Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

METODE-METODE DALAM MENTAFSIRKAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN

Dosen Pengampu : Davik,M.Pd.i

Makalah Ini Di Buat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmutafsir

Disusun Oleh :

Nila maghfiroh (2018.01.195)


Purmiyati (2018.01.196)

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL-QUR’AN AL ITTIFAQIAH(STITQI)


INDRALAYA OGAN ILIR
SUM-SEL
THN 1441 H/2019 M

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh…

Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat allah swt, karena berkat rahmatnya penyusun dapat
menyelesaikanmakalah matakuliah ilmu tafsir ini.
Kami ucapkan rasa terimakasih kepada Bp. Davik,M.Pd.i selaku
dosen pengampu, karena dengan adanya tugas ini mampu menambah ilmu serta wawasan kh
ususnya bagipenyusunya, dan kepada semua pihak yang
telah membantu sehingga makalah ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini masih jauh lebih sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat kami harapkan demi
sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Wassal’amualaikum warohmatullahi wabarokaatuh…

Indralaya, 20 maret 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. .. i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
C. TujuanMasalah............................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pendahuluan.................................................................................................. 2
B. Pengertian metode tafsir................................................................................ 2
C. Al-Tafsir al-Tahliliy (Analisis).............................................................. 3
D. Al-Tafsir al-Ijmaliy (Global).......................................................................... 5
E. Al-Tafsir al-Muqaran (Perbandingan/Komparasi).......................................... 6
F. Al-Tafsir al-Maudlu’iy (Tematik).................................................................. 8

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Metode adalah satu sarana untuk mecapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam konteks
pemahaman al-Quran, metode bermakna: “prosedur yang harus dilalui untuk mencapai
pemahaman yang tepat tentang makna ayat-ayat al-Quran.” Dengan kata lain, metode
penafsiran al-Quran merupakan: seperangkat kaidah yang seharusnya dipakai oleh penafsir
ketika menafsirkan ayat-ayat al-Quran.
Al-Quran secara tekstual memang tidak berubah, tetapi penafsiran atas teksnya selalu
berubah, sesuai dengan konteks ruang dan waktu manusia. Karenanya, al-Quran selalu
membuka diri untuk dianalisis, dipersepsi, dan ditafsirkan dengan berbagai alat, metode, dan
pendekatan untuk menguak isi sejatinya. Aneka metode dan tafsir diajukan sebagai jalan
untuk membedah makna terdalam dari al-Quran itu. Sehingga al-Quran seolah menantang
dirinya untuk dibedah.
Al-Qur’an yang merupakan bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW, sekaligus petunjuk
untuk umat manusia kapan dan di mana pun, memiliki berbagai macam keistemewaan.
Keistimewaan tersebut antara lain susunan bahasanya yang unik memesonakan, dan pada
saat yang sama mengandung makna-makna yang dapat dipahami oleh siapa pun yang
memahami bahasanya, walaupun tentunya tingkat pemahaman mereka akan berbeda-beda
akibat berbagai faktor.

