“HADIST HASAN”
DOSEN PENGAMPU
D I S U S U N O L E H:
SYAHRANI :210102040238
BANJARMASIN
2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr.Wb
Puji syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmat
nya dan hidayahnya sehingga kita dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “HADIST
HASAN’ . Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi besar Muhammad
SAW para keluarga,sahabat-sahabat beliau serta para pengikut beliau hingga Yaumil Akhir
nanti.
Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat berguna bagi kami semua dalam
memenuhi makalah ini dalam mata kuliah Ulumul Hadist dan semoga segala yang tertuang
dalam makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan pendengar dalam rangka membangun
khasanah keilmuan. Makalah ini disajikan untuk tujuan memberi arahan dan tuntunan bagi
pembaca maupun pendengar agar bisa menciptakan hal-hal yang lebih bermakna.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua, karena kesempurnaan
hanya milik Allah SWT semata.
KELOMPOK 5
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………
KATA PENGANTAR……………………………………………………. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………….... 2
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan…………………………………………………………9
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….10
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kedudukan hadits dalam ajaran Islam sama pentingnya dengan kedudukan al-
Qur‟an walaupun hadits merupakan sumber kedua setelah al-Qur‟an. Keberadaannya
dalam kerangka agama ajaran Islam merupakan penjelas terhadap apa yang ada di
dalam al-Qur‟an. Peranan hadits semakin penting jika di dalam ayat-ayat al-Qur‟an
tidak ditemukan suatu ketetapan, maka hadits dapat dijadikan dasar hukum dalam dalil-
dalil keagamaan.
Kata hadits seringkali disebut juga dengan istilah khabar atau sunnah. Hadits
atau Sunnah merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Alqur’an. Keduanya
merupakan pedoman hidup yang mengatur segala tingkah laku dan perbuatan manusia.
Al-Qur’an mempunyai kedudukan sebagai suatu yang mutlak kebenaran beritanya,
sedangkan hadits Nabi belum dapat dipertanggungjawabkan periwayatannya, apakah
berasal dari Nabi atau tidak.
Dalam hadits ada yang dalam periwatannya telah memenuhi syarat-syarat
tertentu untuk diterimanya sebagai sebuah hadits atau yang dikenal dengan hadits
maqbul (diterima). Namun disisi lain terdapat hadits-hadits yang dalam periwayatannya
tidak memenuhi kriteria-kriteria tertentu atau lebih dikenal dengan istilah hadits
mardud (ditolak) atau bahkan ada yang palsu (maudhu’), hal ini dihasilkan setelah
melakukan pemyelidikan, pemeriksaan dan penelitian yang seksama tentang para
rawinya serta segi-segi lainnya untuk menentukan diterima atau ditolaknya hadits
tersebut.
1
B. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
Berikut beberapa definisi dari beberapa para ulama hadist dan definisi yang terpilih:
1. Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani:
فإ ن خ ف، وخبراألحاد بنقل عدل تام الضبط متصل السند غير معلل وال شا ذ هوالصحيح لذاته
الضبط فا الحسن لذا ته.
Artinya:
”Khabar ahad yang diriwayatkan oleh orang yang adil, sempurna kedhabit-annya,
bersambung sanadnya, tidak ber’illat, dan tidak ada syadz dinamakn shahih lidzatih.
Jika kurang sedikit ke-dhabitannya disebut hasan lidzati.”
2. Menurut At-Tirmidzi:
كل حديث يروى ال يكو ن فى إسنا ده من يّتّهم با لكذب وال يكو ن الحديث شا ّدا و يروى من غير
وجه نحو ذالك
Artinya:
“Tiap-tiap hadits yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta, pada
matannya tidak terdapat keganjalan, dan hadits itu diriwayatkan tidak hanya dengan
satu jalan (mempunyai banyak jalan) yang sepadan dengannya.”
3
Definisi hadits hasan menurut at-Tirmidzi ini terlihat kurang jelas, sebab bisa
jadi hadits yang perawinya tidak tertuduh dusta dan juga hadits gharib, sekalipun pada
hakikatnya berstatus hasan. Tidak dapat dirumuskan dalam definisi ini sebab dalam
definisi tersebut disyariatkan tidak hanya melalui satu jalan periwayatan (mempunyai
banyak jalan periwayatan). Meskipun demikian, melalui definisi ini at-Tirmidzi tidak
bermaksud menyamakan hadits hasan dengan hadits shahih, sebab justru at-
Tirmidzilah yang mula-mula memunculkan istilah hadits hasan ini.
3. Menurut At-Thibi
مسند من قرب من درجة الثقة أو مرسل ثقة وروي كال هما من غير وجه وسلم من شدو ذ ا وال
علة
Artinya:
“Hadist musnad (muttasil dan marfu) yang sanad-sanadnya mendekati derajat tsiqah.
Atau hadits mursal yang sanad-sanadnya tsiqah, tetapi pada keduanya ada perawi lain,
dan hadits itu terhindar dari syadz ( kejanggalan ) dan illat (kekacauan).”
