Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

HADIST HASAN (2)


Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah “ Ulumul Hadist”
Dosen pengampu : Dr.Kasman M.Fil.I

Disusun oleh :
Annake Dila Syafira (204104040050)
Umi Bariroh (205104040002)
Ita Uriskiya (204104040038)

PRODI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ,ADAB,DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH ACHMAD SIDDIQ (UIN KHAS) JEMBER

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur dengan tulus kami panjatkan kehadirat Allah SWT,karena berkat taufiq dan
Hidayah nya ,Tugas makala tentang “Hadist Hasan dan Problematikanya”. Ini dapat
terselesaikan .Shalawat serta salam semoga senantiasa tetap tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang terpercaya ,berserta keluarga dan sahabat nya hingga akhir zaman
dengan diiringi upaya meneladani akhlaknya yang mulia . Makala ini ditulis selain dalam
rangka melaksanakan tugas dari dosen pengampuh ,juga dalam rangka menambah wawasan
pengetahuan bagi di bidang pendidikan . Namun demikian di sadari sepenuhnya bahwa
makala ini masih jauh dari kesempurnaan dari segala segi .Untuk itu saran dan kritik dari
semua pihak guna untuk kesempurnaan makala ini akan disambut dengan senang hati.

Jawa timur ,1 Mei 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………….……………………………………….. 2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………. 3

BAB I PENDAHULUAN…………………….………………………………………. 4

A Latar Belakang……………….………………………………….............. 4

B Rumusan Masalah………………….……………………………............ 5

C Tujuan………………………………………….……………………..... 5

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………….. 6

A Pendapat Para Ulama Tentang Hadis Hasan………………………....... 6

B Kehujjahan Hadis Hasan………………………………….................... 10

C Kitab-Kitab yang Memuat Hadis Hasan……………………………… 11

D Istilah-istilah yang Terkait Hadis Hasan……………………………… 13

BAB III PENUTUP………………………………………....……………………… 15

A Kesimpulan……………………………………….………………….. 15

B Saran……………………………………....…………………………. 16

DAFTAR PUSAKA……………………………………………………………….. 17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kata hadist seringkali disebut juga dengan istilah khabar atau sunnah .Hadist atau sunnah
merupakan sumber hukum islam kedua setelah al quran .Keduanya merupakan pedoman
hidup yang mengatur segala tingkah laku dan perbuatan manusia.Al quran mempunyai
kedudukan sebagai suatu yang mutlak kebenaran beritanya ,sedangkan hadist nabi belum
dapat di pertanggung jawabkan periwatannya ,apakah berasal dari nabi atau tidak .

Hadist mempunyai fungsi penting dalam menjelaskan setiap ayat ayat Al quran ,baik ayat
Muhkamat maupun Mustasyabihat .Sehingga hadist sangat perlu untuk dijadikan sebagai
sandaran umat islam dalam mempelajari / mendalami ajaran ajaran agama islam .Dalam
Hadist ada yang dalam periwatannya telah memenuhi syarat syarat tertentu untuk diterimanya
sebagai sebuah hadist atau yang dikenal dengan hadist Maqbul (diterima).Namun disisi lain
terdapat hadist hadist yang dalam periwatannya tidak memenuhi kriteria kriteria tertentu atau
lebih dikenal dengan istilah hadist mardud (ditolak) atau bahkan ada yang palsu (maudhu’)
,hal ini dihasilkan setelah melakukan penyelidikan ,pemeriksaan dan penelitian yang seksama
tentang para rawi nya serta segi segi lainnya untuk menentukan diterima atau ditolaknya
hadist tersebut.

Hal ini terjadi disebabkan keragaman orang yang menerima maupun meriwayatkan
hadist Rasullallah .Berbagai analisis atas kesahihan sebuah hadist baik dari segi putusnya
sanad dan tumpang tindihnya makna dari matan pun bermunculan atau menentukan kualitas
sebuah hadist .Dilihat dari segi kualitas hadist ,maka hadist bisa dikelompokkan menjadi tiga

4
yaitu hadist shahi ,hadist hasan ,dan hadist dhaif .Namun dalam makala ini ,hanya membahas
hadist hasan

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pendapat ulama tentang hadis Hasan ?


