Anda di halaman 1dari 12

Mata kuliah Dosen Pengampu

Ulumul Hadits Dr. Radiyansyah, S.Ag.,M.Pd.I

Pengertian Hadits,Sunnah,Khabar, atsar, dan Hadits Qudsi

Makalah

Diajukan untuk memenuhi tuga mata kuliah ulumul hadits

OLEH
Miftahul Rasid
NIM. 200105010188

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PRODI EKONOMI SYARIAH
TAHUN 2024
A. Pengertian Hadits

Ahli hadits dan ahli ushul berbeda pendapat dalam memberikan pengertian
hadits. Dikalangan ulama hadits sendiri ada juga beberapa definisi yang antara satu
sama lain agak berbeda.Ada yang mendefinisikan hadits, adalah :"Segala perkataan
Nabi SAW, perbuatan, dan hal ihwalnya".Ulama hadits menerangkan bahwa yang
termasuk "hal ihwal", ialah segala pemberitaantentang Nabi SAW, seperti yang
berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran,dan kebiasaan-
kebiasaanya.Ulama ahli hadits yang lain merumuskan pengertian hadits dengan
:"Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir,
maupun sifatnya".Ulama hadits yang lain juga mendefiniskan hadits sebagai berikut :
"Sesuatu yang didasarkan kepada Nabi SAW. baik berupa perkataan, perbuatan,
taqrir,maupun sifatnya".Dari ketiga pengertian tersebut, ada kesamaan dan perbedaan
para ahli hadits dalammendefinisikan hadits. Kasamaan dalam mendefinisikan hadits
ialah hadits dengan segalasesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik
perkataan maupun perbuatan. Sedangkan perbedaan mereka terletak pada penyebutan
terakhir dari perumusan definisi hadits. Ada ahlihadits yang menyebut hal ihwal atau
sifat Nabi sebagai komponen hadits, ada yang tidakmenyebut.
Kemudian ada ahli hadits yang menyebut taqrir Nabi secara eksplisit
sebagaikomponen dari bentuk-bentuk hadits.Tetapi ada juga yang memasukkannya
secara implisit ke dalam aqwal (perkataan nabi) atauafal ( perbuatan nabi).Sedangkan
ulama Ushul, mendefinisikan hadits sebagai berikut :"Segala perkataan Nabi SAW.
yang dapat dijadikan dalil untuk penetapan hukum syara'".Berdasarkan rumusan
definisi hadits baik dari ahli hadits maupun ahli ushul, terdapat persamaan yaitu
;"memberikan definisi yang terbatas pada sesuatu yang disandarkan kepada Rasul
SAW,tanpa menyinggung-nyinggung perilaku dan ucapan sahabat atau tabi'in.
Perbedaan merekaterletak pada cakupan definisinya. Definisi dari ahli hadits
mencakup segala sesuatu yangdisandarkan atau bersumber dari Nabi SAW, baik
berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir(ketetapan nabi muhammad).Sedangkan
cakupan definisi hadits ahli ushulhanya menyangkut aspek perkataan Nabi sajayang
bisa dijadikan dalil untuk menetapkan hukum syara' (Ismail 1989)
sementara kalangan ulama ada yang menyatakan bahwa apa yang dikatakan hadits itu
bukan hanya yang berasal dari nabi muhamad saw , namun yang berasal dari sahabat
dan tabi’in disebut juga hadits. sebagai buktinya, telah dikenal adanya istilah hadits
marpu’, yaitu hadits yang dinisbahkan kepada nabi ,mauqtu yaitu hadits yang
dinisbahkan pada shahabat dan hadits maqtu’ yaitu hadits yang dinisbahkan kepada
tabi’in. umhur Al muhadditsin berpendapat bahwa pengertian hadits merupakan
pengertian yang terbatas sebagai berikut sesuatu yang disandarkan kepada nabi
muhammad saw. Baik berupa perkataan, perbuatan, penyataan (ta;rir) dan
sebagainya. (G. H. A. Juynball 1993)

