Anda di halaman 1dari 10

HADIS HASAN DAN PERMASALAHANNYA

Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Al-Hadis

DOSEN PENGAMPU :
Mufidah, M.Pd

Disusun Oleh :
Nadaa Haniyyah A.M 2008036013
Fitria Try Handayani 2008036016

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Hadis Hasan Dan
Permasalahannya ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Studi Al-Hadis. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Hadis Hasan Dan Permasalahannya bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mufidah, M.Pd, selaku dosen mata
kuliah Studi Al-Hadis yang telah memberikan tugas ini sehingga kami dapat menambah
pengetahuan dan wawasan tentang bidang studi ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Semarang, 17 September 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................1
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................3
A. Latar Belakang........................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................4
A. Pengertian Hadis Hasan..........................................................................................................4
B. Hakekat Hadis Hasan..............................................................................................................4
C. Dalil Kehasanan Sebuah Hadis...............................................................................................5
D. Peran Imam al-Turmudzi Sebagai Penggagas Munculnya Hadis Hasan............................6
BAB III PENUTUP...........................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................11

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadis merupakan sumber ajaran Islam yang kedua telah dibukukan pada masa
pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, khalifah ke-5 Bani Umayyah. Sedangkan
sebelumnya hadis–hadis Nabi SAW masih terdengar dalam ingatan para sahabat untuk
kepentingan dan pegangan mereka sendiri.
Umat Islam di dunia harus menyadari bahwa hadis Rasulullah SAW sebagai
pedoman hidup yang kedua setelah Al-Qur’an. Tingkah laku manusia yang tidak
ditegaskan ketentuan hukumnya, cara mengamalkannya, tidak dirinci dengan ayat Al-
Qur’an secara mutlak dan secara jelas, hal ini membuat para muhaditsin sadar akan
perlunya mencari penyelesaian dalam hal tersebut dengan al-hadits.
Dalam meneliti kekuatan serta kelemahan hadis dan untuk dijadikan hujjah
hukum, serta untuk mengamalkan hadis, perlu difahami hadis–hadis yang berkembang
baik dari segi kualitas mapun kuantitas. Dalam makalah ini penulis akan membahas
tentang hadis hasan dan permasalahannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hadis hasan?
2. Apa hakekat hadis hasan?
3. Apa dalil kehasanan sebuah hadis?
4. Apa peran Imam al-Turmudzi sebagai penggagas munculnya hadis hasan?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian hadis hasan
2. Mengetahui hakekat hadis hasan
3. Mengetahui dalil kehasanan sebuah hadis
4. Mengetahui peran Imam al-Turmudzi sebagai penggagas munculnya hadis hasan

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadis Hasan


Dalam matan Mandzhumah al-Baiquniyyah dikatakan :
ْ ‫يح ا ْشتَهَ َر‬
‫ت‬ ِ ‫ص ِح‬ ْ ‫َو ْال َح َسنُ ْال َم ْع ُروفُ طُرْ قا ً َو َغد‬
َّ ‫َت … ِر َجالُهُ الَ َكال‬
“Dan (hadits) hasan adalah yang dikenal jalur periwayatannya dan masyhur…
(namun) para perawinya tidak seperti (dalam hadits) shahih (dalam kekokohan).”

Hadis hasan adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kurang kuat
hapalannya, bersambung sanadnya, tidak mengandung 'illat dan syadz. Dari definisi di
atas menunjukkan bahwa hadis hasan itu sama dengan hadis shahih, perbedaannya
hanya pada tingkat kekokohan perawinya yang berada di bawah hadis shahih, namun
masih bisa diterima.
Menurut Ibnu Taimiyah, yang mula-mula mempopulerkan istilah hadis hasan
ialah Abi Isa At Turmudzi atau lebih dikenal dengan Imam Turmudzi. Sebelumnya
para ulama membagi hadis hanya kepada dua kategori, yaitu shahih dan dhaif.
Lahirnya hadis hasan disebabkan ditemukannya adanya kriteria perawi yang kurang
sempurna dalam kedhabitannya. Artinya terdapat perawi yang kualitas hafalannya di
bawah kebanyakan para perawi yang shahih, akan tetapi diatas para perawi yang dhaif.
Dengan kata lain, tingkat kedhabitannya menengah antara yang shahih dan yang dhaif,
padahal pada kriteria-kriteria lainnya terpenuhi dengan baik atau sempurna.
Hadis hasan terbagi dua, yaitu :
1. Hasan li dzatihi : jalur riwayat tersebut memang hasan tanpa perlu adanya jalur
penguat.
2. Hasan li ghoirihi : beberapa jalur riwayat yang dhaif (lemah), namun saling
menguatkan sehingga naik ke derajat hasan. Hal ini jika kelemahannya ringan.

