Disusun Oleh :
TAHUN 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ijtihad dapat diartikan sebagai upaya menggali suatu hukum yang sudah ada
sejak zaman Rasulullah SAW. Dalam perkembangannya, setelah Rasulullah SAW
wafat, ijtihad tetap diamalkan oleh para sahabat, tabi'in hingga masa-masa selanjutnya
sampai sekarang ini. Esensi ajaran Al-Quran dan Hadist memang menghendaki
adanya ijtihad, karena Al-Quran dan Hadist kebanyakan hanya menjelaskan hukum
syara' secara garis besarnya saja. Oleh sebab itu, para ulama berusaha menggali
maksud dan rinciannya dari kedua sumber tersebut melalui ijtihad dan menjadikan
ijtihad sebagai sumber ketiga setelah Al-Qur’an dan Hadist.
Masing-masing mujtahid berupaya menemukan hukum-hukum yang terbaik
dalam berijtihad. Sehingga dengan adanya ijtihad, islam menjadi luwes, dinamis,
fleksibel dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan yang semakin kompleks.
Akan tetapi, dalam menetapkan hukum islam melalui ijtihad tidak
sembarangan orang boleh menjadi seorang mujtahid. Terdapat beberapa syarat dan
kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang mujtahid. Selain itu, seorang
mujtahid harus mengetahui dan memahami kinerja-kinerja dalam menjalankan
perannya untuk menjadi seorang mujtahid. Oleh sebab itu, penulis akan membahas
mengenai apa saja kriteria yang harus dimiliki seorang mujtahid beserta kinerja-
kinerjanya dalam menjalankan perannya untuk menjadi seorang mujtahid.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ijtihad ?
2. Apa saja landasan dasar berijtihad ?
3. Bagaimana hukum berijtihad ?
4. Apa saja rukun ijtihad ?
5. Apa saja jenis-jenis ijtihad ?
6. Apa saja fungsi ijtihad ?
7. Apa saja kriteria seorang mujtahid ?
8. Bagaimanakah kinerja seorang mujtahid ?
9. Bagaimana tingkatan mujtahid dalam berijtihad ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijtihad
Ijtihad secara harfiah berasal dari kata jahada-yajhadu-jahd, yang berarti
kemampuan atau usaha. Sedangkan dari segi tata bahasa, kata ijtihad memiliki arti
yang sama dengan jihad, yang berarti “bersungguh-sungguh”. Secara umum,
pengertian ijtihad adalah proses menetapkan hukum syariah dengan sungguh-sungguh
mencurahkan seluruh pikiran dan tenaga untuk menggali dan menemukan hukum
syariah.
Kata ijtihad juga memiliki beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa
ulama, yang saling berkaitan dan memiliki arti yang hampir sama
Dari keempat definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Ijtihad adalah upaya terbaik
mujtahid untuk menemukan hukum yang bersifat amaliyah (praktis) dan kebenaran
adalah zhanni (anggapan yang kuat).
B. Landasan Dasar Berijtihad
Dasar dari Al-Qur'an sangatlah penting terhadap berlakunya sebuah hukum dan
segala tindakan kaum muslim, begitu juga dengan dasar adanya ijtihad. Oleh karena
itu, untuk memperkuat pokok bahasan kami mencari landasan dasar adanya ijtihad
dari berbagai sumber :
1. Al-Qur'an
a. QS. An-Nisa : 105
انا انزلنا اليك الكتب بالحق لتحكم بين الناس بما ارىك هللا
b. QS . An-Nisa : 59
ياايها الذين ءامنوا أطيعوا هللا واطيعوا الرسول واولى االمر منكم فأن تنزعتم في شىء فردوه الى
هللا والرسول ان كنتم تؤمنون باهلل واليوم األخر ذلك خير وأحسن تأويال
59. Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-
(Muhammad), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu memiliki
pendapat yang berbeda tentang sesuatu, maka kembalilah kepada Allah
(Quran) dan Rasul (Sunnah), jika kamu sungguh beriman kepada Allah dan
Hari Akhir. Lebih penting (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
2. Hadist
a. Kisah ketika Muaz bin Jabal akan dikirim ke Yaman sebagai seorang qadhi
Rasulullah SAW bertanya tentang bagaimana menyelesaikan suatu masalah.