Dari segi bahasa ilmu hadits terdiri dari dua kata, yaitu ilmu dan hadits. Secara
sederhana ilmuartinya pengetahuan, knowledge dan science. Sedangkan hadits artinya
segala sesuatu yang disandarkankepada Nabi Muhammad SAW, baik dari perkataan,
perbuatan, maupun persetujuan.Para ulama ahli hadits banyak yang memberikan
definisi ilmu hadits, di antaranya Ibnu HajarAl-Asqalani: Adalah mengetahui kaidah-
kaidah yang dijadikan sambungan untuk mengetahui(keadaan) perawi dan yang
diriwayatkan. Atau Ilmu yang mempelajari tentang keterangan suatu halyang dengan
hal itu kita dapat mengetahui bahwa hadits itu diterima atau tidak.

Atau definisi yang lebihringkas: Kaidah-kaidah yang mengetahui keadaan


perawi dan yang diriwayatkannya.Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa ilmu
hadits adalah ilmu yang membicarakantentang keadaan atau sifat para perawi dan
yang diriwayatkan. Perawi adalah orang-orang yangmembawa, menerima, dan
menyampaikan berita dari Nabi, yaitu mereka yang ada dalam sanad suatu hadits

Bagaimana sifat-sifat mereka, apakah bertemu langsung dengan pembawa


berita atau tidak, bagaimana sifat kejujuran dan keadilan mereka, dan bagaimana daya
ingat mereka, apakah sangat kuatatau lemah. Sedangkan maksud yang diriwayatkan
(marwî) terkadang guru-guru perawi yang membawa berita dalam sanad suatu hadits
atau isi berita (matan) yang diriwayatkan, apakah terjadi keganjilan
jikadibandingkan dengan sanad atau matan perawi yang lebih kredibel (tsiqah).
Dengan mengetahui
haltersebut, dapat diketahui mana hadits yang shahih dan yang tidak shahih. Ilmu
yang berbicara tentanghal tersebut disebut ilmu hadits. Ilmu hadits ini kemudian
terbagi menjadi dua macam, yaitu Ilmu HaditsRiwayâh dan Ilmu Hadits Dirâyah
(Hamidi.A 2016)
B. Pengertian Sunnah
Menurut bahasa sunnah berarti “Jalan yang terpuji dan atau yang tercela
Khalid binUtbah Al-Hadzi mengatakan,“Janganlah kau halangi perbuatan yang telah
kau lakukan, karenaorang yang pertama menyenangi suatu perbuatan adalah orang
yang melakukannya.”

Sementara dalam hadist Rasulullah SAW bersabda :

“Barang siapa melakukan suatu perbuatan yang baik, ia akan mendapatkan pah
ala (dari perbuatannya itu dan pahala orang yang menirunya setelah dia, dengan tidak
dikurangi pahalanya sedikit pun. Dan barang siapa melakukan perbuatan jelek, ia
akan menanggungdosanya dan dosa orang-orang yang menirukannya, dengan tidak
dikurangi dosanya sedikitpun.” (HR Muslim)
nabi Muhamad SAW berkata “Barang siapa mengadakan sesuatu sunnah (jalan) yang
baik, maka baginya pahala sunnah itu dan pahala orang lain yang mengerjakanya
hingga hari kiamat. Dan barang siapa yang mengerjakan sesuatu sunnah yang buruk
maka atasnya dosa membuat orang yang mengerjakannya hingga hari kiamat.” (H.R.
Bukhari Muslim).Bila katasunnah disebutkan dalam masalah yang berhubungan
dengan hukum syara’,maka yang dimaksud ialah segala sesuatu yang diperintahkan,
dilarang, atau dianjurkan olehRasulullah SAW, baik berupa perkataan, perbuatan
maupun ketetapan. Sedangkan sunnahmenurut istilah di kalangan ulama terdapat
perbedaan pendapat disebabkan karena perbedaanlatar belakang, presepsi, dan sudut
pandang para ulama terhadap Rasulullah SAW. Secara garis besar mereka
terkelompok menjadi tiga golongan : ahli hadis, ahli usul, dan ahli fiqh

