Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

UNSUR UNSUR HADITS

Tugas ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Hadits
Dosen Pengampu: H. Syamsuri.L.C.M.Pd.I.

Disusun Oleh:

Muh. Ivan Maulana 212210014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL-HIKMAH 1 BENDA

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan
lancar tanpa ada hambatan sedikit pun. Shalawat dan salam kami panjatkan kepada
Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, nabi akhir zaman yang telah membawa perubahan dari
zaman kebodohan ke zaman kejayaan. Semoga kita tergolong menjadi ummat beliau
dan mendapatkan pertolongannya kelak di hari akhir.

Pada kesempatan yang berharga ini, kami bersyukur dapat menyelesaikan


karya ilmiah berupa makalah dengan judul “Unsur unsur Hadits” guna memenuhi
tugas kelompok pada mata kuliah ‘Hadits’, yang diampu oleh H.
Syamsuri.L.C.M.Pd.I.

Dan tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah mendukung kami dalam segala aspek dari kami memulai mengerjakan sampai
menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu. Kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini, kami harap saran dan kritiknya anda
sekalian guna menyempurnakan segala kekurangan yang ada dalam makalah ini.

Brebes, 10 Oktober
2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................I

DAFTARA ISI..............................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1

A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................2

A. Pengertian Sanad…………………………………………….............………..2
B. Pengertian Matan……………………………….............……………………..4
C. Pengertian Rawi………………………………....................................……….4
D. Pengertian Riwayat, Takhrij dan Mukharij.......................................................5
E. Syarat-syara seorang Perawi…................……………………………………..7

BAB III PENUTUP.....................................................................................................13

A. Kesimpulan……………………………………......…………………………13
B. Saran…………………………………………......…………………………..14

DAFTAR PUSTAKA……………………………….……………………………….15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadits adalah pedoman hidup umat Islam setelah Al-Qur’an. Segala sesuatu
yang tidak disebutkan atau dijelaskan dalam Al-Qur’an baik dari segi ketentuan
hukumnya, cara mengamalkannya,dan petunjuk dalilnya, maka semua itu dijelaskan
dalam hadits Rasulullah SAW. Intinya, hadits adalah penjelas dari Al-Qur;an. Al-
Qur’an dan hadits adalah dua hal yang tidak dapat terpisahkan. Oleh karena itu, dapat
dipahami betapa pentingnya hadits sebagai petunjuk untuk kehidupan umat Islam.

Seiring perkembangan zaman, banyak sekali pihak-pihak yang ingin


memalsukan hadits. Dengan cara membuat hadits-hadits palsu. Menimbang betapa
pentingnya hadits untuk kehidupan umat islam dan banyaknya hadits palsu yang
sudah beredar, maka sebagai umat Islam kita harus mengetahui keaslian hadits. Untuk
mendeteksi keaslian hadits, kita harus mempelajari struktur hadits itu sendiri seperti
tentang sanad, matan, perawi dan mukharij hadits beserta transformasinya.
Transformasi hadits yakni periwayatan hadits atau jalannya hadits dari perawi sampai
pada rasulullah. Ini adalah cara untuk mengetahui keaslian hadits dan kedudukan
hadits.

Dalam makalah ini akan di bahas mengenai sanad, matan, rawi dan mukharij,
syarat-syarat perowi dan bentuk-bentuk transformasi hadits. Semoga dengan adanya
makalah ini kita bisa lebih mengetahui secara mendalam tentang hadits beserta isinya.
Amin…..

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan sanad, matan, rawi dan mukharij?


2. Apa syarat-syarat menjadi seorang perawi?
BAB II
PEMBAHASAN

A. UNSUR-UNSUR (STRUKTUR HADITS)


1. Pengertian Sanad

Sanad menurut bahasa berarti sandaran, tempat kita bersandar. Sanad secara
bahasa dapat diartikan pula al-mu`tamad ‫د‬CC‫( )المعتم‬, yaitu yang di perpegangi
(yang kuat) / yang bias di jadikan pegangan atau dapat juga di artikan :

“‫“ مارتفع من االرض‬

Yaitu sesuatu yang terangkat (tinggi) dari tanah .1

Menurut istilah ahli hadits sanad ialah jalan yang menyampaikan kepada
matan hadits.

