ULUMUL HADITS
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ
JEMBER TAHUN AJARAN 2023
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya.
Makalah ini membahas mengenai “Hadis Shahih”.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Ulumul Hadis. Kami juga berharap semoga pembuatan makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
Dalam pembuatan makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Untuk itu kami ucapakan terimakasih kepada Bapak Rafid Abbas selaku
dosen pengampu. Serta pihak-pihak lain yang turut membantu memberikan
referensi buku.
Tiada gading yang tak retak, itu kata pepatah tiada satupun manusia yang luput
dari kesalahan, oleh karena itu kami berharap pemberian maaf yang sebesarnya-
besarnya. Atas kekurangan dan kesalahan, baik yang disengaja maupun yang tidak
disengaja. Saran dan kritik sangat kami harapkan agar kami dapat memperbaiki
makalah-makalah selanjutnya.
Penulis Makalah
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hadis shahih?
2. Apa saja syarat syarat hadis shahih?
3. Bagaimana klasifikasi hadis shahih?
4. Bagaimana kitab-kitab hadis shahih?
4
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Hadist Shahih
Kata shahih berasal dari bahasa Arab as-shahih, bentuk pluralnya
ashihha’ dan berakal kata pada shahha. Dari segi bahasa, kata ini memiliki
beberapa arti di antaranya :
1. Selamat dari penyakit
2. Bebas dari aib/cacat
1. Sanadnya bersambung
Yang dimaksud dengan ketersambungan sanad adalah bahwa setiap
rawi hadis yang bersangkutan benar-benar menerimanya dari rawi yang
1
M.Alfatih Suryadilaga, Ulumul Hadis, (Yogyakarta:Kalimedia,2009), h.244.
5
berada di atasnya dan begitu selanjutnya sampai kepada pembicara yang
pertama.
Untuk mengetahui bersambung atau tidaknya suatu sanad, biasanya
ulama hadis menempuh tata kerja penelitian berikut:
a. Mencatat semua nama rawi dalam sanad yang teliti.
b. Mempelajari sejarah hidup masing-masing rawi.
c. Meneliti kata-kata yang menghubungkan antara para rawi dan rawi
yang terdekat dengan sanad.
2 Dr. H. Abdul Majid khon, M.A.g, Buku Ulumul Hadits ditrbitkan oleh Hamzah, tahun 2012 hal 169-
170
6
Dhabit adalah bahwa rawi yang bersangkutan dapat menguasai
hadisnya dengan baik, baik dengan hafalan yang kuat atau dengan kitabnya,
lalu dia mampu mengungkapkannya kembali ketika meriwayatkannya.
Kalau seseorang mempunyai inggatan yang kuat, sejak menerima hingga
menyampaikan kepada orang lain dan inggatannya itu sanggup
dikeluarkan kapan dan dimana saja dikehendaki, orang itu dinamakan
dhabtu shadri .Kemudian, kalau apa yang disampaikan itu berdasarkan
pada buku catatannya (teks book) ia disebut dhabtu kitab. Rawi yang ‘adil
dan sekaligus dhabith disebut tsiqat.
4. Tidak ber-illat
Maksudnya bahwa hadis yang bersangkutan bebas dari cacat
kesahihannya, yakni hadis itu terbebas dari sifat-sifat samar yang
membuatnya cacat.
5. Tidak syadz (janggal)
Kejanggalan hadis terletak pada adanya perlawanan antara suatu hadis
yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul (yang dapat diterima
periwayatannya) dengan hadis yang diriwayatkan oleh oleh rawi yang lebih
kuat (rajih) dari padanya, disebabkan kelebihan jumlah sanad dalam ke-
dhabit-an atau adanya segi-segi tarjih yang lain.
Jadi, hadis sahih adalah hadis yang rawinya adil dan sempurna ke-
dhabit-annya, sanadnya muttashil, dan tidak cacat matannya marfu’, tidak
cacat dan tidak janggal.
3
Tim Guru Provinsi Jawa Timur, Hadis, (Surabaya:Mutiara Ilmu Mojosari Mojokerto,
2012), h.52.
