Oleh :
Dosen Pengampu:
Dr. Mukhtar Lc., MA
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Hadis Hasan”. Makalah ilmiah ini telah disusun dengan
maksimal, untuk itu disampaikan banyak terima kasih kepada pihak yang telah
mengkontribusi pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, sangat banyak kekurangan baik dari segi
penyusunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan menginspirasi bagi pembaca.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan..............................................................................................8
B. Saran........................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
M. Syuhudi Ismail. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis Telaah kritis dan Tinjauan dengan
Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta. Bulan Bintang. 1988). hlm. 3
2
Mustafa Assiba’i. Al Hadis sebagai Sumber Hukum diterjemahkan oleh Dja’far Abdul
Muchith. cet. IV (Bandun. Diponegoro. 1993). hlm.197
1
kaitannya dengan dapat atau tidak dapatnya suatu hadis dijadikan hujjah
(dalil) agama.
2
3
Latar belakang munculnya hadis hasan, pada awalnya hadis itu terbagi
kepada shahih dan dhaif, yang shahih ialah yang memenuhi kriteria maqbul,
dan yang dhaif, yang tidak memenuhi hal tersebut. Di antara para ulama hadis
ada yang mendapati adanya kriteria yang kurang sempurna dalam
kedhabitannya (hapalan perawi), yakni ada perawi hadis yang hapalannya
tidak sempurnah, (dibawah hapalan perawi hadis shahih), tapi lebih diatas
perawi hadis yang dhaif, dengan kata lain tingkat kecerdasan hapalan perawi
diantara shahih dan dhaif, yang pada kriteria-kriteria yang lain terpenuhi
dengan baik dan sempurna.3
Karena alasan tersebut di atas, maka muncullah istilah hadis hasan
(yang baik) yakni hadis yang salah seorang perawinya ada yang agak kurang
dibagian hapalan.
Kualitas sanad dan matan-nya, para pakar hadits membagi hadits
menjadi tiga yaitu hadis shahih, hadis hasan, dan hadis dha’if. Ulama yang
mula-mula memperkenalkan pembagian hadis menjadi shahih, hasan dan
dha’if adalah Imam al-Tirmidzi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hadis hasan?
2. Apa syarat-syarat hadis hasan?
3. Bagaimana pembagian hadis hasan?
4. Bagaimana kedudukan hadis hasan dalam islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari hadis hasan.
2. Untuk mengetahui syarat-syarat hadis hasan.
3. Untuk mengetahui pembagian hadis hasan.
4. Untuk mengetahui kedudukan hadis hasan dalam islam.
3
Utang Ranu Wijaya. Ilmu Hadits. cet. I (Jakarata. Gaya Media Pratama. 1996). hlm. 168
BAB II
PEMBAHASAN
4
5
5
Muhammad Alawi Al-Maliki. Ilmu Ushul Hadis. (Yogyakarta: Pustakapelajar). 2009.
Hlm. 60
6
yaitu hasan disebabkan karena matannya terkategori baik, tidak ada zadz dan
illat, namun salah satu periwayatnya ada yang kedhabithannya di bawah dari
hadis yang terkategori shahih. Atau mungkin saja bisa menjadi disebut sahīh
li ghayrih karena ia dikatrol atau ditopan oleh jalur periwayatan hadis yang
lain yang lebih kuat dari segi kualitas sanadnya sehingga derajatnya juga turut
meningkat.