2. Bagaimana kehujjahan hadis Hasan ?
3. Kitab apa saja yang memuat tentang hadis hasan ?
4. Apa saja istilah-istilah yang terkait dengan hadis Hasan ?

C. TUJUAN

1. Menjelaskan pendapat para ulama tentang Hadist Hasan


2. Menjelaskan kehujjahan hadis Hasan
3. Untuk mengetahui kitab apa saja yang memuat hadis Hasan
4. Menjelaskan istilah istilah terkait hadis Hasan

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendapat Para Ulama tentang Hadis Hasan

Sebagian ulama hadis sebelum Tirmidhi ada yang membagi hadis Nabi menjadi dua
bagian, yaitu hadis sahih dan hadis da‘if, yang mana pada hadis da‘if tersebut dibagi lagi
menjadi dua yakni hadis da‘if yang bisa diamalkan dan hadis da‘if yang harus ditinggalkan.
Secara global hadis nabi tersebut memang terbagi menjadi dua, akan tetapi jika dilihat secara
rinci hadis tersebut terbagi menjadi tiga bagian. Hal itu dapat dipahami dari kebiasaan ulama
terdahulu. Terkadang ulama terdahulu setelah menyebutkan teks sebuah hadis, mereka
mengatakan hadis ini layyin (tidak terlalu lemah), dan hadis ini da‘if (lemah).1

Pendefinisian hadis sahih dan hadis hasan, para ulama hadis terdahulu sama sekali tidak
membedakan antara keduanya, karena menurut perspektif mereka, hadis hasan merupakan
bagian dari hadis sahih, bahkan mereka cenderung tidak mengklasifikasikan antara keduanya
karena menurut mereka keduanya itu masuk dalam kategori hadis maqbul (dapat diterima)
dan dapat dijadikan landasan hukum (hujjah). Walaupun pendapat mereka seakan-akan tidak
membedakan antara keduanya, namun tidak menutup kemungkinan bahwasanya kualitas
hadis hasan tetap diyakini berada satu level di bawah kualitas hadis sahih.

Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa untuk menciptakan definisi hasan
sangatlah sulit, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh al-Dhahabi dalam bukunya yang
berjudul al-Muqidhat, beliau berkomentar bahwasanya sangat sulit untuk membuat definisi
1
Abd. Nasir, “Konsep, 57.

6
hadis hasan yang komprehensif dan dapat mencakup semua hadis hasan. Banyak hadis yang
membuat para hafidh bingung dalam menentukan kualitas sebuah hadis, apakah hadis
tersebut termasuk hadis sahih, hasan, ataukah da‘if. Bahkan dari hasil ijtihad seorang hafidh
terkadang berubah-ubah, di satu saat dikatakan sahih dan disaat yang lain dikatakan hasan,
bahkan ada dari mereka yng mengatakan sampai pada derajat melemahkannya.

Ulama hadis memberikan beragam pendapat dalam mendefinisikan makna hadis hasan.
Keberagaman pemikiran itulah yang akan melahirkan banyak pendapat. Dalam hal
pendefinisian terhadap hadis hasan, Imam Tirmidhi sengaja memberikan ruang gerak yang
sangat luas kepada para pakar hadis untuk mendefinisikannya, hal ini dapat diketahui dari
ungkapan Imam Tirmidhi pada akhir definisinya yakni dengan ungkapan ‘indana (menurut
kami). Beberapa pendapat ulama hadis mengenai definisi hadis hasan diantaranya adalah:

1. Sulaiman al-Kahattabi

dalam kitab Ma‟alim al-Sunan mendefinisikan hadis hasan sebagai berikut:

‫ و يستعمله‬،‫ واعليه مدار اكثر الحديث وهو الدب يقبله اكثر العلماء‬،‫ واشتحر رجاله‬،‫ما عرف مخرجه‬

‫عامة الفقهاء‬.

