Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ULUMUL HADIST

“Hadist Shahih, Hadist Hasan, Hadist Dhaif”

Disusun OLEH:
1. Nopri Manurahmadanti
2. Wanti Susaltri

DOSEN PENGAMPUH:
Miki Suprianto, M. Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL-QURANIYAH
MANNA BENGKULU SELATAN
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga
disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya,
seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau
telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan. Dalam rangka
melengkapi tugas dari mata kuliah Manajemen Berbasis Sekolah pada Program Studi
Pendidikan Agama Islam dengan ini penulis mengangkat judul “Peran Serta Masyarakat”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah
ini.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadits merupakan sumber ajaran agama Islam, pedoman hidup kaum muslimin yang
kedua setelah Al-quran, Bagi mereka yang telah beriman kepada Al-quran sebagai sumber
hukum, maka secara otomatis harus percaya bahwa hadits sebagai sumber hukum islam
juga. Apabila hadits tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum muslimin akan
menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hal cara shalat, kadar dan ketentuan zakat, cara haji
dan lain sebagainya. Sebab ayat-ayat Al-quran dalam hal itu hanya berbicara secara global
dan umum, yang menjelaskan secara terperinci justru Sunnah Rasulullah, selain itu juga
akan mendapat kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang musytarak, dan
muhtamal, dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan hadits atau sunnah untuk
menafsirkannya atau menjelaskanya. Al-Qur’an sebagai kalâm Allah (firman Allah)
mencakup segala aspek persoalan kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan
pencipta-Nya, sesama manusia dan alam semesta yang merupakan persoalan mendasar
dalam setiap kehidupan manusia. Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam sangat kaya
dengan pesan-pesan yang mengandung nilai-nilai pendidikan.
Sedangkan Hadits bermakna seluruh sikap, perkataan dan perbuatan Rasulullah SAW
dalam menerapkan ajaran Islam serta mengembangkan kehidupan umat manusia yang benar-
benar membawa kepada kerahmatan bagi semua alam, termasuk manusia dalam
mengaktualisasikan diri dan kehidupannya secara utuh dan bertanggung jawab bagi
keselamatan dalam kehidupannya. Kedudukan al-Sunnah dalam kehidupan dan pemikiran
Islam sangat penting, karena di samping memperkuat dan memperjelas berbagai persoalan
dalam Al-Qur’an , juga banyak memberikan dasar pemikiran yang lebih kongkret mengenai
penerapan berbagai aktivitas yang mesti dikembangkan dalam kerangka hidup dan
kehidupan umat manusia. Untuk Al-Qur’an semua periwayatan ayat-ayatnya mempunyai
kedudukan sebagai suatu yang mutlak kebenaran beritanya sedangkan hadits Nabi
belum dapat dipertanggungjawabkan periwayatannya berasal dari Nabi atau tidak.
Namun demikian hadits memiliki peranan dalam menjelaskan setiap ayat-ayat Alqur’an yang
turun baik yangbersifat Muhkamat maupun Mutasabihat. Sehingga hadits ini sangat perlu
untuk dijadikan sebagai sandaran umat Islam dalam menguasai inti-inti ajaran Islam. Dalam
kondisi faktualnya terdapat hadits-hadits yang dalam periwatannya yang telah memenuhi
syarat-syarat tertentu untuk diterimanya sebagai sebuah hadits atau yang dikenal dengan
hadits maqbul (diterima); Shahih dan hasan. Namun disisi lain terdapat hadits-hadits yang
dalam periwayatannya tidak memenuhi kriteria-kriteria tertentu atau lebih dikenal
dengan istilah hadits mardud (ditolak); dhaif atau bahkan ada yang palsu (maudhu9), hal ini
dihasilkan setelah adanya upaya penelitian kritik Sanad maupun Matan oleh para ulama
untuk yang memiliki komitmen tinggi terhadap sunnah. Hal ini terjadi disebabkan
keragaman orang yang menerima maupun meriwayatkan hadits Rasulullah.
Berbagai macam hadits yang menimbulkan kontraversi dari berbagai kalangan. berbagai
analisis atas kesahihan sebuah hadits baik dari segi putusnya Sanad dan tumpah tindihnya
makna dari Matan pun bermunculan untuk menentukan kualitas sebuah hadits. Dari uraian
diatas maka perlu mengetahui dan menindak lanjuti metode-metode yang digunakan oleh para
ulama hadits dalam menentukan kualitas sebuah hadits, sehingga kita dapat membedakan
mana hadits sahih, hasan, dan dhaif serta dapat mengetahui permasalahan-
permasalahannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hadits shahih, hadits hasan, dan hadits dhaif?
