Anda di halaman 1dari 17

STUDY HADIST

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


“Study Hadist”
Dosen Pengampu:
M. ROYYAN NAFIS FATHUL WAHAB, M,Ag

Disusun Oleh Kelompok 1:

1. Nuril Azriyani (23203001)


2. Much. Fuzaini Nusantara (23203002)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa
menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Study Hadist”. Sholawat serta salam
semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW.
Semoga kita, orang tua kita, dosen-dosen dan orang terdekat kita mendapat syafaat
beliau di Yaumul Mahsyar kelak.
Adapun tujuan utama penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Study Hadist semester 1, dan judul makalah ini adalah “Study Hadist”
Kami ucapkan terima kasih kepada Bapak M. Royyan Nafis Fathul Wahab, M,Ag,
selaku dosen pengampu, dan kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penulisan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Kediri, 2 Septemeber 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur’an, hadits
meliputi sabda Nabi, perbuatan, dan taqrir (ketetapan) darinya.Sebagai sumber ajaran
Islam yang kedua hadits perlu mendapat pengkajian yang mendalam karena hadits
memiliki bebrapa fungsi tehadap al-Qur’an, salah satunya adalah melengkapi hukum
agama yang tidak diatur di dalam al-Qur’an.
Mempelajari dan mengkaji hadits harus secara secara mendalam dan menyeluruh
mencakup sisi periwayatan maupun kualitas dan kesahihan hadits. Mempelajari dan
mengkaji hadits ini merupakan kegiatan yang kopleks mengingat kodifikasi hadits
dilakuan dua abad setelah nabi hijrah, sehingga terdapat kemungkinan terjadi distorsi
terhadap hadits. Oleh karena itu penelitian terhadap hadits harus meneyeluruh dan serius,
agar diperoleh hadits yang berkualitas.
Hadits sebagai sumber ajaran Islam terntunya memiliki peran yang sangat
fundamental bagi kehidupan manusia terutama umat Islam. Baik pada zaman duhulu
ataupun di zaman yang modern seperti sekarang ini, hadits harus tetap dijadikan rujukan
atau pedoman dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang muncul dalam
kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian makalah ini menabhas tentang tujuan mengkaji dan
mempelajari hadist dan untuk menilai apakah secara historis sebuah hadist itu benar-
benar dapat dipertanggungjawabkan keshahihannya berasal dari nabi, atau tidak.
Sehingga memberikan kemudahan untuk bersikap terhadap hadits yang diterima ataupun
hadits yang tertolak. Hal tersebut sangat menentukanmengingat kadar kualitas hadist
kuat sekali hubungannya dengan dapat atau tidaknya suatu hadits dapat dijadikan sebagai
hujah agama.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hadits dan ilmu hadits?
2. Apa yang dimaksud dengan sunnah,khabar dan atsar?
3. Bagaimana urgensi hadits dan ilmu hadits?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mendekripsikan pengertian hadits dan ilmu hadits.
2. Untuk menjelaskan apa itu sunnah,khabar dan atsar.
3. Untuk menjelaskan urgensi hadits dan ilmu hadits.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits dan Ilmu Hadits


