Anda di halaman 1dari 12

BIDANG STUDI DOSEN PENGAMPU

USHUL FIQH AHMAD FAUZI, S.H.I.,M.A

TUGAS MAKALAH

OBJEK KAJIAN USHUL FIQH DAN FIQH

Makalah Ini Bertujuan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ushul Fiqh

Disusun Oleh:

Arsi Wardani ( 12120521221 )

Karmila Wulan Dari ( 12120521196 )

M.Rafli Hidayat ( 12120515032 )

PRODI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

PEKANBARU

1444 H/2022 M
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam. Rahmat dan
keselamatan semoga senantiasa dilimpahkan Allah Kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga
dan para sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Dan tak lupa
kami bersyukur atas tersusunnya makalah ini.

Sebelumnya kami ucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Ahmad Fauzi, S.H.I.,
M.A. selaku dosen pengampu yang telah memberikan kami kesempatan untuk membahas
Makalah yang berjudul “Objek Kajian Ushul Fiqh Dan Fiqh”.

Tujuan kami menyusun makalah ini adalah tiada lain untuk memperkaya ilmu
pengetahuan kita semua dan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fiqh Kami berharap
agar makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca dan pihak-pihak yang
membutuhkan untuk dijadikan literatur. Apabila dalam penulisan makalah ini terdapat
banyak kesalahan dan kekurangan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Senin, 12 maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................... ............................................................. 2

DAFTAR ISI................................................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 4

a. Latar Belakang ................................................................................................................ 5


b. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 5
c. Tujuan Masalah .............................................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................. 6

a. Objek Kajian Ushul Fiqh ............................................................................................... 6


b. Objek Kajian Fiqh .......................................................................................................... 6

BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 9

a. Kesimpulan ...................................................................................................................... 9
b. Saran ................................................................................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 10


BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Kajian fiqh dari zaman ke zaman berubah dan berkembang termasuk dalam hal
muamalat, seperti jual beli yang banyak mengalami perkembangan baik dari segi cara,
bentuk, model, maupun barang yang diperjual belikan. Hal ini terjadi karena adanya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta kebutuhan manusia selalu
meningkat dari waktu ke waktu mengikuti situasi dan kondisi. Sehingga hukum muamalat
pun harus bisa fleksibel mengikuti situasi dan kondisi.Anggota tubuh sekecil lidah dan
tampak lemah itu ternyata mampu menyakiti hati serta memberinya bekas yang dalam.
Kadang orang tidak menyadari saat dia berbicara ternyata telah menyakiti hati orang lain baik
pria ataupun wanita pasti pernah melakukannya baik sengaja ataupun tidak sengaja. Karena
didalam diri manusia sudah tertanam akhlak baik dan buruk. Akhlak bermakna perilaku,
merupakan perilaku kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia, dan ia merupakan potensi
untuk cenderung kepada hal baik dan hal yang buruk.1Mungkin di dunia kita bisa
mengingkarinya namun di akhirat nanti mulut akan dikunci dan anggota badan lain yang
berbicara. Di antara bahaya lidah yang dapat membawa kita ke neraka adalah ghibah dan
namimah.Ketahuilah bahwa namimah itu sesungguhnya ditujukan pada umumnya kepada
orang yang menyampaikan kata orang lain kepada orang yang diperkatakannya. Pada
hakikatnya namimah adalah menyiarkan rahasia dan merusak tirai, dari apa yang tidak
disukai menyingkapkannya.2

Ghibah dan namimah termasuk perkara paling keji dan paling banyak menyebar di
kalangan umat manusia dan hanya sedikit orang yang selamat darinya. Komunikasi dan
media inilah yang tampaknya sampai saat ini masih banyak di bicarakan orang, karena media
sekarang sudah sedemikian maju dan canggih. Melalui media komunikasi yang ada di hampir
setiap rumah kita bisa melihat dunia luar. Peristiwa-peristiwa di luar kita setiap saat di
tayangkan melalui media televisi, telepon seluler, majalah, surat kabar, film, internet, atau
media komunikasi lainnya.3Tuntutan-tuntutan yang ada dalam komunikasi tidak lepas dari
adanya tujuan komunikasi, yaitu menyampaikan informasi dari satu pihak ke pihak lain,
memperoleh informasi dari subjek atau objek informasi yang membutuhkan bantuan
pemecahan dari masalah yang sedang dihadapi, serta mempengaruhi terjadinya perubahan
dalam pembentukan sikap, tingkah laku, dan kebiasaan individu.3