Secara terminologis , definisi sanad ialah :

" ‫ اي سلسله الرواة الذين نقلواا المتن من مصدره االول‬,‫طرىق المتن‬ ‫”هو‬

Sanad adalah jalannya matan , yaitu silsilah para perawi yang memindahkan
(meriwayatkan) matan dari sumbernya yang pertama.(Ajjaj Al-Khatib,t.t.:32)

Maksudnya ialah susunan atau rangkaian orang-orang yang menyampaikan


materi hadits sejak yang disebut pertama sampai rasul saw, yang perkataan,
perbuatan, takrir, dan lainnya merupakan materi atau matan hadits. 2 Dengan peng
ertian di atas , maka sebutan sanad hanya berlaku pada rangkaian orang-orang, bukan
dilihat dari sudut pribadinya secara perorangan, sedangkan sebutan untuk pribadi,
yang menyampaikan hadits di lihat dari sudut perongannya disebut dengan rawi.
Sanad sering disebut juga thariq dan wajh. 3 Selain sanad, dalam hadis terdapat istlah
isnad.
1
Nawir Yuslem,op, cit., halaman 148
2
M. Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadits (Jakarta, Bulan Bintang, 1988) halaman 24
3
Sohari Sahroni, Ulumul Hadits (IAIN SMH Banten, 2005) halaman 129
3

Isnad menurut ilmu bahasa menyandarkan, sedangkan menurut istilah isnad


ialah menerangkan sanad hadits (jalan menerima hadis). Menurut Ath-Thibi,
sebagaimana di kutip al-Qosimi , kata al-isnad dengan as-sanad mempunyai arti yang
hampir sama atau berdekatan, berbeda dengan istilah al-musnad mempunyai beberapa
arti : pertama, berarti hadits yang di riwayatkan dan di sandarkan atau di sanadkan
kepada seseorang yang membawanya seperti ibn-Syihab az-Zuhri, Malik bin Annas,
dan Amarah binti Abdarrahman ; kedua, berarti nama suatu kitab yang menghimpun
hadits-hadits dengan sisitem penyusunannya berdasarkan nama-nama para sahabat
perawi hadits , seperti kitab musnad ahmad, berarti nama bagi hadits yang memenuhi
riteria marfu` (di sandarkan kepada nabi saw.) dan muttashil ( sanadnya bersambung
sampai kepada akhirnya ).4 Isnad adalah:

‫رفع الحديث الى قائله او فاعله‬

“Menyandarkan hadits kepada orang yang mengatakannya.”

(Hasbi As-Shiddiqi,1985,43).

Atau:

‫عزو الحديث الى قا ئله‬

“Mengasalkan hadits kepada orang yang mengatakannya.”

Adapun orang yang menerangkan hadis dengan menyebutkan sanadnya,


dinamakan musnid. Adapun hadis yang disebutkan dengan diterangkan sanadnya
yang sampai kepada nabi dinamakan musnad. 5 Dengan sanadlah dapat diketahui
mana yang diterima, mana yang ditolak, mana yang sah diamalkan, mana yang tidak
sah. Asy-syafii mengatakan perumpamaan orang yang mencari hadits tanpa sanad
sama dengan orang yang mengumpulkan kayu api dimalam hari yang gelap.6

2. Pengertian Matan

4
Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits (Jakarta, Raja Grafindo Persada,1997) halaman 3
5
Ibnu Hamzah al-Husin al Hanafi al Damisyqi, ilmu hadis, (Surabaya: Kalam Mulia, tt hal. V)
6
Munzier Suparta, op. cit. halaman 131. H. Muddasir, op. cit. halaman 146
4

Matan menurut bahasa adalah punggung jalan (muka jalan), tanah yang keras
dan tinggi ” ‫” ما صلب و ارتفع من االرض‬. Kata matan dalam ilmu hadits ialah penghujung
sanad, ada juga yang mengatakan materi atau lafal hadits itu sendiri. Sedangkan
menurut ath-Thibi mendefinisikannya dengan:

‫الفظ الحديث التى تتقوم ها معانية‬

“Lafal-lafal hadits yang didalamnya mengandung makna-makna tertentu.”

