Disusun Oleh :
Kelompok 13
Dosen Pengampu :
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita,
Nabi Muhammad SAW. Kami panjatkan Puja dan Puji syukur kehadirat-Nya,
yang atas berkat rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Hadist Dha’if dan Pembagiaannya”,
guna memenuhi tugas mata kuliah “Ilmu Hadist”.
Penulis menyadari jika makalah ini masih banyak kekurangan, baik segi
penyusunan bahasanya maupun yang lainnya. Oleh karena itu, kami sebagai
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Demikian makalah yang penulis buat. Semoga dapat
memberikan informasi dan manfaat bagi pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................6
A. Pengertian Hadist Dha’if........................................................................................6
B. Pembagian Hadîts Dha'if Berdasarkan Keterputusan Sanadnya.............................6
C. Pembagian Hadîts Dha'if Berdasarkan Ketercelaan Periwayatnya.......................12
D. Kehujjahan Hadist Dha’if........................................................................................14
BAB III............................................................................................................................15
PENUTUP.......................................................................................................................15
A. Kesimpulan..........................................................................................................15
B. Saran....................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................17
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
4
3. Dapat mengetahui pembagian hadîts dha'if berdasarkan ketercelaan
periwayatnya.
4. Dapat mengetahui status kehujahan hadîts dha'if.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadist Dha’if
Hadis dha'if adalah bagian dari hadis mardud. Dari segi bahasa, dha'if
berarti lemah, lawan dari al-qawi yang berarti kuat. Kelemahan hadis dha'if ini
karena sanad dan matan-nya tidak memenuhi kriteria hadis kuat yang diterima
sebagai hujah. Menururt istilah, hadis dha'if
“Adalah hadis yang tidak menghimpun sifat hadis hasan sebab satu dari beberapa
syarat yang tidak terpenuhi”.
Atau definisi lain yang biasa diungkapkan mayoritas ulama
“Adalah hadis yang tidak menghimpun sifat hadis shahih dan hasan.”
Jadi, hadis dha'if adalah hadis yang tidak memenuhi sebagian atau semua
persyaratan hadis hasan atau shahih, misalnya sanadnya tidak bersambung
(muttashil), para perawinya tidak adil dan tidak dhabith, terjadi keganjilan, baik
dalam sunud atau matan (syadzdz), dan terjadinya cacat yang tersembunyi ('illat)
pada sanad dan matan.
1. Hadist Mursal
Dari segi bahasa, mursal berarti terlepas atau bebas tanpa ada ikatan. Hadis
dinamakan mursal karena sanadnya ada yang terlepas atau gugur, yaitu di
kalangan sahabat atau tabi'in. Menurut istilah hadis mursal adalah hadis yang
diriwayatkan oleh tabi'in dari Nabi, baik dari perkataan, perbuatan, atau
6
persetujuan, baik tabi'in senior atau junior tanpa menyebut kan penghubung antara
seorang tabi'in dan Nabi, yaitu seorang sahabat.
Contoh Hadis Mursal :
Misalnya: Ibnu Sa'ad berkata dalam Thabaqat-nya:
Memberitakan kepada kami Waki' bin Al-Jarrah, memberitakan kepada kami
Al-A'masy dari Abu Shalih berkata: Rasulullah bersabda:
7
2.. Hadis Munqathi'
Hadis munqathi' adalah hadis yang sanadnya terputus, artinya seorang perawi
tidak bertemu langsung dengan pembawa berita, baik di awal, di tengah, atau di
akhir sanad, maka masuk di dalamnya hadis mursal, mu'allaq, dan mu'dhal.
Namun, ulama mutakhirin dan umumnya mutaqaddimin mengkhusus kan
mungathi' yang tidak sama dengan yang lain. Sebagaimana dikatakan An-Nawawi
bahwa kebanyakan mungathi' digunakan pada pengguguran perawi setelah tabi'in
dari sahabat, seperti periwayatan Malik dari Ibnu Umar. Atau mungathi adalah
selain mursal (yaitu dibuang seorang periwayat pada awal sanad), mu'dhal
(dibuang dua orang perawi atau lebih secara berturut turut), dan mu'allaq (dibuang
seorang perawi di akhir sanad).
Hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hakim, Ahmad, dan Al-Bazzar dari Abdul
Razzaq dari Ats-Tsauri dari Abu Ishaq dari Zaid bin Yutsai' dari Hudzaifah secara
marfi':
“Jika engkau serahkan kekuasaan kepada Abu Bakar, dia adalah lelaki yang
kuat dan tepercaya”.
Pada sanad hadis di atas ada seorang perawi yang digugurkan, yaitu Syarik
yang semestinya menempati posisi antara Ats-Tsauri dan Abu Ishaq. Ats-Tsauri
menerima hadis bukan dari Abu Ishaq secara langsung, tetapi dari Syarik dan
Syarik mendengarnya dari Abu Ishaq.
