Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ULUMUL HADIS

“ Pembagian Hadist “

Dosen pengampu : Prof. Dr. Nawir Yuslem, MA

Disusun Oleh :

Tikwan ( 0203222063 )

MATA KULIAH : ULUMUL HADIST

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUMATRA UTARA MEDAN

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

PRODI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH), 2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini
guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Ulumul Hadis, dengan judul.
“PEMBAGIAN HADIST” Pada kesempatan kali ini saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak Nawir Yuslem, Prof., Dr., MA selaku dosen mata kuliah
Ulumul Hadis yang telah memberikan tugas kepada saya. Saya juga ingin mengucapkan
terima kasih . Dalam penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan-
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang
dimiliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan makalah ini.

Medan, 23 September 2023

Penyusun

2
Daftar Isi

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………

1. Latar Belakang……………………………………………………………………………………..
2. Rumusan Masalah……………………………………………………………………………….
3. Tujuan…………………………………………………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………………………....

A. Hadist dari segi Kekuatannya………………………………………………………………


1. Hadist mutawatir……………………………………………………………..............
a. Mutawatir lafji………………………………………………………………………..
b. Mutawatir maknawi……………………………………………………………….
c. Mutawatir amali……………………………………………………………………
2. Hadist Ahad…………………………………………………………………………………
a. Masyhur………………………………………………………………………………...
b. Aziz…………………………………………………………………………………………
c. Ahad………………………………………………………………………………………
B. Hadist Dari Segi Kualitasnya………………………………………………………………..
1. Hadist sahih…………………………………………………………………………………
2. Hadist Hasan…………………………………………………………………………………
3. Hadist Dhaif…………………………………………………………………………………..
C. Hadist ma’mul dan ghaira ma’mul bih………………………………………………..

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………………..

KESIMPULAN………………………………………………………………………………………………….

3
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Hadis diyakini sebagai sumber ajaran islam setelah kitab suci Al-Qur’an. Hadist
merupakan segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW, baik
berupa ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum
dan ketentuan Allah yang disyari’atkan kepada manusia. Selain itu, hadis juga
dibutuhkan manusia untuk mengetahui inti-inti ajaran dalam Al-Qur’an. Jika ayat-
ayat dalam Al-Qur’an mutlak kebenarannya, berbeda dengan hadis yang bias saja
belum jelas periwayatnya, hadis tersebut benar dari Nabi Muhammad SAW atau
bukan.

Ditinjau dari segi kuantitasnya, hadis dibagi menjadi hadis mutawatir dan hadis
ahad. ditinjau dari segi kualitasnya, hadis terbagi menjadi dua yaitu, hadis Maqbul
(hadis yang dapat diterima sebagai dalil) dan hadis Mardud (hadis yang tertolak
sebagai dalil). Hadis maqbul terbagi menjadi dua yaitu hadis Shahih dan Hasan,
Sedangkan yang termasuk dalam hadis Mardud salah satunya adalah hadis Dha’if.
Semuanya memiliki ciri dan riteria yang berbeda.

Oleh karena itu, tujuan penulisan makalah ini diperlukan untuk mengetahui
lebih lanjut tentang pembagian hadis berdasarkan kualitas dan kuantitas sanad nya.

2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Pembagian Hadist ?
b. Untuk Apa Kita Mengetahui Pembagian Hadist ?
3. Tujuan Pembelajaran

4
a. Agar Memahami Tingkatan Hadist
b. Agar Memahami Kualitas Hadist

BAB II

PEMBAHASAN

A. Dari Segi Kekuatan Sanadnya

Sanad menurut bahasa berarti sandaran, tempat kita bersandar, dan arti yang lain yaitu
sesuatu yang dapat di pegangi atau di percaya. Dalam istilah ilmu hadist sanad ialah
rangkaian urutan orang-orang yang menjadi sandaran atau jalan yang menghubungkan satu
hadist atau sunnah sampai pada Nabi Saw. Sedangkan menurut istilah, sanad berarti
keseluruhan rawy dalam suatu hadits dengan sifat dan bentuk yang ada.1

Menerangkan rangkaian urutan Sanad suatu hadist disebut Isnad. Orang yang menerangkan
sanad suatu hadist disebut Musnid. Sedangkan hadist yang di terangkan dengan
menyebutkan sanadnya sehingga sampai kepada Nabi saw disebut Musnad.

