Tugas ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Hadits
Dosen Pengampu: H. Syamsuri.L.C.M.Pd.I.
Disusun Oleh:
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan
lancar tanpa ada hambatan sedikit pun. Shalawat dan salam kami panjatkan kepada
Nabi Muhammad ﷺ, nabi akhir zaman yang telah membawa perubahan dari
zaman kebodohan ke zaman kejayaan. Semoga kita tergolong menjadi ummat beliau
dan mendapatkan pertolongannya kelak di hari akhir.
Dan tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah mendukung kami dalam segala aspek dari kami memulai mengerjakan sampai
menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu. Kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini, kami harap saran dan kritiknya anda
sekalian guna menyempurnakan segala kekurangan yang ada dalam makalah ini.
Brebes, 10 Oktober
2023
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................I
DAFTARA ISI..............................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................2
A. Pengertian Sanad…………………………………………….............………..2
B. Pengertian Matan……………………………….............……………………..4
C. Pengertian Rawi………………………………....................................……….4
D. Pengertian Riwayat, Takhrij dan Mukharij.......................................................5
E. Syarat-syara seorang Perawi…................……………………………………..7
A. Kesimpulan……………………………………......…………………………13
B. Saran…………………………………………......…………………………..14
DAFTAR PUSTAKA……………………………….……………………………….15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits adalah pedoman hidup umat Islam setelah Al-Qur’an. Segala sesuatu
yang tidak disebutkan atau dijelaskan dalam Al-Qur’an baik dari segi ketentuan
hukumnya, cara mengamalkannya,dan petunjuk dalilnya, maka semua itu dijelaskan
dalam hadits Rasulullah SAW. Intinya, hadits adalah penjelas dari Al-Qur;an. Al-
Qur’an dan hadits adalah dua hal yang tidak dapat terpisahkan. Oleh karena itu, dapat
dipahami betapa pentingnya hadits sebagai petunjuk untuk kehidupan umat Islam.
Dalam makalah ini akan di bahas mengenai sanad, matan, rawi dan mukharij,
syarat-syarat perowi dan bentuk-bentuk transformasi hadits. Semoga dengan adanya
makalah ini kita bisa lebih mengetahui secara mendalam tentang hadits beserta isinya.
Amin…..
B. Rumusan Masalah
Sanad menurut bahasa berarti sandaran, tempat kita bersandar. Sanad secara
bahasa dapat diartikan pula al-mu`tamad دCC( )المعتم, yaitu yang di perpegangi
(yang kuat) / yang bias di jadikan pegangan atau dapat juga di artikan :
Menurut istilah ahli hadits sanad ialah jalan yang menyampaikan kepada
matan hadits.
" اي سلسله الرواة الذين نقلواا المتن من مصدره االول,طرىق المتن ”هو
Sanad adalah jalannya matan , yaitu silsilah para perawi yang memindahkan
(meriwayatkan) matan dari sumbernya yang pertama.(Ajjaj Al-Khatib,t.t.:32)
(Hasbi As-Shiddiqi,1985,43).
Atau:
2. Pengertian Matan
4
Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits (Jakarta, Raja Grafindo Persada,1997) halaman 3
5
Ibnu Hamzah al-Husin al Hanafi al Damisyqi, ilmu hadis, (Surabaya: Kalam Mulia, tt hal. V)
6
Munzier Suparta, op. cit. halaman 131. H. Muddasir, op. cit. halaman 146
4
Matan menurut bahasa adalah punggung jalan (muka jalan), tanah yang keras
dan tinggi ” ” ما صلب و ارتفع من االرض. Kata matan dalam ilmu hadits ialah penghujung
sanad, ada juga yang mengatakan materi atau lafal hadits itu sendiri. Sedangkan
menurut ath-Thibi mendefinisikannya dengan:
(Ajjaj Al-Khatib,t.t.:31)
3. Pengertian Rawi
Rawi adalah seorang yang mengutip hadis sekaligus dengan isnadnya, dia bisa
laki-laki maupun perempuan.7Rawi menurut bahasa adalah orang yang meriwayatkan
hadits atau memberitakan hadits.8 Menurut Maslani dan Ratu Suntiah (Ikhtisar
Ulumul Hadits:16) bahwa sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang tidak dapat
dipisahkan. Sana-sanad pada tiap Thobaqoh-nya, juga disebut rawi, jika yang
dimaksud dengan rawi adalah orang yang meriwayatkan dan memindahkan hadits.
