Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

HADIST DHA’IF DAN PEMBAGIANNYA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Hadist

Disusun Oleh :

Kelompok 13

Windi Pebria 2420021

Dian Rahma Sari 2420027

Dosen Pengampu :

DAPIT AMRIL, SIQ., MA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BUKITTINGGI

TAHUN AJARAN 2022

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita,
Nabi Muhammad SAW. Kami panjatkan Puja dan Puji syukur kehadirat-Nya,
yang atas berkat rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Hadist Dha’if dan Pembagiaannya”,
guna memenuhi tugas mata kuliah “Ilmu Hadist”.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Dapit Amril, SIQ., MA


selaku dosen pengampu pada mata kuliah pengelolaan kelas, yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
penulis sesuai bidang studi yang ditekuni.

Penulis menyadari jika makalah ini masih banyak kekurangan, baik segi
penyusunan bahasanya maupun yang lainnya. Oleh karena itu, kami sebagai
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Demikian makalah yang penulis buat. Semoga dapat
memberikan informasi dan manfaat bagi pembaca.

Bukittinggi, 06 Juni 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................6
A. Pengertian Hadist Dha’if........................................................................................6
B. Pembagian Hadîts Dha'if Berdasarkan Keterputusan Sanadnya.............................6
C. Pembagian Hadîts Dha'if Berdasarkan Ketercelaan Periwayatnya.......................12
D. Kehujjahan Hadist Dha’if........................................................................................14
BAB III............................................................................................................................15
PENUTUP.......................................................................................................................15
A. Kesimpulan..........................................................................................................15
B. Saran....................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadits mempunyai peranan yang sangat besar dalam pembinaan hukum


Islam, sebab disamping berfungsi sebagai penjelas terhadap ayat-ayat yang masih
samar dan global dalam al Qur’an Hadits berfungsi menetapkan hukum (Bayan
Syar’i) terhadap suatu perkara yang belum ada dalam al qur’an.
Besarnya peranan Hadits ini harus disertai dengan kecermatan dalam
memilah dan memilih Hadits yang benar-benar dari Rasulullah. Sebab suatu
hadits yang diragukan berasal dari Nabi maka akan sulit dipertanggung jawabkan
untuk dijadikan sebagai sumber hukum kedua setelah al qur’an. Maka jika
tersebarnya hadits-hadits semacam itu dapat menimbulkan dampak negatif yang
luar biasa. Di makalah ini akan dibahas mangenai Hadits dhaif yang tidak
mempunyai legitimasi yang kuat dibanding Hadits shahih dan hasan. Bahkan
sebagian ulama ada yang melarang Hadits ini dijadikan sumber hukum. Untuk
lebih jelasnya akan dibahas dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian hadist dha’if?


2. Sebutkan pembagian hadîts dha'if berdasarkan keterputusan sanadnya?
3. Sebutkan pembagian hadîts dha'if berdasarkan ketercelaan periwayatnya?
4. Bagaimana status kehujahan hadîts dha'if?

C. Tujuan Penulisan

1. Dapat mengetahui pengertian hadist dha’if.


2. Dapat mengetahui pembagian hadîts dha'if berdasarkan keterputusan
sanadnya.

4
3. Dapat mengetahui pembagian hadîts dha'if berdasarkan ketercelaan
periwayatnya.
4. Dapat mengetahui status kehujahan hadîts dha'if.

5
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadist Dha’if

Hadis dha'if adalah bagian dari hadis mardud. Dari segi bahasa, dha'if
berarti lemah, lawan dari al-qawi yang berarti kuat. Kelemahan hadis dha'if ini
karena sanad dan matan-nya tidak memenuhi kriteria hadis kuat yang diterima
sebagai hujah. Menururt istilah, hadis dha'if

“Adalah hadis yang tidak menghimpun sifat hadis hasan sebab satu dari beberapa
syarat yang tidak terpenuhi”.
Atau definisi lain yang biasa diungkapkan mayoritas ulama

“Adalah hadis yang tidak menghimpun sifat hadis shahih dan hasan.”

Jadi, hadis dha'if adalah hadis yang tidak memenuhi sebagian atau semua
persyaratan hadis hasan atau shahih, misalnya sanadnya tidak bersambung
(muttashil), para perawinya tidak adil dan tidak dhabith, terjadi keganjilan, baik
dalam sunud atau matan (syadzdz), dan terjadinya cacat yang tersembunyi ('illat)
pada sanad dan matan.

