Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ULUMUL HADITS

HADITS DARI SUDUT KUANTITAS PERAWI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Ulumul Hadits

dan Dipresentasikan di Kelas Pendidikan Agama Islam-G

Dosen Pembimbing :

AGUSMAN RASYID, LC MA PH. D

Kelompok 1 :

Harun Arrasyid Lubis : 2121276

Dini Mardatilla : 2121279

Hafizah Endar Paradila : 2121245

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI BUKITTINGGI 1442 H/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah Ulumul hadits “Hadits dari sudut kuantitas perawi”. Tidak lupa shalawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad Sallallahu ‘allahi wa
Salam yang mana telah membawa kita dari zaman kebodohan menuju zaman yang
penuh akan ilmu pengetahuan.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada dosen pembimbing mata
kuliah Ulumul Hadits, di Kampus II IAIN Bukittinggi pada Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu keguruan yang telah memberikan pengajaran serta bimbingan kepada penulis
yaitu Bapak AGUSWAN RASYID, LC MA, PH.D

Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang sudah
ikut berpastisipasi dalam pembuatan makalah ini sehingga dapat di selesaikan dengan
semestinya,penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Bukittinggi, 02 September 2021

Pemakalah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Hadits mutawatir
B. Syarat mutawatir
C. Jenis mutawatir
D. Hukum mutawatir dan kitab yang memuat hadist mutawatir
E. Hadist ahad
F. Jenis-jenis hadits ahad

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Hadits dapat disebut sumber hukum Islam ke-dua setelah Al-Qur’an


karena, Hadits diriwayatkan oleh para perawi dengan sangat hati-hati dan teliti,
sebagaimana sabda Nabi SAW :

‫َمنْ َك َّذ َب عَل َّي ُمتَ ِعمدًا فَ ْليَتَبَ َّو ْأ َم ْق َع َدهُ ِمنَ النَّار‬ ِ

Artinya : “Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka


tempatnya   dalam neraka disediakan”.

Tidak seperti Al-Qur'an, dalam penerimaan Hadits dari Nabi Muhammad SAW
banyak mengandalkan hafalan para sahabatnya dan hanya sebagian saja yang ditulis oleh
mereka. Dengan demikian, hadits-hadits yang ada pada para sahabat, yang kemudian diterima
oleh para tabi'in, memungkinkan ditemukan adanya redaksi yang berbeda-beda. Karena ada
yang meriwayatkannya sesuai atau sama benar dengan lafal yang diterima dari Nabi SAW,
dan ada yang hanya sesuai makna atau maksudnya saja, sedangkan redaksinya tidak sama.

Oleh karena untuk memahami hadits secara universal, diantara beberapa jalan, salah satu
diantaranya adalah dengan melihat Hadits dari segi kuantitas atau jumlah banyaknya
periwayat hadits (Perawi) itu.

Berangkat dari hal di atas, untuk memahami hadits ditinjau dari kuantitas sanad, maka dalam
makalah ini akan dijelaskan pembagian hadits ditinjau dari segi kuantitas Perawinya.

B.Rumusan Masalah

1. Jelaskan pengertian Hadist Mutawatir


2. Jelaskan Apa itu Syarat-syarat mutawatir
3. Apa saja jenis-jenis mutawatir
4. Apa hukum mutawatir dan kitab yang memuat hadits mutawatir
5. Jelaskan pengertian hadits ahad
6. .Apa saja jenis-jenis hadits ahad
C. Tujuan penulisan

a. Untuk menjelaskan pengertian hadits mutawatir


b. Untuk menjelaskan apa saja syarat-syarat mutawatir
c. Untuk mengetahui apa itu jenis-jenis hadits mutawatir
d. untuk mengetahui apa itu hukum mutawatir dan kitab yang memuat hadits
mutawatir
e. Untuk menjelaskan pengertian hadits ahad
f. Untuk mengetahui apa itu jenis-jenis hadits ahad
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hadits Mutawattir

1. Pengertian hadits mutawatir

Secara etimologis, kata mutawattir merupakan bentuk isim fa’il musytaq dari
kata definitifnya, yakni tawattur, yang memiliki arti al- Tatabu’ (datang berturut-turut
dan beriringan satu dengan lainnya)1

Sedangkan menurut istilah, ada beberapa definisi yang diungkapkan oleh para
ulama yang memiliki pengertian yang sama.