1. Pengetian Hadits
Menurut Ibnu Manzhur, kata hadits berasal dari bahasa Arab, yaitu al-hadits,
jamaknyaal-ahadits, al-haditsan, dan al-hudtsan. Secara etimologis, kata ini memiliki
banyak arti, di antaranya al-jadid (yang baru) lawan dari al-qadim (yang lama), dan
al-khabar, yang berarti kabar atau berita.
Selain itu bila kata hadist diperhadapkan pada etimologi (asal-usul kata),
lafaz ‫ ح<<دث‬dapat berarti al-kalam (pembicaraan), al waq’u (kejadian), Ibtada’a
(mengadakan), al-sabab (sebab), rawa (meriwayatkan) dan al-qadim (lawan dari
yang lama).
Dalam al-Qur’an kata hadits ini disebutkan sebanyak 23 kali.Berikut ini
beberapa contohnya.
a. Hadits sebagai komunikasi: risalah atau al-Qur’an. Allah SWT.
berfirman,Artinya: “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik
(yaitu) Al Quran yang serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar
karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian
menjadi tenang kulit dan hati mereka ketika mengingat Allah. Itulah
petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia memberi petunjuk kepada siapa yang
dikehendaki-Nya.dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak
ada seorangpun yang dapat memberi petunjuk.” (Q.S. Az-Zumar: 23).
b. Hadits sebagai kisah tentang suatu watak secular atau umum. Allah SWT.
berfirman, Artinya: “dan apabila kamu (Muhammad) melihat orang-orang
memperolok-olokkan ayat-ayat kami, maka tinggalkanlah mereka
sehingga mereka beralih ke pembicaraan lain. Dan jika syaitan benar-
benar menjadikan engkau lupa (akan larangan ini), setelah ingat kembali
janganlah engkau duduk bersama orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al
An’am: 68).
c. Hadits sebagai kisah historis. Allah SWT. berfirman, Artinya: “apakah
telah sampai kepadamu kisah Musa?.” (Q.S. Thaha:9).
d. Kisah kontemporer atau percakapan. Allah SWT. berfirman, Artinya: “dan
ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang
isterinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan
peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu
(pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad
memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan
menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala
(Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah)
lalu (Hafsah) bertanya: "Siapakah yang telah memberitahukan hal Ini
kepadamu?" Nabi menjawab: "Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah
yang Maha mengetahui lagi Maha Mengenal."” (Q.S. At-Tahrim: 3).
Dari ayat-ayat tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa kata hadits telah
digunakan dalam al-Qur’an dalam arti kisah, komunikasi atau risalah baik religion
ataupun sekuler, dari suatu masa lampau atau masa kini.
Secara terminologis pengertian hadist berbeda-beda menurut para ulama,
baik muhaditsin, ulama ushul, ataupun fuqaha.Ulama Hadits mendefinisikan hadits
adalah segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi SAW., baik berupa sabda,
perbuatan, taqrir, sifat-sifat atau hal ihwal Nabi,
Menurut ahli ushul fiqh, pengertian hadits adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW., selain al-Qur’an, baik berupa perkataan, perbuatan,
amupun taqrir Nabi yang bersangkut-paut dengan hukum syara’. Sedangkan menurut
para fuqaha hadits adalah segala sesuatu yang ditetapkan Nabi SAW.yang tidak
bersangkut paut dengan masalah fardhu atau wajib.
Perbedaan pandangan tersebut lebih disebabkan oleh terbatas dan luasnya
objek tinjauan masing-masing, yang tentu saja megandung kecenderungan pada
aliran ilmu yang di dalaminya.Perbedaan tersebut memunculkan dua pengertian
hadits, yaitu secara khusus atau terbatas dan secara umum atau luas.
Penegertian hadits secara terbatas, sebagaimana dikemukakan oleh Jumhur
al-Muhaditsin adalah “sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi SAW.baik berupa
perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan sebagainya.”
Dengan demikian, menurut ulama hadits, esensi hadits adalah segala berita
yang berkenaan dengan sabda, perbuatan, taqrir, dan hal ikhwal Nabi Muhammad
SAW.Yang dimaksdud dengan hal ikhwal di sini adalah segala sifat dan keadaan
Nabi SAW.
Adapun pengertian hadits secara luas, sebagaimana diungkapkan oleh
Muhammad Mahfudz At-Tirmidzi, adalah “sesungguhnya hadits bukan hanya yang
dimarfukkan kepada Nabi Muhammad SAW., melainkan dapat pula disebutkan pada
yang mauquf (dinisbatkan kepada perkataan dan sebagainya dari sahabat) dan
maqthu’ (dinisbatkan pada perkataan dan sebagainya dari tabiin).”
Perbedaan ini didasari bahwa para ulama memaknai hadits berbeda dalam
melihat sasaran hadits tersebut. Istilah sunnah, khabar, dan atsar sering disebut
sebagai pengganti istilah hadits. Dari sudut terminologi, para ahli tidak membedakan
antara hadits dan sunnah. Menurut mereka, hadits atau sunnah adalah hal-hal yang
berasal dari Nabi SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, penetapan maupun sifat
