوهُ َو فِى النَّ ْز‬
perbincangan publik memang menyisakan
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم اَ ْن نَصْ نَ َع‬ َ ِ‫َك َما اَ َم َرنَا َرسُوْ ُل هللا‬
fenomena yang menyebabkan perdebatan
yang tak ada ujung dan pangkalnya. ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقَا َل‬ َ ِ‫بِ َموْ تَانا َ اَ َم َرنَا َرسُوْ ُل هللا‬
Dari sini bermunculan berbagai pendapat ‫ب َعلَى قَب ِْر ِه‬ َ َ‫اِ َذا َماتَ اَ َح ٌد ِم ْن اِ ْخ َوانِ ُك ْم فَ َس َّو ْيتُ ْم اَلترُّ ا‬
mengenai eksistensi dan kebolehan talqin ْ
‫ يَا فُالَ ُن بِ ْن‬: ْ‫س قَب ِْر ِه ثُ َّم لِبَقُل‬ ِ ‫فَ ْليَقُ ْم اَ َح ُد ُك ْم َعلَى َرأ‬
mayit. Di antaranya menyatakan bahwa
hukum talqin boleh karena ia hanya
‫فُ اَلنَةُ فَإِنَّهُ يَ ْس َم ُعهُ َولاَ يَ ِجيْبُ ثُ َّم يَقُوْ ُل يَافُ اَل ُن بِ ْن‬
sebuah prosesi yang berisi pengajaran atau ُ‫فُالَنَةُ فَإِنَّهُ يَ ْست َِويْ قَا ِعدًا ثُ َّم يَقُوْ ُل يَافُ اَل ُن بِ ْن فُ اَلنَة‬
pendiktean kepada sang mayit setelah ia ْ‫ك هللاُ َول ِك ْن لاَ تَ ْش ُعرُوْ نَ فَ ْليَقُل‬ َ ‫فَإِنَّهُ يَقُوْ ُل اَرْ ِش ْدنَا َر ِح َم‬
dimakamkan. Isi dari pengajaran tersebut
َ‫اُ ْذ ُكرْ َما َخ َرجْ تَ َعلَ ْي ِه ِمنَ ال ُّد ْنيَا َشهَا َدةُ اَ ْن لاَ اِلَه‬
adalah masalah ketuhanan, kenabian,
agama dan lain sebagainya dan pendapat ‫ضيْت‬ ِ ‫ك َر‬ َ َّ‫اِلاَّ هللاُ َواَ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ َوإِن‬
ini didasarkan atas tradisi yang sudah turun ‫بِا هللاِ َربَّا َوبِالاْ ِ س اَْل ِم ِد ْينًا َوبِ ُم َح َّم ٍد نَبِيَّا َوبِ ْالقُرْ أَ ِن‬
temurun dari nenek moyang, serta dilandasi ‫احبِ ِه‬ِ ‫ص‬ َ ‫اح ٌد ِم ْنهُ َمابِيَ ِد‬ ِ ‫اِ َما ًما فَإِ َّن ُم ْن َكرًا َونَ ِك ْيرًا يَأْ ُخ ُذ َو‬
dalil naṣ yang kuat. Pendapat lain mengatakan
‫َويَقُوْ ُل اِ ْنطَلِ ْق بِنَا َما نَ ْق ُع ُد ِع ْن َد َم ْن لُقِّنَ ُح َّجتَهُ فَيَ ُكوْ ُن‬
2
Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, (Semarang: Thoha ‫هللاُ َح ِج ْي َجهُ ُدوْ نَهُ َما فَقَا َل َر ُج ٌل يَا َرسُوْ َل هللاِ فإِ ْن لَ ْم‬
Putra, 1989), hlm. 59.
3
Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalah Hadith, (Bandung:
‫ف اُ ُّمهُ قَا َل فَيُ ْن ِسبُهُ اِلَى َح َوا َء يَا فُالَ ُن بِ ْن َح َوا َء‬ ْ ‫يُ ْع َر‬
Al-Ma’arif, 1974),hlm. 15.
4
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Vol. III, (Beirut: Dār al-
5
Lihat, Al-Bakri al-Dimyati I’anatut Thalibin,Vol. II, (T.Tp:
Kutub al-‘Ilmiyah, 1994), hlm. 205. Sirkah al-Nur Asia, T.t.), hlm. 140.