B. Hakekat Hadis Hasan


Pada hakikatnya hadis hasan sama kualitasnya dengan hadis shahih, dan ia pun
dapat digunakan sebagaimana hadis shahih, hanya saja tingkatan hadis hasan belum
sampai pada tingkatan hadis shahih, yaitu karena perbedaan tingkat kedhabitan para
perawinya. Para perawi hadis shahih memiliki dhabit tam (daya ingat yang baik atau

4
sempurna), sedangkan para perawi hadis hasan hanya memiliki dhabit naqish atau
khafiy (daya ingat yang kurang atau lemah). Oleh karena ulama hadis tidak
memberikan label suatu hadis dengan istilah “‫ حديث صحيح‬atau ‫ ”حديث حسن‬melainkan
menggunakan istilah “‫ حديث صحيح اإلسناد‬atau ‫”حديث حسن اإلسناد‬
Salah satu bukti bahwa hadis hasan memiliki kualitas yang sama dengan hadis
shahih adalah dalam hal penamaan. Nama “‫ ”صحيح‬yang secara bahasa berarti “sehat”
menggambarkan bahwa hadis yang menyandang label tersebut dalam keadaan sehat,
dalam arti hadis tersebut terbebas dari penyakit-penyakit yang dapat melemahkan atau
menurunkan pamor, kualitas dan kredibilitasnya sebagai salah sumber ajaran Islam.
Sedangkan nama “‫ ”حسن‬yang berarti “baik atau bagus” menggambarkan bahwa hadis
yang menyandang label tersebut dalam keadaan baik dan bagus untuk dijadikan
sebagai pegangan dalam ajaran Islam. Kedua hadis ini (shahih dan hasan) bersama
hadis dhaif adalah termasuk dalam klasifikasi hadis yang dilihat dari segi kualitasnya.
Secara analogi, keadaan kesehatan manusia hanya terbagi menjadi ke dalam
dua kriteria saja tidak lebih, yaitu sehat dan sakit (tidak sehat). Sedangkan ulama hadis
membagi hadis dari segi kualitasnya menjadi 3 bagian, yaitu hadis shahih yang
menyandang kriteria sehat dan hadis dhaif sebagai penyandang kriteria sakit. Lalu
diposisikan di manakah hadis hasan? Karena hanya ada 2 kriteria saja (sehat dan sakit)
sebagaimana analogi di atas, maka ulama hadis tidak bisa memasukkan hadis hasan ke
dalam kriteria shahih adalah karena ia mempunyai 1 kekurangan, yaitu perawinya
mempunyai daya ingat yang lemah. Begitu juga ulama hadis tidak bisa memasukkan
hadis hasan ke dalam kriteria dhaif, karena pada dasarnya hadis hasan bukanlah hadis
yang sakit atau lemah bahkan ia lebih kuat kredibilitasnya daripada hadis dhaif. Oleh
karena itulah ulama hadis menyebutkan 1 kriteria lagi yaitu hadis hasan, yang
sebenarnya hampir saja ia menyentuh kriteria shahih.

C. Dalil Kehasanan Sebuah Hadis


‫ال‬kk‫عري ق‬kk‫ى األش‬kk‫ر بن أبي موس‬kk‫ وْ ني عن أبي بك‬k‫ران ال َج‬kk‫بَعي عن أبي عم‬k‫الض‬
ُّ ‫حدثنا قتيبة حدثنا جعفر بن سليمان‬
‫ فقال‬،"‫ "إن أبواب الجنّة تحت ظالل السيوف‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫سمعت أبي بحضرة العد ّو يقول‬
ّ ‫وم‬kk‫ل من الق‬kk‫رج‬
‫ع إلى‬kk‫ فرج‬،‫ نعم‬:‫ال‬kk‫ذكر؟ ق‬kk‫لم ي‬kk‫ه وس‬kk‫لى هللا علي‬kk‫ول هللا ص‬kk‫ذا من رس‬kk‫معتَ ه‬kk‫ أأنت س‬:‫ة‬kk‫رث الهيئ‬
)‫ (رواه الترمذي‬.‫ أقرأ عليكم السالم وكسر جفن سيفه فضرب به حتى قُتل‬:‫أصحابه فقال‬
“Qutaibah menceritakan kepada kami: Sulaiman Adl-Dluba’i menceritakan
kepada kami dari Abu Imron Al-Jauni dari Abu Bakr bin Abu Musa Al-Asy’ari, ia
berkata: Saya mendengar Ayahku berkata saat musuh (perang) datang: Rasulullah
5
SAW bersabda: Sesungguhnya pintu-pintu surga ada dibawah pedang-pedang”,
kemudian ada seorang sahabat dari sebuah kaum yang dalam keadaan usang (terluka
parah hampir mati) berkata: Apakah kamu mendengar perkataan ini dari Rasulullah
SAW? Ia menjawab: Iya. Kemudian ia langsung kembali kepada teman-temannya
(yang sedang berperang) seraya berkata: Saya do’akan agar kalian senantiasa
diberikan keselamatan (oleh Allah), dan kemudian ia memecah sarung pedang yang
ia bawa dan menggunakan pedangnya untuk menebas musuh hingga akhirnya ia pun
terbunuh.” (HR. At-Tirmidzi)

