Anda di halaman 1dari 23

Oleh: Dedi Romli Triputra, Lc., M.S.

Ijtihad
Metode hukum Islam

Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam I


Dipresentasikan di Universitas Muhadi Setiabudi Brebes
 Pengertian

 Kenapa harus berijtihad?

 Siapa yang harus berijtihad serta apa syarat2 seorang mujtahid?

 Bagaimana kedudukan hasil ijtihad dalam islam?

 Bagaimana menyikapi hasil ijtihad yang beragam? Hasil ijtihad siapa

yang paling benar dan harus diikuti?


ISLAM

Syariah Fikih

syari’ah diartikan sebagai Canon Pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at


Law of Islam, yaitu keseluruhan yang berkaitan dengan perbuatan dan
perintah dan larangan Allah, dan perkataan mukallaf yang diambil dari dalil-
perintah/ larangan itu dalam bahasa dalilnya yang bersifat terperinci, berupa nash-
fiqih ialah hukm nash al Qur’an dan As sunnah serta yang
bercabang darinya yang berupa ijma’ dan
ijtihad
Syariah/ Agama

Aqidah Hukum/ Fikih Akhlak/ Etika


Syariah Fikih

1. Berasal dari Al-Qur'an dan As-sunah 1. Karya Manusia yang bisa Berubah

2. Hukumnta bersifat Qath'i (tidak berubah) 2. Hukumnya dapat berubah

3. Hukum Syariatnya hanya Satu (Universal) 3. Banyak berbagai ragam

4. Langsung dari Allah yang kini terdapat 4. Bersal dari Ijtihad para ahli hukum

dalam Al-Qur'an sebagai hasil pemahaman manusia

yang dirumuskan oleh Mujtahid 


Contoh penerapan
Ayat dalam surat alMaidah :6

ِ ِ‫اغسلوا ُوجوهَ ُكم َوَأي ِديَ ُكم ِإلَى ال َمراف‬


‫ق َوام َسحوا‬ ِ َ‫ذين آ َمنوا ِإذا قُمتُم ِإلَى الصَّال ِة ف‬ َ َّ‫يا َأيُّهَا ال‬
‫ُءوس ُكم َوأَر ُجلَ ُكم ِإلَى ال َكعبَي ِن‬
ِ ‫ۚ بِر‬
Hai orang-orang yng beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dngan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dngan kedua mata kaki...,

‫ال ِإنَّ َما اَأْل ْع َما ُل بِالنِّيَّ ِة َولِ ُك ِّل ا ْم ِرٍئ َما نَ َوى‬
َ َ‫صلَّى اللَّهم َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ َ ‫َع ْن ُع َم َر َأ َّن َرس‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬
ulama fikih merumuskan rukun wudhu ada enam, yakni
1. niat,
2. membasuh muka,
3. membasuh tangan,
4. mengusap kepala dan
5. membasuh kaki, serta
6. dilakukan dngan tertib.
Sumber Hukum Islam

1 2 3
Al Qur’an As Sunnah

We have features for every step of the way


1 Ijtihad

Sumber Hukum yang ketiga


Kisah ijtihad sahabat
Rasulullah bersabda kepada Mu’adz bin Jabal ra.
“Bagaimana kamu menghukumi bila ada sesuatu
masalah yang harus kamu putuskan?”
Mu’adz menjawab, “Aku akan menghukumi
dengan Kitab Allah .”
Rasul saw. Bertanya:”Bila kamu tidak
mendapatinya dalam Kitab Allah?”
Mu’adz menjawab , “Dengan sunah Rasulullah
saw. Rasul saw. Bertanya lagi,”Bila tidak kamu jumpai
dalam suna Rasulullah saw. Dan Kitabullah?”
Ia menjawab, “Aku akan berusaha keras berijtihad
dengan menggunakan pikiranku dan aku tidak
akan pernah menyerah.”
Rasulullah saw. Pun menepuk dadanya lanas
berabda, “Segala puji bagi Allah yang telah
memberikan taufik kepada utusan Rasulullah
untuk melakukan apa yang diridhai oleh
Rasulullah saw.” (h.r. Abu Dawud)
PENGERTIAN IJTIHAD

Mengapa harus berijtihad?


