Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

HADITS DHA’IF

DOSEN PENGAMPU :

DISUSUN OLEH KELOMPOK IX :


1. TRISNO
2. SITI AL AMIN
3. SUSILAWATI

PROGRAM STUDI ULUMUL HADIST


INSTITUT AGAMA ISLAM IAI AN NUR LAMPUNG
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah
memberikan kami kemampuan dalam menyelesaikan makalah ini, sehingga
makalah ini dapat diselesaikan. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai salah satu sifat hadits yaitu
hadits dha’if atau hadits yang bersifat lemah.
Makalah ini pasti memiliki kekurangan didalamnya. Adapun harapan
penulis agar pembaca dapat memberikan saran dan kritiknya pada makalah ini,
karena hasil tulisan penulis tidak terlepas dari kesalahan, seperti kesalahan dalam
penulisan ataupun yang lainnya. Untuk itu penulis memohon maaf jika terjadi
kesalahan dalam penulisan ataupun kesalahan lainnya, karena penulis adalah
manusia biasa yang memiliki keterbatasan kemampuan.

Bakung, 10 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.Latar Belakang …………………………………………………1
2.Tujuan ………………………………………………..1
3.Manfaat ………………………………………………...….1
4.Rumusan Masalah………………………………………………..….2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Definisi Hadits Dha’if............................................................……..3
B. Klasifikasi Hadits Dha’if........................................................……..4
C. Macam-macam Hadits Dha’if Berdasarkan Cacat Rawinya. .…….10
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan ...........................................................................……15
B. Saran .....................................................................................……15
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….16

ii
BAB I
PEDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadits merupakan kitab yang berisi berita tentang sabda, sikap dan perilaku
Nabi Muhammad sebagai Rasul. Berita tersebut didapat sewaktu para sahabat
bersama Nabi. Kemudian berita tersebut disampaikan kepada para sahabat yang
lain yang tidak mengetahui.
Dalam imu hadits, hadits memiliki klasifikasi yaitu hadits shahih, hadits
hasan, dan hadits dha’if. Disini penulis hanya membahas hadits dha’if yang
merupakan hadits lemah diantara hadits yang lainnya, karena hadits ini kehilangan
satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits
dha’if juga memiliki banyak macam ragamnya atau mempunyai perbedaan derajat
satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih
yang tidak dipenuhinya.
Hadits dha’if memiliki klasifikasi juga seperti klasifikasi hadis dha’if
berdasarkan cacat pada keadilan dan ke-dhobit-an rawi, dan klasifikasi
berdasarkan gugurnya rawi.

B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Menjelaskan definisi hadits dhaif.
2. Menguraikan klasifikasi hadits dhaif.
3. Menjelaskan macam-macam hadits dha’if berdasarkan cacat rawinya
.
C. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu:
Memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai hadits dha’if,
klasifikasi hadits dha’if, dan macam-macam hadits dha’if berdsarkan cacat
rawinya.

1
D. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1. Jelaskan definisi hadits dha’if ?
2. Uraikan klasifikasi hadits dha’if ?
3. Apa saja macam-macam hadits dha’if berdasarkan cacat rawinya ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Hadits Dha’if


Kata dha’if menurut bahasa berasal dari kata dhuifun yang berarti lemah
lawan dari kata qawiy yang berarti kuat. Sedangkan dha’if berarti hadits yang
tidak memenuhi hadits hasan. Hadits dhaif disebut juga hadits mardud (ditolak).
Kata dha’if menurut bahasa berarti ‘ajiz atau lemah sebagai lawan dari kata
qawiy atau yang kuat. Adapun lawan dari kata shahih adalah kata dha’if yang
berarti saqim atau yang sakit. Sebutan hadits dha’if secara bahasa bearti hadits
yang lemah atau hadits yang kuat ( Ranuwijaya dikutip Suyitno, 2008). Menurut
Suyitno (2010) mengemukakan bahwa secara istilah ada beberapa definisi hadits
dha’if yang dikemukakan oleh para ulama, seperti :