“Hadis yang sudah diketahui sumbernya, diriwayatkan oleh perawi yang sudah dikenal, hadis
terbanyak yang diterima oleh kebanyakan ulama, serta dipraktikkan oleh ulama fiqh.”2

Maksud dari diketahui sumbernya (‫ ) مخرجه‬adalah tempat keluar yakni para periwayat
hadis. Diriwayatkan oleh perawi yang terkenal ( ‫تهر‬ii‫ه واش‬ii‫ ) ريجل‬makna terkenal di sini
maksudnya adalah terkenal (masyhur) akan keadilan dan kekuatan akan hafalannya, hanya
saja kemasyhuran di sini lebih rendah dari kemasyhuran perawi dalam hadis sahih. Makna
dari hadis terbanyak yakni hadis paling banyak setelah hadis sahih, dalam definisi ini Imam
Kahattabi menambahkan dengan kalimat diterima oleh kebanyakan ulama penambahan ini
dikarenakan sebagian ulama ada yang tidak menerima hadis hasan, sebagaimana riwayat Ibnu
Hatim:

‫ اما الصحيح‬،‫ ال‬: ‫ يحتج به ؟ قال‬: ‫ فقلت‬، ‫ اسناده حثن‬: ‫ سالت ابي عن حديث فقال‬: ‫عن ابن حاتم قال‬
‫فيقبله عامة العلماء‬.

2
Abu Shuhbah, al-Wasit, 266.

7
“dari Ibnu Hatim, ia berkata: saya bertanya kepada ayahku tentang sebuah hadis, ayah
menjawab: sanadnya hasan, lalu saya bertanya lagi apakah bisa dijadikan hujjah?‟, ayah
menjawab: tidak, berbeda dengan hadis sahih yang bisa diterima oleh semua ulama‟.

Ketika beliau (Ibnu Hatim) bertanya tentang sebuah hadis kepada ayahnya, ayahnya
menjawab bahwa hadis tersebut sanadnya adalah hasan, lalu beliau bertanya lagi kepada
ayahnya tentang hadis hasan tersebut apakah hadis dengan kualitas hasan itu bisa dijadikan
hujjah atau tidak, kemudian ayahnya menjawab “tidak” dengan alasan bahwasanya hadis
hasan itu berbeda dengan hadis sahih, yakni sahih diterima oleh semua ulama, sedangkan
hadis hasan tidak semua ulama menerimanya. Kemudian makna dari dipraktikkan oleh ulama
fikih adalah bahwasanya hadis hasan ini dijadikan hujjah dan diamalkan oleh ulama fikih.

Beberapa kritikan terhadap definisi yang diungkapkan oleh Imam Kahattabi, diantaranya:

 Definisi tersebut hanya memiliki definisi hadis hasan lidhatihi saja, sedangkan hadis
hasan yang diketahui ada dua yakni hasan lidhatihi dan hasan lighayrihi.
 Definisi tersebut dikritik bahwasanya tidak mencegah hadis sahih masuk di dalam
kategori tersebut. Namun kritikan ini dapat dipatahkan oleh ungkapan yang
menyatakan bahwa kemasyhuran perawi dalam hadis hasan tidak sama dengan
kemasyhuran perawi yang terdapat dalam hadis sahih karena masyhur dalam hadis
hasan lebih rendah tingkatannya. Maka dapat mencegah masuknya hadis sahih dalam
kategori hadis hasan. Begitu juga dengan ungkapan diterima kebanyakan ulama juga
berbeda dengan hadis sahih, karena hadis sahih diterima oleh semua ulama.

2. At Tirmidzi

dalam kitabnya mendefinisikan hadis hasan sebagai berikut:

‫ هو الحديث الذي ال يكون في اسناده من يتهم بالكذب وال يكون حذيثا شاذا ويروى من‬: ‫الحديث الحسن‬
‫ غير وجه نحو ذلك‬.

“Hadis hasan adalah hadis yang dalam sanadnya tidak terdapat rawi yang disangka berdusta,
tidak termasuk hadis yang syadz (janggal), dan diriwayatkan dari jalur jalur lain yang
sederajat.”