Akan tetapi yang membedakan antara rawi dan sanad terletak pada pembukuan atau
pentadwinan hadits.9
Menurut A.Hasyim yang dikutip Maslani dan Ratu Suntiah (Ikhtisar Ulumul
Hadits:17), rawi ialah orang yang menyampaikan dan menuliskan dalam suatu kitab
apa-apa yang telah didengar dari seorang gurunya (A.Hasyim, 2004:120)
“Rawi adalah orang yang menerima hadits dan menyampaikannya dengan salah
satu bahasa penyampayanya .”10
7
Al- kifayah 97
8
Tadrib ar-Rawi, halaman 11; bagian rawi halaman 197
9
Ulumul Hadis, halaman 108-109
10
Al-Manhaj al-Hadits bagian rawi hlm.5
5
Jadi rawi itu ialah orang yang menukil, memindahkan atau menuliskan hadits
dengan sanadnya baik itu laki-laki maupun perempuan. Atau orang yang telah
menyampaikan atau menuliskan hadits dalam suatu kitab. Menurut ilmu hadits Rawi
adalah “orang yang meriwayatkan hadits”. Salah satu cabang dari penelitian hadits
adalah penelitian terhadap rawi hadits. Baik menyangkut sisi positif maupun sisi
negatif perawi. Ilmu ini dikenal dengan istilah ilmu Jarh dan Ta’dil. Ilmu ini
membahas tentang kondisi perawi, apakah dapat dipercaya, handal, jujur, adil, dan
tergas atau sebaliknya.
a. Mengambil sesuatu hadits dari suatu kitab, lalu mencari sanad yang lain dari
sanad penyusunnya kitab itu. Orang yang mengerjakan hal ini, dinamakan
mukharij dan mustakhrij.
b. Menerangkan perawi dan derajat hadis yang tidak diterangkan.12
11
Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah Pengantar Studi Hadits, (Semarang, Pustaka Rizki
Putra, 2009) halaman 37
12
Nuruddin, Ulumul Hadits, (Bandung, Rosdakarya, 1994) halaman 191
6
Rawi dan Mukhrij adalah bagian yang tak terpisahkan dari bangunan sebuah
hadits. Mukharij maksudnya ialah “Orang yang mentakhrij hadits dan
mengumpulkannya pada satu kitab hadits” Misalnya, Imam Bukhari, Imam Muslim,
dan yang lainnya. Ada juga yang mengatakan Mukhorij adalah orang yang
menyebutkan perawi hadits. Contoh sebuah hadits:
ه والCC ال سهم فى االسالم لمن ال صالة ل: قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم:عن ابى هريرة رضي هللا عنه قال
) (رواه البزار و اخرج الحاكم عن عا ئشة رضي هللا عنها.صالة لمن ال وضوء له
“Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw besabda,” Tiada bagian dalam islam
bagi orang yang tidak mengerjakan shalat dan tiada shalat bagi orang yang tidak
berwudhu.” ( HR. Bazzar dikeluarkan oleh imam Hakim dari Aisyah ra.)”13
اعةCة اال علي سCل الجنCر اهC ليس يتحس:لمCه و سCلي هللا عليCول هللا صC قال رس:عن معاذ بن جبل رضي هللا قال
)حيحCC (اخرجه الطبرانى و البيهقي رواه احمد و ابن حبان و الحاكم باسناد ص.مرت بهم لم يذكروا هللا تعالى فيها
“Dari Muadz bin Jabal ra. Rasulullah saw bersabda,” Ahli surga tidak akan menyesali
apapun (segala sesuatu di dunia) kecuali atas waktu yang mereka lalui tanpa
dzikrullah didalamnya.” (dikelurkan oleh Thabrani dan Baihaqi diriwayatkan oleh
Ahmad, Ibnu Hibban,dan Hakim dengan sanad yang shaih).”14
Jarh dan Ta’dil sebenarnya berasal dari ilmu rijalul hadits. Mustafa Al-Saba’i
memasukkan ilmu ini sebagai salah satu ilmu yang paling berharga dalam “Ulum Al
Hadits”. Melalui ilmu ini kajian dan penelanjangan terhadap rawi hadits akan terjadi
kredibilitas, perawi hadits akan terukur dengan jelas. Mengingat ilmu ini sangat
penting, siapapun yang menggeluti hadits ia harus mempelajarinya. Karena ilmu ini
13
Syekhul Hadits Maulana Muhammad Zakariyya al-Khandhalawi,Fadhail Amal, (Jakarta, Pustaka
Nabawi,2003), halaman 227
14
Syekhul Hadits Maulana Muhammad Zakariyya al-Khandhalawi,Fadhail Amal, (Jakarta, Pustaka
Nabawi,2003), halaman 337
7
menjadi penentu hadits, apakah termasuk shohih atau tidak, layak dijadikan sumber
hukum atau tidak.