P-ISSN: 1978-6948
104 e-ISSN: 2502-8650 Vol. 11 No. 2 Juli 2017 | 103-114
Artinya: “Telah menceritakan kepadaku Abu ‹Akil dijadikan hujjah. Tidak hanya itu, tulisan ini
Anas bin Salam al-Khaulani, telah menceritakan diharapkan mampu memberikan kontribusi
kepadaku Muhammad bin Ibrahim bin ‘Ala’ al- pemahaman yang benar atas istilah talqin
Qurasyi dari Yahya bin Abi Katsir dari Sa’id mayit kepada definisi semestinya sesuai
bin Abdullah al-Audi berkatalah Sa’id, Saya dengan yang dimaksudkan oleh Nabi Saw.
mendatangi Aba Umamah dia dalam keadaan
naza’ maka beliau berkata: “Ketika sewaktu-
B. Sketsa tentang Abu Dawud
waktu aku mati, berbuatlah seperti halnya
perintah Rasulullah Saw. kepada kami agar 1. Biografi Imam Abu Dawud
berbuat sesuatu terhadap orang-orang yang telah Nama lengkap Imam Abu Dawud adalah
mati; Rasulullah Saw. memberi perintah kepada Sulaiman bin al-Asy’ats bin Syaddad bin ‘Amr
kami maka beliau berkata “Jika seseorang dari bin ‘Amir.7 Beliau dilahirkan pada tahun 202 H
saudaramu mati, maka ratakanlah tanah di atas di kota Sajistan dan beliau menetap dan wafat
kuburannya, kemudian berdirilah salah satu di kota Basrah pada tanggal 16 Syawal 275 H/
dari kamu di atas ujung kuburannya kemudian
889 M.8
berkatalah “Ya Fulan bin Fulanah” maka
Abu Dawud terlahir di tengah keluarga
sesungguhnya mayit mendengarnya dan tidak
yang agamis. Mengawali intelektualitasnya
menjawab, kemudian ia berkata lagi “Ya Fulan
bin Fulanah” maka sesungguhnya mayit sedang dengan mempelajari al-Qur’an dan literatur-
duduk dengan tegak, kemudian ia berkata lagi “Ya literatur berbahasa Arab serta sejumlah
Fulan bin Fulanah” maka sesungguhnya mayit materi lainnya, sebelum mempelajari dan
akan menjawab “Tunjukkanlah kami maka Allah memperdalam hadith sebagaimana tradisi
akan mengasihanimu”, akan tetapi kalian semua masyarakat pada saat itu. Dalam usia yang
tidak mengetahui. Kemudian berkatalah “Ingatlah relatif muda yakni kurang dari dua puluh
sesuat ketika kamu keluar dari dunia yakni bersaksi tahun, ia telah berkelana ke Baghdad.9
bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Belum genap menginjak dewasa, beliau
Allah dan sesungguhnya Muhammad itu hamba memutuskan melakukan rihlah secara intensif
dan utusan Allah, dan sesungguhnya kamu telah untuk mempelajari hadith kepada para ahli
rela kepada Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai di bidangnya. Ia melakukan perjalanan ke
agama, Muhammad sebagai Nabi dan al-Qur’an
Hijaz, Syam, Irak, Jazirah Arab dan Khurasan
sebagai imam. Kemudian salah satu dari Munkar
untuk bertemu ulama-ulama hadith.
dan Nakir akan memegang tangan temannya
Pengembaraannya ini menunjang Abu Dawud
seraya berkata: “Berangkatlah bersamaku, kami
tidak akan duduk di samping orang yang sedang mendapatkan hadith sebanyak-banyaknya
diajari ber-hujjah” karena Allah-lah yang akan untuk dijadikan referensi dalam penyusunan
menjadi hujjah-nya. Kemudian seorang laki- kitab sunannya, yang kemudian ia taṣhih
laki berkata: “Ya Rasul, apabila seseorang tidak
7
Menurut ‘Ajaj Khatib, nama Abu Dawud adalah
mengetahui ibunya bagaimana?” Rasul berkata:
Sulaiman bin al-Ash’at bin Ishaq al-Azdi al-Sijistani.
“Nisbatkan saja mayit itu pada ibu Hawa’, ya Lihat, Muhammad ‘Ajajj al-Khatib, Uṣūl al-Ḥadīth: ‘Ilmuhū
fulan bin Hawa’”.6 wa Musṭalāhuhū, (Damaskus: Dar al-Fikri, 1975), hlm.320.
Dalam Ensiklopedi al-Dhahabi yakni Siyar A’lam al-Nubala’
Oleh karena itu, penulis menganggap
dipaparkan lebih rinci bahwa nama dari Imam Abu Dawud
penting mengadakan penelitian ini dengan berbeda-beda menurut versi masing–masing ahli sejarah.
maksud dan tujuan ingin menganalisis Lihat, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad al-Dzahaby, Siyar
kualifikasi keshahihan hadith tersebut serta A’lam al–Nubala’, Vol. XIII (Beirut: Muassasah al–Risalah,
1985), hlm. 203. Lihat pula, Muhyi al-Din Syaraf al-Nawawi,
memaparkan, menjelaskan dan memberikan
Tahdhīb al-Asma’ wa al-Lughat, Vol. II, (Beirut: Dār al-Kutub al-
legitimasi hukum atas disunnahkannya Ilmiyah, T.Th), hlm. 224-225.
praktek talqin sekaligus mengupas tuntas 8
Abu Shuhbah, fi Rihāb al-Sunnah al-Kutub al-Sihah al–
kandungan hadith tersebut sehingga ia dapat Sittah, (al-Azhar, Majma’ Buhuts al-Islamiyah, 1995), hlm. 135.
9
Mudasir, Ilmu Hadith, (Bandung: Pusaka Setia, 1999),
6
Al-Bakri al-Dimyati I’anatut Thalibin,Vol. II, hlm. 158. hlm. 110.

Slamet Arofik, Talqin Mayit Analisis Kualifikasi Hadith dalam Kitab Sunan Abu Dawud 105
kepada guru utamanya yakni al-Imam Ahmad Al-Hafidz Musa bin Harun berkata: “Abu
ibn Hanbal sehingga mendapatkan pujian Dawud diciptakan di dunia untuk hadith dan
serta “legalitas” darinya.10 di akhirat untuk surga. Aku tidak pernah
Dalam rangkaian panjang perjalanan melihat orang yang lebih utama dari dia”.
pengembaraannya, Imam Abu Dawud banyak Syaikh Abu Ishaq al-Syairazi dalam Tabaqat al-
bertemu dengan ulama-ulama besar penghafal Fuqaha’ menggolongkan Abu Dawud sebagai
hadith dan sekaligus manjadikan mereka guru murid Imam Ahmad bin Hanbal. Begitu pula
dalam disiplin ilmu ini, di antaranya adalah Qadly Abdul Husain Muhammad bin Qadly Abu
al-Imam Ahmad bin Hanbal, al-Qa’naby, ‘Abu Ya’la (wafat tahun 526 H), memasukkannya
‘Amr al-Dlarir, Muslim bin Ibrahim, Abdullah dalam kitab Tabaqat al-Hanabilah. Namun
bin Raja’, Abu al-Walid al-Thayalisy, Utsman demikian ada pula yang mengatakan bahwa
bin Abi Syaibah dan Qutaibah bin Sa’id, di dia bemadzab Syafi’i. 14
mana dua nama terakhir ini juga merupakan Imam Abu Dawud memiliki kutamaan,
guru dari Imam Bukhari dan Imam Muslim.11 kemuliaan dan kedudukan yang tinggi di
al-Mazzi dalam karya besarnya Taḥdhīb al- masanya sehingga banyak sekali pujian dan
Kamāl, salah satu kitab ilmu hadith dalam sanjungan yang disandangkan pada dirinya.
disiplin ilmu Jarh wa al-Ta’dil yang jilidnya Di antara sekian sanjungan dan pujian
mencapai 35 jilid, menginventarisir guru- disampaikan oleh Imam Nawawi, beliau
guru Imam Abu Dawud hingga mencapai 177 berkata: “Para ulama telah sepakat memuji
orang.12 Abu Dawud dan mensifatinya dengan ilmu
Hasil dari sekian lama pengembaraan yang banyak, kekuatan (hafalan), wara’,
mencari ilmu dari guru satu ke guru yang ketaatan beragama (keshalehan) dan kuat
lain, Imam Abu Dawud akhirnya menjadi pemahamannya dalam hadith dan yang
seorang “Imam” atau pemuka ilmu hadith lainnya”.15
pada masa hidupnya. Ia memiliki kualifikasi al-Nawawi berkata: “Kuceritakan dari
keilmuan yang mumpuni dan komprehensif syekh Hasan bin Muhammad Ibrahim al-
khususnya di bidang hadith, sehingga tidak Wadzari, dia berkata: “Aku bermimpi
mengherankan jika tidak sedikit para perawi bertemu Rasulullah, beliau bersabda: “Barang
hadith yang meriwayatkan hadith dari siapa ingin berpegang teguh pada sunnah
padanya, seperti halnya Abu Isa al-Tirmidzi, maka bacalah kitab Abu Dawud dan sejarah
Abu Abdurrahman al-Nasa’i, Abu ‘Awanah, perilakunya”.16
Abu Basyar al-Daulabiy, Muhammad bin
Yahya al-Shulhiy, Muhammad bin Yahya bin 2. Karya-karya Abu Dawud
Ya’qub al-Mughiry Ali Abi Husain bin Abdullah Abu Dawud merupakan ulama besar yang
Abu Usamah bin Muhammad bin Abdul Malik, produktif. Hal ini bisa dibuktikan dari hasil
Abu Salim Muhammad al-Jalaludiy Abu Amr karya tulis yang ia kodifikasikan, di antaranya
Ahmad bin Ali, Abu Bakr bin Dassah, Abu adalah:
Ali al-Lu’lui Abu Said al-’Arabi dan putranya 1) Al-Marasil
sendiri yang bernama Abu Bakar bin Dawud. 13 2) Masail al-Imam Ahmad
10
Abu Syuhbah, fi Rihab al-Sunnah..., hlm. 129-130. Lihat
3) al-Nasikh wa Mansukh
pula, ‘Ajajj al-Khatib, Ushul al-Hadith, hlm. 320. Lihat pula, 4) Risalah fi washfi al- kitab
Yusuf Marzuqi, Biografi Ulama dan Kompilasi Khazanah Islam,
(Kediri: Pustaka Azm, 2009), hlm. 21. 14
Abu Syuhbah, Kutubus Sittah, (Surabaya Pustaka
11
Abu Syuhbah, fi Rihab al-Sunnah..., hlm. 102. Progresif, 1999), hlm. 76-76.
12
Jamal al-Din Abi al-Hajaj Yusuf al-Mazzi, Tahdhīb al- 15
Muhyi al-Din Syaraf al-Nawawi, Tahdhib al-Asma’ wa al-
Kamāl fi Asma’ al–Rijal, Vol. XI (Beirut: Muassasah al-Risalah, Lughat, Vol. II, (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyah, T.Th), hlm.
1983), hlm. 358-359. 224-225.
13
Abu Syuhbah, fi Rihāb al-Sunnah, hlm. 131-132. Lihat 16
Muhyi al-Din Syaraf al-Nawawi, Tahdhib al-Asma’ wa al-
pula, Syamsu al-Haq, Aunul Ma’bud..., hlm. 04. Lughat, hlm. 227.