B. RUMUSAN MASALAH
1.Apa Pengertian Metode Tafsir ?
2.Apa saja macam – macam metode tafsir ?

C. TUJUAN MASALAH
1.Menjelaskan pengertian metode tafsir
2.Mendeskripsikan macam – macam metode tafsir

4
BAB II
PEMBAHASAN

Al-Quran adalah sumber ajaran Islam. Laksana samudera yang keajaiban dan
keunikannya tidak pernah sirna di telan masa, sehingga lahirlah bermacam-macam tafisr
dengan metode yang beraneka ragam. Para ulama telah menulis dan mempersembahkan
karya-karya mereka dibidang tafsir ini, dan menjelaskan metode-metode yang digunakan
oleh masing-masing tokoh penafsir, metode-metode yang dimaksud adalah metode tahliliy,
ijmali, muqaran, dan maudhu’i.
Banyak cara pendekatan dan corak tafsir yang mengandalkan nalar, sehingga akan
sangat luas pembahasan apabila kita bermaksud menelusurinya satu demi satu. Untuk itu,
agaknya akan lebih mudah dan efesien, pembahasan didalam makalah hanya mengambil
empat metode tafsir saja yaitu tahliliy, ijmaliy, muqaran, dan maudhu’i. Pentingnya metode
tafsir tahlili, ijmali, muqaran dan maudhu’i dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran adalah
untuk membantu dan memudahkan bagi orang yang ingin mempelajari dan memahami ayat
Al-Quran itu sendiri. dan mengingat empat metode tersebut telah menjadi pilihan
banyak mufassir (ulama tafsir) dalam karyanya. Oleh karena itu dalam makalah ini penulis
akan membahas lebih jelas mengenai metode tahliliy, ijmaliy, muqaran,dan maudhu’i.

A. Pengertian Metode Tafsir


Kata metode berasal dari bahasa yunani “methodos” yang berarti “cara atau jalan”. Dalam
bahasa Inggris kata ini ditulis “method” dan bahasa Arab menerjemahkannya dengan
“thariqat” dan “manaj”. Dan dalam pemakaian bahasa indonesia kata tersebut mengandung
arti: “cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu
pengetahuan dan sebagainya); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan
suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan”.1
Kata tafsir berasal dari bahasa Arab, yaitu fassaara, yufassiru, tafsiran yang berarti
penjelasan, pemahaman, dan perincian. Selain itu, tafsir dapat pula berarti al idlah wa
altabiyin, yaitu penjelasan dan keterangan. Menurut Imam al-Zarqhoni mengatakan bahwa

5
tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan al-Quran baik dari segi pemahaman makna
atau arti sesuai yang dikehendaki Allah Swt menurut kadar kesanggupan manusia.
Selanjutnya Abu Hayan, sebagaimana dikutip al-Sayuthi, mengatakan bahwa tafsir adalah
ilmu yang didalamnya terdapat pembahasan mengenai cara mengucapkan lafal-lafal al-Quran
disertai makna serta hukum-hukum yang terkandung didalamnya. 2 Sedangkan metodologi
tafsir adalah sebuah ilmu yang mengajarkan kepada orang yang mempelajarinya untuk
menggunakan metode tersebut dalam memahami ayat-ayat al-Quran.3

1. Al-Tafsir al-Tahliliy (Analisis)


Kata tahlili berasal dari bahasa arab halalla-yuhalillu-tahlilan yang berarti mengurai atau
menganalisa.4 Tafsir rahlili ialah menafsirkan al-Qur’an berbasarkan susunan ayat dan surah
yang terdapat dalam mushaf. Seorang mufassir, dengan menggunakan metode ini
menganalisis setiap kosa kata atu lafal dari aspek bahasa dan makna. Anali sis dari aspek
bahasa meliputi keindahan susunan kalimat ijasz, badi’, ma’ani, bayan, haqiqat, majaz,
kinayah, isti’arah. Dan dari aspek makna meliputi sasaran yang dituju oleh ayat, hukum,
aqidah, moral, perintah, larangan, relevansi ayat sebelum dan sesudahnya, hikmah dan lain
sebagainya. 5 Selanjutnya metode Tahlily merupakan metode tafsir al-Quran yang dalam
menafsirkan ayat-ayat al-Quran dilakukan dengan cara urut dan tertib ayat dan surah sesuai
dengan urutan yang terdapat dalam mushaf, yakni dimulai dari surat al-Fatihah, al-Baqarah,
Al Imran dan seterusnya hingga surat an-Nas.6 Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan
bahwa metode tafsir tahlily merupakan penafsiran ayat al-Quran dengan cara berurutan
sesuai urutan surah yang ada pada al-Quran, dengan cara menganalisis dari semua aspek,
baik dari segi kosa kata, lafal dari aspek bahasa, serta makna.
Dibandingkan dengan metode tafsir lainnya, metode tahlily adalah metode paling lama.
Tafsir ini berasal sejak masa para sahabat Nabi Saw. Pada mulanya terdiri dari tafsiran atas
beberapa ayat saja, yang kadang-kadang mencakup penjelasan mengenai kosakatanya saja.
Dalam penjalanan waktu, para ulama tafsir merasakan kebutuhan adanya tafsir yang
mencakup seluruh isi al-Quran. Oleh karena itu akhir abad ke-3 dan pada awal abad ke-4 H

