Anda di halaman 1dari 13

HADIS HASAN

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Studi Hadis


Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris
Samarinda

Oleh :

Mukrima Nim : 2220200007


Rina Novita Ningsih Nim : 2220200028

Dosen Pengampu:
Dr. Mukhtar Lc., MA

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI
MUHAMMAD IDRIS SAMARINDA
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Hadis Hasan”. Makalah ilmiah ini telah disusun dengan
maksimal, untuk itu disampaikan banyak terima kasih kepada pihak yang telah
mengkontribusi pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, sangat banyak kekurangan baik dari segi
penyusunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan menginspirasi bagi pembaca.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah..........................................................................1


B. Rumusan Masalah....................................................................................2
C. Tujuan Penulisan......................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadis Hasan...........................................................................3


B. Syarat-syarat Hadis Hasan.......................................................................3
C. Pembagian Hadis Hasan..........................................................................4
D. Kedudukan Hadis Hasan Dalam Islam....................................................7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................8
B. Saran........................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hadis sebagai pernyataan, pengamalan, taqrir, dan hal ihwal Nabi
Muhammad saw, adalah sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al-Qur’an.
Pada zaman Nabi saw, sesungguhnya telah ada beberapa sahabat Nabi saw
yang menulis hadis Nabi Saw, tetapi jumlah mereka tidak banyak, juga materi
(matan) hadis yang mereka catat masih terbatas. Keadaan ini disebabkan
selain jumlah mereka yang pandai menulis belum terlalu banyak, juga karena
perhatian mereka lebih tertuju pada pemeliharaan Al-Qur’an, sebab Al-Qur’an
pada zaman Nabi belum dibukukan dalam bentuk mushaf.
Sebelum hadis Nabi saw dihimpunkan dalam kitab-kitab hadis secara
resmi dan massal, hadis nabi saw pada umumnya diajarkan dan diriwayatkan
secara lisan dan hapalan. Hal ini memang sesuai dengan keadaan masyarakat
Arab yang terkenal sangat kuat hapalannya.1
Hadis atau sunnah adalah sumber hukum yang kedua setelah Al-
Qur’an, keduanya merupakan pedoman hidup umat islam, hadis mempunyai
fungsi penting dalam menjelaskan setiap ayat-ayat Muhkamat maupun
Mutasyabihat dan sebagai penjelas terhadap ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam hadis
ada yang dalam periwayatannya telah memenuhi syarat-syarat tertentu untuk
diterimanya sebagai hadis atau hadis maqbul dan hadis yang periwayatannya
tidak memenuhi kriteria-kriteria disebut hadis mardud.2
Yang menjadi tujuan utama penelitian hadis adalah menilai apakah
secara historis sesuatu yang dikatakan sebagai hadis Nabi saw. itu benar-benar
dapat dipertanggung jawabkan kesahihannya, berasal dari Nabi saw. atau
tidak. Hal ini sangat penting mengingat kedudukan kualitas hadis erat sekali

1
M. Syuhudi Ismail. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis Telaah kritis dan Tinjauan dengan
Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta. Bulan Bintang. 1988). hlm. 3
2
Mustafa Assiba’i. Al Hadis sebagai Sumber Hukum diterjemahkan oleh Dja’far Abdul
Muchith. cet. IV (Bandun. Diponegoro. 1993). hlm.197

1
kaitannya dengan dapat atau tidak dapatnya suatu hadis dijadikan hujjah
(dalil) agama.

2
3

Latar belakang munculnya hadis hasan, pada awalnya hadis itu terbagi
kepada shahih dan dhaif, yang shahih ialah yang memenuhi kriteria maqbul,
dan yang dhaif, yang tidak memenuhi hal tersebut. Di antara para ulama hadis
ada yang mendapati adanya kriteria yang kurang sempurna dalam
kedhabitannya (hapalan perawi), yakni ada perawi hadis yang hapalannya
tidak sempurnah, (dibawah hapalan perawi hadis shahih), tapi lebih diatas
perawi hadis yang dhaif, dengan kata lain tingkat kecerdasan hapalan perawi
diantara shahih dan dhaif, yang pada kriteria-kriteria yang lain terpenuhi
dengan baik dan sempurna.3
Karena alasan tersebut di atas, maka muncullah istilah hadis hasan
(yang baik) yakni hadis yang salah seorang perawinya ada yang agak kurang
dibagian hapalan.
Kualitas sanad dan matan-nya, para pakar hadits membagi hadits
menjadi tiga yaitu hadis shahih, hadis hasan, dan hadis dha’if. Ulama yang
mula-mula memperkenalkan pembagian hadis menjadi shahih, hasan dan
dha’if adalah Imam al-Tirmidzi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hadis hasan?
2. Apa syarat-syarat hadis hasan?
3. Bagaimana pembagian hadis hasan?
4. Bagaimana kedudukan hadis hasan dalam islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari hadis hasan.
2. Untuk mengetahui syarat-syarat hadis hasan.
3. Untuk mengetahui pembagian hadis hasan.
4. Untuk mengetahui kedudukan hadis hasan dalam islam.