‘
Adl menurut pendapat ulama ialah suatu tenaga jiwa (malakah) yang
mendorong kita tetap berlaku taqwa dan memelihara muru ’ah. Orang yang seperti ini
dinamakan adil. Muru’ah ialah membersihkan dari segala macam perangai yang
kurang baik seperti buang air besar ditengah jalan. Menurut ulama hadits’ adl ialah:
"Tampak suatu sifat pada perawi yang merusakkan keadilannya, hafalannya, karena
gugurlah riwayatnya atau dipandang lemah." (Ajaj al-Khatib, 1986:260). Sebagian
ulama hadits mengatakan:
الجرح عند المحدثين الطعن فى راوى الحديث بما يسلب او يخل بعدا لته او ضبطه
“Menunjukkan sifat-sifat cela rawi sehingga mengangkat atau mencacatkan adil dan
kedhabitannya”.16
Dusta
Tertuduh dusta
Fusuq (melanggar perintah)
Jahalah atau tidak terkenal
Menganut bid’ah
Terlalu lengah
Banyak keliru (salah)
Menyalahi orang-orang yang terpercaya
Banyak berprasangka
Tidak baik hafalannya
Berakal cakap, adil dan islam adalah syarat-syarat yang mutlak harus dipenuhi
oleh rawi agar riwayatnya dapat diterima. Syu ’bah bin al-Hajjaj mengatakan bahwa
ada dua syarat yang harus dipenuhi oleh seorang perawi bila haditsnya ingin diterima
yakni cakap atau cermat dan adil. Mengenai persyaratan harus islam dan berakal
keduanya sudah persyaratan yang berlaku mutlak.17 Menurut ulama hadis syarat yang
harus ada pada seorang rawi bukan hanya saja berakal tetapi baligh pun harus
terdapat paa seorang perawi.18
Yang dimaksud dengan seorang rawi yang cermat adalah dia yang
mendengarkan riwayat sebagaimana mestinya, mampu memahaminya dengan cermat
dan saksama, menghafalnya dengan sempurna, hingga tidak menimbulkan keraguan,
mempertahankan semuanya secara utuh mulai saat mendengar sampai waktu
menyampaikannya.19
Seorang rawi yang adil harus memiliki karakteristik moral baik, muslim, telah
baligh, berakal sehat, terbebas dari kefasikan dan hal – hal yang menyebabkan harga
dirinya jatuh dan ia meriwayatkan hadits dalam keadaan sadar.Maka dari itu rawi di
tuntut mengetahui atau menguasai isi kitabnya. Jika meriwayatkan haditsnya dari
kitab dan juga ia harus mengetahui hal – hal yang dapat menggangu makna hadits
yang diriwayatkan. Perawi yang adil ialah yang bersikap konsisten dan berkomitmen
tinggi terhadap urusan agama, yang bebas dari setiap kefasikan dan dari hal-hal yang
dapat merusak kepribadian.20 Al-Khatib al-Baghdadi memberikan definisi tentang
17
Lihat Ihya Ulumuddin (Afat AL-Lisan), 3: 148-150; Riyadh ash-Shalihin, 374-375; ar- Rafu wa at-
Takmil karya al-Kunawi dengan catatan kakinya halaman 9-11dan at-tadrib halaman 520
18
Marifah Ulum al-Hadis lil Hukmi halaman62.
