Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ULUMUL HADIS: HADIS DHAIF

Dosen Pengampuh:
Alimuddin, S.Ud.,M.Pd

Disusun Oleh:
Kelompok 3

NURIANA : 17 0402 0131


JUMLISA : 17 0402 0118
NURUL HILMA SAFAR : 17 0402 0147
CHRISNAWATI : 17 0402 0148

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PALOPO
2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wata’ala yang Maha Pengasih


lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Ulumul Hadis: Hadis Dhaif”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Palopo, Rajab 1439

Penyusun
Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

KATA PENGANTAR ............................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................ 1
C. Tujuan .......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Hadis Dhaif..................................................................... 2


B. Kriteria-kriteria Hadis Dhaif ......................................................... 2
C. Macam-macam Hadis Dhaif ......................................................... 3
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 9
B. Saran ............................................................................................ 10
Daftar Pustaka

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa hadis merupakan sumber
hukum kedua setelah kitab suci Al Qur’an. Hadis merupakan perkataan perbuatan,
dan takrir Nabi Muhammad selama beliau menjadi Nabi dan Rasul. Karena itu
selain kita harus menjadikan Al Qur’an sebagai sumber hukum utama, kitapun
harus mempelajari dan menjadikan hadis sebagai pedoman dan penguat dari
hokum Al Qur’an.
Dan dalam hadis sendiri, terdapat tingkatan-tingkatan hadis dari hadis
yang shohih sampai hadis maudhu’. Dan dalam menjadikannya (hadis) sebagai
hujjah atau sebagai sumber hukum, kita harus mengetahui terlebih dahulu
tingkatan-tingkatan hadis yang boleh dijadikan hujjah.
Dan di makalah ini penyusun akan memaparkan mengenai salah satu
tingkatan hadis yaitu Hadis Dha’if.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang diamaksud Hadis Dha’if?
2. Kriteria-kriteria Hadis Dha’if
3. Apa saja macam-macam Hadis Dha’if?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Hadis Dha’if
2. Kriteria-kriteria Hadis Dha’if
3. Mengetahui macam-macam Hadis Dha’if

1
BAB II

HADIS DHA’IF

A. Definisi Hadis Dha’if


Kata dhaif berarti lemah, sebagai lawan dari kata kuat. Maka sebutan hadis
dhaif dari segi etimologi berarti hadis yang lemah atau hadis yang tidak kuat.
Secara terminologi, diantara para ulama terdapat perbedaan rumusan
dalam mendefinisikan hadis dhaif ini. Akan tetapi, pada dasarnnya, isi dan
maksudnya adalah sama. Beberapa definisi diantaranya dapat dilihat dibawah ini.
An-nawawi mendefinisikannya bahwa hadis dhaif adalah hadis yang di
dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis shahih dan syarat-syarat hadis hasan.
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, bahwa hadis daif adalah hadis yang yang
tidak memenuhi syarat-syarat bisa diterima.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa pada
dasarnya mereka sependapat bahwa hadis daif adalah hadis yang didapati padanya
sesuatu yang menyebabkan ia lemah. Lemah karena ia tidak memiliki syarat-
syarat hadis Sahih dan Hasan.

B. Kriteria-kriteria Hadis Dha’if


Adapun kriteria hadits dhoif adalah dimana ada salah satu syarat dari
hadits shohih dan hadits hasan yang tidak terdapat padanya, yaitu sebagai berikut:
1) Sanadnya tidak bersambung
2) Kurang adilnya perawi
3) Kurang dhobithnya perawi
4) Ada syadz atau masih menyelisihi dengan hadits yang diriwayatkan oleh
orang yang lebih tsiqah dibandingkan dengan dirinya

2
3

5) Ada illat atau ada penyebab samar dan tersembunyi yang menyebabkan
tercemarnya suatu hadits shohih meski secara dzohir terlihat bebas dari
cacat.
Dengan demikian, hadits dhoif bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat
hadits shohih, juga tidak memenuhi persyaratan hadits hasan.