Hadist berdasarkan kekuatan sanadnya terbagi menjadi tiga yaitu Mutawatir, Masyhur, dan
Ahad Berikut Penjelasan dari masing-masing pembagiannya :

1. Mutawatir

a, pengertian Mutawatir

Mutawatir secara etimologi berasal dari tawatara yang berarti beruntun, atau
mutatabi, yakni beriring-iringan antara satu dengan lainnya tanpa ada jarak. Sedangkan
secara terminology mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang yang
terhindar dari kesepakatan mereka untuk berdusta sejak awal sanad sampai akhir sanad
dengan didasarkan pada panca indra2.

1
Mohammad S. Rahman,Kajian Matan Dan Sanad Dalam Metode Historis, JOURNAL hal 425
2
M.Rojali Pengantar Kuliah ILMU HADIS,(Medan:Azhar Centre,2019),hlm6

5
Menurut ulama hadist Ibnu al-Shalah mendefenisikan Hadis Mutawatir adalah sebagai
berikut “Sesungguhnya Mutawatir itu adalah ungkapan tentang kabar yang dinukilkan
(diriwayatkan) oleh orang yang menghasilkan ilmu dengan kebenarannya secara pasti.
Dan persyaratan ini harus terdapat secara berkelanjutan pada setiap tingkatan perawi
dari awal sampai akhir”3.

menurut ulama lainnya yaitu al-‘Asqalani yaitu dengan mengatakan bahwa hadis
mutawatir adalah “hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang mustahil,menurut
kebiasaan,mereka melakukan kesepakatan untuk berdusta dan merekalah yang
meriwayatkan hadis itu dari awal sampai akhir (sanad)4dan pernyataan ini dijeskan
secara tegas oleh al-Asqolani.

B, Syarat-Syarat Hadist Mutawatir

Menurut ulama mutaakhirin,ahli ushul, suatu hadis dapat ditetapkan sebagai hadis
mutawatir jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

 Diriwayatkan oleh beberapa/sejumlah Perawih Hadist


 Adanya Keseimbangan antara Perawi Pada Thabaqat(Lapisan Tingkatan)
Pertama dengan Thabaqat Seterusnya.
 Hadist yang hendak dirawihkan harus benar-benar tertangkap oleh panca
indra(didengar atau dilihat langsung) perawih.

C, Pengelompokan Hadist Mutawatir

1. Hadist murawatir Lafzhi

Hadis ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi dengan susunan
redaksi dan makna yang senada. Dalam bahasa lain, mutawatir lafzhi Atau hadits
yang diriwayatkan oleh banyak para perawi sejak awal sampai akhir sanadnya,
dengan memakai lafazh yang sama. Menurut para ulama, hadits mutawatir lafzhi
jumlahnya sangat sedikit. Berat dan ketatnya kriteria hadis mutawatir lafzhi,
menjadikan jumlah hadis ini sangat sedikit. Menurut Ibnu Hibban dan Al-Hazimi,
bahwa hadis mutawatir dengan ta’rif ini sangat sulit bahkan tiada diperoleh.Ibn
Al-Shalah yang diikuti oleh Al-Nawawi menetapkan,bahwa hadis mutawatir lafzhi
sedikit sekali,sukar dikemukakan contohnya.
Contoh hadist mutawatir lafzi sebagai berikut yang artinya : Barang siapa yang
sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya
dari api neraka”.(HR.Bukhari, Muslim, Ahmad, At-Tirmizi, An-Nasa`i, dan Abu Daud)

3
Nawir Yuslem,Ulumul Hadis(Jakarta:PT. Mutiara Sumber Widya,1998),hlm200-201
4
Maman Abdurrahman,Teori Hadis (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.2015)hlm111

6
2. Hadist Mutawatir Ma’nawie

Hadis mutawatir ma’nawie adalah hadis yang hanya mutawatir maknanya, lafazhnya
tidak mutawatir. Contoh mutawatir ma’nawie sangat banyak di antaranya tentang
ar-ruy’at , bilangan rakat dalam shalat dan lainnya.