B. Pembagian Hadîts Dha'if Berdasarkan Keterputusan Sanadnya

1. Hadist Mursal
Dari segi bahasa, mursal berarti terlepas atau bebas tanpa ada ikatan. Hadis
dinamakan mursal karena sanadnya ada yang terlepas atau gugur, yaitu di
kalangan sahabat atau tabi'in. Menurut istilah hadis mursal adalah hadis yang
diriwayatkan oleh tabi'in dari Nabi, baik dari perkataan, perbuatan, atau

6
persetujuan, baik tabi'in senior atau junior tanpa menyebut kan penghubung antara
seorang tabi'in dan Nabi, yaitu seorang sahabat.
Contoh Hadis Mursal :
Misalnya: Ibnu Sa'ad berkata dalam Thabaqat-nya:
Memberitakan kepada kami Waki' bin Al-Jarrah, memberitakan kepada kami
Al-A'masy dari Abu Shalih berkata: Rasulullah bersabda:

”Wahai manusia sesungguhnya aku sebagai rahmat yang dihadiahkan.”

Abu Shalih As-Saman Az-Zayyat seorang tabi'in, ia menyandarkan berita


hadis tersebut dari Nabi tanpa menjelaskan perantara sahabat yang
menghubungkannya kepada Rasulullah
Ada 3 macam hadis mursal, yaitu sebagai berikut.
a. Mursal Tabi'i
Mursal Tabi'i adalah hadits yang diriwayatkan langsung dari seorang tabi'in
dari Nabi SAW tanpa menyebutkan sahabat. Artinya, ada sahabat yang gugur atau
terputus di dalam sanad hadits ini.
b.Mursal Shahabi
Mursal shahabi, yaitu periwayatan di antara sahabat junior dari Nabi padahal
mereka tidak melihat dan tidak mendengar langsung dari beliau. Mursal shahabi
adalah periwayatan sahabat pada sesuatu yang ia tidak bertemu atau tidak
menghadirinya dari Nabi.
c. Mursal Khafi
Mursal Khafi adalah gugurnya perawi dimana saja tempat dari sanad diantara
duo orang perawi yang semasa, tetapi tidak bertemu.

7
2.. Hadis Munqathi'

Hadis munqathi' adalah hadis yang sanadnya terputus, artinya seorang perawi
tidak bertemu langsung dengan pembawa berita, baik di awal, di tengah, atau di
akhir sanad, maka masuk di dalamnya hadis mursal, mu'allaq, dan mu'dhal.
Namun, ulama mutakhirin dan umumnya mutaqaddimin mengkhusus kan
mungathi' yang tidak sama dengan yang lain. Sebagaimana dikatakan An-Nawawi
bahwa kebanyakan mungathi' digunakan pada pengguguran perawi setelah tabi'in
dari sahabat, seperti periwayatan Malik dari Ibnu Umar. Atau mungathi adalah
selain mursal (yaitu dibuang seorang periwayat pada awal sanad), mu'dhal
(dibuang dua orang perawi atau lebih secara berturut turut), dan mu'allaq (dibuang
seorang perawi di akhir sanad).

Contoh Hadis Munqhathi'

Hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hakim, Ahmad, dan Al-Bazzar dari Abdul
Razzaq dari Ats-Tsauri dari Abu Ishaq dari Zaid bin Yutsai' dari Hudzaifah secara
marfi':

“Jika engkau serahkan kekuasaan kepada Abu Bakar, dia adalah lelaki yang
kuat dan tepercaya”.

Pada sanad hadis di atas ada seorang perawi yang digugurkan, yaitu Syarik
yang semestinya menempati posisi antara Ats-Tsauri dan Abu Ishaq. Ats-Tsauri
menerima hadis bukan dari Abu Ishaq secara langsung, tetapi dari Syarik dan
Syarik mendengarnya dari Abu Ishaq.

8
3.Hadis Mu’dhal
Hadis mu’dhal berarti payah dan susah. Keterputusan hadis mu'dhal memang
parah, sampai dua orang perawi sehingga menyulitkan dan memberatkan
penghubung. Jika tali yang putus itu dekat jaraknya, memang akan memudahkan
penghubung. tetapi jika jauh maka akan menyulitkannya. Adapun menurut istilah,
hadis mudhal adalah hadis yang pada sanadnya gugur dua orang rawi atau lebih
secara berurutan.
Contoh Hadis Mu'dhal
Hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Ma'rifah Ulum Al-Hadits
yang disandarkan kepada Al-Qa'nabi dari Malik telah sampai kepadanya bahwa
Abu Hurairah berkata: Rasulullah bersabda:

“Bagi budak mendapat makanan dan pakaian, ia tidak boleh dibebani kecuali
pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan.”