(Ajjaj Al-Khatib,t.t.:31)

3. Pengertian Rawi

Rawi adalah seorang yang mengutip hadis sekaligus dengan isnadnya, dia bisa
laki-laki maupun perempuan.7Rawi menurut bahasa adalah orang yang meriwayatkan
hadits atau memberitakan hadits.8 Menurut Maslani dan Ratu Suntiah (Ikhtisar
Ulumul Hadits:16) bahwa sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang tidak dapat
dipisahkan. Sana-sanad pada tiap Thobaqoh-nya, juga disebut rawi, jika yang
dimaksud dengan rawi adalah orang yang meriwayatkan dan memindahkan hadits.
Akan tetapi yang membedakan antara rawi dan sanad terletak pada pembukuan atau
pentadwinan hadits.9

Menurut A.Hasyim yang dikutip Maslani dan Ratu Suntiah (Ikhtisar Ulumul
Hadits:17), rawi ialah orang yang menyampaikan dan menuliskan dalam suatu kitab
apa-apa yang telah didengar dari seorang gurunya (A.Hasyim, 2004:120)

‫الراوي من تلقي االحديث واده بصيغة من صيغ االءداء‬

“Rawi adalah orang yang menerima hadits dan menyampaikannya dengan salah
satu bahasa penyampayanya .”10

7
Al- kifayah 97
8
Tadrib ar-Rawi, halaman 11; bagian rawi halaman 197
9
Ulumul Hadis, halaman 108-109
10
Al-Manhaj al-Hadits bagian rawi hlm.5
5

Jadi rawi itu ialah orang yang menukil, memindahkan atau menuliskan hadits
dengan sanadnya baik itu laki-laki maupun perempuan. Atau orang yang telah
menyampaikan atau menuliskan hadits dalam suatu kitab. Menurut ilmu hadits Rawi
adalah “orang yang meriwayatkan hadits”. Salah satu cabang dari penelitian hadits
adalah penelitian terhadap rawi hadits. Baik menyangkut sisi positif maupun sisi
negatif perawi. Ilmu ini dikenal dengan istilah ilmu Jarh dan Ta’dil. Ilmu ini
membahas tentang kondisi perawi, apakah dapat dipercaya, handal, jujur, adil, dan
tergas atau sebaliknya.

4. Pengertian Riwayat, Takhrij dan Mukharij

Riwayat menurut bahasa ialah memindahkan dan menukilkan berita dari


seseorang kepada orang lain. Menurut ilmu hadits ialah memindahkan hadits dari
seorang guru kepada muridnya atau membukukannya kedalam kumpulan hadits. 11

Takhrij menurut bahasa ialah mengeluarkan sesuatu dari suatu tempat.


Menurut istilah ilmu hadits ialah:

a. Mengambil sesuatu hadits dari suatu kitab, lalu mencari sanad yang lain dari
sanad penyusunnya kitab itu. Orang yang mengerjakan hal ini, dinamakan
mukharij dan mustakhrij.
b. Menerangkan perawi dan derajat hadis yang tidak diterangkan.12

Adapun mukharrij (‫ )مخّرج‬berasal dari kata: kharraja (‫ )خّرج‬Akhraja (‫)أخرج‬


mukhrij (‫ )مخرج‬mukharrij (‫“ )مخّرج‬orang yang mengeluarkan”. Menurut para Ahli
Hadits, mukharrij:

‫المخرج هو الذي يشتغل بجمع الحديث‬

“mukharrij atau mukhrij ialah orang yang menyusun (mengumpulkan) hadits “

11
Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah Pengantar Studi Hadits, (Semarang, Pustaka Rizki
Putra, 2009) halaman 37
12
Nuruddin, Ulumul Hadits, (Bandung, Rosdakarya, 1994) halaman 191
6

Rawi dan Mukhrij adalah bagian yang tak terpisahkan dari bangunan sebuah
hadits. Mukharij maksudnya ialah “Orang yang mentakhrij hadits dan
mengumpulkannya pada satu kitab hadits” Misalnya, Imam Bukhari, Imam Muslim,
dan yang lainnya. Ada juga yang mengatakan Mukhorij adalah orang yang
menyebutkan perawi hadits. Contoh sebuah hadits:

‫ه وال‬CC‫ ال سهم فى االسالم لمن ال صالة ل‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫عن ابى هريرة رضي هللا عنه قال‬
)‫ (رواه البزار و اخرج الحاكم عن عا ئشة رضي هللا عنها‬.‫صالة لمن ال وضوء له‬

“Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw besabda,” Tiada bagian dalam islam
bagi orang yang tidak mengerjakan shalat dan tiada shalat bagi orang yang tidak
berwudhu.” ( HR. Bazzar dikeluarkan oleh imam Hakim dari Aisyah ra.)”13

‫اعة‬C‫ة اال علي س‬C‫ل الجن‬C‫ر اه‬C‫ ليس يتحس‬:‫لم‬C‫ه و س‬C‫لي هللا علي‬C‫ول هللا ص‬C‫ قال رس‬:‫عن معاذ بن جبل رضي هللا قال‬
)‫حيح‬CC‫ (اخرجه الطبرانى و البيهقي رواه احمد و ابن حبان و الحاكم باسناد ص‬.‫مرت بهم لم يذكروا هللا تعالى فيها‬
“Dari Muadz bin Jabal ra. Rasulullah saw bersabda,” Ahli surga tidak akan menyesali
apapun (segala sesuatu di dunia) kecuali atas waktu yang mereka lalui tanpa
dzikrullah didalamnya.” (dikelurkan oleh Thabrani dan Baihaqi diriwayatkan oleh
Ahmad, Ibnu Hibban,dan Hakim dengan sanad yang shaih).”14

5. Syarat-Syarat Seorang Perawi


a. ‘Adl dan Jarh

Jarh dan Ta’dil sebenarnya berasal dari ilmu rijalul hadits. Mustafa Al-Saba’i
memasukkan ilmu ini sebagai salah satu ilmu yang paling berharga dalam “Ulum Al
Hadits”. Melalui ilmu ini kajian dan penelanjangan terhadap rawi hadits akan terjadi
kredibilitas, perawi hadits akan terukur dengan jelas. Mengingat ilmu ini sangat
penting, siapapun yang menggeluti hadits ia harus mempelajarinya. Karena ilmu ini
13
Syekhul Hadits Maulana Muhammad Zakariyya al-Khandhalawi,Fadhail Amal, (Jakarta, Pustaka
Nabawi,2003), halaman 227
14
Syekhul Hadits Maulana Muhammad Zakariyya al-Khandhalawi,Fadhail Amal, (Jakarta, Pustaka
Nabawi,2003), halaman 337
7

menjadi penentu hadits, apakah termasuk shohih atau tidak, layak dijadikan sumber
hukum atau tidak.

Adl menurut pendapat ulama ialah suatu tenaga jiwa (malakah) yang
mendorong kita tetap berlaku taqwa dan memelihara muru ’ah. Orang yang seperti ini
dinamakan adil. Muru’ah ialah membersihkan dari segala macam perangai yang
kurang baik seperti buang air besar ditengah jalan. Menurut ulama hadits’ adl ialah:

‫والتعديل هو تزكية الراوي و الحكم عليه بانه عدل او ضا بط‬

“Menilai bersih terhadap seorang rawi dan menghukumiya bahwa ia adil


dan dhabit”.15

Sedangkan jarh menurut bahasa ialah melukakan badan yang karenanya


mengeluarkan darah (Hasbi, 1981: 2004). Menurut istilah ialah mencela perawi dan
menolak riwayatnya. Menurut istilah ilmu hadis jarh adalah:

"Tampak suatu sifat pada perawi yang merusakkan keadilannya, hafalannya, karena
gugurlah riwayatnya atau dipandang lemah." (Ajaj al-Khatib, 1986:260). Sebagian
ulama hadits mengatakan:

‫الجرح عند المحدثين الطعن فى راوى الحديث بما يسلب او يخل بعدا لته او ضبطه‬

“Menunjukkan sifat-sifat cela rawi sehingga mengangkat atau mencacatkan adil dan
kedhabitannya”.16

Sifat-sifat yang menggugurkan keadilan perawi ada lima:

 Dusta
 Tertuduh dusta
 Fusuq (melanggar perintah)
 Jahalah atau tidak terkenal
 Menganut bid’ah

Cacat-cacat yang merusakkan keshahihan hadis, yaitu:


15
Ibid, halaman 55.
16
Qism ar-Ruwwat, halaman 82
8

 Terlalu lengah
 Banyak keliru (salah)
 Menyalahi orang-orang yang terpercaya
 Banyak berprasangka
 Tidak baik hafalannya