1. Dalam hal ini Al-Nawawi mendefinisikan hadist dhaif sebagai:

‫َﻣﺎﻢﻟﻳﻮﺟﺪﻓﻴﻪﺷﺮﻭﻃﺍﻟﺼﺤﺔﻭﻻﺷﺮﻭﻃﺍﺤﻟﺴﻦ‬
“ Hadits yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shahih dan
syarat-syarat hadits hasan”
Menurut Firmadani (2012) mengatakan bahwa tidak terkumpulnya sifat-sifat
yang menjadikannya dapat diterima, syarat diterima suatu hadits, antara lain:
1. Memiliki sanad hingga kepada Nabi Saw
2. Sanadnya bersambung
3. Rawinya’adil dan dhabith
4. Tidak mengandung syadz
5. Tidak ada illah (http://www.Firmadani.com/pengetahuan-hadits-
dhaif-dan-pembagiannya/).
2. Sementara Ajjaj al-khatib mendefinisikan hadits dha’if sebagai berikut:

‫ﻛﻞﺣﺪﻳﺚﻢﻟﺠﻳﺘﻤﻊﻓﻴﻪﺻﻔﺎﺕﺍﻟﻘﺒﻮﻝ‬

3
“Segala hadits yang di dalamnya tidak terkumpul sifat-sifat maqbul”
3. Kemudian Nur al-Din mendefnisikan hadits dha’if sebagai berikut:

‫ﻣﺎﻓﻘﺪﺷﺮﻁﺎﻣﻦﺷﺮﻭﻃﺍﺤﻟﺪﻳﺚﺍﻤﻟﻘﺒﻮﻝ‬
”Hadits yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadist maqbul”

Dari beberapa definisi diatas dapat dipahami bahwa hadits dha’if adalah
hadits yang kehilangan salah satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shahih
atau hadits hasan. Kemudian dha‘if-an atau kelemahan suatu hadits bisa terjadi
pada sanad maupun matan. Kelemahan pada sanad bisa terjadi pada
persambungan sanadnya atau ittishal al-sanad-nya dan bisa terjadi pada kualitas
te-tsiqah-anny. Sedangkan kelemahan pada matannya bisa terjadi pada sandaran
matan itu sendiri dan bisa pada kejanggalannya atau ke-syazannya.

B. Klasisifikasi Hadist Dha’if


Hadits dha’if termasuk banyak ragamnya dan mempunyai perbedaaan dan
derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits
shahih atau hasan yang tidak dipenuhinya. Misalnya hadits dha’if yang karena
tidak bersambung sanadnya dan tidak adil periwayatnya.
Menurut Suyitno (2008) mengatakan bahwa kelemahan atau dha’if-an pada
suatu hadits dapat terjadi diberbagai sudutnya antara lain dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Ke-dha’if-an dari Sudut Sandaran Matannya
Dari segi sandaran matannya hadits terbagi tiga, yaitu: mar’fu, mauquf dan
maqthu’. Hadist dikelompokkan kedalam hadist dha’if adalah hadist yang bukan
disandarkan kepada rasullah saw (marfu’) melainkan kepada sahabat atau tabi’in
(hadist mauquf dan maqthu’) (Ranuwijaya dikutip Suyitno, 2008)..
a. Hadist Mauquf

4
Secara bahasa kata mauquf merupakan ism maf’ul yang berasal dari kata
wakafa yang berarti dihentikan atau diwakafkan. Secara istilah hadist mauquf
berarti :

‫ﻣﺎﺭﻭﻱﻣﻦﺍﻟﺼﺤﺎﻲﺑﻣﻦﻗﻮﻓﻌﻞﺍﻭﺗﻘﺮﻳﺮ‬
“Hadist yang diriwayatkan dari para sahabat, berupa perkataan, perbuatan
atau karirnya, baik periwayatannya bersambung atau tidak”
Definisi lain menyebutkan:

‫ﻣﺎأﺿﻴﻒﺍٕﱃﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ‬
“Hadist yang disandarkan kepada sahabat”’.
Jadi jelasnya hadist mauquf adalah perkataan, perbuatan dan takrir sahabat.
Hadis ini disebut mauquf karena sandarannya terhenti pada sahabat bukan pada
Rasullah saw.
Ibnu Shalah membagi hadist ini menjadi dua yaitu mauquf maushul artinya
hadist yang sanad-nya bersambung sampai kepada sahabat, sedangkan mauquf
ghairu maushul artinya hadist yang sanad-nya tidak bersambung.
Contoh hadist mauquf adalah perkataan Ibnu Umar ra sendiri dan tidak ada
petunjuk jika itu merupakan sabda Rasul yang ia ucapkan setelah ia menceritakan
bahwa Rasullah sambil memegang bahunya dengan bersabda:

‫ﻛﻦﻰﻓﺍﻟﺪﻧﻴﺎﻛﺄﻏﺮﻳﺐﺃﻭﻋﺎﺑﺮﺳﺒﻴﻞ‬
”Jadilah kamu di dunia ini bagaikan orang asing atau orang yang lewat
dijalan”
b. Hadist Maqthu’
Kata maqthu’ merupakan isim maf’ul dari kata qatha’a lawan dari washala
(menghubungkan, arti maqthu’ adalah yang diputuskan atau yang terputus, yang
dipotong atau yang terpotong, sehingga hadits maqthu’ adalah hadits yang
dipotong sandarannya hanya sampai pada tabi’in). Secara istilah pengertian hadits
maqthu’ adalah:

5
‫ﻣﺎﺟﺎﺀﻋﻦﺗﺎﺑﻌﻰﻣﻦﻗﻮﻟﻪأﻭﻓﻌﻠﻪﻣﻮﻗﻮﻓﺎﻋﻠﻴﻪﺳﻮﺍﺀﺍﺗﺼﻞﺳﻨﺪﻩﺃﻡﻻ‬
“Ialah perkataan atau perbuatan yang berasal dari seorang tabi’in serta
dimauqufkan padanya. Baik sanad-nya bersambung atau tidak”.
Hadits ini disebut maqthu’ karena tidak ditemukan qarinah atau kaitan yang
menunjukkan bahwa hadits ini disandarkan kepada Nabi saw. Contohnya adalah
perkataan Haram bin Jubair yang merupakan seorang tabi’in besar:

‫ﻭﺍﺫﺍﺍﺣﺒﻪﺍﻗﺒﻞﺍﻟﻴﻪ‬,‫ﺍﻤﻟﻮﻣﻦﺍﺫﺍﻋﺮﻑﺭﺑﻪﻋﺰﻭﺟﻞﺍﺣﺒﻪ‬
“Orang mukmin itu bila telah mengenal Tuhannya ‘Azza wa Jalla, niscaya ia
mencintainya dan bila ia mencintainya Allah Menerimanya”
Sebagai ulama ada yang mengatakan hadits mauquf dan maqthu isim dengan
sebutan Atsar dan Khabar (Ranuwijaya dikutip Suyitno, 2008).

2. Ke-dha’if-an dari Segi Sanadnya yang Terputus


Menurut Suyitno (2008) mengemukakan bahwa apabila dilihat dari segi
terputusnya sanad, hadits dha’if menjadi lima macam, yakni:
a. Hadits Mursal
Kata mursal merupakan isim maf’ul dari kata arsala yang berati melepaskan
(Atar dikutip Suyitno, 2008). Secara istilah:

‫ﻫﻮﺍﻟﺬﻯﻳﺴﻘﻄﻣﻦﺍَﺧﺮﺳﻨﺪﻩﻣﻦﺑﻌﺪﺍﻟﺘﺎﺑﻌﻰ‬
“Hadits yang gugur dari akhir sanadnya, seorang setelah tabi’iy.
Contoh hadits yang diriwayatkan oleh al-Syafi’iy (Nur al Din Atar. Op.
cit. hal.167) :

‫ﺃﺧﺮﺒﻧﺎﺳﻌﻴﺪﻋﻦﺑﻦﺟﺮﻳﺞﻗﺎﻝﺃﺧﺮﺒﻰﻧﻤﺣﻴﺪﺍﻻﻋﺮﺝﻋﻦﺠﻣﺎﻫﺪأﻧﻪﻗﺎﻝﻛﺎﻥﺍﻟﻨﻰﺒﺻﻠﻰﺍﷲﻋ‬

‫ﻟﺒﻴﻚﺍﻟﻠﻬﻢﻟﺒﻴﻚ‬:‫ﻠﻴﻪﻭﺳﻠﻢﻳﻆﻬﺮﻣﻦﺍﻟﺘﻠﺒﻴﺔ‬

6
Dalam hadits tersebut Mujahid merupakan seorang ‘abi’in dan dan tidak
pernah berjumpa dengan Rasullah saw, serta tidak menyebutkan perantara antara
dirinya dengan Rasullah saw hingga mendapatkan hadits tersebut, sehingga hadits
tersebut disebut hadits mursal.
Hadist mursal ini masuk kedalam kategori hadits mardud, karena jenis dan
sifat perawi yang digugurkannya tersebut tidak jelas, apakah sahabat ataukah
tabi’in.
b. Hadits Munqathi’
Kata munqathi’ merupakan isim fa’il dari inqatha’a lawan dari ittishal yang
artinya hadits yang terputus. Secara istilah hadis munqathi’ adalah:

‫ﺍﻤﻟﻨﻘﻂﻊﻫﻮﺍﺤﻟﺪﻳﺚﺍﻟﺪﻯﺳﻘﻄﻣﻦﺭﻭﺍﺗﻪﺭﺍﻭﺍﻭﺣﺪﻗﺒﻞﺍﻟﺼﺤﺎﻰﺑﻰﻓﻣﻮﺿﻊﻭﺍﺣﺪﺍﻭﻣﻮﺍﺿ‬

‫ﻊﻣﺘﻌﺪﺩﺓﺤﺑﻴﺚﻻﺑﺰﻳﺪﺍﻟﺴﺎﻗﻄﻰﻓﻛﻞﻣﻨﻬﻤﺎﻋﻠﻰﻭﺍﺣﺪﻭﺍﻻﻳﻜﻮﻥﺍﻟﺴﺎﻗﻄﻰﻓﺍﻭﻝﺍﻟﺴﻨﺪ‬
“Hadits muqathi’ adalah hadits yang gugur salah seorang rawinya sebelum
sahabat disatu tempat atau beberapa tempat dengan catatan bahwa rawi
yang gugur pada setiap tempat tidak lebih dari seorang dan tidak terjadi
pada awal sanad”.
Definisi tersebut menjadikan hadits munqathi berbeda dengan hadist lain,
contohnya adalah :

‫ﺣﺪﺛﻨﺎﺷﺠﺎﻉﺑﻦﺨﻣﻠﺪﺛﻨﺎﻫﺴﻴﻢﺃﺧﺮﺒﻧﺎﻳﻮﻧﺲﺑﻦﻋﺒﻴﺪﻋﻦﺍﺤﻟﺴﻦﺃﻥﻋﻤﺮﻤﺟﻊﺍﻟﻨﺎﺱﻋﻠ‬

‫ﻰﺃﻲﺑﺑﻦﻛﻌﺐﻓﻜﺎﻥﻳﺼﻠﻰﻬﻟﻢﻋﺸﺮﺑﻦﻟﻴﻠﺔﻭﻻﻳﻘﻔﺖﻬﺑﻢﺇﻻﰱﺍﻟﻨﺼﻒﺍﻟﺒﺎﻗﻰ‬....
Hadits tersebut munqathi’ karena Hasan Bashri dilahirkan pada tahun 21 H
sedangkan Umar Bin Khattab wafat tahun 23 H atau pada awal muharam tahun 23
H, sehingga tidak mungkin Hasan Bashri mendengar dari Umar Bin Khattab
(Rahman dikutip Suyitno, 2008).
c. Hadits Mu’dhal

7
Kata mu’dhal merupakan isim maf’ul dari fi’il a’dhala yang artinya
memayahkan atau memberatkan atau tempat melemahkan. Secara istilah hadits
mu’dhal adalah:

‫ﻣﺎﺳﻘﻄﻣﻦﺭﻭﺍﺗﻪﺍﺛﻨﺎﻥﺃﻭﺍﻛﺜﺮﻋﻠﻲﺍﻟﺘﻮﺍﻰﻟﺳﻮﺍﺀﺳﻘﻄﺍﻟﺼﺤﺎﻰﺑﻭﻟﺘﺎﺑﻌﻰﺃﻭﺍﻟﺘﺎﺑﻌﻰﻭﺗ‬

‫ﺎﺑﻌﻪﺃﻭﺛﻨﺎﻥﻗﺒﻠﻬﻤﺎ‬
“Hadits yang gugur rawi-rawinya dua orang rawi atau lebih, baik bersama
sahabat tabi’in, tabi’in bersama tabi’it tabi’in, maupun dua orang sebelum
sahabat dan tabi’in.
Definisi tersebut memberikan pemahaman tentang hadits mu’dhal adalah
hadits yang gugur dua orang rawi atau lebih dari awal sanad-nya. Contohnya
hadits mu’dhal adalah hadits yang diriwayatkan al-Syafi’I :

