“Hadist Dhoif”
Di Susun Oleh
Dosen Pengampu
Semester : I
2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan kekuatan lahir
bathin kepada kami sehingga makalah ini dapat kami selesaikan. Shalawat dan salam semoga selalu
dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini berjudul “Hadist Dhoif” yang menjadi tugas bagi mahasiswa Semester I Institut Agama
Islam Tebo dalam mata kuliah Ulumul Hadist yang dibimbing oleh bapak M.Masruri S.Pd.I, M.Pd.I
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan kekhilafan. Oleh karena itu kepada
semua pembaca dan pakar dimohon saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
kepada semua pihak yang telah memberikan saran dan kritik demi sempurnanya makalah ini, ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………………
Daftar Isi……………………………………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………………………………...
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………….
C. Tujuan Pembahasan…………………………………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………………..
B. Saran…………………………………………………………………………………………
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits mempunyai peranan yang sangat besar dalam pembinaan hukum Islam, sebab disamping
berfungsi sebagai penjelas terhadap ayat-ayat yang masih samar dan global dalam al Qur’an Hadits
berfungsi menetapkan hukum (Bayan Syar’i) terhadap suatu perkara yang belum ada dalam al qur’an.
Besarnya peranan Hadits ini harus disertai dengan kecermatan dalam memilah dan memilih
Hadits yang benar-benar dari Rasulullah. Sebab suatu hadits yang diragukan berasal dari Nabi maka akan
sulit dipertanggung jawabkan untuk dijadikan sebagai sumber hukum kedua setelah al qur’an. Maka jika
tersebarnya hadits-hadits semacam itu dapat menimbulkan dampak negatif yang luar biasa. Di makalah
ini akan dibahas mangenai Hadits dhaif yang tidak mempunyai legitimasi yang kuat dibanding Hadits
shahih dan hasan. Bahkan sebagian ulama ada yang melarang Hadits ini dijadikan sumber hukum. Untuk
lebih jelasnya akan dibahas dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
2) Apa saja macam-macam Hadits dhaif yang disebabkan gugurnya rawi dan cacat pada rawi atau
matan?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan dalam penulisan makalah ini yaitu untuk menjawab dari pertanyaan:
2) Macam-macam Hadits Dhaif yang disebabkan gugurnya rawi dan cacat pada rawi atau matan !
PEMBAHASAN
Hadits Dhaif, menurut bahasa berarti hadits yang lemah artinya hadit yang tidak kuat. Sedangkan
secara istilah para ulama terdapat perbedaan rumusan dalam mendefinisikan hadits dhaif ini akan tetapi
pada dasarnya, isi, dan maksudnya tidak berbeda. Beberapa definisi, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Hadits yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shahih dan syarat-syarat hadits hasan.
2. Hadits yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadits maqbul(hadits shahih atau yang
hasan)
3. Pada definisi yang ketiga ini disebutkan secara tegas, bahwa Hadits dhaif adalah hadits yang salah
satu syaratnya hilang.
الحديث الضعيف هو الحديث الذي لم يجمع صفات الحديث الصحيح و ال صفات الحديث
وقال اكثر العلماء هو ما لم يجمع صفتالصحيح و الحسن.هو كل حديث لم تجتمع فيه صفات القبول.
Hadis dhoif adalah semua hadis yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat bagi hadis yang diterima dan
menurut pendapat kebanyakan ulama; hadis dhoif adalah yang tidak terkumpul padanya sifat hadis shohih
dan hasan.
َم اَفِقَد َشْر طًا ِم ْن ُش ُرْو ِط اْلَحِد ْيِث اْلَم ْقُبْو ِل
Hadits yang kehilangan salah satu syaratnya sebagai hadits maqbul (yang dapat diterima).
1. Rawinya adil
Alasan pemberian predikat dha’if kepada hadits yang tidak memenuhi salah satu syarat
diterimanya sebuah hadits adalah apabila pada suatu hadits telah terpenuhi syarat-syarat di atas, maka hal
itu menunjukan bahwa hadits tersebut telah diriwayatkan sesuai dengan keadaan semula; dan sebaliknya
bila salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi, maka tidak ada yang menunjukan demikian.
