BAB I
PENDAHULUAN
1
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Assa’idi,Sa’adullah, Hadis-hadis Sekte, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, h.11
2
3
1. Pengertian Hadis
Hadits, berasal dari bahasa Arab, al-hadīts, bentuk jadian dari kata
hadatsa, jamaknya adalah al-ahādīts,al-hudtsān, dan al-hidtsān. Secara
etimologis, kata ini memiliki beberapa arti, seperti; al-jadīd (yang baru),
lawan dari al-qadīm (yang lama), dan al-khabar (kabar atau berita yang
diterima, sedikit maupun banyak). Di sisi lain, dijelaskan pula bahwa secara
literal, hadits diartikan sebagai komunikasi, cerita, perbincangan (religius
atau sekuler, historis atau kekinian).
Ketika menjadi istilah teknis, hadits didefinisikan secara beragam
oleh banyak ulama dari berbagai latar belakang keilmuan danaliran. Ulama
hadits Sunnī misalnya, mendefinisikan hadits sebagai sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi saw., baik berupa perkataan, perbuatan,
persetujuan, dan sifat (penampilan fisik maupun budi pekerti). Definisi
tersebut, menurut ‘Itr, merupakan pandangan al-Kirmānī (w. 786 H.), al-
Thayyibī (w. 743 H.), dan yang para ulama sejalan dengannya. Selain itu,
sebagian ulama lainnya, memasukkan riwayat mawqūf dan maqthū’ (selain
marfū’) dalam kategori hadits , dan menganggap hadits identik dengan
khabar. Ibn Hajr al-Asqalānī (w. 852 H.) dalam Nuzhah al-Nazhr,
menyatakan bahwa khabar menurutulama hadits sinonim dengan hadits.
Dengan demikian, hadits , seperti halnya khabar, mencakup riwayat yang
marfū‘, mawqūf, dan maqthū‘.2
Menurut ahli hadist pengertian hadist ialah segala perkataan Nabi
SAW, perbuatan, dan hal ihwannya. Yang dimaksud dengan hal ihwal ialah
segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW yang berkaitan dengan himmah,
karakteristik, sejarah kelahiran dan kebiasaan-kebiasaanya.
Ada juga yang memberikan pengertian lain, yaitu sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir,
maupun sifat beliau.
2
Dzikri Nirwana, Rekonsepsi Hadits Dalam Wacana Studi Islam [telaah
terminologis hadits, sunnah, khabar, dan atsar], Jurnal Edu-Islamika, Volume 4. No. 02.
September 2012, h. 291-292.
4
2. Sunnah
Secara etimologis, sunnah memiliki beberapa arti; ‘jalan yang
ditempuh’ (al-tharīqah al-maslūkah); ‘kesinambungan’ (al-dawām); ‘jalan
baik’ (al-tharīqah al-mahmūdah); dan ‘jalan yang terus diulangulang, yang
baik atau yang buruk’(al-tharīqah al-mu’tādah Hasanah kānat am
sayyi’ah). Ada yang mengungkapkan bahwa sunnah adalah ‘adat kebiasaan’
(al-‘ādah), yakni jalan yang terus diulang-ulang oleh beragam manusia, baik
yang dianggap sebagai ibadah ataupun yang bukan ibadah’.
Adapun secara terminologis, sunnah juga didefinisikan secara
beragam oleh para ulama. Ulama hadits misalnya, beranggapan bahwa
sunnah adalah sinonim dengan hadits . Dengan demikian, segala yang
3
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, h. 4
5
Akan tetapi bagi ulama ushuliyyah jika antara sunnah dan Hadist
dibedakan , maka bagi mereka, hadist adalah sebatas sunnah qauliyah-nya
Nabi SAW saja. Ini berarti, sunnah cakupannya lebih luas di banding hadist,
sebab sunnah mencakup perkataan, perbuatan dan penetapan (taqrir) Rasul,
yang bisa di jadikan dalil hukum syar'i.5
Sementara ulama fikih, mendefinisikan sunnah dengan perspektif
yang berbeda dari ushūliyyūn dan muhadditsūn. Dalam persepsi fuqahā’,
sunnah diartikan sebagai ‘sesuatu yang ditetapkan dari Nabi saw., yang
tidak termasuk dalam kategori wajib atau fardhu’.
4
Dzikri Nirwana, Rekonsepsi Hadits,.. h. 296-298.
5
Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadits, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
2006, h. 4
6
3. Khabar
Secara harfiah, khabar diartikan sebagai ‘berita’, atau pembicaraan
yang masih mengandung kemungkinan benar dan dusta’. Dengan makna
kebahasaan seperti itu, maka khabar menjadi ekuivalen dengan hadits. Kata
hadits itu sendiri secara harfiah memang bisa berarti ‘berita’ (al-naba’).
Dibanding dengan sunnah, khabar lebih pantas dijadikan sebagai sinonim
kata hadits , karena yang disebut tahdīth, tidak lain adalah ikhbār, dan
demikian pula hadits Nabi saw. tidak lain adalah khabar yang disandarkan
kepadanya (marfū’).
