Disusun Oleh :
Kelompok 7
Tita Akromu Islamiyah (1908204028)
Vivi Luthfiyyah (1908204030)
KATA PENGANTAR.........................................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1.................................................................................................................................. Lata
r Belakang................................................................................................................4
1.2.................................................................................................................................. Ru
musan Masalah........................................................................................................4
1.3.................................................................................................................................. Tuju
an Penulisan.............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................5
2.1. Pengertian Syariat islam..........................................................................................5
2.2. Cakupan Syariat Islam.............................................................................................6
2.3. Syariat Islam Merupakan Kewajiban.......................................................................7
2.4. Hukum Asal Perbuatan dan Benda..........................................................................9
2.5. Dalil Syara’..............................................................................................................12
BAB III PENUTUP.............................................................................................................16
3.1. KESIMPULAN........................................................................................................16
3.2. SARAN....................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
Syariat Islam yakni berisi hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi
kehidupan umat manusia, baik muslim maupun non- muslim. Selain berisi hukum dan
aturan, Syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Syariat
Islam merupakan panduan integral/ menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan
hidup manusia dan kehidupan dunia ini. Sebagaimana tersebut dalam Al Quran Surat Al
Ahzab ayat 36, bahwa sekiranya Allah dan Rasul- Nya sudah memutuskan suatu perkara,
maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu secara
implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan Rasul- Nya
belum menetapkan ketentuannya maka umat Islam dapat menentukan sendiri
ketetapannya itu.
KELOMPOK NEGARA
1. Mu’amalah
2. Dakwah
3. Uqubat
1. Mu’amalah
2. Dakwah
Ilustrasi Subyek Pelaku Syariat
“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau
(Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga)
kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang
engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (Qs. An Nisa :65)
Dalam hadis disebutkan dengan jelas bahwa setiap muslim wajib menjalankan
syariat islam sebagai konsekuensi keimanan, tidak hanya kehidupan pribadi tetapi
masyarakat dan negara. Bahkan Allah SWT bersumpah dengan dirinya sendiri untuk
menunjukan ketegasan dan keseriusan urusan menjadikan hukumNya sebagai panduan
dalam kehidupan manusia sebagaimana telah disebutkan dalam hadis berikut ini :
“Allah bersumpah dengan diriNya yang mulia dan suci, bahwa tidak beriman siapapun
hingga dia berhukum kepada Rasulullah SAW dalam segala perkara, maka apa yang
diputuskannya adalah haq yang wajib ditaati lahir batin (Tafsir Ibnu Katsir, 2/349)”
2. Karena menjadi mu’alajat li masyakil al-insan (solusi persoalan manusia)
Islam merupakan rahmat bagi seluruh alam. Kehadiran islam tidak untuk kaum
muslim saja, mengatur urusan peribadatan saja, bahkan untuk perkara sosial
kemasyarakatan dan juga urusan bernegara. Dengan demikian dapat diartikan bahwa
kehadiran islam bukanlah untuk mengikat, membebani, dan memberikan paksaan,
tetapi justru hadir dengan membawa solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh
setiap manusia dan aturan bagi segenap alam semesta. Allah SWT berfirman dalam
Al-Qur’an surat An Nahl ayat 89 sebagai berikut :
َ كَ ْال ِك ٰتHHا َعلَ ْيHHَك َش ِه ْيدًا ع َٰلى ٰهٓؤُاَل ۤ ۗ ِء َونَ َّز ْلن
ب َ ِث فِ ْي ُك ِّل اُ َّم ٍة َش ِه ْيدًا َعلَ ْي ِه ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ِه ْم َو ِج ْئنَا ب
ُ َويَوْ َم نَ ْب َع
ࣖ َ لِ ْل ُم ْسلِ ِم ْينHتِ ْبيَانًا لِّ ُك ِّل َش ْي ٍء َّوهُدًى َّو َرحْ َمةً َّوبُ ْش ٰرى
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami bangkitkan pada setiap umat seorang
saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan engkau (Muhammad)
menjadi saksi atas mereka. Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu untuk
menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira
bagi orang yang berserah diri (Muslim). (QS. An Nahl : 89)”
Selain itu, didalam hadis juga disebutkan bahwa kehadiran islam dan
syariatnya diperuntukkan menjadi solusi dalam setiap permasalahan kaum muslimin
sebagai tampak dalam hadis berikut ini :
“Tidaklah terjadi pada seorang penganut agama Allah suatu persoalan, kecuali di
dalam kitabullah terdapat dalil yang menunjukkan jalan-jalan hidayah dalam
persoalan itu” (Imam Syafi’i, Ahkamul Qur’an, hlm.21)”
3. Karena membawa rahmat (mashlahat) baik bagi muslim maupun non muslim
Islam hadir untuk menyelesaikan permasalahan bagi seluruh alam, termasuk non
muslim. Hal ini tampak jelas pada Qs. Al Anbiya ayat 107 :
Pada dasarnya sejatinya tidak ada opsi lain bagi seorang muslim untuk
mengingkari atau meninggalkan perintah dari Allah SWT selaku Tuhan Seru Alam.
