Disusun Oleh :
1. Diah Fadila
2. Zaki Ahmad Fanani
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakekatnya umat Islam di dunia ini sama dengan umat agama
lain. Kesamaan yang dimaksud dalam hal ini adalah sama-sama memiliki
kitab sebagai pedomannya. Jika umat kristen memiliki kitab Injil sebagai
pedomannya, umat Hindu memiliki kitab Trimurti, dan umat Budha yang
memiliki kitab Weda sebagai pegangan hidupnya maka umat islam memilki
Kitab Al-Qur’an Al-Karim sebagai pedoman hidupnya. Kitab Al-Qur’an ini
adalah mukjizat yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW
yang di dalamnya terkandung nilai-nilai kebenaran, ketetapan yang mutlak
mengenai agama islam. Namun ada pembahasan yang terdapat dalam Al-
qur’an yang masih bersifat global.Oleh karena itu Munculah Al-Hadits yang
fungsinya menyempurnakan dan menjelaskan kitab-kitab terdahulu seperti
kitab Taurat, Zabur, Injil dan termasuk juga Al-Qur’an.
Oleh karena hal itu kami akan coba memaparkan dan memberikan
penjelasan tentang apa itu yang dimaksud dengan Al-Hadist, As-Sunnah,
Khabar, Atsar dan hal-hal yang berkaitan dengan As-Sunnah ditinjau dari segi
makna maupun secara strukturnya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
1. Definisi Al-Hadits
Dalam kamus besar bahasa Arab [al-‘ashri], Kata Al-Hadits berasal dari
bahasa Arab “al-hadist” yang berarti baru, berita. Ditinjau dari segi bahasa, kata
ini memiliki banyak arti, dintaranya:
b) Dekat (Qarib), tidak lama lagi terjadi, lawan dari jauh (ba’id)
Allah juga menggunakan kata hadits dengan arti khabar sebagaimana tersebut
dalam firman-Nya:
ونJJله ان يكJJا يصJJر ممJJل اوتقريJJكل ماصدر عن النبي صلى هللا عليه وسلم غيرالقرأن الكريم من قول او فع
دليال لحكم شرع
“Hadits yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW selain Al-
Qur’an al-Karim, baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir Nabi yang
bersangkut paut dengan dengan hukum syara”.
كل ما أثرعن النبي صلى هللا عليه وسلم من قول او فعل اوتقرير اوصفة خلقية او خلقية
“Segala sesuatu yang diberikan dari Nabi SAW baik berupa sabda, perbuatan,
taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal Nabi”.[4]
Yang dimaksud dengan “hal ihwal” ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi
SAW yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran dan
kebiasaan-kebiasaan.
Kedua hadits tersebut di atas menyatakan bahwa unsur Hadits itu terdiri dari
tiga unsur yang ketiga unsur ini hanya bersumber dari Nabi Muhammad, ketiga
unsur itu adalah:
Sementara kalangan ulama ada yang menyatakan bahwa apa yang dikatakan
hadits itu bukan hanya yang berasal dari Nabi SAW, namun yang berasal dari
sahabat dan tabi’in disebut juga hadits. Sebagai buktinya, telah dikenal adanya
istilah hadits marfu’, yaitu hadits yang dinisbahkan kepada Nabi SAW, hadits
mauquf, yaitu hadits yang dinisbahkan pada shahabat dan hadits maqtu’ yaitu
hadits yang dinisbahkan kepada tabi’in.Jumhur Al-Muhadditsin berpendapat
bahwa pengertian hadits merupakan pengertian yang terbatas sebagai berikut:
“Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Baik berupa
perkataan, perbuatan, penyataan (taqrir) dan sebagainya”
حابىJيف الى الصJا أضJو مJوف وهJاء بلموقJل جJلم بJه وسJلى هللا عليJأن الحديث اليحتث بالمرفوع اليه ص
والمقطوع وهو ما أضيف للتبعي
Artinya: “Bahwasanya hadits itu bukan hanya untuk sesuatu yang marfu’
yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, melainkan bisa juga untuk
sesuatu yang mauquf,yang disandarkan kepada sahabat dn yang maqtu, yaitu yang
disandarkan kepada tabi’in” Munzier Suparta (2001:3)
2. Definisi As-Sunnah
“Dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati peubahan pada sunnah Allah”.
