STRUKTURNYA
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Ulumul Hadis I
Dosen Pengampu:
Fatihatus Sakinah, M Ag.
Oleh:
َاْقَو اُلُه َو َاْفَعاُلُه َو َتْق ِر ْيَر اُتُه اَّلِىت ُتْثِبُت اُحلَّك اُم
“Segala perkataan Nabi Ṣalla Allāh ‘Alaihy wa Sallam perbuatan, dan takrirnya yang
dapat menjadi dalil untuk menetapkan hokum”.2
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa hadis merupakan
berita atau informasi atau cerita, sedangkan hadis Nabi adalah berita,
informasi, atau cerita tentang Nabi Ṣalla Allāh ‘Alaihy wa Sallam. Isi hadis
tersebut menceritakan tentang ucapan atau perbuatan atau hal ihwal (perilaku)
1
Ibn Manzur, Lisan Al- ‘Arab, (Kairo: Al-Dar Al-Mishriyyah, t.th.), 2:436-439.
2
Muhammad Ajjaj Al-Khatib, Usul al-Hadis Ulumuhu Wa Mustholahuhu, (Beirut: Dar Al-Fikr,
1975), 8.
1
yang berkaitan dengan Nabi Ṣalla Allāh ‘Alaihy wa Sallam, berita tentang
perbuatan sahabat yang dikerjakan di depan Nabi atau dengan
sepengetahuannya dan beliau tidak melarang atau menyuruhnya juga termasuk
hadis Nabi, yang dinamakan sebagai takrir Nabi. Substansi hadis dipetakan
menjadi perbuatan, ketetapan, sifat, hal ihwal Nabi. Perkataan ketetapan
(takrir) adalah segala yang diucapkan Nabi baik segala jawaban atas
pertanyaan sahabat, khotbah dan lainnya.
2. Pengertian Sunah
Sunah menurut etimologi (bahasa) yaitu :
3
Rustina, Ulumul Hadis, (Surabaya: PMN, 2010), 17.
4
Muhammad bin Alawi Al-Maliki, Qowaid Al- Asasiyah fi Musthalah Al-Hadis,
(Surabaya:Maktab Markazi, t.th), 6.
3
Sedangkan secara terminologi ilmu hadis terdapat beberapa pengertian,
yaitu:
a) Imam Al-Suyūti dalam kitabnya Tadrib al-Rāwī menyebutkan
bahwa sanad adalah:
اِإل ْخ َبا َعْن َطِر ْيِق اْل ِنْت
َم ُر
“Berita tentang jalan matan”.
b) Mahmūd al-Tahhan menyebutkan bahwa sanad adalah:
ِس ْلِس َلُة الِّر َج اِل امل ْو ِص َلِة ِاىَل اْل ِنْت
َم ُو
“Mata rantai para perawi Hadis yang menghubungkan sampai pada
matan Hadis”.5
2. Matan
Struktur hadis yang kedua adalah matan, pengatahuan dalam sektor
(bagian) matan menjadi urgen, dikarenakan beberapa faktor, yaitu:
motivasi agama, motivasi kesejahteraan, keterbatasan hadis mutawatir,
bias penyaduran ungkapan hadis, teknik pengeditan hadis, kesahihan sanad
tidak berkorelasi (hubungan) dengan kesahihan matan, sebaran tema dan
perpaduan konsep, upaya konsep doktrinal hadis, faktor-faktor tersebut
menjadikan pengetahuan dan penelitian dalam matan sangatlah penting.6
Pengertian matan secara etimologi adalah:
ما َاْر َتَف َع َو َص َلَع ِم َن اَاْلْر ِض
“Tanah yang atas dan keras”
Yaitu bagian bumi yang tampak menonjol dankeras, jamaknya
adalah Mutun.7 Ada juga yang mengartikannya dengan kekerasan,
kekuatan dan kesangatan. 8
Sedangkan menurut terminologi memiliki beberapa pengertian,
yaitu:
Menurut imam At Tahhan:
5
Alamsyah, Ilmu-Ilmu Hdits, (Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja, 2015), 5.
6
Ali Musyafa’ Ya’qub, Kritik Matan Hdits, (Yogyakarta: Kalimedia, 2016),17.
7
Rustina, Ulumul Hadis, (Surabaya: PMN, 2010), 20.