‫)ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻰ)ﺃﺧﺮﺒﻧﺎﺳﻌﻴﺪﺑﻦﺳﺎﻢﻟﻋﻦﺍﺑﻦﺟﺮﺍﻥﺭﺳﻮﻝﺍﷲﺻﻠﻰﺍﷲﻋﻠﻴﻪﻭﺳﻠﻢﻛﺎﻥﺇﺫﺍﺭﺃﻯﺍﻟﺒﻴﺖﺭﻓﻊﻳﺪﻳﻪ‬
Dalam hadits tersebut antara Ibnu Juraij dengan Rasullah sal ada dua
perantara, yaitu tabi’in dan shabat. Karena tabi’in dan sahabat tidak disebut dalam
sanad hadits tersebut maka riwayat hadits tersebut disebut mu’dhal. Hadis
mudallas ini dihukum lemah dan tidak dapat dijadikan hujjah (Rahman dikutip
Suyitno, 2008)..
d. Hadits Mudallas
Kata Mudallas merupakan isim maf’ul dari kata tadlis yang berarti gelap.
Hadits ini dinamakan demikian dikarnakan mengandung kesamaran dan
ketutupan. Secara istilah hadits mudallas adalah:

‫ﻣﺎﺭﻭﻯﻋﻠﻰﻭﺟﻪﻳﻮﻫﻢﺃﻧﻪﻻﻋﻴﺐﻓﻴ‬
“Hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan bahwa hadits
itu tidak ternoda” (Rahman dikutip Suyitno, 2008).
Menurut Ibid dikuti Suyitno (2008) mengatakan bahwa hadits mudallas
terbagi menjadi tiga yaitu

8
Pertama, mudallas isnad yaitu hadits yang disampaikan oleh seorang rawi
dari orang yang sezaman dengannya dan ia bertemu dengan orang tersebut, tetapi
ia tidak mendengar hadits yang diriwayatkan itu darinya atau orang yang semasa
dengannya tetapi ia seolah-olah mendengar darinya.
Kedua, mudallas syuyukh yaitu hadits yang diriwayatkan seorang rawi dari
gurunya dengan menyebut nama kuniyahnya, mana keturunannya atau mensifati
gurunya dengan sifat-sifat yang tidak atau belum dikenal orang banyak.
Ketiga, mudallas taswiyah yaitu bila seorang rawi meriwayatkan dari
perawinya yang tsiqah yang oleh guru tersebut diterima oleh guru yang lemah dan
guru yang lemah ini menerima dari guru yang tsiqah tapi si mudalis meriwayatkan
tanpa menyebut nama rawi yang lemah bahkan ia meriwayatkan dengan lafaz
yang mengandung pengertian bahwa semua perawinya tsiqah.
e. Hadits Mu’allaq
Kata mu’allaq merupakan isim maf’ul dari fi’il ‘allaqa yang berhati
menghubungkan, menguatkan dan menjadikannya sebagai sesuatu yang
tergantung atau digantungkan. Hadits ini dikatakan mu’allaq karena sanadnya
hanya ittishal dengan bagian atas, namun terputus dengan bagian bawah
(Jumantoro dikutip Suyitno, 2008). Sedangkan menurut istilah hadits mu’allaq
adalah hadits yang gugur rawinya, seorang atau lebih dari awal sanadnya
(Rahman dikutip Suyitno,2008).
Menurut Jumantoro dikutip Suyitno (2008) mengatakan bahwa ada
beberapa pendapat ulama tentang hokum hadits mu’allaq, yaitu:
1. Hadits mu’allaq pada prinsipnya dikelompokkan kepada hadits dha’if
(mardud) disebabkan karena sanad yang digugurkan itu tidak diketahui
sifat-sifat dan keadaan-keadaanya secra menyakini baik mengenai
ke’adilannya maupun kedhabitannya, kecuali yang digugurkan itu adalah
seorang sahabat yang sudah terkenal ke’adilannya.
2. Hadits mu’allaq bisa dianggap shahih bila sanad yang digugurkan ini
disebutkan oleh hadits lain yang shahih.
3. Kedha’ifan dari Sudut Kecacatan Rawinya

9
Dari segi kecacatan rawinya dan mereka berpendapat bahwa hadits dha’if
terbagi menjadi ada 12 macam. Sebaliknya ulama yang tidak menganggap hadits
maudhu’ bagian dari hadits tidak memasukannya kebagian dari hadits dha’if dan
berpendapat hadits dha’if ada 11 macam, yakni:
1. Hadits matruk
2. Hadits munkar dan ma’ruf
3. Hadits mu’alal
4. Hadits mudraj
5. Hadits maqlub
6. Hadits mudltharib
7. Hadits muharraf
8. Hadits mushahaf
9. Hadits mubham, majhul, dan mastur
10. Hadits syadz dan makhfudh
11. Hadits mukhtalith