Perlu ditegaskan konsekuensi dari tidak dijalankannya syariat islam ini yaitu
diantaranya adalah :
1. Keimanan kepada Allah SWT terancam hilang atau cacat
Allah SWT dengan tegas dalam Al-Qur’an menyampaikan bahwa tidak ada
pilihan untuk menggunakan aturan selain syariat islam dalam kehidupan seorang
muslim. Terdapat beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang menyatakan perihal ini
diantaranya adalah
ٰۤ ُ هّٰللا
َك هُ ُم ْال ٰكفِرُوْ ن
َ Hِول ِٕٕى َو َم ْن لَّ ْم يَحْ ُك ْم بِ َمٓا اَ ْنزَ َل ُ فَا
“Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itulah orang-orang kafir.” (QS. Al Maidah : 44)
ٰ كَ هُمHولٕىۤ هّٰللا
َالظّلِ ُموْ ن ُ ِِٕ ٰ ُ َو َم ْن لَّ ْم يَحْ ُك ْم بِ َمٓا اَ ْن َز َل ُ فَا
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah,
maka mereka itulah orang-orang zalim.” (QS. Al Maidah : 45)
ٰۤ ُ هّٰللا
َكَ هُ ُم ْال ٰف ِسقُوْ نHِول ِٕٕى َو َم ْن لَّ ْم يَحْ ُك ْم بِ َمٓا اَ ْنزَ َل ُ فَا
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah,
maka mereka itulah orang-orang fasik.” (QS. Al Maidah : 47)
“Jika persoalan diserahkan kepada bukan ahlinya (orang bodoh & tidak
berilmu), maka tunggulah kehancuran / kiamat.” (HR. Bukhari)
Terdapat perbedaan antara hukum asal untuk perbuatan manusia dengan hukum
asal benda. Keduanya berbeda ditinjau dari aspek pembahasan, dalam perbuatan ada
suatu bentuk tindakan, niatan, tata cara atau urutan, esensi atau tujuan dilakukannya
suatu perbuatan dan aspek lain terkait prakondisi, selama pelaksanaan dan setelah
kegiatan. Adapun cakupan obyek untuk benda lebih berfokus pada aspek materi.
Pemahaman keduanya (kesamaan dan perbedaan) berdampak penting dalam
mengidentifikasi cakupan hukum dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Pada benda,
fokus materi dan kebendaan lebih medominasi dan mudah untuk diamati. Penelusuran
hukum syara’ atas benda dapat dilakukan melalui mekanisme penginderaan dan
penelusuran aspek fisik dan materi. Lain halnya dengan perbuatan, didalamnya
terdapat unsur niat, tujuan, tata cara, prasyarat dan aspek lain termasuk keterlibatan
benda dalam perbuatan tersebut. Untuk penelusuran dan identifikasi jenis dan kategori
perbuatan tentunya mengharuskan bentuk metode tertentu yang tidak dapat
mengandalkan pengamatan fisik.