.Pengertian sunnah menurut ahli hadis adalah,“Segala sesuatu yang bersumber


dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, perangai, budi pekerti,
perjalanan hidup, baik sebelum diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya” Jadi dari
definisi tersebut para ahli hadismenyamakan antara sunnah dengan hadis. Para ahli
hadis memaknai sunnah ini pada seluruh kebiasaan Nabi SAW, baik yang
melahirkan syara’ ataupun tidak. Bagi ulama ushuliyyin jika antara sunah dan hadis
dibedakan
dan bagi mereka, hadisadalah sebatas
sunnah qauliyah-nya Nabi Muhammad SAW. Berarti sunnah mencakup lebihluas
dibandingkan hadist, sebab sunnah mencakup perkataan, perbuatan, dan penetapan
Rasul,yang bisa dijadikan dalil hukum syar’i.

Dikarenakan mereka memandang Rasul sebagai suritauladan yang baik. Oleh


karenanya, mereka menerima secara utuh segala yang diberikantentang diri Rasul
SAW. Tanpa membedakan apakah yang diberitakan tersebut berhubungandengan
hukum syara’ atau tidak. (Hairillah December 20015)

Sunnah secara etimologi adalah jalan yang ditempuh, sedangkan secara


terminologi adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi shalallahu alahi
wasalam, baik berupa perbuatan, perkataan atau pernyataan di dalam masalah-
masalah yang berhubungan dengan hukum syariat. Ḥadiṡ menurut bahasa adalah baru
(lawan dari lama), sedangkan menurut istilah adalah segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi shalallahu alahi wasalam, baik berupa ucapan, perbuatan atau penetapan.

