Disusun Oleh:
FAKULTAS SYARIAH
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat, hidayah, dan izin-Nya proses penyusunan makalah yang berjudul Hukum
Syariat, Al-Hukmu, Al-Hakim, Al-Mahkum Fih, Al-Mahkum Alaih dapat berjalan
lancar dan terlaksana dengan baik.
Hal ini tentu tidak lepas dari hasil usaha kelompok 1 dalam proses
penyusunan makalah ini, kami juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr.
Bambang Iswanto, M.H. selaku dosen pengampu mata kuliah Pengantar Ushul Fiqh,
yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................1
C. Tujuan Perumusan Masalah...............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................3
A. Pengertian Hukum Syariat..................................................................................3
B. Al-Hukmu (Hukum)...........................................................................................4
C. Al-Hakim (Pembuat Hukum).............................................................................8
D. Mahkum Fih (Objek Hukum).............................................................................9
E. Mahkum Alaih (Subjek Hukum)......................................................................11
BAB III PENUTUP...................................................................................................13
A. Kesimpulan.......................................................................................................13
B. Saran.................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1
Nurhayati and Ali Imran Sinaga, Fiqh & Ushul Fiqh, ed. Habibie (Prena Media Group, 2018).
2
Muhyar Fanani, “Ilmu Ushul Fiqh (Kajian Ontologi Dan Aksiologi),” n.d.
3
Muhammad Aziz, Ushul Fikih Madrasah Aliyah Peminatan Keagamaan Kelas 12, ed. A. Khoirul
Anam (Jakarta: Kementrian Agama Ri, 2020).
1
4. Apa faktor yang mendasari suatu perbuatan orang mukallaf dapat
dikategorikan sebagai objek hukum?
5. Mengapa manusia khususnya orang yang disebut mukallaf dikatakan
sebagai subjek hukum?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
kalam nafsi Allah SWT. Dalam hal ini ayat-ayat Al-Qur'an merujuk pada
dalil-dalil hukum yang merupakan petunjuk dari kalam nafsi, maka dari itu
manusia hanya mampu menjangkau kalam lafzi dalam bentuk yang tertera
sebagai ayat-ayat Al-Qur'an. Sehingga populer di kalangan ulama ushul fiqh
bahwa hukum syariat merupakan teks dari ayat hukum itu sendiri yang
bertujuan untuk mengatur amal perbuatan manusia.
4
yang dilalui manusia menuju Allah SWT. Maka apabila kedua kata tersebut
digabungkan menjadi hukum syara timbul sebuah arti "seperangkat peraturan
berdasarkan ketentuan Allah tentang tingkah laku manusia yang diakui dan
diyakini berlaku serta mengikat untuk semua umat yang beragama Islam".8
Secara garis besar para ulama ushul fiqh membagi hukum menjadi dua
macam, yakni hukum taklifi dan hukum wadh'i.
1. Hukum taklifi
merupakan hukum yang mengandung perintah, larangan,
ataupun memberikan pilihan kepada seorang mukallaf.9 Hukum
taklifi sendiri terbagi menjadi 5 yaitu:
a. Ijab (mewajibkan)
Yaitu perbuatan yang harus dikerjakan dan tidak
boleh ditinggalakan.
b. Nadb (anjuran untuk dikerjakan)
yaitu perintah yang tidak wajib untuk
dikerjakan, namun sangat diajunrkan.
c. Tahrim (mengharamkan)
Yaitu hukum yang mengandung tuntutan berupa
larangan yang harus ditinggalkan.
d. Karohah (makruh)
Yaitu perintah yang mengandung larangan
namun tidak harus dijauhi/ditinggalkan.10
e. Ibahah (membolehkan)
8
Aziz, Ushul Fikih Madrasah Aliyah Peminatan Keagamaan Kelas 12.
9
Zein, M.A., Ushul Fiqh.
10
Dr. H. Ahmad Sanusi, M.A. and M.M. Dr. Sohari, M.H., Ushul Fiqh (Jakarta: Rajawali Pers, 2017).
5
Yakni aturan yang memberikan kebolehan
dalam memilih perbuatan untuk dikerjakan atau
ditinggalakan.11
2. Hukum Wadh’i
Hukum yang menetapkan sesuatu sebagai sebab, syarat,
mani', azimah, rukhsah, sah dan batal bagi segala sesuatu,
adapun pembagiannya hukum wadh'i dibagi menjadi lima
yaitu:
a. Sebab
Ulama ushul fiqh menjelaskan bahwa sebab
adalah sifat zahir, tetap serta menentukan hukum
karena syariat mengaitkan antara sebab dengan sifat.