2
3
4
5
6

6
(10 M), ahli tafsir ibnu majah, al-Thabari mengkaji seluruh isi al-Quran dan membuat model-
model paling maju dari tafsir tahlily ini.
Adapun kelebihan dari metode tafsir tahlily ini adalah:
a. Ruang lingkupnya luas
b. Dapat memuat berbagai macam ide
Sedangkan kelelmahan dari metode tafsir yahlily ini adalah:
a) Menjadikan petunjuk al-Quran parsial (bagian-bagian).
b) Melahirkan penafsiran yang subjektif.
c) Kajiannya tidak mendalam. 7

Berbagai aspek yang dianggap perlu oleh seorang mufasir tahlily di uraikan, yang tahapan
kerjanya yaitu dimulai dari:
1. Bermula dari kosakata yang terdapat pada setiap ayat yang akan ditafsirkan
sebagaimana urutan dalam al-Quran, mulai dari surah al-Fatihah hingga surah an-Nass.
2. Menjelaskan asbab an-Nuzul ayat ini dengan menggunakan keterangan yang diberikan
oleh hadist (bir Riwayah).
3. Menjelaskan munasabah atau hubungan ayat yang ditafsirkan dengan ayat sebelumnya
atau sesudahnya.
4. Menjelaskan makna yang terkandung pada setiap potongan ayat dengan menggunakan
keterangan yang ada pada ayat lain, atau dengan menggunakan hadis Rasulullah Saw atau
dengan mengguanakan penalaran rasional atau berbagai disiplin ilmu sebagai sebuah
pendekatan.
5. Menarik kesimpulan dari ayat tersebut yang berkenaan dengan hukum mengenai suatu
masalah, atau lainnya sesuai dengan kandungan ayat tersebut.
Di antara buku tafsir yang menggunakan metode tahlili adalah:
- Al-Quthubi
- Ibnu Katsir
- Tafsir Ibnu Jarir

2. Al-Tafsir al-Ijmaliy (Global)

7
Secara harfiah, kata ijmali berasal dari kata ajmala yang berarti menyebutkan sesuatu secara
tidak terperinci. Kata Ijamali secara bahasa artinya ringkasan, ikhtisarm global, dan
penjumlahan. Tafsir ijmali adalah penafsiran al-Quran yang dialakukan dengan cara
mengemukakan isi kandungan al-Quran melalui pembahasan yang bersifat umum (global),
tampa uraian apalagi pembahasan yang panjang dan luas, juga tidak dilakukan secara rinci.
Dengan metode ini, mufasir berupaya menjelaskan makna-makna al-Quran dengan uraian
singkat dan yang mudah. Sehingga dipahami oleh semua orang, mulai dari orang yang
berpengatahuan sekedarnya sampai orang berpengetahuan luas.
Dengan metode ini, mufassir berupaya pula menafsirkan kosa kata al-Quran dengan kosa
kata yang berada didalam al-Quran sendiri, sehingga para pembaca melihat uraian tafsirnya
tidak jauh dari konteks al-Quran, tidak keluar dari muatan makna yang terkandung dalam al-
Quran. Secara garis besar metode tafsir inti tidak berbeda dengan metode medel pendekatan
analisis. Letak perbedaannya yang menonjol pada aspek wawasannya. Kalau metode analisis
operasional penafsirannya tampak hingga mendetail, sedangkan metode global tidak. Uraian
penjelasannya lebih ringkas, sederhana dan tidak berbelit-belit.
Ciri-ciri yang nampak pada metode ijmali adalah mufassirya langsung menafsirkan al -Quran
dari awal sampai akhir tanpa perbandingan dan penetapan judul. 8
Adapun kelebihan dari metode ijmali ini antara lain:
a. Praktis dan mudah difahami
b. Bebas dari penafsiran israiliyat
c. akrab dengan bahasa al-Qur’an