3. Hadist Mutawatir Amali

Mutawatir amali adalah sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa dia termasuk
urusan agama dan telah mutawatir antara umat Islam bahwa Nabi SAW
mengerjakannya, menyuruhnya dan selain dari itu. Macam jumlah hadits mutawatir
amali ini banyak jumlahnya, seperti shalat janazah, shalat ied, pelaksanaan haji,
kadar zakat dan lain-lain5.

2. Hadist Ahad

a. Pengertian Hadist Ahad

Menurut definsi ḥadīṡ āḥād yang singkat adalah (Ḥadīṡ yang tidak memenuhi syarat-
syarat ḥadīṡmutawātir). Hadis ahad adalah hadis yang jumlah rawinya tidak sampai
pada jumlah mutawatir,tidak memenuhi syarat mutawatir dan tidak pula sampai
pada derajat mutawatir.

Adapun yang dimaksud hadis ahad menurut istilah banyak ulama antara lain sebagai
berikut:
“Hadis yang tidak sampai jumlah rawinya kepada jumlah hadis mutawatir, baik
rawinya itu seorang, dua, tiga,empat, lima atau seterusnya dari bilangan-bilangan
yang tidak memberi pengertian bahwa hadis itu denganb ilangan tersebut masuk ke
dalam hadis mutawatir”6.

Ada juga ulama yang mendefinisikan hadis ahad secara singkat, yakni hadis yang
tidak memenuhi syarat-syarat hadis mutawatir, hadis selain hadis mutawatir, atau
hadis yang sanadnya sah dan bersambung hingga sampai kepada sumbernya (Nabi)
tetapi kandungannya memberikan pengertian zhanni dan tidak sampai kepada
qath‟i dan yaqin7.

5
Maman Abdurrahman,Teori Hadis (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.2015)hlm111
6
Sohari Sahrani, Ulumul Hadis (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 91
7
M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi,Ulumul Hadis,h. 145

7
Abdul Wahab Khalaf menyebutkan bahwa hadis ahad adalah hadis yang
diriwayatkan oleh satu, dua orang atau sejumlah orang, tetapi jumlahnya tidak
sampai kepada jumlah perawi hadis mutawatir.Sedangkan menurut Hasbi ash-
Shiddiqi,hadis ahad didefinisikan sebagai “khobar yang jumlah perawinya tidak
sampai sebanyak jumlah perawi hadis mutawatir, baik perawinya itu satu, dua, tiga,
empat,lima, dan seterusnya yang tidak memberikan pengertian bahwa jumlah
perawi tersebut tidak sampai kepada jumlah perawi hadis mutawatir. Jumhur ulama
sepakat
bahwa beramal dengan hadis ahad yang telah memenuhi ketentuan maqbul
hukumnya
wajib. Abu Hanifah, Imam Al-Syafi‟i dan Imam Ahmad memakai hadis ahad asalkan
syarat-syarat periwayatan yang sahih terpenuhi.

b. Pembagian Hadist Ahad

Jumlah rawi dari masing-masing thabaqah mungkin satu orang, dua orang,tiga
orang, atau malah lebih banyak, namun tidak sampai pada tingkat
mutawatir.Berdasarkan jumlah dari thabaqah masing-masing rawi tersebut hadis
ahad ini dapat dibagi dalam tiga macam yaitu masyhur, „aziz, dan gharib

 Hadist masyhur : Secara bahasa, kata masyhur adalah isim maf’ul dari kata
syahara yang berarti mengumumkan dan menjelaskan suatu hal. Dalam
penegrtian ini masyhur juga berarti sesuatu yang terkenal, yang dikenal
atau yang populer dikalangan manusia. Sedangkan secara istilah, Hadits
masyhur adalah Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih dari
setiap generasi, akan tetapi tidak mencapai jumlah mutawatir8
Contoh hadist ahad yang artinya : Sifat tergesa gesa itu darri setan” (Sunan
Turmudzi, no.2012).