Tanda-tanda sebab adalah adanya sebab mengharuskan
keberadaan hukum, dan tidaknya sebab mengharuskan
ketiadaan hukum. Contohnya, dijadikannya matahari
tergelincir sebagai sebab tanda dimulainya shalat
Zuhur.
b. Syarat
Syarat merupakan sesuatu yang mesti dipenuhi
terlebih dahulu sebelum melakukan suatu perbuatan.
Contohnya, disyaratkan untuk bersuci dari hadats besar
dan kecil sebelum melakukan shalat.
c. Mani’
Mani' atau penghalang merupakan sifat zahir
yang menjadi penghalang ketetapan suatu hukum, atau
segala sesuatu yang membuat tidak adanya suatu
11
Dr. H. Aklhmad Haries, S.Ag., M.S.I. and Maisyarah Rahmi, HS, Lc., M.A., Ph.D, Ushul Fikih:
Kajian Komprehensif Teori, Sumber, Hukum, Dan Metode, Istinbath Hukum (Bening Media
Publishing, n.d.).
6
hukum, atau batalnya sebab. Mani’ terbagi menjadi dua
macam yaitu
1) Mani’ terhadap hukum, yaitu sesuatu
yang menjadi penghalang suatu hukum,
seperti haid bagi wanita yang menjadi
penghalangnya dalam melaksanakan
shalat.
2) Mani’ terhadap sebab, yaitu sesuatu
yang menjadi penghalang berfungsinya
sebab, contohnya adalah hutang yang
menjadi penghalang bagi wajibnya zakat
harta yang dimiliki.
d. Azimah dan rukhshah
Azimah adalah hukum yang berkaitan dengan
perbuatan mukallaf tanpa adanya uzur. Contohnya
kewajiban sholat lima waktu sejak semula dan berlaku
untuk setiap mukallaf dalam berbagai keadaan,
kewajiban meninggalkan (haram) makan bangkai dan
darah sebagai yang disyari’atkan sejak semula dan
berlaku untuk setiap mukallaf dalam berbagai keadaan.
Rukhshah adalah hukum yang berkaitan dengan
suatu perbuatan karena adanya uzur sebagai
pengecualian dari azimah, contoh shalat bagi seorang
musafir, memakan daging binatang buas dalam keadaan
terpaksa.
e. Sah dan batal
Sah dan batal adalah sesuatu yang dituntut oleh
Allah dari para mukallaf berupa perbuatan dan apa
7
yang ditetapkan-Nya untuk mereka berupa syarat dan
sebab, apabila mukallaf melaksanakannya terkadang
menghukuminya sah dan terkadang menghukuminya
tidak sah, sebab dan syarat tersebut.
Jika yang dilakukan itu perbuatan wajib;
contohnya sholat, puasa dan haji, serta disempurnakan
syarat dan rukunnya, maka efek yang diperoleh adalah
terbebas kewajibannya, tidak mendapat hukuman di
dunia dan berhak mendapat pahala akhirat.
Jika yang dilakukan itu sebab syar’i contohnya
perkawinan dan memenuhi syarat dan rukunnya, maka
efek yang diperoleh adalah halal bergaul suami istri.
Jika yang dilakukan itu adalah syarat wudhu
bagi orang yang sholat serta disempurnakan syarat dan
rukunnya wudhu, maka efek yang diperoleh adalah
terwujudnya sholat yang sah.12
Kata "hakim" secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang memiliki
arti; orang yang menetapkan atau memutuskan hukum, yang menetapkan
segala sesuatu, dan yang mengetahui hakikat segala sesuatu. Sedangkan
menurut terminologi ushul fiqh memiliki makna yang cakupannya lebih luas,
kata hakim merujuk pada pihak yang menetapkan ataupun yang menciptakan
suatu hukum syariat secara hakiki, dalam hal ini seluruh ulama sepakat bahwa
Allah-lah yang menciptakan serta menetapkan hukum syariat bagi seluruh
hamba-Nya.13 Hal tersebut sudah mahsyur di kalangan para alim ulama yang
12
Masyitoh, FIKIH MA PEMINATAN IPA, IPS, BAHASA & MA KEJURUAN KELAS XII.
13
Aziz, Ushul Fikih Madrasah Aliyah Peminatan Keagamaan Kelas 12.