Secara terminologis, mayoritas ulama hadits menganggap khabar
sinonim dengan hadits. Jadi, khabar meliputi sesuatu yang marfū’, mawqūf,
dan maqthū’. Namun, ada sebagian sarjana hadits yang membedakan istilah
khabar dengan hadits . Dikemukakan bahwa, hadits adalah sesuatu yang
datang dari Nabi saw., sedangkan khabar adalah sesuatu yang datang dari
selainnya. Sehingga, seseorang yang menekuni bidang sejarah disebut
akhbārī, sementara yang berkecimpung dalam sunnah disebut muhaddits.
Ada pula yang berpendapat bahwa antara khabar dan hadits mengandung
pengertian umum dan khusus. Disebutkan bahwa, seluruh hadits adalah
khabar, dan sebaliknya tidak semua khabar merupakan hadits. Ada lagi
pendapat yang menyebutkan bahwa kata hadits tidak pernah digunakan
untuk sesuatu yang selain marfū’, kecuali jika ada syarat pembatasan.6
4. Atsar
Dari sisi kebahasaan, atsar mengandung arti ‘sisa dari sesuatu’, atau
‘sisa dari gambaran sesuatu’, dan ‘hasil dari peninggalan’. Menurut Ibn
Fāris (w. 395 H.), ada tiga makna dasar dari atsar; ‘mendahulukan sesuatu’,
‘penyebutan sesuatu’, dan ‘gambaran sisa sesuatu’. Selain itu, kata atsar
dapat juga berarti khabar.
Secara terminologis, atsar juga dianggap sinonim dengan hadits ,
sunnah, dan khabar. Mayoritas ulama hadits mengartikan atsar sebagai
6
Dzikri Nirwana, Rekonsepsi Hadits,.. h. 320.
7
B. Struktur Hadis
Hadits Nabi yang lengkap dan jelas terdiri dari sanad, matan, dan
Mukharrij (perowi). Sehingga, ketiga struktur tersebut bisa dikatakan sebagai
tiga unsur (komponen) pokok yang terkandung didalamnya.
7
Dzikri Nirwana, Rekonsepsi Hadits,.. h. 303-304.
8
Munzier Suparta, Ilmu Hadits,... h.15
8
9
Mohamad S. Rahman, Kajian Matan dan Sanad Hadis dalam Kajian Historis,
Jurnal Al-Syir’ah Vol. 8, No. 2, Desember 2010, h. 427.
10
M.Nawawi, Pengantar Studi Hadith , Surabaya: Kopertais IV Press, 2010,
h.17
9
11
Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, Jakarta: Bulan Bintang,
1992, h. 25.
12
M. hasbi Ash Shiddieqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits Jilid Pertama,
Jakarta: Bulan Bintang, 1987 h. 44
10
Jadi pada dasarnya matan itu ialah berupa isi pokok dari sebuah
hadis, baik itu berupa perkataan Nabi atau perkataan seorang sahabat
tentang Nabi. Posisi matan dalam sebuah hadis amatlah penting karna dari
matan hadis tersebutlah adanya berita dari Nabi atau berita dari sahabat
tentang Nabi baik itu tentang syariat atau pun yang lainnya,
a. Contoh Matan
من أحدث ف ى عن أم ال مؤ, ق ال ر سول هللا: م ن ين عا ئ شة ر ضى هللا ع نها ق ال ت
) (رواه م ت فق ع ل يه.أمرن ا هذا ما ل يس م نه ف هو رد
“Warta dari Ummu Al Mukminin, ‘Aisyah ra., ujarnya: ‘Rasulullah
SAW telah bersabda: barang siapa yang mengada-ngadakan sesuatu
yang bukan termasuk dalam urusan (agamaku), maka ia tertolak’. ”
(HR. Bukhari dan Muslim)
13
M.Nawawi, Pengantar Studi Hadith,...h. 17
11
4. Mukharrij (rawi)
Kata Mukharrij merupakan bentuk Isim Fa’il (bentuk pelaku) dari
kata takhrij atau istikhraj dan ikhraj yang dalam bahasa diartikan;
menampakkan, mengeluarkan dan menarik. sedangkan menurut istilah
mukharrij ialah orang yang mengeluarkan, menyampaikan atau
menuliskan kedalam suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan
diterimanya dari seseorang (gurunya).
Di dalam suatu hadis biasanya disebutkan pada bagian terakhir
nama dari orang yang telah mengeluarkan hadis tersebut, semisal
mukharrij terakhir yang termaksud dalam Shahih Bukhari atau dalam
Sahih Muslim, ialah imam Bukhari atau imam Muslim dan begitu
seterusnya.