P-ISSN: 1978-6948
106 e-ISSN: 2502-8650 Vol. 11 No. 2 Juli 2017 | 103-114
5) al-Zuhd Al-Khatthaby berpendapat bahwa tidak
6) Ijabah ‘an Sholawat al-Ajurri ada susunan kitab ilmu agama yang setara
7) As’illah Ahmad bin Hambal dengan kitab Sunan Abu Dawud karena seluruh
8) Tamiyat al-Akhwan umat manusia, bahkan dari aliran-aliran
9) Kitab aI-Qadr yang berbeda sekalipun dapat menerimanya.
10) al-Ba’ts wa al-Musyur Menurutnya, cukuplah kiranya bahwa semua
11) al-Masa’il allati khalafa alaiha al-Imam umat muslim tidak perlu mengadakan
Ahmad kesepakatan untuk meninggalkan satu hadith-
12) Dalail al-Nubuwwah pun dari kitab sunan ini.20 Demikian pula
13) Tadha’il al-Anshar halnya dengan Ibnu al-‘Arabi, ia berpendapat
14) Musnad Malik bahwa “Barang siapa yang di rumahnya ada
15) al-Du’a al-Qur’an dan kitab Sunan Abu Dawud ini maka
16) Ibtida’ al-wahyi tidak usah memerlukan kitab-kitab lain”.
17) al-Tafarrud fi al-Sunan Kedua pendapat tersebut dipertegas lagi oleh
18) Akhbar al-Khawarij pandangan Imam Ghazali yang memandang
19) A’lam al-Nubuwwah cukup atas kitab Sunan Abu Dawud sebagai
20) a1-Sunan 17 pegangan bagi para mujtahid.
Namun demikian yang harus diingat
3. Sketsa Kitab Sunan Abu Dawud adalah tidak semua hadith yang dicatat Abu
Imam Abu Dawud menyusun kitab Dawud dalam karyanya ini berkualifikasi
sunannya pada saat ia tinggal di kota Tarsur shahih. Banyak pula hadith-hadith dloif yang
selama kurang lebih 20 tahun. Dalam kitabnya ia masukkan dalam kitab ini, hanya saja akan
tersebut beliau mengumpulkan 4800 buah dijelaskan manakala kedlaifan hadith tersebut
hadith pilihan dari 500.000 (limaratus ribu) terlalu/sangat, dan ia tidak akan memberi
hadith yang ia hafal dan dicatat. Keterangan penjelasan jika sisi kedlaifan yang dimilikinya
ini ia ungkapkan sendiri kepada salah satu lemah. Menurut Abu Dawud, hadith dlaif satu
muridnya yang bernama Abu Bakr ibn dengan yang lain bisa saling menguatkan. Oleh
Dassah.18 kerenanya ia memasukkan hadith-hadith dlaif
Kitab Sunan karya Imam Abu Dawud ini dalam karyanya.21
merupakan kitab Sunan yang paling populer Hal tersebut ia akui sendiri dan ia
di antara kitab karya Abu Dawud yang nyatakan dalam muqaddimah kitabnya ini.
berjumlah 20 judul. Kitab ini disusun menurut Beliau mengatakan:
sistematika fiqih pada umumnya yakni hadith- ‫َما َكانَ فِى ِكتَابِ ْي هَ َذا ِمن َح ِديْث فِ ْي ِه َوهُ َّن َش ِديْد‬
hadith yang dimuat diurutkan berdasarkan
kajian-kajian layaknya yang ada pada kitab
‫ضهَا‬ ُ ‫صالِ ٌح َوبَ ْع‬ َ ‫بَيَّ ْنتُهُ َو َمالَ ْم أَ ْذ ُكرْ فِ ْي ِه َشيْئا ً فَهُ َو‬
fikih (tematik). Mulai dari bab Ṭaharah, shalat, ‫صحُّ ِم ْن بَعْض‬ َ َ‫أ‬
puasa, zakat dan seterusnya. Kebesaran
dan kedalaman kitab sunan ini menjadikan Artinya: “Di dalam kitabku ini, jika hadith-hadith
para ilmuan pada masa itu mengkaji dan yang di dalamnya terdapat kelemahan yang
menelaahnya sehingga tidak kurang dari 13 sangat maka aku menjelaskannya, sedangkan
judul kitab telah mengulas karya tersebut hadith-hadith yang aku tidak memberi komentar
dalam bentuk sharh (komentar), mukhtasar sesuatu maka hadith-hadith tersebut baik atau
(ringkasan), tahdhib (revisi) dan lain-lain.19 shahih, sebagiannya mensahihkan yang lain”.22

17
Mustafa Azami, Memahami Ilmu Hadith, terj. Meteh
Meralio, (Jakarta: Lentera, 1995), hlm. 142. 20
Fatchur Rahman, Ilmu Musthalah…, hlm. 381-382.
18
Mustafa Azami, Memahami Ilmu Hadith, hlm. 224–225. 21
M. Mustafa Azami, Memahami Ilmu Hadit,..., hlm.143.
19
Ensiklopedi Islam, Vol.I,..., hlm. 41. 22
Moh. Anwar, Ilmu Musthalah,..., hlm.85.