At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini hanya diketahui dari riwayat Ja’far bin
Sulaiman Adl-Dluba’i saja.
Hadis ini mempunyai kualitas hasan, karena semua rawinya adalah tsiqqah (adil +
dhabit tam), kecuali Ja’far bin Sulaiman Adl-Dluba’i (adil + dhabit khaffi). Oleh
karena itulah tingkatan hadis ini turun dari hadis shahih menjadi hadis hasan.
Contoh lain hadis hasan :
‫ ِه أَ َّن‬kْ‫ ةَ ع َْن أَبِي‬k‫ا ِم ِر ْب ِن َربِ ْي َع‬kَ‫ ِد هللاِ ع َْن َع ْب ِدهللاِ ْب ِن ع‬kْ‫ ِم ْب ِن ُعبَي‬k‫َاص‬ ِ ‫نَهُ ِم ْن طَ ِري‬k‫َما َر َواهُ التِّرْ ِم ِذي َو َح َّس‬
ِ ‫ ْعبَةَ ع َْن ع‬k‫ق ُش‬kْ
ْ َ‫ك بِنَ ْعلَ ْي ِن ؟ قاَل‬
‫ نَ َع ْم‬: ‫ت‬ ِ ‫ت ِم ْن نَ ْف ِس‬
ِ ِ‫ك َو َمال‬ ِ ‫ ” أَ َر‬: ‫اِ ْم َرأَةً ِم ْن بَنِي فَزَا َرةَ تَزَ وجت على نَ ْعلَ ْي ِن فَقَا َل َرسُوْ ُل هللاِ ص م‬
ِ ‫ض ْي‬
‫ فَأ َ َجا َز‬،
Apa yang diriwayatkan oleh imam at-tirmidzi dan ia menghasankan hadits dari
jalur syu’bah dari ‘ashim bin ubaidillah dari abdillah bin amir bin robi’ah dari ayahnya
sesungguhnya seorang perempuan dari keturunan “Pajarah” menikah dengan mahar
sepasang sandal, lalu rasulullah saw bersabda: “Apakah kamu ridho dengan jiwa dan
hartamu dengan (mahar) sepasang sandal?! Maka ia berkata: ya, maka aku
mengizinkannya”
Maka rawi yang bernama ‘ashim bin ubaidillah itu dhoif karena jelek hafalannya,
kemudian imam at-tirmidzi menghasankan hadits ini karena terdapat hadits dari selain
jalur periwayatan ini.

D. Peran Imam al-Turmudzi Sebagai Penggagas Munculnya Hadis Hasan


Dalam beberapa kesempatan At-Tirmidzi menggunakan istilah “‫”حديث حسن صحيح‬
dalam mengklasifikasikan hadis. Dari sini timbul pertanyaan, bagaimana mungkin dua
label (shahih dan hasan) dijadikan satu istilah, padahal keduanya berbeda tingkatan? Ia
mempunyai alasan sebagai berikut:
1. Jika hadis yang ia berikan label tersebut mempunyai dua atau lebih sanad, maka
label hasan di sana adalah berdasarkan sanadnya, begitu juga label shahih juga
berdasarkan sanad yang lain.
6
2. Jika hadis itu mempunyai satu sanad saja, maka label hasan di sana adalah menurut
suatu kaum, dan label shahih adalah menurut kaum-kaum yang lain.
Maka dengan demikian hadis hasan mempunyai bobot yang sama seperti hadis
shahih dan dapat diamalkan layaknya hadis shahih, karena yang membedakan
keduanya hanyalah masalah kekuatan ingatan perawinya saja.

7
BAB III
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai hadis hasan dan permasalahannya
yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan
dan kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi
yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Demi melengkapi pengetahuan,
pembaca diimbau untuk turut membaca referensi lain agar dapat menambah khazanah
keilmuan pembaca.
Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi
penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abu Abdillah Adz-Dzahabi. 1994. Al-Mauqidhah fi Mushthalah Al-Hadits. Dar Ahad.


Abu Syahbah, Muhammad bin Muhammad. 1983. Al-Wasith fi Ulumi wa Mushthalah Al-
Hadits. Jeddah: ‘Alam al-Ma’rifah.
Mahmud Ath-Thahhan. 1996. Taisir Musthalah Al-Hadits. Riyadl: Maktabah Al-Ma’arif.
Thaha bin Muhammad bin Futuh Al-Baiquni.. Manzhumah al-Baiquniyah

11

Anda mungkin juga menyukai