Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kritik Sanad dan Matan
Disusun oleh :
Kelompok 4
2022
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT karena atas Rohmat dan
Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Kritik Sanad dan Matan
dengan judul “ANALISIS KETERSAMBUNGAN SANAD” dengan lancar tanpa ada
suatu halangan apapun.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu kami (penulis) dengan tangan terbuka mengharap kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan tugas mendatang.
Penulis
i
DAFTAR ISI
JUDUL...........................................................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................1
C. Tujuan...............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................2
KESIMPULAN.............................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................7
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
a. Apa itu ittishal sanad?
b. Bagaimana konsep ketersambungan sanad?
c. Apa saja sighot Tahammul wal Ada’
C. Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan agar para pembaca dapat
mengetahui dan juga memahami tentang ketersambungan sanad atau ittishal
sanad.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Dari definisi diatas nampak bahwa keshahihan sebuah hadis tidak lepas
dari bersambungnya sanad, oleh karena itu kedudukan sanad hadis sangat
penting dalam riwayat sebuah hadis. Karena demikian pentingnya kedudukan
sanad itu, maka suatu berita yang dinyatakan sebagai hadis nabi oleh
seseorang, tapi berita itu tidak memiliki sanad sama sekali, maka berita itu
oleh ulama hadis tidak dapat disebut sebagai hadis.
B. Konsep Ketersambungan Sanad
1
Ahmad Warsono Munawwir, Kamus Al- Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya, Pustaka
Progressy:1997), hlm.1562
2
Abdul Karim Zaidan, Ulum al-Hadis, (Beirut: Muassasah Risalah al-Nâsyirun, Cet. l, 2008), hlm. 47.
3
Abū ‘Amr ‘Usmān bin ‘Abd al-Rahman Al-Syahrazuri, Muqaddimah Ibn al-Shalāh fī ‘Ulūm al-
Hadīs (Beirūt: Dār al-Kutub al-’Ilmiyah,1995), hlm. 15.
2
Ada perbedaan pendapat antara para ulama hadis dalam menilai
ketetersambungan sanad. Menurut imam Bukhari, sebuah sanad baru
dikatakan bersambung apabila telah memenuhi dua kriteria, yaitu al-liqa yakni
adanya pertemuan langsung antara satu perawi dengan perawi berikutnya,
yang ditandai dengan adanya sebuah aksi pertemuan antara murid yang
mendengar secara langsung dari gurunya, yang kedua, al-mu’asharah yakni
terjadi
persamaan hidup antara seorang guru dan muridnya, dengan kata lain se-
zaman4.
Berbeda dengan imam Muslim, yang memberikan kriteria
ketersambungan sanad cukup pada kriteria mu’asharah, dengan alasan bahwa
antara satu perawi dengan perawi berikutnya dan seterusnya ada kemungkinan
bertemu karena keduanya hidup dalam kurun waktu yang sama sementara
tempat tinggal mereka tidak terlalu jauh bila diukur dengan kondisi saat itu.
Dengan demikian imam Muslim merasa cukup dengan memberikan satu
kriteria mu’asharah dengan keyakinan tersebut.
4
Umi Sumbulah, Kritik Hadis Pendekatan Historis Metodologis, (Malang: UIN Malang Press, 2008),
hlm.45
5
Fauzurrahman, Ketersambugan Sanad , 2018
3
Dalam penerimaan dan penyampaian suatu hadis diperlukan lambang-
lambang periwayatan hadis. Lambang-lambang ini sangat terkait dengan
proses tahammul wa adâ’. Proses tahammul wa adâ’ merupakan proses
transmisi hadis antara guru dengan murid. Pada umumnya ulama membagi
proses tersebut menjadi delapan macam, yaitu:
1. al-Simâ`, yaitu seorang murid mendengarkan hadis dari gurunya, baik
guru tersebut membaca dari tulisannya atau pun dari hafalannya, sama
juga guru tersebut mendiktekannya atau tidak. Cara ini adalah cara yang
paling tinggi tingkatannya dalam periwayatan hadis. Shîghat yang
dipakai dalam metode ini diantaranya : ق, أخربنا, حدثىن, حدثنا,مسعت
]9[.لنا ال
2. al-Qirâ’ah `alâ al-Syaikh, yaitu pembacaan murid kepada syaikh (guru)
dengan cara menghafalnya dari lubuk hatinya atau dari kitab hadis yang
dibaca olehnya. Apabila murid tersebut tidak membaca lewat
hafalannya atau dari kitab yang berada di tangannya akan tetapi
mendengarkan dari orang lain yang membacakan kepada syaikh, maka
sesungguhnya disyaratkan kepada syaikh-nya agar benar-benar hafal
apa yang dibacakan olehnya atau dimungkinkan bagi syaikh tersebut
agar merujuk kepada kitab yang shahih yang dipegang oleh muridnya
yang lain yang tsiqah.
3. al-Ijâzah, yaitu sebuah perizinan syaikh kepada muridnya untuk
meriwayatkan hadis yang didengarnya atau dalam kitab hadis yang
ditulisnya walaupun murid tersebut tidak pernah mendengar
dari syaikh tersebut dan belum pernah membacakan hadis tersebut
kepada syaikh-nya. Di antara lafadz dari al-ijâzah adalah:أن اجزت لك
تروي عىن.