Slamet Arofik, Talqin Mayit Analisis Kualifikasi Hadith dalam Kitab Sunan Abu Dawud 107
C. Analisis Hadith Nomor 2710 Sunan Abi URUTAN URUTAN
NO. NAMA PERAWI
Dawud PERIWAYAT SANAD
1. Kualitas Sanad 1. Sa’id bin Malik I V
Sudah lazim adanya, sebelum labelisasi 2. Yahya bin Immarah II IV
diberikan kepada sebuah hadith maka harus 3. Ummarah bin III III
terlebih dulu mengadalan pelacakan dan Ghaziyah
penelitian tentang eksistensi hadith itu
4. Bisyri bin Mufaddlal IV II
sendiri baik dari segi sanad ataupun matan-
5. Musaddad bin V Mukharij
nya. Dalam ilmu Musṭalāh al-Ḥadīth sudah
Masrahad
maklum bahwa hadith dinyatakan shahih dan
dapat dijadikan hujjah manakala memenuhi Sedangkan biografi perawi-perawi hadith
beberapa unsur yaitu sanad-nya harus melalui jalur sanad Abu Dawud adalah sebagai
bersambung, periwayatnya harus bersifat adil berikut;
dan d}abit dan terhindar dari shaẓ dan illat. 1. Nama : Sa'ad bin Malik bin Sinan bin
Dalam rangka mengetahui kualifikasi Ubaid
hadith nomor 2710 dalam kitab Sunan Kelompok : Sahabat
Abi Dawud maka penulis akan menempuh Julukan : Abu Sa'id
prosedur sebagaimana yang telah ditetapkan
Lahir : Tidak diketahui
dan dilakukan oleh seorang “pentakhrij”
ataupun peneliti kualifikasi hadith pada Wafat : 74 H
umumnya yakni dengan cara meneliti satu Guru : Nabi Muhammad SAW., Zaid
persatu kredibilitas para perawi, mulai dari bin Sa'ad, Abdurrahman bin
meneliti rawi pertama hingga yang terakhir. Shakhar, Sa'ad bin Abu Waqas,
Ibnu Abbas dan Abu Bakar
Lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut:
Hadith talqin yang diriwayatkan oleh Abu Murid : Ibrahim bin Sa'ad, Ibrahim bin
Yazid, Abu Ibrahim, Abu Arthah,
Dawud ini, dimulai dari periwayat pertama Abu al-Khatthab, Abu Bakar
yaitu Sa’id bin Malik bin Sinan bin Ubaid al-Munkadir.dan Yahya bin
kemudian diteruskan oleh perawi berikutnya Ummarah
yaitu Yahya bin ‘Imarah hingga periwayat Lambang : ‫َس ِم َع‬
terahir yaitu Musaddad bin Masrahad. Berikut periwayatan
tabelnya: Kritik sanad : Penilaian terhadapnya, bahwa
beliau merupakan salah satu
dari sahabat yang mempunyai
keadilan sangat tinggi

Analisa : Dari penjelasan tersebut


dapat disimpulkan bahwa
periwayatan Sa'ad bin Malik
dari Nabi Muhammad SAW.,
dapat dikatakan bersambung
periwayatannya

2. Nama : Yahya bin Ummarah bin Abi


Hasan al- Anshari al-Mazini23

Kelompok : Tabi'in Wustha

Lahir : Tidak diketahui

Al-Hafidz Abi al-Fadlil Ahmad bin Ali bin Hajar


23

Syihabuddin al-’Asqalani, Tahdhīb al-Tahdhīb, (Maktabah


Tahqiq al-Turath fi Mu’assasah al-Risalah), hlm. 379.

P-ISSN: 1978-6948
108 e-ISSN: 2502-8650 Vol. 11 No. 2 Juli 2017 | 103-114
Wafat : Tidak diketahui Guru : Yahya bin Ummarah, Abu
Zubair al-Maki, Yahya bin
Guru : Anas bin Malik, Abdullah
Rasyid al-Dimasqa, Umar bin
bin Zaid bin Ashim al-
Syuaib, 'Atho' bin Marwan,
Mazini, Syaqran (budak yang
Utsman bin Urwah bin Zubair,
dimerdekakan Rasulullah SAW.)
Anas bin Malik, dan Hubaib bin
dan Abu Sa'id al-Hudri.
Abdurrahman
Murid : Abu Thiwalah Abdullah bin
Murid : Isma'il bin Ja'far, Isma'il bin
Abdurrahman bin Ma'mar,
'Iyas, Bisyri bin Mufaddlal,
Ummarah bin Ghaziyah, Amr
Bakar bin Mudlar, Zuhair bin
bin Yahya bin Ummarah,
Mu'awiyah, Sa'ad bin Sa'id
Muhammad bin Abdurrahman
al-Anshori, Sa'id bin Abu Hilal,
bin Abu Sha'sha'ah, Muhammad
Abdullah bin Luhai'ah dan
bin Abdullah bin Abdurrahman
Abdurrahman bin Abu al-Rijal
bin Abu Sha'sha'ah, Muhammad
bin Muslim bin Syihab al-Zuhri Lambang ‫َح َّدثَنَا‬
:
dan Muhammad bin Yahya bin periwayatan
Hibban
Kritik sanad : • Abdullah bin Ahmad bin
Lambang : ‫َح َّد ثَنَا‬ Hanbal: Tsiqah
periwayatan • Al-Ijli: Tsiqah
• Al-Barqani: Tsiqah
Kritik sanad • Ibnu Hajar : Tsiqah
• Ishaq bin Manshur: Shalih
• Al-Dzahabi : Tsiqah
Analisa : Dari penjelasan di atas
Analisa : Yahya bin Ummarah mendapat
disebutkan bahwa Ummarah
penilaian Tsiqah dari para
bin Ghaziyah terhindar dari
kritikus hadith dengan
penilaian perawi yang dla’if
kualitas yang tinggi dalam
(al-jarh). Ia mendapatkan
periwayatannya. Yahya bin
penilaian shahih (al-ta’dil).
Ummarah menggunakan
Dalam periwayatannya beliau
lambang ‫ح َّد ثَنَا‬
َ walaupun tahun menggunakan ‫ح ّدثنا‬. Beliau
kelahiran dan tahun wafatnya
wafat pada tahun 140 H dan
tidak diketemukan namun
sangat dimungkinkan pernah
beberapa literatur mengatakan
berguru kepada Yahya bin
bahwa Yahya bin Ummarah
Ummarah yang diperkirakan
benar-benar mempunyai
wafat tahun diantara 104 H
Guru Abu Sa’id al-Khudri dan
sehingga periwayatannya bisa
beliau berguru kepada Abu
dihukumi muttasil.
Sa’id al-Hudri bersama dengan
seseorang bernama Yahya bin
4. Nama : Bisyri bin Mufaddlal bin
Abdurrahman, lahir tahun 32 H
Lahiq25
dan wafat tahun 104 H, sehingga
dengan alasan tersebut ada Kelompok : Atba al-tabi'in
ketersambungan antara Yahya
Julukan : Abu Isma'il al-Bashri
bin Ummarah dengan Abu Sa’id
al-Hudri Lahir : Tidak diketahui