C. Macam-macam Hadits Dhoif Berdasarkan Cacat Rawinya


Menurut Suyitno (2008) mengatakan bahwa para ulama berbeda pendapat
dalam menetapkan kedho’if-an dari sudut kecacatan rawinya, hal ini
disebabakannya ada yang menyatakannya hadits maudhu’ sebagai bagian dari
hadits dan ada yang tidak memasukkan hadits maudhu’ sebagai bagian dari hadits
menyatakan hadits maudhu’ sebagai hadits dha’if dari segi kecacatan rawinya dan
mereka berpendapat bahwa hadits dho’if terbagi menjadi 12 macam. Sebaliknya
ulama yang tidak mengganggap hadits maudhu’ bagaian dari hadits tidak
memasukkannya kebagian dari hadits dho’if dan berpendapat hadits dho’if ada 11
macam , yakni :
1. Hadits matruk, yaitu hadits yang menyendiri dalam periwayatannya, yang
diriwayatkan oleh orang yang tertuduh dusta dalam ilmu haditsatau
Nampak kefasikannya baik pada perkataannya maupun perbuatannya atau
orang yang banyak lupa dan banyak ragu. Perawi yang meriwayatkan
hadits ini disebut matruk al-hadits (orang yang ditinggalkan hadits). Para

10
muhaditsin memandang hadits matruk adalah hadits yang sangat lemah
setelah hadits maudhu’ (Shalih dikutip Suyitno, 2008).
2. Hadits munkar dan ma’ruf. Hadits munkar adalah hadits yang
diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya dan banyak
kelengahannya atau jelas kefasikannya yang bertentangan dengan
periwayatan orang yang terpercaya (Shalih dikutip Suyitno, 2008). Lawan
dari hadits munkar adalah hadits ma’ruf yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh rawi yang tsiqah (Rahman dikutip Suyitno, 2008).
3. Hadits mu’alal, yaitu hadits yang pada lahiriahnya tidak ada cacat, namun
setelah diadakan penelitian dan penyelidikan terdapat ‘illat baik pada
sanadnya atau matannya.
4. Hadits mudraj, yaitu hadits yang disadur dengan sesuatu yang buka hadits
atas perkiraan bahwa saduran itu termasuk hadits. Saduran ini dapat terjadi
pada sanad ataupun pada matan, saduran pada matan dapat terjadi diawal,
ditengah maupun diakhir. Contoh saduran dalam sanad adalah seorang
rawi memasukkan hadits lain kedalam hadits yang diriwayatkan yang
berbeda sanadnya atau dengan menyisipkan oran ain yang bukan rawi
sebenarnya.
5. Hadits maqlub, yaitu hadits mukhalafah (menyalahi hadits lain) baik
disebabkan karena mendahulukan atau mengakhirkan. Tukar menukar
kalimat pada matan hadits baik disebabkan karena mendahulukannya pada
tempat lain dan ini adakalanya terjadi pada matan hadits dan adakalanya
pada sanad hadits.
6. Hadits mudltharib, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi
dengan beberapa jalan yang berbeda yang tidak mungkin dikumpulkan
atau ditarjih.
7. Hadits muharraf, yaitu hadits yang mukhalafahnya (bersalahannya dengan
hadits riwayat orang lain), terjadi disebabkan karena perubahan syakal
kata dengan masih tetapnya bentuk tulisan. Yang dimaksud syakal disini
adalah tanda hidup (harakat) dan tanda mati.