Pada sanadnya tidak terdapat rawi yang disangka berdusta dan kriteria ini dapat
memasukkan hadis mastur dan hadis majhul, berbeda halnya dengan hadis sahih yang

8
mensyaratkan rawinya dapat dipercaya, adil, dan kuat hafalannya3. Tidak termasuk hadis
yang janggal yang dimaksud dengan syadz (janggal) menurut Imam Tirmidhi adalah hadis ini
berbeda dengan riwayat para rawi yang thiqah, jadi salah satu syarat suatu hadis dapat
dikatakan sebagai hadis h}asan adalah hadis tersebut harus selamat dari pertentangan. Makna
diriwayatkan dari jalur lain yang sederajat adalah suatu hadis yang diriwayatkan tidak dari
satu jalur saja, akan tetapi diriwayatkan dari dua jalur atau lebih, dengan catatan sederajat
atau lebih kuat, dalam hal ini tidak disyaratkan dengan redaksi (lafadz) yang sama dengan
artian bahwa dari riwayat lain dapat mengambil kesimpulan makna saja.

Kritikan terhadap definisi yang diungkapkan oleh Imam Tirmidhi yakni: definisi ini
hanya bisa mendefinisikan hasan li ghayrihi saja, belum bisa mewakili definisi hadis hasan
secara keseluruhan yakni hasan li dhatihi dan hasan lighayrihi. Definisi ini juga dikritik
bahwasanya dapat memasukkan hadis sahih dalam kategori hadis hasan. Namun kritikan ini
dapat dibantah keterangan yang menyatakan bahwa hadis hasan bisa diriwayatkan oleh
perawi yang mastur, sedangkan dalam hadis sahih syaratnya semua rawi harus bisa dipercaya
(thiqah). Jadi keterangan ini dapat mencegah masuknya hadis sahih dalam kategori hadis
hasan.4 Menurut Imam Tirmidhi, salah satu syarat hadis hasan harus diriwayatkan dari dua
jalur yang berbeda. Dalam hadis sahih sendiri syarat seperti itu tidak ada. Maka sangatlah
jelas perbedaan hadis sahih dengan hadis hasan.

Imam ibn Kathir juga mengkritik definisi hadis hasan dari Imam Tirmidhi, bahwa imam
Tirmidhi sering menulis dalam kitabnya tentang hadis berkata hadis ini hasan dan jarang
terdengar kecuali dari jalur ini. Kriteria ini kemudian ditanggapi dengan alasan yakni syarat
hadis hasan yang diriwayatkan dari jalur lain bisa dengan lafadz atau maknanya saja, jadi bisa
saja ahli hadis hanya mengakui satu jalur hadis dengan lafadznya, sedangkan dari jalur lain
diakui dari segi maknanya.5

3. Ibn Salah

Beliau menganjurkan untuk tidak memperselisihkan mengenai definisi hadis hasan,beliau


menyimpulkan hadis hasan menjadi dua yakni hasan li dhatihi dan hasan li ghayrihi:

a. hasan li dhatihi adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang terkenal dengan amanah
dan kejujurannya, akan tetapi kedudukan perawi tersebut tidak sampai pada derajat perawi

3
Abu Shuhbah, al-Wasit, 266.
4
Abu> Shuhbah}, al-Wasi>t}, 267.
5
Abu> Shuhbah}, al-Wasi>t}, 267.

9
hadis sahih. Di samping itu matan hadisnya tidak shadh atau mungkar dan tidak kemasukan
cacat. Kesimpulan definisi ini dilihat dari definisi menurut perspektif Imam Khattabi.

b. hasan li ghayrihi adalah hadis yang salah satu perawinya ada yang mastur 6 tidak
profesional, tetapi tidak termasuk kategori periwayat yang sering melakukan kesalahan dalam
meriwayatkan hadis dan tidak terttuduh berbuat dusta, tidak ada indikasi kebohongan yang
disengaja dan matan hadisnya diceritakan di jalur lain yang menguatkannya, baik hadis
penguat tersebut diriwayatkan dengan lafalnya maupun diriwayatkan dengan maknanya.
Kesimpulan definisi ini dilihat dari perspektif Imam Tirmidhi.