3. Nama : Ummarah bin Ghaziyah bin Wafat : 186 H atau 187 H


al-Haris al-Anshari al-Mazini Guru : Ummarah bin Ghaziyah, Isma'il
al-Madini24 bin Umayah, Basyir bin Maimun,
Kelompok : Golongan kecil dari Tabi’in Hatim bin Abu Shaghirah, Khalid
bin Dzakwan, Khalid bin Abu
Lahir : Tidak diketahui Mahran al-Hidza'i, Sa'id bin
Wafat : 140 H 'Iyas al-Jariri dan Suhail bin Abu
Shalih

Al-Hafidz Abi al-Fadlil Ahmad bin Ali bin Hajar


24
Al-Hafidz Abi al-Fadlil Ahmad bin Ali bin Hajar
25

Syihabuddin al-’Asqalani, Tahdhīb al-Tahdhīb, hlm. 213. Syihabuddin al-’Asqalani, Tahdhīb al-Tahdhīb, hlm. 231.

Slamet Arofik, Talqin Mayit Analisis Kualifikasi Hadith dalam Kitab Sunan Abu Dawud 109
Murid : Ahmad bin Hambal, Abu al- Kritik sanad : • Yahya bin Ma’in: Tsiqah
Asas, Ahmad al-Miqdam al-'Ijli, tsiqah
Musaddad bin Masrahad, Abu • Imam Nasai: Tsiqah
Usamah Hammad bin Usamah, • Abdurrahman bin Abu Hatim
Khalifah bin Khayyath, Humaid : tsiqah
bin Mas'adah, Abdullah bin Abdu • Ibnu Qoni’: Tsiqah
al-Wahab dan Affan bin Muslim.
Analisa : Dari penjelasan di atas
Lambang ‫َح َّدثَنَا‬ disebutkan bahwa Musaddad bin
:
periwayatan Masrahad menurut penilaian
para kritikus hadith tergolong
Kritik sanad : • Abu Zuro’ah: Tsiqah
perawi yang adil, sehingga dapat
• Abu Chatim: Tsiqah
dikatakan hasil periwayatan
• Nasai: Tsiqah
Musaddad dapat diterima. Dalam
• Muhammad bin Sa’id: Tsiqah
periwayatannya, Musaddad
Analisa : Dari penjelasan di atas dapat menggunakan kata ‫ح َّدثَنَا‬
َ . Beliau
disimpulkan bahwa Bisyri bin wafat tahun 228 H, sedangkan
Mufaddlal oleh para kritikus gurunya wafat pada tahun 167
hadist digolongkan perawi yang H sehingga dapat dikatakan
shahih. Dalam periwayatannya antara Musaddad dan gurunya
Bisri bin Mufaddlal yaitu Bisyri bin Mufaddlal sangat
menggunakan kata ‫ح َّدثَنَا‬
َ . dimungkinkan pernah hidup
Beliau wafat pada tahun 186 H. sezaman yang dimungkinkan
Sedangkan Gurunya Ummarah hasil periwayatannya muttasil.
bin Ghaziyah wafat pada tahun
140 H sehingga dengan jarak
yang sekitar 46 tahun sangat
2. Penelitian kemungkinan adanya
dimungkinkan bagi seorang shudhudh dan ‘illat
Bisyri bin Mufaddlal bertemu a. Kualitas Sanad
dengan gurunya sehingga
periwayatannya dapat dikatakan Apabila seluruh sanad hadith tentang
muttasil talqin diperhatikan dengan seksama (lihat
susunan sanad hadith yang ada di atas),
5. Nama : Musaddad bin Masrahad26
maka tampak jelas bahwa seluruh sanad-nya
Julukan : Abu al-Hasan al-Basyri sepadan (sejajar). Masing-masing sanad baik
Lahir : Tidak diketahui dari Abu Dawud atau dari mukharij lainnya
Wafat : 228 H
mempunyai 5 tingkat periwayat selain para
mukharijnya.
Guru : Bisyri bin Mufaddlal, Isma’il bin
Umayah, Umayah bin Khaolid,
Persamaan itu memang tidak dengan
Ja’far bin Sulaiman, al-Dab’i, sendirinya menjadikan sanad Abu Dawud
Juwairiyah bin Asma, Husain bin memiliki kelebihan atau kekurangan, namun
Namir dan al-Haris bin Ubaid. dengan kepemilikannya terhadap sanad yang
Murid : Imam Bukhari, Abu Dawud, sama jumlahnya, hadith riwayat Abu Dawud
Ibrahim bin Ya’qub al-Jurjani, beserta hadith pendukungnya ini mendapat
Ahmad bin Abdullah bin Shalih
predikat tidak mengandung shudhudh
al-‘Ijli, Ismail bin Ishaq al-Qadli,
al-Hasan bin Ahmad bin Hubaib (kejanggalan) dan ‘illat (cacat). Dinyatakan
al-Karmani, Hammad bin Ishaq demikian, karena seluruh periwayat yang
al-Qadli, dan Ya’qub bin Sufyan terdapat dalam sanad-nya yakni mulai
al-Farisi.
Sa’ad bin Malik bin Sinan bin Ubaid, Yahya
Lambang : ‫َح َّدثَنَا‬ bin Ummarah bin Abu Hasan al-Anshari al
periwayatan
Mazini, Ummarah bin Ghaziyah bin al-Haris
al-Anshari al-Madini, Bisyri bin Mufaddlol
Al-Hafidz Abi al-Fadlil Ahmad bin Ali bin Hajar
26 bin Lachiq, dan Musyaddad bin Masyrahad
Syihabuddin al-’Asqalani, Tahdhīb al-Tahdhīb, hlm.58. dinyatakan bersifat thīqah.