 Hadist Aziz : Secara bahasa, kata aziz merupakan sifat musyabbahah dari
kata “azza ya’izzu”,yang berarti sedikit atau jarang dan kata azza ya’azzu
yang berarti kuat dan sangat. Sedangkan menurut istilah Hadits aziz adalah
Hadits yang diriwayatkan oleh tidak kurang dari dua perawi pada seluruh
tingkatan/generasi.contoh hadist aziz yang Artinya:“Rasulullah SAW.
Bersabda, “ Kita adalah orang -orang yang paling akhir (di dunia) dan yang
paling terdahulu dihari kiamat.” (HR. Hudzaifah dan Abu Hurairah)
8
Al Kifayah ulumul hadist,Bandung:CV.Pustka Setia.1999 hal 127

8
 Hadist gharib : Secara bahasa kata “gharib” merupakan sifat musyabbahah
yang bermakna menyendiri.Sedangkan secara istilah, Hadits gharib adalah
Hadits yang diriwayatkan seorang perawi di manapun hal itu terjadi. Artinya
bahwa tiap Hadits gharib ini tidak disyaratkan harus satu perawi pada
setiap tingkatan atau generasi, akan tetapi cukup satu tingkatan sanad
dengan satu orang perawi. Di antara contohnya adalah Hadits yang
diriwayatkan dari Umar ibn Khattab dari Rasullullah SAW tentang
pentingnya niat.hadist gharib di bagi menjadi tiga kelompok yaitu : 1. Gharib
matnan wa isnadan (gharib dari segi matan dan sanadnyayaitu hadist yang
di riwayatan melalui satu sanad.2 Gharib isnadan la matan (gharib dari segi
sanadnya dan tidak matannya) yaitu hadist ini diriwayatkan oleh satu
perawih tapi tidak masyhur.dan 3. Gharib matnan la isnadan, yaitu Hadits
yan pada mula sanadnya tunggal, akan tetapi pada tahap selanjutnya
masyhur. Sebenarnya Hadits gharib dalam bentuk ini, jika dicermati.contoh
hadist gharib Adalah sebagai berikut : Artinya: “Dari Umar bin Khattab,
katanya, aku mendengar Rasulullah SAW. Bersabda, “Sesungguhnya amal
perbuatan itu hanya (memperoleh) apa yang diniatkan.”(HR Bukhari,
Muslim, dan lain-lain).

B. Dari Segi Kualitas Sanadnya.

Pembagian hadis yang dimaksud di sini adalah berdasarkan kualitas perawinya.


Dalam hal ini, kualitas yang dilihat adalah kekuatan hafalannya, kepribadiannya,
ketaatan dalam beragama dari seorang perawih dengan tidak sering berbuat dosa
kecil dan tidak melakukan dosa besar, dan yang lainnya.berikut pembagian hadist
berdasarkan kualitas sanadnya sebagai berikut :

1. Hadist Shahih
Pengertian hadis shahih adalah Menurut bahasa,shahih
berarti yang sehat, yang selamat, yang benar, yang sah, atau yang sempurna.
Secara istilah: Menurut Abu Amr ibnu Ash-Shalah “Hadits shahih adalah musnad
yang sanadnya muttashil melalui periwayatan orang yang adil lagi dhabit dari
orang yang adil lagi dhabit (pula) sampai pada ujungnya, tidak syaadz dan tidak
mu’allal (terkena ‘illat)”9

9
Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib,Ushul Al-Hadits, h. 276

9
Maksudnya adalah, hadis ini diriwayatkan oleh orang yang adil serta dhabit,
yang ia dapatkan dari orang atau gurunya yang adil dan dhabit pula. Tingkatan
hadis shahih
para ahli hadis menguraikan tingkatan-tingkatan hadis shahih secara berurutan
sebagai beriku :
 Hadis yang muttafaq ‘alaih, diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
 Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari
 Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim
 Hadis yang diriwayatkan oleh ulama hadis yang memenuhi syarat-
syarat yang telah ditentukan oleh Bukhari dan Muslim
 Hadis yang diriwayatkan oleh ulama hadis yang memenuhi syarat-syarat
yang telah ditentukan oleh Bukhari
 Hadis yang diriwayatkan oleh ulama hadis yang memenuhi syarat-syarat
yang telah ditentukan oleh Muslim
 Hadis yang diriwayatkan oleh seorang ulama hadis mu’tabar,seperti
Ibnu hibban.

