Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENELITIAN KRITIK HADIST

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas matakuliah Studi Hadist yang diberikan

oleh dosen yang bersangkutan

Dosen Pengampu: Ahmad Fauzi, S.H.I., M.A.

Disusun Oleh

Kelompok 11

M. Faruq Rosyadi (12120511740)

Ridho Kurniawan (12120514539)

Zulia Sahara Putri (12120521315)

JURUSAN EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

TP. 2023/1445 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat allah SWT, tuhan semesta alam yang telah
memberikan karunia dan nikmat-nya kepada kita sehingga dapat menyelesaikan tugas
makalah dengan judul Penelitian Kritik Hadist dengan tepat waktu.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
makalah studi hadis dengan dosen pengampu, Bapak Ahmad Fauzi, S.H.I., M.A.
dalam program Studi Ekonomi Syariah.

Shalawat dan beiringkan salam tidak lupa kita curahkan kepada junjungan
alam yakni, nabi Muhammad SAW, semoga perbanyaknya kita bershalawat kepada
beliau kita mendapatkan syafaatnya di yaumil akhir nanti, aamiin.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini jauh dari kata sempurna
dan masih banyak kekurangan bagi dari segi bahasa maupun dari penulisannya .
untuk itu kami berharap adanya saran dan juga kritik yang membangun serta usulan
demi perbaikan makalah di masa yang akan datang. Semoga dengan adanya makalah
ini dapat bermanfaat bagi kami selaku penyusun makalah dan bagi yang
membacanya.

Pekanbaru, 3 Desember 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................2
C. Tujuan Masalah..............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Penelitian Kritik Hadist................................................................3


B. Tujuan Penelitian Kritik Hadist.....................................................................4
C. Sejarah Kritik Hadist Pada Nabi SAW..........................................................4
D. Sejarah Kritik Hadist Pada masa Khulafaur Rasyidin...................................5
E. Kode Etik Kritik Hadist.................................................................................6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kitab-kitab hadis yang beredar di tengah-tengah masyarakat dan dijadikan
pegangan oleh umat Islam dalam hubungannya dengan hadis sebagai sumber ajaran
Islam adalah kitab-kitab yang disusun oleh para penyusunnya setelah lama Nabi
wafat. Dalam jarak waktu antara kewafatan Nabi dan penulisan kitab-kitab hadis
tersebut telah terjadi berbagai hal yang dapat menjadikan riwayat hadis tersebut
menyalahi apa yang sebenarnya berasal dari Nabi. Baik dari aspek kemurniannya dan
keasliannya.
Dengan demikian, untuk mengetahui apakah riwayat berbagai hadis yang
terhimpun dalam kitab-kitab hadis tersebut dapat dijadikan sebagai hujjah ataukah
tidak, terlebih dahulu perlu dilakukan penelitian. Kegiatan penelitian hadis tidak
hanya ditujukan kepada apa yang menjadi materi berita dalam hadis itu saja, yang
biasa dikenal dengan masalah matan hadis, tetapi juga kepada berbagai hal yang
berhubungan dengan periwayatannya, dalam hal ini sanadnya, yakni rangkaian para
periwayat yang menyampaikan matan hadis kepada kita.
Penelitian kualitas hadis perlu dilakukan, bukan berarti meragukan hadis Nabi
Muhammad SAW, tetapi melihat keterbatasan perawi hadis sebagai manusia, yang
adakalanya melakukan kesalahan, baik karena lupa maupun karena didorong oleh
kepentingan tertentu. Keberadaan perawi hadis sangat menentukan kualitas hadis,
baik kualitas sanad maupun kualitas matan hadis. Selama riwayat-riwayat ini
membutuhkan penelitian dan kajian mendalam untuk mengetahui mana yang dapat
diterima dan mana yang ditolak, maka mutlak diperlukan adanya kaidah-kaidah dan
patokan sebagai acuan melakukan studi kritik Hadis. Di dalam makalah ini, penulis
akan mengkaji seputar kritik hadis, ditinjau dari sisi sejarah muncul, perkembangan,
urgensi, cakupan, tokoh-tokohnya dan indikasi mayor dan minor sanad dan matan
shahih.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kritik hadis dan pengertian menurut ulama?
2. Apa tujuan dari penelitian kritik hadis?
3. Bagaimana sejarah kritik hadis pada masa Rasulullah SAW?
4. Bagaimana Sejarah kritik hadis pada masa Khulafaur Rasyidin?
5. Bagaimana kode etik kritik hadis?