P-ISSN: 1978-6948
110 e-ISSN: 2502-8650 Vol. 11 No. 2 Juli 2017 | 103-114
Berdasarkan kenyataan di atas, kecil Artinya: “Bercerita kepadaku Abu Bakar dan
kemungkinannya bahwa sanad Abu Dawud Utsman, keduanya anak dari Abi Syaibah dan
tersebut mengandung shudhudh (kejanggalan) bercerita kepadaku ‘Amr al-Naqid, mereka semua
ataupun ‘illat (cacat), karena seluruh perawi berkata, bercerita kepadaku Abu Khalid al-
yang ada dalam sanad tersebut memiliki Ahmari dari Yazid bin Kaisan dari Abu Hazim dari
Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW. bersabda,
predikat thīqah. Dari sini maka tidak
“Ajarilah orang-orang yang mati dengan Laa
berlebihan jika penulis mengatakan bahwa
ilaaha illa Allah”.28
sanad hadith dari Abu Dawud adalah shahih
karena telah memenuhi kriteria hadith shahih 3) Hadith dalam kitab Sunan Nasa’i, nomor
secara sanad. indeks 1804 :
b. Kualitas Matan ‫ب قَا َل َح َّدثَنِ ْى أَحْ َم َد بِ ْن‬ َ ْ‫أَ ْخبَ َرنَا اِ ْب َرا ِه ْي َم بِ ْن يَ ْعقُو‬
Setelah penelitian terhadap kualitas ‫ق قَا َل َح َّدثَنَا ُوهَيْبٌ قَا َل َح َّّدثَنَا َم ْنصُوْ ٌر اِب ِْن‬ َ ‫اِ ْس َح‬
sanad dilakukan, maka tidak kalah penting ‫ت‬ ْ َ‫ت َش ْيبَةَ ع َْن عَائِ َشةَ قَال‬ ِ ‫صفِيَِّّةَ بِ ْن‬ َ ‫صفِيَّّةَ ع َْن أُ ِّم ِه‬ َ
harus diadakan pula penelitian terhadap
matan hadith agar benar-benar diketahui
‫صلَّى هللاِ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم لَقِّنُوْ ا ه َْل َكا ُك ْم‬ َ ِ‫قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬
validitas serta keotentikan sebuah hadith
29
ُ‫قَوْ َل لاَ إِلَهَ إِلاَّ هللا‬
secara integral. Namun demikian, di sini lebih Artinya: “Memberi berita kepadaku Ibrahim bin
dahulu akan dikemukakan kutipan-kutipan Ya’qub ia berkata, bercerita kepadaku Ahmad
matan hadith dalam Sunan Abu Dawud beserta bin Ishaq, bercerita kepadaku Wuhaib, bercerita
matan hadith-hadith pendukungnya, guna kepadaku Manshur bin Shafiyah dari ibunya
mempermudah pelacakan dan penelitian. (Shafiyah binti Syaibah), dari ‘Aisyah berkata,
1) Hadith dalam kitab Sunan Abu Dawud Rasulullah SAW. bersabda, “Ajarilah orang-orang
nomor indeks 2710 . yang mati dari kalian semua dengan ucapan Laa
ilaaha illa Allah”.
ِ ‫َح َّدثَنَا ُم َس َّد ْد َح َّدثَنَا بِ ْش ٌر َح َّدثَنَا َع َّما َ َر ْه بِ ْن غ‬
‫َزيَ ْه‬
4) Hadith dalam kitab Sunan Turmudzi,
ْ‫لخ ْد ِري‬ْ َ‫ْت اَبَا َس ِع ْي ٍد ا‬
ُ ‫َح َّدثَنَا يَحْ َي بِ ْن َع َّما َ َر ْه قَا َل َس ِمع‬ nomor indeks 898 :
‫صلَّى هللاِ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم لَقِّنُوْ ا‬
َ ِ‫يَقُوْ ُل قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬ ‫ف اَ ْلبَصْ ِريِّّ َح َّدثَنَا بِ ْش ٍر‬ ٍ َ‫َح َّدثَنَا أَبُوْ َسلَ َمةَ يَحْ يَى بِ ْن َخل‬
ُ‫َموْ تَا ُك ْم قَوْ َل لاَ اِلَهَ اِلاَّ هللا‬ ‫َزيَّةَ ع َْن يَحْ يَى بِ ْن‬ ِ ‫بِ ْن ْال ُمفَضَّلْ ع َْن َع َّما َر ْة بِ ْن غ‬
Artinya: “Bercerita kepadaku Musaddad, bercerita
kepadaku Bisyr, bercerita kepadaku Ummarah
‫صـلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه‬ َ ‫َع َّما َرةَ ع َْن أَبِ ْى َس ِع ْي ٍد ع َِن النَّبِ ِّي‬
bin Ghaziyah, bercerita kepadaku Yahya bin ْ ُ‫َو َسلَّ َم قَا َل لَقِّن‬
ُ‫وا َموْ تَا ُك ْم لاَ إِلَِ ٍه إِلاَّ هللا‬
Ummarah, berkata Yahya, aku mendengar Artinya: “Bercerita kepadaku Abu Salamah Yahya
Abu Sa’id berkata, Rasulullah SAW. bersabda, bin Khalaf al-Bashriy, bercerita kepadaku Bisyr
“Ajarilah orang-orang yang mati dengan ucapan bin al-Mufadldlal dari Umarah bin Ghaziyah
Laa ilaaha illa Allah”27 dari Yahya bin Umarah dari Abu Sa’id dari Nabi
2) Hadith dalam kitab Shahih Muslim, nomor SAW. beliau bersabda, “Ajarilah orang yang mati
indeks 1524 : dengan Laa ilaaha illa Allah”.30

‫َح َّّدثَنَا أَبُوْ بَ ْك ٍر َو ُع ْث َمانَ اِ ْبنَا أَبِ ْى َش ْيبَةَ َو َح َّدثَِنى َع ْمرُو‬ Dari berbagai macam redaksi hadith yang
tertera di atas, terlihat sangat jelas bahwa
‫اَلَنَّاقِ ِد قَا ُ ْلوْ ا َج ِم ْيعًا َح َّدثَنَا أَبُوْ خَالِ ٍد اَ أْلَحْ َم ُر ع َْن يَ ِز ْي ٍد‬ tidak ada pertentangan sama sekali antara
‫از ٍم ع َْن أَبِ ْى هُ َر ْي َرةَ قَا َل قَا َل‬ ِ ‫بِ ْن َك ْي َسانَ ع َْن أَبِ ْى َح‬ matan hadith satu dengan matan hadith yang
َ‫صلَّى هللاِ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َلقِّنُوْ ا َموْ تَا ُك ْم لاَ اِلَه‬
َ ِ‫َرسُوْ ُل هللا‬ lain. Bahkan bermula dari keberagaman matan
ini memberikan gambaran kongkrit adanya
‫اِلاَّ هللا‬
28
Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz IV, hlm. 473.
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud,Vol. VIII, (Beirut: Dār al-
27 29
Imam al-Nasa'i, Sunan Nasa'i, Juz VI, hlm. 358.
Kutub al-Ilmiah, 1994), hlm. 377. 30
al-Turmudzi, Sunan Turmudzi, Juz IV, hlm. 84.

