Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HADITS HASAN DAN PERMASALAHANNYA


“Guna memenuhi tugas pada mata kuliah ulumul hadits”
Mata Kuliah: Ulumul hadits
Yang Diampu Oleh: Mufidah, M. Pd.

Disusun Oleh,

Sheren Aurellya Herbianto (1708066048)


Eva Dwi Mulyani (1708066049)

PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2020

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Hadits Hasan dan Permasalahannya.

Makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak
yang dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terimakasih kepada semua pihak terutama :

1. Mufidah, M. Pd. selaku dosen pengampu Ulumul Hadits.


2. Orang tua yang telah memberikan dukungan hingga kami bisa melanjutkan
belajar di UIN Walisongo Semarang.
3. Teman-teman kelas atas dukungannya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Semarang, 28 Oktober 2019

Penulis

Semarang, Maret , 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
A. LATAR BELAKANG...................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................1
C. TUJUAN........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................2
A. PENGERTIAN HADITS HASAN................................................................2
B. HAKEKAT HADITS HASAN......................................................................3
C. PERAN IMAM AT-TURMUDZI SEBAGAI PENGGAGAS MUNCULNYA
ISTILAH HADITS HASAN..........................................................................4
D. CONTOH-CONTOH HADITS HASAN.......................................................5
BAB III PENUTUP..................................................................................................8
A. KESIMPULAN..............................................................................................8
B. SARAN..........................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................9

E.

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kata hadits seringkali disebut juga dengan istilah khabar atau sunnah.
Hadits atau Sunnah merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Alqur’an. 
Keduanya merupakan pedoman hidup yang mengatur segala tingkah laku dan
perbuatan manusia. Al-Qur’an mempunyai kedudukan sebagai suatu yang
mutlak kebenaran beritanya, sedangkan hadits Nabi belum dapat
dipertanggungjawabkan periwayatannya, apakah berasal dari Nabi atau tidak.
Dalam hadits ada yang dalam periwatannya telah memenuhi syarat-
syarat tertentu untuk diterimanya sebagai sebuah hadits atau yang dikenal
dengan hadits maqbul (diterima). Namun disisi lain terdapat hadits-hadits yang
dalam periwayatannya tidak memenuhi kriteria-kriteria tertentu atau lebih
dikenal dengan istilah hadits mardud (ditolak) atau bahkan ada yang palsu
(maudhu’), hal ini dihasilkan setelah melakukan pemyelidikan, pemeriksaan dan
penelitian yang seksama tentang para rawinya serta segi-segi lainnya untuk
menentukan diterima atau ditolaknya hadits tersebut.
Dilihat dari segi kualitas hadits, maka hadits bisa dikelompokkan
menjadi tiga yaitu: hadits shahih, hadits hasan dan hadits dha’if. Namun dalam
makalah ini, hanya akan membahas hadits hasan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud hadist Hasan?
2. Bagaimana hakekat hadist Hasan?
3. Sebutkan contoh hadist Hasan beserta sanadnya?
4. Bagaimana peran Imam al-Turmudzi sebagai penggagas munculnya hadist
Hasan?

C. TUJUAN
1. Untuk dapat menjelaskan pengertian hadist hasan.
2. Untuk dapat menjelaskan hakekat hadist hasan.
3. Untuk dapat menyebutkan contoh hadist hasan beserta sanadnya.
4. Untuk dapat menjelaskan peran Imam al-Turmudzi sebagai penggagas
munculnya hadist Hasan.
D.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HADITS HASAN

Secara bahasa kata hasan (‫ )حسن‬berarti “bagus atau baik”.[3] Sedangkan


secara istilah, hadis hasan yaitu:
]4[‫خف ضبطه عن مثله إلى منتهاه من غير شذوذ وال علّة‬
ّ ‫ما اتّصل سنده بنقل العدل الذي‬
Hadis hasan adalah hadis yang sanadnya muttashil (mulai dari awal
sanad) hingga pada akhir sanad, yang diriwayatkan oleh orang yang adil dan
mempunyai daya ingat yang kurang lemah dari orang orang yang (adil dan
dlabit) seperti demikian juga, serta terbebas dari syadz dan ‘ilat.Sedangkan
secara istilah, hadits hasan didefinisikan secara beragam oleh ahli Hadits,
sebagai berikut :

1. Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani

‫ل وال‬--‫ير معل‬-‫ند غ‬-‫ل الس‬--‫َوخبراألحاد بنقل عدل تام الضبط متص‬


‫شا ذ‬

Khobar ahad yang dinukil oleh orang yang adil, kurang sempurna
hapalannya, bersambung sanadnya, tidak cacat, dan tidak syadz.
2. Menurut Imam at-Tirmidzi

‫ذب وال‬--‫كل حديث يروى ال يكو ن فى إسنا ده من يّتّهم با لك‬


‫يكو ن الحديث شا دّا و يروى من غير وجه نحو ذالك‬

Tiap-tiap hadits yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh
dusta, pada matannya tidak  terdapat keganjalan, dan hadits itu diriwayatkan
tidak hanya dengan satu jalan (mempunyai banyak jalan) yang sepadan
dengannya.
Definisi hadits hasan menurut at-Tirmidzi ini terlihat kurang jelas, sebab
bisa jadi hadits yang perawinya tidak tertuduh dusta dan juga hadits gharib,
sekalipun pada hakikatnya berstatus hasan.  Tidak dapat dirumuskan dalam
definisi ini sebab dalam definisi tersebut disyariatkan tidak hanya melalui
satu jalan periwayatan (mempunyai banyak jalan periwayatan). Meskipun
demikian, melalui definisi ini at-Tirmidzi tidak bermaksud menyamakan
hadits hasan dengan hadits shahih, sebab justru at-Tirmidzilah yang mula-
mula memunculkan istilah hadits hasan ini.

3. Menurut At-Thibi

‫ا‬--‫مسند من قرب من درجة الثقة أو مرسل ثقة وروي كال هم‬


‫من غير وجه وسلم من شدو ٍذ ا وال علة‬

2
Hadits musnad (muttasil dan marfu) yang sanad-sanadnya mendekati
derajat tsiqah. Atau hadits mursal yang sanad-sanadnya tsiqah, tetapi pada
keduanya ada perawi lain, dan hadits itu terhindar dari syadz (kejanggalan)
dan illat (kekacauan).
Dengan kata lain hadits hasan adalah :

‫هو ما ا تصل سنده بنقل العدل الذى ق َّل ضبطه و خال من الشّذوذ والع‬

Hadits hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan


oleh orang adil, kurang sedikit ke-dhabit-annya, tidak ada keganjilan (syadz)
dan tidak ada illat.

Atas dasar pengertian hadits hasan tersebut, maka syarat-syarat hadits


hasan itu ada lima macam, yaitu:
 Muttasil sanadnya
 Rawinya adil
 Rawinya dhabith
Kedhabitan rawi disini tingkatannya dibawah kedhabitan rawi hadits
shahih, yakni kurang sempurna kedhabitannya.
 Tidak temasuk hadits syadz
 Tidak terdapat illat (cacat)

B. HAKEKAT HADIST HASAN


Pada hakikatnya hadis hasan sama kualitasnya dengan hadis shahih, dan
ia pun dapat digunakan sebagaimana hadis shahih, hanya saja tingkatan hadis
hasan belum sampai pada tingkatan hadis shahih, yaitu karena perbedaan tingkat
ke-dlabith-an para rawinya. Para perawi hadis shahih memiliki dlabith tam
(daya ingat yang baik atau sempurna), sedangkan para perawi hadis hasan hanya
memiliki dlabith naqish atau khafiy (daya ingat yang kurang atau lemah). Oleh
karena ulama hadis tidak memberikan label suatu hadis dengan istilah “‫حديث‬
‫ صحيح‬atau ‫ديث حسن‬xx‫ ”ح‬melainkan menggunakan istilah “‫ناد‬xx‫حيح اإلس‬xx‫ديث ص‬xx‫ ح‬atau
‫”حديث حسن اإلسناد‬
Salah satu bukti bahwa hadis hasan memiliki kualitas yang sama dengan
hadis shahih adalah dalam hal penamaan. Nama “‫ ”صحيح‬yang secara bahasa
berarti “sehat” menggambarkan bahwa hadis yang menyandang label tersebut
dalam keadaan sehat, dalam arti hadis tersebut terbebas dari penyakit-penyakit
yang dapat melemahkan atau menurunkan pamor, kualitas dan kradibilitasnya
sebagai salah sumber ajaran Islam. Sedangkan nama “‫ ”حسن‬yang berarti “baik
atau bagus” menggambarkan bahwa hadis yang menyandang label tersebut
dalam keadaan baik dan bagus untuk dijadikan sebagai pegangan dalam ajaran
Islam. Kedua hadis ini (shahih dan hasan) bersama hadis dla’if adalah termasuk
dalam klasifikasi hadis yang dilihat dari segi kualitasnya.
Secara analogi, keadaan kesehatan manusia hanya terbagi menjadi ke
dalam dua kriteria saja tidak lebih, yaitu sehat dan sakit (tidak sehat).