Hadits Mutawatir menurut Muhammad al-azaj al-Khutabhi dalam kitab Ushul


al- Hadits (t.t.: 130) ‫ما رواه جمع تحیل العا دة ت واطئھم على الك ذب عن مثلھم من طبف ات الس ند ّ أول‬
‫“ الس ند الى منتھ اه على أن یحت ل ھ ذا الجم ع في اي طبف ة من‬Hadits yang diriwayatkan oleh
sekelompok orang yang menurut adat mereka mustahil berdusta, dari sekolompok
orang yang sama (yang mustahil berdusta) dari awal sanad sampai akhir sanadnya,
dengan gambaran bahwa setiap tingkatan sanadnya jumlah perawi tersebut selalu
banyak”. 100

Definisi yang dikemukakan oleh Mahmud al-Thuhan dalam kitabnya Taisir


Musthalah al-Hadits (t.t.: 19) ‫ “ ما رواه عداد كثیر تحیل العا دة تواطؤھم على الكذب‬Hadits yang
diriwayatkan oleh perawi yang berjumlah banyak yang menurut adat mustahil mereka
berdusta”. Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang disebut
dengan hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang banyak
dalam setiap thabaqahnya yang menurut akal rawi-rawi tersebut mustahil bersepakat
untuk melakukan kebohongan2.

2.Syarat-Syarat mutawatir

a. Diperoleh dari nabi atas dasar panca indera

1
Benny Afwadzi, Pergeseran dan Perkembangan Terma Mutawattir dalam Studi Hadis,
Jurnal Islamuna vol. 4, No. 1 (2017) hal. 64
2
Tajul Arifin, Ulumul Hadits,Gunung Djati Press Bandung(2014) hal. 99-100
b. Bilangan perawinya mencapai jumlah yang menurut adat mustahil mereka
bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta
c. Ada kesinambungan antara jumlah perawi antara thabaqah masing-masing.

3.Jenis mutawatir

Para ulama membagi hadits mutawatir menjadi dua:

a. Mutawatir Lafdzi

Lafdzi artinya secara lafadz. Jadi Mutawatir Lafdzi itu ialah Mutawatir yang lafadz
hadistnya sama atau bersamaan atau hadist mutawatir yang berkaitan dengan lafal
perkataan Nabi. Artinya perkataan Nabi yang diriwayatkan oleh orang banyak
kepada orang banyak.

b.Mutawatir Ma`nawi

Ma`nawi artinya secara ma`na. mutawatir ma`nawi ialah mutawatir pada ma`na,
yaitu beberapa riwayat yang berlainan, mengandung satu hal atau satu sifat atau satu
perbuatan. Ringkasnya, beberapa cerita yang tidak sama, tetapi berisi satu ma`na atau
tujuan atau hadist mutawatir ma`nawi ialah hadist yang menyangkut amal perbuatan
nabi, artinya perbuatan nabi yang diriwayatkan oleh orang banyak kepada orang
banyak lagi. Seperti riwayat tentang prilaku Nabi terhadap lingkungan.

4.Hukum mutawatir dan kitab yang memuat hadits mutawatir.

A.Hukum hadits mutawatir

Kebanyakan ulama berpendapat bahwa keyakinan yang di dapat dari


hadist mutawatir sama dengan keyakinan yang kita dapati dari melihat dengan
mata sendiri. Oleh karena itu para ulama bersepakat bahwa hadist mutawatir
itu berstatus qath‟i wurud ( pasti ). Dengan demikian hadist mutawatir
menduduki tingkatan teratas dibandingkan dengan hadist-hadist yang lainnya.
Sehingga sudah pasti hadist mutawatir dapat dijadikan hujjah bagi kaum
muslimin.