beliau, dan sifat ini, baik berupa sifat-sifat fisik, moral maupun perilaku, sebelum
beliau menjadi nabi maupun sesudahnya.
Selain disinonimkan dengan Sunnah, Hadits juga disinonimkan dengan
khabar.Khabar menurut lughah adalah al-naba’ (berita).Kalangan Muhaditsin
menilai antara khabar dengan hadits adalah sinonim. Pendapat lain membedakan
istilah keduanya, yakni hadis adalah apa yang datang dari Nabi SAW.
Menurut istilah khabar adalah segala sesuatu yang disandarkan atau berasal
dari Nabi SAW., atau yang selain dari nabi SAW. Maksudnya bahwa khabar itu
cakupannya lebih luas dibandingkan dengan hadits.Khabar mencakup segala sesuatu
yang berasal dari nabi Muhammad SAW.dan selain Nabi, seperti perkataan sahabat
dan tabiin, sedangkan hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
SAW., baik perkataan, perbuatan, maupun taqrir (ketetapan) beliau.
Adapun kata atsar secara bahasa berarti bekas atau sisa sesuatu, tetapi secara
istilah kata atsar ada yang menyamakan dengan istilah hadits dan adapula yang
berpendapat bahwa kata atsar adalah khusus yang disandarkan kepada selain Nabi
SAW (sahabat dan tabi’in).
Dari pengertian mengenai hadits, sunnah, khabar, dan atsar di atas, menurut
jumhur ulama ahli hadits, dapat dipergunakan untuk maksud yang sama, yaitu
bahwa hadits disebut juga dengan sunnah, khabar, atau atsar. Begitu pula sunnah
dapat disebut dengan hadits, khabar, atau atsar. Oleh karena itu, hadits mutawatir
dapat juga disebut dengan sunnahmutawatir atau khabar mutawatir. Begitu juga,
hadits sahih dapat disebut dengan sunnah sahih, khabar sahih, atau atsar sahih.
Sedangkan bentuk-bentuk hadits itu antara lain:
a. Hadits Qauli Adalah segala bentuk perkataan atau ucapan yang disandarkan
kepada Nabi SAW. Dengan kata lain, hadits qauli adalah hadits berupa
perkataan Nabi SAW. yang berisi berbagai tuntutan dan petunjuk syara’,
peristiwa, dan kisah, baik yang berkaitan dengan aspek aqidah, syariat,
maupun akhlak.
b. Hadits Fi’li Adalah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi
SAW.Dalam hadits tersebut terdapat berita tentang perbuatan Nabi SAW.yang
menjadi anutan perilaku para sahabat pada saat itu, dan menjadi keharusan
bagi semua umat Islam untuk mengikutinya.
c. Hadits Taqriri Adalah hadits berupa ketetapan Nabi SAW.terhadap apa yang
datang atau dilakukan oleh para sahabatnya. Nabi SAW. membiarkan atau
mendiamkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabatnya, tanpa
memberikan penegasan, apakah beliau membenarkan atau
mempersalahkannya. Sikap Nabi yang demikian inidijadikan dasar oleh para
sahabat sebagai dalil taqriri, yang dapat dijadikan hujah atau mempunyai
kekuatan hokum untuk menetapkan suatu kepastian syara’.
d. Hadits Hammi Adalah hadits yang berupa keinginan atau hasrat Nabi
SAW.yang belum terealisasikan, seperti halnya hasrat berpuasa tanggal 9
‘asyura. Nabi belum sempat merealisasikan hasratnya ini karena beliau wafat
sebelum datang bulan ‘asyura tahun berikutnya.Menurut para ulama, seperti
Asy-Syafi’i dan para pengikutnya, menjalankan hadits hammi disunahkan,
sebagaimana menjalankan sunah-sunah lainnya.
e. Hadits Ahwali Adalah hadits yang berupa hal ikhwal Nabi SAW.yang tidak
termasuk kedalam keempat kategori bentuk hadits di atas. Hadits yang
termasu kategori ini adalah hadits-hadits yang menyangkut sifat-sifat dan
kepribadian, serta keadaan fisik Nabi SAW.
2. Pengertian Ilmu Hadits
Ilmu hadits (‘ulum al-hadits), secara kebahasaan berarti ilmu-ilmu tentang
hadits.Kata ‘ulum adalah bentuk jamak dari kata ‘ilm (ilmu).
Secara etimologis, seperti yang diungkapkan oleh As-Suyuthi, ilmu hadits
adalah ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadits sampai
kepada Nabi SAW.dari segi hal ihwal para rawinya, yang menyangkut kedhabitan
dan ke adilannya dan dari bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya.
Secara garis besar, ulama hadits mengelompokkan ilmu hadits tersebut ke
dalam dua bidang pokok, yakni ilmu haditsriwayah dan ilmu haditsdirayah.
a. Ilmu hadits riwayah. Kata riwayah artinya periwayatan atau cerita. Ilmu hadits
riwayah, menurut bahasa, berarti ilmu hadits yang berupa periwayatan.
Menurut ‘Itr secara istilah adalah ilmu yang membahas ucapan, perbuatan,
ketetapan, dan sifat-sifat Nabi SAW., periwayatannya, dan penelitian lafaz-
lafaznya.
b. Ilmu hadits dirayah. Ilmu ini dikenal juga dengan sebutan ilmuushulal-hadits,
‘ulum al-hadits, musththalah al-hadits, dan qawa’id al-hadits.
Definisi yang paling baik, seperti yang diungkapkan oleh ‘Izzuddin bin
Jama’ah, yaitu, ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat
diketahui keadaan sanad dan matan.
Dari pengertian tersebut, kita bisa mengetahui bahwa ilmu hadits dirayah
adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah untuk mengetahuai hal ihwalsanad,
matan, cara menerima dan menyampaikan hadits, dan sifat rawi.