Ḥadiṡ Nabi merupakan sumber ajaran Islam yang kedua, setelah AlQur’an.
Hal ini dikarenakan ḥadiṡ merupakan penafsiran Al-Qur’an dalam praktik atau
penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal. Mengingat bahwa pribadi Nabi
merupakan perwujudan dari Al-Qur’an yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran
Islam yang dijabarkan dalam kehidupan seharihari. Dilihat dari periwayatannya,
ḥadiṡ berbeda dengan Al-Qur’an. AlQur’an semuanya diriwayatkan secara muttawātir,
sehingga tidak diragukan lagi kebenaran atau keṣaḥīhannya. Adapun ḥadiṡ Nabi,
sebagiannya diriwayatkan secara muttawātir dan sebagian lainnya secara ahād.
Dengan demikian, jika dilihat dari periwayatannya ḥadiṡ muttawātir tidak perlu
diteliti lagi karena tidak diragukan kebenarannya, adapun ḥadiṡ ahad, masih
memerlukan penelitian. Dengan penelitian itu, akan diketahui, apakah ḥadiṡ yang
bersangkutan dapat diterima periwayatannya ataukah tidak. 1 M Nāṣiruddīn Al
Albānī, Ḥadiṡ Sebagai Landasan Akidah Dan Hukum. (Albani 2002)
a. Bentuk Bentuk Hadist
Yang dimaksud hadis qauli atau sunnah qauliyah adalah segala
yang disandarkan kepada Nabi SAW yang berupa perkataan atau ucapan
yang
memuat berbagai maksudsyara’, peristiwa, dan keadaan, baik yang berkaitan
dengan aqidah, syari’ah, ahklak maupun yang lainnya. Contoh hadis qauli
ialah hadis tentang doa Rasul SAW yangditunjukan kepada yang mendengar,
menghafal, dan menyampaikan ilmu. Hadis tersebut berbunyi :
“Semoga Allah memberi kebaikan kepada orang yang mendengarkan
perkataan dariku kemudian menghafal dan menyampaikan kepada orang lain,
karena banyak orang berbicara mengenai fiqh padahal ia bukan ahlinya. Ada
tiga sifat yang karenanya tidaktimbul rasa dengki di hati seorang muslim, yaitu
ikhlas beramal semata-mata kepada AllahSWT, menasehati, taat dan patuh
kepada pihal penguasa dan setia terhadap jama’ah. Karenasesungguhnya doa
mereka akan memberikan motivasi dan menjaganya dari belakang”. (HR.
Ahmad)
b. Fi’iliyah
Yang dimaksud dengan hadis fi’li atau sunnah fi’liyah adalah segala
yangdisandarkan kepada Nabi SAW berupa perbuatannya yang sampai
kepada kita. Seperti hadis tentang shalat dan haji. Contoh hadis fi’li tentang
shalat
adalah sabda Nabi SAW yang berbunyi :
”Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sahalat”. (HR. Bukhari)
c. Hadits taqririyah
Yang dimaksud dengan hadis ini adalah segala hadis yang berupa
ketetapan NabiSAW terhadap apa yang datang dari sahabatnya. Nabi SAW
membiarkan suatu perbuatanyang dilakukan oleh para sahabat, setelah
mememuhi beberapa syarat, baik mengenai pelakunya maupun perbuatannya.
Contoh hadis taqriri adalah sikap Rasul SAWmembiarkan para sahabat
melaksanakan perintahnya, sesuai dengan penfsirannya masing-masing sahaat
terhadap sabdanya, yang berbunyi :
“Janganlah seorang pun shalat asar kecuali di Bani Quraizah”. (Dr. H. Munzier
Suparta 2011)
C. Pengertian Khabar
Khabar menurut bahasa adalah berita yang disampaikan dari seseorang kepada
orang lain.Khabar menurut Muhadditsin adalah warta dari Nabi, Shahabat, dan Tabiin.
oleh karena itu,hadits marfu, maukuf, dan maktu bisa dikatakan sebagai khabar. Dan
menurutnya khabarmurodif dengan hadits.Sebagian ulama berpendapat bahwasannya
hadits dari Rosul, sedangkan khabar dari selainRosul. Dari pendapat ini, orang yang
meriwayatkan hadits disebut Muhadditsin dan orangyang meriwayatkan sejarah dan
yang lain disebut Akhbari.Adapun secara terminologi terdapat perbedaan pendapat
terkait definisi khabar, yaitu
1. Kata khabar sinonim dengan hadits;
2. Khabar adalah perkataan, tindakan, dan ketetapan seseorang selain Nabi
Muhammad.Sedangkan hadits adalah perkataan, tindakan, dan ketetapan Nabi
Muhammad.
3. Khabar mempunyai arti yang lebih luas dari hadits. Oleh karena itu, setiap
hadits dapatdisebut juga dengan khabar.

Namun, setiap khabar belum tentu dapat disebut dengan hadits.Selain istilah
Hadits dan Sunnah, terdapat istilah Khabar dan Atsar. Khabar menurut lughat,
berita yang disampaikan dari seseorang kepada seseorang. Untuk itu dilihat dari
sudut
pendekatan ini (sudut pendekatan bahasa), kata Khabar sama artinya dengan Hadits.
MenurutIbn Hajar al-Asqalani, yang dikutip as-Suyuthi, memandang bahwa istilah
hadits samaartinya dengan khabar, keduanya dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu,
mauquf, danmaqthu’. Ulama lain, mengatakan bahwa kbabar adalah sesuatu yang d
atang selain dari Nabi SAW., sedang yang datang dari Nabi SAW disebut Hadits.
Ada juga ulama yang mengatakan bahwa hadits lebih umum dari khabar. Untuk
keduanya berlaku kaidah‘umumun wa khushushun muthlaq, yaitu bahwa tiap-tiap
hadits dapat dikatan Khabar, tetapi tidaksetiap Khabar dapat dikatakan Hadits.