C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian kritik hadis dan pengertiannya menurut ulama
2. Menjelaskan tujuan dari kritik hadis
3. Menceritakan Sejarah kritik hadis pada masa Rasulullah SAW
4. Menceritakan Sejarah kritik hadis pada masa Khulafaur Rasyidin
5. Menjelaskan apa saja yang menjadi kode etik kritik hadis

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Penelitian Kritik Hadis


Kata kritik diambil dari kata ‫( نـقـد‬Naqd) atau dari kata ‫( تمييز‬tamyiz) yang
dapat diartikan sebagai kritik, memisahkan, dan meneliti yang baik dari yang buruk.
Sedangkan menurut istilah ahli hadis, kritik adalah sebuah usaha untuk menemukan
kekeliruan dan kesalahan yang ada pada hadis dalam rangka menemuka kebenaran.
Hal tersebut dimaksud agar hadis Rasulullah SAW dapat dikaji dan dinilai dengan
benar agar dapat dipastikan bahwa hadis tersebut benar-benar datang dari Rasulullah
SAW.1
Beberapa ulama mengemukakan pendapatnya terkait pengertian penelitian
kritik hadits, salah satunya adalah Manzur al-Afriqy al-Mishriy yang mengatakan
bahwa naqd al-hadits adalah usaha untuk memisahkan hadits-hadits yang shahih dari
yang dha'if dan menetapkan para perawinya yang tsigat dan yang jarh (cacat).
Sedangkan menurut Muhammad Thahir al-Jawabi, kritik hadis sebagai suatu
cabang ilmu hadis berupaya menyingkap adil dan tidaknya para perawi hadis,
menela'ah matan-matan hadis yang shahih sanadnya untuk menentukan keshahihan
dan kelemahan matan, dan menyelesaikan persoalan matan hadis yang telah
memperoleh nilai shahih dengan menggunakan kaidah-kaidah yang telah ditentukan.2
Pemakaian kata Naqd dalam pengertian kritik dapat diindikasikan bahwa
kritik harus dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, sebagai
pengimbang yang baik, ada timbal balik menerima dan memberi, terarah pada sasaran
yang dikritik.3
Tetapi dalam praktiknya, Naqd jarang digunakan dalam pengertian penelitian
di kalangan ulama hadis terdahulu. Yang populer pada saat penelitian hadis kritik

1
Dr. Zikri Darussamin, Ilmu Hadis, (Pekanbaru: Suska Press, 2010) hal, 115.
2
Ibid, hal, 116.
3
Abustani Ilyas, Studi Hadis: Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi, (Depok: Rajawali Pers,
2019) hal, 118.

3
hadis terdahulu adalah al-jarh wa al-ta’dil yang artinya kritik negarif dan kritik
positif terhadap hadis atau periwayatannya.4

B. Tujuan Penelitian Kritik Hadis


Tujuan penelitian (kritik) hadis adalah untuk menguji dan
menganalisis secara kritis apakah secara historis hadis dapat dibuktikan kebenarannya
berasal dari Nabi atau tidak. Dengan kata lain, tujuan utama penelitian (kritik) hadis
adalah untuk menilai apakah secara historis sesuatu yang dikatakan sebagai hadis
benar-benar dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya berasal dari Nabi ataukah
tidak. Hal ini, menurut M. Syuhudi Ismail, sangat penting mengingat kedudukan
kualitas hadis erat sekali kaitannya dengan dapat atau tidak dapatnya suatu hadis
dijadikan hujjah agama.
Dilihat dari segi tujuan, uji kebenaran difokuskan pada matan hadis. Hanya
saja, dalam operasional penelitian (kritik) hadis, sanad menjadi objek utama
penelitian. Fokus pada sanad ini, telah dilakukan ulama hadis ketika mereka meneliti
berita dengan berpegang pada kritik terhadap pembawa berita itu (al-ruwah).
Argumentasinya adalah jika para pembawa berita orang-orang yang dapat dipercaya,
berita dinyatakan sah dan sebaliknya, jika para pembawa berita bukan orang-orang
tepercaya, maka berita itu tidak dapat dijadikan hujjah agama.5

C. Sejarah kritik Hadis Pada Masa Nabi SAW


Penelitian kritik hadis telah dimulai pada masa hidup Nabi Muhammad SAW.
Walaupun belum terlalu menonjol dan signifikan. Kritik hadits pada masa ini
dilakukan dengan pendekatan yang sangat sederhana dan mudah, karena para sahabat
atau kaum muslimin dalam membuktikan sesuatu yang berkaitan dengan hadits, dapat
langsung pergi menemui Rasulullah SAW untuk membuktikan sesuatu yang
dilaporkan sebagai sabda Nabi secara langsung dapat dikonfirmasikannya kepada