Para ulama Muhaditsin mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadist dari dua jurusan, yakni dari
jurusan sanad dan dari jurusan matan.
1. Terwujudnya cacat-cacat pada rawinya, baik tentang keadilan maupun tentang kedhabitannya.
2. Ketidakbersambungannya sanad, dikarenakan adalah seseorang rawi atau lebih, yang digugurkan
atau saling tidak bertemu satu sama lain.
Adapun cacat pada keadilan dan kedhabitan rawi itu ada sepuluh macam, yaitu: Dusta, Tertuduh dusta,
Fasik, Banyak salah, Lengah dalam menghafal, Menyalahi riwayat orang kepercayaan, Banyak waham,
Tidak diketahui identitasnya, Penganud bid’ah, dan Tidak baik hafalannya.
1. Klasifikasi Hadits Dha’if Berdasarkan Cacat Pada Keadilannya dan Kedhabitan Rawi
a. Hadits Maudhu’
هو المختلع المصنوع المنسوب الي رسول هللا ص م زورا وبهتان سواء كان ذالك عمدا امخطآ.
Hadis yang dicipta serta dibuat oleh seorang (pendusta), yang ciptaan itu dinisbatkan kepada Rasulullah
SAW secara palsu dan dusta, baik di sengaja maupun tidak. Ciri-ciri hadis maudhu’ terdapat pada sanad
dan matan hadis.
Ciri-ciri pada sanad hadis yaitu, adanya pengakuan dari si pembuat sendiri, qarinah yang memperkuat
adanya pengakuan dari si pembuat hadis maudhu’, qarinah yang berpautan dengan tingkah laku.
Adapun ciri pada matan hadis ditinjau dari segi lafadz dan ma’na. Dari segi lafadz yaitu, bila susunan
kalimatnya tidak baik dan tidak fasih. Sedangkan dari segi ma’na yaitu, ketika hadis bertentangan dengan
Alquran, hadis mutawattir, ijma’, dan logika yang sehat.
· Al-La’ali Al-Mashnu’ah Al-Marfu’ah ‘an Al-Hadist As-Syani’ah Al-Maudhu’ah, karya Ibnu ‘iraq
Al’Kittani
b. Hadits Matruk
Hadis yang pada sanadnya ada seorang rawi yang tertuduh dusta.
c. Hadits Mungkar
Yaitu hadis yang sanadnya terdapat rawi yang jelek kesalahanya, banyak kelengahan dan tampak
kefasikanya. Lawanya dinamakan Ma’ruf.
d. Hadits Syadzdz
Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang maqbul (menyalahi riwayat yang lebih utama darinya,
baik karena jumlahnya yang lebih banyak atau daya hapalnya yang lebih tinggi).
a. Hadits Mu’allaq
Hadis yang kelihatanya tidak mengandung cacat, tapi setelah diteliti ternyata mengandung cacat (sanad,
matan, atau keduanya)
b. Hadits Mu’dhal
Menurut bahasa mu’dhal berarti sesuatu yang di buat lemah atau lebih. Adapun menurut istilah
Muhadditsin, hadis mu’dhal adalah hadis yang putus sanadnya dua orang atau lebih secara berurutan.
c. Hadits Mursal
Menurut bahasa merupakan isim maf’ul yang mempunyai arti “yang dilepaskan”. Sedangkan menurut
istilahnya adalah hadis yang gugur rawi dari sanadnya setelah tabi’in. Baik tabi’in besar maupun tabi’in
kecil.
Ditinjau dari segi siapa yang menggugurkan, hadis mursal terbagi menjadi mursal jail, mursalshahabi, dan
mursal khafi.
1) Mursal Khafi, pengguguran yang dilakukan oleh para tabi’in jelas sekali, bahwa orang yang
menggugurkan tidak hidup sezaman dengan orang yang digugurkan.
2) Mursal Shahabi, pemberitaan sahabat yang disandarkan pada Nabi Muhammad SAW, tetapi tidak
mendengar atau menyaksikan sendiri. Karena ketika Rasulullah hidup, ia masih kecil tau sebagai orang
yang terakhir masuk islam.