Menurut khalil (2003) hukum asal perbuatan manusia adalah terikat dengan
hukum syara’. Hal ini didasarkan pada berbagai dalil syara’ yang mengindikasikan
pentingnya seorang muslim mengetahui hukum setiap tindakan sebelum dikerjakan.
Diantara dalil adanya kewajiban untuk mengetahui hukum setiap perbuatan sehingga
seorang muslim dapat memutuskan apakah akan melakukan atau meninggalkannya
adalah sebagai berikut:
ُكنَّا َعلَ ْي ُك ْم ُشهُوْ دًا اِ ْذ تُفِ ْيضُوْ نَ فِ ْي ۗ ِه َو َما تَ ُكوْ نُ فِ ْي َشأْ ٍن َّو َما تَ ْتلُوْ ا ِم ْنهُ ِم ْن قُرْ ٰا ٍن َّواَل تَ ْع َملُوْ نَ ِم ْن َع َم ٍل اِاَّل
اَصْ غ ََر ِم ْن ٰذلِكَ َوٓاَل اَ ْكبَ َر اِاَّل فِ ْي ض َواَل فِى ال َّس َم ۤا ِء َوٓاَل ِ ْال َذ َّر ٍة فِى ااْل َر ِ َك ِم ْن ِّم ْثق َ َِّو َما يَ ْع ُزبُ ع َْن َّرب
ٍ ِك ٰت
ب ُّمبِي ٍْن
“Dan tidakkah engkau (Muhammad) berada dalam suatu urusan, dan tidak membaca
suatu ayat Al-Qur'an serta tidak pula kamu melakukan suatu pekerjaan, melainkan
Kami menjadi saksi atasmu ketika kamu melakukannya. Tidak lengah sedikit pun dari
pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah, baik di bumi ataupun di langit. Tidak
ada sesuatu yang lebih kecil dan yang lebih besar daripada itu, melainkan semua
tercatat dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS Yunus: 61)
Hal ini berbeda dengan hukum asal benda. Terdapat beberapa dalil yang dapat
dijadikan rujukan terkait bagaimana penentuan hukum asal benda. Diantaranya
berasal dari Al Qur’an surat Al Maidah ayat 3 serta hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah. Keduanya memberikan keterangan adanya larangan dengan tegas (haram)
terhadap beberapa jenis makanan tertentu yang berasal dari jenis hewan. Sebaliknya,
tidak ada dalil yang menunjukkan harusnya memakai jenis hewan tertentu atau
menggunakan bahan tertentu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa adanya
larangan untuk suatu benda baik untuk digunakan maupun dikonsumsi menunjukkan
bahwa hukum asal dari benda adalah boleh. Dalil yang ada menunjukkan bentuk
larangan untuk benda tertentu sehingga dapat diartikan yang tidak dilarang merupakan
posisi yang dibolehkan.