C. Macam-Macam Hadis Dha’if


Hadis daif termasuk banyak ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat
satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadis sahih atau
hasan yang tidak dipenuhinya. Misalnya hadis daif yang karena tidak bersambung
sanadnya dan tidak adil periwayatnya, adalah lebih daif daripada hadis daif yang
hanya keguguran satu syarat untuk diterima sebagai hadis hasan, atau dengan kata
lain hadis daif yang keguguran tiga syarat lebih daif daripada hadis daif yang
hanya keguguran dua syarat.
Para ulama membagi dan menguraikan dalam beberapa macam hadis
dhaif, yaitu:
a. Dhaif dari segi persambungan sanadnya
Para ulama menemukan banyak hadis yang jika dilihat dari sudut sanad-nya,
ternyata tidak tersambung. Tidak bersambungnya sanad ini, menunjukkan bahwa
hadis tersebut adalah dhaif. Hadis-hadis yang termasuk kelompok ini, ialah hadis
al-mursal, hadis al-munqati, hadis al-mu’dallas.
1. Hadis Mursal
Hadis mursal adalah hadis yang gugur sanadnya setelah tabi’in. Yang
dimaksud dengan gugur adalah tidak diasebutkannya nama sanad terakhir.
Padahal sahabat orang yang pertama menerima hadis dari Rasulullah SAW.
Al-hakim merumuskan hadis mursal adalah hadis yang disandarkan
(langsung) oleh tabi’in kepada Rasulullah SAW, baik perkataan, perbuatan
maupun taqrirnya. Tabi’in tersebut, baik termaksud tabi’in kecil maupun tabi’in
besar.
Tabi’in tidak menyebutkan bahwa ia menerima hadis itu dari sahabat,
melainkan mengatakannya ia meneriama dari Rasulullah SAW. Berdasarkan
4

definisi yang dikemukukakan al-hakim diketahui adanya dua macam hadis


mursal, yaitu mursal al-jali dan mursal al-khafi. Mursal al-jali yaitu tidak
disebitkannya (gugurnya) nama sahabat tersebut dilakukan oleh tabi’in besar,
sedangkan mursal al-khafi yaitu gugurnya nama sahabat dilakukan oleh tabi’in
yang masih kecil.
Termaksud juga dalam hadis mursal ini adalah hadis-hadis yang
diriwayatkan oleh seorang sahabat yang tidak langsung menerima Rasulullah
SAW. (karena mungkin ia masih kecil atau tidak hadir pada malam majelis rasul
ketika hadis itu diwurudkan) akan tetapi dikatakan ia menerima hadis itu dari
Rasulullah SAW. Para hadis menggolongkan hadis yang diriwayatkan dengan
cara ini sebagai hadis mursal ash-shahabi.
2. Hadis Munqati’
Para ulama berbeda pandangan dalam merumuskan definisi hadis munqati.
Ada yang menyebutkan hadis munqati adalah:
“Hadis yang pada sanadnya terdapat seorang perawi yang gugur atau
pada sanad tersebut disebutkan nama seseorang yang tidak dikenal namanya”.
Ada juga ulama yang mendefinisikan dengan:
“Hadis yang gugur sanadnya satu tempat atau lebih atau pada sadnya
disebutkan nama sesorang yang tidak dikenal namanya”.
Ulama lainnya mendefinisikan dengan:
“Hadis yang seorang perawinya gugur sebelum sahabat pada satu tempat
atau gugur dua orang perawinya pada dua tempat, yang tidak berturut-turut”.
Dari ketiga pengertian diatas, diketahui gugurnya perawai pada hadis
munqati’ tidak terjadi pada thabaqah pertama (thabaqah sahabat), tetapi pada
thabaqah berikutnya, mungkin thabaqah kedua, mungkin pada ketiga, dan
mungkin keempat. Kemudian, yang digugurkan itu terkadang seorang perawi,
terkadang dua orang perawi dengan tidak berturut-turut.
Dilihat dari segi persambungan sanad-nya, hadis munqqati’ termaksud
dalam kelompok hadis dhaif. Dengan demikian, hadis ini tidak dapat dijadikkan
hujjah karena gugurnya seorang perawi atau lebih menyebabkan hilangnya salah
5