2. Apa saja syarat-syarat dari hadits shahih dan hadits hasan?
3. Bagaimana kulitas persambungan sanad hadist shahih?
4. Bagaimana kehujjahan hadist hasan?
5. Bagaimana kedudukan hadis hasan?
6. Apa kriteria hadits dhaif?
C. Tujuan
1. Untuk memahami pengertian dari hadits shahih, hadits hasan, dan hadits dhaif.
2. Untuk mengetahui syarat-syarat dari hadits shahih dan hadits hasan.
3. Mengetahui kulitas persambungan sanad hadist shahih.
4. Mengetahui kehujjahan hadist hasan.
5. Mengetahui kedudukan hadis hasan.
6. Untuk kroteria hadits dhaif.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadits Shahih
1. Pengertian Hadits
Hadist shahih adalah hadits yang dapat digunakan untuk berhujjah. Secara bahasa
shahih bermakna “sehat”, ia lawan kata dari yang bermakna “sakit”. Adapun pengertian
hadits shahih secara istilah adalah suatu hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan
oleh perawi yang adil, dan dhabith dari awal sampai akhir sanad, tidak terdapat syadz
dan illat padanya1. Imam Al-Suyuti mendifinisikan hadits shahih dengan “hadits yang
bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh perowi yang adil dan dhobit, tidak syadz dan tidak
ber’ilat”. Definisi hadits shahih secara konkrit baru muncul setelah Imam Syafi’i
memberikan penjelasan tentang riwayat yang dapat dijadikan hujah, yaitu:
a. Apabila diriwayatkan oleh para perowi yang dapat dipercaya pengamalan agamanya,
dikenal sebagai orang yang jujur mermahami hadits yang diriwayatkan dengan baik,
mengetahui perubahan arti hadits bila terjadi perubahan lafadnya; mampu meriwayatkan
hadits secara lafad, terpelihara hafalannya bila meriwayatkan hadits secara lafad,
bunyi hadits yang Dia riwayatkan sama dengan hadits yang diriwayatkan orang lain dan
terlepas dari tadlis (penyembuyian cacat)2.
b. Rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi SAW. atau dapat juga tidak
sampai kepada Nabi.
Adapun menurut Syeikh Utsaimin, hadits shahih adalah suatu hadits yang diriwayatkan rawi
yang adil sempurna dan dhabith, dengan sanad yang bersambung, dan selamat dari syadz
dan illat yang merusak
2. Syarat-Syarat
a. Sanad Bersambung
Setiap perawi dalam sanad hadits menerima riwayat hadits dari perawi terdekat
sebelumnya. Keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad dari suatu
hadits. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa rangkaian para perawi hadits
1
https://www.studocu.com/id/document/universitas-islam-negeri-sayyid-ali-rahmatullah/manajemen-pendidikan-
islam/makalah hadits shahih
2
https://www.academia.edu/49952766/Makalah_Hadits_Shahih
shahih sejak perawi terakhir sampai kepada perawi pertama (para sahabat) yang
menerima hadits langsung dari Nabi, bersambung dalam periwayatannya. Sanad
suatu hadits dianggap tidak bersambung bila terputus salah seorang atau lebih dari
rangkaian para perawinya. Bisa jadi rawi yang dianggap putus itu adalah seorang rawi
yang dha’if, sehingga hadits yang bersangkutan tidak shahih.
b. Perawinya Adil
Seseorang dikatakan adil apabila ada padanya sifat-sifat yang dapat mendorong
terpeliharanya ketaqwaan, yaitu senantiasa melaksanakan perintah dan
meninggalkan larangan, dan terjaganya sifat Muru’ah, yaitu senantiasa berakhlak
baik dalam segala tingkah laku dan hal-hal lain yang dapt merusak harga dirinya.3
c. Perawinya Dhabith
Seorang perawi dikatakan dhabit apabila perawi tersebut mempunyai daya ingat yang
sempurna terhadap hadits yang diriwayatkannya. Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani,
perawi yang dhabit adalah mereka yang kuat hafalannya terhadap apa yang pernah
didengarnya, kemudian mampu menyampaikan hafalan tersebut kapan saja manakala
diperlukan. Ini artinya, bahwa orang yang disebut dhabit harus mendengar secara utuh
apa yang diterima atau didengarnya, kemudian mampu menyampaikannya kepada
orang lain atau meriwayatkannya sebagaimana aslinya.