Slamet Arofik, Talqin Mayit Analisis Kualifikasi Hadith dalam Kitab Sunan Abu Dawud 111
keseragaman antara hadith satu dengan d) Susunan pernyataannya menunjukkan
hadith lain yang berimplikasi pada kevalidan ciri-ciri dari sabda kenabian.31
sebuah hadith.
Hadith-hadith tersebut jika diteliti dengan D. Ke-hujjah-an hadith
seksama maka tidak pula dijumpai indikasi Setelah dilakukan penelitian secara
pertentangan secara substansi dengan dalil- seksama, dapat dinyatakan bahwa hadith
dalil naṣ shar’i, baik dengan al-Quran atau tentang talqin dalam Sunan Abu Dawud
dengan al-Hadith, bahkan dijelaskan dalam memiliki banyak sanad. Namun demikian
al-Qur’an surat al-Ṣaffat ayat 35-37: hadith tersebut bukan tergolong hadith
. َ‫إِنَّهُ ْم َكانُوا إِ َذا قِي َل لَهُ ْم لاَ إِلَهَ إِلاَّ للاهَّ ُ يَ ْستَ ْكبِرُون‬ mutawatir, melainkan hadith Ahad karena
melihat jumlah periwayat yang terdapat
‫ بَلْ َجا َء‬.‫ون‬ ِ ‫َويَقُولُونَ أَئِنَّا لَت‬
ٍ ُ‫َار ُكوا آَلِهَتِنَا لِ َشا ِع ٍر َمجْ ن‬ dalam seluruh Sanad belum memenui kriteria
. َ‫ق ْال ُمرْ َسلِين‬
َ ‫ص َّد‬َ ‫ق َو‬ ِّ ‫بِ ْال َح‬ jumlah periwayat hadith Mutawatir.
Artinya: “Sesungguhnya mereka dahulu apabila Dari realitas ini dapat dikatakan bahwa
dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illa Allah” hadith tentang talqin yang diriwayatkan
(Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan oleh Abu Dawud merupakan hadith Shahih
Allah) mereka menyombongkan diri. Dan mereka yang Maqbul dan Ma’mul (dapat diterima
berkata: “Apakah Sesungguhnya kami harus sebagai hujjah dan dapat diamalkan). Namun
meninggalkan sembahan-sembahan kami demikian, walaupun tergolong hadith ahad
Karena seorang penyair gila?” Sebenarnya dia berdasarkan pendapat jumhur ulama’ bahwa
(Muhammad) Telah datang membawa kebenaran hadith ahad yang shahih dapat dijadikan
dan membenarkan rasul-rasul (sebelumnya)”.
hujjah dan dapat diamalkan.
Ayat ini dengan ṣarih menjelaskan tentang
upaya Nabi Muhammad mengislamkan E. Makna dan pendapat ulama tentang
orang-orang kafir Quraisy dengan memberi hadith talqin
ta’lim kepada mereka supaya melafadzkan Redaksi hadith talqin yang terdapat dalam
kalimah Laa ilaaha illa Allah sebagai syarat kitab Sunan Abu Dawud diatas tertulis kata ‫لَقنوا‬
utama dan pertama memeluk agama Islam. jika diteliti melalui pendekatan gramatika arab,
Dengan demikian, jelas sudah bahwa antara menurut ulama ahli nahwu kata ini berbentuk
hadith-hadith yang menerangkan tentang amar yang menunjukkan arti perintah. Implikasi
talqin tidak sama sekali bertentangan dengan dari fiil amar ini menunjukkan arti bahwa hukum
dalil nash al-Quran. Bahkan kedua dalil nash yang terkandung didalam hadith tersebut
diatas (al-Qur’an dan al-Hadith) memiliki satu merupakan perintah yang “Wajib” dilaksanakan.
konklusi sama yakni urgensitas ta’lim kalimah Dalam disiplin ilmu Ushul Fikih disebutkan
Laa ilaaha illa Allah kepada orang lain. bahwa ‫األصل في األمر تدل على الوجوب‬. Jika kata
Secara garis besar matan hadith di atas tersebut ditelisik melalui pendekatan Dilalah al-
dapat dikategorikan shahih berdasarkan ’Ibarah maka lafal tersebut menurut para ulama
pendapat Shalahuddin al-Adlabi dalam dita’wil dengan lafal ‫ ذكروه‬yang memiliki arti
menentukan tolok ukur matan hadith shahih. “Ingatkanlah”.
Dikatakannya tolok ukur keshahihan matan Mengenai pendapat ulama tentang
ada empat: perintah mentalqin mayit, al-Sindi
a) Tidak bertentangan dengan petunjuk al- berpendapat bahwa talqin diperuntukkan
Quran kepada orang yang hendak meninggal dunia
b) Tidak bertentangan dengan hadith yang bukan kepada orang yang telah meninggal
kualitasnya lebih kuat dunia karena talqin bagi orang yang telah
c) Tidak bertentangan dengan akal sehat,
indra dan sejarah M. Mudzakir, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia,
31

2004), hlm. 129.