8
3.Hadis Mu’dhal
Hadis mu’dhal berarti payah dan susah. Keterputusan hadis mu'dhal memang
parah, sampai dua orang perawi sehingga menyulitkan dan memberatkan
penghubung. Jika tali yang putus itu dekat jaraknya, memang akan memudahkan
penghubung. tetapi jika jauh maka akan menyulitkannya. Adapun menurut istilah,
hadis mudhal adalah hadis yang pada sanadnya gugur dua orang rawi atau lebih
secara berurutan.
Contoh Hadis Mu'dhal
Hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Ma'rifah Ulum Al-Hadits
yang disandarkan kepada Al-Qa'nabi dari Malik telah sampai kepadanya bahwa
Abu Hurairah berkata: Rasulullah bersabda:
“Bagi budak mendapat makanan dan pakaian, ia tidak boleh dibebani kecuali
pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan.”
Hadis tersebut mu'dhal karena digugurkan dua orang perawi secara berturut-
turut antara Malik dan Abu Hurairah, yaitu Muhammad bin Ajlan dan ayahnya.
Hadis mue'dhal tergolong mardud (tertolak) karena tidak diketahui keadaan
perawi yang digugurkan. Apakah mereka tergolong orang-orang yang diterima
periwayatannya atau tidak. Demi keaslian suatu hadis, sanad yang terputus, dan
yang digugurkan di antara para perawinya, maka tidak dapat diterima.
4.Hadis Mu'allaq
Kata mu'allaq berarti bergantung. Dinamakan hadis bergantung (mu'allaq)
karena sanadnya bersambung kearah atas dan terputus ke arah bawah, seolah
seperti suatu benda yang bergantung pada atap rumah atau sesamanya. Dari segi
istilah, hadis mu'allaq adalah hadis yang dibuang pada awal sanad seorang perawi
atau lebih secara berturut-turut.
Jadi, hadis mu'allaq adalah hadis yang sanadnya bergantung karena dibuang
dari awal sanad seorang perawi atau lebih secara berturut-turut. Dengan demikian,
hadis mu'allaq bisa jadi yang dibuang semua sanad dari awal sampai akhir,
9
kemudian berkata: Rasulullah bersabda : …Atau dibuang semua sanad selain
sahabat atau selain tabi'in dan sahabat, atau dibuang pemberitanya saja.
Contoh Hadis Mu'allaq :
Hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari berkata: Malik berkata:
Memberita kan kepadaku Zaid bin Aslam, bahwa Atha' bin Yasar memberitakan
kepadanya, bahwa Abu Sa'id Al-Khudri memberitakan kepadanya, bahwa ia
mendengar dari Rasulullah bersabda:
“Jika hamba telah masuk Islam, kemudian baik Islamnya, maka Allah
menghapus daripadanya segala kejahatan yang telah lewat. Setelah itu diadakan
pembalasan amal, satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali persamaannya
sampai seratus kali lipat, sedangkan kejahatan dibalas dengan sesamanya, kecuali
Allah meng ampuninya”.
5. Hadis Mudallas
Kata mudallas adalah bentuk isim maful dari kata:
10
“Menyembunyikan cacat dalam isnad dan menampakkan cara (periwayatan)
yang baik”.
11
periwayatan dengan menggunakan ungkapan yang seolah-olah ia mendengar dari
syaikh pertama tersebut.
b..Tadlis Asy-Syuyukh
Tadlis Asy-Syuyukh, yaitu seorang perawi meriwayatkan dari seorang
syaikh sebuah hadis yang ia dengar darinya kemudian ia beri nama lain atau nama
panggilan (kuniyah) atau nama bangsa dan atau nama sifat yang tidak dikenal
supaya tidak dikenal.
12
5. Hadits Mudraj (saduran), adalah hadits yang disadur dengan sesuatu
yang bukan hadits atas perkiraan bahwa saduran itu termasuk hadits.
Menurut Muvarok dkk (2008) mengemukakan bahwa hadits mudraj
adalah hadits yang didalamnya berisi tambahan-tambahan, baik pada
mantan atau pada sanad, karena diduga bahwa sanad tambahan
tersebut termasuk bagian hadits tersebut.
13
D. Kehujjahan Hadist Dha’if
Telah diketahui bahwa Hadîts semasa sebelum al-Tirmidzi dibagi dalam
dua kategori yakni: (1) Hadîts shahîh yang didalamnya terkumpul syarat-syarat
Hadîts shahîh, dan (2) Hadîts dla’îf yang didalamnya tidak terkumpul syarat-
syarat Hadîts shahîh, termasuk di dalamnya Hadîts hasan atau Hadîts dla’îf yang
derajatnya naik menjadi Hadîts hasan karena aspek banyaknya jumlah sanad dan
jalan.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
15
B. Saran
Demikian makalah ini kami sajikan dan kami tentunya masih menyadari
jika makalah masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kata sempurna.
Untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan
penulisan makalah dikemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
16
DAFTAR PUSTAKA
Majid Khon, Abdul. 2012. Ulumul Hadis. Jakarta : Imprint Bumi Aksara.
Rokhim, Abdul. 2009. Hadist Dha’if dan Kehujjahannya. Jurnal Al-Ihkam, Vol 4
No.2
17