Sementara hasan li ghayrih adalah hadis yang pada asalnya tidak hasan
kemudian meningkat mencapai derajat hasan karena ada hadis lain yang
mendukungnya. Hadis hasan li ghayrih pada dasarnya adalah hadis da’īf,
namun ia terangkat derajatnya dikarenakan ada hadis lain yang
mendukungnya. Seandainya tidak ada yang mendukungnya, maka ia tetap
menjadi hadis da’īf. Atau dengan kata lain bahwa hadis itu da’īf disebabkan ia
mursal atau tadlīs, atau para periwayatnya yang jujur dan terpercaya itu
lemah, atau dalam sanadnya terdapat periwayat yang tertutup dan dia
periwayat yang tidak pelupa dan tidak punya banyak salah, serta tidak
tertuduh berbuat dusta dan tidak pula termasuk orang yang fasiq, dan hadis
ditolong oleh periwayat-periwayat yang kenamaan yang bekedudukan sebagai
syahid atau mutābi’. Oleh karenanya, hadis itu disebut hasan li ghayrih.6
Contoh hadis hasan Lidzatihi :
َح َّد ثَـَناقُـتَـْيَبُةَح ـَّد ثَـَناَج ْع َفُرْبن ُسـَلْيَم اُن الُّض ـَبِع ُّي َعـْن أب ِعْم ـَر اَن الْج ـَو ْينِي َعـْن: َم اَأْخ َر َج ُهالتِّـْر ِم ـِذ ي َقاَل
َقـال َر ُسـْو ُل اِهللا َص ـلَّى: سَم ْعـُت أبِي ْ ب َح ْض ـَرِةاْلَع ُد ِّو يَـُقْو ُل: أب َبْك ر ْبـن َأبِي ْ ُم ْو َس ـى األشـَع رِّي َقـاَل
إَّن أبْـَو اَب الْج َّنِةتَح َت: اُهللا َع َلْيـه َو َس َّلَم
الْح ِد ْي ث.... ِظ ل الُّسيُـْو ِف
Artinya: Diriwayatkan oleh Tarmidzi, dia berkata, “Telah menceritakan
kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kapada kami Ja’far ibn Sulaiman
al-Dhaba’i, dari Abi ‘Imran al-Juwayni, dari Abu Bakar ibn Abu Musa al-
Asy’ari, dia berkata, ‘Aku mendengar ayah berkata, di hadapan musuh,
‘Rasulullah SAW. bersabda, ‘Sesungguhnya pintu-pintu surga itu di bawah
naungan pedang,....”7
6
DAMANIK, Nurliana. Teori Pemahaman Hadis Hasan. SHAHIH (Jurnal Ilmu
Kewahyuan), 2020, 2.2
7
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis. (Jakarta. PT. Mutiara Sumber Widya. 2001). hlm. 228
7
Hadits ini dinyatakan hasan karena pada sanadnya terdapat Ja’far bin
Sulaiman adh-Dhuba’i yang menurut para ulama hadits, Ja’far ini berada pada
kualitas shaduq (tidak sempurna dhabith-nya), sehingga tidak mencapai
tingkatan tsiqat (hapalannya kuat) sebagai salah satu persyaratan hadits
shahih.
Contoh hadis hasan Ligairihi :
أَّن اْمَر َأًةِم ْن َبنِي فَـَزاَر َةتَـَز َّوَج ْت َع َلى نَـْع َليْن ◌ فَـ َقاَل َر ُسْو ُل ِهّللا َص َّلى ُهّللا َع َلْيِه َو َس ـَّلَم َأَرِض ـيِت ِم ـْن
َفَأَج اَز, نَـْفِس ِك َو َلِك ِب ◌نَـْع َليْن ◌؟ َقاَلْت نَـَعْم
Artinya: Hadis diriwayatkan oleh Al-Tirmidzi dan dinyatakannya Hasan, dari
jalan Syu’bah dari ‘Ashim ibn ‘Ubaid Allah dari ‘Abd Allah ibn ‘amir ibn
Rabi’ah dari ayahnya, bahwa seorang wanita dari Bani Fazarah kawin dengan
mahar sepasang sandal, maka Rasulullah SAW. bertanya,”Apakah engkau
merelakan dirimu sedangkan engkau hanya mendapat mahar sepasang sandal?,
“Maka wanita tersebut menjawab: “Rela’, Maka Rasul pun membolehkannya.8
Pada hadits tersebut terdapat perawi yang bernama ‘Ashim. Dia dinilai oleh
para ulama hadits sebagai perawi yang dha’if karena buruk hafalannya. Tetapi
At-Tirmidzi menyatakan sebagai hadits hasan karena datangnya (dijumpai
sanad lain dari ) hadits tersebut melalui jalan lain.