هو ما ا تصل سنده بنقل العدل الذى ق ل ضبطه و خال من ال ّشذوذ والعل
Artinya:
“Hadist yang bersambung sanadnya, diriwaytkannya oleh orang adil, kurang sedikit
kedhnitannya,tidak ada keganjilan (syadz) dan tidak ada illat”
Dengan kata lain, syarat hadist hasan dapat dirinci sebgai berikut:
1. Sanadnya bersambung
2. Perawinya adil
3. Perawinya dhabit tetapi kedhabitannya dibawah perawi hadist shahih
4. Tidak terdapat sesuatu kejanggalan (syadz)
5. Tidak ada illat (cacat)
4
B. Kehujjahan Hadis Hasan
Sebagian ulama mempersamakan dalam gelar ta’dil para perawi hadist dalam kitab
al- jayyid antara shahih dan hasan, Sebagian ulama lain berpendapat bahwa sekaligus
gelar al jayyid dengan makna shahih, tetapi para muhadditsin senior tidak pindah dalam
menilai shahih menjadi al-jayyid tersebut kecuali ada tujuan tertentu.
2. Perkataan mereka muhadditsin ini adalah hadist hasan yang sanadnya. Makannya hadist
iini hanya hasan sanadnya saja sedangkan matannya perlu penelitian lebih.
3. Ungkapan at-tirmidzi dengan perawi yang lain misalnya ini adalah hadist hasan yang
shahih. Makna ungkapan ini ada beberapa pendaopat, diantaranya:
1. Hadist tersebut memiliki dua sanad, yang shahih dan hasan.
2. Terjadi perbedaan dalam penilaian hadist Sebagian berpendapat shahih dan
golongan lain berpendapat hasan.
3. Dinilai hasan lidzatih dan hasan lighairih
5
C. Tingkatan-Tingkatan Hadist Hasan
6
Contoh hadits hasan lidzatihii :
Diriwayatkan oleh At-Tirmizi, dia berkata: telah bercerita kepada kami
Qutaibah, telah bercerita kepada kami Ja’far bin Sulaiman Ad-Dhab’I, dari Abi
Imran Al-Jauni, dari Abu Bakar bin Abu Musa Al-Asy’ari, dia berkata,” Aku telah
mendengar ayahku berkata dihadapan musuh, Rasulullah bersabda:
ي عن ابي بكر
ّ ي عن ابي عمران الجو ن
ٌّ حدثنا قتيبة حدثنا جعفر بن سليما ن الضبع
ى قال سمعت أبي بحضر ة العد ّ ِّو يقول قال رسول هللا صلى هللا عليه
ّ بن ابي موسى اال شعر
إن ابواب الجنّة تحت ظالل السيوف
ّ وسلم
:Artinya
“Dari Abu Bakar bin Abu Musa al-Asy’ari, (berkata), saya mendengar ayahku
ketika berada dihadapan musuh berkata, Rasulullah saw. Bersabda:
Sesungguhnya pintu-pintu surga berada dibawah bayang-bayang pedang”
(HR. al-Tirmidzi)
7
Contoh hadits hasan li ghairihi
Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Al-Turmudzi dan dia menilainya
hasan, dari riwayat Syu’bah dari ‘Asim bin Ubaidillah dari Abdullah bin Amir bin
Rabi’ah dari ayahnya, berbunyi sebagai berikut:
Artinya:
”Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari jalur Syu’bah dari ‘ashim bin
‘Ubaidillah,dari Abdillah bin Amir bin Rabi’ah, dari ayahnya bahwasanya
seorang perempuan dari bani Fazarah menikah dengan mahar sepasang sandal”
8
BAB III
KESIMPULAN
1. Secara Bahasa Hasan secara etimologi adalah merupakan sifat musyabbahah, yang
berarti al-jama yaitu indah atau bagus. Sedangkan scara istilah hadist hasan memiliki
perbedaan pendpat diantara kalangan para ulama hadist mengingat prestasinya berada
di tengah-tengah antara hadist Shahih dan Dhaif, di karenakan juga Sebagian dari
mereka ada yang hanya mendefinisikan salah satu dari dua bagiannya saja.
2. Hadist hasan dapat dijadikan hujjah walaupun kualitasnya dibawah hadist shahih.
Semua fuqaha, Sebagian muhaddiitsin dan ushuliyyin mengamalkannya kecuali sedikit
dari kalangan orang yang sangat ketat dalam mempersyaratkan penerimaan hadist
(musyaddin). Bahkan Sebagian muhaddistin yang mempermudah dalam persyaratan
shahih (mutasahilin) memasukkannya ke dalam hadist shahih, seperti Al-Hakim, Ibnu
Hibban, dan Ibnu Khuzaimah.
3. Kualitas hadis hasan bertingkat-tingkat, Sebagaimana halnya hadis shahih. Hal ini
karena ditentukan oleh dekatnya kedhabitan para perawi hadist hasan lidzati kepada
kedhabitan perawi hadist shahih.Sehubungan dengan hal ini para ulama menyebutkan
beberapa contoh berkaitan dengan tingkatan-tingkatan hadist lidzatihi.
9
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan, Syaikh Manna, 2005, Pengantar Studi Ilmu Hadits, terj. Mifdhol
10