3
Utang Ranu Wijaya. Ilmu Hadits. cet. I (Jakarata. Gaya Media Pratama. 1996). hlm. 168
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadis Hasan


Menurut pendapat Ibnu Hajar, ”Hadist hasan adalah hadist yang
dinukilkan oleh orang yang adil, yang kurang kuat ingatannya, yang muttasil
sanadnya, tidak cacat dan tidak ganjil”. Imam Tirmidzi mengartikan hadist
hasan sebagai berikut : “Tiap-tiap hadist yang pada sanadnya tidak terdapat
perawi yang tertuduh dusta (pada matan-nya) tidak ada kejanggalan (syadz)
dan (hadist tersebut) diriwayatkan pula melalui jalan lain”. Menurut Al
Khattabi. “Hadits yang diketahui orang yang mengeluarkannya, dikenal
rijalnya, merupakan jenis dari kebanyakan hadits, diterima oleh banyak ulama
dan diamalkan oleh para fuqaha secara umum”.4
Dari uraian diatas maka dapat difahami hadits hasan adalah hadits yang
bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil, yang rendah tingkat
kekuatan daya hafalnya tidak rancu dan tidak bercacat. Hadis sahih
diriwayatkan oleh rawi yang sempurna daya hafalnya yakni kuat hafalannya
dan tingkat akurasinya, sedangkan rawi hadis hasan adalah yang rendah
tingkat daya hafalnya.
Melihat pengertian ini, maka sesungguhnya hadis hasan itu tidak ada
perbedaannya dengan hadis shahih, terkecuali hanya dibidang hafalannya.
Untuk hadis hasan hafalan rawi ada yang kurang sedikit, bila dibandingkan
dengan yang sahih.
B. Syarat-syarat Hadis Hasan
1. Periwayat (sanad) bersambung
Yang dimaksudkan dengan sanad bersambung ialah sanad yang selamat
dari keguguran. Dengan kata lain, tiap-tiap periwayat dapat saling bertemu
dan menerima secara langsung dari guru yang memberi. Keadaan
bersambung sanad ini berlaku dari awal sanad, thabaqat pertama (yakni
sahabat) hingga
4
Zufran Raman. Kajian Sunnah Nabi SAW Sebagai Sumber Hukum Islam., Cet- Ke-1,
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.1995. hlm.40

4
5

kepada periwayat terakhir yang menuliskan hadis tersebut ke dalam


kitabnya dengan menyebutkan nama-nama periwayat sebelumnya dari
thabaqat ke thabaqat tanpa tertinggal walaupun seorang periwayat (tidak
terputus).Jadi, mulai dari periwayat pertama hadis pada tingkatan sahabat
sampai kepada periwayat terakhir atau mukharrij, terdapat
ketersambungan dalam periwayatan.
2. Diriwayatkan oleh rawi yang adil
Mengenai masalah keadilan seorang periwayat, maka menurut Syuhudi
Ismail dapat diakumulasi dalam empat kriteria, yaitu:
a. Beragama islam
b. Mukallaf
c. Melaksanakan ketentuan agama
d. Memelihara muru’ah
3. Diriwayatkan oleh rawi yang hafal (dhabith), tetapi tingkat kehafalannya
masih di bawah hadis shahih.
4. Tidak bertentangan dengan hadits dengan rawi yang tingkat dipercayanya
lebih tinggi atau Al-Qur'an. Menurut Imam al-Syafi’iy, hadis tidak
mengandung syadz adalah hadis itu diriwayatkan oleh orang-orang
terpercaya dari Nabi saw, bukan sebaliknya, maka disyaratkan hadis hasan
itu bersih dari pertentangan periwayatan, karena apabila bertentangan
dengan riwayat yang terpercaya, maka hadis itu ditolak.
5. Tidak terdapat cacat (‘Illat)
‘Illat hadis, sebagaimana juga syadz hadis, dapat terjadi pada matan,
sanad, atau pada matan dan sanad sekaligus. Akan tetapi yang terbanyak,
‘illat hadis terjadi pada sanad. Jadi, disamping terhindar dari syadz, maka
hadis hasan juga terhindar dari ‘illat.5
C. Pembagian Hadis Hasan
Hadis hasan terbagi kepada dua bagian, yaitu hasan li zatih dan hasan li
gayrih. Hasan li zatih adalah sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya,