4
Dr. Idri, Studi Hadis, (Jakarta: Prenada Media, 2010) hal, 275.
5
Ibid, hal, 276-277.

4
Rasulallah SAW. Apa yang dilakukan di masa itu, hanyalah terbatas untuk
memperoleh konfirmasi bahwa benar- benar sesuatu itu berasal dari Nabi.
Sebagai contoh kritik hadis yang ada pada masa Rasulullah SAW adalah
sebagaimana saat Anas bin Malik bercerita bahwa seorang laki-laki Ahlul Badiyah
yang datang menemui Rasulullah SAW lalu beliau bertanya “Wahai Muhammad,
kami telah didatangi oleh seorang utusanmu dan ia mengatakan bahwa Allah SWT
telah menjadikan (mengangkatmu) sebagai seorang rasul, benarkah?” lalu Rasulullah
menjawab “Benar!” lalu ia bertanya lagi "Utusanmu juga telah mengatakan bahwa
Allah SWT telah memerintahkan tentang kewajiban zakat ini?" Jawab Nabi SAW
"Benar!" la meneruskan pertanyaannya: "Utusanmu juga mewajibkan kami berpuasa
setiap tahunnya?". Rasulullah SAW menjawab lagi: "Benar!” dan seterusnya.6

D. Sejarah kritik Hadis Pada Masa Khulafaur Rasyidun


Setelah Rasulullah wafat, kritik hadis muncul dalam bentuk yang lebih rumit,
yaitu berupa pengecekan secara cermat pada sahabat penyampai (perawi) hadis
melalui penyumpahan dan mengajukan orang yang dapat memberi kesaksian terhadap
perawi tersebutPraktek ini dilakukan oleh tokoh sahabat seperti Abu Bakar, Umar bin
Khattab, Usman ibn Affan, dan Ali ibn Thalib apabila mendengar informasi, statemen
atau perbuatan Rasulullah yang simpang siur di tengah-tengah masyarakat. Orang
yang menyampaikan informasi itu diminta pertangggungjawabannya. Apabila si
perawi tersebut mau bersumpah dan dapat mengajukan saksi, maka informasinya
dapat diterima.7
Salah satu contoh kritik hadis yang ada pada masa Khulafaur Rasyidin yaitu
pada masa Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq yang menolak pesan Mughirah bin
Syu'bah bahwa Rasulullah. membagikan 1/6 bagian harta warisan kepada nenek ahli
waris. Khalifah baru setuju untuk mengimani dan menerimanya setelah kesaksian
Muhammad bin Maslamah al-Anshari datang. Informasi serupa juga diriwayatkan

6
Djalil Afif, Studi Kritik Sanad dan Matan Hadis, Jurnal Al-Qalam Nomor 66 Volume 8
tahun 1997, hal. 60.
7
Loc.cit, Dr. Zikri Darussamin, hal, 118.

5
oleh Imran bin Husain. Oleh karena itu, dalam melakukan penelitian, Abu Bakar
meminta para perawi hadis untuk menghadirkan saksi-saksi.8

E. Kode Etik Kritik Hadis


Periwayatan hadis tidak dapat dilakukan serampangan. Terdapat
beberapa aturan dalam melakukan penelitian dan kritik periwayat hadis Ulama hadis
telah menetapkan syarat-syarat bagi kritikus periwayat (al- jârih wa al-mu'addil).

Secara garis besar, syarat-syarat itu dapat diklasifikasi menjadi dua kelompok,
yaitu:
Pertama, syarat yang berkenaan dengan sikap pribadi: (a) bersifat adil, dalam
pengertian ilmu hadis ('adalah al-ruwah), dan sifat adil itu tetap terpelihara ketika
melakukan penilaian terhadap periwayat hadis; (b) tidak bersikap fanatik terhadap
aliran yang dianutnya; (c) tidak bersikap bermusuhan dengan periwayat yang berbeda
aliran atau madzhab dengannya; (d) jujur; (e) takwa; dan (f) wara'.
Kedua, syarat yang berkenaan dengan penguasaan pengetahuan, yakni
memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam, khususnya yang berkenaan derigan:
(a) ajaran Islam; (b) bahasa Arab; (c) hadis dan ilmu hadis; (d) pribadi periwayat
yang dikritiknya; (e) adat istiadat yang berlaku (al-'urf); dan sebab-sebab keutamaan
dan ketercelaan periwayat.
Di samping syarat subjektif, terdapat norma kritik yang harus dipegang oleh
kritikus periwayat. Norma-norma itu ditetapkan oleh para ulama dengan tujuan
memelihara objektivitas penilaian periwayat dan pemeliharaan akhlak mulia dalam
melakukan kritik.
Pertama, dalam melakukan kritik, kritikus periwayat tidak hanya
mengemukakan sifat-sifat negatif dan tercela (al-jarh) yang dimiliki periwayat hadis,
tetapi juga sifat-sifat positif dan utama (al-ta'dil) dimaksudkan agar terjadi
keseimbangan penilaian dan dapat dijadikan pertimbangan apakah riwayatnya dapat
diterima atau tidak,