Kekuarangan-kekurangan dari metode ijmali ini antara lain:


- menjadikan petunjuk al-Quran bersifat parsial (terbagi tapi tidak mendalam).
- Tidak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang memedai.
Adapun sistematika dalam penulisan tafsir model ini mengikuti susunan ayat -ayat al-Quran.
Selain itu mufassir juga mengkaji dan menyajikan dan menyajikan sebab turunnya ayat
melalui penelitian dengan menggunakan hadis-hadis yang terkait. Tafsir ijamali biasanya,
menjelaskan makna ayat secara berurutan, ayat demi ayat dan surah demi surah sesuai
dengan urutan mushaf usmani. Adapun kitab-kitab tafsir dengan metode ijmalii adalah:

8
a. Tafsir al-Jalalain, karya jalal al-Din al-Sayuthi dan jalal al-Din al-Mahalli.
b. Shofwah al-Bayan lima’ani al-Quran, karya Sheikh Husnain Muhamma Mukhlaut.
c. Tafsir al-Quran Azhim, karya Ustadz Muhammad Farid Majdy.

3. Al-Tafsir al-Muqaran (Perbandingan/Komparasi)


Secara harfiah, muqaran berarti membandingkan. Secara istilah, tafsir muqaran berarti suatu
metode atau teknik menafsirkan al-Quran dengan cara membandingkan pendapat seorang
mufassir dengan mufassir lainnya mengenai tafsir sejulah ayat. Tafsir muqaran yaitu
membandingkan suatu ayat dengan ayat lainnya, atau perbandingan antaua ayat dengan
hadis. Yang diperbandingkan itu adalah ayat dengan ayat atau ayat dengan hadis.
Nasharuddin baidah berpendapat bahwa tafsir muqaran adalah menafsirkan sekelompok ayat
al-Quran atau suatu surat tertentu denan cara membandingkan antara ayat dengan ayat
dengan ayat atau surah dengan hadis, atau antara pendapat ulama dengan ulama tafsir dengan
menonjolkan aspek-aspek perbedaan tertentu dari objek yang membandingkan.9
Ada beberapa tahap yang dilalui dalam menggunakan metode tafsir muqaran yang
membandingkan tafsir para ulama tersebut, yaitu:
1. Menentukan sejumlah ayat yang akan ditafsirkan.
2. Mengumpulkan dan mengemukakan pendapat para ulama tafsir mengenai pengertian
ayat tersebut.
3. Melakukan analisis perbandingan terhadap pendapat-pendapat para mufassir dengan
menjelaskan corak penafsirannya. Apakah bercorak bi al-ma’tsur, bi ra’yu dan lain
sebagainya.
4. Menentukan sikap dengan menerima penafsiran yang dinilai benar dan menolak
penafsiran yang tidak dapat diterimanyaa. Hal ini tentu saja dengan mengemukakan sejumlah
argumen kenapa ia mendukung suatu tafsir dan menolak yang lainnya.