3) Mursal Khafi, diriwayatkan oleh tabi’in, di mana tabi’in tersebut hidup pada zaman sahabat, tetapi
tidak pernah mendengar satu hadis pun dari sahabat.
d. Hadits Munqathi
Adalah hadis yang sanadnya terdapat salah seorang yang digugurkan, baik di ujung maupun di pangkal.
1) Inqitho’ dilakukan dengan jelas. Bahwa si rawi meriwayatkan hadis dapat diketahui tidak sezaman
dengan guru yang memberikan hadis padanya tadi.
2) Inqitha’ dilakukan dengan samar-samar. Hanya dapat diketahaui oleh orang-orang yang mempunyai
keahlian saja.
3) Diketahui dari pihak lain, dengan adanya kelebihan seorang rawi atau lebih dalam hadis riwayat
orang lain.
e. Hadits Mudhallas
Hadis yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan bahwa hadis tidak bernoda. Rawi yang berbuat
demikian disebut mudallis. Hadis yang diriwayatkanya disebut mudallas, dan perbuatanya disebut tadlis.
3. Klasifikasi Hadits Berdasarkan Kuantitas Rawi
a. Hadits Marfu’
Hadits Marfu’ menurut istilah adalah “sabda, atau perbuatan, atau taqrir (penetapan), atau sifat yang
disandarkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, baik yang bersifat jelas ataupun secara hukum
(disebut marfu’ = marfu’ hukman), baik yang menyandarkannya itu shahabat atau bukan, baik sanadnya
muttashil (bersambung) atau munqathi’ (terputus).
Dari definisi di atas, jelaslah bahwa hadits marfu’ ada 8 macam, yaitu : berupa perkataan, perbuatan,
taqrir, dan sifat. Masing-masing dari yang empat macam ini mempunyai bagian lagi, yaitu : marfu’ secara
tashrih (tegas dan jelas), dan marfu’ secara hukum.
b. Hadits Mauquf
Mauquf menurut bahasa berasal dari kata waqf yang berarti berhenti. Seakan-akan perawi menghentikan
sebuah hadis pada sahabat. Mauquf menurut pengertian istilah ulama hadis adalah:
َم ا ُاِض ْيَف ِإَلي الَص َح اِبْي ِم ْن َقْو ٍل َأْو ِفْع ٍل َأْو َنْح ٍو ُم َّتِص اًل َك اَن ُم ْنَقِط ًعا
“Sesuatu yang disandarkan kepada sahabat, baik dari perkataan, perbuatan, atau taqrir, baik bersambung
sanadnya maupun terputus.”
Dari berbagai definisi di atas dapat kita fahami bahwa segala sesuatu yang disandarkan kepada seorang
sahabat atau segolongan sahabat, baik perkataan, perbuatan, atau persetujuannya, bersambung sanadnya
maupun terputus disebut dengan hadis mauquf. Sandaran hadis ini hanya sampai kepada sahabat, tidak
sampai kepada Rasulullah saw.
c. Hadits Maqthu’
Menurut bahasa kata maqthu’ berasal dari akar kata ( ) َقْطًعا ُيَقِّطُع َقَّطَعyang berarti terpotong atau teputus,
lawan dari maushul yang berarti bersambung. Kata terputus di sini dimaksudkan tidak sampai kepada
Rasulullah saw, hanya sampai kepada tabi’in saja.
“Sesuatu yang disandarkan kepada seorang tabi‟in dan orang setelahnya daripada Tabi’in kemudian
orang-orang setelah mereka, baik berupa perkataan atau perbuatan dan sesamanya.
Dari berbagai definisi di atas dapat kita fahami bahwa segala sesuatu yang disandarkan kepada tabi‟in
atau orang setelahnya, baik perkataan, perbuatan, atau persetujuannya, bersambung sanadnya maupun
terputus disebut dengan hadis maqthu’.
Hadits 1.
Yang artinya: “penduduk Syam adalah cambuk Allah di bumi-Nya. Allah akan membalas kepada siapa
saja yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya dengan mereka. Haram bagi kaum munafik untuk
menggungguli kaum mukmin dan mereka tidak akan mati kecuali dengan kesedihan dan kesengsaraan”.