Berakal cakap, adil dan islam adalah syarat-syarat yang mutlak harus dipenuhi
oleh rawi agar riwayatnya dapat diterima. Syu ’bah bin al-Hajjaj mengatakan bahwa
ada dua syarat yang harus dipenuhi oleh seorang perawi bila haditsnya ingin diterima
yakni cakap atau cermat dan adil. Mengenai persyaratan harus islam dan berakal
keduanya sudah persyaratan yang berlaku mutlak.17 Menurut ulama hadis syarat yang
harus ada pada seorang rawi bukan hanya saja berakal tetapi baligh pun harus
terdapat paa seorang perawi.18

Yang dimaksud dengan seorang rawi yang cermat adalah dia yang
mendengarkan riwayat sebagaimana mestinya, mampu memahaminya dengan cermat
dan saksama, menghafalnya dengan sempurna, hingga tidak menimbulkan keraguan,
mempertahankan semuanya secara utuh mulai saat mendengar sampai waktu
menyampaikannya.19

Seorang rawi yang adil harus memiliki karakteristik moral baik, muslim, telah
baligh, berakal sehat, terbebas dari kefasikan dan hal – hal yang menyebabkan harga
dirinya jatuh dan ia meriwayatkan hadits dalam keadaan sadar.Maka dari itu rawi di
tuntut mengetahui atau menguasai isi kitabnya. Jika meriwayatkan haditsnya dari
kitab dan juga ia harus mengetahui hal – hal yang dapat menggangu makna hadits
yang diriwayatkan. Perawi yang adil ialah yang bersikap konsisten dan berkomitmen
tinggi terhadap urusan agama, yang bebas dari setiap kefasikan dan dari hal-hal yang
dapat merusak kepribadian.20 Al-Khatib al-Baghdadi memberikan definisi tentang

17
Lihat Ihya Ulumuddin (Afat AL-Lisan), 3: 148-150; Riyadh ash-Shalihin, 374-375; ar- Rafu wa at-
Takmil karya al-Kunawi dengan catatan kakinya halaman 9-11dan at-tadrib halaman 520
18
Marifah Ulum al-Hadis lil Hukmi halaman62.
19
Kifayah hlm. 54. Pada bab yang menerangkan tentang keabsahan mendengar hadis bagi anak kecil.
20
At-tadrib 110.
9

adil sebagai berikut: “Adil adalah yang tahu melaksanakan kewajibannya dan segala
yang diperintahkan kepadanya, dapat menjaga diri dari larangan-larangan, menjauhi
dari kejahatan, mengutamakan kebenaran dan kewajiban dalam dalam segala
tindakan dan pergaulannya, serta menjaga perkataan yang bisa merugikan agama dan
merusak kepribadian. Barang siapa dapat mempertahankan sifat-sifat tersebut ia bisa
disebut bersikap adil terhadap agamanya, dan hadis-hadisnya diakui kejujurannya.”21

b. Memiliki Pengetahuan Bahasa Arab


Seorang rawi harus benar-benar memiliki pengetahuan bahasa arab yang
mendalam, diantaranya, perawi harus seorang ahli ilmu nahwu, sharaf dan ilmu
bahasa, mengerti konotasi lapadz dan maksudnya, memahami perbedaan – perbedaan
dan mampu menyampaikan hadits dengan tepat.
Perawi dalam kondisi terpaksa, lupa susunan harfiahnya, sedangkan kandungan
hadits tersebut sangat diperlukan, hal ini dianggap baik dari pada tidak meriwayatkan
suatu hadits, atau enggan meriwayatkan hadits dengan alasan lupa lapadznya
sementara nilai pokok (hukum) yang terkadung dalam hadits tersebut sangat
diperlukan ummat Islam.
Perawi harus menyertakan kalimat-kalimat yang menunjukkan bahwa hadits
tersebut diriwayatkan dengan periwayatan makna seperti terungkap pada kalimat -
kalimat “Ad kama kola”.Menurut periwayatan hadits dengan cara bi al makna
(Makna) di perbolehkan apabila lapdz – lapadz hadits tersebut lupa. Periwayatan itu
tidak merusak maksud, sehingga terpelihara dari kesalahan periwayatan. 22Tetapi cara
ini hanya akan berlaku pada zaman sahabat yang langsung mereportase prilaku Nabi
saw. Kebolehan periwayatan hadits dengan makna terbatas, pada masa sebelum di
bukukan hadits nabi secara resmi. Sesudah masa pembukuan (tadwin) hadits,harus
dengan lapadz. Kedudukan boleh tidaknya meriwayatkan hadits denan makna, sejak
sahabatpun sudah controversial, namun pada umumnya sahabat memperbolehkannya.
Tetapi, sebenarnya mereka yang berpegang teguh pada periwayatan dengan lapadz
tidak melarang secara tegas sahabat lain dalam meriwayatkan hadits dengan makna.
21
Bandingkan dengan Taudliah al-Afkar 2/118
22
T.M. Hasbi As-Sidiqy…, op. cit. halaman 13-14
10