Artinya: “Segala yang dinukilkan dari Nabi SAW, baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup baik sebelum Nabi
diangkat jadi rasul atau sesudahnya”.
3. Khabar
Ulama lain mengatakan Khabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi
SAW, sedang yang datang dari Nabi SAW disebut Hadits. Ada juga ynag
mengatakan bahwa Hadits lebih umum dan lebih luas daripada Khabar, sehingga
tiap Hadits dapat dikatakan Khabar, tetapi tidak setiap Khabar dikatakan Hadits.
[11]Karena itu, sebagian ulama berpendapat bahwa Khabar itu menyangkut
segala sesuatu yang datang dari selain Nabi SAW. Sedangkan Hadits khusus
untuk segala sesuatu yang berasal dari Nabi SAW.[12]
4. Atsar
Atsar dari segi bahasa artinya bekas sesuatu atau sisa. Sesuatu dan berarti pula
nukilan (yang dinukilkan). Karena doa yang dinukilkan / berasal dari Nabi SAW.
Dinamkan doa maksur.[13]
Artinya: “yaitu segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat danboleh juga
disandarkan pada perkataan Nabi SAW”.[14]Jumhur ulama mengatakan bahwa
atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW,
sahabat dan tabi’in. sedangkan menurut ulama Khurasan bahwa atsar untuk yang
mauquf dan khabar untuk yang marfu’. (Mudasir : 1999: 32).
Dari keempat istilah, yaitu hadits, sunnah, khabar dan atsar, menurut jumhur
ulama hadits dapat dipergunakan untuk maksud yang sama, yaitu bahwa hadits
disebut juga dengan sunnah, khabar dan atsar. Begitu pula halnya sunnah, dapat
disebut dengan hadits, khabar dan atsar. Maka hadits mutawatir dapat juga disebut
dengan sunnah mutawatir atau khabar mutawatir. Begitu juga hadits shahih dapat
disebut dengan sunnah shahih, khabar shahih dan astar shahih. Dari keempat tema
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tema tersebut sangat berguna sebagai
ilmu tambahan bagi masyarakat Islam untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
dan menentukan kulitas dan kuwantitas Hadits, sunnah, Khabar dan Atsar.[15]
Para ulama juga membedakan antara hadits, sunnah, khabar dan atsar sebagai
berikut:
a) Hadits dan sunnah: hadits terbatas pada perkataan, perbuatan, takrir yang
bersumber pada Nabi SAW, sedangkan sunnah segala yang bersumber dari
Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, takrir, tabiat, budi pekerti atau
perjalanan hidupnya, baik sebelum di angkat menjadi rasulmaupun
sesudahnya.
b) Hadits dan khabar: sebagian ulama hadits berpendapat bahwa khabar sebagai
suatu yang berasal atau disandarkan kepada selain nabi SAW., hadits sebagai
sesuatu yang berasal atau disandarkan pada Nabi SAW.
c) Hadits dan atsar: jumhur ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya dengan
khabar dan hadits. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa atsar sama
dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan pada Nabi SAW, sahabat dan
tabiin.[16]
B. KRITERIA AL-HADITS
1. Sanad
Kata “Sanad” menurut bahasa adalah “sandaran” atau sesuatu yang akan
dijadikan sandaran. Dikatakan demikian, karena hadist bersandar kepadanya.
Sedangkan menurut istilah, terdapat perbedaan rumusan pengertian. Al-Badru bin
Jama’ah dan Al-Thiby mengatakan bahwa : “Berita tentang jalan matan”.
Ada juga yang menyebutkan :“Silsilah para perawi yang menukilkan hadist
dari sumbernya yang pertama”.[17]
2. Matan
Kata “matan” atau “al-matn” menurut bahasa berarti Mairtafa’a min al-ardi
(tanah yang meninggi). Sedangkan menurut istilah ahli hadits adalah : “Perkataan
yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nai SAW. Yang disebutkan
sanadnya”.[19]
3. Rawi ( periwayat)
Kata “rawi” atau “al-rawi” berarti orang yang meriwayatkan atau
memberitakan hadits (naqil al-hadits). Sebenarnya antara sanad dan rawi itu
merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Sanad-sanad hadits pada tiap-
tiap tabaqahnya juga disebut rawi, jika yang dimaksud rawi adalah orang yang
meriwayatkan dan memindahkan hadits. Akan tetapi yang membedakan antara
sanad dan rawi adalah terletak pada pembukuan atau pentadwinan hadits. Orang
yang menerima hadits dan kemudian menghimpunnya dalam suatu kitab tadwin,
disebut dengan perawi. Dengan demikian, maka perawi dapat disebut mudawwin
(Orang yang membukan dan menghimpn hadits).