11
8. Hadits mushahaf, yaitu hadits yang mukhalafahnya terjadi pada titik kata
sedangkan bentuk tulisannya tidak berubah. Hadits mushahaf ini terbagi
dua, yakni mushahaf fi al-matan dan mushahaf bi al-sanad (Rahman
dikutip Suyitno, 2008).
9. Hadits mubham, majhul dan mastur. Hadits mubham adalah hadits yang
dlam sanad atau matannya terdapat seorang rawi yang tidak jelas apakah ia
laki-laki ataukah perempuan. Ke-ibham-an dalam hadits ini terjadi karena
tidak disebutkan nama rawinya atau disebutkan namun tidak dijelaskan
siapa yang sebenarnya yang dimaksud dengan nama itu.
10. Hadits syadz dan makhfudh, hadits syadz yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh orang yang maqbul (tsiqah) yang menyalahi riwayat orang yang lebih
rajin karena mempunyai kelebihan kedhabitan atau banyaknya sanad atau
lainnya dari segi pentarjihan.
11. Hadits mukhtalith, yaitu haidts yang rawinya buruk hafalannya disebabkan
sudah lanjut usia, tertimpa bahaya, atau terbakar/hilang kitab-kitabnya.
Yang dimaksud buruk hafalannya adalah salahnya lebih banyak dari pada
betulnya, hafalan tidak lebih banyak daripada lupanya.
Menurut Asrukin (2007) mengatakan bahwa adapun macam-macam hadits
dhoif berdasarkan kecacatan perawinya:
1. Hadits Maudhu’, adalah hadits yang diciptakan oleh seorang pendusta
yang ciptaan itu mereka katakana bahwa itu adalah sabda Nabi SAW, baik
hal itu disengaja maupun tidak.
2. Hadits Matruk, adalah haditst yang menyendiri dalam periwayatan, yang
diriwayatkan oleh orang yang dituduh dusta dalam perhaditsan.
3. Hadits Munkar, adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang
diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannnya, banyak
kelengahannya atau jelas kefasiqkannya yang bukan karena dusta.
Sedangkan menurut Muvarok dkk (2010) mengatakan bahwa hadits
munkar adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang lemah yang
berlawanan dengan riwayat perawi yang kuat dan terpercaya (tsiqoh).

12
4. Hadits Mu’allal (Ma’lul, Mu’all), adalah hadits yang tampaknya baik,
namun setelah diadakan suatu penelitian dan penyelidikan ternyata ada
cacatnya. Hal ini terjadi karena salah sangka dari rawinya dengan
menganggap bahwa sanadnya bersambung, padahal tidak. Hal ini hanya
bisa diketahui oleh orang-orang yang ahli hadits.
5. Hadits Mudraj (saduran), adalah hadits yang disadur dengan sesuatu yang
bukan hadits atas perkiraan bahwa saduran itu termasuk hadits. Menurut
Muvarok dkk (2008) mengemukakan bahwa hadits mudraj adalah hadits
yang didalamnya berisi tambahan-tambahan, baik pada mantan atau pada
sanad, karena diduga bahwa sanad tambahan tersebut termasuk bagian
hadits tersebut.
6. Hadits Maqlub, adalah hadits yang terjadi mukhalafah (menyalahi hadits
lain), disebabkan mendahului atau mengakhirkan. Menurut Muvarok
dkk(2008) mengatakan bahwa hadits maqlub adalah hadits yang terbalik
lafadznya pada matan, nama seseorang atau nasbnya dalam sanad. Maka
perawi mendahulukan apa yang seharusnya diakhirkan, dan sebaliknya,
serta meletakkan sesuatu di tempat sesuatu yang lain. Pembalikan tersebut
bisa terjadi pada matan ataupun pada sanad hadits.
7. Hadits Mudhtharrib, adalah hadits yang menyalahi dengan hadits lain
terjadi dengan pergantian pada satu segi yang saling dapat bertahan,
dengan tidak ada yang dapat ditarjihkan (dikumpulkan). Hadits
mudhthorib adalah hadits yang diriwayatkan melalui beberapa jalur yang
sanad atau matannya saling berbeda, baik satu atau beberapa periwayat.
Pertentangan tersebut tidak dapat disatuka atau salah satu dikalahkan
(Muvarok dkk, 2008)
(http://www.library.um.ac.id/image/pustakawan/pdfasrukin/Hadits-
Sebuah-Tinjauan-Pustaka.pdf).
Menurut Muvarok dkk (2010) mengatakan bahwa para ulama ahli hadits
membolehkan untuk meriwayatkan hadits dho’if selama :
a. Hadits tersebut tidak berkaitan dengan permasalahan aqidah/ keyakinan.