c. Sanadnya harus muttasil (bersambung)


Sanad yang muttasil artinya tiap-tiap perawi betul-betul mendengar dari
gurunya. Guru benar-benar mendengar dari gurunya, dan gurunya benar-benar
mendengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
d. Kuat hafalannya
Adapun yang dimaksudkan dengan kuat ingatan/ kokoh ingatan ialah
sempurna ingatannya sejak ia menerima haditsnya itu dan dapat meriwayatkannya
setiap saat. Kekohan ingatan (kekuatan ingatan) perawi itu,dibagi dua:

 Kuat ingatannya karena kitabnya terpeihara. Ini dinamakan dinamakan


dhabith al-kitab.
 Kuat hafalan dan pemahamannya. Ini dinamakan dhabith ash-shadari.
e. Tidak bertentangan dengan perawi yang lebih baik dan lebih dapat
dipercaya.
f. Tidak berillat, yakni tidak memiliki sifat yang membuat haditsnya
tidak diterima.
Perawi-perawi yang tidak langsung ditolak riwayatnya dan tidak terus diterima
riwayatnya ialah:
 Orang yang diperselisihkan tentang cacatnya dan tentang keadilannya.
 Orang yang banyak kesilapan (kesalahan) nya dalam menyalahi imam-imam
yang kenamaan/terpercaya dalam riwayat-riwayatnta.
 Orang yang banyak lupa
 Orang yang rusak akal diakhir umurnya
 Orang yang tidak baik hafalannya
 Orang yang menerima hadis dari sembarang orang saja.

Hukum mencela para perawi menurut Al-Ghazaly dalam Ihya Ulumuddin dan an-
Nawawy dalam Riyadh as-Shalihin dan ulama lain berpendapat mencela keadaan
seseorang baik dia masih hidup ataupun sesudah meninggal dibolehkan apabila
karena ada sesuatu kepentingan agama.

Ada 6 sebab yang meembolehkan mencela seseorang:


11

 Karena teraniaya.
 Meminta pertolongan untukmembasmikemungkaran.
 Untuk mencela fatwa
 Untuk menghindarkan diri dari kejahatan
 Orang yang dicacati adalah orang-orang yang terang-terangan berbuat bid ‘ah.
 Untuk memperkenalkan pribadi yang sebenarnya.

Adapun nama-nama perawi yang dikenal maupun yang tidak dikenal adalah
Imam Bukhari, Imam Muslim, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah, Abu Dawud, dan Imam
Ahmad. Al-Khathib al-Baghdady dalam kitab al-Kifiyah mengatakan orang yang
majhul menurut ahli hadits ialah orang yang tidak dikenal mencari hadis dan tidak
pula dikenal oleh sebagian besar ulama dan hanya diterima dari seorang perawi saja,
seperti Amar Darinur, Jabbar at-Tha’i, Abdullah ibn Awaj al-Hamdani dan Sais ibn
Haddan.

Adapun Sahabat-sahabat yang banyak meriwayatkan hadis yang terkenal


dengan sebutan bendaharawan hadis, yakni menerima hadis menghafal dan
mengembangkan atau meriwayatkan hadis lebih dari 1000 hadis adalah:

a. Abu Hurairah, menurut Ibn Al-Jauzi, beliau meriwayatkan 5374, menurut Al-
Kirmany 5364.
b. Anas ibn umar, meriwayatkan 2630.
c. Anas ibn malik, meriwayatkan 2276.
d. Aisyah istri Rasul SAW meriwayatkan 2210.
e. Abdullah ibn Abbas, meriwayatkan 1660.
f. Jabir ibn Abdullah, meriwayatkan 1540.
g. Abu sa’id al-khudri meriwayatkan 1170.
h. Abdullah ibn Mas’ud.
i. Abdullah ibn Amribn Ash.