3
Sedangkan ulama hadis membagi hadis dari segi kualitasnya menjadi 3 bagian,
yaitu hadis shahih yang menyandang kriteria sehat dan hadis dla’if sebagai
penyandang kriteria sakit. Lalu diposisikan di manakah hadis hasan? Karena
hanya ada 2 kriteri saja (sehat dan sakit) sebagaimana analogi di atas, maka
ulama hadis tidak bisa memasukkan hadis hasan ke dalam kriteria shahih adalah
karena ia mempunyai 1 kekurangan, yaitu perawinya mempunyai daya ingat
yang lemah. Begitu juga ulama hadis tidak bisa memasukkan hadis hasan ke
dalam kriteria dla’if, karena pada dasarnya hadis hasan bukanlah hadis yang
sakit atau lemah bahkan ia lebih kuat kredibilitasnya daripada hadis dla’if. Oleh
karena itulah ulama hadis menyebutkan 1 kriteria lagi yaitu hadis hasan, yang
sebenarnya hampir saja ia menyentuh kriteria shahih.

C. SEBAB-SEBAB TIMBULNYA HADITS HASAN


Ketika berbicara mengenai sejarah pengklasifikasian kualitas hadits 
mayoritas para ahli hadits muta’akhirin didalam kitab-kitab ilmu hadits
karangan mereka berpendapat bahwa sebelum masa Imam Abu Musa At-
Tirmidzi, istilah hadits hasan sebagai salah satu bagian dari pengklasifikasian
kualitas hadits belum dikenal dikalangan para ulama hadits.
Pada masa itu hadits hanya diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu
hadits sahih dan hadits dhaif. Adapun setelah masa beliau terjadi perkembangan
dalam pengklasifiakasian hadits, pada masa ini hadits bila ditinjau dari segi
kualitasnya diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu hadits  sahih, hadits
hasan, dan hadits dha’if. Dan beliaulah yang pertama kali memperkenalkan hal
itu. Pendapat ini disandarkan kepada pendirian imam Taqiyuddin Ibnu
Taimiyah didalam kitab majmu fatawa, beliau menjelaskan:
Orang yang pertama kali memperkenalkan bahwa hadits terbagi atas
pembagian sahih , hasan dan dha’if adalah abu Isa At- Tirmidzi dan pembagian
ini tidak dikenal dari seorang pun pada masa-masa sebelumnya. Adapun
sebelum masa at-Tirmidzi dikalangan ulama hadits pembagian tiga kualitas
hadits ini tidak dikenal oleh mereka hanya membagi hadits itu menjadi sahih
dan dhaif (Majmu Fatawa Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah XVII: 23 & 25).

Menurut Imam Ibnu Taimiyyah hadits daif pada masa sebelum Imam


At-Tarmidzi itu terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1) Hadits daif dengan kedaifan yang tidak terhalang untuk
mengamalkannya dan dhaif ini menyerupai Hasan dalam istilah At-
Tirmidzi.
2) Hadits da’if dengan kedaifan yang wajib ditinggalkan (tidak boleh
diamalkan). Karena itu pada masa sebelum imam at-tirmidzi, hadits
hasan dikatergorikan kedalam hadits da’if, namun dengan keda’ifan
yang tidak terlalu parah hingga layak untuk diamalkan. Itulah sebabnya
dikalangan para ulama ada yang berpendapat bahwa hadits da’if boleh
diamalkan pada hal-hal yang tidak bersifat esensial, diataranya seperti
sirah, tarikh, fadha’ilul amal dan mengamalkan hadits itu lebih mereka

4
sukai dari pada pendapat seseorang (Ra’yu). Menurut imam ibnu
Taimiyah hadits hasan yang dimaksud oleh para ulama salaf tersebut
adalah hadits yang menempati derajat hasan pada istilah tirmidzi.

