Oleh Kelompok 4 :
Hamdan Rofiqul Hidayat, &
Bahrul Wafi
HALAMAN SAMPUL
PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS K.H ABDUL CHALIM
2023
i
KATA PENGANTAR
Syukur dan Alhamdulillah kami ucapkan kepada Allah swt., Tuhan yang
maha memiliki 99 nama yang baik. Beserta shalawat dan pujian kami lantunkan
selalu, semoga tersampaikan kehadirat sayyidina Nabi Muhammad saw., keluarga
dan para sahabatnya.
Pemakalah.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
C. Tujuan........................................................................................................... 2
A. Kesimpulan................................................................................................. 11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketentuan-ketentuan hukum Islam, pada dasarnya disyari‟atkan Allah
swt. sebagai petunjuk dan mengatur tata kehidupan manusia dalam
kehidupannya di dunia ini, dalam hubungannya kepada Allah swt. secara
pribadi dan hubungan sosial dengan sesama manusia. Dengan taat kepada
ketentuan-ketentuan hukum, manusia akan memperoleh ketentraman dan
kenyamanan, serta kebahagian dalam hidupnya. Sebagaimana Allah SWT
dalam QS. surat An-Nisa ayat 105, menerangkan:
ُ َّ َاس ِب َما ٓ أَ َر َٰىك
ِ ٱَّلل ۚ َو ََل تَ ُكن ِّل ْل َخا ٓ ِئ ِنينَ َخ
صي ًما َ َنزلْنَا ٓ ِإلَيْكَ ٱلْ ِك َٰت
ِّ ب ِبٱلْ َح
ِ َّق ِلتَحْ ُك َم بَيْنَ ٱلن َ َِإنَّا ٓ أ
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Kitab (Al-Qur‟an)
kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu dapat
menetapkan hukum kepada manusia dengan apa yang telah
Allah wahyukan kepadamu”1
Dari ayat tersebut, secara implisit menerangkan bahwa Al-Qur‟an
menjadi sumber utama penarikan ketentuan-ketentuan hukum Islam. 2
Yang artinya, produk hukum Islam atau fiqh merupakan hasil istinbat
hukum yang disandarkan kepada Al-Qur‟an. Dengan berdasarkan kepada
prinsip dan metode penggalian hukum yang secara kolektif dikenal sebagai
ushul al-fiqh. Kedua ilmu ini berhubungan dengan perbuatan orang
mukallaf meskipun dengan tinjauan yang berbeda. Ushul Fiqh meninjau
hukum syara‟ dari segi metodologi dan sumber-sumbernya, sedangkan
ilmu Fiqh meninjau dari segi hasil penggalian hukum syara‟, yakni
ketetapan Allah swt. yang berupa hukum taklifi, yakni yang berhubungan
dengan perbuatan orang-orang mukallaf baik berupa iqtidha‟/tuntutan
perintah atau larangan, takhyir/pilihan, maupun hukum wadh’i yang
1
“Surat An-Nisa Ayat 105 Arab, Latin, Terjemah Dan Tafsir | Baca Di TafsirWeb,” diakses
21 Oktober 2023, https://tafsirweb.com/1637-surat-an-nisa-ayat-105.html.
2
“Surat An-Nisa Ayat 105 Arab, Latin, Terjemah Dan Tafsir | Baca Di TafsirWeb.”
1
2
menjadi sebab adanya ketentuan yang lain, yang menjadi syarat bagi
sesuatu yang lain atau sebagai penghalang bagi sesuatu yang lain.3
Maka, dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengkategorian
hukum Islam, yang dalam hal ini akan dibahas mengenai wadh’i dan taklifi
dengan lebih luas dan mendalam. Sehingga tercapainya tujuan dalam
perkuliahan, berikut pemahaman terhadap metodologi atau struktur
berpikir ilmiah dalam penentuan hukum Islam.
B. Rumusan Masalah
Makalah ini disusun dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian, macam- macam, relevansi dan contoh dari
Taklifi?
2. Bagaimana pengertian, macam- macam, relevansi dan contoh dari
Wadh‟i?