B.Kitab yang memuat hadits mutawatir.

a. Al-Azhar Al-Mutanatsirah fi Al-Akhbar Al-Mutawatirah. Karya Imam


Suyuthi, yang tersusun menurut bab per bab;
b. Al-Azhar. Karya Imam Suyuthi yang merupakan ringkasan dari kitabnya
yang terdahulu; dan
c. Nadhamu Al-Mutanatsir min Al-Hadits Al-Mutawatir. Karya Muhammad
bin Ja’far Al-Kittani.

B.Hadits Ahad

1.Pengertian Hadits Ahad

Secara etimologi, kata "ahad" merupakan bentuk jama' dari wahid yang berarti
satu. Maka Khobar Ahad atau Khobar Wahid adalah suatu berita yang disampaikan
oleh satu orang.

Sedangkan secara terminologi Hadits ahad adalah hadits yang para rawinya
tidak mencapai jumlah rawi hadits mutawatir, baik rawinya itu satu, dua, tiga, empat,
atau seterusnya. Tetapi jumlahnya tidak memberi pengertian bahwa hadits dengan
jumlah rawi tersebut masuk dalam kelompok hadits mutawatir”.

2.Jenis-jenis Hadits Ahad

1.    Hadis Masyhur

Kata masyhur dari kata syahara, yasyharu, syahran, yang berarti al-


ma’ruf baina an-nas (yang terkenal, atau yang dikenal, atau yang populer di
kalangan sesama manusia). Dengan arti kata di atas, maka kata
“hadis masyhur”, berarti hadis yang terkenal. Berdasarkan arti kata ini, di
antara ulama ada yang memasukan ke dalam hadis masyhur “segala hadis
yang populer dalam masyarakat, meskipun tidak mempunyai sanad sama
sekali, dengan tanpa membedakan apakah memenuhi kualitas shahih atau
dha’if”. Kata masyhur ini secara bahasa telah diserap ke dalam bahasa
Indonesia dengan utuh. Dalam penggunaannya sehari-hari, baik dalam ragam
tulis maupun ragam lisan, kata ini digunakan secara baku.

Secara terminologis, hadis masyhur didefinisikan oleh para ulama


dengan beberapa definisi yang agak berbeda-beda, sebagaimana dibawah ini.

Menurut satu definisi, disebutkan sebagai berikut:

 ‫ما له طرق محصورة بأكثر من إثنين ولم يبلغ حد التواتر‬


“Hadis yang mempunyai jalan yang terhingga, tetapi lebih dari dua
jalan dan tidak sampai kepada batas hadis yang mutawatir.” 

Dari definisi di atas dapat dikatakan, bahwa periwayat


hadis masyhur jumlahnya dibawah hadis mutawatir. Artinya, jumlah
periwayat pada hadis ini banyak, akan tetapi dari jumlah tersebut belum
sampai memberikan faidah ilmu dharuri, sehingga kedudukan hadisnya
menjadi zhanni. Hadis ini dinamakan masyhur karena telah tersebar luas
kalangan masyarakat.

2.   Hadis Aziz

Kata ‘Aziz dari kata ‘azzu, yang berarti qalla (sedikit)


atau nadara (jarang terjadi). Bisa juga berasal dari ‘azza, ya ‘azzu yang
berarti qawiya atau isytadda (kuat). Arti lainya bisa juga berarti syarif  (mulia
atau terhormat) dan mahbub (tercinta). Maka hadis ‘Aziz dari sudut
pendekatan kebahasaan, bisa berarti hadis yang mulia, hadis yang kuat, atau
hadis yang sedikit, atau yang jarang terjadi.

Secara terminologis, hadis ‘Aziz didefinisikan :

“Hadis yang diriwayatkan oleh sedikitnya dua orang periwayat diterima dari


dua orang pula”.

Dengan definisi di atas, menunjukkan bahwa apabila dalam salah satu


thabaqahnya kurang dari dua periwayat hadis tersebut bukan termasuk
hadis ‘Aziz. Sebab, jumlah minimal para periwayat untuk hadis ‘Aziz, adalah
dua orang. Dengan definisi itu juga menunjukkan, apabila ada satu atau dua
thabaqahnya yang memiliki tiga atau empat orang periwayat, hadis tersebut
masih termasuk ke dalam kelompok hadis ‘Aziz, jika pendapat thabaqah-
thabaqah lainnya hanya terdapat dua orang perawi saja. Sebab
hadis ‘Aziz tidak mengharuskan atau mensyaratkan adanya keseimbangan
antara thabaqah-thabaqah-nya.

