Tentang
IJTIHAD
Disusun Oleh:
Kelompok 12
Dosen Pengampu:
Dr. H. Muchlis Bahar, Lc, M.Ag
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna disebabkan
terbatasnya pemahaman dan pengetahuan yang kami miliki. Sebab itu, kami mengharapkan
saran, masukan dan kritikan dari teman-teman semua yang bisa membangun untuk perbaikan
nanti.
Dan terimakasih atas bantuan dari pihak lainnya, yang dengan tulus memberikan doa
dan dukungan terhadap penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat terhadap teman-teman semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada awal diturunkannya Islam, segala bentuk peribadatan sudah diatur dan ditata
bentuk aplikasinya baik dalam al-Qur’an maupun Sunah Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam, yang tentunya disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat saat itu. Seluruh
pewantahan aplikasi syari’at pada zaman Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.
praktis tidak terdapat perbedaan. Hal ini karena Nabi Muhammad saw. menjadi rujukan dalam
segala permasalahan. Ketika muncul suatu persoalan, secara otomatis langsung dimintakan
penjelasannya kepada Rasulullah Shallahu Alaihi Wasallam.
Syari’at yang berarti jalan dan sesuatu yang telah diatur oleh Allah untuk hamba-
hamba-Nya dengan menunjuk pada suatu hukum yang beragam, dianggap sebagai tolak ukur
aturan dan sistem kehidupan dalam Islam. Diantara sistematisasi syari’at yang menjadi
pedoman hubungan kehidupan, baik itu hubungan sosial kemasyarakatan, hubungan dengan
lingkungan, maupun hubungan transendental manusia dengan Tuhannya adalah fikih. Fikih
yang mengatur hubungan muamalah menjadi pemahaman manusia berkenaan dengan garis
hubungan horizontal-vertikal. Para ulama terdahulu, bahkan dari Nabi Muhammad Shallallahu
Alaihi Wasallam sendiri, mendasarkan aturan ini pada nas-nas yang sudah terkodifikasi dalam
al-Qur’an maupun hadis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ijtihad dan dasar hukum ijtihad?
2. Apa saja objek ijtihad?
3. Apa syarat-syarat mujtahid?
4. Apa saja tingkatan mujtahid?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dan dasar hukum ijtihad
2. Untuk mengetahui objek ijtihad
3. Untuk mengetahui syarat-syarat mujtahid
4. Untuk mengetahui tingkatan mujtahid
BAB II
PEMBAHASAN
Dasar hukum
Ijtihad mempunyai landasan yang kuat dalam Al-Quran.
Diantara ayat-ayat Quran yang dijadikan dasar hukum ijtihad oleh ahli ushul fiqh adalah
QS.An-Nisa ayat 105:
Objek ijtihad tidak terbatas pada masalah-masalah tersebut, tetapi dapat berupa masalah-
masalah lain yang timbul dalam kehidupan masyarakat Muslim dan membutuhkan solusi
sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Islam. Oleh karena itu, ijtihad merupakan salah satu cara
untuk memperbarui dan menyesuaikan hukum Islam dengan perkembangan zaman dan
kebutuhan masyarakat. Namun, ijtihad harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan
syarat-syarat yang telah ditetapkan, agar tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dasar Islam.
C. Syarat-syarat mujtahid
Dibukanya pintu ijtihad dalam hukum Islam tidak berarti bahwa setiap orang dapat
melakukan ijtihad, hanya orang-orang memiliki syarat tertentulah yang mampu berijtihad.
Syarat-syarat tersebut ialah berikut ini:
D. Tingkatan mujtahid
1. Mujtahid Mutlak (Mujtahid Fi al-syar’i) yaitu orang-orang yang melakukan ijtihad
langsung secara keseluruhan dari Quran dan Hadis. Serta seringkali mendirikan
madzhab sendiri, seperti halnya para sahabat dan para imam yang empat, Syafi’i,
Hambali, Hanafi, dan Maliki.
2. Mujtahid madzhab (Mujtahid fi al-madzhab atau fatwa mujtahid), yaitu para mujtahid
yang mengikuti salah satu madzhab dan tidak membentuk suatu madzhab tersendiri,
yang dalam beberapa hal berbeda pendapat dengan imamnya, misalnya Imam Syafi’i
tidak mengikuti pendapat gurunya Imam Malik, dalam beberapa masalah.
3. Mujtahid fi al-Masail atau ijtihad parsial (dalam cabang-cabang tertentu) ialah orang-
orang yang berijtihad hanya pada beberapa masalah saja. Jadi tidak dalam arti
keseluruhan, namun mereka tidak mengikuti satu madzhab, misalnya Hazairin
berijtihad tentang hukum kewarisan islam.
4. Mujtahid Muqqayad, yakni orang-orang yang berijtihad yang mengikatkan diri dan
mengikuti pendapat ulama salaf. Tetapi memiliki kesanggupan untuk menentukan
mana yang lebih utama dan pendapat menentukan yang kuat dan pendapat yang berbeda
beserta riwayat yang lebih kuat diantara riwayat itu. Mereka juga memahami dalil-dalil
yang menjadi dasar pendapat para mujtahid yang diikuti misalnya Sayuti Tholib.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ijtihad adalah usaha sungguh-sungguh dan mendalam yang dilakukan oleh individu
atau sekelompok untuk mencapai atau memperoleh sesuatu hukum syariat melalui
pemikiran yang sungguh-sungguh berdasarkan dalil naqli yakni Al Quran dan Hadits.
Seorang mujtahid hendaklah mengamalkan hasil ijtihadnya, baik di dalam memutuskan
perkara maupun di dalam memberikan fatwa. Adapun bagi mujtahid lain tidak wajib
mengikutinya. Karena pendapat seseorang sepeninggal Rasullullah, bukan merupakan
hujjah yang harus diikuti oleh seluruh kaum muslimin. Hanya saja bagi orang awam yang
tidak mempunyai kesanggupan untuk berijtihad, hendaknya mengikutinya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hayy Abdul, Pengantar Ushul Fiqh, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014.
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Semarang: Toha Putra Group, 1994.
Abdul Wahid Haddade, Ijtihad Kolektif, Makassar: Alauddin University Press, 2012.