B. Pengertian Sunnah
Menurut bahasa, As-Sunnah berarti „perjalanan‟, dalam konteks baik ataupun
buruk.Dalam prakteknya, sunnah merupakan tafsir al-Qur‟an dan suri tauladan bagi umat
Islam. Sementara, Nabi saw, adalah penafsir al- qur‟an dan Islam berdasarkan yang
dilakukannya.
Adapun berkenaan dengan definisi sunnah menurut ahli syara‟, para ulama
berbeda pendapat. Mereka berbeda-beda dalam memberikan definisi, hal ini disebabkan
oleh perbedaan tujuan ilmu yang menjadi objek pembahasannya. Sunnah menurut istilah
(terminologi) Ahli-ahli Hadits misalnya, menurut mereka sunnah adalah sabda,
pekerjaan, ketetapan, sifat (watak budi atau jasmani); atau tingkah laku Nabi Muhammad
Saw, baik sebelum menjadi Nabi atau sesudahnya. Dengan arti ini, menurut mayoritas
ulama, sunnah sinonim dengan hadits, sekalipun sebagian dari mereka membedakan
antara keduanya.
Sunnah menurut Ahli-ahli Usul Fiqih, adalah sabda Nabi Muhammad yang bukan
berasal dari al-Qur‟an, pekerjaan, atau ketetapannya. Sementara menurut para ahli Fiqih
(fuqaha), sunnah adalah hal-hal yang berasal dari Nabi Muhammad Saw baik ucapan
maupun pekerjaan, tetapi hal itu tidak wajib dikerjakan. Arti sunnah tersebut di atas telah
disepakati oleh para ulama, baik dari ahli-ahli bahasa, usul fiqih, fiqih maupun hadits.
Sedang ulama yang bergelut di bidang dakwah mendefinisikan sunnah yakni
dengan apa saja yang bukan bid’ah. Hal ini dikarenakan perhatikan mereka tertuju
kepada apa saja yang menjadi perintah dan larangan syara‟.
Selain itu, kaum orientalis juga memberikan definisi terhadap sunnah. Di antara
mereka ada yang berpendapat bahwa sunnah adalah istilah animisme. Ada juga yang
berpendapat bahwa sunnah berarti “masalah ideal dalam suatu masyarakat”. Ada juga
yang berpendapat bahwa periode-periode pertama sunnah berarti “kebiasaan” atau “hal
yang menjadi tradisi masyarakat”, kemudian pada periode-periode belakangan
pengertian sunnah terbatas pada “perbuatan Nabi saw”.
Terlepas dari beberapa definisi tersebut, Sunnah pada dasarnya sama dengan
hadits, namun dapat dibedakan dalam pemaknaannya, seperti yang diungkapkan oleh M.
M. Azami bahwa sunnah berarti model kehidupan Nabi saw., sedangkan hadits adalah
periwayatan dari model kehidupan Nabi saw, tersebut.7