Dua definisi tersebut tidak menyodorkan definisi baru dan redaksi baru, akan tetapi
hanya mempertegas definisi dari Imam Tirmidhi dan Imam Khattabi. Ibnu Bakar juga
mendefinisikan hadis hasan, namun definisinya juga hasil dari kombinasi antara definisi
Imam Khattabi dan definisi Imam Tirmidhi dengan menambahkan satu syarat yakni terhindar
dari illat. Pesyaratan terhindar dari shadh diambil dari definisi Imam Tirmidhi sedangkan
Ittisal al-Sanad serta dabit diambil dari definisi Imam Khattabi.

4. Al-Sanadl-Asqalani (773-852 H)

memberikan definisi tentang hadis h}asan sebagai berikut:

‫ وهو الصحيح لذاته فان خف الضبط‬،‫ غير معلل وال شاذ‬،‫ متصل السند‬،‫خبر االحاد بنقل عدل ضابط‬
‫فالحسن لذلته‬.

“Khabar ahad yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, sempurna ingatannya, bersambung
sanadnya, dengan tidak terdapat illat atau tidak shadz disebut hadis sahih jika kekuatan
ingatannya kurang sempurna, maka disebut hadis hasan li dhatihi.7”

Hadis hasan menurut Ibnu Hajar dalam definisi ini dapat diketahui bahwasanya definisi
tersebut hampir sama dengan definisi hadis sahih, perbedaannya hanya terletak pada daya
ingat perawi hadis yang mana pada hadis sahih daya ingat perawinya sempurna, sedangkan
pada hadis hasan daya ingat perawinya kurang sempurna. Dengan demikian maka posisi
hadis hasan berada diantara posisi hadis sahih dan hadis da‘if.

Dari beberapa pendapat ulama mengenai definisi hadis hasan di atas, justru yang sering
dipakai untuk mendefinisikan hadis hasan, dan terkesan lebih diterima oleh ulama hadis
6
Orang yang tertutup yang menjauhi dari hal-hal buruk dan tidak diketahui keadaannya.
Haqiqi, Kamus, 107.
7
Abd. Nasir, “Konsep, 69.

10
adalah definisi yang diungkapkan dari Ibnu Hajar al-Asqalani. Oleh karena itu, ketika
memberikan definisi hadis hasan, ulama hadis sering menggunakan definisi hadis hasan
menurut ibnu Hajar diberbagai kitab karangannya karena definisinya dianggap definisi yang
jami dan mani.

B. Kehujjahan Hadis Hasan

Tidak ada perbedaan kriteria antara hadis hasan dan hadis sahih, kecuali pada tingkat
kedabitan. Artinya, seluruh perawi yang terlibat pada hadis hasan dan sahih sama-sama
memiliki kedabitan. Dengan kata lain, hadis yang diperoleh dari perawi yang dabit,
keasliannya aman dan terjamin apa adanya. Kurangnya kesempurnaan perawi dari segi
kedabitan, tidak mengeluarkannya dirinya dari kriteria dabit. Sifat dabit tersebut tetap
melekat pada dirinya, meskipun tidak sesempurna perawi hadis sahih. Oleh karena itu, dari
segi kehujahannya, hadis hasan sama seperti hadis sahih, walaupun secara kualitas hadis
sahih lebih kuat dibandingkan hadis hasan. Atas dasar itu pula, seluruh fuqaha‟ sepakat
begitu juga mayoritas muhaddisin dan usuliyyin, hadis hasan dapat diamalkan dan dijadikan
hujah, baik di bidang akidah maupun hukum, kecuali oleh sebagian kalangan yang cenderung
mutasyaddidun.8

Dalam hal kehujjahan hadis hasan, jumhur ulama mengatakan bahwasanya kehujjahan
hadis hasan sebagaimana kehujjahan hadis sahih, baik hasan li dhatihi maupun hasan li
ghayrihi. Bahkan ada segolongan ulama yang memasukkan hasan li dhatihi dan hasan li
ghayrihi sebagai bagian dari kelompok hadis sahih, misalnya al-Hakim al-Naysaburi, Ibn
Hibban, dan Ibn Khuzaymah dengan catatan bahwa hadis hasan secara kualitas berada di
bawah hadis sahih sehingga apabila terjadi pertentangan yang dimenangkan adalah hadis
sahih.