هّٰللا
ٍ َاِنَّ َما َح َّر َم َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةَ َوال َّد َم َولَحْ َم ْال ِخ ْن ِزي ِْرهّٰللا َو َمٓا اُ ِه َّل لِ َغي ِْر ِ بِ ٖ ۚه فَ َم ِن اضْ طُ َّر َغي َْر ب
اغ َّواَل عَا ٍد فَاِ َّن
َ َغفُوْ ٌر َّر ِح ْي ٌم
ُْر َو َمٓا اُ ِه َّل لِ َغي ِْر هّٰللا ِ بِ ٖه َو ْال ُم ْنخَ نِقَةُ َو ْال َموْ قُوْ َذةُ َو ْال ُمت ََر ِّديَةHِ ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ ْن ِزي ْ حُرِّ َم
ۗق ٰ
ٌ ِم ذلِ ُك ْم فِ ْسHۗ ب َواَ ْن تَ ْستَ ْق ِس ُموْ ا بِااْل َ ْزاَل ِ ص ُ َُّوالنَّ ِط ْي َحةُ َو َمٓا اَ َك َل ال َّسبُ ُع اِاَّل َما َذ َّك ْيتُ ۗ ْم َو َما ُذبِ َح َعلَى الن
ت َعلَ ْي ُك ْم ُ اخ َشوْ ۗ ِن اَ ْليَوْ َم اَ ْك َم ْل
ُ ت لَ ُك ْم ِد ْينَ ُك ْم َواَ ْت َم ْم ْ م َوHُْس الَّ ِذ ْينَ َكفَرُوْ ا ِم ْن ِد ْينِ ُك ْم فَاَل ت َْخ َشوْ ه َ Hِاَ ْليَوْ َم يَ ِٕٕى
هّٰللا
ف اِّل ِ ْث ۙ ٍم فَاِ َّن َ َغفُوْ ٌر َّر ِح ْي ٌم ۗ
ٍ ِص ٍة َغي َْر ُمت ََجان َ ْت لَ ُك ُم ااْل ِ ْساَل َم ِد ْينًا فَ َم ِن اضْ طُ َّر فِ ْي َم ْخ َم Hُ ضي ِ نِ ْع َمتِ ْي َو َر
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan
yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh,
yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan
pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan
fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-
Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku
cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi
barangsiapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh,
Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al Maidah:3)
Terdapat hadis dari Rasulullah Muhammad SAW yang melarang untuk
mengkonsumsi jenis makanan tertentu dan berimbas pada amal dan tidak
dikabulkannya doa yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah berikut :
“wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu baik. Dia tidak akan
menerima sesuatu melainkan yang baik pula. Dan sesungguhnya Allah telah
memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada
para Rasul. Firman-Nya: “Wahai para Rasul! Makanlah rezeki yang baik-baik
(halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” Dan Allah juga berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman!
Makanlah rezeki yang baik-baik yang Telah menceritakan kepada kami telah kami
rezekikan kepadamu.” “Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam menceritakan
tentang seorang laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang
ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengankat
tangan nya ke langit seraya berdo’a: “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku,” Padahal,
makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaian nya
dari yang haram dan diberi makan dengan makananyang haram, maka
bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?.” (HR. Muslim No. 1015)
Dalil syara menurut bahasa adalah yang menunjukan terhadap sesuatu. Dalil
menurut fuqaha adalah perkara yang didalamnya terdapat petunjuk. Dalil menurut
ulama ushul adalah perkara yang dengan penelaahan yang shahih bisa mengantarkan
kepada pengetahuan terhadap mathlub khabari (hukum suatu perkara yang sedang
dicari status hukumnya) ringkasnya, dalil berarti perkara yang bisa dijadikan sebagai
hujjah bahwa sesuatu yang dibahas adalah hukum syara’.
Terdapat 4 dalil syara’ yang disepakati oleh para ulama fikih dan ushul fikih
yaitu Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Suatu bentuk keterangan ini pada
hakikatnya berasal dari keterangan yang ditunjuk oleh Allah SWT dalam wahyu.
Berikut ini adalah penjelasan ringkas dalil syara tersebut.
1. Al Qur’an
Al Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan melalui perantaraan malaikat
jibril kepada Rasulullah SAW dengan menggunakan bahasa Arab disertai kebenaran
agar dijadikan hujah (argumentasi) dalam hal pengakuan nya sebagai rasul dan agar
dijadikan pedoman hukum bagi seluruh umat manusia, disamping merupakan amal
ibadah bagi pembacanya.
