Anda di halaman 1dari 10

SYARAT-SYARAT HADIST SHAHIH

Makalah Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Ulumul Hadits Pada Program Studi Hukum Keluarga Islam

IAIN Bone

Oleh

RAHMA INDRIANI S
NIM. 742302023050

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI


(IAIN) BONE

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah

memberikan rahmatdan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat

terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini sebagai salah satu

tugas Mata Kuliah “Ulumul Hadist”.

Saya menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, hal

itu di karenakan kemampuan saya yang terbatas. Namun, berkat

bantuan dan dorongan dari berbagai pihak akhirnya pembuatan

makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Dan tak lupasaya

mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu saya

juga mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah

Ulumul Hadist yang senantiasa dengan sabar membimbing saya.

Saya berharap dalam penulisan makalah ini dapat bermanfaat

khususnya bagi saya sendiri dan para pembaca umumnya serta semoga
dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengembangkan dan

meningkatkan prestasi di masa yang akan datang.

Senin, 18 September 2023

Penulis
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN

Latar Belakan

Rumusan Masala

Tujuan Penulisan

PEMBAHASAN

Syarat-Syarat Hadits Shahi

Kriteria Hadits Shahi

Macam-Macam Hadits Shahi

PENUTUPAN

Kesimpula

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadis Rasul merupakan pedoman hidup dan sumber hukum yang
utama setelah Al-Qur’an.
Dengan demikian beliau memerintahkan para sahabat dan umat
Islam yang datingsesudahnya untuk menyebarluaskan dan
menyampaikan Hadis-hadis beliau kepada orangyang tidak
mendengarkan Hadis-hadis tersebut
Untuk mengetahui Hadis itu selamat dari kekeliruan atau kecacatan,
perlu dilakukan kegiatan penelitian Hadis yang tujuannya untuk
melihat apakah Hadis itu benar-benar berasal dari Rasul atau
pembuktian otentisitas Hadis.
Secara lliteral, sahih berarti sehat, selamat, benar, sah dan
sempurna. Antonim dari kata ini adalah saqim (sakit). Dengan
demikian, hadis sahih berarti hadis yang selamat, sehat, sah, atau
sempurna. Menurut terminologi hadis sahih adalah hadis yang
memiliki sanad yang bersambung (kepada nabi SAW), diriwayatkan
oleh perawi yang adil dan dhabit, hingga akhir sanad nya dan tidak
ada kejanggalan illat nya.

B. Rumusan masalah
1. Syarat-Syarat Hadist Shahih ?
2. Kriteria Hadist Shahih ?
3. Macam-macam Hadist Shahih ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Syarat-Syarat Hadist Shahih
2. Untuk Mengetahui Kriteria Hadist Shahih
3. Untuk Mengetahui Macam-Macam Hadist Shahih
BAB II
PEMBAHASAN

1. Syarat-syarat Hadist hahih


Syarat-Syarat Hadist Shahih Sanadnya bersambung. Tiap–tiap
periwayatan dalam sanad hadist menerima periwayat hadist dari
periwayat terdekat sebelumnya. Keadaan ini berlangsung demikian
sampai akhir anad dari hadits itu. Secara istilah, Dr. Mahmud At-
Tahhan menjelaskan hadis shahih dalam kitabnya Taisir Mustalah Al-
Hadis sebagaimana berikut.

‫َم ااَّتَصَل َس َنُد ُه ِبَنْقِل اْلَع ْد ِل الَّضاِبِط َع ْن ِم ْثِلِه ِاَلى ُم ْنَتَهاُه ِم ْن َغْيِر ُش ُذ ْو ٍذ َو اَل ِع َّلٍة‬
Hadis yang bersambung sanadnya diriwayatkan oleh rawi yang adil
lagi dhabit (kuat hafalannya) dan yang semisalnya hingga puncak
akhirnya, terhindar dari syadz dan illat (cacat).

Berdasarkan istilah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hadis


shahih itu harus memiliki lima syarat yang penjabarannya adalah
sebagaimana berikut:

1. Bersambung sanadnya (ittishalus sanad). Artinya, tiap-tiap rawi


(periwayat hadis) dari rawi lainnya benar-benar mengambil (hadis)
secara langsung dari orang di atasnya dari sejak awal sanad sampai
akhir sanad. Jadi, setiap rangkaian rawi dalam sanad tersebut
memiliki hubungan guru dan murid.
Hal ini bisa diketahui dengan melihat biografi masing-masing rawi
di kitab sejarah para rawi hadis (rijal al-hadis). Biasanya dalam
kitab tersebut dicantumkan nama guru dan muridnya, namun
apabila tidak disebutkan bisa juga diketahui dengan melihat
perjalanan ilmiah atau tahun wafatnya.
2. Adilnya para perawi (adalatur ruwwat). Artinya, tiap-tiap rawi itu
harus terdiri dari orang Muslim, baligh, sehat akalnya, tidak fasik,
dan tidak pula jelek kepribadiannya.

