Anda di halaman 1dari 11

URGENSI MEMAHAMI ULUMUL HADIS DAN

STRUKTURNYA

Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Ulumul Hadis I

Dosen Pengampu:
Fatihatus Sakinah, M Ag.

Oleh:

PROGAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL - ANWAR
SARANG REMBANG
2023
URGENSI MEMAHAMI ULUMUL HADIS DAN STRUKTURNYA
Oleh: Habibah Mughitsatul Hidayah dan Alfi Rohmatin.
A. PENDAHULUAN
Sebelum kita belajar lebih dalam mengenai ulumul hadis, kita harus
mengenal terlebih dahulu struktur dan unsur-unsur yang ada dalam hadis, agar
kita mampu memahami sabuah hadis. Seperti yang telah diketahui bahwa
Hadis adalah sumber hukum dalam Islam setelah al-Qur’an, dan sebagai
penguat dari al-Qur’an serta menetapkan hukum baru yang tidak ada dalam al-
Qur’an. Maka hadis memiliki kedudukan sangat penting dalam Islam. Sejarah
hadis sudah ada pada zaman Nabi, sudah pasti dalam hal penyampaian,
penulisan, serta pembukuannya pasti melewati banyak periode, yang tentunya
memiliki berbagai karakteristik yang bermacam-macam, sehingga harus selalu
dikaji agar tetap menjadi sumber hukum tetap lestari.
B. Perbedaan hadis, sunah, kabar dan asar
1. Pengertian hadis
Makna hadis atau al-Hadis secara bahasa adalah al-Jadīd (yang baru), al-
Qarīb (yang dekat), dan al-Khabar (berita).1 Makna terakhir inilah yang
masyhur dalam ilmu hadis. Secara terminologi, Ulama hadis
mendefinisikannya :
‫َأ اُل الَّن َا اِلِه َا اِلِه‬
‫ْقَو ْيِب َو ْفَع َو ْح َو‬
“Semua perkataan Nabi, perbuatan, dan hal ihwal/perilakunya”.
Ulama hadis menerangkan bahwa yang termasuk "hal ihwal" di sini
adalah semua pemberitaan tentang Nabi Ṣalla Allāh ‘Alaihy wa Sallam, seperti
karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaannya. Sedangkan Ulama usul
fikih, mendefinisikan hadis:

‫َاْقَو اُلُه َو َاْفَعاُلُه َو َتْق ِر ْيَر اُتُه اَّلِىت ُتْثِبُت اُحلَّك اُم‬
“Segala perkataan Nabi Ṣalla Allāh ‘Alaihy wa Sallam perbuatan, dan takrirnya yang
dapat menjadi dalil untuk menetapkan hokum”.2
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa hadis merupakan
berita atau informasi atau cerita, sedangkan hadis Nabi adalah berita,
informasi, atau cerita tentang Nabi Ṣalla Allāh ‘Alaihy wa Sallam. Isi hadis
tersebut menceritakan tentang ucapan atau perbuatan atau hal ihwal (perilaku)
1
Ibn Manzur, Lisan Al- ‘Arab, (Kairo: Al-Dar Al-Mishriyyah, t.th.), 2:436-439.
2
Muhammad Ajjaj Al-Khatib, Usul al-Hadis Ulumuhu Wa Mustholahuhu, (Beirut: Dar Al-Fikr,
1975), 8.
1
yang berkaitan dengan Nabi Ṣalla Allāh ‘Alaihy wa Sallam, berita tentang
perbuatan sahabat yang dikerjakan di depan Nabi atau dengan
sepengetahuannya dan beliau tidak melarang atau menyuruhnya juga termasuk
hadis Nabi, yang dinamakan sebagai takrir Nabi. Substansi hadis dipetakan
menjadi perbuatan, ketetapan, sifat, hal ihwal Nabi. Perkataan ketetapan
(takrir) adalah segala yang diucapkan Nabi baik segala jawaban atas
pertanyaan sahabat, khotbah dan lainnya.
2. Pengertian Sunah
Sunah menurut etimologi (bahasa) yaitu :