Tafsir muqaran memiliki kelebihan yaitu, bersifar objektif, kritis dan berwawasan luas.
Sedangkan kelemahannya antara lain terletak pada kenyataannya bahwa metode tafsir
muqaran tidak bisa di gunakan untuk menafsirkan semua ayat al-Quran seperti halnya pada

9
tafsir ijmali dan tahlili. 10 Sedangkan pendapat lain juga mengelompokkan kelebihan dan
kekurangan dari metode ini, adapun kelebihannya antara lain:
- Memberikan wawasan penafsiran yang relative lebih luasi bagi para pembaca dari
metode-metode lain.
- Membuka pintu untuk bersikap toleran atas pendapat-pendapat yang berbeda
mengenai suatu permasalahan.
- Mendorong seorang penafsir untuk mengkaji penafsiran-penafsiran ulama lain
mengenai suatu ayat ataupun dalam suatu permasalahan.
Sedangkan kekurangannya antara lain:
 Penafsiran dengan metode ini tidak cocok untuk pemula.
 Penafsirannya kurang dapat memecahkan permasalahan yang ada ataupun sedang
dihadapi.
 Cenderung hanya melihat penafsiran-penafsiran ulama terdahulu sehingga tidak
mengahasilkan penafsiran-penafsiran baru.
Objek kajian tafsir ini dikelompokan menjadi tiga:
1. Perbandingan ayat al-Quran dengan ayat lain
Mufassir membandingkan ayat al-Quran dengan ayat lain, yaitu ayat-ayat yang memiliki
persamaan dengan redaksi dalam dua atau lebih masalah atau kasus yang diduga sama. Objek
kajian tafsir ini hanya terletak pada persoalan redaksi ayat-ayat al-Quran bukan dalam bidang
makna.

2. Perbandingan ayat al-Quran dengan Hadis


Dalam melakukan perbandingan ayat al-Quran dengan hadis yang terkesan berbeda atau
bertentangan ini, langkah pertama yang harus ditempuh adalah menentukan nilai hadis yang
akan diperbandingkan dengan ayat al-Quran. Hadis itu haruslah shahih. Hadits dhaif tidak
dibandingkan karena disamping nilai otentitasnya rendah, dia justru semakin tertolak karena
pertentangannya dengan ayat al-Quran. Setelah itu mufassir melakukan analisis terhadap
latar belakang terjadinya perbedaan atau pertentangan antara keduanya.
3. Perbandingan penafsiran mufassir dengan mufassir lain

10

10
Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran tertentu ditemukan adanya perbedaan diantara hasil
ijtihad, latar belakang sejarah, wawasan, dan sudut pandang masing-masing. Sedangkan
dalam hal perbedaan penafsiran mufasir yang satu dengan yang lain, mufassir berusaha
mencari, mengali, menemukan, dan mencari titik temu diantara perbedaan-perbedaan itu
apabila mungkin, dan mentarjih salah satu pendapat setelah membahas kualitas argumentasi
masing-masing.

4. Al-Tafsir al-Maudlu’iy (Tematik)


Tafsir maudhu’i yaitu menafsirkan al-Quran dengan langkah-langkah tertentu yang dimulai
dengan menentukan topik sampai memberikan kesimpulan atau jawaban akhir bagi
permasalahan yang dibahas. 11 Arti dari kata maudhu’i adalah topik atau materi suatu
pembicaraan atau pembahasan secara tematik. Jadi tafsir al-Maudhu’i adalah tafsir yang
membahas masalah-masalah al-Quran yang memiliki kesatuuann makna atau tujuan dengan
cara menghimpun ayat-ayatnya yang bisa juga disebut dengan metode tauhidi (kesatuan)
untuk kemudian melakukan penalaran (analisis) terhadap isi kandungannya serta
menghubung-hubungkannya antara satu dengan yang lain. 12

Langkah-langkah metode tafsir maudhu’i adalah sebagai berikut:


1. Meenetapkan maslah yang akan dibahas (topik)
2. Menghimpun ayat yang berkaitan dengan mmasalah tersebut.
3. Mengurutkan tertib, sebab turunnya ayat berdasarkan masa turunnya. 13
4. Mempelajari penafsiran al-Quran yang telah dihimpun.
5. Kemudian mufassir mengarahkan pembahasan kepada metode tafsir ijmali dalam
memaparkan berbagai pemikiran.
6. Membahas unsur-unsur dan makna-makna serta mengkaitkannya sedemikian rupa
berdasarkan metode ilmiah yang sistematis.
7. Memaparkan kesimpulan tentang hakikat jawaban al-Quran terhadap topik
permasalahan yang dibahas.14