Secara bahasa lafadz ijtihad adalah bentuk mashdar dari fi’il ijtahada dari akar kata
jahada yang berarti berusaha dengan sungguh-sungguh.

Pengertian Ijtihad Menurut Para Pakar Islam, sebagai berikut :

• Menurut Hanafi, Pengertian Ijtihadadalah mencurahkan tenaga (memeras pikiran)


untuk menemukan hukum agama ( Syara’) melalui salah satu dalil syara’ dan dengan
cara-cara tertentu.

• Pengertian Ijtihad Menurut Yusuf Qardlawi adalah mencurahkan semua kemampuan


dalam segala perbuatan. Penggunaan kata ijtihad hanya terhadap masalah-masalah
penting yang memerlukan banyak perhatian dan tenaga.

• Menurut Al-Amidi, Pengertian Ijtihad ialah mencurahkan semua kemampuan untuk


mencari hukum syara’ yang bersifat dhonni, sampai merasa dirinya tidak mampu untuk
mencari tambahan kemampuannya itu.
• Imam al-Gazali mengungkapkan, Pengertian Ijtihad merupakan upaya maksimal
seorang mujtahid dalam mendapatkan pengetahuan tentang hukum-hukum
syara’.

• Az-Zuhdi mengatakan, Pengertian Ijtihad ialah mengerahkan segenap


kemampuan berpikir untuk mencari dan menetapkan hukum-hukum Syara’ dari
dalil-dalilnya yang tafshily.

• Pengertian Ijtihad Menurut Mayoritas Ulama Ushul ialah pengerahan segenap


kesanggupan oleh seorang ahli fiqh atau mujtahid untuk memperoleh pengertian
tingkat zhan mengenai sesuatu hukum syara’, ini menunjukkan bahwa fungsi
ijtihad yaitu untuk mengeluarkan hukum syara’ amaliy statusnya zhaanny. Dengan
demikian Ijtihad tidak berlaku dibidang akidah.
Dalil– dalil Syariat itu ada dua macam, yaitu naqliyah dan aqliyah, bila diteliti, kita dapat

menyimpulkan bahwa dalil–dalil syariat itu terangkum dalam Al-Quran danSunah. Sebab,

dalil-dalil yang permanen tidak diterapkan dengan akal, tetapi diterapkan dengan

AlQuran dan Sunah. Sebab tanpa disandarkan pada keduanya, maka dalil-dalil tidak

dapat dijadikan pegangan. Dengan demikian, Al-Quran dan Sunah merupakan rujukan

dan sandaran bagi setiap hukum.

(Imam asy-Syatibi)
Al-Qur’an Sumbernya : Qoth’iyu Tsubut
( Sumbernya Pasti)

Makna : 1. Qoth’iyu Dilalah


( maknanya pasti )
2. Dzanniyu Dilalah
( Mengandung
kemungkinan di takwil)