‫الطِر ْيَقُة ْحَمُمْو َدٌة َك اَنْت َاْو َم ْذ ُمْو َم ٌة‬


َّ
“Jalan atau kultur kebiasaan, baik terpuji atau tercela”.
Dalam terminologi ulama hadis dan ulama usul, hadis dan sunah adalah
identik, sehingga definisi sunah sama dengan definisi hadis. Sunah menurut
istilah muhadditsin (ahli-ahli hadis) ialah segala yang dinukilkan dari Nabi
Ṣalla Allāh ‘Alaihy wa Sallam baik berupa perkataan, perbuatan, maupun
berupa takrir, pengajaran, sifat, tingkah laku, perjalanan hidup, baik sebelum
Nabi Ṣalla Allāh ‘Alaihy wa Sallam dibangkitkan menjadi Rasul, maupun
sesudahnya.
Sedangkan Ulama Usul Fikih memberikan definisi sunah adalah "segala
yang dinukilkan dari Nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alaihy wa Sallam baik
berupa perkataan, perbuatan maupun takrirnya yang ada sangkut pautnya
dengan hukum". Jika dikaji dengan mendalam, sebenarnya antara hadis dan
sunah ada perbedaan, demikian pula antara hadis Nabi dan Sunah Nabi.
Hadis Nabi merupakan berita atau informasi atau cerita tentang Nabi Ṣalla
Allāh ‘Alaihy wa Sallam sedangkan Sunah Nabi merupakan ajaran-ajaran Nabi
Ṣalla Allāh ‘Alaihy wa Sallam yang terkandung dan dapat digali dari dalam
informasi hadis tersebut. Selain itu, Sunah Nabi merupakan ajaran-ajaran Nabi
Ṣalla Allāh ‘Alaihy wa Sallam yang bersifat esensial, substansial, prinsipil dan
pokok, bukan tentang perilaku beliau sehari-hari yang bersifat praktis dan
biasa.
Oleh karena itu, sunah Nabi bukan tentang cara makan beliau dengan tiga
jari, makan kurma dan minum susu kambing, atau memakai sorban, baju gamis
2
dan celana panjang di atas mata kaki, serta berjenggot dan bercelak mata.
Sunah Nabi adalah nilai-nilai terdalam yang termuat dan menjadi tujuan dari
tradisi kebiasaan Nabi tersebut, yaitu hidup sederhana, sopan, makan makanan
yang sehat dan bergizi, tidak rakus, tidak sombong, dan bersikap serta
berperilaku sesuai tradisi di mana seseorang hidup. Dengan demikian, siapapun
yang melakukan gaya hidup demikian maka berarti dia mengikuti dan
mengamalkan Sunah Nabi.
3. Pengertian kabar dan asar
Selain istilah hadis dan sunah, terdapat istilah kabar dan asar. Kabar
menurut bahasa adalah berita yang disampaikan dari seseorang kepada
seseorang. Menurut Ibn Hajar al-Asqālāni, yang dikutip al-Suyūti, memandang
bahwa istilah hadis sama artinya dengan kabar, keduanya dapat dipakai untuk
sesuatu yang marfuk, maukuf, dan maqtu'. Ulama lain mengatakan bahwa
kbabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi Ṣalla Allāh ‘Alaihy wa
Sallam sedang yang datang dari Nabi Ṣalla Allāh ‘Alaihy wa Sallam disebut
hadis.
Sebagian ulama yang mengatakan bahwa hadis lebih umum dari kabar.
Sedangkan istilah asar oleh kebanyakan ulama diartikan sebagai sesuatu yang
disandarkan kepada tabiin. Namun sebagian ulama ada yang menyamakannya
dengan hadis dan sunah.
C. Struktur hadis
Agar pendeklarasian (pernyataan) suatu artikulasi (ucapan) dapat diterima
dan diakui sebagai hadis yang baru, maka harus memenuhi struktur yang harus
dimiliki oleh setiap hadis,3 adapun unsur-unsur tersebut adalah:
1. Sanad
Sanad menurut etimologi adalah: sandaran atau sesuatu yang
dijadikan sandaran, karena suatu hadis bersandar dengannya. Menurut
Sayyid Muhammad bin Alawi dalam penyebutannya juga disebut dengan
isnad.4