P-ISSN: 1978-6948
112 e-ISSN: 2502-8650 Vol. 11 No. 2 Juli 2017 | 103-114
meninggal dunia, sebagaimana menurut «Barang siapa akhir ucapannya Laa ilaaha
sebagian ulama merupakan praktek yang illa Allah maka Allah akan memasukkannya
baru (biḍah). Sedangkang tata-cara talqin kedalam surga». Al-hafidz Ibnu Hajar juga
adalah dengan cara menuturkan di samping menyebutkannya dalam kitab al-Talkhis,
orang yang akan meninggal dunia kalimat diriwayatkan dari Atha’ bin Saib dari
tauhid dan bukan memerintahkannya agar ayahnya dari kakeknya dengan ungkapan:
mengucapkannya. Tujuannya adalah agar “Barangsiapa mendiktekan Laa ilaaha illa Allah
apa yang ditalqinkannya menjadi akhir dari ketika akan meninggal dunia maka Allah akan
ucapannya32. memasukkan kedalam surga”. Al-Baihaqi
Menurut Jumhur ulama Talqin merupakan meriwayatkan dalam kitab Subul al-Iman dari
perintah yang disunnahkan namun Ibnu Abbas dari Nabi SAW bersabda: “Bukalah
dimakruhkan memperbanyak dan dilakukan anak-anak kalian dengan kalimat Laa ilaaha
secara terus-menerus. Hal ini dimaksudkan illa Allah dan diktekanlah mereka ketika
agar tidak menjemukan dan menyulitkan menghadapi kematian dengan Laa ilaaha illa
keadaan diri orang yang ditalqin. Talqin Allah sebab barangsiapa awal ucapannya Laa
dihukumi makruh jika dilakukan dengan ilaaha illa Allah kemudian hidup seribu tahun
menggunakan hati serta mengajak bicara yang tiada ditanya satu dosa pun”. Hal senada juga
tidak ada kaitannya dengan talqin itu sendiri. diriwayatkan pula oleh al-Hakim dalam kitab
Lebih jauh menurut Jumhur, mentalqin mayit al-Tarikh34.
dilakukan dengan cukup sekali saja dan tidak
diperbolehkan mengulang-ulang kecuali jika F. Kesimpulan
yang akan meninggal dunia mengajak bicara Setelah memperhatikan dan meneliti
hal-hal lain selain kata-kata talqin.33 secara seksama terhadap sanad, matan dan
Al-Qari dalam kitab al-Mirqat berpendapat maksud hadith talqin yang ada dalam kitab
bahwa ungkapan hadith riwayat abu Dawud Sunan Abu Dawud nomor indeks 2710, penulis
menuntut hukum wajib dilakukannya talqin. menyimpulkan bahwa tidak ditemukan
Pendapat ini diikuti oleh sekelompok ulama adanya shudhudh (kejanggalan) dan ‘illat
dan sebagian ulama mazhab Maliki. Ibnu (cacat) sehingga mereka mengatakan bahwa
Hajar dalam kitab Fath al-Bari berpendapat perawi yang ada dalam sanad hadith tersebut
bahwa yang dimaksud dengan ucapan Laa bersifat thīqoh dan hadith tersebut bisa
ilaaha illa Allah dalam ungkapan hadis riwayat dikategorikan sebagai hadith ṣahih. Dari
Abu Dawud dan lainnya adalah kedua kalimat sisi makna, kata laqqinu yang terdapat pada
syahadat. Sedangkan Zain bin al-Munir hadith Abu Dawud tersebut memberi perintah
berpendapat bahwa ucapan Laa ilaaha illa kepada orang–orang yang masih hidup agar
Allah merupakan “julukan” yang berlaku atas mau mengingatkan kepada orang-orang yang
ucapan kedua syahadat secara syariat. telah meninggal dunia agar mengajarkan
Senada dengan al-Sindi, al-Mubarakfuri kalimah tauhid.
mengomentari kata «al-Mauta» dalam hadis
riwayat Abu Dawud tersebut dengan orang
yang akan mati (Sakarat al-maut) bukan mayit
dalam makna sebenarnya karena Ibnu Hibban
meriwayatkan hadith dari Abu Hurairah
tentang hadith semacam ini dan tambahannya:
32
Muhammad Syamsu al-Haq al-Adzim al-Abadi, Aun al-
Ma’bud, Vol, VIII, (Beirut, Dār al-Kutub al-Ilmiyah, 1990), hlm.
268.
33
Yahya bin Syaraf al-Nawawi, Sahih Muslim bi Syarhi al- Abdurrahman al-Mubarafuri, Tuhfat al-Ahwadi, Juz IV,
34

Nawawi, Vol. V, (Beirut, Dār al-Kutub al-Ilmiyah), hlm. 194. (Beirut, Dār al-Kutub al-Ilmiyah), hlm. 45-46.

Slamet Arofik, Talqin Mayit Analisis Kualifikasi Hadith dalam Kitab Sunan Abu Dawud 113
DAFTAR PUSTAKA al-Khatib, Muhammad ‘Ajajj. Uṣūl al-Hadīth:
‘Ilmuhū wa Musṭalāhuhū, Damaskus: Dār
al-Fikri, 1975.
Marzuqi, Yusuf. Biografi Ulama dan Kompilasi
Azami, Mustafa. Memahami Ilmu Hadith, terj. Khazanah Islam, Kediri: Pustaka Azm, 2009.
Meteh Meralio,Jakarta: Lentera, 1995.
al-Mazzi, Jamal al-Din Abi al-Hajaj Yusuf.
al-Abadi, Muhammad Syamsu al-Haq al- Tahdhīb al- Kamāl fi Asmā’ al–Rijāl, Vol. XI
Adzim. Aun al-Ma’bud, Beirut, Dār al-Kutub Beirut: Muassasah al-Risalah, 1983.
al-Ilmiyah, 1990.
Mudzakir, M. Ulūmūl Ḥadīth, Bandung: Pustaka
al-’Asqalani, Abi al-Fadlil Ahmad bin Ali bin Setia, 2004), 129.
Hajar Syihabuddin. Tahdzib al-Tahdzib
Maktabah Tahqiq al-Turats fi Mu’assasah Mudasir, Ilmu Hadith, Bandung: Pusaka Setia,
al-Risalah, T.th. 1999.

Bustami dan M. Isa H. A Salam, Metodologi Kritik Muslim, Imam. Shahih Muslim, Vol. IV, Beirut:
Hadith, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Dār al-Kutub al-‘Ilmiah, 1994.
2004. al-Nasa’i, Imam. Sunan Nasa’i, Vol. VI, Beirut;
Dawud, Abu. Sunan Abu Dawud, vol. III, Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiah, 1994.
Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1994. al-Nawawi, Muhyi al-Din Syaraf. Tahdhīb al-
al-Mubarakfuri, Abdurrahman. Tuhfat al- Asma’ wa al-Lughat, Vol. II, Beirut: Dār al-
Ahwādi, Beirut; Dār al-Kutub al-Ilmiyah, Kutub al-Ilmiyah, T.Th.
T.th. al-Nawawi, Yahya bin Syaraf. Sahih Muslim bi
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Syarhi al-Nawawi, Beirut, Dār al-Kutub al-
Semarang: Thoha Putra, 1989. Ilmiyah, T.th.

Dewan Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam,. Rahman, Fathur. Ikhtisar Musṭalāh Ḥadīth,
Jakarta: Ichtiyar Baru Van Hoeve, 2001. Bandung: Al-Ma’arif, 1974.

al-Dimyati, Al-Bakri. I’ānatut Ṭālibīn,Vol. II, Syuhbah, Abu. Kutubus Sittah, Surabaya;
T.Tp; Sirkah al-Nur Asia, T.t. Pustaka Progresif, 1999.

al-Dzahaby, Syamsuddin Muhammad bin Turmudzi, Imam. Sunan Turmudzi, Vol. IV,
Ahmad. Siyār A’lam al–Nubala’, Vol. XIII Beirut : Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994.
Beirut: Muassasah al-Risalah, 1985.

P-ISSN: 1978-6948
114 e-ISSN: 2502-8650 Vol. 11 No. 2 Juli 2017 | 103-114

Anda mungkin juga menyukai