5
Muhammad Alawi Al-Maliki. Ilmu Ushul Hadis. (Yogyakarta: Pustakapelajar). 2009.
Hlm. 60
6

yaitu hasan disebabkan karena matannya terkategori baik, tidak ada zadz dan
illat, namun salah satu periwayatnya ada yang kedhabithannya di bawah dari
hadis yang terkategori shahih. Atau mungkin saja bisa menjadi disebut sahīh
li ghayrih karena ia dikatrol atau ditopan oleh jalur periwayatan hadis yang
lain yang lebih kuat dari segi kualitas sanadnya sehingga derajatnya juga turut
meningkat.
Sementara hasan li ghayrih adalah hadis yang pada asalnya tidak hasan
kemudian meningkat mencapai derajat hasan karena ada hadis lain yang
mendukungnya. Hadis hasan li ghayrih pada dasarnya adalah hadis da’īf,
namun ia terangkat derajatnya dikarenakan ada hadis lain yang
mendukungnya. Seandainya tidak ada yang mendukungnya, maka ia tetap
menjadi hadis da’īf. Atau dengan kata lain bahwa hadis itu da’īf disebabkan ia
mursal atau tadlīs, atau para periwayatnya yang jujur dan terpercaya itu
lemah, atau dalam sanadnya terdapat periwayat yang tertutup dan dia
periwayat yang tidak pelupa dan tidak punya banyak salah, serta tidak
tertuduh berbuat dusta dan tidak pula termasuk orang yang fasiq, dan hadis
ditolong oleh periwayat-periwayat yang kenamaan yang bekedudukan sebagai
syahid atau mutābi’. Oleh karenanya, hadis itu disebut hasan li ghayrih.6
Contoh hadis hasan Lidzatihi :
‫ َح َّد ثَـَناقُـتَـْيَبُةَح ـَّد ثَـَناَج ْع َفُرْبن ُسـَلْيَم اُن الُّض ـَبِع ُّي َعـْن أب ِعْم ـَر اَن الْج ـَو ْينِي َعـْن‬: ‫َم اَأْخ َر َج ُهالتِّـْر ِم ـِذ ي َقاَل‬
‫َقـال َر ُسـْو ُل اِهللا َص ـلَّى‬: ‫سَم ْعـُت أبِي ْ ب َح ْض ـَرِةاْلَع ُد ِّو يَـُقْو ُل‬: ‫أب َبْك ر ْبـن َأبِي ْ ُم ْو َس ـى األشـَع رِّي َقـاَل‬
‫ إَّن أبْـَو اَب الْج َّنِةتَح َت‬: ‫اُهللا َع َلْيـه َو َس َّلَم‬
‫الْح ِد ْي ث‬.... ‫ِظ ل الُّسيُـْو ِف‬
Artinya: Diriwayatkan oleh Tarmidzi, dia berkata, “Telah menceritakan
kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kapada kami Ja’far ibn Sulaiman
al-Dhaba’i, dari Abi ‘Imran al-Juwayni, dari Abu Bakar ibn Abu Musa al-
Asy’ari, dia berkata, ‘Aku mendengar ayah berkata, di hadapan musuh,
‘Rasulullah SAW. bersabda, ‘Sesungguhnya pintu-pintu surga itu di bawah
naungan pedang,....”7
6
DAMANIK, Nurliana. Teori Pemahaman Hadis Hasan. SHAHIH (Jurnal Ilmu
Kewahyuan), 2020, 2.2
7
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis. (Jakarta. PT. Mutiara Sumber Widya. 2001). hlm. 228
7

Hadits ini dinyatakan hasan karena pada sanadnya terdapat Ja’far bin
Sulaiman adh-Dhuba’i yang menurut para ulama hadits, Ja’far ini berada pada
kualitas shaduq (tidak sempurna dhabith-nya), sehingga tidak mencapai
tingkatan tsiqat (hapalannya kuat) sebagai salah satu persyaratan hadits
shahih.
Contoh hadis hasan Ligairihi :
‫أَّن اْمَر َأًةِم ْن َبنِي فَـَزاَر َةتَـَز َّوَج ْت َع َلى نَـْع َليْن ◌ فَـ َقاَل َر ُسْو ُل ِهّللا َص َّلى ُهّللا َع َلْيِه َو َس ـَّلَم َأَرِض ـيِت ِم ـْن‬
‫َفَأَج اَز‬, ‫نَـْفِس ِك َو َلِك ِب ◌نَـْع َليْن ◌؟ َقاَلْت نَـَعْم‬
Artinya: Hadis diriwayatkan oleh Al-Tirmidzi dan dinyatakannya Hasan, dari
jalan Syu’bah dari ‘Ashim ibn ‘Ubaid Allah dari ‘Abd Allah ibn ‘amir ibn
Rabi’ah dari ayahnya, bahwa seorang wanita dari Bani Fazarah kawin dengan
mahar sepasang sandal, maka Rasulullah SAW. bertanya,”Apakah engkau
merelakan dirimu sedangkan engkau hanya mendapat mahar sepasang sandal?,
“Maka wanita tersebut menjawab: “Rela’, Maka Rasul pun membolehkannya.8
Pada hadits tersebut terdapat perawi yang bernama ‘Ashim. Dia dinilai oleh
para ulama hadits sebagai perawi yang dha’if karena buruk hafalannya. Tetapi
At-Tirmidzi menyatakan sebagai hadits hasan karena datangnya (dijumpai
sanad lain dari ) hadits tersebut melalui jalan lain.
Hadis hasan sebagaimana halnya hadis shahih, meskipun derajatnya
berada dibawa hadis shahih, adalah hadis yang dapat diterima dan dapat
dipergunakan sebagai dalil atau hujjah dalam penetapan hukum atau dalam
beramal.
Tapi Imam Bukhari dan Ibnu Araby, menolaknya sebagai dalil untuk
menetapkan hukum, namun Al-Hakim, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah
dapat menerimanya sebagai hujjah, dengan syarat apabila hadis hasan tersebut
ternyata isinya bertentangan dengan hadis shahih, maka yang diambil haruslah
yang berkualitas shahih.
D. Kedudukan Hadis Hasan Dalam Islam