3
Rustina, Ulumul Hadis, (Surabaya: PMN, 2010), 17.
4
Muhammad bin Alawi Al-Maliki, Qowaid Al- Asasiyah fi Musthalah Al-Hadis,
(Surabaya:Maktab Markazi, t.th), 6.
3
Sedangkan secara terminologi ilmu hadis terdapat beberapa pengertian,
yaitu:
a) Imam Al-Suyūti dalam kitabnya Tadrib al-Rāwī menyebutkan
bahwa sanad adalah:
‫اِإل ْخ َبا َعْن َطِر ْيِق اْل ِنْت‬
‫َم‬ ‫ُر‬
“Berita tentang jalan matan”.
b) Mahmūd al-Tahhan menyebutkan bahwa sanad adalah:
‫ِس ْلِس َلُة الِّر َج اِل امل ْو ِص َلِة ِاىَل اْل ِنْت‬
‫َم‬ ‫ُو‬
“Mata rantai para perawi Hadis yang menghubungkan sampai pada
matan Hadis”.5
2. Matan
Struktur hadis yang kedua adalah matan, pengatahuan dalam sektor
(bagian) matan menjadi urgen, dikarenakan beberapa faktor, yaitu:
motivasi agama, motivasi kesejahteraan, keterbatasan hadis mutawatir,
bias penyaduran ungkapan hadis, teknik pengeditan hadis, kesahihan sanad
tidak berkorelasi (hubungan) dengan kesahihan matan, sebaran tema dan
perpaduan konsep, upaya konsep doktrinal hadis, faktor-faktor tersebut
menjadikan pengetahuan dan penelitian dalam matan sangatlah penting.6
Pengertian matan secara etimologi adalah:
‫ما َاْر َتَف َع َو َص َلَع ِم َن اَاْلْر ِض‬
“Tanah yang atas dan keras”
Yaitu bagian bumi yang tampak menonjol dankeras, jamaknya
adalah Mutun.7 Ada juga yang mengartikannya dengan kekerasan,
kekuatan dan kesangatan. 8
Sedangkan menurut terminologi memiliki beberapa pengertian,
yaitu:
Menurut imam At Tahhan:

5
Alamsyah, Ilmu-Ilmu Hdits, (Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja, 2015), 5.
6
Ali Musyafa’ Ya’qub, Kritik Matan Hdits, (Yogyakarta: Kalimedia, 2016),17.
7
Rustina, Ulumul Hadis, (Surabaya: PMN, 2010), 20.
8
Alamsyah, Ilmu-Ilmu Hdits, (Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja, 2015), 7.
4
‫ا ْنَتِه ى ِاَلْىِه الَّس َنِد ِم اْلَكاَل ِم‬
‫َن‬ ‫َم َي‬
“Suatu kalimat tempat berakhirnya sanad”
Menurut At Thibbi adalah:
‫ِد ِث َّل‬
‫َاْلَف اُظ اَحْل ْي ا ىِت تتقوم َهِبا َمَعاْيِن‬
“ Lafadz yang dengan lafadz itu terbentuk makna”
Kesimpulannya, matan adalah berupa isi pokok dari sebuah hadis,
baik itu perkataan Nabi, atau perkataan orang tentang Nabi. Dalam
kesusastraan lain disebutkan bahwa matan adalah materi berita yang
berupa sabda, perbuatan ataupun penetapan Nabi yang berada setelah
sanad yang terakhir, dan merupakan sasaran utama dari suatu hadis.9
‫ا ُنْت ُه ا ْنَتِه ِاَلْيِه َغ ُة الَّس َنِد ِم اْلَكاَل ِم‬.
‫َن‬ ‫َي‬ ‫َمل َو َو َم َي ْي‬
“Matan adalah sesuatu yang terletak setelah selesainya pengucapan
sanad”10
Adapun contoh dari matan adalah sebagai berikut:
‫ِمِن ِئ ِض‬
‫ َمْن َاْح َدَث ْيِف‬، ‫ َقاَل َرُسْو ُل اهلل‬: ‫َعْن َاِّم اْلُم ْؤ َني َعا َشَة َر َي اهلل َعْنَه ا َقاَلْت‬
‫ َّتَف َل ِه‬،‫ٌّد‬ ‫ِم‬
‫َامِر َنا َه َذ ا َم ا َلْيَس ْنُه َفُه َو َر ُم ٌق َع ْي‬.
“Dari Ummu Al- Mukminin, ‘Aisyah, ujarnya Rosulullah telah bersabda:
barang siapa yang mengada-ngadakan sesuatu yang bukan termasuk dalam
urusan agamaku, maka ia tertolak.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Jadi yang dimaksud matan hadis adalah kata:
‫ِم‬
‫َمْن َاْح َدَث ْيِف َامِر َنا َه َذ ا َم ا َلْيَس ْنُه َفُه َو َر ّد‬
11