Jumhur Ulama mayoritas setuju dan mengaggap benar dengan ungkapan al-Khattabi
yang mejelaskan bahwa hasan li dhatihi dapat digunakan sebagai hujjah, sedangkan hasan li
ghayrihi dapat digunakan sebagai hujjah dengan syarat apabila hadis taersebut mempunyai
sanad yang saling menguatkan yang ada pada masyarakat pada saat itu.

C. Kitab-kitab yang Memuat Hadis Hasan


8
At-Tahhan, Taisir, h. 58.

11
a. Sunnah at-Tirmizi / al-Jami`, (209-279 H).
Dari segi kuantitatif dan kualitatif nilai hadis yang terdapat dalam kitab al-Jami` as-
Sahih yang berjumlah 39569 buah hadis.
1. Shahih 158
2. Hasan sahih. 1429
3. Sahih Garib. 8
4. Hasan Sahih Garib. 254
5. Hasan 705
6. Hasan Garib. 571
7. Garib 412
8. Daif 323
9. Tidak dinilai secara tegas 96

b. Sunan Abi Daud (202-273 H)


Secara garis besar, Imam Abu Daud membagi kualitas hadis dalam kitab Sunan-nya
sebagai berikut:
1) Sahih, yakni sahih lizatihi.
2) Ma yusybihuhu, yang menyerupai sahih yaitu sahih ligairihi.
3) Wa yuqaribuhu, yang mendekati sahih yakni hasan lizatihi.
4) Ma kana fihi wahnun syadid, yaitu hadis yang sangat daif.
5) Tidak dikomentari Abu Daud, yakni salih atau hasan.

c. Sunan an-Nasa‟i / al-Mujtaba (215-303 H)


d. Sunan Ibn Majah / Sunan al-Mustafa (209-273 H)
e. Sunan ad-Daruqutni (306-385 H)
Menurut Mahmud at-Tahhan sebagaimana beliau jelaskan dalam kitabnya Taisir,
bahwa Imam ad-Daruqutni sering memberikan penilaian hasan terhadap hadis-hadis
yang terdapat dalam kitabnya Sunan-nya. Oleh karenanya, kitab tersebut pantas
dikategorikan sebagai salah satu kitab hadis yang banyak menghimpun hadis-hadis
hasan.
f. Musnad Ahmad (164-241 H)
9
Suryadi, dalam Tim Dosen Tafsir Hadis IAIN Sunan Kalijaga, Studi Kitab Hadis,
(Yogyakarta: Teras, 2003), cet. I, h. 119-120

12
Menurut Nuruddin Itir, Kitab Musnad Imam Ahmad memuat lebih kurang 30.000
hadis, dengan kategori sahih, hasan, daif, dan sebagian kecil daif jiddan. Bahkan
untuk kategori daif jiddan ini, ada yang sampai menilainya maudu`. Namun Ibn Hajar
kelihatannya sangat keberatan terhadap anggapan bahwa Imam Ahmad memuat
dalam kitabnya hadis-hadis yang maudu`, sampai-sampai beliau menulis buku
berjudul “al-Qaul al-Musaddad fi az-Zabbi An al-Musnad”. Lewat penelitiannya Ibn
Hajar mengemukakan bahwa mayoritas isinya adalah hadis-hadis kategori jayyid,
sekaligus beliau menepis tuduhan adanya hadis-hadis maudu` dalam kitab tersebut.10
g. Musnad Abi Ya`la al-Musiliy (210-307 H)
Musnad Abi Ya`la ada dua macam, yaitu al-Musnad al-Kabir dan al-Musnad as-
Sagir. Yang banyak memuat hadis-hadis hasan yang dimaksud di sini ialah kitab al-
Musnad al-Kabir. Menurut keterangan Nuruddin „Itir, kualitas hadis-hadis yang
terdapat di dalam kitab ini berdekatan dengan Musnad Imam Ahmad.