Dari berbagai pengertian tentang sanad, matan dan rawi dengan berbagai
urgensi yang berbeda-beda yang menunjukan begitu indah perbedaan pemikiran yang
menghiasi pengertian tentang sanad, matan dan rawi. Dengan ini kami menyimpulkan
bahwa yang dimaksud sanad adalah orang-orang yang meriwayatkan hadits atau yang
menyampaikan hadits pada matan. Matan adalah isi, materi atau lafadz hadits itu
sendiri sedangkan rawi adalah orang yang menghimpun dan membukukan hadits.[20]
PENUTUP
A. Kesimpulan
c) Khabar, Secara etimologis khabar berasal dari kata :khabar, yang berarti
‘berita’.Adapun secara terminologis, para ulama Hadits tidak sepakat
dalam menyikapi lafadz tersebut.sebagaimana mereka berpendapat adalah
sinonim dari kata hadits dan sebagian lagi tidak demikian. Karena Khabar
adalah berita, baik berita dari Nabi SAW, maupun dari sahabat atau berita
dari tabi’in.
d) Atsar, dari segi bahasa artinya bekas sesuatu atau sisa. Sesuatu dan berarti
pula nukilan (yang dinukilkan). Karena doa yang dinukilkan / berasal dari
Nabi SAW. Dinamakan doa maksur.
2 Kriteria al-haditsAdapun kriteria hadits dibagi menjadi tiga yaitu: sanat,
matan, rawi.
3 Kedudukan dan fungsi al- hadits Hadits Nabi SAW. Merupakan penafsiran
Al-Qur’an dalam praktek atau penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal.
Demikian ini mengingat bahwa pribadi Rasulullah merupakan perwujudan
dari Al-Qur’an yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran Islam yang
dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari.
B. Saran
Semoga makalah ini bisa menjadi khazanah pengetahuan bagi
pembaca dan penullis, dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kampus
bisa digunakan sebagai mana mestinya
DAFTAR PUSTAKA
Ichwan, Mohammad Nor, 2007. Studi Ilmu Hadis. Semarang; RaSAIL Media
Grup.
Khon, Abdul Majid, 2009. Ulumul Hadis. Jakarta; KDT
Solahuddin, M. Agus, 2008. Ulumul Hadis. Bandung; Pustaka Setia
Diktat Mata Kuliah Ulumul Hadist STAIL Hidayatullah Surabaya 2007.
http//:www.perbedaan-antara-sunnah-dengan-hadits.html
Diktat Mata Kuliah Ulumul Hadist STAIL Hidayatullah Surabaya 2007
Abdul Maid Khon, Ulumul Qur’an, hal. 11
Mahmud Yunus, Ilmu Mushthalah al-Hadits, Jakarta: Sa’diyah Putra, t.th., h. 21.
Https://Www.Academia.Edu/7350270/Hadits_Dan_Kedudukannya_Dalam_Syariat_Islam,
dikutip pada tanggal 25 November 2014
A. Qadir Hassan, Ilmu Mushthalah Hadits, Bandung : Diponogoro, 2007
Mudasir,ilmu hadis,(Bandung.CV Pustaka Setia)
Munzier Saputra,Ilmu Hadis,(Jakarta:PT RajaGrafindo,2002)
Abuddin Nata,AL-qur`an dan Hadis,(Jakarta:PT RajaGrafindo,2000)
Utang Ranuwijaya,Ilmu Hadis,( Jakarta: Gaya Media Pratama,1996)
Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,(Jakarta:Bulan Bintang).
Edi Syafri,Al-Imam Syafi’I : Metode Penyelesaian Hadis-Hadis Mukhtalif, (Padang: IAIN IB
Press, 1999)
Muhammad ma’shum Zein, H. Drs, Ulumul Hdits dan Mustholah hadits, Darul-Hikmah,
Jlopo Tebel Bareng Jombang Jatim, cet.1, 2008.