C. Tujuan
Sehingga tujuan pembahasan di dalam makalah ini mendasarkan kepada
rumusan masalah di atas, berikut.
1. Untuk memahami pengertian, macam- macam, relevansi dan contoh
dari Taklifi
2. Untuk memahami pengertian, macam- macam, relevansi dan contoh
dari Wadh‟i
3
Dhaifina Fitriani, “Al-Ahkam: Kategori dan Implementasi Hukum,” Tawa zun, (2021), Vol.
4, no. 2, h. 185.
BAB II
PEMBAHASAN
Allah Swt. telah menyerukan syari‟at Islam seluruhnya kepada manusia, baik
yang mengatur tata cara ber-aqidah maupun hukum- hukum syara‟ yang
menentukan perbuatan manusia. Hukum- hukum syara‟ yang akan dibahas dalam
makalah ini yaitu yang menjadi aspek dasar, atau landasan dalam perbuatan
mukallaf. Dalam pengkajian hukum- hukum syara‟ yang dimaksud, dibahas secara
khusus dalam kajian disiplin ilmu ushul fiqh tersendiri.4
Menurut Sanusi dan Sohari yang dikutip oleh Dhafina Fitriani, hukum syara‟
didefiniskan dalam pengertian tuntutan Allah Swt yang mengatur amal perbuatan
orang mukallaf baik berupa iqtidha (perintah, larangan, anjuran untuk melakukan
atau anjuran untuk meninggalkan), takhyir (kebolehan bagi orang mukallaf untuk
memilih antara melakukan dan tidak melakukan) atau wadh’i (ketentuan yang
menetapkan sesuatu sebagai sebab, syarat dan mani’/penghalang.5
Begitupun definisi hukum syara‟ menurut ahli ilmu ushul dalam kutipan
langsung oleh Eva dan Mujio dari Cut Ali: “seruan syari‟ yang berhubungan
dengan segala perbuatan para hamba, menyangkut tuntutan dan pilihan.” Definisi
hukum ini kemudian disebut “Hukum Taklifi”, yang dijabarkan kedalam lima
macam status hukum, yaitu wajib, mandub, haram, makruh dan mubah.
Sedangkan sebagian sisanya didefinisikan “seruan syari‟ yang berhubungan
dengan segala perbuatan para hamba, menyangkut kondisi.” Meliputi apa-apa
yang menjadi sabab, syarat, mani‟, shihhah dan batal, lalu rukhshah dan „azimah. 6
Berdasarkan dua definisi di atas, disimpulkan bahwa terbagi dua jenis hukum
syara‟, yakni Hukum Taklifi dan Hukum Wadh‟i. Tetapi berdasarkan pada kondisi
khitabnya hukum itu sendiri, terbagi lagi menjadi banyak status hukum yang
berbeda-beda.
4
Eva Nur Hopipah dan Mujiyo Nurkholis, “TELAAH KLASIFIKASI HUKUM SYARA’ (HUKUM
TAKLIFI DAN HUKUM WADH`I),” Ngaji, (2023), Vol. 3, no. 1, h. 39.
5
Dhaifina Fitriani, “Al_Ahkam Kategori dan Implementasi Hukum,” Ta wazun, (2021), Vol. 4,
no. 2, h. 186.
6
Hopipah dan Nurkholis, “TELAAH KLASIFIKASI HUKUM SYARA’ (HUKUM TAKLIFI DAN
HUKUM WADH`I).”