satu syarat dari syarat-syarat sahih, yang berarti tidak memenuhi syarat hadis
sahih.
Adapun contohnya sebagai berikut:
Berkata Ahmad bin Syu’ib; telah mengabarkan kepada kami. Qutaibah bin
Sa’id, telah ceritakan kepada kami. Abu ‘Awanah, telah menceritakan
kepada kami, Hisyam bin Urwah, dari Fatimah binti Mundzir, dari Ummi
Salamah , ummil Mu’minin, ia berkata; telah bersabda Rasul Saw: ”telah
bersabda Rasulullah SAW, tidak menjadikan apa-apa yang sampai
dipencernaan dari susu, dan adalah (teranggap hal ini) sebelum anak
berhenti (dari minum susu)”.
Pada hadis tersebut di atas Fatimah tidak mendengar hadis tersebut dari
Ummu Salamah, waktu Ummu salamah meninggal Fatimah ketika itu masih kecil
dan tidak bertemu dengannya.
3. Hadis mu’dal
Hadis mu’dal ialah hadis yang gugur dua orang sanadnya atau lebih,
secara barturut-turut. Dalam pengertian yang lebih lengkap, hadis mu’dal,
dirumuskan dengan:
“Hadis yang gugur dua orang perawinya atau lebih secara berturut-turut,
baik gugurnya itu antara sahabat dengan tabi’in atau dua orang sebelumnya.
Dari pengertian diatas, jelas bahwa hadis mu’dal berbeda dengan hadis
munqati’. Pada hadis mu’adal, gugurnya dua orang perawi terjadi secara bertutut-
turut, sedangkan pada hadis munqati’, terjadi secara terpisah (tidak berturut-turut).
Contohnya sebagai berikut:
Kata Syafi’I; telah mengabarkan kepada kami, Sa’id bin Salim, dari Ibnu
Juraij, bahwa:
Ibnu Juraij pada hadis tersebut tidak sezaman dengan Nabi, bahkan
masanya itu di bawah tabi’in, jadi antara dia dengan Rasul Saw diantarai oleh dua
perantara yaitu tabi’in dengan sahabat.
b. Dhaif dari segi sandarannya
Para ulama ahli hadis memasukkan semua hadis yang mauauf dan yang
maqtu’ kedalam hadis dhaif.
6

1. Hadis Mauquf
Hadis mauquf ialah hadis yang diriwayatkan dari para sahabat, yaitu
berupa perkataan, perbuatan, atau taqrirnya, baik periwayatan itu bersambung atau
tidak.
Pengertian lain menyebutkan bahwa hadis mauquf yaitu hadis yang
disandarkan kepada sahabat.
Dengan kata lain hadis mauquf adalah perkataan sahabat, perbuatan atau
taqrirnya. Dikatakan mauquf, karena sandarannya terhenti pada thaqabah sahabat.
Kemudian tidak dikatakan marfu’, karena hadis ini tidak di rafa-kan atau
disandarkan kepada rasululla saw.
Ibnu shalah membagi hadis mauquf kepada dua bagian yaitu mauquf al-
mausul dan mauquf ghair al-mausul. Mauquf al-mausul, berarti hadis mauquf
yang sanadnya bersambung. Dilihat dari segi persambungan ini, hadis mauquf
ghair al-mausul dinilai dari sebagai hadis dhaif yang lebih rendah daripada hadis
mauquf al-mausul.
2. Hadis Maqtu’
Hadis maqtu’ ialah hadis yang diriwayatkan dari tabi’in dan disandarkan
kepadanya, baik perkataan maupun perbuatannya.
Dengan kata lain, bahwa hadis maqtu adalah perkataan atau perbuatan
tabi’in. Sebagaimana hadis mauquf, hadis maqtu dilihat dari segi sandarannya
adalah hadis yang lemah (dhaif), sehingga tidak dapat dijadikan hujjah.
Di antara para ulama ada yang menyebut hadis mauquf dan hadis maqtuf
ini dengan al-atsar dan al-khabar.
c. Dhaif dari segi-segi lainnya
Yang dimakasud denagn kedhaifan pada bagian ini, ialah kedhaifan karena
kacacatan yang terjadi, baik pada matan maupun pada rawi’-nya. Kecacatan pada
bagian ini banyak sekali macamnya sehingga mencapai puluhan macam,
sebagaimana yang diuraikan oleh para hadis. Akan tetapi disini hanya akan
dikemukakan beberapa macam saja, sebagaimana diuraikan berikut ini.
7