1
Nasharuddin, Akhlak, Cet ke I, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015), Hlm.203
2
Imam Ghazali, Ihya‟ Ulumiddin III (Singapore: Pustaka Nasional PTE LTD, 2003), Hlm.121
3
Pawit M Yusup, Ilmu Informasi, Komunukasi, dan Kepustakaan, Cet ke I, (Jakarta: Sinar Grafika
Offset, 2009), Hlm.29
B.Rumusan Masalah

a. Apa itu Objek Kajian Ushul Fiqh ?

b. Apa itu Objek Kajian Fiqh ?

C.Tujuan Masalah

a.Untuk Mengetahui Apa Itu Objek Kajian Ushul

b.Untuk Mengetahui Apa Itu Objek Kajian Fiqh


BAB II

PEMBAHASAN

A.Objek Kajian Ushul Fiqh


Adapun yang menjadi objek pembahasan ilmu ushul figh ialah tentang dalil yang
masih bersifat umum dilihat dari ketetapan hukum yang umum pula Dari objek pembahasan
ini akan dibahas tentang macam-macam dahil syarat dan rukunnya, tingkatannya serta
kehujahannya Maka ahli ushul akan membahas al-Qur'an, sunah, ima, qiyas serta kehu-
jahannya, dalil am dan yang membatasinya, amr dan hal-hal yang menunjukkan amir,
menjelaskan pula dalalah hukum dari segi qath'i Jan zhannya, siapa yang berhak menerima
taklif menjelaskan pula tentang hal-hal yang menjadi penghalang diberlakukannya hukum
seperti bodoh, keliru, dan lupa.

Pendek kata objek pembahasan ushul fiqh itu membahas semua perangkat yang
dibutuhkan oleh para faqih sehingga terhindar dari kesalahan dalam istinbat hukum. Yang
meliputi penjelasan tentang tertib sumber hukum, siapa yang menjadi sasaran khitab hukum.
siapa yang berhak untuk berijtihad dan siapa yang tidak berbak. menjelaskan tentang kaidah
kebahasaan serta penerapannya sehing ga seorang fagih dapat mengeluarkan hukum dari nas.
Menjelaskan tentang qiyas dan yang berhubungan dengannya, menjelaskan tentang
kemaslahatan, istihsan, menjelaskan tentang hukum syara', tujuannya dan macam macamnya,
menjelaskan rukhsah, azimah, masyaqqah, darurat, dan semua yang berhubungan dengannya.
Semua objek pem- bahasan ini akan menjadi undang-undang yang harus dipegang teguh oleh
faqih dalam istinbat hukum.4

Dari definisi ushul fiqh menurut Abdullah bin Umar al- Baidawi yang dikemukakan
di bagian awal pembahasan ini. dapat dipaparkan tiga masalah pokok yang akan dibahas
dalam ushul fiqh, yaitu tentang sumber dan dalil hukum, tentang metode istinbat, dan tentang
ijtihad. Kajian tentang hukum (al- hukm) oleh 'Abd Allah bin Umar al-Baidlawi diletakkan
pada bagian pendahuluan. Adapun Imam Abu Hamid al-Ghazali (450-505 H), ahli ushul fiqh
dari kalangan Syafi'iyah meletakkan pembahasan tentang hukum bukan pada pendahuluan,
me- lainkan pada bagian pertama dari masalah-masalah pokok yang akan dibahas dalam
ushul figh. Berpegang kepada pendapat al- Ghazali tersebut, maka objek bahasan ushul fiqh
menjadi em- pat bagian, yaitu: (1) pembahasan tentang hukum syara' dan yang berhubungan
dengannya, seperti hakim, mahkum fih. dan mahkum 'alaih; (2) pembahasan tentang sumber-
sumber dan dalil-dalil hukum; (3) pembahasan tentang cara mengistin- batkan hukum dari
sumber-sumber dan dalil-dalil itu; dan (4) pembahasan tentang ijtihad.5

Meskipun yang menjadi objek bahasan Ushul fiqh ada empat seperti dikemukakan
tersebut namun Wahbah az-Zuha dalam bukunya Al-Wasith fi Ushul al-Fiqh menjelaskan

4
Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta:kencana, 2011,hlm.7
5
Satria Effendi M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta:kencana,2005, cet ke-8), hlm.11
bahw yang menjadi inti dari objek kajian ushul fiqh adalah dua hal, yaitu dalil-dalil secara
global dan tentang al-ahkam (hukum-hukum syara).6

Menutut Dr. Abdurrahman Dahlan, jika diperinci lebih jauh, maka objek kajian ushul
fiqh terdiri atas beberapa pembahsanan, yaitu sebagai berikut.