d. Tidak Syadz
Syadz (janggal/rancu) atau syudzuz adalah hadits yang bertentangan dengan hadits
lain yang lebih kuat atau lebih tsiqqah perawinya. Maksudnya, suatu kondisi di mana
seorang perawi berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya. Kondisi ini
dianggap syadz karena bila ia berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya, baik
dari segi kekuatan daya hafalannya atau jumlah mereka lebih banyak, maka para rawi
yang lain itu harus diunggulkan, dan ia sendiri disebut syadz. Maka timbullah
penilaian negatif terhadap periwayatan hadits yang bersangkutan.
e. Tidak Ber’illat
Hadits ber’illat adalah hadits-hadits yang cacat atau terdapat penyakit karena
tersembunyi atau samar-samar, yang dapat merusak keshahihan hadits. Dikatakan samar-
samar, karena jika dilihat dari segi zahirnya, hadits tersebut terlihat shahih.
3
http://mohammadnaufalzabid997.blogspot.com/2022/12/makalah-hadist-shahih_13.html
Adanya kesamaran pada hadits tersebut, mengakibatkan nilai kualitasnya menjadi tidak
shahih. Dengan demikian, yang dimaksud hadits tidak ber’illat, ialah hadits yang di
dalamnya tidak terdapat kesamaran atau keragu-raguan. ‘Illat hadits dapat terjadi baik
pada sanad maupun pada matan atau pada keduanya secara bersama-sama. Namun
demikian, 8illat yang paling banyak terjadi adalah pada sanad.
3. Kualitas Persambungan Sanad Hadist Shahih
a. Hubungan Para Periwayat yang Terdekat
Hadist yang terhimpun dalam kitab-kitab hadist, misalnya dalam al-kutub al-khamsah,
terdiri dari matan dan sanad. Dalam sanad hadist termuat nama-nama periwayat dan
kata-kata atau singkatan kata-kata yang menghubungkan antara masing-masing
periwayat dengan periwayat lainnya yang terdekat. Matan hadist yang shahih, atau
tampak shahih, belum tentu sanad-nya shahih. Sebab boleh jadi, dalam sanad hadist itu
terdapat periwayat yang tidak shiqoh (adil dan dhabit). Suatu sanad yang memuat nama-
nama periwayat yang shiqo, belum tentu pula sanad itu shahih4.
Sebab boleh jadi, dalam rangkaian nama-nama periwayat yang shiqoh itu terdapat
keterputusan hubungan periwayatan. Ini berarti, terpenuhinya kaedah mayor sanad
bersambung bukan hanya ditentukan oleh ke-shiqoh-an para periwayatan saja,
melainkan juga ditentukan oleh terjadinya hubungan periwayatan secara sah antara
masing-masing periwayat dengan periwayat yang terdekat dalam sanad tersebut.
b. Kata-kata yang Menghubungkan Nama-nama periwayat
Persambungan sanad ditentukan oleh kata-kata, singkatan kata-kata, atau harf, pada
sanad yang menghubungkan masing-masing periwayat dengan periwayat terdekat
sebelumnya. Kata-kata dimaksud merupakan “lambang” tentang cara-cara yang telah
ditempuh oleh periwayat tatkala menerima riwayat hadist yang bersangkutan. Kata-kata
dimaksud bermacam-macam bentuknya dan beragam tingkat kualitasnya.
Menurut ketentuan, apabila periwayat menerima hadits dengan cara al-sama’,
misalnya, maka dalam sanad, sebelumnya dia menyebutkan nama periwayat yang telah
menyampaikan hadits kepadanya, terlebih dahulu dia menyebutkan kata sami’na, atau
haddasaniy, atau haddasana. Tetapi dalam praktek, suatu sanad yang periwayatannya
menggunakan salah satu dari ketiga macam kata tersebut tidak selalu mununjukkan
4
http://hansarif.blogspot.com/2022/12/hadits-shahih-dan-problematikanya.html
bahwa periwayat yag bersangkutan telah menerima riwayat dimaksud dengan cara al-
sama’. Hal ini terjadi pada sanad yang periwayatannya bersifat shiqoh. Sebagai contoh,
dapat dikemukakan hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Majah, sebagai berikut:
Artinya :Hisyam bin ‘Ammar telah memberitahukan kepada kami, (katanya)
Maslamah bin ‘Ulayy telah memberitahukan kepada kami, (katanya) Ibn Jurayj telah
memberitahukan kepada kami, (berita itu) dari Humayd al-Thawil dan Anas bin Malik
katanya : Nabi telah menjenguk orang yang sakit, kecuali sesudah tiga hari. (Hadist
riwayat Ibn Majah dari Anas bin Malik).