3. Mukharrij
Mukharrij adalah: berasal dari kata Kharraja yang berarti mengeluarkan,
dan secara istilahnya diartikan sebagai seseorang yang telah menukilkan
atau mencatat hadis dalam kitabnya. 12 Dan letak mukhorrij ini biasanya
berada di akhir, yaitu nama dari orang yang meriwayatka hadis tersebut.
9
Rustina, Ulumul Hadis, (Surabaya: PMN, 2010), 20.
10
Hafidz Hasan Mas’udi, Minhatul Mughits, (Surabaya: Andalas, t.th), 8.
11
Alamsyah, Ilmu-Ilmu Hdits, (Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja, 2015), 8.
12
Rustina, Ulumul Hadis, (Surabaya: PMN, 2010), 21.
5
Contoh: lafadz ‫ َرَو اُه اْلُبَخ ِر ْي‬menunjukkan bahwa beliau lah yang

mengeluarkan hadis dalm redaksi:

‫َح َّد َثَنا َعْبُد اهلل بن يوسف قال احربنا مالك عن ابن شهاب عن حممد بن جبري بن‬

‫ مسْعُت رسول اهلل صلى اهلل عليه قرا ىف املغرب الطور (َرَو اُه‬:‫مطعم عن ابيه قال‬
) ‫ اْلُبَخ ِر ْي‬13
D. Hierarki periwayatan hadis
1. Shighat tahammul hadis
Dalam penyampaian sebuah hadis, terdapat dua proses, yaitu
tahammul (penerimaan hadis dari guru) dan ada’ (penyampaian hadis pada
orang yang dikirim kepadanya atau murid).
Dan dalam suatu periwayatan pastilah terdapat metode dalam
pengungkapan redaksinya, dalam pembahasan mengenai metode tersebut
terdapat delapan macam cara, yaitu:
a) Al-Sama’
Mendengar sendiri perkataan gurunya, dengan menggunakan
lafadz:

‫َنا‬/‫ َاْخ َبَرْيِن‬: “seseorang telah mengabarkan kepada saya/kami”

‫َنا‬/ ‫ َح َّد َثْيِن‬: “seseorang telah bercerita kepada saya/kami”

‫َنا‬/ ‫ ِمَس ْعُت‬: “Saya/kami telah mendengarkan”


b) Al-Qira’ah ‘Ala As-Syaikhi
Membacakan hadis dihadapan guru, dengan menggunakan lafadz:
‫ ْا َل ِه‬: “Aku telah membacakan dihadapannya”
‫َقَر ُت َع ْي‬
‫ٍن‬
‫ َقَر ْاُت َعَلى ُفْاَل َو َاَن ا َاَمْسُع‬: “Seseorang membacakan dan aku

mendengarkannya”

13
Alamsyah, Ilmu-Ilmu Hdits, (Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja, 2015), 8.

6
‫ َّد َّثَنا َا َا َن ا ِق ا ُة َل ِه‬: “Telah meng kabarkan atau menceritakan
‫ْو ْخ َبَر َر َء َع ْي‬ ‫َح‬
padaku dengan cara dibaca dihadapannya”.
c) Ijazah
Periwayatan seorang murid yang telah diberikan izin oleh
gurunya, yaitu menggunakan lafadz:
‫ َا اُز ِلُفاَل ٍن‬،‫ َّد َنا ِا اَز ًة‬،‫ َا َنا ِا اَز ًة‬،‫َا َاَنا ِا اَز ًة‬
‫َج‬ ‫ْخ َبَر َج َح َث َج‬ ‫ْنَب َج‬
d) Al-Munaawalah
Guru memberikan kitab kepada murid untuk diriwayatkan
e) Al-Kitabah
Seorang guru menulis atau menyuruh orang lain untuk menulis
riwayatnya kepada orang yang hadir ditempatnya atau yang tidak
hadir.
Keduanya(Al-Munaawalah dan Al-Kitaabah) itu ada yang disertai
ijazah dan ada yang tidak.
f) Al-I’lam
Pemberi tahuan seorang guru terhadap muridnya bahwa
Hadis/kitabnya diriwayatkan dengan tanpa izin perawi

‫ِخ‬ ‫َّل‬
sebelumnya. Lafadz yang digynakan adalah:
‫“ َع َم ْيِن َش ْب ْي‬guruku
telah memberi tahu kepadaku”
g) Al-Washiyyah
Seorang syaikh yang mewasiyatkan kitabnya saat beliau
mendekati ajal, atau dalam perjalanan kepada perawi, dan redaksi

yang digunakan biasanya menggunakan lafadz: ‫ِبِكَت اٍب‬ ‫ُا ِص ِاىَل ُفاَل ٍن‬
‫ْو ْي‬
“seseorang telah mewasiyatkan kitab kepadaku” ‫َح َّد َثْيِن ُفاَل ٌن َو ِص َّيًة‬
“seseorang telah bercerita kepadaku dengan sebuah wasiyat”.
h) al-Wijādah

7
Perawi mendapatkan hadis dengan tulisan, baik mengenal

syaiknya atau tidak, biasanya menggunakan kata: ‫َح َّد َثْيِن ُفاَل ٌن َو ِص َّيًة‬
“Saya menemukan tulisan si fulan”.