1. Sumber dan dalil hukum Dalam konteks ini, objek kajian ushul fiqh tidak hanya
bicara tentang Al-Qur'an dan sunnah dari kedudukannya sebagai sumber hukum,
tetapi juga mencakup bentuk-bentuk lafalnya, tingkat kepastian dan ketidakpastian
tunjukan maknanya (qath'i ad-dalalah dan zanni ad-dalalah) dan lain- lain. Di samping
itu, berkaitan dengan dalil-dalil hukum, ushul figh membahas pula dalil-dalil yang
disepakati para ulama, seperti ijma' dan qiyas, dan dalil-dalil yang tidak terdapat
kesepakatan di antara mereka, seperti istihsan, mashlahah mursalah, 'istishab, 'urf, dan
syar'u man qablana. Bahkan dalam pembahasan sumber dan dalil syara' ini, berkaitan
pula dengan persoalan pertentangan antara dalil (ta'arudh al-adillah).

2. Kaidah-kaidah dan cara menerapkan kaidah-kaidah tersebut pada sumber dan dalil
hukum.

3. Mujtahid dan ijtihad. Untuk menerapkan kaidah-kaidah pada dalil hukum secara
benar, harus dilakukan oleh orang yang ahli. Orang yang ahli itu disebut mujtahid.
Karena itu, ushul fiqh membahas kriteria.dan persyaratan mujtahid dan tingkatan
ijtihad yang dihasilkannya.Lebih dari itu, dibahas pula tentang orang-orang yang tidak
berwenang melakukan ijtihad dan peran yang dapat dimainkannya dalam lingkaran
hukum, sehingga ada pula pembahasan tentang orang awam dan taqlid.

4. Hukum-hukum syara'. Hasil akhir dari pembahasan ushul fiqh adalah hukum-hukum
syara' yang dihasilkannya. Akan tetapi, berkaitan dengan hukum ini, ada pula
pembahasan tentang hakim (yang berhak menetapkan hukum), mahkum fih (macam-
macam hukum taklifi) dan mahkum 'alaih (mukallaf dan persyaratannya).7

Dalam ushul fiqh juga dibahas mengenai lafal dam, khas, mutlak, muqayyad, qathi, zanni,
amar, nahi, dan sebagainya. Ushul fiqh membahas pula jalan keluar dari dalil-dalil yang
secara zahir kelihatan bertentangan, baik melalui cara al-jamu wa al-taufiq (pengkompromian
dalil), tarjih (menguatkan salah satu dari dalil-dalil yang bertentangan), nasakh atau tasaqut
al-dalalain (pengguguran kedua dalil yang bertentangan).Ushul fiqh mengkaji hukum-hukum
syara' yang meliputi tuntutan berbuat, meninggalkan dan pilihan berbuat atau meninggalkan
serta hal- hal yang terkait dengan syarat, sabab, mani', sah, batal, rukhsah, azimah, hakim,
mahkum fih, mahkum alaih. Bahkan, secara khusus persoalan ijtihad, syarat dan kriteria
orang yang dapat melakukan ijtihad pun menjadi lapangan kajian ushul fiqh.8

6
Ibid hlm.11-12
7
Mardani, Ushul Fiqh, (Jakarta:Rajawali Pers,2013), hlm.8-9
8
Firdaus, Ushul Fiqh, (Depok:Rajawali Pers,2017), hlm.7-8
B.Objek Kajian Fiqh

a. Objek ilmu fiqih

1. Obyek Material

Syafi’i Karim mengemukakan, dengan mengetahui ilmu fiqih seorang


mukallaf akan dapat mengetahui mana yang diperintahkan untuk dikerjakan dan mana
pula yang dilarang untuk mengerjakannya.Dan mana yang haram mana yang halal,
mana yang sah mana yang batal,dan mana pula yang fasid.