Sumbernya : 1. Qoth’iyu Tsubut


As-Sunnah ( Sumbernya pasti)
2. Dzanniyu Tsubut
( kemungkinan
bukan dari Nabi)
Maknanya : 1. Qothiyu Dilalah
2. Dzaniyu Dilalah
HUBUNGAN AKAL DAN WAHYU
a. Akal adalah kunci untuk memahami agama, ajaran
dan hukum Islam.
b. Nabi Muhammad menyatakan bahwa agama adalah
akal, tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal.
c. Dihubungkan dengan hukum dan hukuman: tidak
ada hukum atau hukuman bagi orang yang tidak
berakal atau gila.
d. Akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam
sistem agama Islam, karena akal adalah wadah yang
menampung aqidah, syariah dan akhlak.
URGENSI IJTIHAD
1. Islam merupakan agama universal yang berlaku sepanjang zaman
(sejak nabi muhammad s/d hari kiamat).
2. Ia merupakan pedoman bagi manusia dalam menjalani kehidupan yg
sangat dinamis.
3. Agar islam fungsional sebagai pedoman, ia perlu dipahami oleh
manusia seiring dengan dinamika kehidupannya.
4. Banyak hal yang timbul dan terjadi, yang menuntut jawaban islam agar
manusia tetap berada di jalan allah yang benar.
5. Manusia perlu selalu berupaya memahami islam (al-quran dan sunnah
nabi) agar segala perbuatan dan tindakannya tetap di jalur yang benar.
6. Al-quran dan sunnah nabi harus selalu menjadi acuan bagi seseorang
dalam berbuat, apa pun yang hendak dilakukannya
FUNGSI IJTIHAD

1. Terciptanya suatu keputusan bersama antara para ulama dan ahli agama
(yang berwenang) untuk mencegah kemudharatan dalam penyelesaian
suatu perkara yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh Al
Qur’andanHadist.
2. Tersepakatinya suatu keputusan dari hasil ijtihad yang tidak bertentangan
dengan All Qur’an dan Hadist..
3. Dapat ditetapkannya hukum terhadap sesuatu persoalan Ijtihadiyah atas
pertimbangan kegunaan dan kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan
syari’at berdasarkan prinsip-prinsip umum ajaran Islam
DASAR DASAR IJTIHAD
Adapun yang menjadi dasar ijtihad ialah Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Diantara ayat Al-
qur’an yang menjadi dasar ijtihad adalah sebagai berikut:
Sesungguhnya kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa
kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah
wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak
bersalah), karena (membela) orang-orang yang berkhianat.(Q.S. an-Nisa [4]:105).
Adapun sunnah yang menjadi dasar ijtihad diantaranya hadits ‘Amr bin al-‘Ash yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, dan Ahmad yang menyebutkan bahwa Nabi
Muhammad bersabda :
apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan berijtihad, kemudian benar maka
ia mendapatkan dua pahala. Akan tetapi, jika ia menetapkan hukum dalam ijtihad itu
salah maka ia mendapatkan satu pahala.(Muslim,II, t.th:62)
Muhammad Abu Zahrah dalam bukunya Ushul al-Fiqh menyebut ada enam tingkatan
mujtahid, yaitu :

1. Mujtahid Mustaqill, yaitu mujtahid yang mengeluarkan hukum-hukum dari Al-


Qur’an dan sunnah, melakukan kias, berfatwa dan beristihsan.
2. Mujtahid muntasib, yaitu mujtahid yang memilih perkataan-perkataan seorang
Imam pada hal-hal yang bersifat mendasar dan berbeda pendapat dengan mereka
dalam hal-hal furu’ (cabang) walaupun pada akhirnya ia akan sampai pada hasil
yang serupa dengan yang telah dicapai imam tersebut.
3. Mujtahid fil Madzhab, yaitu mujtahid yang mengikuti pendapat Imam
Madzhab,baik dalam hal-hal ushul maupun furu’. Usahanya hanya terbatas dalam
menyimpulkan hukum-hukum persoalan yang belum ditemui hukumnya dalam
pendapat imam madzhab.
4. Mujtahid Murajjih, yaitu mujtahid yang meng-isthinbat-kan hukum-hukum yang
tidak diijtihadkan oleh para ulama’ sebelumnya. Sebenarnya mujtahid pada
tingkatan ini hanya mencari pendapat imam madzhab yang lebih kuat.
5. Mujtahid Muhafidh, yaitu mujtahid yang mengetahui hukum-hukum yang telah
ditarjih oleh para ulama’ sebelumnya.
6. Mujtahid Muqallid, yaitu mujtahid yang hanya sanggup memahami pendapat-
pendapat mujtahid lain, tidak mampu melakukan tarjih.
1. Para ulama telah menetapkan berbagai aturan/kaidah yang

menjadi pedoman bagi mereka yang hendak berijtihad.