8
Alamsyah, Ilmu-Ilmu Hdits, (Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja, 2015), 7.
4
ا ْنَتِه ى ِاَلْىِه الَّس َنِد ِم اْلَكاَل ِم
َن َم َي
“Suatu kalimat tempat berakhirnya sanad”
Menurut At Thibbi adalah:
ِد ِث َّل
َاْلَف اُظ اَحْل ْي ا ىِت تتقوم َهِبا َمَعاْيِن
“ Lafadz yang dengan lafadz itu terbentuk makna”
Kesimpulannya, matan adalah berupa isi pokok dari sebuah hadis,
baik itu perkataan Nabi, atau perkataan orang tentang Nabi. Dalam
kesusastraan lain disebutkan bahwa matan adalah materi berita yang
berupa sabda, perbuatan ataupun penetapan Nabi yang berada setelah
sanad yang terakhir, dan merupakan sasaran utama dari suatu hadis.9
ا ُنْت ُه ا ْنَتِه ِاَلْيِه َغ ُة الَّس َنِد ِم اْلَكاَل ِم.
َن َي َمل َو َو َم َي ْي
“Matan adalah sesuatu yang terletak setelah selesainya pengucapan
sanad”10
Adapun contoh dari matan adalah sebagai berikut:
ِمِن ِئ ِض
َمْن َاْح َدَث ْيِف، َقاَل َرُسْو ُل اهلل: َعْن َاِّم اْلُم ْؤ َني َعا َشَة َر َي اهلل َعْنَه ا َقاَلْت
َّتَف َل ِه،ٌّد ِم
َامِر َنا َه َذ ا َم ا َلْيَس ْنُه َفُه َو َر ُم ٌق َع ْي.
“Dari Ummu Al- Mukminin, ‘Aisyah, ujarnya Rosulullah telah bersabda:
barang siapa yang mengada-ngadakan sesuatu yang bukan termasuk dalam
urusan agamaku, maka ia tertolak.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Jadi yang dimaksud matan hadis adalah kata:
ِم
َمْن َاْح َدَث ْيِف َامِر َنا َه َذ ا َم ا َلْيَس ْنُه َفُه َو َر ّد
11
3. Mukharrij
Mukharrij adalah: berasal dari kata Kharraja yang berarti mengeluarkan,
dan secara istilahnya diartikan sebagai seseorang yang telah menukilkan
atau mencatat hadis dalam kitabnya. 12 Dan letak mukhorrij ini biasanya
berada di akhir, yaitu nama dari orang yang meriwayatka hadis tersebut.
9
Rustina, Ulumul Hadis, (Surabaya: PMN, 2010), 20.
10
Hafidz Hasan Mas’udi, Minhatul Mughits, (Surabaya: Andalas, t.th), 8.
11
Alamsyah, Ilmu-Ilmu Hdits, (Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja, 2015), 8.
12
Rustina, Ulumul Hadis, (Surabaya: PMN, 2010), 21.
5
Contoh: lafadz َرَو اُه اْلُبَخ ِر ْيmenunjukkan bahwa beliau lah yang
َح َّد َثَنا َعْبُد اهلل بن يوسف قال احربنا مالك عن ابن شهاب عن حممد بن جبري بن
مسْعُت رسول اهلل صلى اهلل عليه قرا ىف املغرب الطور (َرَو اُه:مطعم عن ابيه قال
) اْلُبَخ ِر ْي13
D. Hierarki periwayatan hadis
1. Shighat tahammul hadis
Dalam penyampaian sebuah hadis, terdapat dua proses, yaitu
tahammul (penerimaan hadis dari guru) dan ada’ (penyampaian hadis pada
orang yang dikirim kepadanya atau murid).
Dan dalam suatu periwayatan pastilah terdapat metode dalam
pengungkapan redaksinya, dalam pembahasan mengenai metode tersebut
terdapat delapan macam cara, yaitu:
a) Al-Sama’
Mendengar sendiri perkataan gurunya, dengan menggunakan
lafadz:
mendengarkannya”
13
Alamsyah, Ilmu-Ilmu Hdits, (Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja, 2015), 8.
