Dosen Pembimbing :
Kelompok 1 :
Puji syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah Ulumul hadits “Hadits dari sudut kuantitas perawi”. Tidak lupa shalawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad Sallallahu ‘allahi wa
Salam yang mana telah membawa kita dari zaman kebodohan menuju zaman yang
penuh akan ilmu pengetahuan.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada dosen pembimbing mata
kuliah Ulumul Hadits, di Kampus II IAIN Bukittinggi pada Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu keguruan yang telah memberikan pengajaran serta bimbingan kepada penulis
yaitu Bapak AGUSWAN RASYID, LC MA, PH.D
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang sudah
ikut berpastisipasi dalam pembuatan makalah ini sehingga dapat di selesaikan dengan
semestinya,penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Pemakalah
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Hadits mutawatir
B. Syarat mutawatir
C. Jenis mutawatir
D. Hukum mutawatir dan kitab yang memuat hadist mutawatir
E. Hadist ahad
F. Jenis-jenis hadits ahad
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
َمنْ َك َّذ َب عَل َّي ُمتَ ِعمدًا فَ ْليَتَبَ َّو ْأ َم ْق َع َدهُ ِمنَ النَّار ِ
Tidak seperti Al-Qur'an, dalam penerimaan Hadits dari Nabi Muhammad SAW
banyak mengandalkan hafalan para sahabatnya dan hanya sebagian saja yang ditulis oleh
mereka. Dengan demikian, hadits-hadits yang ada pada para sahabat, yang kemudian diterima
oleh para tabi'in, memungkinkan ditemukan adanya redaksi yang berbeda-beda. Karena ada
yang meriwayatkannya sesuai atau sama benar dengan lafal yang diterima dari Nabi SAW,
dan ada yang hanya sesuai makna atau maksudnya saja, sedangkan redaksinya tidak sama.
Oleh karena untuk memahami hadits secara universal, diantara beberapa jalan, salah satu
diantaranya adalah dengan melihat Hadits dari segi kuantitas atau jumlah banyaknya
periwayat hadits (Perawi) itu.
Berangkat dari hal di atas, untuk memahami hadits ditinjau dari kuantitas sanad, maka dalam
makalah ini akan dijelaskan pembagian hadits ditinjau dari segi kuantitas Perawinya.
B.Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
A. Hadits Mutawattir
Secara etimologis, kata mutawattir merupakan bentuk isim fa’il musytaq dari
kata definitifnya, yakni tawattur, yang memiliki arti al- Tatabu’ (datang berturut-turut
dan beriringan satu dengan lainnya)1
Sedangkan menurut istilah, ada beberapa definisi yang diungkapkan oleh para
ulama yang memiliki pengertian yang sama.
2.Syarat-Syarat mutawatir
1
Benny Afwadzi, Pergeseran dan Perkembangan Terma Mutawattir dalam Studi Hadis,
Jurnal Islamuna vol. 4, No. 1 (2017) hal. 64
2
Tajul Arifin, Ulumul Hadits,Gunung Djati Press Bandung(2014) hal. 99-100
b. Bilangan perawinya mencapai jumlah yang menurut adat mustahil mereka
bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta
c. Ada kesinambungan antara jumlah perawi antara thabaqah masing-masing.
3.Jenis mutawatir
a. Mutawatir Lafdzi
Lafdzi artinya secara lafadz. Jadi Mutawatir Lafdzi itu ialah Mutawatir yang lafadz
hadistnya sama atau bersamaan atau hadist mutawatir yang berkaitan dengan lafal
perkataan Nabi. Artinya perkataan Nabi yang diriwayatkan oleh orang banyak
kepada orang banyak.
b.Mutawatir Ma`nawi
Ma`nawi artinya secara ma`na. mutawatir ma`nawi ialah mutawatir pada ma`na,
yaitu beberapa riwayat yang berlainan, mengandung satu hal atau satu sifat atau satu
perbuatan. Ringkasnya, beberapa cerita yang tidak sama, tetapi berisi satu ma`na atau
tujuan atau hadist mutawatir ma`nawi ialah hadist yang menyangkut amal perbuatan
nabi, artinya perbuatan nabi yang diriwayatkan oleh orang banyak kepada orang
banyak lagi. Seperti riwayat tentang prilaku Nabi terhadap lingkungan.
B.Hadits Ahad
Secara etimologi, kata "ahad" merupakan bentuk jama' dari wahid yang berarti
satu. Maka Khobar Ahad atau Khobar Wahid adalah suatu berita yang disampaikan
oleh satu orang.
Sedangkan secara terminologi Hadits ahad adalah hadits yang para rawinya
tidak mencapai jumlah rawi hadits mutawatir, baik rawinya itu satu, dua, tiga, empat,
atau seterusnya. Tetapi jumlahnya tidak memberi pengertian bahwa hadits dengan
jumlah rawi tersebut masuk dalam kelompok hadits mutawatir”.
1. Hadis Masyhur
)ال يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من نفسه و والده و ولده والناس أجمعين (رواه بخارى و مسلم
“Tidaklah beriman seseorang di antara kamu, hingga aku lebih dicintai
daripada dirinya, orang tuanya, anaknya dan semua manusia.” (H.R. Bukhari
dan Muslim)
3. Hadis Garib
Tempat-tempat penyendirian dimaksud bisa jadi pada awal, tengah-tengah, atau akhir
thabaqahnya. Dengan kata lain, bisa jadi pada thabaqah sahabat, thabaqah tabi’in,
thabaqah tabi’ at-tabi’in, atau thabaqah sesudahnya.
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Hadits ahad merupakan hadits yang para rawinya tidak mencapai jumlah rawi
hadits mutawatir, baik rawinya itu satu, dua, tiga, empat, atau seterusnya. Tetapi
jumlahnya tidak memberi pengertian bahwa hadits dengan jumlah rawi tersebut
masuk dalam kelompok hadits mutawatir.
Hukum hadits mutawatir yakni wawib diamalkan tanpa ragu-ragu, baik dalam
masalah aqidah atau keimanan maupun dalam bidang amaliyah, yakni baik mengenai
ubudiyah maupun mu`amalah,sedangkan hukum hadits ahad yaitu wajib diamalkan
baik dalam bidang amaliyah , masalah-masalah ubudiyah maupun masalah-masalah
mu`amalah,tidak dalam bidang akidah atau keimanan
B.SARAN