B. Hadits Hasan
1. Pengertian Hadist Hasan
Hadist Hasan secara bahasa “Hasan” berasal dari kata “Al-Husna” yang memiliki arti baik
atau bagus. Kemudian, pengertian Hadits Hasan menurut istilah Ilmu Hadits terbagi
dalam beberapa definisi, diantaranya yaitu:
a. Menurut Tirmidzi
“Setiap Hadits yang diriwayatkan serta tidak terdapat pada sanadnya perawi
yang pendusta, dan hadits tersebut tidak syadz, dan juga diriwayatkan melalui jalan
yang lain.”
b. Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani
“Yaitu Hadits yang bersambung sanad-nya dengan periwayatan perawi yang adil,
ringan (kurang) kedhabitannya, dari perawi yang sama dengannya sampai ke akhir
sanad, tidak syadz (keganjilan) dan tidak ber’illat.” 5
Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa hadits hasan adalah sama dengan hadits shahih.
Namun pada hadits hasan terdapat perawi yang tingkat kedhabithannya kurang (lebih
rendah) daripada yang dimiliki perawi Hadits Shahih. Jika terjadi pertentangan antara
hadis shahih dan hadis hasan, maka mendahulukan hadis shahih, karena tingkat kualitas
hadis dibawah hadis shahih. Hanya saja, jika terjadi pertentangan antara hadis shahih
dengan hadis hasan maka harus mendahulukan hadis shahih, karena tingkat kualitas
hadis hasan berada dibawah hadis shahih. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari dimensi
kesempurnaan kedhabitan rawi-rawi hadis hasan, yang tidak seoptimal kesempurnaan
kedhabitan rawi-rawi hadis shahih.
5
https://www.academia.edu/37618725/Makalah_Hadis_hasan
2. Syarat-Syarat
Sebuah Hadits dapat disebut sebagai Hadits hasan apabila telah memenuhi beberapa
syarat, diantaranya yaitu:
a. Sanad Hadits tersebut harus bersambung.
Yang dimaksudkan dengan sanad bersambung ialah sanad yang selamat dari
keguguran. Dengan kata lain, tiap-tiap periwayat dapat saling bertemu dan
menerima secara langsung dari guru yang memberi. Keadaan bersambung sanad ini
berlaku dari awal sanad, thabaqat pertama (yakni sahabat) hingga kepada periwayat
terakhir yang menuliskan hadis tersebut ke dalam kitabnya dengan menyebutkan
nama-nama periwayat sebelumnya dari thabaqat ke thabaqat tanpa tertinggal walaupun
seorang periwayat (tidak terputus). 6Jadi, mulai dari periwayat pertama hadis pada
tingkatan sahabat sampai kepada periwayat terakhir atau mukharrij, terdapat
ketersambungan dalam periwayatan.
b. Perawinya (orang yang meriwayatkan Hadits) adalah adil.
Mengenai masalah keadilan seorang periwayat, maka menurut Syuhudi Ismail dapat
diakumulasi dalam empat kriteria, yaitu:
1. beragama Islam,
2. mukallaf,
3. melaksanakan ketentuan agama,
4. memelihara muru’ah
c. Perawi Hadits harus memiliki sifat dhabith, tetapi kualitasnya lebih rendah atau kurang
dari yang dimiliki perawi Hadits Shahih.
d. Hadits yang diriwayatkan tidak syadz (keganjilan), maknanya Hadits tersebut tidak
menyalahi riwayat perawi yang lebih tsiqat dari padanya.
e. Hadits yang diriwayatkan selamat dari ‘illat (cacat) yang merusak ‘Illat hadits,
sebagaimana juga syadz hadits, dapat terjadi pada matan, sanad, atau pada matan dan
sanad sekaligus. Akan tetapi yang terbanyak, ‘illat hadis terjadi pada sanad. Jadi,
disamping terhindar dari syadz, maka hadits hasan juga terhindar dari ‘illat.