Untuk Contoh Hadist shahih sendiri sebagai berikut :

Dari Abi Hurairah ra berkata : Rasulullah Saw. bersabda : Jika pada suatu
hari salah satu dari kalian berpuasa, maka janganlah ia mengucap kata-kata
kotor, membuat kegaduhan dan jangan pula melakukan perbuatan orang-
orang bodoh. Dan apabila ada orang yang memakinya atau menyerangnya,
maka hendaklah ia mengatakan “sesungguhnya aku sedang berpuasa”. (HR
Bukhari nomor 1904)

2. Hadist Hasan
Pengertian hadis hasan secara bahasa, hadis hasan adalah hadis yang baik.
Sedangkan menurut istilah “Hadits yang muttashil sanadnya yang diriwayatkan
oleh perawi yang adil yang lebih rendah kedhabitannya tanpa syadz dan
tanpa‘illat”10

Hadis hasan adalah hadis yang mirip dengan hadis shahih, hanya bedanya
adalah pada hadis hasan, perawinya berada di bawah tingkatan perawi hadis
hasan, misalnya seperti ingatan perawinya lebih rendah dibandingkan ingatan
perawi hadis shahih.

10
Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib,Ushul Al-Hadits,h. 299

10
Contoh hadist hasan :
Telah menceritakan kepada kamu Qutaibah, telah menceritakan kepada kamu
Ja’far bin sulaiman, dari Abu imron al-jauni dari Abu bakar bin abi musa al-
Asy’ari ia berkata : aku mendengar ayahku berkata ketika musuh datang :
Rasulullah SAW bersabda :Sesungguhnya pintu-intu syurga dibawah bayangan
pedang…(HR. At-Tirmidzi, Bab Abwabu Fadhailil Jihadi)

3. Hadist Dhoif
Hadist dhoif secara bahasa, dhaif berarti lemah. Menurut istilah,dhaif adalah
hadis yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis hahih dan hadis
hasan. Hadis ini juga berarti hadis yang kurang salah satu syarat dari syarat
hadis shahih dan hadis hasan.
Sebab-sebab ke dha’if an suatu hadis , yaitu :
 Cacatnya kualitas pribadi perawi ,Maksudnya adalah, perawi hadis ini
misalnya pernah berdusta, berdusta pada Rasulullah Saw., berbuat
dosa besar, dan sebagainya.
 Kurangnya daya hafalan perawi ,Maksudnya adalah, perawi hadis ini
lemah dalam hal menghafal, kemudian hal ini menyebabkan kerancuan
ataupun kekeliruan hafalan. Yang di maksud di sini adalah hafalan
mengenai isi hadis, hingga sanad hadis

Contoh hadist dhoif :

Apa yang diriwayatkan oleh tirmidzi dari jalur hakim al-atsrami“dari Abi
tamimah al-Hujaimi dari Abu Hurairah dari Nabi SAW ia berkata : Barang
siapa yang menggauli wanita haid atau seorang perempuan pada duburnya
atau seperti ini maka sungguh ia telah mengingkari dari apa yang telah
diturunkan nabi Muhammad SAW”Berkata Imam Tirmidzi setelah
mengeluarkan (takhrij) hadis ini :“kami tidak mengetahui hadis ini kecuali
dari jalur Hakim al-atsrami, kemudian hadis ini di dhaifkan pula oleh para
ulama hadis”. Berkata Ibnu Hajar mengenai hadis ini didalam kita “Taqribut
Tahdzib” Hakim al-Atsromi pada rawi tersebut adalah seorang yang
bermuka dua.11