C. Pengertian Khabar
Khabar menurut bahasa serupa dengan makna hadits, yakni segala berita
yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Sedang pengertian khabar
menurut istilah, antara satu ulama dengan ulama lainnya berbeda pendapat.
Menurut ulama ahli hadits sama artinya dengan hadis, keduanya dapat dipakai
untuk sesuatu marfu'. Mauquf, dan maqthu', mencakup segala yang datang dari
Nabi SAW., sahabat dan tabi'in, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.
Ulama lain mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang selain
dari Nabi SAW., sedang yang datang dari Nabi SAW. disebut hadis. Ada juga
yang mengatakan bahwa hadis lebih umumdan lebih luas daripada khabar, srhingga
tiap hadis dapat dikatakan khabar, tetapi tidak setiap khabar dikatakan hadis.
Hadits marfu’, hadits mauquf dan hadits maqthu’ bisa disebut dengan
khabar. Dan oleh karena itu pula ada yang berpendapat bahwa khabar adalah
segala bentuk berita (warta) yang diterima bukan dari nabi SAW saja. Contoh hadits
yang berbunyi :
"Islam itu mulanya asing dan akan kembali asing seperti semula. Maka
beruntunglah bagi orang-orang yang asing”

D. Pengertian ATSAR
Al-atsar dalam bahasa artinya adalah sisa (‫)َبِقّي ُة الَّش ئ‬, sedangkan menurut
pengertian istilah, para ahli berbeda-beda sesuai dengan latar belakang disiplin ilmu
mereka masing-masing, diantaranya adalah:
1. Jumhur berpendapat bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW, sahabat, dan tabi’in.
2. menurut ulama lain, seperti ulama Kharasan atsar untuk hadits mauquf dan
khabar untuk hadits marfu.
3. ahli hadits lain mengatakan tidak sama, yaitu khabar, berasal dari nabi, sedangkan
atsar sesuatu yang di sandarkan hanya kepada sahabat dan tabi’in, baik perbuatan
maupun perkataan.
Empat pengertian tentang hadits, sunnah, khabar, dan atsar sebagaimana
diuraikan di atas, menurut Jumhur ulama hadits juga dapat dipergunakan untuk maksud
yang sama, yaitu bahwa hadits disebut juga dengan sunnah, khabar atau atsar. Begitu
juga sunnah bisa disebut dengan hadits, khabar, atsar. Maka hadits mutawatir disebut
juga sunnah mutawatir, begitu juga hadits shahih dapat juga disebut dengan sunnah
shahih, khabar shahih dan atsar shahih.
Dari beberapa uraian tentang hadits diatas dapatlah ditarik bahwa, baik Hadits,
Sunnah, Khabar dan Atsar sebagaimana yang telah diuraikan, maka pada dasarnya
kesemuanya memiliki persamaan maksud, yaitu untuk menunjukkan segala sesuatu yang
datang dari Nabi SAW,baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrirnya.
Sebagian ulama mengatakan bahwa atsar lebih umum dari pada khabar, yaitu
atsar berlaku bagi segala sesuatu dari Nabi maupun yang selsain dari Nabi SAW,
sedangkan khabar khusus bagi segala sesuatu dari Nabi SAW saja.
Para fuqoha’ memakai istilah “atsar” untuk perkataan-perkataan ulama’ salaf, sahabat ,
tabi’in, dan lain-lain.

‫ماأضيف الى الصحابة و التابعين من أقوال و أفعال‬


Artinya :
Perkataan dan perbuatan yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’in.
Contohnya perkataan tabi’in , Ubaidillah Ibn Abdillah IBN Utbah ibn Mas’ud:

)‫السنة ان يكبر االمام الفطر و يوم االضحى حين يجلس على المنبر قبل الخطبة تسع تكبيرات (رواه البيهقى‬
Artinya:
Menurut sunnah hendaklah imam bertakbir pada hari raya fitri dan adha sebannyak
sembilan kali ketilka duduk di atas mimbar sebelum berkhutbah (HR. Baihaqi)

E. Perbedaan Hadits Dengan Sunnah,Khabar Dan Atsar


Dari keempat tema tersebut dapat ditarik bahwa tema tersebut sangat berguna
sebagai ilmu tambahan bagi masyarakat Islam untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
dan menentukan kulitas dan kuwantitas Hadits, sunnah, Khabar dan Atsar.
Para ulama juga membedakan antara hadits, sunnah, khabar dan atsar sebagai berikut:
1. Hadits dan sunnah:
Hadits terbatas pada perkataan, perbuatan, takrir yang bersumber pada Nabi SAW,
sedangkan sunnah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan,
perbuatan, takrir, tabiat, budi pekerti atau perjalanan hidupnya, baik sebelum di
angkat menjadi rasulmaupun sesudahnya.
2. Hadits dan khabar:
Sebagian ulama hadits berpendapat bahwa khabar sebagai suatu yang berasal atau
disandarkan kepada selain nabi SAW., hadits sebagai sesuatu yang berasal atau
disandarkan pada Nabi SAW.
3. Hadits dan atsar:
Jumhur ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya dengan khabar dan hadits. Ada
juga ulama yang berpendapat bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang
disandarkan pada Nabi SAW, sahabat dan tabiin.