6
َّد َّثَنا َا َا َن ا ِق ا ُة َل ِه: “Telah meng kabarkan atau menceritakan
ْو ْخ َبَر َر َء َع ْي َح
padaku dengan cara dibaca dihadapannya”.
c) Ijazah
Periwayatan seorang murid yang telah diberikan izin oleh
gurunya, yaitu menggunakan lafadz:
َا اُز ِلُفاَل ٍن، َّد َنا ِا اَز ًة، َا َنا ِا اَز ًة،َا َاَنا ِا اَز ًة
َج ْخ َبَر َج َح َث َج ْنَب َج
d) Al-Munaawalah
Guru memberikan kitab kepada murid untuk diriwayatkan
e) Al-Kitabah
Seorang guru menulis atau menyuruh orang lain untuk menulis
riwayatnya kepada orang yang hadir ditempatnya atau yang tidak
hadir.
Keduanya(Al-Munaawalah dan Al-Kitaabah) itu ada yang disertai
ijazah dan ada yang tidak.
f) Al-I’lam
Pemberi tahuan seorang guru terhadap muridnya bahwa
Hadis/kitabnya diriwayatkan dengan tanpa izin perawi
ِخ َّل
sebelumnya. Lafadz yang digynakan adalah:
“ َع َم ْيِن َش ْب ْيguruku
telah memberi tahu kepadaku”
g) Al-Washiyyah
Seorang syaikh yang mewasiyatkan kitabnya saat beliau
mendekati ajal, atau dalam perjalanan kepada perawi, dan redaksi
yang digunakan biasanya menggunakan lafadz: ِبِكَت اٍب ُا ِص ِاىَل ُفاَل ٍن
ْو ْي
“seseorang telah mewasiyatkan kitab kepadaku” َح َّد َثْيِن ُفاَل ٌن َو ِص َّيًة
“seseorang telah bercerita kepadaku dengan sebuah wasiyat”.
h) al-Wijādah
7
Perawi mendapatkan hadis dengan tulisan, baik mengenal
syaiknya atau tidak, biasanya menggunakan kata: َح َّد َثْيِن ُفاَل ٌن َو ِص َّيًة
“Saya menemukan tulisan si fulan”.
14
Adnan Qahar, Ilmu Usul Hadis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 161.
15
Mifdhol Abdurrahman, pengantar studi Ilmu Hadis, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2014),
202.
16
Rustina, Ulumul Hadis, (Surabaya: PMN, 2010), 20.
8
E. KESIMPULAN
Sunah yaitu suatu perkara yang disandarkan pada Nabi baik dari
segi ucapan, perilaku, atau ketetapan,. Hadis itu terkhusus pada ucapan
dan perilakunya Nabi,sedangkan sunah itu umum, khobar yaitu suatu
perkara yang datang dari selain Nabi. Hadis itu pasti khobar, tapi khobar
belum tentu Hadis. Sedangkan asar adalah suatu perkara yang
datangnyadari sahabat. Penerimaan dan penyampaian Hadis itu disebut
dengan periwayatan, yang meriwayatkan namanya rowi, susunan para
periwayat namanya sanad/isnad, kalimat setelah sanad namanya matan,
dan metode periwayatannya yang berbeda-beda disebut proses tahammulul
Hadis, periwayatan matannya Hadis ada dua, yaitu secara lafadz dan
makna. Semua itu harus diketahui agar mampu memahami status suatu
Hadis.
9
Daftar Pustaka
Abdurrahman Mifdhol, pengantar studi Ilmu Hadis, (Jakarta Timur: Pustaka Al-
Kautsar, 2014).
Alamsyah, Ilmu-Ilmu Hdits, (Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja, 2015).
Khatib (al) Muhammad Ajjaj, Usul Al-Hadis, ‘Ulumuhu Wa Mustholahuhu,
(Beirut: Dar Al-Fikr, 1975).
Maliki (al) Muhammad bin Alawi, Qowaid Al- Asasiyah fi Musthalah Al-Hadis,
(Surabaya:Maktab Markazi, t.th).
Manzur Ibn, Lisan Al- ‘Arab, (Kairo: Al-Dar Al-Mishriyyah, t.th.).
Mas’udi Hafidz Hasan, Minhatul Mughits, (Surabaya: Andalas, t.th).
Qahar Adnan, Ilmu Usul Hadis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012).
Rustina, Ulumul Hadis, (Surabaya: PMN, 2010).
Ya’qub Ali Musyafa’, Kritik Matan Hdits, (Yogyakarta: Kalimedia, 2016).
10