4. al-Munâwalah yaitu pemberian syekh kepada muridnya sebuah kitab
asli atau salinan yang sudah dikoreksinya untuk diriwayatkan. Lafadz-
lafadz yang digunakan oleh periwayat dalam meriwayatkan suatu hadis
atas dasar munawalah antara lain : ناولىن, أنبأنا,أنبأىن, dan ناولنا.
5. al-Mukâtabah, yaitu sebuah tulisan seorang syekh (guru) yang menulis
sendiri atau menyuruh orang lain menulis beberapa hadis kepada orang
ditempat lain atau yang ada dihadapannya (korespondensi). Adapun
contoh lafadz al-maktabah adalah : إليك كتبته ما لك أجزت.
6. al-I`lâm merupakan pemberian sebuah kabar dari syaikh kepada
muridnya bahwa sesungguhnya kitab ini atau hadis ini dari riwayat-
4
riwayat syaikh tersebut atau dari hasih pendengaran
(simâ`) syaikh tersebut dengan tanpa memberikan ijâzah secara
langsung untuk memberikan ijin meriwayatkan hadis tersebut. Lafadz
dari al-I`lâm yaitu فالن أعلمىن.
7. al-Washiyyah, yaitu sebuah penjelasan syaikh kepada muridnya ketika
sedang bepergian atau menjelang ajal kematiannya dengan mewasiatkan
kitab kepada seseorang yang jelas atau yang dikenal untuk
meriwayatkan hadis yang ada di kitab tersebut. Lafadz al-
Washiyyah yaitu فالن أوصى ايل.
8. al-Wijâdah, yaitu penemuan murid akan sebuah hadis yang ditulis
oleh syaikh yang telah dia jumpai dan dia mengetahui bahwa hadis
tersebut dari syaikh-nya atau belum berjumpa dengan syaikh akan tetapi
murid tersebut berkeyakinan kalau hadis yang tertulis merupakan hadis
yang shahih seperti menemukan sebagian hadis dalam kitab yang
terkenal yang ditulis oleh orang yang terkenal. Lafadz al-
Wijâdah yakni وجدت.
، َأْنَبَأَنا َأُبو َعاِص ٍم، َع ْبٌد: َقاَل، َو َع ْبُد ْبُن ُح َم ْيٍد َجِم يًعا َع ْن َأِبي َعاِص ٍم، َح َّد َثَنا َحَس ٌن اْلُح ْلَو اِنُّي
َسِم ْع ُت الَّنِبَّي َص َّلى ُهللا: َيُقوُل، َسِم ْع ُت َج اِبًرا: َيُقوُل، َأَّنُه َسِمَع َأَبا الُّز َبْيِر،َع ِن اْبِن ُج َر ْيٍج
َع َلْيِه َو َس َّلَم َيُقوُل:
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Hasan al-Hulwani dan Abd bin
Humaid semuanya dari Abu Ashim, Abd berkata, telah memberitakan kepada
kami Abu Ashim dari Ibnu Juraij bahwa dia mendengar Abu az-Zubair dia
berkata, "Saya mendengar Jabir berkata, 'Saya mendengar Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Seorang muslim (yang sejati) adalah orang yang
mana kaum muslimin lainnya selamat dari (bahaya) lisan dan tangannya. (HR.
Bukhari)
5
sebagaimana kita ketahui generasi sahabat adalah yang berjumpa
dengan Nabi. Beliau wafat tahun 78 H, pada sanad ini diketahui bahwa
metode yang digunakan adalah sima yang ditandai dengan shighot
َسِم ْعُت
3. Ibnu Juraij: Nama lengkapnya Abdul Malik bin Abdul Aziz nin Juraij,
berasal ari kalangan tabiin yang tidak berjumpa sahabat, wafat tahun
150 H. Pada sanad ini Ibnu Juraij diketahui menggunakan metode
sima’ yaitu dengan shighot َأَّن ُه َس ِمَعdan diketahui dalam kitab
Riwayatut Tahdzibin beliau berguru pada Abu Zubair, dan
6
6. Hasan Al-Hulwani: Nama lengkapna Al Hasan bin ‘Ali bin
Muhammad Al-Hulwani
berkunyah Abu Ali, beliau dari kalangan tabi’ul Atba’ kalangan
pertengahan yang tinggal di Marur Rawdz dan wafat tahun 242 H.
Beliau pernah berguru pada Ashim Ad-dahak bin Mukhlad dan Abd
bin Humaid. Pada sanad ini diketahui menggunakan sighat َعنyang
dapat diartikan menggunakan metode ijazah.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ketersambungan sanad adalah tiap-tiap periwayat dalam suatu sanad
hadis dan menerima dari periwayat sebelumnya. Persambungan sanad
menurut para ulama hadis merupakan salah satu syarat pada kaedah kesahihan
hadis. Cara Mengetahui Ketersambungan Sanad adalah sebagai berikut :
1. Mencatat semua nama periwayat dalam sanad yang diteliti.
2. Mempelajari sejarah hidup masing-masing periwayat
3. Meneliti kata-kata yang menghubungkan antara periwayat dengan
periwayat yang terdekat dalam sanad, yakni dengan mengetahui sighot
tahamu wal ada’.
DAFTAR PUSTAKA
7
Fauzurrahman, Ketersambugan Sanad , 2018