F. Urgensi Atau Pentingnya Mempelajari Hadits Dan Ilmu Hadits


Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan
dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama
Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan
Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah
Al-Qur'an[3]. Hadits (sunnah) merupakan sumber bagi ajaran Islam. Karena ia
merupakan salah satu pokok syari’at, yakni sebagai sumber syari’at Islam yang kedua
setelah al-quran. Tadwin hadits sebagai proses periwayatan telah selesai pada abad III
hijriah. Pentingnya menggunakan kaidah atau criteria yang digunakan para Muhaditsin
dalam menyeleksi Hadits. Kaidah tersebut tersusun secara berkemabang pada ilmu
Hadits dirayah, baik yang berkaitan dengan rawi, sanad, maupun matan. Karena dengan
memahami teori atau kaidah tersebut, bukan saja kita tahu bagaimana para Muhadits
dari kalangan mutaqaddimin menyeleksi Hadits, dan siapapun dapat melanjutkan
pengkajian kualitas Hadits dengan menggunakan kaidah-kaidah yang tersusun dan
petunjuk dari hasil karya muhaditsin terdahulu.
G. Ruang Lingkup Pembahasan Hadits Dan Ilmu Hadits
Hadits dapat di artikan sebagai perkataan (aqwal), perbuatan (af’al), pernyataan
(taqrir) dan sifat, keadaan, himmah dan lain-lain yang diidhafatkan kepada Nabi SAW.
Salah satu ruang lingkup atau objek pembahasan Hadits adalah al-ihwal hadits dalam
criteria qauliyah, fi’liyah, taqririyah, kauniyah dan hamiyah Nabi itu sendiri.

Pada periwayatan Hadits harus terdapat empat unsur yakni:


1. Rawi ialah subjek periwayatan, rawi atau yang meriwayatkan Hadits.
2. Sanad atau thariq ialah jalan menghubungkan matan Hadits kepada Nabi Muhammad
SAW. Sanad ialah sandaran hadits, yakni referensi atau sumber yang
memberitahukan Hadits, yakni rangkaian para rawi keseluruhan yang meriwayatkan
Hadits.
3. Matan adalah materi berita, yakni lafazh (teks) Haditsnya, berupa perkataan,
perbuatan atau taqrir, baik yang diidhafahkan kepada Nabi SAW, sahabat atau tabi’in,
yang letaknya suatu Hadits pada penghujung sanad.
4. Rijalul Hadits ialah tokoh-tokoh terkemuka periwayat hadits yang di akui ke
absahannya dalam bidang hadits. Dengan demikian untuk mengetahui seseorang di
sebut sebagai rijalul hadits ditentukan oleh ilmu rijalul hadits.
Ruang lingkup pembahasan mengenai Hadits harus juga sampai pada penelaahan
mengenai aspek-aspek dari materi isi kandungan tersebut. Adapun ruang lingkup
pembahasan ilmu Hadits atau ilmu musthalah Hadits pada garis besarnya meliputi ilmu
Hadits Riwayah dan ilmu Hadits Dirayah. Manfaat mempelajari ilmu Hadits Riwayah ini
ialah untuk menghindari adanya kemungkinan salah kutip terhadap apa yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun obyek ilmu Hadits Dirayah terutama ilmu
musthalah yang khas, ialah meneliti kelakuan para perawi, keadaan sanad dan keadaan
marwi (matan)-nya.
Manfaat atau tujuan Ilmu Hadits ini adalah untuk menetapkan maqbul (dapat
diterima) dan mardud (ditolak)nya suatu hadits, dan selanjutnya yang maqbul untuk
diamalkan, dan yang mardud ditinggalkan.
Ruang lingkup ilmu Hadits ini yang dikaitkan dengan aspek rawi, matan dan
sanad pada Hadits, dari jenis-jenis ilmu Hadits yang banyak itu digolongkan kepada ilmu
Hadits yang berkaitan dengan rawi atau sanad, yang berkaitan dengan matan, dan yang
berkaitan dengan ketiganya (rawi, sanad, dan matan).
Cabang ilmu Hadits dari segi rawi dan sanad, antara lain: ilmu Rijal al-Hadits,
ilmu Thahaqah al-Ruwat, dan ilmu Jarh wa al-Ta’dil. Adapun cabang ilmu hadits dari
segi matan, antara lain ilmu gharib al-Hadits, ilmu Asbab Wurud al-Hadits, ilmu Nasikh
mansukh, ilmu Talfiqal al-hadits, ilmu fan al-mubhamat, dan ilmu tashhif wa al-tahrif.
SEJARAH PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN HADIS