Hadis hasan sebagaimana halnya hadis shahih, meskipun derajatnya
berada dibawa hadis shahih, adalah hadis yang dapat diterima dan dapat
dipergunakan sebagai dalil atau hujjah dalam penetapan hukum atau dalam
beramal.
Tapi Imam Bukhari dan Ibnu Araby, menolaknya sebagai dalil untuk
menetapkan hukum, namun Al-Hakim, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah
dapat menerimanya sebagai hujjah, dengan syarat apabila hadis hasan tersebut
ternyata isinya bertentangan dengan hadis shahih, maka yang diambil haruslah
yang berkualitas shahih.
D. Kedudukan Hadis Hasan Dalam Islam
8
M. Syuhudi Ismail. Pengantar Ilmu Hadits. cet. Kedua (Bandung: Angkasa. 1991). hlm.
182
8
Menurut para ulama’ ahli hadits, bahwa hadits hasan, baik hasan li
dzatih maupun hasan li ghairih, juga dapat dijadikan hujjah untuk
menetapkan suatu kepastian hukum, yang harus diamalkan. Hanya saja
terdapat perbedaan pandangan di antara mereka dalam soal
penempatan rutbah atau urutannya, yang disebabkan oleh kualitasnya masing-
masing. Ada ulama’ yang tetap mambedakan kualitas kehujjahan, baik
antara shahih li dzatih dan shahih li ghairih dengan hasan li dzatih dan hasan
li ghairih.9
9
M. Syuhudi Ismail. Pengantar Ilmu Hadits. Hlm .188
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan
oleh rawi yang adil, yang rendah tingkat kekuatan daya hafalnya tidak rancu
dan tidak bercacat. Hadis sahih diriwayatkan oleh rawi yang sempurna daya
hafalnya yakni kuat hafalannya dan tingkat akurasinya, sedangkan rawi hadis
hasan adalah yang rendah tingkat daya hafalnya.
Yang pertama memunculkan istilah hadis Hasan ialah Abu Isa at-
Tirmidzi (Imam at-Turmudzi).
Syarat-syarat hadits hasan dibagi menjadi lima, yakni; Periwayat (sanad)
bersambung, Diriwayatkan oleh rawi yang adil, Diriwayatkan oleh rawi yang
hafal (dhabith), tetapi tingkat kehafalannya masih di bawah hadis shahih.
Tidak bertentangan dengan hadits dengan rawi yang tingkat dipercayanya
lebih tinggi atau Al-Qur'an, Tidak terdapat cacat (‘Illat).
Macam-macam hadis hasan ada dua yaitu hadis hasan li dzatihi dan
hadis hasan li ghairihi.
Menurut para ulama’ ahli hadits, bahwa hadits hasan, baik hasan li
dzatih maupun hasan li ghairih, juga dapat dijadikan hujjah untuk
menetapkan suatu kepastian hukum, yang harus diamalkan.
B. Saran
Penulis menyadari, dalam pembuatan makalah ini banyak kekurangan.
Semoga penulisan makalah ini bisa menambah wawasan kita dalam
mengetahui lebih jauh tentang Hadist Hasan.
9
DAFTAR PUSTAKA
Ismail, M. Syuhudi. 1991. Pengantar Ilmu Hadits, cet. Kedua. Bandung: Angkasa
Ismail, M. Syuhudi. 1988. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis Telaah kritis dan
Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah. Jakarta: Bulan Bintang
Wijaya, Utang Ranu, 1996. Ilmu Hadits, cet. I. Jakarata: Gaya Media Pratama
Zufran Raman, 1995, Kajian Sunnah Nabi SAW Sebagai Sumber Hukum Islam,
Pedoman Ilmu Jaya, Cet- Ke-1, Jakarta
10