Menurut istilah sumber ahli hadits; baik warta dari Nabi maupun warta dari
sahabat, ataupunwarta dari tabi’in. Ada ulama yang berpendapat bahwa khabar
digunakan buat segala warta yang diterima dari yang selain Nabi SAW. Dengan
pendapat ini, sebutan bagi orang yangmeriwayatkan hadits dinamai muhaddits, dan
orang yang meriwayatkan sejarah dinamaiakhbary atau khabary. Ada juga ulama
yang mengatakan bahwa hadits lebih umum darikhabar, begitu juga sebaliknya ada
yang
mengatakan bahwa khabar lebih umum dari padahadits, karena masuk ke dalam
perkataan khabar, segala yang diriwayatkan, baik dari Nabimaupun dari selainnya,
sedangkan hadits khusus terhadap yang diriwayatkan dari Nabi SAW saja.
(Hammadah 1994)
D. Pengertian Atsar
Secara etimologi atsar diartikan sebagai peninggalan atau bekassesuatu,
maksudnya peninggalan atau bekas Nabi (hadis). Atau bisa jugadiartikan sebagai yang
dipindahkan dari nabi seperti doa yang disumberkandari Nabi.Secara istilah atsar
berarti segala sesuatu yang diriwayatkan daripara sahabat dan juga dapat disandarkan
kepada Nabi. Atsar merupakan
istilah bagi segala yang disandarkan kepada para sahabat atau tabi’in, tapi
terkadang juga digunakan untuk hadis yang disandarkan kepada NabiMuhammad
Saw. apabila berkait. (Samsul and Efendi 2011)
Atsar menurut bahasa adalah “bekas sesuatu atau sisa sesuatu” berarti nukilan.
Jamaknya atsar atau utsur. Sedang menurut istilah jumhur ulama artinya sama dengan
khabar dan hadits. Para fuqaha memakai perkataan atsar untuk perkataan ulama salaf,
sahabat, tabi’in dan lain-lain. Ada yang mengatakan atsar lebih umum daripada
khabar.14 Imam Nawawi menerangkan: bahwa fuqaha khurasan menamai
perkataan sahabat (mauquf) dengan atsar dan menamai hadist Nabi (marfu’) dengan
kabar. (al- Khatib and as-Suyuti 1996)
Selain istilah Hadits dan Sunnah, terdapat istilah Khabar dan Atsar. Khabar menurut
bahasa adalah berita yang disampaikan dari seseorang kepada seseorang. Menurut Ibn
Hajar al-Asqalani, yang dikutip as-Suyuthi, memandang bahwa istilah hadits sama
artinya dengan khabar, keduanya dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu, mauquf,
dan maqthu'. Ulama lain, mengatakan bahwa kbabar adalah sesuatu yang datang
selain dari Nabi SAW., sedang yang datang dari Nabi SAW. disebut Hadits. Ada
juga ulama yang mengatakan bahwa hadits lebih umum dari khabar. Sedangkan
istilah atsar oleh kebanyakan ulama diartikan sebagai sesuatu yang disandarkan
kepada
tabi’in. Namun sebagian ulama ada yang menyamakannya dengan hadis dan
sunnah. (al-Kumais 1992)

E. Pengertian Hadits Qudsi


Hadits qudsi disebut juga dengan istilah hadits Ilahi atau hadits Rabbani.
Secara bahasa hadits Qudsi merupakan Penisbatan kepada kata Quds yang berarti
suci, yaituhadits yang dinisbatkan kepada dzat yang suci. Sedangkan secara istilah,
pengertian hadits qudsi terdapat dua macam, yaitu:
 Hadits qudsi merupakan kalam Allah Azza wa Jalla (baik dalam matan
maupunsubstansi bahasanya), dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hanya
menyampaikannyakepada kita.
 Hadits qudsi adalah perkataan dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, sedangkan isiperkataan tersebut berasal dari Allah Azza
wa Jalla.
Dari istilah tersebut dapat dikatakan bahwa hadits Qudsi adalah hadits yang
berisifirman Allah yang disampaikan
kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam menerangkannya dengan menyandarkannya kepada Allah. Dengan kata lain,
hadits qudsi ialah hadits yang disampaikan kepada kita dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam dengan sanad dari beliau sendiri kepada Rabb Azza waJalla. Dengan
menggunakan salah satu dari dua lafadz periwayatan sebagai berikut