1. Hadis Munkar
Hadis munkar ialah hadis yang diriwayatkan oleh orang yang lemah
(perawi yang dhaif), yang bertentangan dengan periwayatan orang kepercayaan.
Al-qasimi menyebut hadis ini dengan hadis al-fard yang matannya tidak
diriwayatkan, kecuali oleh seorang saja, yang memiliki tingkat ke dhabit-an
sangat rendah. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa hadis ini memiliki persamaan
dengan hadis syadz, disamping itu pula perbedaanya. Adapun persamaanialah
keduanya bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah
atau terpercaya, sedang perbedaannya ialah bahwa hadis syadz diriwayatkan oleh
perawi yang tsiqah atau shaduq, sedangkan hadis munkar diriwayatkan oleh
perawi yang lemah atau cacat.
2. Hadis Matruk
Hadis matruk ialah hadis yang diriwayatkan oleh seseorang yang tertuduh
dusta (terhadap hadis yang diriwayatkannya), atau nampak kefasikannya, nbaik
pada perbuatan atau pada perkataannya, atau orang yang banya lupa atau banya
ragu.
Al-qasimi, termasuk dalam kelompok hadis ini adalah semua hadis yang
diriwayatkan oleh orang yang sudah didkenal suka berbuat dusta dalam persoalan
selain hadis, dan orang yang banyak melakukan kesalahan.
Para ulama hadis memandang bahwa hadis matruk dan hadis munkar
adalah dua macam hadis yang paling lemah selain hadis maudu.
Contoh hadis matruk yaitu Hadits ‘Amr bin Syamir al-Ju’fi Al-Kufi asy-
Syi’i dari Jabir dari Abu at-Thufail dari ‘Ali dan ‘Ammar bahwa mereka berdua
berkata :
‫ﻛﺎن اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ و ﺳﻠﻢ ﯾﻘﻨﺖ ﻓﻲ اﻟﻔﺠﺮ وﯾﻜﺒﺮ ﯾﻮم ﻋﺮﻓﺔ ﻣﻦ ﺻﻼة اﻟﻐﺪاة وﯾﻘﻄﻊ‬
‫ﺻﻼة اﻟﻌﺼﺮ آﺧﺮ أﯾﺎم اﻟﺘﺸﺮﯾﻖ‬
“Nabi Sallallahu 'Alahi Wasallam selalu membaca qunut pada shalat
fajar, bertakbir pada hari Arafah dari semenjak shalat shubuh dan
berhenti pada waktu shalat ashar di terakhir dari hari tasyrik”
8