Hadits tersebut dha’if. Telah diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kalir dari dua sanad,
yaitu al-Mu’jam bin Muslim dari Muhammad lain Ayyub. Memang sanadnya terlihat shahih. Barangkali
karena itulah syekhul islam Ibnu Thamiyah dengan berdasarkan riwayat tersebut menjadikan “keutamaan
negeri Syam” sebagai bab tersendiri dalam gurunnya, namun hakikatnya tidaklah demikian dikarenakan
dua sebab:
1. Riwayat ‘An ‘Anah (yakni menggunakan lafadz ‘An fullan ‘An fullan).
2. Sanad terhenti, yaitu telah diriwayatkan dengan sanad yang mauquf oleh Haitsam bin Khatijah, ia
berkata “riwayat ini sanadnya terhenti sampai kepada Khatijah”
Hadits 2.
Yang artinya: “barang siapa yang melahap madu tiga hari setiap bulan pada pagi hari, maka ia tidak akan
tertimpa mushibah besar”
Hadits dha’if. Telah diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam at-Tarikh (11/55), Ibnu Majad (11/343), ad-
Daulabbi (1/185), al-Aqaili dalam kitab adh-Dhuha (hlm.248) dan yang lainnya, dengan sanad dari Said
bin Zakaria, dari Zubair bin Said al-Hasyimi, dari Abd. Hamid bin Salim, dari Abu Hurairah r.a..
kemudian al-Uqaili berkata, “imam Bukhari telah menyatakan bahwa Abd. Hamid bin Salim tidak
terbukti bertemu dan mendengar lansung dari Abu Hurairah r.a.”
Dengan demikian, saya berpendapat bahwa ia majhul, begitu pula yang ditegaskan al-Hafidz Ibnu Hajar
dalam Tagrib, dengan menambahkan bahwa Zubair bin Said juga termasuk deretan perawi sanad yang
lunak (yakni tidak menatap) dalam meriwayatkan hadits-haditsnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadis dhoif adalah semua hadis yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat bagi hadis yang diterima dan
menurut pendapat kebanyakan ulama; hadis dhoif adalah yang tidak terkumpul padanya sifat hadis shohih
dan hasan.
Adapun cacat pada keadilan dan kedhabitan rawi itu ada sepuluh macam, yaitu: Dusta, Tertuduh dusta,
Fasik, Banyak salah, Lengah dalam menghafal, Menyalahi riwayat orang kepercayaan, Banyak waham,
Tidak diketahui identitasnya, Penganud bid’ah, dan Tidak baik hafalannya.
Klasifikasi hadits dha’if berdasarkan cacat pada keadilannya dan kedhabitan rawi itu dapat dibagikan atas
hadits maudhu’, hadits matruk, hadits mungkar, dan hadits syadzdz. Kemudian klasifikasi hadits
berdasarkan gugurnya rawi dapat dibagikan atas hadits mu’allaq, hadits mu’dhal, hadits mursal, hadits
munqathi, dan hadits mudhallas. Selanjutnya klasifikasi hadits berdasarkan kuantitas rawi terdiri atas
hadits marfu’, hadits mauquf, dan hadits maqthu’.
B. Saran
Adapun makalah kami ini adalah makalah hasil pemikiran sendiri, yang didasari dari refrensi-refrensi
yang kami dapatkan baik dari buku diperpustakaan maupun pengetahuan dari online. Jika terdapat
kesalahan dan kekurangan dari makalah kami ini, kami berharap kritik/saran dan masukan dari pembaca,
guna untuk mewujudkan perubahan kelebih baik di kemudian harinya. Terimakasih..
DAFTAR PUSTAKA
Agus Solihin, Agus Suyadi, Ulumul Hadis, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2008
Bani (al), Muhammad Nashiruddin, Silsilah Hadits Dha`if dan Maudhu’, Jakarta: Gema Insani Press,
2012.
Maliki (al), Muhammad Alawy, al-Manha al-Lathif fi Usul al-Hadith al-Sharfi, Terj. Adnan Qahar,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.
Muhammad Ahmad, Mudzakir, Ulumul Hadits, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000.