7
Contohnya :
ف قَا َل أخبر نا ما لك عن ابن شها ب عن مح ّمد بن خبير بن مطعم عن أبيه قل سمعت رسو ِ َح َد ثَنَا عَب ُد ه
َ َُّللا ب ُن يُو س
ل هللا صلى هللا عليه وسلم قر أ في المغر ب با لطُّو ر
Hadis ini dinamakan hadis shahih li dzhatihi karena:
a. Sanadnya muttasil : semua periwayatnya mendengar hadis langsung
dari gurunya.
b. Para periwayatnya semua adil, sempurna dhabitnya, dan menjaga
muruah(kehormatan)
• Abdullah bin yusuf dijuluki oleh ulama hadis sebagai rijal yang
thiqah dan muttaqin.
• Malik bin anas adalah imam muhadditsin dan fuqaha’, alhafis, dan
amiru al-mukminin fi alhadis (hafal semua hadis yang jumlah lebih
dari 300.000 hadis).
c. Ibnu shihab az-zuhri adalah faqih, muttaqin, amiru al-mu’minin fi al
hadis.
d. Muhammad bin Jabir adalah thiqat.
e. Jabir bin muth’im adalah sahabat yang adil dan dhabit.
f. Hadisnya tidak bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh rijal
yang lebih thiqah.
g. Tidak terdapat cacat yang menjelekkan kesahihhan hadis.
2. Sahih li ghairihi
Hadis shahih ligharih adalah hadis yang sahihnya lantaran dibantu oleh
keterangan yang lain. Jadi, pada diri hadis itu belum mencapai kualitas
shahih, kemudian ada petunjuk atau dalil lain yang menguatkannya
sehingga hadis tersebut meningkat menjadi shahih li ghairihi.4
Syuhudi Ismail memberikan contoh sebagai berikut :
Misalnya, 2 hadis yang semakna dan sama-sama berkualitas hasan
lidzatih atau sebuah hadis hasan lidzatih kemudian ada ayat yang
bersesuaian benar dengan hadis tersebut maka kualitas hadis itu meningkat
menjadi hadis hasan lidzatih li ghairih. Demikian juga bila ada hadis hasan
4 Dr. H. Abdul Majid khon, M.A.g, Buku Ulumul Hadits ditrbitkan oleh Hamzah, tahun 2012 hal 170
8
lidzatih maka dilihat dari jurusan hadis yang tadinya berkualitas hasan
tersebut menjadilah ia hadis shahih li ghairih. Sedang yang berkualitas
shahih lidzatih tetap berkualitas sebagaimana asalnya.
: ل ْول أ ْن أشُقَّ على أُ َّمتي َلمرْ تُ ُه ْم بالسواك عنْد كُل ُوضُوء
5 Dr. Nawir Yuslem, MA, Buku Ulumul Hadits tahun 2016 halaman 218
9
3. Di samping Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, masih ada sejumlah
kitab yang disebut shahih seperti as-Shahih karya Ibnu Khuzaimah (w.313
H), at-Taqsim wa al-Anwa’ karya Ibnu Hibban (w. 304 H), shahih-nya Ibnu
as-Sakan (w.353 H), shahih-nya Ibnu as-Syarqi (seorang murid imam
Muslim yang wafat tahun 325 H).
a. Shahih al-Bukhari
Kitab ini merupakan kitab hadis pertama yang menghimpun hadis-
hadis shahih. Kitab yang diselesaikan selama 16 tahun berisi hadis-hadis
tentang masail fiqhiyah, al-fadhail, berita-berita masa lampau dan masa
datang, adab (etika biasa), dan lain-lain. Karena mencangkup berbagai
persoalan maka dinamakan al-Jami’.
Semua hadis yang terangkum di dalam al-Jami’ ini secara umum
berkualitas shahih, dan tidak ada yang dha’if. Sebagaimana dinyatakan
sendiri oleh al-Bukhari :”Saya tidak memasukan dalam kitab saya ini selain
hadis yang shahih”.
Shahih al-Bukhari (al-Jami’) juga bersifat mukhtadsar, yakni bahwa
tidak semua hadis shahih yang diriwayatkannya di himpun dalam kitab
tersebut. Sebagaimana di nyatakan sendiri oleh beliau :”Saya telah
menghafal 100.000 hadis shahih dan 200.000 hadis yang tidak shahih”.