Tidak ada perselishan pendapat diantara kaum muslim tentang Al Qur’an
sebagai hujjah yang kuat bagi mereka dan merupakan mu’jizat yang mampu
menundukkan manusia dan tidak mungkin ditiru (dipalsukan). Sebagai bukti bahwa
Al Qur’an itu datang dari sisi Allah SWT adalah keindahan dan ketinggian
bahasanya yang tidak bisa ditandingi oleh ahli syair manapun hingga saat ini. Allah
SWT berfirman :
ُ ت ااْل ِ ْنسُ َو ْال ِج ُّن ع َٰلٓى اَ ْن يَّأْتُوْ ا بِ ِم ْث ِل ٰه َذا ْالقُرْ ٰا ِن اَل يَأْتُوْ نَ بِ ِم ْثلِ ٖه َولَوْ َكانَ بَ ْع
ضهُ ْم ِ ِن اجْ تَ َم َعHِقُلْ لَّ ِٕٕى
Hْض ظَ ِه ْي ًراٍ لِبَع
“Katakanlah, “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang
serupa (dengan) Al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa
dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain.” (QS. Al Isra: 88)
ب ِّم َّما نَ َّز ْلنَا ع َٰلى َع ْب ِدنَا فَأْتُوْ ا بِسُوْ َر ٍة ِّم ْن ِّم ْثلِ ٖه ۖ َوا ْد ُعوْ ا ُشهَد َۤا َء ُك ْم ِّم ْن ُدوْ ِن هّٰللا ِ اِ ْن
ٍ َواِ ْن ُك ْنتُ ْم فِ ْي َر ْي
ٰ ُك ْنتُ ْم
َص ِدقِ ْين
“Dan jika kamu meragukan (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami
(Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-
penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar” (QS. Al Baqarah: 23)
Selain tantangan yang datang dari Allah dalam Al Qur’an tersebut diatas,
sejarah pun membuktikan bahwa salah seorang ahli syair Quraisy yang tak tertandingi
pada masa Rasulullah SAW, Walid bin Mughirah, menyatakan:
“Sesungguhnya didalam Al Qur’an itu terdapat sesuatu yang lezat dan pula
keindahan, apabila di bawah menyuburkan dan apabila diatas menghasilkan buah.
Dan manusia tidak mungkin mampu berucap seperti Al Qur’an.”
2. As Sunnah
Sunnah adalah perkataan, perbuatan dan taqrir (ketetapan / persetujuan /
diamnya) Rasulullah SAW terhadap sesuatu hal / perbuatan seorang shahabat yang
diketahuinya (TIM LDK IPB,2004). Sunnah merupakan sumber Syariat islam yang
nilai keberadaan nya sama dengan Al Qur’an karena sebenarnya Sunnah juga berasal
dari wahyu, sebagaimana firman Allah SWT.
“Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut keinginannya. Tidak lain
(Al-Qur'an itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)” (QS An Najm: 3-4)
Kedua ayat diatas menegaskan kepada kita bahwa apa yang disampaikan oleh
Rasulullah SAW (berupan Al Qur’an dan As Sunnah) merupakan wahyu yang
berasal dari Allah SWT semata bukan berasal dari dirinya maupun hawa nafsunya.
Setiap tindakan yang beliau kerjakan juga murni berasal dari Wahyu Allah SWT dan
setiap manusia di perintahkan untuk mengikuti apa yang beliau sampaikan.
Rasulullah SAW disamping menerima wahyu berupa Al Qur’an juga
menerima wahyu dalam bentuk ‘Al Hikmah’ yang pengertian nya sama dengan As
Sunnah (baik perkataan, perbuatan maupun taqrir) seperti yang ditunjukkan dalam Al
Qur’an surat Ali imran:164
َ لَقَ ْد َم َّن هّٰللا ُ َعلَى ْال ُم ْؤ ِمنِ ْينَ اِ ْذ بَ َع
َ م ْال ِك ٰتHُ ُث فِ ْي ِه ْم َرسُوْ اًل ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ِه ْم يَ ْتلُوْ ا َعلَ ْي ِه ْم ٰا ٰيتِ ٖه َويُزَ ِّك ْي ِه ْم َويُ َعلِّ ُمه
ب
ض ٰل ٍل ُّمبِي ٍْنَ َو ْال ِح ْك َم ۚةَ َواِ ْن َكانُوْ ا ِم ْن قَ ْب ُل لَفِ ْي
“Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika (Allah)
mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan
mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa)
mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Qur'an) dan Hikmah (Sunnah),
meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS Al
Imran: 164)
3. Ijma’ Shahabat
Pengertian ijma’ secara bahasa berarti tekad yang konsisten terhadap sesuatu
atau kesepakatan suatu kelompok terhadap suatu perkara. Adapun pengertian ijma’
menurut ulama ushul fiqh adalah kesepakatan terhadap suatu hukum bahwa hal itu
merupakan hukum syara’. Ijma’ shahabat merupakan salah satu dalil syara’ yang
disepakati oleh para ulama dengan beberapa dalil sebelumnya yaitu dari Al Qur’an
dan Sunnah. Seperti tercantum dalam QS. Al Fath: 29, QS. At Taubah: 100. QS. Al
Hasyr: 8
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara
orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah
menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.
Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (QS At
Taubah: 100)
ل َواُولِى ااْل َ ْم ِر ِم ْن ُك ۚ ْم فَاِ ْن تَنَازَ ْعتُ ْم فِ ْي َش ْي ٍء فَ ُر ُّدوْ هُ اِلَىHَ ْ هّٰللا َ َواَ ِط ْيعُوا ال َّرسُوHٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اَ ِط ْيعُوا
ࣖ ك خَ ْي ٌر َّواَحْ َسنُ تَأْ ِو ْياًل َ ِهّٰللا ِ َوال َّرسُوْ ِل اِ ْن ُك ْنتُ ْم تُ ْؤ ِمنُوْ نَ بِاهّٰلل ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ۗ ِر ٰذل
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad),
dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An Nisa: 59)
3.1. Kesimpulan
Hukum syara’ adalah seruan (khithab) Syar’i yang berkaitan dengan aktivitas
hamba (manusia) berupa tuntutan (al-iqtidla), penetapan (al-wadl’i) dan pemberian
pilihan (at-takhyir). Syariat islam mencakup beragam aspek dimensi hubungan
manusia, baik dengan Allah SWT, dengan sesama manusia, dan juga dengan dirinya
sendiri. Hubungan dengan Allah SWT sebagai pencipta (al-khaliq) meliputi aspek
aqidah dan ibadah. Hal ini didasarkan pada berbagai dalil syara’ yang mengindikasikan
pentingnya seorang muslim mengetahui hukum setiap tindakan sebelum dikerjakan.
Terdapat perbedaan antara hukum asal untuk perbuatan manusia dengan hukum asal
benda. Keduanya berbeda ditinjau dari aspek pembahasan, dalam perbuatan ada suatu
bentuk tindakan, niatan, tata cara atau urutan, esensi atau tujuan dilakukannya suatu
perbuatan dan aspek lain terkait prakondisi, selama pelaksanaan dan setelah kegiatan.
Adapun cakupan obyek untuk benda lebih berfokus pada aspek materi. Pemahaman
keduanya (kesamaan dan perbedaan) berdampak penting dalam mengidentifikasi
cakupan hukum dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Pada benda, fokus materi dan
kebendaan lebih medominasi dan mudah untuk diamati.
3.2. Saran
Sebaiknya kita sebagai manusia harus menuruti perintah dari Allah SWT. Karena
Pada dasarnya sejatinya tidak ada opsi lain bagi seorang muslim untuk mengingkari
atau meninggalkan perintah dari Allah SWT selaku Tuhan Seru Alam.
DAFTAR PUSTAKA
Ihda Arifin Faiz, Fintech Syariah Dan Bisnis Digital, 2020 Bantul Yogyakarta
https://kominfo.go.id/content/detail/34168/digitalisasi-ekonomi-dan-keuangan-syariah-bisa-
tingkatkan-pertumbuhan-ekonomi/0/berita
https://www.slideshare.net/AryaNingrat/definisi-syariat-islam#:~:text=Dengan%20demikian
%20syariat%20Islam%20merupakan,Islam%20meliputih%20akidah%20dan%20syariat.
https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/ijma-ulama-sebagai-dalil-
hukum-oleh-dra-nurlen-afriza-2111