PERIODE PRA Hadis Pada Masa Rasul


KODIFIKASI

Rasul melarang penulisan


hadis(umum) karena khawatir akan
kesalahan dan memerintahkan
(khusus) untuk beberapa sahabat.

Hadis Pada Masa Sahabat dan


SEJARAH Tabi’in
PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN
 Sahabat
HADIS meperiwayatan
berkembang,membatasi dan
menyedikitkan riwayat.

 Tabi'in
mencari dan menghafal hadis
serta menyebarkannya.

PERIODE Masa Ulama Mutaqaddimin


 pembukuan khalifah 'Umar
KODIFIKASI
bin Abd al-Aziz
 berkembangnya ilmu kritik
para perawi hadis
Penataan Pembukuan Hadis  masa mentashihkan hadis
 mengklasifikasikan hadis-
hadis yang sejenis
kandungannya,jenis,sifat-sifat
Masa Ulama Mutaakhirin
isinya
 dihafal dan diselidiki
 menguraikan dengan luas
sanadnya oleh ulama
meringkas
 gelar keahlian ilmu hadith
 kitab-kitab hadis
 penyusunan kitab hadis
 menyusun kamus-kamus hadis
melalui kepustakaan dari kitab
sebelumnya
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah “Seluruh perkataan, perbuatan,
dan hal ihwal tentang Nabi Muhammad SAW”, sedangkan menurut yang lainnya
adalah “Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan,
perbuataan, maupun ketetapannya.”
Khabar menurut bahasa adalah “Semua berita yang disampaikan oleh
seseorang kepada orang lain.” Menurut ahli hadits, khabar sama dengan hadits.
Keduanya dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu’, mauquf, dan maqthu’, dan
mencakup segala sesuatu yang datang dari Nabi, sahabat, dan tabi’in. Adapun
atsar berdasarkan bahasa sama pula dengan khabar, hadits, dan sunnah.

Dari pengertian menurut istilah, terjadi perbedaan pendapat di antara ulama.


“Jumhur ahli hadits mengatakan bahwa Atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat, dan tabi’in. Sedangkan menurut ulama
Khurasan, bahwa Atsar untuk yang mauquf dan khabar untuk yang marfu.
B. Saran
Dalam makalah ini masih banyak kekurangan, pembaca diharapkan lebih
banyak membaca buku-buku tentang Pengertian Hadits, Khobar, dan Atsar,
sehingga lebih banyak menambah ilmu dan wawasan tentang pengertian tersebut,
Kritik dan saran juga kami harapkan dari pembaca, untuk membuat
makalah-makalah selanjutnya agar lebih baik lagi.
Daftar Pustaka

Adnan Qahar,Ilmu Ushul Hadits terj. Al-Manhalu Al-Lathiifu fiUshuli Al-Hadisi Al-
syarifi karya Prof.Dr.Muhammad Alawi Al-Maliki,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012).
http://islamic.net63.net/pendahuluan/pengertian_hadits.htm, September27, 2012.
M. Agus Solahudin dkk, Ulumul Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2008).
Muhammad Ajaj Al-Khatib, Hadits Nabi Sebelum dibukukan,(Jakarta: Gema Insani
Press, 1999).
Muhammad Mustafa Azami, Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, (Pejaten Barat:
Pustaka Firdaus, 2009).
Suparta, Drs. Munzier, ILmu Hadis, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002.
Suryadilaga, Dr. M Alfatih, dkk, Ulumul Hadis. Yogyakarta: Teras, 2010.
Yusuf Qardhawi, Studi Kritis As-Sunnah, Penj. Bahrun Abubakar, (Bandung: Trigenda
Karya, 1995).

Anda mungkin juga menyukai