3
4
A. Hukum Wadh’i
1. Pengertian Hukum Wadh’i
Kata Wadh`i atau al-wadh’ merupakan bentuk masdar dari
kalimat wadha`a, yang dapat diartikan penurunan, penjatuhan, dan
peletakan. Begitupun dalam definisi hukum syara‟, kata al-wadh`
yang dimaksud dengan hukum wadh`i berarti peletakan. 7 Di dalam
literatur bahasa seperti KBBI V, ditemukan makna lain yang paling
8
dekat dengan makna peletakan adalah makna ukuran. Dengan
pemaknaan ini, hukum wadh`i dapat dipahami sebagai tatakan dan
ukuran bagi hukum taklifi. Sederhanya, hukum wadh‟i adalah hukum
kondisional yang menyertai hukum taklifi.9
Dalam jurnal Ngaji, Dr. Abdul Karim Ibnu Ali An- nam
berpendapat dalam karyanya yang berjudul Al Jaamiu Limasili Usulil
Fiqh yang dikutip Eva Nur Hopipah dan Mujio Nurkholis,
bahwasanya hukum wadh‟i sebagaimana Allah berfirman yang
berhubungan dengan menjadikan sesuatu sebab kepada sesuatu yang
lainnya, syaratnya, larangannya, kemudahannya, hukum asal yang
10
telah ditetapkan oleh syari‟ (Allah). Pada pendapat lain, yang
dikatakan dari Imam Amidi, Imam Ghazali, dan Syathibi bahwa
definisi hukum wadh‟i adalah hukum yang menghendaki dan
menjadikan sesuatu sebagai sebab (alsabab), syarat (al-syarthu),
pencegah (almani‟), atau menganggapsebagai sesuatu yang sah
(shahih)rusak ataubatal (fasid), „azimah atau rukhshah.11
7
Nurul Mahmudah, Dkk, “Sinkronisasi_hukum_wadh’i_dengan_taklif,” El Ahli, (2020), h. 3.
8
Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan KEMENDIKBUD RI, “KBBI V Daring,”
diakses 24 Oktober 2023, https://github.com/yuku/kbbi4.
9
“Apa itu Hukum Wadh’i, Macam-macam, dan Contohnya,” tirto.id, diakses 22 Oktober
2023, https://tirto.id/apa-itu-hukum-wadhi-macam-macam-dan-contohnya-gmnt.
10
Hopipah dan Nurkholis, “TELAAH KLASIFIKASI HUKUM SYARA’ (HUKUM TAKLIFI DAN
HUKUM WADH`I).”
11
Nurul Mahmudah, Dkk, “Sinkronisasi_hukum_wadh’i_dengan_taklif,” El Ahli, (2020), h.
3.
5
12
Nurul Mahmudah, Dkk, “Sinkronisasi_hukum_wadh’i_dengan_taklif,” El Ahli, (2020), h.
6.
6
13
Nurul Mahmudah, Dkk, “Sinkronisasi_hukum_wadh’i_dengan_taklif,” El Ahli, (2020), h.
9.
14
Nurul Mahmudah, Dkk, “Sinkronisasi_hukum_wadh’i_dengan_taklif,” El Ahli, (2020), h.
12.
15
Nurul Mahmudah, Dkk, “Sinkronisasi_hukum_wadh’i_dengan_taklif,” El Ahli, (2020), h.
14.
7
B. Hukum Taklifi
1. Pengertian Hukum Taklifi
Secara bahasa Taklifi berasal dari kalimat kallafa-yukallifu-
17
taklifan, yang artinya adalah beban. Dalam KBBI V, Taklif
dipersamakan makna dengan pekerjaan, tugas, dan perintah. 18 Secara
istilah, hukum taklifi berarti hukum yang berupa perintah, tuntutan,
dan pilihan kepada orang mukallaf (orang yang sudah baligh dan
memiliki kesadaran penuh bagi kehidupannya) untuk mengerjakan,
16
Nurul Mahmudah, Dkk, “Sinkronisasi_hukum_wadh’i_dengan_taklif,” El Ahli, (2020), h.
13.
17
Riza Pachrudin, “ANALISIS HUKUM TAKLIFI DAN PEMBAGIANNYA DALAM USHUL FIQH,”
Jurnal Staima, (2018), h. 2.
18
Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan KEMENDIKBUD RI, “KBBI V Daring,”
diakses 24 Oktober 2023, https://github.com/yuku/kbbi4.
8
19
M Ridha Ds, “PERBANDINGAN HUKUM SYARA’ (Hukum Taklifi dan Hukum Wadh’i),”
Jurnal Stain Kerinci, (2012), h. 1.
20
Hopipah dan Nurkholis, “TELAAH KLASIFIKASI HUKUM SYARA’ (HUKUM TAKLIFI DAN
HUKUM WADH`I).”