Hadis tersebut mu'dhal karena digugurkan dua orang perawi secara berturut-
turut antara Malik dan Abu Hurairah, yaitu Muhammad bin Ajlan dan ayahnya.
Hadis mue'dhal tergolong mardud (tertolak) karena tidak diketahui keadaan
perawi yang digugurkan. Apakah mereka tergolong orang-orang yang diterima
periwayatannya atau tidak. Demi keaslian suatu hadis, sanad yang terputus, dan
yang digugurkan di antara para perawinya, maka tidak dapat diterima.

4.Hadis Mu'allaq
Kata mu'allaq berarti bergantung. Dinamakan hadis bergantung (mu'allaq)
karena sanadnya bersambung kearah atas dan terputus ke arah bawah, seolah
seperti suatu benda yang bergantung pada atap rumah atau sesamanya. Dari segi
istilah, hadis mu'allaq adalah hadis yang dibuang pada awal sanad seorang perawi
atau lebih secara berturut-turut.
Jadi, hadis mu'allaq adalah hadis yang sanadnya bergantung karena dibuang
dari awal sanad seorang perawi atau lebih secara berturut-turut. Dengan demikian,
hadis mu'allaq bisa jadi yang dibuang semua sanad dari awal sampai akhir,

9
kemudian berkata: Rasulullah bersabda : …Atau dibuang semua sanad selain
sahabat atau selain tabi'in dan sahabat, atau dibuang pemberitanya saja.
Contoh Hadis Mu'allaq :
Hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari berkata: Malik berkata:
Memberita kan kepadaku Zaid bin Aslam, bahwa Atha' bin Yasar memberitakan
kepadanya, bahwa Abu Sa'id Al-Khudri memberitakan kepadanya, bahwa ia
mendengar dari Rasulullah bersabda:

“Jika hamba telah masuk Islam, kemudian baik Islamnya, maka Allah
menghapus daripadanya segala kejahatan yang telah lewat. Setelah itu diadakan
pembalasan amal, satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali persamaannya
sampai seratus kali lipat, sedangkan kejahatan dibalas dengan sesamanya, kecuali
Allah meng ampuninya”.

Hadis di atas mu'allaq, karena Al-Bukhari menggugurkan syaikhnya


sebagai penghubung dari Malik dengan menggunakan bentuk kata aktif (mahni
maʼlum) yang meyakinkan, yaitu: ‫ قال مالك‬:‫ = قال‬la berkata: Malik berkata :...

5. Hadis Mudallas
Kata mudallas adalah bentuk isim maful dari kata:

Kata at-tadlis secara bahasa diartikan menyimpan atau menyembunyikan


cacat barang dagangan dari pembelinya. Pembeli mengira bahwa barang dagangan
itu bagus, indah, dan menarik, tetapi setelah diteliti benar dan dibolak-balik,
ternyata terdapat cacat pada barang dagangan itu. Adapun menurut istilah, hadis
mudallas adalah sebagai berikut.

10
“Menyembunyikan cacat dalam isnad dan menampakkan cara (periwayatan)
yang baik”.

Maksud menampakkan cara periwayatan yang baik adalah menggunakan


ungkapan periwayatan yang tidak tegas bahwa ia mendengar dari penyampai
berita. Hadis mudallas ini hampir sama dengan mursal khafi. Letak perbedaan nya
sangat kecil. Jika perawi itu hidup semasa dan pernah bertemu dengan pembawa
berita, tetapi tidak pernah mendengar hadis daripadanya, kemudian ia
meriwayatkan suatu hadis yang sebenarnya ia tidak mendengar langsung, dengan
ungkapan kata yang tidak tegas seperti qala Fulan berkata si Fulan atau 'an Fulan
dari si Fulan, maka hadisnya disebut mursal khafi. Dan jika perawi itu hidup
semasa, pernah bertemu dan mendengar beberapa hadis dari penyampai berita,
kemudian ia meriwayatkan suatu hadis yang sebenarnya ia tidak mendengar
langsung dengan ungkapan kata yang tidak tegas, maka hadisnya disebut
mudallas. Jika seseorang meriwayatkan sesuatu yang tidak pernah ia dengar dari
sumber beritanya dengan ungkapan yang tegas bahwa ia mendengarnya, seperti
haddatsand atau akhbarani berarti ia pendusta. Jika ia meriwayatkannya dengan
ungkapan yang tidak tegas, seperti qala Fulân (berkata si Fulan) atau 'an Fulan
(dari si Fulan), sementara ia hidup tidak semasa dan tidak pernah bertemu, maka
hadisnya disebut mungathi.
Hadis mudallas dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Tadlis Al-Isnad
Tadlis Al-Isnad adalah seorang perawi meriwayatkan suatu hadis yang ia
tidak mendengarnya dari seseorang yang pernah ia temui dengan cara yang
menimbulkan dugaan bahwa ia mendengarnya.
Maksud definisi di atas, tudlis al-isnad adalah seorang perawi meriwayatkan
sebagian hadis yang telah ia dengar dari seorang syaikh, tetapi hadis yang di
tadliskan ini memang tidak mendengar darinya, ia mendengar dari syaikh lain
yang mendengar daripadanya. Kemudian syaikh lain ini digugurkan dalam