11
12
13
14

11
Sebagian kitab-kitab tafsir yang memakai metode maudhu’i antara lain sebagai berikut:
დ Karya Syeikh Mahmud Syaltut.
დ Karya Ustadz Abbas Mahmud al-‘Aqqad.
დ Karya Ustadz al-A’la al-Maududy.
დ Karya Ustadz Muhammad Abu Zahrah.
დ Karya Dr. Ahmad Kamal Mahdy. 15
Adapun kelebihan/keistimewaan dari metode tafsir maudhu’i antara lain:
- Menghindari problem atau kelemahan metode lain.
- Menafsirkan ayat dengan ayat atau dengan hadis, satu cara terbaik dalam menafsirkan
al-Quran.
- Kesimpulan yang mudah dipahami.
- Metode ini memungkinkan seorang untuk menolak anggapan adanya ayat-ayat yang
bertentangan dalam al-Quran.
- Menjawab tantangan zaman
- Praktis dan sistematis
- Dinamis
- Membuat pemahan menjadi utuh .16
Selain kelebihan diatas, metode tafsir maudhu’i mempunyai kekurangan yakni:
a) Memenggal ayat al-quran.
b) Membatasi pemahaman ayat.

15
16

12
DAFTAR PUSTAKA

Agil Said Husin Al-Munawal, Al-Quran Membangun Tradisi Kesalehah Hakiki, Ciputat: PT. Ciputat Press,
2005.
Al-Farawi Abd. Al-Hary, Metode Tafsir Al-Maudhu’i, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.Amin Muhammad
Suma, Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran, Jakarta: Pustaka Pirdaus, 2001
Anwar Rosihan, Pengantar Ulumul Quran, Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Baidan Nasaruddin, Metode Penafsiran Al-Quran, Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
Darbi Ahmad, Ulum Al-Quran, Pekan Baru: Suska Press, 2011.
Nata Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.
Shihab Quraish, Membumikan Al-Quran, Bandung: Mizan, 1994.
Suma Amin, Pengantar Tafsir Ahkam, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2002.
Syadali Ahmad Dan Rofi’i Ahmad, Ulum Quran II, Bandung: Pustaka Setia, 997.
Yusuf Kadar, Studi Al-Quran, Jakarta: Amzah, 2010.

13
[1].Nasaruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Quran, (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h. 54.
[2]. Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h. 209-211.
[3]. Amin Suma, Pengantar Tafsir Ahkam, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2002), h. 171.
[4]. Ahmad Darbi, Ulum Al-Quran, (Pekan Baru: Suska Press, 2011), h. 41.
[5]. Kadar Yusuf, Studi Al-Quran, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 143-144.
[6] .Ahmad Syadali Dan Ahmad Rofi’i, Ulum Quran II, (Bandung: Pustaka Setia, 997), h. 67.
[7]. Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran, (Jakarta: Pustaka Pirdaus, 2001),
h. 112-113.
[8]. Nasaruddin Baidah, Op Cit., h. 73.
[9]. Ibid., h. 73.
[10].Muhammad Amin Suma, Op Cit., h. 127.
[11].Amin Suma, Op Cit., h. 171.
[12].Muhammad Amin Suma, Op Cit., h. 127-128.
[13].Abd. Al-Hary Al-Farawi, Metode Tafsir Al-Maudhu’i, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 14.
[14].Rosihan Anwar, Pengantar Ulumul Quran, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 161.
[15].Said Agil Husin Al-Munawal, Al-Quran Membangun Tradisi Kesalehah Hakiki, (Ciputat: PT. Ciputat
Pres2005), h. 75-76.
[16].Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, (Bandung: Mizan, 1994), h. 117.

14

Anda mungkin juga menyukai