8
Loc.cit, Abustani Ilyas, hal, 120.

6
Kedua, penjelasan tentang sifat-sifat positif dan utama (al-ta'dit) yang
dikemukakan oleh kritikus hadis tidak harus terperinci satu per satu, tapi dapat berupa
penjelasan global. Konsiderasi seorang kritikus dapat diterima dengan ungkapan yang
bersifat umum seperti ungkapan tsiqah (tepercaya) untuk mewakili karakter periwayat
yang ‘adil (terjaga kapasitas pribadinya) dan dhabith (terpelihara kualitas
intelektualnya). Kata tsiqah dapat mewakili karakter-karakter yang bersifat khusus,
yaitu: beragama Islam, takwa, meinelihara muru'ah, teguh dalam beragama, tidak
berbuat dosa kecil terus menerus, dosa besar, maksiat, tidak fasik, baik akhlaknya,
dapat dipercaya beritanya, biasanya benar, kuat hafalan, cermat, dan teliti.
Ketiga, dalam mengemukakan sifat-sifat negatif (al-jarh) tidak dilakukan
secara berlebihan. Ungkapan yang digunakan juga harus jelas aspek yang dikritik
apakah tentang kapasitas pribadi, kualitas intelektual, atau keduanya. Penjelasan
harus pula dikemukakan secara etis sehingga nama baik periwayat tidak dirusakkan
oleh hal-hal yang tidak ada hubungarinya dengan periwayatan hadis. Kritik negatif
tidak dimaksudkan untuk menjelek-jelekkan sesecrang, tetapi untuk menjaga hadis
dari periwayat yang tidak kompeten baik secara pribadi maupun intelektual yang
menyebabkan kebenaran hadis itu diragukan. Sebagian. ulama memperbolehkan
kritik negatif diungkapkan secara global, tetapi yang dimaksud secara global
(mujmal) di sini adalah pengungkapan dengan istilah-istilah tertentu, misalnya istilah
matrûk.9

9
Loc.cit, Dr, Idri, hal. 295-297.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Kritik hadis bagian yang tidak terpisahkan dari ilmu al-hadis.


Kehadirannya sangat penting untuk membuka cakrawala pengetahuan tentang
hadis yang lebih dalam, sehingga kita bisa mengamalkan kandungan hadis
tanpa dihantui keraguan akan ketidak shahihannya. Kritik hadis diarahkan
pada wilayah sanad dan wilayah matan. Kritik sanad meliputi penelitan
tentang kredibilitas dan intelektualitas para periwayat hadis dan cara-cara
yang mereka gunakan untuk meriwayatkan hadis. Kritik matan terkait erat
dengan penelusuran tentang teks dan makna teks, sehingga diketahui hadis
yang bisa diterima atau ditolak.

Pentingnya kritik hadis sanad dan matan adalah untuk menunjukkan


secara jelas, bahwa Hadits Rasulullah SAW perlu dijaga dari upaya-upaya
yang melemahkannya dan disaring dari tercampurnya dengan Hadits Al
Maudhu’i. Ini artinya, segala matan hadits yang beredar perlu diteliti siapa
pembawanya, bagaimana silsilah sanadnya, dan bagaimana isi kandungan
haditsnya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Zikri Darussamin. 2010. Ilmu Hadis. Pekanbaru. Suska Press.

Abustani Ilyas. 2019. Studi Hadis: Ontologi, Epistemologi, dan


Aksiologi. Depok. Rajawali Pers.

Dr. Idri. 2010. Studi Hadis. Jakarta. Prenada Media.

Djalil Afif. Studi Kritik Sanad dan Matan Hadis. Jurnal Al-Qalam
Nomor 66 Volume 8 tahun 1997. 55-62.

Anda mungkin juga menyukai