D. Istilah-istilah yang Terkait Hadis Hasan

Ulama hadis menggunakan beberapa istilah terkait hadis hasan ini, bisa jadi mereka
menganggap bahwa istilah-istilah tersebut sudah jelas sehingga tidak membutuhkan
penjelasan lagi, terlebih-lebih Imam at-Tirmizi dalam kitab Sunan-nya.

a. Hasan Sahih

Imam at-Tirmizi sering menggunakan istilah hasan sahih ketika mengomentari hadis-
hadis yang terdapat dalam kitab Sunan-nya. Mengumpulkan dua istilah yang berbeda dalam
satu hadis justru membuat kebingungan sementara orang. Ulama-ulama setelahnya berusaha
menginterpretasikan maksud Imam at-Tirmizi dengan kata kata itu, antara lain yang
dimaksud dengan hasan sahih ialah:

a) Hasan lizatihi dari satu sanad, dan sahih ligairihi bersama sanad lain. Dengan kata
lain, hadis yang bersangkutan memiliki dua sanad yang sama-sama hasan. Dilihat dari
satu sanad memang statusnya hanya hasan, tetapi naik menjadi sahih ligairihi karena
didukung oleh sanad yang lain.
b) Hasan menurut sebagian ulama sementara sahih menurut ulama lain.
c) Hasan atau sahih. Tidak dapat dipastikan apakah statusnya hasan atau sahih.

10
Nuruddin „Itir, Manhaj an-Naqd, h. 279.

13
d) Tingkatan antara status hasan dan sahih. Dengan kata lain, seolah-olah Imam at-
Tirmizi membagi tingkatan hadis seperti ini: sahih kemudian di bawahnya hasan sahih
kemudian di bawahnya lagi hasan.11

b. Hasan Garib

Istilah hasan garib menurut at-Tirmizi mengandung salah satu di antara dua pengertian.
Pertama, diartikan sebagai hadis hasan lizatih. Pengertian ini berlaku untuk kategori hadis
garib mutlak. Garib mutlak ialah hadis yang diriwayatkan dari Nabi saw., satu-satunya hanya
melalui seorang sahabat, artinya semua sahabat tidak ada yang meriwayatkan hadis tersebut.
Dengan kata lain, kegaribannya terletak di ujung sanad (sahabat). Kedua, diartikan sebagai
hadis hasan ligairihi. Pengertian ini berlaku untuk kategori hadis garib nisbi. Garib nisbi
dapat diartikan sebagai hadis yang ke-gariban-nya terletak di tengah-tengah sanad. Bukan di
ujung sanad (sahabat) seperti halnya pada garib mutlak.

c. Sahih Garib

Sahih garib menurut Imam at-Tirmizi ialah hadis dengan kategori sanad garib, tetapi
kualitasnya sahih. Karena hadis garib bisa saja kualitasnya daif, hasan dan bisa juga sahih.
Jadi sahih garib ialah hadis yang kualitasnya sahih tetapi sanadnya garib.12

d. Hasan Sahih Garib

Maksudnya dapat dilihat pada uraian sebagai berikut:

1. Sanad garib mutlak. Jika kebetulan sanadnya garib mutlak maka pengertiannya selain
statusnya sebagai garib ia juga mengandung salah satu pengertian berikut. Pertama,
tidak dapat dipastikan apakah statusnya hasan atau sahih, bisa jadi statusnya hasan
dan bisa pula sahih. Kedua, statusnya diperselisihkan oleh ulama, sebagian
menilainya hasan dan sebagian yang lain menilainya sahih. Ketiga, berada antara
tingkatan hasan dan sahih.
2. Sanad garib nisbi. Apabila sanadnya kebetulan garib nisbi, maka pengertiannya selain
hadisnya garib ia juga mencakup empat pengertian yang lalu. Yaitu: 1) hasan menurut
satu jalur, menjadi sahih bersama jalur lain. 2) bisa jadi hasan, bisa jadi sahih, tidak
dapat dipastikan. 3) diperselisihkan statusnya antara hasan dan sahih, 4) berada antara
tingkatan hasan dan sahih.