Imam Nasa’i, Daruquthni dan yang lainnya mengatakan tentang ‘Amr bin
Syamir bahwa dia adalah Matrukul Hadits (Haditsnya ditinggalkan dan tidak
dipakai).
3. Hadis Syadz
Hadis syadz ialah hadis yagn diriwayatkan oleh orang yang maqbul, akan
tetapi bertentangan (matannya) denag periwayatan dari oarng yang kualitasnya
lebih utama.
Dengan pengertian ini, periwayatan yang hanya dilakukan melalui satu
jalan sanad, tidak bisa dikatakan syadz, meskipun sanad itu lemah. Periwayatan
dikatakan syadz, apanila matan-nya terjadi bertentangan dengan dalil yang lenih
kuat. Maka jika ada hadis dengan dua atau tiga jalan sanad, hadis yang
diriwayatkan denagn satu jalan sanad tersebut menjadi syadz.
4. Hadis Maqlub
Hadis maqlub ialah hadis yang lafalnya tertukar pada salah seorang dari
sanad-nya atau nama seseorang sanadnya. Kemudian mendahulukan
penyebutannya yang seharusnya disebut belakangan atau membelakangkan
penyebut yang seharusnya didahulukan atau dengan sesuatu pada tempat yang
lain.
Tertukarnya hadis disini, bisa terjadi pada matan hadis (maqlub fi al-matn)
dan bisa terjadi pada sanad (maqlub fi as-sanad). kedua macam hadis ,aqlub ini
tidak dibenaran dalam periwayatannya sebab bisa jadi akan mengubah maksud
atau makna hadis tersebut.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hadis dha’if adalah hadis yang lemah.
Adapun kriteria hadits dhoif adalah dimana ada salah satu syarat dari
hadits shohih dan hadits hasan yang tidak terdapat padanya, yaitu sebagai berikut:
1) Sanadnya tidak bersambung
2) Kurang adilnya perawi
3) Kurang dhobithnya perawi
4) Ada syadz atau masih menyelisihi dengan hadits yang diriwayatkan oleh
orang yang lebih tsiqah dibandingkan dengan dirinya
5) Ada illat atau ada penyebab samar dan tersembunyi yang menyebabkan
tercemarnya suatu hadits shohih meski secara dzohir terlihat bebas dari
cacat.
Macam-Macam Hadis Dha’if
a. Dhaif dari segi persambungan sanadnya
1) Hadis Mursal
2) Hadis Munqati’
3) Hadis mu’dal
b. Dhaif Dari Segi Sandarannya
1) Hadis Mauquf
2) Hadis Maqtu’
c. Dhaif Dari Segi-Segi Lainnya
1) Hadis Munkar
2) Hadis Matruk
3) Hadis Syadz
4) Hadis Maqlub

9
10

B. Saran
Sebagai penutup dari makalah ini, tak lupa pula kami ucapkan terima kasih
pada semua rekan-rekan yang telah banyak membantu dalam pembuatan makalah
ini. Disamping itu masih banyak kekurangan serta jauh dari kata kesempurnaan,
tetapi semua telah berusaha semaksimal mungkin dalam pembuatan makalah yang
amat sederhana ini. Maka dari pada itu kami semua sangat berharap kepada semua
rekan-rekan untuk memberi kritik atau sarannya sehingga dalam pembuatan
makalah selanjutnya bisa menjadi lebih baik lagi. Tiada kata yang dapat kami
ucapkan selain kata terimakasih atas semua motivasi dari rekan-rekan sekalian.
DAFTAR PUSTAKA

Referensi Buku
Ihsan, Muhammad (Ed.). 2012. Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta Timur:
PUSTAKA AL KAUTSAR
Mudasir. 1999. Ilmu Hadis. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA

Referensi Internet
Arraniri. 2012. “Hadits Marfu Mauquf dan Maqhtu”, (Online), (http://a
rraniri.blogspot.co.id/2012/08/hadits-marfu-mauquf-dan-maqthu.html,
diakses 11 Maret 2018)
Fatahilla, Rachmat. 2011. “Hadits Muallaq dan Hadis Mursal”, (Online),
(https://rachmatfatahillah.blogspot.co.id/2011/09/hadits-muallaq-hadits-
mursal-hadits.html, diakses 11 Maret 2018)

Latifa. 2015. “Makalah Qawalid Hadits Syadz”, (Online),(http://latifahgeulis.blo


gspot.co.id/2015/06/makalah-qawaid-hadits-syadz.html, diakses 11 Maret
2018)
(http://dakwahsyariah.blogspot.com/2011/08/kajian-hadits-matruk.htm l#ixz z5A
IJWYXzP, diakses 11 Maret 2018)
(http://www.bacaanmadani.com/2017/01/pengertian-hadits-mursal-macam nya.
html, diakses 11 Maret 2018)

11

Anda mungkin juga menyukai