8
M. Syuhudi Ismail. Pengantar Ilmu Hadits. cet. Kedua (Bandung: Angkasa. 1991). hlm.
182
8

Menurut para ulama’ ahli hadits, bahwa hadits hasan, baik hasan li
dzatih maupun hasan li ghairih, juga dapat dijadikan hujjah untuk
menetapkan suatu kepastian hukum, yang harus diamalkan. Hanya saja
terdapat perbedaan pandangan di antara mereka dalam soal
penempatan rutbah atau urutannya, yang disebabkan oleh kualitasnya masing-
masing. Ada ulama’ yang tetap mambedakan kualitas kehujjahan, baik
antara shahih li dzatih dan shahih li ghairih dengan hasan li dzatih dan hasan
li ghairih.9

9
M. Syuhudi Ismail. Pengantar Ilmu Hadits. Hlm .188
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hadits hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan
oleh rawi yang adil, yang rendah tingkat kekuatan daya hafalnya tidak rancu
dan tidak bercacat. Hadis sahih diriwayatkan oleh rawi yang sempurna daya
hafalnya yakni kuat hafalannya dan tingkat akurasinya, sedangkan rawi hadis
hasan adalah yang rendah tingkat daya hafalnya.
Yang pertama memunculkan istilah hadis Hasan ialah Abu Isa at-
Tirmidzi (Imam at-Turmudzi).
Syarat-syarat hadits hasan dibagi menjadi lima, yakni; Periwayat (sanad)
bersambung, Diriwayatkan oleh rawi yang adil, Diriwayatkan oleh rawi yang
hafal (dhabith), tetapi tingkat kehafalannya masih di bawah hadis shahih.
Tidak bertentangan dengan hadits dengan rawi yang tingkat dipercayanya
lebih tinggi atau Al-Qur'an, Tidak terdapat cacat (‘Illat).
Macam-macam hadis hasan ada dua yaitu hadis hasan li dzatihi dan
hadis hasan li ghairihi.
Menurut para ulama’ ahli hadits, bahwa hadits hasan, baik hasan li
dzatih maupun hasan li ghairih, juga dapat dijadikan hujjah untuk
menetapkan suatu kepastian hukum, yang harus diamalkan.
B. Saran
Penulis menyadari, dalam pembuatan makalah ini banyak kekurangan.
Semoga penulisan makalah ini bisa menambah wawasan kita dalam
mengetahui lebih jauh tentang Hadist Hasan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Assiba’I, Mustafa.1993. Al Hadis sebagai Sumber Hukum diterjemahkan oleh


Dja’far Abdul Muchith, cet. IV. Bandung: Diponegoro

DAMANIK, Nurliana. Teori Pemahaman Hadis Hasan. SHAHIH (Jurnal Ilmu


Kewahyuan), 2020, 2.2

Ismail, M. Syuhudi. 1991. Pengantar Ilmu Hadits, cet. Kedua. Bandung: Angkasa

Ismail, M. Syuhudi. 1988. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis Telaah kritis dan
Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah. Jakarta: Bulan Bintang

Muhammad Alawi Al-Maliki, 2009. Ilmu Ushul Hadis, Yogyakarta:


Pustakapelajar

Wijaya, Utang Ranu, 1996. Ilmu Hadits, cet. I. Jakarata: Gaya Media Pratama

Yuslem, Nawir.2001. Ulumul Hadis. Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya

Zufran Raman, 1995, Kajian Sunnah Nabi SAW Sebagai Sumber Hukum Islam,
Pedoman Ilmu Jaya, Cet- Ke-1, Jakarta

10

Anda mungkin juga menyukai