21
Hopipah dan Nurkholis.
22
Hopipah dan Nurkholis.
9
23
Abdul Hadi, “Apa itu Hukum Taklifi, Macam-Macam, serta Contohnya dalam Islam,”
tirto.id, diakses 24 Oktober 2023, https://tirto.id/apa -itu-hukum-taklifi-macam-macam-serta-
contohnya-dalam-islam-gmkM.
24
Hopipah dan Nurkholis, “TELAAH KLASIFIKASI HUKUM SYARA’ (HUKUM TAKLIFI DAN
HUKUM WADH`I).”
25
Hopipah dan Nurkholis.
10
26
Hopipah dan Nurkholis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dalam makalah ini bahwa hukum syara‟ adalah sebuah
ketetapan hukum oleh Allah swt. yang kemudian ketentuan-ketentuannya
diperoleh melalui ijtihad ulama‟ ahli fiqih. Meski dalam syariatnya, adalah
hakim (ulama‟ ahli fiqih) yang mengimplementasikan hukum untuk
menyelesaikan permasalahan di masyarakat.
Hukum syara‟ terbagi ke dalam dua bagian, yaitu hukum taklifi dan
hukum wadh‟i. Hukum taklifi lebih ke perintah untuk berbuat,
meinggalkan atau pilihan. Jumhur ulama sepakat ada lima pembagian
hukum taklifi, yaitu ijab, nadb, tahrim, karahah dan ibahah. Sedangkan
hukum wadh‟i adalah sesuatu perbuatan yang bisa menjadi sebab, syarat
dan penghalang terjadinya perbuatan hukum. Keduanya saling
berkesinambungan atau berkaitan satu sama lainnya meskipun memiliki
beberapa perbedaan yang prinsipal.
Penghargaan untuk penelitian kepustakaan ini penulis haturkan terima
kasih khususnya pada dosen pengampu mata kuliah Kaidah Penafsiran
Hadits Ahkam yaitu Pak Dr. Mujiyo Nurkholis yang telah membimbing
hingga penulis bisa menulis artikel terkait klasifikasi hukum syara‟ yaitu
hukum taklifi dan hukum wadh‟i.
11
DAFTAR PUSTAKA
“Surat An-Nisa Ayat 105 Arab. Latin. Terjemah Dan Tafsir | Baca Di TafsirWeb.”
diakses 21 Oktober 2023, https://tafsirweb.com/1637-surat-an-nisa-ayat-
105.html.
Dhaifina Fitriani. “Al-Ahkam: Kategori dan Implementasi Hukum.” Tawazu.
(2021). Vol. 4, no. 2.
Eva Nur Hopipah dan Mujiyo Nurkholis. “TELAAH KLASIFIKASI HUKUM
SYARA‟ (HUKUM TAKLIFI DAN HUKUM WADH`I).” Ngaji. (2023).
Vol. 3, no. 1.
Nurul Mahmudah, Dkk. “Sinkronisasi_hukum_wadh‟i_dengan_taklif.” El Ahli.
(2020).
Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan KEMENDIKBUD RI. “KBBI V
Daring.” diakses 24 Oktober 2023. https://github.com/yuku/kbbi4.
“Apa itu Hukum Wadh‟i, Macam- macam, dan Contohnya,” tirto.id. diakses 22
Oktober 2023. https://tirto.id/apa- itu- hukum-wadhi- macam- macam-dan-
contohnya-gmnt.
Riza Pachrudin. “ANALISIS HUKUM TAKLIFI DAN PEMBAGIANNYA
DALAM USHUL FIQH.” Jurnal Staima. (2018).
M Ridha Ds. “PERBANDINGAN HUKUM SYARA‟ (Hukum Taklifi dan
Hukum Wadh‟i).” Jurnal Stain Kerinci. (2012).
Abdul Hadi. “Apa itu Hukum Taklifi, Macam-Macam, serta Contohnya dalam
Islam.” tirto.id. diakses 24 Oktober 2023. https://tirto.id/apa- itu- hukum-
taklifi- macam- macam-serta-contohnya-dalam- islam- gmkM.
12