Anggapan bahwa Imam At-Tirmidzi adalah orang paling pertama yang


memperkenalkan istilah hadits Hasan yang diusung oleh Imam Ibnu Taimiyyah
ini, diikuti pula oleh muridnya, Al-Hafid Syamsyuddin Muhammad bin Ahmad
Adz-Dzahabi di dalam kitabnya, Al-Muqidhah fi Ilmi Musthalah Al-Hadits dan
sebagian besar ulama besar hadits.
Namun pendapat Imam Ibnu Taimiyyah ini ditolak oleh Abdul Fatah
Abu Guddah pada Tahqiq-nya dalam kitab Al-Muqidhah fi Ilmi Musthalah Al-
Hadits ia berkata:
Dan yang benar, sesungguhnya penggunaan istilah Hasan sudah ada dan
dikenal sebelum masa Imam At-Tirmidzi dalam waktu yang lama”.(Al-
Muqiidhah fi Ilmi Musthalah Al-Hadits, 1982: 27).
Dalam hal ini Ibnu Shalah  juga memberikan komentar, yang pada
akhirnya bisa dijadikan sebagai sebuah landasan dan sekaligus memperkuat
pendapat Abdul Fatah Abu Gudah.
Ditemukan istilah Hasan  pada beberapa tempat yang berbeda dari
perbincangan sebagian guru-gurunya (Imam At-Tirmidzi) dan generasi
sebelumnya seperti Ahmad bin Hanbal, Al-Bukhari, dan selain keduannya.
(Muqaddimah Ibnu Shalah fi Ulum Al-Hadits,:1 18.

)18 / 1( - ‫مقدمة بن الصالح في مصطلح الحديث‬

‫ن‬--‫ديث الحس‬--‫ة الح‬--‫ه هللا أص ل في معرف‬--‫ذي رحم‬--‫ى الترم‬--‫اب أبي عيس‬--‫كت‬


‫ات من‬-‫د في متفرق‬-‫ه ويوج‬-‫ره في جامع‬-‫ثر من ذك‬-‫مه وأك‬-‫وه باس‬-‫ ن‬-‫وهوالذى‬
‫كالم بعض مشايخه والطبقةالتى قبله كاحمد بن حنبل والبخاري وغيرها‬

Berdasarkan keterangan dari Ibnu Sholah  diatas, dapat diambil sebuah


kesimpulan bahwa pemakaian istilah hasan dalam mengklasifikasikan suatu
hadits berdasarkan kualitasnya, sudah dilakukan oleh guru-guru imam turmudzi
dan generasi sebelumnya walaupun tidak memasyarakat. Dengan demikian
terbantahlah pendapat imam Ibnu Taimiyah yang mengatakan bahwa Imam
Tirmidzi sebagai orang yang memperkenalkan istilah hadits hasan.

D. CONTOH- CONTOH HADITS HASAN


1. Hadits Hasan Li Dzatihii
Hadits hasan li dzatihii adalah hadits yang memenuhi segala syarat-
syarat hadits hasan. hadits hasan dengan sendirinya, karena telah memenuhi
segala kriteria dan persyaratan yang ditentukan.Sebuah hadits dikategorikan
sebagai hasan li dzatihi karena jalur periwayatannya, hanya melalui satu
jalur periwayatan saja. Sementara hadits hasan pada umumnya, ada
kemungkinan melalui jalur riwayat yang lebih dari satu. Atau didukung
dengan riwayat yang lainnya. Bila hadits hasan ini jumlah jalur riwayatnya

5
hanya satu, maka hadits hasan itu disebut dengan hadits hasan li dzatihi.
Tetapi jika jumlahnya banyak, maka ia akan saling menguatkan dan akan
naik derajatnya menjadi hadits shahih li ghairihi.

Contoh Hadits Hasan Lidzatihii :


Diriwayatkan oleh At-Tirmizi, dia berkata: telah bercerita kepada kami
Qutaibah, telah bercerita kepada kami Ja’far bin Sulaiman Ad-Dhab’I, dari
Abi Imran Al-Jauni, dari Abu Bakar bin Abu Musa Al-Asy’ari, dia berkata,”
Aku telah mendengar ayahku berkata dihadapan musuh, Rasulullah
bersabda, :

 ‫ى‬--‫ر بن ابي موس‬--‫و ن ّي عن ابي بك‬--‫حدثنا قتيبة حدثنا جعفر بن سليما ن الضبع ٌّي عن ابي عمران الج‬
‫ة‬--ّ‫واب الجن‬--‫ى قال سمعت أبي بحضر ة العد ِّو يقول قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم إنّ اب‬
ّ ‫اال شعر‬
‫تحت ظالل السيوف‬

“......dari Abu Bakar bin Abu Musa al-Asy’ari, (berkata), saya mendengar
ayahku ketika berada dihadapan musuh berkata, Rasulullah saw. Bersabda:
‘sesungguhnya pintu-pintu surga berada dibawah bayang-bayang pedang’.”
(HR. al-Tirmidzi)
Empat perawi hadits tersebut adalah tsiqoh kecuali Ja’far bin Sulaiman ad-
Dhab’I, sehingga hadits ini sebagai hadits hasan.