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan mengenai apa yang


diriwayatkannya dari Rabbnya. Atau Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam mengatakan; “Allah Ta’ala telah berfirman” atau “Berfirman
Allah Ta’ala.” Ciri-ciri hadist qudsiy:
 Ada redaksi hadist qala-yaqulu allahu
 Ada redaksi fi ma rawa/ yarwihi ‘anillahi fabaraku wata’ala
 Redaksi lain yang semakna dengan redaksi diatas, setelah selesai
menyebut rawi yangmenjadi sumber pertamanya, yakni sahabat

Definisi di atas menjelaskan bahwa hadis qudsi itu adalah perkataan yang
bersumber dari Rasul SAW namun disandarkan beliau kepada Allah SWT akan tetapi
ituadalah perkataan atau firman Allah SWT. Dibandingkan dengan jumlah hadits-
hadits Nabi, maka Hadîts Qudsiy bisa dibilang tidak banyak. Jumlahnya lebih sedikit
dari 200 hadits. (Hamid 2017)
Ada dua bentuk periwayatan hadits qudsi :
1. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Seperti yang
diriwayatkannya dariAllah ‘azza wa jalla”.
Contohnya : Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya dari Abu
Dzarradliyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam seperti yang
diriwayatkan dari Allah, bahwasannya Allah berfirman :
“Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan perbuatan dhalim
padadiri-Ku dan Aku haramkan pula untuk kalian. Maka janganlah kamu
saling menganiaya di antara kalian”.
2. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Allah berfirman….”.
Contohnya: Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu
bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah ta’ala berfirman :
Aku selalu dalam persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku bersama-Nya
biladia mengingat-Ku. Maka jika dia mengingat-
Ku niscaya Aku mengingatnya”.
Di antara buku yang paling masyhur mengenai Hadits Qudsi adalah kitab
Al- Ithâfâtas-Saniyyah Bi al-Ahâdîts al-Qudsiyyah karya ‘Abdur Ra`uf al-Munawiy.
Di dalam buku ini terkoleksi 272 buah hadits. (A. Hamid 2016)
a. Cara Mengetahui Hadits Qudsi
Untuk mengetahui apakah hadist ini adalah hadist qudsi, kita perlu mengetahui
ciri-ciri dari hadist qudsi. Berikut adalah ciri-ciri hadist qudsi :
1. Makna daripada Allah dan lafaz daripada Nabi.
2. Tidak dikira ibadat orang yang membacanya, yaitu tidak
sebagaimanaAl- Quran.
3. Tidak disyaratkan penetapannya melalui Mutawatir.
4. Disandarkan kepada Allah,tidak secara langsung
5. Hanya memperkatakan tentang atau soal-soal fadai'il sunat dankeistimewaan-
keistimewaan.
6. Menggunakan lafaz-lafaz tertentu,antaranya:
 Qala Rasulullah s.a.w Fima Yarwih 'An Rabbihi
 Qala Allah Fima Rawahu ' Anhu Rasulullah
Ada beberapa perbedaan antara Al-qur’an dan hadist Qudsi, yaitu
1. Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada
NabiMuhammad saw. Melalui perantara malaikat Jibril dengan lafal- Nya dan
dengan itu pula
orang Arab ditantang, tetapi mereka tidak mampu untuk mendatangkan yang
semisal dengan Al-Qur’an.Adapun hadits qudsi tidak untuk menantang dan
tidak untuk mukjizat.
2. Alquran hanya dinisbatkan kepada Allah SWT. sehingga dikatakanAllah
Taala berfirman. Adapun hadis qudsi, seperti telah dijelaskandi atas,
terkadang
diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah,sehingga nisbah hadis qudsi
itu kepada Allah adalah nisbahdibuatkan. Maka dikatakan, Allah telah
berfirman atau Allah berfirman. Dan, terkadang pula diriwayatkan dengan
disandarkankepada Rasulullah saw. tetapi nisbahnya adalah nisbah
kabar,karena Nabi menyampaikan hadis itu dari Allah.
3. Seluruh isi Alquran dinukil secara mutawatir, sehinggakepastiannya mutlak.
Adapun hadis-hadis qudsi kebanyakan adalahkabar ahad, sehingga
kepastiannya masih merupakan dugaan.Adakalanya hadis itu sahih, hasan, dan
kadang-kadang daif.
4. Alquran dari Allah, baik lafal maupun maknanya. Hadis qudsimaknanya dari
Allah dan lafalnya dari Rasulullah saw. Hadis qudsiialah wahyu dalam
makna, tetapi bukan dalam lafal. Oleh sebab itu, menurut sebagian besar ahli
hadis, diperbolehkanmeriwayatkan hadis qudsi dengan maknanya saja.
5. Membaca Alquran merupakan ibadah, karena itu ia dibaca dalamsalat.
“Maka, bacalah apa yang mudah bagimu dalam Alquran itu.”(Al-Muzamil:
20). Nilai ibadah membaca Alquran juga terdapat dalam hadis, “Barangsiapa
membaca
satu huruf dari Alquran, dia akan memperoleh satukebaikan. Dan, kebaikan itu
akan dibalas sepuluh kali lipat. Akutidak mengatakan alif laam miim itu satu
huruf. Tetapi alif satuhuruf, laam satu huruf, dan miim satu huruf.” (HR
Tirmizi danIbnu Mas’ud) (fattah 2016)
DAFTAR PUSTAKA