3. Kuatnya hafalan para perawi (dhabtur ruwwat). Artinya, tiap-tiap


perawi harus sempurna hafalannya (dhabit). Dhabit ada dua jenis
dhabith shadr dan dhabit kitab. Dhabith shadr adalah rawi yang
kuat hafalannya. Ukuran kuat hafalannya adalah ia yakin akan apa
yang ia ingat dan apabila diminta untuk menyebutkan hadis yang
diminta, ia tidak butuh bantuan lainnya, seperti kitab. Sedangkan
dhabith kitab adalah rawi yang memiliki catatan lengkap dari
gurunya secara turun menurun. Sehingga rawi yang dhabit itu tidak
pelupa dan menguasai apa yang diriwayatkannya.

4. Tidak adanya syadz (adamus syudzudz). Syadz adalah riwayat


orang yang tsiqah menyelisihi periwayatan orang yang lebih tsiqah.
Jadi hadisnya tidak bertentangan dengan periwayatan yang lebih
baik kualitasnya.

5. Tidak ada cacat (adamul illah). Artinya, hadis itu tidak ada
cacatnya, yakni suatu sebab yang tertutup dan tersembunyi yang
dapat mencederai keshahihan hadis, sementara dhahirnya selamat
dari cacat. 1

1
Munzier Suparta,
Ilmu Hadis
(Jakarta: PT Raja Grafindopersada, 2010), hal. 160-161.
2. Kriterian Hadist Shahih
Hadis shahih memiliki lima kriteria diantaranya :
1. Persambungan sanad atau sanad nya bersambung Artinya, setiap
perawi dalam sanad bertemu dan menerimaperiwayatan dari perawi
sebelumnya, baik secara langsung atau secara hukum dari awal sanad
sampai akhirnya.

2. Keadilan para perawi


Keadilan rawi merupakan faktor penentu bagi diterimanya suatu riwayat,
karena keadilan itu merupakan suatu sifat yang mendorong seseorang
untuk bertakwa dan mengekangnya dari berbuat maksiat, dusta, dan hal-
hal lain yang merusak harga diri ( muru’ah ) seseorang. Dengan
persyaratan ini, maka defenisi di atas tidak mencakup hadis
maudhu dan hadis-hadis dhoif yang disebabkan rawinya dituduh fisik,
rusak ( muru’ah) nya, dan sebagainya.

3. Ke-dhobith-an para rawinya


Yaitu rawi yang teliti dalam menjaga hadis yang didapatkan darigurunya
dan menghafalnya, sehingga ketika ia meriwayatkan hadistersebut, maka
ia meriwayatkan sebagaimana ia dengar hadis tersebut dari gurunya.

4. Tidak rancu/syudzudz (kejanggalan)


Yaitu satu kondisi dimana seorang rawi berbeda dengan rawi lain yang
lebih kuat posisinya kondisi ini dianggap rancu karena apabila ia berbeda
dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya, baik dari segi kukuatan daya
hafalannya atau jumlah mereka lebih banyak, para rawi yang lain itu
harus diunggulkan, dan ia sendiri disebut dyadzdz atau rancu. Dan karena
kerancauan nya makatimbullah penilaian negatif terhadap periwayatan
hadis yang bersangkutan.

5. Tidak ada cacat atau illat


Artinya adalah bahwa hadits yang bersangkutan bebas dari ‘illat
yang merusak. Yang dimaksud dengan ‘iilat dalam suatu Hadits, adalah
sesuatu yang sifatnya samar-samar atau tersembunyi yang dapat
melemahkan hadits tersebut. Sepintas hadits tersebut Shahih, namun
apabila diteliti lebih lanjut maka terlihat cacat yang merusak hadits
tersebut.
Hadits ma’lul atau cacat adalah hadits yang tampak shahih pada
pandangan pertama, tetapi ketika dipelajari secara seksama dan hati-hati
ditemukan faktor-faktor yang dapat membatalkan keshahihannya.
Faktor tersebut misalnya, seorang perawi meriwayatkan sebuah
haditsdari seseorang guru, padahal kenyataannya ia tidak pernah bertemu
dengannya, atau menyadarkan sebuah hadits kepada sahabat tertentu,
padahal sebenarnya berasal dari shabat lain. ‘llat disini ialah cacat yang
samar yang mengakibatkan hadits tersebut tidak dapat diterima.
Kata illat secara lughawi berate sakit. Adapula yangmengartikan sebab
dan kesibukan. Adapun dalam terminology ilmu ‘hadis ‘illat
didefnisikan sebagai sebuah hadis yang didalamnya terdapat sebab-sebab
tersembunyi, yang dapat merusak keshahihan hadis yang secara lahir
tampak shahih.’illat disini adalah cacat yangmenyelinap pada sanad
hadis, sehingga kecacatan tersebut pada umumnya berbentuk:

a. Pertama, sanad yang tampak bersambung (muttashil) dan sampai


kepada nabi (marfu’) ternyata muttashil tetapi hanya sampai kepada
sahabat (mawquf)
b. Kedua, sanad yang tampak muttashil dan marfu’ ternyata muttashil.
Tetapi hanya riwayat sahabat dari sahabat lain (mursal)
c. Ketiga, terjadi percampuran dengan hadis lain
d. Keempat, kemungkinan terjadi kesalahan penyebutan perawi yang
memiliki kesamaan nama, padahal kualitas pribadi dan kapasitas
intelektualnya (tsiqah) tidak sama.2

2
Tsalis Muattaqin. Ulumul Hadis. Hal. 22
3. Macam-Macam Hadist Shahih
Hadits shahih merupakan hadits yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh
perawi yanga adil dan dhabit hingga sampai akhir sanad tidak ada
kejanggalan dan tidak berikat. Hadits shahih ini juga terbagi menjadi
dua macam yaitu shahih lizathihi dan shahih lighairi.
Hadits shahih terbagi menjadi dua, diantaranya seperti berikut:
a. Shahih Lizatihi Shahih lidzatihi merupakan hadits yang dengan
sendirinya menjadi shahih tanpa perlu diperkuat dengan dukungan
keterangan lainnya. Misalnya seperti contoh sabda Nabi
Muhammad SAW yang berbunyi, “Tangan di atas (yang memberi)
lebih baik dari tangan di bawah (yang menerima).“ (HR. Bukhori
dan Muslim).
b. Shohih Lighoirihi Shahih Lighairihi merupakan hadits yang perlu
diperkuat dengan dukungan keterangan lain agar menjadi shahih.
Misalnya seperti contoh sabda Nabi Muhammad SAW yang
berbunyi, “Kalau sekiranya tidak terlalu menyusahkan umatku
untuk mengerjakannya, maka aku perintahkan bersiwak (gosok
gigi) setiap akan sholat.“ (HR. Hasan). Bila dilihat dari sanadnya,
semata-mata hadits shahih lizatihi, tapi karena dikuatkan dengan
riwayat Bukhori, maka menjadi shahih lighairihi.3

3
https://www.viva.co.id/edukasi/1468264-macam-macam-hadits
BAB III
PENUTUPAN
Kesimpulan
Hadis shahih merupakan hadis yang di klasifikasikan
berdasarkankualitasnya memberikan peran yang cukup besar dalam
sumber hukum dan ajaran Islam. Dengan cara penyeleksiannya
yang cukup berat hadis ini memangmenyajikan kebenaran yang
tidak bisa diragukan. Mulai dari sanadnya yang bersambung,
perawinya yang, adil, dhabit, terhindar dari kerancuan, dan
terhindardari cacat. Sehingga hadis shahih tidak sembarangan
keluar dari kepala orang-orangyang tidak bertanggun jawab.
Semunya keluar dari kepala orang yang mendekatdan menrindukan
ridha Allah serta mencintai Rasulullah Saw. hidupnya
terpeliharadari barang-barang yang membawa dirinya pada
perbuatan dosa, sekecil apapun.

Kebenaran yang tidak diragukan itu menjadikan hadis shahih


wajib untuk diterima dan dilaksanakan. Hadis shahih mengajak
pembaca sekaligus pengamalnya agar mempunyai kualitas
intelektual yang luas, dilihat dari periwayat hadis shahih yang
harus dhabit.

Pembaca harusnya termotivasi agar tidak berhenti belajar dan terus


menggali kuriositasnya.Akhirnya secara batiniah ataupun nanti si
pembaca berkarya yang berbentuktulisan mampu menyampaikan
kebenaran yang benar-benar benar. Dimana dalam dirinya telah
tertanam sifat rububiyah yang selalu melahirkan energi positif
dansealu mengajak bertindak positif. Demikian tulisan ini penulis
buat semoga bermanfaat, apabila ada kesalah dan kritik silahkan di
tegur dengan kritik membangun.

Anda mungkin juga menyukai