13
b. Hadits tersebut bukan berkaitan dengan penjelasan terhadap hukum
syariat, yaitu penjelasan tentang hukum halal dan haram.
Menurut Muvarok dkk (2010) mengatakan bahwa adapun hukum
mengamalkan hadits dha’if, para ulama berselisih pendapat tentang boleh
tidaknya mengamalkan hadits dha’if, ulama yang membolehkan mengamalkan
hadits dho’if menyatakan bolehnya mengamalkan hadits dha’if hanya di dalam
masalah fadhoilul a’mal (keutamaan amal) dengan syarat-syarat :
a. Hadits dha’if tersebut tidak terlalu berat kedho’ifannya.
b. Hadits tersebut termasuk ke dalam prinsip umum yang telah ditetapkan
oleh Al-Qur’an dan hadits yang shahih.
c. Hadits itu tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat.
Ulama yang lainnya menyatakan tidak boleh sama sekali untuk
mengamalkan hadits-hadits dha’if, karena telah tercukupi oleh hadits-hadits yang
shahih maupun hasan (Muvarok dkk, 2010). Beberapa contoh hadits dha’if
yaitu:
ِ ‫ﺍ‬
‫ﻚﻤَﺗُْﻮﺕُ َﻏ ًﺪﺍ‬ َ ِ‫َآﻋ َﻤ ْﻞﹺ ٰﻻ ِﺧَﺮﺗ‬
َ ‫ﻚ َﻛﺎَﻧﱠ‬ ْ ‫ﺶﺍَﺑَ ًﺪﺍﻭ‬ ِ
ُ ‫ِﻋ َﻤ ْﻞﻟ ُﺪ ْﻧﻴَﺎﻙَﺗَﻌْﻴ‬
ْ
“Beramallah untuk duniamu seolah-olah engkau akan hidup selamanya
dan beramallah untuk akhiratmu seolah-olah engkau akan mati esok.”
Menurut Al-Albani (1995) mengemukakan bahwa riwayat ini sangat
mahsyur dan hamper setiap orang mengutipnya, tetapi sanadnya tidak ada yang
marfu’. Bahkan Syekh Abdul Karim al-Amri tidak mencantumkannya dalam
kitabnya al-jaddul-Hatsits fi Bayani ma laysa bi Hadits.
Sumber sanad yang mauquf (pada shabat) yaitu diriwayatkan oleh Ibnu
Qutaibi dalam kitab Ghairibul-Hadits I/ 46, dengan matan “Ihrits lidunyaaka….”
Dan seterusnya. Dan terdapat juga dalam riwayat Ibnu Mubarak pada kitab az-
Zuhud II/28 dengan sanad lain yang juga mauquf dan munqathi’ (tidak
bersambung). Ringkasan, riwayat hadits tersebut dho’if karena daya dua
permasalahan dalam sanadnya. Pertama, majhulnya (asingnya) maula
(budak/pengikut) Umar bin Abdul Aziz sebagai salah satu perawi sanadnya.

14
Kedua, dho’if pencacat bagi Laits yang bernama Abdullah bin Shaleh, yang juga
merupakan perawi sanad dalam riwayat ini (Al-Albani, 1995).

‫َلى ْال َجوْ َر بَ ْي ِن‬ َ ‫َﺳﻠﱠ ْﻢتَ َو‬


َ ‫ضأ َ َو َم َس َح ع‬ ِ ‫اِنَ النَبِ َي ﺻﻠَﯽهللا‬
َ ‫ﹸﻋﻠَْﻴﻪ ﻭ‬
َ َ
Artinya: “Bahwasanya Nabi SAW wudhu dan beliau mengudap kedua kaos
kakinya”.
Menurut Wardah (2013) mengatakan bahwa hadits tersebut dikatakan dhaif
karena diriwayatkan dari Abu Qais al-Audi. Seorang perawi yang masih
dipersoalkan (http.www.wardah.blogspot.com).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits dha’if adalah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat bias diterima
sebagai hadits shahih dan hadits hasan. Sebab kedha’ifan hadits karena tiga hal
yaitu, dha’if dari sudut sandaran matannya, dari segi sanadnya yang terputus, dan
dari sudut kecacatan rawinya. Hadits dha’if termasuk banyak ragamnya dan
mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak sedikitnya
syarat-syarat hadits shahih atau hasan.
B. Saran
Dari hasil pembuatan makalah ini, pembaca dapat memahami yang
disampaikan leh penulis, dan tidak salah lagi membedakan antara hadits shahih,
hadits hasan, dan hadits dha’if.

15
.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.library.um.ac.id/image/pustakawan/pdfasrukin/Hadits-Sebuah-
Tinjauan-Pustaka.pdf.
Http://www.wardah.blogspot.com.
http://Firmadani.blogspot.com.

16

Anda mungkin juga menyukai