11
periwayatan dengan menggunakan ungkapan yang seolah-olah ia mendengar dari
syaikh pertama tersebut.
b..Tadlis Asy-Syuyukh
Tadlis Asy-Syuyukh, yaitu seorang perawi meriwayatkan dari seorang
syaikh sebuah hadis yang ia dengar darinya kemudian ia beri nama lain atau nama
panggilan (kuniyah) atau nama bangsa dan atau nama sifat yang tidak dikenal
supaya tidak dikenal.

C. Pembagian Hadîts Dha'if Berdasarkan Ketercelaan Periwayatnya

Menurut Asrukin (2007) mengatakan bahwa adapun macam-macam hadits


dhoif berdasarkan kecacatan perawinya:

1. Hadits Maudhu’, adalah hadits yang diciptakan oleh seorang pendusta


yang ciptaan itu mereka katakana bahwa itu adalah sabda Nabi SAW,
baik hal itu disengaja maupun tidak.

2. Hadits Matruk, adalah haditst yang menyendiri dalam periwayatan,


yang diriwayatkan oleh orang yang dituduh dusta dalam perhaditsan.

3. Hadits Munkar, adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan,


yang diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannnya, banyak
kelengahannya atau jelas kefasiqkannya yang bukan karena dusta.
Sedangkan menurut Muvarok dkk (2010) mengatakan bahwa hadits
munkar adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang lemah yang
berlawanan dengan riwayat perawi yang kuat dan terpercaya (tsiqoh).

4. Hadits Mu’allal (Ma’lul, Mu’all), adalah hadits yang tampaknya baik,


namun setelah diadakan suatu penelitian dan penyelidikan ternyata
ada cacatnya. Hal ini terjadi karena salah sangka dari rawinya dengan
menganggap bahwa sanadnya bersambung, padahal tidak. Hal ini
hanya bisa diketahui oleh orang-orang yang ahli hadits.

12
5. Hadits Mudraj (saduran), adalah hadits yang disadur dengan sesuatu
yang bukan hadits atas perkiraan bahwa saduran itu termasuk hadits.
Menurut Muvarok dkk (2008) mengemukakan bahwa hadits mudraj
adalah hadits yang didalamnya berisi tambahan-tambahan, baik pada
mantan atau pada sanad, karena diduga bahwa sanad tambahan
tersebut termasuk bagian hadits tersebut.

6. Hadits Maqlub, adalah hadits yang terjadi mukhalafah (menyalahi


hadits lain), disebabkan mendahului atau mengakhirkan. Menurut
Muvarok dkk(2008) mengatakan bahwa hadits maqlub adalah hadits
yang terbalik lafadznya pada matan, nama seseorang atau nasbnya
dalam sanad. Maka perawi mendahulukan apa yang seharusnya
diakhirkan, dan sebaliknya, serta meletakkan sesuatu di tempat
sesuatu yang lain. Pembalikan tersebut bisa terjadi pada matan
ataupun pada sanad hadits.

7. Hadits Mudhtharrib, adalah hadits yang menyalahi dengan hadits lain


terjadi dengan pergantian pada satu segi yang saling dapat bertahan,
dengan tidak ada yang dapat ditarjihkan (dikumpulkan). Hadits
mudhthorib adalah hadits yang diriwayatkan melalui beberapa jalur
yang sanad atau matannya saling berbeda, baik satu atau beberapa
periwayat.

13
D. Kehujjahan Hadist Dha’if
Telah diketahui bahwa Hadîts semasa sebelum al-Tirmidzi dibagi dalam
dua kategori yakni: (1) Hadîts shahîh yang didalamnya terkumpul syarat-syarat
Hadîts shahîh, dan (2) Hadîts dla’îf yang didalamnya tidak terkumpul syarat-
syarat Hadîts shahîh, termasuk di dalamnya Hadîts hasan atau Hadîts dla’îf yang
derajatnya naik menjadi Hadîts hasan karena aspek banyaknya jumlah sanad dan
jalan.

Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa yang mengenalkan pembagian Hadîts


kedalam shahîh, hasan dan dla’îf adalah al-Tirmidzi, serta tidak dikenal
pembagian semacam ini sebelumnya. Dan telah diketahui kalau Imâm Ahmad bin
Hanbal sesunguhnya menggunakan Hadîts dla’îf sebagai hujjah setelah fatwa
sahabat. Imâm Ahmad bin Hanbal sesungguhnya menerima riwayat dla’îf jika
tidak diketahui kebohongan perawi dan tidak masyhûr dlabith-nya tetapi mereka
dikenal kebaikannya seperti Ibn luhai’ah dan lainnya. Dengan demikian dla’îf
dalam pandangan Imâm Ahmad bin Hanbal ini adalah Hadîts hasan atau Hadîts
dla’îf yang naik derajatnya menjadi Hadîts hasan.

Adapun menurut Ibnu Taymiyah dalam Minhâj al-Sunnah mengatakan:


Jika aku mengatakan Hadîts dla’îf lebih baik dari pada pendapatku berarti yang
dimaksud adalah bukan Hadîts matruk tetapi Hadîts hasan. Sebagaimana
Hadîtsnya Amr ibn Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya.

Adapun kehujjahan Hadîts dla’îf ada tiga pendapat yaitu: Pertama,


pendapat para ahli Hadîts yang besar seperti Imâm Bukhârî dan Imâm Muslim,
yang berpendapat bahwa Hadîts dla’îf tidak bisa diamalkan secara mutlak. Baik
dalam masalah fadlâ’il al-a’mâl, ahkâm, al-i’tibar maupun masalah mawâ’idz.
Perkara-perkara agama tidak dapat didasarkan kecuali pada al-Qur’ân dan Sunnah
Rasûlullâh saw yang shahîh. Adapun Hadîts dla’îf adalah Hadîts yang bukan
shahîh. Dan pengambilan Hadîts dla’îf dalam masalah agama berarti menambah
masalah-masalah syari’at yang tidak diketahui dasar ilmunya. Padahal ada
larangan dari Allah swt. yang tidak boleh mengikuti sesuatu yang tidak
didasarkanatas ilmunya (walâ takfu mâlaysa laka bihi ilm).

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengertian Hadist Dha’if


Hadist dha'if adalah hadis yang tidak memenuhi sebagian atau semua
persyaratan hadis hasan atau shahih, misalnya sanadnya tidak bersambung
(muttashil), para perawinya tidak adil dan tidak dhabith, terjadi keganjilan, baik
dalam sunud atau matan (syadzdz), dan terjadinya cacat yang tersembunyi ('illat)
pada sanad dan matan.
2. Pembagian Hadîts Dha'if Berdasarkan Keterputusan Sanadnya
a. Hadist Mursal
Hadist mursal adalah hadis yang diriwayatkan oleh tabi'in dari Nabi,
baik dari perkataan, perbuatan, atau persetujuan, baik tabi'in senior atau junior
tanpa menyebut kan penghubung antara seorang tabi'in dan Nabi, yaitu seorang
sahabat.
b. Hadis Munqathi'
Hadis munqathi' adalah hadis yang sanadnya terputus, artinya seorang
perawi tidak bertemu langsung dengan pembawa berita, baik di awal, di tengah,
atau di akhir sanad, maka masuk di dalamnya hadis mursal, mu'allaq, dan mu'dhal.
c. Hadis Mudhal
Hadist mudhal adalah hadis yang gugur dari sanadnya dua orang lebih
secara berturut-turut.
d. Hadist Mu'allaq
Hadis mu'allaq adalah hadis yang sanadnya bergantung karena dibuang
dari awal sanad seorang perawi atau lebih secara berturut-turut.
e. Hadist Mudallas
Hadist mudallas adalah hadist yang menyembunyikan cacat dalam isnad
dan menampakkan cara (periwayatan) yang baik.

15
B. Saran
Demikian makalah ini kami sajikan dan kami tentunya masih menyadari
jika makalah masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kata sempurna.
Untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan
penulisan makalah dikemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

16
DAFTAR PUSTAKA

Karnadi. Kehujjahan Hadis Daif Dalam Permasalahan Hukum Menurut Pendapat


Abu Hanifah. Ulumul Syar’i, vol. 7, no. 2. 2018.

Majid Khon, Abdul. 2012. Ulumul Hadis. Jakarta : Imprint Bumi Aksara.

Rokhim, Abdul. 2009. Hadist Dha’if dan Kehujjahannya. Jurnal Al-Ihkam, Vol 4
No.2

17

Anda mungkin juga menyukai