Mereka memperoleh riwayat-riwayatnya yang banyak karena:

1. Mereka paling awal masuk islam


12

2. Terus menerus mendampingi nabi saw


3. Menerima riwayat dari sebagian sahabat selain mendengar dari nabi saw
4. Lama menyertai nabi saw dan mengetahui keadaan-keadaan nabi saw
5. Berusaha untuk mencatatnya
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hadits merupakan sumber islam yang kedua setelah al- Qur ’an. Didalam
memiliki struktur tertentu, yaitu sanad matan, rawi dan mukharij. Menurut ulama
hadits, definisi sanad ialah :

" ‫ اي سلسله الرواة الذين نقلواا المتن من مصدره االول‬,‫طرىق المتن‬ ‫”هو‬

Sanad adalah jalannya matan , yaitu silsilah para perawi yang memindahkan
(meriwayatkan) matan dari sumbernya yang pertama.(Ajjaj Al-Khatib,t.t.:32).
Sedangkan pengertian matan dapat didefinisikan debagai berikut:

‫الفظ الحديث التى تتقوم ها معانية‬

“Lafal-lafal hadits yang didalamnya mengandung makna-makna tertentu.”

(Ajjaj Al-Khatib,t.t.:31). Adapun pengertian rawi adalah:

‫الراوي من تلقي االحديث واده بصيغة من صيغ االءداء‬

“Rawi adalah orang yang menerima hadits dan menyampaikannya dengan salah
satu bahasa penyampayanya .”

Sedangkan untuk mukharij dapat diartikan:

‫المخرج هو الذي يشتغل بجمع الحديث‬

“mukharrij atau mukhrij ialah orang yang menyusun (mengumpulkan) hadits “

13
14

Didalam meriwayatkan hadits, terdapat beberapa syarat yang harus dimiliki


oleh seorang perawi, yaitu:

a. ‘Adl dan Jarh


b. Memiliki Pengetahuan Bahasa Arab
c. Sanadnya harus muttasil (bersambung)
d. Kuat hafalannya
e. Tidak bertentangan dengan perawi yang lebih baik dan lebih dapat dipercaya.
f. Tidak berillat, yakni tidak memiliki sifat yang membuat haditsnya tidak
diterima.

B. Saran

Tim penulis menyadari akan kekurangan dan kekhilafan dalam penulisan


makalah ini. Untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat diperlukan.
15
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qaththan, Manna. 2004. Mabhatsu Fi Ulumil Hadits. Maktabah Wahbah: Saudi


Arabia.

Anwar Bc, Moh. 1981. Ilmu Mustalah Hadits. Al-Ikhlas: Surabaya.

As-Shalih, Subhi. 1997. Ulumul Hadits wa Musthalahu. Dar al-Ilmi lil-Malayani:


Beirut.

As-Shiddieqy, Hasbi, Muhammad. 2009. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits.


Pustaka Rizki Putra: Semarang.

Nuruddin. 1995. Ulumul Hadits. Rosda Karya: Bandung.

Rahman, Fathur.1974. Ikhtisar Musthalahul Hadits. PT. Al-Ma’arif: Bandung.

Saefullah, Yusuf dkk.2004. Pengantar Ilmu Hadits. Pustaka Bani Quraisy: Bandung.

Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Ghalia Indonesia.: Bogor.

Sholeh Al-Utsaimi, Muhammad. 2002. Ilmu Musthalah Hadits. Dar Al-Atsar: Mesir.

Smeer, Zeid. 2008.Ulumul Hadits dan Pengantar Studi Hadits. Praktis: UIN Press.
Malang.

http://abuzaidalbadri.wordpress.com/2012/05/02/metode-transformasi-hadits/ html.

http://udink.wordpress.com/tahamul-ada-hadis/. html
http://runa0344.blogspot.com/2011/01/syarat-syarat-seorang-perawi-dan-proses.html

http://khairuddinhsb.blogspot.com/2008/06/syarat-perowi-dan-proses-
transformasi.html.

16

Anda mungkin juga menyukai