A. Hamid. " Dakwah dalam Perspektif Paradigma Tradisionalisme dan Reformisme. Kordinat." Jurnal
Komunikasi antar Perguruan Tinggi Agama Islam, , 2016: hlm 89-104.
Albani, M.Nasiruddīn Al. "Hadits Sebagai Landasan Aqidah Dan Hukum." jakarta:Pustaka Azzam,
2002: hlm 19-20.
al-Khatib, 2 M. Ajaj, and Jalaludin as-Suyuti. " Tadrib ar-Rawy,." Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis,
1996: hlm 16.
al-Kumais, Muhammad bin Abdurrahman. "“Ahmad ibn Hanbal: The Saint Scholar of Baghdad”,
terj.Nurul Agustina,." Jurnal Studi-Studi Islam Al-Hikmah, 1992: hlm 96.
Dr. H. Munzier Suparta, M.A. "ilmu hadits."
https://www.scribd.com/document/368285447/Makalah-SUNNAH, 2011: hlm 46.
fattah, I. a. "MEMAHAMI KEMBALI HADIST QUDSI ." International journal ihya ulum aldin, 2016: 27.
G. H. A. Juynball, Nafi’,. "The Mawla of Ibn Umar and His Position In Muslim Hadith." Literature, Der
Islam, 1993: hlm. 207 – 216.
Hairillah, H. "“Sunnah of theProphet Muhammad That Had Been Understood by the Majority of
Muslims as Role Models; in the Form of Words, Deeds / Actions and the Approval of the
Actions of Others by the Prophet Must Always Be Understood in a Dynamic and Lively Way."
http://repository.uinsu.ac.id/18051/2/BAB%20I%20%288%29.pdf, December 20015: hlm :
196–97.
Hamid, A. "SYIAH ANTARA PARADIGMA DAN PROBLEMATIKA MASYARAKATMADANI. Al-Risalah."
Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam,, 2017: hlm 59-85.
Hamidi.A. "jakarta." Pengantar Studi Al-Qur'an, 2016: Hal 21.
Hammadah, 3Abbas Mutawali. " al-Sunnah al-Nabawiyah wa Makanatuha bil Tashri." Kairo: Dar al-
Qawmiyah, t.th., 1994: hlm 13.
Ismail, M.Syuhudi. "Pengantar Ilmu Hadits ." Bandung Pustaka Setia, 1989.
Samsul, Nizar, and Hasibuan Zainal Efendi. "Hadis Tarbawi Membangun Kerangka Pendidikan Ideal
Perspektif Rasulullah." kalam mulia , 2011: hlm 21.

Anda mungkin juga menyukai