Dari Mu'az bin Jabal, yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Bagaimana Anda mencoba menyelesaikan masalah yang datang di depan
mata Anda?”
1. Wajib Ain
Apabila ada seseorang di tanya perihal hukum tentang suatu peristiwa, dan
peristiwa itu akan hilang sebelum di tetapkan hukumnya. Begitu juga, ketika
seseorang ingin segera mendapatkan kepastian hukum untuk dirinya sendiri dan
tidak ada mujtahid yang bisa segera di temui agar mendapatkan fatwa.
2. Wajib kifayah
Ketika salah seorang di tanya tentang suatu hukum peristiwa, tetapi tidak di
khawatirkan segera hilangnya peristiwa itu, sementara di samping dirinya masih
ada mujtahid lain yang lebih ahli.
3. Sunnah
Yaitu berijtihad terhadap suatu peristiwa hukum yang belum terjadi, walaupun
ada yang mempertanyakan.
4. Haram
Berijtihad pada dua hal. Pertama, berijtihad terhadap permasalahan yang sudah
tegas (qath'i) hukumnya, baik berupa ayat ataupun hadis dan juga ijtihad yang
menyalahi ijma. Kedua, ijtihad adalah untuk orang yang tidak memenuhi syarat
untuk menjadi mujtahid, karena hasil ijtihadnya tidak akan benar tetapi
menyesatkan, terutama karena melanggar hukum agama Allah tanpa mengetahui
hukumnya.
D. Rukun Ijtihad
Dalam berijtihad, tentu saja ada beberapa syarat yang wajib dipenuhi agar
ijtihad tersebut sah dan memperoleh suatu hukum yang pasti. Hal ini berkaitan dengan
rukun-rukun ijtihad menurut Nadiyah Syarif Al-Umari, yaitu :
1. Mujtahid
Seseorang yang memiliki kemampuan serta memenuhi persyaratan untuk
berijtihad.
2. Mujtahid fih
Hukum syariah yang bersifat amali dan taklifi.
3. Dalil syara'
Dalil syara’ inilah yang digunakan untuk menentukan suatu hukum.
4. Al-waqi'
Peristiwa yang terjadi atau kemungkinan akan terjadi yang diterangkan oleh nash
Al-Qur’an.
E. Jenis-Jenis Ijtihad
1. Ijtihad fardi
Ijtihad yang dilakukan oleh seorang mujtahid tanpa persetujuan dari seluruh
mujtahid dalam suatu perkara. Ijtihad seperti ini pernah dibenarkan oleh Raslullah
SAW kepada Muaz ketika Rasul mengutusnya untuk menjadi qat’i di Yaman.
Sesuai pula ijtihad yang pernah dilakukan Umar bin Khattab kepada Abu Musa
Al-Asyari dan Syuraikh. Umar dengan tegas mengatakan kepada Syuraikh yang
berbunyi “Apa-apa yang belum jelas bagimu di dalam As-Sunnah, maka
berijtihadlah padanya dengan menggunakan daya pikiranmu.”
2. Ijtihad Jama'i
Sebuah ijtihad dalam suatu hal atau perkara yang disepakati oleh semua
mujtahidin. Ijihad seperti ini yang dimaksudkan oleh Hadist Ali ketika
menanyakan kepada Rasulullah tentang urusan yang tidak ditemukan hukumnya
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ketika itu nabi SAW Bersabda:
F. Fungsi Ijtihad
Ijtihad memiliki fungsi dan manfaat yang sangat penting bagi umat islam,
diantaranya yaitu :
b. Sebagai jawaban atas kebermasalahan hukum umat islam yang tidak ada secara
jelas jawabannya dalam Al-Qur'an maupun haditst.
Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang mujtahid.
Syarat paling dasar yang harus dimiliki seorang mujtahid yaitu :
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Adil
Selain itu, untuk menjadi seorang mujtahid juga harus memenuhi syarat-syarat
utama mujtahid. Berikut ini syarat-syarat utama seorang mujtahid :
Selain syarat dasar ada lagi beberapa syarat utama yang harus dimiliki oleh
seorang Mujtahid terkait penguasaan ilmu al-Qur’an dan Hadist, menguasai Bahasa
Arab dan Ushul Fikih dan tahu ijma’-ijma’ ulama yang telah ada sebelumnya.
Namun, untuk menyempurnakan proses ijtihadnya, seorang Mujtahid juga
dianjurkan untuk menguasai syarat penyempurna dalam berijtihad. Berikut
pembahasan mengenai syarat-syarat penyempurna dalam berijtihad.
Contoh eksistensi para sahabat dalam hal ijma' adalah pengumpulan Al-Qur'an
menjadi suatu mushaf, penentuan khalifah, dll.
3. Istihsan
Secara etimologi, istihsan diartikan sebagai meyakini dan menyatakan atas
baiknya sesuatu. Tidak ada perdebatan di antara ulama ushul fiqh mengenai lafal
istihsan. Sehingga dapat dipahami bahwa istihsan adalah salah satu kinerja
mujtahid dalam menetapkan suatu hukum yang dilandasi prinsip-prinsip umum
ajaran islam.
4. Istishab
Istishab berasal dari kata istishab yang diartikan selalu atau terus-menerus. Maka
istishab secara lughawi berarti selalu menemani atau selalu menyertai. Menurut
imam Al-Asnawy, "istishab adalah melanjutkan berlakunya hukum yang sudah
addan sudah ditetapkan ketetapan hukumnya lantaran suatu dalil, sampai
ditemukan dalil lain yang mengubah ketentuan hukum tersebut." Jadi segala
hukum di zaman terdahulu tetap berlaku di masa sekarang, sampai ada sesuatu
yang menyebabkannya harus berubah.
5. Maslahah Al Mursalah
Menetapkan hukum terhadap sesuatu berdasarkan kemanfaatan yang ma'ruf dan
sesuai dengan hukum serta tujuan syari'at.
6. Urf
Menentukan bolehnya keberlakuan sebuah adat istiadat di masyarakat sekitar,
selama adat/kebiasaan tersebut tidak bertentangan dengan hukum dan prinsip-
prinsip syari'at Al-Qur'an maupun hadist.
I. Tingkatan-Tingkatan Mujtahid Berijtihad
a. Mujtahid Mustaqil
Seseorang yang mampu secara independen membuat kaidah dan simpulan sendiri
dalam masalah hokum agama, diantaranya para imam madzhab.
b. Mujtahid Mutlak (Mujtahid Fi al-syar’i)
Seseorang yang melakukan ijtihad langsung secara keseluruhan dari Qur'an dan
Hadist. Serta seringkali mendirikan madzhab sendiri, seperti halnya para sahabat
dan para imam besar seperti Imam Syafi'i , Hambali, Hanafi, dan Maliki.
c. Mujtahid Muqayyad
Seseorang yang mampu berijtihad dan melakukan ijtihadnya pada masalah-
masalah yang tidak terjelaskan dalam kitab utama para imam madzhab
d. Mujtahid Madzhab (Mujtahid fi al-madzhab atau fatwa mujtahid)
Mujtahid yang mengikuti salah satu madzhab dan tidak membentuk suatu
madzhab tersendiri, dalam beberapa hal berbeda pendapat dengan imamnya,
misalnya Imam Syafi’i tidak mengikuti pendapat gurunya Imam Malik, dalam
beberapa masalah.