2. Hadits Hasan Li Gahirihi


Hadits hasan li ghairihi adalah hadits dhaif yang bukan dikarenakan
perawinya pelupa, banyak salah dan orang fasik, yang mempunyai mutabi’
dan syahid,hadits yang dhaif dikuatkan dengan beberapa jalan, dan sebab
kedhaifannya bukan karena kefasikan perawi (yang keluar dari jalan
kebenaran) atau kedustaannya.
Seperti satu hadits yang dalam sanadnya ada perawi yang mastur (tidak
diketahui keadaannya), atau rawi yang kurang kuat hafalannya, atau rawi
yang tercampur hafalannya karena tuanya, atau rawi yang pernah keliru
dalam meriwayatkan, lalu dikuatkan dengan jalan lain yang sebanding
dengannya, atau yang lebih kuat darinya. Hadits ini derjatnya lebih rendah
dari pada hasan lidzatihii dan dapat dijadikan hujjah.

Contoh Hadits Hasan Li Ghairihi :


Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Al-Turmudzi dan dia menilainya
hasan, dari riwayat Syu’bah dari ‘Asim bin Ubaidillah dari Abdullah bin
Amir bin Rabi’ah dari ayahnya, berbunyi sebagai berikut:

َّ‫ َأن‬: ‫ ِه‬-‫ عَنْ َأبِي‬، َ‫ة‬-‫ا ِم ِر ْب ِن َربِي َع‬-َ‫ َد هَّللا ِ بْنَ ع‬-‫ ِمعْتُ َع ْب‬-‫س‬ ِ ‫ عَنْ ع‬، ُ‫ش ْعبَة‬
َ ‫ال‬-َ‫ ق‬، ِ ‫ ِد هَّللا‬-‫ ِم ْب ِن ُعبَ ْي‬-‫َاص‬ ُ ‫َح َّدثَنَا‬
ْ‫ت ِمن‬
ِ ‫ ي‬-‫ض‬ِ ‫" َأ َر‬: ‫لَّ َم‬-‫س‬
َ ‫ ِه َو‬-‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬-‫ص‬
َ ِ ‫و ُل هَّللا‬-‫س‬ُ ‫ا َل َر‬--َ‫ فَق‬. ‫ َز َّو َجتْ َعلَى نَ ْعلَ ْي ِن‬-َ‫ا ْم َرَأةً ِمنْ بَنِي فَزَ ا َرةَ ت‬
)‫(رواه الترمذي‬. ُ‫ فََأ َجا َزه‬: ‫ قَا َل‬. ‫ نَ َع ْم‬: ْ‫س ِك َو َمالِ ِك بِنَ ْعلَ ْي ِن ؟" قَالَت‬ ِ ‫نَ ْف‬

6
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari jalur Syu’bah dari ‘ashim bin
‘Ubaidillah,dari Abdillah bin Amir bin Rabi’ah, dari ayahnya bahwasanya
seorang perempuan dari bani Fazarah menikah dengan mahar sepasang
sandal…”

Al-Turmudzi mengomentari bahwa hadits itu terdapat riwayat-riwayat


lain, yaitu dari Umar, Abu Hurairah, Aisyah dan Abu Hadrad. Dalam hal ini
Al-Turmudzi menilai hadits tersebut hasan, karena meskipun ‘Asim dalam
sanad hadits yang diriwayatkannya itu dhaif karena jelek hafalannya, hadits
ini didukung oleh adanya riwayat-riwayat lain.