Adapun hasil pembahasan tersebut atau mahmul-nya adalah salah satu dari
hukum lima, seperti “perbuatan ini wajib”. Kelima hukum tersebut yang dimaksud
adalah hukum taklifi berikut; Ijab (wajib), nadb(sunah), tahrim (haram), karahah
(makruh), dan ibahah (mubah).

Pernyataan yang diungkapkan oleh Syafi’i Karim tersebut mengisyaratkan


bahwa obyek dari pembahasan ilmu fiqih adalah semua ajaran-ajaran yang terdapat
dalam agama Islam. Hal ini sebagaimana pernyataan Fuad Ihsan, bahwa obyek
material adalah obyek yang dijadikan sasaran penyelidikan oleh suatu ilmu atau
obyek yang dipelajari oleh suatu ilmu.

Untuk lebih jelasnya dalam mengetahui obyek material ilmu fiqih adalah
dengan memahami hakekat ilmu fiqih sebagaimana telah dikemukakan oleh tokoh
ilmu fiqih di atas, bawa ilmu fiqih adalah ilmu yang menerangkan tentang aturan-
aturan agama yang berhubungan dengan segala perbuatan mukallaf. Maka, dari sini
dapat dipahami bahwa obyek material atau dari ilmu fiqih adalah ajaran-ajaran Islam
itu sendiri, yakni penjelasan-penjelasan syara’ itulah yang menjadi sasaran
pembahasan dari ilmu fiqih.

Dengan demikian, yang menjadi sasaran atau obyek dari ilmu fiqih adalah
semua ajaran-ajaran Islam yang juga dibahas atau menjadi obyek bahasan selain ilmu
fiqih. Karena obyek formal adalah obyek kajian dari disiplin ilmu tertentu yang belum
bisa dijadikan sebagai pembeda antara satu bidang atau disiplin ilmu dengan ilmu
yang lain. Misalnya seperti obyek material berupa “ajaran agama”.

Ajaran agama di samping menjadi obyek material dari ilmu fiqih ajaran agama
juga menjadi obyek kajian dari ilmu yang lain, misalnya ilmu tasawwuf dan ilmu
kalam. Adapun yang dapat membedakan antara satu disiplin ilmu dengan yang lain
adalah obyek formal dari masing-masing disiplin ilmu tersebut, karena obyek formal
dari tiap-tiap ilmu pasti tidak akan sama.
2. Obyek Formal
Objek formal adalah sudut pandang dari mana subyek menelaah obyek
materialnya. Setiap ilmu pasti memiliki obyek formal supaya dapat dibedakan antara
satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu yang lain.Setelah diketahui obyek material dari
ilmu fiqih adalah ajaran Islam, maka ajaran Islam dari aspek apanya yang dikupas
atau dibahas oleh ilmu fiqih itulah yang menjadi obyek formalnya.
Dengan melihat penjelasan mengenai pengertian ilmu fiqih yang dikemukakan
oleh imam Syafi’i tersebut dapat dipahami bahwa ilmu fiqih merupakan ilmu yang
membahas tentang ajaran-ajaran agama yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf.
Dengan demikian obyek formal ilmu fiqih yang merupakan aspek dari obyek
formal yang dikaji oleh subyek adalah ajaran-ajaran Islam yang berhubungan dengan
perbuatan mukallaf. Jadi, ajaran Islam yang tidak berkaitan dengan perbuatan
mukallaf tidak menjadi bahasan dari ilmu fiqih.Ajaran agama yang ada hubungannya
dengan perbuatan mukallaf inilah yang membedakan antara ilmu fiqih dengan ilmu
lainnya.
Melalui pembahasan mengenai fiqih dalam sudut pandang filsafat ilmu ini
tampak jelas bahwa fiqih adalah satu disiplin ilmu yang memiliki kebenaran
sebagaimana ilmu pengetahuan yang lain. Hal ini juga memberikan pembuktian
bahwa fiqih bukan hanya produk pemikiran semata, namun fiqih merupakan tatanan
kehidupan sekaligus ilmu pengetahuan yang dapat dibuktikan kebenarannya.9

Objek kajian fiqh yang dapat diketahui melalui definisi di atas adalah semua
perbuatan mukalaf yang berkaitan dengan hukum syara'. Dengan kata lain, seorang faqih
dalam studinya akan membahas tentang seluk beluk hukum shalat, puasa, haji, zakat, jual
beli, sewa menyewa, pernikahan, waris, wakaf, jinayat dan hukum-hukum lain yang ada
hubungannya dengan tindakan mukalaf.10