2. Kaidah2 itu didasarkan atas prinsip2 bahasa, agama, logika.

3. Prinsip2, kaidah2, ketentuan2 yang dipakai untuk berijtihad

(menghasilkan fikih)
METODE-METODE IJTIHAD

1. Qiyas
2. Istihsan
3. Al maslahah al mursalah
4. Al istishab
5. urf
para ulama sendiri, baik salaf maupun khalaf juga mengakui ungkapan bahwa ikhtilaf
dalam masalah furu’ fiqih merupakan rahmat bagi umat, meski haditsnya dhaif.
Imam Malik bin Anas
Imam Malik suatu saat diminta oleh Khalifah Harun Ar Rasyid,”Wahai Abu Abdullah kita
tulis kitab-kitab ini dan kita bagikan di negeri-negeri Islam agar umat mengikutinya!”
Maka Imam Malik pun membalas,”Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ikhtilaf ulama
adalah rahmat dari Allah atas umat ini. Setiap orang mengikuti apa yang benar
menurutnya, semua berada di atas hidayah, semua menghendaki Allah”. (Kasyf Al Khafa,
1/65)
Ibnu Qudamah Al Hanbali
Ibnu Qudamah ulama besar yang menjadi rujukan dalam madzhab Hanbali menyatakan
dalam muqadimah kitab beliau Al Mughni (hal.11),”Amma ba’d, sesungguhnya Allah
dengan rahmat-Nya dan kekayaan-Nya…menjadikan pada pendahulu umat ini para imam
dari mereka dijadikan pedoman, dengan mereka kaidah-kaidah Islam termudahkan,
dengan mereka terjelaskan masalah hukum, kesepakatan mereka adalah hujjah dan
ikhtilaf mereka adalah rahmat yang luas”.
Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah juga menyampaikan dalam Majmu’ Fatawa (30/80),”Sebab itulah,
sebagian ulama menyatakan, kesepakatan mereka (ulama) hujjah qath’i sedangkan
ikhtilaf mereka adalah rahmat yang luas”.
Al Hafidz As Suyuthi
Al Hafidz As Suyuthi dalam risalah Jazil Al Mawahib fi Ikhtilaf Al Madzahib (hal.
25) menyampaikan, ”Ketahuilah bahwa ikhtilaf madzhab-madzhab yang ada ini
adalah nikmat yang besar, ia memiliki rahasia halus yang diketahui oleh orang-
orang alim namun buta terhadapnya orang-orang jahil, hingga engkau mendengar
sebagian orang bodoh menyatakan,’Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam datang
dengan syariat satu, maka dari mana ada madzhab empat?!’”
Ibnu Raslan As Syafi’i
Al Allamah Ibnu Raslan pun menulis dalam muqadimah Alfiyah Fiqih-nya, ”Dan
Syafi’i, Malik, Nu’man (Abu Hanifah), Ahmad bin Hanbal dan Sufyan…Dan lainnya
dari seluruh Imam di atas hidayah dan ikhtilaf rahmat”. (lihat, Ghayah Al Bayan
Syarh Zubad Ibni Raslan, hal. 21)
Abu Abdullah Ad Dimasyqi As Syafi’i
Bahkan seorang ulama yang bermadzhab Syafi’i dari Syam, Abu Abdullah Ad
Dimasyqi Al Ustmani membukukan pendapat ulama madzhab empat dan
sejumlah mujtahid lainnya dalam karya beliau Rahmatul Ummah fi Ikahtilaf Al
Aimmah, rahmat bagi umat dalam ikhtilaf para Imam.

Anda mungkin juga menyukai