11
Syaraf Mahmud, al-Minhaj, h. 166.
12
Syaraf Mahmud, al-Minhaj, h. 167.

14
15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Perdebatan para ulama tentang hadist hasan .Para ulama hadist terdahulu
sama sekali tidak membedakan antara kedua nya .Ulama Hadist memberikan
beragama pendapat dalam mendefinisikan makna hadist hasan .Keberagaman
pemikiran itulah yang akan melahirkan banyak pendapat Beberapa pendapat
ulama hadist mengenai definisi hadist hasan diantaranya :
 Sulayman Al- Khattabi dalam kitab Ma’alim al sunan mendefiniskan
hadist hasan adalah hadist yang sudah diketahui sumbernya
,diriwayatkan oleh perawi yang sudah dikenal ,hadist terbanyak yang
diterima oleh kebanyakan ulama ,serta dipraktikan oleh ulama fiqh.
 At tirmidzi dalam kitabnya mendefinisikan hadist hasan adalah hadist
yang sanadnya tidak terdapat rawi yang disangka berdusta ,tidak
termasuk hadist yang syadz (janggal) dan diriwayatkan dari jalur jalur
lain yan sederajat .
 Ibn salah menganjurkan untuk tidak memperselisihkan mengenai
definisi hadist hasan ,beliau menyimpulkan hadist hasan menjadi dua
yakni hasan lidhatihi dan hasan li ghayrihi
 Al sanad -Asqalani memberikan definisi tentang hadist hasan adalah
khabar ahad yang diriwayatkan oleh perawi yang adil ,sempurna
pengingatan nya,bersambung sanadnya ,dengan tidak terdapat illat
atau tidak syadz disebut hadist shahi jika kekuatan ingatannya kurang
sempurna maka disebut hasan li dhatihi

2. Kehujjahan hadist hasan menurut seluruh fuqaha ,hadist hasan dapat diterima
sebagai hujjah dan diamalkan walaupun kualitasnya dibawah hadist shahih
.Demikian pula pendapat kebanyakan Muhadditsin dan ahli ushul juga
mengamalkannya .
3. Kitab kitab hadist hasan : Sunan at Tirmidzi /al -jami’ (209-279 H),Sunan Abi
Daud (202-2073H) ,Sunan an -Nasa’I /al -Mujtaba (215-303),Sunan Ibn
Majah /Sunan al -Mustafa (209-273H) ,Sunan ad -Daruquthi ( 306-365H)
,Musnad Ahmad (164-241H) ,Musnad Abi Ya’la Musiliy ( 210-307 H)

16
4. Istilah -istilah yang terkait Hadist Hasan
Ulama hadist menggunakan beberapa istilah terkait hadist hasan ini ,bisa jadi
mereka menganggap bahwa istilah istilah tersebut sudah jelas sehingga tidak
membutuhkan penjelasan lagi ,terlebih lebih Imam at Tirmidzi dalam kitab
sunnah nya yaitu Hadist Sahih ,Hadist Gharib,Sahih Gharib,dan Hasan Sahih
Gharib dapat dilihat dari uraian sanad Gharib Muthlak dan Sanad Gharib nisbi

B. SARAN
Demikian makalah yang kami berisikan tentang Hadist Hasan dan
problematikanya dan makala inipun tak luput dari kesalahan dan kekurangan nya
maupun target yang ingin dicapai .Adapun kiranya pendapat kritik ,saran maupun
teguran digunakan sebagai penunjang pada makala ini. Sebelum dan sesudahnya kami
ucapkan Terima Kasih .

17
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Nasir, Jamal “Konsep Hadis Hasan dalam Kitab Sunan al-Tirmidhi” Tesis : UIN
Sunan Ampel, Surabaya, 2012

At-Tahhan. Mahmud, Taisir Mustalah al-Hadis, Riyad: Maktabah al-Ma`arif, 2004.

Abu Shuhbah, al-Wasit, Nuruddin ‘Itr, ‘Ulum al-Hadith 2, ter. Mujiyo, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1994.

Al-Qudat. Syaraf Mahmud, al-Minhaj al-Hadis fi ‘Ulum al-Hadis, Malaysia: Dar at-Tajdid,
2003.

‘Itir. Nuruddin, Manhaj an-Naqd fi ‘Ulumi al-Hadis, Damaskus: Dar al-Fikr, cet. III, 1981.

Suryadi, Tim Dosen Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga, Studi Kitab Hadis, Yogyakarta: Teras,
2003.

18

Anda mungkin juga menyukai