3. Kehujjahan Hadis Hasan
a. Kehujjahan dari segi wurud dan dalalah
6
https://www.academia.edu/37618725/Makalah_Hadis_hasan
Menurutseluruhfuqaha, hadits hasan dapat diterima sebagai hujjah dan diamalkan
walaupun kualitasnya dibawah hadits shahih. Demikian pula pendapat kebanyakan
Muhadditsin dan ahliushul, kecuali sedikit dari kalangan yang sangat ketat dalam
mempersyaratkan penerimaan hadits (musyaddidin).Bahkansebagian muhadditsin yang
mempermudah dalam persyaratansha>hih (mutasa>hili>n) memasukkannyake dalam hadits
sha>hih ,seperti Al-Hakim, IbnuHibban, dan IbnuKhuzaimah.7
b. Persamaan dan Perbedaan Kehujjahan hadits sha>hih dan hasan
1. Persamaan kehujjahan hadits sha>hih dan hasan
Sebagaiman hadits hasan, hadits sha>hih dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan
syari’at Islam baik hadits itu aha>d terlebih yang mutawa>tir Mengenai kehujjahan
hadits sha>hih ,dikalangan ulama tidak ada perbedaan tentang kekuatan hukumnya,
terutama dalam menentukan halal dan haram (status hukum) sesuatu. Halinidi dasarkan
pada firman Allah dalam Surah hal-Hasyr:59
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkan lah.Dan bertaqwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat
keras hukumannya”.
Jadi hadits sha>hih dan hadits hasan didalam berargumentasi hukumnya sama
sekalipun dari sisi kekuatannya hadit shasan bera dadibawah hadits sha>hih. Oleh
karena itu lah, semua ahli fiqih menjadikannya sebagai hujjah dan mengamalkannya.
2. Perbedaan kehujjahan hadits sha>hih dan hasan
Hukum hadit shasan dalam hal fungsinya sebagai hujjah dan implementasinya adalah
sama seperti hadits sha>hih, meskipun kualitasnya dibawah hadits sha>hih .Hanya saja,
jika terjadi pertentangan antara hadits sha>hih dengan hadit shasan ,maka harus
mendahulukan hadits sha>hih, karena tingkat kualitas hadit shasan berada dibawah
hadits sha>hih. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari dimensi kesempurnaan ke-
dha>bith –anperawi hadit shasan nilainya memang kurang jika dibandingka ndengan
perawi hadits sha>hih, karena ke-dha>bith-an para perawi hadits sha>hih sangat
sempurna (ta>mm). Hadits sha>hih ituadayang mutawa>tir dan ada juga yang aha>d.
Berbeda dengan hadit shasan, hadi tshasan tidak ada yang berstatus mutawa>tir
kesemuanya berstatus aha>d baik aha>d yang masyhu>r. ‘azi>z, maupun
gha>rib ,sehingga status kehujjahannya juga tidak sama persis dengan hadits sha>hih.

4. Kedudukan Hadits Hasan


Menurut para ulama’ ahli hadits, bahwa hadits hasan, baik hasan li dzatih maupun
hasan li ghairih, juga dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan suatu kepastian hukum,
yang harus diamalkan. Hanya saja terdapat perbedaan pandangan di antara mereka
dalam soal penempatan rutbah atau urutannya, yang disebabkan oleh kualitasnya
masing-masing. Ada ulama’ yang tetap mambedakan kualitas kehujjahan, baik antara
shahih li dzatih dan shahih li ghairih dengan hasan li dzatih dan hasan li ghairih.

C. Hadist Dhaif
1. Pengertian Hadits Dhaif
Pengertian hadits dhaif Secara bahasa, hadits dhaif berarti hadits yang lemah. Para
ulama memiliki dugaan kecil bahwa hadits tersebut berasal dari Rasulullah SAW. Dugaan

7
http://semuamakalahpembelajaran.blogspot.com/2022/12/makalah-hadits-hasan.html
kuat mereka hadits tersebut tidak berasal dari Rasulullah SAW. Adapun para ulama
memberikan batasan bagi hadits dhaif sebagai berikut : “ Hadits dhaif ialah hadits yang tidak
memuat / menghimpun sifat-sifat hadits shahih, dan tidak pula menghimpun sifat-sifat hadits
hasan”.8
2. Kriteria Hadits Dhaif
Kriteria hadits dhaif yaitu hadits yang kehilangan salah satu syaratnya sebagai hadits
shahih dan hasan. Dengan demikian, hadits dhaif itu bukan tidak memenuhi syarat-syarat
hadits shahih, juga tidak memenuhi persyaratan hadits-hadits hasan. Para hadits dhaif
terdapat hal-hal yang menyebabkan lebih besarnya dugaan untuk menetapkan hadits tersebut
bukan berasal dari Rasulullah SAW. Kehati-hatian dari para ahli hadits dalam menerima
hadits sehingga mereka menjadikan tidak adanya petunjuk keaslian hadits itu sebagai alasan
yang cukup untuk menolak hadits dan menghukuminya sebagai hadits dhaif. Padahal tidak
adanya petunjuk atas keaslian hadits itu bukan suatu bukti yang pasti atas adanya kesalahan
atau kedustaan dalam periwayatan hadits, seperti kedhaifan hadits yang disebabkan
rendahnya daya hafal rawinya atau kesalahan yang dilakukan dalam meriwayatkan suatu
hadits.