19
Kifayah hlm. 54. Pada bab yang menerangkan tentang keabsahan mendengar hadis bagi anak kecil.
20
At-tadrib 110.
9
adil sebagai berikut: “Adil adalah yang tahu melaksanakan kewajibannya dan segala
yang diperintahkan kepadanya, dapat menjaga diri dari larangan-larangan, menjauhi
dari kejahatan, mengutamakan kebenaran dan kewajiban dalam dalam segala
tindakan dan pergaulannya, serta menjaga perkataan yang bisa merugikan agama dan
merusak kepribadian. Barang siapa dapat mempertahankan sifat-sifat tersebut ia bisa
disebut bersikap adil terhadap agamanya, dan hadis-hadisnya diakui kejujurannya.”21
Hukum mencela para perawi menurut Al-Ghazaly dalam Ihya Ulumuddin dan an-
Nawawy dalam Riyadh as-Shalihin dan ulama lain berpendapat mencela keadaan
seseorang baik dia masih hidup ataupun sesudah meninggal dibolehkan apabila
karena ada sesuatu kepentingan agama.
Karena teraniaya.
Meminta pertolongan untukmembasmikemungkaran.
Untuk mencela fatwa
Untuk menghindarkan diri dari kejahatan
Orang yang dicacati adalah orang-orang yang terang-terangan berbuat bid ‘ah.
Untuk memperkenalkan pribadi yang sebenarnya.
Adapun nama-nama perawi yang dikenal maupun yang tidak dikenal adalah
Imam Bukhari, Imam Muslim, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah, Abu Dawud, dan Imam
Ahmad. Al-Khathib al-Baghdady dalam kitab al-Kifiyah mengatakan orang yang
majhul menurut ahli hadits ialah orang yang tidak dikenal mencari hadis dan tidak
pula dikenal oleh sebagian besar ulama dan hanya diterima dari seorang perawi saja,
seperti Amar Darinur, Jabbar at-Tha’i, Abdullah ibn Awaj al-Hamdani dan Sais ibn
Haddan.
a. Abu Hurairah, menurut Ibn Al-Jauzi, beliau meriwayatkan 5374, menurut Al-
Kirmany 5364.
b. Anas ibn umar, meriwayatkan 2630.
c. Anas ibn malik, meriwayatkan 2276.
d. Aisyah istri Rasul SAW meriwayatkan 2210.
e. Abdullah ibn Abbas, meriwayatkan 1660.
f. Jabir ibn Abdullah, meriwayatkan 1540.
g. Abu sa’id al-khudri meriwayatkan 1170.
h. Abdullah ibn Mas’ud.
i. Abdullah ibn Amribn Ash.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits merupakan sumber islam yang kedua setelah al- Qur ’an. Didalam
memiliki struktur tertentu, yaitu sanad matan, rawi dan mukharij. Menurut ulama
hadits, definisi sanad ialah :
" اي سلسله الرواة الذين نقلواا المتن من مصدره االول,طرىق المتن ”هو
Sanad adalah jalannya matan , yaitu silsilah para perawi yang memindahkan
(meriwayatkan) matan dari sumbernya yang pertama.(Ajjaj Al-Khatib,t.t.:32).
Sedangkan pengertian matan dapat didefinisikan debagai berikut:
“Rawi adalah orang yang menerima hadits dan menyampaikannya dengan salah
satu bahasa penyampayanya .”
13
14
B. Saran
Saefullah, Yusuf dkk.2004. Pengantar Ilmu Hadits. Pustaka Bani Quraisy: Bandung.
Sholeh Al-Utsaimi, Muhammad. 2002. Ilmu Musthalah Hadits. Dar Al-Atsar: Mesir.
Smeer, Zeid. 2008.Ulumul Hadits dan Pengantar Studi Hadits. Praktis: UIN Press.
Malang.
http://abuzaidalbadri.wordpress.com/2012/05/02/metode-transformasi-hadits/ html.
http://udink.wordpress.com/tahamul-ada-hadis/. html
http://runa0344.blogspot.com/2011/01/syarat-syarat-seorang-perawi-dan-proses.html
http://khairuddinhsb.blogspot.com/2008/06/syarat-perowi-dan-proses-
transformasi.html.
16