C. Hadist ma’mul dan ghaira ma’mul bih

Pembicaraan tentang hadis ma‘mūl dangan ma‘mūl bih dalam kitab-kitab hadis
adalah bagian dari pembahasan hadis-hadis maqbūl dan mardud. Menurut harfiah

11
M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi,Ulumul Hadis,h. 145

11
maqbūl berarti yang diambil dan diterima.Maqbūl adalah antonim dari kata al-
Mardūd, yang ditolak, yang tidak diterima. Adapun menurut istilah, jumhur ulama
memaknai hadis maqbūl sebagai hadis yang wajib diamalkan. Namun menurut al-
Manāwī, definisi yang benar adalah sebagaimana dikemukakan oleh al-Biqāi bahwa
hadis maqbūl adalah hadis yang diyakini dengan kuat bahwa para periwayat yang
memberitakan hadis tersebut adalah benar/jujur. Adapun hadis mardūd secara
harfiah berarti ditolak atau tidak diterima. Menurut istilah, mardūd adalah hadis
yang tidak diyakini dengan kuat, jujurnya para periwayat yang memberitakannya.4
Sebagian ulama lainnya mendefinisikannya hadis yang kehilangan satu syarat atau
lebih dari syarat-syarat hadis maqbūl Definisi yang terakhir ini, menyamakan definisi
mardūd dengan definisi hadis daif.

Ibnu Hajar menjelaskan bahwa hadis maqbūl itu ada 2 macam, yaitu hadis maqbūl
ma‘mūl bih (yang dapat diamalkan) dan hadis maqbūl gair ma‘mūl bih (yang tidak
dapat diamalkan).Artinya, meskipun hadis sudah ditetapkan sebagai hadis maqbūl
(sahih atau hasan), tetapi belum tentu hadis tersebut dapat diamalkan, dan hadis
seperti ini tetap dianggap tetap berada pada posisinya sebagai hadis maqbūl, dan
tidak turun menjadi mardūd atau menjadi daif, meskipun tidak dapat diamalkan. Al-
Khattābī dan Ibn al-Ṣalāḥ mengatakan bahwa ulama mengklasifikasi hadis menjadi 3
kategori, yaitu sahih, hasan dan daif. Ketiga kategori itu ada yang maqbūl dam ada
yang mardūd. Hadis yang maqbūl adalah yang memenuhi kriteria-kriteria
penerimaan yang paling tinggi atau yang lebih rendah, yaitu hadis sahih dan hadis
hasan. Adapun hadis yang termasuk hadis mardūd adalah hadis daif secara
keseluruhan.

12
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari makalah pembagian hadis berdasarkan kuantitas dan kualitas sanad, dapat kita ambil
kesimpulan, bahwa hadis berdasarkan kuantitas terbagi menjadi tiga. Yaitu hadiST
mutawatir,hadis masyhur dan hadis ahad dimana perbedaan ketiganya adalah pada jumlah
perawinya. Sedangkan hadis berdasarkan kualitas juga terbagi menjadi tiga, yaitu hadis
shahih,hadis hasan,dan hadis dhaif , di mana perbedaannya adalah pada keilmuwan serta
kepribadian perawi itu sendiri. Pembagian hadis ini sendiri sangat perlu kita kaji, mengingat
dari zaman dahulu hingga di era masa kini, banyak muncul hadis-hadis palsu yang dibuat
oleh oknum-oknum yang berkepentingan pribadi

13
Daftar Pustaka

Al-Kifayah ulumul hadist,Bandung:CV.Pustka Setia.1999 hal 127

Mohammad S. Rahman,Kajian Matan Dan Sanad Dalam Metode Historis, JOURNAL hal
425

M.Rojali Pengantar Kuliah ILMU HADIS,(Medan:Azhar Centre,2019),hlm6

Maman Abdurrahman,Teori Hadis (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.2015)hlm111

Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib,Ushul Al-Hadits, h. 276

M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi,Ulumul Hadis,h. 145

14

Anda mungkin juga menyukai