14
Saeful hadi, Ulumul Hadits, Yogyakarta: SABDA MEDIA, 2000, h. 1
12
Seperti pada contoh hadis yang pertama, pada bagian paling akhir
hadis tersebut disebutkan nama Al-Bukhari ) (يراخبلا هاورyang
menunjukkan bahwa beliaulah yang telah mengeluarkan hadis tersebut dan
termaktub dalam kitabnya yaitu Shahih Al-Bukhari. Begitu juga dengan
contoh hadis kedua yang telah mengeluarkan hadis tersebut ialah Imam
Al-Bukhari dan Imam Muslim.
Apabila kita mengutip matan hadits, dari kita tertentu, misalnya
kitab shohih al-bukhori, kemudian kita mencari matan hadits yang sama di
kitab yang lain (misalnya shohih muslim) dengan sanad yang berbeda,
tetapi juga bertemu dengan sanad al-bukhori,maka pekerjaan yang
demikian ini disebut istikhraj, atau takhrij. Sedang orang yang melakukan
kegiatan tersebut juga dinamakan mukharij tersebut dihimpun dalam satu
kitab, maka kitab yang demikian itu dinamakan kitab mustakhraj.
Contohnya adalah kitab mustakhraj Abu Nu’aim, yaitu kitab mustakhraj
hadits untuk hadits-hadits yang dimuat dalam kitab shahih Al-Bukhari.15
***
15
M.Nawawi, Pengantar Studi Hadith,...h. 24
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ulumul Hadis adalah istilah ilmu hadis di dalam tradisi ulama hadits.
(Arabnya: 'ulumul al-hadist). 'ulum al-hadist terdiri dari atas 2 kata, yaitu 'ulum
dan Al-hadist. Kata 'ulum dalam bahasa arab adalah bentuk jamak dari 'ilm,
jadi berarti "ilmu-ilmu"; sedangkan al-hadist di kalangan Ulama Hadis berarti
"segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi SAW dari perbuatan, perkataan,
taqir, atau sifat." dengan demikian, gabungan kata 'ulumul-hadist mengandung
pengertian "ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan Hadis nabi sholallahu
'alaihi wasallam".
Pengertian Hadits menurut bahasa yaitu al-jadid yang artinya sesuatu
yang baru. Sedang menurut istilah yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau yang bisa
dijadikan hukum syara’ dan ketetapannya. Istilah lain yang semakna dengan
hadits adalah sunnah, khabar, dan atsar.
Sunnah menurut bahasa yaitu cara yang ditempuh, baik ataupun buruk,
atau jalan yang terpuji maupun yang tercela. Sedang menurut terminologinya,
berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi SAW, baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat-sifat jasmaniah maupun perilaku
beliau sebelum dan sesudah diangkat menjadi Rasul, dan dapat dijadikan dalil
hukum syara’ atau suri tauladan yang baik.
Sedangkan khabar menurut bahasa berarti berita yang disampaikan
seseorang kepada orang lain. Sedang pengertian khabar menurut istilah yaitu
sama dengan hadits, sesuatu yang datang dari Nabi, sahabat, dan tabi’in baik
berupa perkataan, pebuatan, dan ketetapannya.
Yang terakhir yaitu atsar. Pengertian atsar menurut bahasa sama artinya
dengan khabar, hadits dan sunnah. Sedangkan pengertiannya menurut istilah
13
14
yaitu segala sesuatu yang berasal dari sahabat yang juga disandarkan kepada
Nabi SAW.
Dari keempat pengertian hadits, sunnah, khabar, dan atsar, terdapat
kesamaan dan perbedaan makna menurut istilah masing-masing. Keempatnya
memiliki kesamaan maksud, yaitu segala yang bersumber dari Nabi SAW, baik
berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya. Sedangkan perbedaannya
yaitu:
1. Hadits dan Sunnah : hadits adalah istilah khusus untuk sabda nabi,
sedangkan sunnah lebih umum, yaitu segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi SAW.
2. Hadits dan Khabar : hadits adalah berita yang datang dari Nabi SAW,
sedangkan khabar adalah berita yang datangnya bukan dari Nabi SAW,
tetapi disandarkan kepada Nabi SAW. Jadi, setiap hadits pasti khabar tapi
tidak semua khabar itu hadits.
3. Hadits dan Atsar : hadits adalah segala sesuatu yang datang dari Nabi SAW,
sedangkan atsar adalah perkataan yang datang dari para sahabat yang
disandarkan kepada Nabi.
Hadits Nabi yang lengkap dan jelas terdiri dari sanad, matan, dan
Mukharrij (perowi). Sehingga, ketiga struktur tersebut bisa dikatakan sebagai
tiga unsur (komponen) pokok yang terkandung didalamnya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Rahman, Mohamad S, Kajian Matan dan Sanad Hadis dalam Kajian Historis,
Jurnal Al-Syir’ah Vol. 8, No. 2, Desember 2010.
16
DAFTAR ISI
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan ......................................................................................................13
Daftar Pustaka .................................................................................................15
i
17
KATA PENGANTAR
Ahmad Syarif
18
Pemakalah:
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
1440 H/2019 M