e. Mujtahid fi al-Masail atau ijtihad parsial (dalam cabang-cabang tertentu)
ialah orang-orang yang berijtihad hanya pada beberapa masalah saja. Jadi tidak
dalam arti keseluruhan, namun mereka tidak mengikuti satu madzhab,misalnya
Hazairin berijtihad tentang hukum kewarisan Islam.
f. Mujtahid Muqqayad
Yakni orang-orang yang berijtihad yang mengikatkan diri dan mengikuti pendapat
ulama salaf. Tetapi memiliki kesanggupan untuk menentukan mana yang lebih
utama dan pendapat menentukan yang kuat dan pendapat yang berbeda beserta
riwayat yang lebih kuat diantara riwayat itu. Mereka juga memahami dalil-dalil
yang menjadi dasar pendapat para mujtahid yang diikuti misalnya Sayuti Tholib.
BAB III
KESIMPULAN
Esensi dasar kebolehan berijtihad telah dijelaskan dengan beberapa ayat suci
dalam Al-Qur'anul Karim. Selain Al-Qur’an terdapat pula beberapa Hadist yang dapat
memperkuat dibolehkannya berijtihad.
Namun, tentu saja dalam berijtihad tidak semua orang dapat menjadi seorang
mujtahid. Untuk menjadi seorang Mujtahid haruslah memenuhi syarat dan kriteria
agar hukum syar'i yang ditetapkannya tidaklah menyesatkan. Seperti paham ilmu
terkait al-Qur’an dan Hadist, menguasai Bahasa Arab dan Ushul Fikih sekaligus tahu
ijma’-ijma’ ulama yang telah ada sebelumnya,dll Namun, untuk menyempurnakan
proses ijtihadnya, seorang Mujtahid juga dianjurkan untuk menguasai syarat
penyempurna dalam berijtihad. Seperti mengetahui al-Bara’ah Al-Ashliyyah (hukum
asal), Maqashid al-Syariah(tujuan/maksud syariah), kaidah-kaidah umum (al-Qawa’id
al-Kulliyah),dll. Sehingga hasil ijtihad tersebut memiliki fungsi dan kebermanfaatan
yang sangat penting bagi umat islam untuk diterapkan pada kehidupan sehari-hari
sesuai dengan kondisi masyarakat.
GLOSARIUM
Al-waqi’ : Peristiwa yang terjadi atau kemungkinan yang akan terjadi dalam
berijtihad
Hukum Syara’ : Suatu ketentuan yang berasal dari Allah SWT dan Rasul, baik dalam
bentuk tekstual maupun hasil pemahaman ulama
Jarh Wat Ta’dil : Ilmu yang menerangkan tentang cacat-cacat yang dihadapkan kepada
para perawi
Manthiq : Ilmu yang menggerakkan pikiran kepada jalan yang lurus dalam
memperoleh kebenaran
Nahwu : Ilmu yang mempelajari prinsip-prinsip untuk mengenali kalimat-
kalimat bahasa Arab dari sisi i'rab dan bina'-nya” (Jami'ud Durus,
Syaikh Musthafa)
Nash : Suatu ketetapan hukum yang bersumber dari Alquran dan Hadist
Shorof : Ilmu dalam bahasa arab yang mempelajari perubahan bentuk pada
suatu kata dalam bahasa arab
Urf : Adat kebiasaan yang diwariskan secara turun temurun dari generasi
ke generasi
Ushul Fiqih : Ilmu menjelaskan metode dan sistem penentuan hukum berdasarkan
dalil-dalil naqli maupun aqli pada kajian fiqih
Zanni : Sesuatu yang bersifat dugaan, relatif, sangkaan dan tidak pasti
DAFTAR PUSTAKA
Nuruddin, Amiur. 1991. Ijtihad Ummar Ibn Khaththab. Jakarta Utara: CV. Rajawali
Sobaruddin, Muhammad. 2000. Ijtihad dalam Islam. Surabaya: Usana Offset Printing