Namun, saya tidak memasukkan dalam kitab ini kecuali yang shahih saja,
dan sesungguhnya masih banyak hadis shahih lainnya yang tidak saya
masukkan dalam kitab ini.“
b. Kitab Shahih Muslim
Judul asli kitab Shahih Muslim adalah as-Shahih al-Mujarrad al-
Musnad Illa Sholallohu ‘alaihi wa sallama yang lebih popular dengan nama
al-Jami’ as-Shahih Muslim6. Imam Muslim bernama lengkap Abu al-
Husein Muslim bin Hajjaj bin Muslim bin Kusyaz al-Qusyairi an-
Naisaburi, lahir pada 204 H. ada juga yang mengatakan 206 H. Dan wafat
[ada Senin 25 Rajab 261 H dalam usia 55 tahun. Ia mulia belajar hadis sejak
berusia 15 (ada juga yang mengatakan 18 tahun) dengan mengunjungi
6 Dr. Nawir Yuslem, MA, Buku Ulumul Hadits tahun 2016 halaman 218
10
hampir seluruh pusat-pusat pengajaran hadis, seperti Mekah, Irak, Syiria,
Hijaz, dan Mesir. Diantara beberapa gurunya: Zuhair bin Harb, Ibnu Abi
Syaibah, Syaiban bin Farkh, Ibnu Ma’in, al-Bukhari, Muhammad bin
Musanna, Harun bin Sa’id al-Ayli, Qutaibah bin Sa’id dan lain-lain.
Meskipun Muslim tidak menyatakan secara eksplisit mengenai
syarat criteria hadis shahih, namun melalui kajian secara intes terhadap
kitab dan syarah-syarahnya, para ulama hadis menyimpulkan beberapa
syarat yang dipegangi oleh Imam Muslim dalam menerima sebuah hadis
dari perawi, antara lain:
1) Para perawi hadis harus adil, kuat hafalannya, dan dapat dipertanggung
jawabkan kejujurannya, amanah dan daya ingatnya.
2) Sanadnya harus lengkap, muttashil, terbatas dari Syadz dan ‘illat serta
marfu (sampai kepada Rasulullah).
Namun demikian, beliau juga menerima periwatan dari perawi yang
memiliki sifat-sifat lebih rendah dari pada sifat-sifat tersebut. Karenanya
ia tetap menerima beberapa hadis (misalnya:dari perawi tingkat ketiga)
yang oleh al-Bukhari tidak dicantumkan dalam shahihnya. Ini berarti
bahwa Muslim tidak selamanya berpegang pada ketentuan yang dipakai
oleh al-Bukhari yang menerima hadis dari murid-muridnya (perawi).
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadis Sahih adalah hadis yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit
dan cacat. Hadis Sahih dibagi menjadi dua yaitu sahih lidhatihi dan sahih li
ghairihi. Kitab-kitab Hadis Sahih antara lain Sahih Bukhari, Sahih Muslim,
Sahih Ibnu Khuzaimah, Sahih Ibnu Hibban, Sahih Ibnu As Sakan, Sahih Ibnu
As Syarqi.
B. Saran
Puji dan syukur untuk Allah, Pencipta dan Pengatur seluruh alam, karena
dengan berkat rahmat dan ‘inayah-Nya Makalah Ulumul Hadis Sahih ini telah
dapat kami selesaikan. Maka sampai disini Makalah Ulumul Hadis Sahih di
habisi dan ditamatkan.
Mengingat manusia itu tidak luput dari kekhilafan, tentu saja di samping
yang di sengaja ditinggalkan, ada pula yang tinggal tidak dengan sengaja.
Walaupun demikian, jika terjadi hal serupa itu, kami berbaik sangka bahwa
mereka yang mengetahui mengenai Hadis Sahih untuk menelaah kembali di
buku yang lain.Atau di antara para pembaca dapat bermurah hati untuk
menambahkan jika ada yang kurang dalam Makalah ini sehingga apa yang
menjadi kekurangan kami dalam menyusun Makalah ini bisa tercukupi.
Sebagai ucapan terakhir, dengan ini kami mengharapkan banyak maaf atas
segala kekhilafan dan kelupaan yang terdapat dalam Makalah ini dari awal
sampai akhir. Untuk itu atas perhatian pembaca, kami mengucapkan banyak
terima kasih.
12
DAFTAR PUSTAKA
13