Padahal sebetulnya ia jujur dan dapat dipercaya. Hal ini tidak memastikan bahwa rawi
itu salah pula dalam meriwayatkan hadits yang dimaksud, bahkan mungkin sekali ia benar.
Akan tetapi, karena ada kekhawatiran yang cukup kuat terhadap kemungkinan terjadinya
kesalahan dalam periwayatan hadits yang dimaksud, maka mereka menetapkan untuk
menolaknya. Demikian pula kedhaifan suatu hadits karena tidak bersambungnya sanad.
Hadits yang demikian dihukumi dhaif karena identitas rawi yang tidak tercantum itu tidak
diketahui sehingga boleh jadi ia adalah rawi yang dhaif. Seandainya ia rawi yang dhaif,
maka boleh jadi ia melakukan kesalahan dalam meriwayatkannya. 9Oleh karena itu, para
muhadditsin menjadikan kemungkinan yang timbul dari suatu kemungkinan itu sebagai
suatu pertimbangan dan menganggapnya sebagai penghalang dapat diterimanya suatu hadits.
Hal ini merupakan puncak kehati-hatian yang kritis dan ilmiah.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara bahasa pengertian hadis shahih lawan kata dari " saqim", artinya sehat lawan dari
kata sakit, Haq lawan dari batil. Berdasarkan kualitas rawinya hadis dibagi menjadi hadis
shahih, hadis hasan, hadis dhaif. para ulama juga membagi hadis shahih menjadi dua macam
pertama, hadis shahih li-dhatih yaitu hadis yang memenuhi criteria-kriteria hadis shahih yaitu:
perawinya adil dan dhabith, terlepas dari Syādz, tidak terdapat 'illat. Kedua, hadis shahih li-
ghairih. Adalah hadis yang kesahihannya dibantu oleh adanya hadis lain.

8
https://aina1327.blogspot.com/2019/02/makalah-hadis-dhaif.html
9
https://www.academia.edu/9026685/makalah_hadits_dhaif
Dalam kehujjahannya ulama berbeda pendapat sebagian ulama' memandang bahwa
hadis shahih tidak berstatus qath'i sehingga tidak dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan
persoalan akidah. Sebagian ulama' hadis, sebagaimana dinyatakan al-Nawawi, berpendapat
bahwa semua hadis shahih dari Bukhari dan Muslim berstatus qath'i. sebagian ulama' seperti
Ibn Huzm, memandang bahwa semua hadis shahih berstatus qath'i tanpa dibedakan apakah
hadis tersebut berasal dari Bukhari dan Muslim atau yang lainnya. Menurutnya tidak ada
alasan yang cukup untuk membedakan hal ini berdasarkan siapa yang meriwayatkan. Ia
berpendapat bahwa semua hadis jika syaratnya terpenuhi maka dapat dijadikan hujjah

B. Saran
Demikian seluruh makalah yang dapat penulis susun, semoga dapat bermanfaat bagi
kita semua khususnya bagi penulis. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini sangatlah
jauh dari sempurna oleh maka dari itu penulis berharap adanya kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.studocu.com/id/document/universitas-islam-negeri-sayyid-ali-
rahmatullah/manajemen-pendidikan- islam/makalah hadits shahih
https://www.academia.edu/49952766/Makalah_Hadits_Shahih
http://mohammadnaufalzabid997.blogspot.com/2022/12/makalah-hadist-shahih_13.html
http://hansarif.blogspot.com/2022/12/hadits-shahih-dan-problematikanya.html
https://www.academia.edu/37618725/Makalah_Hadis_hasan
http://semuamakalahpembelajaran.blogspot.com/2022/12/makalah-hadits-hasan.html
https://aina1327.blogspot.com/2019/02/makalah-hadis-dhaif.html
https://www.academia.edu/9026685/makalah_hadits_dhaif

Anda mungkin juga menyukai