Tugas ushul fiqh untuk menemukan sifat-sifat esensial dari dalil-dalil syara' dan sifat-
sifat esensial itu dirumuskan dalam bentuk dalil-dalil atau kaidah-kaidah secara global. Dalil-
dalil yang secara global telah dirumuskan oleh para ahli figh ini pada gilirannya akan
diterapkan oleh seorang mujtahid kepada dalil-dalil juz'i (terperinci) yang terdapat dalam Al-
Qur'an dan Sunnah Rasulullah. Dari aktivitas mujtahid dalam ijtihadnya itu akan
membuahkan hukum fikih yang langsung dikaitkan dengan perbuatan mukalaf. Jadi, yang
menjadi bahasan fikih adalah satu per satu dalil dalam Al-Qur'an dan Sunnah dalam
kaitannya dengan perbuatan mukalaf, dengan menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqh.

Adanya pembedaan fungsi tersebut, hanya dapat dilihat dari sisi pandang disiplin
ilmu. Dari segi praktiknya, perbedaan tersebut tidak begitu kelihatan, sebab apa yang disebut
sebagai ijtihad dalam pembentukan hukum fikih tidak lain dari pene- rapan dari kaidah-

9
Arif Shaifudin, Fiqih Dalam Perspektif Filsafat Ilmu, vol:1(2), Jurnal Hukum Dan Pranata
Sosial Islam, 2019
10
Firdaus, Ushul Fiqh, (Depok:Rajawali Pers,2017), hlm.8
kaidah ushul fiqh itu sendiri. Oleh sebab itu. dalam buku ini, ketika telah dilengkapi kaidah-
kaidah ushul figh dengan contoh-contoh penerapannya, tidak akan kelihatan lagi perbedaan
tersebut.11

11
Satria Effendi M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta:kencana,2005, cet ke-8), hlm.13
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Kajian fiqh dari zaman ke zaman berubah dan berkembang termasuk dalam hal
muamalat, seperti jual beli yang banyak mengalami perkembangan baik dari segi cara,
bentuk, model, maupun barang yang diperjual belikan. Hal ini terjadi karena adanya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta kebutuhan manusia selalu
meningkat dari waktu ke waktu mengikuti situasi dan kondisi. Sehingga hukum muamalat
pun harus bisa fleksibel mengikuti situasi dan kondisi.Anggota tubuh sekecil lidah dan
tampak lemah itu ternyata mampu menyakiti hati serta memberinya bekas yang dalam.
Kadang orang tidak menyadari saat dia berbicara ternyata telah menyakiti hati orang lain baik
pria ataupun wanita pasti pernah melakukannya baik sengaja ataupun tidak sengaja. Karena
didalam diri manusia sudah tertanam akhlak baik dan buruk. Akhlak bermakna perilaku,
merupakan perilaku kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia, dan ia merupakan potensi
untuk cenderung kepada hal baik dan hal yang buruk.Mungkin di dunia kita bisa
mengingkarinya namun di akhirat nanti mulut akan dikunci dan anggota badan lain yang
berbicara. Di antara bahaya lidah yang dapat membawa kita ke neraka adalah ghibah dan
namimah.Ketahuilah bahwa namimah itu sesungguhnya ditujukan pada umumnya kepada
orang yang menyampaikan kata orang lain kepada orang yang diperkatakannya. Pada
hakikatnya namimah adalah menyiarkan rahasia dan merusak tirai, dari apa yang tidak
disukai menyingkapkannya.

B.Saran

Dalam membuat maupun membaca suatu teks ulasan, sebaiknya dibuat secara teratur
dan mudah dimengerti. Jika kita ingin mengulas sebuah buku,haruslah dengan cara yang baik
dan benar. Walaupun kita memasukkan beberapa kekurangan yang ada dalam buku tersebut,
kita boleh totalitas namun tidak boleh sampai menggunakan bahasa yang kasar. Karena
apapun itu,kita sebagai manusia biasa pasti memiliki kekurangan begitu juga dengan si
penulis .Dengan demikian, maka kita semuaakan bertambah baik kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Satria Effendi M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta:kencana,2005, cet ke-8)

Firdaus, Ushul Fiqh, (Depok:Rajawali Pers,2017)

Mardani, Ushul Fiqh, (Jakarta:Rajawali Pers,2013)

Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta:kencana, 2011)

Anda mungkin juga menyukai