E. PERAN IMAM AT-TURMUDZI SEBAGAI PENGGAGAS


MUNCULNYA ISTILAH HADITS HASAN
Ketika berbicara mengenai sejarah pengklasifikasian kualitas hadits
kebanyakan dari para ahli hadits muta’akhirin didalam kitab-kitab ilmu hadits
karangan mereka berpendapat bahwa sebelum masa Imam Abu Isa At-
Turmudzi, istolah hadits hasan sebagai salah satu bagian dari pengklafisikasian
kualitas hadits belum dikenal dikalangan para ulama ahli hadits.
Pada masa itu hadits hanya diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu
hadits shohih dan hadits dho’if. Adapun setelah masa beliau terjadi
perkembangan dalam pengklasifikasian hadits. Pada masa ini, hadits ditinjau
dari segi kualitasnya diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu hadits shohih,
hadits hasan, dan hadits dho’if. Dan beliaulah yang pertama kali mengenalkan
hal itu.
Dalam beberapa kesempatan At-Tirmidzi menggunakan istilah “ ‫حديث‬
‫ ”حسن صحيح‬dalam mengklasifikasikan hadis. Dari sini timbul pertanyaan,
bagaimana mungkin dua label (shahih dan hasan) dijadikan satu istilah, padahal
keduanya berbeda tingkatan? Ia mempunyai alasan sebagai berikut:

Jika hadits yang ia berikan label tersebut mempunyai dua atau lebih
sanad, maka label hasan di sana adalah berdasarkan sanadnya, begitu juga label
shahih juga berdasarkan sanad yang lain. Jika hadis itu mempunyai satu sanad
saja, maka label hasan di sana adalah menurut suatu kaum, dan label shahih
adalah menurut kaum-kaum yang lain.

Maka dengan demikian hadis hasan mempunyai bobot yang sama seperti
hadis shahih dan dapat diamalkan layaknya hadis shahih, karena yang
membedakan keduanya hanyalah masalah kekuatan ingatan perawinya saja.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Hadits hasan adalah hadits yang sanadnya muttashil (mulai dari awal
sanad) hingga pada akhir sanad, yang diriwayatkan oleh orang yang adil dan
mempunyai daya ingat yang kurang lemah dari orang orang yang (adil dan
dlabit) seperti demikian juga, serta terbebas dari syadz dan ‘ilat.

Pada hakikatnya hadis hasan sama kualitasnya dengan hadis shahih,


hanya saja saja tingkatan hadis hasan belum sampai pada tingkatan hadis
shahih, yaitu karena perbedaan tingkat ke-dlabith-an para rawinya. Ulama hadits
tidak bisa memasukkan hadits hasan ke dalam kriteria shahis karena mempunyai
1 kekurangan perwiranya mempunyai daya ingat lemah, serta tidak bisa masuk
dalam hadits dla’if, karena pada dasarnya hadis hasan bukanlah hadis hasan
lebih kuat kredibilitasnya daripada hadis dla’if. Oleh karena itulah ulama hadis
menyebutkan 1 kriteria lagi yaitu hadis hasan, yang sebenarnya hampir saja ia
menyentuh kriteria shahih.

Terdapat dua contoh hadits hasan, yaitu: Hadits Hasan Li Dzatihii dan
Hadits Hasan Li Gahirihi. Pada masa Imam Abu Isa At-Turmudzi, hadits
ditinjau dari segi kualitasnya diklasifikasikan dikembangkan menjadi tiga
macam, yaitu hadits shohih, hadits hasan, dan hadits dho’if. Dan beliaulah yang
pertama kali mengenalkan hal itu.

B. Saran
Sudah merupakan kewajiban bagi kaum muslimin bahwa al-Hadits
merupakan sumber syariat islam kedua setelah al-Qur-an. Oleh karena itu
marilah kita mempelajari hadits-hadits Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam-
yang merupakan kewajiban kita mempelajarinya sebagaimana mempelajari al-
Qur-an, hingga kita dapat mengamalkan dari kandungan kedua sumber syari’at
islam.

8
DAFTAR PUSTAKA

Alawi Al-Maliki,Muhammad, 2009, Al-Manhalu Al-Lathiifu fi Ushuuli Al-Haditsi Al-


Syarifi, terj. Adnan Qohar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Al-Qattan, Syaikh Manna, 2005, Pengantar Studi Ilmu Hadits, terj. Mifdhol
Abdurrahman, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Majid Khon, Abdul, 2009, Ulumul Hadits, Jakarta: Amzah
Rifa’I, Zuhdi, 2008, Mengenal Ilmu Hadits, Jakarta: al-Ghuraba
Solahuddin,M:Agus Suyadi, 2011, Ulumul Hadits, Bandung, Pustaka Setia
Abu Abdillah Adz-Dzahabi, Al-Mauqidhah fi Mushthalah Al-Hadits, hlm. 15.

Anda mungkin juga menyukai