8
sepakat bahwa pembuat hukum adalah Allah SWT., sebagaimana firman
Allah dalam QS. Al-An'am : 57 yang berbunyi:
قُلْ ِإنِّى ع َٰلى بَيِّنَ ٍة ِّم ْن َّربِّى َو َك َّذ ْبتُ ْم بِ ِهۦ ۚ َما ِع ْن ِدى َما تَ ْستَ ْع ِجلُونَ بِ ِٓۦه ۚ ِإ ِن ْال ُح ْك ُم ِإاَّل
َصلِين ِ ق ۖ َوهُ َو َخ ْي ُر ْال ٰف َّ هَّلِل ِ ۖ يَقُصُّ ْال َح
Oleh karena itu para ulama ushul fiqh berpendapat bahwa yang disebut
Al-Hakim (pembuat hukum) adalah Allah SWT., sementara yang
menyampaikan hukum-hukum tersebut kepada umat manusia adalah para
Rasul-Nya.16
9
berkaitan dengan hukum taklifi, atau perbuatan yang berkaitan dengan hukum
wadh'i. Contohnya dalam potongan firman Allah pada QS. Al-Baqarah: 43
yaitu:
88, https://doi.org/10.47887/amd.v2i1.13.
18
QS. Al-Baqarah: 43
10
agar orang lain berhenti mencuri. Yang ditaklifkan disini mestinya
hanya memberikan nasehat kebaikan dan melarang yang buruk.19
19
Hj Rusdaya Basri and M Ag, Ushul Fikih 1 (Parepare: IAIN Parepare Nusantara Press, n.d.).
11
a. Ahliyah Al-Wujud, yakni kecakapan dalam menerima
hak dan kewajiban, ahliyah ini terbagi lagi menjadi dua
yaitu; Ahliyah Al-Wujub Naqishah, yaitu seseorang
yang cakap dalam menerima hak saja, tetapi belum bisa
menerima kewajiban yang ditaklifkan kepadanya,
misalnya janin yang masih dalam kandungan, ia
memiliki hak waris namun belum menerima kewajiban,
kemudian Ahliyah Al-Wujub Kamilah yaitu
kemampuan seseorang dalam menerima hak dan
kewajibannya, ini berlaku pada setiap orang mukallaf.
b. Ahliyah Al-Ada' yaitu kecakapan seseorang dalam
bertindak. Artinya tindakan orang tersebut baik berupa
perbuatan ataupun ucapan secara syariat telah dianggap
sah. Mengenai konsep ini manusia terbagi menjadi tiga
klasifikasi diantaranya:
1) Orang yang tidak memiliki kemampuan dalam
bertindak sama sekali seperti anak kecil atau
orang gila.
2) Orang yang kemampuan dalam bertindak
namun belum sempurna seperti anak kecil yang
3) masih mumayiz dan orang idiot.
4) Orang yang mampu dan cakap dalam bertindak
secara sempurna, dalam hal ini dikategorikan
sebagai orang yang baligh dan berakal.20
20
Cut Ali, “HUKUM, HAKIM, MAHKUM FIH DAN MAHKUM ALAIH (Studi Pemahaman Dasar
Ilmu Hukum Islam).”
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Muhammad. Ushul Fikih Madrasah Aliyah Peminatan Keagamaan Kelas 12.
Edited by A. Khoirul Anam. Jakarta: Kementrian Agama Ri, 2020.
Basri, Hj Rusdaya, and M Ag. Ushul Fikih 1. Parepare: IAIN Parepare Nusantara
Press, n.d.
Cut Ali, Isnu. “HUKUM, HAKIM, MAHKUM FIH DAN MAHKUM ALAIH (Studi
Pemahaman Dasar Ilmu Hukum Islam).” Al-Madaris Jurnal Pendidikan Dan
Studi Keislaman 2, no. 1 (2021): 75–88. https://doi.org/10.47887/amd.v2i1.13.
Fanani, Muhyar. “Ilmu Ushul Fiqh (Kajian Ontologi Dan Aksiologi),” n.d.
Haries, S.Ag., M.S.I., Dr. H. Aklhmad, and Maisyarah Rahmi, HS, Lc., M.A., Ph.D.
Ushul Fikih: Kajian Komprehensif Teori, Sumber, Hukum, Dan Metode,
Istinbath Hukum. Bening Media Publishing, n.d.
Masyitoh, Dewi. FIKIH MA PEMINATAN IPA, IPS, BAHASA & MA KEJURUAN
KELAS XII. Edited by Ahmad Nurcholis. Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah,
2020.
Nurhayati, and Ali Imran Sinaga. Fiqh & Ushul Fiqh. Edited by Habibie. Prena
Media Group, 2018.
Sanusi, M.A., Dr. H. Ahmad, and M.M. Dr. Sohari, M.H. Ushul Fiqh. Jakarta:
Rajawali Pers, 2017.
Zein, M.A., Prof. Dr. H. Satria Effendi Muhammad. Ushul Fiqh. Edited by Drs. H.
Aminuddin Ya’qub, M.Ag., H.M. Nurul Irvan, M.Ag., and Azharuddin Latif,
M.Ag. Jakarta: Kencana, 2017.
14