Diantara contoh hadis ‘Aziz, adalah:

)‫ال يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من نفسه و والده و ولده والناس أجمعين (رواه بخارى و مسلم‬
 “Tidaklah beriman seseorang di antara kamu, hingga aku lebih dicintai
daripada dirinya, orang tuanya, anaknya dan semua manusia.” (H.R. Bukhari
dan Muslim)

3.      Hadis Garib

Kata garib dari garaba, yagrubu, yang menurut bahasa berarti munfarid


(menyendiri) atau ba’id an wathanih (jauh dari tanah airnya). Bisa juga berarti
asing, pelik, atau aneh. Maka kata hadis garib secara bahasa berarti hadis yang
menyendiri atau yang aneh. Secara terminologis, ulama ahli hadis, seperti Ibn
Hajar al-Asqali mendefinisikan hadis garib, sebagai berikut:

‫س َند‬ ِّ َ‫ص َوا ِح ٌد ف ِْي أ‬


َّ ‫ي َم ْوضِ ٍع َو َق َع ال َّت َف ُّر ُد ِب ِه مِنَ ال‬ َ ‫َما َي َت َف َّر ُد ِب ِر َو ا َيتِ ِه‬
ٌ ‫ش ْخ‬ ِ

“Hadis yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam


meriwayatkannya, dimana saja penyendirian itu terjadi” .

Tempat-tempat penyendirian dimaksud bisa jadi pada awal, tengah-tengah, atau akhir
thabaqahnya. Dengan kata lain, bisa jadi pada thabaqah sahabat, thabaqah tabi’in,
thabaqah tabi’ at-tabi’in, atau thabaqah sesudahnya.
BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Hadits mutawatir merupakan Hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang


yang menurut adat mereka mustahil berdusta, dari sekolompok orang yang sama(yang
mustahil berdusta) dari awal sanad sampai akhir sanadnya, dengan gambaran bahwa
setiap tingkatan sanadnya jumlah perawi tersebut selalu banyak. Hadits mutawatir
dibagi menjadi dua, yaitu lafdzi dan ma`nawi. Syarat hadits mutawatir antara lain ada
tiga yaitu, Harus di riwayatkan oleh banyak jalur perawi,yang menurut adat kebiasaan
tidak mungkin sepakat berdusta,Periwayatan yang dilakukan harus Berdasarkan
panca indra,Adanya keseimbangan jumlah rawi di awal dan tengah thobaqotnya.

Hadits ahad merupakan hadits yang para rawinya tidak mencapai jumlah rawi
hadits mutawatir, baik rawinya itu satu, dua, tiga, empat, atau seterusnya. Tetapi
jumlahnya tidak memberi pengertian bahwa hadits dengan jumlah rawi tersebut
masuk dalam kelompok hadits mutawatir.

Hukum hadits mutawatir yakni wawib diamalkan tanpa ragu-ragu, baik dalam
masalah aqidah atau keimanan maupun dalam bidang amaliyah, yakni baik mengenai
ubudiyah maupun mu`amalah,sedangkan hukum hadits ahad yaitu wajib diamalkan
baik dalam bidang amaliyah , masalah-masalah ubudiyah maupun masalah-masalah
mu`amalah,tidak dalam bidang akidah atau keimanan

B.SARAN

Penulis menyadari tentu masih banyak terdapat kesalahan, baik daripenulisan


serta penyajian dalam makalah ini, oleh sebab itu kami mengharapkan masukan-
masukan dari pembaca, guna kesempurnaan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Benny Afwadzi, Pergeseran dan Perkembangan Terma Mutawattir dalam


Studi Hadis, Jurnal Islamuna vol. 4, No. 1 (2017) hal. 64.

Tajul Arifin, Ulumul Hadits,Gunung Djati Press Bandung(2014) hal. 99-100

Anda mungkin juga menyukai