Adapun keseluruhan redaksi hadis ada yang di riwayatkan


dengan cara melafadzkan (redaksional) dan secara maknanya
(substansial) saja. Lafadz-lafadz yang ada pada sanad, dan
digunakan oleh para perawi dalam meriwayatkan hadis disebut
dengan Shighat Al-Isnad, seperti:

‫ َقاَل‬، ‫ َعْن‬،‫ َاْخ َبَر َنا‬،‫َح َّد َثَنا‬


2. Rawi
Adalah orang yang meriwayatkan Hadis dengan menyampaikan
atau menuliskannya. Oleh karenanya mengetahui seluk beluk para perawi
itu sangatlah urgen, baik itu dari kalangan sahabat, ahli Hadis ataupun para
ulama. Latar belakang dan biografi mereka dapat berpengaruh terhadap
status suatu Hadis, seperti masa tahun kelahiran, nasab, panggilan, gelar
wafat, umurnya, serta hal-hal tentang mereka yang bisa menentukan
tingkatan suatu Hadis dengan semisal kemungkinan adanya pertemuan
seorang perawi dengan gurunya, atau shahihnya pendengaran perawi
tersebut dari perawi di atasnya.14 Ulama ahli Hadis banyak menuliskan
tentang hal ini, dan diantara poin-poin terpentingnya seperti: muttafaq dan
muftaraq, mu’talaf dan mukhtalaf, serta mutasyabbih.15:
Jadi perbedaannya adalah kalau Rawi pengurutan setiap orang
yang ada dalam sanad yang dimulai dari orang yang lebih dulu
memperoleh Hadis Nabi, sedangkan sanad adalah suatu rangkaian para
perawi yang mengantarkan pada matan Hadis, sehingga diurutkannya
mulai dari siapa yang paling akhir dalam menerima Hadis, maka dari itu
Nabi pun juga termasuk yang mengantarkan kita pada matan Hadis.16

14
Adnan Qahar, Ilmu Usul Hadis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 161.
15
Mifdhol Abdurrahman, pengantar studi Ilmu Hadis, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2014),
202.
16
Rustina, Ulumul Hadis, (Surabaya: PMN, 2010), 20.
8
E. KESIMPULAN
Sunah yaitu suatu perkara yang disandarkan pada Nabi baik dari
segi ucapan, perilaku, atau ketetapan,. Hadis itu terkhusus pada ucapan
dan perilakunya Nabi,sedangkan sunah itu umum, khobar yaitu suatu
perkara yang datang dari selain Nabi. Hadis itu pasti khobar, tapi khobar
belum tentu Hadis. Sedangkan asar adalah suatu perkara yang
datangnyadari sahabat. Penerimaan dan penyampaian Hadis itu disebut
dengan periwayatan, yang meriwayatkan namanya rowi, susunan para
periwayat namanya sanad/isnad, kalimat setelah sanad namanya matan,
dan metode periwayatannya yang berbeda-beda disebut proses tahammulul
Hadis, periwayatan matannya Hadis ada dua, yaitu secara lafadz dan
makna. Semua itu harus diketahui agar mampu memahami status suatu
Hadis.

9
Daftar Pustaka
Abdurrahman Mifdhol, pengantar studi Ilmu Hadis, (Jakarta Timur: Pustaka Al-
Kautsar, 2014).
Alamsyah, Ilmu-Ilmu Hdits, (Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja, 2015).
Khatib (al) Muhammad Ajjaj, Usul Al-Hadis, ‘Ulumuhu Wa Mustholahuhu,
(Beirut: Dar Al-Fikr, 1975).
Maliki (al) Muhammad bin Alawi, Qowaid Al- Asasiyah fi Musthalah Al-Hadis,
(Surabaya:Maktab Markazi, t.th).
Manzur Ibn, Lisan Al- ‘Arab, (Kairo: Al-Dar Al-Mishriyyah, t.th.).
Mas’udi Hafidz Hasan, Minhatul Mughits, (Surabaya: Andalas, t.th).
Qahar Adnan, Ilmu Usul Hadis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012).
Rustina, Ulumul Hadis, (Surabaya: PMN, 2010).
Ya’qub Ali Musyafa’, Kritik Matan Hdits, (Yogyakarta: Kalimedia, 2016).

10

Anda mungkin juga menyukai